SKRIPSI MORARIO DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI MORARIO DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009"

Transkripsi

1 KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI CACING TANAH DI KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT. MOEIS DAN DI PERKEBUNAN RAKYAT DESA SIMODONG KECAMATAN SEI SUKA KABUPATEN BATU BARA SKRIPSI MORARIO DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

2 KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI CACING TANAH DI KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT. MOEIS DAN DI PERKEBUNAN RAKYAT DESA SIMODONG KECAMATAN SEI SUKA KABUPATEN BATU BARA SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains di Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara MORARIO DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

3 LEMBAR PENGESAHAN Nama : Morario NIM : Judul : Komposisi dan Distribusi Cacing Tanah di Kawasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Moeis dan di Perkebunan Rakyat Desa Simodong Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara. Nomor Nama Dosen Tanda Tangan 1 Drs.Arlen H.J.,M.Si 2 Drs. Nursal, M.Si 3 Prof.Dr.Retno Widhiastuti, M.Si 4 Mayang Sari Yeanny,S.Si,M.Si

4 PERSETUJUAN Judul : KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI CACING TANAH DI KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT. MOEIS DAN DI PERKEBUNAN RAKYAT DESA SIMODONG KECAMATAN SEI SUKA KABUPATEN BATU BARA Kategori : SKRIPSI Nama : MORARIO Nomor Induk Mahasiswa : Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI Departemen Fakultas : BIOLOGI : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Diluluskan di Medan, Juli 2009 Komisi Pembimbing : Pembimbing II Pembimbing I Drs.Nursal, M.Si Drs.Arlen H.J., M.Si NIP NIP Diketahui/Disetujui Oleh Departemen Biologi FMIPA USU Prof.Dr.Dwi Suryanto, M.Sc NIP

5 PERNYATAAN KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI CACING TANAH DI KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT. MOEIS DAN DI PERKEBUNAN RAKYAT DESA SIMODONG KECAMATAN SEI SUKA KABUPATEN BATU BARA SKRIPSI Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan yang masing-masing disebutkan sumbernya. Medan, Juli 2009 MORARIO

6 PENGHARGAAN Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas berkat dan rahmat-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Komposisi dan Distribusi Cacing Tanah di Kawasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Moeis dan di Perkebunan Rakyat Desa Simodong Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Sumatera Utara. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Arlen H.J, M.Si selaku dosen pembimbing 1 dan Bapak Drs. Nursal, M.Si selaku dosen pembimbing 2 yang telah memberikan bimbingan, motivasi, arahan, serta dukungannya hingga selesainya penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.Si dan Mayang Sari Yeanny, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan arahan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada Ibu Etti Sartina Siregar, S.Si, M.Si selaku dosen penasehat akademik. Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto M.Sc selaku ketua Departemen Biologi, Ibu Nunuk Priyani M.Sc selaku sekretaris Departemen Biologi, Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Biologi FMIPA USU, Ibu Roslina Ginting dan Bang Hendar Raswin selaku pegawai administrasi Departemen Biologi, Ibu Nurhasni Muluk serta Bapak Sukirmanto selaku analis dan laboran Departemen Biologi yang telah banyak membantu penulis. Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada seluruh Staf Perkebunan PT. Moeis, dan juga kepada Bapak Kepala Desa Simodong, Bapak Bariman Manurung selaku sekretaris Desa Simodong yang telah membantu penulis dalam memberikan izin penelitian di perkebunan dan memberikan informasi yang tentunya sangat berguna bagi penulis. Ucapan terimakasih penulis juga disampaikan kepada bapakku tercinta M. Aritonang dan Mamaku tercinta R. Br.Situmorang yang telah mengasuh, mendidik mulai dari lahir hingga menjadi dewasa dan juga telah memberikan banyak kasih sayang, semangat, doa, dukungan, dan bimbingan. Khususnya buat abang kandungku satu-satunya tercinta Michael Ario Aritonang yang selama ini memberikan motivasi, semangat dan juga inspirasi bagi penulis. Kiranya Tuhan memberkati. Ucapan terimakasih penulis juga disampaikan kepada Pdt. M.Situmorang dan Guru Sihite yang telah banyak memberikan doa bagi penulis dan juga kepada anggota muda/i Pentakosta (Boston CR-7, Sihol, Melky, Nickson, Andi Situmorang, Tio, Muti, Ecy) penulis ucapkan terimakasih atas doa, canda tawa dan semangat serta keharmonisan selama ini. Kiranya Tuhan memberkati. Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada Bang David Candra, Bang Edu. Khususnya buat sahabatku terbaik dan seperjuangan Walter, Daniel

7 Sianturi, Joseph Karona. Teman-teman Stambuk 2004: Boy, Gokman, Janri, Julianus, Dewi Simbolon, Lidya Christ, Reni, Resi, Maristela, Maria Rumondang, Dahlia, Siska, dan yang lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Kepada tim ekspedisi Desma, Zakiah, Desi Ariani, Runi, Umri, Juned, Sidahin. Buat adik-adikku tersayang Pile, Ochid, Ruth, Riris, Sarah, Rudi, Hariadi, Andri, Dwi Redoz, Tridola, Desmina, Hilda, Eva Berutu, Natalina, Else, Anggun, Jupentus, Raymond, Jayana, Nina, Desy, Tombak, Frans. Khususnya buat sahabat hatiku Christine L. Silaban yang telah banyak membantu penulis. Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Amin. Medan, Juli 2009 Penulis

8 ABSTRAK Komposisi Komunitas dan Distribusi Cacing Tanah di Kawasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Moeis dan di Perkebunan Rakyat Desa Simodong Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara diteliti pada bulan Februari lokasi pengambilan sampel ditentukan secara Purpossive Random Sampling dan pengambilan sampel menggunakan metode kuadrat dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 20 cm dengan 25 ulangan masing-masing lokasi. Penelitian menunjukkan bahwa pada Lokasi I ditemukan 4 spesies yaitu: Pontoscolex corethrurus, Peryonix excavatus, Megascolex cempii dan Pheretima posthuma. Pada Lokasi II ditemukan 4 spesies yaitu : Pontoscolex corethrurus, Drawida sp, Peryonix excavatus, dan Pheretima posthuma. Kepadatan populasi cacing tanah yang paling tinggi adalah Pontoscolex corethrurus yang terdapat di lokasi II dengan nilai kepadatan 20,89 individu/m², sedangkan Frekuensi Kehadirannya adalah 60,00% konstansi tergolong konstan (sering). Untuk nilai KR 10% dan FK 25% yang berarti hewan tersebut dapat hidup dengan baik dari jenis spesies Pontoscolex corethrurus, Peryonix excavatus dan Drawida sp. Untuk nilai indeks morista (distribusi) >1 dan <1 pada setiap lokasi tergolong distribusi berkelompok dan beraturan Sedangkan Indeks Similaritas cacing tanah didapatkan antara Lokasi I dan Lokasi II dengan nilai 75,00%. Kata Kunci: Cacing Tanah, PT. Moeis, Desa Simodong

9 THE COMPOSITION AND DISRIBUTION OF EARTHWORM COMMUNITY IN PT. MOEIS ESTATE AND SIMODONG ESTATE SEI SUKA DISTRICT BATU BARA ABSTRACT The composition and distribution of earthworm in PT. Moeis Estate and Simodong Estate Sei Suka District Batu Bara has been investigated February Sampling area was determinated by using Purposive Random Sampling method and sampling was collected using square method of 30 cm x 30 cm x 20 cm in size with is 25 replication for location. The results of research showed that on location I found 4 species, they are: Pontoscolex corethrurus, Peryonix excavatus, Megascolex cempii dan Pheretima posthuma. Location II it was 4 species, they are: Pontoscolex corethrurus, Drawida sp, Peryonix excavatus, dan Pheretima posthuma. The highest population density found ini location presented by Pontoscolex corethrurus with the number for 20,89 organism/m 2. While the highest existence frequency with the number 60,00%. There are 3 species of earthworm that alive better in each location, they Pontoscolex corethrurus, Peryonix excavatus dan Drawida sp. To assess the index morista ( distribution) >1 and < 1 in each location pertained by in groups and regular distribution. The similarities index of earthworm found between location I and location II with the number 75,00%. Keyword: Earthworm, PT. Moeis, Simodong.

10 DAFTAR ISI Lembar Pengesahan Persetujuan Pernyataan Penghargaan Abstrak Abstrack Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran Bab 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Hipotesis 1.5 Manfaat Penelitian Bab 2. Tinjauan Pustaka halaman ii iii iv v vi vii viii ix x xi 2.1 Tanaman Kelapa Sawit Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit Morfologi Tanaman Kelapa Sawit Ekologi Tanaman Kelapa Sawit Manfaat Tanaman Kelapa Sawit Klasifikasi Cacing Tanah 2.3 Morfologi Cacing Tanah 2.4 Ekologi Cacing Tanah 2.5 Peranan Cacing Tanah Bab 3. Bahan Dan Metoda 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Deskripsi Area 3.3 Metoda Penelitian 3.4 Pelaksanaan Penelitian Pengambilan Sampel Cacing Tanah Identifikasi Spesies Cacing Tanah 3.5 Pengukuran Sifat Fisik dan Kimia Tanah 3.6 Analisa Data Bab 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Spesies Cacing Tanah yang Ditemukan pada Setiap Lokasi 4.2 Kepadatan dan Kepadatan Relatif Populasi Cacing Tanah 4.3 Komposisi Cacing Tanah 4.4 Frekuensi Kehadiran dan Konstansi 4.5 Jenis Cacing Tanah Yang Memiliki Nilai

11 Kepadatan Relatif (KR) 10% dan Frekuensi Kehadiran (FK) 25% 4.6 Nilai Indeks Morista (Distribusi) Cacing Tanah Nilai Indeks Similaritas (Kesamaan) Cacing Tanah 29 Bab 5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Saran 31 Daftar Pustaka 32 Lampiran 34

12 DAFTAR TABEL Tabel Judul Cacing Tanah yang Ditemukan pada Dua Lokasi Penelitian Kepadatan dan Kepadatan Relatif Populasi Cacing Tanah Komposisi Cacing Tanah Frekuensi Kehadiran dan Konstansi Cacing Tanah Jenis Cacing Tanah yang memiliki Nilai Kepadatan Relatif (KR) 10% dan Frekuensi Kehadiran (FK) 25% Indeks Morista (Distribusi) Cacing Tanah Nilai Indeks Similaritas (Kesamaan) Cacing Tanah halaman

13 DAFTAR GAMBAR Gambar Judul halaman 2.1 Morfologi Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) Morfologi Cacing Tanah Foto Lokasi I Foto Lokasi II Gambar Pontoscolex corethrurus Gambar Drawida sp Gambar Peryonix excavatus Gambar Megascolex cempii Gambar Pheretima posthuma 23

14 DAFTAR LAMPIRAN Gambar Judul halaman A Peta Lokasi Penelitian 34 B Nilai Faktor Fisik-Kimia Tanah pada Masing- 35 C D E Masing Lokasi Perkebunan Sawit Data Jumlah dan Jenis Cacing Tanah yang Didapatkan pada Dua Lokasi Penelitian Contoh Cara Perhitungan Analisis Data Foto-Foto Penelitian

15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa kelapa sawit (Elaeis guinensis) merupakan tanaman tropis yang memiliki nilai komoditas yang penting. Perkebunan kelapa kelapa sawit komersial pertama di Indonesia mulai diusahakan pada tahun 1911 di Aceh dan Sumatera Utara. Luas perkebunan kelapa kelapa sawit terus bertambah dari 1272 ha pada tahun 1916 menjadi ha pada tahun Hingga tahun 2000 masih tercatat luas areal perkebunan kelapa kelapa sawit di Indonesia sekitar ha. Luas perkebunan kelapa kelapa sawit di Sumatera Utara yaitu sekitar ha (Naibaho, 1988). Dibukanya beberapa areal baru perkebunan kelapa kelapa sawit oleh Perusahaan Perkebunan Swasta Nasional (PBSN), Perkebunan Negara, dan Perkebunan Rakyat membawa implikasi baru, mulai dari penyediaan lahan hingga dampak lingkungan yang ditimbulkan, khususnya tanah sebagai habitat cacing tanah. Menurut Hadi (2004), kondisi lingkungan perkebunan kelapa kelapa sawit yang memungkinkan untuk diubah adalah tanah. Pengubahan tanah dapat dilakukan secara fisik, biologis, dan kimiawi. Pengubahan secara fisik dilakukan dengan pengelolaan tanah serta pembuatan jaringan irigasi dan saluran drainase. Secara biologis, kondisi tanah dapat diubah dengan mengatur jarak tanam, penanaman cover crops, introduksi serangga penyerbuk dan pemberian mulsa penutup tanah. Secara kimiawi, dapat dilakukan pengapuran terhadap tanah yang masam, pengasaman terhadap tanah yang basa, pemupukan, pemberian soil conditioner, dan lain-lain.

16 Pengelolaan perkebunan kelapa kelapa sawit PT. Moies yang lebih intensif dimana adanya teknik budi daya tanaman dengan mengubah kondisi tanah baik secara fisik, biologis maupun secara kimia, sedangkan pengelolaan perkebunan kelapa sawit rakyat di Desa Simodong kurang intensif dan lebih sederhana. Berdasarkan kondisi tersebut maka faktor fisik-kimia tanah dan jenis tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang terdapat pada di dua lokasi perkebunan tentulah berbeda, dimana hal itu sangat mempengaruhi komposisi komunitas dan distribusi cacing tanah. John (2007) menjelaskan bahwa keberadaan cacing tanah pada areal perkebunan sangat berperan dalam peningkatan produktivitas tanah. Hanafiah (2005) menjelaskan bahwa secara umum peranan cacing tanah merupakan sebagai bioamelioran (jasad hayati penyubur dan penyehat) tanah terutama melalui kemampuannya dalam memperbaiki sifat-sifat tanah, seperti ketersediaan hara, dekomposisi bahan organik, pelapukan mineral, dan lain-lain, sehingga mampu meningkatkan produktivitas tanah. Suin (1989) menjelaskan bahwa kepadatan populasi cacing tanah sangat bergantung pada faktor fisik-kimia tanah dan tersedianya makanan yang cukup bagi cacing tanah. Pada tanah yang berbeda faktor fisik-kimia tanahnya tentu kepadatan cacing tanahnya juga berbeda. Demikian juga jenis tumbuh-tumbuhan yang tumbuh pada suatu daerah sangat menentukan jenis cacing tanah dan kepadatan populasinya di daerah tersebut. Informasi mengenai ekologi, terutama tentang penyebaran dan kepadatan populasi cacing tanah di dua lokasi perkebunan kelapa sawit tersebut masih sedikit sekali. Sehubungan dengan uraian-uraian tersebut maka penulis merasa perlu melakukan penelitian tentang : Komposisi dan Distribusi Cacing Tanah di Kawasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Moeis dan di Perkebunan Rakyat Desa Simodong Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara. 1.2 Permasalahan

17 Adanya perbedaan pengelolaan tanah perkebunan kelapa sawit di PT. Moeis dan perkebunan kelapa sawit rakyat di Desa Simodong, sehingga berbeda komposisi komunitas dan distribusi cacing tanah di dua kawasan perkebunan kelapa sawit tersebut. Namun hingga saat ini belum diketahui bagaimana perbedaan komposisi komunitas dan distribusi cacing tanah di dua kawasan perkebunan kelapa sawit tersebut. 1.3 Tujuan Penelitian Mengetahui komposisi komunitas dan distribusi cacing tanah pada masingmasing lokasi perkebunan kelapa sawit 1.4 Hipotesis Terdapat perbedaan komposisi komunitas dan distribusi cacing tanah di perkebunan kelapa kelapa sawit PT. Moeis dengan perkebunan kelapa kelapa sawit Rakyat di Desa Simodong. 1.5 Manfaat Penelitian 1) Dari penelitian diharapkan dapat diketahui komposisi komunitas dan distribusi cacing tanah di perkebunan kelapa sawit PT. Moeis dan perkebunan kelapa sawit rakyat di Desa Simodong, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, Propinsi Sumatera Utara. 2) Dari penelitian akan diperoleh data yang diharapkan dapat berguna bagi pihak atau instansi terkait dan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.

18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kelapa Sawit Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit diklasifikasikan oleh Jacquin (1763) sebagai berikut: Kingdom Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Monocotyledone : Arecales : Arecaceae : Elaeis : Elaeis guineensis Jacq Morfologi Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit dibedakan atas 2 bagian, yakni: bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif tanaman kelapa sawit terdiri dari akar berupa akar serabut, batang dan daun. Batang tidak bercabang dan tidak memiliki kambium. Pada ujung batang terdapat titik tumbuh yang terus berkembang membentuk daun. Batang berfungsi sebagai penyimpan dan pengangkut bahan makanan untuk tanaman serta sebagai penyangga mahkota daun. Daun kelapa sawit membentuk suatu pelepah bersirip genap dan bertulang sejajar. Panjang pelepah dapat mencapai 9 meter. Pelepah daun sejak mulai terbentuk

19 sampai tua mencapai waktu ± 7 tahun; jumlah pelepah dalam 1 pohon dapat mencapai 60 pelepah. Jumlah anak daun tiap pelepah dapat mencapai 380 helai. Panjang anak daun dapat mencapai 120 cm (Risza, 1994). Bagian generatif tanaman kelapa sawit terdiri dari bunga dan buah. Kelapa sawit mulai berbunga pada umur 12 bulan. Pembungaan kelapa sawit termasuk monoccious artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon tetapi tidak pada satu tandan yang sama. Namun terkadang dijumpai juga dalam 1 tandan terdapat bunga jantan dan bunga betina. Bunga seperti itu disebut bunga banci (hermaprodit). Buah kelapa sawit termasuk buah batu yang terdiri dari 3 bagian yakni; lapisan luar (epicarpium) yang disebut kulit luar, lapisan tengah (mesocarpium) yang disebut daging buah, mengandung minyak sawit dan lapisan dalam (endocarpium) yang disbut inti, mengandung minyak inti. Diantar inti dan daging buah terdapat lapisan tempurung (cangkang) yang keras. Biji kelapa sawit terdiri dari 3 bagian yaitu; kulit biji (spermodermis), tali pusat (funiculus) dan inti biji atau nucleus seminis (Risza, 1994). Gambar 2.1 Morfologi Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) Ekologi Tanaman Kelapa Sawit Pada prisnsipnya kelapa sawit dapat tumbuh dan bereproduksi di hampir semua jenis tanah namun hendaknya memenuhi kriteria berikut; keasaman tanah (ph) 5,0-6,5, kemiringan lahan 0-15º, kedalaman air tanah cm dari permukaan, drainase yang baik, kesuburan kimia yang cukup (diketahui dari hasil analisa tanah). Iklim juga

20 merupakan salah satu faktor pembatas pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit. Kelapa sawit hanya dapat tumbuh dan bereproduksi dengan baik di daerah yang beriklim tropis (Hadi,2004). Curah hujan yang ideal bagi pertumbuhan kelapa sawit yaitu mm per tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun. Curah hujan yang terlalu tinggi mengakibatkan proses penyerbukan dan fotosintesis kurang optimal. Radiasi matahari juga dibutuhkan dalam jumlah yang cukup untuk proses fotosintesis, yaitu jam penyinaran per tahun dengan lama penyinaran yang optimal 6-7 jam per hari. Suhu optimal rata-rata yang diperlukan oleh kelapa sawit yaitu 27-32ºC dengan kelembaban udara optimal 80-90% (Hadi,2004) Manfaat Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman tropis penghasil minyak nabati yang rendah kolesterol dan dapat diolah lebih lanjut menjadi suatu produk yang tidak hanya dikonsumsi untuk kebutuhan pangan (minyak goreng, margarin, lemak dan lain-lain) tetapi juga untuk kebutuhan lain seperti sabun, deterjen, BBM. Tandan kelapa sawit dapat dimanfaatkan menjadi pupuk, kompos dan bahan bakar. Batang kelapa sawit dapat dimanfaatkan menjadi bahan bangunan. Lumpur (sludge) kelapa sawit dapat dimanfaatkan menjadi sabun, pupuk dan pakan ternak (Hadi,2004). 2.2 Klasifikasi Cacing Tanah Cacing tanah merupakan hewan Invertebrata dari filum Annelida, kelas Chaetopoda dan ordo Oligochaeta. Famili dari ordo ini yang sering ditemukan adalah: a. Famili Moniligastridae, contoh genus: Moniligaster. b. Famili Megascolidae, contoh genus: Pheretima, Peryonix, Megascolex. c. Famili Acanthodrilidae, contoh genus: Diplocardia. d. Famili Eudrilidae, contoh genus: Eudrilus. e. Famili Glossoscolecidae, contoh genus: Pontoscolex corethrurus. f. Famili Sparganophilidae, contoh genus: Sparganophilus.

21 g. Famili Tubificidae, contoh genus: Tubifex. h. Famili Lumbricidae, contoh genusnya yaitu: Lumbricus, Eiseniella, Bimastos, Dendrobaena, Octalasion, Eisenia, Allobophora (John, 2007). 2.3 Morfologi Cacing Tanah Cacing tanah merupakan hewan yang tidak mempunyai tulang belakang (invertebrata). Tubuhnya tersusun atas segmen-segmen yang berbentuk cincin (chaeta), yaitu struktur berbentuk rambut yang berguna untuk memegang substrat dan bergerak. Tubuh dibedakan atas bagian anterior dan posterior. Pada bagian anteriornya terdapat mulut dan beberapa segmen yang agak menebal membentuk klitelium (Edward & Lofty, 1997). Gambar 2.2 Morfologi Cacing Tanah Hegner & Engeman (1978) menjelaskan bahwa cacing tanah tidak mempunyai kepala, tetapi mempunyai mulut pada ujungnya (anterior) yang disebut protomium. Bagian belakang mulut terdapat bagian badan yang sedikit segmennya dinamakan klitelium yang merupakan pengembangan segmen-segmen, biasanya mempunyai warna yang sedikit menonjol atau tidak dibandingkan dengan bagian tubuh lain. Cacing tanah juga tidak mempunyai alat pendengar, tetapi peka sekali terhadap

22 sentuhan dan getaran. Cacing tanah juga tidak mempunyai mata, tetapi peka sekali terhadap sentuhan dan getaran, sehingga dapat mengetahui kecenderungan untuk menghindari cahaya, selain itu cacing juga tidak mempunyai gigi. Pada bagian bawah (ventral) terdapat pori-pori yang letaknya tersusun atas setiap segmen dan berhubungan dengan alat ekskresi (nephredia) yang ada dalam tubuh. Nephredia ini mengeluarkan zat-zat sisa yang telah berkumpul di dalam rongga tubuh (rongga selomik) berupa cairan. Fungsi pori-pori adalah untuk menjaga kelembaban kulit cacing tanah agar selalu basah karena cacing tanah bernafas melalui kulit yang basah tersebut. Kulit luar (kutikula) selalu dibasahi oleh kelenjar-kelenjar lendir (kelenjar mukus). Lendir ini terus diproduksi cacing tanah untuk membasahi tubuhnya agar dapat bergerak dan melicinkan tubuhnya (Rukmana, 1999). Secara sistematik, cacing tanah bertubuh tanpa kerangka yang tersusun oleh segmen-segmen fraksi luar dan fraksi dalam yang saling berhubungan secara integral, diselaputi oleh epidermis (kulit) berupa kutikula (kulit kaku) berpigmen tipis dan setae (lapisan daging semu di bawah kulit) kecuali pada dua segmen pertama yaitu pada bagian mulut (Hanafiah, 2005). Warna cacing tanah tergantung pada ada tidaknya dan jenis pigmen yang dimilikinya. Sel atau butiran pigmen ini berada di dalam lapisan otot di bawah kulitnya. Paling tidak sebagian warna juga disebabkan oleh adanya cairan kulomik kuning. Warna pada bagian dada dan perut umumnya lebih muda dari pada bagian lainnya, kecuali pada Megascolidae yang berpigmen gelap, berwarna sama. Cacing tanah yang tanpa atau berpigmen sedikit, jika berkulit transparans biasanya terlihat berwarna merah atau pink. Apabila kutikulanya sangat irridescent, seperti pada Lumbricus dan Dendrobaena maka akan terlihat biru (Hanafiah, 2005). 2.4 Ekologi Cacing Tanah

23 Populasi cacing tanah sangat erat hubungannya dengan keadaan lingkungan dimana cacing tanah itu berada. Lingkungan yang disebut disini adalah totalitas kondisikondisi fisik, kimia, biotik dan makanan yang secara bersama-sama dapat mempengaruhi populasi cacing tanah (Satchell, 1967 dalam John, 1984). Selanjutnya dijelaskan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap populasi cacing tanah adalah: kelembaban, suhu, ph tanah, bahan organik tanah, serta vegetasi yang terdapat disana sebagai berikut: a. Kelembaban Kelembaban sangat berpengaruh terhadap aktivitas pergerakan cacing tanah karena sebagian tubuhnya terdiri atas air berkisar % dari berat tubuhnya. Itulah sebabnya usaha pencegahan kehilangan air merupakan masalah bagi cacing tanah. Meskipun demikian cacing tanah masih mampu hidup dalam kondisi kelembaban yang kurang menguntungkan dengan cara berpindah ke tempat yang lebih sesuai atau pun diam. Lumbricus terrestris misalnya, dapat hidup walaupun kehilangan 70% dari air tubuhnya. Kekeringan yang lama dan berkelanjutan dapat menurunkan jumlah cacing tanah. Cacing tanah menyukai kelembaban sekitar 12,5-17,2 % (Wallwork, 1970; Edward & Lofty, 1977). Menurut Rukmana (1999) kelembaban yang ideal untuk cacing tanah adalah antara 15%-50%, namun kelembaban optimumnya adalah antara 42%-60%. Kelembaban tanah yang terlalu tinggi atau terlalu basah dapat menyebabkan cacing tanah berwarna pucat dan kemudian mati. Sebaliknya bila kelembaban tanah terlalu kering, cacing tanah akan segera masuk ke dalam tanah dan berhenti makan serta akhirnya mati. b. Suhu Kehidupan hewan tanah juga ikut ditentukan oleh suhu tanah. Suhu yang ekstrim tinggi atau rendah dapat mematikan hewan tanah. Disamping itu suhu tanah pada umumnya juga mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi dan metabolisme hewan tanah. Tiap spesies hewan tanah memiliki kisaran suhu optimum (Odum, 1996).

24 Kesuburan cacing tanah di suatu habitat sangat dipengaruhi oleh perbedaan suhu, contohnya jumlah kokon yang dihasilkan oleh Allolobophora caliginosa dan beberapa spesies Lumbricus jumlahnya bertambah 4 kali lipat ada kisaran suhu C. Kokon dari Allolobophora chlorotica menetas dalam waktu 36 hari pada suhu 29 0 C, 49 hari pada suhu 15 0 C dan 112 hari pada suhu 10 0 C bila tersedia air yang cukup (Wallwork, 1970). Suhu yang ekstrim tinggi atau rendah dapat mematikan cacing tanah. Suhu tanah pada umumnya dapat mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi dan metabolisme. Tiap spesies cacing tanah memiliki kisaran suhu optimum tertentu, contohnya L.rubellus kisaran suhu optimumnya C, L. terrestris ± 10 0 C, sedangkan kondisi yang sesuai untuk aktivitas cacing tanah di permukaan tanah pada waktu malam hari ketika suhu tidak melebihi 10,5 0 C (Wallwork, 1970). c. ph Kemasaman tanah sangat mempengaruhi populasi dan aktivitas cacing tanah sehingga menjadi faktor pembatas penyebaran dan spesiesnya. Umumnya cacing tanah tumbuh baik pada ph sekitar 7,0, namun L.terrestis dijumpai pada ph 5,2 5,4. Beberapa spesies tropis genus Megascolex hidup pada tanah masam dengan ph 4,5 4,7 dan Bimastos lonnbergi pada ph 4,7 5,1, bahkan Dendrobaena octaedra tahan pada ph di bawah 4,3 (Hanafiah, 2005). Menurut Rukmana (1999) tanah pertanian di Indonesia umumnya bermasalah karena ph-nya asam. Tanah yang ph-nya asam dapat mengganggu pertumbuhan dan daya berkembangbiak cacing tanah, karena ketersediaan bahan organik dan unsur hara (pakan) cacing tanah relatif terbatas. Di samping itu, tanah dengan ph asam kurang mendukung percepatan proses pembusukan (fermentasi) bahan-bahan organik. Oleh karena itu, tanah pertanian yang mendapatkan perlakuan pengapuran sering banyak dihuni cacing tanah. Pengapuran berfungsi menaikkan (meningkatkan) ph tanah sampai mendekati ph netral.

25 Cacing tanah sangat sensitif terhadap keasaman tanah, karena itu ph merupakan faktor pembatas dalam menentukan jumlah spesies yang dapat hidup pada tanah tertentu. Dari penelitian yang telah dilakukan secara umum didapatkan cacing tanah menyukai ph tanah sekitar 5,8-7,2 karena dengan kondisi ini bakteri dalam tubuh cacing tanah dapat bekerja optimal untuk mengadakan pembusukan. Penyebaran vertikal maupun horizontal cacing tanah sangat dipengaruhi oleh ph tanah (Edwards & Lofty, 1977). d. Bahan Organik Distribusi bahan organik dalam tanah berpengaruh terhadap cacing tanah, karena terkait dengan sumber nutrisinya sehingga pada tanah miskin bahan organik hanya sedikit jumlah cacing tanah yang dijumpai. Namun apabila cacing tanah sedikit, sedangkan bahan organik segar banyak, pelapukannya akan terhambat (Hanafiah, 2005). Bahan organik tanah sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan populasi cacing tanah karena bahan organik yang terdapat di tanah sangat diperlukan untuk melanjutkan kehidupannya (Lee, 1985). Selanjutnya Buckman & Brady (1982) menjelaskan sumber utama materi organik tanah adalah serasah tumbuhan dan tubuh hewan yang telah mati. Pada umumnya bahan organik ini banyak jumlahnya pada tanah yang kelembabannya tinggi dibandingkan dengan yang rendah. Selain itu menurut Russel (1988) bahan organik juga mempengaruhi sifat fisik-kimia tanah dan bahan organik itu merupakan sumber pakan untuk menghasilkan energi dan senyawa pembentukan tubuh cacing tanah. e. Vegetasi Wallwork (1976) menyatakan bahwa jumlah dan distribusi serasah mempengaruhi kepadatan populasi cacing tanah. Cacing tanah dapat menghancurkan sejumlah besar serasah tahunan di lantai hutan. Jika tempat tersebut populasi cacing tanah tinggi menunjukkan jenis serasah tersebut sangat disukai oleh cacing tanah.

26 Suin (1982) menyatakan bahwa pada tanah dengan vegetasi dasarnya rapat, cacing tanah akan banyak ditemukan, karena fisik tanah lebih baik dan sumber makanan yang banyak ditemukan berupa serasah. Menurut Edwards & Lofty (1977) faktor makanan, baik jenis maupun kuantitas vegetasi yang tersedia di suatu habitat sangat menentukan keanekaragaman spesies dan kerapatan populasi cacing tanah di habitat tersebut. Pada umumnya cacing tanah lebih menyenangi serasah herba dan kurang menyenangi serasah pohon gugur dan daun yang berbentuk jarum. Selanjutnya dijelaskan bahwa cacing tanah lebih menyenangi daun yang tidak mengandung tanin Peranan Cacing Tanah Secara umum peranan cacing tanah merupakan sebagai bioamelioran (jasad hayati penyubur dan penyehat) tanah terutama melalui kemampuannya dalam memperbaiki sifat-sifat tanah, seperti ketersediaan hara, dekomposisi bahan organik, pelapukan mineral, sehingga mampu meningkatkan produktivitas tanah (Hanafiah, 2005). Hegner & Engeman (1978) menyatakan bahwa pembentukan pori-pori tanah dilakukan oleh cacing tanah sehingga campuran bahan organik dan anorganik membentuk bahan-bahan lain yang tersedia bagi tanah. Cacing tanah juga dapat meningkatkan daya serap tanah dalam menyerap air pada waktu hujan. Oleh sebab itu persediaan air dalam tanah akan lebih teratur, sehingga menjamin pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman yang baik akan menyebabkan daun-daun tumbuhan lebih baik. Apabila daun-daun yang telah tua jatuh akan menjadi humus sehingga secara langsung cacing tanah mengurangi banjir pada saat hujan dan menjaga persedian air pada musim kering. Beberapa spesies cacing tanah telah ditemukan mengakumulasi logam-logam berat tertentu baik pada tanah yang berkadar-logam berat rendah maupun yang tinggi, misalnya Cd oleh cacing kompos Eisenia foetida, Ni, Cu, dan Zn oleh berbagai spesies apabila diberikan sewage sludge (lumpur organik) bercampur garam-logam tersebut. Penelitian Helmke et.al. telah pula memperlihatkan adanya akumulasi Cd,

27 Co, Hg dan Zn oleh cacing tanah tertentu yang jumlahnya selaras dengan kenaikan dosis lumpur organik (Hanafiah, 2005). Tomati et al (1988) menyatakan bahwa tanah dengan kepadatan populasi cacing tanahnya tinggi akan menjadi subur, sebab kotoran cacing tanah (kasting) yang bercampur dengan tanah merupakan pupuk yang kaya akan nitrat organik, posfat, dan kalium, yang membuat tanaman mudah menerima pupuk yang diberikan ke tanah, di samping formasi bahan organik tanah dan mendistribusikan kembali bahan organik di dalam tanah. Wallwork (1976) menyatakan bahwa cacing tanah dan organisme tanah lainnya merupakan variabel biotis penyusun suatu komunitas yang memiliki beberapa peranan, diantaranya adalah sebagai pengurai dalam rantai makanan, jembatan transfer energi kepada organisme yang memiliki tingkat tropik yang lebih tinggi, membantu kegiatan metabolisme tumbuhan dengan menguraikan serasah daun-daunan dan ranting. Di samping itu cacing tanah juga dapat digunakan untuk mengestimasi kondisi ekologis suatu ekosistem tanah. Selanjutnya dijelaskan bahwa cacing tanah juga dapat mengubah kondisi tanah yang didiaminya melalui keunikan aktivitas dan perilakunya. Hewan ini memakan tanah berikut bahan organik yang terdapat di tanah dan kemudian dikeluarkan sebagai kotoran di permukaan tanah. Aktivitas ini menyebabkan lebih banyak udara yang masuk ke dalam tubuh, tanah menjadi teraduk dan terbentuk agregasi-agregasi sehingga tanah dapat menahan air lebih banyak dan menaikkan kapasitas air tanah. Cacing tanah juga sangat penting dalam proses dekomposisi bahan organik tanah. Kegiatan cacing tanah menerowongi tanah dapat membentuk pori mikro yang mantap dan sambung menyambung melancarkan daya antar air, memudahkan proses pertukaran gas, menyediakan medium yang baik bagi pertumbuhan akar (Notohadiprawiro, 1998).

28 BAB 3 BAHAN DAN METODA 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2009 di 2 (dua) lokasi yaitu kawasan perkebunan kelapa sawit PT. Moeis dan perkebunan kelapa sawit milik rakyat di Desa Simodong, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, Propinsi Sumatera Utara. 3.2 Deskripsi Area a. Lokasi 1 Lokasi 1 terletak di kawasan perkebunan kelapa sawit PT. Moeis. Lokasi ini secara geografis terletak pada 03º 18 22,4 LU dan 99º 20 4,6 BT. dengan luas lahan sekitar 107,6 ha, yang ditanam kelapa sawit pada tahun tanam 1991 atau telah berumur sekitar 18 tahun.

29 Gambar 3.1 Foto Lokasi I Areal Kebun Kelapa Sawit PT. Moeis b. Lokasi 2 Lokasi 2 terletak di kawasan perkebunan kelapa sawit rakyat di Desa Simodong. Lokasi ini secara geografis terletak pada 03º 20 52,8 LU dan 99º 20 45,7 BT. dengan luas lahan sekitar 16,10 ha, yang ditanam kelapa sawit pada tahun tanam 1994 atau telah berumur sekitar 15 tahun. Gambar 3.2 Foto lokasi II Areal Kebun Kelapa Sawit Milik Rakyat 3.3 Metoda Penelitian Penentuan lokasi plot sampling dilakukan dengan metoda Purposive Random Sampling, yaitu secara acak pada ke 2 (dua) lokasi penelitian di areal perkebunan

30 kelapa sawit PT. Moeis dan pada areal perkebunan kelapa sawit masyarakat di Desa Simodong. Selanjutnya pengambilan sampel cacing tanah dilakukan dengan metoda Kuadrat dan metoda Hand Sorting, dimana tiap-tiap lokasi perkebunan diambil sebanyak 25 titik sampel sebagai ulangan. 3.4 Pelaksanaan Penelitian Pengambilan Sampel Cacing Tanah Pada masing-masing titik sampel yang telah ditentukan dibuat plot berukuran 30 x 30 cm dengan kedalaman 20 cm sebanyak 25 plot dan diambil tanahnya dengan menggunakan sekop/cangkul, kemudian ditempatkan dalam lembaran plastik. Pengambilan sampel dilakukan pada pukul WIB. Selanjutnya cacing tanah yang ada pada tanah tersebut disortir. Cacing tanah yang didapatkan dikumpulkan dan dibersihkan dengan air serta dihitung jumlahnya, kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel yang telah berisi formalin 4%, setelah itu diawetkan dengan alkohol 70% (Suin, 1997). Cacing tanah yang diawetkan ini dibawa ke Laboratorium Sistematika Hewan FMIPA USU untuk diidentifikasi Identifikasi Spesies Cacing Tanah Sampel cacing tanah yang telah diawetkan, terlebih dahulu dikelompokkan jenisnya sesuai dengan kemiripan bentuk morfologinya, selanjutnya dideterminasi dan diidentifikasi dengan bantuan lup dan mikroskop stereo binokuler serta menggunakan beberapa buku acuan seperti: Suin (1989), Dindal (1990), dan John (1998). 3.5 Pengukuran Sifat Fisik dan Kimia Tanah Tanah pada masing-masing plot sampel diukur kelembaban relatif, suhu, kadar air, dan kadar organik tanah. Pengukuran kelembaban relatif, ph dan suhu tanah dilakukan sebelum tanah diambil dari kuadrat tersebut. Kelembaban relatif dan ph

31 diukur dengan menggunakan Soil Tester dan suhu tanah diukur dengan menggunakan Soil Thermometer. Pengukuran kadar air dan kadar organik tanah dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian USU. Tanah yang telah disortir cacing tanah dibersihkan dari sisa-sisa tumbuhan dan hewan tanah lainnya yang masih ada, kemudian diadukaduk sampai rata dan diambil sebanyak 20 gram tanah untuk dianalisis. Selanjutnya sampel tanah ini dikeringkan dalam oven pada suhu C selama 2 jam sehingga beratnya konstan dan ditentukan kadar air tanahnya dengan rumus sebagai berikut : A B Kadar air tanah (%) = x 100% A

32 Keterangan: A = Berat basah tanah B = Berat konstan tanah (Wilde, 1972 dalam Adianto, 1993) Selanjutnya diambil sebanyak 5 gram dan dibakar di dalam tungku pembakar (Furnace Mufle) dengan suhu C selama tiga jam. Persentase kadar organik tanah dihitung dengan rumus: 0,5 gram tanah kering udara dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 cc, lalu ditambahkan 10 ml H2SO4 pekat, kemudian diguncang 3-4 menit, selanjutnya diamkan selama 30 menit. Tambahkan 100 ml air suling dan 5 ml H3PO4 85% dan 2,5 ml NaF 4%. Kemudian ditambahkan 5 tetes diphenilamine, diguncang, larutan berwarna biru tua kehijauan kotor. Titrasi dengan Fe (NH4)2(SO4)2 0,5 N dari buret hingga warna berubah menjadi hijau terang. Lakukan kembali prosedur diatas dari no.2 s/d 5 (tanpa tanah) untuk mendapatkan volume titrasi Fe (NH4)2(SO4)2 0,5 N untuk Blanko (Muklis, 2007). Dengan menggunakan rumus berikut: C org = 5 x [1-T/5] x 0,003 x 1/0,77 x 100/BCT x 0,72 dengan : T = Volume titrasi Fe (NH4)2(SO4)2 0,5 N dengan tanah S = Volume titrasi Fe (NH4)2(SO4)2 0,5 N untuk Blanko (tanpa tanah) 0,003 = 1 ml K2Cr2O7 0,1N + H2SO4 mampu mengoksidasi 0,003 gr C.Organik 1/0,77 = Metode ini hanya 77 % C.Organik yang dapat dioksidasi BCT = Berat Contoh Tanah. 3.6 Analisis Data Jenis cacing tanah dan jumlah individu masing-masing jenis yang didapatkan dihitung: Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif masing-masing jenis, Frekuensi Kehadiran dan Indeks Similaritas (Walkwork, 1970: Southwood, 1996 dalam Suin & Iswandi, (1994) dengan menggunakan rumus sebagai berikut: a. Kepadatan Populasi (K) K = Jumlah individu suatu jenis Jumlah unit sampel

33 b. Kepadatan Relaif (KR) Kepadatan suatu jenis KR = x 100 % Jumlah kepadatan semua jenis c. Komposisi Komunitas: didasarkan pada nilai urut Kepadatan Relatif (KR) terbesar hingga terkecil dari masing-masing jenis yang didapatkan. d. Frekuensi Kehadiran (FK) Jumlah plot yang ditempati suatu jenis FK = x 100 % Jumlah total plot Keterangan: Nilai FK: 0 25% = sangat jarang (aksidental) Nilai FK: 25 50% = jarang (asesoris) Nilai FK: 50 75% = sering (konstan) Nilai FK: % = sangat sering (absolut) e. Indeks Similaritas (Kesamaan Sorensen) IS C = 2 a + b Dimana: IS = Indeks kesamaan antar populasi a = Jumlah jenis pada lokasi A b = Jumlah jenis lokasi B C = Jumlah jenis yang sama pada dua lokasi yang berbeda Keterangan: Nilai IS 75% = sangat tidak mirip Nilai IS 25-50% = tidak mirip Nilai IS 50-75% = mirip Nilai IS 75% = sangat mirip f. Indeks Morista (Distribusi) I = n x² - N N ( N- 1 ) Keterangan: Dimana: I = Indeks morista n = Jumlah individu yang terdapat pada masing-masing plot N = Jumlah total unit sampel x² = Kuadrat jumlah individu per unit sampel Nilai Indeks Morista = 1, menunjukkan bahwa distribusi hewan itu random Nilai Indeks Morista > 1, menunjukkan bahwa distribusi hewan itu berkelompok

34 Nilai Indeks Morista < 1, menunjukkan bahwa distribusi hewan itu beraturan BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis Cacing Tanah yang Ditemukan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang komposisi dan distribusi cacing tanah di areal perkebunan kelapa sawit PT. Moeis dan di perkebunan kelapa sawit rakyat Desa Simodong, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara didapatkan seperti yang terlihat pada Tabel 4.1 berikut ini. Tabel 4.1 Cacing Tanah yang Ditemukan pada Dua Lokasi Penelitian No Famili Spesies/Jenis Lokasi I Glossoscolecidae Moniligastridae Megascolidae Pontoscolex corethrurus Drawida sp Peryonix excavatus Megascolex cempii Pheretima posthuma Jumlah Spesies 4 4 Keterangan: Lokasi 1 = lahan perkebunan kelapa sawit PT. Moeis ; lokasi 2 = lahan perkebunan kelapa sawit Rakyat ; + = ditemukan ; - = tidak ditemukan. II Didapatkan sebanyak 5 jenis cacing tanah yang termasuk ke dalam 3 famili, yaitu famili Glossoscolecidae, Moniligastridae dan Megascolidae. Pada lokasi I sebanyak 4 jenis yaitu Pontoscolex corethrurus, Peryonix excavatus, Megascolex cempii dan Pheretima posthuma dan pada lokasi II, sebanyak 4 jenis yaitu Pontoscolex corethrurus, Drawida sp, Peryonix excavatus, dan Pheretima posthuma. Jenis cacing tanah yang didapatkan pada lokasi I, tapi tidak didapatkan pada lokasi II adalah dari jenis Megascolex cempii, sedangkan jenis cacing tanah yang didapatkan

35 pada lokasi II, tapi tidak didapatkan pada lokasi I adalah dari jenis Drawida sp, keadaan ini disebabkan ke dua jenis ini memiliki kisaran toleransi yang berbeda terhadap kondisi lingkungan, seperti ph dan kadar organik tanah. Menurut John (1998) cacing tanah dari jenis Megascolex cempii lebih menyukai kondisi lingkungan dengan ph sedikit asam (< 6), kelembaban tanah berkisar antara 80-90%, dan kadar organik tergolong rendah (< 1 %), sedangkan cacing tanah dari jenis Drawida sp lebih menyukai kondisi lingkungan dengan ph netral (6-7), kelembaban tanah berkisar antara 85-95%, dan kadar organik tergolong cukup tinggi (1-2 %). Keberadaan jenis cacing tanah yang didapatkan pada kedua lokasi menunjukkan bahwa kedua lokasi memiliki kondisi faktor fisik-kimia lingkungan yang mendukung bagi kehidupan cacing tanah, diantaranya ph tanah dan kadar organik. Pada lokasi I ph tanah berkisar 5,7-6,4 dan kadar organik 0,60 %. Pada lokasi II ph tanah berkisar 6-6,8 dan kadar organik 1,95 %. Menurut Hanafiah (2005) ph tanah sangat mempengaruhi populasi dan aktivitas cacing tanah sehingga menjadi faktor pembatas penyebaran dan spesiesnya. Menurut Edwards & Lofty (1977), cacing tanah sangat sensitif terhadap keasaman tanah, karena itu ph merupakan faktor pembatas dalam menentukan jumlah spesies yang dapat hidup pada tanah tertentu. Cacing tanah menyukai ph tanah sekitar 5,8 7,2 Penyebaran vertikal maupun horizontal cacing tanah sangat dipengaruhi oleh ph tanah. Selanjutnya Wallwork (1970) menyatakan bahwa keberadaan spesies cacing tanah pada suatu areal sangat ditentukan oleh kandungan bahan organik di areal tersebut. Tanda-tanda khusus dari ke lima jenis cacing tanah yang ditemukan pada areal perkebunan kelapa sawit adalah sebagai berikut : 1. Pontoscolex corethrurus, famili Glossoscolecidae Tanda-tanda khusus: Cacing tanah ini memiliki panjang total tubuh berkisar antara mm, diameter 2-4 mm, dengan jumlah segmen berkisar antara segmen, warna bagian dorsal cokelat kekuningan, warna bagian ventral abu-abu keputihan. Warna ujung anterior kekuningan dan warna ujung posterior cokelat kekuningan.

36 Prostomium prolobus atau epilobus dengan 1 segmen dapat ditarik kembali. Seta kecil berlekuk-lekuk secara garis melintang dan bagian anterior seta kelihatan tidak jelas tetapi pada bagian posterior seta kelihatan sangat jelas, biasanya sekitar bagian depan sangat jelas dan lebar dari seta berpasangan. Klitelium bentuk pelana mulai dari segmen (John, 1998). Gambar 4.1 Pontoscolex corethrurus 2. Drawida sp, famili Moniligastridae Tanda-tanda khusus: Cacing tanah ini memiliki panjang tubuh berkisar antara mm, diameternya sekitar 3-5 mm, jumlah segmen berkisar antara segmen, hampir tidak mempunyai pigmen biasanya berwarna cokelat abu-abu kekuningan, bagian ventral cokelat muda. Warna ujung anterior cokelat keputihan dan ujung posterior cokelat keputihan. Prostomium prolobus atau epilobus. Seta kecil berpasangan, seta mulai segmen 5/6-8/9 kebanyakan tebal. Klitelium pada segmen berbentuk pelana di bagian depan, dan pada bagian belakang (segmen 13) berbentuk cincin, lubang kelamin jantan pada segmen 27/28. Lubang kelamin betina segmen (Dindal, 1990).

37 Gambar 4.2 Drawida sp 3. Peryonix excavatus, famili Megascolidae Tanda-tanda khusus: Cacing ini tanah ini berbentuk gilik dengan panjang tubuh berkisar antara mm, diameternya 4-6 mm, jumlah segmen berkisar antara segmen dan klitelumnya terletak pada segmen 13 dan 17. Memiliki banyak seta dengan tipe Perichaetine pada setiap segmen. Gland prostat bercabang. Holonephric atau memiliki sepasang nefridia pada setiap segmennya. Pada bagian posterior berwarna cokelat keemasan sedangkan pada bagian anterior berwarna cokelat kehitaman (Suin, 1994). Gambar 4.3 Peryonix excavatus 4. Megascolex cempii, famili Megascolidae Tanda-tanda khusus:

38 Cacing tanah ini memiliki panjang tubuh berkisar antara mm, diameter 3-4 mm, dan jumlah segmen antara Warna bagian dorsal merah keunguan, bagian ventral pucat atau cokelat keputihan. Warna ujung anterior cokelat keputihan dan ujung posterior abu-abu cokelat. Prostomium epilobus, segmen pertamanya tidak jelas tertarik ke dalam. Klitelium berbentuk cincin dan tidak membengkak, segmennya jelas serta mengkilap, berwarna kemerahan, dimulai pada segmen ke XIV-XVI (3 segmen), mempunyai seta, bagian dorsal dan ventral tidak menebal. Lubang dorsal dimulai pada septa 5/6. Seta mulai dari segmen II dengan tipe Perichaetine. Lubang kelamin jantan terletak pada segmen XVIII, agak ke tengah dan mempunyai papila. Lubang kelamin betina terletak pada medio-ventral segmen XIV. Lubang spermateka terletak pada septa 7/8-8/9 (Suin, 1994). Gambar 4.4 Megascolex cempii 5. Pheretima posthuma, famili Megascolidae Tanda-tanda khusus: Cacing tanah ini memiliki panjang tubuh berkisar antara mm, diameternya 5-6 mm, dan jumlah segmen berkisar antara Warna bagian dorsal cokelat keunguan, bagian ventral pucat atau abu-abu keputihan. Warna ujung anterior cokelat kekuningan, dimulai pada segmen ke XIV-XVI (3 segmen), mempunyai seta, bagian dorsal dan ventral tidak menebal. Lubang dorsal mulai pada septa 12/13. Seta mulai dari segmen II dengan tipe Perichaetine, seta bagian anterior dari ventral terlihat jelas atau lebih besar. Lubang kelamin betina terletak

39 pada medioventral segmen XVII dan XIX. Lubang spermateka 4 pasang, terletak pada septa 5/6 8/9 (pada septa 5/6 kurang jelas) (John, 1998). Gambar 4.5 Pheretima posthuma 4.2 Kepadatan (individu/m²) dan Kepadatan Relatif Populasi Cacing Tanah Kepadatan populasi cacing tanah pada kedua lokasi penelitian menunjukkan adanya perbedaan, seperti yang terlihat pada Tabel 4.2 berikut ini. Tabel 4.2 Kepadatan (individu/m²) dan Kepadatan Relatif Populasi Cacing Tanah pada Masing-Masing Lokasi Penelitian Lokasi I Lokasi II No Jenis K KR (%) K KR (%) 1. Pontoscolex corethrurus 14,66 66,00 20,89 58,02 2. Peryonix excavatus 3,55 16,00 2,66 7,40 3. Pheretima posthuma 1,77 8,00 2,22 6,18 4. Drawida sp ,22 28,40 5. Megascolex cempii 2,22 10, Jumlah 22,22 100,00 35,99 100,00 Keterangan: K= Kepadatan, KR = Kepadatan Relatif Pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa pada lokasi I jenis Pontoscolex corethrurus memiliki nilai kepadatan tertinggi yaitu 14,66 individu/m² dengan nilai kepadatan relatif yaitu 66% dan nilai kepadatan terendah didapatkan dari jenis Pheretima posthuma yaitu 1,77 individu/m² dengan nilai kepadatan relatif yaitu 8%. Pada lokasi II jenis Pontoscolex corethrurus memiliki nilai kepadatan tertinggi yaitu 20,89 individu/m² dengan nilai kepadatan relatif yaitu 58,02% dan nilai kepadatan terendah didapatkan dari jenis Pheretima posthuma, yaitu 2,22 individu/m² dengan

40 nilai kepadatan relatif yaitu 6,18%. Keadaan ini disebabkan ke dua spesies ini memiliki kisaran toleransi yang berbeda terhadap kondisi lingkungan, seperti ph dan kadar organik tanah. Hal ini dikarenakan faktor fisik-kimia yang berbeda seperti kelembaban, kadar organik dan kadar air. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Wallwork (1970) bahwa kepadatan cacing tanah pada suatu areal umumnya dipengaruhi oleh faktor fisik seperti kelembaban, vegetasi dan mikrohabitat. Lee (1985) menyatakan bahwa bahan organik sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan populasi cacing tanah karena bahan organik yang terdapat di dalam tanah sangat diperlukan untuk melanjutkan kehidupannya. Selanjutnya Hanafiah (2005) menyatakan bahwa distribusi bahan organik dalam tanah berpengaruh terhadap cacing tanah, karena terkait dengan sumber nutrisinya sehingga pada tanah miskin bahan organik hanya sedikit jumlah cacing tanah yang dijumpai. 4.3 Komposisi Cacing Tanah Berdasarkan nilai kepadatan relatif dapat ditentukan komposisi cacing tanah dari urutan tertinggi sampai terendah pada masing-masing lokasi seperti pada Tabel 4.3 berikut ini: Tabel 4.3 Komposisi Cacing Tanah pada Masing-Masing Lokasi Penelitian Lokasi I Lokasi II No Jenis KR (%) Komposisi KR (%) Komposisi 1. Pontoscolex corethrurus 66, , Peryonix excavatus 16,00 2 7, Pheretima posthuma 8,00 4 6, Drawida sp , Megascolex cempii 10, Jumlah 100,00 100,00 Keterangan: KR = Kepadatan Relatif Pada Tabel 4.3 menunjukkan bahwa pada lokasi I didapatkan komposisi cacing tanah secara berurutan adalah Pontoscolex corethrurus, Peryonix excavatus,

41 Megascolex cempii dan Pheretima posthuma. Pada lokasi II didapatkan komposisi cacing tanah secara berurutan adalah Pontoscolex corethrurus, Drawida sp, Peryonix excavatus dan Pheretima posthuma. Pada Tabel 4.3 menunjukkan bahwa Pontoscolex corethrurus menempati urutan tertinggi pada kedua lokasi, sedangkan Pheretima posthuma menempati urutan terendah pada kedua lokasi. Hal ini dikarenakan adanya batasan toleransi yang sangat luas bagi kehidupan cacing tanah dari jenis Pontoscolex corethrurus sehingga jenis ini mampu hidup dimana saja. John (1998) menyatakan bahwa cacing tanah jenis Pontoscolex corethrurus banyak ditemukan pada areal perkebunan kelapa sawit. Selanjutnya Suin (1982) menjelaskan bahwa jenis Pontoscolex corethrurus banyak ditemukan di Pulau Sumatera. 4.4 Frekuensi Kehadiran (FK) dan Konstansi Cacing Tanah Frekuensi kehadiran dan konstansi cacing tanah yang didapatkan pada setiap lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini. Tabel 4.4 Frekuensi Kehadiran (%) dan Konstansi Cacing Tanah pada Masing- Masing Lokasi Penelitian No Jenis Lokasi I Lokasi II FK (%) Konstansi FK (%) Konstansi 1. Pontoscolex corethrurus 56 Konstan 60 Konstan 2. Peryonix excavatus 28 Asesoris 24 Aksidental 3. Pheretima posthuma 16 Aksidental 20 Aksidental 4. Drawida sp Aksesoris 5. Megascolex cempii 16 Aksidental - - Keterangan: FK= Frekuensi Kehadiran Pada Tabel 4.4 menunjukkan bahwa jenis cacing tanah pada lokasi I yang bersifat konstan 1 jenis, bersifat aksidental ada 2 jenis dan bersifat asesoris 1 jenis. Pada lokasi II jenis cacing tanah yang bersifat konstan 1 jenis, bersifat aksidental ada 2 jenis dan bersifat asesoris 1 jenis tetapi yang bersifat absolut tidak ditemukan. Hal ini memperlihatkan bahwa tidak ada jenis yang sangat sering ditemukan (absolut) pada kedua lokasi, tetapi ada 1 jenis yang sering ditemukan (konstan) pada kedua lokasi yaitu Pontoscolex corethrurus. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan baik

BAB I PENDAHULUAN. dengan sifat dan ciri yang bervariasi, dan di dalam tanah terjadi kompetisi antara

BAB I PENDAHULUAN. dengan sifat dan ciri yang bervariasi, dan di dalam tanah terjadi kompetisi antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan habitat yang komplek untuk organisme. Dibandingkan dengan media kultur murni di laboratorium, tanah sangat berbeda karena dua hal utama yaitu pada kondisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak ditemukan pada 0 sampai 10 cm (Kuhnelt et al, 1976). Kelompok hewan

I. PENDAHULUAN. banyak ditemukan pada 0 sampai 10 cm (Kuhnelt et al, 1976). Kelompok hewan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hewan tanah merupakan bagian dari tanah. Sebagian besar organisme tanah itu hidup pada lapisan tanah bagian atas, karena memang tanah bagian atas merupakan media yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai pendegradasi sampah organik, pakan ternak, bahan baku obat,

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai pendegradasi sampah organik, pakan ternak, bahan baku obat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cacing tanah merupakan hewan tingkat rendah yang tidak mempunyai tulang belakang. Cacing tanah mempunyai banyak manfaat, antara lain: dapat digunakan sebagai pendegradasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Cacing Tanah Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah yang tidak memiliki tulang belakang (invertebrata) dan digolongkan ke dalam ordo Oligochaeta, kelas Chaetopoda,

Lebih terperinci

Menurut Syariffauzi (2009), pengembangan perkebunan kelapa sawit membawa dampak positif dan negatif Dampak positif yang ditimbulkan antara lain

Menurut Syariffauzi (2009), pengembangan perkebunan kelapa sawit membawa dampak positif dan negatif Dampak positif yang ditimbulkan antara lain n. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dystrudepts Jenis tanah Kebun percobaan Fakukas Pertanian Universitas Riau adalah Dystmdepts. Klasifikasi tanah tersebut termasuk kedalam ordo Inceptisol, subordo Udepts, great

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Cacing Tanah Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (invertebrata) yang digolongkan dalam filum Annelida dan klas Clitellata,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cacing Tanah Cacing tanah merupakan organisme heterotrof, bersifat hermaprodit-biparental, termasuk kelompok filum Annelida, kelas Clitellata dan ordo Oligochaeta. Tubuh cacing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Cacing Tanah Cacing tanah yang ditemukan di perkebunan teh PTPN XII Bantaran Blitar adalah sebagai berikut: 1. Cacing tanah 1 A Gambar 4.1 Spesimen 1 Genus

Lebih terperinci

KOMPOSISI KOMUNITAS MAKROFAUNA TANAH UNTUK MEMANTAU KUALITAS TANAH SECARA BIOLOGIS PADA AREAL PERKEBUNAN PTPN II SAMPALI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN

KOMPOSISI KOMUNITAS MAKROFAUNA TANAH UNTUK MEMANTAU KUALITAS TANAH SECARA BIOLOGIS PADA AREAL PERKEBUNAN PTPN II SAMPALI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KOMPOSISI KOMUNITAS MAKROFAUNA TANAH UNTUK MEMANTAU KUALITAS TANAH SECARA BIOLOGIS PADA AREAL PERKEBUNAN PTPN II SAMPALI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN SKRIPSI DESI ARIANI 040805040 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit pertama kali diintroduksi ke Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Setyamidjaja (2006) menjelasakan taksonomi tanaman kelapa sawit (palm oil) sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran

Lebih terperinci

KOMPOSISI CACING TANAH PADA AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI JORONG LUBUK HIJAU KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN E-JURNAL

KOMPOSISI CACING TANAH PADA AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI JORONG LUBUK HIJAU KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN E-JURNAL KOMPOSISI CACING TANAH PADA AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI JORONG LUBUK HIJAU KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN E-JURNAL NURSAKINAH NIM. 11010077 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Cacing tanah merupakan hewan Invertebrata dari filum Annelida, kelas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Cacing tanah merupakan hewan Invertebrata dari filum Annelida, kelas BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Cacing Tanah 2.1.1 Klasifikasi Cacing Tanah Cacing tanah merupakan hewan Invertebrata dari filum Annelida, kelas Chaetopoda dan ordo Oligochaeta. Famili dari ordo ini yang sering

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Padi. secara langsung atau melalui persemaian lebih dulu. Tanaman padi adalah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Padi. secara langsung atau melalui persemaian lebih dulu. Tanaman padi adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Padi Tanaman padi termasuk keluarga rumput-rumputan dan ditanami dari biji secara langsung atau melalui persemaian lebih dulu. Tanaman padi adalah tanaman semusim. Bentuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Pupuk merupakan bahan alami atau buatan yang ditambahkan ke tanah dan dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan menambah satu atau lebih hara esensial. Pupuk dibedakan menjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur hara guna mendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Suwardjo dan Dariah (1995) mulsa adalah berbagai macam bahan seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Suwardjo dan Dariah (1995) mulsa adalah berbagai macam bahan seperti II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mulsa Menurut Suwardjo dan Dariah (1995) mulsa adalah berbagai macam bahan seperti jerami, sebuk gergaji, lembaran plastik tipis, tanah lepas-lepas dan sebagainya yang dihamparkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) Tanaman jagung merupakan tanaman asli benua Amerika yang termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea, L.) merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika, khususnya dari daerah Brazilia (Amerika Selatan). Awalnya kacang tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biotani Sistimatika Sawi. Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biotani Sistimatika Sawi. Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biotani Sistimatika Sawi Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran), baik segar maupun diolah. Sawi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Rukmana (2005), klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut: Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Kedelai Berdasarkan klasifikasi tanaman kedelai kedudukan tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono, 2007):

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Cacing tanah yang ditemukan pada agroforestri berbasis kopi di Desa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Cacing tanah yang ditemukan pada agroforestri berbasis kopi di Desa BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Cacing Tanah Cacing tanah yang ditemukan pada agroforestri berbasis kopi di Desa Puncu Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri adalah sebagai berikut: 1. Spesimen

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel ikan adalah Purpossive Random Sampling dengan menentukan tiga stasiun pengamatan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. secara langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. secara langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Seledri Kedudukan tanaman seledri dalam taksonomi tumbuhan, diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Sub-Divisi Kelas Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

II. TINJUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika Barat,

II. TINJUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika Barat, II. TINJUAN PUSTAKA 2.1.Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika Barat, tetapi dapat dikembangkan diluar daerah asalnya termasuk Indonesia. Pada tahun 1848

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Karo merupakan suatu daerah di Propinsi Sumatera Utara yang terletak di dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan dan merupakan daerah hulu sungai. Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clitellata, Ordo Oligochaeta. Pengolongan ini didasarkan pada bentuk morfologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clitellata, Ordo Oligochaeta. Pengolongan ini didasarkan pada bentuk morfologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cacing Tanah 2.1.1 Klasifikasi Cacing Tanah Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (invertebrata) yang digolongkan dalam filum Annelida

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Menurut Haryanto, Suhartini dan Rahayu (1996), klasifikasi tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Menurut Haryanto, Suhartini dan Rahayu (1996), klasifikasi tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Haryanto, Suhartini dan Rahayu (1996), klasifikasi tanaman selada adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus :Plantae :Spermatophyta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2010 pada 3 (tiga) lokasi di Kawasan Perairan Pulau Kampai, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit berasal dari benua Afrika. Delta Nigeria merupakan tempat dimana fosil tepung sari dari kala miosen yang bentuknya sangat mirip dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika dan termasuk famili Aracaceae (dahulu: Palmaceae). Tanaman kelapa sawit adalah tanaman monokotil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Okra (Abelmoschus esculentus L.) Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malvales Famili

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROFAUNA TANAH PADA LAHAN PERTANIAN ANORGANIK DAN ORGANIK DI KABUPATEN KARO SKRIPSI MUHAMMAD ZULFAN ARIS SILAEN

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROFAUNA TANAH PADA LAHAN PERTANIAN ANORGANIK DAN ORGANIK DI KABUPATEN KARO SKRIPSI MUHAMMAD ZULFAN ARIS SILAEN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROFAUNA TANAH PADA LAHAN PERTANIAN ANORGANIK DAN ORGANIK DI KABUPATEN KARO SKRIPSI MUHAMMAD ZULFAN ARIS SILAEN 090805058 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN BURUNG DI DESA TELAGAH TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA SKRIPSI SITI RAHMADANI

KEANEKARAGAMAN BURUNG DI DESA TELAGAH TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA SKRIPSI SITI RAHMADANI 1 KEANEKARAGAMAN BURUNG DI DESA TELAGAH TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA SKRIPSI SITI RAHMADANI 100805005 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakter Sludge Limbah Organik Saus. Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan sistem biakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakter Sludge Limbah Organik Saus. Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan sistem biakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Karakter Sludge Limbah Organik Saus Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan sistem biakan tersuspensi telah digunakan secara luas diseluruh dunia untuk pengolahan air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Syarat Tumbuh Tanaman Selada (Lactuca sativa L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Syarat Tumbuh Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Syarat Tumbuh Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) Tanaman selada (Lactuca sativa L.) merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili Compositae. Kedudukan tanaman selada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. 19 TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Bawang merah merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN POPULASI Brachionus plicatilis O. F. Muller DENGAN PENAMBAHAN VITAMIN C PADA MEDIA CAKAP SKRIPSI SRI JAYANTHI

LAJU PERTUMBUHAN POPULASI Brachionus plicatilis O. F. Muller DENGAN PENAMBAHAN VITAMIN C PADA MEDIA CAKAP SKRIPSI SRI JAYANTHI LAJU PERTUMBUHAN POPULASI Brachionus plicatilis O. F. Muller DENGAN PENAMBAHAN VITAMIN C PADA MEDIA CAKAP SKRIPSI SRI JAYANTHI 060805026 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Botani Tanaman Sawi Sendok. Tanaman sawi sendok termasuk family Brassicaceae, berasal dari daerah pantai Mediteranea yang telah dikembangkan di berbagai

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel ikan dilakukan dengan Metode Purpossive Random Sampling pada tiga stasiun penelitian. Di masing-masing stasiun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung Manis. Tanaman jagung manis diklasifikasikan ke dalam Kingdom Plantae (Tumbuhan),

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung Manis. Tanaman jagung manis diklasifikasikan ke dalam Kingdom Plantae (Tumbuhan), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis diklasifikasikan ke dalam Kingdom Plantae (Tumbuhan), Divisi Spermatophyta (Tumbuhan berbiji), Subdivisi Angiospermae

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman mentimun berasal dari kaki pegunungan Himalaya. Domestikasi dari tanaman liar ini berasal dari India utara dan mencapai Mediterania pada 600 SM. Tanaman ini dapat tumbuh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Semangka merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. Semangka merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Semangka Semangka merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili Cucurbitaceae sehingga masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan melon (Cucumis melo

Lebih terperinci

DI DELENG MACIK, TAMAN HUTAN RAYA BUKIT BARISAN KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA SKRIPSI

DI DELENG MACIK, TAMAN HUTAN RAYA BUKIT BARISAN KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA SKRIPSI 1 LAJU PRODUKTIVITAS dan DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Homalanthus populneus (Geiseler) Pax. dan Macaranga hypoleuca (Reichb.f. & Zoll.) DI DELENG MACIK, TAMAN HUTAN RAYA BUKIT BARISAN KABUPATEN KARO SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak mengandung senyawa organik dan bahan mineral yang cukup baik dari alam

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak mengandung senyawa organik dan bahan mineral yang cukup baik dari alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cacing tanah merupakan hewan tingkat rendah yang tidak memiliki tulang belakang (avertebrata) dan bertubuh lunak. Hewan ini paling sering dijumpai di tanah dan tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman pangan. Pengolahan tanah adalah tindakan mekanis untuk menciptakan lingkungan yang baik

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Definisi dan Manfaat Vertikultur Vertikultur diambil dari istilah verticulture dalam bahasa lnggris (vertical dan culture). Menurut Nitisapto (1993) vertikultur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays saccharata Sturt. Dalam Rukmana (2010), secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman yang berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman yang berasal 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Kacang Tanah Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika, khususnya dari daerah Brizilia (Amerika Selatan). Awalnya kacang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan 18 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kailan adalah salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam kelas dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan cabang-cabang akar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang hijau termasuk suku (famili) leguminoseae yang banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang hijau termasuk suku (famili) leguminoseae yang banyak 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Tanaman kacang hijau termasuk suku (famili) leguminoseae yang banyak varietasnya (Rukmana, 2005). Kedudukan tanaman kacang hijau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani Tanaman Pakchoi dan Syarat Tumbuh. Pakchoy adalah jenis tanaman sayuran yang mirip dengan tanaman sawi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani Tanaman Pakchoi dan Syarat Tumbuh. Pakchoy adalah jenis tanaman sayuran yang mirip dengan tanaman sawi. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Pakchoi dan Syarat Tumbuh Pakchoy adalah jenis tanaman sayuran yang mirip dengan tanaman sawi. Pakchoy dan sawi dapat ditanam di dataran rendah maupun di dataran

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bawang Merah Bawang Merah merupakan tanaman yang berumur pendek, berbentuk rumpun, tingginya dapat mencapai 15-40 cm, Bawang Merah memiliki jenis akar serabut, batang Bawang Merah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dephut, 1998): Kingdom : Plantae Divisio : Spematophyta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah 3 TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Hillel (1998) menyatakan bahwa tanah yang padat memiliki ruang pori yang rendah sehingga menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase. Menurut Maryamah (2010) pemadatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Umum Tanaman Cabai Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400

Lebih terperinci

KOMPOSISI KOMUNITAS CACING TANAH PADA LAHAN PERTANIAN ORGANIK DAN ANORGANIK

KOMPOSISI KOMUNITAS CACING TANAH PADA LAHAN PERTANIAN ORGANIK DAN ANORGANIK KOMPOSISI KOMUNITAS CACING TANAH PADA LAHAN PERTANIAN ORGANIK DAN ANORGANIK (Studi Kasus Kajian Cacing Tanah Untuk Meningkatkan Kesuburan Tanah di Desa Raya Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo) TESIS Oleh

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan 49 BAB VI PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang sapi dengan varietas kacang tanah tidak berpengaruh nyata terhadap semua variabel pertumbuhan, kompenen hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar

TINJAUAN PUSTAKA. yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Tanaman Jagung - Akar Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili Arecaceae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan penyediaan kayu jati mendorong Perum Perhutani untuk menerapkan silvikultur intensif guna memenuhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

I. LATAR BELAKANG MASALAH. Tanaman kelapa sawit mulai dibudayakan secara komersial pada tahun 1911.

I. LATAR BELAKANG MASALAH. Tanaman kelapa sawit mulai dibudayakan secara komersial pada tahun 1911. I. LATAR BELAKANG MASALAH Tanaman kelapa sawit mulai dibudayakan secara komersial pada tahun 1911. Klasifikasi tanaman kelapa sawit berdasarkan taksonominya yaitu tergolong Kelas: Angiospermae, Subkelas:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Afrika. Tanaman yang merupakan subkelas dari monokotil ini mempunyai habitus yang paling besar. Klasifikasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani tanaman karet Menurut Sianturi (2002), sistematika tanaman karet adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN POHON DAN POLE SERTA POTENSI KARBON TERSIMPAN DI KAWASAN HUTAN SEKUNDER 30 TAHUN DAN PERKEBUNAN KOPI TELAGAH, LANGKAT

KEANEKARAGAMAN POHON DAN POLE SERTA POTENSI KARBON TERSIMPAN DI KAWASAN HUTAN SEKUNDER 30 TAHUN DAN PERKEBUNAN KOPI TELAGAH, LANGKAT 1 KEANEKARAGAMAN POHON DAN POLE SERTA POTENSI KARBON TERSIMPAN DI KAWASAN HUTAN SEKUNDER 30 TAHUN DAN PERKEBUNAN KOPI TELAGAH, LANGKAT SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret- 20 Juli 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci