STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT"

Transkripsi

1 STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT SKRIPSI TANTAN KERTANUGRAHA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 RINGKASAN TANTAN KERTANUGRAHA. D Studi Keragaman Fenotipik dan Jarak Genetik antar Domba Garut di BPPTD Margawati, Kecamatan Wanaraja dan Kecamatan Sukawening Kabupaten Garut. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing utama : Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. Pembimbing anggota : Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer Penelitian ini bertujuan untuk mandapatkan informasi keragaman ukuran tubuh, jarak genetik, pohon fenogram dan faktor peubah pembeda antar domba Garut di BPPTD Margawati, Kecamatan Wanaraja dan Kecamatan Sukawening. Penelitian lapangan dilakukan selama 3 bulan dari awal bulan Maret sampai dengan akhir Mei Ternak yang diamati sebanyak 413 ekor domba Garut yang dikelompokkan berdasarkan umur, jenis kelamin dan kelompok domba. Kelompok domba Margawati sebanyak 102 ekor yang terdiri dari 29 ekor jantan dan 73 ekor betina, domba tangkas Wanaraja sebanyak 81 ekor terdiri dari 44 ekor jantan dan 37 ekor betina, domba pedaging Wanaraja sebanyak 69 ekor terdiri dari 19 ekor jantan dan 50 ekor betina, domba tangkas Sukawening sebanyak 89 ekor yang terdiri dari 39 ekor jantan dan 50 ekor betina serta domba pedaging Sukawening sebanyak 72 ekor yang terdiri dari 32 ekor jantan dan 40 ekor betina. Peubah yang diukur pada penelitian ini adalah karakteristik fenotipik yang berkaitan dengan sifat kuantitatif (bobot badan, tinggi pundak, tinggi kelangkang, panjang badan, panjang kelangkang, lebar dada, lebar pangkal paha, dalam dada, lingkar dada, lingkar kanon, panjang tengkorak, lebar tengkorak, tinggi tengkorak, panjang ekor, lebar ekor, panjang tanduk, lingkar pangkal tanduk, jarak antar tanduk, lebar telinga dan panjang telinga). Data ukuran-ukuran tubuh dianalisis dengan General Linier Model (GLM), analisis diskriminan dan analisis korelasi kanonik dengan menggunakan perangkat lunak komputer SAS version 7.0 dan program MEGA2 untuk mendapatkan pohon fenogram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam dada, panjang tengkorak, lebar tengkorak, panjang tanduk domba tangkas Wanaraja jantan berbeda nyata dengan kelompok domba yang lain saat umur I 0. Domba tangkas Wanaraja tidak berbeda nyata dengan domba Margawati dan domba tangkas Sukawening saat umur I 1. Domba tangkas Wanaraja berbeda nyata dengan domba pedaging pada umur I 2. Karakteristik ukuran tubuh domba betina, sebagian besar tertinggi ditampilkan oleh domba pedaging Wanaraja umur I 0 dan I 4, sedangkan saat umur I 1, I 2 dan I 3 tidak menunjukkan perbedaan ukuran tubuh dari kelima kelompok domba. Keragaman yang tampak dari setiap kelompok domba pada umur dan jenis kelamin yang berbeda umumnya ukuran bobot badan, lebar ekor, telinga dan tanduk pada jantan. Jarak genetik kelompok domba tangkas Wanaraja dengan tangkas Sukawening merupakan jarak yang paling dekat dibandingkan dengan kelompok domba yang lain (1,16), sedangkan domba pedaging Wanaraja memiliki jarak genetik yang paling jauh dengan domba Margawati (6,17). Secara fenogram, domba Margawati terpisah dari kelompok domba tangkas Wanaraja, tangkas Sukawening, pedaging Wanaraja dan Sukawening. Namun, jarak genetiknya cenderung lebih ii

3 dekat dengan kelompok domba tangkas Wanaraja dan domba tangkas Sukawening. Peubah yang digunakan sebagai penduga pembeda kelompok maupun tipe domba Garut berasal dari ukuran panjang dan lebar telinga, lebar ekor serta lebar dada. Kelompok domba Margawati memiliki kesamaan ukuran tubuh yang besar dalam kelompoknya, hanya dipengaruhi domba tangkas Wanaraja (10,78%) dan domba tangkas Sukawening (17,65%). Kata-kata kunci: domba Garut, jarak genetik, ukuran-ukuran tubuh iii

4 ABSTRACT Study of Fenotipik Variety and Genetic Distance Among Garut Sheep in BPPTD Margawati, Wanaraja and Sukawening District in Regency of Garut Kertanugraha T., C. Sumantri, and S.S. Mansjoer A study to collect informations of body measurements variation, genetic distance, phylogenetics tree and discriminant variables between Garut sheep were done at BPPTD Margawati, Wanaraja and Sukawening district in regency of Garut. A total of 413 heads samples Garut sheep were used in this study. Data obtained were analyzed by using General Linear Model (GLM), discriminant and canonical analysis with SAS package program version 7.0 and program MEGA2 to get the construction of phenograms tree. The results indicated that body measurements of male fighting sheep at Wanaraja were higher than other sheep at 1 and 2 years, but body measurements at 1,0-1,5 years were higher from Margawati sheep. Body measurements of female meat sheep at Wanaraja were higher than other sheep at 1 and 4 years, but body measurements at 1-3 years were not difference from five groups female sheep. Variety was evident from every group of sheep is body weight, tail width, ears and horns. The closed genetic distance was between the fighting sheep at Wanaraja and the fighting sheep at Sukawening (1,16), while the lengths genetic distance was between the meat sheep at Wanaraja and the sheep at Margawati (6,17). Phenogram tree showed the sheep at Margawati was outside from the fighting and meat sheep at Wanaraja and Sukawening, but genetic distance more closed by the fighting sheep at Wanaraja and Sukawening. The length and width ears, tail width and chest width was most discriminant variables to determine the differences of sheep groups. Keywords: Garut sheep, genetic distance, body measurements iv

5 STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT TANTAN KERTANUGRAHA D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 v

6 STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT Oleh TANTAN KERTANUGRAHA D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 30 Nopember 2006 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. NIP Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc. NIP vi

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Tantan Kertanugraha lahir pada tanggal 8 Juni 1983 di Desa Selaawi, Kecamatan Selaawi, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Suparman (Alm) dan Ibu Yeyeh Satyanah. Penulis memulai sekolah pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Sejahtera, Kecamatan Selaawi, Kabupaten Garut pada tahun Jenjang pendidikan formal dilalui penulis di SD Negeri Selaawi 1 dan selesai pada tahun Pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTP Negeri 1 Selaawi dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMA Negeri 1 Limbangan. Penulis melanjutkan studi pada tahun 2002 di Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) bidang olahraga bola voli dan menjadi sekretaris umum pada periode Penulis sering menyalurkan hobi dengan mengikuti berbagai kegiatan yang berhubungan dengan olahraga, khususnya bola voli. vii

8 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat, taufik dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Studi Keragaman Fenotipik dan Jarak Genetik antar Domba Garut di BPPTD Margawati, Kecamatan Wanaraja dan Kecamatan Sukawening Kabupaten Garut dibawah bimbingan Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. dan Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer. Skripsi ini disusun berdasarkan data yang diperoleh melalui penelitian lapangan dan wawancara di UPTD BPPTD Margawati, Kecamatan Wanaraja dan Sukawening selama 3 bulan, dari awal bulan Maret sampai dengan akhir bulan Mei Penulis juga melakukan studi pustaka yang berhubungan dengan penelitian ini dari persiapan penelitian sampai selesainya Skripsi ini. Penulis sangat menyadari Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, serta mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Penulis berharap semoga Skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca umumnya, serta untuk kemajuan ilmu pengetahuan terutama kemajuan pembangunan peternakan Indonesia. Bogor, Nopember 2006 Penulis viii

9 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan dan Manfaat... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Domba Garut... 3 Klasifikasi dan Asal Usul... 3 Karakteristik Domba Garut... 5 Karakteristik Domba Garut Tipe Tangkas... 6 Karakteristik Domba Garut Tipe Pedaging... 7 Keragaman Fenotipik... 7 Jarak Genetik... 8 Pohon Filogenetik... 9 Analisis Kanonikal MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Materi Ternak Bahan Alat Metode Pengumpulan Data Peubah yang Diukur Analisis Data Analisis Statistik Deskriptif Uji Rerata Analisis Diskriminan Analisis Korelasi Kanonik ii iv vii viii ix xi xii xiii ix

10 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Daerah Penelitian Letak Geografis Populasi Ternak Domba Manajemen Beternak Domba Sistem Pemeliharaan dan Perkawinan Ternak Domba Perkandangan Pemberian Pakan Kesehatan Seleksi Karakteristik Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut Jarak Genetik antar Kelompok Domba Garut Gambaran Kanonikal dari Kelima Kelompok Domba Garut KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

11 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Ukuran-ukuran Tubuh Domba Ekor Tipis Jantan pada Kondisi Gemuk dan Sedang di Sekitar Daerah Bogor Ukuran-ukuran Tubuh Domba Ekor Gemuk Standar Domba Garut Dewasa Berdasarkan Rerata Sifat Kuantitatif Jumlah dan Sebaran Contoh Ternak Domba Garut Kondisi Geografi di Ketiga Lokasi Penelitian Penggunaan Lahan di Ketiga Lokasi Penelitian Populasi Ternak Ruminansia di Lokasi Penelitian Rerata, Simpangan Baku dan Hasil Uji Rerata Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I 0 (<1 tahun) untuk Jenis Kelamin Jantan dan Betina Rerata, Simpangan Baku dan Hasil Uji Rerata Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I 1 (1,0-1,5 tahun) untuk Jenis Kelamin Jantan dan Betina Rerata, Simpangan Baku dan Hasil Uji Rerata Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I 2 (1,5-2,0 tahun) untuk Jenis Kelamin Jantan dan Betina Rerata, Simpangan Baku dan Hasil Uji Rerata Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I 3 (2,5-3,0 tahun) dan I 4 (3,5-4,0 tahun) untuk Jenis Kelamin Betina Koefisien Keragaman Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I 0 (< 1 tahun) untuk Jenis Kelamin Jantan dan Betina Koefisien Keragaman Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I (1-4 tahun) untuk Jenis Kelamin Jantan dan Betina Matrik Jarak Genetik antar Kelompok Domba Garut Struktur Total Kanonik Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut Persentase Nilai Kesamaan dan Campuran di Dalam dan di Antara Kelompok Domba Garut xi

12 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Cara Pengukuran Ukuran-ukuran Tubuh Pohon Fenogram dari Kelima Kelompok Domba Garut Gambaran Kanonikal dari Kelompok Domba Margawati (M), Tangkas Wanaraja (T), Pedaging Wanaraja (P), Tangkas Sukawening (A) dan Pedaging Sukawening (D) xii

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Peta Kabupaten Garut xiii

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang menjadi salah satu ternak lokal di Indonesia. Domba memiliki potensi yang cukup besar dalam rangka meningkatkan produksi daging. Domba yang berkembang di Indonesia antara lain domba ekor tipis atau domba lokal, domba ekor sedang atau domba Priangan dan domba ekor gemuk. Populasi domba di Indonesia pada tahun 2005 mencapai ekor, populasi domba yang paling banyak di Indonesia terdapat di Propinsi Jawa Barat sebanyak ekor (Ditjenak, 2005). Populasi domba di Kabupaten Garut mencapai ekor (BPS Kabupaten Garut, 2004). Domba Garut atau domba Priangan merupakan domba lokal Indonesia yang banyak tersebar di Jawa Barat, terutama di Kabupaten Garut. Domba Garut memiliki tingkat kesuburan tinggi (prolifik), memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai sumber daging dan dapat dijadikan sebagai daya tarik pariwisata daerah. Domba Garut banyak dipelihara sebagai domba aduan (tipe tangkas) dan sebagai sumber pedaging (tipe pedaging). Domba Garut tipe tangkas memiliki telinga yang pendek dengan tanduk yang kekar dan besar. Domba Garut tipe pedaging banyak tersebar di Kecamatan Wanaraja dan Sukawening. Domba ini mempunyai tubuh yang kompak, telinga yang panjang, memiliki wol yang halus dengan warna dasar dominan putih, serta memiliki paha belakang yang cukup besar. Masyarakat peternak di Kecamatan Wanaraja dan Sukawening banyak memelihara domba Garut tipe pedaging. Seiring dengan adanya tempat adu ketangkasan domba Garut di Wanaraja, maka banyak peternak di Wanaraja dan Sukawening yang memelihara domba Garut tipe tangkas. Hal ini menyebabkan populasi domba pedaging menurun dan terjadi perkawinan antara domba Garut pedaging dengan domba Garut tangkas yang diharapkan dapat memperbaiki mutu genetik domba Garut. Pemeliharaan domba umumnya bertujuan sebagai tabungan yang sewaktuwaktu dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak, sebagai penghasil daging dan kotorannya dapat digunakan sebagai pupuk. Pemeliharaan domba Garut tipe tangkas biasanya sebagai hobi atau kesenangan untuk dijadikan domba adu. Balai Pengembangan Pembibitan Ternak Domba (BPPTD) Margawati sebagai sentra 1

15 pembibitan domba Garut, pemeliharaannya diarahkan untuk menghasilkan domba Garut untuk bibit dan pelestarian domba Garut. Kecamatan Wanaraja dan Kecamatan Sukawening sebagai salah satu sentra pengembangan dan penghasil bibit domba pedaging di Kabupaten Garut. Domba Garut di Kabupaten Garut merupakan salah satu sumber daya genetik atau sebagai salah satu plasma nutfah Indonesia, maka perlindungan dan pelestarian terhadap plasma nutfah domba Garut perlu dilakukan. Untuk itu diperlukan dukungan dari masyarakat peternak, pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam upaya pelestarian domba Garut. Sebagai langkah awal dari upaya ini, maka dilakukan suatu penelitian tentang karakteristik fenotipe untuk sifat kuantitatif pada domba Garut. Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi keragaman ukuranukuran tubuh, jarak genetik, pohon fenogram dan faktor peubah pembeda antar domba Garut di BPPTD Margawati, Kecamatan Wanaraja dan Kecamatan Sukawening. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi karakteristik sifat kuantitatif domba Garut dan keragaman genetiknya. 2

16 Klasifikasi dan Asal Usul TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Domba termasuk dalam kingdom Animalia (hewan), filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mammalia (hewan menyusui), ordo Arthiodactyla (hewan berkuku genap), famili Bovidae (hewan memamah biak), genus Ovis (domba), spesies Ovis aries (domba yang didomestikasi) (Ensminger, 1991). Pada mulanya domba didomestikasi di kawasan Eropa dan Asia. Domba-domba domestik umumnya memiliki komposisi genetik dari berbagai jenis domba lainnya seperti domba Argali, Ovis ammon, yang hidup di Asia tengah, domba Urial, Ovis vignei, juga hidup di Asia dan domba Moufflon, Ovis musimon, yang hidup di Asia kecil dan Eropa (Devendra dan McLeroy, 1982). Di Indonesia, domba dikelompokkan menjadi domba Ekor Tipis (Javanese Thin Thailed), domba Ekor Gemuk (Javanese Fat Thailed) dan domba Priangan yang dikenal dengan domba Garut (Mulyaningsih, 1990). Domba Ekor Tipis banyak terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah, domba ini memiliki ciri-ciri seperti; termasuk golongan domba kecil dengan berat potong sekitar kg, warna bulu putih dan biasanya memiliki bercak hitam di sekeliling matanya, ekornya tidak menunjukkan adanya deposisi lemak, domba jantan memiliki tanduk melingkar, sedangkan betina biasanya tidak bertanduk, dan bulunya berupa wol yang kasar (Hardjosubroto, 1994). Tabel 1. Ukuran-ukuran Tubuh Domba Ekor Tipis Jantan pada Kondisi Gemuk dan Sedang di Sekitar Daerah Bogor. Ukuran Tubuh Gemuk Sedang Bobot badan (kg) Tinggi pundak (cm) Panjang badan (cm) Lingkar dada (cm) Dalam dada (cm) Lingkar paha (cm) Panjang paha (cm) Lingkar bokong (cm) Lebar panggul (cm) Sumber : Pulungan (1981) 19,6 57,4 47,0 63,1 24,0 24,9 17,6 16,0 10,4 16,7 56,7 47,0 59,8 22,2 23,6 17,5 15,1 9,8 3

17 Domba Ekor Gemuk dikenal karena bentuk ekornya yang gemuk, sehingga digolongkan ke dalam domba Ekor Gemuk (Mulyaningsih, 1990). Domba Ekor Gemuk banyak terdapat di Jawa Timur dan Madura, serta pulau-pulau di Nusa Tenggara, dengan karakteristik khas domba Ekor Gemuk adalah ekor yang besar, lebar dan panjang. Bagian pangkal ekor membesar sebagai timbunan lemak. Domba ini merupakan domba tipe pedaging, berat badan jantan dewasa antara kg, sedangkan bobot badan betina dewasa kg (Hardjosubroto, 1994). Tabel 2. Ukuran-ukuran Tubuh Domba Ekor Gemuk Ukuran Tubuh Jantan Betina Bobot badan (kg) Panjang badan (cm) Tinggi (cm) Lingkar dada (cm) Lebar ekor (cm) Sumber : Djajanegara et al. (1992) 24,8-34,3 56,3-60,9 59,7-63,8 67,2-79,8 11,0-15,8 25,2-31,4 54,2-59,1 57,9-60,9 65,9-76,7 9,6-15,2 Menurut Merkens dan Soemirat (1926), domba Garut merupakan domba yang diduga terbentuk secara spontan melalui populasi awal hasil persilangan antara domba Lokal, domba Merino dari Australia dan domba Kaapstad dari Afrika Barat Daya. Persilangan tersebut diperkirakan terjadi sejak tahun 1864, ketika pemerintah Hindia Belanda mengimpor Merino dari Australia. Merino ini dipelihara oleh K. F. Holl di tanah pertaniannya di daerah Garut. Kemudian pada tahun 1886, K. F. Holl menyebarluaskan beberapa ekor miliknya kepada petani-peternak di sekitarnya dan kepada Bupati Limbangan Van Nispon, para tokoh pribumi di Garut dan Tarogong serta kepada orang-orang Eropa di Sumedang dan Bandung. Domba dengan tipe yang cukup seragam diperoleh sekitar tahun 1960-an, terutama domba tipe khusus sebagai domba adu yang dikembangkan oleh para penggemar domba di daerah Garut dan sekitarnya. Domba Garut adalah keturunan dari hasil persilangan antara domba Merino, Kaapstad dan domba Lokal, sehingga terbentuknya suatu tipe domba Garut yang ada seperti ini (Triwulaningsih et al., 1981). Menurut Mason (1980), perpaduan ini sebagaimana tampak dari tinggi badan dan bentuk ekor yang gemuk diperkirakan berasal dari domba Afrika dan bentuk wool serta tanduk dari domba Merino. Sifat 4

18 tangkas diperkirakan dari domba Lokal (Mulliadi, 1996). Sampai seberapa jauh sebaran perbandingan darah dan pengaruh domba Merino, Kaapstad dan domba Lokal pada domba Garut belum diketahui dengan jelas (Triwulaningsih et al., 1981) dan akibat persilangan yang tidak terencana maka di daerah Garut terdapat dua arah pengembangan yaitu yang mengarah kepada domba tipe daging dan domba tipe tangkas (Mulyaningsih, 1990). Karakteristik Domba Garut Domba Garut yang dilaporkan Budinuryanto (1991), mempunyai ciri-ciri profil kepala memanjang dan ramping, muka bagian atas lebih lebar, lereng hidung agak cembung, lubang hidungnya lebar dan tidak berbulu, memiliki bibir yang tebal dan berbulu pendek. Pada jantan mempunyai tanduk besar dan berat, panjang mencapai 55 cm, dasar tanduk 21 cm, jarak antara dasar tanduk hampir bersentuhan satu sama lain, permukaan tanduk kelihatan bersudut tiga dan dijumpai banyak sekali guratan transversal. Ciri-ciri domba Garut berdasarkan kekhasannya menurut Heriyadi et al. (2002) adalah untuk jantan memiliki telinga rumpung (panjang tidak lebih dari 4 cm) atau ngadaun hiris (panjang 4-8 cm); ekor berbentuk segitiga terbalik, gemuk atau berlemak pada pangkal ekor dan mengecil ke begian bawah; tanduk kokoh, besar dan melingkar; dan muka ngabangus kuda, cembung, lebar dan bangus benguk. Domba Garut betina memiliki telinga pendek (rumpung) atau medium (ngadaun hiris); tidak bertanduk atau tanduk kecil; ekor kecil berbentuk segitiga terbalik, gemuk atau berlemak pada pangkal ekor dan mengecil ke bagian bawah; dan muka panjang ngabenguk. Tabel 3. Standar Domba Garut Dewasa Berdasarkan Rerata Sifat Kuantitatif Parameter Domba Jantan Domba Betina Bobot badan (kg) Panjang badan (cm) Lingkar dada (cm) Tinggi pundak (cm) Lebar dada (cm) Sumber : Heriyadi et al. (2002) 57,74 ± 11,96 63,41 ± 5,72 88,73 ± 7,58 74,34 ± 5,84 22,08 ± 8,21 36,89 ± 9,35 56,37 ± 4,58 77,41 ± 6,74 65,61 ± 4,85 16,04 ± 2,05 5

