BAB 1 Simpulan, Diskusi, dan Saran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 Simpulan, Diskusi, dan Saran"

Transkripsi

1 BAB 1 Simpulan, Diskusi, dan Saran Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian ini, diskusi dan limitasi dari kesimpulan penelitian, serta saran bagi penelitian mendatang maupun saran praktis bagi pembaca, mahasiswa, dan penduduk Jakarta. 1.1 Simpulan Penelitian dari tanggal 18 Desember 2014 hingga 13 Januari 2015 dilakukan terhadap 132 penduduk DKI Jakarta yang sudah dan masih bekerja. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis regresi berganda serta analisis tambahan yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa materialisme dan kesulitan dalam regulasi emosi berperan secara secara signifikan terhadap masalah kesehatan mental penduduk Jakarta sehingga Ho 1 ditolak. Hal ini berarti bahwa adanya nilai materialisme dan kesulitan dalam regulasi emosi pada individu dapat meningkatkan masalah kesehatan mental. Materialisme berperan secara signifikan terhadap masalah kesehatan mental, sehingga Ho 2 ditolak. Artinya adanya nilai materialisme pada individu dapat meningkatkan masalah kesehatan mental. Kesulitan dalam regulasi emosi berperan secara signifikan terhadap masalah kesehatan mental, sehingga Ho 3 ditolak. Artinya adanya kesulitan dalam regulasi emosi pada individu dapat meningkatkan masalah kesehatan mental. 1.2 Diskusi Berdasarkan regresi linier berganda yang dilakukan peneliti untuk melihat peran materialisme dan kesulitan dalam regulasi emosi secara simultan terhadap kesehatan mental, hasilnya ditemukan bahwa peran materialisme dan kesulitan dalam meregulasi emosi terhadap kesehatan mental sebesar 33.9%. Kedua variabel prediktor ini dapat berperan terhadap kesehatan mental karena kedua variabel prediktor (materialisme dan kesulitan dalam regulasi emosi) memiliki korelasi yang signifikan, yaitu sebesar Fakta ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat materialisme individu, semakin tinggi tingkat kesulitan dalam regulasi emosi. Korelasi yang positif antara materialisme dan kesulitan dalam regulasi emosi dapat dijelaskan melalui perilaku impulsive buying (Rose, 2007, dalam Robbins & Walker, 2008), dimana individu yang materialistis dan tidak mampu meregulasi emosi negatifnya rentan melakukan pembelanjaan

2 impulsif. Individu yang memiliki kesulitan dalam mengelola emosinya cenderung akan melakukan tindakan-tindakan yang impulsif dan tidak sesuai dengan tujuan (goal). Kelak, individu tersebut akan menyesal karena melakukan tindakan impulsif (impulse) yang sebenarnya tidak sesuai dengan tujuan (goal). Kasser (2003) mengadakan riset tentang nilai materialistik pada individu dengan emosi yang dirasakan individu selama dua minggu. Hasilnya adalah, partisipan yang memiliki nilai tinggi dalam materialisme cenderung lebih sedikit mengalami emosi positif dan mengurangi kualitas dari pengalaman hidup individu dalam kesehariannya. Tidak hanya itu, individu yang memiliki orientasi kuat terhadap nilai materialistik juga cenderung mengisolasi dirinya secara sosial, bersikap curiga terhadap orang lain, juga mengalami kesulitan dalam pengekspresian emosi dan kontrol diri (Kasser, 2003). Individu yang materialistik menggunakan benda-benda materi sebagai pengganti dari hubungan sosial sehingga timbul perasaan self-sufficiency dan individu merasa tidak membutuhkan orang lain (Vohs, Mead, & Goode, 2006). Lebih lanjut lagi, individu menjadi tidak sensitif terhadap emosinya dan emosi orang lain. Sharpe dan Ramanaiah (1999, dalam Robbins & Walker, 2008) juga menyatakan bahwa individu yang materialistis memiliki skor tinggi dalam neuroticism (yang merefleksikan ketidakstabilan emosi) sehingga mempengaruhi tingkat anxiety (dimensi dalam kesehatan mental). Menurut WHO (2012), salah satu tingkatan faktor yang mempengaruhi kesehatan mental adalah faktor yang berasal dari dalam individu. Nilai materialisme dan kesulitan dalam regulasi emosi adalah salah dua faktor yang termasuk ke dalam tingkatan individu ini. Artinya, dapat disimpulkan bahwa kedua variabel prediktor yang digunakan dalam penelitian ini sejalan sehingga keduanya berperan secara signifikan, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersamaan. Pada hasil penelitian, ditemukan bahwa materialisme dapat memprediksi masalah kesehatan mental. Hal ini dapat terjadi karena individu yang materialistis merasa tidak aman dan tidak kompeten sebagai akibat dari meningkatnya stressor pada kehidupan urban (Srivastava, 2009) sehingga mempengaruhi sikap individu terhadap dunia. Dampak materialisme akan membuat individu memiliki sikap yang negatif, dimana hal ini dapat berperan terhadap terjadinya masalah dalam kesehatan mental. Hal ini didukung oleh hasil analisa tambahan, dimana materialisme memiliki korelasi positif yang paling tinggi dengan dimensi positive affect dibandingkan dimensi lain pada masalah kesehatan mental. Adapun maksud positive affect pada

