BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah kompleks di semua negara yang muncul seiring

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah kompleks di semua negara yang muncul seiring"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah kompleks di semua negara yang muncul seiring dengan lahirnya peradaban manusia. Meskipun berbagai kajian dan penelitian telah dilakukan, namun definisi yang baku tentang kemiskinan sulit ditemukan (Arsyad, 2010: 299). Hal ini disebabkan oleh kompleksnya topik bahasan tentang kemiskinan. Hampir semua disiplin ilmu sosial memberikan perhatian terhadap isu kemiskinan. Akibatnya banyak ahli menulis tema kemiskinan dengan mengembangkan konsep sendiri sesuai dengan disiplin ilmunya masing-masing. Diantaranya kemiskinan dibahas dalam perspektif ekonomi, sosiologi, antropologi, psikologi, juga politik (Austin, eds, 2006: 3). Jenis kemiskinan menurut penyebabnya dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural (Arsyad, 1992). Teori kemiskinan struktural lebih banyak berkembang dibanding teori kemiskinan kultural (Jordan, 2004). Menurut pandangan struktural, sistem ekonomi yang berkembang dalam masyarakat serta strategi kebijakan pembangunan kadang tidak dapat menyentuh semua lapisan sehingga ada sebagian masyarakat yang tidak dapat mengakses sumber faktor produksi dan menyebabkan kemiskinan. Sementara itu, kemiskinan kultural terjadi karena secara alamiah masyarakat belum mampu mendayagunakan faktor produksinya sehingga menimbulkan kemiskinan (Arsyad, 1992). Pada dasarnya, penyebab kemiskinan antara kultural dan struktural tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena sebenarnya terjadi interaksi antara keduanya (Jordan, 2004). 1

2 Perkembangan diskusi tentang kemiskinan dewasa ini lebih banyak diwarnai dengan pergeseran model pengukuran kemiskinan dari model absolut/pendekatan moneter ke model relatif/pendekatan multidimensi. Pergeseran ini dilandasi oleh pemikiran bahwa pendekatan absolut/moneter tidak cukup untuk menggambarkan kondisi warga miskin yang mengalami deprivasi pada banyak dimensi (Artha dan Dartanto, 2014). Konsep kemiskinan absolut/moneter mengukur jumlah kemiskinan dengan cara membandingkan tingkat pendapatan atau pengeluaran seseorang dengan tingkat pendapatan/pengeluaran minimum yang dibutuhkan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Selanjutnya batasan dari sisi pengeluaran inilah yang disebut sebagai garis kemiskinan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan (BPS, 2015). Sementara kemiskinan multidimensi mengukur kemiskinan melalui 3 (tiga) dimensi deprivasi yang dialami masyarakat miskin yaitu dimensi pendidikan, kesehatan, dan standar kualitas hidup (Alkire dan Foster, 2011). Pernikahan dini adalah pernikahan pada usia anak-anak atau pada usia sebelum mencapai 18 tahun sering disebut sebagai salah satu patologi sosial yang menyebabkan kemiskinan atau memperparah kemiskinan (Unicef, 2001). Menurut Jordan (2004), kehamilan pada masa remaja yang identik dengan pernikahan dini, perceraian, dan kriminalitas merupakan bentuk penyebab kemiskinan kultural, yaitu suatu disfungsi sosial atau defisiensi yang dialami oleh individu yang menyebabkan dirinya secara ekonomi lemah dibanding masyarakat pada umumnya. 2

3 Penelitian tentang dampak pernikahan dini terhadap kemiskinan belum banyak dijumpai. Selain karena teori kemiskinan struktural lebih banyak berkembang daripada kemiskinan kultural, kesulitan mendapatkan data tentang pernikahan dini juga menjadi alasan terbatasnya jumlah penelitian tentang pengaruh pernikahan dini terhadap kemiskinan (BKKBN, 2012). Penelitian Dahl (2010) memberikan bukti empiris yang menunjukkan bahwa pernikahan dini berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan. Dahl (2010) menggunakan data panel dari 41 negara bagian di Amerika Serikat, dan menyimpulkan bahwa pernikahan dini meningkatkan kemungkinan pelaku pernikahan dini hidup dalam kemiskinan di kemudian hari sebesar 31 persen. Sementara itu, meskipun tidak menggunakan data pernikahan dini, penelitian Jordan (2004) membandingkan penyebab kemiskinan antara pendekatan kultural dan struktural dengan basis data di Amerika Serikat yang menunjukkan bahwa kehamilan pada usia remaja tidak signifikan berpengaruh terhadap jumlah penduduk miskin. Di Indonesia, penelitian tentang dampak pernikahan dini antara lain dilakukan oleh Djamilah (2014) dengan metode kualitatif melalui Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam pada 8 wilayah di Indonesia, yaitu DKI Jakarta, Semarang, Banyuwangi, Bandar Lampung, Sukabumi, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pernikahan dini berdampak pada bertambahnya beban ekonomi keluarga, meningkatkan kasus perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, meningkatnya masalah kesehatan reproduksi juga angka kematian ibu dan anak, serta menyebabkan dampak psikologis pada pasangan dini. 3