19 Pengamatan Merkens dan Soemirat (1926) bahwa domba Garut dapat menghasilkan 50 persen daging dari berat badan, sedangkan untuk domba Eropa dapat menghasilkan bobot potong persen. Domba Garut tergolong dalam domba tipe berat tetapi termasuk dalam ras ringan. Dengan pemeliharaan yang baik bobot badannya mencapai kg pada jantan dan kg untuk betina. Oleh karena itu, domba Garut mempunayi prestasi keunggulan lebih baik sebagai penghasil daging (Mulliadi, 1996). Karakteristik Domba Garut Tipe Tangkas Morfologi tubuh domba Garut tipe tangkas berbeda dengan tipe domba lainnya, yaitu bergaris muka cembung, telinga rumpung atau kecil, jantan memiliki tanduk yang kokoh dan kuat, bergaris punggung cekung, pundak lebih tinggi dari bagian belakang dan panggul lebih rapat dengan dada berukuran besar, ekor bertipe sedang sampai gemuk, sedangkan betina bertanduk kecil, garis punggung lurus, bagian dada tidak tampak mengembang seperti halnya pada jantan dan ekornya bertipe sedang (Mulliadi, 1996). Ciri-ciri domba Garut tangkas menurut Budinuryanto (1991) memiliki mata besar, bersih dan bersinar tajam; pembuluh darah yang besar pada kelopak mata, raut muka kuat dan kencang; mulut lebar atau besar dengan bibir yang tebal; punggung lurus dengan posisi bagian depan lebih tinggi dibandingkan bagian belakang; bentuk tubuh panjang dan bulat, bagian dadanya besar, lebar dan kuat; dan memiliki kaki yang besar, pendek dan kuat. Penelitian yang dilakukan Anang (1992), pada domba tangkas jantan dewasa mendapatkan bobot badan antara kg atau reratanya 66,78±7,93 cm, sedangkan ukuran badan lainnya tinggi pundak antara cm, tinggi punggung cm, lingkar dada cm, panjang badan cm dan lebar dada antara cm. Ukuran tubuh bibit domba Garut betina tipe tangkas menurut hasil penelitian Ruminah (2003), memiliki bobot badan 42,33±7,53 kg, panjang badan 70,37±4,33 cm, lingkar dada 83,44±5,62 cm, tinggi pundak 70,37±4,33 cm, lebar dada 16,31±2,05, dalam dada 34,15±3,35 cm, panjang kelangkang 22,79±2,09 cm dan lebar pangkal paha 18,76±1,87 cm. Anang (1992) menyatakan bahwa bentuk ekor pada domba tangkas dikategorikan dalam dua bentuk, yaitu bentuk segitiga dengan panjang rerata 22,0±3,88 cm dan lebar 9,33±3,30 cm serta bentuk pangkal gemuk dengan panjang rerata 22,40±3,30 cm dan lebar 11,55±2,10 cm. 6

20 Karakteristik Domba Garut Tipe Pedaging Domba Garut pedaging jantan maupun betina memiliki ciri-ciri garis muka lurus, bentuk mata normal, bentuk telinga hiris dan rubak, garis punggung lurus, bentuk bulu lurus dengan warna dasar dominan putih, jantan bertanduk dan betina kebanyakan tidak bertanduk (Riwantoro, 2005), tipe ekor sedang, panjang telinga lebih dari 9 cm dengan posisi menggantung ke tanah serta bagian belakang (paha dan kelangkang) lebih besar (Mulliadi, 1996). Domba pedaging di Garut merupakan domba sisa hasil seleksi atau domba afkir dari domba tangkas baik jantan maupun betina, dapat pula sebagai hasil dari perkawinan baik disengaja atau tidak sengaja dengan pejantan domba tangkas (Mulliadi, 1996). Domba Garut pedaging jantan umur I 1 memiliki rerata ukuran tubuh seperti bobot badan 31,44±5,22 kg, tinggi pundak 58,28 cm, panjang badan 71,28 cm, lingkar dada 60,67 cm, dalam dada 28,89 cm dan lebar dada 16,00 cm (Salamahwati, 2004), sedangkan umur I 2 memiliki rerata bobot badan 26,25±1,77 kg, tinggi pundak 59,25 cm, panjang badan 54,00 cm, lingkar dada 68,00 cm, dalam dada 28,00 cm dan lebar dada 15,.00 cm (Nurhayati, 2004). Domba Garut pedaging betina pada umur I 4 memiliki rerata ukuran tubuh seperti bobot badan 30,17-31,50 kg, tinggi pundak 59,67-61,45 cm, panjang badan 54,33-56,85 cm, lingkar dada 63,33-72,60 cm, dalam dada 12,89-14,40 cm dan lebar dada 16-18,33 cm (Nurhayati, 2004; Salamahwati, 2004). Keragaman Fenotipik Keragaman fenotipik menunjukkan perbedaan penampilan atau ukuran di antara individu dalam suatu populasi untuk sifat tertentu (Lasley, 1978). Keragaman fenotipik sifat kuantitatif yang dimiliki setiap individu dikontrol oleh banyak pasangan gen yang aksinya bersifat aditif dan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Noor, 2000). Mempelajari komponen-komponen keragaman pada ternak sangat penting artinya, karena akan membantu dalam perencanaan pemuliaan untuk meningkatkan mutu genetik (Liu dan Makarechian, 1990). Keragaman fenotipik total merupakan sumbangan keragaman yang disebabkan oleh faktor genetik, lingkungan dan interaksi keduanya (Lasley, 1978). Keragaman fenotipik total dari suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh genetik digunakan istilah heritabilitas (Warwick et al., 1983). Heritabilitas dalam arti sempit 7

21 merupakan dugaan bagian aditif dari ragam keturunan yang sangat penting, karena dapat menunjukkan perubahan yang dicapai seleksi untuk suatu sifat dalam populasi (Johansson dan Rendel, 1968). Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi keragaman fenotipik setiap individu ternak dapat berupa lingkungan internal (seks, umur, pengaruh maternal, kebuntingan) dan dapat pula berupa lingkungan eksternal (lokasi, musim, klimat, penyakit dan pakan) (Turner dan Young, 1969). Penanda fenotipik merupakan penanda yang telah banyak digunakan baik dalam program genetika dasar maupun dalam program praktis pemuliaan, karena penanda ini paling mudah untuk diamati dan dibedakan (Sarbaini, 2004). Lebih lanjut Sarbaini (2004) mengemukakan bahwa penanda fenotifik merupakan penciri yang ditentukan atas dasar ciri-ciri fenotipe yang dapat diamati atau dilihat secara langsung, seperti; ukuran-ukuran permukaan tubuh, bobot badan, warna dan pola warna bulu tubuh, bentuk dan perkembangan tanduk dan sebagainya. Perubahan sifat morfologi pada domba seperti panjang ekor yang digunakan sebagai tempat penimbunan lemak dan perubahan wol menjadi bulu kasar merupakan adaptasi terhadap lingkungan. Perbedaan pada bobot badan, struktur tubuh, pola warna tubuh dan kepadatan wol adalah contoh karakteristik sifat morfologi yang berlainan antar agroekosistem yang dapat dijadikan sebagai gambaran spesifikasi bangsa ternak tersebut (Suparyanto et al., 1999). Jarak Genetik Jarak genetik adalah tingkat perbedaan gen antar populasi atau spesies yang diukur oleh beberapa kuantitas numerik (Nei, 1987). Penelitian tentang pendugaan jarak genetik telah banyak dilakukan dengan pendekatan analisis molekuler seperti analisis polimorfisme protein darah (Astuti, 1997). Hal ini disebabkan sifat seleksi pada tingkat molekuler hanya terjadi secara alami, bukan hasil rekayasa manusia (Hartl, 1988). Menurut Tan (1996), analisis pada tingkat DNA akan memberikan hasil estimasi jarak genetik yang jauh lebih akurat dibandingkan analisis lokus biokimia maupun metode lainnya. Namun, analisis molekuler membutuhkan fasilitas yang memadai dan dana yang besar (Suparyanto et al., 1999). Metode yang lebih murah dan sederhana dapat dilakukan dengan penentuan pola perbedaan sifat fenotipik yang dapat ditemui dalam setiap individu ternak (Hartl, 1988). 8

22 Pengukuran parameter tubuh bisa digunakan untuk menduga asal usul bangsa ternak (Sarbaini, 2004). Penggunaan ukuran-ukuran tubuh sebagai penduga terhadap jarak genetik dan peubah pembeda dari lima kelompok kambing Andalusia dengan menggunakan analisis diskriminan telah dilaporkan oleh Herera et al. (1996). Suparyanto et al. (1999) juga telah melakukan penelitian menggunakan beberapa ukuran tubuh (bobot badan, panjang badan, lingkar dada, tinggi pinggul, lingkar pinggul, dalam pinggul, panjang ekor, lebar ekor, dan tebal ekor) sebagai penduga terhadap jarak genetik dan peubah pembeda kelompok domba di Indonesia dengan pendekatan teknik diskriminan dan canonical dalam analisis morfologi. Fungsi diskriminan sederhana dapat digunakan untuk penentuan jarak genetik (Herera et al., 1996). Fungsi diskriminan yang digunakan melalui pendekatan jarak Mahalanobis seperti yang dijelaskan oleh Nei (1987), dimana matriks ragam peragam antara peubah dari masing-masing kelompok domba yang diamati digabungkan menjadi sebuah matriks. Statistik Mahalanobis (D 2 ) merupakan pengukuran jarak untuk sifat kuantitatif yang paling sering digunakan. Pengukuran jarak genetik didasarkan pada jarak suatu organisme atau gen yang berhubungan, sehingga efek polimorfisme dalam populasi diabaikan (Nei, 1987). Pohon Filogenetik Pohon filogenetik adalah diagram cabang yang menggambarkan hipotesa pertalian yang berhubungan dengan silsilah dan pengurutan peristiwa historikal yang menghubungkan suatu organisme, populasi, atau taksa dari seluruh organisme atau kelompok-kelompok dari seluruh organisme (Wiley, 1981). Hubungan antara populasi dengan spesies memberitahukan tentang bagian goegrafik dan hubungan reproduktif. Pohon filogenetik yang menggambarkan jalur evolusioner dari kelompok spesies atau populasi diberi nama pohon spesies atau pohon populasi (Nei, 1987). Pola percabangan pada pohon spesies dinamakan topologi, walaupun pola pemisahan gen sesuai dengan pola pemisahan spesies, topologi dari pembentukan pohon gen mungkin masih kurang sesuai dengan pohon spesies jika jumlah nukleotida atau asam amino yang diperiksa sedikit (Nei, 1987). Pohon filogeni dikatakan sebagai diagram cabang yang menentukan hubungan secara biologi antar kelompok dan menafsirkan karakter unik sebagai inovasi evolusioner (Wiley, 1981). 9

23 Pohon filogenetik dibentuk dengan mempertimbangkan hubungan antara jarak genetik yang dihitung untuk semua spesies atau populasi (Nei, 1987). Metode jarak rata-rata (UPGMA) merupakan metode yang paling sederhana untuk membangun fenogram dan pohon filogenetik, khususnya ketika mengukur jarak dimana nilai yang diharapkan kira-kira proporsional terhadap waktu evolusioner yang digunakan (Nei, 1987). Keuntungan yang didapat dari penggunaan teknik ini adalah bersifat sederhana dan berguna pada kondisi kelompok yang relatif stabil. Metode UPGMA didasarkan pada asumsi rataan laju evolusi yang konstan (Kumar et al., 1993). Analisis Kanonikal Analisis kanonikal merupakan suatu metode perancangan reduksi data untuk menjelaskan hubungan antara dua atau lebih karakter serta membagi ragam total dari semua karakter menjadi variabel baru dalam jumlah terbatas yang tidak berkorelasi (Wiley, 1981). Menurut Herera et al. (1996), analisis kanonikal dapat digunakan untuk menentukan peta penyebaran organisme, nilai kesamaan dan nilai campuran di dalam maupun di antara kelompok organisme. Analisis variat kanonikal digunakan untuk mendapatkan kombinasi karakter yang membedakan secara keseluruhan dan dapat digunakan untuk menggambar plot skor guna membandingkan di dalam dan di antara variabilitas populasi pada dimensi yang kecil (Wiley, 1981). Analisis kanonikal adalah perluasan dari analisis diskriminan linier dengan mempertimbangkan kasus dari tiga atau lebih kelompok yang ditandakan secara teori. Aplikasi lainnya dari teknik analisis kanonikal adalah mengeksplorasi kumpulan data untuk mendapatkan kejelasan pada tingkat spesies dengan menggunakan populasi lokal sebagai pengelompokan (Wiley, 1981). Pada analisis diskriminan parameter fenotipik, dapat ditentukan pula parameter morfometrik yang menunjukan penanda bangsa dan disebutkan sebagai peubah pembeda bangsa (Suparyanto et al., 1999). Analisis diskriminan dirancang untuk memaksimalkan perbedaan antar populasi, maka pada analisis diskriminan akan dicari karakterkarakter yang memberikan pemisahan terbaik (Wiley, 1981). 10

24 MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian lapangan dilakukan di tiga tempat, yaitu Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Pembibitan Ternak Domba (UPTD BPPTD) Margawati Kecamatan Garut Kota, Kecamatan Wanaraja dan Kecamatan Sukawening Kabupaten Garut. Penelitian lapangan ini dilakukan selama tiga bulan dimulai dari awal bulan Maret sampai dengan akhir Mei Materi Ternak Ternak yang digunakan pada penelitian ini domba Garut tipe tangkas dan tipe pedaging. Jumlah ternak yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 413 ekor. Jumlah dan sebaran contoh ternak domba menurut kelompok domba, kelompok umur dan jenis kelamin yang berbeda pada penelitian ini disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah dan Sebaran Contoh Ternak Domba Garut Kelompok Domba Jenis Kelompok Umur Kelamin I 0 I 1 I 2 I 3 I 4 Jumlah (ekor) Margawati ( M ) Jantan Betina Tangkas Wanaraja ( T ) Jantan Betina Pedaging Wanaraja ( P ) Jantan Betina Tangkas Sukawening ( A ) Jantan Betina Pedaging Sukawening ( D ) Jantan Betina Jumlah Keterangan: I 0 = umur kurang dari 1 tahun I 3 = umur 2,5-3,0 tahun I 1 = umur 1,0-1,5 tahun I 4 = umur 3,5-4,0 tahun I 2 = umur 1,5-2,0 tahun Bahan Penelitian ini dilakukan pada contoh domba Garut milik Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat (UPTD BPPTD Margawati) dan domba Garut milik masyarakat yang ada di Kecamatan Wanaraja dan Kecamatan Sukawening Kabupaten Garut. 11

25 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini timbangan gantung kapasitas 100 kg, tongkat ukur satuan cm dengan skala 0,2 cm, pita ukur satuan cm dengan skala 1 mm, jangka sorong satuan cm dengan skala 1 mm alat-alat tulis, komputer dan perangkat lunak SAS V.7.0 serta MEGA2. Metode Pengumpulan Data Data penelitian berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari penelitian lapangan untuk memperoleh data ukuran-ukuran tubuh dan data sekunder berupa data catatan dan populasi domba yang ada di lokasi penelitian dari peternak, Dinas Peternakan Kabupaten Garut dan Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat (UPTD BPPTD Margawati). Penetapan lokasi penelitian dilakukan secara terpilih dengan pertimbangan bahwa UPTD BPPTD Margawati sebagai sentra pembibitan domba Garut, Kecamatan Wanaraja terkenal dengan domba Garut tipe pedaging serta di Wanaraja berkembang domba Garut tipe tangkas, dan Kecamatan Sukawening banyak terdapat domba Garut tipe pedaging serta ada satu kelompok peternak yang menjadi mitra UPTD BPPTD Margawati. Contoh domba Garut terdiri dari lima kelompok umur: kurang dari 1 tahun (I 0 ); umur 1,0-1,5 tahun (I 1 ); umur 1,5-2,0 tahun (I 2 ); umur 2,5-3,0 tahun (I 3 ) dan umur 3,5-4,0 tahun (I 4 ) untuk jenis kelamin jantan dan betina dari masing-masing kelompok domba. Penentuan umur contoh domba dilakukan berdasarkan pada keterangan langsung dari peternak dan berdasarkan pergantian gigi seri tetap yang diklasifikasikan menurut Devendra dan McLeroy (1982); belum ada gigi seri tetap (I 0 ), umur kurang dari 1 tahun; sepasang gigi seri tetap (I 1 ), umur 1,0-1,5 tahun; dua pasang gigi seri tetap (I 2 ), umur 1,5-2,0 tahun; tiga pasang gigi seri tetap (I 3 ), umur 2,5-3,0 tahun dan empat pasang gigi seri tetap (I 4 ), umur 3,5-4,0 tahun. Peubah yang Diukur Peubah yang diukur pada penelitian ini adalah karakteristik fenotipik yang berkaitan dengan sifat kuantitatif (bobot badan, tinggi pundak, tinggi kelangkang, panjang badan, panjang kelangkang, lebar dada, lebar pangkal paha, dalam dada, lingkar dada, lingkar kanon, panjang tengkorak, lebar tengkorak, tinggi tengkorak, 12

26 panjang ekor, lebar ekor, panjang tanduk, lingkar pangkal tanduk, jarak antar tanduk, lebar telinga dan panjang telinga). Metode pengukuran untuk masing-masing peubah dilakukan sebagai berikut ini. 1. Bobot badan (BB), ditimbang pada pagi hari sebelum domba diberi makan atau digembalakan dengan timbangan gantung kapasitas 100 kg (satuan dalam kg). 2. Panjang tengkorak (PTR) adalah jarak antara titik tertinggi sampai titik terdepan tengkorak, diukur menggunakan pita ukur satuan dalam cm. 3. Lebar tengkorak (LTR) adalah jarak antara titik penonjolan tengkorak kiri dan kanan, diukur menggunakan jangka sorong satuan dalam cm. 4. Tinggi tengkorak (TKR) adalah jarak antara titik tertinggi tengkorak sampai titik terendah rahang bawah, diukur menggunakan jangka sorong satuan dalam cm. 5. Panjang tanduk (PTD), diukur dari pangkal tanduk sampai ke ujung tanduk mengikuti alur putaran tanduk sebelah luar dengan pita ukur satuan dalam cm. 6. Lingkar pangkal tanduk (LPT), diukur melingkar pada pangkal tanduk menggunakan pita ukur satuan dalam cm. 7. Jarak antar tanduk (JAT) adalah jarak antar pangkal tanduk sebelah kanan dan kiri, diukur menggunakan jangka sorong satuan dalam cm. 8. Lebar telinga (LTL) adalah jarak dua titik terluar daun telinga secara tegak lurus terhadap panjang telinga diukur menggunakan pita ukur satuan dalam cm. 9. Panjang telinga (PTL) adalah jarak antara pangkal daun telinga sampai titik ujung telinga menggunakan pita ukur satuan dalam cm. 10. Tinggi pundak (TP) merupakan jarak tertinggi pundak sampai tanah, diukur menggunakan tongkat ukur satuan dalam cm. 11. Panjang badan (PB) adalah jarak garis lurus dari tepi depan luar tulang Scapula sampai benjolan tulang tapis (tulang duduk/ os ischum), diukur menggunakan tongkat ukur satuan dalam cm. 12. Lebar dada (LED) adalah jarak antara penonjolan sendi bahu (os scapula) kiri dan kanan, diukur dengan tongkat ukur satuan dalam cm. 13. Dalam dada (DD) adalah jarak antara titik tertinggi pundak dan tulang dada, diukur menggunakan tongkat ukur satuan dalam cm. 14. Lingkar dada (LID), diukur melingkar rongga dada di belakang sendi bahu (os scapula) menggunakan pita ukur satuan dalam cm. 13

27 Keterangan gambar: 1. Tinggi Pundak 2. Tinggi Kelangkang 3. Panjang Badan 4. Panjang Kelangkang 5. Lebar Dada 6. Lebar Pangkal Paha 7. Dalam Dada 8. Lingkar Dada 9. Lingkar Kanon 10. Panjang Tengkorak 11. Lebar Tengkorak 12. Tinggi Tengkorak 13. Panjang Ekor 14. Lebar Ekor 15. Panjang Tanduk 16. Lingkar Pangkal Tanduk 17. Jarak antar Tanduk 18. Lebar Telinga 19. Panjang Telinga Gambar 1. Cara Pengukuran Ukuran-ukuran Tubuh 14

28 15. Lingkar kanon (LKK) atau lingkar pipa, diukur melingkar di tengah-tengah tulang pipa kaki depan sebelah kiri dengan pita ukur satuan dalam cm. 16. Tinggi kelangkang (TK) adalah jarak antara titik tertinggi kelangkang sampai tanah, diukur menggunakan tongkat ukur satuan dalam cm. 17. Panjang kelangkang (PK) adalah jarak antara muka pangkal paha sampai ke benjolan tulang tapis, diukur dengan pita ukur satuan dalam cm. 18. Lebar pangkal paha (LPP) adalah jarak antara sisi luar sudut pangkal paha kiri dan kanan, diukur dengan tongkat ukur satuan dalam cm. 19. Panjang ekor (PEK) adalah jarak dari pangkal ekor sampai ujung ekor, diukur menggunakan pita ukur satuan dalam cm. 20. Lebar ekor (LEK) adalah jarak antara titik sisi kiri dan kanan pangkal ekor diukur dengan menggunakan jangka sorong satuan dalam cm. Analisis Data Data bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh domba dianalisis dengan statistik deskriptif, uji rerata, analisis diskriminan, dan analisis korelasi kanonik. Analisis Statistik Deskriptif Analisis statistik deskriptif ditujukan untuk memperoleh karakterisasi bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh pada domba Garut. Analisis ini dikerjakan dengan menghitung nilai rerata ( X ), simpangan baku (s) dan koefisien keragaman (KK) setiap peubah pada kelompok domba umur I 0, I 1 dan I 2 untuk jantan dan umur I 0, I 1, I 2, I 3 dan I 4 untuk betina dengan prosedur statistik berikut (Steel dan Torrie, 1995): X n n 2 X i ( X X ) 100s i= = 1 i KK = (%) i= 1 s = X n n 1 Keterangan: X = nilai rerata, X = ukuran ke i dari peubah X, i n = jumah contoh yang diambil dari populasi, s = simpangan baku, dan KK = koefisien keragaman. 15

