KEANEKARAGAMAN CACING TANAH PADA TIPE HABITAT DAN KETINGGIAN TEMPAT YANG BERBEDA RIRIN RIANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEANEKARAGAMAN CACING TANAH PADA TIPE HABITAT DAN KETINGGIAN TEMPAT YANG BERBEDA RIRIN RIANI"

Transkripsi

1 1 KEANEKARAGAMAN CACING TANAH PADA TIPE HABITAT DAN KETINGGIAN TEMPAT YANG BERBEDA RIRIN RIANI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman Cacing Tanah pada Tipe Habitat dan Ketinggian Tempat yang Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Ririn Riani NIM G

4 ABSTRAK RIRIN RIANI. Keanekaragaman cacing tanah pada tipe habitat dan ketinggian tempat yang berbeda. Dibimbing oleh TRI HERU WIDARTO dan ACHMAD FARAJALLAH. Penelitian keanekaragaman cacing tanah dilakukan pada tiga tipe habitat, yaitu lahan terlantar, persawahan, dan lahan perkebunan pada ketinggian tempat yang berbeda di wilayah Bogor dan Bekasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui keanekaragaman cacing tanah pada tipe habitat dan ketinggian yang berbeda. Sampling menggunakan metode kuadrat berukuran 30x30 cm 2 dalam plot berukuran 5x5 m 2. Cacing tanah yang diperoleh di wilayah Bogor ada 10 spesies, yaitu Metaphire houlleti, Pontoscolex corethrurus, Perionyx excavatus, Perionyx sp 1, Eudrilus eugeniae, Dichogaster sp., Glyphidrilus sp., dan tiga spesies tidak teridentifikasi. Cacing tanah yang diperoleh di wilayah Bekasi ada 10 spesies, yaitu Amynthas agrestis, Metaphire houlleti, Pontoscolex corethrurus, Perionyx excavatus, Perionyx sp 2, Polypheretima elongata, Glyphidrilus sp., dan tiga spesies tidak teridentifikasi. Keanekaragaman jenis cacing tertinggi terdapat di lahan perkebunan yaitu H =0.65 untuk wilayah Bogor. Lahan perkebunan di wilayah Bogor juga memiliki nilai indeks keseragaman tertinggi (E= 0.80), dan memiliki nilai indeks dominasi Simpson terendah (C=0.56). Kata kunci: cacing tanah, keanekaragaman, tipe habitat ABSTRACT RIRIN RIANI. Earthworm diversity in different habitats and heights. Supervised by TRI HERU WIDARTO and ACHMAD FARAJALLAH. A research on earthworm diversity was conducted on three types of habitats, the abandoned land, rice fields and horticultural plantations at different heights of Bogor and Bekasi. This study aims to determine earthworm diversity in different habitat and heights. A quadrat measuring 30x30 cm 2 was used in 5x5 m 2 plot in collecting the earthworm. Ten species of earthworms were obtained in the Bogor region, namely Metaphire houlleti, Pontoscolex corethrurus, Perionyx excavatus, Perionyx sp 1, Eudrilus eugeniae, Dichogaster sp., Glyphidrilus sp., and three unidentified species. Earthworms obtained in Bekasi were also of 10 species, namely Amynthas Agrestis, Metaphire houlleti, Pontoscolex corethrurus, Perionyx excavatus, Perionyx sp 2, Polypheretima elongata, Glyphidrilus sp., and three unidentified species. The highest diversity was in the horticultural plantations (H '= 0.65) for Bogor area. The horticultural plantation in Bogor region also has the highest uniformity index value (E = 0.80), and has the lowest value of Simpson's dominance index (C = 0.56). Keywords: earthworms, diversity, habitat type

5 KEANEKARAGAMAN CACING TANAH PADA TIPE HABITAT DAN KETINGGIAN TEMPAT YANG BERBEDA RIRIN RIANI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

6

7 Judul Skripsi : Keanekaragaman Cacing Tanah pada Tipe Habitat dan Ketinggian Tempat yang Berbeda Nama : Ririn Riani NIM : G Disetujui oleh Ir Tri Heru Widarto, MSc Pembimbing I Dr Ir Achmad Farajallah, MSi Pembimbing II Diketahui oleh Dr Ir Iman Rusmana, MSi Ketua Departemen Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 sampai Mei 2014 ini ialah cacing tanah, dengan judul Keanekaragaman Cacing Tanah pada Tipe Habitat dan Ketinggian yang Berbeda. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir Tri Heru Widarto, MSc dan Dr Achmad Farajallah, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran, Nina Ratna Djuita, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukannya. Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Retno, Ibu Tini, Mba May, Fahri, Wahyu Widi, Rastyawati, kak Andy, dan kak Yanti yang telah membantu dalam penelitian ini, serta kepada ayah dan ibu atas doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2014 Ririn Riani

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL i DAFTAR GAMBAR i PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 METODE PENELITIAN 2 Waktu dan Tempat 2 Koleksi Cacing Tanah dan Pengukuran Kondisi Lingkungan 2 Identifikasi Sampel 2 Analisis data 2 HASIL 4 Koleksi Cacing Tanah dan Pengukuran Kondisi Lingkungan 4 Identifikasi Cacing Tanah 4 Deskripsi Spesies 6 Indeks Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi 8 PEMBAHASAN 9 SIMPULAN 11 DAFTAR PUSTAKA 11 RIWAYAT HIDUP 13

10 DAFTAR TABEL 1 Hasil pengukuran kondisi lingkungan di Bogor dan Bekasi 4 2 Pengelompokan cacing tanah berdasarkan habitat 9 DAFTAR GAMBAR 1 Data hasil perolehan cacing di wilayah Bogor 5 2 Data hasil perolehan cacing di wilayah Bekasi 5 3 Empat spesies cacing yang dikoleksi: (a) Amynthas agrestis, (b) Perionyx sp 1, (c) Perionyx sp 2, (d) Perionyx excavatus, (e) Metaphire houlleti, (f) Polypheretima elongata. 6 4 Pontoscolex corethrurus 6 5 Eudrilus eugeniae 7 6 Glyphidrilus sp. 7 7 Dichogaster sp. 7 8 Tujuh spesies yang telah dikoleksi: (a) spesies A, (b) spesies B, (c) spesies C, (d) spesies E, (e) spesies F, (f) spesies G. 8 9 Perbandingan indeks keanekaragaman (H ), keseragaman (E), dan dominansi (C) cacing tanah yang ditemukan di wilayah Bogor dan Bekasi 8

