Volume IV. Nomor 1. Januari-Juni 2013 Page 38

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Volume IV. Nomor 1. Januari-Juni 2013 Page 38"

Transkripsi

1 3 KOLEKSI DAN IDENTIFIKASI CACING TANAH DI HUTAN PENELITIAN DARMAGA, BOGOR Oleh: Rita Oktavia M.Si Dosen Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Bina Bangsa Meulaboh ABSTRAK Cacing tanah telah diketahui memiliki banyak manfaat dalam kehidupan. Khususnya didalam tanah, keberadaan cacing tanah dapat menjadi indikator baik tidaknya suatu lahan. Tujuan penelitian adalah mempelajari jenis-jenis cacing tanah di Hutan Penelitian Darmaga Bogor, dan mengetahui pengaruh faktor-faktor fisik lingkungan terhadap keberadaan cacing tanah di Hutan Penelitian Darmaga Bogor. Penellitian telah dilakasanakan pada bulan Maret 2011, di Bagian Biosistematik dan Ekologi Hewan Departemen Biologi, FMIPA IPB. Analisis tanah dilakukan di Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian IPB. Dari 9 individu dewasa yang dikoleksi dari Hutan Penelitian Darmaga Bogor terdapat 7 spesies cacing tanah anggota Megascolecidae, merupakan spesies Pheretima andamaensis sedangkan dua individu diduga mendekati cirri family Megascolecidae (Stephenson 1923 dan Blakemore 2002). Faktor fisik lingkungan dan deposit serasah (makanan) mempengaruhi keberadaan cacing tanah. Kata Kunci: Jenis, Cacing tanah, Hutan Volume IV. Nomor 1. Januari-Juni 2013 Page 38

2 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Morfologi dan Sistematika Ordo Oligochaeta Oligochaeta termasuk ke dalam Filum Annelida yaitu cacing bersegmen. Pada Oligochaeta beberapa segmen termodifikasi menjadi klitelum yang berfungsi dalam reproduksi. Tubuhnya secara eksternal adalah homonomous. Kepala terdiri atas prostomium, peristomium, sedikit atau tanpa appendages dan pada pygidium oligochaeta terdapat anus. Tubuh Oligochaeta tidak memiliki parapodia tetapi memiliki seta. (Gambar 1). Pada permukaan kulit Oligochaeta ditutupi oleh kutikula. Hewan ini termasuk ke dalam kelompok hewan hermafrodit. Namun demikian Oligochaeta tidak bisa membuahi sel telur sendiri. Jadi, dalam reproduksi seksual oligochaeta melakukan pertukaran sel telur dan sperma dengan oligochaeta lain (Brusca & Brusca 2002). Gambar 1 Struktur tubuh cacing tanah (Brusca & Brusca 2002). Stephenson 1930 dalam Edwar & Lofty 1972 menetapkan bahwa Oligochaeta terbagi menjadi 40 famili. Secara garis besar dibagi menjadi dua tingkatan famili yaitu Microdrili, yang terdiri dari cacing berukuran kecil, sebagian besar cacing aquatik dan Megadrili yang terdiri dari cacing yang berukuran besar, kebanyakan pada cacing tanah. Megadrili terdiri dari famili Moniligastridae, Megascolecidae, Volume IV. Nomor 1. Januari-Juni 2013 Page 39

3 Eudrilidae, Glossoscolecidae, dan Lumbricidae. Penelitian ini dibatasi pada famili Megascolecidae. Megascolecidae terbagi ke dalam enam subfamili yaitu Acanthodrilinae, Megascolecinae, Octochaetinae, Diplocardinae, ocnerodrilinae dan Eudrilinae. Subfamili Megascolecinae terbagi kedalam 11 genus yaitu Plutellus, Pontodrilus, Woodwardia, Comarodrilus, Spenceriella, Megascolides, Notoscolex, Megascolex, Pheretima, Diporochaeta dan Perionyx. Dalam hal ini peneliti akan difokuskan pada genus Pheretima (Stephenson 1923). Ekologi Cacing Tanah Cacing tanah umumnya penggali. Penyebaran cacing tanah tidak secara acak pada tanah. Penyebaran horizontal cacing tanah mengelompok didasarkan atas beberapa faktor yaitu fisika-kimia tanah diantaranya temperatur, kelembaban, ph, aerasi, tekstur tanah. Selain itu ketersediaan makanan juga menjadi faktor dalam penyebaran serta kemampuan reproduksi dan menyebar dari spesies tersebut ( Guild 1952; Murchie 1958; Edward & Lofty 1972). Berdasarkan ekologi dan distribusi cacing tanah dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu Epigeic, endogeic dan anecic (Tabel 1). Cacing tanah telah diketahui memiliki banyak manfaat dalam kehidupan. Khususnya didalam tanah, keberadaan cacing tanah dapat menjadi indikator baik tidaknya suatu lahan. Beberapa peran utama cacing tanah diantaranya adalah memperbaiki struktur tanah (pem bentukan agregat dan pori-pori di dalam tanah), meningkatkan daya serap air didalam tanah, menstabilkan suhu tanah dan dapat meningkatkan aerasi tanah. Dengan banyaknya peran cacing terhadap tanah, maka Volume IV. Nomor 1. Januari-Juni 2013 Page 40

4 hewan ini juga telah dimanfaatkan dalam upaya rehabilitasi dalam hal ini untuk memperbaiki lahan-lahan yang rusak (Garcia & Fragoso 2002). Tabel1 Pengelompokan cacing tanah berdasarkan ekologi dan distribusinya (Coleman, Crossley & Hendrix 2004) Karakter Epigeic Endogeic Anecic Habitat Perilaku dan Hidup dipermukaan tanah dan mencari serasah di lapisan tanah atas Hidup didalam tanah, membuat secara horizontal liang Hidup tanah serasah permukaan dan kedalam dengan tanah Kedalaman Habitat 0-10 cm 5-20 cm 200 cm Ukuran >10 cm <15 cm >15 cm Contoh Lumbricus rubellus, Pheretima sp. Pontoscolex corethrurus Lumbricus terrestris didalam mengambil dari tanah membawanya tanah menggali Kondisi Umum Hutan Penelitian Darmaga Hutan penelitian Darmaga Bogor terletak 20 m dari permukaan laut dengan jarak 90 km dari kota Bogor. Hutan ini memiliki luas wilayah 60 ha. Dengan nilai temperatur rata-rata 20,10 o C-30,10 o C. Diketahui jenis tanah pada hutan ini termasuk jenis tanah latosol. Hutan ini telah dikelola dengan baik, dengan dibaginya hutan tersebut ke dalam 233 petak, di mana setiap petak ditanami jenis-jenis tumbuhan tertentu. Hingga sekarang pada hutan tersebut telah terdapat 123 spesies dari 39 famili terdapat 80 genus tumbuhan (Dephut 1994). Dengan demikian hutan ini Volume IV. Nomor 1. Januari-Juni 2013 Page 41

