BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Suryadi Setiabudi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bandar Udara Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batasbatas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya (UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan). Menurut Annex 14 Internastional Civil Aviation Organization (1999), bandar udara adalah Suatu area tertentu di permukaan tanah atau air (termasuk bangunan, instalasi, dan peralatan) yang ditujukan untuk digunakan baik secara sepenuhnya atau sebagian untuk kedatangan, keberangkatan dan pergerakan pesawat terbang di permukaan. Konfigurasi bandar udara didefinisikan sebagai jumlah dan orientasi landasan pacu (runway) dan letak daerah terminal relatif terhadap landasan pacu. Jumlah landasan pacu tergantung pada volume lalulintas bandar udara, sementara orientasi landasan pacu tergantung pada arah angin dan terkadang tergantung pada luas daerah yang tersedia untuk pengembangan bandar udara. Gedung-gedung terminal yang melayani penumpang harus terletak sedemikian rupa sehingga penumpang dengan mudah dan cepat dapat mencapai landasan pacu. (Horonjeff, 2010). II-1
2 2.2. Runway (Landas Pacu) Runway adalah faslitas yang berupa suatu perkerasan yang disiapkan untuk pesawat melakukan kegiatan pendaratan dan tinggal landas Elemen dasar runway Elemen dasar runway meliputi perkerasan yang secara struktural cukup untuk mendukung beban pesawat yang dilayaninya, bahu runway, runway strip, landas pacu buangan panas mesin (blast pad), runway end safety area (RESA) stopway, clearway. Kelengkapan data yang merupakan aspek penilaian meliputi Runway designation/ number/ azimuth yang merupakan nomer atau angka yang menunjukkan penomoran landas pacu dan arah kemiringan landas pacu tersebut. Data ini merupakan data yang telah ditetapkan sejak awal perencanaan dan pembangunan bandar udara. Bagian berikutnya adalah dimensi landas pacu yang meliputi panjang dan lebar landas pacu. Panjang landas pacu dipengaruhi oleh pesawat kritis yang dilayani, temperatur udara sekitar, ketinggian lokasi, kelembaban bandar udara, kemiringan landas pacu, dan karakteristik permukaan landas pacu. Fasilitas Landas Pacu ini mempunyai beberapa bagian yang masing-masingnya mempunyai persyaratan tersendiri. a. Runway Shoulder/ bahu landas pacu adalah area pembatas pada akhir tepi perkerasan runway yang dipersiapkan menahan erosi hembusan jet dan menampung peralatan untuk pemeliharaan dan keadaan darurat serta untuk penyediaan daerah peralihan antara bagian perkerasan dan runway strip. II-2
3 b. Overrun mempunyai bagian meliputi clearway dan stopway. Clearway adalah suatu daerah tertentu pada akhir landas pacu tinggal landas yang terdapat di permukaan tanah maupun permukaan air dibawah pengaturan operator bandar udara, yang dipilih dan diseleksi sebagai daerah yang aman bagi pesawat saat mencapai ketinggian tertentu yang merupakan daerah bebas yang disediakan terbuka diluar blast pad dan untuk melindungi pesawat saat melakukan manuver pendaratan maupun lepas landas. Stopway adalah suatu area tertentu yang berbentuk segiempat yang ada di permukaan tanah terletak di akhir landas pacu bagian tinggal landas yang dipersiapkan sebagai tempat berhenti pesawat saat terjadi pembatalan kegiatan tinggal landas. Aspek yang diperhatikan dalam penilaian kelayakan operasional meliputi dimension (panjang dan lebar), kemiringan memanjang (Longitudinal slope), kemiringan melintang (Transverse Slope), jenis perkerasan (Surface Type), dan kekuatan (Strength). c. Turning area adalah bagian dari landas pacu yang digunakan untuk lokasi pesawat melakukan gerakan memutar baik untuk membalik arah pesawat, maupun gerakan pesawat saat akan parkir di apron. Standar besaran turning area tergantung pada ukuran pesawat yang dilayaninya. d. Longitudinal slope adalah kemiringan memanjang yang didapatkan dari hasil pembagian antara ketinggian maksimum dan minimum garis tengah sepanjang landas pacu. Dengan alasan ekonomi, dimungkinkan adanya II-3
4 beberapa perubahan kemiringan di sepanjang landas pacu dengan jumlah dan ukuran yang dibatasi oleh ketentuan tertentu. e. Transverse Slope adalah kemiringan melintang landas pacu yang harus dapat membebaskan landas pacu tersebut dari genangan air. f. Jenis perkerasan landas pacu terdiri dari dua jenis yaitu perkerasan lentur (flexible) dan perkerasan kaku (rigid). g. Kondisi permukaan landas pacu juga merupakan bagian penting dari landas pacu yang meliputi kerataan, daya tahan terhadap gesekan (skid resistance) dan nilai PCI. Kekuatan landas pacu juga tergantung pada jenis pesawat, frekuensi penerbangan dan lalu lintas yang dilayani. h. Kekuatan perkerasan landas pacu adalah kemampuan landas pacu dalam mendukung beban pesawat saat melakukan kegiatan pendaratan, tinggal landas maupun gerakan manuver saat parkir atau menuju taxiway. Perhitungannya mempertimbangkan karakteristik pesawat terbesar yang dilayani, lalu lintas penerbangan, jenis perkerasan, dan lainnya. i. Runway strip adalah luasan bidang tanah yang menjadi daerah landas pacu yang penentuannya tergantung pada panjang landas pacu dan jenis instrumen pendaratan (precission aproach) yang dilayani. j. Holding bay adalah area tertentu dimana pesawat dapat melakukan penantian, atau menyalip untuk mendapatkan efisiensi gerakan permukaan pesawat. k. RESA (Runway End Safety Area). RESA adalah suatu daerah simetris yang merupakan perpanjangan dari garis tengah landas pacu dan membatasi bagian ujung runway strip yang ditujukan untuk mengurangi II-4
5 resiko kerusakan pesawat yang sedang menjauhi atau mendekati landas pacu saat melakukan kegiatan pendaratan maupun lepas landas. Aspek yang diperhatikan dalam penilaian kelayakan operasional meliputi dimension (panjang dan lebar), kemiringan memanjang (Longitudinal slope), kemiringan melintang (Transverse Slope), jenis perkerasan (Surface Type), dan kekuatan (Strength). l. Marka landas pacu yang meliputi Runway designation marking, Threshold marking, Runway center line marking, Runway side stripe marking, Aiming point marking, Touchdown zone marking, dan Exit guidance line marking. Tiap-tiap bagian mempunyai persyaratan teknis tertentu agar dapat memberikan kinerja operasional yang handal Konfigurasi runway Terdapat beberapa konfigurasi runway. Pada umumnya konfigurasi yang digunakan merupakan konfigurasi dasar (Horonjeff, 2010), yaitu: a. Single Runway (Runway Tunggal) Konfigurasi ini merupakan konfigurasi yang paling sederhana seperti terlihat pada Gambar 2.1. Diperkirakan kapasitas per jam dari runway tunggal dalam kondisi VFR adalah berkisar di antara 50 sampai 100 operasi per jam, sedangkan dalam kondisi IFR, kapasitas ini berkurang menjadi 50 sampai 70 operasi per jam tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang dan alat bantu navigasi yang tersedia. II-5
6 Gambar 2.1. Runway Tunggal San Diego International Airport (Sumber: Horonjeff, 2010) b. Parallel Runway (Runway Sejajar) Kapasitas konfigurasi runway sejajar ini tergantung pada jumlah runway dan pemisahan jarak antar runway. Jumlah runway sejajar yang biasa digunakan adalah dua runway sejajar, tiga, dan empat runway sejajar. Jarak antar runway dibagi menjadi tiga dan bergantung pada garis tengah pemisah antara dua runway: 1) Close (Berdekatan) Runway sejajar close (berdekatan) dipisahkan dengan jarak minimum 700 ft (213 m) sampai dengan kurang dari 2500 ft (1.067 m). Pada kondisi IFR, pergerakan pesawat di satu runway bergantung pada pergerakan di runway lainnya. 2) Intermediate (Menengah) Runway sejajar intermediate (menengah) dipisahkan dengan jarak antara 2500 ft (762 m) sampai dengan kurang dari ft (1.310 II-6
7 m). Pada kondisi IFR, pergerakan kedatangan (landing) pesawat tidak bergantung pada pergerakan keberangkatan (take-off) pesawat di runway lainnya. 3) Far (Berjauhan) Runway sejajar far (berjauhan) dipisahkan setidaknya dengan jarak ft (1.310 m). Pada kondisi IFR, dua ruwnay dapat dioperasikan tanpa bergantung pada satu sama lain, baik untuk kedatangan maupun keberangkatan pesawat. Gambar 2.2. Runway Sejajar Orlando International Airport (Sumber: Horonjeff, 2010) II-7
8 c. Intersecting Runway (Runway Menyilang) Bandar udara yang memiliki dua atau lebih runway dengan arah berbeda yang saling menyilang satu sama lain, konfigurasi ini disebut intersecting runway (runway bersilangan). Runway bersilangan diperlukan jika angin yang bertiup lebih dari satu arah, yang akan menghasilkan hembusan. Tiupan berlebih bila runway hanya mengarah ke satu arah. Pada saat angin bertiup kencang ke satu arah maka hanya satu dari dua runway bersilangan yang dapat digunakan. Hal ini memang mengurangi kapasitas dari runway, tetapi masih lebih baik daripada tidak ada pesawat sama sekali yang bisa mendarat di runway. Jika angin bertiup lemah maka kedua runway dapat dipergunakan secara bersamaan. Kapasitas dari dua runway bersilangan ini bergantung sepenuhnya dibagian runway tersebut bersilangan, serta cara dan strategi runway untuk take-off dan landing. Semakin jauh persilangan yang terjadi dari area take-off runway dan landing threshold, semakin rendah kapasitasnya. Kapasitas terbesar tercapai ketika persilangan berada dengan take-off dan landing threshold. Gambar 2.3 menunjukkan contoh runway bersilangan. II-8
9 Gambar 2.3. Runway bersilangan Languardia Internastional Airport, NewYork (Sumber: Horonjeff, 2010) d. Open-V Runway ( Runway Terbuka V ) Runway V terbuka merupakan beberapa runway yang ditempatkan dengan arah berbeda, yang satu sama lain tidak saling berpotongan/ bersilangan. Serupa dengan runway yang berpotongan (intersecting runway), runway V terbuka menggunakan runway tunggal ketika angin yang bertiup kuat hanya ke satu sisi. Ketika angin bertiup lemah, kedua runway dapat digunakan secara bersamaan. Strategi yang menghasilkan kapasitas terbesar adalah ketika operasi semakin menjauh dari V dan ini II-9