4 Pada tahun 2011, Pusat Studi Kebijakan dan kependudukan (PSKK) UGM dan Plan Indonesia juga melakukan penelitian di 6 wilayah di Indonesia, yaitu Grobogan, Rembang, Dompu, Sikka, Lembata, dan Timur Tengah Selatan. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa pernikahan dini menyebabkan berlanjutnya kemiskinan, meningkatkan kejadian kekerasan dalam rumah tangga, perceraian, dan putus sekolah (Putranti, 2012). Hampir semua penelitian tentang pernikahan dini merujuk pada perempuan sebagai objek kajian. Hal ini mengingat bahwa kejadian pernikahan dini lebih banyak dialami perempuan, dan perempuan merupakan pihak yang paling rentan mengalami dampak negatif dari pernikahan dini (e.g Kaptanoglu dan Ergocmen, 2014; Oyortey dan Pobi, 2003; Putranti, 2012; Djamilah, 2014). Penelitian yang ada menunjukkan bahwa perempuan pelaku pernikahan dini mengalami risiko kesehatan reproduksi dan tingkat pendidikan yang lebih rendah dibanding yang tidak menikah dini (Putranti, 2012; Djamilah, 2014). Sementara, menurut model pengukuran kemiskinan dengan pendekatan multidimensi, dua dimensi yakni kesehatan dan pendidikan merupakan aspek yang sangat penting sebagai dimensi pembentuk kemiskinan multidimensi (Alkire dan Foster, 2011). Jika dilihat dari analisis tren pernikahan dini dan kemiskinan di Indonesia, dua masalah ini masih menunjukkan angka yang cukup signifikan. Penelitian Marshan et al., (2013) dengan menggunakan data susenas 2010 menunjukkan bahwa prevalensi pernikahan dini di Indonesia mencapai 13,5 persen. Di sisi lain data BPS 2015 menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia mencapai 11,2 persen. Meskipun tingkat kejadian pernikahan dini pada perempuan berusia tahun mengalami penurunan pada periode dari 27 persen menjadi 24,5 persen 4

5 menurut Unicef (2015), namun angka ini lebih besar dibanding temuan Marshan et al., (2013). Unicef (2015) menggunakan data Susenas tahun , dan menunjukkan bahwa kejadian pernikahan dini mengalami kenaikan tipis pada tahun 2010 ke tahun 2011 dari 24,5 persen menjadi 25 persen, dan bertahan sampai tahun Persentase Perempuan Usia tahun yang Menikah Dibawah 18 Tahun di Indonesia Sumber: Unicef, 2015 Gambar 1.1 Persentase Perempuan Usia Tahun yang Menikah di Bawah Usia 18 Tahun di Indonesia Hasil tabulasi silang menggunakan data Indonesian Family Life Survei (IFLS) tahun 2014 menunjukkan bahwa kejadian pernikahan dini di Indonesia masih cukup tinggi. Hasil perhitungan pada responden wanita berusia 15 tahun ke atas yang sudah menikah menunjukkan sebanyak 16,36 persen responden mengalami pernikahan dini. Selanjutnya, sebanyak 46,61 persen pelaku pernikahan dini tidak lulus pendidikan dasar 9 tahun, dan sebanyak 52,35 persen tidak memiliki kartu jaminan kesehatan. Sementara itu, menurut Artha dan Dartanto (2014) terpenuhinya pendidikan dasar dan kepemilikan kartu jaminan kesehatan merupakan indikator kemiskinan multidimensi. Tingkat pendidikan pelaku pernikahan dini menunjukkan bahwa sebanyak 2,22 persen pelaku pernikahan dini tidak bersekolah. Sebanyak 44,39 persen pelaku 5

6 pernikahan dini berpendidikan SD; sebanyak 37,99 persen pelaku pernikahan dini berpendidikan SMP; sebanyak 14,88 persen pelaku pernikahan dini berpendidikan SMU; dan pendidikan tertinggi pelaku pernikahan dini adalah diploma tiga sebanyak 0,52 persen Tidak Sekolah SD SMP SMU D3 Sumber: IFLS 5, (diolah) Gambar 1.2 Persentase Tingkat Pendidikan Perempuan yang Menikah Dini Selanjutnya dengan memperhitungkan dimensi pendidikan, kesehatan, dan standar kualitas hidup, diperoleh perhitungan bahwa sebanyak 43,73 persen pelaku pernikahan dini terdeprivasi mengalami kemiskinan multidimensi =Nikah Dini Miskin Multidimensi (43,73%), 0=Nikah Dini Tidak Miskin Multidimensi (56,27%) Sumber: IFLS 5, (diolah) Gambar 1.3 Persentase Pelaku Pernikahan Dini yang Mengalami Kemiskinan Multidimensi Tingginya tingkat kejadian pernikahan dini di Indonesia dan rendahnya kondisi sosioekonomi pelaku pernikahan dini merupakan fenomena yang menarik untuk 6

7 diteliti. Dengan menggunakan model pengukuran kemiskinan moneter dan kemiskinan multidimensi, penelitian ini menganalisis pengaruh pernikahan dini terhadap kemiskinan. Di tengah banyaknya penelitian tentang kemiskinan dari sisi struktural (e.g. Indriyani, 2015; Erwansyah, 2011; Idorway, 2009), penelitian ini menjadi salah satu kajian yang melihat kemiskinan dari sisi kultural. 1.2 Keaslian Penelitian Penelitian tentang pengaruh pernikahan dini terhadap kemiskinan di Indonesia belum banyak dilakukan. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh kompleksnya permasalahan kemiskinan. Selama ini kemiskinan lebih banyak dikaji dari sisi struktural yaitu pengaruh dari sistem ekonomi atau program kebijakan yang ditempuh pemerintah terhadap kemiskinan (e.g. Indriyani, 2015; Erwansyah, 2011; Idorway, 2009). Kajian tentang pengaruh pertumbuhan ekonomi, belanja pemerintah, tingkat inflasi, tingkat upah, dan distribusi pendapatan terhadap kemiskinan selama ini lebih banyak dijumpai daripada kajian dari sisi kultural/alamiah penyebab kemiskinan. Sisi kultural/alamiah ini menurut Arsyad (1992) antara lain terkait dengan pemilikan faktor produksi, produktivitas individu, dan tingkat perkembangan masyarakat. Penelitian Jensen dan Thornton (2003) dengan menggunakan data survei demografi dan kesehatan di India, Benin, Colombia, dan Turki mengkaji tentang pernikahan dini pada perempuan di negara-negara berkembang. Dari penelitian ini ditemukan bahwa pernikahan dini lebih banyak dialami perempuan dan lebih banyak terjadi di negara berkembang. Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa wanita yang mengalami pernikahan dini memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah, 7