29 Uji Rerata Uji rerata dilakukan untuk melihat perbedaan setiap peubah yang diamati dari kelompok domba pada kelompok umur dan jenis kelamin yang sama. Analisis yang digunakan adalah analisis ragam pola searah dengan ulangan yang tidak seimbang. Model linier untuk analisis ragam pola searah menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000) adalah sebagai berikut: Yij = μ + τ i + ε ij Keterangan: Yij = pengamatan pada kelompok ke-i, ulangan ke-j, µ = rerata umum, τ i εij = pengaruh kelompok ke-i (i =1, 2, 3, 4 dan 5), dan = pengaruh acak kelompok ke-i, ulangan ke-j. Jika berbeda nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji perbandingan berganda Duncan pada taraf nyata α = 5% (Mattjik dan Sumertajaya, 2000). Data yang tersedia umumnya memiliki jumlah contoh yang tidak sama, sehingga analisisnya dibantu dengan prosedur analisis PROC GLM (General Linier Model) dengan MEAN PERL / DUNCAN dari SAS versi 7.0. Analisis Diskriminan Analisis diskriminan digunakan untuk menentukan jarak genetik (Herera, et al., 1996). Fungsi diskriminan yang digunakan melalui pendekatan jarak Mahalanobis sebagai ukuran jarak kuadrat genetik minimum yang digunakan menurut petunjuk Nei (1987) adalah sebagai berikut : 2 Keterangan: ( i j ) = nilai statistik Mahalanobis sebagai ukuran jarak kuadrat D, D 2 1 ( i, j ) = ( X X ) C ( X X ) i j genetik antar kelompok domba ke-i dan kelompok domba ke-j; i j 1 C X i X j = kebalikan matrik gabungan ragam peragam antar peubah; = vektor nilai rerata pengamatan dari kelompok domba ke-i pada masing-masing peubah kuantitatif; dan = vektor nilai rerata pengamatan dari kelompok domba ke-j pada masing-masing peubah kuantitatif. 16

30 Analisis statistik Mahalanobis dilakukan dengan menggunakan paket program statistik SAS versi 7.0 dengan menggunakan PROC DISCRIM. Dari hasil perhitungan jarak kuadrat tersebut diatas, kemudian dilakukan pengakaran terhadap hasil kuadrat jarak, agar jarak genetik yang didapat bukan dalam bentuk kuadrat. Hasil pengakaran dianalisis lebih lanjut dengan program MEGA seperti petunjuk Kumar et al. (1993) untuk mendapatkan pohon fenogram. Teknik pembuatan pohon fenogram dilakukan dengan metode UPGMA (Unweighted Pair Group Method with Arithmetic) dengan asumsi bahwa laju evolusi antar kelompok domba adalah sama. Beberapa keuntungan yang didapat dari penggunaan teknik ini dikemukakan oleh Kumar et al. (1993) karena sederhana dan berguna pada kondisi kelompok yang relatif stabil. Analisis Korelasi Kanonik Analisis kanonikal digunakan untuk menentukan gambaran kanonikal dari kelompok domba, nilai kesamaan dan nilai campuran di dalam maupun di antara kelompok domba (Herera, et al., 1996). Analisis ini juga dipakai untuk menentukan beberapa peubah dari ukuran fenotipik yang memiliki pengaruh kuat terhadap penyebab terjadinya pengelompokan bangsa domba (pembeda bangsa). Prosedur analisis dengan menggunakan PROC CANDISC dari SAS versi

31 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Daerah Penelitian Letak Geografis Kabupaten Garut mempunyai luas wilayah sekitar 3.066,88 km 2 secara geografis terletak diantara lintang selatan dan bujur timur, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: 1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang, 2) Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya, 3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, dan 4) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur. Balai Pengembangan Pembibitan Ternak Domba (BPPTD) Margawati terletak di dua Desa, yaitu Desa Margawati dan Sukanegla, Kecamatan Garut Kota. Letak BPPTD Margawati kurang lebih 10 km dari kota Garut dan kurang lebih 8 km dari jalan raya. BPPTD Margawati dibatasi oleh Kampung Pakuwon di sebelah utara, Desa Margawati di sebelah selatan, gunung Karacak di sebelah barat dan Kelurahan Sukanegla di sebelah timur. Kecamatan Wanaraja dibatasi oleh Kecamatan Sucinaraja dan Karangpawitan pada bagian selatan, Kecamatan Pangatikan pada bagian utara, Kecamatan Banyuresmi pada bagian barat dan Kabupaten Tasikmalaya pada bagian timur. Kecamatan Wanaraja terdiri dari 8 Desa, yaitu Desa Wanaraja, Wanamekar, Cinunuk, Sukamekar, Sindangratu, Wanajaya, Sindangmekar dan Wanasari. Letak Kecamatan Wanaraja kurang lebih 11 km dari kota Garut. Jarak Kecamatan Wanaraja dengan BPPTD Margawati kurang lebih 19 km, sedangkan jarak Kecamatan Wanaraja dengan Sukawening kurang lebih 4 km. Kecamatan Sukawening dibatasi oleh Kecamatan Cibatu, Malangbong dan Kersamanah pada bagian utara, Kecamatan Karangtengah pada bagian timur, Kecamatan Banyuresmi pada bagian barat dan Kecamatan Pangatikan pada bagian selatan. Kecamatan Sukawening terdiri dari 11 Desa, yaitu Desa Sukawening, Sukamukti, Mekarluyu, Sukaluyu, Sudalarang, Sukasono, Sukahaji, Pasanggrahan, Maripari, Mekarwangi dan Mekarhurip. Letak Kecamatan Sukawening kurang lebih 15 km dari Kota Garut. Jarak Kecamatan Sukawening dengan BPPTD Margawati kurang lebih 23 km. 18

32 Tabel 5. Kondisi Geografi di Ketiga Lokasi Penelitian. Lokasi Uraian BPPTD Margawati Kecamatan Wanaraja Luas (ha) Ketinggian (m dpl) Kemiringan ( º ) Curah Hujan (mm/tahun) Temperatur ( ºC ) Bentang Lahan (ha) - Dataran - Perbukitan/Pegunungan Sumber: BPS Kabupaten Garut (2004) dan BPPTD Margawati (2005) Kecamatan Sukawening > 1000 > Kecamatan Sukawening mempunyai lahan yang paling luas dibandingkan Kecamatan Wanaraja, tetapi Kecamatan Wanaraja mempunyai persentase bentang lahan berupa dataran paling luas dibandingkan Kecamatan Sukawening dan Margawati. BPPTD Margawati dengan luas 27 ha, terdiri dari dataran seluas 2 ha yang digunakan untuk perkandangan, kantor dan perumahan, sedangkan perbukitan dengan luas 25 ha digunakan sebagai kebun rumput. Kondisi bentang lahan dari ketiga lokasi penelitian (Tabel 5) menunjukkan, bahwa lokasi yang berbukit mempunyai ketinggian di atas permukaan laut dan kemiringan yang lebih tinggi dibandingkan daerah dataran. Semakin tinggi lokasi penelitian dari permukaan laut, maka semakin rendah suhu lingkungannya. Temperatur lingkungan dari ketiga lokasi penelitian masih dalam kisaran temperatur optimal untuk domba di daerah tropis yaitu 18-31ºC (Yousef, 1985), sehingga perbedaan temperatur lingkungan pada ketiga lokasi penelitian tidak terlalu berpengaruh terhadap usaha ternak pada masing-masing lokasi penelitian. Ketinggian tempat akan mempengaruhi iklim, vegetasi tanaman dan kehidupan sosial budaya masyarakat disuatu daerah. Suhu, kelembaban dan curah hujan merupakan faktor penting dari iklim karena berpengaruh terhadap produktivitas ternak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung terlihat pada saat temperatur tinggi menyebabkan suhu tubuh meningkat, konsumsi makan menurun dan mempengaruhi reproduksi ternak. Pengaruh iklim tidak langsung terutama pada persediaan makanan, perkandangan, manajemen, serta peluang timbulnya penyakit dan parasit (Williamson dan Payne, 1993). 19

33 Adanaya perbedaan letak ketinggian serta kondisi geografi menyebabkan perbedaan penggunaan lahan. Pemanfaatan lahan di tiga lokasi penelitian disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Penggunaan Lahan di Ketiga Lokasi Penelitian. Uraian Perkampungan Persawahan Tegalan Kebun Campuran Semak Belukar Hutan Lain-lain Luas Lahan Lokasi Kecamatan Kecamatan BPPTD Margawati Wanaraja Sukawening... (ha) Sumber: BPS Kabupaten Garut (2004) dan BPPTD Margawati (2005) Tabel 6 menunjukkan bahwa lahan di Kecamatan Sukawening didominasi oleh daerah pesawahan, sehingga memiliki komoditi utama berupa beras dan hasil sampingan berupa dedak padi yang dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak. Kecamatan Sukawening memiliki lahan yang berbukit, tetapi air cukup tersedia dari sumber air yang mengalir dari pegunungan. Kecamatan Wanaraja dan BPPTD Margawati lahannya didominasi oleh kebun campuran. Kebun campuran di Kecamatan Wanaraja kebanyakan ditanami bawang putih, bawang merah, kacang tanah, cabe, kedelai dan jagung yang limbahnya seperti dedaunan bisa dimanfaatkan sebagai pakan domba. Kebun di BPPTD Margawati kebanyakan digunakan untuk budidaya pakan hijauan. Perbedaan penggunaan lahan untuk kegiatan pertanian sangat berpengaruh pada kegiatan peternakan. Kebanyakan peternak di Kecamatan Wanaraja dan Sukawening menggunakan lahan pekarangan rumah untuk lahan peternakan, sehingga lahan untuk peternakan terbatas dan berada dekat dengan rumah. Tersedianya lahan terlantar, hutan, semak belukar, kebun dan tegalan yang jumlahnya cukup luas di Kecamatan Wanaraja dan Sukawening merupakan potensi pengembangan lahan peternakan domba dan penyediaan pakan. 20

34 Populasi Ternak Domba Populasi ternak domba di Kabupaten Garut pada tahun 2004 meningkat sebanyak 5% dari ekor menjadi ekor. Produksi daging domba di Kabupaten Garut mengalami penurunan dari tahun 2003 sebanyak 399,63 ton menjadi 167,10 ton pada tahun 2004 (BPS Kabupaten Garut, 2004). Peningkatan populasi domba yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksi daging di Kabupaten Garut, mungkin disebabkan sentra-sentra produksi domba di Kabupaten Garut berhasil meningkatkan populasi domba yang disertai dengan banyaknya penjualan ternak domba keluar Kabupaten Garut. Tabel 7. Populasi Ternak Ruminansia di Lokasi Penelitian Uraian Domba Kambing Kerbau Sapi Perah Sapi Potong Lokasi Kecamatan Kecamatan BPPTD Margawati Wanaraja Sukawening... (ekor) Total Sumber: BPS Kabupaten Garut (2004) dan BPPTD Margawati (2005) Dari Tabel 7 menunjukkan bahwa ternak domba merupakan ternak yang paling banyak ditemui di tiga lokasi penelitian dibandingkan ternak ruminansia lainnya, seperti sapi perah, sapi potong, kerbau dan kambing. Ternak domba pada umumnya lebih disukai oleh para peternak di lokasi penelitian dibanding ternak ruminansia yang lain, karena sudah menjadi tradisi turun temurun, pemeliharaannya yang mudah, ketersediaan pakan yang memadai dan tersedianya pasar untuk ternak domba. BPPTD Margawati sebagai sentra pembibitan dan pelestarian domba, sehingga pemeliharaannya hanya terpokus pada domba. Kecamatan Wanaraja dan Sukawening memiliki populasi ternak domba yang hampir sama. Ternak kambing, kerbau, sapi perah dan sapi potong banyak terdapat di Kecamatan Wanaraja dibandingkan Sukawening. Hal ini disebabkan Kecamatan Wanaraja sebagai daerah peternakan terpadu dan banyak terdapat kelompok-kelompok peternak. 21

35 Manajemen Beternak Domba Sistem Pemeliharaan dan Perkawinan Ternak Domba Sistem pemeliharaan ternak domba yang digunakan dari ketiga lokasi penelitian hampir sama, yaitu ternak domba tidak digembalakan atau diumbar karena tidak terdapatnya lahan penggembalaan serta akan merusak tanaman pada lahan pertanian. Sistem pemeliharaan antara domba tangkas dengan domba pedaging terutama domba jantan memiliki perbedaan, hal ini terlihat dari adanya perbedaan pakan yang diberikan, penanganan kesehatan dan kandang. Sistem perkawinan ternak domba di Kecamatan Wanaraja dan Sukawening hampir sama, yaitu menggunakan kawin alam dengan bantuan manusia. BPPTD Margawati menggunakan pola perkawinan secara kawin alam dengan rasio jantan dan betina 1 : selama 2 bulan, tetapi dilakukan juga secara Inseminasi Buatan dengan semen cair dan semen beku. Pola perkawinan secara Inseminasi Buatan pada domba kurang disukai oleh peternak karena sangat sulit dan perlu inseminator serta hasil kawin alam masih lebih baik daripada Inseminasi Buatan. Perkandangan Kandang yang dipergunakan oleh peternak di tiga lokasi penelitian secara umum menggunakan kandang panggung yang berbahan kayu dan bambu. Kecamatan Wanaraja banyak menggunakan sistem kandang individu, sedangkan Kecamatan Sukawening banyak menggunkan sistem kandang koloni untuk domba pedaging dan menggunakan kandang individu untuk domba tangkas. BPPTD Margawati menggunakan sistem kandang individu untuk domba pejantan dan induk serta sistem kandang koloni untuk domba kawin, domba lepas sapih dan domba muda. Lantai kandang terbuat dari belahan-belahan kayu atau bambu yang disusun jarang, tujuannya agar mempermudah dalam membersihkan kotoran dan urin domba. Dinding kandang kebanyakan menggunakan kayu untuk domba tangkas jantan, sedangkan untuk domba pedaging kebanyakan menggunakan bambu. BPPTD Margawati menggunakan atap kandang dari seng yang bergelombang, sedangkan pada daerah Wanaraja dan Sukawening menggunakan atap kandang dari genting. Perbedaan bahan atap kandang yang digunakan akan mempengaruhi suhu di sekitar kandang. 22

36 Kandang domba di Kecamatan Wanaraja kebanyakan berada di dekat atau pekarangan rumah, sedangkan di Kecamatan Sukawening kandang berada di dekat rumah, di kebun dan di pegunungan. Kandang jantan dibangun dengan kuat dan luas ruangannya dibatasi, karena domba jantan sering melakukan tingkah laku berkelahi, memukulkan tanduk, mendengus dan menghentakan kaki. Kandang induk dan anak membutuhkan ruang kandang yang lebih luas dan tidak membutuhkan kontruksi kandang yang sangat kokoh. Pemberian Pakan Pemberian pakan merupakan salah satu faktor penting dalam suatu peternakan, karena pakan sangat berperan terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup suatu ternak. Pemberian pakan pada domba Garut berdasarkan tujuan pemeliharaan. Domba yang tujuannya untuk menghasilkan domba adu, pemberian pakannya lebih teratur dan suka diberi makanan tambahan seperti madu, telur, jamu, dan lain-lain. Domba yang tujuannya untuk menghasilkan domba pedaging, pemberian pakannya berupa hijauan atau kosentrat saja. Pemberian pakan di BPPTD Margawati dilakukan 4 kali dalam sehari, yaitu jam WIB berupa pakan hijauan, jam WIB berupa kosentrat, jam WIB dan jam WIB berupa hijauan. Jumlah pakan yang diberikan berdasarkan bobot badan dan kebutuhan nutrisi harian dari ternak domba. Pemberian pakan di Kecamatan Wanaraja dan Sukawening dilakukan 2 atau 3 kali sehari, yaitu pada pagi, siang dan sore hari. Pakan yang diberikan kebanyakan hijauan dengan jumlah yang tidak ditentukan, tetapi ada juga peternak yang memberikan dedaunan dan limbah pertanian. Kesehatan Kesehatan pada ternak mempengaruhi pertumbuhan dan harga jual dari ternak domba. Pencegahan penyakit di BPPTD Margawati lebih baik dibandingkan di Kecamatan Wanaraja dan Sukawening. Hal ini disebabkan BPPTD Margawati selalu ditangani atau dikontrol oleh dokter hewan serta selalu melakukan kegiatan memandikan ternak, sanitasi kandang, pemotongan kuku dan wol yang dilakukan secara rutin dan terjadwal. Pencegahan penyakit di Wanaraja dan Sukawening kurang begitu bagus terutama pada domba pedaging, hal ini terlihat dari domba- 23

37 dombanya yang jarang dimandikan, kandangnya kotor, wolnya tebal serta sanitasi air yang buruk menyebabkan bawah kandang becek. Peternak tidak terbiasa dan tidak tahu akan pentingnya pemotongan kuku yang dapat menyebabkan luka dan infeksi. Pencukuran wol tidak dilakukan peternak untuk memperlihatkan dombanya tidak kurus waktu dijual. Penyakit yang umum muncul di tiga lokasi penelitian adalah mencret, cacingan, sakit mata dan kembung perut. Pengobatan yang dilakukan dengan menggunakan cara tradisional, mencret diberi daun bambu atau daun jambu muda serta suka memberikan obat untuk manusia. Peternak suka memberi air abu gosok hangat, apabila ternaknya terkena penyakit mata. BPPTD Margawati melakukan pengobatan dengan memberikan obat yang sesuai dengan penyakitnya dan selalu memberikan obat cacing setiap 3 bulan sekali. Seleksi Seleksi yang dilakukan oleh masyarakat umumnya berdasarkan sifat kualitatif dari ternak. Sifat kualitatif ternak yang banyak diperhatikan oleh peternak adalah bangsa ternak, bentuk atau warna bulu dan tanduk, seleksi ini lebih banyak mengarah pada penampilan dari ternak dibandingkan produktivitasnya. Dilihat juga dari tipe kelahiran, domba tipe tangkas diarahkan pada domba yang mempunyai jumlah anak perkelahiran 1 ekor, karena bobot badannya besar serta pertumbuhannya cepat. Domba tipe pedaging diarahkan pada domba yang mempunyai jumlah anak perkelahiran 2-3 ekor untuk meningkatkan jumlah ternak tersebut. Seleksi terhadap domba pedaging di Kecamatan Wanaraja dan Sukawening berdasarkan bentuk tubuh normal atau kompak, memiliki wol yang halus dan mengkilat dengan warna dasar wol dominan putih, telinga yang panjang dan rubak, pertumbuhannya baik, tidak cacat pada bagian tubuh dan mata tidak buta atau rabun. Seleksi terhadap domba tangkas berdasarkan bentuk tubuh panjang dan besar dengan tubuh bagian depan yang lebih tinggi; dada dalam dan lebar; kaki kokoh, lurus dan kuat; mata sehat; pertumbuhannya relatif cepat; memiliki tanduk yang kuat, mengkilat dan panjang; telinga pendek; memiliki naluri untuk beradu dan berasal dari keturunan yang bagus. Seleksi domba di BPPTD Margawati diarahkan untuk mendapatkan domba sesuai standar domba Garut berdasarkan karakteristik fenotipe. 24

38 Karakteristik Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut Hasil analisis ukuran-ukuran tubuh pada kelima kelompok domba Garut jantan dan betina umur kurang dari 1 tahun, 1,0-1,5 tahun dan 1,5-2,0 tahun diperlihatkan pada Tabel 8, 9 dan 10, serta domba betina umur 2,5-3,0 tahun dan 3,5-4,0 tahun diperlihatkan pada Tabel 11. Koefisien keragaman ukuran-ukuran tubuh dari kelima kelompok domba jantan dan betina umur kurang dari satu tahun dan umur lebih dari satu tahun diperlihatkan pada Tabel 12 dan 13. Pada kelompok umur kurang dari 1 tahun (I 0 ), dari Tabel 8 menunjukkan bahwa secara umum rerata ukuran tubuh domba tangkas Wanaraja jantan berbeda nyata dengan domba Margawati, pedaging Wanaraja, tangkas Sukawening dan pedaging Sukawening. Domba pedaging Wanaraja betina mempunyai ukuran tubuh yang paling besar, berbeda nyata dengan domba Margawati. Besarnya ukuran tubuh pada domba tangkas Wanaraja jantan dan domba pedaging Wanaraja betina disebabkan domba di bawah umur 1 tahun, fase pertumbuhan yang terjadi pada domba tangkas Wanaraja jantan dan domba pedaging Wanaraja betina lebih cepat dibandingkan domba yang lain. Selain itu, adanya faktor genetik serta adanya perbedaan dalam pemberian pakan maupun pemeliharaannya. Kelompok domba Margawati umur I 0 mempunyai rerata ukuran tubuh paling kecil, berbeda nyata dengan kelompok domba yang lain. Hal ini disebabkan contoh domba yang diambil di BPPTD Margawati memiliki umur berkisar antara 3-6 bulan, sedangkan contoh domba yang diambil pada lokasi lain memiliki umur antara 6-11 bulan. Fase pertumbuhan pada domba umur kurang dari 1 tahun sangat cepat, sehingga perbedaan umur bisa menyebabkan terjadinya perbedaan ukuran tubuh domba Margawati dengan domba lainnya. Hasil penelitian Diwyanto (1982) memperlihatkan rerata perbedaan bobot badan domba jantan dan betina umur 3 bulan dengan 7 bulan sebesar 10 kg. Kelompok domba pedaging Wanaraja, tangkas Sukawening dan pedaging Sukawening sebagian besar rerata ukuran tubuhnya tidak berbeda nyata baik pada jantan maupun betina. Hal ini disebabkan pertumbuhannya yang relatif sama, tidak adanya perbedaan dalam pemberian pakan maupun pemeliharaannya. Selain itu, lokasi yang berdekatan memungkinkan terjadinya mobilitas antar lokasi untuk domba-domba tersebut. 25