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Cacing tanah merupakan salah satu makrofauna tanah yang berperan dalam menjaga struktur tanah, merombak bahan organik dan melepasnya sebagai nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan (Edwards dan Bohlen 1996). Cacing tanah membutuhkan sumber karbon dan nitrogen untuk tumbuh dan bereproduksi. Sumber karbon ini diperoleh dari serasah, tanah (kerikil), dan mikroba (Edwards dan Bohlen 1996). Cacing tanah mampu mencerna serasah dan menjadikannya sebagai material organik yang lebih sederhana yang bermanfaat bagi kesuburan tanah. Cacing tanah juga dapat meningkatkan aerasi tanah dengan membentuk lubang-lubang dalam tanah yang sekaligus akan meningkatkan daya serap tanah. Menurut Paoletti et al. (1992) cacing tanah dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu cacing tanah epigeik, cacing tanah endogeik, dan cacing tanah anesik. Cacing tanah epigeik yaitu cacing yang hidup di atas permukaan tanah dan memakan serasah. Cacing ini tidak membuat lubang, berperan sebagai pemotong dan pemakan serasah daun serta mentransformasikannya menjadi bahan organik yang lebih stabil. Cacing tanah endogeik yaitu cacing tanah yang membuat lubang horizontal dekat dengan permukaan tanah, memakan serasah di permukaan. Cacing ini berperan dalam mengubah bahan organik menjadi humus yang dilakukan dengan membawa bahan organik ke bagian bawah tanah. Cacing tanah anesik yaitu cacing tanah yang mampu membuat lubang vertikal yang dalam, cacing ini memakan bahan organik, dapat pula memakan akar-akar mati. Cacing tanah ini berperan meningkatkan aerasi tanah. Keanekaragaman cacing tanah dengan peran yang berbeda-beda tersebut mampu menjadikan cacing tanah sebagai bioindikator kualitas tanah yang mengalami perubahan sebagai akibat sistem pengelolaan tanah yang berbeda-beda. Kelimpahan cacing tanah sangat dipengaruhi oleh tekstur tanah, kelembaban, ph, dan kandungan bahan organik (Joshi et al. 2010). Selain itu pengelolaan tanah seperti yang dilakukan pada lahan perkebunan dan pertanian dapat pula mempengaruhi kelimpahan cacing tanah (Buckman dan Brady 1982). Faktor tersebut dapat mempengaruhi cacing tanah yaitu dengan cara mempengaruhi ketersediaan makanan, mengubah tekstur dan ph tanah. Namun pertanian mungkin juga berdampak positif terhadap cacing tanah jika dengan lahan pertanian tersebut dapat meningkatkan suplay makanan (serasah) bagi cacing tanah (Joshi et al. 2010). Keberadaan cacing tanah juga diduga dapat dipengaruhi oleh iklim. Menurut Joshi dan Aga (2009) cacing tanah lebih banyak ditemukan pada saat musim hujan. Penelitian ini dilakukan pada dua wilayah dengan ketinggian tempat yang berbeda yaitu wilayah Bogor dan Bekasi, serta pada lahan dengan pengelolaan yang berbeda yaitu perkebunan, persawahan, dan lahan terlantar.

12 2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mempelajari keanekaragaman cacing tanah pada tipe habitat berbeda di wilayah Bogor dan Bekasi dengan ketinggian tempat yang berbeda. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Pengambilan sampel cacing tanah dilakukan pada bulan Januari hingga Maret Sampling dilakukan di beberapa tipe habitat, yaitu 3 daerah persawahan, 3 daerah perkebunan (perkebunan tanaman okra di Bogor dan perkebunan pisang di Bekasi), dan 3 daerah lahan terlantar (yang ditumbuhi rerumputan) di Bogor dan Bekasi. Identifikasi cacing tanah dan analisis data dilakukan di Laboratorium Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, FMIPA IPB, Bogor. Koleksi Cacing Tanah dan Pengukuran Kondisi Lingkungan Pengambilan sampel cacing tanah menggunakan metode kuadrat dan penggalian manual (kedalaman 20 cm). Sebanyak 3 plot (5x5 m) dibuat secara acak pada setiap lokasi. Setiap plot dibuat kuadrat ukuran 30x30 cm sebanyak 3 buah. Sampel dimasukkan ke dalam botol sampel berisi alkohol 70%. Parameter lingkungan yang diukur secara langsung adalah suhu dan kelembaban tanah, ph tanah, dan kelembaban udara. Identifikasi Sampel Identifikasi dilakukan berdasarkan beberapa karakter morfologi dan anatomi (Stephenson 1923; Blakemore 2002), antara lain dengan mengamati jumlah segmen, prostomium, letak dan bentuk klitelum, letak dan bentuk lubang jantan dan betina. Analisis data Analisis data dilakukan dengan menggunakan karakter kuantitatif yaitu analisis keanekaragaman cacing tanah meliputi keragaman jenis dengan menggunakan rumus indeks Shannon-Wienner, keseragaman dengan rumus indeks evennes (Brower et al. 1998) dan indeks dominansi dengan rumus dominansi Simpson (Zar 1999).

13 3 1. Keanekaragaman Indeks keanekaragaman menunjukkan kekayaan spesies atau tingkat keanekaragaman dalam suatu komunitas. Nilai ini dihitung menggunakan Indeks Shannon-Wiener dengan persamaan: H = - Pi ln Pi Keterangan H : Indeks keanekaragaman : Jumlah spesies Pi : ni/n ni : Jumlah individu spesies ke-i N : Jumlah individu total Kriteria hasil keanekaragaman (H ) berdasarkan Shannon-Wiener (Krebs 1989) yaitu: H 3.32 : Keanekaragaman rendah 3.32<H <9,97 : Keanekaragaman sedang H 9.97 : Keanekaragaman tinggi 2. Indeks keseragaman evennes E= H ln S Keterangan H : Indeks keanekaragaman S : Jumlah spesies E : Indeks keseragaman Kriteria e < 0,4 : Keseragaman populasi kecil 0,4 < e < 0,6 : Keseragaman populasi sedang e> 0,6 : Keseragaman populasi tinggi 3. Indeks dominansi Simpson Keterangan C ni N : Indeks dominansi : Jumlah individu ke-i : Jumlah total individu

14 4 HASIL Koleksi Cacing Tanah dan Pengukuran Kondisi Lingkungan Cacing tanah yang berhasil ditangkap di wilayah Bogor ada 145 individu dan wilayah Bekasi ada 124 individu. Berdasarkan lokasi penangkapannya di wilayah Bogor, cacing tanah yang ditangkap di lahan perkebunan sebanyak 73 individu, lahan persawahan sebanyak 37 individu, dan lahan terlantar sebanyak 35 individu, sedangkan berdasarkan lokasi penangkapan di wilayah Bekasi, cacing tanah yang ditangkap di lahan perkebunan sebanyak 42 individu, lahan persawahan sebanyak 46 individu, dan lahan terlantar sebanyak 36 individu. Lahan perkebunan yang digunakan untuk sampling di wilayah Bogor merupakan lahan perkebunan tanaman okra dengan kondisi tanah yang subur dan gembur, sedangkan lahan perkebunan di wilayah Bekasi merupakan lahan perkebunan yang ditanami pohon pisang, dengan kondisi tanah relatif subur, namun ada salah satu lahan yang memiliki kondisi tanah berwarna kemerahan. Untuk lahan persawahan dan lahan terlantar di kedua wilayah memiliki kondisi yang sama. Kondisi lingkungan penangkapan cacing tanah di kedua wilayah disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Hasil pengukuran kondisi lingkungan di Bogor dan Bekasi Tempat Kelembaban udara (%) Kelembaban tanah (%) Suhu tanah ( C) ph tanah Ketinggian (mdpl) Bogor Lahan terlantar Sawah Kebun Bekasi Lahan terlantar Sawah Kebun Identifikasi Cacing Tanah Dari 145 individu cacing tanah yang ditangkap di wilayah Bogor dapat diidentifikasi menjadi 10 spesies. Spesies cacing tanah yang ditemukan di lahan perkebunan ada 5 spesies, yaitu Eudrilus eugeniae, Spesies E, Perionyx sp., Perionyx excavatus, Dochogaster sp., di lahan terlantar ada 4 spesies, yaitu Metaphire houlleti, Pontoscolex corethrurus, spesies B dan spesies C, dan di lahan persawahan hanya ada satu spesies yaitu Glyphidrilus sp. (Gambar 1).