8 lebih berisiko mengalami gangguan kesehatan reproduksi, dan kehilangan kemandirian. Di Amerika Serikat, penelitian tentang pengaruh pernikahan dini terhadap kemiskinan dilakukan oleh Dahl (2010). Penelitian ini menggunakan data panel dari 41 negara bagian di United States, dari tahun Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wanita yang menikah dini akan 31 persen lebih berpotensi menjadi miskin, dan wanita yang putus sekolah akan 11 persen lebih berpotensi menjadi miskin. Kajian Jordan (2004) di Amerika Serikat melihat pengaruh berbagai faktor penyebab kemiskinan meliputi aspek struktural dan kultural. Aspek struktural dilihat dari sisi tingkat pendapatan, GDP, pengangguran, dan indeks gini. Sementara itu, aspek kultural dilihat dari sisi tingkat kejahatan, perceraian, dan kehamilan pada remaja yang identik dengan pernikahan dini. Dengan menggunakan data survei dari tahun 1947 sampai 2002, Jordan menyimpulkan bahwa tingkat pendapatan, pengangguran, dan perceraian berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan. Di sisi lain, kehamilan pada masa remaja tidak signifikan berpengaruh terhadap kemiskinan. Di Indonesia, isu tentang pernikahan dini lebih banyak dikaji dari sisi demografi, psikologi, keluarga, atau kesehatan (Jones, 2001; Fadlyana dan Larasati, 2009). Penelitian yang ada lebih banyak dikaji secara kualitatif, dan belum banyak yang mengkaji secara kuantitatif mengingat data yang ada memang terbatas (e.g. Djamilah, 2014; Putranti, 2012; Damayati, 2015). Penelitian Djamilah (2014) di 8 wilayah di Indonesia menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengeksplorasi dampak pernikahan dini. Penelitian yang dilakukan 8

9 di DKI Jakarta, Semarang, Banyuwangi, Bandar Lampung, Sukabumi, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan pada bulan Juni-Juli tahun 2014 ini menggunakan teknik Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam. Responden terdiri dari pelaku pernikahan dini, orang tua, tokoh agama, tenaga kesehatan, pemerintah, guru dan akademisi, petugas catatan sipil, serta petugas KUA. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pernikahan dini berdampak negatif pada kondisi ekonomi keluarga, meningkatkan kasus perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, meningkatkan risiko kesehatan reproduksi, dan menimbulkan dampak psikologis pada pelaku pernikahan dini. Penelitian Putranti yang difasilitasi PSKK UGM dan Plan Indonesia pada tahun 2011 dilakukan di 6 wilayah dampingan plan yaitu Grobogan, Rembang, Dompu, Sikka, Lembata dan Timur Tengah Selatan, ditambah 2 wilayah kontrol yang tidak didampingi Plan, yaitu Indramayu dan Tabanan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik kuantitatif dengan melakukan survei terhadap rumah tangga, dan metode kualitatif dengan wawancara mendalam dan FGD. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pernikahan dini berdampak pada keberlanjutan kemiskinan, meningkatkan kekerasan dalam rumah tangga, meningkatkan risiko kesehatan reproduksi, perceraian, dan putus sekolah. Prabarani (2016) juga melakukan penelitian kualitatif terhadap pasangan pelaku pernikahan dini di Desa Krambilsawit Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunungkidul. Penelitian ini dilakukan dengan teknik FGD dan wawancara mendalam terhadap pelaku pernikahan dini, orang tua, petugas KUA, dan petugas puskesmas. Penelitian ini menunjukkan bahwa pernikahan dini khususnya yang disebabkan oleh kehamilan tidak dikehendaki (KTD) menyebabkan putus sekolah, 9

10 risiko kesehatan reproduksi, meningkatkan angka kematian ibu dan bayi, memperdalam dan melanjutkan kemiskinan, serta meningkatkan kasus kejadian perceraian. Damayati (2015) melakukan penelitian tentang pengaruh pernikahan dini terhadap keberlangsungan rumah tangga di Kecamatan Sungai Keruh Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei terhadap pelaku pernikahan dini. Hasil tabulasi silang, distribusi frekuensi dan regresi berganda menunjukkan bahwa pelaku pernikahan dini mengalami kondisi rumah tangga yang rendah dari sisi ekonomi. Hal ini dilihat dari aspek pendapatan, tingkat pendidikan, dan ketenagakerjaan. Selain itu, pernikahan dini juga berdampak signifikan terhadap perceraian. Sebanyak 38 persen pelaku pernikahan dini berakhir dengan perceraian, bahkan banyak perceraian yang terjadi pada saat usia pernikahan di bawah 5 tahun. Tabel 1.1 Penelitian Empiris Sebelumnya No Peneliti Data dan Metode Temuan 1. Jensen, R. dan Thornton, R., 2003 Data DHS di India, Benin, Colombia, dan Turki dengan metode tabulasi data silang dan distribusi frekuensi. 2. Dahl, G. B., 2010 Data Panel dengan metode IV 3. Jordan, G., 2004 Data panel dengan metode regresi linear berganda. 4. Djamilah, R. K., 2014 Data Primer, dengan wawancara dan FGD di DKI Jakarta, Semarang, Banyuwangi, Bandar Lampung, Sukabumi, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan. Wanita yang mengalami pernikahan dini memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah, lebih berisiko mengalami gangguan kesehatan reproduksi, dan kehilangan kemandirian. Pernikahan dini meningkatkan risiko pelaku hidup dalam kemiskinan sebesar 31 persen. Kehamilan pada remaja berpengaruh terhadap kemiskinan. Sementara pengangguran, indeks Gini dan perceraian berpengaruh terhadap kemiskinan. Pernikahan Dini berdampak negatif pada kondisi ekonomi keluarga, meningkatkan perceraian, meningkatkan risiko kesehatan reproduksi serta kematian ibu dan anak, dan meningkatkan dampak psikologi pada pelaku pernikahan dini. 10

11 Tabel 1.1 Lanjutan 5. Putranti, B. D., 2012 Data primer, dengan metode wawancara mendalam dan FGD di wilayah Grobogan, Rembang, Dompu, Sikka, Lembata, Timur Tengah Selatan, Indramayu, dan Tabanan. 6. Prabarani, P., 2016 Data Primer, dengan metode wawancara mendalam dan FGD terhadap 5 pasang pelaku pernikahan dini, orang tua, petugas KUA, dan petugas puskesmas. 7. Damayati, N., 2015 Survei, wawancara mendalam serta FGD terhadap 76 pasangan pelaku pernikahan dini dan stakeholders terkait. Pernikahan Dini berdampak pada keberlanjutan kemiskinan, meningkatkan kekerasan dalam rumah tangga, meningkatkan risiko kesehatan reproduksi, meningkatkan perceraian, dan putus sekolah. Pernikahan dini khususnya yang disebabkan kehamilan tidak dikehendaki (KTD) meningkatkan risiko kesehatan reproduksi, kematian ibu dan anak, putus sekolah, memperparah kemiskinan, dan perceraian. Pernikahan dini berdampak pada rendahnya kualitas ekonomi pelaku pernikahan dini dari sisi pendidikan, pendapatan, dan ketenagakerjaan. Pelaku pernikahan dini lebih berisiko mengalami perceraian. 1.3 Rumusan Masalah Tingginya tingkat pernikahan dini dan kemiskinan di Indonesia, menjadi motivasi untuk menganalisis pengaruh pernikahan dini terhadap kemiskinan serta besarnya pengaruh pernikahan dini terhadap kemiskinan di Indonesia. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang ada sebelumnya terletak pada metode dan sumber datanya. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan memanfaatkan data sekunder IFLS yang mampu merepresentasikan 83 persen populasi di Indonesia. Penelitian kualitatif yang ada selama ini belum bisa mengukur besarnya pengaruh pernikahan dini terhadap kemiskinan. Selain itu, metode kualitatif cenderung menggunakan jumlah sampel yang lebih sedikit dibanding penelitian kuantitatif. Dalam penelitian ini kemiskinan akan diukur baik dengan pendekatan moneter yaitu jumlah penduduk yang hidup dengan pengeluaran di bawah garis kemiskinan, dan pendekatan multidimensi yang mengukur jumlah penduduk miskin menggunakan dimensi pendidikan, kesehatan, dan standar hidup. 11

12 1.4 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah pernikahan dini berpengaruh positif signifikan terhadap kemiskinan moneter dan kemiskinan multidimensi di Indonesia? 2. Berapakah besarnya pengaruh pernikahan dini terhadap kemiskinan moneter dan kemiskinan multidimensi di Indonesia? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. menganalisis pengaruh pernikahan dini terhadap kemiskinan moneter dan kemiskinan multidimensi di Indonesia; dan 2. mengukur besarnya pengaruh pernikahan dini terhadap kemiskinan moneter dan kemiskinan multidimensi di Indonesia. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat antara lain: 1. data yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi akademisi atau peneliti yang tertarik pada isu pernikahan dini dan kemiskinan di Indonesia; 2. temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi bagi pemangku kepentingan untuk merumuskan program atau kebijakan terkait pencegahan pernikahan dini dan pengentasan kemiskinan di Indonesia; 12

13 3. penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pembaca pada umumnya tentang kondisi pernikahan dini di Indonesia dan pengaruhnya terhadap kemiskinan di Indonesia. 1.7 Lingkup Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Indonesia, sebagai negara berkembang dengan tingkat pernikahan dini terbesar kedua di Asia Tenggara. Selain itu, tingkat kemiskinan di Indonesia juga masih cukup tinggi. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder cross section yang diperoleh dari Indonesia Family Life Survei (IFLS) gelombang 5 tahun Data IFLS dipilih karena memiliki informasi yang lengkap tentang karakteristik kondisi rumah tangga sehingga dapat menjelaskan kemiskinan yang dialami pelaku pernikahan dini. Unit analisis adalah perempuan yang telah berusia 15 tahun. Hal ini dipilih mengingat pernikahan dini lebih banyak dialami perempuan, dan dampak negatifnya juga lebih banyak dirasakan oleh perempuan. 1.8 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari 5 bab. Bab I Pendahuluan berisi latar belakang masalah, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat dan lingkup penelitian serta sistematika penulisan. Bab II Kajian Pustaka menjelaskan teori kemiskinan dan pernikahan dini. Bab III Metodologi Penelitian menjelaskan sumber data, definisi operasional, serta alat analisis yang digunakan. Bab IV Hasil dan Analisis menjelaskan deskripsi data, serta pembahasan pengaruh pernikahan dini terhadap kemiskinan moneter dan kemiskinan multidimensi. Terakhir bab V Kesimpulan dan Saran, memuat simpulan, implikasi kebijakan, keterbatasan penelitian, serta rekomendasi atau saran. 13

BAB 1 PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk diperlukan adanya program Keluarga Berencana dan

BAB 1 PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk diperlukan adanya program Keluarga Berencana dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kependudukan pada dasarnya terkait dengan kualitas, kuantitas dan mobilitas penduduk (BKKBN, 2011). Dilihat dari sisi kuantitas penduduk Indonesia berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (tetapi tidak dengan anak laki-laki) yang masih muda. Usia muda menurut

BAB I PENDAHULUAN. (tetapi tidak dengan anak laki-laki) yang masih muda. Usia muda menurut 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan kualitas SDM sangat berkaitan erat dengan peningkatan kualitas hidup perempuan karena perempuanlah yang hamil, melahirkan dan menyusui anak sejak bayi sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Nigeria (79%), Kongo (74%), Afganistan (54%), dan Bangladesh (51%) (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. di Nigeria (79%), Kongo (74%), Afganistan (54%), dan Bangladesh (51%) (WHO, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pernikahan dini adalah pernikahan pada remaja di bawah usia 20 tahun yang seharusnya belum siap untuk melaksanakan pernikahan. Masa remaja juga merupakan masa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk ke empat terbesar di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang tinggi di dunia, serta tertinggi kedua di Asia Tenggara setelah Kamboja. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. yang tinggi di dunia, serta tertinggi kedua di Asia Tenggara setelah Kamboja. Dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menempati peringkat ke-37 negara dengan persentase pernikahan dini yang tinggi di dunia, serta tertinggi kedua di Asia Tenggara setelah Kamboja. Dalam Riset

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengingat jumlah penduduk usia remaja

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengingat jumlah penduduk usia remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan salah satu sasaran program Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengingat jumlah penduduk usia remaja di Indonesia sekitar 27,6%,

Lebih terperinci

pendapatan yang semakin merata. Jadi salah satu indikator berhasilnya pembangunan adalah ditunjukkan oleh indikator kemiskinan.

pendapatan yang semakin merata. Jadi salah satu indikator berhasilnya pembangunan adalah ditunjukkan oleh indikator kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan selalu menjadi masalah bagi setiap negara, terutama negara berkembang tidak terkecuali di Indonesia. Pembangunan dikatakan berhasil jika terjadi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Gambaran umum pernikahan usia dini di Jawa Barat menurut Kepala seksi advokasi dan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) Santoso (dalam BKKBN) mengatakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipertemukan secara formal di hadapan penghulu/kepala agama tertentu, para saksi

BAB I PENDAHULUAN. dipertemukan secara formal di hadapan penghulu/kepala agama tertentu, para saksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan adalah suatu peristiwa dimana sepasang calon suami istri dipertemukan secara formal di hadapan penghulu/kepala agama tertentu, para saksi dan sejumlah hadirin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pernikahan dini banyak terjadi pada kelompok masyarakat miskin yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pernikahan dini banyak terjadi pada kelompok masyarakat miskin yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan dini banyak terjadi pada kelompok masyarakat miskin yang ditandai dengan pendapatan yang rendah, kurangnya pendidikan, kurangnya kesehatan, dan kurangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menikah dini merupakan fenomena yang sering kita jumpai di masyarakat Indonesia. Fenomena ini perlu mendapatkan perhatian karena dapat menimbulkan masalah yang kompleks.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biologis, psikologis maupun secara sosial. Seseorang dengan melangsungkan

BAB I PENDAHULUAN. biologis, psikologis maupun secara sosial. Seseorang dengan melangsungkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan bagi manusia merupakan hal yang penting karena dengan pernikahan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan di Indonesia saat ini adalah status kesehatan masyarakat yang masih rendah, antara lain ditandai dengan Angka Kematian Ibu (AKI) yang tinggi. Target

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang memiliki remaja yang kuat serta memiliki kecerdasan spiritual,intelektual serta emosional yang kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang dinamis dalam mengubah dan meningkatkan kesehjateraan masyarakat. Ada tiga indikator keberhasilan suatu pembangunan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah stunting masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Stunting pada balita bisa berakibat rendahnya produktivitas dan kualitas sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah salah satu pembentuk modal manusia yang memiliki peran

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah salah satu pembentuk modal manusia yang memiliki peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu pembentuk modal manusia yang memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah. Dalam ruang lingkup mikro, kesehatan berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang sangat kompleks dan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang sangat kompleks dan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang sangat kompleks dan dalam penanganannya membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat. Kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembahasan mengenai kesejahteraan merupakan suatu pembahasan yang mempunyai cakupan atau ruang lingkup yang luas. Pembahasan mengenai kesejahteraan berkaitan erat

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah multidimensi yang kompleks, bukan hanya diukur dari pendapatan, tetapi juga menyangkut kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan penghitungan kemiskinan multidimensi anak di Provinsi Sulawesi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan penghitungan kemiskinan multidimensi anak di Provinsi Sulawesi BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Berdasarkan penghitungan kemiskinan multidimensi anak di Provinsi Sulawesi Tenggara

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Kebutuhan KB yang tidak terpenuhi atau bisa disebut dengan unmet need KB di salah

BAB VI PENUTUP. Kebutuhan KB yang tidak terpenuhi atau bisa disebut dengan unmet need KB di salah BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Kebutuhan KB yang tidak terpenuhi atau bisa disebut dengan unmet need KB di salah satu propinsi di Indonesia yaitu Nusa Tenggara Timur menunjukkan angka kejadian yang cenderung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu isi deklarasi milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu isi deklarasi milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu isi deklarasi milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang pembangunan dan kemiskinan (United Nations Millenium Declaration (2000) seperti dikutip dalam Todaro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011). 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, manusia untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan reproduksi remaja (Kemenkes RI, 2015). reproduksi. Perilaku seks berisiko antara lain seks pranikah yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan reproduksi remaja (Kemenkes RI, 2015). reproduksi. Perilaku seks berisiko antara lain seks pranikah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Sifat khas pada remaja adalah rasa ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indikator perbaikan dunia yang tercantum dalam Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. indikator perbaikan dunia yang tercantum dalam Millenium Development Goals BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengentasan kemiskinan dan kelaparan ekstrim merupakan salah satu target indikator perbaikan dunia yang tercantum dalam Millenium Development Goals (UNDP, 2007: 6).

Lebih terperinci

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA Drs. Razali Ritonga, MA (Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS RI) Disampaikan di Lokakarya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermartabat. Kemiskinan menurut PBB didefenisikan sebagai kondisi di mana

BAB I PENDAHULUAN. bermartabat. Kemiskinan menurut PBB didefenisikan sebagai kondisi di mana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bappenas (2005) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk

Lebih terperinci

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA Drs. Razali Ritonga, MA (Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS RI) Disampaikan di Lokakarya Perkawinan Anak, Moralitas Seksual, dan Politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Kemiskinan juga didefinisikan

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang Permasalahan Universitas Indonesia

1.1. Latar Belakang Permasalahan Universitas Indonesia 1 Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Proses perencanaan pembangunan mutlak memerlukan integrasi antara variabel demografi dan variabel pembangunan. Perubahan yang terjadi dalam jumlah,

Lebih terperinci

Policy Brief Determinan Kehamilan Remaja di Indonesia (Analisis SDKI 2012) Oleh: Nanda Wahyudhi

Policy Brief Determinan Kehamilan Remaja di Indonesia (Analisis SDKI 2012) Oleh: Nanda Wahyudhi Policy Brief Determinan Kehamilan Remaja di Indonesia (Analisis SDKI 2012) Oleh: Nanda Wahyudhi Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Dalam masa perkembangan dan penyesuaian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), jumlah penduduk Indonesia akan

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), jumlah penduduk Indonesia akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara berkembang seperti Indonesia memiliki laju pertumbuhan penduduk yang bertambah dengan pesat. Pertumbuhan penduduk Indonesia dari tahun ketahun semakin bertambah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka Penarikan Contoh Penelitian. Purposive. Kecamatan Bogor Barat. Purposive. Kelurahan Bubulak

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka Penarikan Contoh Penelitian. Purposive. Kecamatan Bogor Barat. Purposive. Kelurahan Bubulak 25 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi antara cross sectional study, yaitu penelitian yang hanya dilakukan pada satu waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan strategi pembangunan yang dilaksanakan masing-masing negara. Akan tetapi,

BAB I PENDAHULUAN. dan strategi pembangunan yang dilaksanakan masing-masing negara. Akan tetapi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki tujuan besar yang sama yakni kesejahteraan rakyatnya. Kesejahteraan rakyat merupakan salah satu indikator kesuksesan sebuah negara dalam

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG DAMPAK PERNIKAHAN DINI TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI DI SMA NEGERI 1 PEUSANGAN KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2017

GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG DAMPAK PERNIKAHAN DINI TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI DI SMA NEGERI 1 PEUSANGAN KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2017 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG DAMPAK PERNIKAHAN DINI TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI DI SMA NEGERI 1 PEUSANGAN KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2017 Irma Fitria 1*) Herrywati Tambunan (2) 1,2 Dosen Program

Lebih terperinci

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL Pernikahan anak menjadi salah satu persoalan sosial di Kabupaten Gunungkidul. Meskipun praktik pernikahan anak di Kabupaten Gunungkidul kian menurun di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu negara sangat tergantung pada jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu negara sangat tergantung pada jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu negara sangat tergantung pada jumlah penduduk miskinnya. Semakin banyak jumlah penduduk miskin, maka negara itu disebut negara miskin. Sebaliknya semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Pada tahun 2010 prevalensi merokok

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Pada tahun 2010 prevalensi merokok 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, mengkonsumsi rokok dan produk tembakau lainnya sudah merupakan kebiasaan. Prevalensi konsumsi rokok cenderung meningkat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pernikahan merupakan satu prosesi yang diatur sedemikian rupa untuk melegalkan hubungan sepasang pria dan perempuan. Indonesia sebagai negara hukum memiliki tata aturan

Lebih terperinci

Indonesia - Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1997

Indonesia - Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1997 Katalog Datamikro - Badan Pusat Statistik Indonesia - Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1997 Laporan ditulis pada: December 30, 2014 Kunjungi data katalog kami di: http://microdata.bps.go.id/mikrodata/index.php

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan bayi baik fisik maupun psikologi sosial. ASI mengandung nutrisi,

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan bayi baik fisik maupun psikologi sosial. ASI mengandung nutrisi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASI merupakan satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik maupun psikologi sosial. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan pertumbuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, perempuan usia 15-19

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, perempuan usia 15-19 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi merupakan beban dalam pembangunan nasional. Faktor utama yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk adalah tingkat kelahiran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran merupakan masalah yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang terintegrasi dan komprehensif dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang tidak terpisahkan. Di samping mengandalkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan suatu hal yang penting karena merupakan modal dasar dalam pembangunan suatu wilayah. Sukirno (2006) mengatakan penduduk dapat menjadi faktor pendorong

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya pubertas, yaitu seseorang yang dulunya masih anak-anak menjadi mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya pubertas, yaitu seseorang yang dulunya masih anak-anak menjadi mampu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja adalah periode perubahan fisik yang sangat monumental dimana terjadinya pubertas, yaitu seseorang yang dulunya masih anak-anak menjadi mampu secara seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maka dari itu belakangan ini pemerintah lebih mengutamakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Maka dari itu belakangan ini pemerintah lebih mengutamakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan sosial merupakan sebuah fenomena yang beragam, perlu adanya pengembangan sosial berkelanjutan untuk membenahi permasalahan sehingga mampu menekan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. bergantung terhadap besar kecilnya hambatan dari kriminalitas. Peran aktif dan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. bergantung terhadap besar kecilnya hambatan dari kriminalitas. Peran aktif dan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kriminalitas merupakan suatu permasalahan yang dihadapi oleh setiap negara. Kesuksesan pembangunan yang digalakkan oleh setiap negara sangat bergantung terhadap besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 1,2

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 1,2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertambahan penduduk Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 1,2 persen dari jumlah penduduk atau sekitar 2,5 sampai 3 juta orang per tahun (Nehen, 2010:96).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia termasuk negara dengan presentase pernikahan usia muda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia termasuk negara dengan presentase pernikahan usia muda 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk negara dengan presentase pernikahan usia muda tertinggi di dunia (ranking 37), dan tertinggi kedua di ASEAN setelah kamboja, pada tahun 2010 terdapat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN 115 BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil uji regresi probit dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) yang dimulai tahun 1970 telah

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) yang dimulai tahun 1970 telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) yang dimulai tahun 1970 telah meningkatkan angka prevalensi kontrasepsi (CPR) di Indonesia dari 26 persen tahun 1976 menjadi 62 persen

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN PELUANG TENAGA KERJA WANITA PADA SEKTOR INFORMAL

KARAKTERISTIK DAN PELUANG TENAGA KERJA WANITA PADA SEKTOR INFORMAL KARAKTERISTIK DAN PELUANG TENAGA KERJA WANITA PADA SEKTOR INFORMAL Armansyah Mahasiswa Kependudukan Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya Jalan Padang Selasa No.524, Bukit Besar Palembang 30139 E-mail:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Karakteristik sosial ekonomi yang diteliti dalam penelitian ini terdiri atas proporsi ibu lulus wajib belajar (wajar) 9 tahun, pengeluaran rumah tangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil berupa suatu karya yang berupa ide maupun tenaga (jasa). Menurut Dinas. kualitas kerja yang baik dan mampu memajukan negara.

BAB I PENDAHULUAN. hasil berupa suatu karya yang berupa ide maupun tenaga (jasa). Menurut Dinas. kualitas kerja yang baik dan mampu memajukan negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketenagakerjaan merupakan hal yang sangat penting dalam pembangunan di setiap wilayah maupun negara. Ini adalah tentang bagaimana negara membangun sumber daya manusianya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti Negara Indonesia akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Negara

BAB I PENDAHULUAN. seperti Negara Indonesia akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk yang begitu besar di Negara yang sedang berkembang seperti Negara Indonesia akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Negara tersebut. Dalam Wicaksono

Lebih terperinci

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2017

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 69/08/Th. XX, 15 Agustus 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2017 Kebahagiaan Kalimantan Timur tahun 2017 berdasarkan hasil Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974). Perkawinan pada pasal 6 menyatakan bahwa Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974). Perkawinan pada pasal 6 menyatakan bahwa Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Menikah di usia muda masih menjadi fenomena yang banyak dilakukan perempuan di Indonesia. Diperkirakan 20-30 persen perempuan di Indonesia menikah di bawah usia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tahun untuk pria (BKKBN, 2011). Penyebab terjadinya

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tahun untuk pria (BKKBN, 2011). Penyebab terjadinya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan pada usia yang terlalu muda. Usia muda artinya, usia yang belum matang secara medis dan psikologinya. Usia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satu diantara tujuh manusia penduduk dunia yang berjumlah 6,75 miliar ini adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara yang tidak mampu

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PERNIKAHAN USIA DINI DENGAN SIKAP SISWA TERHADAP PERNIKAHAN USIA DINI DI SMA NEGERI 2 BANGUNTAPAN BANTUL TAHUN 2015

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PERNIKAHAN USIA DINI DENGAN SIKAP SISWA TERHADAP PERNIKAHAN USIA DINI DI SMA NEGERI 2 BANGUNTAPAN BANTUL TAHUN 2015 HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PERNIKAHAN USIA DINI DENGAN SIKAP SISWA TERHADAP PERNIKAHAN USIA DINI DI SMA NEGERI 2 BANGUNTAPAN BANTUL TAHUN 2015 NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: NURHAYATI AGTIKASARI 201410104174

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan adalah kondisi dimana ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena pernikahan muda pada dasarnya merupakan bagian dari budaya masyarakat tertentu. Minimnya akses mendapatkan fasilitas kesehatan, tingkat pendidikan yang rendah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana suatu negara dapat meningkatkan pendapatannya guna mencapai target pertumbuhan. Hal ini sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan manusia lain untuk saling berinteraksi dan saling melengkapi, di

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan manusia lain untuk saling berinteraksi dan saling melengkapi, di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri, manusia membutuhkan manusia lain untuk saling berinteraksi dan saling melengkapi, di dalam kehidupan bermasyarakat

Lebih terperinci

Masalah lain yang muncul adalah berubahnya struktur

Masalah lain yang muncul adalah berubahnya struktur Di Indonesia proses transisi demografi dapat dikatakan berhasil yang ditunjukkan dengan penurunan tingkat kematian bayi dan kematian maternal secara konsisten. Di sisi yang lain, terjadi peningkatan angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No. 47/08/16/Th. XIX, 15 Agustus 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN SUMSEL TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN SUMSEL TAHUN 2017 SEBESAR 71,98 PADA SKALA 0-100 Kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Perkawinan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013 No., 05/01/81/Th. XV, 2 Januari 2014 Agustus 2007 PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang pengeluaran per bulannya berada di bawah Garis Kemiskinan) di Maluku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wewenang pelaksanaan pemerintahan diserahkan kepada daerah itu sendiri secara

BAB I PENDAHULUAN. wewenang pelaksanaan pemerintahan diserahkan kepada daerah itu sendiri secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan penyelenggaraan pemerintahan dikenal ada dua pendekatan yang menghubungkan pemerintah pusat dan daerah yaitu pendekatan secara sentralisasi dan pendekatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi, ikut berkembang pula perkembangan remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet yang dengan mudah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang WHO (2005) menyatakan sekitar seperlima penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19 tahun, dan 900 juta berada di negara berkembang. Berdasarkan data Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2016 Indonesia dan Negara Asia Tenggara lainnya sudah memasuki masa MEA (Masyarakat Ekonomi Asean). Orang Indonesia tidak lagi bersaing hanya dengan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat 1 tentang Perkawinan menuliskan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat 1 tentang Perkawinan menuliskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan dini masih banyak terdapat di Indonesia, meskipun menurut Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat 1 tentang Perkawinan menuliskan Perkawinan hanya

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2017 No. 103/11/Th. XX, 06 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2017 A. KEADAAN KETENAGAKERJAAN Agustus 2017: Tingkat

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Kuncoro (2014), dalam jurnal Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran dan Pendidikan terhadap Tingkat Kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997.

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan yang dihadapi oleh Negara Indonesia adalah kemiskinan. Dari tahun ke tahun masalah ini terus menerus belum dapat terselesaikan, terutama sejak

Lebih terperinci

KEMISKINAN MULTIDIMENSI PAPUA

KEMISKINAN MULTIDIMENSI PAPUA KEMISKINAN MULTIDIMENSI PAPUA 1. Pendahuluan Kemiskinan merupakan masalah yang selalu muncul dalam proses pembangunan di berbagai belahan negara di dunia. Pada umumnya kemiskinan didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang berkembang, masalah yang sering dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan

Lebih terperinci

INDEKS KEBAHAGIAAN MALUKU UTARA TAHUN 2017

INDEKS KEBAHAGIAAN MALUKU UTARA TAHUN 2017 No. 48/08/82/Th XVI, 15 Agustus 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN MALUKU UTARA TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN MALUKU UTARA TAHUN 2017 SEBESAR 75,38 PADA SKALA 0-100 Kebahagiaan Maluku Utara tahun 2017 berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat diperlukan di masa mendatang (Depkes RI, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat diperlukan di masa mendatang (Depkes RI, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia. Kekurangan gizi belum dapat diselesaikan, prevalensi masalah gizi lebih dan obesitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sampai 2015 menunjukkan kenaikan setiap tahun. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di Indonesia tersebut, pada hakekatnya digolongkan menjadi dua yaitu laju

I. PENDAHULUAN. di Indonesia tersebut, pada hakekatnya digolongkan menjadi dua yaitu laju I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat menjadi masalah yang membutuhkan perhatian serius dalam proses pembangunan. Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi

Lebih terperinci

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2017

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 51/09/Th. XX, 4 September 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2017 SEBESAR 70,08 PADA SKALA 0-100 Kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini diakui bahwa program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini diakui bahwa program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama ini diakui bahwa program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia merupakan contoh program yang paling berhasil di dunia. Meski begitu, ternyata laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Ketenagakerjaan Penduduk suatu negara dapat dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk yang berusia kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. stabilitas nasional yaitu menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. stabilitas nasional yaitu menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional memiliki hakekat mewujudkan masyarakat aman, damai dan sejahtera. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang terus berupaya melakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk sebanyak juta jiwa penduduk (BPS, 2010).

I. PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk sebanyak juta jiwa penduduk (BPS, 2010). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kependudukan di Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar yaitu dengan jumlah penduduk sebanyak 237.641.326 juta jiwa penduduk (BPS, 2010). Di tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. miskin mulai dari awal peradaban hingga sekarang ini. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. miskin mulai dari awal peradaban hingga sekarang ini. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan dan orang-orang miskin sudah dikenal dan selalu ada di setiap peradaban manusia. Oleh karena itu beralasan sekali bila mengatakan bahwa kebudayaan umat manusia

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 17/08/62/Th. II, 15 Agustus 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2017 SEBESAR 70,85

Lebih terperinci

INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI UTARA TAHUN 2017

INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI UTARA TAHUN 2017 No. 77/08/71/Th. XI, 15 Agustus 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI UTARA TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI UTARA TAHUN 2017 SEBESAR 73,69 PADA SKALA 0-100 Kebahagiaan Sulawesi Utara tahun 2017 berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. faktor risiko lain yang berperan terhadap kejadian kehamilan tidak diinginkan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. faktor risiko lain yang berperan terhadap kejadian kehamilan tidak diinginkan 59 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Penelitian ini bersifat kuantitatif dan dilakukan dengan menganalisis data sekunder Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terselesaikan hingga sekarang. Pada tahun 2013 Wolrd Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terselesaikan hingga sekarang. Pada tahun 2013 Wolrd Health Organization BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan remaja merupakan fenomena internasional yang belum terselesaikan hingga sekarang. Pada tahun 2013 Wolrd Health Organization (WHO) menetapkan tema untuk Hari

Lebih terperinci

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA 86 5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA Profil kinerja fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral daerah pada bagian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan

Lebih terperinci