39 Tabel 8. Rerata, Simpangan Baku dan Hasil Uji Rerata Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I 0 (<1 tahun) untuk Jenis Kelamin Jantan dan Betina Ukuran-ukuran Tubuh Margawati Tangkas Wanaraja Kelompok Domba Pedaging Wanaraja Tangkas Sukawening Pedaging Sukawening Jantan : Jumlah contoh domba (ekor) Tinggi pundak (cm) Panjang badan (cm) Lebar dada (cm) Dalam dada (cm) Lingkar dada (cm) Tinggi kelangkang (cm) Panjang kelangkang (cm) Lebar pangkal paha (cm) Lingkar kanon (cm) Panjang tengkorak (cm) Tinggi tengkorak (cm) Lebar tengkorak (cm) Panjang tanduk (cm) Lingkar pangkal tanduk (cm) Jarak antar tanduk (cm) Panjang telinga (cm) Lebar telinga (cm) Panjang ekor (cm) Lebar ekor (cm) Bobot badan (kg) (15) 52,2 ± 5,9 C 49,4 ± 6,5 C 12,3 ± 2,0 C 22,5 ± 2,9 C 59,9 ± 9,2 C 46,3 ± 4,6 B 17,7 ± 1,6 B 15,0 ± 2,2 B 7,2 ± 0,9 B 16,0 ± 2,8 C 12,1 ± 1,6 B 6,4 ± 0,6 C 11,2 ± 6,1 C 10,9 ± 3,4 C 2,8 ± 1,2 A 4,4 ± 1,6 C 2,0 ± 0,6 C 19,0 ± 3,4 C 3,0 ± 1,0 C 16,1 ± 6,3 C (21) 62,9± 7,1 A 59,7± 6,5 A 16,8± 2,7 AB 28,2± 3,1 A 77,1± 9,3 A 54,4± 6,2 A 19,6± 1,8 A 18,9± 2,8 A 7,9± 0,8 A 21,0± 2,5 A 14,0± 2,7 A 7,7± 0,7 A 28,8±12,9 A 19,3± 5,1 A 1,5± 0,6 C 5,9± 1,6 B 2,6± 0,6 B 22,0± 2,1 A 5,5± 1,0 A 30,1± 9,3 A (11) 59,7± 6,6 AB 54,8± 6,4 B 19,0±11,9 A 26,0± 2,9 B 73,2±11,8 AB 53,4± 5,9 A 19,0± 2,1 AB 18,4± 4,4 A 7,6± 1,3 AB 19,1± 2,5 B 12,7± 2,5 AB 7,2± 0,5 B 19,4 ± 8,9 B 14,3± 4,3 B 2,2± 1,1 AB 11,9± 1,1 A 5,3± 1,0 A 21,7± 4,1 AB 5,5± 1,3 A 25,1± 8,6 AB (20) 57,6± 5,6 B 53,8± 5,2 B 14,7± 2,1 BC 25,7± 2,3 B 69,5± 4,4 B 51,2± 4,0 A 17,8± 1,5 B 17,7± 2,4 A 7,3± 0,6 AB 18,2± 1,5 B 12,7± 1,3 AB 7,1± 0,5 B 20,2± 7,1 B 16,4± 3,7 AB 1,6± 0,9 BC 5,4± 1,9 CB 2,3± 0,6 CB 20,4± 3,0 ABC 4,3± 1,1 B 21,8± 4,5 B (19) 58,6± 5,6 AB 56,0± 5,5 AB 14,9± 1,3 BC 25,5± 2,8 B 71,4± 6,1 AB 52,0± 5,3 A 18,1± 1,9 B 17,0± 1,6 A 7,1± 0,7 B 18,4± 1,9 B 12,6± 2,5 AB 7,1 ± 0,8 B 21,1± 6,7 B 16,4± 3,2 AB 1,7± 1,0 BC 12,2± 1,2 A 4,9± 0,6 A 19,7± 2,8 BC 4,2± 1,0 B 22,6± 6,3 B Betina : Jumlah contoh domba (ekor) Tinggi pundak (cm) Panjang badan (cm) Lebar dada (cm) Dalam dada (cm) Lingkar dada (cm) Tinggi kelangkang (cm) Panjang kelangkang (cm) Lebar pangkal paha (cm) Lingkar kanon (cm) Panjang tengkorak (cm) Tinggi tengkorak (cm) Lebar tengkorak (cm) Panjang telinga (cm) Lebar telinga (cm) Panjang ekor (cm) Lebar ekor (cm) Bobot badan (kg) (15) 52,8± 5,0 B 50,0± 5,9 11,6± 2,1 C 22,0± 2,6 B 64,3± 7,3 47,6± 5,2 B 18,9± 2,2 A 15,3± 2,1 B 6,7± 0,5 B 16,9± 1,6 AB 11,8± 1,1 6,4± 0,4 4,2± 1,0 B 1,9± 0,4 D 19,2± 2,6 AB 3,1± 1,1 C 16,8± 4,1 B (6) 55,2± 4,2 AB 51,2± 4,5 13,6± 1,6 B 23,7± 2,6 AB 68,7± 6,3 47,5± 5,1 B 16,9± 1,4 AB 15,1± 2,6 B 6,7± 0,6 B 16,0± 1,2 B 11,4± 0,4 7,0± 0,5 4,7± 1,8 B 2,7± 0,7 C 20,8± 3,6 A 5,0± 1,1 AB 18,8± 3,1 B (13) 59,2± 5,0 A 55,0± 4,4 15,7± 1,9 A 25,2± 3,2 A 70,3± 5,9 52,9± 4,9 A 18,6± 0,8 A 17,9± 2,2 A 7,5± 0,7 A 17,8± 1,4 A 11,8± 0,8 6,8± 1,0 13,3± 1,7 A 6,0± 0,9 A 20,7± 4,6 A 5,3± 0,9 A 22,4± 3,2 A (8) 56,6± 4,3 AB 54,9± 7,2 13,9± 2,2 AB 24,7± 2,6 AB 70,7± 6,2 52,0± 5,2 AB 17,9± 1,3 AB 16,2± 2,7 AB 7,1± 0,5 AB 17,3± 2,0 AB 11,9± 1,3 6,8± 0,5 4,9± 1,9 B 2,4± 0,6 DC 18,9± 2,9 AB 3,3± 1,2 C 18,7± 4,2 B (10) 57,0± 4,1 AB 52,8± 4,9 14,0± 1,4 AB 24,4± 2,9 AB 67,0± 5,9 51,1± 5,1 AB 17,8± 0,9 AB 16,9± 1,9 AB 6,7± 0,6 B 16,0± 1,3 B 11,8± 1,0 6,9± 0,5 12,0± 1,4 A 4,9± 0,6 B 17,2± 2,8 B 4,1± 0,6 BC 18,3± 3,0 B Keterangan: huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan berbeda nyata. 26

40 Tabel 9. Rerata, Simpangan Baku dan Hasil Uji Rerata Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I 1 (1,0-1,5 tahun) untuk Jenis Kelamin Jantan dan Betina Ukuran-ukuran Tubuh Margawati Tangkas Wanaraja Kelompok Domba Pedaging Wanaraja Tangkas Sukawening Pedaging Sukawening Jantan : Jumlah contoh domba (ekor) Tinggi pundak (cm) Panjang badan (cm) Lebar dada (cm) Dalam dada (cm) Lingkar dada (cm) Tinggi kelangkang (cm) Panjang kelangkang (cm) Lebar pangkal paha (cm) Lingkar kanon (cm) Panjang tengkorak (cm) Tinggi tengkorak (cm) Lebar tengkorak (cm) Panjang tanduk (cm) Lingkar pangkal tanduk (cm) Jarak antar tanduk (cm) Panjang telinga (cm) Lebar telinga (cm) Panjang ekor (cm) Lebar ekor (cm) Bobot badan (kg) (3) 70,2± 1,4 A 67,1± 1,7 A 19,2± 2,1 AB 33,0± 2,2 A 89,6± 3,3 A 64,6± 1,8 A 21,7± 1,5 A 21,0± 1,0 A 9,7± 0,6 A 23,5± 0,9 A 16,3± 0,9 A 8,7± 0,9 A 36,5± 8,9 AB 24,9± 0,9 A 1,4± 0,3 3,9± 0,6 B 2,4± 0,1 B 25,3± 0,6 6,2± 1,1 46,3± 5,5 A (14) 70,8± 6,2 A 66,6± 5,9 AB 19,9± 3,7 A 33,1± 4,3 A 87,7± 6,4 A 57,3±11,6 AB 21,0± 1,4 AB 21,7± 3,4 A 8,7± 0,5 B 22,9± 2,1 AB 16,3± 1,9 A 8,2± 1,1 AB 42,1± 10,1 A 23,7± 3,7 AB 1,3± 0,3 4,7± 1,6 B 2,2± 0,5 B 24,7± 3,3 6,6± 1,4 44,0± 13,3 A (6) 63,2± 1,5 B 59,1± 2,8 C 15,2± 0,4 C 27,1± 0,6 C 74,1± 3,7 C 52,3± 3,7 B 19,0± 1,1 C 17,3± 1,3 B 7,4 ± 0,3 C 19,7± 0,9 D 13,3± 1,0 B 7,5± 0,7 B 26,7± 2,7 C 18,6± 1,5 C 1,3± 0,3 12,3± 1,4 A 5,0± 0,7 A 21,7± 1,0 5,0± 0,7 27,2± 2,0 B (12) 66,9± 6,2 AB 63,8± 3,8 ABC 17,8± 1,2 ABC 31,0± 1,3 AB 81,3± 4,6 B 60,4± 5,3 AB 20,2± 1,5 ABC 19,6± 1,0 AB 8,1± 0,6 B 21,5± 1,0 BC 15,5± 0,6 A 8,2± 0,5 AB 34,8± 6,9 ABC 22,9± 2,2 AB 1,6± 0,4 5,2± 1,6 B 2,2± 0,6 B 23,0± 4,5 5,9± 1,3 34,1± 4,7 B (10) 65,9± 3,8 AB 61,2± 4,9 BC 16,8± 2,0 BC 29,7± 1,8 BC 78,4± 4,2 BC 57,6± 4,5 AB 19,8± 0,8 BC 18,9± 2,3 AB 8,1± 0,5 B 20,5± 0,9 DC 15,1± 1,5 A 7,9± 0,6 AB 30,7± 6,2 BC 21,5± 1,8 BC 1,2± 0,4 12,3± 1,5 A 4,8± 1,0 A 24,8± 2,6 5,6± 1,3 32,0± 5,0 B Betina : Jumlah contoh domba (ekor) Tinggi pundak (cm) Panjang badan (cm) Lebar dada (cm) Dalam dada (cm) Lingkar dada (cm) Tinggi kelangkang (cm) Panjang kelangkang (cm) Lebar pangkal paha (cm) Lingkar kanon (cm) Panjang tengkorak (cm) Tinggi tengkorak (cm) Lebar tengkorak (cm) Panjang telinga (cm) Lebar telinga (cm) Panjang ekor (cm) Lebar ekor (cm) Bobot badan (kg) (12) 63,1± 2,9 AB 58,1± 4,1 AB 14,3± 1,9 26,8± 1,9 74,5± 3,5 AB 55,8± 2,0 AB 19,2± 1,0 AB 17,3± 1,6 B 7,3± 0,4 AB 19,2± 1,2 AB 13,6± 0,4 7,4± 0,9 AB 4,6± 1,2 B 2,0± 0,4 C 21,0± 3,3 3,9± 1,0 B 26,9± 1,6 (6) 64,8± 4,5 A 61,2± 1,6 A 16,6± 1,7 28,9± 1,2 79,3± 4,9 A 57,6± 6,1 A 20,3± 1,2 A 19,8± 1,4 A 7,3± 0,5 AB 19,8± 1,2 A 13,2± 1,2 7,4± 0,8 AB 5,8± 2,1 B 2,8± 0,8 B 21,9± 2,6 5,7± 0,8 A 29,2± 4,6 (13) 63,2± 4,8 AB 59,0± 5,5 AB 16,1± 3,4 28,1± 3,2 77,9± 9,7 AB 56,6± 5,6 AB 19,6± 1,5 AB 20,2± 3,4 A 7,8± 0,9 A 20,3± 2,1 A 13,6± 2,2 7,3± 1,0 AB 13,5± 1,9 A 5,6± 1,0 A 21,8± 2,6 4,4± 1,2 B 29,5± 12,2 (6) 61,3± 5,8 AB 59,5± 7,8 AB 15,6± 2,2 27,6± 2,1 78,2± 6,4 AB 54,0± 4,4 AB 19,9± 1,1 AB 17,8± 0,9 AB 7,4± 0,7 A 19,7± 1,1 A 13,5± 1,3 8,1± 0,9 A 5,6± 1,7 B 2,3± 0,7 CB 21,8± 3,0 4,6± 1,3 AB 27,2± 7,9 (7) 58,5± 3,5 B 54,2± 3,3 B 14,7± 1,9 26,5± 2,8 71,0± 5,6 B 52,3± 3,9 B 18,8± 0,8 B 18,0± 1,7 AB 6,6± 0,4 B 17,7± 0,7 B 12,4± 1,4 6,8± 0,5 B 12,9± 1,0 A 5,4± 0,4 A 19,6± 2,2 4,0± 1,2 B 23,2± 5,4 Keterangan: huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan berbeda nyata. 27

41 Tabel 10. Rerata, Simpangan Baku dan Hasil Uji Rerata Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I 2 (1,5-2,0 tahun) untuk Jenis Kelamin Jantan dan Betina Ukuran-ukuran Tubuh Jantan : Jumlah contoh domba (ekor) Tinggi pundak (cm) Panjang badan (cm) Lebar dada (cm) Dalam dada (cm) Lingkar dada (cm) Tinggi kelangkang (cm) Panjang kelangkang (cm) Lebar pangkal paha (cm) Lingkar kanon (cm) Panjang tengkorak (cm) Tinggi tengkorak (cm) Lebar tengkorak (cm) Panjang tanduk (cm) Lingkar pangkal tanduk (cm) Jarak antar tanduk (cm) Panjang telinga (cm) Lebar telinga (cm) Panjang ekor (cm) Lebar ekor (cm) Bobot badan (kg) Betina : Jumlah contoh domba (ekor) Tinggi pundak (cm) Panjang badan (cm) Lebar dada (cm) Dalam dada (cm) Lingkar dada (cm) Tinggi kelangkang (cm) Panjang kelangkang (cm) Lebar pangkal paha (cm) Lingkar kanon (cm) Panjang tengkorak (cm) Tinggi tengkorak (cm) Lebar tengkorak (cm) Panjang telinga (cm) Lebar telinga (cm) Panjang ekor (cm) Lebar ekor (cm) Bobot badan (kg) Margawati Tangkas Wanaraja (0) (4) 74,4± 4,8 73,6± 0,7 A (11) 64,5± 3,1 61,1± 4,2 14,4± 1,7 29,1± 2,3 76,7± 3,2 55,4± 2,7 19,5± 0,5 17,6± 2,7 7,6± 0,6 19,4± 1,5 13,7± 0,4 7,9± 0,6 4,5± 1,3 C 2,2± 0,3 B 20,9± 3,2 AB 4,6±1,2 29,1±3,0 24,7± 2,2 A 34,7± 4,5 96,7± 1,9 A 68,2± 5,8 A 23,7± 1,5 A 22,3± 1,2 A 9,8± 0,2 A 24,9± 1,5 A 19,5± 2,4 A 9,1± 0,5 49,7± 6,0 A 26,2± 1,6 A 1,6± 0,7 5,4± 1,0 B 2,0± 0,4 B 24,7± 3,9 7,2± 0,3 A 52,5± 3,2 (10) 65,2± 3,8 62,1± 4,6 15,8± 2,2 28,8± 2,2 79,3± 5,7 55,7± 3,4 19,7± 1,2 18,7± 1,2 7,4± 0,5 18,9± 1,7 13,5± 0,8 8,1± 0,4 6,2± 1,6 B 2,8± 0,8 B 23,6± 1,9 A 5,3± 1,3 30,7± 3,4 Kelompok Domba Pedaging Wanaraja (2) 73,9± 2,9 62,7± 0,7 B 19,3± 0,1 B 31,9± 0,8 85,2± 3,2 B 62,2± 1,1 AB 20,0± 0,0 B 18,2± 0,3 B 8,3± 0,4 BC 21,3± 1,9 B 15,8± 1,0 B 7,6± 1,1 35,9± 1,3 B 20,4± 0,1 B 1,7± 0,5 12,0± 0,3 A 5,3± 1,1 A 25,1± 5,5 7,4± 1,0 A 39,0± 3,8 (10) 62,1± 2,3 59,3± 3,3 16,4± 2,5 29,4± 2,2 79,1± 8,6 54,8± 2,3 19,2± 1,9 19,4± 2,6 7,1± 0,6 19,4± 1,3 13,1± 0,7 7,8± 1,0 12,3± 1,6 A 5,4± 1,0 A 20,1± 2,0 B 5,3± 1,4 30,4± 6,9 Tangkas Sukawening (3) 73,2± 2,8 68,7± 5,9 AB 21,3± 2,3 AB 33,4± 1,3 90,9± 4,7 AB 63,0± 2,6 AB 20,7± 1,5 B 21,6± 1,9 AB 8,8± 1,1 AB 22,8± 2,2 AB 16,7± 0,6 AB 8,1± 1,2 37,5± 7,0 AB 24,3± 1,8 AB 1,9± 0,1 4,6± 1,0 B 2,2± 0,3 B 23,6± 4,9 6,3± 1,6 AB 42,7± 8,2 (8) 64,2 ± 3,4 61,0 ± 3,4 15,5 ± 0,7 30,2 ± 2,4 78,9 ± 3,7 56,2 ± 4,4 19,2 ± 0,9 18,2 ± 0,8 7,2 ± 0,8 19,2 ± 0,7 13,4 ± 0,8 7,9 ± 0,6 4,6 ± 1,5 C 2,4 ± 0,4 B 22,8 ± 2,9 AB 5,1 ± 1,3 27,7 ± 2,9 Keterangan: huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan berbeda nyata. Pedaging Sukawening (3) 68,6± 3,3 65,5± 0,6 B 17,7± 0,8 B 32,3± 2,0 83,0± 7,8 B 55,7± 1,1 B 20,3± 1,1 B 18,7± 2,5 B 7,4± 0,5 C 21,8± 1,0 AB 14,7± 1,4 B 8,3± 0,9 39,9± 7,9 AB 22,3± 3,2 AB 2,0± 0,9 11,5± 2,3 A 4,3± 1,0 A 21,8± 1,3 4,8± 1,3 B 38,9± 9,4 (5) 65,1 ± 6,2 60,7 ± 5,5 16,3 ± 2,0 29,6 ± 2,3 81,5 ± 6,5 56,2 ± 4,9 20,0 ± 1,6 19,0 ± 2,5 7,3 ± 0,8 19,1 ± 0,7 13,2 ± 1,2 7,9 ± 0,7 12,1 ± 0,7 A 5,5 ± 0,9 A 21,8 ± 4,3 AB 5,1 ± 1,2 29,3 ± 2,4 28