15 5 Gambar 1 Data hasil perolehan cacing di wilayah Bogor Dari 124 individu cacing tanah yang ditangkap di wilayah Bekasi dapat diidentifikasi menjadi 10 spesies. Spesies cacing tanah yang ditemukan di lahan perkebunan ada 4 spesies, yaitu Perionyx sp 2, Perionyx excavatus, Pontoscolex corethrurus, dan spesies A; di lahan terlantar ada 5 spesies, yaitu Amynthas agrestis, Polypheretima elongata, Metaphire houlleti, spesies F, dan spesies G; dan di lahan persawahan hanya ada satu spesies yaitu Glyphidrilus sp. (Gambar 2). Gambar 2 Data hasil perolehan cacing di wilayah Bekasi

16 6 Deskripsi Spesies Amynthas agrestis (Gambar 3a), Perionyx sp 1 (Gambar 3b), Perionyx sp 2 (Gambar 3c) Perionyx excavatus (Gambar 3d), Polypheretima elongata (Gambar 3e), dan Metaphire houlleti (Gambar 3f) termasuk ke dalam famili Megascolecidae. Famili Megascolecidae secara umum memiliki ciri seta dengan ujung lancip dan susunan seta lumbricine (berjumlah 8) atau perichaetine (berjumlah lebih dari 8). Klitelum dimulai pada segmen 15 atau di depannya. Lubang jantan satu pasang, biasanya pada segmen 17 atau 18. Lubang betina berpasangan atau satu di bagian tengah pada segmen 14. Testis dua pasang pada segmen 10 dan 11, atau satu pasang pada segmen 10 atau 11 saja. Prostat biasanya ada, satu atau dua pasang. Ovari satu pasang pada segmen 13 (Stephenson 1930). (a) (b) (c) (d) (e) (f) Gambar 3 Empat spesies cacing yang dikoleksi: (a) Amynthas agrestis, (b) Perionyx sp 1, (c) Perionyx sp 2, (d) Perionyx excavatus, (e) Metaphire houlleti, (f) Polypheretima elongata. Pontoscolex corethrurus (Gambar 4) termasuk dalam famili Glossoscolecidae. Ciri umum famili Glossoscolecidae adalah seta umumnya berujung tunggal, jarang berujung ganda, umumnya berjumlah lebih dari delapan per segmen. Lubang dorsal tidak ada, lubang nuchal jarang ada. Klitelum biasanya dimulai di sebelah segmen 14. Lubang jantan berada pada daerah klitelum, biasanya di bagian anterior daerah klitelum atau di depan klitelum, jarang di belakangnya. Lambung umumnya satu, jarang lebih dari satu, terletak di depan segmen testis, sering terdapat satu lambung rudimenter di bagian belakang esofagus di sebelah segmen ovari. Meganefridial, jarang terdapat dua pasang nefridia per segmen (Stephenson 1930). Gambar 4 Pontoscolex corethrurus

17 7 Eudrilus eugeniae (Gambar 5) termasuk dalam famili Eudrilidae dengan ciri umum seta lumbricine, prostat bersifat euprostat, memiliki lambung, spermateka di belakang testis (Stephenson 1930). Gambar 5 Eudrilus eugeniae Glyphidrilus sp. (Gambar 6) termasuk dalam famili Almidae. Famili ini memiliki ciri umum yaitu klitelum anular sebelum lubang jantan, merupakan cacing air tawar, tidak memiliki lubang dorsal, lubang betina pada segmen ke 14, lubang jantan pada segmen antara (Stephenson 1930). Gambar 6 Glyphidrilus sp. Dichogaster sp. (Gambar 7) merupakan cacing dari famili Octochaetidae dengan ciri umum seta berjumlah 8 per segmen, nefridia bersifat meroic, memiliki lambung belum sempurna atau tidak ada (Stephenson 1930). Gambar 7 Dichogaster sp. Spesies A (Gambar 8a) memiliki ciri prostomium tidak terlihat. Prostomium merupakan cuping yang terletak paling anterior (Edwards dan Lofty 1972), lubang dorsal pertama pada segmen 14/15, lubang jantan pada segmen 18, memiliki gizzard, nefridia bersifat holoic. Cacing ini tidak dapat diidenifikasi karena klitelum belum terlihat dan hanya ditemukan satu individu. Spesies B (Gambar 8b) memiliki ciri berwarna merah kecokelatan, prostomium tidak terlihat, lubang dorsal pertama pada segmen 11/12, seta lebih dari 8, klitelum anular, lubang jantan dan betina tidak terlihat, nefridia bersifat meroic. Cacing ini tidak dapat diidentifikasi karena organ reproduksi sulit diamati dan hanya ditemukan satu individu. Spesies C (Gambar 8c) memiliki ciri prostomium close epilobus, tidak memiliki lubang dorsal, seta 8 di ventral, klitelum anular, lubang jantan sepasang pada segmen 18, lubang betina pada segmen 14. Cacing ini tidak dapat diidentifikasi karena organ reproduksi sulit diamati dan hanya ditemukan

18 8 satu individu. Spesies E (Gambar 8d) memiliki ciri seta lebih dari 8, berukuran ± 3 cm, klitelum belum terlihat. Cacing ini tidak dapat diidentifikasi karena diduga masih belum dewasa. Spesies F (Gambar 8e) memiliki ciri lubang dorsal pertama pada segmen 12/13, seta lebih dari 8, klitelum anular, lubang jantan pada segmen 17, memiliki gizzard, nefridia bersifat meroic. Cacing ini tidak dapat diidentifikasi karena organ reproduksi sulit diamati dan hanya ditemukan tiga individu. Spesies G (Gambar 8f) memiliki ciri prostomium open epilobus, klitelum belum terlihat. Cacing ini tidak dapat diidentifikasi karena diduga masih belum dewasa. (a) (b) (c) (d) (e) (f) Gambar 8 Tujuh spesies yang telah dikoleksi: (a) spesies A, (b) spesies B, (c) spesies C, (d) spesies E, (e) spesies F, (f) spesies G. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi Indeks keanekaragaman dan keseragaman paling tinggi ditemukan di lahan perkebunan wilayah Bogor, diikuti dengan rendahnya nilai indeks dominansi (Gambar 9). Gambar 9 Perbandingan indeks keanekaragaman (H ), keseragaman (E), dan dominansi (C) cacing tanah yang ditemukan di wilayah Bogor dan Bekasi

