LAPORAN KEGIATAN BIO301 STUDI LAPANGAN. Judul: Keragaman Cacing Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN KEGIATAN BIO301 STUDI LAPANGAN. Judul: Keragaman Cacing Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat"

Transkripsi

1 LAPORAN KEGIATAN BIO301 STUDI LAPANGAN Judul: Keragaman Cacing Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat Disusun oleh: Dian Nur Hapitasari (G ) Muhammad Rezki Rasyak (G ) Dian Anggraini (G ) Kelompok 29 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

2 RINGKASAN DIAN NUR HAPITASARI, MUHAMMAD REZKI RASYAK, DIAN ANGGRAINI, Keragaman Cacing Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW). Dibimbing oleh Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin DEA. Cacing tanah merupakan anggota filum Annelida, kelas Oligochaeta yang umum ditemukan di habitat terestrial dengan kelimpahan material organik di dalam tanah dan sangat mungkin ditemukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi, Jawa Barat. Tujuan studi lapang ini adalah untuk mengidentifikasi keragaman cacing tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan mengkaji hubungan faktor-faktor abiotik seperti suhu tanah, ph tanah, kelembapan tanah, ketinggian tanah dengan keberadaan cacing tanah. Pengambilan cacing tanah dilakukan dengan metode penggalian sederhana menggunakan cangkul di tiga habitat HPGW, yaitu vegetasi pinus, vegetasi damar, dan dekat sumber air. Metode penggalian sederhana ini dilakukan dengan membuat petak berukuran 1x1 m, kemudian digali menggunakan cangkul. Cacing tanah yang muncul diambil, difoto, dibersihkan dengan air, dimasukkan kedalam botol koleksi berisi alkohol 70%, dan diberi label. Identifikasi jenis cacing dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Secara makroskopis adalah dengan memperhatikan panjang, warna bagian dorsal dan ventral. Secara mikroskopis dilakukan dengan memperhatikan banyaknya seta, prostomium, letak klitellum, struktur kelamin pada klitellum serta banyaknya seta pada tubuh cacing. Morfologi cacing tanah dapat diamati lebih jelas menggunakan mikroskop stereo. Hasil identifikasi dari semua habitat dan titik pengambilan sampel menunjukkan cacing tanah yang diperoleh adalah jenis Pheretima sp. Cacing Pheretima sp. memiliki jumlah segmen dan setiap segmen mempunyai seta tipe Perichaetine. Letak klitellum pada segmen 14-16, pigmentasi dorsal sama dengan pigmentasi ventral merah kecoklatan. ii

3 LAPORAN KEGIATAN BIO 301 STUDI LAPANGAN TAHUN 2014 Judul : Keragaman Cacing Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat Penyusun : Dian Nur Hapitasari (G ) Muhammad Rezki Rasyak (G ) Dian Anggraini (G ) Bogor, 10 Juli 2014 Menyetujui, Mengetahui, Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin DEA Pembimbing Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si Ketua Departemaen iii

4 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-nya kami dapat menyelesaikan laporan Studi Lapang yang berjudul Keragaman Cacing Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin DEA selaku dosen pembimbing Studi Lapang kami yang telah memberi bimbingan, kritik, dan saran selama rangkaian kegiatan Studi Lapang berlangsung, serta seluruh staf Departemen Biologi FMIPA IPB yang telah terlibat dalam penyelesaian rangkaian kegiatan Studi Lapang. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Biologi angkatan 49 atas bantuan dan dukungannya. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua kami atas segala do a dan dukungan, semangat juga kasih sayang mereka. Kami menyadari bahwa laporan kami masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari semua pihak. Akhir kata kami semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan untuk kemajuan ilmu pengetahuan sains dan teknologi. Bogor, 10 Juli 2014 Dian Nur Hapitasari Muhammad Rezki Rasyak Dian Anggraini iv

5 DAFTAR ISI Contents RINGKASAN... ii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v PENDAHULUAN... 6 Latar Belakang... 6 Tujuan... 7 BAHAN DAN METODE... 8 HASIL DAN PEMBAHASAN... 9 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA v