42 Tabel 11. Rerata, Simpangan Baku dan Hasil Uji Rerata Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I 3 (2,5-3,0 tahun) dan I 4 (3,0-4,0 tahun) untuk Jenis Kelamin Betina Ukuran-ukuran Tubuh Margawati Kelompok Umur I 3 (2,5-3,0 tahun) : Jumlah contoh domba (ekor) (10) Tinggi pundak (cm) 66,3 ± 3,7 Panjang badan (cm) 62,0 ± 3,7 Lebar dada (cm) 15,4 ± 1,7 Dalam dada (cm) 29,9 ± 1,8 AB Lingkar dada (cm) 80,6 ± 5,0 AB Tinggi kelangkang (cm) 57,6 ± 3,4 Panjang kelangkang (cm) 19,6 ± 1,1 Lebar pangkal paha (cm) 18,1 ± 1,7 AB Lingkar kanon (cm) 7,3 ± 0,3 Panjang tengkorak (cm) 20,7 ± 1,9 A Tinggi tengkorak (cm) 14,0 ± 0,4 Lebar tengkorak (cm) 8,3 ± 0,6 A Panjang telinga (cm) 4,8 ± 1,2 B Lebar telinga (cm) 1,9 ± 0,5 B Panjang ekor (cm) 20,7 ± 2,5 Lebar ekor (cm) 3,9 ± 1,0 B Bobot badan (kg) 32,4 ± 4,8 Kelompok Umur I 4 (3,0-4,0 tahun) : Jumlah contoh domba (ekor) (25) Tinggi pundak (cm) 61,5 ± 2,7 B Panjang badan (cm) 59,2 ± 3,1 B Lebar dada (cm) 13,3 ± 0,8 C Dalam dada (cm) 27,5 ± 1,3 B Lingkar dada (cm) 77,3 ± 4,0 C Tinggi kelangkang (cm) 53,4 ± 2,8 B Panjang kelangkang (cm) 19,8 ± 1,4 Lebar pangkal paha (cm) 17,2 ± 1,2 D Lingkar kanon (cm) 7,4 ± 0,5 Panjang tengkorak (cm) 20,5 ± 1,1 A Tinggi tengkorak (cm) 13,9 ± 0,6 A Lebar tengkorak (cm) 7,7 ± 0,7 B Panjang telinga (cm) 5,1 ± 1,4 B Lebar telinga (cm) 2,1 ± 0,5 C Panjang ekor (cm) 20,1 ± 2,9 BC Lebar ekor (cm) 3,5 ± 1,0 C Bobot badan (kg) 29,5 ± 2,9 BC Tangkas Wanaraja (8) 65,9± 6,4 61,7± 4,4 16,6± 2,9 31,5± 3,2 A 85,4± 10,7 A 53,7± 7,9 20,2± 1,5 19,3± 2,8 AB 7,4± 0,7 20,2± 1,8 A 13,9± 2,2 8,6± 0,6 A 5,7± 1,8 B 2,6± 0,7 B 21,5± 2,4 5,3± 1,6 A 32,0± 5,7 (7) 64,8 ± 5,2 AB 64,3 ± 3,1 A 16,8 ± 1,6 A 30,8 ± 2,1 A 82,5 ± 4,5 AB 54,9 ± 3,0 AB 20,6 ± 1,3 20,6 ± 1,9 AB 7,5 ± 0,4 20,1 ± 1,8 A 13,4 ± 1,0 AB 8,8 ± 0,6 A 5,7 ± 1,6 B 2,2 ± 0,6 C 22,5 ± 2,6 AB 5,7 ± 0,9 A 32,0 ± 1,2 B Kelompok Domba Pedaging Wanaraja (7) 63,7± 4,0 61,0± 5,2 17,5± 2,5 29,7± 2,5 AB 81,3± 4,7 AB 55,7± 4,2 20,0± 0,6 19,7± 2,2 A 7,1± 0,9 16,9± 3,0 B 13,4± 0,8 8,2± 0,8 A 11,7± 1,9 A 4,9± 0,9 A 21,7± 2,9 5,2± 1,3 A 31,9± 5,6 (7) 65,4 ± 3,9 A 63,8 ± 4,3 A 17,3 ± 2,7 A 30,9 ± 2,8 A 85,0 ± 8,1 A 56,4 ± 3,4 A 19,9 ± 1,5 21,5 ± 2,5 A 7,6 ± 0,7 20,1 ± 2,3 A 13,1 ± 0,9 B 8,0 ± 1,0 B 12,3 ± 1,5 A 5,9 ± 1,3 A 23,6 ± 3,4 A 5,8 ± 1,5 A 38,1 ± 8,2 A Tangkas Sukawening (10) 62,9 ± 3,4 58,5 ± 5,1 15,2 ± 1,7 27,6 ± 1,7 B 76,5 ± 4,9 B 54,6 ± 2,7 18,9 ± 1,5 17,2 ± 2,3 B 6,8 ± 0,4 19,3 ± 1,0 A 13,2 ± 0,8 7,5± 0,8 B 4,6 ± 1,6 B 2,3 ± 0,6 B 19,4 ± 2,1 4,1 ± 1,0 AB 28,4 ± 3,9 (18) 64,9 ± 3,9 AB 62,2 ± 3,0 AB 16,2 ± 1,7 AB 29,8 ± 0,6 A 79,7 ± 3,9 BC 57,8 ± 2,7 A 19,7 ± 1,1 19,5 ± 1,7 BC 7,2 ± 0,4 19,5 ± 1,0 AB 13,2 ± 0,7 AB 8,3 ± 0,5 AB 4,9 ± 1,4 B 2,3 ± 0,5 C 20,2 ± 3,0 BC 4,6 ± 0,9 B 30,4 ± 4,7 BC Keterangan: huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan berbeda nyata. Pedaging Sukawening (7) 64,1 ± 6,0 61,3 ± 4,9 15,7 ± 1,4 29,1 ± 1,2 B 80,2 ± 3,8 AB 56,6 ± 5,3 20,1 ± 1,1 18,8 ± 1,4 AB 7,0 ± 0,6 18,8 ± 0,6 A 13,1 ± 0,6 8,4 ± 0,4 A 12,6 ± 1,7 A 5,0 ± 0,9 A 21,1 ± 1,9 4,4 ± 0,6 AB 29,3 ± 3,8 (11) 61,7 ± 3,9 B 58,9 ± 5,5 B 15,1 ± 1,1 B 28,2 ± 2,3 B 78,4 ± 3,5 BC 55,2 ± 4,2 AB 19,5 ± 1,1 18,8 ± 1,4 C 7,2 ± 0,5 18,8 ± 1,2 B 13,1 ± 1,1 B 7,7 ± 0,6 B 12,4 ± 1,3 A 4,9 ± 0,8 B 18,7 ± 3,6 C 3,5 ± 0,4 C 27,8 ± 4,3 C 29

43 Pada kelompok umur 1,0 sampai 1,5 tahun (I 1 ), dari Tabel 9 menunjukkan bahwa kelompok domba Margawati jantan memiliki rerata ukuran tubuh yang paling besar. Kelompok domba Margawati, tangkas Wanaraja dan tangkas Sukawening tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini disebabkan persamaan asal usul dari domba tersebut, serta adanya persamaan dalam perlakuan dari segi pemberian pakan maupun pemeliharaannya. Selain itu, domba tangkas sering dilakukan pengurutan pada badan dan tanduk untuk merangsang pertumbuhannya, domba dilatih berjalan untuk menguatkan ototnya. Motivasi para peternak dalam memelihara domba tangkas tidak hanya karena hobi tetapi karena harga jual yang tinggi. Kecamatan Wanaraja memiliki tempat adu ketangkasan domba Garut, sehingga peternak lebih termotivasi lagi untuk membentuk performa domba tangkas yang bagus dan berprestasi baik. Menurut Triwulaningsih et al. (1981), bahwa adanya unsur seleksi terhadap domba Garut tidak saja terarah terhadap sifat tangkas tetapi juga terhadap nilai ekonomis. Ukuran-ukuran tubuh domba padaging Wanaraja jantan sebagian besar tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan domba pedaging Sukawening jantan, begitu juga dengan kelompok domba tangkas Wanaraja jantan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan domba tangkas Sukawening. Diwyanto (1982) menjelaskan bahwa besar kecilnya ukuran tubuh pada domba tergantung pada tujuan pemeliharaannya. Domba Garut tangkas diarahkan terhadap domba tangkas yang memiliki tubuh lebih besar, aktif dan mempunyai karakteristik tertentu (Mulliadi, 1996). Pada kelompok domba tangkas Wanaraja betina umur I 1 memiliki rerata ukuran tubuh paling besar, tetapi sebagian besar ukuran tubuhnya tidak berbeda nyata dengan kelompok domba yang lain. Hal ini disebabkan karena tidak berbedanya sistem pemeliharaan domba betina umur I 1 dari kelima kelompok domba dan unsur seleksi pada domba betina tidak begitu ketat dibandingkan pada domba jantan. Pada kelompok umur 1,5 sampai 2,0 tahun (I 2 ), dari Tabel 10 ini menunjukkan bahwa ukuran-ukuran tubuh, kecuali ukuran telinga dan panjang ekor dari kelompok domba tangkas Wanaraja, tangkas Sukawening, pedaging Wanaraja dan Sukawening tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada jenis kelamin betina. 30

44 Pada domba jantan, menunjukkan bahwa kelompok domba tangkas Wanaraja memiliki ukuran tubuh paling besar. Sebagian besar ukuran tubuh domba tangkas Wanaraja tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kelompok domba tangkas Sukawening, tetapi berbeda nyata dengan domba pedaging Wanaraja dan pedaging Sukawening. Domba tangkas Sukawening kurang berkembang dengan baik karena masih beradaptasi terhadap lingkungan yang baru dan cara pemeliharaan yang berbeda. Apabila ternak sulit beradaptasi dengan lingkungannya maka produktivitas ternak tersebut akan rendah (Williamson dan Payne, 1993). Lingkungan memiliki pengaruh terhadap perkembangan domba tangkas Sukawening, dimana kebanyakan domba tangkas Sukawening merupakan hasil seleksi yang didatangkan dari luar Sukawening terutama dari Cikajang dan BPPTD Margawati. Ternak yang secara genetik unggul tidak akan menampilkan keunggulan optimal jika tidak didukung oleh faktor lingkungan yang baik (Noor, 2000). Dari Tabel 11 dapat dilihat ukuran-ukuran tubuh dari kelima kelompok domba betina umur 2,5-3,0 tahun (I 3 ) dan 3,5-4,0 tahun (I 4 ). Pada kelompok umur I 3, sebagian besar ukuran-ukuran tubuh dari kelima kelompok domba betina tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Perbedaan ukuran tubuh dari kelima kelompok domba terlihat pada ukuran dalam dada, lingkar dada, lebar pangkal paha, panjang tengkorak, lebar tengkorak, panjang dan lebar telinga, serta lebar ekor. Pada kelompok umur I 4 (Tabel 11), menunjukkan bahwa kelompok domba pedaging Wanaraja betina sebagian besar memiliki rerata ukuran tubuh paling besar, berbeda nyata dengan kelompok domba pedaging Sukawening. Kelompok domba pedaging Sukawening memiliki rerata ukuran tubuh paling kecil, tetapi tidak berbeda nyata dengan kelompok domba tangkas Sukawening. Sebagian besar rerata ukuran tubuh domba Margawati, domba tangkas Wanaraja dan domba tangkas Sukawening tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Perbedaan dan persamaan ukuran-ukuran tubuh domba betina umur I 3 dan I 4 dari kelima kelompok domba tersebut, disebabkan adanya perbedaan tipe domba Garut, adanya persilangan, seleksi, manajemen, faktor lingkunga dan genetik, serta keluar masuknya domba dari lokasi penelitian terutama domba-domba di Kecamatan Wanaraja dan Sukawening. Triwulaningsih et al. (1981) menjelaskan bahwa 31

45 perbedaan karakteristik ukuran tubuh disebabkan oleh adanya seleksi yang terus menerus dan cara pemeliharaan yang berbeda, diduga juga disebabkan adanya perbedaan sebaran dari pengaruh domba Merino dan domba Afrikander. Dilihat dari bobot badan kelima kelompok domba dan umur yang berbeda, menunjukkan bahwa domba betina lebih kecil dibandingkan dengan domba jantan. Terlihat kecenderungan bobot badan domba Garut jantan dari masing-masing kelompok masih terus bertambah besar sampai umur tersebut. Sedangkan pada betina, setelah berumur I 3 cenderung tidak mengalami pertambahan bobot badan. Cara pemeliharaan domba jantan lebih intensif dan pemberian makanan yang lebih baik biasanya diberi makanan tambahan, disamping kemungkinan perbedaan faktor genetik pada domba (Triwulaningsih et al., 1981). Bobot badan kelompok domba tangkas Wanaraja jantan berbeda nyata dengan domba Margawati, tangkas Sukawening dan pedaging Sukawening pada umur I 0, serta domba tangkas Wanaraja jantan tidak berbeda dengan domba Margawati pada umur I 1. Bobot badan domba jantan terbesar pada kelompok domba tangkas Wanaraja saat umur I 2 sebesar 52,5 kg dan saat umur I 0 sebesar 30,1 kg. Bobot badan terbesar saat umur I 1 adalah sebesar 46,3 kg pada domba Margawati. Bobot badan domba betina kelompok umur I 1, I 2 dan I 3 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dari kelima kelompok domba. Hal ini disebabkan kebanyakan para peternak kurang melakukan seleksi pada betina dan tidak membedakan pemeliharaan domba betina tangkas dan pedaging. Pada kelompok umur I 0 dan I 4 menunjukkan perbedaan yang nyata antara kelompok domba pedaging Wanaraja dengan kelompok domba yang lain. Bobot badan domba betina terbesar adalah sebesar 38,1 kg pada domba pedaging Wanaraja saat umur I 4. Pertumbuhan dan bobot badan domba Garut diduga dipengaruhi oleh domba Merino sebagai salah satu asal dari domba Garut yang mempunyai bobot badan yang tinggi (Triwulaningsih et al., 1981). Perbedaan bobot badan dari kelima kelompok domba tersebut, mungkin disebabkan adanya perbedaan struktur genetiknya serta perbedaan lingkungan dan tatalaksana di masing-masing lokasi penelitian (Diwyanto, 1982). Hasil penelitian ini menunjukkan bobot badan yang lebih rendah pada domba jantan dan tidak jauh berbeda pada betina, bila dibandingkan dengan laporan 32

46 terdahulu yang menunjukkan bahwa bobot badan domba Garut dewasa adalah sebesar kg dan kg untuk jantan dan betina (Merkens dan Soemirat, 1926) serta kg dan kg untuk jantan dan betina (Diwyanto, 1982). Dengan demikian terlihat adanya indikasi bahwa rerata bobot badan domba Garut jantan saat ini telah mengalami kemunduran yang cukup besar dibanding domba betina, jika dibandingkan dengan domba Garut 80 tahun yang lalu. Bobot badan domba Garut jantan dan betina tidak mengalami kemunduran yang cukup besar bila dbandingkan domba Garut 24 tahun yang lalu. Rerata bobot badan domba Garut jantan terbesar terdapat pada kelompok tangkas Wanaraja, sedangkan betina terbesar terdapat pada kelompok domba pedaging Wanaraja. Dengan demikian persilangan antara domba tangkas dan pedaging diharapkan dapat meningkatkan bobot badan domba Garut, tetapi belum diketahui hasil dari persilangan domba tersebut terutama komposisi antara daging dan tulangnya. Panjang tanduk dan lingkar pangkal tanduk pada kelima kelompok domba tersebut mengalami pertambahan panjang dan lingkar tanduk seiring dengan pertambahan umur tanduk tersebut, sehingga jarak antar tanduk dari kelima kelompok domba mengalami penyempitan saat umur I 1. Dari contoh domba yang diteliti, domba Garut jantan 100% meiliki tanduk, sedangkan domba Garut betina yang bertanduk sangat sedikit (3%) dan sebagian kecil domba betina memiliki benjolan tanduk ( kurang dari 10%). Menurut Mulliadi (1996) bahwa tanduk disebut benjolan apabila panjang tanduk kurang dari 4 cm dan dikatakan bertanduk bila menampakkan tonjolan tanduk lebih dari 4 cm. Panjang dan lebar pangkal tanduk domba tangkas Wanaraja umur I 0 paling besar, berbeda nyata dengan kelompok domba yang lain. Sedangkan pada umur I 1, panjang dan lebar pangkal tanduk domba Margawati, tangkas Wanaraja dan tangkas Sukawening tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Sifat tanduk pada domba tangkas lebih kokoh, kuat dan berkembang, tampak dari guratan-guratan transversal yang muncul lebih banyak dan rapat pada tanduk (Mulliadi, 1996). Sifat pertandukan ini diduga berasal dari domba Ronderib, Namaqua serta Merino, dimana domba yang jantan bertanduk sedangkan domba betina tidak bertanduk (Triwulaningsih et al., 1981). 33

47 Sifat genetik tanduk diketahui tidak bertanduk sebagai gen dominan dan bertanduk gen resesif (Warwick et al., 1983). Sifat tanduk pada domba dipengaruhi jenis kelamin walaupun gen pertandukan terletak pada autosom (Lasley, 1978). Munculnya tanduk pada domba Garut tangkas selain dipengaruhi jenis kelamin, juga ditentukan oleh tiga alel P, P dan p, sedangkan pada domba lain hanya dipengaruhi dua alel P dan p. Genotipe jantan bertanduk adalah pp, P P, P p dan tidak bertanduk Pp, P P, PP. Genotipe betina bertanduk P P atau P p dan benjolan pp (Mulliadi, 1996). Ukuran tanduk yang diperoleh dari umur satu sampai dua tahun, memiliki rerata panjang tanduk antara 26,7-49,7 cm dengan rerata lingkar pangkal tanduk antara 18,6-26,2 cm. Hasil penelitian Diwyanto (1982), menyebutkan panjang tanduk pada domba di Garut berkisar antara 43,22-56,00 cm dan menurut Anang (1992) pada domba tangkas memiliki rerata panjang tanduk 50,04±2,33 cm dengan rerata lingkar pangkal tanduk 24,43±2,33 cm. Para peternak memelihara tanduk pada domba untuk bertanding dan kegagahan dari ternaknya. Domba yang memiliki tanduk yang besar dengan bentuk tertentu akan mempengaruhi harga jual terutama domba tipe tangkas. Hal ini ditunjukkan dengan adanya bentuk tanduk domba Garut, seperti gayor, golong tambang, leang, ngabendo, sogong, hamin lebe dan japlang. Bentuk gayor merupakan bentuk tanduk yang dominan sehingga dapat dikatakan merupakan ciri khas atau karakteristik utama tanduk domba Garut jantan (Heriyadi, 2005). Rerata panjang dan lebar telinga pada kedua jenis kelamin dan umur yang berbeda, secara umum menunjukkan ukuran telinga terpanjang dan terlebar ditampilkan oleh kelompok domba pedaging Wanaraja dan Sukawening, berbeda nyata dengan kelompok domba Margawati, tangkas Wanaraja dan Sukawening. Domba pedaging diduga banyak memiliki sifat domba Namaqua dan Ronderib untuk telinganya yang bertelinga masing-masing 13 cm dan antara cm (Triwulaningsih et al., 1981). Telinga rumpung pada domba tangkas lebih diutamakan, karena dapat menghindari lecet atau luka dan menahan getaran suara yang masuk telinga saat beradu (Mulliadi, 1996). Sifat telinga rumpung pada domba Garut diduga dari domba Merino, domba Transvaal Afrikander dan domba Damara Afrikander yang bertelinga kecil (Triwulaningsih et al., 1981). 34

48 Hasil penelitian ini menunjukkan domba Garut tipe tangkas memiliki panjang telinga yang berkisar antara 3,9-6,2 cm, sedangkan tipe pedaging berkisar antara 11,5-13,5 cm. Domba pedaging mempunyai ukuran telinga yang jauh lebih panjang dibandingkan domba tangkas (Triwulaningsih et al., 1981). Diwyanto (1982) mengistilahkan tipe telinga berdasarkan panjang telinga menjadi tiga kategori yaitu tipe pendek atau rumpung (<4 cm), medium atau daun hiris (5-8 cm) dan tipe panjang atau rubak (>9 cm). Dengan demikian, domba Garut jantan dan betina pada kelompok umur berbeda memiliki tipe telinga medium atau daun hiris untuk kelompok domba Margawati, tangkas Wanaraja dan tangkas Sukawening serta bertipe panjang atau rubak untuk kelompok domba pedaging Wanaraja dan pedaging Sukawening. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Mulliadi (1996) yang menunjukkan bahwa hampir seluruh tipe telinga domba tangkas adalah rumpung baik jantan maupun betina, sedangkan pada telinga domba pedaging tidak berbeda yaitu memiliki tipe telinga rubak. Perbedaan tipe telinga pada domba Garut tangkas ini diperkirakan terjadi karena adanya persilangan antara domba Garut tangkas dengan domba pedaging untuk meningkatkan mutu genetik domba Garut. Hal ini didasarkan pada pendapat Diwyanto (1982) yang menyatakan bentuk telinga yang kecil dipengaruhi oleh sepasang gen resesif homozigot, telinga sedang diakibatkan gen heterozigot dan telinga rubak dalam keadaan homozigot dominan. Jadi persilangan antara telinga yang kecil dengan telinga rubak akan menghasilkan telinga sedang. Terhadap ukuran-ukuran bagian tubuh seperti tinggi pundak, panjang badan, lebar dada, dalam dada, lingkar dada, tinggi dan panjang kelangkang dan lebar pangkal paha, domba tangkas Wanaraja jantan umur I 0 paling tinggi dibanding ukuran tubuh dari kelompok domba yang lain. Pada domba betina umur I 0, kelompok domba pedaging Wanaraja memiliki ukuran tubuh yang paling tinggi. Pada kelompok umur di atas satu tahun, menunjukkan bahwa domba Margawati jantan memiliki ukuran tubuh paling tinggi dibandingkan kelompok domba yang lain. Pada kelompok domba betina, sebagian besar domba pedaging Wanaraja memiliki ukuran tubuh paling tinggi. Tetapi pada domba betina tidak menunjukkan perbedaan ukuran bagian tubuh dari kelima kelompok domba. Perbedaan ukuran tubuh pada jantan 35

49 disebabkan adanya seleksi terhadap ukuran bagian tubuh tersebut berkaitan dengan pernafasan yang panjang dan kuat serta ukuran tubuh yang tinggi diperlukan pada saat beradu (Riwantoro, 2005). Rerata tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada, dalam dada, lebar dada yang tidak menunjukkan perbedaan bahkan ada yang lebih besar bila dibandingkan dengan laporan terdahulu yang menunjukkan bahwa tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada, dalam dada dan lebar dada domba Garut jantan yang berumur lebih dari 1 tahun adalah sebesar cm untuk tinggi pundak, cm untuk panjang badan, cm untuk lingkar dada, cm untuk dalam dada dan cm untuk lebar dada (Diwyanto, 1982). Apabila dibandingkan dengan laporan Merkens dan Soemirat (1926), menunjukkan bahwa untuk domba dewasa jantan tidak ada yang mencapai tinggi pundak sebesar 75 cm, panjang badan sebesar 76 cm, dalam dada sebesar 35 cm dan lebar dada sebesar 23 cm. Domba Garut jantan pada masing-masing kelompok domba cenderung mempunyai tinggi pundak yang lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi kelangkang. Rerata tinggi pundak, panjang badan, lebar dada, lingkar pangkal paha, dalam dada dan lingkar dada pada kelompok domba tangkas umur lebih dari 1 tahun cenderung lebih besar bila dibandingkan dengan kelompok domba pedaging. Hal ini disebabkan setelah umur 1 tahun, domba Garut tangkas jantan diperlakukan istimewa dalam manajemen pemeliharaannya yang lebih intensif, terutama domba tangkas jantan yang dipersiapkan untuk dipertandingkan. Selain itu, pemberian makanan sehari-hari sepeti rumput, ampas tahu, kulit kacang, telur dan madu memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan kesehatan domba. Pada kelima kelompok domba betina menunjukkan tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada, dalam dada dan lebar dada yang tidak berbeda bahkan banyak yang lebih besar bila dibandingkan dengan laporan Diwyanto (1982), yang menyebutkan bahwa domba Garut betina umur lebih dari 1 tahun adalah sebesar cm untuk tinggi pundak, cm untuk panjang badan, cm untuk lingkar dada, cm untuk dalam dada dan cm untuk lebar dada. Apabila dibandingkan dengan laporan Merkens dan Soemirat (1926), menunjukkan bahwa untuk domba betina dewasa tidak ada yang mencapai tinggi pundak sebesar 72 cm, panjang badan sebesar 65 cm, dalam dada sebesar 32 dan lebar dada sebesar 18 cm. 36

50 Domba Garut betina pada masing-masing kelompok domba cenderung mempunyai tinggi pundak yang lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi kelangkang dan lebar pangkal paha lebih lebar dibandingkan dengan lebar dada. Rerata semua ukuran bagian tubuh dari kelima kelompok umur tersebut cenderung tidak menunjukkan perbedaan antara domba Garut betina tipe tangkas dengan tipe pedaging. Hal ini disebabkan adanya perlakuan yang sama antara domba betina tangkas dan pedaging dalam pemeliharaannya, terjadi biak dalam serta kurangnya seleksi yang dilakukan pada domba betina. Lingkar kanon pada kelompok domba jantan, menunjukkan bahwa kelompok domba tangkas Wanaraja umur I 2 berbeda nyata dengan kelompok domba pedaging Sukawening dan pedaging Wanaraja. Kelompok domba Margawati umur I 1 berbeda nyata dengan kelompok domba yang lain. Lingkar kanon pada kelompok betina, menunjukkan bahwa kelompok domba pedaging Wanaraja berbeda nyata domba pedaging Sukawening pada umur I 0 dan I 1, sedangkan pada umur I 2, I 3 dan I 4 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara kelima kelompok domba tersebut. Lingkar kanon pada penelitian ini menunjukkan ukuran lingkar kanon yang terbesar pada kelompok domba tangkas Wanaraja jantan sebesar 9,8 cm dan domba pedaging Wanaraja betina sebesar 7,8 cm. Lingkar kanon ini memiliki ukuran yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan laporan Merkens dan Soemirat (1926) yang menunjukkan bahwa lingkar kanon domba Garut dewasa adalah sebesar 11 cm dan 9 cm untuk jantan dan betina, serta menunjukkan lingkar kanon yang cukup besar apabila dibandingkan dengan hasil laporan Diwyanto (1982) yaitu sebesar 8,5 cm dan 7,2 cm untuk jantan dan betina. Dengan demikian ada indikasi bahwa rerata lingkar kanon domba Garut jantan dan betina saat ini mengalami peningkatan dibandingkan domba Garut jantan dan betina 24 tahun yang lalu. Diwyanto (1982) menyatakan bahwa bentuk ekor dapat dikategorikan ke dalam tiga tipe berdasarkan lebarnya ekor, yaitu ekor tipis (<4 cm), ekor sedang (5-8 cm) dan ekor gemuk (>9 cm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa domba Garut tipe tangkas dan pedaging sebagian besar memiliki bentuk ekor sedang pada jantan dan bentuk ekor tipis sampai sedang untuk betina. Berbeda dengan Mulliadi (1996), yang menyatakan bahwa ekor domba tangkas jantan banyak ditemukan yang memiliki pangkal gemuk (61,61%) dan betina lebih banyak yang bertipe ekor sedang 37

51 (80,11%), sedangkan tipe pedaging banyak memiliki tipe ekor sedang pada jantan dan betina. Rerata panjang ekor domba jantan terbesar ditampilkan oleh domba Margawati (25,3 cm), sedangkan lebar ekor terbesar ditampilkan oleh domba pedaging Wanaraja (7,4 cm). Rerata panjang ekor domba betina terpanjang ditampilkan oleh domba tangkas Wanaraja dan pedaging Wanaraja sebesar 23,6 cm dan rerata lebar ekor domba betina terlebar ditampilkan oleh domba pedaging Wanaraja sebesar 5,8 cm. Hasil penelitian ini menunjukkan rerata panjang dan lebar ekor domba Garut yang lebih besar dibandingkan hasil penelitian Riwantoro (2005) yang menunjukkan panjang ekor berkisar antara 20,2-22,55 cm serta 18,8-19,5 cm untuk jantan dan betina, sedangkan lebar ekor berkisar antara 3,0-4,6 cm serta 2,9-3,4 cm untuk jantan dan betina. Domba-domba di Kecamatan Wanaraja memiliki panjang dan lebar ekor paling besar dibandingkan domba-domba di Kecamatan Sukawening dan Margawati. Hal ini disebabkan peternak di Kecamatan Wanaraja memberikan makanan yang baik pada dombanya, sehingga terjadi penimbunan lemak pada pangkal ekornya. Merkens dan Soemirat (1926) menyatakan bahwa ciri pengenal domba Garut adalah sifat pembentukan lemak pada dasar ekor, yang mengakibatkan ekor domba kelihatan lebar sekali pada domba-domba yang mendapatkan pakan yang baik. Heriyadi et al. (2002) menyatakan, bahwa domba Garut jantan dan betina memiliki ekor berbentuk segitiga terbalik, gemuk atau berlemak pada pangkal ekor dan mengecil ke bagian bawah. Dilihat dari koefisien keragaman ukuran-ukuran tubuh pada setiap kelompok domba jantan dan betina umur kurang dari 1 tahun disajikan pada Tabel 12 dan umur lebih dari 1 tahun disajikan pada Tabel 13. Dari Tabel 12 tampak memperlihatkan keseragaman ukuran-ukuran tubuh dengan koefisien keragaman antara 3,51-62,63%. Keseragaman ukuran-ukuran tubuh domba jantan (6,33-62,63%) lebih beragam dibandingkan domba betina (3,51-38,88%). Hal ini disebabkan pertumbuhan pada domba jantan lebih cepat dibandingkan domba betina dan akibat seleksi yang kebanyakan dilakukan pada domba jantan. Keragaman ukuran tubuh domba yang tinggi pada umur kurang dari 1 tahun, disebabkan adanya perbedaan pertumbuhan yang cepat terutama pertumbuhan kerangka atau tulang serta daging. 38

52 Tabel 12. Koefisien Keragaman Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I 0 (<1 tahun) untuk Jenis Kelamin Jantan dan Betina Ukuran-ukuran Tubuh Margawati Tangkas Wanaraja Kelompok Domba Pedaging Wanaraja Tangkas Sukawening Pedaging Sukawening Jantan : Jumlah contoh domba (ekor) Tinggi pundak (%) Panjang badan (%) Lebar dada (%) Dalam dada (%) Lingkar dada (%) Tinggi kelangkang (%) Panjang kelangkang (%) Lebar pangkal paha (%) Lingkar kanon (%) Panjang tengkorak (%) Tinggi tengkorak (%) Lebar tengkorak (%) Panjang tanduk (%) Lingkar pangkal tanduk (%) Jarak antar tanduk (%) Panjang telinga (%) Lebar telinga (%) Panjang ekor (%) Lebar ekor (%) Bobot badan (%) (15) 11,30 13,16 16,26 12,89 15,36 9,93 9,04 14,67 12,50 17,50 13,22 9,37 54,46 31,19 42,86 36,36 30,00 17,89 33,33 39,13 (21) 11,29 10,89 16,07 10,99 12,06 11,40 9,18 14,81 10,13 11,90 19,29 9,09 44,79 26,42 40,00 27,12 23,08 9,54 18,18 30,90 (11) 11,05 11,68 62,63 11,15 16,12 11,05 11,05 23,91 17,10 13,09 19,68 6,94 45,88 30,07 50,00 9,24 18,87 18,89 23,64 34,26 (20) 9,72 9,66 14,28 8,95 6,33 7,81 8,43 13,56 8,22 8,24 10,24 7,04 35,15 22,56 56,25 35,18 26,09 14,70 25,58 20,64 (19) 9,56 9,82 8,72 10,98 8,54 10,19 10,50 9,41 9,86 10,33 19,84 11,27 31,75 19,51 58,82 9,84 12,24 14,21 23,81 27,88 Betina : Jumlah contoh domba (ekor) Tinggi pundak (%) Panjang badan (%) Lebar dada (%) Dalam dada (%) Lingkar dada (%) Tinggi kelangkang (%) Panjang kelangkang (%) Lebar pangkal paha (%) Lingkar kanon (%) Panjang tengkorak (%) Tinggi tengkorak (%) Lebar tengkorak (%) Panjang telinga (%) Lebar telinga (%) Panjang ekor (%) Lebar ekor (%) Bobot badan (%) (15) 9,47 11,80 18,10 11,82 11,35 10,92 11,64 13,72 7,57 9,47 9,32 6,25 23,81 21,05 13,54 35,48 24,40 (6) 7,61 8,79 11,76 10,97 9,17 10,74 8,28 17,22 8,95 7,50 3,51 7,14 38,30 25,92 17,31 22,00 16,49 (13) 8,44 8,00 12,10 12,70 8,39 9,26 4,30 12,29 9,33 7,86 6,78 14,70 12,78 15,00 22,22 16,98 14,28 (8) 7,60 13,11 15,83 10,53 8,77 10,00 7,26 16,67 7,04 11,56 10,92 7,35 38,77 25,00 15,34 36,36 22,46 (10) 7,19 9,28 10,00 12,29 8,80 9,98 5,06 11,24 8,95 8,12 8,47 7,25 11,67 12,24 16,28 14,63 16,39 39

53 Tabel 13. Koefisien Keragaman Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I 1 -I 4 (1-4 tahun) untuk Jenis Kelamin Jantan dan Betina Ukuran-ukuran Tubuh Margawati Tangkas Wanaraja Kelompok Domba Pedaging Wanaraja Tangkas Sukawening Pedaging Sukawening Jantan : Jumlah contoh domba (ekor) Tinggi pundak (%) Panjang badan (%) Lebar dada (%) Dalam dada (%) Lingkar dada (%) Tinggi kelangkang (%) Panjang kelangkang (%) Lebar pangkal paha (%) Lingkar kanon (%) Panjang tengkorak (%) Tinggi tengkorak (%) Lebar tengkorak (%) Panjang tanduk (%) Lingkar pangkal tanduk (%) Jarak antar tanduk (%) Panjang telinga (%) Lebar telinga (%) Panjang ekor (%) Lebar ekor (%) Bobot badan (%) (14) 4,44 6,78 11,47 8,22 4,52 5,96 10,80 8,59 8,54 13,71 15,59 11,24 18,50 9,00 27,70 14,54 24,54 12,79 25,42 12,76 (23) 9,00 8,17 17,37 12,43 7,40 18,23 7,73 12,85 7,37 9,02 12,33 11,71 24,35 18,35 30,97 28,63 24,46 13,08 18,89 26,34 (8) 7,97 4,80 11,98 8,15 7,99 10,21 5,38 6,88 6,59 6,32 10,40 9,23 16,73 7,94 28,43 9,64 14,10 12,27 23,17 19,47 (19) 8,92 6,92 14,46 6,84 8,70 8,05 8,31 10,30 8,78 6,38 6,54 9,56 23,91 11,04 23,86 27,10 21,34 19,62 19,74 26,03 (13) 5,67 7,53 10,68 6,94 6,66 7,06 4,33 11,73 7,31 5,00 9,61 8,58 22,73 9,62 45,65 13,70 20,77 10,89 23,27 19,42 Betina : Jumlah contoh domba (ekor) Tinggi pundak (%) Panjang badan (%) Lebar dada (%) Dalam dada (%) Lingkar dada (%) Tinggi kelangkang (%) Panjang kelangkang (%) Lebar pangkal paha (%) Lingkar kanon (%) Panjang tengkorak (%) Tinggi tengkorak (%) Lebar tengkorak (%) Panjang telinga (%) Lebar telinga (%) Panjang ekor (%) Lebar ekor (%) Bobot badan (%) (33) 5,27 7,07 12,26 8,32 5,93 5,00 4,54 11,48 6,62 8,30 2,99 10,66 26,09 20,62 14,05 26,79 13,37 (31) 7,34 6,09 12,92 8,83 8,79 9,60 6,42 10,08 7,13 8,56 10,04 9,18 28,43 28,81 10,59 21,51 12,91 (37) 6,21 8,03 17,02 9,69 10,52 7,44 7,55 14,05 10,79 12,52 10,68 12,63 14,66 19,81 13,19 27,69 29,61 (42) 6,40 7,56 10,50 6,58 5,78 6,34 6,22 10,28 7,82 4,94 6,39 9,07 30,81 22,97 14,20 23,29 16,68 (30) 8,27 9,18 10,10 8,42 7,60 8,36 5,99 8,75 8,72 5,50 8,22 10,04 10,00 15,64 16,05 23,96 17,28 40

54 Koefisien keragaman ukuran-ukuran tubuh domba tangkas Wanaraja (3,51-44,79%) lebih kecil dibandingkan dengan kelompok domba yang lain, berturut-turut kelompok domba Margawati (6,25-54,46%), tangkas Sukawening (6,33-56,25%), pedaging Sukawening (5,06-58,82%) dan pedaging Wanaraja (4,30-62,63%). Keragaman ukuran-ukuran tubuh ini disebabkan adanya seleksi, terjadi persilangan, masuknya domba yang berkualitas dan cara pemeliharaan. Koefisien keragaman ukuran tubuh pada setiap kelompok domba jantan dan betina umur lebih dari 1 tahun (Tabel 13), menunjukkan keseragaman ukuran-ukuran tubuh (2,99-45,65%) yang lebih seragam apabila dibandingkan keseragaman ukuran tubuh umur kurang dari 1 tahun. Hal ini dikarenakan domba yang berumur lebih dari 1 tahun sudah tidak mengalami pertumbuhan yang cepat terutama pertumbuhan kerangka atau tulang. Selain itu, adanya pengaruh faktor genetik dan lingkungan yang berbeda serta adanya perlakuan khusus setelah umur 1 tahun untuk membentuk domba tangkas yang bagus. Koefisien keragaman ukuran tubuh kelompok domba Margawati umur lebih dari 1 tahun cukup seragam dibandingkan kelompok domba yang lain. Keseragaman pada kelompok domba Margawati dikarenakan contoh domba yang berada di BPPTD Margawati merupakan hasil seleksi yang dilakukan secara rutin, adanya program pembibitan yang baik serta lokasi balai yang jauh dari keramaian dan jalan raya, memungkinkan peluang terjadinya mobilitas atau pencampuran domba cukup kecil. Keragaman yang tampak dari setiap kelompok domba jantan dan betina pada berbagai umur umumnya ukuran bobot badan, lebar ekor, telinga dan tanduk pada jantan. Keragaman yang terjadi pada bobot badan khususnya disebabkan kondisi pemeliharaan, pengaruh pemberian pakan, kesehatan dan ketelitian saat penimbangan terutama banyak contoh domba yang sudah diberi makan dan wolnya belum dicukur (sangat lebat dan kotor). Keragaman lebar ekor dipengaruhi oleh penimbunan lemak yang berbeda dari setiap contoh domba karena faktor pemberian pakan dan ketebalan wol pada ekornya yang ikut terukur. Keragaman pada telinga dan tanduk disebabkan faktor genetik dari setiap contoh domba dan akibat terjadinya persilangan atau biak luar. Ukuran telinga dan sifat pertandukan adalah sifat karakteristik yang dipengaruhi oleh faktor genetik (Triwulaningsih et al., 1981). 41

55 Dilihat dari nilai koefisien keragaman ukuran tubuh pada setiap kelompok domba dan umur yang berbeda, seleksi terhadap ukuran-ukuran tubuh domba Garut sebaiknya dilakukan pada domba Garut berumur kurang dari 1 tahun. Seleksi pada domba Garut sebaiknya dilakukan terhadap bobot badan, ukuran telinga, bentuk ekor dan ukuran tanduk terutama pada jantan. Mulliadi (1996) menyatakan bahwa seleksi terhadap ukuran tanduk memiliki peluang yang cukup besar, karena memiliki keragaman ukuran tanduk yang tinggi. Salah satu seleksi domba tangkas dilakukan pada pertandukan (Mulyaningsih et al., 1990). Seleksi terhadap sifat resesif lebih efektif daripada sifat dominan, karena hasil persilangan terhadap pasangan homozigot resesif dengan resesif tidak menampakkan keragaman (Mulliadi, 1996). Berdasarkan karakteristik ukuran tubuh domba Garut, Kecamatan Wanaraja memiliki karakteristik ukuran tubuh domba Garut yang lebih baik dibandingkan Kecamatan Sukawening dan Margawati. Kecamatan Wanaraja memiliki pasar domba, dilewati jalan raya Kabupaten serta terbukanya daerah Wanaraja terhadap ternak dari daerah lain, memungkinkan peluang terjadinya mobilitas dan persilangan domba cukup besar. Hal ini tidak mempengaruhi terhadap kualitas dari domba yang ada di Wanaraja bahkan masih terdapat domba-domba untuk bibit dan telah menghasilkan domba tangkas yang berprestasi. Keberhasilan pengembangan domba Garut di Kecamatan Wanaraja mungkin disebabkan peranan dari Dinas setempat atau instansi lain dalam memberikan penyuluhan, pelatihan dan pembinaan terhadap peternak. Selain itu, adanya kebiasaan turun temurun dari peternak dalam memelihara domba Garut yang telah berlangsung sejak dulu. Kecamatan Sukawening memiliki kondisi lingkungan yang bagus, sehingga berpotensi untuk pengembangan dan pembibitan domba Garut. Domba di Kecamatan Sukawening kurang berkembang dengan baik dibandingkan Wanaraja dan Margawati. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya pembinaan atau penyuluhan dari Dinas setempat atau instansi lain terhadap peternak, sehingga pengetahuan beternak domba berdasarkan pengalaman atau warisan orang tuanya. Selain itu, domba-domba di Sukawening berasal dari luar daerah Sukawening, sehingga domba perlu beradaptasi terhadap kondisi lingkungan dan cara pemeliharaan yang berbeda dari asalnya. 42

56 Jarak Genetik antar Kelompok Domba Garut Dari Tabel 14 menunjukkan bahwa jarak genetik terjauh diperlihatkan antara kelompok domba Margawati dan domba pedaging Wanaraja (6,17), sedangkan jarak genetik terdekat diperlihatkan antara kelompok domba tangkas Wanaraja dan domba tangkas Sukawening (1,16). Jarak genetik antara kelompok domba Margawati dan domba pedaging Sukawening sebesar 5,62, kemudian diikuti oleh kelompok domba tangkas Sukawening dan domba pedaging Wanaraja sebesar 5,59, domba tangkas Wanaraja dan domba pedaging Wanaraja sebesar 5,24, domba tangkas Sukawening dan domba pedaging Sukawening sebesar 5,15, domba tangkas Wanaraja dan domba pedaging Sukawening sebesar 4,95, serta domba pedaging Wanaraja dan domba pedaging Sukawening dengan nilai 1,36. Hasil penelitian ini dilihat dari karakteristik fenotipik kuantitatifnya menunjukkan bahwa kelompok domba tangkas Wanaraja memiliki hubungan yang dekat dengan kelompok domba tangkas Sukawening, kemudian kelompok domba pedaging Wanaraja memiliki hubungan yang dekat dengan kelompok domba pedaging Sukawening. Kelompok domba Margawati cenderung memiliki hubungan yang dekat dengan kelompok domba tangkas Wanaraja dan domba tangkas Sukawening. Hal ini menunjukkan bahwa domba Garut tipe tangkas dengan domba Garut tipe pedaging memiliki jarak genetik yang cukup jauh, meskipun dalam satu daerah pemeliharaan yang sama. Kelompok Domba Tabel 14. Matrik Jarak Genetik antar Kelompok Domba Garut Margawati Tangkas Wanaraja Kelompok Domba Pedaging Wanaraja Tangkas Sukawening Pedaging Sukawening Margawati 0 2,08 6,17 1,57 5,62 Tangkas Wanaraja 0 5,24 1,16 4,95 Pedaging Wanaraja 0 5,59 1,36 Tangkas Sukawening 0 5,15 Pedaging Sukawening 0 43

57 Hasil ini mendukung gambaran kanonikal dari kelima kelompok domba Garut (Gambar 3), dimana kelompok domba pedaging Wanaraja dan domba pedaging Sukawening tidak menunjukkan campuran atau pencilan yang masuk ke dalam kelompok domba tangkas Wanaraja, domba tangkas Sukawening serta domba Margawati. Hasil ini juga mengindikasikan bahwa ternak domba pada kelompok domba pedaging Wanaraja dan domba pedaging Sukawening berasal dari keturunan atau moyang yang sama, begitu juga dengan kelompok domba tangkas Wanaraja, domba tangkas Sukawening dan domba Margawati berasal dari moyang yang sama. Dengan demikian, adanya pengelompokan domba Garut menjadi dua kelompok domba Garut, yaitu domba Garut tipe tangkas dan domba Garut tipe pedaging. Nilai matrik jarak genetik antara masing-masing kelompok domba yang tersaji dalam Tabel 14, digunakan untuk membuat pohon fenogram (Gambar 2). Pohon fenogram menggambarkan jarak genetik dari keseluruhan kelompok. 1,82 2,05 0,33 0,58 0,58 0,91 0,68 0,68 Tangkas Sukawening Tangkas Wanaraja Margawati Pedaging Sukawening Pedaging Wanaraja 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 Gambar 2. Pohon Fenogram dari Kelima Kelompok Domba Garut. Kontruksi pohon fenogram menunjukkan bahwa kelompok domba tangkas Wanaraja dan domba tangkas Sukawening memiliki ukuran jarak genetik yang paling dekat yaitu 0,58. Kelompok domba pedaging Wanaraja mempunyai jarak genetik yang paling dekat dengan kelompok domba pedaging Sukawening (0,68). Persilangan antara dua kelompok domba yang memiliki ukuran jarak genetik yang relatif dekat tidak akan memberikan kemajuan ukuran kuantitatif yang signifikan apabila tidak disertai dengan sistem seleksi yang ketat, hal ini disebabkan karena sifat heterosis yang didapat hanya berasal dari keragaman dalam bangsa atau kelompok (Suparyanto et al., 1999). Menurut Riwantoro (2005), menyatakan bahwa persilangan antara domba Garut tangkas dengan domba Garut pedaging diduga dapat meningkatkan mutu genetik domba Garut pedaging. Demikian juga persilangan 44

58 antara domba Garut tangkas dengan domba lokal diduga dapat meningkatkan mutu genetik domba lokal. Dengan demikian, praktek penggunaan pejantan domba Garut tangkas untuk meningkatkan mutu Genetik domba Garut pedaging dan domba lokal banyak dilakukan oleh peternak di Kabupaten Garut. Kelompok domba Margawati secara genetik terpisah dari kelompok domba tangkas Wanaraja dan domba tangkas Sukawening, meskipun berasal dari kelompok atau bangsa yang sama yaitu domba Garut tangkas. Hal ini diduga berdasarkan cabang kaitan yang tersaji tidak menunjukkan cabang kaitan yang langsung. Hasil ini disebabkan domba Margawati telah mengalami seleksi yang mengarah pada domba Garut yang seragam dan menghasilkan domba Garut yang mendekati domba Garut murni sebagai akibat terjadinya biak dalam atau perkawinan dengan hubungan kekerabatan yang dekat, sehingga domba Margawati membentuk suatu karakteristik tersendiri yang berbeda dengan domba yang lain. Cabang pohon fenogram pada Gambar 2 memperjelas bahwa kelompok domba Margawati, domba tangkas Wanaraja dan domba tangkas Sukawening tidak mempunyai kekerabatan langsung dengan kelompok domba pedaging Wanaraja dan Sukawening. Hal ini jelas karena adanya perbedaan bangsa domba Garut, yaitu domba Garut tangkas dan domba Garut pedaging. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Riwantoro (2005) yang menyebutkan bahwa domba Garut pedaging tidak mempunyai kekerabatan langsung dengan domba Garut tangkas, meskipun keduanya merupakan domba asli Kabupaten Garut. Gambaran Kanonikal dari Kelima Kelompok Domba Garut Hasil analisis kanonikal seperti terlihat pada Gambar 3 menunjukkan bahwa secara morfologi terlihat adanya pemisah yang bersinggungan antara kelompok domba Margawati (M), domba Garut tangkas Wanaraja (T) dan tangkas Sukawening (A) dengan domba Garut pedaging Wanaraja (P) dan pedaging Sukawening (D), serta terdapat kecenderungan yang menunjukkan bahwa domba pedaging menyebar pada sebelah kanan garis axis Y, sedangkan domba tangkas menyebar kesebelah kiri. Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan ukuran-ukuran tubuhnya terdapat gambaran kanonikal dari kelompok domba Garut yang membedakan domba Garut tipe tangkas dengan domba Garut tipe pedaging secara jelas dan terpisah. 45

59 CAN 2 CAN 1 Gambar 3. Gambaran Kanonikal dari Kelompok Domba Margawati (M), Tangkas Wanaraja (T), Pedaging Wanaraja (P), Tangkas Sukawening (A) dan Pedaging Sukawening (D). Karakteristik kelompok domba pedaging memperlihatkan bahwa domba pedaging Wanaraja memiliki titik penyebaran paling kanan bergerak ke kiri menembus hampir ke ujung kelompok domba pedaging Sukawening, dan begitu juga sebaliknya. Titik penyebaran yang bercampur dari kedua kelompok domba tersebut mencerminkan bahwa ukuran tubuh diantara kedua kelompok tersebut dekat. Pada kelompok domba pedaging (Wanaraja dan Sukawening) tidak terjadi adanya pencilan yang masuk ke dalam kelompok domba Margawati, tangkas Wanaraja dan Sukawening, dan demikian juga sebaliknya. 46

60 Pada kelompok domba tangkas, sebaran kelompok domba tangkas Wanaraja secara morfologis titik penyebarannya sangat dalam dengan kelompok domba tangkas Sukawening dan cukup dalam terhadap kelompok domba Margawati. Hal ini menggambarkan bahwa secara morfologis hubungan genetik pada kelompok domba tangkas Wanaraja dengan tangkas Sukawening sangat dekat, sehingga banyak kesamaan dari beberapa peubah yang diamati. Berbeda dengan kelompok domba Margawati, meskipun titik penyebarannya cukup dalam dengan kelompok domba tangkas Wanaraja dan Sukawening namun titik penyebarannya tidak sedalam yang terjadi antara tangkas Wanaraja dan Sukawening maupun pedaging Wanaraja dan Sukawening. Hal tersebut menggambarkan bahwa kelompok domba Margawati memiliki ukuran fenotipik yang relatif berbeda meskipun lebih mendekati kelompok domba tangkas Wanaraja dan tangkas Sukawening. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa hubungan kekerabatan antara domba Garut tangkas dengan domba Garut pedaging cukup dekat dan dapat dipisahkan dengan jelas secara kuantitatif. Menurut Mulliadi (1996), diperolehnya domba Garut tangkas di Kabupaten Garut didukung oleh beberapa hal (1) kebiasaan seni adu tangkas yang berkembang di Garut sampai saat ini, (2) kebiasaan seleksi untuk memperoleh domba tangkas yang baik, (3) sistem perkawinan dan pemeliharaan yang khusus sebagai domba tangkas, (4) faktor lingkungan tidak saja terhadap cara beternak tetapi terhadap kondisi pakan yang berlimpah. Berdasarkan karakteristik kuantitatif, domba Garut pedaging memiliki hubungan kekerabatan yang sangat dekat dengan domba Lokal dan lebih dekat dengan domba Garut tangkas (Riwantoro, 2005). Ukuran nilai korelasi kanonik pada satu peubah mengindikasikan kekuatan peranan peubah-peubah tersebut sebagai pembeda antar kelompok (Sarbaini, 2004). Dari peubah ukuran fenotipik domba yang digunakan maka panjang telinga, lebar telinga, lebar ekor dan lebar dada memberikan pengaruh yang kuat terhadap pembedaan kelompok domba dengan nilai total struktur kanonik yang tinggi (Tabel 15). Peubah panjang telinga memiliki perbedaan nilai total struktur antara kanonik tertinggi pada Kanonik 1 (0,986648) dan terendah pada Kanonik 2 (-0,074638). Peubah lebar telinga memiliki perbedaan nilai total struktur kanonik terbesar pada Kanonik 1 yaitu 0,962327, sedangkan nilai terendah terdapat pada Kanonik 3 sebesar 47

61 - 0, Peubah lebar ekor memiliki perbedaan nilai total struktur antara kanonik yang relatif tinggi, terutama terdapat pada Kanonik 1 (0,802558) dengan Kanonik 3 (-0,263205). Sementara tingkat perbedaan pada peubah lebar dada tampak bahwa nilai kanonik terbesar pada Kanonik 2 yaitu 0,530397, sedangkan nilai terendah terjadi pada Kanonik 3 yaitu 0, Tabel 15. Struktur Total Kanonik Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut. Ukuran-ukuran tubuh Kanonik 1 Kanonik 2 Kanonik 3 Kanonik 4 Tinggi Pundak -0, , , , Tinggi Kelangkang -0, , , , Panjang Badan -0, , , , Panjang Kelangkang -0, , , , Lebar Dada 0, , , , Lebar Pangkal Paha 0, , , , Dalam Dada -0, , , , Lingkar Dada -0, , , , Lingkar Kanon -0, , , , Panjang Tengkorak -0, , , , Lebar Tengkorak -0, , , , Tinggi Tengkorak -0, , , , Panjang Ekor -0, , , , Lebar Ekor 0, , , , Lebar Telinga 0, , , , Panjang Telinga 0, , , , Bobot Badan -0, , , , Pada Tabel 15 dapat dilihat peubah panjang kelangkang, lingkar kanon, panjang tengkorak dan tinggi tengkorak kurang dapat digunakan sebagai peubah pembeda kelompok domba. Dugaan tersebut di atas didasari dari hasil analisis terhadap total struktur kanonik dengan memberikan angka negatif yang relatif tinggi yaitu panjang kelangkang -0,424007, lingkar kanon -0,479248, panjang tengkorak - 0,287665, dan tinggi tengkorak -0, pada Kanonik 2. Semakin rendah angka yang diperoleh dari hasil analisis total struktur kanonik, semakin tidak dapat digunakan sebagai peubah pembeda kelompok domba. 48

62 Analisis diskriminan dapat digunakan untuk menduga adanya nilai kesamaan pada suatu kelompok dan kemungkinan besarnya proporsi nilai campuran yang mempengaruhi kesamaan suatu bangsa dengan bangsa lain yang didasarkan atas persamaan ukuran tubuh (Suparyanto et al., 1999). Analisis diskriminan yang dilakukan terhadap ukuran-ukuran tubuh (bobot badan, tinggi pundak, tinggi kelangkang, panjang badan, panjang kelangkang, lebar dada, lebar pangkal paha, dalam dada, lingkar dada, lingkar kanon, panjang tengkorak, lebar tengkorak, tinggi tengkorak, panjang ekor, lebar ekor, lebar telinga dan panjang telinga) pada kedua jenis kelamin jantan dan betina pada kelima kelompok domba Garut dari Margawati, Kecamatan Wanaraja dan Sukawening Kabupaten Garut. Hasil analisis fungsi diskriminan linier terhadap semua ukuran-ukuran tubuh pada kelompok domba Margawati (M), domba tangkas Wanaraja (T), domba pedaging Wanaraja (P), domba tangkas Sukawening (A) dan domba pedaging Sukawening (D) untuk melihat persentase nilai kesamaan dan campuran antara kelompok domba disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Persentase Nilai Kesamaan dan Campuran di Dalam dan di Antara Kelompok Domba Garut. Kelompok Kelompok Domba Domba M T P A D Margawati (M) Tangkas Wanaraja (T) Pedaging Wanaraja (P) Tangkas Sukawening (A) Pedaging Sukawening (D) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) 73 71,57 5 6,17 0 0, ,85 0 0, , ,14 0 0, ,60 0 0,00 0 0,00 0 0, ,57 0 0, , , ,69 0 0, ,55 0 0,00 0 0,00 0 0, ,43 0 0, ,44 Total , , , , ,00 n Total (%) 22,52 21,31 16,95 22,03 17,19 100,00 Keterangan : n = Jumlah contoh domba; % = Persentase nilai kesamaan dan campuran; M = Kelompok domba Margawati; T = Kelompok domba tangkas Wanaraja; P = Kelompok domba pedaging Wanaraja; A = Kelompok domba tangkas Sukawening; D = Kelompok domba pedaging Sukawening. 49

63 Berdasarkan Tabel 16, tingkat kesamaan pengelompokan domba Garut di Margawati, Wanaraja dan Sukawening menurut kelompok domba berkisar antara 59% sampai 71,57%. Kesamaan tertinggi ditemukan pada kelompok domba Margawati (M) sebesar 71,57%, kemudian diikuti oleh kelompok domba pedaging Wanaraja (P) sebesar 69,57%, pedaging Sukawening (D) sebesar 69,44%, tangkas Wanaraja (T) sebesar 69,14% dan terendah dalam kelompok domba tangkas Sukawening (A) sebesar 59,55%. Kesamaan ukuran tubuh dalam kelompok domba Margawati, sebagian besar contoh (71,57%) dari 102 ekor contoh domba Garut memiliki kecocokan dalam kelompoknya. Ukuran tubuh pada kelompok domba Margawati dipengaruhi oleh adanya campuran atau masuk ke kelompok domba tangkas Wanaraja dan tangkas Sukawening masing-masing sebesar 10,78% dan 17,65%. Selebihnya ukuran tubuhnya tidak dipengaruhi oleh kelompok domba pedaging Wanaraja dan pedaging Sukawening (0,00%). Besarnya kesamaan ukuran tubuh yang ada pada kelompok domba Margawati berkaitan dengan adanya seleksi terhadap ukuran tubuh domba Garut yang dilakukan oleh BPPTD Margawati untuk mendapatkan keseragaman ukuran tubuh. BPPTD Margawati mengontrol dalam keluar masuk dombanya dan mengontrol dalam pembiakannya, sehingga dapat menghindari atau mengontrol terjadinya biak silang antar lokasi dan antar tipe domba Garut. Adanya pencampuran domba Margawati dengan domba tangkas Wanaraja dan tangkas Sukawening yang tidak begitu besar. Hal ini disebabkan bahwa Sukawening dan Wanaraja sebagai salah satu mitra dari BPPTD Margawati, sehingga memungkinkan adanya domba tangkas Wanaraja dan Sukawening yang masuk dan keluar dari BPPTD Margawati. Kelompok domba tangkas Sukawening memiliki persentase nilai kesamaan ukuran tubuh yang paling kecil dari kelompok domba yang lain dan hampir setengahnya tercampur domba tangkas Wanaraja. Hal ini disebabkan tidak adanya program pemuliaan yang baik dan terarah, terbukanya daerah tersebut terhadap daerah lain serta dekatnya jarak lokasi antara Wanaraja dan Sukawening. Kondisi ini akan memperbesar terjadinya biak silang antar lokasi maupun dalam lokasi serta antar tipe domba Garut, sehingga akan memperbesar keragaman ukuran tubuh pada kelompok domba tangkas Sukawening. 50

64 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Karakteristik ukuran tubuh domba Garut jantan, sebagian besar tertinggi ditampilkan oleh domba tangkas Wanaraja umur Io dan I 2. Dalam dada, panjang tengkorak, lebar tengkorak, panjang tanduk domba tangkas Wanaraja jantan berbeda nyata dengan kelompok domba yang lain saat umur I 0. Domba tangkas Wanaraja tidak berbeda nyata dengan domba Margawati dan domba tangkas Sukawening saat umur I 1. Domba tangkas Wanaraja berbeda nyata dengan domba Pedaging pada umur I Karakteristik ukuran tubuh domba betina, sebagian besar tertinggi ditampilkan oleh domba pedaging Wanaraja umur I 0 dan I 4, sedangkan saat umur I 1, I 2 dan I 3 tidak menunjukkan perbedaan ukuran tubuh dari kelima kelompok domba 3. Keragaman ukuran tubuh yang tampak dari setiap kelompok domba umumnya pada peubah bobot badan, lebar ekor, telinga dan tanduk pada jantan. 4. Kelompok domba tangkas Sukawening dengan domba tangkas Wanaraja memiliki jarak genetik yang paling dekat (1,16), sedangkan kelompok domba Margawati dengan domba pedaging Wanaraja memiliki jarak genetik yang paling jauh (6,17). 5. Secara fenogram, domba Margawati terpisah dari kelompok domba tangkas Wanaraja, tangkas Sukawening, pedaging Wanaraja dan Sukawening. Namun, domba Margawati cenderung memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan domba tangkas Wanaraja dan domba tangkas Sukawening. 6. Peubah yang digunakan sebagai penduga pembeda kelompok maupun tipe domba Garut berasal dari ukuran panjang dan lebar telinga, lebar ekor serta lebar dada. Saran 1. Perlu penelitian di bidang molekuler untuk menentukan jarak genetik antar domba Garut yang lebih akurat. 2. Kondisi lingkungan di Kecamatan Sukawening memiliki potensi untuk pengembangan domba Garut, jika disertai adanya pembinaan, penyuluhan dan pelatihan kepada para peternak yang ada di Kecamatan Sukawening. 51

65 UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirrobbila alamin, Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas curahan rahmat, kasih sayang dan izin-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Suparman (Alm) dan Ibunda Yeyeh Satyanah atas do a, nasehat, pengorbanan, kasih sayang yang tidak pernah berhenti serta telah memberikan warisan terbaiknya yaitu ilmu pengetahuan (semoga bermanfaat di dunia dan akhirat). Kakak-kakak serta ponakan-ponakan tersayang yang senantiasa mendo akan dan memberikan motivasinya kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis sejak persiapan penelitian sampai dengan terwujudnya skripsi ini, yaitu: 1) Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. sebagai pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasi serta telah memberikan bantuan dana untuk penelitian kepada penulis. Kepada Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer sebagai pembimbing anggota atas segala bimbingan, arahan, curahan tenaga, pikiran dan waktunya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 2) Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS. sebagai pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, saran dan masukan kepada penulis selama kuliah di Fakultas Peternakan, IPB. 3) Ir. Bambang Pangestu, MSi. dan Ir. Didid Diapari, MS. atas kesediaannya menjadi penguji dan telah memberikan masukan dan saran kepada penulis demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 4) Kepala Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat dan Dinas Peternakan Kabupaten Garut beserta staf yang telah memberi izin dan bantuannya selama penelitian. 5) Kepada UPTD BPPTD Margawati beserta staf yang telah memberikan izin, bantuan dan kerjasamanya selama penelitian. 6) Kepada Bapak Ocin dan keluarga, Pak Rahmat, Pak Beni dan keluarga, Pak Samsudin beserta keluarga, tim bola voli GMC (Baret, Robi, Agay, Dedeng dan 52

66 Cucu), dan para peternak domba Garut di Kecamatan Wanaraja dan Sukawening yang telah membantu penulis baik moriil maupun materiilnya selama penelitian. 7) Kepada teman-teman satu tim (Umar Fauzi, Alfaro Enstiana, Fida Abdul Aziz, Rakhmat Ramdan dan Ade Setya Pambudhi) dan teman-teman yang telah membantu penulis dalam penelitian (Dewi, Lidia, Maman, Jayadi dan Candra) terima kasih atas kebersamaan, kesabaran, kerjasama dan kekompakkannya. 8) Kepada keluarga besar Balebak 48, juga sahabat-sahabatku Ai, Yayay, Arman, Afni, Icha, Atih, Meti, Faisal, Trisono, Tamtam, Ifan, Wardi, Sugeng, Purnomo, TPT 39 dan semua pihak yang tidak bisa penulis sampaikan satu persatu, terima kasih atas semua semangat dan dukungannya kapada penulis. Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, semoga Allah SWT akan membalasnya. Semoga Skripsi ini bermanfaat dalam dunia pendidikan dan peternakan. Bogor, Nopember 2006 Penulis 53

67 DAFTAR PUSTAKA Anang, A Beberapa sifat kualitatif dan kuantitatif domba Priangan jantan tipe adu. Majalah Ilmiah Universitas Padjadjaran, Bandung. 10: Astuti, M Estimasi jarak genetik antar populasi kambing Kacang, kambing Peranakan Etawah dan kambing Lokal berdasarkan polimorfisme protein darah. Buletin Peternakan 21 (1): 1-9. Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut Garut dalam Angka. Badan Pusat Statistik, Garut. Budinuryanto, D, C Karakteristik domba Priangan adu ditinjau dari segi eksterior dan kebiasaan peternak dalam pola pemeliharaannya. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Devendra, C. dan G. B. McLeroy Goat and Sheep Production in the Tropics. 1 st Edit. Oxford University Press, Oxford. Direktorat Jenderal Peternakan Statistik Peternakan Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian RI. Jakarta. Diwyanto, K Pengamatan fenotip domba priangan serta hubungan antara beberapa ukuran tubuh dengan bobot badan. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Djajanegara, A., Sutama I.K., dan Sabrani M Ragam kinerja domba Ekor Gemuk. Prosiding Agro-Industri Peternakan di Indonesia. BPT-Ciawi, Bogor. Hlm Ensminger Animal Science. 9 th Edit. Interstate Printers and Publishers Inc., Illinois. Hardjosubroto, W Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Hartl, D.L A Primer of Population Genetics. Second Edition. Sinauer Associates, Inc. Publisher. Herera, M., E. Rodero, M. J. Gutierrez, F. Pena dan J. M. Rodero Application of multifaktorial discriminant analysis in the morphostructural differentiation of Andalusian caprine breeds. Small. Rum. Res. 22: Heriyadi, D Identifikasi sifat-sifat kualitatif domba Garut jantan tipe tangkas. Jurnal Ilmu Ternak. 5 (2): Heriyadi, D., A. Anang, D. C. Budinuryanto dan M. H. Hadiana Standardisasi Mutu Bibit Domba Garut. Laporan Penelitian. Kerjasama Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran, Bandung. Johansson, I. dan J. Rendel Genetics and Animal Breeding. W. H. Freeman and Company. San Francisco. Kumar, S., K. Tamura dan M. Nei MEGA. Molecular Evolutionary Genetics Analysis. Version Institute of Molecular Evolutioner Genetic. The Pennsylvania University, USA. 54

68 Lasley, J. F Genetics of Livestock Improvement. Third Edition. Prentice-Hall of India Private Limited, New Delhi. Liu, M. F. dan Makarechian, M Comparison of Phenotypic Variation Within Paternal Half Sib Families for Weaning Wight in Purebred and Synthetic Beef Catle Population. Can. Jurnal Animal Sci. 70 : Mason, I. L Prolific tripical sheep. Food Agriculture Organization, Animal Production and Health Paper. Food Agriculture Organization of United Nations. Rome. 17: Mattjik, A. A. dan I. M. Sumertajaya Perancangan dan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Cetakan ke-dua. IPB Press, Bogor. Merkens, J. dan R. Soemirat Sumbangan Pengetahuan tentang ternak domba di Indonesia. Dalam: Domba dan Kambing Terjemahan: R. P. Utojo. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. Mulliadi, D Sifat fenotipe domba Priangan di Kabupaten Pandeglang dan Garut. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mulyaningsih, N Domba Garut sebagai Sumber Plasma Nutfah Ternak. Plasma Nutfah Hewan Indonesia. Komisi Pelestarian Plasma Nutfah Indonesia. Bogor Nei, M Molecular Evolutionary Genetics. New York: Columbia University Press. Noor, R. R Genetika Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta. Nurhayati, L Penampilan pertumbuhan domba Priangan di Kabupaten Garut. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut pertanian Bogor, Bogor. Pulungan, H Pendugaan komposisi karkas dengan bobot hidup dan produksi daging (lean) dengan ukuran-ukuran bagian badan pada domba jantan lokal. Thesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Riwantoro Konservasi plasma nutfah domba Garut dan strategi pengembangannya secara berkelanjutan. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ruminah, R. S. S Karakteristik ukuran-ukuran tubuh bibit domba Priangan betina tipe tangkas. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Padjadjaran, Sumedang. Salamahwati, S Karakteristik fenotip domba Garut tipe tangkas dan tipe pedaging di Kabupaten Garut. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sarbaini Kajian keragaman karakter eksternal dan DNA mikrosatelit Sapi Pesisir di Sumatera barat. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan: Bambang Sumantri. Edit ke-2. Gramedia Pusaka Utama, Jakarta. 55