10 dinamakan pola menyimpang (diverging pattern). Pada kondisi VFR, kapasitas per jam dengan strategi ini berkisar antara pergerakan pesawat per jam dan pada kondisi IFR, kapasitas antara pergerakan pesawat per jam. Ketika operasi mendekati V, pola ini dinamakan pola memusat (converging pattern), dan kapasitas berkurang menjadi pergerakan pesawat per jam pada kondisi VFR dan antara pergerakan pesawat per jam pada kondisi IFR. Gambar 2.4. Runway terbuka V Jacksonville International Airport (Sumber: Horonjeff, 2010) II-10
11 2.3. Taxiway (Landas Hubung) Taxiway adalah bagian dari fasilitas sisi udara bandar udara yang dibangun untuk jalan keluar masuk pesawat dari runway maupun sebagai sarana penghubung antara beberapa fasilitas seperti aircraft parking position taxiline, apron taxiway, dan rapid exit taxiway. a. Exit taxiway perlu dirancang untuk meminimasi waktu penggunaan runway yang diperlukan oleh pesawat yang mendarat. Rapid end taxiway yang terletak di bagian ujung landas pacu dirancang dengan sudut kemiringan 25º hingga 45º dari sudut landas pacu untuk digunakan oleh pesawat keluar meninggalkan runway dalam kecepatan tinggi. Taxiway harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat meminimalkan jarak antara terminal dan bagian ujung landas pacu. b. Exit taxiway atau turnoff adalah jenis taxiway yang diletakkan menyudut pada beberapa bagian dari landas pacu sebagai sarana bagi pesawat untuk dengan segera meninggalkan runway sehingga runway bisa dengan cepat digunakan lagi oleh pesawat lainnya. c. Lebar taxiway sebesar 30 m dengan lebar bahu 10 m untuk mengamankan mesin dari pesawat yang lebih besar. d. Kemiringan memanjang dan melintang taxiway dirancang untuk menghindarkan taxiway dari bahaya banjir akibat hujan selain penempatan lubang in let drainase tiap 50 m panjang. e. Data-data yang diperhatikan dalam verifikasi Taxiway meliputi Taxiway designation, Dimension (length, width), Longitudinal slope, Transverse Slope, Surface Type, Strength dan Taxiway marking yang antara lain II-11
12 Taxiway centre line marking, Runway holding position marking, dan Taxiway edge marking. Menurut Horonjeff (Planning and Design of Airports, 2010) terdapat 2 jenis exit taxiway yang terhubung dengan runway secara paralel, yaitu: a. Exit taxiway dengan sudut menyiku Exit taxiway dengan sudut menyiku digunakan bandar udara dengan lalu lintas rencana yang tidak padat. Exit taxiway jenis ini terkadang tidak dikehendaki apabila ditinjau dari segi efisiensi pemakaian runway. Exit taxiway dengan sudut menyiku ditunjukkan pada Gambar 2.5 dibawah ini. Gambar 2.5. Exit taxiway sudut menyiku (Sumber: FAA Airport Design, 2014) b. Rapid exit taxiway Rapid exit taxiway dibangun pada bandar udara dengan pergerakan pesawat yang padat. Jenis exit taxiway ini digunakan agar pesawat dapat secepatnya meninggalkan runway agar runway dapat digunakan oleh pesawat lainnya untuk lepas landas. Sudut persilangan antara as runway dan as taxiway tidak boleh melebihi 45º dan tidak boleh kurang dari 25º. II-12
13 Sudut yang umumnya digunakan adalah sudut 30º seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6. Gambar 2.6. Rapid exit taxiway (Sumber: ICAO Annex 14, 2013) 2.4. Karakteristik dan Klasifikasi Pesawat Berdasarkan Horonjeff (2010), Pesawat dibagi menjadi karakteristik dan klasifikasinya. Karakteristik pesawat sendiri dibagi menjadi Karakteristik fisik pesawat dan Karakteristik operasional pesawat Karakteristik fisik pesawat Menurut Horonjeff (2010), ada empat karakteristik fisik pesawat, yang pertama standar dimensi, konfigurasi roda pesawat atau landing gear configuration, berat pesawat, dan yang terakhir tipe mesin pesawat. a. Panjang pesawat Panjang pesawat terbang didefinisikan sebagai jarak dari ujung depan pesawat, atau badan utama pesawat, sampai ujung belakang bagian ekor, yang dikenal sebagai empennage. Panjang pesawat terbang digunakan untuk menentukan panjang dari area parkir pesawat, hanggar. Selain II-13
14 untuk melayani layanan bandara komersial, panjang dari pesawat terbesar yang melakukan setidaknya lima keberangkatan per hari menentukan jumlah kebutuhan penyelamatan pesawat dan peralatan pemadam kebakaran di lapangan terbang. b. Lebar pesawat Bentang sayap atau lebar dari pesawat terbang didefinisikan sebagai jarak dari ujung sayap ke ujung sayap pada sayap utama pesawat terbang. Bentang sayap atau lebar dari pesawat terbang digunakan untuk menentukan lebar dari area parkir pesawat terbang dan jarak antar gerbang, serta untuk menentukan lebar dan jarak pemisah dari runways dan taxiways di lapangan terbang. c. Tinggi pesawat Tinggi maksimum dari pesawat terbang biasanya didefinisikan sebagai jarak dari dasar tanah ke puncak atau bagian paling atas dari ekor pesawat terbang. Hanya pada kasus yang jarang, tinggi maksimum pesawat terbang ditemukan di tempat lain pada bagian pesawat terbang, contohnya, tinggi maksimum Airbus Beluga ini dicatat sebagai jarak dari dasar tanah ke bagian atas dari pintuk masuk bagian depan ketika sepenuhnya terbuka. d. Wheel base Wheel base dari pesawat terbang ditentukan sebagai jarak antara pusat roda pesawat utama dan pusat roda pada bagian depan pesawat, atau roda ekor, pada kasus pesawat tail-wheel. Wheel track pada pesawat didefinisikan sebagai jarak antara bagian luar roda utama pada pesawat II-14
15 terbang. Wheel base dan wheel track pada pesawat terbang menentukan minimum radius putar, yang sangat menentukan dalam mendesain turn off taxiways, persimpangan, dan daerah lain pada sebuah lapangan udara yang membutuhkan pesawat untuk berputar. e. Radius putar Radius putar adalah fungsi dari sudut putar roda pada bagian depan pesawat. Semakin besar sudut putar, semakin kecil jari-jari putar pesawat untuk berbelok. Dari pusat rotasi, jarak ke berbagai bagian pesawat terbang, seperti ujung sayap, hidung, atau ekor pesawat, mengakibatkan sejumlah jari-jari. Radius terbesar adalah yang terpenting untuk menentukan daerah bebas ke bangunan atau ke pesawat yang berdekatan. Radius putar minimum sesuai dengan maksimum sudut putar roda depan pesawat terbang yang telah ditentukan oleh produser pesawat terbang. Maksimum sudut putar pesawat terbang bervariasi dari 60 o sampai 80 o, meskipun untuk tujuan desain, sering diterapkan sudut putar kemudi sekitar 50 o. Untuk lebih jelasnya karakteristik pesawat dapat dilihat pada Gambar 2.7. dan Gambar 2.8. II-15
16 Gambar 2.7. Dimensi pesawat Gambar 2.8. Radius putar pesawat (Sumber: Planning and Design of Airports, Horonjeff, 2010) II-16
17 2.4.2 Karakteristik operasional pesawat Karakteristik operasional pesawat memengaruhi kapasitas penggunaan runway, karena bermacam-macam jenis pesawat berbeda-beda pula lama pengoperasiannya. Selain itu, maskapai penerbangan dalam pengoperasian pesawat baik take-off dan landing memiliki pelayanan yang berbeda-beda, sehingga memengaruhi kapasitas penggunaan runway. Pengoperasian pesawat yang berbeda-beda mengakibatkan penggunaan runway yang berbeda-beda meskipun memiliki jenis pesawat yang sama Klasifikasi Pesawat Untuk melayani penerbangan yang banyak dan memiliki rute yang berbedabeda baik penerbangan dalam maupun luar negeri, berbagai maskapai menyediakan bermacam-macam jenis pesawat mulai dari pesawat berbadan ramping (narrow body) maupun pesawat berbadan lebar (wide body). Tabel 2.1, Tabel 2.2, dan Tabel 2.3 berikut memerlihatkan klasifikasi tiap pesawat berdasarkan International Civil Aviation Organization (ICAO), Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, dan Federal Aviation Administration (FAA): II-17
18 Tabel 2.1 Klasifikasi pesawat menurut ICAO Bab II Tinjauan Pustaka Code Letter Wingspan (m) Outer Main Gear (m) A WS <15 OMG < 4,5 B 15 WS < 24 4,5 OMG < 6 C 24 WS < 36 6 OMG < 9 D 36 WS < 52 9 OMG < 14 E 52 WS < 65 9 OMG < 14 Example aircraft All single engine aircraft, some business jets. Commuter aircraft, large business jets (EMB-120, Saab 2000, Saab 340, etc.) Medium-range transports (B 727, B 737, MD-80) Heavy transports aircraft (B 757, A 300, B 767) Heavy transports aircraft (B 747, A 340, B 777) F 65 WS < OMG < 16 A 380, Antonov 225 (Sumber: ICAO Aerodrome Design Manual, 2006) Tabel 2.2 Klasifikasi pesawat menurut Dirjen Perhubungan Udara Kode Huruf Penggolongan Pesawat Bentang Sayap (m) Outer Main Gear (m) A I l <15 OMG < 4,5 B II 15 l < 24 4,5 OMG < 6 C III 24 l < 36 6 OMG < 9 D IV 36 l < 52 9 OMG < 14 E V 52 l < 65 9 OMG < 14 F VI 65 l < OMG < 16 (Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, 2005) II-18
19 Tabel 2.3 Klasifikasi pesawat menurut FAA Design Group Wingspan (ft) Example aircraft A <49 Cessna Beechraft A36 Saab 2000, EMB-120, Saab 340, Canada Air B 49 l < 79 RJ-100 C 79 l < 118 B 737, MD-80, A320 D 118 l < 171 B 757, B 767, A 300 E 171 l < 214 B 747, B 777, MD-11, A 340 F 214 l < 262 A 380, Antonov 225 (Sumber: FAA Aircraft Design) Menurut Antonio Trani (Aircraft Classifications, 2013), beberapa klasifikasi dan tipe pesawat terbang berdasarkan kegunaan pesawat secara umum dibagi menjadi empat tipe, yaitu: a. General aviation aircraft (GA) Pesawat-pesawat tipe ini memiliki satu (single) atau dua mesin (twin engine). Berat maksimum kotor (maximum gross weight) pesawat ini biasanya kurang dari kg. Pesawat tipe ini biasanya digunakan untuk berbagai kegiatan komersial dan nonkomersial, antara lain pelatihan pesawat, wisata, bisnis, pertanian, dan sebagainya. Contoh pesawat tipe ini adalah Single-engine Beechcraft A36. b. Corporat aircraft (CA) Pesawat tipe ini merupakan pesawat yang biasa digunakan untuk mengangkut beberapa penumpang atau barang untuk keperluan bisnis, evakuasi, kegiatan pemerintah, angkutan udara, dan sebagainya. Secara tipikal pesawat-pesawat jenis ini memiliki satu atau dua turboprop (baling-baling) atau mesin jet. Berat maksimum kotor (maximum gross II-19
20 weight) pesawat ini biasanya kurang dari kg. Contoh pesawat ini adalah Cessna Citation II. c. Commuter aircraft (COM) Commuter aircraft merupakan pesawat kecil untuk mengangkut penumpang jarak dekat dengan frekuensi tinggi, biasanya melayani penerbangan dari bandara hub menuju daerah-daerah kecil. Secara tipikal pesawat-pesawat jenis ini memiliki satu, dua, tiga, bahkan empat turboprop (baling-baling) atau mesin jet. Berat maksimum kotor (maximum gross weight) pesawat ini biasanya kurang dari kg. Contoh pesawat ini adalah ATR-72 series dan pesawat Nusantara 219 (N-219) buatan PT. Dirgantara Indonesia yang mulai beroperasi pada d. Transport aircraft (TA) Merupakan pesawat tersertifikasi yang dirancang untuk mengangkut penumpang dan kargo dalam jumlah besar. Pesawat-pesawat jenis ini memiliki mesin jet lebih dari satu. Menurut berat dan jarak tempuhnya diklasifikasikan sebagai berikut. 1) Short-Range (Jarak Dekat) Berat maksimum kotor (maximum gross weight) pesawat ini biasanya kurang dari kg, dengan jarak tempuh maksimum km. Contoh: Airbus A320, Fokker F100, dan Boeing 737. II-20
21 2) Medium Range (Jarak Menengah) Berat maksimum kotor (maximum gross weight) pesawat ini biasanya kurang dari kg, dengan jarak tempuh km. Contoh: Airbus A330, Airbus A300, dan Boeing ) Long Range (Jarak Jauh) Berat maksimum kotor (maximum gross weight) pesawat ini biasanya lebih dari kg, dengan jarak tempuh lebih dari km. Contoh: Boeing ER, Airbus A340, dan Boeing Kapasitas Bandar Udara Menurut Horonjeff (2010), terdapat dua perhitungan kapasitas yang digunakan dalam analisis, yaitu kapasitas ultimit dan kapasitas praktis. Kapasitas ultimit tidak melibatkan perhitungan penundaan dan mencerminkan kemampuan lapangan terbang untuk melayani pesawat terbang selama jangka waktu tertentu pada waktu puncak. Sebaliknya, kapasitas praktis menggunakan perhitungan penundaan itu sendiri. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi kapasitas bandar udara, antara lain sebagai berikut: a. Konfigurasi, jumlah, jarak, dan arah runway. b. Konfigurasi, jumlah dan letak taxiway dan exit taxiway. c. Susunan, ukuran, dan jumlah gerbang di daerah apron. d. Waktu pemakaian runway bagi pesawat kedatangan dan keberangkatan. e. Ukuran dan campuran pesawat terbang yang beroperasi di runway. II-21
22 f. Cuaca, khususnya jarak pandang dan tinggi awan, karena aturan lalu lintas udara untuk cuaca yang baik berbeda dengan aturan lalu lintas untuk cuaca yang buruk g. Kondisi angin yang terjadi di sekitar runway. h. Strategi yang dipilih para controller untuk mengoperasikan runway. i. Jumlah operasi kedatangan terhadap jumlah operasi keberangkatan. j. Jumlah dan frekuensi operasi keadaan tak menentu (touch and go). k. Kemungkinan terjadinya pusaran gelombang (jet blast) yang mengakibatkan jarak pisah yang lebih besar apabila sebuah pesawat terbang ringan berada di belakang pesawat terbang yang berat. l. Keberadaan dan sifat alat-alat bantu navigasi. m. Sifat dan keadaan fasilitas-fasilitas pengendali lalu lintas udara. n. Ketersediaan dan struktur ruang angkasa untuk menetapkan rute-rute kedatangan dan keberangkatan Metode Peramalan (Forecasting) Lalu Lintas Udara a. Metode Time Series (Serial Waktu) Metode time-series secara umum adalah memproyeksikan dan mengekstrapolasi data (kegiatan penerbangan) yang tersedia di masa lampau ke masa depan. Ekstrapolasi didasarkan pada suatu pengujian pola historis kegiatan dan menganggap bahwa faktor-faktor tersebut yang menentukan variasi lalu lintas pada masa lalu akan terus menunjukkan hubungan-hubungan yang serupa pada masa depan. Prosedur ini menggunakan data tipe rangkaian waktu dan menganalisis pertumbuhan dan laju pertumbuhan yang dihubungkan dengan kegiatan penerbangan. II-22
23 Teknik statistik digunakan untuk membantu mendapatkan hasil proyeksi yang akurat dan bisa diandalkan. Rancangan suatu bandara dikembangkan berdasarkan ramalan jangka pendek sekitar 5 tahun, menengah 10 tahun, dan panjang 20 tahun. Metode time-series ini tidak dapat menunjukkan hubungan sebab-akibat antara variabel dependent dan independent. Hal ini merupakan kelemahan yang serius dari metode ini karena ketiadaan hubungan ini, tingkat ketidakpastian peramalan meningkat seiring berjalannya waktu. Bagaimanapun, metode time-series sangat berguna untuk forecast jangka pendek, ketika respon perubahan merangsang variabel dependent biasanya kurang dinamis. Pada kasus-kasus tersebut, metode time-series cukup menguntungkan (Horonjeff, 2010) b. Metode Market Share (Jangkauan Pasar) Metode market share adalah teknik peramalan dengan pendekatan topdown (atas ke bawah) dengan menghitung kegiatan penerbangan di bandara sebagai bagian dari perhitungan yang telah dibuat pada skala yang lebih besar (aktivitas penerbangan nasional, provinsi, atau daerah). Secara umum, teknik ini memanfaatkan aktivitas penerbangan pada skala besar untuk digunakan pada skala lokal. Metode ini telah banyak digunakan sebagai teknik untuk memprakirakan permintaan penerbangan pada tingkat lokal dan paling sering digunakan untuk menentukan bagian kegiatan lalu lintas nasional yang akan ditampung oleh bandar udata pada suatu daerah. II-23
24 Data historis diuji untuk menentukan persentase perbandingan (rasio) dari lalu lintas bandar udara lokal terhadap lalu lintas total nasional secara keseluruhan. Selanjutnya, untuk memprediksi jumlah penumpang di bandar udara tersebut di masa yang akan datang digunakan rasio tersebut terhadap total lalu lintas nasional. Terkadang penggunaan metode market share ini melalui dua langkah. Langkah pertama adalah dengan menentukan rasio aktivitas penerbangan nasional terhadap penerbangan ditingkat regional. Kemudian langkah kedua adalah dengan menentukan proporsi dari masing-masing bandara di regional tersebut. c. Pemodelan Ekonometrik Metode yang paling canggih dan kompleks dalam forecast demand bandar udata adalah metode ekonometrik. Metode market share dan time-series tidak secara langsung berhubungan dengan variabel yang memengaruhi aktivitas penerbangan. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi aktivitas penerbangan, antara lain ekonomi, sosial, pasar, kompetisi antarmoda dan faktor-faktor operasional. Dengan demikian, untuk menilai secara baik pengaruh faktor tersebut terhadap prediksi perubahan yang terjadi, biasanya digunakan model matematis untuk membentuk hubungan kasual (sebab-akibat) antara variabel dependent (bagian yang akan di-forecast) dengan beberapa variabel independent yang memengaruhi demand (permintaan) dari perjalanan dengan transportasi udara. Model ini dikenal dengan metode ekonometrik. II-24
25 Terdapat beberapa macam teknik yang digunakan dalam metode ekonometrik untuk perancangan bandar udara. Bangkitan perjalanan dan model gravitasi cukup sering digunakan dalam prediksi penumpang dan lalu lintas pesawat. Teknik regresi sederhana dan jamak, baik linier dan nonlinier sering digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependent dan independent. Bentuk persamaan yang digunakan dalam analisis regresi linier jamak ditunjukkan pada persamaan Y est = a 0 + a 1 X 1 + a 2 X 2 + a 3 X a n X n dengan Y est = variabel dependent atau variabel yang akan di-forecast X 1, X 2, X 3,...., X n = variabel independent atau variabel yang digunakan untuk mendapatkan variabel dependent a 0, a 1, a 2, a 3,..., a n = koefisien regresi atau konstanta yang digunakan untuk kalibrasi persamaan Persamaan tersebut biasanya diuji melalui statistik untuk mendapatkan model ekonometrik yang valid Regresi Linear dan Korelasi Linear Regresi Linear Menurut Usman dan Akbar (2006) dalam Widiandoko (2014), Regresi merupakan suatu alat ukur yang juga dapat digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya korelasi antar variabel. Jika kita memiliki dua buah variabel atau lebih maka sudah selayaknya apabila kita ingin mempelajari bagaimana II-25
26 variabel-variabel itu berhubungan atau dapat diramalkan. Analisis regresi berguna untuk mendapatkan hubungan fungsional antara dua variabel atau lebih. Selain itu analisis regresi berguna untuk mendapatkan pengaruh antar variabel prediktor terhadap variabel kriteriumnya atau meramalkan pengaruh variabel prediktor terhadap variabel kriteriumnya. Analisis regresi mempelajari hubungan yang diperoleh dinyatakan dalam persamaan matematika yang menyatakan hubungan fungsional antara variabel-variabel. Hubungan fungsional antara satu variabel prediktor dengan satu variabel kriterium disebut analisis regresi sederhana (tunggal), sedangkan hubungan fungsional yang lebih dari satu variabel disebut analisis regresi ganda. Analisis regresi lebih akurat dalam melakukan analisis korelasi, karena pada analisis itu kesulitan dalam menunjukkan slop (tingkat perubahan suatu variabel terhadap variabel lainnya dapat ditentukan). Dengan demikian maka melalui analisis regresi, peramalan nilai variabel terikat pada nilai variabel bebas lebih akurat pula. Persamaan regresi linier dari Y terhadap X dirumuskan sebagai berikut: Y = a + bx dimana: Y X a b = variabel terikat = variabel bebas = intersep atau konstanta regresi = koefisien regresi/slop Harga b merupakan fungsi dari koefisien korelasi. Bila koefisien korelasi tinggi, maka harga b juga tinggi sebaliknya bila koefisien korelasi rendah II-26
27 maka harga b juga rendah (kecil). Selain itu bila koefisien korelasi negatif maka harga b juga negatif, dan sebaliknya bila koefisien korelasi positif maka harga b juga positif. Selain itu harga a dan b dapat dicari dengan rumus berikut: a = ( Y i )( X 2 i ) ( Xi )( X i Y i ) n X 2 i ( X i ) 2 b = n (X iy i ) ( X i )( Y i ) n (X i 2 ) ( X i ) 2 dimana: n = jumlah data dalam bilangan bulat positif 1, 2, 3..., n Korelasi Linear Untuk menganalisis hubungan antara dua variabel atau lebih yang bersifat kuantitatif, digunakan salah satu teknik statistik yang disebut analisis korelasi. a. Koefisien korelasi Untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. Nilai koefisien korelasi (r) akan berkisar -1 r 1. Jika: r = -1 => kedua variabel mempunyai hubungan linier sempurna (membentuk garis lurus) negatif. Korelasi sempurna seperti ini mempunyai makna jika nilai X naik, maka nilai Y turun dan berlaku sebaliknya. r = 1 => kedua variabel mempunyai hubungan linier sempurna (membentuk garis lurus) positif. Korelasi sempurna seperti ini mempunyai makna jika nilai X naik, maka nilai Y juga naik. r = 0 => tidak ada hubungan antara dua variabel. II-27
28 Rumus koefifien korelasi: r = n X i Y i ( X i )( Y i ) {n X i 2 ( Xi ) 2 } {n Y i 2 ( Yi ) 2 } b. Koefisien determinasi Koefisien determinasi (R 2 ) didefinisikan sebagai nisbah antara variasi terdefinisi dengan variasi total pada persamaan 3.3 : R 2 = i(y i y 2 ) 2 i(y i y 2 ) 2 (3.6) Nilai sama dengan satu (perfect explanation) dan nilai sama dengan nol (no explanation) adalah batas limit daripada koefisien determinasi. Nilai antara kedua batas limit ini ditafsirkan sebagai persentase total variasi yang dijelaskan untuk analisa regresi linier Metode Perhitungan Jam Puncak Metode JICA Nilai koefisien permintaan angkutan lalu lintas pada jam sibuk (Cp) perlu dirumuskan terlebih dahulu apabila ingin menganalisis besarnya penumpang dan pergerakan pada jam sibuk. Menurut Japan International Cooperated Agency (JICA), 1991 mengenai kondisi penerbangan di Indonesia dalam Rahman (2013) digunakan persamaan berikut: Md = My 365 Cp = 1,38 Md Mp = Cp Md dimana: My Md = pergerakan pesawat udara tahunan = pergerakan pesawat udara harian II-28
29 Cp Mp = faktor jam puncak = pergerakan pesawat udara jam puncak Metode NPIAS Besarnya jumlah penumpang jam sibuk pada sebuah bandar udara baru dapat dianalisis dengan menggunakan rumus National Plan Integrated Airport System berikut: Average monthly Passenger = 0,08417 annual passenger flow Metode Pignataro Average daily Passenger = 0,03226 average monthly flow Peak-day flow = 1,26 average daily flow Peak-hour flow = 0,0917 peak daily flow Untuk mengetahui tingkat pergerakan pesawat maksimum ketika kondisi jam puncak maka perlu dilakukan perhitungan volume jam puncak. Menurut Pignataro (1973), dalam Rahman (2013) berdasarkan data eksisting jumlah rata-rata pergerakan harian dalam satu tahun dan jumlah pergerakan pesawat pada bulan puncak dalam satu tahun, dapat diketahui rasio jumlah pergerakan pesawat bulan puncak terhadap jumlah pergerakan pesawat total satu tahun. Dapat dilihat pada persamaan berikut: R month = N month N year dimana: R month = peak month ratio N month = jumlah pergerakan total pesawat saat bulan puncak N year = jumlah pergerakan total pesawat selama satu tahun II-29
30 Rasio jumlah pergerakan pesawat pada hari puncak terhadap jumlah pergerakan pesawat bulan puncak adalah: R day = N day N month dimana: R day = peak day ratio N month = jumlah pergerakan total pesawat saat bulan puncak N day = jumlah pergerakan total pesawat dalam satu hari Rasio jumlah pergerakan pesawat pada jam puncak terhadap jumlah pergerakan pesawat selama satu hari adalah: R hour = N hour N day dimana: R hour = peak hour ratio N hour = jumlah pergerakan total pesawat saat jam puncak N day = jumlah pergerakan total pesawat dalam satu hari Untuk memperkirakan jumlah pergerakan pesawat tahun rencana pada kondisi jam puncak yaitu dengan mengalikan nilai R dengan peramalan jumlah pergerakan harian rata-rata pada bulan puncak tahun rencana: N peak = N year R month R day R hour dimana: N peak = jumlah pergerakan pesawat pada jam puncak N year = jumlah pergerakan pesawat pada tahun rencana R month = peak month ratio R day = peak day ratio II-30
31 R hour = peak hour ratio 2.9. Metode Peramalan Pergerakan Pesawat Menurut Horonjeff (2010), terdapat 3 metode yang sering digunakan dalam meramalkan lalu lintas udara, yaitu: metode Time Series, metode Market Share, dan metode Ekonometrik. Ketiga metode ini memiliki karakteristik berbeda-beda. Metode Time Series merupakan metode yang paling sederhana karena hanya didasarkan pada suatu pola historis kegiatan, sedangkan kedua metode lainnya membutuhkan pertimbangan faktor-faktor lainnnya seperti faktor ekonomi, sosial, dan operasional yang mempengaruhi pertumbuhan penerbangan. Dalam Tugas Akhir ini akan digunakan metode Time Series dengan ekstrapolasi linier dengan peramalan pergerakan pesawat dalam jangka waktu 10 tahun. Metode ini digunakan karena meninjau sebaran data perkembangan pergerakan pesawat eksisting di runway Bandara Soekarno- Hatta secara linear. Selain itu, untuk melakukan peramalan menggunakan metode lainnya membutuhkan data dari berbagai macam variabel, seperti ekonomi, transportasi, dan operasional yang mana merupakan batasan masalah dari penulis. Ekstrapolasi didasarkan pada suatu perbandingan terhadap pola historis kegiatan dan menganggap bahwa faktor-faktor tersebut yang menentukan variasi lalu lintas pada masa lampau akan terus menunjukkan hubungan yang serupa pada masa depan. Prosedur ini menggunakan data tipe rangkaian waktu dan berusaha menganalisis pertumbuhan dan laju pertumbuhan yang dihubungkan dengan kegiatan penerbangan tertentu. Adapun metode II-31
32 peramalan yang menggunakan kecenderungan ekstrapolasi diantaranya adalah sebagai berikut (Horonjeff, 2010) Ekstrapolasi linear Teknik ini digunakan terhadap data yang menunjukkan pola permintaan yang memiliki hubungan linear historis dengan peubah waktu. Hubungan yang mendasarinya dapat menunjukkan data konstan atau data yang berubah dalam pola teratur, musiman atau dalam siklus tertentu Ekstrapolasi eksponensial Ekstrapolasi ini digunakan untuk keadaan dimana peubah yang tergantung pada yang lain memperlihatkan suatu laju pertumbuhan yang konstan terhadap waktu. Fenomena ini sering terjadi dalam dunia penerbangan untuk proyeksi-proyeksi tingkat kegiatan yang telah memperlihatkan kecenderungan jangka panjang meningkat atau menurun degan suatu persentase tahunan rata-rata Ekstrapolasi kurva logistik Metode ini digunakan apabila terdapat keadaan dimana laju pertumbuhan tahunan rata-rata mulai secara berangsur-angsur berkurang sesuai dengan waktu. Saat mencuatnya pasar penerbangan, sering terdapat periode awal dengan pertumbuhan tahunan yang perlahan meningkat kemudian diikuti dengan periode pertengahan dengan pertumbuhan konstan dan periode akhir dimana laju pertumbuhan berkurang sampai pada suatu keadaan dimana permintaan pasar menurun (jenuh). II-32
33 2.10. Metode Perhitungan Kapasitas Runway Metode FAA Selain ICAO, terdapat Federal Aviation Administration (FAA) yang menyediakan panduan terhadap perhitungan kapasitas runway untuk komposisi pesawat yang berbeda, konfigurasi runway berbeda, dan letak exit taxiway yang berbeda-beda pula. Panduan ini tertuang dalam FAA Advisory Circular (AC) 150/ Airport Capacity and Delay (1983) dengan revisi pada tahun Kapasitas runway dihitung berdasarkan pemodelan operasi campuran yang didasarkan pada peraturan pengoperasian di bawah ini: 1) Kedatangan memiliki prioritas daripada keberangkatan. 2) Hanya satu pesawat yang dapat berada di runway pada sembarang waktu. 3) Keberangkatan tidak dapat dilaksanakan apabila pesawat yang datang berikutnya berada pada jarak yang kurang dari suatu jarak tertentu dari ambang runway, biasanya 2 NM (nautical mile) dalam kondisi IFR. 4) Keberangkatan yang berurutan diatur sehingga pemisahan waktu minimumnya sama dengan waktu pelayanan keberangkatan. Adapun tujuan dari perhitungan kapasitas bandar udara adalah sebagai dasar untuk pengembangan bandar udara di masa mendatang dalam menghadapi pertumbuhan permintaan perjalanan udara. Berdasarkan metode FAA, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kapasitas runway, diantaranya: a. Standar separasi dan cuaca Standar separasi yang dimaksud adalah pemisahan yang dilakukan dalam hal waktu atau jarak antar pesawat di ruang udara. Hal ini untuk II-33
34 mencegah terjadinya kecelakaan dan apabila terjadi, pesawat dapat mengelak tepat waktu. Separasi ini bekerja pada dua kondisi cuaca, yaitu: 1) Kondisi VFR (Visual Flight Rules) Kondisi penerbangan ini dilakukan pada kondisi cuaca yang sedemikian rupa sehingga pesawat terbang dapat mempertahankan jarak pisah yang aman dengan cara-cara visual atau keadaan cuaca dan jarak pandang harus bagus. Kecepatan pesawat yang relatif tinggi mewajibkan jarak pandang yang cukup jauh pula. Kondisi VFR ini mengikuti acuan tanda-tanda alam seperti sungai, gunung, pantai, dan sebagainya. 2) Kondisi IFR (Instrument Flight Rules) Kondisi IFR berlaku apabila jarak penglihatan atau batas penglihatan berada di bawah yang ditentukan VFR atau berada dalam keadaan cuaca yang kurang baik dan jarak pandang yang rendah. Dalam kondisi ini, jarak pisah yang aman di antara pesawat merupakan tanggung jawab petugas pengendali lalu lintas udara (controller). Akan tetapi, selain kondisi cuaca diatas, penerbang dapat terbang secara IFR kapan saja, bahkan pada saat cuaca yang baik dan cerah. Hal ini dapat terjadi apabila penerbang akan terbang tinggi sehingga perlu dipantau oleh radar ATC dan mengikuti aturan IFR. Pada perhitungan kapasitas runway menggunakan metode FAA, semua penerbangan dihitung berdasarkan kondisi IFR sesuai II-34
35 dengan peraturan yang digunakan oleh Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. b. Konfigurasi runway Konfigurasi runway yang dimaksud adalah panjang, jumlah, lokasi, dan arah dari runway yang aktif. Selain itu juga melibatkan strategi arah dan tipe operasi yang digunakan di masing-masing runway, baik operasi keberangkatan maupun kedatangan. Adapun konfigurasi dari runway use yang ditetapkan FAA adalah sebagai berikut. Gambar 2.9. Kapasitas per jam dan tahunan runway (Sumber: FAA AC 150/ Airport Capacity and Delay, 1983) Metode Pengembangan Pemodelan Operasi Pesawat Metode ini merupakan metode yang dikembangkan oleh Horonjeff yang terdiri dari beberapa tipe model untuk menentukan jumlah operasi pesawat II-35
36 terbang maksimum yang dapat ditampung oleh suatu runway dalam jangka waktu tertentu ketika terdapat permintaan pelayanan berkesinambungan. Dalam pemodelan-pemodelan tersebut, kapasitas adalah sama dengan kebalikan bobot waktu pelayanan rata-rata dari seluruh pesawat terbang yang dilayani. Waktu pelayanan landasan didefinisikan sebagai pemisahan di udara yang dinyatakan dengan waktu penggunaan runway. Beberapa pengembangan model menurut Horonjeff tersebut diantaranya sebagai berikut: a. Pemodelan operasi kedatangan saja (arrival only) Kapasitas suatu sistem runway yang hanya digunakan untuk melayani pesawat kedatangan dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: 1) Campuran pesawat terbang, yang biasanya digolongkan ke dalam beberapa kelas menurut kecepatan mendekati runway (approach speed). 2) Kecepatan mendekati runway dari berbagai kelas pesawat. 3) Panjang jalur pendekatan umum ke runway dari entry atau gerbang ILS ke ambang runway. 4) Aturan-aturan jarak pisah lalu lintas udara minimum atau jarak pisah yang diamati praktis apabila tidak ada peraturan. 5) Besarnya kesalahan dalam waktu kedatangan dan kesalahan kecepatan pada jalur pendekatan umum ke runway. 6) Probabilitas tertentu dari pelanggaran terhadap jarak pisah lalu lintas udara minimum yang dapat diterima. II-36
37 7) Waktu pemakaian runway rerata berbagai kelas pesawat dalam campuran dan besarnya pancaran dalam waktu rerata tersebut. b. Pemodelan operasi keberangkatan saja (departure only) Operasi keberangkatan dapat dieksekusi berdasarkan interval waktu minimum, atau waktu antar keberangkatan t d, kapasitas keberangkatan runway Cd diberikan oleh persamaan berikut: C d = 3600 E (t d ) Dan E (t d ) = [P ij ][t d ] Dengan E (t d ) = waktu pelayanan rerata, [P ij ] [t d ] = matriks waktu antar keberangkatan = probabilitas pesawat yang di depan i, akan diikuti oleh pesawat yang dibelakangnya j c. Pemodelan operasi pesawat campuran (mixed operation) Pemodelan ini didasarkan pada aturan pengoperasian yang serupa seperti model-model yang dikembangkan oleh AIL (Airbone Instruments Laboratory), aturan-aturan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Kedatangan memiliki prioritas daripada keberangkatan. 2) Hanya satu pesawat yang dapat berada di runway pada sembarang waktu. II-37
38 3) Keberangkatan tidak dapat dilaksanakan apabila pesawat yang datang berikutnya berada pada jarak yang kurang dari suatu jarak tertentu dari ambang runway, biasanya 2 NM (nautical mile) dalam kondisi IFR. 4) Keberangkatan yang berurutan diatur sehingga pemisahan waktu minimumnya sama dengan waktu pelayanan keberangkatan Runway Occupancy Time (ROT) Menurut horonjeff (2010), runway occupancy time (ROT) atau waktu pemakaian runway dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: R i = V OT V TD 2a V TD V E 2a 2 + t dengan R i V OT V TD V E t a 1 a 2 : waktu pemakaian runway (detik) : kecepatan pada saat melewati threshold (m/dtk) : kecepatan saat setelah touchdown ke titik runway exit (m/dtk) : kecepatan di runway exit (m/dtk) : waktu saat membelok dari runway ke runway exit (10 detik) : perlambatan rata-rata di udara (0,76 m/dtk) : perlambatan rata-rata di darat (1,5 m/dtk) Studi Terdahulu 1. Wijayanti, Arika Mike (2012). Analisis Kapasitas Runway Bandar Udara Adi Sutjipto Jogjakarta dengan Metode FAA dan Metode DORATASK. Thesis. Yogyakarta: Magister Sistem dan Teknik Transportasi, Universitas Gadjah Mada. II-38
39 Penelitian tersebut dilakukan untuk menganalisa nilai kapasitas runway dan mengetahui dengan kondisi lalu lintas yang ada saat ini apakah masih berada atau sudah melebihi dari nilai kapasitas maksimal runway Bandar Udara Adi Sutjipto. Analisis dilakukan dengan menggunakan 2 metode yang berbeda yaitu metode FAA dan metode DORATASK. Parameter yang digunakan metode FAA adalah konfigurasi runway, mix index, persentase kedatangan, persentase touch & go, sedangkan pada metode DORATASK adalah aircraft mix, waktu rata-rata runway occupancy time dan separasi yang diberikan oleh petugas pemandu lalu lintas udara. Hasil analisis menunjukkan nilai kapasitas runway yang berbeda, yaitu dengan menggunakan metode FAA, eunway 09 (VFR/IFR) sebanyak 41/37 pergerakan pesawat, runway 27 (VFR/IFR) sebanyak 37/34 pergerakan pesawat sedangkan menggunakan metode DORATASK berjumlah 15 pergerakan pesawat. Hasil analisis dibandingkan dengan pergerakan total pesawat di Bandar Udara Adi Sutjipto maka didapatkan bahwa dengan menggunakan metode FAA, 13% melewati nilai kapasitas dan 87% masih berada dalam nilai kapasitas sedangkan dengan menggunakan metode DORATASK, 73% melewati nilai kapasitas dan 27% berada dalam nilai kapasitas. Berdasarkan hasil analisis, data delay, waktu runway occupancy time yang dibutuhkan baik untuk lepas landas ataupun mendarat serta hasil pengamatan di lapangan, maka metode yang mendekati kondisi nyata di lapangan adalah metode DORATASK dengan hasil bahwa kapasitas runway Bandar Udara Adi Sutjipto sudah melewati nilai kapasitas. II-39
40 2. Sadu, Ayuwandira Febriana (2013). Analisis Kapasitas dan Optimalisasi Runway Utara Berdasarkan Perbandingan Metode FAA dan Metode Pengembangan Pemodelan Operasi Pesawat pada Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Tugas Akhir. Yogyakarta: Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Penelitian ini melakukan perhitungan kapasitas eksisting runway utara Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta dengan menggunakan metode FAA dan metode Pengembangan Pemodelan Operasi Pesawat dengan data pergerakan pesawat tahun Hasil analisa dari penelitian tersebut adalah Kapasitas optimum runway utara di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta menurut metode FAA adalah sebesar 90 pergerakan per jam (untuk runway sejajar, apabila dianggap tunggal maka sebesar 53 pergerakan/jam), sedangkan menurut metode pengembangan pemodelan operasi pesawat, kapasitas runway utara eksisting adalah 45 pergerakan/jam. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perlu dilakukannya tindakan optimalisasi runway untuk meningkatkan kapasitas eksisting runway agar dapat mendekati kapasitas optimum runway. Jumlah pergerakan pesawat di runway utara pada jam puncak eksisting adalah sebanyak 41 pergerakan, sehingga runway utara masih berada dalam kondisi yang optimal pada tahun Jumlah pergerakan pesawat pada jam puncak di runway utara pada kondisi 5 tahun mendatang adalah sebesar 50 pergerakan, sedangkan kapasitas runway utara eksisting dapat melayani 45 pergerakan per jam. Oleh karena itu, diperlukan langkah optimalisasi. Jumlah II-40
41 pergerakan pesawat pada jam puncak di runway utara pada kondisi 10 tahun mendatang adalah sebesar 61 pergerakan, sehingga dengan kapasitas runway utara eksisting pada saat ini, langkah optimalisasi runway perlu dilakukan. Langkah optimalisasi runway secara operasional dapat ditingkatkan dengan pengaturan waktu antar kedatangan pesawat yang diatur sedemikian rupa agar dapat melaksanakan satu operasi keberangkatan, Kapasitas eksisting runway daoat meningkat menjadi 53 pergerakan/jam. Langkah optimalisasi runway secara fisik yaitu dengan penambahan rapid exit taxiway pada titik-titik 3000 m atau 3217 m dari threshold 07L, yang dapat meningkatkan kapasitas runway menjadi 59 pergerakan per/jam. Penambahan rapid exit taxiway pula dapat ditambahkan pada titik-titik 1900 m dan 2600 m atau 3217 m dari threshold 25R yang dapat meningkatkan kapasitas menjadi pergerakan/jam. 3. Rizkiva, Flaviarista Yuna (2014). Analisis Kapasitas Runway Selatan Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Tugas Akhir. Yogyakarta: Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Pada penelitian tersebut, dilakukan perhitungan kapasitas eksisting runway selatan Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta berdasarkan metode analitis dan metode FAA. Kapasitas runway menurut metode analitis bergantung pada jarak separasi antar pesawat dan urutan antrian pesawat terbang, sedangkan menurut metode FAA bergantung pada konfigurasi runway di bandar udara terkait. II-41
42 Permintaan pergerakan pesawat terbang pada hari puncak ialah sebesar 41 pergerakan/jam. Dari hasil analisis yang dilakukan, kapasitas eksisting runway selatan Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta berdasar metode analitis ialah 34 pergerakan/jam, sedangkan berdasar metode FAA kondisi VFR/IFR sebesar 95/88 pergerakan/jam. Kapasitas eksisting runway selatan berdasar metode analitis sudah tidak mampu melayani permintaan pergerakan yang ada. Oleh karena itu dilakukan upaya peningkatan dengan pengaturan jarak separasi antar pesawat sesuai standar FAA dan penambahan exit taxiway di lokasi ideal. Nilai kapasitas runway selatan setelah dilakukan pengaturan jarak separasi antar pesawat dengan standar FAA menjadi 45 pergerakan/jam atau terjadi peningkatan sebesar 32,4%. Penambahan exit taxiway di antara exit taxiway S1 dan S2 meningkatkan kapasitas runway selatan menjadi 55 pergerakan/jam atau meningkat 61,8%, sedangkan penambahan exit taxiway di antara exit taxiway S6 dan S7 meningkatkan kapasitas runway selatan menjadi 57 pergerakan/jam atau meningkat 76,5%. Berdasar data sekunder serta analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan metode analitis cocok digunakan untuk perhitungan kapasitas eksisting runway selatan Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta dengan hasil bahwa kapasitas sudah tidak mencukupi permintaan pergerakan pesawat sehingga perlu dilakukan upaya peningkatan dengan pengurangan jarak separasi antar pesawat dan penambahan exit taxiway. II-42
PERENCANAAN BANDAR UDARA. Page 1
PERENCANAAN BANDAR UDARA Page 1 SISTEM PENERBANGAN Page 2 Sistem bandar udara terbagi menjadi dua yaitu land side dan air side. Sistem bandar udara dari sisi darat terdiri dari sistem jalan penghubung
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Analisis Kapasitas Runway 3 Mulai Identifikasi Masalah Tinjauan Pustaka Pengumpulan Data 1. Data penumpang pesawat tahun 2005-2015 2. Data Pergerakan Pesawat
Lebih terperinciTUGAS AKHIR AHMAD SAIFULLAH. Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan. Program Strata Satu (S-1) Teknik Sipil.
TUGAS AKHIR ANALISIS KAPASITAS RUNWAY 3 BANDAR UDARA INTERNASIONAL SOEKARNO-HATTA BERDASARKAN PERBANDINGAN METODE FAA DAN METODE PENGEMBANGAN PEMODELAN OPERASI PESAWAT Diajukan sebagai salah satu syarat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bandar Udara Menurut Horonjeff dan McKelvey (1993), bandar udara adalah tempat pesawat terbang mendarat dan tinggal di landasan, dengan bangunan tempat penumpang menunggu.
Lebih terperinciPhysical Characteristics of Aerodromes
Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Physical Characteristics of Aerodromes Nursyamsu Hidayat, Ph.D. 2 Aerodrome Reference Code Digunakan oleh ICAO untuk membaca hubungan
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. A. Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan/ Perancangan Landasan pacu pada Bandar Udara
15 BAB III LANDASAN TEORI A. Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan/ Perancangan Landasan pacu pada Bandar Udara Menurut Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara dengan nomor SKEP/161/IX/03 tanggal 3 September
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. penumpang menunggu. Berikut adalah beberapa bagian penting bandar udara.
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bandar Udara Menurut Horonjeff dan McKelvey (1993), bandar udara adalah tempat pesawat terbang mendarat dan tinggal di landasan, dengan bangunan tempat penumpang menunggu.
Lebih terperinciBAB V ANALISA KEBUTUHAN RUANG BANDARA PADA TAHUN RENCANA
57 BAB V ANALISA KEBUTUHAN RUANG BANDARA PADA TAHUN RENCANA 5.1. TINJAUAN UMUM Pada bab sebelumnya telah dibahas evaluasi dan analisis kondisi eksisting Bandara Babullah sesuai dengan tipe pesawat yang
Lebih terperinci6.4. Runway End Safety Area (RESA)
b. Dalam jarak 60 m dari garis tengah precision approach runway kategori I, dengan nomor kode 3 atau 4; atau c. Dalam jarak 45 m dari garis tengah dari sebuah precision approach runway kategori I, dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi udara telah menjadi salah satu moda transportasi penting untuk perjalanan dengan jarak menengah dan jarak jauh. Prasarana utama yang menangani pergerakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bandar Udara dan Sistem Lapangan Terbang... Bandar udara Menurut PP RI NO 70 Tahun 00 Tentang Kebandarudaraan Pasal Ayat, bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bandar Udara Bandar udara adalah kawasan di daratan dan / atau perairan dengan batasbatas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Runway digunakan untuk kegiatan mendarat dan tinggal landas pesawat terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum take off weight terbesar
Lebih terperinciICAO (International Civil Aviation Organization)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Untuk menganalisis daerah pendaratan pada bandar udara Adisucipto menggunakan peraturan yang telah ditetapkan oleh ICAO maupun FAA ICAO (International Civil Aviation Organization)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Bandar Udara
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Bandar Udara Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Tahun 2010 Tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional, Bandar Udara adalah kawasan di daratan atau perairan dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan runway baru yang lokasinya paralel runway eksisting
BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Akibat kondisi kegiatan take - off dan landing pesawat yang begitu padat pada jam - jam sibuk, maka pengelola bandara perlu mempertimbangkan pengembangan fasilitas
Lebih terperinciDosen Pembimbing. Mahasiswa. Ir. Hera Widyastuti, MT. PhD. Sheellfia Juni Permana TUGAS AKHIR ( RC )
TUGAS AKHIR ( RC09 1380 ) Dosen Pembimbing Ir. Hera Widyastuti, MT. PhD Mahasiswa Sheellfia Juni Permana 3110 106 036 JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh
Lebih terperinciPerencanaan Sisi Udara Pengembangan Bandara Internasional Juanda Surabaya
Perencanaan Sisi Udara Pengembangan Bandara Internasional Juanda Surabaya oleh : Yoanita Eka Rahayu 3112040611 LATAR BELAKANG Saat ini masyarakat cenderung menginginkan sarana transportasi yang cepat dan
Lebih terperinciKAPASITAS LANDAS PACU BANDAR UDARA SAM RATULANGI MANADO
KAPASITAS LANDAS PACU BANDAR UDARA SAM RATULANGI MANADO Freddy Jansen Dosen Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Bandar Udara Sam Ratulangi merupakan salah satu pintu
Lebih terperinciOPTIMASI KAPASITAS LANDAS PACU BANDAR UDARA SAM RATULANGI MANADO
OPTIMASI KAPASITAS LANDAS PACU BANDAR UDARA SAM RATULANGI MANADO Freddy Jansen* Abstrak Bandar Udara Sam Ratulangi merupakan salah satu pintu gerbang Sulawesi Utara yang terletak pada 07.32 LU / 124.55
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ditentukan pada Bandar Udara Husein Sastranegara terletak Jalan Pajajaran No.156 Bandung, Propinsi Jawa Barat. Bandara ini berada di
Lebih terperinciTUGAS AKHIR OPTIMALISASI KAPASITAS APRON TERMINAL 2 BANDAR UDARA SOEKARNO-HATTA AKIBAT PERPINDAHAN PESAWAT INTERNASIONAL
TUGAS AKHIR OPTIMALISASI KAPASITAS APRON TERMINAL 2 BANDAR UDARA SOEKARNO-HATTA AKIBAT PERPINDAHAN PESAWAT INTERNASIONAL Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan Program Strata Satu (S-1) Teknik Sipil
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. ANALISA PERGERAKAN PESAWAT 4.1.1. Data pergerakan pesawat Data yang digunakan dalam menganalisa kebutuhan apron adalah data pergerakan pesawat dimana idealnya disesuaikan
Lebih terperinciPERTEMUAN KE - 1 PENGENALAN
PERTEMUAN KE - 1 PENGENALAN 1. Tujuan Perencanaan Sistem Bandara (Airport System), adalah : a. Untuk memenuhi kebutuhan penerbangan masa kini dan mendatang dalam mengembangkan pola pertumbuhan wilayah
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Spesifikasi Bandara Radin Inten II
35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Spesifikasi Bandara Radin Inten II Bandar Udara Radin Inten II adalah bandara berkelas umum yang penerbangannya hanya domestik. Bandara ini terletak di kecamatan Natar,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1. 1 Bandara tersibuk di dunia tahun 2014 versi ACI
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan akan penerbangan sebagai salah satu moda transportasi di Indonesia terus meningkat tajam. Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta memerankan peranan penting
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print) E-12
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) E-12 Evaluasi Kebutuhan Luasan Apron Pada Rencana Pengembangan Bandar Udara Internasional Ahmad Yani Semarang Muhammad Nursalim,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Bandar Udara dan Sistem Lapangan Terbang. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization):
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bandar Udara dan Sistem Lapangan Terbang 2.1.1. Bandar udara Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization): Bandar udara adalah area tertentu di daratan
Lebih terperinciRunway Koreksi Panjang Runway Windrose Runway Strip RESA LDA, TORA, ASDA, TODA Take Off Distance
Pelabuhan Udara Gibraltar Airport Dr. Gito Sugiyanto, S.T., M.T. Desain Fasilitas Sisi Udara Sistem Bandar Udara ARFL dan ARC Runway Koreksi Panjang Runway Windrose Runway Strip RESA LDA, TORA, ASDA, TODA
Lebih terperinciGambar : Marka taxiway pavement-strength limit
Gambar 8.6-24: Marka taxiway pavement-strength limit Marka tepi taxiway utama atau apron terkait, atau marka runway side stripe, harus terpotong di sepanjang lebar jalan masuk taxiway berkekuatan rendah.
Lebih terperinciTUGAS AKHIR ANALISA KAPASITAS APRON DAN OPTIMALISASI PARKING STAND DI TERMINAL KARGO BANDAR UDARA SOEKARNO - HATTA
TUGAS AKHIR ANALISA KAPASITAS APRON DAN OPTIMALISASI PARKING STAND DI TERMINAL KARGO BANDAR UDARA SOEKARNO - HATTA Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S1) OCTO AHMAD QOMARULLAH
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor:
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konfigurasi Bandar Udara 2.1.1 Definisi Menurut peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor: SKEP/161/IX/2003, Bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan
Lebih terperinciSTUDI OPTIMASI KAPASITAS LANDASAN PACU (RUNWAY) PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA TUGAS AKHIR
STUDI OPTIMASI KAPASITAS LANDASAN PACU (RUNWAY) PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S1) Disusun Oleh :
Lebih terperinciTUGAS Topik Khusus Transportasi BANDAR UDARA
BANDAR UDARA Pengertian Bandar Udara Adapun pengertian Bandar udara menurut beberapa sumber adalah sebagai berikut: Menurut International Civil Aviation Organization, bandar udara adalah area tertentu
Lebih terperinciJURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012
Rifdia Arisandi 3108100072 Dosen Pembimbing Ir. Hera Widiyastuti, MT., Ph.D JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012 Peningkatan kebutuhan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah pengguna angkutan transportasi udara baik domestik maupun internasional setiap tahunnya mengalami peningkatan yang pesat, hal ini disebabkan oleh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bandara atau bandar udara yang juga populer disebut dengan istilah airport
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bandar Udara Bandara atau bandar udara yang juga populer disebut dengan istilah airport merupakan sebuah fasilitas di mana pesawat terbang seperti pesawat udara dan helikopter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Pulau Jawa yang memiliki potensi sumber daya alam dan buatan yang berkualitas, kualitas sumber daya manusia yang
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 19,45 km dari kota Jakarta yang memiliki koordinat 06 o Lintang
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Umum dan Spesifikasi Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta adalah bandar udara yang terletal di Kota Tangerang, Provinsi
Lebih terperinciJarak pendaratan yang tersedia 800 m hingga, 1200 m hingga, tetapi tidak mencapai 2400 m. Kurang dari 800 meter. Lokasi dan Dimensi.
8.6.7 Marka runway aiming point 8.6.7.1 Marka aiming point harus disediakan pada setiap akhir pendekatan pada runway instrument yang diperkeras dengan code number 2, 3 atau 4. 8.6.7.2 Marka aiming point
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menambah peluang menurunnya jaminan kualitas keselamatan transportasi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketidakseimbangan antara kapasitas suatu infrastruktur transportasi dan volume permintaan akan jasa transportasi telah menjadi salah satu penyebab menurunnya kualitas
Lebih terperinciDAFTAR lsi. ii DAFTAR lsi. iv DAFTAR TABEL. vi DAFTAR GAMBAR. vii DAFTAR LAMPIRAN. viii ISTILAH - ISTILAH. ix NOTASI- NOTASI
DAFTAR lsi LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN INTISARI KATA PENGANTAR ii DAFTAR lsi iv DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN viii ISTILAH - ISTILAH ix NOTASI- NOTASI xi BAB I PENDAHULUAN 1 1.1
Lebih terperinciMARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN
MARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN Sejak awal mula penerbangan, pilot selalu memakai tanda-tanda di darat sebagai alat bantu navigasi ketika mengadakan approach ke sebuah lapangan terbang. Fasilitas bantu
Lebih terperinciTUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG DAN MANAJEMEN KONSTRUKSI TAXIWAY DI BANDARA ADI SUTJIPTO YOGYAKARTA
TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG DAN MANAJEMEN KONSTRUKSI TAXIWAY DI BANDARA ADI SUTJIPTO YOGYAKARTA PT. ANGKASA PURA I (PERSERO) Bandar Udara Internasional Adisutjipto Yogyakarta Disusun oleh : Nur Ayu Diana
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. laut, maupun udara perlu ditingkatkan. Hal ini bertujuan untuk menjangkau, menggali,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana transportasi baik darat, laut, maupun udara perlu ditingkatkan. Hal ini bertujuan untuk menjangkau, menggali, serta
Lebih terperinciPerencanaan Pengembangan Apron Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Perencanaan Pengembangan Apron Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya Rifdia Arisandi, dan Ir. Hera Widiyastuti, MT., Ph.D. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Lebih terperinciSTUDI PENGEMBANGAN BANDAR UDARA TAMBOLAKA SUMBA BARAT
STUDI PENGEMBANGAN BANDAR UDARA TAMBOLAKA SUMBA BARAT Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Serjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : PAULUS NDAPAMERANG NPM :
Lebih terperinciSTUDI PENGEMBANGAN BANDAR UDARA HANG NADIM BATAM
STUDI PENGEMBANGAN BANDAR UDARA HANG NADIM BATAM Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : AGUSTINUS BUDI SULISTYO NPM :
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-21/PJ/2013 TENTANG
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-21/PJ/2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN BANDAR UDARA Petunjuk Teknis Penilaian
Lebih terperinciKAJIAN TEKNIS PERENCANAAN PERKERASAN LANDAS PACU
PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 171 KAJIAN TEKNIS PERENCANAAN PERKERASAN LANDAS PACU (Studi Kasus Bandar Udara Tjilik Riwut Palangka Raya) Oleh: Oktosuyono 1), Robby 2), dan Mohamad Amin 3) Bandar Udara
Lebih terperinciKAPASITAS LANDASAN PACU BANDAR UDARA SOEKARNO-HATTA JAKARTA
KAPASITAS LANDASAN PACU BANDAR UDARA SOEKARNO-HATTA JAKARTA Trudy Hasna Taftiana Universitas Katolik Parahyangan Jln. Ciumbuleuit 94, Bandung Telp: (022) 545675 trudy.hasna@gmail.com Wimpy Santosa Universitas
Lebih terperinciPENDAHULUAN BAB I. berpopulasi tinggi. Melihat kondisi geografisnya, transportasi menjadi salah satu
PENDAHULUAN BAB I I.1 Latar Belakang Transportasi adalah usaha untuk memindahkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain dalam aktivitas sehari hari dengan menggunakan alat trasportasi. Indonesia
Lebih terperinciANALISIS PERKERASAN LANDAS PACU BANDARA SOEKARNO-HATTA MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK FAARFIELD
ANALISIS PERKERASAN LANDAS PACU BANDARA SOEKARNO-HATTA MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK FAARFIELD Lisa Jasmine NRP: 1421008 Pembimbing: Tan Lie Ing, S.T., M.T. ABSTRAK Bandara Soekarno-Hatta merupakan pintu
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Ukuran Bandar Udara
15 BAB III LANDASAN TEORI 3. 1.Umum Dalam studi pengembangan bandar udara ini penulis menggunakan teori maupun metoda yang diperoleh dari literatur yang menyangkut Bandar Udara dan disesuaikan dengan data
Lebih terperinciEvaluasi dan Perencanaan Posisi Parkir Pesawat pada Apron Bandara Husein Sastranegara Bandung
Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas Vol. 2 No. 3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional September 2016 Evaluasi dan Perencanaan Posisi Parkir Pesawat pada Apron Bandara Husein Sastranegara Bandung
Lebih terperinci9.23. Lampu Taxiway Centre Line
9.22.4.5. Jarak spasi terakhir antara lampu pada bagian lurus harus sama dengan jarak spasi pada bagian melengkung. 9.22.4.6. Jika jarak spasi terakhir pada bagian lurus kurang dari 25 m, jarak spasi kedua
Lebih terperinci: Jl. Soekarno Hatta, Kel. Eka Jaya, Kec. Jambi Selatan, Kota Jambi, Jambi, Telephone : Fax: Telex : - -
Bandara Sultan Thaha, Jambi IATA ICAO Province Address : DJB : WIPA : JAMBI : Jl. Soekarno Hatta, Kel. Eka Jaya, Kec. Jambi Selatan, Kota Jambi, Jambi, 36139 Telephone : +62 741 572344 Fax: +62 741 572244
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL PEMBAHASAN 4.1. Perhitungan Dengan Cara Manual Data yang diperlukan dalam perencanaan tebal perkerasan metode FAA cara manual adalah sebagai berikut: 1. Nilai CBR Subbase : 20% 2. Nilai CBR
Lebih terperinciPERENCANAAN PENGEMBANGAN BANDAR UDARA (STUDI KASUS: BANDAR UDARA SEPINGGAN BALIKPAPAN)
Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.4, Maret 2013 (270275) ISSN: 23376732 PERENCANAAN PENGEMBANGAN BANDAR UDARA (STUDI KASUS: BANDAR UDARA SEPINGGAN BALIKPAPAN) Felicia Geiby Dondokambey A. L. E. Rumayar, M.
Lebih terperinciPENDAHULUAN Perkembangan teknologi di bidang transportasi semakin berkembang. Hal ini dikarenakan banyaknya aktivitas masyarakat dalam melakukan hubun
PERENCANAAN RUNWAY, TAXIWAY DAN APRON UNTUK PESAWAT TIPE B 737-900 ER PADA BANDARA SULTAN BABULLAH TERNATE 1 Herckia Pratama Daniel 2 Jennie Kusumaningrum, ST., MT. Email : 1 herckia_pratama.d@studentsite.gunadarma.ac.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memperlancar perekonomian sebagai pendorong, penggerak kemajuan suatu wilayah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi sangat diperlukan bagi kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhannya, transportasi juga merupakan sarana yang sangat penting dalam memperlancar
Lebih terperinciAIRPORT MARKING AND LIGHTING
Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University AIRPORT MARKING AND LIGHTING Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Tujuan Marking Alat bantu navigasi ketika melakukan approach ke suatu bandar
Lebih terperinciPerhitungan panjang landasan menurut petunjuk dari. persyaratan yang ditetapkan FAA, dengan pesawat rencana:
BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1. ANALISA PANJANG LANDASAN Perhitungan panjang landasan menurut petunjuk dari advisory circular AC: 150/ 5325-4A dated 1/ 29/ 90, persyaratan yang ditetapkan FAA, dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Airport) berfungsi sebagai simpul pergerakan penumpang atau barang dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandar udara (Airport) merupakan salah satu infrastruktur penting yang diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi masyarakat. Bandar udara (Airport) berfungsi
Lebih terperinciEVALUASI TAHAPAN PENGEMBANGAN FASILITAS SISI UDARA BANDARA TEBELIAN SINTANG
EVALUASI TAHAPAN PENGEMBANGAN FASILITAS SISI UDARA BANDARA TEBELIAN SINTANG Reza Fitriansyah 1) Komala Erwan 2) Said, 2) Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tanjungpura Pontianak Jalan Prof. Dr. Hadari Nawawi
Lebih terperinciMANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA DAN LAUT
MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA DAN LAUT Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. MSTT - UGM MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. MSTT - UGM 1 MATERI PEMBELAJARAN Perkembangan
Lebih terperinciJurusan Teknik Sipil dan Lingkungan - Universitas Gadjah Mada. Pertemuan Kesembilan TRANSPORTASI UDARA
Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan - Universitas Gadjah Mada Pertemuan Kesembilan TRANSPORTASI UDARA Transportasi udara dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok: 1. Penerbangan domestik 2. Penerbangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun Berangkat Transit Total % Pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep Low Cost Carrier telah merubah aturan main dalam industri penerbangan. Low Cost Carrier adalah konsep di mana maskapai penerbangan memiliki tarif lebih rendah
Lebih terperinciDosen Konsultasi : Ir. Hera Widiastuti, MT. Ayu Aprilischa ( )
Dosen Konsultasi : Ir. Hera Widiastuti, MT Ayu Aprilischa ( 3105 100 064 ) Pendahuluan Latar Belakang Permasalahan Tujuan Penelitian Batasan Masalah Lokasi Studi Manfaat Penelitian Adanya peningkatan permintaan
Lebih terperinciBagian 4 P ERENCANAAN P ANJANG L ANDAS P ACU DAN G EOMETRIK LANDING AREA
Bagian 4 P ERENCANAAN P ANJANG L ANDAS P ACU DAN G EOMETRIK LANDING AREA Bab 4 Perencanaan Panjang Landas Pacu dan Geometrik Landing Area 4-2 Tujuan Perkuliahan Materi Bagian 4 Tujuan Instruksional Umum
Lebih terperinciSingkatan dari Advisory Circular, merupakan suatu standar dari federasi penerbangan Amerika (FAA) yang mengatur mengenai penerbangan.
3. SIMBOL DAN SINGKATAN 3.1 AC Singkatan dari Advisory Circular, merupakan suatu standar dari federasi penerbangan Amerika (FAA) yang mengatur mengenai penerbangan. 3.2 ACN Singkatan dari Aircraft Classification
Lebih terperinciANALISIS PENINGKATAN LANDASAN PACU (RUNWAY) BANDAR UDARA PINANG KAMPAI-DUMAI
ANALISIS PENINGKATAN LANDASAN PACU (RUNWAY) BANDAR UDARA PINANG KAMPAI-DUMAI Irvan Ramadhan, ST Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknologi Dumai Muhammad Idham, ST, M.Sc Anton Budi Dharma,
Lebih terperinci( LAPANGAN TERBANG ) : Perencanaan Lapangan Terbang
LESSON - 3 ( LAPANGAN TERBANG ) Materi : Perencanaan Lapangan Terbang Buku Referensi : Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara, Jilid 1 dan 2, Horonjeff, R. & McKelvey, FX. Merancang, Merencana Lapangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Adapun beberapa tinjauan pustaka yang berkenaan dengan Analisis Desain Geometrik Bandar Udara Husein Sastranegara dengan menggunakan Perangkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. strategis sehingga memiliki pengaruh positif dalam berbagai bidang. Moda
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang letaknya sangat strategis sehingga memiliki pengaruh positif dalam berbagai bidang. Moda transportasi udara saat ini
Lebih terperinciANALISIS KAPASITAS APRON: PERMSALAHAN DAN USULAN KONSEP DESAIN TERMINAL BARU PADA BANDAR UDARA INTERNATIONAL SULTAN HASANUDDIN
JURNAL TUGAS AKHIR ANALISIS KAPASITAS APRON: PERMSALAHAN DAN USULAN KONSEP DESAIN TERMINAL BARU PADA BANDAR UDARA INTERNATIONAL SULTAN HASANUDDIN Oleh : BAYUREZEKY A.P.S D111 12 103 JURUSAN SIPIL FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam suatu bandar udara terdapat komponen komponen infrastruktur yang mendukung berjalannya transportasi udara diantaranya runway, taxiway, apron, hangar, terminal
Lebih terperinciUNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR
APRON Nama : Nur Kumala NIM : 0904105061 Jurusan : Teknik Sipil Mata Kuliah : Teknik Bandar Udara UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2010 Apron Pengertian Apron Apron adalah bagian dari lapangan gerak darat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PP RI No.70 Tahun 2001 tentang Kebandar udaraan, Pasal 1 Ayat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Bandar Udara Menurut PP RI No.70 Tahun 2001 tentang Kebandar udaraan, Pasal 1 Ayat 1, bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Umum 2. 1. 1. Bandar udara Menurut PP RI NO 70 Tahun 2001 Tentang Kebandarudaraan Pasal 1 Ayat 1, bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan
Lebih terperinciBandara Sultan Hasanuddin
Bandara Sultan Hasanuddin IATA ICAO Province Address : UPG : WAAA : SULAWESI SELATAN : Jl. Bandar Udara Hasanuddin, Kel. Hasanuddin, Kec. Mandai, Kab. Maros, Sulawesi Selatan, 90552 Telephone : +62 (411)
Lebih terperinciBandar Udara. Eddi Wahyudi, ST,MM
Bandar Udara Eddi Wahyudi, ST,MM PENGERTIAN Bandar udara atau bandara merupakan sebuah fasilitas tempat pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat. Bandara yang paling sederhana minimal memiliki sebuah
Lebih terperinciCode Letter Minimum Clearance
Gambar 6.2-2:Perkerasan yang dibutuhkan untuk melakukan perputaran 180 derajat penuh pesawat udara Code Letter "A" 6.2.4.3. Jika sebuah turn pad untuk pesawat udara tersedia di sembarang titik pada sebuah
Lebih terperinciBandara Fatmawati Soekarno
Bandara Fatmawati Soekarno IATA : BKS ICAO : WIPL Province : BENGKULU Address : Jl. Raya Padang Kemiling KM.14 Pekan Sabtu, Kel. Pekan Sabtu, Kec. Selebar, Kota Bengkulu, Bengkulu, 38213 Telephone : +62
Lebih terperinciBandara Radin Inten II, Bandar Lampung. Address : Kota Bandar Lampung, Lampung, - Telephone : - Fax : - Telex : - -
Bandara Radin Inten II, Bandar Lampung IATA : TGK ICAO : WICT Province : LAMPUNG Address : Kota Bandar Lampung, Lampung, - Telephone : - Fax : - Telex : - Email : - Sumber: maps.google.com General Info
Lebih terperinci: Jl. Pipit No. 22, Kel. Sei/Sungai Pinang Dalam, Kec. Samarinda Utara, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, 75117
Bandara Temindung IATA ICAO Province Address Telephone : +62 541 742885 Fax : +62 541 743786 Telex : - Email : - : SRI : WRLS : KALIMANTAN TIMUR : Jl. Pipit No. 22, Kel. Sei/Sungai Pinang Dalam, Kec. Samarinda
Lebih terperinciBandara Muko-muko. Hajj Airport : Tidak
Bandara Muko-muko IATA ICAO Province Address : MPC : WIPU : BENGKULU : Jl. Sudirman, Kel. Bandar Ratu, Kec. Mukomuko Utara, Kab. Muko Muko, Bengkulu, 38765 Telephone : +62 737 71632 Fax : +62 737 71632
Lebih terperinciBandara Frans Kaisiepo
Bandara Frans Kaisiepo IATA ICAO Province Address : BIK : WABB : PAPUA : Jl. Moh. Yamin, Kel. Mandala, Kec. Biak Kota, Kab. Biak Numfor, Papua, 98111 Telephone : +62 981-22555, 21855 Fax : +62 981-22106
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengadakan transportasi udara adalah tersedianya Bandar Udara (Airport)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi udara sangat efektif digunakan untuk membawa penumpang dengan jarak yang jauh dan dapat mempercepat waktu tempuh dibandingkan transportasi darat dan laut.
Lebih terperinciBandara Sultan Syarif Kasim II
Bandara Sultan Syarif Kasim II IATA : PKU ICAO : WIBB Province : RIAU Address : Jl. Perhubungan Udara, Kec. Pekanbaru Kota, Kota Pekanbaru, Riau. Telephone : +62 761 674694, 674816, 674826, 674792 Fax
Lebih terperinciKULIAH LAPANGAN TERBANG I (Airport Engineering)
KULIAH LAPANGAN TERBANG I (Airport Engineering) Airbus 380 C-130 B-737 Airport Bali Airport Surabaya Apron Surabaya Terminal Airport Surabaya SISI DARAT DAN UDARA BANDARA (air side & land side airport)
Lebih terperinci: Jalan Soekarno Hatta (Bukit Jin), Dumai, Riau 28825, Indonesia. Telephone : - Fax : - Telex : - -
Bandara Pinang Kampai IATA : DUM ICAO : WIBD Province : RIAU Address : Jalan Soekarno Hatta (Bukit Jin), Dumai, Riau 28825, Indonesia. Telephone : - Fax : - Telex : - Email : - Sumber: maps.google.com
Lebih terperinciPERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN LANDAS PACU BANDAR UDARA SYAMSUDIN NOOR BANJARMASIN
PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN LANDAS PACU BANDAR UDARA SYAMSUDIN NOOR BANJARMASIN Yasruddin Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin ABSTRAK Bandar Udara
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci : runway, taxiway dan apron I. PENDAHULUAN
ABSTRAK Kabupaten Tana Toraja di dalam tatanan regional dan nasional adalah sebagai wilayah tujuan wisata nasional dan internasional, sehingga pembangunan dan pengembangan sistem transportasi sangat dibutuhkan
Lebih terperinciMANAJEMEN KAPASITAS RUNWAY
MANAJEMEN KAPASITAS RUNWAY Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. MSTT - UGM FAKTOR PENGARUH KAPASITAS RUNWAY Beberapa faktor pengaruh antara lain: 1. Jumlah runway 2. Pemisahan pesawat yang landing
Lebih terperinciSIMULASI PENENTUAN JUMLAH DAN KOMPOSISI PESAWAT MAKSIMUM PADA DUA PARALEL RUNWAY SATRIO REKSO W
SIMULASI PENENTUAN JUMLAH DAN KOMPOSISI PESAWAT MAKSIMUM PADA DUA PARALEL RUNWAY SATRIO REKSO W - 3110100061 Latar Belakang Jumlah penumpang pesawat terus tumbuh setiap tahunnya jumlah pergerakan pesawat
Lebih terperinciANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II
ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN
Lebih terperinci: Jl. Garuda Singkep, Kel. Dabo, Kec. Singkep, Kab. Lingga, Kepulauan Riau, Telephone : Fax : Telex : - -
Bandara Dabo IATA ICAO Province Address : SIG : WIDS : KEPULAUAN RIAU : Jl. Garuda Singkep, Kel. Dabo, Kec. Singkep, Kab. Lingga, Kepulauan Riau, 29871 Telephone : +62 776 21273 Fax : +62 776 21273 Telex
Lebih terperinciGambar 7.2-5: Zona Bebas Obstacle (Obstacle Free Zone)
7.2.2.7. Zona Bebas Obstacle Permukaan inner approach, inner tranisitional dan balked landing, ketiganya mendefinsikan volume ruang udara di sekitar precision approach runway, yang dikenal sebagai zona
Lebih terperinci