6 PENDAHULUAN Latar Belakang Cacing tanah termasuk hewan makro tanah yang berperan sebagai dekomposer, pengolah tanah asli, memperbaiki lingkungan perakaran, meningkatkan infiltrasi tanah, mencampur tanah dan bahan organik, kasting (leafcast) menjadi agregat tanah. Cacing tanah termasuk ke dalam kelompok hewan avertebrata yang banyak dijumpai di tempattempat yang lembap di seluruh muka bumi (Yulipriyanto 2010). Cacing tanah termasuk ke dalam filum Annelida, kelas Oligochaeta. Panjang tubuh cacing tanah umumnya berkisar antara 5 hingga 15 cm (Handayanto dan Hairiah 2009). Ciri cacing tanah yang paling menonjol adalah adanya segmen-segmen pada tubuhnya. Segmentasi pada cacing bertindak sama halnya dengan fungsi-fungsi pembagian pada hewan umumnya yaitu setiap segmen mempunyai fungsi berbeda (Yulipriyanto 2010). Bagian pertama cacing tanah adalah ujung anterior yang terdiri dari kepala dan prostomium, sebuah cuping yang menutup mulut dilengkapi sebuah alat seperti pisau untuk masuk ke dalam tanah. Struktur seperti sadel yang dekat dengan pangkal anterior tubuh yang disebut klitellum. Seta merupakan struktur seperti rambut kecil terletak pada setiap segmen. Bagian kedua cacing tanah adalah ujung posterior yang terdiri dari anus. Cacing memiliki kelenjar kulit yang mengeluarkan cairan yang membantu pergerakan (Yulipriyanto 2010). Makanan cacing tanah adalah daun, akar, batang tanaman yang telah sebagian membusuk dan beberapa partikel tanah yang cukup hara. Cacing tanah adalah hewan hermaprodit (setiap individu memiliki organ reproduksi jantan dan betina), namun kopulasi tetap dilakukan oleh dua ekor cacing (Handayanto dan Hairiah 2009). Keberadaan cacing di dalam tanah dipengaruhi oleh kelembapan tanah, temperatur tanah, kandungan bahan organik, keasaman tanah, tekstur tanah, dan aerasi tanah (Handayanto dan Hairiah 2009). Kelembapan tanah berperan penting dalam menjaga aktivitas cacing tanah. Kelembapan tanah optimal untuk pertumbuhan cacing tanah adalah sekitar 70-90% (Brata 2009). Cacing tanah dapat tumbuh dengan baik dan optimal pada ph Temperatur tanah yang ideal untuk pertumbuhan cacing tanah antara C (Sugiyarto et al 2007). Bahan organik yang memiliki kandungan N dan P tinggi 6

7 meningkatkan populasi cacing tanah. Tanah liat berlempung merupakan tempat yang ideal bagi cacing tanah (Handayanto dan Hairiah 2009). Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) terletak sekitar 2,5 km ke arah selatan dari jalan Bogor-Sukabumi yang berjarak 55 km dari Bogor dan 15 km dari Sukabumi. Secara geografis kawasan ini terletak pada Lintang Selatan (LS) dan Bujur Timur (BT) dengan rata-rata ketinggian 557 meter di atas permukaan laut (m dpl) dengan luasan semula adalah 359 ha dan kini menjadi sekitar 349 ha. HPGW terletak pada ketinggian m dpl dengan topografi yang bervariasi dari landai sampai bergelombang terutama di bagian selatan. Di bagian utara memiliki kondisi topografi yang semakin berat. Kondisi topografi di kawasan HPGW ini adalah bergunung (98 ha), berbukit (42 ha), bergelombang (23 ha), berombak (9 ha) dan datar (4 ha) (Syaufina et al 2007). Kondisi tanah di kawasan HPGW umumnya terdiri dari jenis tanah yang kompleks, diantaranya podsolik merah kuning, latosol dan litosol dari batuan endapan dan beku di daerah bukit. Berdasarkan data curah hujan Gunung Walat tahun dari Laboratorium Pengaruh hutan Fakultas Kehutanan IPB diperoleh curah hujan rata-rata sebesar ml/tahun dengan rata-rata hari hujan 10 hari/bulan. Curah hujan rata-rata terendah terjadi pada tahun 2001 ( ml/tahun) (Syaufina et al 2007). Kondisi penutupan lahan oleh vegetasi di kawasan HPGW sekitar 75 % adalah hutan tanaman yang ditanam sejak tahun 1958 dengan dominasi jenis damar (Agathis dammara), tusam-pinus (Pinus merkusii) dan mahoni (Swietenia macrophylla). Tumbuhan bawah yang dominan antara lain alang-alang (Imperata cylindrica), harendong (Melastoma malabathricum), pakis areuy (Nekania scanden), pakis rane (Selaginella plana) (Syaufina et al 2007). Tujuan Mengetahui keanekaraaman cacing tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan mengetahui faktor-faktor fisik yang mempengaruhi keberadaan cacing tanah. 7

