KOMPOSISI CACING TANAH PADA AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI JORONG LUBUK HIJAU KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN E-JURNAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KOMPOSISI CACING TANAH PADA AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI JORONG LUBUK HIJAU KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN E-JURNAL"

Transkripsi

1 KOMPOSISI CACING TANAH PADA AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI JORONG LUBUK HIJAU KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN E-JURNAL NURSAKINAH NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT 2015

2

3 KOMPOSISI CACING TANAH PADA AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI JORONG LUBUK HIJAU KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN Nursakinah, Ismed Wahidi, Abizar Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat ABSTRACT Earthworms play a role in increasing the productivity of agricultural land, including oil palm plantations. In the oil palm plant maintenance need for spraying with the use of herbicides and plant oil palm require much water and absorb water in significant amounts for its survival, resulting in the structure of the soil will dry and affect soil animals in it, including earthworms. This study aims to determine the composition of earthworms to the genus level in the area of oil palm plantations in the Green District of Jorong Lubuk Hijau Rao Utara Pasaman. This research was conducted in August 2015 by using descriptive survey method with direct collection of the earthworm in the study locations and sampling using the method of squares (1x1 m ) and earthworms in the sorting by hand. From the results, 3 families 4 genera of earthworms, the family Megascolidae with Pheretima and Peryonix genus, family Glossoscolecidae with Pontoscolex genus and family Moniligastridae with Drawida genus. Genus Pontoscolex has the highest population density for both stations. For the density value (K) 8 individual / plot, relative density (KR) 63,49 %, the frequency (F) 1, relative frequency (FR) 32,25 %, Pontoscolex has the highest value. While the value of density is (K) 0,2 individuals / plot, relative density (KR) 1,58%, the frequency (F) of 0,2, relative frequency (FR) of 6,45 %, the lowest found in the genus Drawida for both stations. The similarity index value of 100 %, and the value of diversity index is station I 0,9632 station II 1,1043. Key: earth-worm, plantation of coconut of sawit. PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satu mata pencaharian bagi masyarakat Indonesia, semakin banyak lahan yang dibuka penduduk, maka biasanya masyarakat menanam kelapa sawit. Kelapa sawit merupakan tanaman tropis yang memiliki nilai komoditas yang penting, perkebunan kelapa sawit komersial pertama di Indonesia mulai diusahakan pada tahun 1911 di Aceh dan Sumatera Utara (Naibaho, 1988, dalam Morario). Cacing tanah merupakan salah satu kelompok hewan invertebrata yang masuk dalam filum Annelida, kelas Chaetopoda, ordo Oligochaeta yang hidup dalam tanah, berukuran beberapa cm hingga panjangnya lebih kurang 2 m. Secara umum peranan cacing tanah sebagai penyubur tanah terutama kemampuannya dalam memperbaiki sifat-sifat tanah, seperti ketersediaan hara, dekomposisi bahan oraganik, pelapukan mineral dan lain-lain, sehingga mampu meningkatkan produktivitas tanah (Hanafiah, dkk. 2005). Berdasarkan pada peranannya dalam ekosistem, cacing tanah dapat dikelompokkan berdasarkan makrofauna tanah ke dalam 3 kelompok yaitu epigeik, anesik dan endogeik. Ketiga kelompok tersebut memiliki kontribusi yang bervariasi terhadap kesuburan tanah. Epigeik merupakan kelompok cacing tanah yang hidup dan makan dipermukaan tanah, berperan dalam penghancuran serasah dan pelepasan unsur hara tetapi tidak aktif dalam penyebaran serasah kedalam profil tanah. Cacing tanah yang termasuk dalam kelompok ini berukuran kecil. Anesik yaitu spesies cacing tanah yang memindahkan seresah dari permukaan tanah dan aktif memakan serta bergerak ke dalam tanah untuk berlindung dari serangan predator maupun kondisi iklim yang kurang menguntungkan. Kelompok ini terdiri atas cacing tanah berukuran lebih besar. Endogeik yaitu cacing tanah yang hidup dalam tanah, pemakan bahan-bahan organik dan akar tanaman yang mati serta liat (gephagous). Cacing tanah yang tergolong

4 tipe ini berkembang dan berinteraksi dengan mikroorganisme tanah untuk melepaskan enzim yang berguna dalam dekomposisi bahan organic berkualitas rendah (Handayanto dan Hairiah, 2007). Dari uraian tersebut jelas terlihat bahwa, cacing tanah berperan dalam meningkatkan produktifitas lahan pertanian, termasuk juga pada lahan perkebunan kelapa sawit. Dalam pemeliharaan tanaman kelapa sawit dilakukan penyemprotan dengan menggunakan bahan herbisida dan tanaman kelapa sawit banyak membutuhkan air untuk kelangsungan hidupnya, berkaitan dengan bertambahnya umur kelapa sawit, semakin tua umur kelapa sawit maka populasi cacing tanah cenderung rendah atau menurun, dan juga berpengaruh dengan faktor abiaotik tanah, sehingga mengakibatkan struktur tanah akan gersang dan akan mempengaruhi hewan tanah yang ada di dalamnya termasuk cacing tanah. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis telah melakukan penelitian tentang Komposisi Cacing Tanah Pada Areal Perkebunan Kelapa Sawit Di Jorong Lubuk Hijau Kecamatan Rao Utara Kabupaten Pasaman. BAHAN DAN METODE Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2015 pada Areal Perkebunan Kelapa Sawit Di Jorong Lubuk Hijau Kecamatan Rao Utara Kabupaten Pasaman. Identifikasi dilakukan di laboratorium Zoologi Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumbar. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survey deskriptif dengan koleksi langsung terhadap cacing tanah yang ada di lokasi penelitian. Penentuan stasiun berdasarkan metode purposive sampling berdasarkan kondisi lapangan. Pengambilan sampel cacing tanah dilakukan dengan pengkoleksian sampel dengan menggunakan Metode kuadrat (1x1m) dan disortir dengan menggunakan tangan. Pengambilan sampel pada masingmasing stasiun yaitu, dengan penempatan plot sebanyak 10 plot. Penempatan masingmasing lokasi sebagai berikut: 2 plot yang pertama ditempatkan pada daerah tanah yang memiliki rumput dan serasah yang sedikit, 2 plot yang kedua ditempatkan pada daerah tanah yang memiliki rumput yang berukuran sedang, 2 plot yang ketiga di tempatkan pada daerah rumput yang berukuran tinggi, 2 plot yang keempat di tempatkan di bawah tumpukan tandan kelapa sawit yang berada di tanah, dan 2 plot kelima di tempatkan di bawah pelepah sawit yang berada di tanah. Setiap plot dibuat kuadrat ukuran (1x1m) dengan kedalaman 20 cm dan diambil tanahnya dengan menggunakan cangkul/sekop, kemudian ditempatkan dalam lembaran plastik. Pengambilan sampel dilakukan pada pukul WIB sampai selesai. Selanjutnya cacing tanah yang ada pada tanah tersebut disortir. Cacing tanah yang didapatkan, dikumpulkan dan dibersihkan dengan air serta dihitung jumlahnya, kemudian dimasukkan kedalam botol sampel berisi formalin 4%, yang sudah diberi label sesuai stasiun. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang komposisi cacing tanah pada areal perkebunan kelapa sawit di Jorong Lubuk Hijau Kecamatan Rao Utara Kabupaten Pasaman didapatkan cacing tanah seperti yang terlihat pada Tabel 1. berikut ini.

5 Tabel 1. Komposisi cacing tanah pada areal perkebunan kelapa sawit di Jorong Lubuk Hijau Kecamatan Rao Utara Kabupaten Pasaman N o Genus Stasiun I Stasiun II K idv/ plot KR% F FR% Pi lnpi K inv/ plot KR% F FR% Pi lnpi 1 Pheretima 2,2 17,46 0,9 29,03-0,3047 2,8 29,47 0,7 26,92-0, Peryonik 2,2 17, ,25-0,2883 1,8 18,94 0,6 24-0, Pontocolex 8 63, ,25-0,3047 4,7 49, , Drawida 0,2 1,58 0,2 6,45-0,0655 0,2 2,11 0,2 8-0,0811 Jumlah 12,6 99,99 3,1 99,98-0,9632 9,5 99,99 2,5 98,92-1,1043 0,9632 1,1043 Keterangan: K = Kepadatan, KR = Kepadatan Relatif, F = Frekuensi, FR = Frekuensi Relatif, H = Indeks Diversitas. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa genus Pontoscolex memiliki kepadatan populasi tertinggi untuk kedua stasiun. Pada stasiun I dan II kepadatan populasi (KP) Pontoscolex yang tertinggi yaitu 8 individu/plot, dan Stasiun II 4,7 individu/plot. Begitu juga untuk nilai kepadatan relatif (KR), frekuensi kehadiran (FK), kemudian frekuensi relatife (FR), genus Pontoscolex memiliki nilai paling tinggi. Sedangkan nilai kepadatan populasi (KP), kepadatan relatif (KR), frekuensi kehadiran (FK), kemudian frekuensi relatife (FR) terendah terdapat pada genus Drawida. Pada Tabel 2 dapat dilihat hasil pengukuran faktor fisika-kimia pada kedua stasiun yang meliputi ph tanah, suhu tanah, kelembaban kadar air tanah dan kadar C organik tanah Tabel 2. Nilai faktor fisika-kimia tanah pada areal perkebunan kelapa sawit di Jorong Lubuk Hijau Kecamatan Rao Utara No Parameter Yang Diukur Stasiun I Stasiun II 1 Suhu tanah ph tanah 6,9-7,0 6,1-6,8 3 Kelembaban tanah 5% 4% 4 Kadar air 80% 70% 5 Kadar C organic 1,35% 1,5% Suhu tanah pada stasiun I berkisar (22 27 ), sedangkan suhu tanah pada stasiun II berkisar (22 28 ) lebih tinggi dibandingkan pada stasiun I. Selanjutnya ph tanah pada stasiun I berkisar 6,9 7,0, sedangkan pada stasiun II ph tanah berkisar 6,1 6,8. Kemudian pengukuran kelembaban tanah pada stasiun I berkisar 5%, sedangkan pada stasiun II kelembaban tanah berkisar 4%, dan selanjutnya pengukuran kadar air tanah pada stasiun I yaitu (80%) sedangkan pada stasiun II kadar air tanah yaitu (70%). Selanjutnya pada pengukuran kadar C organik tanah, pada stasiun I kadar C organik 1,35% dan pada satasiun II kadar C organik 1,5%. Dari Tabel 1 terlihat bahwa genus Pontoscolex merupakan jenis yang umum dijumpai serta dominan didua lokasi penelitian. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya nilai kepadatan genus tersebut pada masing-masing lokasi dibandingkan genus lainnya. Menurut John ( 2007 ) dalam Luthfiyah (2014), populasi cacing tanah sangat erat hubungannya dengan keadaan lingkungan dimana cacing tanah itu berada. Selanjutnya dijelaskan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap populasi cacing tanah adalah: kelembaban, suhu, ph tanah, serta vegetasi yang terdapat di sana. Dari hasil penelitian Tabel 1 terlihat bahwa genus yang memiliki kepadatan tertinggi pada kedua stasiun adalah genus

6 Pontoscolex dari famili Glossoscolecidae. Pada stasiun I genus Pontoscolex memiliki nilai kepadatan yang tertinggi yaitu 8 individu/plot, Selanjutnya kepadatan tertinggi pada stasiun II yaitu genus Pontoscolex 4,7 individu/plot. Genusini ditemukan hampir pada semua plot. Hal tersebut menunjukkan bahwa Pontoscolex memiliki toleransi yang luas terhadap kondisi lingkungan di kedua lokasi penelitian. Menurut John (1998) dalam Harry menyatakan bahwa genus Pontoscolex dapat ditemukan pada areal pertanian, misalnya serasah, semak belukar dan rumput. Karena cacing tanah genus Pontoscolex ini banyak di temukan pada kedalaman 0 10 cm dan cm dari permukaan tanah. Dari hasil penelitian bahwasanya cacing tanah genus Pontoscolex ini banyak ditemukan pada plot pertama yang ditempatkan pada daerah yang memiliki rumput dan serasah. Menurut Anas (1990) cacing tanah sangat sensitif terhadap keasaman tanah, dengan demikian tidak heran bahwa ph merupakan faktor pembatas dalam penyebaran cacing tanah. Karena ph tanah pada satasiun berkisar 6,7 7,0. Hal ini sesuai menurut Hanafiah, dkk. (2005), ph tanah sangat mempengaruhi populasi dan aktifitas cacing tanah sehingga menjadi faktor pembatas penyebarannya. Umumnya cacing tanah hidup dengan baik pada ph sekitar 7,0. Kepadatan terendah pada stasiun I adalah genus Drawida 0,2 individu/plot, Selanjutnya kepadatan terendah pada stasiun II sama dengan genus yang ditemukan pada stasiun I yaitu genus Drawida 0,2 individu/plot dari famili Moniligastridae. Genus Drawida ini ditemukan pada plot yang memiliki rumput berukuran tinggi. Dalam pemeliharaan tanaman dilakukannya Penyiangan gulma, maka dilakukan pemupukan dan penyemprotan dengan menggunakan bahan herbisida dalam penyemprotan, hal ini akan mempengaruhi kelangsungan hidup cacing tanah dan bisa menurunkan populasi cacing tanah, dan juga kelembaban tanah. Menurut Harry (2012) genus Drawida ini bertipe epigeik yang menyukai habitat dengan masukan bahan organik yang beragam. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan kondisi tanah pada perkebunan kelapa sawit mengalami perubahan, baik fisik maupun kimia yang disebababkan oleh aktivitas manusia. Pada stasiun I kelembaban tanah berkisar 5%. Pada stasiun II kelembaban tanahnya berkisar antara 4%. Haokip dan Singh (2012) dalam Harry menyatakan bahwa genus Drawida hidup di habitat dengan vegetasi beragam sebagai sumber serasah untuk makanannya dan jarang dijumpai di kawasan vegetasi yang homogen. Pada lahan perkebunan kelapa sawit di Jorong Lubuk Hijau Kecamatan Rao Utara Kabupaten Pasaman, dalam pemeliharaan tanaman dilakukannya penyiangan gulma dan pengendalian hama serta penyakit, dilakukan pemupukan dan penyemprotan dengan menggunakan bahan herbisida. Menurut Syakir (2010) penyemprotan dan pemupukan dilakukan 1 kali dalam 3 bulan tergantung pada kondisi lahan, jumlah pupuk, dan umur kondisi tanaman. Penyemprotan dan pemupukan pada tanah perlu dilakukan dengan frekuensi yang lebih banyak. Frekuensi pemupukan yang tinggi mungkin baik bagi tanaman, namun akan berpengaruh terhadap faktor fisika-kimia tanah, semakin tinggi dosis pemupukan dan penyemprotan akan berpengaruh terhadap kelembaban tanah. Nilai Indeks Similaritas pada kedua stasiun, yaitu stasiun I (kelapa sawit umur 5 tahun) dan stasiun II (kelapa sawit umur 8 tahun) adalah 100%. Menurut Suin (2002), bahwa dua komuditas dikatakan berbeda atau tidak berbeda adalah berdasarkan aturan 50%. Dua komuditas dikatakan berbeda nyata bila indeks kesamaannya <50% atau sebaliknya indeks kesamaannya >50% dikatakan relatif sama. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dinyatakan Indeks Similaritas antara stasiun I dan stasiun II relatif sama. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa indeks keanekaragaman cacing tanah terdapat pada stasiun I dengan indeks keanekaragamannya 0,9632, sedangakan indeks keanekaragaman pada stasiun II 1,1043 terlihat bahwa jumlah masing-masing individu berbeda pada stasiun I dan II. Indeks keanekaragaman Shanoon-Wienner (H ), diketahui bahwa nilai indeks keanekaragaman cacing tanah termasuk kedalam kategori tergolong kecil dan kestabilan komunitas rendah. Nilai Indeks Diversitas dapat dilihat pada lampiran 8. Menurut Endang, dkk. (2008)

7 kisaran total Indeks Keanekaragaman dapat diklasifikasikan sebagai berikut: H < 2,3026 : keanekaragaman kecil dan kestabilan komunitas rendah, 2,3026 <H > 6,9078 : keanekaragaman sedang dan kestabilan komunitas sedang, H > 6,9078 : keanekaragaman tinggi dan kestabilan komunitas rendah. KESIMPULAN DAN SARAN Genus Pontoscolex memiliki kepadatan populasi yang tertinggi untuk kedua stasiun. Begitu juga untuk nilai kepadatan relatif (KR), frekuensi (F), frekuensi relatif (FR), Pontoscolex memiliki nilai yang paling tinggi. Sedangkan nilai kepadatan populasi (KP), kepadatan relatif (KR), frekuensi (F), frekuensi relatif (FR) terendah terdapat pada genus Drawida untuk kedua stasiun. Nilai Indeks Similaritas 100%, dan nilai Indeks Diversitas stasiun I yaitu 0,9632 stasiun II 1,1043. Faktor fisika-kimia tanah di perkebunan kelapa sawit, suhu tanah berkisar 22 28, kelembapan tanah 4-5%, ph tanah 6,1-7,0 kadar air tanah 70-80% dan kadar C organik tanah 1,35%. DAFTAR PUSTAKA Endang, P, S. Falmi, Y, K. Nancy, W Keanekaraagaman Plankton Di Kawasan Perairan Teluk Bakau. i.lipi.go.id. Diakses 15 Juni Hanafiah, KA, A. Napoleon, N. Ghofar Biologi Tanah: Ekologidan Makrobiologi Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Handayanto, dan Hairiah Biologi tanah: Landasan Pengelolaan Lahan Sehat.Pustaka Adipura.Yogyakarta. Harry, Q. Tri, H, S. Ari,H.Y Keanekaragaman Cacing Tanah (Oligochaeta) pada Tiga Tipe Habitat Di Kecamatan Pontianak Kota. Protobiont Program Studi Biologi Fakultas MIPA Universitas Tanjung pura.vol 2 (2): Luthfiyah Keanekaragaman dan Kepadatan Cacing Tanah di Perkebunan teh PTPN XII Bantaran Blitar. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN). Malang. Jurnal Morario Komposisi Dan Distribusi Cacing Tanah Di Kawasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Moeis Dan Di Perkebunan Rakyat Desa Simodong Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara. Skripsi Sarjana Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Matematika dan llmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Medan. Syakir, M Budidaya Kelapa Sawit. Aska Media. Bogor. Suin, Metoda Ekologi. Bumi Aksara. Jakarta. Waluyo,D dan Simandjuntak Cacing Tanah Budidaya dan pemanfaatannya. Penebar Swadaya. Jakarta.

BAB III METODE PENELITIAN. secara langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. secara langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan sifat dan ciri yang bervariasi, dan di dalam tanah terjadi kompetisi antara

BAB I PENDAHULUAN. dengan sifat dan ciri yang bervariasi, dan di dalam tanah terjadi kompetisi antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan habitat yang komplek untuk organisme. Dibandingkan dengan media kultur murni di laboratorium, tanah sangat berbeda karena dua hal utama yaitu pada kondisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak ditemukan pada 0 sampai 10 cm (Kuhnelt et al, 1976). Kelompok hewan

I. PENDAHULUAN. banyak ditemukan pada 0 sampai 10 cm (Kuhnelt et al, 1976). Kelompok hewan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hewan tanah merupakan bagian dari tanah. Sebagian besar organisme tanah itu hidup pada lapisan tanah bagian atas, karena memang tanah bagian atas merupakan media yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. firman Allah dalam QS Al-Imran 190 yang berbunyi : Allah SWT kepada manusia yang telah diberi kenikmatan berupa akal dan pikiran

BAB I PENDAHULUAN. firman Allah dalam QS Al-Imran 190 yang berbunyi : Allah SWT kepada manusia yang telah diberi kenikmatan berupa akal dan pikiran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Allah menganjurkan kepada umat manusia yang telah diberi kelebihan akal untuk mengkaji segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. Sesuai dengan firman Allah dalam

Lebih terperinci

Populasi Cacing Tanah Megadrilli di Lahan PERKEBUNAN Kelapa Sawit dengan Strata Umur Tegakan yang Berbeda

Populasi Cacing Tanah Megadrilli di Lahan PERKEBUNAN Kelapa Sawit dengan Strata Umur Tegakan yang Berbeda Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Populasi Cacing Tanah Megadrilli di Lahan PERKEBUNAN Kelapa Sawit dengan Strata Umur Tegakan yang Berbeda Darmi 1, Deri Yardiansyah 2, Rizwar 3 ABSTRACT.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Cacing Tanah Cacing tanah yang ditemukan di perkebunan teh PTPN XII Bantaran Blitar adalah sebagai berikut: 1. Cacing tanah 1 A Gambar 4.1 Spesimen 1 Genus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Karo merupakan suatu daerah di Propinsi Sumatera Utara yang terletak di dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan dan merupakan daerah hulu sungai. Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda

BAB III METODE PENELITIAN. metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda tanah

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 pada beberapa lokasi di hilir Sungai Padang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2010 pada 3 (tiga) lokasi di Kawasan Perairan Pulau Kampai, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat,

Lebih terperinci

Struktur Komunitas Cacing Tanah (Kelas Oligochaeta) di Kawasan Hutan Desa Mega Timur Kecamatan Sungai Ambawang

Struktur Komunitas Cacing Tanah (Kelas Oligochaeta) di Kawasan Hutan Desa Mega Timur Kecamatan Sungai Ambawang Struktur Komunitas Cacing Tanah (Kelas Oligochaeta) di Kawasan Hutan Desa Mega Timur Kecamatan Sungai Ambawang Firmansyah 1, Tri Rima Setyawati 1, Ari Hepi Yanti 1 Program Studi Biologi, Fakultas MIPA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah (Marlinda, 2008). Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah (Marlinda, 2008). Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara agraris karena mempunyai kekayaan alam yang melimpah (Marlinda, 2008). Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor terpenting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat sebutan Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pengambilan sampel secara langsung dari lokasi pengamatan.

BAB III METODE PENELITIAN. pengambilan sampel secara langsung dari lokasi pengamatan. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dalam penelitian adalah indeks keanekaragaman (H ) dari Shannon, indeks

BAB III METODE PENELITIAN. dalam penelitian adalah indeks keanekaragaman (H ) dari Shannon, indeks BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI HERBISIDA TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH PADA PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot utilissima)

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI HERBISIDA TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH PADA PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot utilissima) J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 422 Jurnal Agrotek Tropika 3(3):422-426, 2015 Vol. 3, No. 3: 422 426, September 2015 PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI HERBISIDA TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA

Lebih terperinci

Keanekaragaman Cacing Tanah (Oligochaeta) pada Tiga Tipe Habitat di Kecamatan Pontianak Kota

Keanekaragaman Cacing Tanah (Oligochaeta) pada Tiga Tipe Habitat di Kecamatan Pontianak Kota Keanekaragaman Cacing Tanah (Oligochaeta) pada Tiga Tipe Habitat di Kecamatan Pontianak Kota Harry Qudratullah 1, Tri Rima Setyawati 1, Ari Hepi Yanti 1 Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas

Lebih terperinci

KOMPOSISI SERANGGA TANAH PADA KEBUN KARET DI NAGARI PADANG XI PUNGGASAN KECAMATAN LINGGO SARIBAGANTI KABUPATEN PESISIR SELATAN

KOMPOSISI SERANGGA TANAH PADA KEBUN KARET DI NAGARI PADANG XI PUNGGASAN KECAMATAN LINGGO SARIBAGANTI KABUPATEN PESISIR SELATAN KOMPOSISI SERANGGA TANAH PADA KEBUN KARET DI NAGARI PADANG XI PUNGGASAN KECAMATAN LINGGO SARIBAGANTI KABUPATEN PESISIR SELATAN Oleh : Fitri Elisa, Jasmi dan Abizar Program Studi Pendidikkan Biologi Sekolah

Lebih terperinci

KOMPOSISI KOMUNITAS CACING TANAH PADA LAHAN PERTANIAN ORGANIK DAN ANORGANIK

KOMPOSISI KOMUNITAS CACING TANAH PADA LAHAN PERTANIAN ORGANIK DAN ANORGANIK KOMPOSISI KOMUNITAS CACING TANAH PADA LAHAN PERTANIAN ORGANIK DAN ANORGANIK (Studi Kasus Kajian Cacing Tanah Untuk Meningkatkan Kesuburan Tanah di Desa Raya Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo) TESIS Oleh

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROFAUNA TANAH PADA LAHAN PERTANIAN ANORGANIK DAN ORGANIK DI KABUPATEN KARO SKRIPSI MUHAMMAD ZULFAN ARIS SILAEN

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROFAUNA TANAH PADA LAHAN PERTANIAN ANORGANIK DAN ORGANIK DI KABUPATEN KARO SKRIPSI MUHAMMAD ZULFAN ARIS SILAEN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROFAUNA TANAH PADA LAHAN PERTANIAN ANORGANIK DAN ORGANIK DI KABUPATEN KARO SKRIPSI MUHAMMAD ZULFAN ARIS SILAEN 090805058 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

SPESIES COLLEMBOLA PADA AREAL KEBUN KELAPA SAWIT DI DESA SALAREH AIA KECAMATAN PALEMBAYAN KABUPATEN AGAM JURNAL NOFTISA FATMA SARI NIM.

SPESIES COLLEMBOLA PADA AREAL KEBUN KELAPA SAWIT DI DESA SALAREH AIA KECAMATAN PALEMBAYAN KABUPATEN AGAM JURNAL NOFTISA FATMA SARI NIM. SPESIES COLLEMBOLA PADA AREAL KEBUN KELAPA SAWIT DI DESA SALAREH AIA KECAMATAN PALEMBAYAN KABUPATEN AGAM JURNAL NOFTISA FATMA SARI NIM. 12010190 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Cacing tanah yang ditemukan pada agroforestri berbasis kopi di Desa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Cacing tanah yang ditemukan pada agroforestri berbasis kopi di Desa BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Cacing Tanah Cacing tanah yang ditemukan pada agroforestri berbasis kopi di Desa Puncu Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri adalah sebagai berikut: 1. Spesimen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Pupuk merupakan bahan alami atau buatan yang ditambahkan ke tanah dan dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan menambah satu atau lebih hara esensial. Pupuk dibedakan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia (Rahmawaty,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian dengan cara bercocok tanam. Salah satu proses terpenting dalam bercocok tanam adalah

Lebih terperinci

Keanekaragaman dan Kepadatan Cacing Tanah di Perkebunan teh PTPN XII Bantaran Blitar

Keanekaragaman dan Kepadatan Cacing Tanah di Perkebunan teh PTPN XII Bantaran Blitar Keanekaragaman dan Kepadatan Cacing Tanah di Perkebunan teh PTPN XII Bantaran Blitar Hidayatul Luthfiyah (10620050) Mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN)

Lebih terperinci

LAMPIRAN B. Data Jumlah dan Jenis Cacing Tanah yang Didapatkan pada 3 Stasiun Penelitian

LAMPIRAN B. Data Jumlah dan Jenis Cacing Tanah yang Didapatkan pada 3 Stasiun Penelitian 69 LAMPIRAN B. Data Jumlah dan Jenis Cacing Tanah yang Didapatkan pada 3 Stasiun Penelitian A. Stasiun 1 NO GENUS ULANGAN 1 Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4 Plot 5 Plot 6 Plot 7 Plot 8 Plot 9 Plot 10 JML 1

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 51 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Menurut Sugiyono (2013), metode penelitian kuanitatif merupakan metode penelitian yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan sektor pertanian. Perkebunan juga berperan dalam membangun perekonomian nasional,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MAKROFAUNA TANAH DI ZONA PASIF TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR KLOTOK KOTA KEDIRI

IDENTIFIKASI MAKROFAUNA TANAH DI ZONA PASIF TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR KLOTOK KOTA KEDIRI 15-133 IDENTIFIKASI MAKROFAUNA TANAH DI ZONA PASIF TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR KLOTOK KOTA KEDIRI Identification of Land Macrofauna Place in the Final Disposal Zone Passive Klotok City Kediri Budhi Utami,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap

Lebih terperinci

ABSTRACT SITI ROMELAH. Intensive farming practices system by continuously applied agrochemicals,

ABSTRACT SITI ROMELAH. Intensive farming practices system by continuously applied agrochemicals, ABSTRACT SOIL QUALITY ANALYSIS AND ECONOMIC BENEFITS IN THE COW- PALM OIL INTEGRATED SYSTEM TO ACHIEVE SUSTAINABLE AGRICULTURE (CASE STUDY: KARYA MAKMUR VILLAGE, SUBDISTRICT PENAWAR AJI, TULANG BAWANG

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Tempat dan Waktu. Penelitian ini akan dilaksanakan di areal perkebunan kelapa sawit PT Salim

III. METODOLOGI. 3.1 Tempat dan Waktu. Penelitian ini akan dilaksanakan di areal perkebunan kelapa sawit PT Salim III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di areal perkebunan kelapa sawit PT Salim Ivomas Pratama di daerah Lubuk Raja, Sorek, Kab. Pelalawan selama dua bulan, dimulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi sekarang, pemanfaatan pestisida, herbisida dan pupuk kimia sangat umum digunakan dalam usaha

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi sekarang, pemanfaatan pestisida, herbisida dan pupuk kimia sangat umum digunakan dalam usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi sekarang, pemanfaatan pestisida, herbisida dan pupuk kimia sangat umum digunakan dalam usaha mempertahankan hasil pertanian di sawah khususnya. Dengan

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret- 20 Juli 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT DI GUNUNG LAWU. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT DI GUNUNG LAWU. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT DI GUNUNG LAWU Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Disusun oleh: Wahid Fareszi M0408037 JURUSAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu merupakan salah satu tanaman primadona di Lampung. Salah satu perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation (GMP). Pengolahan

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Mei 2011 pada 4 lokasi di Sungai Bah Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (peta lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel ikan adalah Purpossive Random Sampling dengan menentukan tiga stasiun pengamatan.

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA LAHAN TANAMAN PADI DENGAN SISTEM ROTASI DAN MONOKULTUR DI DESA BANYUDONO BOYOLALI. Skripsi

KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA LAHAN TANAMAN PADI DENGAN SISTEM ROTASI DAN MONOKULTUR DI DESA BANYUDONO BOYOLALI. Skripsi KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA LAHAN TANAMAN PADI DENGAN SISTEM ROTASI DAN MONOKULTUR DI DESA BANYUDONO BOYOLALI Skripsi Untuk memenuhi sebagian Persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Oleh:

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah (gugus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah (gugus 42 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah

Lebih terperinci

TULISAN PENDEK. Beberapa Catatan Tentang Aspek Ekologi Cacing Tanah Metaphire javanica (Kinberg, 1867) di Gunung Ciremai, Jawa Barat.

TULISAN PENDEK. Beberapa Catatan Tentang Aspek Ekologi Cacing Tanah Metaphire javanica (Kinberg, 1867) di Gunung Ciremai, Jawa Barat. Jurnal Biologi Indonesia 4(5):417-421 (2008) TULISAN PENDEK Beberapa Catatan Tentang Aspek Ekologi Cacing Tanah Metaphire javanica (Kinberg, 1867) di Gunung Ciremai, Jawa Barat Hari Nugroho Bidang Zoologi,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI STRATA SEEDLING PADA BERBAGAI TIPE EKOSISTEM DI KAWASAN PT. TANI SWADAYA PERDANA DESA TANJUNG PERANAP BENGKALIS, RIAU

ANALISIS VEGETASI STRATA SEEDLING PADA BERBAGAI TIPE EKOSISTEM DI KAWASAN PT. TANI SWADAYA PERDANA DESA TANJUNG PERANAP BENGKALIS, RIAU ANALISIS VEGETASI STRATA SEEDLING PADA BERBAGAI TIPE EKOSISTEM DI KAWASAN PT. TANI SWADAYA PERDANA DESA TANJUNG PERANAP BENGKALIS, RIAU Khairijon, Mayta NovaIiza Isda, Huryatul Islam. Jurusan Biologi FMIPA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai pendegradasi sampah organik, pakan ternak, bahan baku obat,

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai pendegradasi sampah organik, pakan ternak, bahan baku obat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cacing tanah merupakan hewan tingkat rendah yang tidak mempunyai tulang belakang. Cacing tanah mempunyai banyak manfaat, antara lain: dapat digunakan sebagai pendegradasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel yaitu dengan pengamatan secara langsung. Perameter yang diukur dalam penelitian adalah

Lebih terperinci

Monnes Hendri Batubara, Ainin Niswati, Sri Yusnaini & M.A. Syamsul Arif

Monnes Hendri Batubara, Ainin Niswati, Sri Yusnaini & M.A. Syamsul Arif J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 Batubara et al.: Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas 107 Vol. 1, No. 1: 107 112, Januari 2013 PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP

Lebih terperinci

ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH

ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH viii ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman serangga (insecta) dan tumbuhan yang digunakan sebagai habitat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman pangan. Pengolahan tanah adalah tindakan mekanis untuk menciptakan lingkungan yang baik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pengambilan data sampel menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau

BAB III METODE PENELITIAN. Pengambilan data sampel menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Pinus Hutan pinus (Pinus merkusii L.) merupakan hutan yang terdiri atas kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Kingdom Divisio Classis Ordo

Lebih terperinci

III. METODA PENELITIAN. Kabupaten Indragiri Hilir terletak pada posisi 102*52,28-103*18,9' BT dan

III. METODA PENELITIAN. Kabupaten Indragiri Hilir terletak pada posisi 102*52,28-103*18,9' BT dan III. METODA PENELITIAN.1. Gambaran lokasi penelitian Kabupaten Indragiri Hilir terletak pada posisi 102*52,28-10*18,9' BT dan 00*16"54,1'"0*716,96 LS. Luas wilayah kabupaten Indragiri Hilir 1.479,24 km^

Lebih terperinci

PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH AKIBAT PEMBERIAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT DENGAN METODE LAND APPLICATION

PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH AKIBAT PEMBERIAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT DENGAN METODE LAND APPLICATION Jurnal AGRIFOR Volume XIII Nomor 1, Maret 2014 ISSN : 1412 6885 PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH AKIBAT PEMBERIAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT DENGAN METODE LAND APPLICATION Zulkarnain 1 1 Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999). 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI DANAU PONDOK LAPAN KECAMATAN SALAPIAN KABUPATEN LANGKAT DESY ARISKA

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI DANAU PONDOK LAPAN KECAMATAN SALAPIAN KABUPATEN LANGKAT DESY ARISKA STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI DANAU PONDOK LAPAN KECAMATAN SALAPIAN KABUPATEN LANGKAT DESY ARISKA 110302054 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

KOMPOSISI KOMUNITAS MAKROFAUNA TANAH UNTUK MEMANTAU KUALITAS TANAH SECARA BIOLOGIS PADA AREAL PERKEBUNAN PTPN II SAMPALI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN

KOMPOSISI KOMUNITAS MAKROFAUNA TANAH UNTUK MEMANTAU KUALITAS TANAH SECARA BIOLOGIS PADA AREAL PERKEBUNAN PTPN II SAMPALI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KOMPOSISI KOMUNITAS MAKROFAUNA TANAH UNTUK MEMANTAU KUALITAS TANAH SECARA BIOLOGIS PADA AREAL PERKEBUNAN PTPN II SAMPALI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN SKRIPSI DESI ARIANI 040805040 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang batangnya mengandung zat gula sebagai bahan baku industri gula. Akhir-akhir ini

Lebih terperinci

Lampiran I. Data Jumlah dan Jenis Cacing Tanah yang Didapatkan pada Dua Lokasi Penelitian

Lampiran I. Data Jumlah dan Jenis Cacing Tanah yang Didapatkan pada Dua Lokasi Penelitian Lampiran I. Data Jumlah dan Jenis Cacing Tanah yang Didapatkan pada Dua Lokasi Penelitian PERKEBUNAN KOPI Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 64 PERKEBUNAN TUMPANG SARI (Kopi dan Cabai) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang tergolong

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang tergolong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang tergolong dalam kelompok rumput-rumputan (famili Poaceae). Tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah

Lebih terperinci

ANALISIS KESUBURAN TANAH PADA LAHAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT USIA 28 TAHUN DI PT. ASAM JAWA KECAMATAN TORGAMBA KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN

ANALISIS KESUBURAN TANAH PADA LAHAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT USIA 28 TAHUN DI PT. ASAM JAWA KECAMATAN TORGAMBA KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN SKRIPSI ANALISIS KESUBURAN TANAH PADA LAHAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT USIA 28 TAHUN DI PT. ASAM JAWA KECAMATAN TORGAMBA KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN Oleh: Rahmad Gagah Pribadi 11082100306 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

Keywords: Oryctes rhinoceros L., Oil palm plant, Population

Keywords: Oryctes rhinoceros L., Oil palm plant, Population KEPADATAN POPULASI KUMBANG TANDUK (Oryctes rhinoceros L.) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT DI PLASMA II OPHIR KANAGARIAN KOTO BARU KECAMATAN LUHAK NAN DUO KABUPATEN PASAMAN BARAT Rukayati 1, Ismed Wahidi 2, Abizar

Lebih terperinci

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Hasil análisis data penelitian dari masing-masing parameter adalah sebagai berikut: a. Hasil Analisis Kandungan Tabel 1. Tandan Kosong Kelapa Sawit *) Parameter

Lebih terperinci

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) DI KAWASAN KONSERVASI RUMAH PELANGI DUSUN GUNUNG BENUAH KECAMATAN SUNGAI AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA Diversity Study of Kantong Semar Plants (Nepenthes

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel ikan dilakukan dengan Metode Purpossive Random Sampling pada tiga stasiun penelitian. Di masing-masing stasiun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel langsung dari lokasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dunia dan akhirat sebagai wahyu ilahi, di dalam Alqur an banyak berisi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dunia dan akhirat sebagai wahyu ilahi, di dalam Alqur an banyak berisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alqur an merupakan petunjuk suci untuk umat islam dalam semua aspek kehidupan dunia dan akhirat sebagai wahyu ilahi, di dalam Alqur an banyak berisi tentang ayat-ayat

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTHOS DI BAGIAN HULU SUNGAI HORAS KECAMATAN HATONDUHAN KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA UTARA SKRIPSI

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTHOS DI BAGIAN HULU SUNGAI HORAS KECAMATAN HATONDUHAN KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA UTARA SKRIPSI 1 KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTHOS DI BAGIAN HULU SUNGAI HORAS KECAMATAN HATONDUHAN KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA UTARA SKRIPSI ZETTY NURMAYA GULTOM 120805003 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif - eksploratif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga.

BAB I PENDAHULUAN. satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, salah satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga. Siregar (2009), menyebutkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITAN

BAB III METODOLOGI PENELITAN 49 BAB III METODOLOGI PENELITAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu suatu penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi dan kejadian,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI

KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI RAISSHA AMANDA SIREGAR 090302049 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DIURNAL PADA TANAMAN PENUTUP TANAH

KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DIURNAL PADA TANAMAN PENUTUP TANAH KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DIURNAL PADA TANAMAN PENUTUP TANAH Mucuna bracteata DI PERTANAMAN KELAPA SAWIT DI AREAL PERKEBUNAN PT. TOLAN TIGA KERASAAN ESTATE KABUPATEN SIMALUNGUN SKRIPSI IIN N. SIDABUTAR

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kepadatan Populasi dan Biomassa Fauna Tanah Populasi fauna tanah pada lahan tebu transgenik PS IPB 1 menunjukkan kepadatan tertinggi pada lahan PS IPB 1-8 sebesar 4268 individu/m

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2016 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2016 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2016 ISBN: 978-602-18962-9-7 PENGARUH JENIS DAN DOSIS BAHAN ORGANIK PADA ENTOSIL TERHADAP TOTAL MIKROORGANISME TANAH DAN AKTIVITAS MIKROORGANISME (RESPIRASI) TANAH PADA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati nomor dua di dunia yang memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan berbagai kekayaan alam lainnnya yang tersebar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tanaman tebu merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Kelas : Monocotyledonae

Lebih terperinci

Evaluasi Kesuburan Tanah Untuk Replanting Kelapa Sawit di Afdeling I (satu) PTPN XIII Kabupaten Landak

Evaluasi Kesuburan Tanah Untuk Replanting Kelapa Sawit di Afdeling I (satu) PTPN XIII Kabupaten Landak 1 Evaluasi Kesuburan Tanah Untuk Replanting Kelapa Sawit di Afdeling I (satu) PTPN XIII Kabupaten Landak Adil Saut Parulian 1) Joni Gunawan 2) dan Feira Budiarsyah Arief 2) 1)Mahasiswa,2)Staf Pengajar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Batu merupakan sentra penghasil apel di Indonesia. Lahan apel di Kota Batu seluas 2.993,89 Ha terpusat di Kecamatan Bumiaji yang tersebar di desa Tulungrejo, Sumbergondo,

Lebih terperinci

KEBERADAAN CACING TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MENINGKATKAN KESUBURAN TANAH ULTISOL DAN PERTUMBUHAN JAGUNG

KEBERADAAN CACING TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MENINGKATKAN KESUBURAN TANAH ULTISOL DAN PERTUMBUHAN JAGUNG KEBERADAAN CACING TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MENINGKATKAN KESUBURAN TANAH ULTISOL DAN PERTUMBUHAN JAGUNG (Zea mays L.) SKRIPSI Oleh : AHMAD FAUZAN LUBIS 070303039

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA The Diversity Of Kantong Semar (Nepenthes spp) Protected Forest

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

CACING TANAH DARI BIOTOP HUTAN, BELUKAR, DAN KEBUN TEH DI KAWASAN GAMBUNG-JAWA BARAT

CACING TANAH DARI BIOTOP HUTAN, BELUKAR, DAN KEBUN TEH DI KAWASAN GAMBUNG-JAWA BARAT CACING TANAH DARI BIOTOP HUTAN, BELUKAR, DAN KEBUN TEH DI KAWASAN GAMBUNG-JAWA BARAT T 592. 64 NUR A B S T R A K Populasi-populasi cacing tanah dari biotop hutan, belukar dan kebun teh dari kawasan Balai

Lebih terperinci

Survey dan Pemetaan Status Hara-P di Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

Survey dan Pemetaan Status Hara-P di Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo Survey dan Pemetaan Status Hara-P di Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo Survey and mapping nutriens status of P at sub-district of Kabanjahe Regensi of Karo Rino Ginting S, Mukhlis*,Gantar Sitanggang Program

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - April 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

Preferensi Habitat Cacing Tanah (Oligochaeta) di Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah

Preferensi Habitat Cacing Tanah (Oligochaeta) di Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah ( Habitat Preference of Earthworms (Oligochaeta) in Banggai Districts of Central Sulawesi ) Dandi Wahyu Mulyawan 1*), Annawaty 2, Fahri 2 1 Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Tadulako 2 Laboratorium

Lebih terperinci

KAJIAN KONTAMINAN NITROGEN DAN FOSFOR DI SUB DAS SEI KALEMBA (DAS PADANG) AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PTP. NUSANTARA IV PABATU PADA MUSIM KEMARAU

KAJIAN KONTAMINAN NITROGEN DAN FOSFOR DI SUB DAS SEI KALEMBA (DAS PADANG) AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PTP. NUSANTARA IV PABATU PADA MUSIM KEMARAU KAJIAN KONTAMINAN NITROGEN DAN FOSFOR DI SUB DAS SEI KALEMBA (DAS PADANG) AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PTP. NUSANTARA IV PABATU PADA MUSIM KEMARAU SKRIPSI OLEH : KIKI FADLI 110308003/KETEKNIKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai bahan pangan utama (Purwono dan Hartono, 2011). Selain

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai bahan pangan utama (Purwono dan Hartono, 2011). Selain 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Sebagai salah satu sumber bahan pangan, jagung menjadi komoditas

Lebih terperinci

TIPOLOGI DESA BERDASARKAN MATA PENCAHARIAN PENDUDUK DI KECAMATAN V KOTO KABUPATEN MUKOMUKO JURNAL

TIPOLOGI DESA BERDASARKAN MATA PENCAHARIAN PENDUDUK DI KECAMATAN V KOTO KABUPATEN MUKOMUKO JURNAL 0 TIPOLOGI DESA BERDASARKAN MATA PENCAHARIAN PENDUDUK DI KECAMATAN V KOTO KABUPATEN MUKOMUKO JURNAL Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan SI (Strata I) SAKRI EFENDI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dampak penambangan yang paling serius dan luas adalah degradasi, kualitas

I. PENDAHULUAN. Dampak penambangan yang paling serius dan luas adalah degradasi, kualitas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kegiatan penambangan telah meningkatkan isu kerusakan lingkungan dan konsekuensi serius terhadap lingkungan lokal maupun global. Dampak penambangan yang paling

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan penting sebagai

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan penting sebagai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan penting sebagai penghasil gula.tanaman tebu mengandung gula dengan kadar mencapai 20%. Dari tanaman

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU (The Diversity of Bamboo (Bambusodae) In Riam Odong Waterfall Forest

Lebih terperinci

Menurut Syariffauzi (2009), pengembangan perkebunan kelapa sawit membawa dampak positif dan negatif Dampak positif yang ditimbulkan antara lain

Menurut Syariffauzi (2009), pengembangan perkebunan kelapa sawit membawa dampak positif dan negatif Dampak positif yang ditimbulkan antara lain n. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dystrudepts Jenis tanah Kebun percobaan Fakukas Pertanian Universitas Riau adalah Dystmdepts. Klasifikasi tanah tersebut termasuk kedalam ordo Inceptisol, subordo Udepts, great

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei. Penelitian survei yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei. Penelitian survei yaitu 41 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian survei. Penelitian survei yaitu menelusuri

Lebih terperinci