19 9 Pengelompokan Cacing Tanah Cacing tanah dapat dikelompokkan berdasarkan habitat atau tempat hidupnya, yaitu cacing tanah epigeik, endogeik, dan cacing tanah anesik sebagaimana dijelaskan pada bab pendahuluan (Tabel 2). Tabel 2 Pengelompokan cacing tanah berdasarkan habitat Nama Cacing Amynthas agrestris Pontoscolex corethrurus Metaphire houlleti Polypheretima elongate Perionyx excavates Perionyx sp 1 Perionyx sp 2 Dichogaster sp. Eudrilus eugeniae Glyphidrilus sp. Spesies A Spesies B Spesies C Spesies E Spesies F Spesies G Jenis Cacing Anesik Endogeik Anesik Endogeik Epigeik Epigeik Epigeik Epigeik Epigeik Endogeik Endogeik Anesik Anesik Endogeik Anesik Endogeik PEMBAHASAN Cacing tanah yang ditemukan di wilayah Bogor pada lahan terlantar ada 4 spesies, pada lahan perkebunan ada 5 spesies, dan pada lahan persawahan hanya ada 1 spesies. Secara keseluruhan total cacing yang diperoleh di wilayah Bogor sebanyak 10 spesies. Perbedaan komposisi cacing tanah di ketiga lokasi diduga disebabkan oleh kompleksitas dan iklim mikrohabitat. Suin (2003) menyatakan bahwa kompleksitas habitat menunjukkan keanekaragaman mikrohabitat sehingga dapat berakibat pada jumlah jenis cacing yang hidup di dalamnya. Selain itu, perbedaan jumlah jenis cacing dalam suatu lokasi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain ketersediaan makanan, suhu, ph, dan kelembaban tanah. Menurut Hou et al. (2005) cacing tanah menyukai tanah dengan ph yang berkisar 6,5-8,6. Suhu tanah pada umumnya dapat mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi, dan metabolisme. Tiap spesies cacing tanah memiliki kisaran suhu optimum (Wallwork 1970). Spesies cacing tanah yang ditemukan di lahan terlantar lebih sedikit dibandingkan dengan daerah perkebunan karena lahan terlantar memiliki ph yang cukup rendah yaitu sekitar 5.6 dan untuk perkebunan sekitar 6.3.

20 10 Indeks keanekaragaman (H ) untuk perkebunan sebesar 0.65, lebih besar dibandingkan dengan lahan terlantar yaitu sebesar Hal ini disebabkan pada daerah perkebunan tersebut merupakan perkebunan orgaik yang menggunakan pupuk kandang sebagai peyubur tanah, sedangkan lahan terlantar merupakan lahan yang hanya ditumbuhi rerumputan. Keseragaman jenis yang tinggi (E=0.80) dan rendahnya dominansi jenis (C=0.56) pada lokasi perkebunan dapat disebabkan oleh kondisi habitat yang lebih kompleks dan heterogen bagi keberadaan cacing tanah, serta kepadatan masing-masing spesies yang tidak saling mendominasi. Daerah perkebunan yang digunakan sebagai tempat sampling merupakan perkebunan okra yang menggunakan pupuk kandang sebagai penyubur tanah, sehingga memungkinkan cacing yang ditemukan lebih banyak dan beragam. Tumpukan serasah daun di lokasi perkebunan juga ikut mendukung bagi kehidupan cacing tanah bertipe epigeik. Edward dan Bohlen (1996) menyatakan bahwa cacing epigeik hidup dan makan di permukaan tanah. Hal ini terbukti ditemukannya spesies Perionyx excavatus dan Perionyx sp. yang termasuk cacing epigeik. Lahan terlantar yang digunakan untuk sampling merupakan lahan yang ditumbuhi rerumputan dimana serasah yang ada sangat sedikit sehingga menyebabkan jumlah spesies yang ditemukan lebih sedikit dan tidak ada yang termasuk cacing tanah epigeik. Untuk daerah persawahan memiliki ph sekitar 6.5, namun hanya ditemukan satu spesies karena kelembaban atau kadar air di lahan persawahan sangat tinggi yang kemungkinan hanya dapat diadaptasi oleh spesies Glyphidrilus sp. yang merupakan cacing semi-aquatic freshwater (cacing air tawar). Cacing tanah yang ditemukan di wilayah Bekasi pada lahan terlantar sebanyak 5 spesies, pada lahan perkebunan sebanyak 4 spesies, dan pada lahan persawahan hanya ada 1 spesies. Secara keseluruhan total cacing tanah yang diperroleh sebanyak 10 spesies. Lahan terlantar yang ada di wilayah Bekasi mempunyai jumlah jenis cacing tanah yang berbeda dengan yang ada di wilayah Bogor, yaitu memiliki nilai keanekaragaman (H =0.156) dan keseragaman (E=0.23) lebih tinggi dibandingkan dengan lahan perkebunan (H =0.116) dan (E=0.16), karena lahan terlantar di wilayah Bekasi memiliki jumlah spesies yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan perkebunan. Indeks dominansi cacing tanah tertinggi pada lahan terlantar (C=1.18) dan lahan perkebunan lebih rendah (C=0.93). Hal ini disebabkan terjadinya dominansi oleh spesies G, sehingga kepadatan jenis masing-masing penyusunnya cenderung berbeda jauh. Lahan terlantar yang digunakan untuk sampling di wilayah Bekasi merupakan lahan yang ditumbuhi rerumputan dengan berbagai macam tumbuhan yang banyak menghasilkan serasah, sehingga memungkinkan ditemukannya spesies cacing yang lebih banyak dan beragam, sedangkan untuk lahan perkebunan merupakan lahan yang hanya ditumbuhi satu jenis tumbuhan yaitu pohon pisang. Perbedaan ketinggian antara lokasi penelitian di wilayah Bogor ( mdpl) dan Bekasi (85-86 mdpl) berpengaruh terhadap cacing yang ditemukan, namun dalam penelitian ini tidak dapat dibandingkan secara jelas antara hasil yang diperoleh di perkebunan di kedua wilayah, karena kondisi perkebunan yang digunakan unuk sampling merupakan perkebunan yang berbeda (tanaman perkebunan berbeda). Kemungkinan perbedaan jumlah spesies yang ditemukan di kedua wilayah ini dipengaruhi oleh perbedaan struktur, fisik dan kimia tanah

21 11 seperti tekstur tanah, kelembaban, ph, dan suhu tanah. Cacing tanah yang ditemukan di wilayah Bogor tersebar di beberapa famili, sedangkan di wilayah Bekasi lebih dominan dari famili Megascolecidae. Cacing tanah jenis Metaphire houlleti yang ada di lahan terlantar dan Perionyx excavatus yang ada di lahan perkebunan dapat ditemukan di kedua wilayah, Bogor dan Bekasi. Selain itu, Pontoscolex corethrurus ada di lahan terlantar untuk wilayah Bogor dan perkebunan untuk wilayah Bekasi. Ketiga spesies ini merupakan spesies kosmopolitan (Blakemore 2002). SIMPULAN Cacing tanah yang ditemukan di wilayah Bogor ada 10 spesies, yaitu Metaphire houlleti, Pontoscolex corethrurus, Eudrilus eugeniae, Perionnyx sp., Perionyx excavatus, Dichogaster sp., Glyphidrilus sp., dan tiga spesies tidak teridentifikasi (B, C dan E). Cacing tanah yang diperoleh di wilayah Bekasi ada 10 spesies, yaitu Amynthas agrestis, Metaphire houlleti, Pontoscolex corethrurus, Perionyx excavatus, Polypheretima elongata, Glyphidrilus sp., dan empat spesies tidak teridentifikasi. Nilai keanekaragaman dan nilai keseragaman tertinggi yaitu lahan perkebunan di Bogor, diikuti dengan nilai indeks dominasi yang rendah. Daerah perkebunan di wilayah Bogor menunjukkan daerah yang memiliki kondisi habitat yang lebih kompleks, heterogen dan ideal bagi keberadaan cacing tanah karena memiliki nilai keanekaragaman dan nilai keseragaman yang tinggi, serta memiliki nilai indeks dominasi yang rendah. Cacing tanah yang ditemukan di lahan persawahan di kedua wilayah hanya ditemukan satu spesies. DAFTAR PUSTAKA Blakemore RJ Cosmopolitan Earthworms an Eco-Taxonomic Guide to the Peregrine Species of the World. Canberra (AU): Verm Ecology. Brower JE, Zar JH, Von Ende CN Field and Laboratory Methods for General Ecology. Third ed. New Jersey (US): Wm.C. Brown Publisher. Buckman HO, Brady NC Ilmu Tanah. Soegiman, penerjemah. Jakarta (ID): PT Bharata Karya Aksara. Terjemahan dari: The Nature and Properties of Soil. Edwards CA, Bohlen PJ Biology and ecology of earthworms. Third ed. London (GB): Chapman and Hall. Edwards CA, Lofty JR Biology of Earthworm. London (GB): Chapman and Hall. Hou J, Q Yanyun, L Guangqing, R Dong The influence of temperature, ph and C/N ratio on the growth and survival of earthworm in municipal solid waste. Agric Engineering International. 7:1-6.