8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan contoh cacing tanah dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat selama dua hari pada tanggal 25 Juni-26 Juni Dilanjutkan dengan identifikasi cacing tanah di Laboraturium 4 Biologi, Institut Pertanian Bogor. Alat dan Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70% dan akuades. Sedangkan peralatan yang digunakan meliputi cangkul, sekop, mistar, wadah plastik, tisu, botol film, label, in/out thermo-hygrometer, soil ph and moisture tester, GPS, dan alat tulis. Metode Pengambilan Sampel Pendugaan keragaman populasi cacing tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi dilakukan dengan metode sampling. Diarahkan pada tempat-tempat yang dianggap mewakili habitat di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Satuan contoh yang digunakan adalah petak berbentuk persegi dengan ukuran 1x1 meter. Pada setiap pengambilan contoh cacing tanah, diukur ph tanah, kelembapan tanah, dan suhu tanah, serta ketinggian posisi tempat pengambilan sampel cacing. Pengambilan cacing dengan metode sampling dilakukan pada tiga tempat yang berbeda yaitu tegakan hutan pinus, hutan damar, dan lokasi sekitar sumber air. Pada setiap lokasi diambil sampel dari bagian yang bervegetasi dan non vegetasi, serta bagian yang terbuka atau tertutup serasah. Tempat sampling terlebih dahulu dibersihkan dari tanaman yang menutupi, cabang, ranting, serasah serta batuan untuk memudahkan pengambilan cacing, kemudian digali. Cacing yang diambil sebagai spesimen harus utuh, tidak putus, kemudian difoto warna dan tekstur badannya. Selanjutnya dituangkan ke dalam larutan alkohol 70% pada botol film yang sebelumnya telah diberi label. Identifikasi jenis cacing dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Secara makroskopis adalah dengan memperhatikan panjang, warna bagian dorsal dan ventral. Secara mikroskopis dilakukan dengan memperhatikan banyaknya seta, prostomium, letak klitellum, dan struktur kelamin pada klitellum serta banyaknya seta pada tubuh cacing. Morfologi cacing tanah dapat diamati lebih jelas menggunakan mikroskop stereo. 8

9 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat dengan tiga lokasi pengamatan. Lokasi pertama dilakukan di hutan dominasi vegetasi pinus (Pinus merkusii) dengan pengambilan sampel di area vegetasi dan non vegetasi. Begitu pula lokasi kedua di hutan dominasi vegetasi damar (Agathis dammara) dilakukan pengambilan sampel di area vegetasi dan non vegetasi. Lokasi ketiga sampel diambil di dekat sumber air sekitar tempat penginapan dengan tiga kali ulangan. Pengukuran suhu udara dan kelembapan Hutan Pendidikan Gunung Walat selama dua hari pengamatan diperoleh suhu maksimum, suhu minimum, kelembapan maksimum, dan kelembapan minimum. Suhu udara maksimum dan suhu udara minimum HPGW pada hari pertama adalah 28.1 C dan 22.1 C. Sedangkan pada hari kedua suhu udara maksimum dan suhu udara minimumnya adalah 28.1 C dan 21.1 C. Diperoleh pula kelembapan maksimum dan minimum pada hari pertama adalah 88% dan 58%. Sedangkan pada hari kedua kelembapan maksimum dan minimumnya adalah 93% dan 76%. Setiap lokasi sampling ditemukan cacing tanah. Jumlah cacing tanah yang diperoleh adalah 30 cacing. Jumlah cacing tanah yang ditemukan pada area non vegetasi lebih banyak daripada area vegetasi. Jumlah cacing tanah sangat sedikit dan sulit ditemukan pada area dekat sumber air. Perbedaan jumlah cacing tanah di ketiga area tersebut diduga karena perbedaan faktor abiotik. Faktor abiotik yang diukur adalah kelembapan tanah, suhu tanah, dan ph tanah. Berikut merupakan jenis cacing tanah yang berhubungan dengan faktor-faktor abiotik pada lokasi vegetasi, non vegetasi, dan dekat sumber air (Tabel 1). 9

10 Tabel 1 Lokasi dan faktor abiotik yang mempengaruhi keberadaan cacing tanah Lokasi Elevasi (m) S E ph tanah Suhu tanah ( C) RH tanah (%) Kondisi tanah Jenis cacing Vegetasi Keterangan Non vegetasi Sumber air Lembap Agak kering Pheretima sp. Pinus - - S E S E S E Lembap Lembap Pheretima sp. Pinus Agak kering - Galian babi Lembap Pheretima sp Lembap - Damar Agak kering Pheretima sp Lembap - Damar - - S E S E S E S E Agak kering Pheretima sp Lembap Pheretima sp. Damar Lembap Pheretima sp Lembap Lembap Pheretima sp

11 Berikut merupakan data faktor-faktor abiotik pada beberapa lokasi pengamatan (Gambar 1,2 dan 3) Gambar 1 ph tanah di setiap area sampling Gambar 2 Suhu tanah setiap area sampling 11