69 Suparyanto, A., T. Purwadaria dan Subandriyo Pendugaan jarak genetik dan faktor peubah pembeda bangsa dan kelompok domba di Indonesia melalui pendekatan analisis morfologi. Jurnal. Ilmu Ternak dan Veteriner. 4 (2): Tan, S. G Genetic Relationship Among Livestock Population in Asia. Proc. Partneship for Sustainable Livestock Production and Human Welfare. The 8 th AAAP Animal Science Congress. Tokyo Triwulaningsih, E., P. Sitorus, L. P. Batubara dan K. Suradisastra Performans domba Garut. Buletin Laporan Penelitian. 28: Turner, H. N. And S. S. Y. Young Quantitatif Genetics in Sheep Breeding. First ed. Cornel University Press. Ithaca. New York. Warwick, E. J., J. M. Astuti dan W. Hardjosubroto Pemulian Tenak. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wiley, E. O Phylogenetics: The Theory and Practice of Phylogenetics Systematics. University of Kansas, Lawrence. John Wiley and Son. New York. Williamson, G dan W. J. A. Payne Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Edisi Ke-3. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Yousef, M. K Stress Physiology in Livestock. Volume I. Basic Principles. Desert Biology Research Center University of Nevada. Las Vegas. CRC Press, Inc. Bola Raton, Florida. 56

70 LAMPIRAN 58

71 Lampiran 1. Peta Kabupaten Garut Keterangan lokasi penelitian: 1. UPTD BPPTD Margawati Kecamatan Garut Kota 2. Kecamatan Wanaraja 3. Kecamatan Sukawening 58

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT SKRIPSI TANTAN KERTANUGRAHA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal Indonesia Domba Ekor Tipis

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba  Domba Lokal Indonesia Domba Ekor Tipis TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Menurut Tomaszewska et al. (1993) domba berasal dari Asia, yang terdiri atas 40 varietas. Domba-domba tersebut menyebar hampir di setiap negara. Ternak domba merupakan

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Asal-Usul dan Klasifikasi Domba Domba yang dijumpai saat ini merupakan hasil domestikasi yang dilakukan manusia. Pada awalnya domba diturunkan dari 3 jenis domba liar, yaitu Mouflon

Lebih terperinci

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Perkembangan Domba Asia merupakan pusat domestikasi domba. Diperkirakan domba merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi oleh manusia kira-kira

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Domestikasi domba diperkirakan terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 9.000 11.000 tahun lalu. Sebanyak tujuh jenis domba liar yang dikenal terbagi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Garut

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Garut TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba merupakan salah satu sumber pangan hewani bagi manusia. Domba merupakan salah satu ruminansia kecil yang dapat mengkonnsumsi pakan kualitas rendah dan dipelihara

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Asal Usul dan Klasifikasi Domba Garut Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu, diantaranya berdasarkan perbandingan banyak daging atau wol, ada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 33 pertalian genetik yang relatif dekat akan kurang memberikan laju pertumbuhan anaknya dengan baik. Sifat morfolgis ternak seperti ukuran tubuh dan pola warna dapat digunakan untuk menganalisis estimasi

Lebih terperinci

Pada kondisi padang penggembalaan yang baik, kenaikan berat badan domba bisa mencapai antara 0,9-1,3 kg seminggu per ekor. Padang penggembalaan yang

Pada kondisi padang penggembalaan yang baik, kenaikan berat badan domba bisa mencapai antara 0,9-1,3 kg seminggu per ekor. Padang penggembalaan yang TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba sejak dahulu sudah mulai diternakkan orang. Ternak domba yang ada saat ini merupakan hasil domestikasi dan seleksi berpuluh-puluh tahun. Pusat domestikasinya diperkirakan berada

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penetapan Lokasi Penentuan Umur Domba

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penetapan Lokasi Penentuan Umur Domba MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) Fakultas Peternakan IPB yang berlokasi di desa Singasari, Kecamatan Jonggol; peternakan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FENOTIPIK DOMBA KISAR

KARAKTERISASI FENOTIPIK DOMBA KISAR KARAKTERISASI FENOTIPIK DOMBA KISAR JERRY F. SALAMENA 1, HARIMURTI MARTOJO 2, RONNY R. NOOR 2, CECE SUMANTRI 2 dan ISMETH INOUNU 3 Jurusan Peternakan Fakulas Pertanian Universitas Pattimura 1 Fakultas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol Institut Pertanian Bogor (UP3J-IPB) Desa Singasari Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Pebruari 2011. Penelitian dilakukan di dua peternakan domba yaitu CV. Mitra Tani Farm yang berlokasi di Jalan Baru No. 39 RT

Lebih terperinci

Estimasi Jarak Genetik antar Domba Garut Tipe Tangkas dengan Tipe Pedaging

Estimasi Jarak Genetik antar Domba Garut Tipe Tangkas dengan Tipe Pedaging Media Peternakan, Agustus 2007, hlm. 129-138 ISSN 0126-0472 Terakreditasi SK Dikti No: 56/DIKTI/Kep/2005 Vol. 30 No. 2 Estimasi Jarak Genetik antar Domba Garut Tipe dengan Tipe S.S. Mansjoer, T. Kertanugraha

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MORFOLOGI DOMBA ADU

KARAKTERISASI MORFOLOGI DOMBA ADU KARAKTERISASI MORFOLOGI DOMBA ADU UMI ADIATI dan A. SUPARYANTO Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221 Bogor 16002 ABSTRAK Domba Priangan merupakan domba yang mempunyai potensi sebagai domba

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV. Mitra Tani Farm, Ciampea, Bogor, Jawa Barat dan di Tawakkal Farm, Cimande, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba

TINJAUAN PUSTAKA Domba TINJAUAN PUSTAKA Domba Pada awal sebelum terjadinya proses domestikasi, domba masih hidup liar di pegunungan dan diburu untuk diambil dagingnya. Domba yang sekarang menyebar di seluruh dunia ini sebenarnya

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (tekstil) khusus untuk domba pengahasil bulu (wol) (Cahyono, 1998).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (tekstil) khusus untuk domba pengahasil bulu (wol) (Cahyono, 1998). II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Domba Domba merupakan jenis ternak potong yang tergolong ternak ruminansia kecil, hewan pemamah biak dan merupakan hewan mamalia. Disamping sebagai penghasil daging

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (Integrated Taxonomic Information System) adalah sebagai berikut :

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (Integrated Taxonomic Information System) adalah sebagai berikut : II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Domba merupakan salah satu sumber pangan hewani bagi manusia. Domba merupakan salah satu ruminansia kecil yang dapat mengkonnsumsi pakan kualitas rendah dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan ialah : 1. Kambing Kacang di desa Paya Bakung, desa Hamparan Perak dan desa

BAHAN DAN METODE. Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan ialah : 1. Kambing Kacang di desa Paya Bakung, desa Hamparan Perak dan desa BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan ialah : 1. Kambing Kacang di desa Paya Bakung, desa Hamparan Perak dan desa Klambir Lima Kampung, kecamatan Hamparan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan yang digunakan adalah kuda yang sudah dewasa kelamin

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan yang digunakan adalah kuda yang sudah dewasa kelamin 15 Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten Karo pada bulan Juli 2016 Bahan dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba Garut merupakan salah satu komoditas unggulan yang perlu dilestarikan sebagai sumber

Lebih terperinci

Sifat-Sifat Kuantitatif Domba Ekor Tipis Dwicki Octarianda Audisi

Sifat-Sifat Kuantitatif Domba Ekor Tipis Dwicki Octarianda Audisi SIFAT-SIFAT KUANTITATIF DOMBA EKOR TIPIS JANTAN YEARLING PADA MANAJEMEN PEMELIHARAAN SECARA TRADISIONAL DI PESISIR PANTAI SELATAN KABUPATEN GARUT QUANTITATIVE TRAITS OF THIN TAIL SHEEP RAM YEARLING IN

Lebih terperinci

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc.

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc. APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS SKRIPSI HAFIZ PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MORFOMETRIK DAN ANALISIS FILOGENI PADA ENAM SUB POPULASI KAMBING LOKAL INDONESIA

KARAKTERISASI MORFOMETRIK DAN ANALISIS FILOGENI PADA ENAM SUB POPULASI KAMBING LOKAL INDONESIA KARAKTERISASI MORFOMETRIK DAN ANALISIS FILOGENI PADA ENAM SUB POPULASI KAMBING LOKAL INDONESIA Pendahuluan Berdasarkan Statistik Tahun 2010 jumlah populasi ternak kambing di Indonesia sebanyak 16 841 149

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Relationship Between Body Weight and Body Size Some Quantitative Properties Goat Kacang in Bone regency Bolango.

Relationship Between Body Weight and Body Size Some Quantitative Properties Goat Kacang in Bone regency Bolango. Relationship Between Body Weight and Body Size Some Quantitative Properties Goat Kacang in Bone regency Bolango. Oleh *APRIYANTO BAKARI, ** NIBRAS K. LAYA, *** FAHRUL ILHAM * Mahasiswa Progra Studi Peternakan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan. Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1).

III. MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan. Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1). III. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1). 1.2. Materi Materi penelitian ini

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Mitra Tani (MT) Farm Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pancoran Mas Depok dan Balai Penyuluhan dan Peternakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba mempunyai arti penting bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia karena dapat menghasilkan daging, wool, dan lain sebagainya. Prospek domba sangat menjanjikan untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Sapi Sapi menurut Blakely dan Bade (1992), diklasifikasikan ke dalam filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui), ordo Artiodactile (berkuku atau berteracak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Karakteristik Domba Lokal di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Karakteristik Domba Lokal di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah dan Karakteristik Domba Lokal di Indonesia Ternak atau sering juga dikenal sebagai ternak ruminansia kecil, merupakan ternak herbivora yang sangat populer di kalangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

TINJAUAN PUSTAKA. Domba TINJAUAN PUSTAKA Domba Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas hal-hal tertentu, diantaranya berdasarkan perbandingan banyak daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan asal

Lebih terperinci

A.Gunawan dan C. Sumantri Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor ABSTRACT

A.Gunawan dan C. Sumantri Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor ABSTRACT Pendugaan Nilai Campuran Fenotifik dan Jarak Genetik Domba Garut dan Persilangannya [Estimation of Phenotypic Variation Value and Genetic Distance in Garut Sheep and Crossbred of Garut] A.Gunawan dan C.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mendorong para peternak untuk menghasilkan ternak yang berkualitas. Ternak

PENDAHULUAN. mendorong para peternak untuk menghasilkan ternak yang berkualitas. Ternak I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani seperti daging, telur dan susu, semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan pendapatan.

Lebih terperinci

Bibit domba Garut SNI 7532:2009

Bibit domba Garut SNI 7532:2009 Standar Nasional Indonesia Bibit domba Garut ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3 Spesifikasi...

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Keragaman wilayah di muka bumi menyebabkan begitu banyak rumpun

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Keragaman wilayah di muka bumi menyebabkan begitu banyak rumpun 10 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi Domba Garut Keragaman wilayah di muka bumi menyebabkan begitu banyak rumpun domba yang tersebar di seluruh dunia. Sampai saat ini tercatat 245 rumpun yang telah diidentifikasi

Lebih terperinci

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA SKRIPSI MUHAMMAD VAMY HANIBAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta

Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta Evaluation Of Salako Cumulative Index On Local Ewes In Neglasari Darangdan District

Lebih terperinci

SNI 7325:2008. Standar Nasional Indonesia. Bibit kambing peranakan Ettawa (PE)

SNI 7325:2008. Standar Nasional Indonesia. Bibit kambing peranakan Ettawa (PE) SNI 7325:2008 Standar Nasional Indonesia Bibit kambing peranakan Ettawa (PE) ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba lokal dapat didefinisikan sebagai domba hasil perkawinan murni atau silangan yang mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi iklim tropis dan diketahui sangat produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis menjadi salah satu faktor pendukung peternakan di Indonesia. Usaha peternakan yang berkembang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Sapi Bali Abidin (2002) mengatakan bahwa sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos Sondaicus)

Lebih terperinci

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum)

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) SKRIPSI TRI MULYANINGSIH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Balai Pengembangan Ternak Domba Margawati merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas di lingkungan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat yang mempunyai tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ketersediaan bibit domba yang berkualitas dalam jumlah yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ketersediaan bibit domba yang berkualitas dalam jumlah yang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ketersediaan bibit domba yang berkualitas dalam jumlah yang memadai, merupakan pilar utama dalam menyokong pengembangan ternak tanah air. Penyediaan domba yang berkualitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kecamatan Leles dan Desa Dano

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kecamatan Leles dan Desa Dano 23 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kecamatan Leles dan Desa Dano 4.1.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat sebelah selatan, di antara 6

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali adalah sapi lokal Indonesia keturunan banteng yang telah didomestikasi. Sapi bali banyak berkembang di Indonesia khususnya di pulau bali dan kemudian menyebar

Lebih terperinci

Karakteristik Sifat Kualitatif Domba Di Ex Upt Pir Nak Barumun Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padanglawas. Aisyah Nurmi

Karakteristik Sifat Kualitatif Domba Di Ex Upt Pir Nak Barumun Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padanglawas. Aisyah Nurmi JURNAL PETERNAKAN VOLUME : 01 NO : 01 TAHUN 2017 ISSN : 25483129 1 Karakteristik Sifat Kualitatif Domba Di Ex Upt Pir Nak Barumun Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padanglawas Aisyah Nurmi Dosen Program

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing 1. Kambing Boer Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi selama lebih dari 65 tahun. Kata "Boer" artinya petani. Kambing Boer

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kabupaten Kaur, Bengkulu. Gambar 1. Peta Kabupaten Kaur

TINJAUAN PUSTAKA Kabupaten Kaur, Bengkulu. Gambar 1. Peta Kabupaten Kaur TINJAUAN PUSTAKA Kabupaten Kaur, Bengkulu (Sumber : Suharyanto, 2007) Gambar 1. Peta Kabupaten Kaur Kabupaten Kaur adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Bengkulu. Luas wilayah administrasinya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kambing Peranakan Etawah yang Diamati Kondisi Gigi. Jantan Betina Jantan Betina

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kambing Peranakan Etawah yang Diamati Kondisi Gigi. Jantan Betina Jantan Betina MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi yang berbeda yaitu peternakan kambing PE Doa Anak Yatim Farm (DAYF) di Desa Tegal Waru, Kecamatan Ciampea dan peternakan kambing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong merupakan bangsa-bangsa kambing yang terdapat di wilayah Jawa Tengah (Dinas Peternakan Brebes

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA THE QUANTITATIVE OF LOCAL GOAT FEMALE AS A SOURCE OF BREED AT KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN

Lebih terperinci

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton Umaris Santoso, Siti Nurachma dan Andiana Sarwestri Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran umarissantoso@gmail.com

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. domba yang tersebar di seluruh dunia. Sampai saat ini tercatat 245 rumpun

KAJIAN KEPUSTAKAAN. domba yang tersebar di seluruh dunia. Sampai saat ini tercatat 245 rumpun 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Asal usul Domba Garut Keragaman wilayah di muka bumi menyebabkan begitu banyak rumpun domba yang tersebar di seluruh dunia. Sampai saat ini tercatat 245 rumpun yang telah diidentifikasi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE sampai 5 Januari Penelitian ini dilakukan dengan metode survei, meliputi

BAB III MATERI DAN METODE sampai 5 Januari Penelitian ini dilakukan dengan metode survei, meliputi 9 BAB III MATERI DAN METODE aaaaaapenelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Wonogiri dari tanggal 19 September 2013 sampai 5 Januari 2014. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei, meliputi pengamatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1.

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1. TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Domba Priangan Domba Priangan atau lebih dikenal dengan nama domba Garut merupakan hasil persilangan dari tiga bangsa yaitu antara domba merino, domba kaapstad dan domba lokal.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN (Body Measurement Characteristics of Swamp Buffalo in Lebak and Pandeglang Districts, Banten Province) SAROJI, R.

Lebih terperinci

APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS

APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS SKRIPSI HAFIZ PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. koordinat 107º31-107º54 Bujur Timur dan 6º11-6º49 Lintang Selatan.

HASIL DAN PEMBAHASAN. koordinat 107º31-107º54 Bujur Timur dan 6º11-6º49 Lintang Selatan. 25 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi 4.1.1 Kabupaten Subang Kabupaten Subang terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Utara pada koordinat 107º31-107º54 Bujur Timur dan 6º11-6º49 Lintang Selatan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0. HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran-ukuran Tubuh pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis Penggunaan ukuran-ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tertentu tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan bangsa kambing hasil persilangan kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil persilangan pejantan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Kuda TINJAUAN PUSTAKA Kuda Kuda (Equus caballus atau Equus ferus caballus) memiliki klasifikasi ilmiah yaitu kerajaan Animalia (hewan), filum Chordata (bertulang belakang), kelas Mammalia (menyusui), ordo Perissodactylater

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

KERAGAMAN FENOTIPIK MORFOMETRIK TUBUH DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU RAWA DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN PROPINSI SUMATERA UTARA

KERAGAMAN FENOTIPIK MORFOMETRIK TUBUH DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU RAWA DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN PROPINSI SUMATERA UTARA KERAGAMAN FENOTIPIK MORFOMETRIK TUBUH DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU RAWA DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN PROPINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI RIZKI KAMPAS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Domba di Indonesia

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Domba di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Domba di Indonesia Daging domba merupakan salah satu sumber protein hewani yang cukup digemari oleh masyarakat Indonesia, disamping produk daging yang berasal dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Sapi Potong atau BPPT merupakan salah satu UPTD lingkup Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat sesuai dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo ruminansia, famili Bovidae, dan genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burn, 1994). Kambing

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN Characterization Quantitative Characters Of Kosta Buck In Pandeglang Regency Province Banten Fajar Purna

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Mitra Tani Farm, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor untuk sapi PO jantan dan Rumah Potong Hewan (RPH) Pancoran Mas untuk sapi Bali jantan.

Lebih terperinci

PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH. Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin ABSTRAK

PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH. Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin ABSTRAK PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin Program Studi Peterenakan Fakultas Peternakan Dan Perikanan Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Wonosobo merupakan domba hasil persilangan antara domba Texel yang didatangkan pada tahun 1957 dengan Domba Ekor Tipis dan atau Domba Ekor Gemuk yang secara

Lebih terperinci

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT Erwin Jatnika Priyadi*, Sri Bandiati Komar Prajoga, dan Deni Andrian Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas

Lebih terperinci

Hubungan Antara Bobot Potong... Fajar Muhamad Habil

Hubungan Antara Bobot Potong... Fajar Muhamad Habil HUBUNGAN ANTARA BOBOT POTONG DENGAN PERSENTASE KARKAS DAN TEBAL LEMAK PUNGGUNG DOMBA (Ovis aries) GARUT JANTAN YEARLING Fajar Muhamad Habil*, Siti Nurachma, dan Andiana Sarwestri Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing Kambing diklasifikasikan ke dalam kerajaan Animalia; filum Chordata; subfilum Vertebrata; kelas Mammalia; ordo Artiodactyla; sub-ordo Ruminantia; familia Bovidae; sub-familia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan ternak yang keberadaannya cukup penting dalam dunia peternakan, karena kemampuannya untuk menghasilkan daging sebagai protein hewani bagi masyarakat. Populasi

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea (http://maps.google.com, 5 Agustus 2011)

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea (http://maps.google.com, 5 Agustus 2011) HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Bogor merupakan wilayah dari Propinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Propinsi Banten dan bagian dari wilayah Jabotabek. Secara geografis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil persilangan antara Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina dewasa tidak bunting sebanyak 50 ekor di Kecamatan Cibalong,

Lebih terperinci

Penyimpangan Bobot Badan Kuda Lokal Sumba menggunakan Rumus Lambourne terhadap Bobot Badan Aktual

Penyimpangan Bobot Badan Kuda Lokal Sumba menggunakan Rumus Lambourne terhadap Bobot Badan Aktual Penyimpangan Bobot Badan Kuda Lokal Sumba menggunakan Rumus Lambourne terhadap Bobot Badan Aktual Deviation of Local Sumba Horse Body Weight Between Actual Body Weight Based on Lambourne Formula Nurjannah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 1. Jumlah Kuda Delman Lokal Berdasarkan Lokasi Pengamatan. Kuda Jantan Lokal (ekor) Minahasa

MATERI DAN METODE. Tabel 1. Jumlah Kuda Delman Lokal Berdasarkan Lokasi Pengamatan. Kuda Jantan Lokal (ekor) Minahasa MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengolahan data dan penulisan dilakukan di Laboratorium Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di usaha peternakan rakyat yang terletak di Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian Provinsi Jambi Secara geografis terletak pada 00 o 45-02 o 45 lintang selatan dan antara 101 o 10 sampai 104 o 55 bujur timur. Sebelah Utara

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tinjauan Umum Kerbau Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban TINJAUAN PUSTAKA Kurban Menurut istilah, kurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya (Anis, 1972). Kurban hukumnya sunnah,

Lebih terperinci

Karakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT

Karakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT QUANTITATIVE CHARACTERISTICS OF PASUNDAN CATTLE IN VILLAGE FARMING Dandy Dharma Nugraha*, Endang Yuni Setyowati**, Nono Suwarno** Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kambing Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah dikenal secara luas di Indonesia. Ternak kambing memiliki potensi produktivitas yang cukup

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Bobot Badan Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh dapat menjadi acuan untuk mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh mempunyai kegunaan untuk menaksir

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA BOBOT POTONG DENGAN YIELD GRADE DOMBA (Ovis aries) GARUT JANTAN YEARLING

HUBUNGAN ANTARA BOBOT POTONG DENGAN YIELD GRADE DOMBA (Ovis aries) GARUT JANTAN YEARLING HUBUNGAN ANTARA BOBOT POTONG DENGAN YIELD GRADE DOMBA (Ovis aries) GARUT JANTAN YEARLING Agung Gilang Pratama*, Siti Nurachma, dan Andiana Sarwestri Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

PENGKLASIFIKASIAN UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL-GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR SKRIPSI AJI SURYANA

PENGKLASIFIKASIAN UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL-GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR SKRIPSI AJI SURYANA PENGKLASIFIKASIAN UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL-GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR SKRIPSI AJI SURYANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2389/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN DOMBA SAPUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2389/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN DOMBA SAPUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2389/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN DOMBA SAPUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa domba sapudi merupakan salah satu

Lebih terperinci