22 12 Joshi N, Aga S Diversity and distribution of earthworms in a subtropical forest ecosystem in Uttarakhand, India. Nat Hist J Chulalongkorn Univ 9: Joshi N, Dabral M, Maikhuri RK Density, biomass and species richness of earthworms in agroecosystems of Garhwal Himalaya, India. Tropic Nat Hist J Chulalongkorn Univ 10: Krebs CJ Experimental Analysis of Distribution of Abundance. Third Edition. New York (NY): Herper & Row Publisher. Paoletti MG, Pimentel D, Stinner BR, Stinner D Agroecosystem Biodiversity: Matching production and conservation biology. Agric Ecosyst Environ. 40:3-23. Stephenson J The Oligochaeta. Oxford (GB): Clarendon Press. Suin NM Ekologi Hewan Tanah. Jakarta (ID): Bumi Aksara dan Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati. ITB. Wallwork JA Ecology of Soil Animals. London (GB): Mc Graw Hill. Zar JH Biostatistical Analysis. New Jersey (US): Prentice Hall, Inc.

23 13 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 16 Februari 1992 dari ayah Sunarya dan ibu Heni Yuhaeni. Penulis adalah putri ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ciampea dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan dierima di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama perkuliahan penulis aktif sebagai anggota dari UKM Seni Sunda Gentra Kaheman dan pernah mengikuti beberapa perlombaan. Pada semester 7 penulis melakukan praktik lapangan di Balai Penelitian Tanah selama dua bulan.

Keanekaragaman Cacing Tanah (Oligochaeta) pada Tiga Tipe Habitat di Kecamatan Pontianak Kota

Keanekaragaman Cacing Tanah (Oligochaeta) pada Tiga Tipe Habitat di Kecamatan Pontianak Kota Keanekaragaman Cacing Tanah (Oligochaeta) pada Tiga Tipe Habitat di Kecamatan Pontianak Kota Harry Qudratullah 1, Tri Rima Setyawati 1, Ari Hepi Yanti 1 Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas

Lebih terperinci

Volume IV. Nomor 1. Januari-Juni 2013 Page 38

Volume IV. Nomor 1. Januari-Juni 2013 Page 38 3 KOLEKSI DAN IDENTIFIKASI CACING TANAH DI HUTAN PENELITIAN DARMAGA, BOGOR Oleh: Rita Oktavia M.Si Dosen Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Bina Bangsa Meulaboh ABSTRAK Cacing tanah telah diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai pendegradasi sampah organik, pakan ternak, bahan baku obat,

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai pendegradasi sampah organik, pakan ternak, bahan baku obat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cacing tanah merupakan hewan tingkat rendah yang tidak mempunyai tulang belakang. Cacing tanah mempunyai banyak manfaat, antara lain: dapat digunakan sebagai pendegradasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Cacing Tanah Cacing tanah yang ditemukan di perkebunan teh PTPN XII Bantaran Blitar adalah sebagai berikut: 1. Cacing tanah 1 A Gambar 4.1 Spesimen 1 Genus

Lebih terperinci

TULISAN PENDEK. Beberapa Catatan Tentang Aspek Ekologi Cacing Tanah Metaphire javanica (Kinberg, 1867) di Gunung Ciremai, Jawa Barat.

TULISAN PENDEK. Beberapa Catatan Tentang Aspek Ekologi Cacing Tanah Metaphire javanica (Kinberg, 1867) di Gunung Ciremai, Jawa Barat. Jurnal Biologi Indonesia 4(5):417-421 (2008) TULISAN PENDEK Beberapa Catatan Tentang Aspek Ekologi Cacing Tanah Metaphire javanica (Kinberg, 1867) di Gunung Ciremai, Jawa Barat Hari Nugroho Bidang Zoologi,

Lebih terperinci

Struktur Komunitas Cacing Tanah (Kelas Oligochaeta) di Kawasan Hutan Desa Mega Timur Kecamatan Sungai Ambawang

Struktur Komunitas Cacing Tanah (Kelas Oligochaeta) di Kawasan Hutan Desa Mega Timur Kecamatan Sungai Ambawang Struktur Komunitas Cacing Tanah (Kelas Oligochaeta) di Kawasan Hutan Desa Mega Timur Kecamatan Sungai Ambawang Firmansyah 1, Tri Rima Setyawati 1, Ari Hepi Yanti 1 Program Studi Biologi, Fakultas MIPA,

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK (Diversity Of Pitcher Plants ( Nepenthes Spp ) Forest

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA The Diversity Of Kantong Semar (Nepenthes spp) Protected Forest

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN CACING Pontoscolex corethrurus PADA MEDIA KULTUR DENGAN BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK DAN TEKSTUR TANAH SKRIPSI OLEH :

PERKEMBANGAN CACING Pontoscolex corethrurus PADA MEDIA KULTUR DENGAN BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK DAN TEKSTUR TANAH SKRIPSI OLEH : PERKEMBANGAN CACING Pontoscolex corethrurus PADA MEDIA KULTUR DENGAN BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK DAN TEKSTUR TANAH SKRIPSI OLEH : ANDI 120301004 Ilmu Tanah PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

KOMPOSISI CACING TANAH PADA AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI JORONG LUBUK HIJAU KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN E-JURNAL

KOMPOSISI CACING TANAH PADA AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI JORONG LUBUK HIJAU KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN E-JURNAL KOMPOSISI CACING TANAH PADA AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI JORONG LUBUK HIJAU KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN E-JURNAL NURSAKINAH NIM. 11010077 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN

Lebih terperinci

Preferensi Habitat Cacing Tanah (Oligochaeta) di Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah

Preferensi Habitat Cacing Tanah (Oligochaeta) di Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah ( Habitat Preference of Earthworms (Oligochaeta) in Banggai Districts of Central Sulawesi ) Dandi Wahyu Mulyawan 1*), Annawaty 2, Fahri 2 1 Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Tadulako 2 Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda

BAB III METODE PENELITIAN. metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda tanah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak ditemukan pada 0 sampai 10 cm (Kuhnelt et al, 1976). Kelompok hewan

I. PENDAHULUAN. banyak ditemukan pada 0 sampai 10 cm (Kuhnelt et al, 1976). Kelompok hewan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hewan tanah merupakan bagian dari tanah. Sebagian besar organisme tanah itu hidup pada lapisan tanah bagian atas, karena memang tanah bagian atas merupakan media yang

Lebih terperinci

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI HERBISIDA TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH PADA PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot utilissima)

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI HERBISIDA TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH PADA PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot utilissima) J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 422 Jurnal Agrotek Tropika 3(3):422-426, 2015 Vol. 3, No. 3: 422 426, September 2015 PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI HERBISIDA TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

Populasi Cacing Tanah Megadrilli di Lahan PERKEBUNAN Kelapa Sawit dengan Strata Umur Tegakan yang Berbeda

Populasi Cacing Tanah Megadrilli di Lahan PERKEBUNAN Kelapa Sawit dengan Strata Umur Tegakan yang Berbeda Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Populasi Cacing Tanah Megadrilli di Lahan PERKEBUNAN Kelapa Sawit dengan Strata Umur Tegakan yang Berbeda Darmi 1, Deri Yardiansyah 2, Rizwar 3 ABSTRACT.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 5 3 '15 " 5 3 '00 " 5 2 '45 " 5 2 '30 " BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan April 2010, lokasi pengambilan sampel di perairan

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. serangga yang ada di perkebunan jeruk manis semi organik dan anorganik.

BAB III METODE PENELITIAN. serangga yang ada di perkebunan jeruk manis semi organik dan anorganik. 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian bersifat deskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap serangga

Lebih terperinci

AKTIVITAS UREASE DAN FOSFOMONOESTERASE ASAM, SERTA PRODUKTIVITAS KACANG TANAH DENGAN PEMBERIAN PUPUK ORGANIK KURTADJI TOMO

AKTIVITAS UREASE DAN FOSFOMONOESTERASE ASAM, SERTA PRODUKTIVITAS KACANG TANAH DENGAN PEMBERIAN PUPUK ORGANIK KURTADJI TOMO AKTIVITAS UREASE DAN FOSFOMONOESTERASE ASAM, SERTA PRODUKTIVITAS KACANG TANAH DENGAN PEMBERIAN PUPUK ORGANIK KURTADJI TOMO PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI

KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI RAISSHA AMANDA SIREGAR 090302049 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cacing Tanah Cacing tanah merupakan organisme heterotrof, bersifat hermaprodit-biparental, termasuk kelompok filum Annelida, kelas Clitellata dan ordo Oligochaeta. Tubuh cacing

Lebih terperinci

TINGKAT KEANEKARAGAMAN CACING TANAH BERDASARKAN RIWAYAT LAHAN (TERKENA DAN TIDAK TERKENA TSUNAMI) DI ACEH BARAT

TINGKAT KEANEKARAGAMAN CACING TANAH BERDASARKAN RIWAYAT LAHAN (TERKENA DAN TIDAK TERKENA TSUNAMI) DI ACEH BARAT TINGKAT KEANEKARAGAMAN CACING TANAH BERDASARKAN RIWAYAT LAHAN (TERKENA DAN TIDAK TERKENA TSUNAMI) DI ACEH BARAT Rita Oktavia 1) 1) Dosen Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Bina Bangsa Meulaboh email:

Lebih terperinci

* korespondensi: Abstrak

* korespondensi: Abstrak Kepadatan Cacing Tanah pada Lahan Pertanian Tomat Terpapar Pestisida di Desa Ampreng, Kecamatan Langowan Barat - Provinsi Sulawesi Utara (Earthworm Density in Tomato Farming Exposed to Pesticides at Ampreng

Lebih terperinci

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH Oleh: Livson C64102004 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan metode observasi. odorata dilakukan pada 3 lokasi yang berbeda berdasarkan bentuk lahan,

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan metode observasi. odorata dilakukan pada 3 lokasi yang berbeda berdasarkan bentuk lahan, BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif dan dilakukan dengan menggunakan metode observasi. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD Oleh : IRMA DEWIYANTI C06400033 SKRIPSI PROGRAM STUD1 ILMU

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yakni penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau

Lebih terperinci

EKOLOGI. KOMUNITAS bag. 2 TEMA 5. Program Studi Tadris Biologi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Jember

EKOLOGI. KOMUNITAS bag. 2 TEMA 5. Program Studi Tadris Biologi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Jember EKOLOGI TEMA 5 KOMUNITAS bag. 2 Program Studi Tadris Biologi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Jember KOMUNITAS Keanekaragaman Komunitas Pola Komunitas dan Ekoton Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Karo merupakan suatu daerah di Propinsi Sumatera Utara yang terletak di dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan dan merupakan daerah hulu sungai. Kabupaten

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI KAWASAN MANGROVE DESA BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN TRI WULANDARI

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI KAWASAN MANGROVE DESA BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN TRI WULANDARI STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI KAWASAN MANGROVE DESA BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN TRI WULANDARI 120302013 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN DAN DOMINANSI PLANKTON DI ESTUARI KUALA RIGAIH KECAMATAN SETIA BAKTI KABUPATEN ACEH JAYA

KEANEKARAGAMAN DAN DOMINANSI PLANKTON DI ESTUARI KUALA RIGAIH KECAMATAN SETIA BAKTI KABUPATEN ACEH JAYA KEANEKARAGAMAN DAN DOMINANSI PLANKTON DI ESTUARI KUALA RIGAIH KECAMATAN SETIA BAKTI KABUPATEN ACEH JAYA DIVERSITY AND DOMINANCE OF PLANKTON IN KUALA RIGAIH, ACEH JAYA DISTRICT Rahmatullah 1 *, M. Sarong

Lebih terperinci

MODE LOKOMOSI PADA ORANGUTAN KALIMANTAN (Pongo pygmaeus Linn.) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, JAKARTA MUSHLIHATUN BAROYA

MODE LOKOMOSI PADA ORANGUTAN KALIMANTAN (Pongo pygmaeus Linn.) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, JAKARTA MUSHLIHATUN BAROYA MODE LOKOMOSI PADA ORANGUTAN KALIMANTAN (Pongo pygmaeus Linn.) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, JAKARTA MUSHLIHATUN BAROYA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PEMBERIAN PUPUK P DAN Zn UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN P DAN Zn DI TANAH SAWAH SKRIPSI OLEH : KIKI DAMAYANTI

PEMBERIAN PUPUK P DAN Zn UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN P DAN Zn DI TANAH SAWAH SKRIPSI OLEH : KIKI DAMAYANTI PEMBERIAN PUPUK P DAN Zn UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN P DAN Zn DI TANAH SAWAH SKRIPSI OLEH : KIKI DAMAYANTI 110301232 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

Lebih terperinci

III. METODA PENELITIAN. Kabupaten Indragiri Hilir terletak pada posisi 102*52,28-103*18,9' BT dan

III. METODA PENELITIAN. Kabupaten Indragiri Hilir terletak pada posisi 102*52,28-103*18,9' BT dan III. METODA PENELITIAN.1. Gambaran lokasi penelitian Kabupaten Indragiri Hilir terletak pada posisi 102*52,28-10*18,9' BT dan 00*16"54,1'"0*716,96 LS. Luas wilayah kabupaten Indragiri Hilir 1.479,24 km^

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 12 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Juli 2011 dalam selang waktu 1 bulan sekali. Pengambilan contoh dilakukan sebanyak 5 kali (19 Maret

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari bulan Januari sampai April 2010 di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

INVENTARISASI JENIS BURUNG PADA KOMPOSISI TINGKAT SEMAI, PANCANG DAN POHON DI HUTAN MANGROVE PULAU SEMBILAN

INVENTARISASI JENIS BURUNG PADA KOMPOSISI TINGKAT SEMAI, PANCANG DAN POHON DI HUTAN MANGROVE PULAU SEMBILAN INVENTARISASI JENIS BURUNG PADA KOMPOSISI TINGKAT SEMAI, PANCANG DAN POHON DI HUTAN MANGROVE PULAU SEMBILAN SKRIPSI Oleh : PARRON ABET HUTAGALUNG 101201081 / Konservasi Sumber Daya Hutan PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif. BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Metode Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Mengumpulkan data kemudian mendeskripsikan keanekaragaman makrofauna tanah yang terdapat

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian, Deskripsi Lokasi 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semut, alkohol 70% dan gliserin. b. Alat Alat-alat

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA LAHAN TANAMAN PADI DENGAN SISTEM ROTASI DAN MONOKULTUR DI DESA BANYUDONO BOYOLALI. Skripsi

KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA LAHAN TANAMAN PADI DENGAN SISTEM ROTASI DAN MONOKULTUR DI DESA BANYUDONO BOYOLALI. Skripsi KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA LAHAN TANAMAN PADI DENGAN SISTEM ROTASI DAN MONOKULTUR DI DESA BANYUDONO BOYOLALI Skripsi Untuk memenuhi sebagian Persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.) SKRIPSI OLEH :

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.) SKRIPSI OLEH : PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.) SKRIPSI OLEH : RIAN EKO PRADANA / 110301061 BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK FEBRIANI BANGUN 060307025 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Monnes Hendri Batubara, Ainin Niswati, Sri Yusnaini & M.A. Syamsul Arif

Monnes Hendri Batubara, Ainin Niswati, Sri Yusnaini & M.A. Syamsul Arif J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 Batubara et al.: Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas 107 Vol. 1, No. 1: 107 112, Januari 2013 PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP

Lebih terperinci

KOMPOSISI KOMUNITAS CACING TANAH PADA LAHAN PERTANIAN ORGANIK DAN ANORGANIK DI DESA RAYA KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO

KOMPOSISI KOMUNITAS CACING TANAH PADA LAHAN PERTANIAN ORGANIK DAN ANORGANIK DI DESA RAYA KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO Jurnal Biotik, ISSN: 2337-9812, Vol. 2, No. 1, Ed. April 2014, Hal. 1-76 KOMPOSISI KOMUNITAS CACING TANAH PADA LAHAN PERTANIAN ORGANIK DAN ANORGANIK DI DESA RAYA KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO 1 Sri

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

CACING TANAH DARI BIOTOP HUTAN, BELUKAR, DAN KEBUN TEH DI KAWASAN GAMBUNG-JAWA BARAT

CACING TANAH DARI BIOTOP HUTAN, BELUKAR, DAN KEBUN TEH DI KAWASAN GAMBUNG-JAWA BARAT CACING TANAH DARI BIOTOP HUTAN, BELUKAR, DAN KEBUN TEH DI KAWASAN GAMBUNG-JAWA BARAT T 592. 64 NUR A B S T R A K Populasi-populasi cacing tanah dari biotop hutan, belukar dan kebun teh dari kawasan Balai

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

4 METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 17 4 METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di Dramaga, Kecamatan Bogor Barat, Jawa Barat (Gambar 4.1). Penelitian ini berlangsung selama tiga bulan, yakni dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Cacing tanah yang ditemukan pada agroforestri berbasis kopi di Desa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Cacing tanah yang ditemukan pada agroforestri berbasis kopi di Desa BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Cacing Tanah Cacing tanah yang ditemukan pada agroforestri berbasis kopi di Desa Puncu Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri adalah sebagai berikut: 1. Spesimen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel yaitu dengan pengamatan secara langsung. Perameter yang diukur dalam penelitian adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dalam penelitian adalah indeks keanekaragaman (H ) dari Shannon, indeks

BAB III METODE PENELITIAN. dalam penelitian adalah indeks keanekaragaman (H ) dari Shannon, indeks BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

KONDISI HABITAT Rafflesia sp DI IUPHHK PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk SEKTOR TELE, KABUPATEN SAMOSIR, SUMATERA UTARA

KONDISI HABITAT Rafflesia sp DI IUPHHK PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk SEKTOR TELE, KABUPATEN SAMOSIR, SUMATERA UTARA KONDISI HABITAT Rafflesia sp DI IUPHHK PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk SEKTOR TELE, KABUPATEN SAMOSIR, SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH: HANA FERONIKA SIREGAR 071201022/ MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN HUTAN PROGRAM

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. firman Allah dalam QS Al-Imran 190 yang berbunyi : Allah SWT kepada manusia yang telah diberi kenikmatan berupa akal dan pikiran

BAB I PENDAHULUAN. firman Allah dalam QS Al-Imran 190 yang berbunyi : Allah SWT kepada manusia yang telah diberi kenikmatan berupa akal dan pikiran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Allah menganjurkan kepada umat manusia yang telah diberi kelebihan akal untuk mengkaji segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. Sesuai dengan firman Allah dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. secara langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. secara langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KASCING (Bekas Cacing) TERHADAP KELIMPAHAN Nannochloropsis sp. SEBAGAI PAKAN ALAMI

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KASCING (Bekas Cacing) TERHADAP KELIMPAHAN Nannochloropsis sp. SEBAGAI PAKAN ALAMI PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KASCING (Bekas Cacing) TERHADAP KELIMPAHAN Nannochloropsis sp. SEBAGAI PAKAN ALAMI RINA MARITO DAULAY 090302067 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya

BAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan tropis adalah maha karya kekayaaan species terbesar di dunia. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya flora dan faunanya.

Lebih terperinci

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C64102057 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PETA ZONA AGROEKOLOGI (ZAE) DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA SKRIPSI OLEH: KHAIRULLAH AGROEKOTEKNOLOGI

PENYUSUNAN PETA ZONA AGROEKOLOGI (ZAE) DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA SKRIPSI OLEH: KHAIRULLAH AGROEKOTEKNOLOGI PENYUSUNAN PETA ZONA AGROEKOLOGI (ZAE) DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA SKRIPSI OLEH: KHAIRULLAH 100301230 AGROEKOTEKNOLOGI Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25-

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25- I. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) dan lahan kampus Universitas Islam Negeri Sultan

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA

PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh: BETZY VICTOR TELAUMBANUA 090302053 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kepadatan Populasi dan Biomassa Fauna Tanah Populasi fauna tanah pada lahan tebu transgenik PS IPB 1 menunjukkan kepadatan tertinggi pada lahan PS IPB 1-8 sebesar 4268 individu/m

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENENTUAN BENTUK DAN LUAS PLOT CONTOH OPTIMAL PENGUKURAN KEANEKARAGAMAN SPESIES TUMBUHAN PADA EKOSISTEM HUTAN HUJAN DATARAN RENDAH : STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL KUTAI SANDI KUSUMA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG Oleh: Muhammad Firly Talib C64104065 PROGRAM STUDI ILMU DAN

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : SANDER M. SILALAHI AGROEKOTEKNOLOGI ILMU TANAH

SKRIPSI. Oleh : SANDER M. SILALAHI AGROEKOTEKNOLOGI ILMU TANAH KAJIAN HUBUNGAN KADAR LIAT, BAHAN ORGANIK SERTA KANDUNGAN AIR TERHADAP INDEKS PLASTISITAS TANAH PADA BEBERAPA VEGETASI DI KECAMATAN JORLANG HATARAN KABUPATEN SIMALUNGUN SKRIPSI Oleh : SANDER M. SILALAHI

Lebih terperinci

STUDI MORFOLOGI DAN KARAKTERISTIK KELAMIN SEKUNDER SEBAGAI PENENTU JENIS KELAMIN PADA IKAN ARWANA (Scleropages) LINDA SUGIARTI

STUDI MORFOLOGI DAN KARAKTERISTIK KELAMIN SEKUNDER SEBAGAI PENENTU JENIS KELAMIN PADA IKAN ARWANA (Scleropages) LINDA SUGIARTI STUDI MORFOLOGI DAN KARAKTERISTIK KELAMIN SEKUNDER SEBAGAI PENENTU JENIS KELAMIN PADA IKAN ARWANA (Scleropages) LINDA SUGIARTI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10 Bandung, itb. ac. id

Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10 Bandung, itb. ac. id Jurnal Matematika dan Sains Vol. 9 No. 1, Maret 2004, hal 175-182 Pengaruh Inokulasi Cacing Tanah (Pontoscolex corethrurus Fr Mull) Terhadap Sifat Fisika Kimia Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Kacang Hijau

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN Supriadi, Agus Romadhon, Akhmad Farid Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura e-mail: akhmadfarid@trunojoyo.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2016 di Muara Sungai Nipah Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera

Lebih terperinci

KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SITU PAMULANG

KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SITU PAMULANG KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SITU PAMULANG Edward Alfin* Prodi Matematika Fakultas Teknik, Matematika dan IPA Universitas Indraprasta PGRI Jakarta *Corresponding author: edwardalfin@gmail.com

Lebih terperinci

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller)

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) NUR RACHMAN A44104056 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan sifat dan ciri yang bervariasi, dan di dalam tanah terjadi kompetisi antara

BAB I PENDAHULUAN. dengan sifat dan ciri yang bervariasi, dan di dalam tanah terjadi kompetisi antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan habitat yang komplek untuk organisme. Dibandingkan dengan media kultur murni di laboratorium, tanah sangat berbeda karena dua hal utama yaitu pada kondisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Tanaman Jagung berikut : Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 40 hari pada tanggal 16 Juni hingga 23 Juli 2013. Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

KELIMPAHAN DAN BIOMASSA CACING TANAH PADA LAHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DALAM KAMPUS UNIVERSITAS RIAU, PEKANBARU

KELIMPAHAN DAN BIOMASSA CACING TANAH PADA LAHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DALAM KAMPUS UNIVERSITAS RIAU, PEKANBARU KELIMPAHAN DAN BIOMASSA CACING TANAH PADA LAHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DALAM KAMPUS UNIVERSITAS RIAU, PEKANBARU Sugianto 1, Ahmad Muhammad 2, Windarti 3 1 Mahasiswa Program Studi S1 Biologi 2 Dosen

Lebih terperinci

KECERNAAN BAHAN KERING, BAHAN ORGANIK, DAN PROTEIN KASAR RANSUM YANG MENGANDUNG TEPUNG LIMBAH IKAN GABUS PASIR

KECERNAAN BAHAN KERING, BAHAN ORGANIK, DAN PROTEIN KASAR RANSUM YANG MENGANDUNG TEPUNG LIMBAH IKAN GABUS PASIR KECERNAAN BAHAN KERING, BAHAN ORGANIK, DAN PROTEIN KASAR RANSUM YANG MENGANDUNG TEPUNG LIMBAH IKAN GABUS PASIR (Butis amboinensis) SEBAGAI SUBSTITUSI TEPUNG IKAN PADA BROILER SKRIPSI Oleh : RAHMAYANTI

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PANTAI KARTIKA JAYA KECAMATAN PATEBON KABUPATEN KENDAL

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PANTAI KARTIKA JAYA KECAMATAN PATEBON KABUPATEN KENDAL KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PANTAI KARTIKA JAYA KECAMATAN PATEBON KABUPATEN KENDAL Naskah Publikasi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Menempuh Derajat Sarjana S-1 Program Studi

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU (The Diversity of Bamboo (Bambusodae) In Riam Odong Waterfall Forest

Lebih terperinci

APLIKASI PUPUK ORGANIK PADAT DAN CAIR DARI KULIT PISANG KEPOK UNTUK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAWI (Brassica juncea L.) SKRIPSI.

APLIKASI PUPUK ORGANIK PADAT DAN CAIR DARI KULIT PISANG KEPOK UNTUK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAWI (Brassica juncea L.) SKRIPSI. APLIKASI PUPUK ORGANIK PADAT DAN CAIR DARI KULIT PISANG KEPOK UNTUK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAWI (Brassica juncea L.) SKRIPSI Oleh: FADMA JUWITA NASUTION 090301002/AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN PERIFITON DI PERAIRAN SUNGAI DELI SUMATERA UTARA SUSANTI LAWATI BARUS

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN PERIFITON DI PERAIRAN SUNGAI DELI SUMATERA UTARA SUSANTI LAWATI BARUS KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN PERIFITON DI PERAIRAN SUNGAI DELI SUMATERA UTARA SUSANTI LAWATI BARUS 090302022 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014

Lebih terperinci

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAWI (Brassica juncea L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK CAIR SKRIPSI MUHAMMAD RIZKY ANDRY AGROEKOTEKNOLOGI - BPP

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAWI (Brassica juncea L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK CAIR SKRIPSI MUHAMMAD RIZKY ANDRY AGROEKOTEKNOLOGI - BPP TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAWI (Brassica juncea L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK CAIR SKRIPSI MUHAMMAD RIZKY ANDRY 080301097 AGROEKOTEKNOLOGI - BPP PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

TINGKAT KESAMAAN KOMUNITAS HERBA DI SAVANA ALAS MALANG DAN SAVANA WATUNUMPUK TAMAN NASIONAL BALURAN SITUBONDO JAWA TIMUR

TINGKAT KESAMAAN KOMUNITAS HERBA DI SAVANA ALAS MALANG DAN SAVANA WATUNUMPUK TAMAN NASIONAL BALURAN SITUBONDO JAWA TIMUR TINGKAT KESAMAAN KOMUNITAS HERBA DI SAVANA ALAS MALANG DAN SAVANA WATUNUMPUK TAMAN NASIONAL BALURAN SITUBONDO JAWA TIMUR SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI UP (3 CM) DALAM SISTEM RESIRKULASI FHEBY IRLIYANDI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan Saptosari dan desa Karangasem kecamatan Paliyan, kabupaten Gunungkidul. B. Waktu Penelitian

Lebih terperinci

` SATUAN ACARA PERKULIAHAN

` SATUAN ACARA PERKULIAHAN Nama Mata Kuliah : Ekologi Umum Nomor Kode : BI 308 Sifat Mata Kuliah : M K Wajib Program Studi : Pendidikan Biologi dan Biologi Jumlah SKS : 3 sks Semester : 6 MK Prasyarat : Biologi Umum Dosen : Drs.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel yaitu dengan pengamatan atau pengambilan sampel secara langsung pada lokasi

Lebih terperinci

JURNAL KEANEKARAGAMAN MIKROALGA DI WADUK WONOREJO KECAMATAN PAGERWOJO KABUPATEN TULUNGAGUNG

JURNAL KEANEKARAGAMAN MIKROALGA DI WADUK WONOREJO KECAMATAN PAGERWOJO KABUPATEN TULUNGAGUNG JURNAL KEANEKARAGAMAN MIKROALGA DI WADUK WONOREJO KECAMATAN PAGERWOJO KABUPATEN TULUNGAGUNG DIVERSITY OF MICROALGAE AT WONOREJO RESERVOIR IN PAGERWOJO SUBDISTRICT TULUNGAGUNG REGENCY Oleh: NOVI DAMAYANTI

Lebih terperinci

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO 1 PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO RESTU GUSTI ATMANDHINI B E 14203057 DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci