TINJAUAN PUSTAKA Remaja dan Dewasa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Remaja dan Dewasa"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Remaja dan Dewasa Masa remaja adalah tahap terjadinya pertumbuhan yang sangat cepat dan transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa dan dari ketergantungan menuju kemandirian dalam hidup bermasyarakat. Periode kehidupan ini sering luput dari perhatian nutritionists, padahal pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini memiliki dampak penting pada kesehatan di masa dewasa. Remaja mengalami pertambahan berat badan 50% dari berat badan mereka saat dewasa, lebih dari 20% dari tinggi badan mereka saat dewasa, dan 50% dari rangka mereka saat dewasa (Mann & Stewart 2007). Ciri-ciri yang spesifik pada usia remaja adalah pertumbuhan yang cepat, perubahan emosional, dan perubahan sosial. Wahlquist (1997) menegaskan bahwa dibandingkan fase anak-anak, pada fase remaja seseorang mengalami perubahan pada karakteristik fisik, psikis, aturan sosial, dan tanggung jawab. Satu hal yang penting akibat perubahan tersebut adalah kontrol yang berlebihan terhadap pola konsumsi makanan dan minuman ke arah yang kurang baik. Remaja belum sepenuhnya matang, baik secara fisik, kognitif, dan psikososial. Dalam masa pencarian identitas ini remaja cepat sekali terpengaruh oleh lingkungan. Lebih jauh, kebiasaan makan dan minum pada remaja dipengaruhi oleh keluarga, teman, dan media (terutama iklan di televisi). Teman (akrab) sebaya berpengaruh besar pada remaja, dalam hal memilih jenis makanan. Ketidakpatuhan terhadap teman dikhawatirkan dapat menyebabkan dirinya terkucil dan akan merusak rasa percaya diri (Mann & Stewart 2007). Mann & Stewart (2007) mengatakan bahwa pada kenyataannya, remaja wanita sering sekali mengalami masalah gizi. Remaja pria memiliki perilaku makan dalam porsi besar untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein mereka. Pada masa ini terjadi pemilihan pola makan yang salah dan meningkatnya konsumsi energi yang tinggi yang berasal dari minuman berkalori. Remaja memiliki beberapa masalah gizi, diantaranya adalah kekurangan gizi, underweight, anorexia nervosa, membatasi asupan makanan, obesitas dan diabetes, defisiensi zat besi dan anemia, dan defisiensi lainnya (kalsium, vit D, iodium, vit A, asam folat, dan seng). Masa remaja adalah masa perubahan sikap dan perilaku dalam memilih makanan dan minuman, yang turut dipengaruhi teman sebaya dan lingkungan. Berbeda dengan balita, pada usia ini remaja mengontrol makan dan minum,

2 artinya remaja dapat melakukan sendiri pilihannya akan makanan dan minuman dan kemandirian dalam mengelola dan menggunakan uang jajan. Perilaku makan bagi sebagian besar remaja menjadi fashion atau ideologi. Kebiasaan makan remaja sering menyimpang dari perilaku makan yang dianjurkan orangtua mereka, diantaranya melewatkan sarapan pagi, sering mengkonsumsi soft drinks, minuman berkalori, dan jus buah dibandingkan air putih, sering mengkonsumsi cemilan, dan meningkatnya konsumsi fast foods. Remaja tidak setiap hari makan buah dan sayur, sementara kudapan asin dan manis (70%) dimakan beberapa kali (sepertiga dari mereka) setiap hari. Salah satu masalah serius adalah konsumsi makanan olahan, seperti yang ditayangkan dalam iklan televisi, secara berlebihan. Makanan ini terlalu banyak mengandung gula serta lemak. Kebiasaan makan yang diperoleh semasa remaja akan berdampak pada kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya, setelah dewasa dan berusia lanjut (Mann & Stewart 2007). Anak dan remaja berisiko mengalami kegemukan dan obes. Penelitian menunjukkan bahwa 6-15% anak usia sekolah dan 20-30% remaja mengalami overweight. Obesitas yang terjadi pada anak dapat menjadi faktor predisposisi obesitas pada usia selanjutnya. Studi menunjukkkan bahwa lebih dari 26% obes pada bayi dan anak masih akan menjadi obes 20 tahun yang akan datang (Mann & Stewart 2007). Hurlock (2004) menyatakan bahwa istilah dewasa (adult) berasal dari bahasa latin adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Secara psikologis orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhan fisiknya. Selain itu orang dewasa telah siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya. Masa dewasa dibagi menjadi tiga fase, yaitu masa dewasa dini, masa dewasa madya, dan masa dewasa lanjut. Masa dewasa dini dimulai pada umur 18 tahun hingga 40 tahun, saat terjadi perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif. Masa dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Masa dewasa madya dimulai pada umur 40 hingga 60 tahun, yakni saat menurunnya kemampuan fisik dan psikologis yang jelas nampak pada setiap orang. Masa dewasa madya, dilihat dari sudut posisi usia dan terjadinya perubahan fisik maupun psikologis, memiliki banyak kesamaan

3 dengan masa remaja. Secara fisik, pada masa remaja terjadi perubahan yang demikian pesat (menuju ke arah kesempurnaan/kemajuan) yang berpengaruh pada kondisi psikologisnya, sedangkan masa dewasa madya juga mengalami perubahan kondisi fisik, namun dalam pengertian terjadi penurunan/kemunduran, yang juga akan mempengaruhi kondisi psikologisnya. Kemudian masa dewasa lanjut dimulai pada umur 60 tahun keatas hingga kematian, saat kemampuan fisik dan psikologis cepat menurun (Hurlock 2004). Bleich et al (2009) menunjukkan bahwa pada tahun dua pertiga orang dewasa (63%) (muda dan madya) mengkonsumsi minuman berkalori. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa konsumsi minuman berkalori memiliki hubungan dengan epidemik kegemukan. Hal ini terlihat dari meningkatnya asupan energi yang berasal dari soft drink dan minuman dengan rasa buah sejak tahun 1977 sampai 2001 menjadi 135% yang diikuti dengan berlipat gandanya prevalensi kegemukan. Hellert dan Kersting (2004) menyebutkan bahwa minuman yang dikonsumsi dalam jumlah tertinggi oleh dewasa di Jerman meliputi jus, soft drinks, dan susu, sedangkan teh dan kopi dikonsumsi dalam jumlah sedikit. Status Gizi Status gizi seseorang dapat dinilai dengan berbagai cara. Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan salah satu indikator penilaian status gizi, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Status gizi dibedakan menjadi kurus, normal, dan gemuk (WHO 2007). Epidemik kegemukan mulai dibicarakan pada tahun 1980 dan mulai menjadi masalah kesehatan masyarakat pada tahun 1997 (James 2008). Klasifikasi terhadap status gizi didasarkan pada Indeks Massa Tubuh (IMT). Perhitungan ini dilakukan dengan cara membagi berat badan (kilogram) dengan hasil kuadrat tinggi badan (meter). Berikut merupakan kategori status gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang dikeluarkan oleh WHO (2007) Tabel 1 Kategori status gizi berdasarkan IMT Status gizi IMT (kg/m 2 ) Underweight <18.5 Normal Overweight 25.0 Pra-obes Obesitas 30.0 Obesitas kelas I Obesitas kelas II Obesitas kelas III 40.0

4 Kegemukan digambarkan sebagai keadaan dimana asupan energi melebihi pengeluaran sehingga energi yang berlebih disimpan dalam bentuk jaringan adiposa (energi yang disimpan = asupan energi yang berasal dari makanan atau minuman energi yang dikeluarkan). Pengeluaran energi dari dalam tubuh digunakan untuk laju metabolisme basal, aktivitas fisik, dan TEF (Thermal Energy Food) (Mann & Stewart 2007). Energi basal adalah energi yang digunakan untuk pemeliharaan dasar seluruh sel tubuh, seperti sintesis protein, metabolisme otak, keseimbangan ion, kontraksi jantung, sistem pencernaan, dan kerja otot. Jenis kelamin, umur, berat badan, kondisi fisik, iklim, dan status hormonal mempengaruhi laju metabolisme basal. Energi untuk aktivitas fisik adalah energi yang dibutuhkan untuk kerja otot dan sejumlah kecil energi yang digunakan untuk laju jantung dan pernapasan selama aktivitas. Energi yang dikeluarkan untuk aktivitas fisik tergantung pada ukuran tubuh, durasi aktivitas, dan jenis aktivitas. TEF (Thermal Energy Food) adalah produksi panas yang dihasilkan dari ingesti, digesti, dan absorpsi (Mann & Stewart 2007). Prevalensi kegemukan mulai meningkat sejak tahun yang lalu. Kegemukan menjadi masalah kesehatan utama pada remaja dan dewasa baik di negara yang sedang berkembang maupun negara maju (Hamaideh et al 2010). Alasan terjadinya kegemukan pada remaja belum ditemukan dengan jelas, tetapi terdapat beberapa faktor yang berpengaruh didalamnya, seperti genetik, lingkungan, dan perilaku. Faktor-faktor di atas termasuk riwayat keluarga, kebiasaan makan yang tidak sehat, meningkatnya konsumsi makanan dan minuman tinggi kalori, rendahnya aktivitas fisik, gaya hidup pasif, meningkatnya tingkat stres, tingkat pendidikan orangtua, waktu tidur, pendapatan keluarga, dan karakteristik lain seperti umur dan jenis kelamin (Hamaideh et al 2010). Wymelbeke et al (2004) dalam penelitian meta-analisisnya mengatakan bahwa diet, khususnya konsumsi minuman, dan aktivitas fisik mendapat perhatian khusus sebagai faktor yang berpengaruh terhadap kegemukan. Total asupan energi berjumlah lebih tinggi jika energi dikonsumsi dalam bentuk cairan dibandingkan dikonsumsi dalam bentuk padat. Berdasarkan Riskesdas (2010) prevalensi penduduk dewasa (usia diatas 18 tahun) mengalami kegemukan adalah 16.6% pada laki-laki dan 26.9% pada perempuan. Penelitian yang telah dilakukan oleh Yabanci et al (2010) di Turki menemukan bahwa prevalensi overweight pada pria dewasa adalah 41%,

5 sedangkan pada wanita dewasa 28.3%. Prevalensi obesitas pada pria dewasa adalah 8.3%, sedangkan pada wanita dewasa 10.9%. Kebiasaan makan dan asupan gizi memiliki pengaruh terhadap risiko kegemukan. Peningkatan konsumsi pangan yang memiliki kandungan energi, lemak, dan gula yang tinggi diduga merupakan alasan utama terjadinya kegemukan. Faktor Risiko Kegemukan Laju kegemukan meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Selain faktor genetik yang menyebabkan terjadinya kegemukan, faktor lingkungan dan gaya hidup juga menjadi determinan penting dalam menyebabkan timbulnya epidemik kegemukan. Review yang dilakukan oleh James (2008) menunjukkan bahwa dua penyebab utama kegemukan adalah pola makan yang salah dan kurangnya aktivitas fisik. Kegemukan merupakan refleksi dari ketidakseimbangan antara konsumsi energi dan pengeluaran energi. Penyebab kegemukan bersifat exogenous dan endogenous. Exogenous adalah konsumsi energi yang berlebihan dan endogenous yang berarti adanya gangguan metabolik di dalam tubuh. Misalnya, adanya tumor pada hipotalamus sehingga penderita mengalami hiperphagia atau nafsu makan berlebihan (Khomsan 2002). Asupan makanan tinggi energi yang berlebih (tinggi lemak atau gula bebas atau keduanya) meningkatkan risiko kelebihan akumulasi lemak. Akhir-akhir ini terdapat perhatian penting mengenai potensi asupan tinggi gula dalam minuman berkalori dan jus buah dalam kontribusinya terhadap peningkatan risiko kegemukan pada anak (Mann & Stewart 2007). Penurunan laju aktivitas fisik juga turut memainkan peranan penting dalam meningkatkan laju kegemukan. Asupan tinggi makanan padat energi yang biasanya memiliki sedikit kandungan mikronutrien merupakan faktor risiko terjadinya kegemukan. Makanan padat energi memiliki kandungan tinggi lemak dan gula serta lebih mudah dikonsumsi dibandingkan makanan lain. Tingginya asupan gula, minuman ringan yang ditambah gula, sirup dan jus buah juga menjadi faktor penyebab terjadinya kegemukan. Lingkungan menyediakan dukungan sosial bagi asupan makanan dan berkontribusi terhadap kelebihan asupan makanan. Berikut merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kenaikan berat badan dan kegemukan menurut WHO (2003)

6 Tabel 2 Tingkat bukti (level of evidence) faktor-faktor yang mempengaruhi kegemukan Tingkat bukti Penurunan risiko Peningkatan risiko Sangat kuat Aktivitas fisik yang teratur Asupan serat yang tinggi Gaya hidup sedentary (duduk terus menerus) Asupan tinggi makanan padat energi dan kurang mikronutrien Kuat Sedang Lingkungan rumah dan sekolah yang mendukung pemilihan makanan yang sehat bagi anak ASI Makanan ber-indeks glikemik rendah (kandungan protein dalam makanan) Pemasaran makanan padat energi dan fast food Asupan tinggi jus buah dan minuman ringan yang dimaniskan Kondisi sosial ekonomi yang buruk Porsi makan besar Gaya hidup mengkonsumsi makanan di luar rumah Pola makan yang salah Lemah Meningkatnya frekuensi makan Meningkatnya konsumsi alkohol Kegemukan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang bersifat kompleks. Menurut Wahlqvist (1997), konsumsi makanan dan pengeluaran energi dapat mempengaruhi kegemukan secara langsung, sedangkan umur, jenis kelamin, keturunan, stres, keadaan sosial-ekonomi, gaya hidup, iklim, dan obat-obatan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kegemukan secara tidak langsung. Faktor-faktor risiko kegemukan antara lain umur, jenis kelamin, pengeluaran minuman, besar keluarga, dan pengeluaran rumah tangga. Kejadian kegemukan meningkat pada usia dewasa, mencapai puncaknya pada usia 40 pertengahan dan awal 50 untuk pria serta akhir 50 dan awal 60 untuk wanita (Khomsan 2002). Jenis kelamin merupakan faktor internal yang menentukan kebutuhan gizi sehingga terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi. Perempuan lebih rentan mengalami peningkatan simpanan lemak (Gibson 1990). Janghorbani et al (2007) menyatakan bahwa tingginya prevalesi kegemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki karena adanya perbedaan tingkat aktivitas fisik dan asupan energi pada laki-laki dan perempuan. Penelitian lain menunjukkan bahwa perempuan cenderung mengkonsumsi sumber karbohidrat yang banyak pada masa pubertas, sedangkan laki-laki cenderung mengkonsumsi makanan kaya protein. Di daerah tertentu bisa saja laki-laki lebih banyak yang gemuk dibanding perempuan, hal ini disebabkan oleh kebiasaan santai dalam penggunaan waktu senggang pada laki-laki lebih besar dibandingkan dengan perempuan (WHO 2000; Proper et al 2006). Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan

7 sumberdaya yang sama. Besar keluarga berhubungan dengan jumlah makanan yang harus disediakan. Makin sedikit jumlah anggota keluarga, semakin mudah terpenuhi kebutuhan makan seluruh anggota keluarga. Sebaliknya, apabila jumlah anggota keluarga banyak dan pendapatan terbatas, maka makanan yang tersedia tidak mencukupi. Besar keluarga dan distribusinya diantara anggota keluarga mempengaruhi konsumsi zat gizi di dalam suatu keluarga. Pendapatan rumah tangga dan belanja pangan akan menurun sejalan dengan meningkatnya jumlah anggota keluarga (Prihartini 1996; Sanjur 1982). Pengeluaran rumah tangga yang salah satunya digunakan untuk pangan paralel dengan pendapatan rumah tangga. Pendapatan keluarga adalah jumlah semua hasil perolehan yang didapat oleh anggota keluarga dalam bentuk uang sebagai hasil pekerjaan yang dinyatakan dalam pendapatan per kapita. Pendapatan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain, seperti pendidikan, perumahan, kesehatan, dan lain-lain (Hardinsyah 1997). Semakin tinggi pendapatan akan semakin berisiko terhadap kejadian kegemukan (Erem et al 2004). Aktivitas Fisik Aktivitas fisik didefinisikan sebagai segala bentuk gerak tubuh yang disebabkan oleh pergerakan otot dan rangka yang membutuhkan energi. Aktivitas fisik dapat membantu memelihara keseimbangan energi dan mencegah terjadinya kegemukan. Aktivitas fisik merupakan bentuk multidimensional yang kompleks dari perilaku manusia yang meliputi perpindahan tubuh, mulai dari perasaan gelisah sampai lari maraton. Aktivitas fisik tidak memiliki sinonim dengan pengeluaran energi. Aktivitas fisik merupakan bentuk perilaku, sedangkan pengeluaran energi merupakan output dari perilaku tersebut (Gibney et al 2008). Tingkat aktivitas fisik yang rendah juga menjadi faktor penting dalam penambahan berat badan. Hal ini terjadi karena perubahan gaya hidup (tidak sempat berolahraga, memiliki pekerjaan yang dilakukan dengan duduk terus menerus, dan memiliki anak), penuaan, dan mengidap suatu penyakit. Urbanisasi, kemakmuran, dan modernisasi gaya hidup menimbulkan perubahan pada pola aktivitas fisik. Gaya hidup modern membuat berkurangnya aktivitas fisik sehari-hari (Mann & Stewart 2007). Aktivitas fisik merupakan salah satu bentuk penggunaan energi dalam tubuh. Oleh karena itu, berkurangnya aktivitas fisik akibat dari kehidupan yang

8 makin modern dengan kemajuan teknologi mutakhir akan menimbulkan kegemukan (Thomas 2003). Rissanen et al (2003) menyatakan bahwa rendahnya aktivitas fisik merupakan faktor paling dominan terhadap terjadinya kegemukan. Sebagai contoh, kegemukan tidak terjadi pada para atlet yang aktif, sedangkan para atlet yang berhenti melakukan latihan olahraga lebih sering mengalami kenaikan berat badan dan kegemukan. Hasil penelitian Ottevaere et al (2011) menunjukkan bahwa peningkatan prevalensi kegemukan merupakan hasil ketidakseimbangan antara asupan energi dan pengeluaran energi. Kegemukan dapat disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat, seperti diet yang tinggi lemak dan karbohidrat dan rendahnya tingkat aktivitas fisik yang dimiliki pada saat anak-anak sampai menjadi dewasa. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh HBSC (Health Behaviour in Schoolaged Children) study menyebutkan bahwa hanya 12 42% remaja berumur 13 tahun dan 8-37% remaja 15 tahun yang memiliki aktivitas sedang hingga berat sedikitnya 60 menit per hari. Sebanyak 25% remaja berumur tahun di Barat Daya dan Barat Laut Inggris melakukan 60 menit aktivitas sedang hingga berat per hari dan 23.7% dari seluruh remaja memiliki status gizi overweight atau obes. Remaja yang memiliki tingkat aktivitas sedang hingga berat yang rendah memiliki konsekuensi mengalami masalah kesehatan masyarakat, salah satunya kelebihan berat badan (Boyle et al 2010). Creber et al (2010) membuktikan bahwa pada penduduk Peru (bertempat tinggal di pedesaan, perkotaan, dan desa-kota) dengan tingkat aktivitas fisik rendah memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami overweight (41.7%) dan obesitas (24.8%) dibandingkan penduduk dengan tingkat aktivitas fisik sedang atau tinggi, yang masing-masing 35.4% dan 16.1%. Hal ini didukung pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Li (2010) bahwa gaya hidup berupa aktivitas fisik yang cukup dapat mengubah predisposisi genetik dari kegemukan. Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur berhubungan dengan penurunan predisposisi genetik dari kegemukan sebanyak 40%. Konsumsi Pangan dan Asupan Energi Asupan energi dari makanan Suhardjo (1989) menyatakan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi konsumsi makanan dan minuman, yaitu: (1) karakteristik individu, seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, pengetahuan gizi, dan

9 kesehatan; (2) karakteristik makanan atau minuman, seperti rasa, rupa, tekstur, harga, tipe makanan, bentuk dan kombinasi makanan dan minuman; (3) karakter lingkungan seperti musim, pekerjaan, mobilitas, dan tingkat sosial masyarakat. Konsumsi makanan dan minuman ini merupakan salah satu komponen dalam gaya hidup yang dimiliki seseorang. Gaya hidup adalah cara hidup seseorang atau masyarakat yang dapat diamati dari kegitan fisik, sosial, ekonomi dan penggunaan uang, waktu dan teknologi (Anonim 2011). Gaya hidup lebih menggambarkan perilaku seseorang, yaitu bagaimana ia hidup, menggunakan uangnya, dan memanfaatkan waktu yang dimilikinya. Gaya hidup seringkali digambarkan dengan kegiatan, minat, dan opini dari seseorang (Sumarwan 2002). Pendidikan dan pendapatan akan mempengaruhi proses keputusan dan pola konsumsi seseorang. Tingkat pendidikan seseorang akan mepengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara berpikir, cara pandang, bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi dan mempengaruhi pilihan produk maupun merek. Pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seorang konsumen dari pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah. Pendapatan adalah sumberdaya material yang sangat penting bagi konsumen karena dengan pendapatan itulah konsumen dapat membiayai kegiatan konsumsinya (Sumarwan 2002). Khomsan dan Sulaeman (1996) menyatakan makanan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia yang terpenting dalam peningkatan kualitas fisik, mental, dan kecerdasan. Disamping untuk menghilangkan rasa lapar, fungsi utama dari makanan adalah sebagai sumber kehidupan, yaitu sebagai sumber zat gizi untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, air, dan sebagainya. Asupan energi dari minuman berkalori Gula intrinsik merupakan istilah yang diberikan untuk menyatakan gula yang bersatu dengan dinding sel tanaman yang secara alami berikatan dengan zat gizi penting lainnya, sedangkan gula ekstrinsik merupakan gula yang ditambahkan ke dalam makanan. The FAO/WHO Expert Consultation on diet, nutrition, and the prevention of chronic diseases mengatakan bahwa penggunaan terminologi gula bebas digunakan untuk semua monosakarida dan disakarida

10 yang ditambahkan ke dalam makanan melalui proses produksi, pengolahan pasca produksi, dan konsumsi serta gula yang secara alami terdapat dalam madu, sirup, dan jus buah. Konsumsi gula disarankan berkontribusi kurang dari 10% dari total energi (Mann & Stewart 2007). Selama beberapa periode, total asupan gula bebas meningkat dengan tajam. Peningkatan ini disebabkan oleh penggunaan pemanis buatan yang berasal dari jagung (fructose corn syrup) yang diproduksi dengan cara pemotongan pati jagung secara enzimatis. Pemanis jagung memiliki kesamaan rasa dengan sukrosa tetapi harganya lebih murah dibandingkan sukrosa. Pemanis buatan jagung digunakan dalam produksi beberapa jenis makanan, seperti soft drink, bahan makanan yang dikalengkan, jelly, selai, dan salad untuk makanan penutup (Pennington & Baker 1990). Glukosa adalah sumber energi yang penting untuk otak, sel darah merah, dan medula ginjal yang kebutuhan hariannya sekitar 180 g/hari. Sekitar 130 g/hari dapat diproduksi tubuh dari sumber non-karbohidrat melalui proses glukoneogenesis dan 50 g/hari diperoleh dari asupan makanan atau minuman. The WHO/FAO Expert Consultation on diet, nutrition, and the prevention of chronic diseases (2003) mengatakan bahwa karbohidrat memiliki nilai energi sebesar 4 kkal/g (17 KJ/g) dan ketika karbohidrat dipecah sebagai monosakarida memiliki nilai energi 3.75 kkal/g (15.7 KJ/g). The FAO/WHO Expert Consultation menyatakan bahwa nilai energi karbohidrat yang mencapai kolon menjadi 2 Kkkal/g (8 KJ/g) (Mann & Stewart 2007). Asupan gula bebas pada orang amerika menyumbang sekitar 20% ratarata asupan kalori. Kelompok usia tertentu seperti remaja memiliki konsumsi minuman berkalori yang tinggi. Salah satu alasan konsumsi gula yang tinggi adalah rasa yang manis. Manusia memiliki preferensi yang tinggi terhadap substansi yang memiliki rasa manis. Hal ini terlihat dari peninggalan sejarah berupa gambar-gambar di gua yang menceritakan mengenai kesukaan manusia purba kala terhadap madu, buah ara, dan kurma (Mann & Stewart 2007). Terdapat bukti yang menyatakan bahwa rasa manis disukai manusia sejak lahir, bukan sebagai hasil pembelajaran. Penelitian terhadap respon rasa pada bayi yang baru lahir menunjukkan bahwa rasa manis lebih diterima dibanding rasa yang lain. Terdapat pula bukti yang menyatakan bahwa makanan yang memiliki rasa manis akan semakin tidak diterima dengan bertambahnya umur (Mann & Stewart 2007).

11 Bleich et al (2009) membagi minuman berkalori ke dalam 6 jenis, yaitu: minuman bergula, jus, minuman diet, susu (termasuk yang memiliki rasa), kopi atau teh, dan alkohol. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bleich et al (2009) menunjukkan bahwa minuman bergula merupakan sumber kalori minuman tertinggi dibandingkan minuman lainnya. Hellert dan Kersting (2004) menyebutkan bahwa minuman yang dikonsumsi dalam jumlah tertinggi dalam DONALD Study yang berlokasi di Jerman meliputi jus, soft drinks, dan susu, sedangkan teh dan kopi dikonsumsi dalam jumlah sedikit. CODEX mengklasifikasikan jenis minuman kemasan yang digunakan secara global berdasarkan dua kategori. Kategori yang pertama adalah susu dan produk turunannya, sedangkan kategori kedua adalah minuman tanpa alkohol dan minuman beralkohol. Kelompok susu dan turunannya meliputi susu segar, susu bubuk, susu kental manis, dan susu fermentasi. Kelompok minuman tanpa alkohol meliputi air mineral, jus, nektar, minuman berasa, dan minuman lainnya. Berikut tabel klasifikasi dan jenis minuman berdasarkan CODEX (FAO & WHO 2010) Tabel 3 Klasifikasi dan jenis minuman berdasarkan CODEX Kategori Sub kategori Jenis produk 1) Susu cair 2) Susu bubuk 3) Susu kental manis 4) Susu fermentasi 1. Susu Minuman dari semua susu binatang (sapi, kambing, kuda, kerbau, dll) dan produk minuman yang diolah dari susu 2. Minuman bukan susu 1) Minuman nonalkohol 2) Minuman beralkohol Susu cair, susu bubuk, susu rekonstitusi (dicairkan kembali dari bubuk), susu kental manis, yoghurt, dan es krim Air minum : a. Air mineral alami b. Air soda Jus buah dan sayur : a. Jus buah b. Jus sayur c. Konsentrat jus buah d. Konsentrat jus sayur Nektar buah dan sayur : a. Nektar buah b. Nektar sayur c. Konsentrat nektar buah d. Konsentrat nektar sayur Minuman berasa, termasuk minuman olahraga, minuman berenergi, elektrolit, dan khusus. Minuman lain, meliputi kopi, teh, herbal dan lainnya.

12 Air mineral adalah air yang diperoleh langsung dan dikemas dari sumbernya, yang dicirikan oleh keberadaan kandungan mineral atau zat lain yang tersedia secara alami dalam batas yang diperkenankan. Air soda adalah air minum yang sengaja dikarbonasi, dapat juga ditambahkan perasa dan/atau pewarna. Jus buah/sayur adalah cairan dari buah atau sayur tidak termasuk daging buah atau komponen sayur selain cairannya yang bukan difermentasi. Terdapat pula jus yang lebih kental (konsentrat) yang airnya diminimalkan baik dari jus buah ataupun dari jus sayur. Nektar buah/sayur adalah ekstrak dari buah atau sayur, dapat berupa konsentrat yang perlu dilarutkan sebelum dikonsumsi, atau berupa ekstrak yang telah diencerkan dengan air sehingga siap dikonsumsi. Nektar lebih banyak mengandung zat fitokimia dibanding jus. Minuman berasa meliputi minuman berkarbonasi, tidak berkarbonasi, atau konsentrat yang dilarutkan dalam air. Dalam kategori ini juga termasuk minuman berenergi, minuman isotonik, dan minuman olahraga. Minuman lainnya meliputi kopi, teh dan herbal. Sukrosa dan pemanis lain masuk ke dalam tubuh melalui diet dengan berbagai cara, seperti gula yang ditambahkan ke dalam kopi atau teh, gula yang terdapat dalam permen, kue, dan biskuit. Bahkan, makanan atau minuman yang memiliki sedikit kandungan gula juga ikut berkontribusi dalam asupan gula seseorang. Sejak tahun 2003 gula menjadi sumber energi kedua dari karbohidrat setelah pati. Pati menyumbang 20-50% dari total energi, sedangkan gula 9-27% dari total energi (Mann & Stewart 2007). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hu dan Malik (2010) menunjukkan bahwa asupan energi dari minuman bergula dan jus pada dewasa mengalami peningkatan sejak tahun 1965 hingga tahun 2002 dan menurun hingga tahun Asupan energi dari susu menurun dari tahun 1965 hingga 1989 dan meningkat hingga tahun Rata-rata asupan energi/orang/hari yang berasal dari minuman bergula, jus, dan susu dewasa pada tahun 2006 adalah 200 kkal, 30 kkal, dan 80 kkal. Barquera et al (2008) menemukan bahwa kelompok usia tahun Meksiko memiliki asupan energi dari minuman berkalori yang lebih tinggi, yaitu 338 kkal, dibandingkan kelompok usia yang lain. Sebanyak 117 kkal diantaranya diperoleh dari energi teh dan kopi yang dikonsumsi. Susu, minuman bergula berkarbonasi/tidak berkarbonasi, jus buah dengan penambahan gula, dan alkohol merupakan 4 minuman yang sering diminum oleh remaja dan dewasa Meksiko.

13 Keputusan Ka.Badan POM (Pemeriksa Obat dan Makanan) No. HK Tanggal 9 0ktober 2006 tentang Kategori Pangan menetapkan kategori minuman sebagai berikut : Tabel 4 Kategori minuman menurut BPOM No Kategori Sub kategori Jenis 1 Minuman produk susu 1. Susu dan minuman berbasis susu 2 Minuman tidak termasuk produk susu 2. Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim renin (plain) 3. Susu kental dan analognya (plain) 4. Krim (plain) dan sejenisnya 5. Susu bubuk dan krim bubuk dan bubuk analog (plain) 6. Keju dan keju analog 7. Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu 8. Whey dan produk whey 1. Minuman ringan tidak beralkohol 2. Minuman beralkohol 1. Susu dan buttermilk (plain) - Susu segar - Susu pasteurisasi - Susu UHT (Ultra High Temperature) - Susu steril - Susu tanpa lemak atau susu skim - Susu rendah lemak - Susu rekonstitusi - Susu rekombinasi - Susu lemak nabati/susu minyak nabati (Filled Milk) - Susu lemak nabati rendah lemak/susu minyak nabati rendah lemak - Susu lemak nabati tanpa lemak/susu minyak nabati tanpa lemak - Buttermilk (plain) - Dadih 2. Minuman berbasis susu yang berperisa dan/atau difermentasi - Minuman susu berperisa - Minuman mengandung susu - Minuman susu fermentasi berperisa - Minuman yoghurt berperisa - Lassi 1. Susu fermentasi (plain) 2. Susu yang digumpalkan dengan enzim renin (plain) 1. Susu kental (plain) 2. Krimer minuman (bukan susu) 1. Air minum 2. Sari buah dan sari sayuran 3. Nektar buah dan nektar sayur 4. Minuman berbasis air berperisa, termasuk minuman olahraga atau elektrolit dan minuman berpartikel 5. Minuman yang disiapkan sebagai hasil ekstraksi berbasis air atau hasil pencelupan seperti kopi, teh, seduhan herbal, minuman biji-bijian dan sereal panas

14 Minuman Berkalori dan Kegemukan Wymelbeke et al (2004) membuktikan bahwa subyek overweight yang mengkonsumsi sukrosa dalam jumlah besar dalam bentuk cairan akan mengalami peningkatan asupan energi, berat badan, dan massa lemak tubuh dibandingkan mengkonsumsi cairan dalam jumlah sama yang mengandung pemanis buatan. Bahkan, Lopez et al (2010) mendukung pernyataan tersebut dengan mengatakan bahwa konsumsi minuman berkalori yang tinggi berhubungan dengan peningkatan asupan energi. Terdapat hubungan antara persentase energi dari lemak dengan persentase energi dari karbohidrat dalam makanan karena dua zat gizi ini memiliki kontribusi melebihi 80% terhadap total energi. Kalori dalam cairan kurang diperhitungkan dibandingkan dengan kalori dari makanan padat (Bleich et al 2009). Minuman soda dengan kadar gula tinggi memiliki kandungan air yang tinggi dan densitas energi yang rendah. Densitas energi yang rendah tidak memiliki dampak perbandingan pada kepuasan dan asupan makanan ad libitum. Efek fisiologis asupan energi terhadap kekenyangan terlihat berbeda antara makanan padat dan cairan. Energi dari minuman berkalori (yang umumnya memiliki kandungan gula tinggi) kurang dirasakan efek kenyangnya dibandingkan asupan energi dari makanan padat karena berkurangnya penggelembungan lambung dan waktu transit yang lebih cepat. Konsumsi minuman soda dengan kadar gula tinggi dalam jumlah yang melebihi batas normal memberikan asupan energi yang tinggi pula yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kenaikan berat badan (Gibney et al 2008). Berdasarkan hasil penelitian Bleich et al (2009) diketahui bahwa konsumsi minuman berkalori memiliki hubungan dengan epidemik kegemukan. Hal ini terlihat dari meningkatnya asupan energi yang berasal dari soft drink dan minuman dengan rasa buah sejak tahun 1977 sampai 2001 menjadi 135% yang diikuti dengan berlipat gandanya prevalensi kegemukan. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa persentase kalori dari minuman berkalori meningkat melebihi 50%. Hasil penelitian Hu dan Malik (2010) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara asupan minuman berkalori dengan penambahan berat badan. Minuman berkalori memiliki kontribusi terhadap penambahan berat badan karena terdapat penambahan asupan energi saat makan berikutnya setelah mendapatkan asupan kalori cair.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Subyek Karakteristik subyek yang diamati adalah karakteristik individu dan karakteristik keluarga. Karakteristik individu meliputi umur, jenis kelamin, dan pengeluaran

Lebih terperinci

AKTIVITAS FISIK DAN KONSUMSI ENERGI MINUMAN BERKALORI PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN GEMUK DAN TIDAK GEMUK SILVIA MAWARTI PERDANA

AKTIVITAS FISIK DAN KONSUMSI ENERGI MINUMAN BERKALORI PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN GEMUK DAN TIDAK GEMUK SILVIA MAWARTI PERDANA AKTIVITAS FISIK DAN KONSUMSI ENERGI MINUMAN BERKALORI PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN GEMUK DAN TIDAK GEMUK SILVIA MAWARTI PERDANA DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

METODE Disain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Subyek

METODE Disain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Subyek METODE Disain, Tempat dan Waktu Penelitian ini menggunakan data dasar hasil penelitian Kebiasaan Minum dan Status Hidrasi pada Remaja dan Dewasa di Dua Wilayah Ekologi Berbeda yang dilaksanakan oleh tim

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Susu adalah bahan pangan yang dikenal kaya akan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia. Konsumsi susu pada saat remaja terutama dimaksudkan untuk memperkuat tulang sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih memiliki beberapa ketertinggalan dan kekurangan jika dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. masih memiliki beberapa ketertinggalan dan kekurangan jika dibandingkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang dan membangun, Indonesia masih memiliki beberapa ketertinggalan dan kekurangan jika dibandingkan dengan negara lain yang sudah

Lebih terperinci

Pola hidup sehat untuk penderita diabetes

Pola hidup sehat untuk penderita diabetes Pola hidup sehat untuk penderita diabetes Penanganan diabetes berfokus pada mengontrol kadar gula darah (glukosa). Hal tersebut dapat dijalankan dengan memperhatikan pola makan dan olahraga, serta merubah

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi lebih merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. (1) Gizi lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ekonomi yang dialami oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan berbagai dampak pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia yang sehat setiap harinya memerlukan makanan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya sehingga memiliki kesanggupan yang maksimal dalam menjalankan kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, pada saat ini menghadapi masalah yang berhubungan dengan pangan, gizi dan kesehatan. Dalam bidang gizi, Indonesia diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan harta yang sangat berharga dan patut dipelihara. Gaya hidup sehat harus diterapkan untuk menjaga tubuh tetap sehat. Salah satu cara agar kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Obesitas menjadi masalah di seluruh dunia karena prevalensinya yang meningkat pada orang dewasa maupun remaja baik di negara maju maupun berkembang. Prevalensi overweight

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menentukan tingkat kesehatan dan fungsi kognitif. Manusia dapat memenuhi

BAB 1 PENDAHULUAN. menentukan tingkat kesehatan dan fungsi kognitif. Manusia dapat memenuhi 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zat gizi, termasuk air merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan fungsi kognitif. Manusia dapat memenuhi kebutuhan zat gizi melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan sebuah masalah keluarga yang sifatnya jangka panjang dan kebisaan makan yang sehat harus dimulai sejak dini. Masalah gizi pada anak di Indonesia akhir-akhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18 tahun, sarapan berfungsi sumber energi dan zat gizi agar dapat berpikir, belajar dan melakukan aktivitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Sampel dalam penelitian ini adalah wanita dewasa dengan rentang usia 20-55 tahun. Menurut Hurlock (2004) rentang usia sampel penelitian ini dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN STUDI TENTANG PENGETAHUAN GIZI, KEBIASAAN MAKAN, AKTIVITAS FISIK,STATUS GIZI DAN BODYIMAGE REMAJA PUTRI YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi buruk, gizi kurang, dan gizi lebih.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Masalah gizi, tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Masalah gizi, tidak terlepas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu faktor yang penting untuk menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Masalah gizi, tidak terlepas dari pembahasan mengenai zat-zat

Lebih terperinci

Contoh Penghitungan BMI: Obesitas atau Overweight?

Contoh Penghitungan BMI: Obesitas atau Overweight? Obesitas yang dalam bahasa awam sering disebut kegemukan merupakan kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Obesitas dapat menurunkan rasa percaya diri seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara 1 BAB I PENDAHULUAN a) Latar Belakang Peningkatan kemakmuran seseorang ternyata diikuti dengan perubahan gaya hidup. Pola makan mulai bergeser dari pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas didefinisikan sebagai penumpukan lemak yang berlebihan sehingga dapat menggangu kesehatan tubuh. (1) Obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada 2002, konsumsi kalsium di kalangan masyarakat baru mencapai rata-rata

BAB I PENDAHULUAN. pada 2002, konsumsi kalsium di kalangan masyarakat baru mencapai rata-rata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan adalah salah satu faktor kehidupan yang sangat penting untuk diperhatikan. Menurut data Puslitbang Gizi dan Makanan Depkes RI pada 2002, konsumsi kalsium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status nutrisi Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan manfaat zat zat gizi. Perubahan pada dimensi tubuh mencerminkan keadaan kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pada anak-anak hingga usia dewasa. Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan

BAB 1 : PENDAHULUAN. pada anak-anak hingga usia dewasa. Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda. Artinya, masalah gizi kurang masih belum teratasi sepenuhnya, sementara sudah muncul masalah gizi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang ini, kelebihan berat badan (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah kesehatan dunia yang semakin sering ditemukan di berbagai

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan hingga remaja (Depkes RI, 1999). dengan cepat dan berbeda pada setiap individunya (Nanik, 2012) dalam

BAB I PENDAHULUAN. kandungan hingga remaja (Depkes RI, 1999). dengan cepat dan berbeda pada setiap individunya (Nanik, 2012) dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya membangun manusia seutuhnya antara lain diselenggarakan melalui upaya kesehatan anak yang dilakukan sedini mungkin

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran 30 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Konsumsi pangan merupakan faktor penentu yang penting dalam menentukan status kepadatan tulang khususnya pada saat pertumbuhan seperti pada masa remaja.

Lebih terperinci

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P.

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P. Pola Makan Sehat Oleh: Rika Hardani, S.P. Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-2, Dengan Tema: ' Menjadi Ratu Dapur Profesional: Mengawal kesehatan keluarga melalui pemilihan dan pengolahan

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Subjek

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Subjek 18 METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilakukan dengan mengolah data sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas pada saat ini telah menjadi masalah kesehatan dan berhubungan dengan terjadinya peningkatan penyakit tidak menular (Bener, 2006). Prevalensi obesitas meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. difermentasi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan

BAB I PENDAHULUAN. difermentasi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yoghurt merupakan produk olahan susu yang dipasteurisasi kemudian difermentasi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus.

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN SAJI PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN SAJI PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN SAJI PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu komponen penting dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan.sumber daya manusia yang berkualitas sangat dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini biasanya menyerang tanpa tanda-tanda. Hipertensi itu sendiri bisa menyebabkan berbagai

Lebih terperinci

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia umumnya digunakan untuk menggambarkan makanan yang dianggap bermanfaat bagi kesehatan, melebihi diet sehat normal yang diperlukan bagi nutrisi manusia. Makanan Sehat "Makanan Kesehatan" dihubungkan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Remaja merupakan sumber daya manusia bagi

I. PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Remaja merupakan sumber daya manusia bagi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Remaja merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan di masa datang. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Overweight dan obesitas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian yang serius karena merupakan peringkat kelima penyebab kematian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah pangan. Dalam proses pemenuhan kebutuhan pangan, salah satu aktivitas yang bersifat individual adalah konsumsi pangan. Bagi individu,

Lebih terperinci

Food SUSU SUSU. Mitos. Minum BISA PACU TINGGI BADAN? Susu BISA GANTIKAN. for Kids. Makanan Utama? pada Bumil. Edisi 6 Juni Vol

Food SUSU SUSU. Mitos. Minum BISA PACU TINGGI BADAN? Susu BISA GANTIKAN. for Kids. Makanan Utama? pada Bumil. Edisi 6 Juni Vol Edisi 6 Juni Vol 4 2016 Food for Kids I N D O N E S I A SUSU BISA GANTIKAN Makanan Utama? Mitos Minum Susu pada Bumil SUSU BISA PACU TINGGI BADAN? Love Milk Food for Kids I N D O N E S I A DAFTAR ISI Edisi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.3 Karangasem, Laweyan, Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas atau yang biasa dikenal sebagai kegemukan, merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan anak. Obesitas atau kegemukan terjadi pada saat badan menjadi gemuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus dan modal pembangunan. Oleh karena itu, tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa obesitas merupakan salah satu dari 10 kondisi yang berisiko di seluruh dunia dan salah satu dari 5 kondisi yang berisiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan bagian dari sektor kesehatan yang penting dan mendapat perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh

Lebih terperinci

DISLIPIDEM IA. Gangguan Metabolisme Lemak (Kolesterol, Trigliserid)

DISLIPIDEM IA. Gangguan Metabolisme Lemak (Kolesterol, Trigliserid) DISLIPIDEM IA Gangguan Metabolisme Lemak (Kolesterol, Trigliserid) DISLIPIDEMIA DIS = Salah ; Gangguan LIPID = Lemak (Kolesterol, Trigliserid) DISLIPIDEMIA : gangguan metabolisme lemak Metabolisme lemak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Konsumsi Makanan Dalam kehidupan sehari-hari, orang tidak terlepas dari makanan karena makanan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Fungsi pokok makanan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dianggap masalah oleh semua orang. Papalia dan Olds (1995) mengatakan bahwa obesitas dan overweight terjadi jika individu

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dianggap masalah oleh semua orang. Papalia dan Olds (1995) mengatakan bahwa obesitas dan overweight terjadi jika individu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang yang menjadi Obesitas dan overweight merupakan suatu yang dianggap masalah oleh semua orang. Papalia dan Olds (1995) mengatakan bahwa obesitas dan overweight

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa dewasa. Transisi yang dialami remaja ini merupakan sumber resiko bagi kesejahteraan fisik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zat seng / zinc. Padahal zinc merupakan co-faktor hampir 100 enzim yang

BAB I PENDAHULUAN. zat seng / zinc. Padahal zinc merupakan co-faktor hampir 100 enzim yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masalah gizi pada anak sekolah dasar masih cukup memprihatinkan. Hal ini dapat terlihat dari beberapa penelitian yang dilakukan terhadap anak usia sekolah dasar di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas

BAB I PENDAHULUAN. perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode pertumbuhan yang pesat dan terjadi perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas sehingga membutuhkan nutrisi yang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. akibat dari disregulasi dalam sistem keseimbangan energi

BAB 1 : PENDAHULUAN. akibat dari disregulasi dalam sistem keseimbangan energi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal dan berlebihan yang dapat menggangu kesehatan. (1) Obesitas adalah penyakit yang timbul sebagai akibat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk usia lanjut. Proporsi penduduk usia lanjut di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan berat badan diatas rata-rata dari indeks massa tubuh (IMT) yang di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan berat badan diatas rata-rata dari indeks massa tubuh (IMT) yang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan salah satu tantangan yang paling serius. Masalahnya adalah global dan terus mempengaruhi negara yang berpenghasilan rendah dan menengah, khususnya

Lebih terperinci

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif dr. Yulia Megawati Tenaga Kerja Adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

HUBUNGAN SIKAP TENTANG PENGATURAN MENU SEIMBANG DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMU NEGERI 2 SUKOHARJO

HUBUNGAN SIKAP TENTANG PENGATURAN MENU SEIMBANG DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMU NEGERI 2 SUKOHARJO 1 HUBUNGAN SIKAP TENTANG PENGATURAN MENU SEIMBANG DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMU NEGERI 2 SUKOHARJO KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Diploma III

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sedang mengalami masalah gizi ganda, dimana masalah penyakit menular dan gizi kurang yang belum teratasi, kini bertambah dengan adanya peningkatan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan

BAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja masa yang sangat penting dalam membangun perkembangan mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan periode kehidupan anak dan dewasa,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis dan Takaran Saji Minuman Komersial Minuman komersial yang digunakan sebagai sampel pada peneilitian ini merupakan minuman komersial yang pada awalnya merupakan minuman yang sesuai

Lebih terperinci

KONSUMSI ENERGI MINUMAN BERKALORI DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP TOTAL KONSUMSI ENERGI PADA REMAJA DAN DEWASA

KONSUMSI ENERGI MINUMAN BERKALORI DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP TOTAL KONSUMSI ENERGI PADA REMAJA DAN DEWASA i KONSUMSI ENERGI MINUMAN BERKALORI DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP TOTAL KONSUMSI ENERGI PADA REMAJA DAN DEWASA NI MADE PUTRIA SUKMA FEBRIYANI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada waluh. Secara umum waluh kaya akan kandungan serat, vitamin, dan mineral yang bermanfaat bagi kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada waluh. Secara umum waluh kaya akan kandungan serat, vitamin, dan mineral yang bermanfaat bagi kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia kaya akan sumber daya alam hayati yang belum dimanfaatkan secara optimal, salah satunya adalah tanaman waluh. Pemanfaatan tanaman waluh dimasyarakat belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarapan pagi merupakan makanan yang dimakan setiap pagi hari atau suatu kegiatan yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-20, mulai bermunculan restoran-restoran fast food.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-20, mulai bermunculan restoran-restoran fast food. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki abad ke-20, mulai bermunculan restoran-restoran fast food. Menurut hasil penelitian Health Education Authority 2012, usia 15-34 tahun adalah konsumen terbanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung menunjukkan masalah gizi ganda, disamping masih menghadapi masalah gizi kurang, disisi lain pada golongan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan masalah kesehatan global dan telah muncul sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor risiko untuk kanker, hipertensi, hiperkolesterolemia,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Soft Drink 2.1.1 Pengertian Soft Drink Soft drink ialah minuman berkarbonasi yang diberi tambahan berupa bahan perasa dan pemanis seperti gula. Soft drink terdiri dari sugar-sweetened

Lebih terperinci

Mengatur Berat Badan. Mengatur Berat Badan

Mengatur Berat Badan. Mengatur Berat Badan Mengatur Berat Badan Pengaturan berat badan adalah suatu proses menghilangkan atau menghindari timbunan lemak di dalam tubuh. Hal ini tergantung pada hubungan antara jumlah makanan yang dikonsumsi dengan

Lebih terperinci

AWAL YANG SEGAR: KIAT-KIAT POLA MAKAN YANG SEHAT

AWAL YANG SEGAR: KIAT-KIAT POLA MAKAN YANG SEHAT AWAL YANG SEGAR: KIAT-KIAT POLA MAKAN YANG SEHAT Ingin menerapkan pola makan yang sehat tapi tidak tahu harus memulai dari mana? Artikel ini adalah panduan mudah untuk mengiring anda ke arah yang tepat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsumsi Energi dan Protein 1. Energi Tubuh memerlukan energi sebagai sumber tenaga untuk segala aktivitas. Energi diperoleh dari makanan sehari-hari yang terdiri dari berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir abad 20 telah terjadi transisi masyarakat yaitu transisi demografi yang berpengaruh terhadap transisi epidemiologi sebagai salah satu dampak pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap hari manusia selalu membutuhkan minum untuk mempercepat proses metabolisme dalam tubuh dan agar terhindar dari dehidrasi atau kekurangan cairan dalam tubuh, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fruktosa merupakan gula yang umumnya terdapat dalam sayur dan buah sehingga sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa fruktosa sepenuhnya aman untuk dikonsumsi.

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL 71 Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Tanggal wawancara: Kode responden PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL Nama Responden :... Alamat :...... No. Telepon :... Lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. saja akan tetapi sudah menjadi permasalahan bagi kalangan anak - anak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. saja akan tetapi sudah menjadi permasalahan bagi kalangan anak - anak 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obesitas 2.1.1. Definisi Obesitas didefenisikan sebagai suatu penambahan berat badan akibat akumulasi berlebihan lemak tubuh relatif terhadap massa tubuh tanpa lemak (Wong,

Lebih terperinci

19/02/2016. Siti Sulastri, SST

19/02/2016. Siti Sulastri, SST Siti Sulastri, SST Usia 0 12 bulan Fase atau tahap awal untuk menentukan kondisi serta perkembangan bayi untuk tahun yang akan datang/ tahun perkembangan bayi berikutnya Tumbuh dengan sangat cepat Mulai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. OBESITAS. 2.1.1. Pengertian Obesitas. Obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan kadang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbun lemak yang melebihi 25 % dari berat tubuh, orang yang kelebihan berat badan biasanya karena kelebihan

Lebih terperinci

Food. Healthy Diet. for Kids. Diet Alami. Komersial. Gula. Makanan Bayi JIKA BALITA BERDIET. Pasca Melahirkan. dalam. Edisi 7 Juli Vol

Food. Healthy Diet. for Kids. Diet Alami. Komersial. Gula. Makanan Bayi JIKA BALITA BERDIET. Pasca Melahirkan. dalam. Edisi 7 Juli Vol Edisi 7 Juli Vol 4 2016 Food for Kids I N D O N E S I A JIKA BALITA BERDIET Gula dalam Makanan Bayi Komersial Diet Alami Pasca Melahirkan Healthy Diet Food for Kids I N D O N E S I A DAFTAR ISI Edisi 7

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Subyek Karakteristik subyek dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu kelompok remaja dan kelompok dewasa. Karakteristik subyek terdiri dari umur, wilayah ekologi, jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia remaja merupakan usia peralihan dari masa anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Usia remaja merupakan usia peralihan dari masa anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia remaja merupakan usia peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada masa remaja banyak perubahan yang terjadi. Selain perubahan fisik karena bertambahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat. Memasuki era globalisasi, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat. Memasuki era globalisasi, Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada saat ini, sebagian besar atau 50% penduduk Indonesia dapat dikatakan tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat. Memasuki era globalisasi, Indonesia menghadapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih, 2016). Umumnya

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih, 2016). Umumnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas yaitu terdapat penimbunan lemak yang belebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih, 2016). Umumnya obesitas ditentukan

Lebih terperinci

BATASI KONSUMSI GULA, GARAM, LEMAK UNTUK MENGHINDARI PENYAKIT TIDAK MENULAR

BATASI KONSUMSI GULA, GARAM, LEMAK UNTUK MENGHINDARI PENYAKIT TIDAK MENULAR BATASI KONSUMSI GULA, GARAM, LEMAK UNTUK MENGHINDARI PENYAKIT TIDAK MENULAR Latar Belakang Perubahan pola makan menjurus ke sajian siap santap yang tidak sehat dan tidak seimbang, karena mengandung kalori,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kegemukan bukanlah hal baru dalam masyarakat kita, bahkan 20 tahun yang lalu kegemukan merupakan kebanggaan dan lambang kemakmuran. Bentuk tubuh yang gemuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Karakteristik contoh meliputi usia, pendidikan, status pekerjaan, jenis pekerjaan, riwayat kehamilan serta pengeluaran/bulan untuk susu. Karakteristik contoh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan atau kelebihan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan tubuh yang memiliki dua bentuk yaitu padat dan cair. Pangan merupakan istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas pada anak sampai kini masih merupakan masalah, satu dari sepuluh anak di dunia ini mengalami obesitas dan peningkatan obesitas pada anak dan remaja saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan seseorang mengalami masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menjadi dewasa, pada masa ini seseorang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari persentase pria dan wanita dari penduduk lanjut usia berdasarkan estimasi

BAB 1 PENDAHULUAN. dari persentase pria dan wanita dari penduduk lanjut usia berdasarkan estimasi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk lanjut usia pria lebih rendah dibanding wanita. Terlihat dari persentase pria dan wanita dari penduduk lanjut usia berdasarkan estimasi dan proyeksi

Lebih terperinci

Pengaruh Soft Drink Pada Penggunaan Obat Herbal Untuk Penyakit Diabetes

Pengaruh Soft Drink Pada Penggunaan Obat Herbal Untuk Penyakit Diabetes Pengaruh Soft Drink Pada Penggunaan Obat Herbal Untuk Penyakit Diabetes Apa Efek Minuman Ringan Terhadap Penyakit Diabetes dan Obat Herbal Untuk Penyakit Diabetes? Jika berita dan laporan kesehatan terbaru

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu sumber mineral mikro yang berperan sangat penting dalam proses metabolisme tubuh (Indira, 2015). Mineral mikro sendiri merupakan mineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan makan dan zat gizi yang digunakan oleh tubuh. Ketidakseimbangan asupan makan tersebut meliputi kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah naga (Hylocereus sp.) merupakan tanaman jenis kaktus yang berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang awalnya dikenal sebagai tanaman

Lebih terperinci