12 Gambar 3 Kelembapan tanah setiap area sampling Kelembapan tanah yang paling tinggi yaitu pada area dekat sumber air. Kelembapannya lebih dari 83%. Area ini memiliki ph antara Suhu tanah pada area ini mencapai 23.5 C. Jumlah cacing tanah yang ditemukan pada area ini paling sedikit daripada area lainnya. Kelembapan pada area ini sudah memenuhi syarat kelembapan lingkungan tempat hidup cacing tanah, yaitu 70-90%. Suhu tanah yang diperlukan untuk pertumbuhan cacing tanah sekitar C. Faktor abiotik yang tidak sesuai dengan pertumbuhan cacing tanah adalah keasaman. Sugiyarto et al (2007) menyatakan bahwa cacing tanah sangat sensitif terhadap kadar keasaman tanah. Pertumbuhan yang baik dan optimal bagi cacing tanah diperlukan ph antara Area vegetasi pinus dan damar memiliki kisaran ph tanah sekitar , kelembapan tanah sebesar 79-82%, dan suhu tanah sekitar C. Pada area non vegetasi memiliki kisaran ph tanah sekitar , kelembapan tanah 79-82%, dan suhu tanah sekitar C. Jumlah cacing yang dapat ditemukan pada area non vegetasi lebih banyak daripada area vegetasi. Hal tersebut diduga karena faktor-faktor abiotik yang terdapat pada area non vegetasi lebih memadai untuk tempat hidup cacing tanah. Kelembapan di kedua area sudah memadai, yaitu berkisar antara 70-90%. Faktor suhu tanah di kedua area juga sudah memadai berkisar antara C. Kondisi ph tanah pada area non vegetasi lebih memadai untuk pertumbuhan cacing tanah, yaitu sekitar , 12

13 sedangkan pada area vegetasi kurang memadai karena kisaran ph kurang dari 6.0. Sugiyarto et al (2007) menyatakan bahwa ph merupakan keadaan yang masih cukup baik untuk ditoleransi oleh cacing tanah. Hal ini menunjukkan bahwa dari ketiga area yang diamati keasaman merupakan faktor pembatas dalam penyebaran cacing tanah dan menentukan jumlah cacing tanah di suatu daerah. Faktor lain yang menyebabkan jumlah cacing tanah pada area non vegetasi lebih banyak daripada area vegetasi adalah jumlah serasah yang banyak pada area non vegetasi. Serasah dianggap sebagai sumber makanan yang paling baik bagi cacing tanah karena bahan makanannya berupa selulosa relatif tinggi dan rendah kandungan lignoselulosanya. Cacing tanah tidak mampu makan serasah segar yang baru jatuh dari pohon. Serasah tersebut membutuhkan periode tertentu untuk lapuk atau terurai sampai cacing tanah mampu memakannya. Materi organik yang sedikit mengalami dekomposisi merupakan sumber makanan yang paling disukai oleh cacing tanah (Sugiyarto et al 2007). Cacing tanah ditemukan di beberapa lokasi berbeda dengan tipe tanah yang berbeda pula. Klasifikasi tanah Gunung Walat termasuk dalam keluarga tropohumult tipik (latosol merah kekuningan), tropodult tipik (latosol coklat), dystropept tipik (podsolik merah kuning) dan tropopent lipik (litosol). Tanah latosol merah kekuningan merupakan jenis tanah yang paling banyak, Sedangkan pada kawasan berbatu hanya terdapat tanah litosol, dan di daerah lembah terdapat tanah podsolik. Tanah latosol merupakan tanah yang mempunyai distribusi kadar liat tinggi (>60%), KB < 50%, horison A umbrik dan horison B kambik. Tanah podsolik merupakan tanah yang mempunyai horison B argilik, kejenuhan basa < 50% dan tidak mempunyai horison albik. Tanah litosol merupakan tanah yang dangkal yang terdapat pada batuan yang kokoh sampai kedalaman 20 cm dari permukaan tanah (Mega et al 2010). Hasil identifikasi dari ketiga lokasi menunjukkan cacing tanah yang diperoleh adalah jenis Pheretima sp. Identifikasi dilakukan dengan menghitung segmen dari bagian anterior cacing tanah sampai bagian klitellum. Letak klitellum Pheretima sp. pada segmen Cacing tanah yang dapat diidentifikasi adalah cacing yang sudah dewasa, sedangkan cacing yang masih juvenil tidak dapat diidentifikasi karena cacing tanah juvenil belum memiliki klitellum. 13

14 Gambar 1 Klitellum Pheretima sp. Gambar 2 Genital pore Pheretima sp. \ Gambar 3 Bagian posterior (anus) Gambar 4 Seta pada segmen Pheretima sp. Pheretima sp. Famili yang terpenting dari ordo Oligichaeta, yaitu famili Megascolecidae dan famili Lumbricidae. Famili Megascolecidae terdiri dari setengah jumlah cacing tanah yang telah diketahui dari dua genus, yaitu Pheretima dan Dichogaster. Cacing Pheretima merupakan jenis cacing tanah lokal yang penyebarannya meliputi Indo-Melayu, Asia Tenggara, dan Australia. Habitat utama dari cacing tanah Pheretima, yakni air, darat (yang relatif agak kering), dan kotoran ternak. Cacing tanah jarang dijumpai pada habitat yang langsung terkena cahaya matahari, serta lebih menyukai tempat-tempat yang tenang. Cacing tanah Pheretima memiliki jumlah segmen dan setiap segmen mempunyai seta tipe Perichaetine. Letak klitellum pada segmen 14-16, pigmentasi dorsal sama dengan pigmentasi ventral merah kecoklatan (Brata 2009). Klitellum adalah struktur seperti sadel dekat dengan pangkal anterior tubuh. Sperma yang masak dan sel telur serta cairan makanan disimpan dalam kokon yang dihasilkan klitellum. Telur-telur dibuahi oleh sperma dalam kokon, yang kemudian dikeluarkan dari tubuh cacing dan disimpan di dalam atau di atas permukaan tanah (Yulipriyanto 2010). 14

15 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pengamatan keragaman cacing tanah dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Pengamatan di lakukan di tiga lokasi, yaitu di area vegetasi pinus dan damar, area non vegetasi, dan dekat sumber air. Jumlah cacing tanah yang dapat ditemukan adalah 30 cacing. Cacing tanah yang diperoleh adalah cacing dewasa dan cacing juvenil. Cacing yang dapat diidentifikasi adalah cacing dewasa yang ditandai dengan adanya klitellum. Klitellum merupakan bagian epidermis glandular anterior yang berhubungan dengan produksi kokon. Hasil identifikasi dari ketiga lokasi menunjukkan cacing tanah yang diperoleh adalah jenis Pheretima sp. Faktor-faktor abiotik yang optimum merupakan syarat agar cacing tanah dapat hidup dan tumbuh dengan baik. Suhu tanah yang ideal untuk pertumbuhan cacing tanah adalah sekitar C. Kelembapan tanah optimal antara 70-90% dan ph tanah optimal untuk pertumbuhan cacing tanah adalah sekitar Berdasarkan ketiga lokasi yang diamati jumlah cacing tanah yang paling banyak ditemukaan adalah pada area non vegetasi. Sedangkan jumlah cacing yang paling sedikit ditemukan adalah pada area dekat sumber air. Saran Mahasiswa diharapkan dapat mengekplorasi lebih lanjut mengenai cacing tanah agar dapat mengetahui manfaat serta teknik membudidayakan cacing tanah. 15

16 DAFTAR PUSTAKA Brata B Cacing Tanah Faktor Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangbiakan. Bogor (ID): IPB Press. Handayanto, Hairiah Biologi Tanah Landasan Pengelolaan Tanah Sehat. Yogyakarta (ID): Pustaka Adipura. Mega IM, IN Dibla, IGPR Adi, TB Kusmiyanti Klasifikasi Tanah dan Kesesuaian Lahan. Bali (ID): Universitas Udayana Press. Sugiyarto, M Efendi, E mahajoeno, Y, Sugito, E Handayanto, L Agustina Preferensi berbagai jenis makrofauna tanah terhadap sisa bahan organic tanaman pada intensitas cahaya berbeda. Biodiversitas 7(4): Syaufina L, NF Haneda, A Buliyansih Keanekaragaman arthropoda tanah di huta pendidikan gunung walat. Media Konservasi 12(2): Yulipriyanto H Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. 16

17 Lampiran 1 Gambar area sampling LAMPIRAN Gambar 8 Area vegetasi sebelum digali Gambar 9 Area vegetasi sesudah digali Gambar 10 Area non vegetasi sebelum digali Gambar 11 Area non vegetasi sesudah digali Gambar 12 Area dekat sumber air sebelum digali Gambar 13 Area dekat sumber air sesudah digali 17

18 Lampiran 2 Peta keseluruhan kawasan Gunung Walat 18

19 Lampiran 3 Jalur dan letak pengambilan sampel cacing tanah 19

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Luas HPGW secara geografis terletak diantara 6 54'23'' LS sampai -6 55'35'' LS dan 106 48'27'' BT sampai 106 50'29'' BT. Secara administrasi pemerintahan HPGW

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat sebutan Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sebaran rayap tanah di berbagai vegetasi Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki luas wilayah 359 ha, dari penelitian ini diperoleh dua puluh enam contoh rayap dari lima

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ditanam pada lahan tersebut. Perlakuan pengolahan tanah diperlukan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. ditanam pada lahan tersebut. Perlakuan pengolahan tanah diperlukan dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Olah tanah Olah tanah merupakan kegiatan atau perlakuan yang diberikan pada lahan dengan tujuan menciptakan suatu kondisi yang mendukung pertumbuhan tanaman yang ditanam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak ditemukan pada 0 sampai 10 cm (Kuhnelt et al, 1976). Kelompok hewan

I. PENDAHULUAN. banyak ditemukan pada 0 sampai 10 cm (Kuhnelt et al, 1976). Kelompok hewan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hewan tanah merupakan bagian dari tanah. Sebagian besar organisme tanah itu hidup pada lapisan tanah bagian atas, karena memang tanah bagian atas merupakan media yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tanaman tebu merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Kelas : Monocotyledonae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati (biological diversity atau biodiversity) adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan keragaman ekosistem dan berbagai bentuk serta variabilitas

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Pinus Hutan pinus (Pinus merkusii L.) merupakan hutan yang terdiri atas kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Kingdom Divisio Classis Ordo

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian

Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian 14 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Tanah Deskripsi profil dan hasil analisis tekstur tiap kedalaman horison disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cacing Tanah Cacing tanah merupakan organisme heterotrof, bersifat hermaprodit-biparental, termasuk kelompok filum Annelida, kelas Clitellata dan ordo Oligochaeta. Tubuh cacing

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian, Deskripsi Lokasi 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semut, alkohol 70% dan gliserin. b. Alat Alat-alat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999). 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI HERBISIDA TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH PADA PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot utilissima)

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI HERBISIDA TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH PADA PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot utilissima) J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 422 Jurnal Agrotek Tropika 3(3):422-426, 2015 Vol. 3, No. 3: 422 426, September 2015 PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI HERBISIDA TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Inventarisasi Tahap inventarisasi merupakan tahap yang dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang mendukung dan dibutuhkan pada perencanaan jalur hijau jalan ini. Berdasarkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di Kabupaten Gorontalo. Cagar Alam ini terbagi menjadi dua kawasan yaitu

Lebih terperinci

GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG

GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG 101 GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG Wilayah Pegunungan Kendeng merupakan bagian dari Kabupaten Pati dengan kondisi umum yang tidak terpisahkan dari kondisi Kabupaten Pati. Kondisi wilayah Pegunungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau dengan menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung tepatnya pada koordinat 7 19 20.87-7

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Botani Tanaman Sawi Sendok. Tanaman sawi sendok termasuk family Brassicaceae, berasal dari daerah pantai Mediteranea yang telah dikembangkan di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai pendegradasi sampah organik, pakan ternak, bahan baku obat,

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai pendegradasi sampah organik, pakan ternak, bahan baku obat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cacing tanah merupakan hewan tingkat rendah yang tidak mempunyai tulang belakang. Cacing tanah mempunyai banyak manfaat, antara lain: dapat digunakan sebagai pendegradasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et

Lebih terperinci

PENILAIAN DAMPAK KEBAKARAN TERHADAP MAKROFAUNA TANAH DENGAN METODE FOREST HEALTH MONITORING (FHM) ASRI BULIYANSIH E

PENILAIAN DAMPAK KEBAKARAN TERHADAP MAKROFAUNA TANAH DENGAN METODE FOREST HEALTH MONITORING (FHM) ASRI BULIYANSIH E PENILAIAN DAMPAK KEBAKARAN TERHADAP MAKROFAUNA TANAH DENGAN METODE FOREST HEALTH MONITORING (FHM) ASRI BULIYANSIH E 14201020 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai fungsi penting dari ekosistem darat yang menggambarkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai fungsi penting dari ekosistem darat yang menggambarkan 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Olah Tanah Tanah merupakan benda alam yang bersifat dinamis, sumber kehidupan, dan mempunyai fungsi penting dari ekosistem darat yang menggambarkan keseimbangan yang

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar hutan Indonesia termasuk dalam kategori hutan hujan tropis karena memiliki curah hujan tinggi dan suhu hangat sepanjang tahun. Hutan hujan tropis merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan sifat dan ciri yang bervariasi, dan di dalam tanah terjadi kompetisi antara

BAB I PENDAHULUAN. dengan sifat dan ciri yang bervariasi, dan di dalam tanah terjadi kompetisi antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan habitat yang komplek untuk organisme. Dibandingkan dengan media kultur murni di laboratorium, tanah sangat berbeda karena dua hal utama yaitu pada kondisi

Lebih terperinci

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM PENDUGAAN POTENSI TEGAKAN HUTAN PINUS (Pinus merkusii) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM START MENGGUNAKAN UNIT CONTOH LINGKARAN KONVENSIONAL

Lebih terperinci

Volume IV. Nomor 1. Januari-Juni 2013 Page 38

Volume IV. Nomor 1. Januari-Juni 2013 Page 38 3 KOLEKSI DAN IDENTIFIKASI CACING TANAH DI HUTAN PENELITIAN DARMAGA, BOGOR Oleh: Rita Oktavia M.Si Dosen Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Bina Bangsa Meulaboh ABSTRAK Cacing tanah telah diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam pertanian, sumberdaya alam hasil hutan, sumberdaya alam laut,

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam pertanian, sumberdaya alam hasil hutan, sumberdaya alam laut, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan sumberdaya alam seperti sumberdaya alam pertanian, sumberdaya alam hasil hutan, sumberdaya alam laut, sumberdaya alam tambang,

Lebih terperinci

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian Pinus merkusii strain Kerinci: Satu-satunya jenis pinus yang menyebar melewati khatulistiwa ke bagian bumi lintang selatan hingga sekitar o L.S. Belum dikembangkan atau dibudidayakan secara luas di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan metode observasi. odorata dilakukan pada 3 lokasi yang berbeda berdasarkan bentuk lahan,

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan metode observasi. odorata dilakukan pada 3 lokasi yang berbeda berdasarkan bentuk lahan, BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif dan dilakukan dengan menggunakan metode observasi. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25-

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25- I. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) dan lahan kampus Universitas Islam Negeri Sultan

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau dengan menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman pangan. Pengolahan tanah adalah tindakan mekanis untuk menciptakan lingkungan yang baik

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

Keanekaragaman Makrofauna Tanah pada Berbagai Tipe Tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat

Keanekaragaman Makrofauna Tanah pada Berbagai Tipe Tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat Vol. Jurnal 05 Silvikultur April 2014 Tropika Vol. 05 No. 1 April 2014, Hal 43-48 Keanekaragaman makrofauna tanah 43 ISSN: 2086-82 Keanekaragaman Makrofauna Tanah pada Berbagai Tipe Tegakan di Hutan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeksplor kekayaan alam Indonesia. kehendak Allah SWT yang tidak ada henti-hentinya memberikan keindahan

BAB I PENDAHULUAN. mengeksplor kekayaan alam Indonesia. kehendak Allah SWT yang tidak ada henti-hentinya memberikan keindahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berada dalam sebuah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah sudah seharusnya menjadikan suatu hal yang membanggakan dan patut untuk disyukuri,

Lebih terperinci

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PENGERTIAN TANAH Pedosfer berasal dari bahasa latin yaitu pedos = tanah, dan sphera = lapisan. Pedosfer yaitu lapisan kulit bumi yang tipis yang letaknya

Lebih terperinci

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS POHON HUTAN RAKYAT BAGI PETANI PRODUKTIFITAS TANAMAN SANGAT DIPENGARUHI OLEH FAKTOR KESESUAIAN JENIS DENGAN TEMPAT TUMBUHNYA, BANYAK PETANI YANG

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Setyamidjaja (2006) menjelasakan taksonomi tanaman kelapa sawit (palm oil) sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili

Lebih terperinci

ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA

ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

III. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 15 III. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 3.1 Lokasi dan Sejarah Pengelolaan Kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) terletak 2,4 km dari poros jalan Sukabumi - Bogor (desa Segog). Dari simpang Ciawi berjarak

Lebih terperinci

Tanah adalah kumpulan tubuh alami pada permukaan bumi yang dapat berubah atau dibuat oleh manusia dari penyusunnya yang meliputi bahan organik yang

Tanah adalah kumpulan tubuh alami pada permukaan bumi yang dapat berubah atau dibuat oleh manusia dari penyusunnya yang meliputi bahan organik yang Tanah adalah kumpulan tubuh alami pada permukaan bumi yang dapat berubah atau dibuat oleh manusia dari penyusunnya yang meliputi bahan organik yang sesuai bagi perkembangan akar tanaman. Di bagian atas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API (Avicennia marina Forssk. Vierh) DI DESA LONTAR, KECAMATAN KEMIRI, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN Oleh: Yulian Indriani C64103034 PROGRAM

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) Tanaman jagung merupakan tanaman asli benua Amerika yang termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perhutani KPH Surakarta, dimulai dari pelaksanaan pada periode tahun