3 alat ukur dalam penelitian ini mengacu telah negative affect, karena syarat dalam perhitungan skor masalah kesehatan mental (MHI-18) skor untuk dimensi positive affect harus di reverse. Oleh karena itu, korelasi yang positif ini menunjukkan bahwa individu yang materialistis memiliki sikap yang tidak positif terhadap dunia. Selain penjelasan di atas, individu yang materialistis juga rentan mengalami hubungan interpersonal yang relatif singkat dan penuh konflik (Kasser dkk., 2004), sehingga dapat mengalami masalah kesehatan mental karena hubungan yang buruk tersebut (WHO, 2012). Dampak dari materialisme yang terakhir adalah masalah autonomy, yaitu perasaan bahwa individu memiliki pilihan, kepemilikan, dan keterlibatan yang mendalam terhadap aktivitas individu (Kasser dkk., 2004). Individu yang materialistis akan mengalami masalah dalam autonomy, karena ia merasa harus mengejar benda-benda materi untuk mengatasi keraguan diri (contoh: saya bukan orang gagal karena saya memiliki banyak harta) dan untuk terlihat positif dalam lingkungan sosial (contoh: rumah dan mobil saya lebih bagus dari tetangga). Hal ini memperlihatkan bahwa individu menjadi tidak menyadari potensinya sendiri, padahal menurut WHO (2013) salah satu ciri individu yang sehat mental adalah individu yang menyadari potensinya. Peran materialisme terhadap masalah kesehatan mental tidak besar, karena kontribusi yang diberikan hanya dari 1 (lebih mendekati 0). WHO (2013) menyatakan bahwa individu yang sehat mental mampu menyadari potensinya sendiri, mampu mengatasi tekanan hidup yang normal, mampu bekerja produktif, dan mampu berkontribusi bagi lingkungan. Kecilnya peran materialisme terhadap masalah kesehatan mental dapat terjadi karena individu yang materialistis, dapat bekerja secara produktif, namun karena fokusnya lebih pada kepemilikan, maka individu menjadi tidak menyadari potensinya sendiri. Hal ini didukung oleh hasil penelitian, dimana pada subjek dimensi materialisme yang berperan lebih besar dibandingkan dimensi yang lain terhadap masalah kesehatan mental adalah acquisition centrality (11.2%). Berdasarkan analisis tambahan, ditemukan bahwa success adalah dimensi dari materialisme yang memberi kontribusi paling kecil terhadap masalah kesehatan mental (7.9%). Success adalah pandangan individu bahwa kesuksesan dinilai dari materi atau harta benda yang dimiliki seseorang. Kontribusi yang rendah ini dapat terjadi karena saat seseorang merasa sukses, ia berhasil memenuhi rasa amannya dan self-esteem individu (Kasser & Ryan, 1993), dimana

4 self-esteem dan rasa aman adalah faktor-faktor yang dapat meningkatkan kesehatan mental seseorang. Hal ini menunjukkan bahwa dimensi success memiliki dampak positif dan juga negatif sehingga dimensi ini tidak terlalu berperan dalam memprediksi masalah kesehatan mental. Sebesar faktor yang tidak berhasil diprediksi oleh materialisme dapat dipengaruhi oleh faktor psikologis lain seperti rendahnya self-esteem, kesulitan dalam berkomunikasi, rasa kesepian, tekanan dalam pekerjaan, economic insecurity, dan ketidakadilan dan diskriminasi (WHO, 2012). Individu yang memiliki self-esteem rendah dapat mengalami masalah kesehatan mental karena perasaan tidak berharga dan tidak kompeten dalam dirinya. Individu juga memerlukan dukungan sosial dari orang-orang di sekitarnya sehingga apabila individu mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, individu tidak dapat menjalin hubungan yang baik dan dapat menjadi kesepian. Economic insecurity dan tekanan dalam pekerjaan adalah faktor yang dapat meningkatkan anxiety dan depresi (Wilkinson & Marmot, 2003) dan lazim terjadi dalam kehidupan urban yang memiliki tingkat persaingan tinggi (Amalin, 2013) sehingga mempengaruhi kesehatan mental individu. Faktor ketidakadilan dan diskriminasi yang disebabkan karena kemiskinan dapat menimbulkan masalah kesehatan mental karena adanya perlakuan yang tidak sama sehingga individu yang terdiskriminasi dapat terhalang dari pelayanan sosial seperti rumah sakit, sekolah, dan lain sebagainya yang dibutuhkan individu. Berdasarkan hasil penelitian, kesulitan dalam regulasi emosi berperan dalam memprediksi masalah kesehatan mental. Kesulitan dalam regulasi emosi yang menjadi variabel prediktor dalam penelitian ini dapat memprediksi masalah kesehatan mental individu, karena individu yang tidak mampu meregulasi emosinya akan lebih sulit dalam menetapkan tujuan dan menangani tekanan atau perbedaan (WHO, 2012). Kesulitan dalam menetapkan tujuan dan menangani tekanan atau perbedaan akan membuat individu memiliki masalah dalam kesehatan mental, karena menurut WHO (2013) individu yang sehat mental adalah individu mampu menyadari potensinya sendiri, mampu mengatasi tekanan kehidupan normal, mampu bekerja secara produktif dan mampu berkontribusi bagi masyarakat. Oleh karena itu jika individu mampu meregulasi emosi, maka individu tersebut dapat berfungsi normal di masyarakat sehingga lebih sehat mental daripada individu yang kurang mampu meregulasi emosinya. Selain itu kesulitan dalam regulasi emosi berperan memprediksi masalah kesehatan mental pada subyek, karena sebagian besar subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat

5 kesulitan dalam regulasi emosi yang tinggi (51.51%). Lebih banyak subjek dalam penelitian ini tidak dapat mengatur respon emosi yang sesuai dengan tujuan dan tuntutan situasi, sehingga tidak mampu mengatasi tekanan hidup yang normal. Kemampuan mengatasi tekanan hidup yang normal sendiri merupakan bagian dari karakteristik individu yang sehat mental menurut WHO (2013). Peran kesulitan dalam regulasi emosi terhadap masalah kesehatan mental tidak besar, kesulitan dalam regulasi emosi dapat memprediksi masalah kesehatan mental hanya sebesar dari 1 (sehingga lebih mendekati 0). Hal ini dapat terjadi karena menurut WHO (2012), pada usia adulthood penentu kesehatan mental individu berkaitan dengan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan sosial. Sementara regulasi emosi sendiri lebih menjadi faktor kritis pada usia childhood dan adolescence. Hal ini dapat menjelaskan kecilnya peran kesulitan dalam regulasi emosi terhadap masalah kesehatan mental karena subjek penelitian ini adalah young adulthood sehingga pada subyek ada individu yang sudah berhasil mengelola emosinya dan ada yang belum. Selain itu, rendahnya peran kesulitan dalam regulasi emosi terhadap masalah kesehatan mental pada subyek dapat terjadi karena terdapat faktor lain yang lebih berperan, seperti keadaan sosial dan faktor lingkungan. Menurut WHO (2012), faktor penentu kesehatan mental individu terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu atribut individu (seperti self-esteem, kemampuan komunikasi, dll.), keadaan sosial (seperti rasa kesepian, konflik keluarga, kemiskinan, tekanan pekerjaan, dll.), dan faktor lingkungan (mencakup diskriminasi, peperangan, dan bencana alam). Regulasi emosi sendiri termasuk dalam tingkatan atribut individu (cognitive/emotional immaturity), sedangkan variabel-variabel dari dua tingkatan lainnya tidak diteliti dalam penelitian ini. Penjelasan lain yang diduga peneliti adalah adanya faktor self-efficacy yang turut berkontribusi dalam regulasi emosi. Menurut Tamir dan Mauss (2011), regulasi emosi dipengaruhi tiga faktor, yaitu strategi dan kompetensi, keyakinan dalam pengontrolan diri, serta nilai dan tujuan. Strategi dan kompetensi telah dirumuskan dalam alat ukur regulasi emosi, yaitu nonacceptance, impulse, awareness, strategies, dan clarity; sedangkan faktor nilai dan tujuan dirumuskan dalam dimensi goals. Namun, keyakinan dalam pengontrolan diri belum dapat diukur melalui alat ukur DERS ini. Keyakinan atas kontrol diri ini disebut sebagai self-efficacy (Bandura, 1977, dalam Tamir & Mauss, 2011). Tamir dan Mauss (2011) juga menyatakan bahwa individu yang percaya bahwa emosi dapat dikontrol dan bahwa ia memiliki kemampuan untuk

6 mengontrol emosi, lebih sehat secara mental dan memiliki kesejahteraan yang lebih tinggi. Faktor self-efficacy ini belum dapat diukur dalam penelitian ini sehingga faktor ini dapat menjadi salah satu variabel yang turut berkontribusi dalam yang tidak berhasil diprediksi oleh kesulitan dalam regulasi emosi. Diantara dimensi yang lain, dimensi strategies dari kesulitan dalam regulasi emosi memiliki peran yang lebih besar terhadap masalah kesehatan mental. Dimensi strategies memiliki hubungan yang paling erat dengan dimensi anxiety dari masalah kesehatan mental (0.526). Strategies sendiri adalah kepercayaan bahwa tidak banyak yang bisa dilakukan untuk mengelola emosi saat sedang tidak bahagia. Hal ini menunjukkan bahwa semakin individu merasa tidak bisa mengelola emosinya, semakin tinggi juga kecemasan yang dialami. Sementara, dimensi yang memiliki peran paling kecil dalam memprediksi masalah kesehatan mental adalah impulse (8%). Peran impulse tidak besar karena subjek pada penelitian ini adalah young adulthood yang memiliki kontrol diri yang lebih baik (Roberts & Mroczek, 2008), dimana mereka lebih hati-hati dalam bertindak, sehingga impulse ini tidak memberikan banyak kontribusi dalam memprediksi masalah kesehatan mental. Selain menggambarkan ketidakmampuan dalam regulasi emosi, impulsivitas juga dipengaruhi oleh emosi yang positif. Shahjehan, Qureshi, Zeb, dan Saifullah (2011) juga menemukan bahwa individu yang impulsif didorong oleh emosi yang positif dan anggapan bahwa mereka melakukan hal yang tepat. Adanya emosi yang positif membuat individu dapat terhindar dari masalah kesehatan mental, karena negative affect merupakan salah satu indikator terjadinya masalah dalam kesehatan mental, sehingga impulsivitas hanya berperan kecil dalam memprediksi masalah kesehatan mental. Mayoritas subjek yang menjadi sampel pada penelitian ini memiliki skor yang tinggi pada materialisme yaitu sebesar 54.54%. Hal ini dapat terjadi karena meningkatnya kebutuhan pada kehidupan urban (Simmel, 2004) sehingga orang berlomba-lomba untuk mengumpulkan benda-benda materi sebanyak mungkin (Okezone, 2014). Kehidupan urban memiliki tingkat persaingan yang tinggi (Amalin, 2013), kriminalitas, dan meningkatnya stressor (Srivastava, 2009). Hal-hal tersebut menimbulkan insecurity sehingga orang-orang berusaha mencari bendabenda materi untuk mengatasi perasaan tidak aman tersebut (Kasser dkk., 2004). Individu yang memiliki anggota keluarga/teman yang materialistis juga cenderung mengikuti gaya hidup yang sama sehingga dapat menimbulkan nilai materialisme pada individu (Kasser dkk., 2004). Selain

7 itu, tingginya tingkat materialisme juga dapat dipengaruhi oleh pengiklanan kapitalisme (Kasser dkk., 2004). Hal ini menimbulkan perasaan inferioritas pada individu karena adanya social comparison sehingga individu mengumpulkan benda-benda materi untuk mengatasi perasaan inferioritasnya. Mayoritas subjek yang menjadi sampel pada penelitian ini memiliki skor yang tinggi pada kesulitan dalam regulasi emosi yaitu sebesar 51.51%. Tingginya tingkat kesulitan regulasi emosi terjadi karena kebanyakan subjek dalam penelitian ini berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan hasil uji beda perempuan memiliki mean skor kesulitan dalam regulasi emosi di atas rata-rata (73.32 > 70.6) dan memiliki perbedaan yang signifikan dalam kesulitan regulasi emosi dengan sampel laki-laki. Hal ini dapat terjadi karena perempuan lebih responsif secara emosional daripada laki-laki (McRae, Ochsner, Mauss, Gabrieli, Gross, 2008). Selain itu, laki-laki dapat meregulasi emosi negatifnya dengan lebih efisien daripada perempuan (McRae dkk., 2008). Mayoritas subjek yang menjadi sampel pada penelitian ini memiliki skor yang tinggi pada masalah kesehatan mental yaitu sebesar 53.03%. Sampel perempuan (mencakup 54.54% dari total sampel) memiliki mean skor kesehatan mental di atas rata-rata (47.82 > 44.7) dan memiliki perbedaan masalah kesehatan mental yang signifikan dengan sampel laki-laki. Hal ini salah satunya dapat terjadi karena perempuan lebih sulit meregulasi emosinya daripada laki-laki sehingga mempengaruhi masalah kesehatan mentalnya. Menurut Maciejewski, Prigerson, dan Mazure (2001, dalam McRae dkk., 2008), perempuan lebih rentan untuk mengalami major depressive disorder sebesar tiga kali dibanding laki-laki. McRae dkk. (2008) juga menyebutkan bahwa perempuan lebih rentan mengalami gangguan kecemasan, phobia, dan lebih lama dalam memendam suasana hati yang negatif. Selain aspek tersebut, tingginya masalah kesehatan mental juga dapat disebabkan oleh aspek-aspek lain seperti rasa kesepian karena menurunnya dukungan sosial, tingginya tingkat kriminalitas, tekanan pekerjaan, kemiskinan, dan lain-lain (WHO, 2012) yang semuanya merupakan ciri dari kehidupan perkotaan (Amalin, 2013; Srivastava, 2009). Berdasarkan regresi linier berganda yang dilakukan, diperoleh nilai konstanta yang arahnya negatif terhadap masalah kesehatan mental (-0.385). Hal ini terjadi karena adanya variabel-variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini dan arahnya negatif terhadap masalah kesehatan mental seperti self-esteem, kemampuan berkomunikasi, pencapaian dalam sekolah/tempat kerja, dukungan sosial, dan lain-lain.

8 1.3 Saran Subbab ini akan menjelaskan saran yang dapat diambil dari penelitian ini, baik yang teoritis maupun praktis, yang diperoleh dari hasil penelitian ini. Melalui subbab ini, diharapkan penelitian ini dapat membantu dalam pengembangan ilmu psikologi dan bagi praktisi Saran Teoritis Alat ukur Difficulties in Emotion Regulation (DERS) yang digunakan dalam penelitian ini memiliki satu dimensi yang dihilangkan seluruh butirnya karena validitasnya yang buruk. Dimensi yang dimaksud adalah Awareness. Hal ini didukung penelitian Bardeen, Fergus, dan Orcutt (2012) yang melakukan pemeriksaan terhadap struktur laten alat ukur DERS dan dengan pengukuran Confirmatory Factor Analysis, ditemukan bahwa dimensi nonacceptance, strategies, goals, impulse, dan clarity memiliki kovariasi unik yang sama, sedangkan dimensi awareness tidak memiliki hubungan dengan dengan dimensi lainnya. Oleh karena itu, perlu diuji apakah penghilangan dimensi awareness ini mempengaruhi definisi kesulitan dalam regulasi emosi. Apabila tidak ada, maka sebaiknya dimensi ini dihilangkan secara permanen dari alat ukur DERS. Alat ukur Mental Health Inventory 18-items version (MHI-18) yang digunakan dalam penelitian ini mencakup kesehatan mental yang terlalu global sementara berbagai penelitian menguji peran materialisme dan regulasi emosi langsung kepada gejala atau gangguan psikopatologis spesifik. Oleh karena itu, sebaiknya digunakan alat ukur yang langsung secara spefisik mengukur gejala atau gangguan psikopatologis. Untuk pertimbangan lain, dapat juga digunakan General Health Questionnaire (GHQ) yang juga mengukur kesehatan mental, namun tentunya ada kelebihan dan kekurangannya dibandingkan MHI-18. Terkait dengan topik penelitian, untuk penelitian mendatang, diperlukan variabel lain yang memiliki keterkaitan dengan kesehatan mental. Sebagai saran, gunakan variabel selfefficacy sebagai variabel lain yang mempengaruhi peran antara regulasi emosi dengan kesehatan mental. Penelitian ini juga kurang mempertimbangkan faktor di luar atribut pribadi yang juga penting dalam menentukan kesehatan mental seseorang. Oleh karena itu, variabel lain juga perlu dipertimbangkan, seperti self-esteem, kemampuan komunikasi, hubungan interpersonal, kemiskinan, tekanan sosial, diskriminasi, dan lain sebagainya. Rentang usia sampel yang diambil dalam penelitian ini juga kurang tepat sehingga peran regulasi emosi kurang dapat tergambarkan

9 dengan baik sehingga untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya menggunakan sampel dari rentang usia childhood sampai adolescence. Disarankan juga untuk merancang penelitian yang berbeda antara perempuan dan laki-laki karena terdapat perbedaan yang signifikan antara dua kelompok gender tersebut dalam hal regulasi emosi dan kesehatan mental. Terakhir, disarankan untuk menggunakan sampel yang lebih banyak karena sampel yang digunakan dalam penelitian ini tidak cukup merepresentasikan populasi penduduk Jakarta Saran Praktis Bagi penduduk Jakarta yang mementingkan kepemilikan, sebaiknya kenali dulu potensi diri dan pahami bahwa kepemilikan uang dan barang adalah sesuatu yang dapat digunakan dalam mengembangkan potensi tersebut. Bagi individu yang memiliki nilai materialisme tinggi juga disarankan untuk lebih mensyukuri hal-hal yang sudah dimiliki saat ini dan untuk lebih mengutamakan hal-hal seperti kelekatan keluarga, hubungan interpersonal, dan lain-lain. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa sampel perempuan lebih sulit dalam meregulasi emosi dan lebih cenderung mengalami masalah kesehatan mental daripada sampel laki-laki. Hal ini dapat terjadi perempuan lebih responsif secara emosional daripada laki-laki (McRae dkk., 2008) dan karenanya lebih rentan mengalami mood disorder. Bagi perempuan, pahami berbagai strategi untuk meregulasi emosi. Dalam meregulasi emosi, diperlukan juga pemahaman yang baik terhadap emosi diri. Oleh karena itu, individu juga harus belajar untuk tanggap memahami emosi dan tidak mengabaikannya. Bagi psikolog, pekerja sosial, dan pemerhati kesehatan mental, juga disarankan untuk memberikan perhatian untuk masalah kesehatan mental di kehidupan perkotaan, terutama materialisme dan kesulitan dalam regulasi emosi yang berdasarkan penelitian ini memberi kontribusi terhadap masalah kesehatan mental. Untuk itu, dapat dilakukan tindak-tindak pencegahan berupa edukasi untuk lebih menghargai hal-hal selain kepemilikan seperti kelekatan keluarga dan pengembangan potensi diri, serta program edukasi untuk mengelola emosi agar dapat berfungsi secara normal, kepada berbagai pihak seperti sekolah-sekolah, keluarga, atau pun secara individual. Sebagai saran, program edukasi mengenai dampak materialisme dan kesulitan dalam regulasi emosi terhadap masalah kesehatan mental dapat diberikan kepada penduduk Jakarta sebagai kota urban yang memberikan banyak tantangan terhadap nilai materialisme pada

10 individu. Edukasi mengenai regulasi emosi lebih penting daripada materialisme karena, selain dari koefisien yang lebih tinggi, kesulitan dalam regulasi emosi dapat menimbulkan materialisme (seperti impulsive buying) yang terjadi sebagai akibat dari emosi yang tidak teregulasi dengan baik sehingga masalah kesehatan mental akan lebih meningkat.

BAB 1 Tinjauan Pustaka

BAB 1 Tinjauan Pustaka BAB 1 Tinjauan Pustaka 2.1. Materialisme 2.1.1. Definisi Belk (1985) mendefinisikan materialisme sebagai bagian dari ciri kepribadian yang dimiliki setiap orang. Di kemudian hari, Richins dan Dawson memperluas

Lebih terperinci

PERAN MATERIALISME DAN KESULITAN DALAM REGULASI EMOSI TERHADAP MASALAH KESEHATAN MENTAL PENDUDUK JAKARTA

PERAN MATERIALISME DAN KESULITAN DALAM REGULASI EMOSI TERHADAP MASALAH KESEHATAN MENTAL PENDUDUK JAKARTA PERAN MATERIALISME DAN KESULITAN DALAM REGULASI EMOSI TERHADAP MASALAH KESEHATAN MENTAL PENDUDUK JAKARTA Sharron Rani Agias Fitri Bina Nusantara, sharron.ellen93@gmail.com ABSTRAK Masalah kesehatan mental

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Bab ini akan membahas mengenai kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian, diskusi mengenai hasil penelitian dan saran yang dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Penelitian kuantitatif menurut Sugiyono (2009) adalah metode berlandaskan pada filsafat positivism,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 13 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Sebagai sumber referensi empirik, penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian tersebut dilakukan oleh Naomi dan Mayasari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prostitusi merupakan fenomena yang tiada habisnya. Meskipun telah dilakukan upaya untuk memberantasnya dengan menutup lokalisasi, seperti yang terjadi di lokalisasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan suatu kegiatan pengumpulan, pengolahan, penyajian dan analisis data yang dilakukan dengan metode ilmiah secara sistematis yang hasilnya berguna untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu dapat mencapai tujuan hidup apabila merasakan kebahagian, kesejahteraan, kepuasan, dan positif terhadap kehidupannya. Kebahagiaan yang dirasakan oleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis pada internet, apapun

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis pada internet, apapun BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kecanduan Internet Kandell (dalam Panayides dan Walker, 2012) menyatakan bahwa kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan tahap krusial bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia. Banyak tugas yang harus dicapai seorang remaja pada fase ini yang seringkali menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 47 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Syarat utama sebelum melakukan sebuah penelitian adalah menentukan variabel-variabel penelitian agar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan berisikan teori-teori mengenai variabel-variabel, teori subjek penelitian yang akan diteliti dan juga kerangka berpikir. Teori variabel akan terdiri dari teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pasti melewati segala peristiwa dalam kehidupan mereka. Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh setiap individu dapat beragam, dapat berupa peristiwa yang menyenangkan

Lebih terperinci

Hubungan Antara Self Esteem Dan Social Intelligence Pada Wanita Middle Adulthood Yang Belum Menikah

Hubungan Antara Self Esteem Dan Social Intelligence Pada Wanita Middle Adulthood Yang Belum Menikah Hubungan Antara Self Esteem Dan Social Intelligence Pada Wanita Middle Adulthood Yang Belum Menikah Disusun Oleh : Siska Sartika 19510430 Pembimbing : I. Dr. Ira Puspitawati, M.Si., Psi II. dr. Matrissya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mental Emosional 2.1.1 Definisi Mental Emosional Mental adalah pikiran dan jiwa, sedangkan emosi adalah suatu ekspresi perasaan, atau dapat juga diartikan sebagai sebuah afek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian & Hipotesis 3.1.1. Variabel Penelitian & Definisi Operasional Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang akan diuji adalah: 1. Variable (X): Materialisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdahulu mengenai self-esteem dan kecenderungan kesepian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdahulu mengenai self-esteem dan kecenderungan kesepian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian ini dimulai dari penemuan masalah yang telah terjadi di lapangan. Dari permasalahan tersebut peneliti mencoba mencari penelitianpenelitian

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil uji korelasi yang telah dijabarkan dalam bab sebelumnya untuk menjawab hipotesa didapatkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, yaitu terdapat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PENELITIAN. Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang hasil pengambilan data

BAB 4 HASIL DAN PENELITIAN. Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang hasil pengambilan data BAB 4 HASIL DAN PENELITIAN 4.1 Hasil Pengolahan Data Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang hasil pengambilan data dilapangan yang dibagi dalam dua bagian yaitu bagian deskripstif data profil responden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu seringkali dihadapkan pada kesulitan-kesulitan dan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu seringkali dihadapkan pada kesulitan-kesulitan dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu seringkali dihadapkan pada kesulitan-kesulitan dan tantangan-tantangan dalam menjalani kehidupannya. Tantangan tersebut akan dihadapi pada setiap

Lebih terperinci

Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction. May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841)

Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction. May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841) Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841) Tujuan mini riset online ini adalah untuk mengetahui hubungan antara self-esteem dan self-control

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berubah atau mati!, adalah kalimat yang diserukan oleh para manajer di seluruh dunia untuk menggambarkan keharusan setiap organisasi atau perusahaan untuk terus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya tingkat perbedaan.

Lebih terperinci

Bab 4. Hasil Penelitian Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin. belajar dan self regulation yaitu siswa yang berjenis kelamin

Bab 4. Hasil Penelitian Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin. belajar dan self regulation yaitu siswa yang berjenis kelamin Bab 4 Hasil Penelitian 4.1 Gambaran profil subjek 4.1.1 Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin Subjek yang ikut mengisi kuesioner penelitian motivasi belajar dan self regulation yaitu siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi oleh dunia bisnis yang semakin kompleks. Ditandai dengan adanya perubahan lingkungan

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara anxiety dalam menghadapi respon dari orang terdekat dengan masing-masing dimensi pada psychological

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. akademika pada sekolah SMP. Problematika siswa-siswi seringkali

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. akademika pada sekolah SMP. Problematika siswa-siswi seringkali BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Subjek Dalam penelitian ini, peneliti mengambil subyek siswa-siswi SMP Swasta di Taman Sidoarjo. SMP Dharma Wanita 9 Taman terletak

Lebih terperinci

PENGARUH LONELINESS TERHADAP IMPULSIVE BUYING PRODUK FASHION PADA MAHASISWI KONSUMEN ONLINE SHOP

PENGARUH LONELINESS TERHADAP IMPULSIVE BUYING PRODUK FASHION PADA MAHASISWI KONSUMEN ONLINE SHOP PENGARUH LONELINESS TERHADAP IMPULSIVE BUYING PRODUK FASHION PADA MAHASISWI KONSUMEN ONLINE SHOP Mariatul Qibtiyah_11410027 Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian ini adalah penelitian populasi, sehingga tidak digunakan sampel untuk mengambil data penelitian. Semua populasi dijadikan subyek penelitian. Subyek dalam

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN Bab ini berisi tentang kesimpulan, diskusi, dan saran yang dihasilkan dari hasil penelitian. Saran-saran dalam penelitian ini berisi tentang saran yang ditunjukan untuk penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini akan dipaparkan hasil pengolahan data dari penelitian

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini akan dipaparkan hasil pengolahan data dari penelitian BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengolahan Data Berikut ini akan dipaparkan hasil pengolahan data dari penelitian mengenai hubungan antara cara mengajar guru dengan self-efficacy siswa pada pemerolehan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Perbandingan Fear of Success dengan Jenis Kelamin. Gender

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Perbandingan Fear of Success dengan Jenis Kelamin. Gender BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Peneliti akan menguraikan tentang gambaran umum subjek berdasarkan jenis kelamin. Kemudian menjelaskan secara deskriptif dengan di sertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi seperti sekarang ini satu hal yang dijadikan tolak ukur keberhasilan perusahaan adalah kualitas manusia dalam bekerja, hal ini didukung oleh

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Data penelitian ini diolah dengan menggunakan software program SPSS (Statistical

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Data penelitian ini diolah dengan menggunakan software program SPSS (Statistical BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data penelitian ini diolah dengan menggunakan software program SPSS (Statistical Package for Social Science) versi 20 for windows. 4.1 Profil Responden Responden berasal dari

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU 1 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU Oleh : Chinta Pradhika H. Fuad Nashori PRODI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN REGULASI EMOSI KARYAWAN PT INAX INTERNATIONAL. Erick Wibowo

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN REGULASI EMOSI KARYAWAN PT INAX INTERNATIONAL. Erick Wibowo HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN REGULASI EMOSI KARYAWAN PT INAX INTERNATIONAL Erick Wibowo Fakultas Psikologi Universitas Semarang ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. b. Regulasi emosi. B. Definisi Operasional

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. b. Regulasi emosi. B. Definisi Operasional BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel tergantung : Harga diri 2. Varibel bebas : a. Dukungan sosial b. Regulasi emosi B. Definisi Operasional 1. Harga Diri Harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa alasan mengapa orang berbelanja, antara lain: untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa alasan mengapa orang berbelanja, antara lain: untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berbelanja merupakan aktivitas yang sering dilakukan oleh banyak orang. Terdapat beberapa alasan mengapa orang berbelanja, antara lain: untuk memenuhi kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan memiliki rasa kesedihan. Kebahagiaan memiliki tujuan penting di dalam kehidupan manusia. Setiap individu

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sebaran data normal atau tidak. Alat yang digunakan adalah One Sample Kolmogorov- Smirnov

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN STRATEGI COPING PADA PENDERITA HIPERTENSI DI RSUD BANJARNEGARA

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN STRATEGI COPING PADA PENDERITA HIPERTENSI DI RSUD BANJARNEGARA HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN STRATEGI COPING PADA PENDERITA HIPERTENSI DI RSUD BANJARNEGARA Sugianto 1, Dinarsari Eka Dewi 2 1 Alumni Program Studi Psikologi,Univ Muhammadiyah Purwokerto 2 Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Weiten & Lloyd (2006) menyebutkan bahwa personal adjustment adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Weiten & Lloyd (2006) menyebutkan bahwa personal adjustment adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Personal Adjustment 1. Definisi Personal Adjustment Weiten & Lloyd (2006) menyebutkan bahwa personal adjustment adalah sebuah proses psikologis yang dijalani seseorang yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. relawan yang nantinya akan diterjunkan ketika Indonesia memasuki masa tanggap

BAB I PENDAHULUAN. relawan yang nantinya akan diterjunkan ketika Indonesia memasuki masa tanggap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Palang Merah Indonesia adalah organisasi kemanusiaan yang bergerak dalam bidang penanggulangan dan mitigasi bencana alam di Indonesia. Selain itu, Palang Merah Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 47 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian dilakukan di Departemen Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia yang terletak di Jalan Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengambilan keputusan pembelian tanpa rencana atau impulsive buying.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengambilan keputusan pembelian tanpa rencana atau impulsive buying. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelian kompulsif dewasa ini menjadi salah satu topik yang menarik bagi sejumlah peneliti dibidang konsumsi maupun bidang pemasaran karena dianggap sebagai akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Ketakutan akan kesuksesan terjadi pada laki-laki dan perempuan akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Ketakutan akan kesuksesan terjadi pada laki-laki dan perempuan akan 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Ketakutan akan kesuksesan terjadi pada laki-laki dan perempuan akan tetapi fear of success cenderung lebih besar dialami oleh wanita karena dalam situasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Orientasi Kancah Penelitian Penelitian ini berjudul Pengaruh kecerdasan emosional dan selfefficacy terhadap psychological well-being (PWB) pada mahasiswa tahun

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1. Kesimpulan Bab ini berusaha menjawab permasalahan penelitian yang telah disebutkan di bab pendahuluan yaitu melihat gambaran faktor-faktor yang mendukung pemulihan pada

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kesadaran Merk, Kesetiaan Merk, Keterikatan terhadap Merk, Persepsi Kualitas, Perilaku Pembelian Kompulsif

ABSTRAK. Kesadaran Merk, Kesetiaan Merk, Keterikatan terhadap Merk, Persepsi Kualitas, Perilaku Pembelian Kompulsif ABSTRAK Keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor internal (seperti keadaan emosional positif atau negatif) dan faktor eksternal (seperti jenis kelamin, nama merk). Keputusan pembelian konsumen

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN A. Orientasi Kancah dan Persiapan 1. Orientasi Kancah & Penelitian. Penelitian ini penulis lakukan pada remaja di SMK-SMTI Yogyakarta yang terletak di Jalan Kusumanegara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 41 BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan: Apakah terdapat perbedaan skor Self-Efficacy yang signifikan antara guru yang mengajar di SMA Plus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini peneliti akan membahas beberapa metode dalam penelitian, seperti objek dan subjek penelitian, teknik pengambilan sampel, teknik pengumpulan data, identifikasi variabel,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Deskriptif Karakteristik Responden Pada bab ini akan membahas semua data yang dikumpulkan dari responden dalam penelitian, sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya, dan prestasi akhir itulah yang dikenal dengan performance atau

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya, dan prestasi akhir itulah yang dikenal dengan performance atau BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Masalah Kekuatan setiap organisasi terletak pada sumber daya manusia, sehingga prestasi organisasi tidak terlepas dari prestasi setiap individu yang terlibat didalamnya,

Lebih terperinci

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEBAHAGIAAN PADA DEWASA AWAL YANG BERPACARAN

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEBAHAGIAAN PADA DEWASA AWAL YANG BERPACARAN HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEBAHAGIAAN PADA DEWASA AWAL YANG BERPACARAN Nama : Eka Fitri Nuraeni NPM : 12512404 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Dr. Mahargyantari Purwani Dewi, S.Psi., M.Si Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia 10 2. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini mengulas tentang pelbagai teori dan literatur yang dipergunakan dalam penelitian ini. Adapun teori-teori tersebut adalah tentang perubahan organisasi (organizational change)

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Anak-anak seharusnya memiliki kecendrungan mengembangkan self esteem yang tinggi daripada orang dewasa, karena mereka kurang begitu perduli terhadap atribusi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu proses penting yang harus didapatkan dalam hidup setiap individu, yang terdiri dari segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari keseluruhan laporan penelitian yang menguraikan pokok bahasan tentang latar belakang masalah yang menjadi fokus penelitian, pertanyaan penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Belajar merupakan masalah bagi setiap orang, dan tidak mengenal usia dan waktu lebih-lebih bagi pelajar, karena masalah belajar tidak dapat lepas dari dirinya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada perilaku berhutang. Variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada perilaku berhutang. Variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Adapun penelitian terdahulu yang menjadi rujukan dalam penelitian ini, diantaranya adalah : 2.1.1. Muh. Shohib (2015) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Unsur yang paling penting di dalam suatu penelitian adalah metode penelitian, karena

BAB 3 METODE PENELITIAN. Unsur yang paling penting di dalam suatu penelitian adalah metode penelitian, karena BAB 3 METODE PENELITIAN Unsur yang paling penting di dalam suatu penelitian adalah metode penelitian, karena melalui proses tersebut dapat ditentukan apakah hasil dari suatu penelitian dapat dipertanggung

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RASA BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA PENDUDUK MISKIN DI DAERAH JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA RASA BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA PENDUDUK MISKIN DI DAERAH JAKARTA HUBUNGAN ANTARA RASA BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA PENDUDUK MISKIN DI DAERAH JAKARTA Ayu Redhyta Permata Sari 18511127 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA 2015 Latar belakang masalah -Keterbatasan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, penelitian dilaksanakan melalui

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, penelitian dilaksanakan melalui BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Pengamatan dilakukan terhadap karyawan khususnya PT. Utama Jaya Perkasa Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, penelitian dilaksanakan melalui pengumpulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Universitas Bina Nusantara yang sedang mengerjakan skripsi. Penyebaran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Universitas Bina Nusantara yang sedang mengerjakan skripsi. Penyebaran BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Profil Responden Responden terdiri dari 200 orang dan merupakan mahasiswa Universitas Bina Nusantara yang sedang mengerjakan skripsi. Penyebaran rentang usia responden

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Adapun variabel yang dimaksud, sebagai berikut: : Stereotip daya tarik fisik dan kesepian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Adapun variabel yang dimaksud, sebagai berikut: : Stereotip daya tarik fisik dan kesepian BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian ini menggunakan satu variabel tergantung dan dua variabel bebas. Adapun variabel yang dimaksud, sebagai berikut: Variabel tergantung Variabel

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Berdasarkan hasil uji normalitas data menggunakan program SPSS 16, didapatkan hasil bahwa data neuroticism memiliki nilai z = 0,605 dengan signifikansi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan membahas mengenai kesimpulan berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan pada bab empat dan saran yang berkaitan dengan penelitian. 5.1. Kesimpulan Penelitian

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. memiliki kontribusi dan mampu memprediksikan apatisme politik pada

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. memiliki kontribusi dan mampu memprediksikan apatisme politik pada BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, perasaan kewargaan memiliki kontribusi dan mampu memprediksikan apatisme politik pada mahasiswa, sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa tua merupakan masa paling akhir dari siklus kehidupan manusia, dalam masa ini akan terjadi proses penuaan atau aging yang merupakan suatu proses yang dinamis sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berpacaran merupakan hal yang lazim dilakukan oleh manusia di dalam kehidupan sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian dan Hipotesis 3.1.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Menurut Sugiyono (2007:3) variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel

Lebih terperinci

Hubungan Kecerdasan Emosional dan Problematic Internet Use pada Mahasiswa

Hubungan Kecerdasan Emosional dan Problematic Internet Use pada Mahasiswa Hubungan Kecerdasan Emosional dan Problematic Internet Use pada Mahasiswa Nama : Dyan Permatasari NPM : 12513744 Kelas : 3 PA 12 Pembimbing : Desi Susianti, S.Psi., M.Si. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN III.1 Identifikasi Variabel Penelitian Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel I : Pet Attachment 2. Variabel II : Well-being

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berisikan pernyataan penelitian, hipotesis penelitian, variabel penelitian, responden penelitian, alat ukur penelitian, prosedur penelitian, dan metode analisis data.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Emotional Eating 2.1.1 Definisi Emotional Eating Menurut Arnow (1995) emotional eating adalah keinginan untuk makan ketika timbul perasaan emosional seperti frustrasi, cemas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN bab XIII, pasal 31 ayat (1) dan (2) bahwa: Tiap-tiap warga negara berhak

BAB I PENDAHULUAN bab XIII, pasal 31 ayat (1) dan (2) bahwa: Tiap-tiap warga negara berhak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak-anak merupakan cikal bakal generasi penerus bangsa dan dunia. Mereka berhak mendapatkan pendidikan yang mampu membimbingnya menjadi pribadi yang baik dan berkualitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dibidang fashion semakin meningkat. Gaya hidup berbelanja. hanya bagi perempuan saja, laki-laki bahkan tidak

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dibidang fashion semakin meningkat. Gaya hidup berbelanja. hanya bagi perempuan saja, laki-laki bahkan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan bertambahnya pusat perbelanjaan dengan menawarkan berbagai macam produk yang ditawarkan akan menambah persaingan yang semakin ketat didunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup individu. Salah satu jenis

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup individu. Salah satu jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menjalani kehidupan profesional di dunia modern yang serba cepat seperti saat ini merupakan sebuah tantangan hidup. Selain tuntutan untuk mampu bertahan dalam lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kompetensi sumber daya manusia dan penerapan standar akuntansi pemerintahan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kompetensi sumber daya manusia dan penerapan standar akuntansi pemerintahan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Responden Pada sub bab ini penulis akan menguraikan hasil survey yang telah diperoleh. Data yang diperoleh harus diolah terlebih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. menjadi titik perhatian suatu penelitian (Suharsimi, 2009 : 96).

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. menjadi titik perhatian suatu penelitian (Suharsimi, 2009 : 96). BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Variabel disebut juga sebagai objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Suharsimi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Subjective well-being Subjective well-being merupakan bagian dari happiness dan Subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass, 2008).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Orientasi seksual yang dikenal dan diketahui masyarakat Indonesia pada umumnya hanya ada satu jenis saja, yakni heteroseksual atau pasangan yang terdiri dari dua orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang semakin meningkat. Individu dituntut untuk semakin maju agar dapat mengikuti persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak pernah lepas dari perilaku konsumsi untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak pernah lepas dari perilaku konsumsi untuk dapat memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia tidak pernah lepas dari perilaku konsumsi untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam melakukan perilaku konsumsi, konsumen harus mampu untuk mengambil keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

Kontribusi Social Comparison Terhadap Body Image pada Wanita Dewasa Awal

Kontribusi Social Comparison Terhadap Body Image pada Wanita Dewasa Awal Kontribusi Social Comparison Terhadap Body Image pada Wanita Dewasa Awal Disusun oleh : Rani Pratiwi Istifarah 17513285 Dosen pembimbing : Desi Susianti, S. Psi., M.Si. Universitas Gunadarma Jakarta 2016

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilandasi kesetian dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar. meningkatkan kualitas dari sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. dilandasi kesetian dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar. meningkatkan kualitas dari sumber daya manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kedudukan dan peranan Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur Negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat haruslah menyelenggarakan pelayanan secara adil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan jumlah siswa kelas VII sebanyak 320 siswa. Berdasarkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan jumlah siswa kelas VII sebanyak 320 siswa. Berdasarkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Subjek Penelitian Jumlah siswa SMP Negeri 5 Yogyakarta sebanyak 900 siswa dengan jumlah siswa kelas VII sebanyak 320 siswa. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Music Engagement untuk Meregulasi Emosi 1. Defenisi Music engagement untuk meregulasi emosi adalah keterlibatan individu dengan musik yang bertujuan untuk mengelola dan mengarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perguruan tinggi merupakan satuan pendidikan yang menyelenggrakan pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk meningkat taraf pendidikan

Lebih terperinci