5 termasuk hutan heterogen. Dengan ditanaminya berbagai jenis tumbuhan maka penting untuk mengetahui jenis cacing tanah yang hidup pada hutan tersebut. B. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mempelajari jenis-jenis cacing tanah di Hutan Penelitian Darmaga Bogor. 2. Mengetahui pengaruh faktor-faktor fisik lingkungan terhadap keberadaan cacing tanah di Hutan Penelitian Darmaga Bogor. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan tempat penelitian Penelitian telah dilaksanakan dari tanggal 18 sampai dengan 20 Maret 2011di Hutan Penelitian Darmaga Bogor (Gambar 2). Identifikasi cacing tanah dilakukan di Bagian Biosistematik dan Ekologi Hewan Departemen Biologi, FMIPA IPB. Analisis tanah dilakukan di Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian IPB. Gambar 2 Peta Hutan Penelitian Darmaga Bogor (Dephut 1994) Volume IV. Nomor 1. Januari-Juni 2013 Page 42

6 B. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan yaitu termometer tanah, soil tester, GPS, ring sampel, parang, sekop, botol koleksi, meteran, kertas label, mikroskop stereo, kamera dan alat-alat bedah. Bahan-bahan yang digunakan yaitu sampel cacing tanah, sampel tanah, alkohol 70%, dan aquades. Penentuan pemasangan plot Plot ditentukan secara random. Selanjutnya dipilih lima plot dari total 233 petak. Dalam hal ini petak telah diurutkan berdasarkan nomor urut oleh Hutan Penelitian Darmaga Bogor. Petak yang diambil yaitu petak 10, petak 19, petak 183, petak 21, dan petak 32, yang diketahui berukuran 50x50 m 2. Pada setiap petak dipasang satu plot yang berukuran 1x1 m 2 secara sistematis (Gambar 3) (Facrul 2007). Selanjutnya pembahasan akan menggunakan kata plot yaitu plot 1, 2, 3, 4 dan 5. Gambar 3 Penentuan pemasangan plot Volume IV. Nomor 1. Januari-Juni 2013 Page 43

7 Koleksi dan identifikasi cacing tanah Sebelum dilakukan pengkoleksian cacing terlebih dahulu ditentukan koordinat lokasi. Selanjutnya dilakukan pengukuran faktor fisik lingkungan yang mencakup pengukuran ph, kelembaban dan suhu. Pengambilan sampel tanah untuk analisis rasio C/N dan porositas dilaboratorium. Koleksi cacing tanah dilakukan dengan menggali tanah hingga 20 cm. Selanjutnya cacing yang ditemukan disortir dengan tangan, kemudian dimasukkan ke dalam botol koleksi yang telah diberi label (Fachrul 2007). Identifikasi cacing tanah dilakukan di Bagian Biosistematik dan Ekologi Hewan Departemen Biologi, FMIPA IPB berdasarkan Stephenson (1923) dan Blakemore (2002). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Identifikasi jenis cacing tanah Cacing tanah yang ditemukan pada penelitian ini adalah sebanyak 61 individu, yang terdiri dari 9 cacing dewasa dan 52 juvenile. Untuk mengidentifikasi cacing yang digunakan adalah cacing yang telah dewasa. Cacing dewasa ditandai dengan adanya klitellum pada bagian anteriornya. Cacing tanah diidentifikasi berdasarkan Stephenson (1923) dan Blakemore (2002). Dari 9 cacing dewasa yang diidentifikasi 7 diantaranya adalah famili Megascolecidae, merupakan genus Pheretima, ditetapkan sebagai spesies Pheretima andamaensis. Sedangkan 2 individu sisanya diduga mendekati cirri family megascolecidae dengan ciri karakter setae lebih dari 8 persegmen, lubang jantan terletak setelah daerah klitelum. Perbedaannya yaitu dari warna tubuh berwarna Volume IV. Nomor 1. Januari-Juni 2013 Page 44

8 merah tua bagian dorsal dan ventral berwarna lebih pucat. Selanjutnya tipe prostomium diragukan antara zygolobus atau prolobus. Hal ini disebabkan kurangnya sampel. Identifikasi pertama yang dilakukan adalah membedakan tingkat famili dengan karakter yang digunakan adalah posisi lubang jantan pada cacing. Cacing ini termasuk kedalam famili Megascolecidae yang dicirikan dengan lubang jantan terletak setelah daerah klitelum (Gambar 4) ,6mm Gambar 4 Lubang jantan pada famili Megascolecidae: 1. Lubang jantan terletak setelah daerah klitelum; 2. Lubang betina; 3. Daerah klitelum Selanjutnya, karakter yang digunakan untuk mengidentifikasi genus adalah jumlah setae. Cacing ini ditetapkan sebagi genus Pheretima dengan karakter memiliki jumlah setae lebih dari 8 per segmen (Gambar 5). Gambar 5 Jumlah setae: A. Jumlah setae 8 per segmen (genus Notoscolex); B. Jumlah setae lebih dari 8 per segmen (genus Pheretima) (Blakemore 2002). Volume IV. Nomor 1. Januari-Juni 2013 Page 45

9 Dalam identifikasi tingkat spesies karakter yang digunakan adalah ada atau tidaknya lubang spermateka, berpasangan atau tidak dan pada segmen keberapa ditemukan (Stephenson 1923). Selanjutnya pembahasan lebih jelas untuk identifikasi spesies telah dirangkum dalam (Tabel 3). Tabel 3 Pengukuran dan karakter yang digunakan dalam identifikasi cacing tanah menurut Stephenson (1923) dan Blakemore (2002) Pengukuran dan Karakter Tipe karakter 1. Panjang total - 2. Total segmen - 3. Warna tubuh dorsal - 4. Warna tubuh ventral - 5. Prostomium 5a.Zygolobous; 5b.Prolobous, 5c.Pro-epilobous; 5d.Open epilobous, 5e.Closed epilobous; 5f. Epy-tanylobous, dan 5g; Tanylobous 6. Bentuk tubuh 6a. Bulat; 6b. pipih 7. Tipe seta 7a. 4 pasang; 7b. lebih dari 4 pasang 8. Segmen lubang dorsal - 9. Segmen klitelum Jumlah lubang jantan Segmen lubang jantan Jumlah lubang betina Segmen lubang betina - 14.Spermateka 14a. Double diverticula; 14b. Clavate (club shape); 14c. Multiloculate 15.Jumlah spermateka - 16.Segmen spermateka - 17.Jumlah gizzard - 18.Segmen gizzard - Volume IV. Nomor 1. Januari-Juni 2013 Page 46

10 19.Jumlah vesikula seminalis - 20.Segmen vesicula seminalis - 21.Prostat 21a. Tubular; 21b. Tubuloracemose; 21c. Racemose dan; 21d.Euprostate 22. Jumlah prostat - 23.Segmen prostat - 2. Hasil Identifikasi Pheretima andamaensis Berdasarkan hasil identifikasi morfologi Pheretima andamaensis secara eksternal adalah memiliki panjang total 10,8 cm sampai12 cm. bentuk tubuh memiliki tubuh bulat dengan banyak seta yang tersusun melingkar tiap segmen. Jumlah segmen 106 segmen 110 segmen, warna dorsal merah tua- biru keunguan, warna ventral kuning pucat. Tipe prostomium close epilobus. Bentuk tubuh memiliki tubuh bulat dengan banyak seta yang tersusun melingkar tiap segmen.klitelum berbentuk cincin terdapat di segmen Lubang jantan sepasang, terletak pada segmen 16. Lubang betina satu di segmen 13/14. Jumlah spermateka 2 pasang, pada segmen ke 6/7, 7/8. Sementara itu, karakter internal yaitu memiliki vesikula seminalis berpasangan pada segmen Kelenjar prostat berbentuk tubular racemose, kadang satu pada satu sisi, atau tidak ada pada segmen Intestinum biasanya dimulai dari segmen 19 kadang 20. Lubang dorsal dimulai dari segmen 11/12, kadang-kadang 12/13 atau 13/ Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan cacing tanah Cacing tanah Pheretima andamaensis termasuk kedalam kelompok jenis cacing epigeic, yaitu cacing yang hidup dipermukaan tanah dan mencari serasah di Volume IV. Nomor 1. Januari-Juni 2013 Page 47

11 lapisan tanah atas. Cacing Pheretima andamaensis banyak ditemukan pada plot 4. Hal ini mungkin karena kelembaban yang cukup tinggi pada lokasi ini (Tabel 4). Tabel 4 Data koordinat lokasi, pengukuran fisik lingkungan dan jenis vegetasi Lokasi (koordinat) ph RH (%) Suhu Vegetasi ( o C) Plot 1 5, ,78 Diospyros celebica, S 06 o 33 05,7 Hopea mengarawan, E106 o 44 53,9 dan Eucalyptus deglupta Plot 2 S 06 o 33 08,5 E106 o 44 57,3 5, ,33 Enterolobium cylocarpum dan Hopea mengarawan Plot 3 S 06 o 33 03, ,33 Quercus maphacus dan Duabangsa Moluccana E106 o 44 59,4 Plot ,33 Hopea odorata S 06 o 33 06,4 E106 o 44 58,4 Plot 5 S 06 o 33 09,4 E106 o 45 0,9 5, Shorea multhiflora dan Hopea mengarawan Dari hasil analisis tanah yang telah dilakukan menunjukkan bahwa lokasi penelitian ini memiliki fraksi pasir 7,75, fraksi liat 65,02 dan fraksi debu 27,23. Dengan demikian termasuk ke dalam tekstur tanah liat. Hanafiah 2005 melaporkan bahwa fraksi liat mengandung banyak pori mikro yang memiliki daya serap air yang sangat kuat. Selanjutnya analisis total C-organik dilakukan dengan metode Walkley- Black dihasilkan kandungan C-organik sebesar 1,20%. Analisis total Nitrogen Volume IV. Nomor 1. Januari-Juni 2013 Page 48

12 dilakukan dengan metode Kjeldahl diperoleh nilai total Nitrogen sebesar 0,11%. Hasil analisia rasio C/N diperoleh sebesar 10,91. Analisa permeabilitas tanah menunjukkan sekitar 5,76 cm/jam. B. Pembahasan Identifikasi cacing tanah berdasarkan Stephenson (1923) dan Blakemore (2002). Berdasarkan hasil identifikasi ditemukan spesies cacing tanah Pheretima andamanensis. Spesies ini termasuk kedalam famili Megascolecidae dengan karakter lubang jantan terletak setelah daerah klitelum. Termasuk ke dalam genus Pheretima dengan karakter identifikasi memiliki jumlah setae lebih dari 8 per segmen. Termasuk kedalam spesies Pheretima andamanensis dengan karakter memilki jumlah spermateka dua pasang. Spesies ini ditemukan hampir pada semua plot. Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh karakter lingkungan biotik pada plot yang memiliki defisit serasah yang cukup tinggi. Cacing Pheretima andamaensis termasuk kedalam jenis cacing Epigeic yang hidup dipermukaan tanah dan mencari serasah di lapisan tanah atas (Coleman, Crossley & Hendrix 2004). Seperti yang telah dijelaskan bahwa serasah juga merupakan faktor penyebaran dan reproduksi cacing tanah (Edward & Lofty 1972). Berdasarkan banyaknya individu yang dikoleksi, spesies Pheretima andamanensis lebih banyak dijumpai pada plot 4 (Gambar 7). Hal ini mungkin disebabkan tingkat deposit serasah lebih tinggi pada lokasi iini dibandingkan dengan lokasi lain. Selain itu juga berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan plot 4 memiliki kelembaban yang cukup tinggi yaitu mencapai 80%. Sebagaimana yang telah dilaporkan Edward & Lofty 1972 bahwa faktor fisik tanah dapat mempengaruhi penyebaran cacing tanah diantaranya kelembaban, Volume IV. Nomor 1. Januari-Juni 2013 Page 49

13 temperatur, ph, aerasi, tekstur tanah. Secara keseluruhan Hutan Penelitian Darmaga Bogor memiliki nilai faktor abiotik seperti ph, kelembaban dan suhu yang baik. Berdasarkan hasil pengukuran ph berkisar antara 5,2-6, hal ini masih dapat ditoleran oleh cacing tanah. Menurut Palungkun 1999 keasaman yang ideal pada cacing tanah adalah 6,0-7,2. Hasil pengukuran kelembaban berkisar antara 60-80%. Rukmana 1999 melaporkan kelembaban yang ideal untuk cacing tanah adalah antara 15%-50%, namun kelembaban optimumnya adalah 42%-60%. Kelembaban tanah yang terlalu tinggi atau terlalu basah dapat menyebabkan cacing tanah berwarna pucat dan kemudian mati. Namun sebaliknya bila kelembaban tanah terlalu kering, cacing tanah akan segera masuk ke dalam tanah, berhenti makan, dan akhirnya mati. Pengukuran suhu berkisar antara 22,78-24 o C. Suhu media pemeliharaan cacing tanah dan penetasan kokon adalah o C. Suhu yang lebih tinggi dari 25 o C masih baik untuk kehidupan cacing tanah asal ada naungan yang cukup dan kelembaban yang optimal (Budiarti & Pakungkun 1990). Dalam artian nilai-nilai dari parameter fisik lingkungan yang diukur tersebut dapat memenuhi kelayakan bagi kehidupan cacing tanah Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4 Plot 5 ph RH Suhu Dewasa Juvenile Gambar 7 Hubungan keberadaan cacing tanah Pheretima andamaensis terhadap faktor abiotik tanah dan lingkungan Volume IV. Nomor 1. Januari-Juni 2013 Page 50

14 Selain itu juga rasio C/N yang baik yaitu 10,91 membuktikan tingkat kekayaan material organik yang tinggi. Pada analisis tekstur tanah juga menunjukkan tekstur yang baik yaitu fraksi pasir 7,75, fraksi liat 65,02 dan fraksi debu 27,23. Dengan demikian termasuk ke dalam tekstur tanah liat. Menurut Hanafiah 2005 tanah yang memiliki fraksi liat lebih tinggi memiliki pori mikro lebih banyak dan kemampuan menyerap airnya tinggi dibandingkan pori yang terbentuk pada fraksi pasir dan debu. Sedikitnya jenis cacing tanah Pheretima yang ditemukan pada plot yang lain mungkin disebabkan karena singkatnya waktu pengamatan dan penentuan plot yang tidak mewakili semua wilayah Hutan Penelitian Darmaga Bogor. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil koleksi dan identifikasi dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan: 1. Dari 9 individu dewasa yang dikoleksi dari Hutan Penelitian Darmaga Bogor terdapat 7 spesies cacing tanah anggota Megascolecidae, merupakan spesies Pheretima andamaensis sedangkan dua individu diduga mendekati cirri family Megascolecidae (Stephenson 1923 dan Blakemore 2002). 2. Ciri khas dari famili Megascolecidae adalah memiliki lubang jantan terletak setelah daerah klitelum. Karakter genus Pheretima adalah memilki jumlah setae lebih dari 8 per segmen. Spesies Pheretima andamaensis memiliki karakter jumlah spermateka dua pasang (Stephenson 1923). Perbedaan identifikasi dengan 2 individu tipe prostomium zygolubus atau prolobus. Volume IV. Nomor 1. Januari-Juni 2013 Page 51

15 3. Faktor fisik lingkungan dan deposit serasah (makanan) mempengaruhi keberadaan cacing tanah. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, dapat disarankan agar dilakukan penelitian lanjutan tentang jenis cacing tanah yang ada dikawasan Hutan Penelitian Darmaga Bogor, dengan ruang sampel yang lebih luas untuk mengetahui jenis famili lain selain Megascolecidae. Volume IV. Nomor 1. Januari-Juni 2013 Page 52

16 DAFTAR PUSTAKA Blakemore RJ Cosmopolitan Earthworms an Eco-Taxonomic Guide to the Peregrine Species of the World. Canberra: VermEcology. Brusca RC, Brusca GJ Invertebrates. Sunderland: Sinauer Inc. Budiarti A & Palungkun Cacing Tanah. Jakarta: Penebar Swadaya. Coleman D, Crossley D & Hendrix P Fundamental of Soil Ecology. 2nd ed. Institute of Ecology University of Georgia Athens. Georgia. Elseiveier Academic Press. Departemen Kehutanan Kebun Percobaan Darmaga Bogor. Jakarta. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan. Edwards CA, Lofty JR Biology of Earthworms. London: Chapman and Hall Ltd. Fachrul FM Metode Sampling Ekologi. Jakarta. Bumi Aksara. Garcia J, Fragoso C Growth, reproduction and activity of earthworms in degraded and amended tropical open mined soils: laboratory assays. Applied Soil Ecology 20: Hanafiah K Dasar-Dsar Ilmu Tanah. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. Magurran A Ecological Diversity and Its Measurement. New Jersey. Princeton University Press. Palungkun, R Sukses Beternak Cacing Tanah Lumbricus rubellus. Jakarta: Penebar Swadaya, Rukmana R Sukses Beternak Cacing Tanah. Jakatra: Canicus. Stephenson J The Oligochaeta. Oxford: Clarendon Press. Suin NM Ekologi Hewan Tanah. Bandung. Bumi Aksara ITB. Volume IV. Nomor 1. Januari-Juni 2013 Page 53

I. PENDAHULUAN. banyak ditemukan pada 0 sampai 10 cm (Kuhnelt et al, 1976). Kelompok hewan

I. PENDAHULUAN. banyak ditemukan pada 0 sampai 10 cm (Kuhnelt et al, 1976). Kelompok hewan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hewan tanah merupakan bagian dari tanah. Sebagian besar organisme tanah itu hidup pada lapisan tanah bagian atas, karena memang tanah bagian atas merupakan media yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai pendegradasi sampah organik, pakan ternak, bahan baku obat,

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai pendegradasi sampah organik, pakan ternak, bahan baku obat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cacing tanah merupakan hewan tingkat rendah yang tidak mempunyai tulang belakang. Cacing tanah mempunyai banyak manfaat, antara lain: dapat digunakan sebagai pendegradasi

Lebih terperinci

TINGKAT KEANEKARAGAMAN CACING TANAH BERDASARKAN RIWAYAT LAHAN (TERKENA DAN TIDAK TERKENA TSUNAMI) DI ACEH BARAT

TINGKAT KEANEKARAGAMAN CACING TANAH BERDASARKAN RIWAYAT LAHAN (TERKENA DAN TIDAK TERKENA TSUNAMI) DI ACEH BARAT TINGKAT KEANEKARAGAMAN CACING TANAH BERDASARKAN RIWAYAT LAHAN (TERKENA DAN TIDAK TERKENA TSUNAMI) DI ACEH BARAT Rita Oktavia 1) 1) Dosen Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Bina Bangsa Meulaboh email:

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Cacing Tanah Cacing tanah yang ditemukan di perkebunan teh PTPN XII Bantaran Blitar adalah sebagai berikut: 1. Cacing tanah 1 A Gambar 4.1 Spesimen 1 Genus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cacing Tanah Cacing tanah merupakan organisme heterotrof, bersifat hermaprodit-biparental, termasuk kelompok filum Annelida, kelas Clitellata dan ordo Oligochaeta. Tubuh cacing

Lebih terperinci

Preferensi Habitat Cacing Tanah (Oligochaeta) di Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah

Preferensi Habitat Cacing Tanah (Oligochaeta) di Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah ( Habitat Preference of Earthworms (Oligochaeta) in Banggai Districts of Central Sulawesi ) Dandi Wahyu Mulyawan 1*), Annawaty 2, Fahri 2 1 Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Tadulako 2 Laboratorium

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN BIO301 STUDI LAPANGAN. Judul: Keragaman Cacing Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat

LAPORAN KEGIATAN BIO301 STUDI LAPANGAN. Judul: Keragaman Cacing Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat LAPORAN KEGIATAN BIO301 STUDI LAPANGAN Judul: Keragaman Cacing Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat Disusun oleh: Dian Nur Hapitasari (G34120078) Muhammad Rezki Rasyak (G34120111) Dian Anggraini (G34120124)

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN CACING TANAH PADA TIPE HABITAT DAN KETINGGIAN TEMPAT YANG BERBEDA RIRIN RIANI

KEANEKARAGAMAN CACING TANAH PADA TIPE HABITAT DAN KETINGGIAN TEMPAT YANG BERBEDA RIRIN RIANI 1 KEANEKARAGAMAN CACING TANAH PADA TIPE HABITAT DAN KETINGGIAN TEMPAT YANG BERBEDA RIRIN RIANI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

TULISAN PENDEK. Beberapa Catatan Tentang Aspek Ekologi Cacing Tanah Metaphire javanica (Kinberg, 1867) di Gunung Ciremai, Jawa Barat.

TULISAN PENDEK. Beberapa Catatan Tentang Aspek Ekologi Cacing Tanah Metaphire javanica (Kinberg, 1867) di Gunung Ciremai, Jawa Barat. Jurnal Biologi Indonesia 4(5):417-421 (2008) TULISAN PENDEK Beberapa Catatan Tentang Aspek Ekologi Cacing Tanah Metaphire javanica (Kinberg, 1867) di Gunung Ciremai, Jawa Barat Hari Nugroho Bidang Zoologi,

Lebih terperinci

Annelida. lembab terletak di sebelah atas epithel columnar yang banyak mengandung sel-sel kelenjar

Annelida. lembab terletak di sebelah atas epithel columnar yang banyak mengandung sel-sel kelenjar Annelida Karakteristik 1.Bilateral simetris, memiliki tiga lapisan sel (triploblastik), tubuhnya bulat dan memanjang biasanya dengan segmen yang jelas baik eksternal maupun internal. 2.Appendages kecil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Vermicomposting

TINJAUAN PUSTAKA Vermicomposting TINJAUAN PUSTAKA Vermicomposting Dominguez et al. (1997a) mendefinisikan vermicomposting sebagai proses dekomposisi bahan organik yang melibatkan kerjasama antara cacing tanah dan mikroorganisme. Mikroorganisme

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Cacing tanah E. fetida (a), L. rubellus (b). (Sumber: Kinderzeichnungen 2005).

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Cacing tanah E. fetida (a), L. rubellus (b). (Sumber: Kinderzeichnungen 2005). TINJAUAN PUSTAKA Pengenalan Cacing Tanah Cacing tanah E. fetida dan L. rubellus termasuk ke dalam filum Annelida. Kedua spesies cacing tanah ini banyak dijumpai di tempat yang lembab, dan hidup dalam kotoran

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Cacing tanah yang ditemukan pada agroforestri berbasis kopi di Desa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Cacing tanah yang ditemukan pada agroforestri berbasis kopi di Desa BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Cacing Tanah Cacing tanah yang ditemukan pada agroforestri berbasis kopi di Desa Puncu Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri adalah sebagai berikut: 1. Spesimen

Lebih terperinci

Menurut Syariffauzi (2009), pengembangan perkebunan kelapa sawit membawa dampak positif dan negatif Dampak positif yang ditimbulkan antara lain

Menurut Syariffauzi (2009), pengembangan perkebunan kelapa sawit membawa dampak positif dan negatif Dampak positif yang ditimbulkan antara lain n. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dystrudepts Jenis tanah Kebun percobaan Fakukas Pertanian Universitas Riau adalah Dystmdepts. Klasifikasi tanah tersebut termasuk kedalam ordo Inceptisol, subordo Udepts, great

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lahan dan populasi cacing tanah menurun. aplikasi cacing endogeik merupakan

PENDAHULUAN. lahan dan populasi cacing tanah menurun. aplikasi cacing endogeik merupakan PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan intensitas pengelolaan lahan menyebabkan produktivitas lahan dan populasi cacing tanah menurun. aplikasi cacing endogeik merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai fungsi penting dari ekosistem darat yang menggambarkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai fungsi penting dari ekosistem darat yang menggambarkan 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Olah Tanah Tanah merupakan benda alam yang bersifat dinamis, sumber kehidupan, dan mempunyai fungsi penting dari ekosistem darat yang menggambarkan keseimbangan yang

Lebih terperinci

Biosaintifika 5 (1) (2013) Biosantifika. Berkala Ilmiah Biologi.

Biosaintifika 5 (1) (2013) Biosantifika. Berkala Ilmiah Biologi. Biosaintifika 5 (1) (2013) Biosantifika Berkala Ilmiah Biologi http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/biosaintifika KARAKTER MORFOLOGI DAN PERTUMBUHAN TIGA JENIS CACING TANAH LOKAL PEKANBARU PADA DUA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dalam penelitian adalah indeks keanekaragaman (H ) dari Shannon, indeks

BAB III METODE PENELITIAN. dalam penelitian adalah indeks keanekaragaman (H ) dari Shannon, indeks BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

Monnes Hendri Batubara, Ainin Niswati, Sri Yusnaini & M.A. Syamsul Arif

Monnes Hendri Batubara, Ainin Niswati, Sri Yusnaini & M.A. Syamsul Arif J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 Batubara et al.: Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas 107 Vol. 1, No. 1: 107 112, Januari 2013 PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Cacing tanah merupakan hewan Invertebrata dari filum Annelida, kelas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Cacing tanah merupakan hewan Invertebrata dari filum Annelida, kelas BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Cacing Tanah 2.1.1 Klasifikasi Cacing Tanah Cacing tanah merupakan hewan Invertebrata dari filum Annelida, kelas Chaetopoda dan ordo Oligochaeta. Famili dari ordo ini yang sering

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4.1. Karakteristik Fisik Tanah di Sekitar Lubang Resapan Biopori 4.1.1. Bobot Isi Tanah Hantaran hidrolik merupakan parameter sifat fisik tanah yang berperan dalam pengelolaan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat 11 profil tanah yang diamati dari lahan reklamasi berumur 0, 5, 9, 13 tahun dan lahan hutan. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lahan hutan, masingmasing hanya dibuat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Proses Vermicomposting dan vermikompos

TINJAUAN PUSTAKA. Proses Vermicomposting dan vermikompos TINJAUAN PUSTAKA Proses Vermicomposting dan vermikompos Konsep vermicomposting dimulai dari pengetahuan tentang spesies cacing tanah tertentu yang memakan sisa bahan organik, mengubah sisa bahan organik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan metode observasi. odorata dilakukan pada 3 lokasi yang berbeda berdasarkan bentuk lahan,

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan metode observasi. odorata dilakukan pada 3 lokasi yang berbeda berdasarkan bentuk lahan, BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif dan dilakukan dengan menggunakan metode observasi. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian, Deskripsi Lokasi 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semut, alkohol 70% dan gliserin. b. Alat Alat-alat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. secara langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. secara langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cacing tanah merupakan hewan tidak bertulang belakang (Invertebrata)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cacing tanah merupakan hewan tidak bertulang belakang (Invertebrata) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cacing Tanah Cacing tanah merupakan hewan tidak bertulang belakang (Invertebrata) yang digolongkan ke dalam filum Annelida, ordo Oligochaeta, dan kelas Chaetopoda yang hidup

Lebih terperinci

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI HERBISIDA TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH PADA PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot utilissima)

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI HERBISIDA TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH PADA PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot utilissima) J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 422 Jurnal Agrotek Tropika 3(3):422-426, 2015 Vol. 3, No. 3: 422 426, September 2015 PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI HERBISIDA TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yakni penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau

Lebih terperinci

Keanekaragaman Cacing Tanah (Oligochaeta) pada Tiga Tipe Habitat di Kecamatan Pontianak Kota

Keanekaragaman Cacing Tanah (Oligochaeta) pada Tiga Tipe Habitat di Kecamatan Pontianak Kota Keanekaragaman Cacing Tanah (Oligochaeta) pada Tiga Tipe Habitat di Kecamatan Pontianak Kota Harry Qudratullah 1, Tri Rima Setyawati 1, Ari Hepi Yanti 1 Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda

BAB III METODE PENELITIAN. metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda tanah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada lahan bekas alang-alang di Desa Blora Indah

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada lahan bekas alang-alang di Desa Blora Indah 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada lahan bekas alang-alang di Desa Blora Indah Kelurahan Segalamider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung.

Lebih terperinci

Populasi Cacing Tanah Megadrilli di Lahan PERKEBUNAN Kelapa Sawit dengan Strata Umur Tegakan yang Berbeda

Populasi Cacing Tanah Megadrilli di Lahan PERKEBUNAN Kelapa Sawit dengan Strata Umur Tegakan yang Berbeda Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Populasi Cacing Tanah Megadrilli di Lahan PERKEBUNAN Kelapa Sawit dengan Strata Umur Tegakan yang Berbeda Darmi 1, Deri Yardiansyah 2, Rizwar 3 ABSTRACT.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

KOMPOSISI KOMUNITAS CACING TANAH PADA LAHAN PERTANIAN ORGANIK DAN ANORGANIK DI DESA RAYA KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO

KOMPOSISI KOMUNITAS CACING TANAH PADA LAHAN PERTANIAN ORGANIK DAN ANORGANIK DI DESA RAYA KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO Jurnal Biotik, ISSN: 2337-9812, Vol. 2, No. 1, Ed. April 2014, Hal. 1-76 KOMPOSISI KOMUNITAS CACING TANAH PADA LAHAN PERTANIAN ORGANIK DAN ANORGANIK DI DESA RAYA KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO 1 Sri

Lebih terperinci

HABITAT POHON PUTAT (Barringtonia acutangula) PADA KAWASAN BERHUTAN SUNGAI JEMELAK KABUPATEN SINTANG

HABITAT POHON PUTAT (Barringtonia acutangula) PADA KAWASAN BERHUTAN SUNGAI JEMELAK KABUPATEN SINTANG HABITAT POHON PUTAT (Barringtonia acutangula) PADA KAWASAN BERHUTAN SUNGAI JEMELAK KABUPATEN SINTANG Muhammad Syukur Fakultas Pertanian Universitas Kapuas Sintang Email : msyukur1973@yahoo.co.id ABSTRAKS:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Suwardjo dan Dariah (1995) mulsa adalah berbagai macam bahan seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Suwardjo dan Dariah (1995) mulsa adalah berbagai macam bahan seperti II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mulsa Menurut Suwardjo dan Dariah (1995) mulsa adalah berbagai macam bahan seperti jerami, sebuk gergaji, lembaran plastik tipis, tanah lepas-lepas dan sebagainya yang dihamparkan

Lebih terperinci

Struktur Komunitas Cacing Tanah (Kelas Oligochaeta) di Kawasan Hutan Desa Mega Timur Kecamatan Sungai Ambawang

Struktur Komunitas Cacing Tanah (Kelas Oligochaeta) di Kawasan Hutan Desa Mega Timur Kecamatan Sungai Ambawang Struktur Komunitas Cacing Tanah (Kelas Oligochaeta) di Kawasan Hutan Desa Mega Timur Kecamatan Sungai Ambawang Firmansyah 1, Tri Rima Setyawati 1, Ari Hepi Yanti 1 Program Studi Biologi, Fakultas MIPA,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Padi. secara langsung atau melalui persemaian lebih dulu. Tanaman padi adalah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Padi. secara langsung atau melalui persemaian lebih dulu. Tanaman padi adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Padi Tanaman padi termasuk keluarga rumput-rumputan dan ditanami dari biji secara langsung atau melalui persemaian lebih dulu. Tanaman padi adalah tanaman semusim. Bentuk

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah bahan atau material berlebih yang dihasilkan dari suatu proses

II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah bahan atau material berlebih yang dihasilkan dari suatu proses 7 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Ternak Limbah adalah bahan atau material berlebih yang dihasilkan dari suatu proses (Merkel, 1981). Dalam dunia peternakan limbah merupakan bahan yang disekresikan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan sifat dan ciri yang bervariasi, dan di dalam tanah terjadi kompetisi antara

BAB I PENDAHULUAN. dengan sifat dan ciri yang bervariasi, dan di dalam tanah terjadi kompetisi antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan habitat yang komplek untuk organisme. Dibandingkan dengan media kultur murni di laboratorium, tanah sangat berbeda karena dua hal utama yaitu pada kondisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakter Sludge Limbah Organik Saus. Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan sistem biakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakter Sludge Limbah Organik Saus. Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan sistem biakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Karakter Sludge Limbah Organik Saus Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan sistem biakan tersuspensi telah digunakan secara luas diseluruh dunia untuk pengolahan air

Lebih terperinci

ANNELIDA (Annulus=cincin, Oidos=bentuk)

ANNELIDA (Annulus=cincin, Oidos=bentuk) ANNELIDA (Annulus=cincin, Oidos=bentuk) By Luisa Diana Handoyo, M.Si. Christmas tree fanworm LANGKAH KERJA Ambil cacing yg paling besar Letakkan cacing di bak parafin Kedua ujung di tahan dengan jarum

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan.

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan. 3. METODOLOGI 3.1. Rancangan penelitian Penelitian yang dilakukan berupa percobaan lapangan dan laboratorium yang dirancang sesuai tujuan penelitian, yaitu mengkaji struktur komunitas makrozoobenthos yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pengambilan data sampel menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau

BAB III METODE PENELITIAN. Pengambilan data sampel menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan

Lebih terperinci

Lectura Volume 05, Nomor 01, Februari 2014

Lectura Volume 05, Nomor 01, Februari 2014 KEPADATAN DAN DISTRIBUSI CACING TANAH DI AREAL ARBORETUM Dipterocarpaceae 1.5 Ha FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS LANCANG KUNING PEKANBARU *Martala Sari **Maya Lestari *Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan-

Lebih terperinci

POPULASI DAN KEANEKARAGAMAN CACING TANAH PADA BERBAGAI LOKASI DI HUTAN TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS)

POPULASI DAN KEANEKARAGAMAN CACING TANAH PADA BERBAGAI LOKASI DI HUTAN TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS) J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 402 Jurnal Agrotek Tropika 3(3): 402-408, 2015 Vol. 3, No. 3: 402-408, September 2015 POPULASI DAN KEANEKARAGAMAN CACING TANAH PADA BERBAGAI LOKASI DI HUTAN TAMAN NASIONAL

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2014 s/d juni 2014. Lokasi penelitian dilaksanakan di perkebunan PT. Asam Jawa Kecamatan Torgamba, Kabupaten

Lebih terperinci

KOMPOSISI CACING TANAH PADA AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI JORONG LUBUK HIJAU KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN E-JURNAL

KOMPOSISI CACING TANAH PADA AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI JORONG LUBUK HIJAU KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN E-JURNAL KOMPOSISI CACING TANAH PADA AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI JORONG LUBUK HIJAU KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN E-JURNAL NURSAKINAH NIM. 11010077 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pengambilan sampel secara langsung dari lokasi pengamatan.

BAB III METODE PENELITIAN. pengambilan sampel secara langsung dari lokasi pengamatan. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak mengandung senyawa organik dan bahan mineral yang cukup baik dari alam

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak mengandung senyawa organik dan bahan mineral yang cukup baik dari alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cacing tanah merupakan hewan tingkat rendah yang tidak memiliki tulang belakang (avertebrata) dan bertubuh lunak. Hewan ini paling sering dijumpai di tanah dan tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clitellata, Ordo Oligochaeta. Pengolongan ini didasarkan pada bentuk morfologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clitellata, Ordo Oligochaeta. Pengolongan ini didasarkan pada bentuk morfologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cacing Tanah 2.1.1 Klasifikasi Cacing Tanah Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (invertebrata) yang digolongkan dalam filum Annelida

Lebih terperinci

Lampiran I. Data Jumlah dan Jenis Cacing Tanah yang Didapatkan pada Dua Lokasi Penelitian

Lampiran I. Data Jumlah dan Jenis Cacing Tanah yang Didapatkan pada Dua Lokasi Penelitian Lampiran I. Data Jumlah dan Jenis Cacing Tanah yang Didapatkan pada Dua Lokasi Penelitian PERKEBUNAN KOPI Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 64 PERKEBUNAN TUMPANG SARI (Kopi dan Cabai) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Lapangan Terpadu, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Lapangan Terpadu, Fakultas Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan Lapangan Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Mei 2014 April 2015. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

Lampiran I. Bagan Penelitian Menurut Rancangan Acak Lengkap (RAL) Vol. Volll. Vol! Villi. V,ll. Villi. Vdll V.I. Keterangan : Vi V2V3V4V5

Lampiran I. Bagan Penelitian Menurut Rancangan Acak Lengkap (RAL) Vol. Volll. Vol! Villi. V,ll. Villi. Vdll V.I. Keterangan : Vi V2V3V4V5 33 Lampiran I. Bagan Penelitian Menurut Rancangan Acak Lengkap (RAL) Vol Vol! Volll Villi V21 V2III V4 V4III V2II V,ll Villi V.I V31I Vdll Keterangan : Vi V2V3V4V5 = Perlakuan berbagai bahan dasar pembuatan

Lebih terperinci

Nama : Siti Pramitha Retno Wardhani TINJAUAN PUSTAKA

Nama : Siti Pramitha Retno Wardhani TINJAUAN PUSTAKA Nama : Siti Pramitha Retno Wardhani NRP : G34051261 Species : Lumbricid rubellus Klasifikasi Cacing Tanah TINJAUAN PUSTAKA Cacing tanah dalam sistem taksonomi hewan termasuk kedalam kingdom :Animalia,

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 51 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Menurut Sugiyono (2013), metode penelitian kuanitatif merupakan metode penelitian yang

Lebih terperinci

ni. BAHAN DAN METODE

ni. BAHAN DAN METODE ni. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di Saung dan Laboratorium Ilmu Tanah Universitas Riau, Jl. Bina Widya, Simpang Baru, Kecamatan Tampan, Pekanbaru. Penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahanpertanaman ubi kayu yang telah ditanami

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahanpertanaman ubi kayu yang telah ditanami 22 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahanpertanaman ubi kayu yang telah ditanami selama 35 tahun dan kebun campuran di Desa Adi Jaya, Kecamatan Terbanggi

Lebih terperinci

Gambar 1. Tabung (ring) tembaga dengan tutup Tahapan-tahapan pengambilan contoh tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. =^

Gambar 1. Tabung (ring) tembaga dengan tutup Tahapan-tahapan pengambilan contoh tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. =^ m. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, di mulai pada bulan Mei sampai Juli 2010, meliputi pelaksanaan survei di lapangan dan dilanjutkan dengan analisis tanah di

Lebih terperinci

AGREGASI PARTIKEL TANAH I. PENDAHULUAN

AGREGASI PARTIKEL TANAH I. PENDAHULUAN AGREGASI PARTIKEL TANAH I. PENDAHULUAN Bagi pelaku pertanian, tanah menjadi sumber kehidupan bila ditinjau dari makna lahan. Tanah yang menjadi salah satu anasir penting lahan perlu diperhatikan sifat

Lebih terperinci

* korespondensi: Abstrak

* korespondensi: Abstrak Kepadatan Cacing Tanah pada Lahan Pertanian Tomat Terpapar Pestisida di Desa Ampreng, Kecamatan Langowan Barat - Provinsi Sulawesi Utara (Earthworm Density in Tomato Farming Exposed to Pesticides at Ampreng

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Cacing Tanah Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (invertebrata) yang digolongkan dalam filum Annelida dan klas Clitellata,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

SISTEM RAK BERTINGKAT PADA BUDIDAYA CACING TANAH ABSTRAK

SISTEM RAK BERTINGKAT PADA BUDIDAYA CACING TANAH ABSTRAK SISTEM RAK BERTINGKAT PADA BUDIDAYA CACING TANAH Rr. Aulia Qonita 1, dan Nur Her Riyadi Parnanto 2 1 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 2Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Pupuk merupakan bahan alami atau buatan yang ditambahkan ke tanah dan dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan menambah satu atau lebih hara esensial. Pupuk dibedakan menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel langsung dari lokasi

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau dengan menggunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai Tulang Bawang. Pengambilan sampel dilakukan satu kali dalam satu bulan, dan dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan di penangkaran PT. Mega Citrindo di Desa Curug RT01/RW03, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Entomologi Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memudahkan hewan tanah khususnya cacing untuk hidup di. sebagai pakan ayam dan itik. Para peternak ikan juga memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memudahkan hewan tanah khususnya cacing untuk hidup di. sebagai pakan ayam dan itik. Para peternak ikan juga memanfaatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dengan iklim tropik basahnya memberikan keuntungan terhadap kesuburan tanah. Beraneka ragam jenis tumbuhan dapat ditanami. Adanya hujan menyebabkan tanah tidak

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari bulan Januari sampai April 2010 di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisme berkisar (Edwards dan Lofty 1972). dibutuhkan oleh cacing lumbricus rubellus untuk aktivitas metabolisme seperti

BAB I PENDAHULUAN. organisme berkisar (Edwards dan Lofty 1972). dibutuhkan oleh cacing lumbricus rubellus untuk aktivitas metabolisme seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lumbricus rubellus, atau Cacing Tanah Merah, berkisar dari 1 sampai 4 inchi (25-105mm) panjang dan memiliki warna kemerahan, semi-transparan, fleksibel kulit halus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999). 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

Lampiran 1. Spesifikasi bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian

Lampiran 1. Spesifikasi bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian Lampiran 1. Spesifikasi bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian No. Nama Alat Merek/Tipe Kegunaan Tempat Peminjaman 1. GPS Garmin Nuvi Menentukan letak Lab. Ekologi 205 posisi geogafis titik

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif - eksploratif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Cacing Eeugeniae termasuk hewan tingkat rendah karena tidak. Annelida dan kelas Clitellata, Ordo Oligochaeta.

BAB II KAJIAN TEORI. Cacing Eeugeniae termasuk hewan tingkat rendah karena tidak. Annelida dan kelas Clitellata, Ordo Oligochaeta. BAB II KAJIAN TEORI A. Cacing Eudrilus Eugeniae 1. Klasifikasi Cacing Eeugeniae termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (avertebrata) yang digolongkan dalam filum Annelida

Lebih terperinci

CACING TANAH (Lumbricus terrestris)

CACING TANAH (Lumbricus terrestris) CACING TANAH (Lumbricus terrestris) Kode MPB2b Fapet I. TUJUAN PRAKTIKUM Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat: a. Menyebutkan karakteristik Lumbricus terrestris b. Menunjukkan apparatus

Lebih terperinci

SKRIPSI MORARIO DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

SKRIPSI MORARIO DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI CACING TANAH DI KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT. MOEIS DAN DI PERKEBUNAN RAKYAT DESA SIMODONG KECAMATAN SEI SUKA KABUPATEN BATU BARA SKRIPSI MORARIO 040805043 DEPARTEMEN BIOLOGI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Cacing Tanah Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah yang tidak memiliki tulang belakang (invertebrata) dan digolongkan ke dalam ordo Oligochaeta, kelas Chaetopoda,

Lebih terperinci

FEKUNDITAS CACING Pontoscolex corethrurus Fr.Mull.PADA MEDIA DENGAN PENAMBAHAN LIMBAH CAIR TAHU. Oleh:

FEKUNDITAS CACING Pontoscolex corethrurus Fr.Mull.PADA MEDIA DENGAN PENAMBAHAN LIMBAH CAIR TAHU. Oleh: FEKUNDITAS CACING Pontoscolex corethrurus Fr.Mull.PADA MEDIA DENGAN PENAMBAHAN LIMBAH CAIR TAHU Oleh: Septi Marlina, Gustina Indriati, Armein Lusi Z Program Studi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Ultisol. ini tersebar luas di Indonesia, di Jawa, Kalimantan, Sumatera, Maluku dan Papua,

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Ultisol. ini tersebar luas di Indonesia, di Jawa, Kalimantan, Sumatera, Maluku dan Papua, TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Pada masa lalu tanah Ultisol disebut tanah podsolik merah kuning. Tanah ini tersebar luas di Indonesia, di Jawa, Kalimantan, Sumatera, Maluku dan Papua, merupakan tanah yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Humbert, 1968 dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ditanam pada lahan tersebut. Perlakuan pengolahan tanah diperlukan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. ditanam pada lahan tersebut. Perlakuan pengolahan tanah diperlukan dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Olah tanah Olah tanah merupakan kegiatan atau perlakuan yang diberikan pada lahan dengan tujuan menciptakan suatu kondisi yang mendukung pertumbuhan tanaman yang ditanam

Lebih terperinci

Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat:

Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat: Cacing Tanah (Lumbricus terrestris) I. TUJUAN PRAKTIKUM Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat: a. Menyebutkan karakteristik Lumbricus terrestris b. Menunjukkan apparatus digestorius

Lebih terperinci