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perhutani KPH Surakarta, dimulai dari pelaksanaan pada periode tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah umum mengenai penanaman hutan pinus, yang dikelola oleh PT. Perhutani KPH Surakarta, dimulai dari pelaksanaan pada periode tahun 1967 1974. Menyadari

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Gunung Walat Pembangunan Hutan Pendidikan Kehutanan berawal pada tahun 1959, ketika Fakultas Kehutanan IPB masih merupakan Jurusan Kehutanan, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penentuan Titik sampel. Mengukur Sudut Duduk Daun Pemeliharaan Setiap Klon

III. METODE PENELITIAN. Penentuan Titik sampel. Mengukur Sudut Duduk Daun Pemeliharaan Setiap Klon III. METODE PENELITIAN A. Diagram Alir Penelitian Penentuan Titik sampel Pengambilan Sampel pada Setiap Klon - Bidang Preferensi - Bidang Peliharaan - Bidang Petik Mengukur Temperatur, Kelembaban Udara

Lebih terperinci

Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya 1. Faktor Genetik : Faktor dalam yang sifatnya turun temurun + 2. Faktor lingkungan: - Tanah - Air - Lingkungan - udara (iklim) Iklim-------- sifat/peradaban

Lebih terperinci

5/4/2015. Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

5/4/2015. Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya 1. Faktor Genetik : Faktor dalam yang sifatnya turun temurun + 2. Faktor lingkungan: - Tanah - Air - Lingkungan - udara (iklim) Iklim-------- sifat/peradaban

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahanpertanaman ubi kayu yang telah ditanami

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahanpertanaman ubi kayu yang telah ditanami 22 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahanpertanaman ubi kayu yang telah ditanami selama 35 tahun dan kebun campuran di Desa Adi Jaya, Kecamatan Terbanggi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

TANAMAN PORANG Karakter, Manfaat dan Budidaya

TANAMAN PORANG Karakter, Manfaat dan Budidaya TANAMAN PORANG Karakter, Manfaat dan Budidaya Oleh : Dr. Ir. Ramdan Hidayat, M.S. F. Deru Dewanti, S.P., M.P. Hartojo Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. fenomena-fenomena yang ada, baik bersifat alamiah maupun rekayasa manusia. 1

BAB III METODE PENELITIAN. fenomena-fenomena yang ada, baik bersifat alamiah maupun rekayasa manusia. 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif ekploratif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4.1. Karakteristik Fisik Tanah di Sekitar Lubang Resapan Biopori 4.1.1. Bobot Isi Tanah Hantaran hidrolik merupakan parameter sifat fisik tanah yang berperan dalam pengelolaan

Lebih terperinci

PENILAIAN DAMPAK KEBAKARAN TERHADAP MAKROFAUNA TANAH DENGAN METODE FOREST HEALTH MONITORING (FHM) ASRI BULIYANSIH E

PENILAIAN DAMPAK KEBAKARAN TERHADAP MAKROFAUNA TANAH DENGAN METODE FOREST HEALTH MONITORING (FHM) ASRI BULIYANSIH E PENILAIAN DAMPAK KEBAKARAN TERHADAP MAKROFAUNA TANAH DENGAN METODE FOREST HEALTH MONITORING (FHM) ASRI BULIYANSIH E 14201020 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dephut, 1998): Kingdom : Plantae Divisio : Spematophyta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah merupakan habitat kompleks untuk organisme. Di dalam tanah hidup

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah merupakan habitat kompleks untuk organisme. Di dalam tanah hidup 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisme Tanah dan Bahan Organik Tanah merupakan habitat kompleks untuk organisme. Di dalam tanah hidup berbagai jenis organisme yang dapat dibedakan menjadi jenis hewan (fauna)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan yaitu metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode yang melihat langsung fenomena, gejala, atau ciri-ciri secara langsung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Cacing tanah yang ditemukan pada agroforestri berbasis kopi di Desa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Cacing tanah yang ditemukan pada agroforestri berbasis kopi di Desa BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Cacing Tanah Cacing tanah yang ditemukan pada agroforestri berbasis kopi di Desa Puncu Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri adalah sebagai berikut: 1. Spesimen

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara tropis yang dilalui garis ekuator terpanjang, Indonesia memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya tersebar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Ultisol dan Permasalahan Kesuburannya Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami kesuburan tanah marginal tergolong rendah. Hal ini ditunjukan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat 11 profil tanah yang diamati dari lahan reklamasi berumur 0, 5, 9, 13 tahun dan lahan hutan. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lahan hutan, masingmasing hanya dibuat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci