PENDAHULUAN. lahan dan populasi cacing tanah menurun. aplikasi cacing endogeik merupakan
|
|
- Hadian Darmadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan intensitas pengelolaan lahan menyebabkan produktivitas lahan dan populasi cacing tanah menurun. aplikasi cacing endogeik merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Aplikasi cacing endogeik pada suatu lahan memberikan dampak positif terhadap sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pontoscolex corethrurus merupakan salah satu cacing tanah endogeik yang tersebar luas dan memiliki toleransi yang luas terhadap kondisi lingkungan yang berbeda (Marichal et al. 2012). Aplikasi P.corethrurus terbukti mampu meningkatkan hara N (Tapia-Coral et al. 2006), serta mampu mempercepat degradasi BaP (Benzo-a-Pyrene) pada tanah (Castellanos et al. 2012). Sehingga sangat tepat jika dipilih sebagai spesies yang diaplikasikan pada lahan. Selama ini, cacing tanah yang digunakan untuk diaplikasikan pada suatu lahan di koleksi secara langsung dari lapangan, yang mana cukup memakan waktu dan biaya. Oleh karena itu kultur cacing tanah dapat menjadi cara praktis untuk memperoleh jumlah cacing yang banyak serta pasokan yang tetap. Dalam pengkulturan cacing P. corethrurus banyak faktor yang harus diperhitungkan seperti sumber makanan, kelembaban media, dan kerapatan populasi. Untuk sumber makanan P. corethrurus umumnya digunakan campuran tanah dan bahan organik, sehingga jenis bahan organik serta jenis tekstur tanah yang digunakan menjadi penting untuk diperhatikan. Kok et al. (2014) menggunakan kotoran sapi sebagai bahan organik, sedangkan Garcia and Fragoso (2003) menggunakan daun macadamia untuk dicampurkan pada media. Belum adanya informasi yang pasti baik dalam jenis bahan organik,
2 serta jenis tekstur tanah yang baik untuk digunakan dalam media, menjadi suatu masalah dalam melakukan kultur P. corethrurus. Berdasarkan permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian guna memperoleh jenis bahan organik, serta jenis tekstur tanah terbaik sebagai media kultur P. corethrurus. Tujuan Penelitian - Untuk mengetahui jenis tekstur tanah terbaik dalam mendukung perkembangan P.corethrurus. - Untuk mengetahui jenis bahan organik terbaik dalam mendukung perkembangan P.corethrurus. - Untuk mengetahui interaksi jenis tekstur tanah dan bahan organik terbaik dalam mendukung perkembangan P.corethrurus. Hipotesis Penelitian - Tekstur tanah dengan kandungan pasir yang lebih tinggi merupakan jenis tekstur terbaik untuk media budidaya P. corethrurus - Kotoran kambing merupakan jenis bahan organik terbaik untuk media budidaya P. corethrurus - Interaksi antara tekstur tanah dengan kandungan pasir yang lebih tinggi kotoran kambing merupakan media terbaik untuk budidaya P. corethrurus Kegunaan Penelitian Sebagai sumber informasi dalam melakukan kultur P.corethrurus, serta sebagai salah satu syarat untuk membuat tugas akhir skripsi di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian,.
3 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Cacing P. corethrurus P.corethrurus adalah spesies cacing yang bersifat eksotik, dengan pengertian mampu bertahan hidup akibat perubahan lingkungan yang disebabkan oleh aktifitas manusia. Pada area hutan hujan tropis, pengrusakan hutan merusak habitat dari spesies asli, khususnnya spesies epigeic yang hidup pada lapisan serasah, dan sejumlah spesies anecic yang hidup pada tanah tetapi memperoleh makanan dari serasah, gagal beradaptasi terhadap kondisi yang tercipta akibat konversi lahan. Sebaliknya P.corethrurus diuntungkan oleh situasi tersebut dan jumlah populasi yang terbentuk terlihat proporsional terhadap kondisi tersebut (Marichal et al. 2010). P.corethrurus merupakan jenis cacing tanah endogeik, kelebihannya yaitu mampu meningkatkan proses mineralisasi nitrogen. P.corethrurus adalah spesies umum yang digunakan dalam mengelola ekosistem dengan praktis antropogenik (Tapia-coral et al. 2006). Lavelle et al. (1987) menyarankan bahwa cacing ini juga dapat digunakan sebagai sumber protein, dikarenakan spesies cacing tersebut mampu mengubah bahan organik tanah berkualitas rendah menjadi jaringan baru dengan kandungan protein 60 70% dengan efisiensi yang besar. Adapun ciri dari P.corethrurus adalah memiliki panjang tubuh mm (dewasa). Jumlah segmen adalah , prostomium, dan pori dorsal tidak terlihat. Klitelum terdapat pada segmen ke 14, 15-22,dengan panjang 3,98 6,73 mm dan lebar 2,93 4,08mm, berbentuk pelana, dan terdapat setae. Longitudinal Tubercula pubertatis terletak pada segmen 18 hingga 21. Setae hadir dari segmen 1, secara bertahap menjadi tak berbentuk dan cenderung menjadi persegi sepanjang ujung posterior. Cacing yang hidup tidak memiliki pigmen,
4 berwarna coklat ke abu abuan disekitar klitelum, porsi kepala berwarna merah jambu, memiliki 3 pasang titik kuning cerah pada dorsum lateral di depan klitelum saat porsi kepala diperluas (Shen and Yeo, 2005). Stadia perkembangan dari cacing terdiri dari 5 tahapan, kokun, tetasan, juvenile, sub-dewasa (hanya ada tubercula pubertatis), dan dewasa (memiliki klitelum). Biasanya hanya klitelum dan sedikit stadia sub dewasa yang dapat ditentukan dengan pasti sampai tingkat spesies dengan menggunakan karakteristik morfologi cacing. Di sisi lain, stadia juvenile dapat lebih konsisten pada pertumbuhan dan aktivitas makan jika dibandingkan dengan individu dewasa yang memiliki perilaku yang lebih kompleks (Frund et al. 2009). Pontoscolex corethrurus (Oligochaeta, Glossoscolecidae) adalah cacing tanah eksotis yang tersebar secara luas (Brown et al., 2006; Gonzalez et al. 2006; Hendrix et al., 2006). Cacing endogeik ini berasal dari Amerika Selatan (Hendrix & Bohlen, 2002), dan kini telah menyebar luas ke Indonesia hingga ke pulau Sumatera. Darmawan et al. (2015) melaporkan bahwa kolonisasi P.corethrurus di kampung Bungku dapat juga dihubungkan dengan spesies tanaman di area tersebut seperti karet dan kelapa sawit. Sebagai tambahan P.corethrurus mempunyai toleransi yang lebih baik dibandingkan spesies asli. Kebanyakan cacing tanah memiliki toleransi yang sempit terhadap temperature, namun P.corethrurus dapat mentolerir suhu 13 hingga 29 O C. P.corethrurus dicirikan dengan memiliki konsumsi oksigen yang konstan dan toleran terhadap ketersediaan oksigen yang rendah
5 Pada media buatan dengan menggunakan tanah dari lahan tropis diketahui bahwa kisaran dari fase hidup P.corethrurus adalah ± 12 bulan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 12 dibawah ini. Tabel 1. Siklus hidup dari cacing P.corethrurus Fase Hidup Waktu Keterangan 1. Penetasan Kokun hari - 2. Juvenil 3. Sub Dewasa 4. Dewasa 5. Mati (Buch et al. 2011) minggu setelah menetas minggu setelah menetas >38 minggu setelah menetas 48 minggu setalah menetas Pada minggu ke 24 umumnya cacing telah mencapai bobot dan panjang maksimum Pada minggu ke 38 mulai tumbuh klitelum pada tubuh cacing Setelah minggu ke 38 setelah menetas, cacing mulai menghasilkan kokun - Hasil penelitian Amirat et al. (2014) menyatakan bahwa aplikasi P.corethrurus memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap total pori tanah. Rata-rata pertambahan pori makro berkisar antara cm/minggu. Masingmasing individu menyebabkan pertambahan pori makro berkisar antara cm/hari. P. corethrurus lebih banyak menghasilkan pori makro vertikal daripada pori makro horizontal. Adanya aplikasi P.corethrurus juga berpengaruh sangat nyata terhadap perkolasi dalam tanah. Aktivitas cacing tanah meningkatkan perkolasi dalam tanah (masing-masing 27 %, 4.5 %, dan 2.2 %) Penambahan P.corethrurus juga mampu mempercepat penghilangan senyawa BaP (Benzo-a-Pyrene) dari tanah dibandingkan dengan aplikasi
6 mikroorganisme saja. Cacing tersebut mampu meningkatkan kontak antara mikroba tanah dan BaP sehingga mempercepat degradasi BaP. P.corethrurus dapat hidup secara aktif pada tanah yang tercampur BaP, namun tidak satupun kokun yang terbentuk. Aplikasi bahan organik sebagai sumber makanan tidak meningkatkan degradasi BaP dari tanah. Peneliti menambahkan bahwa cacing endogeik P.corethrurus dapat digunakan dalam remediasi tanah terkontaminasi minyak bumi pada wilayah tropis, tanpa penambahan sumber makanan (Castellanos et al. 2012). Aplikasi spesies P.corethrurus baik juvenile atau dewasa menunjukkkan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan konsentrasi NH4 +, NO3 -, dan N mineral pada media dibandingkan dengan media tanpa aplikasi cacing. Konsentrasi nitrat selalu meningkat tajam pada penambahan P.corethrurus, namun sekalipun begitu terdapat perbedaan yang signifikan antara perlakuan aplikasi juvenile dan spesies dewasa (Tapia-Coral et al. 2006). Penelitian D Alexis et al. (2010) dalam bidang peternakan menunjukkan bahwa aplikasi P.corethrurus juga dapat menurunkan populasi secara nyata dua jenis nematode yang diuji. Penurunan ini diduga karena P.corethrurus pada saat mengkonsumsi kotoran sapi, larva nemotada juga ikut terkonsumsi. Penurunan sebanyak 34 % dinilai sebagai cara yang efektif untuk menurunkan organism parasit pada peternakan. Penurunan ini dinilai harus diuji secara in situ, tetapi penurunan sekitar 30% dinilai nyata dalam menurunkan kontaminasi pada peternakan. Teknik Kultur Cacing di Laboratorium Semua cacing tanah dipengaruhi oleh lingkungan dimana mereka ditemukan. Pada kultur di laboratorium, manipulasi banyak faktor dimungkinkan
7 untuk meningkatkan produksi dan tingkat ketahanan cacing tanah. Kondisi temperatur dan kelembaban tanah dapat dikatakan sebagai factor lingkungan yang paling penting dalam menentukan aktivitas dan distribusi cacing. Oleh karena itu penentuan kondisi optimal yang berhubungan dengan kedua faktor tersebut menjadi kunci dalam kultur cacing secara sukses (Lowe and Butt, 2005). Penggunaan cacing tanah di laboratorium biasanya dilakukan dalam skala kecil. Pemilihan wadah dan ukurannya harus ditentukan secara tepat. Sebelum melakukan percobaan menggunakan cacing tanah dalam laboratorium terdapat dua aspek utama yang harus diuji, yaitu organisme (cacing tanah) dan tanah sebagai media kultur. Pada aspek cacing tanah hal yang harus diperhatikan adalah : identitas taksonomi (spesies), klasifikasi ekologi (epigeik, endogeik, anecic), stadia perkembangan (kokun, tetasan, juvenile, sub-dewasa, dewasa), Biomassa (pada awal dan akhir percobaan), status fisiologi, asal (pengambilan langsung dari lapangan, laboratorium, atau melalui pembelian), sumber makanan bagi cacing, serta kerapatan populasi cacing. Pada aspek tanah sebagai media kultur hal yang harus diperhatikan adalah : jenis tanah dan penggunaan lahan, horizon tanah, tekstur, kapasitas menahan air, kelembaban tanah, ph, rasio karbon organik dan nitrogen, kerapatan lindak, kapasitas tukar kation (jika memungkinkan), perlakuan awal tanah sebelum percobaan, lama dan kondisi penyimpanan (Frund et al. 2010). Berikut adalah data umum yang digunakan dalam kultur cacing endogeik (Lowe and Butt, 2005) :
8 Tabel 2. Persyaratan umum dalam kultur cacing endogeik (spesies Allobophora chlorotica dan Aporrectodea caliginosa). Parameter Kultur Keterangan 1. Kedalaman Tanah > 30 cm 2. Jenis Tanah Lempung 3. ph 4, Jenis Makanan Tanah dan bahan organik 5. Penempatan makanan pada wadah Dicampurkan secara merata 6. Suhu o C 7. Rezim Cahaya Tidak diketahui 8. Pematangan Klitelum (hari) 84 pada 15 o C, dan 56 pada 20 o C 9. Produksi kokun 9,9 pada 10 o C, 17,8 pada 15 o C, dan 10. Inkubasi Kokun (hari) pada 20 o C 11. Viabilitas Kokun (%) pada suhu 20 o C 12. Kelembaban (%) Secara umum perhatian khusus harus diberikan untuk menjamin bahwa cacing tanah yang digunakan pada percobaan dalam kondisi sehat. Indikator dari cacing yang sehat adalah turgiditas, bentuk tubuh regular tanpa kehilangan atau luka pada bagian epidermis, serta mobilitas tinggi. Cacing yang sehat dicirikan dengan : 1) reaktif terhadap sentuhan, 2) Menjauh dari sumber cahaya, dan 3) akan berenang pada air. Jika cacing tanah diperoleh melalui senyawa kimia atau penggunaan aliran listrik, dampak dentrimental harus diperhatikan. Ekspos langsung cacing tanah terhadap sinar matahari dan temperature tinggi harus dihindari, dan senyawa kimia yang digunakan sebagai pemikat harus dicuci segera dengan air (Coja et al. 2008).
9 Kerapatan Populasi Percobaan skala laboratorium menunjukkan bahwa pertumbuhan cacing tanaha, massa cacing dewasa, dan fekunditas secara signifikan dipengaruhi oleh biomassa cacing dan kerapatan pada saat kultur. Peningkatan kerapatan memiliki dampak yang negative terhadap tingkat pertumbuhan dan massa rata rata cacing tanah. Pada L.terrestris perkembangan dari kemampuan reproduksi juga berkurang pada kerapatan yang lebih tinggi. Pada media 2 L, telah diketahui bahwa kisaran massa g/l (3 5 cacing dewasa) adalah kerapatan yang optimal bagi L.terrestris, sementara pada wadah yang lebih kecil (0,3 L) dengan makanan yang lebih, kerapatan optimum nya adalah g/l. Hal tersebut menjelaskan bahwa pengaruh kerapatan dapat dimodifikasi oleh factor lain seperti kualitas makanan (Lowe and Butt, 2005). Kerapatan populasi haruslah sejalan dengan kelimpahan cacing di lapangan. Dikarenakan cacing tanah sering secara heterogen terdistribusi pada system alam, rerata kerapatan di lapangan (individu / m 2 ) haruslah menjadi pedoman pada percobaan di laboratorium. Pada banyak percobaan, kerapatan populasi harus berada pada kisaran kelimpahan di lapangan. Pada percobaan pada pengaruh lingkungan terhadap cacing tanah, penggunaan kerapatan yang berbeda yang mewakili kerapatan di lapangan haruslah memiiki alasan yang kuat untuk menyimpulkan efek yang terjadi sesuai pada kondisi lapangan. Dalam menampilkan data, percobaan kerapatan populasi harus diubah dalam bentuk individu / meter persegi (Frund et al. 2010) Hasil penelitian Kok et al. (2014) yang menggunakan kerapatan 1, 4, 7, dan 10 dalam kultur P. corethrurus, melaporkan bahwa biomassa dan kematangan seksual secara nyata dipengaruhi oleh kerapatan populasi. Kerapatan optimal
10 untuk kultur cacing ini adalah 4 cacing per wadah (200 individu / m 2 ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa biomassa akhir dari cacing menurun sejalan dengan peningkatan kerapatan populasi. Peningkatan kerapatan populasi dapat menciptakan kompetisi intraspesifik terhadap sumber makanan dan ruang dan akhirnya menurunkan biomasa cacing. Oleh karena itu, cacing tanah tumbuh lebih lambat pada kerapatan populasi yang tinggi. P.corethrurus pada kerapatan populasi yang relative lebih rendah membutuhkan waktu yang lebih sedikit untuk mencapai kematangan seksual. Hasil penelitian Dominguez dan Edwards (1997) juga menyatakan bahwa kerapatan populasi memiliki pengaruh yang nyata terhadap biomassa cacing dan kematangan seksual. Individu cacing tumbuh lebih cepat pada kerapatan populasi terendah. Produksi total biomassa maksimum ada pada perlakuan kerapatan populasi tertinggi (16 cacing). Kematangan seksual cacing lebih cepat pada kerapatan populasi yang lebih tinggi, meskipun tidak semua klitelum berkembang setalah 48 hari. Pada kerapatan yang lebih rendah, semua cacing matang secara seksual, meskipun memerlukan waktu yang lebih lama. Pada kerapatan 4 cacing, semua cacing matang seksual pada hari ke 36 dan 40% cacing matang seksual pada hari ke 24. Sumber Makanan (Tanah Bahan Organik) Jenis cacing tanah epigeik dan anecic (detritivor, decomposer utama) memperoleh sumber makanannya dari permukaan tanah, namun makanan bagi cacing endogeik (geofage, decomposer sekunder) haruslah di campurkan pada tanah. Pencampuran sumber makanan ke dalam tanah diasosiasikan secara fisik dan hanya dapat dilakukan pada awal sebelum percobaan dilakukan. Dalam memonitor makanan secara visual mudah dilakukan terhadap makanan pada
11 permukaan tanah, namun sangatlah tidak mungkin untuk melakukan hal serupa pada makanan yang dicampur ke tanah. Oleh karena itu, pengontrolan terhadap sumber makanan dapat menjadi masalah besar pada percobaan laboratorium dalam waktu yang lama dengan menggunakan cacing tanah jenis endogeik (Frund et al. 2010). Pemilihan kotoran hewan sebagai sumber bahan makanan yang tepat untuk kultur cacing tanah telah sejak lama diperkenalkan. Hasilnya kotoran sapi, kambing, dan kuda telah digunakan secara luas dalam kultur cacing tanah. Beberapa peneliti menggunakan kotoran segar / semi terdekomposisi sebagai sumber makanan. Untuk mendapatkan sumber makanan yang konsisten dan dapat diandalkan, kotoran hewan membutuhkan beberapa perlakuan. Meskipun kotoran hewan dikenal sebagai makanan cacing tanah yang tepat, koleksi langsung dari lapangan dapat menjadi hal yang memakan waktu. Produksi cacing tanah skala besar secara intensif membutuhkan sumber makanan yang melimpah. Kotoran hewan tidaklah satu satunya sumber makanan yang digunakan dalam kultur cacing, limbah bahan organik lain dari bidang pertanian ataupun industry juga dapat dijadikan sebagai alternative. Meskipun berbagai sumber bahan organik memiliki kandungan N yang berbeda, namun bahan organik yang mengandung sumber N tinggi tidak selalu menjamin peningkatan pertumbuhan cacing (Lowe and Butt, 2005). Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 3 20 cm. Panjang tangkai anak daun antara 3 10 cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar Setiawan dan Andoko (2010). Chaudhuri et al (2003) menyatakan bahwa serasah daun karet mengandung N, 2.31%; P, 0.12 %; K, 0.83%; C,52.68%; dan C/N, Nath dan Chaudhuri (2014) menambahkan
12 bahwa penambahan serasah daun karet pada media kultur cacing mampu mempercepat kematangan seksual pada cacing. Karmegam dan Daniel (2009) melaporkan bahwa kotoran sapi mengandung N, 1.5 %; P, 0.9 %; K, 1.2 %; C/N kandungan N yang terkandung pada kotoran sapi tersebut dapat mendukung pertumbuhan cacing tanah. Kok et al.(2014) menggunakan perbandingan tanah kotoran sapi 9:1 dalam percobaannya, dengan media tersebut percobaan yang dilakukan selama 14 minggu dengan menggunakan P. corethrurus dapat berlangsung dengan baik, dan persentase cacing hidup tinggi. Nath dan Chaudhuri (2014) melakukan kultur P. corethrurus dengan menggunakan media tanah, kotoran sapi (15 : 1). Dan diketahui bahwa rasio tanah kotoran sapi (15 : 1) yang digunakan dalam percobaan ini mampu mendukung percobaan yang dilakukan selama 90 hari. Tekstur Tanah Tekstur tanah adalah perbandingan relative butir butir fraksi utama di dalam tanah. Penamaan tekstur tanah berdasarkan kelas tekstur secara mudah didasarkan pada perbandingan massa dari ketiga fraksi yakni fraksi pasir, debu, dan liat. Tanah dengan perbandingan pasir, debu, dan liat yang berbeda ditetapkan ke dalam kelas yang berbeda berdasarkan segitiga tekstur USDA. Umumnya tanah tanah pertanian yang paling baik mengandung persen liat 10 20%, bahan organik 5 10% dan perbandingan yang sama antara pasir dan debu (Lubis, 2015). Lowe and Butt (2005) menyarankan dalam melakukan kultur cacing endogeik (Spesies Allobophora chlorotica dan Aporrectodea caliginosa) bahwa tekstur yang baik digunakan adalah lempung atau liat. Namun hasil penelitian Marichal et al. (2012) menunjukkan bahwa persentase pertumbuhan P.
13 corethrurus tertinggi ada pada media dengan tanah bertekstur dominan pasir (pasir = 71%). Jenis dan tekstur tanah mempengaruhi kelembaban tanah ( potensial air tanah pf) pada media pertumbuhan yang menentukan pertumbuhan dan reproduksi cacing tanah (Lowe and Butt, 2005). Terdapat dua kemungkinan apabila P. corethrurus tidak ditemukan pada suatu lahan, yang pertama adalah tekstur tanah dan sifat kimia tidak mendukung untuk keberadaan cacing tersebut. Yang kedua adalah tekstur dan sifat kimia mendukung namun P. corethrurus tidak terintroduksi di lahan tersebut (Marichal et al. 2012). Kelembaban Media Pengaruh kelembaban tanah pada pertumbuhan dan reproduksi cacing tanah diatur oleh gaya dimana air tersedia ada pada tanah ( potensial air tanah pf) sering ditentukan oleh jenis tanah dan tekstur. Tetapi untuk kultur cacing tanah merupakan hal yang tidak praktis untuk mengukur potensial air, dan oleh karena itu peneliti sering menyatakan kandungan kelembaban tanah sebagai persentase dari massa tanah basah. Pada kondisi laboratorium, kehilangan kelembaban dari substrat kultur melalui evaporasi dapat menjadi suatu masalah. Untuk mengatasai masalah tersebut, kultur dapat diatur pada wadah tertutup dengan lubang udara kecil (< 1 mm) sebagai ventilasi. Pemberian air biasanya diaplikasikan pada permukaan tanah. Sebagai tambahan kelembaban tanah juga dapat secara nyata mempengaruhi perkembangan kokun. Tanah yang kering akan membuat kokun mengalami dehidrasi yang akhirnya akan menghambat perkembangan embrionik (Lowe and Butt, 2005). Kandungan air optimal yang digunakan untuk mikrobiologi tanah (60 70% dari WHC) tidak dapat digunakan untuk kultur cacing. Cacing tanah sangat
14 sensitif terhadap kelembaban tanah dan beberapa spesies lebih menyukai kandungan air mendekati kapasitas lapang (Wever et al. 2001; Perreault and Whalen, 2006),. Oleh karena itu pengaturan dan pengontrolan terhadap kandungan air merupakan bagian yang penting pada percobaan menggunakan cacing. Monitoring kehilangan air pada media dapat diketahui dengan menggunakan penimbangan, TDR-probes, FD-probes atau Tensiometer, yang merupakan alat yang juga sangat berguna untuk mengontrol karakteristik kelembaban tanah pada percobaan laboratorium (Frund et al. 2010). Hasil penelitian Hamel dan Whalen (2006) dengan menggunakan kelembaban tanah dan suhu tanah sebagai factor perlakuan menyatakan bahwa kelembaban tanah, suhu, dan interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan cacing. Semua cacing kehilangan beratnya saat ditempatkan pada tanah dengan potensial air -54 kpa. Pertumbuhan cacing tertinggi didapat pada perlakuan potensial air -5 dan -11 kpa. Perreault dan Whalen (2006) juga melaporkan bahwa kelembaban tanah mempengaruhi produksi kasting dan aktivitas penggalian. Produksi kascing lebih banyak ditemui saat A.caliginosa dan L. terrestris ditempatkan pada tanah dengan potensial air -5 kpa. Namun aktifitas penggalian ditemukan lebih panjang pada tanah dengan potensial air -11 kpa. Ortiz-ceballoz et al. (2005) juga melaporkan bahwa kelembaban tanah mempengaruhi pertumbuhan B. pearsei. Pertumbuhan B. pearsei ditemukan lebih cepat pada saat kelembaban tanah ditingkatkan. Pada kelembaban tanah 25, dan 33% tidak ditemukan satu cacingpun yang mati, tapi pada kelembaban 42 % ditemukan 1 ekor B. pearsei mati.
PERKEMBANGAN CACING Pontoscolex corethrurus PADA MEDIA KULTUR DENGAN BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK DAN TEKSTUR TANAH SKRIPSI OLEH :
PERKEMBANGAN CACING Pontoscolex corethrurus PADA MEDIA KULTUR DENGAN BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK DAN TEKSTUR TANAH SKRIPSI OLEH : ANDI 120301004 Ilmu Tanah PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cacing Tanah Cacing tanah merupakan organisme heterotrof, bersifat hermaprodit-biparental, termasuk kelompok filum Annelida, kelas Clitellata dan ordo Oligochaeta. Tubuh cacing
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.
Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan
Lebih terperincirv. HASIL DAN PEMBAHASAN
17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi
Lebih terperinciJurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No Vol.5.No.2, April 2017 (42):
Perkembangan Cacing Pontoscolex corethrurus Pada Media Kultur Dengan Berbagai Jenis Tekstur Tanah dan Bahan Organik Growth of Pontoscolex corethrurus on Culture Media With Various Soil Texture and Organic
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A.
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang memiliki prospek pengembangan cukup cerah, Indonesia memiliki luas areal
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis 2.1.1. Botani dan Klasifikasi Tanaman Gandum Tanaman gandum dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kelas : Monokotil Ordo : Graminales Famili : Graminae atau
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit
TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman
Lebih terperinciKUALITAS TANAH DAN KRITERIA UNTUK MENDUKUNG HIDUP DAN KEHIDUPAN KULTIVAN BUDIDAYA DAN MAKANANNYA
KUALITAS TANAH DAN KRITERIA UNTUK MENDUKUNG HIDUP DAN KEHIDUPAN KULTIVAN BUDIDAYA DAN MAKANANNYA Usaha pelestarian dan pembudidayaan Kultivan (ikan,udang,rajungan) dapat dilakukan untuk meningkatkan kelulushidupan
Lebih terperinciHASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis
IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami
8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Ultisol dan Permasalahan Kesuburannya Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami kesuburan tanah marginal tergolong rendah. Hal ini ditunjukan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika.
8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. Tanaman ini sudah lama dikenal manusia sebagai penghasil pangan, dibudidayakan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.
Suhu o C IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tahap 1. Pengomposan Awal Pengomposan awal bertujuan untuk melayukan tongkol jagung, ampas tebu dan sabut kelapa. Selain itu pengomposan awal bertujuan agar larva kumbang
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing
Lebih terperinciHASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi
31 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian yang telah dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman
Lebih terperinciPEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )
PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Pertumbuhan Biomassa Cacing Sutra Pola perkembangan biomassa cacing sutra relatif sama, yaitu biomassa cacing meningkat sejalan dengan masa pemeliharaan membentuk
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk
Lebih terperincidisinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan sektor pertanian. Perkebunan juga berperan dalam membangun perekonomian nasional,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting karena sebagai bahan baku produksi gula. Produksi gula harus selalu ditingkatkan seiring
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi tanah pada lahan pertanian saat sekarang ini untuk mencukupi kebutuhan akan haranya sudah banyak tergantung dengan bahan-bahan kimia, mulai dari pupuk hingga
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. C-organik Tanah Andosol Dusun Arca 4.1.1. Lahan Hutan Hasil pengukuran kadar C-organik tanah total, bebas, terikat liat, dan terikat seskuioksida pada tanah Andosol dari
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk
Lebih terperinciMenurut Syariffauzi (2009), pengembangan perkebunan kelapa sawit membawa dampak positif dan negatif Dampak positif yang ditimbulkan antara lain
n. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dystrudepts Jenis tanah Kebun percobaan Fakukas Pertanian Universitas Riau adalah Dystmdepts. Klasifikasi tanah tersebut termasuk kedalam ordo Inceptisol, subordo Udepts, great
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan tanaman perdu dan berakar tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. Tomat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang
17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan
TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang
TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau
Lebih terperinciII. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH
5 II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH 2.1. Karakteristik tanah tropika basah Indonesia merupakan salah satu negara megabiodiversitas di kawasan tropika basah, tetapi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Permasalahan Tanah Ultisol dan Upaya Mengatasinya
9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permasalahan Tanah Ultisol dan Upaya Mengatasinya Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran yang cukup luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar
Lebih terperinciFaktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018
Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas Keadaan yang mendekati atau melampaui batas toleransi. Kondisi batas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Kedelai Berdasarkan klasifikasi tanaman kedelai kedudukan tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono, 2007):
Lebih terperinciPENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum
Lebih terperincigeografi Kelas X PEDOSFER I KTSP & K-13 A. PROSES PEMBENTUKAN TANAH
KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami proses dan faktor pembentukan tanah. 2. Memahami profil,
Lebih terperinciPENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI HERBISIDA TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH PADA PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot utilissima)
J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 422 Jurnal Agrotek Tropika 3(3):422-426, 2015 Vol. 3, No. 3: 422 426, September 2015 PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI HERBISIDA TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Di Indonesia produksi nanas setiap tahun mengalami peningkatan seiring
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan salah satu komoditas ekspor dari sektor perkebunan hortikutura. Di Indonesia produksi nanas setiap tahun mengalami peningkatan seiring peningkatan
Lebih terperinci2.2. Struktur Komunitas
5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang
Lebih terperinciKompos Cacing Tanah (CASTING)
Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak.
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Okra (Abelmoschus esculentus L.) Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malvales Famili
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Cacing Tanah Cacing tanah yang ditemukan di perkebunan teh PTPN XII Bantaran Blitar adalah sebagai berikut: 1. Cacing tanah 1 A Gambar 4.1 Spesimen 1 Genus
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang
17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor
II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi lingkungan tumbuh yang digunakan pada tahap aklimatisasi ini, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan planlet Nepenthes. Tjondronegoro dan Harran (1984) dalam
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan
Lebih terperinciTANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd
TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,
Lebih terperinciIV. ORGANISME TANAH UNTUK PENGENDALIAN BAHAN ORGANIK TANAH
20 IV. ORGANISME TANAH UNTUK PENGENDALIAN BAHAN ORGANIK TANAH Bahan organik mempunyai peranan penting sebagai bahan pemicu kesuburan tanah, baik secara langsung sebagai pemasok hara bagi organisme autotrof
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 sekitar ton dan tahun 2010 sekitar ton (BPS, 2011).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Jagung tidak hanya sebagai bahan pangan, namun dapat juga
Lebih terperinciBeberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :
SIFAT KIMIA TANAH Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : 1. Derajat Kemasaman Tanah (ph) Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai ph. Nilai ph menunjukkan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. yang biasa dilakukan oleh petani. Tujuan kegiatan pengolahan tanah yaitu selain
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pengolahan tanah merupakan salah satu bentuk kegiatan dalam persiapan lahan yang biasa dilakukan oleh petani. Tujuan kegiatan pengolahan tanah yaitu selain
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Botani Tanaman Sawi Sendok. Tanaman sawi sendok termasuk family Brassicaceae, berasal dari daerah pantai Mediteranea yang telah dikembangkan di berbagai
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat 11 profil tanah yang diamati dari lahan reklamasi berumur 0, 5, 9, 13 tahun dan lahan hutan. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lahan hutan, masingmasing hanya dibuat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata 1,4 ton/ha untuk perkebunan rakyat dan
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar dunia setelah Malaysia dengan luas areal perkebunan kelapa sawit mencapai 14.164.439 ha (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan
49 BAB VI PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang sapi dengan varietas kacang tanah tidak berpengaruh nyata terhadap semua variabel pertumbuhan, kompenen hasil
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ekstensifikasi pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ekstensifikasi pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi tanaman pangan. Usaha ekstensifikasi dilakukan dengan cara pembukaan lahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah
3 TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Hillel (1998) menyatakan bahwa tanah yang padat memiliki ruang pori yang rendah sehingga menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase. Menurut Maryamah (2010) pemadatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan bahan pangan terpenting di Indonesia mengingat makanan pokok penduduk Indonesia sebagian besar adalah beras. Sementara itu, areal pertanian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat
Lebih terperinciGambar 3. Grafik Biomassa cacing sutra oligochaeta selama percobaan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Selama masa pemeliharaan cacing sutra dilakukan pengamatan terhadap peningkatan bobot biomassa dan kualitas air pada wadah pemeliharaan serta tandon. 3.1.1. Biomassa
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Botani
3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman mentimun berasal dari kaki pegunungan Himalaya. Domestikasi dari tanaman liar ini berasal dari India utara dan mencapai Mediterania pada 600 SM. Tanaman ini dapat tumbuh
Lebih terperinciTANAH. Oleh : Dr. Sri Anggraeni, M,Si.
TANAH Oleh : Dr. Sri Anggraeni, M,Si. Tanah memberikan dukungan fisik bagi tumbuhan karena merupakan tempat terbenamnya/ mencengkeramnya akar sejumlah tumbuhan. Selain itu tanah merupakan sumber nutrien
Lebih terperinciIII. PERANAN ORGANISME TANAH FUNGSIONAL UNTUK KESUBURAN TANAH
12 III. PERANAN ORGANISME TANAH FUNGSIONAL UNTUK KESUBURAN TANAH dari stabilitas, struktur, hidrolik konduktivitas, dan aerasi, namun memiliki sifat kimia kurang baik yang dicerminkan oleh kekahatan hara,
Lebih terperinciTULISAN PENDEK. Beberapa Catatan Tentang Aspek Ekologi Cacing Tanah Metaphire javanica (Kinberg, 1867) di Gunung Ciremai, Jawa Barat.
Jurnal Biologi Indonesia 4(5):417-421 (2008) TULISAN PENDEK Beberapa Catatan Tentang Aspek Ekologi Cacing Tanah Metaphire javanica (Kinberg, 1867) di Gunung Ciremai, Jawa Barat Hari Nugroho Bidang Zoologi,
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kadar Air Tanah Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik pohon maupun tanaman semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang
Lebih terperinciSIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH
III. SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH Sifat morfologi tanah adalah sifat sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Sebagian dari sifat morfologi tanah merupakan sifat fisik dari tanah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays
PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays saccharata Sturt) merupakan tanaman pangan yang memiliki masa produksi yang relatif lebih cepat, bernilai ekonomis
Lebih terperinciPEMBUATAN PUPUK ORGANIK
PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMBUATAN PUPUK ORGANIK BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : PEMBUATAN PUPUK ORGANIK
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah bahan atau material berlebih yang dihasilkan dari suatu proses
7 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Ternak Limbah adalah bahan atau material berlebih yang dihasilkan dari suatu proses (Merkel, 1981). Dalam dunia peternakan limbah merupakan bahan yang disekresikan oleh
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di
TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Jahe Iklim Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian 200-600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata berkisar 2500-4000 mm/ tahun. Sebagai
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa
1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Bakteri Penitrifikasi Sumber isolat yang digunakan dalam penelitian ini berupa sampel tanah yang berada di sekitar kandang ternak dengan jenis ternak berupa sapi,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama
Lebih terperinci1.PENDAHULUAN. Salah satu pupuk organik yang dapat digunakan oleh petani
1.PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu dari program intensifikasi pertanian adalah pemupukan. Pupuk yang banyak digunakan oleh petani adalah pupuk kimia. Dalam memproduksi pupuk kimia dibutuhkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing sutra (Tubifex. sp) merupakan pakan alami yang rata-rata berukuran panjang 1-3 cm. Ukurannya yang kecil membuat pembudidaya memilih cacing sutra sebagai pakan ikan
Lebih terperinciModul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7.
Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Konsistensi Warna merupakan petunjuk untuk beberapa sifat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus dan Neraca Nitrogen (N) Menurut Hanafiah (2005 :275) menjelaskan bahwa siklus N dimulai dari fiksasi N 2 -atmosfir secara fisik/kimiawi yang meyuplai tanah bersama
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai Mei 2008. Bahan dan Alat
Lebih terperinci