Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014"

Transkripsi

1 PEMELIHARAAN LARVA KEPITING BAKAU Scylla serrata Forskal SKALA MASSAL DENGAN PAKAN ROTIFER DAN NAUPLI ARTEMIA YANG DIKAYAKAN DENGAN VITAMIN C, ASCORBYL PALMITAT RB-14 Gunarto Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros Abstrak Vitamin C, askorbil palmitat (ascorbyl palmitate) larut dalam lemak sehingga mudah tersimpan dalam tubuh organisme. Vitamin C dapat berfungsi sebagai stimulan untuk sistem pertahanan tubuh non spesifik, sehingga mampu meningkatkan kekebalan tubuh non spesifik. Produksi benih kepiting bakau (krablet) di panti benih masih rendah disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi kemampuan larva untuk berkembang menjadi megalopa dan krablet. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian rotifer dan naupli artemia yang dikayakan dengan vitamin C (askorbil palmitat) yang dijadikan pakan larva kepiting bakau Scylla serrata terutama efeknya pada sintasan dan kecepatan perkembangan larva menjadi megalopa dan krablet. Larva S. serrata yang baru menetas dan sehat dipelihara di dua bak fiberglas bulat volume empat ton yang diisi air payau steril salinitas 30 ppt sebanyak tiga ton dan diberi aerasi. Air di dalam bak fiber tersebut dibuat sirkulasi. Larva ditebar dengan kepadatan 200 ind./l, dan diberi pakan rotifer dan naupli artemia. Perlakuan yang diuji adalah A1: Larva diberi pakan rotifer dan naupli artemia yang tidak dikayakan dengan vitamin C, A2: Larva diberi pakan rotifer dan naupli artemia yang dikayakan dengan vitamin C. Monitoring dilakukan pada populasi larva dan kecepatan perkembangan larva hingga larva mencapai stadia krablet. Beberapa parameter kualitas air yang dimonitor adalah suhu air, ph, nitrit dan amoniak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada hari ke 18 larva di perlakuan A2 rata-rata sebanyak 37,5+10 ind./l dan sekitar 20% telah menjadi megalopa. Sedangkan pada perlakuan A1 larva masih pada stadia zoea-5 dan populasi larva sebanyak 47,5+7 ind./l. Pada hari pemeliharaan ke 28 di perlakuan A2 semua megalopa telah menjadi krablet dengan berat rata-rata 0,067+0,055 g/ind. Sedangkan pada perlakuan A1 masih terlihat ada megalopa dan krablet yang sudah ada ukurannya lebih kecil dengan berat rata-rata 0,033+0,039 g/ind. Kata kunci: Askorbil palmitat, pengayaan, pemeliharaan larva, skala massal, vitamin C Pengantar Di Indonesia kepiting bakau genus Scylla sp. mempunyai nilai ekonomis yang tinggi di pasaran domestik maupun eksport sehingga keberadaannya di alam banyak ditangkap secara tidak terkendali. Kerusakan habitat kepiting bakau yaitu hutan mangrove banyak dikonversi menjadi pertambakan, perumahan atau industri, ikut andil menyebabkan populasi kepiting bakau di beberapa daerah penghasil kepiting bakau pada saat ini telah menurun secara drastis seperti yang terjadi di perairan muara sungai Cenranae, Kabupaten Bone dan perairan Malili, Kabupaten Palopo, Propinsi Sulawesi Selatan. Penelitian pembenihan kepiting bakau di Indonesia telah dilaksanakan sejak 20 tahun yang lalu (Yunus et al., 1997; Setiyadi et al., 1997), namun sampai saat ini teknologi pembenihan kepiting bakau belum berhasil secara mantap, sehingga belum diadopsi oleh kalangan pengusaha yang bergerak di bidang perikanan. Produksi benih dari hatcheri kepiting bakau masih rendah dan berfluktuatif. Beberapa kendala yang sering dihadapi pada waktu pemeliharaan larva yaitu adanya serangan penyakit (Zafran, 1996; Des Roza, 1999; Zafran et al, 2004; Rantetondok, 2010). Bakteri Vibrio sp. mencapai kepadatan 10 4 cfu/ml dalam air media pemeliharaan larva menyebabkan larva mati massal berwarna putih. Kemudian serangan parasit seperti Epystilis sp menyebabkan larva semakin kurus dan akhirnya mati. Virus White Spot Syndrome Virus (WSSV) juga telah dilaporkan menyerang larva kepiting bakau. Adanya kualitas pakan yang rendah untuk larva menyebabkan larva mati massal pada saat menjelang atau setelah metamorfosis menjadi megalopa. Semnaskan_UGM / Rekayasa Budidaya (RB-14) - 281

2 Penelitian tentang peningkatan kualitas pakan untuk larva kepiting bakau juga telah banyak dilakukan, yaitu rotifer maupun naupli artemia yang dikayakan dengan HUFA (Suprayudi, 2003; Suprayudi et al, 2004; Truong et al, 2007) ataupun Nannochloropsis sp. (Gunarto et al., 2013). Begitu juga upaya untuk memacu terjadinya sinkronisasi metamorfosis dari stadia Zoea-5 menjadi megalopa. Perlu diketahui bahwa rendahnya produksi krablet juga sangat dipengaruhi oleh produksi megalopa yang muncul tidak secara sinkron. Oleh karena megalopa muncul tidak secara sinkron, maka biasanya terjadi kanibalisme yang tinggi pada zoea-5 karena banyak ditangkap dan dimakan oleh megalopa yang muncul lebih dulu. Penjarangan pada tingkat zoea-5 biasanya kurang efektif, karena banyak zoea-5 menjadi stres dan akhirnya mati. Oleh karena itu upaya untuk produksi megalopa secara sinkron perlu dilakukan, agar proses penjarangan megalopa cepat dilakukan, sehingga dapat cepat mengurangi terjadinya kanibalisme antar megalopa. Disamping mengurangi kanibalisme pada stadia megalopa, dalam upaya untuk meningkatkan produksi benih kepiting bakau juga perlu dilakukan upaya peningkatan imunitas larva kepiting bakau dengan cara pakan larva (rotifer dan naupli artemia) dikayakan terlebih dahulu dengan vitamin C, ascorbyl palmitat sebelum diberikan ke larva. Terdapat dua macam vitamin C yaitu yang larut dalam air adalah asam ascorbit (ascorbic acid), vitamin C jenis tersebut tidak tersimpan dalam tubuh dan mudah dikeluarkan lewat urine. Vitamin C yang larut dalam lemak, sehingga mudah tersimpan dalam tubuh organisme disebut askorbil palmitat (ascorbyl palmitate). Vitamin C dapat berfungsi sebagai stimulan untuk sistem pertahanan tubuh non spesifik, sehingga mampu meningkatkan kekebalan tubuh non spesifik (Scombes, 1994). Rotifer juga mengandung vitamin C, tetapi jumlahnya masih rendah. Kandungan vitamin C pada rotifer yang dikultur dengan baker yeast sebanyak 150 mg/g berat kering. Sedangkan yang dikultur dengan Chlorella sp sebanyak 230 mg/g berat kering. Apabila larva kekurangan vitamin C akan mengalami deformitis (Madhu dan Madhu, 2008). Penelitian penggunaan vitamin C sebagai imunostimulan telah dilakukan pada pengendalian penyakit koi herpes virus (KHV) (Taukhid dan Lusiastuti, 2010), penggunaan vitamin C untuk pengkayaan naupli artemia yang diberikan pada larva ikan Acipenser persicus (Yousefian dan Najafpour, 2011), diberikan pada larva ikan Rainbow Trout (Oncorhynchus mykiss) (Hydari dan Akbary, 2011) dan diberikan pada larva ikan Yellowfin Seabream (Adloo et al., 2012). Semuanya sepakat bahwa penambahan jumlah vitamin C yang tepat mampu meningkatkan sintasan larva yang dipelihara. Dengan demikian maka penambahan vitamin C juga akan diujikan untuk pengayaan rotifer maupun naupli artemia, sebelum diberikan ke larva kepiting bakau sebagai pakan. Dengan adanya perlakuan tersebut diharapkan larva kepiting menjadi lebih sehat, tumbuh cepat, dan dapat meminimalisir larva zoea-5 sering tidak sinkron/serentak bermetamorfose menjadi megalopa. Sampai saat ini penelitian pembenihan kepiting bakau di BPPBAP Maros hanya dilakukan dalam skala kecil menggunakan bak-bak ukuran 200 L, sehingga produksi kepiting muda (krablet) juga dalam jumlah ratusan ekor. Untuk mengetahui apakah memungkinkan krablet kepiting bakau bisa diproduksi secara massal, maka pada penelitian ini pemeliharaan larva digunakan wadah bak fiberglas bulat dengan volume air sebanyak 4 ton dan diisi air sebanyak 3 ton. Tujuan penelitian adalah untuk membandingkan produksi massal krablet kepiting bakau dari larva yang pakannya (rotifer dan naupli artemia) dikayakan dengan HUFA dan vitamin C (ascorbyl palmitat). Bahan dan Metode Penelitian dilakukan di hatcheri kepiting bakau di Instalasi Tambak Penelitian Marana. Bak fiberglas bulat volume 4 ton diisi air sumur bor salinitas 30 ppt sebanyak tiga ton dan air di dalam bak dibuat sirkulasi dengan bantuan beberapa pipa pralon ukuran empat inci yang dibelah dua dan panjang 80 cm. Pada bagian bawah pipa dimasukkan ke bantalan cor semen sehingga pipa mampu berdiri di dalam bak dan pada bagian bawah persis diatas bantalan cor semen ditambahkan aerasi, sehingga air disekitar pipa akan terdorong dan terjadi sirkulasi air. Dengan adanya sirkulasi air, maka larva yang sehat yang ditebar tidak mengendap di dasar bak. Air yang dimasukkan ke dalam bak fiber tersebut sebelumnya disaring dengan saringan membran (membrane filter). Larva kepiting bakau dari satu induk yang sama yang baru menetas (zoea-1) dipelihara di dalam dua bak fiberglas tersebut dengan padat tebar larva 100 ekor/l. Dua perlakuan diuji yaitu: Perlakuan A1, Semnaskan_UGM / Gunarto

3 dimana larva diberi pakan rotifera (20 ind./ml) dan naupli artemia (1-2 ind./ml) yang dikayakan dengan HUFA (DHA/EPA = 2,5). Rotifer sebelum diberikan sebagai pakan larva, terlebih dahulu dikayakan dengan HUFA (5 mg/l) selama tiga jam. Selanjutnya dipanen dan diberikan ke larva dari stadia zoea- 1 hingga stadia zoea-3. Selanjutnya Naupli artemia juga dikayakan dengan HUFA (300 mg/l) selama lima jam, kemudian dipanen dan diberikan ke larva stadia zoea-3 hingga stadia megalopa (Gambar 1). Pada perlakuan A2, larva diberi pakan rotifer (20 ind./ml), namun sebelum diberikan sebagai pakan larva, terlebih dahulu rotifer dikayakan dengan vitamin C, ascorbyl palmitat (Natron Easy C dengan kandungan ascorbyl palmitat 500 mg/l) selama tiga jam. Selanjutnya dipanen dan diberikan ke larva dari stadia zoea-1 hingga stadia zoea-3. Naupli artemia (1-2 ind./ml) juga dikayakan dengan vitamin C, ascorbyl palmitat (500 mg/l) selama lima jam, selanjutnya dipanen dan diberikan ke larva stadia zoea-3 hingga stadia megalopa (Gambar 1). Gambar 1. Teknis pengayaan rotifer dan naupli artemia dengan HUFA (A1) dan dengan vitamin C, ascorbyl palmitat (A2). Pergantian air pada saat pemeliharaan larva dilakukan setelah lima hari pemeliharaan sebanyak 5-10% dari volume total dengan cara disifon. Selanjutnya jumlah air yang diganti semakin banyak (50%) setelah larva mencapai zoea-5. Populasi larva hingga mencapai megalopa dimonitor setiap hari sekali dengan cara mengambil air beberapa kali dengan volume yang sama. Jumlah larva yang ikut dalam air tersebut dihitung dan dirata-ratakan selanjutnya dikonversi ke volume air dimana larva berada. Setelah larva mencapai megalopa maka dimonitor populasi megalopa setiap hari sampai zoea-5 semua bermetamorfosis menjadi megalopa. Semnaskan_UGM / Rekayasa Budidaya (RB-14) - 283

4 Sebagai data penunjang dilakukan pengukuran beberapa peubah kualitas air media penelitian yang meliputi: Amoniak, nitrit, BOT, salinitas, ph, dan DO. Monitoring populasi Vibrio sp. dilakukan dengan cara mengambil sampel air sebanyak 50 ml, selanjutnya sampel dibawa ke laboratorium Patologi BPPBAP Maros untuk dianalisis populasi Vibrio sp. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan pada sintasan larva menjadi megalopa, megalopa menjadi kepiting muda, maka data jumlah megalopa juga kepiting muda yang diperoleh dari setiap perlakuan dibandingkan dan dianalisis secara diskriptif. Hasil dan Pembahasan Penurunan populasi larva hingga stadia zoea-5 ditunjukkan pada Gambar 2. Pada hari pertama larva ditebar dengan padat tebar sekitar 100 ind./l, setelah hari kedua dimana larva masih stadia zoea- 1, populasi larva telah menurun di kedua perlakuan yaitu menjadi 80 ind./l pada perlakuan A1 dan A2. Selanjutnya pada perlakuan A2 dimana larva diberi pakan rotifer yang dikayakan dengan HUFA dijumpai populasi larva sebanyak 80 ind./l bertahan hingga hari ke 9 (sebagian larva telah masuk stadia zoea-3). Pada hari ke 10 populasi larva telah turun lagi hingga sekitar 70 ind./l dan populasi tersebut terus bertahan hingga hari ke 13. Pada hari ke 15 populasi larva telah turun hingga menjadi 47 ind./l dan terus bertahan hingga hari ke 17 dimana larva sudah siap untuk bermetamorfosis menjadi megalopa. Gambar 2. Penurunan populasi larva S. serrata yang diberi pakan rotifer yang dikayakan dengan HUFA (A1) dan vitamin C (A2). Pada perlakuan A2 yang larvanya diberi pakan rotifer yang dikayakan dengan vitamin C, populasi larva di hari ke empat telah menurun menjadi sekitar 60 ind./l dan populasi tersebut bertahan hingga hari ke 12. Pada hari ke 13 larva telah menurun hingga menjadi 40 ind./l dan populasi tersebut bertahan hingga hari ke 17 dimana larva siap bermetamorfosis menjadi megalopa. Beberapa hal yang menyebabkan populasi larva menurun adalah sebagai berikut yaitu: pada hari kedua pemeliharaan kemungkinan akibat stres pada waktu penebaran yaitu larva dipindahkan dari bak penetasan ke bak pemeliharaan larva, meskipun pemindahan dilakukan secara hati-hati, tetapi sebagian larva menjadi stres akhirnya lemah dan kemudian mati. Sedangkan pada hari-hari selanjutnya penurunan populasi larva pada penelitian ini berkaitan dengan peristiwa gagal molting pada larva misalnya pada perlakuan A1, di hari ke sembilan dimana banyak larva gagal molting dari zoea-2 ke zoea-3. Pada hari ke 14 banyak larva gagal molting dari stadia zoea-3 ke zoea-4. Pada perlakuan A2, kematian pada hari ke 4 kemungkinan larva zoea-1 gagal molting untuk menjadi stadia zoea-2, kemudian berlanjut hingga pada hari ke 6 larva banyak gagal molting. Larva banyak mengalami kematian pada hari ke 13 dikarenakan larva gagal molting dari stadia zoea-3 ke stadia zoea-4. Faktor penyebab gagal molting telah dilaporkan diantaranya kualitas pakan yang kurang sesuai yaitu bisa dari segi nutrisinya misalnya kandungan EPA dan DHA nya rendah (Watanabe et al., 1983; Suprayudi, 2003; Suprayudi et al., 2004; Truong et al., 2007). Pada penelitian ini meskipun sudah Semnaskan_UGM / Gunarto

5 dikayakan dengan HUFA yang mempunyai kandungan DHA dan EPA dengan rasio 2,5. Namun tetap saja masih terjadi kematian larva akibat gagal molting. Menurut Suprayudi et al. (2002), kandungan n-3 HUFA yaitu 0,33% EPA dan 0,13% DHA pada rotifer adalah yang terbaik untuk perkembangan larva kepiting bakau S. serrata. Dengan demikian rasio DHA/EPA = 0,394. Peningkatan kualitas rotifer juga bisa dilakukan dengan pengayaan rotifer menggunakan Nannochloropsis sp. dan terjadi peningkatan rasio DHA/EPA dari 0,063 meningkat menjadi 0,147 (Gunarto et al, 2013) dan menghasilkan jumlah krablet yang lebih banyak. Dari data terdahulu rasio DHA/EPA pada rotifer yang dikayakan dengan HUFA adalah 0,108 (Gunarto et al., 2014). Selain karena gagal molting, kematian lebih massal lagi pada larva kepiting bakau sering terjadi akibat serangan Vibrio sp. Apabila populasi Vibrio sp. di air media pemeliharaan mencapai 10 4 cfu/ml dan menyebabkan larva dalam dua tiga hari akan memutih semua tubuhnya dan akhirnya mati. Serangan protozoa seperti Zoothamnium sp. atau Epystilis sp. semakin lama menyebabkan larva semakin kurus dan akhirnya mati. Untuk mengurangi tingkat kematian yang tinggi pada larva akibat serangan protozoa, maka air pemeliharaan larva dapat di treatment dengan formalin 40% sebanyak 1 ppm/hari, selama satu minggu berturut-turut sambil diamati perkembangan larva apakah larva akan bertambah besar atau tambah mengecil akibat populasi protozoa semakin melimpah di tubuh larva. (a) (b) Gambar 3. Perkembangan populasi megalopa berdasarkan hari (a) dan perkembangan populasi zoea- 5 menjadi megalopa (b) dari perlakuan larva (z1-z5) yang diberi pakan rotifer dan naupli artemia yang dikayakan dengan HUFA (A1) dan dengan vitamin C (ascorbyl palmitat) (A2). Perkembangan larva nampak lebih serentak pada perlakuan A2 karena pada hari ke dua dari mulai munculnya megalopa sudah sekitar 20% larva telah menjadi megalopa, sedangkan pada A1 baru sekitar 5% dari populasi larva menjadi megalopa. Pada hari ke lima sudah 100% larva menjadi megalopa di perlakuan A2, sedangkan di perlakuan A1 baru sekitar 70% larva telah bermetamorfosis menjadi megalopa. Pada hari ke tujuh semua zoea telah berkembang menjadi megalopa diperlakuan A1 (Gambar 3a). Sedangkan proporsi zoea-5 menjadi megalopa ditunjukkan pada Gambar 3b. Kecepatan dan keserentakan zoea-5 berkembang menjadi megalopa juga dipengaruhi oleh kesehatan larva tersebut. Pada penelitian ini di perlakuan A2 dijumpai larva lebih cepat berkembang dibanding dengan di perlakuan A1. Hal ini akibat pengaruh pengayaan dengan vitamin C pada pakan larva di perlakuan A2. Di penelitian lainnya Gunarto et al., (2014) mendapatkan pengayaan dengan vitamin C pada pakan larva (rotifer dan naupli artemia) menyebabkan larva lebih tahan terhadap serangan parasit dari jenis Epistylis sp., dibanding dengan larva pada kontrol dimana pakannya tidak dikayakan dengan vitamin C, larvanya banyak terserang parasit, sehingga larva lambat berkembang menjadi megalopa dan kepiting muda. Selanjutnya pada hari ketujuh setelah adanya megalopa di kedua perlakuan, dijumpai megalopa telah mulai menjadi kepiting muda (krablet), hanya saja di perlakuan A1 persentasinya lebih rendah (3%) dibanding dengan di perlakuan A2 (10%). Dengan demikian kemunculan krablet di perlakuan A2 sedikit lebih sinkron dibanding dengan di perlakuan A1. Hal ini karena larva dan megalopa lebih cepat Semnaskan_UGM / Rekayasa Budidaya (RB-14) - 285

6 berkembang di perlakuan A2, dibanding dengan di perlakuan A1. Periode megalopa di perlakuan A1 sekitar 7-15 hari. Sedangkan di perlakuan A2 sekitar 7-12 hari. Perkembangan megalopa menjadi krablet di perlakuan A2 lebih cepat dibanding dengan perkembangan megalopa di perlakuan A1. Hal ini karena pengaruh pengayaan dengan vitamin C pada rotifer dan naupli artemia yang dijadikan pakan pada larva dan megalopa di perlakuan A2. Dengan demikian menunjukkan bahwa penambahan vitamin C mampu mempercepat perkembangan larva menjadi megalopa dan periode menjadi krablet juga ditempuh dalam waktu yang lebih singkat dibanding dengan perlakuan yang tanpa penambahan vitamin C pada rotifer atau naupli artemia yang dijadikan pakan larva dan megalopa kepiting bakau. Kecepatan perkembangan megalopa menjadi krablet juga dipengaruhi oleh suhu air (Gunarto dan Parenrengi, 2012). Produksi krablet D7 pada perlakuan A1 sebanyak 1213 ekor, sedangkan perlakuan A2 sebanyak 1120 ekor. Dengan demikian dalam satu induk dari kultur massal menggunakan bak fiber volume air 4 ton dan diisi air sebanyak 3 ton hanya diperoleh sebanyak 2333 ekor krablet D7. Krablet pada perlakuan A2, lebih sehat dan ukurannya lebih besar yaitu 0,067+0,055 g/ekor dibanding dengan perlakuan A1 yaitu dengan ukuran 0,033+0,039 g/ekor, dimana pada periode larvanya hanya diberi pakan rotifer dan naupli artemia yang sama sekali tidak dikayakan dengan vitamin C ataupun HUFA. Tabel 1. Periode larva, megalopa dan produksi krablet pada pemeliharaan larva dengan pakan rotifer dan naupli artemia yang diperkaya dengan vitamin C (ascorbyl palmitat) Perlakuan Periode larva Z1-Z5 (hari) Periode Megalopa (hari) Produksi Krablet (ind./bak) Ukuran krablet (g/ind krablet D7) A ,033+0,039 A ,067+0,055 Hasil monitoring kualitas air pada waktu pemeliharaan larva hingga menjadi krablet ditunjukkan pada Tabel 2, dimana salinitas di kedua perlakuan pada kisaran ppt selama pemeliharaan, suhu air antara o C, ph air pada kisaran 8,0-8,2. Konsentrasi nitrit pada perlakuan A1 dan A2 masih cukup rendah yaitu 0,0324 mg/l (A1) dan 0,0247 mg/l(a2). Konsentrasi amoniak di perlakuan A1 sebanyak 0,918 mg/l, sedangkan perlakuan A2 g lebih tinggi yaitu 1,607 mg/l. Bahan organik total di perlakuan A1 sebanyak 49,42 mg/l dan di perlakuan A2 pada konsentrasi 45,67 mg/l. Populasi bakteri Vibrio sp pada akhir pemeliharaan di kedua bak perlakuan pemeliharaan larva sudah diambang batas maksimum yaitu mencapai 10 3 cfu/ml (Tabel 2). Peningkatan tersebut diakibatkan oleh meningkatkan konsentrasi BOT di kedua perlakuan. Peningkatan BOT berasal dari limbah organik yaitu larva, rotifer dan artemia yang mati juga dari sisa metabilisme dan pakan organik (pakan flek) yang diberikan pada waktu larva telah mencapai stadia megalopa dan krablet. Tabel 2. Beberapa parameter kualitas air pada pemeliharaan larva skala massal dengan bak fiberglas volume 4 ton Suhu air (t o C) Parameter Perlakuan A1 Perlakuan A ph air Salinitas (ppt) Nitrit (mg/l) Amoniak (mg/l) BOT (mg/l) Total Vibrio sp (Cfu/mL) Kesimpulan 8,0-8, ,0324 0,918 49,42 3,7x10 3 8,1-8, ,0247 1,607 45,67 3,5x10 3 Produksi krablet lebih banyak di perlakuan A1 yaitu sebanyak 1213 ind./bak krablet D7. Sedangkan di perlakuan A2 produksi krablet D7 sebanyak 1120 ind./bak, meskipun demikian krablet di perlakuan A Semnaskan_UGM / Gunarto

7 (diperkaya vitamin C pada pakan larvanya) cenderung lebih berat ukurannya yaitu rata-rata 0,067+0,055 g/ind. dibanding dengan produksi krablet di perlakuan A1 dengan rata-rata berat 0,033+0,039 g/ind. Daftar Pustaka Adloo, M.N., A. Matinfar & I. Sourinezhad Effects of feeding enriched Artemia franciscana with HUFA, vitamin C and E on growth performance, survival and stess resistance of Yellowfin Seabream larvae. J. Aquacult Res Dev 3 (8): 1-5. Des Roza, Pengendalian Vibrio harveyi pada larva kepiting bakau Scylla serrata Forskal melalui desinfeksi induk selama pengeraman telur. JPPI 5(2): Gunarto & A. Parenrengi The application of probiotic on mud crab, Scylla olivacea Zoea-5 larvae reared in laboratory. Proceeding International Conference of Aquaculrure Indonesia (ICAI) Badan Penerbit Masyarakat Akuakultur Indonesia. Pp: Gunarto Pengaruh penggunaan shelter rumput laut, Gracilaria sp pada pentokolan benih kepiting bakau, Scylla olivacea di laboratorium. Prosiding Seminar nasional Perikanan Indonesia Nopember Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta. Hlm: Gunarto, Nurbaya & M, Zakaria Pemeliharaan zoea-5 dan megalopa kepiting bakau, Scylla olivacea dengan wadah berbeda. Prosiding Konferensi Akuakultur Indonesia 2013, di The Sunan hotel, Solo 3-4 September, Masyarakat Akuakultur Indonesia. Hlm: Gunarto & A. Panrerengi Monitoring kualitas air dan pakan (rotifer, Brachionus sp dan Artemia sp) pada pemeliharaan larva kepiting bakau (Scylla olivacea) dengan sistem air hijau. Prosiding Seminar nasionaltahunan X Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan Tahun 2013, Jilid I, Budidaya Perikanan. Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Hal: 1-9. Gunarto, Herlinah Jompa & B.R. Tampangalo Perbaikan pemeliharaan larva kepiting bakau, Scylla olivacea dengan penambahan mikro algae, Nannochloropsis sp. Laporan Ilmiah Penelitian TA hlm. Gunarto, Herlinah Jompa & Nurbaya, Pemeliharaan larva kepiting bakau Scylla olivacea dengan penambahan vitamin C, ascorbyl palmitat pada dosis berbeda. Laporan Penelitian Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros Heydari, M. & P. Akbary Enrichment or Artemia nauplii with essential fatty acid and vitamin C: Effect on Rainbow Trout (Oncorhynchus mykiss) larvae performance. 2 nd International Conference on Agriculture and Animal Science, IPCBEE vol 22: Madhu, K. & madhu, R Recent advances in breeding and larviculture of marine finfish and shellfish. Course Manual. Central Marine Fisheries Research Institute. (Indian Council of Agricultural Research) P.B.No.1603, Marine Drive North Extension, Ernakulam North,P.O. Cochin, KERALA INDIA. 11 hlm. Rantetondok, A Peningkatan kekebalan larva kepiting bakau, Scylla serrata melalui pencegahan serangan parasit dengan pemberian glukosa pada media pemeliharaan. Jurnal Aquacultura Indonesiana Setyadi, I., Azwar, Z. I., Yunus dan Kaspriyo Penggunaan jenis pakan alami dan buatan dalam pemeliharaan larva kepiting bakau Scylla serrata. JPPI, III (4): Suprayudi, M. A., Takeuchi, T., K. Hamazaki dan J. Hirokawa Effect of N-3HUFA content in rotifers on the development and survival of mud crab, Scylla serrata, larvae. Suisanzoshoku 50(2): Semnaskan_UGM / Rekayasa Budidaya (RB-14) - 287

8 Suprayudi, M. A Pengaruh dari macam dan dosis bahan pengkaya terhadap kualitas nutrisi rotifera Brachionus rotundiformis khususnya n3-hufa. Jurnal Akuakultur Indonesia 2 (1): Suprayudi, M.A., Takeuchi, T., dan K. Hamasaki Effects of artemia enriched with eicosapentaenoic and docosahexaenoic acid on survival and occurence of molting failure in megalop larvae of the mud crab Scylla serrata. Fisheries Science 70 (4): Taukhid & A.M. Lusiastuti Efektivitas penambahan vitamin C (Ascorbic Acid) pada pakan komersial untuk pengendalian penyakit koi herpesvirus (KHV) pada ikan mas, Cyprinus carpio. J. Ris. Akuakultur 5 (3): Truong, T., N., Mathieu, W., Tran, C. B., Hoang, P. T., Nguyen, V. D., & P. Sorgeloos. Improved techniques for rearing mud crab Scylla paramamosain (estampador 1949) larvae. Aquaculture Research 38: Watanabe, T., Kitajima, C. & Fujita, S Nutritional values of life food organisms used in Japan for the mass propagation of fish: a review. Aquaculture 34: Yunus, I. Setiadi, Kaspriyo & Des Roza, Pengaruh ph air terhadap sintasan larva kepiting bakau Scylla serrata. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia III (4): Yousefian, M. 7 S. H. Najafpour Enrichment of Artemia using Highly Unsaturated fatty Acid and Vitamin C in larvae culture of Acipencer persicus. World Applied Sciences Journal 12 (8): Zafran, Efektifitas fungisida dalam menghindarkan infeksi jamur Lagenidium sp pada larva kepiting bakau Scylla serrata. JPPI 2(1): Zafran, Des Roza, Johnny, F., Mahardika, K. & I. Rusdi Aplikasi bakterin dalam pemeliharaan larva kepiting bakau Scylla paramamosain skala massal. JPPI 10 (2): Semnaskan_UGM / Gunarto

TINGKAT PRODUKSI CRABLET KEPITING BAKAU Scylla paramamosain DENGAN PEMBERIAN PAKAN DIPERKAYA DENGAN HUFA DAN VITAMIN C PADA FASE LARVA

TINGKAT PRODUKSI CRABLET KEPITING BAKAU Scylla paramamosain DENGAN PEMBERIAN PAKAN DIPERKAYA DENGAN HUFA DAN VITAMIN C PADA FASE LARVA Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 2, Hlm. 511-520, Desember 2015 TINGKAT PRODUKSI CRABLET KEPITING BAKAU Scylla paramamosain DENGAN PEMBERIAN PAKAN DIPERKAYA DENGAN HUFA DAN VITAMIN

Lebih terperinci

PENGENALAN UMUM BUDIDAYA KEPITING BAKAU

PENGENALAN UMUM BUDIDAYA KEPITING BAKAU PENGENALAN UMUM BUDIDAYA KEPITING BAKAU MAROS, 10 MEI 2016 SPECIES KEPITING BAKAU (Keenan et al,. 1998) : Scylla serrata (Forskal, 1775), Scylla tranquiberica (Fabricius, 1798), Scylla paramamosain (Estampador,

Lebih terperinci

M.A. Suprayudi, E. Mursitorini dan D. Jusadi

M.A. Suprayudi, E. Mursitorini dan D. Jusadi Jurnal Pengaruh Akuakultur pengkayaan Indonesia, Artemia 5(2): sp. 119126 (2006) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 119 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH PENGKAYAAN Artemia

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN LARVA KEPITING BAKAU, Scylla serrata DENGAN PEMBERIAN PAKAN ALAMI BERBEDA JENIS PENGAYANYA

PEMELIHARAAN LARVA KEPITING BAKAU, Scylla serrata DENGAN PEMBERIAN PAKAN ALAMI BERBEDA JENIS PENGAYANYA 653 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 ABSTRAK PEMELIHARAAN LARVA KEPITING BAKAU, Scylla serrata DENGAN PEMBERIAN PAKAN ALAMI BERBEDA JENIS PENGAYANYA Gunarto, Bunga Rante Tampangallo, Herlinah,

Lebih terperinci

PENGARUH INTENSITAS PENCAHAYA AN PADA PEMELIHARA AN L ARVA KEPITING BAKAU, Scylla paramamosain

PENGARUH INTENSITAS PENCAHAYA AN PADA PEMELIHARA AN L ARVA KEPITING BAKAU, Scylla paramamosain 387 Pengaruh intensitas pencahayaan pada pemeliharaan larva kepiting... PENGARUH INTENSITAS PENCAHAYA AN PADA PEMELIHARA AN L ARVA KEPITING BAKAU, Scylla paramamosain Gunarto, Aan Fibro Widodo, dan Herlinah

Lebih terperinci

BIMTEK BUDIDAYA KEPITING BAKAU

BIMTEK BUDIDAYA KEPITING BAKAU BIMTEK BUDIDAYA KEPITING BAKAU SPECIES KEPITING BAKAU (Keenan et al,. 1998) : Scylla serrata (Forskal, 1775), Scylla tranquiberica (Fabricius, 1798), Scylla paramamosain (Estampador, 1949) Scylla olivacea

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN SUHU AIR PADA PERKEMBANGAN LARVA KEPITING BAKAU, Scylla olivacea

PENGARUH PERBEDAAN SUHU AIR PADA PERKEMBANGAN LARVA KEPITING BAKAU, Scylla olivacea 281 Pengaruh perbedaan suhu air pada perkembangan larva... (Gunarto) PENGARUH PERBEDAAN SUHU AIR PADA PERKEMBANGAN LARVA KEPITING BAKAU, Scylla olivacea ABSTRAK Gunarto dan Aan Fibro Widodo Balai Penelitian

Lebih terperinci

Pemeliharaan Zoea-5 dan Megalopa Kepiting Bakau, Scylla olivacea dengan Wadah Berbeda

Pemeliharaan Zoea-5 dan Megalopa Kepiting Bakau, Scylla olivacea dengan Wadah Berbeda Pemeliharaan Zoea-5 dan Megalopa Kepiting Bakau, Scylla olivacea dengan Wadah Berbeda Gunarto, Nurbaya dan M. Zakaria Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros 90512 Sulawesi Selatan

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN SALINITAS PADA SINTASAN L ARVA KEPITING BAKAU, Scylla olivacea DI PANTI BENIH KEPITING INSTALASI TAMBAK MARANAK, MAROS

PENGARUH SUHU DAN SALINITAS PADA SINTASAN L ARVA KEPITING BAKAU, Scylla olivacea DI PANTI BENIH KEPITING INSTALASI TAMBAK MARANAK, MAROS 393 Pengaruh suhu dan salinitas pada sintasan larva... (Herlinah) PENGARUH SUHU DAN SALINITAS PADA SINTASAN L ARVA KEPITING BAKAU, Scylla olivacea DI PANTI BENIH KEPITING INSTALASI TAMBAK MARANAK, MAROS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Larva Rajungan. Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Larva Rajungan. Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Larva Rajungan Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva Tingkat perkembangan rajungan pada umumnya tidak berbeda dengan kepiting bakau. Perbedaannya hanya pada fase

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN LARVA KEPITING BAKAU, Scylla olivacea DENGAN PENAMBAHAN BIOFLOK

PEMELIHARAAN LARVA KEPITING BAKAU, Scylla olivacea DENGAN PENAMBAHAN BIOFLOK 645 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014 ABSTRAK PEMELIHARAAN LARVA KEPITING BAKAU, Scylla olivacea DENGAN PENAMBAHAN BIOFLOK Gunarto dan Herlinah Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Materi Penelitian

METODE PENELITIAN. Materi Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2006, di PT Centralpertiwi Bahari yang berlokasi di Desa Suak, Kecamatan Sidomulyo, Lampung Selatan.

Lebih terperinci

KONDISI KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN KEPITING BAKAU (Scylla paramamosain) SECARA RESIRKULASI DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA

KONDISI KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN KEPITING BAKAU (Scylla paramamosain) SECARA RESIRKULASI DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA 781 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015 KONDISI KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN KEPITING BAKAU (Scylla paramamosain) SECARA RESIRKULASI DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA ABSTRAK Muhammad Nur Syafaat,

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA 853 Upaya peningkatan produksi pada budidaya... (Gunarto) UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA ABSTRAK Gunarto

Lebih terperinci

PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA PADA BUDIDAYA UDANG PENAEID DI TAMBAK

PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA PADA BUDIDAYA UDANG PENAEID DI TAMBAK 729 Penambahan tepung tapioka pada budidaya udang... (Gunarto) PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA PADA BUDIDAYA UDANG PENAEID DI TAMBAK Gunarto dan Abdul Mansyur ABSTRAK Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan pada habitat perairan pantai, khususnya di daerah hutan bakau (mangrove). Kawasan hutan mangrove

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN PLANKTON UNTUK PEMBENIHAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA HATCHERI SKALA RUMAH TANGGA

EFISIENSI PENGGUNAAN PLANKTON UNTUK PEMBENIHAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA HATCHERI SKALA RUMAH TANGGA 869 Efisiensi penggunaan plankton untuk pembenihan... (Suko Ismi) EFISIENSI PENGGUNAAN PLANKTON UNTUK PEMBENIHAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA HATCHERI SKALA RUMAH TANGGA ABSTRAK Suko Ismi

Lebih terperinci

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) 1 Deskripsi METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan produksi massal benih ikan hias mandarin (Synchiropus splendidus),

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERCEPATAN METAMORFOSIS LARVA KEPITING BAKAU (Scylla olivacea)

PENGARUH SUHU TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERCEPATAN METAMORFOSIS LARVA KEPITING BAKAU (Scylla olivacea) Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XVII (2): 84-89 ISSN: 0853-6384 84 PENGARUH SUHU TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERCEPATAN METAMORFOSIS LARVA KEPITING BAKAU (Scylla olivacea) THE EFFECT OF TEMPERATURE

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) X (1): ISSN:

Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) X (1): ISSN: 134 Short Paper PENGARUH PERBEDAAN AWAL PEMBERIAN ARTEMIA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SINTASAN PADA PEMELIHARAAN LARVA IKAN KLON (Amphiprion ocellaris) THE EFFECT OF INITIAL TIME DIFFERENCE OF ARTEMIA PROVIDE

Lebih terperinci

SERAPAN TIRAM Crassostrea iredalei TERHADAP POPULASI Nannochloropsis sp. DENGAN KEPADATAN AWAL BERBEDA

SERAPAN TIRAM Crassostrea iredalei TERHADAP POPULASI Nannochloropsis sp. DENGAN KEPADATAN AWAL BERBEDA 185 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 214 SERAPAN TIRAM Crassostrea iredalei TERHADAP POPULASI Nannochloropsis sp. DENGAN KEPADATAN AWAL BERBEDA ABSTRAK Sahabuddin, Andi Sahrijanna, dan Machluddin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Budidaya udang merupakan salah satu industri skala besar dengan tingkat

I. PENDAHULUAN. Budidaya udang merupakan salah satu industri skala besar dengan tingkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya udang merupakan salah satu industri skala besar dengan tingkat produksi sekitar 30% dari total suplai udang dunia. Tingginya produksi tersebut adalah sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas perikanan budidaya yang permintaannya terus meningkat dan berkembang pesat. Udang vannamei memiliki

Lebih terperinci

PENDEDERAN IKAN BERONANG (Siganus guttatus) DENGAN UKURAN TUBUH BENIH YANG BERBEDA

PENDEDERAN IKAN BERONANG (Siganus guttatus) DENGAN UKURAN TUBUH BENIH YANG BERBEDA 419 Pendederan ikan beronang dengan ukuran tubuh benih... (Samuel Lante) ABSTRAK PENDEDERAN IKAN BERONANG (Siganus guttatus) DENGAN UKURAN TUBUH BENIH YANG BERBEDA Samuel Lante, Noor Bimo Adhiyudanto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kegiatan budidaya perikanan semakin berkembang dari tahun ke tahun. Tentunya hal ini ditunjang dengan menerapkan sistem budidaya ikan yang baik pada berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan. Permasalahan yang sering dihadapi adalah tingginya

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN BENIH KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA PERLAKUAN PERBEDAAN SALINITAS MEDIA DAN PEMBERIAN BIOMAS Artemia sp.

RESPON PERTUMBUHAN BENIH KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA PERLAKUAN PERBEDAAN SALINITAS MEDIA DAN PEMBERIAN BIOMAS Artemia sp. Available online at Indonesian Journal of Fisheries Science and Technology (IJFST) Website: http://ejournal.undip.ac.id/index.php/saintek Saintek Perikanan Vol.12 No.1: 7-11, Agustus 2016 RESPON PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

TEKNIK PEMELIHARAAN LARVA UNTUK PENINGKATAN MUTU BENIH KERAPU PADA PRODUKSI MASSAL SECARA TERKONTROL

TEKNIK PEMELIHARAAN LARVA UNTUK PENINGKATAN MUTU BENIH KERAPU PADA PRODUKSI MASSAL SECARA TERKONTROL 331 Teknik pemeliharaan larva untuk peningkatan mutu benih... (Suko Ismi) TEKNIK PEMELIHARAAN LARVA UNTUK PENINGKATAN MUTU BENIH KERAPU PADA PRODUKSI MASSAL SECARA TERKONTROL ABSTRAK Suko Ismi dan Yasmina

Lebih terperinci

TOLERANSI KADAR GARAM JENIS KEPITING BAKAU DI TAMBAK

TOLERANSI KADAR GARAM JENIS KEPITING BAKAU DI TAMBAK 1117 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013 ABSTRAK TOLERANSI KADAR GARAM JENIS KEPITING BAKAU DI TAMBAK Burhanuddin Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. 3.2 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

LAJU PEMANGSAAN LARVA KEPITING BAKAU (Scylla serrata) TERHADAP PAKAN ALAMI ROTIFERA (Brachionus sp.)

LAJU PEMANGSAAN LARVA KEPITING BAKAU (Scylla serrata) TERHADAP PAKAN ALAMI ROTIFERA (Brachionus sp.) 139 Laju pemangsaan larva kepiting bakau... (Aan Fibro Widodo) ABSTRAK Pemberian rotifera sebagai pakan alami dalam pembenihan kepiting bakau telah banyak dilakukan. Permasalahan penting yang perlu diketahui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan utama bagi larva ikan yaitu pakan alami. Pakan alami, seperti

I. PENDAHULUAN. Pakan utama bagi larva ikan yaitu pakan alami. Pakan alami, seperti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha budidaya perikanan sangat dipengaruhi oleh kualitas benih dan pakan. Pakan utama bagi larva ikan yaitu pakan alami. Pakan alami, seperti plankton. Plankton sangat

Lebih terperinci

EFFECT OF DIFFERENT DENSITY ON THE RATE OF MANGROVE CRAB (Scylla Paramamosain) MOLTING MASS-REARED IN CAGE.

EFFECT OF DIFFERENT DENSITY ON THE RATE OF MANGROVE CRAB (Scylla Paramamosain) MOLTING MASS-REARED IN CAGE. Journal of Marine and Coastal Science, 1(2), 125 139, 2012 PENGARUH PENGKAYAAN Artemia spp. DENGAN KOMBINASI MINYAK KEDELAI DAN MINYAK IKAN SALMON TERHADAP PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP LARVA

Lebih terperinci

PENGANGKUTAN KRABLET KEPITING BAKAU (Scylla paramammosain) SISTEM KERING

PENGANGKUTAN KRABLET KEPITING BAKAU (Scylla paramammosain) SISTEM KERING 1297 Pengangkutan krablet kepiting bakau sistem kering (Muhamad Yamin) PENGANGKUTAN KRABLET KEPITING BAKAU (Scylla paramammosain) SISTEM KERING ABSTRAK Muhamad Yamin *) dan Sulaeman **) *) Balai Riset

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN CALON INDUK IKAN BERONANG Siganus guttatus TURUNAN PERTAMA (F-1) DENGAN BOBOT BADAN YANG BERBEDA

PERTUMBUHAN CALON INDUK IKAN BERONANG Siganus guttatus TURUNAN PERTAMA (F-1) DENGAN BOBOT BADAN YANG BERBEDA 1233 Pertumbuhan calon induk ikan beronang Siganus guttatus... (Samuel Lante) PERTUMBUHAN CALON INDUK IKAN BERONANG Siganus guttatus TURUNAN PERTAMA (F-1) DENGAN BOBOT BADAN YANG BERBEDA ABSTRAK Samuel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cukup tinggi, contohnya pada pembenihan ikan Kerapu Macan (Epinephelus

I. PENDAHULUAN. cukup tinggi, contohnya pada pembenihan ikan Kerapu Macan (Epinephelus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha pembenihan ikan laut berkembang pesat dan memiliki nilai jual yang cukup tinggi, contohnya pada pembenihan ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) dan Kerapu

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

PENGANGKUTAN KRABLET KEPITING BAKAU (Scylla paramamosain) DENGAN KEPADATAN BERBEDA

PENGANGKUTAN KRABLET KEPITING BAKAU (Scylla paramamosain) DENGAN KEPADATAN BERBEDA Pengangkutan krablet kepiting bakau ( Scylla paramamosain)... (Sulaeman) PENGANGKUTAN KRABLET KEPITING BAKAU (Scylla paramamosain) DENGAN KEPADATAN BERBEDA Sulaeman *), Muhamad Yamin *), dan Andi Parenrengi

Lebih terperinci

Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar

Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia SNI 7311:2009 Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional SNI 7311:2009 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan (1)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei Juni 2014, di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. 3.2 Alat dan Bahan Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting hidup di daerah muara sungai dan rawa pasang surut yang banyak ditumbuhi vegetasi

Lebih terperinci

APLIKASI PENGGUNAAN BERBAGAI MACAM MIKROALGA POWDER UNTUK PAKAN JUVENIL IKAN BANDENG (Chanos chanos fork)

APLIKASI PENGGUNAAN BERBAGAI MACAM MIKROALGA POWDER UNTUK PAKAN JUVENIL IKAN BANDENG (Chanos chanos fork) Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan Volume 4, No. 2, Agustus 2013 ISSN : 2086-3861 APLIKASI PENGGUNAAN BERBAGAI MACAM MIKROALGA POWDER UNTUK PAKAN JUVENIL IKAN BANDENG (Chanos chanos fork) APPLICATION USE DIFFERENT

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2013 sampai Mei 2013 dilaksanakan di Hatchery Ciparanje, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No. 1 Bandar Lampung Surel: ABSTRACT

Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No. 1 Bandar Lampung Surel: ABSTRACT PENGARUH PEMBERIAN NAUPLII Artemia sp. YANG DIPERKAYA SUSU BUBUK TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN LARVA UDANG VANNAMEI ( Litopenaeus vannamei) Marta Purnama Sari 1), Wardiyanto 2) dan Abdullah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. air tawar, payau, dan perikanan laut, dapat dilihat dari semakin banyaknya

I. PENDAHULUAN. air tawar, payau, dan perikanan laut, dapat dilihat dari semakin banyaknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha budidaya perikanan saat ini berkembang pesat, baik pada perikanan air tawar, payau, dan perikanan laut, dapat dilihat dari semakin banyaknya masyarakat yang melakukan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Tujuan Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah mengetahui teknik kultur Chaetoceros sp. dan Skeletonema sp. skala laboratorium dan skala massal serta mengetahui permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Budidaya ikan hias dapat memberikan beberapa keuntungan bagi pembudidaya antara lain budidaya ikan hias dapat dilakukan di lahan yang sempit seperti akuarium atau

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Jl. Peta No. 83, Bandung, Jawa Barat 40232, selama 20 hari pada bulan Maret April 2013. 3.2 Alat dan

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBERIAN KOMBINASI FITOPLANKTON DAN RAGI DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN ROTIFERA

OPTIMASI PEMBERIAN KOMBINASI FITOPLANKTON DAN RAGI DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN ROTIFERA OPTIMASI PEMBERIAN KOMBINASI FITOPLANKTON DAN RAGI DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN ROTIFERA (Brachionus sp) Andi Khaeriyah Program Studi Budidaya Perairan Universitas Muhammadiyah Makassar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prospek perikanan dan budidaya sidat memiliki peluang baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Prospek perikanan dan budidaya sidat memiliki peluang baik untuk 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Prospek perikanan dan budidaya sidat memiliki peluang baik untuk dikembangkan. Negara kita memiliki sumberdaya ikan sidat yang beraneka jenis, memiliki banyak lahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset Ikan Hias Depok. Penelitian berlangsung pada tanggal 15 Agustus hingga 5 Oktober 2012. Penelitian diawali

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta

I. PENDAHULUAN. budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditas utama dalam industri perikanan budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta permintaan pasar tinggi

Lebih terperinci

ANALISIS UJI TANTANG BENUR WINDU (Penaeus monodon Fabricius) YANG TELAH DIBERI PERLAKUAN PROBIOTIK DAN ANTIBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA

ANALISIS UJI TANTANG BENUR WINDU (Penaeus monodon Fabricius) YANG TELAH DIBERI PERLAKUAN PROBIOTIK DAN ANTIBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA Jurnal Galung Tropika, September, hlmn. 7-1 ANALISIS UJI TANTANG BENUR WINDU (Penaeus monodon Fabricius) YANG TELAH DIBERI PERLAKUAN PROBIOTIK DAN ANTIBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA ANALYSIS CHALLENGE TEST

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga II TINJAUAN PUSTAKA. Genus Scylla mempunyai tiga spesies lain yaitu Scylla serata, S. oseanica dan S.

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga II TINJAUAN PUSTAKA. Genus Scylla mempunyai tiga spesies lain yaitu Scylla serata, S. oseanica dan S. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Kepiting Bakau Klasifikasi Scylla paramamosain menurut King (1995) dan Keenan (1999) dalam Pavasovic (2004) adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Subfilum: Crustacea

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Brachionus plicatilis, Nannochloropsis sp., salinitas, nitrogen, stres lingkungan

ABSTRAK. Kata kunci: Brachionus plicatilis, Nannochloropsis sp., salinitas, nitrogen, stres lingkungan e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 1 Oktober 2013 ISSN: 2302-3600 KANDUNGAN PROTEIN TOTAL (CRUDE PROTEIN) Brachionus plicatilis DENGAN PEMBERIAN PAKAN Nannochloropsis sp. PADA

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI RAGI YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN POPULASI Daphnia sp.

PENGARUH KONSENTRASI RAGI YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN POPULASI Daphnia sp. PENGARUH KONSENTRASI RAGI YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN POPULASI Daphnia sp. (Effect of Feeding Rates of Yeast on Growth of Daphnia) Dedi Jusadi 1, Dewi Sulasingkin 1, dan Ing Mokoginta 1 ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

WELLEM HENRIK MUSKITA

WELLEM HENRIK MUSKITA PENGARUH WAKTU PEMBERIAN PAKAN BUATAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP LARVA RAJUNGAN (Portunus pelagicus): HUBUNGANNYA DENGAN PERKEMBANGAN AKTIVITAS ENZIM PENCERNAAN WELLEM HENRIK MUSKITA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

PRODUKSI MASAL LARVA IKAN KERAPU PASIR (Epinephelus Corallicola) DENGAN UKURAN BAK BERBEDA

PRODUKSI MASAL LARVA IKAN KERAPU PASIR (Epinephelus Corallicola) DENGAN UKURAN BAK BERBEDA PRODUKSI MASAL LARVA IKAN KERAPU PASIR (Epinephelus Corallicola) DENGAN UKURAN BAK BERBEDA Irwan Setyadi Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol PO. Box. 140 Singaraja-Bali, E-mail : i.setyadi@yahoo.com

Lebih terperinci

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele.

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele. 17 3. METODE Rangkaian penelitian ini terdiri dari empat tahap penelitian. Seluruh kegiatan dilakukan dalam kurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2011 di Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (d/h Loka Riset

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KOMPOS KULIT KAKAO (Theobroma cacao) UNTUK BUDIDAYA Daphnia sp. ABSTRAK

PEMANFAATAN KOMPOS KULIT KAKAO (Theobroma cacao) UNTUK BUDIDAYA Daphnia sp. ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PEMANFAATAN KOMPOS KULIT KAKAO (Theobroma cacao) UNTUK BUDIDAYA Daphnia sp. Arif Wibowo *, Henni Wijayanti

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 109-114 ISSN : 2088-3137 PENGARUH KEPADATAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA PENDEDERAN

Lebih terperinci

Jurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi Volume 2 Nomor 2 Oktober 2015

Jurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi Volume 2 Nomor 2 Oktober 2015 KUALITAS AIR DAN PERTUMBUHAN POPULASI ROTIFER Brachionus rotundiformis STRAIN TUMPAAN PADA PAKAN BERBEDA ERLY Y. KALIGIS Erly Y. Kaligis Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNSRAT, Manado (E-mail: erly_kaligis@yahoo.co.id)

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan dari bulan Maret sampai September 2014 di Laboratorium UPT Kolam Pembenihan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN ROTIFER

PENGARUH PEMBERIAN ROTIFER PENGARUH PEMBERIAN ROTIFER (Brachionus rotundiformis) DAN Artemia YANG DIPERKAYA DENGAN DHA 70G TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN INTERMOLT PERIOD LARVA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DODI HERMAWAN

Lebih terperinci

PRODUKSI BENIH UDANG VANAME (LITOPENAEUS VANNAMEI) KELAS BENIH SEBAR

PRODUKSI BENIH UDANG VANAME (LITOPENAEUS VANNAMEI) KELAS BENIH SEBAR PRODUKSI BENIH UDANG VANAME (LITOPENAEUS VANNAMEI) KELAS BENIH SEBAR Standar Nasional Indonesia Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional

Lebih terperinci

PEMBESARAN KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DI TAMBAK DENGAN PEMBERIAN PAKAN BERBEDA

PEMBESARAN KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DI TAMBAK DENGAN PEMBERIAN PAKAN BERBEDA 169 Pembesaran kepiting bakau di tambak... (Herlinah) PEMBESARAN KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DI TAMBAK DENGAN PEMBERIAN PAKAN BERBEDA Herlinah, Sulaeman, dan Andi Tenriulo ABSTRAK Balai Riset Perikanan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. B. Alat dan Bahan Penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK Vibrio SKT-b MELALUI Artemia DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP PASCA LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon ASRI SUTANTI SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

Program Studi Budidaya Perairan Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan Balik Diwa

Program Studi Budidaya Perairan Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan Balik Diwa DISTRIBUSI EKTOPARASIT PADA BEIH KEPITIG BAKAU (Scylla olivacea) DI PERAIRA PALLIME KABUPATE BOE PROVISI SULAWESI SELATA Muh. Amin Faqih, Frida Alifia dan Muh. Fadillan Amir Program Studi Budidaya Perairan

Lebih terperinci

Keragaan benih ikan mas (Cyprinus carpio) strain rajadanu dengan kepadatan berbeda

Keragaan benih ikan mas (Cyprinus carpio) strain rajadanu dengan kepadatan berbeda Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Keragaan benih ikan mas (Cyprinus carpio) strain rajadanu dengan kepadatan berbeda Yogi Himawan, Khairul Syahputra, Didik Ariyanto Balai Penelitian Pemuliaan Ikan Jl.

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PROSES DAN INFRASTRUKTUR HATCHERY UDANG AIR PAYAU (Windu, Vannamei dan Rostris) Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) adalah jenis udang yang pada awal kemunculannya

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN POST LARVA (PL4-PL9) UDANG VANNAMEI (Penaeus vannamei) DI HATCHERY PT. BANGGAI SENTRAL SHRIMP PROVINSI SULAWESI TENGAH

PEMELIHARAAN POST LARVA (PL4-PL9) UDANG VANNAMEI (Penaeus vannamei) DI HATCHERY PT. BANGGAI SENTRAL SHRIMP PROVINSI SULAWESI TENGAH PEMELIHARAAN POST LARVA (PL4) UDANG VANNAMEI (Penaeus vannamei) DI HATCHERY PT. BANGGAI SENTRAL SHRIMP PROVINSI SULAWESI TENGAH Ockstan J. Kalesaran Staf Pengajar pada Program Studi Budidaya Perairan,

Lebih terperinci

Aplikasi pemberian taurin pada rotifer untuk pakan larva ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis

Aplikasi pemberian taurin pada rotifer untuk pakan larva ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis Jurnal Iktiologi Indonesia, 12(1):73-82 Aplikasi pemberian taurin pada rotifer untuk pakan larva ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis [The application of rotifers enriched with taurine for larvae of

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga PENDAHULUAN Latar Belakang Udang windu merupakan salah satu komoditas ekspor non migas dalam sektor perikanan. Kegiatan produksi calon induk udang windu merupakan rangkaian proses domestifikasi dan pemuliaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014, III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014, bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan Universitas

Lebih terperinci

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi 1 Udang Galah Genjot Produksi Udang Galah Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi gaya rumah susun. Setiap 1 m² dapat diberi 30 bibit berukuran 1 cm. Hebatnya kelulusan hidup meningkat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo, yang melaksanakan tugas operasional

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo, yang melaksanakan tugas operasional BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian BBIP Lamu, merupakan calon Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)/Instalasi Pembenihan dibawah pengawasan dan pengelolaan Dinas Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan. 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika dan kolam percobaan pada Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Jl. Raya 2 Sukamandi,

Lebih terperinci

Sri Yuningsih Noor 1 dan Rano Pakaya Mahasiswa Program Studi Perikanan dan Kelautan. Abstract

Sri Yuningsih Noor 1 dan Rano Pakaya Mahasiswa Program Studi Perikanan dan Kelautan. Abstract Pengaruh Penambahan Probiotik EM-4 (Evective Mikroorganism-4) Dalam Pakan Terhadap Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Ikan Gurame (Osprhronemus gouramy) Sri Yuningsih Noor 1 dan Rano Pakaya 2 1 Staf Pengajar

Lebih terperinci

PEMACUAN PERGANTIAN KULIT KEPITING BAKAU (Scylla serrata) MELALUI MANIPULASI LINGKUNGAN UNTUK MENGHASILKAN KEPITING LUNAK

PEMACUAN PERGANTIAN KULIT KEPITING BAKAU (Scylla serrata) MELALUI MANIPULASI LINGKUNGAN UNTUK MENGHASILKAN KEPITING LUNAK 179 Pemacuan pergantian kulit kepiting bakai... (Nur Ansari Rangka) PEMACUAN PERGANTIAN KULIT KEPITING BAKAU (Scylla serrata) MELALUI MANIPULASI LINGKUNGAN UNTUK MENGHASILKAN KEPITING LUNAK Nur Ansari

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN VITALITAS LARVA UDANG WINDU DENGAN PENAMBAHAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium sativum)

PERTUMBUHAN DAN VITALITAS LARVA UDANG WINDU DENGAN PENAMBAHAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium sativum) 617 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014 PERTUMBUHAN DAN VITALITAS LARVA UDANG WINDU DENGAN PENAMBAHAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium sativum) ABSTRAK Ike Trismawanti, Syarifuddin Tonnek, dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Probiotik Penggunaan bakteri untuk kesejahteraan manusia seperti kesehatan dan pertanian sangat menarik perhatian lebih dari satu dekade terakhir. Probiotik sudah digunakan di

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember 2011, bertempat di laboratorium ikan Clownfish Balai Besar Pengembangan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN Diaphanasoma sp. YANG DIBERI PAKAN Nannochloropsis sp. Sri Susilowati 12 ABSTRAK

PERTUMBUHAN Diaphanasoma sp. YANG DIBERI PAKAN Nannochloropsis sp. Sri Susilowati 12 ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PERTUMBUHAN Diaphanasoma sp. YANG DIBERI PAKAN Nannochloropsis sp. Sri Susilowati 12 ABSTRAK Pakan alami yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya ikan dapat dijadikan alternatif usaha yang dapat memberikan keuntungan dan memiliki prospek jangka panjang yang baik. Hal ini dikarenakan atas permintaan produk

Lebih terperinci

POLA PEMANGSAAN DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN KUWE (Gnathanodon speciosus) BERDASARKAN JENIS PAKAN AWAL YANG DIBERIKAN

POLA PEMANGSAAN DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN KUWE (Gnathanodon speciosus) BERDASARKAN JENIS PAKAN AWAL YANG DIBERIKAN 633 Pola pemangsaan dan pertumbuhan larva ikan kuwe... (Afifah) POLA PEMANGSAAN DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN KUWE (Gnathanodon speciosus) BERDASARKAN JENIS PAKAN AWAL YANG DIBERIKAN Afifah *), Titiek Aslianti

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni Lokasi penelitian di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni Lokasi penelitian di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni 2014. Lokasi penelitian di Laboratorium Budidaya Perikanan, Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas

Lebih terperinci

Produksi Masal Larva Ikan Kerapu Pasir (Epinephelus Corallicola) dengan Ukuran Bak Berbeda

Produksi Masal Larva Ikan Kerapu Pasir (Epinephelus Corallicola) dengan Ukuran Bak Berbeda Produksi Masal Larva Ikan Kerapu Pasir (Epinephelus Corallicola) dengan Ukuran Bak Berbeda Irwan Setyadi Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol PO. Box. 140 Singaraja-Bali, E-mail : i.setyadi@yahoo.com

Lebih terperinci

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :46-56 (2013) ISSN :

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :46-56 (2013) ISSN : Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :46-56 (2013) ISSN : 2303-2960 PENENTUAN POLA PERUBAHAN SALINITAS PADA PENETASAN DAN PEMELIHARAAN LARVA UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) ASAL SUMATERA SELATAN

Lebih terperinci

MODUL: PEMELIHARAAN LARVA SAMPAI BENIH

MODUL: PEMELIHARAAN LARVA SAMPAI BENIH BDI-L/1/1.2 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR LAUT PENDEDERAN KERAPU: KERAPU BEBEK MODUL: PEMELIHARAAN LARVA SAMPAI BENIH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Media Litbang Sulteng 2 (2) : 126 130, Desember 2009 1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu ISSN : 1979-5971 PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Mei - Juni 2014 di Laboratorium Basah Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Mei - Juni 2014 di Laboratorium Basah Jurusan III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Mei - Juni 2014 di Laboratorium Basah Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2 Alat dan Bahan Alat

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp ABSTRAK

PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp ABSTRAK ejurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 1 Oktober 013 ISSN: 303600 PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp Leonardo Bambang Diwi Dayanto *, Rara Diantari dan

Lebih terperinci

PENTOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) SISTEM HAPA DENGAN UKURAN PAKAN BERBEDA

PENTOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) SISTEM HAPA DENGAN UKURAN PAKAN BERBEDA 41 Pentokolan udang windu siste hapa... (Erfan Andi Hendrajat) PENTOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) SISTEM HAPA DENGAN UKURAN PAKAN BERBEDA ABSTRAK Erfan Andi Hendrajat dan Brata Pantjara Balai Penelitian

Lebih terperinci

MODUL: PENETASAN Artemia

MODUL: PENETASAN Artemia BDI-T/1/1.4 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR BUDIDAYA PAKAN ALAMI MODUL: PENETASAN Artemia DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN

Lebih terperinci

APLIKASI TEKNOLOGI NANO DALAM SISTEM AERASI PADA PENDEDERAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO)

APLIKASI TEKNOLOGI NANO DALAM SISTEM AERASI PADA PENDEDERAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) Jurnal Perikanan Kelautan Vol. VII No.2 /Desember 2016 (29-34) APLIKASI TEKNOLOGI NANO DALAM SISTEM AERASI PADA PENDEDERAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) Application of Nano Technology in Aeration Systems

Lebih terperinci