BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Kematangan Karir 1. Pengertian Kematangan Karir Menurut Chaplin (2004), kematangan (maturation) diartikan sebagai: a. Perkembangan, proses mencapai kemasakan/ usia masak, b. Proses perkembangan yang dianggap berasal dari keturunan, atau merupakan tingkah laku khusus spesies (jenis, rumpun). Pengertian karir menurut Super dalam Sukardi (1994), karir adalah sebagai suatu rangkaian pekerjaan-pekerjaan, dan kedudukan yang mengarah pada kehidupan dalam dunia kerja. Karir (career) atau vokasi (vocation) mengandung makna aktivitas bekerja yang darinya pelaku memperoleh imbalan finansial, kepuasan pribadi non finansial, membentuk (menjadi) gaya hidup, dan pelaku menghayati aktivitas bekerjanya sebagai panggilan hidup, dan aktivitas bekerja tersebut menjadi sumber kebahagiaan (Winkel, 2004). Berdasarkan pengertian tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa karir adalah sebagai suatu rangkaian pekerjaan, jabatan dan kedudukan yang mengarah pada kehidupan dalam dunia kerja dan pengambilan keputusan menyangkut pekerjaan tersebut merupakan suatu proses yang 12

2 13 panjang serta pekerjaan itu sendiri berkembang walaupun dalam pekerjaan yang sama. Super dkk (dalam Komandyahrini dan Hawadi 2008) membagi proses perkembangan karir atas lima tahap, yaitu: a. Tahap pertumbuhan (Growth), dari lahir sampai usia 14 tahun. Pada awal tahap ini, kebutuhan akan fantasi merupakan hal yang dominan. Konsep diri yang dimiliki seseorang terbentuk melalui identifikasi terhadap figur-figur kunci dalam keluarga dan dalam lingkungan sekolah. Tahap pertumbuhan (growth) terdiri dari 3 sub tahap, yaitu: 1) Sub tahap fantasi, usia 4-10 tahun Ditandai dengan minat anak yang berangan-angan atau berfantasi menjadi seorang yang diinginkan. 2) Sub tahap minat, usia tahun Tingkah laku yang berhubungan dengan karir sudah mulai dipengaruhi oleh kesukaan anak. 3) Sub tahap kapasitas, usia tahun Individu mulai mempertimbangkan kemampuan pribadi dan persyaratan pekerjaan yang ia inginkan. b. Tahap penjajagan, usia tahun Individu banyak melakukan penjajakan atau pencarian terhadap karir apa yang cocok dengan dirinya. Tahap ini terdiri dari 3 sub tahap, yaitu:

3 14 1) Sub tahap sementara, tahun Tugas perkembangan pada tahap ini adalah mengkristalisasi pilihan pekerjaan. Perkembangan karir bersifat lebih internal. Individu mulai dapat menggunakan pilihannya dan mulai dapat melihat bidang serta tingkat pekerjaan yang sesuai dengan dirinya. 2) Sub tahap peralihan, usia tahun Perkembangan pada masa ini yaitu mengkhususkan pilihan pekerjaan. 3) Sub tahap uji coba, usia tahun Tugas perkembangan pada masa ini adalah mengimplementasikan pilihan pekerjaan. c. Tahap pemantapan/ kemantapan (Establisment), usia tahun Tahap ini ditandai dengan masuknya individu ke dalam dunia pekerjaan yang sesuai dengannya sehingga ia akan bekerja keras untuk mempeetahankan pekerjaannya tersebut. merupakan masa paling produktif dan kreatif. Tahap ini terdir dari 2 sub tahap, yaitu: 1) Sub tahap percobaan dengan komitmen (Trial with Commitment), pada usia tahun Individu sudah merasa nyaman dengan pekerjaanya sehingga ingin terus mempertahankannya. Tugas perkembangan pada tahap ini yaitu menstabilitasi pilihan pekerjaan

4 15 2) Sub tahap kemajuan (Advancement), usia tahun Ada dua tugas perkembangan yang harus dipenuhi individu pada masa ini. Pertama, individu mengkonsolidasi pilihan pekerjaannya. Pada fase ini, keamanan dan kenyamanan dalam bekerja menjadi tujuan utama. Tugas yang kedua adalah melakukan peningkatan dalam dunia pekerjannya. d. Tahap pemeliharaan (Maintenance), usia tahun Individu telah menetapkan pilihan pada suatu bidang karir sehingga mereka hanya tinggal menjaga atau memelihara pekerjaan. Super menjelaskan bahwa ada tiga tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh individu pada tahap ini yaitu mempertahankan, keeping-up, dan menginovasi pekerjaannya. e. Tahap penurunan (Decline stage), dimulai pada usia 60 tahun- 64 tahun, ada dua tugas perkembangan pada sub tahap ini, yaitu: 1) mengurangi tingkat pekerjaan secara efektif serta mulai merencanakan pensiun. Hal ini ditandai dengan adanya pendelegasian tugas atau kaderisasi sebagai salah satu langkah mempersiapkan diri menghadapi pensiun. 2) Sub tahap pensiun, usia 70 tahun Fase ini ditandai dengan masa pensiun dimana individu akhirnya mulai menarik diri dari lingkungan kerjaanya. Dapat disimpulkan bahwa proses perkembangan karir merupakan tahapan dalam usaha untuk menyelesaikan tugas

5 16 perkembangan karir pada masa-masa tertentu individu. Proses yang terjadi diawali dengan mulai pembentukan konsep diri serta pengenalan terhadap karir. Selanjutnya proses mengenal lebih jauh pilihan dan mempersiapkan diri untuk mencapai karir yang diharapkan. Memasuki pilihannya dan penyesuaian diri setelah hal tersebut individu berusaha mempertahankan dan meningkatkan inovasi kerjanya. Proses terakhir, individu mulai mempersiapkan diri menghadapi masa pensiunnya. Pada masa- masa tertentu dalam hidupnya individu dihadapkan pada tugas-tugas perkembangan karir (vocational developmental task) tertentu, yaitu: 1. Perencanaan garis besar masa depan (Crystallization) antara tahun, yang terutama bersifat kognitif dengan meninjau diri sendiri dan situasi hidupnya 2. Penentuan (Specification) antara umur tahun, yang bercirikan mengarahkan diri ke bidang jabatan tertentu dan mulai memangku jabatan tertentu 3. Pemantapan (Establishment) antara tahun, yang bercirikan membuktikan diri mampu memangku jabatan yang terpilih 4. Pengakaran (Consolidation) sesudah umur 35 tahun sampai masa pensiun, yang bercirikan mencapai status tertentu dan memperoleh senioritas (Super dalam Winkel, 1991). Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan teori diatas yaitu bahwa individu memiliki tugas perkembangan karir pada masa-masa tertentu.

6 17 Tugas perkembangan karir tersebut diawali dari perencanaan masa depan, mengarahkan diri sendiri kebidang yang tertentu, memantapkan diri dalam pilihan bidang yang ditentukan dan konsolodasi sebagai tugas akhir perkembangan karir. Menurut Seligman (dalam Komandyahrini dan Hawadi 2008) mendefinisikan bahwa terdapat lima faktor utama yang mempengaruhi perkembangan karir seseorang, yaitu: keluarga, sosial ekonomi, gender (jenis kelamin), faktor individual, dan dunia pekerjaan. Selain kelima faktor di atas, ada faktor lain yang juga berpengaruh terhadap kematangan karir, yaitu faktor usia. Super (dalam Zulkaida dkk 2007)mendefinisikan kematangan karir sebagai keberhasilan seseorang menyelesaikan tugas-tugas perkembangan karir yang khas pada tahap perkembangan tertentu.sedangkan menurut Yost & Corbishly (dalam Komandyahrini dan Hawadi 2008) mengatakan bahwa kematangan karir adalah keberhasilan dan kesiapan seseorang untuk bernegosiasi dan membuat keputusan-keputusan karir sesuai dengan tahapan perkembangan karirnya. Menurut Rice & Dolgin (dalam Kumalaningtyas 2007), kematangan pilihan karir adalah suatu kesiapan mental seseorang akibat dari pengalaman yang telah diperolehnya untuk memilih karir, mengambil keputusan karir, dan kemandirian untuk menghasilkan uang. Pendapat lain mengatakan bahwa kematangan pilihan karir adalah penugasan tugas perkembangan karir dari tingkat usia atau keefektifan dalam menangani

7 18 masalah khas pada tahap perkembangan usianya (Pietrofesa & Splete, 1975). Kesimpulan dari teori diatas, kematangan karir adalah kesiapan diri dan keberhasilan individu untuk melakukan tugas-tugas dalam perkembangan karir sesuai dengan tahapan tertentu. 2. Faktor-faktor Kematangan Karir Super & Overstree (dalam Kumalaningtyas 2007), mengemukakan variabel yang mempengaruhi tingkat kematangan pilihan karir, yaitu: a. Faktor biososial Meliputi usia dan intelegensi. Faktor ini akan mempengaruhi spesifikasi informasi yang diperoleh, perhatian, perencanaan, dan penerimaan tanggung jawab pada pemilihan karir. Seseorang dengan intelegensi yang tinggi akan lebih efektif dalam merencanakan karir. b. Faktor lingkungan meliputi tingkat pekerjaan orang tua, kurikulum sekolah, stimulasi kultur, kohesivitas keluarga. c. Faktor pekerjaan meliputi lapangan kerja yang tersedia dan sifat pekerjaan. d. Faktor kepribadian meliputi konsep diri, kebutuhan, dorongan, dan pola interaksi dengan lingkungan sosial. e. Faktor prestasi remaja meliputi tingkat pendidikan, prestasi yang diraih, keterlibatan dalam pendidikan di sekolah, dan kemandirian. Miller & Form (dalam Pietrofesa & Splete 1975) menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pilihan karir yaitu:

8 19 sosialisasi anak dalam keluarga, pekerjaan dan tingkat pendidikan orang tua, partisipasinya dalam kerja part-time ketika masih sekolah, dan pencapaian pendidikan yang sukses. Sumber lain menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi antara lain kepribadian, ketertarikan terhadap reward, ketersediaan informasi, pengalaman, pengetahuan tentang diri dan pekerjaan, dan kemauan untuk meninjau aktivitas pilihan karir. Enam faktor menurut Super dan Thompson (dalam Komandyahrini dan Hawadi, 2008) yang mengidentifikasikan kematangan karir seseorang, yaitu: a. Kesadaran akan kebutuhan untuk membuat rancana ke depan. Termasuk didalamnya adalah kesadaran seseorang dalam membuat perencanaan karirnya. b. Kemampuan mengambil keputusan c. Informasi umum mengenai karir d. Pengetahuan dan kemampuan untuk menggunakan sumber informasi e. Pengetahuan mengenai dunia kerja dan kemampuan (skills) f. Informasi yang lebih rinci mengenai pekerjaan Menurut Seligman (dalam Komandyahrini dan Hawadi 2008), faktor kematangan karir yang positif secara umum ditandai oleh suatu urutan proses kehidupan yang meliputi antara lain : a. Meningkatnya kesadaran diri b. Meningkatnya pengetahuan akan pilihan-pilihan karir yang sesuai

9 20 c. Meningkatnya kesesuaian antara kemampuan, minat dan nilai dengan karir yang diinginkan d. Meningkatnya kesadaran akan karir yang diinginkan e. Meningkatnya kemampuan perencanaan dan kesuksesan karir f. Meningkatnya sikap yang berhubungan dengan karir (orientasi berprestasi, kemandirian, perencanaan komitmen, motivasi, efikasi diri) g. Meningkatnya kepuasan dan kesuksesan dalam perkembangan karirnya. Faktor yang mengidentifikasi kematangan karir seseorang yaitu kesadaran mengenai diri, pengetahuan mengeanai karir, kemampuan perencanaan danpengambilan keputusan mengenai karir termasuk efikasi diri. Selain itu faktor biososial yang meliputi usia dan intelegensi, dan faktor lingkungan juga menjadi faktor yang mempengaruhi kematangan karir. Super (dalam Zulkaida dkk 2007) dan Tarsidi (2007) mengidentifikasikan enam dimensi yang relevan dengan kematangan karir remaja yaitu: a. Orientasi terhadap pilihan karir Yakni sejauh mana individu menyadari kebutuhan untuk memilih suatu pekerjaan dan menyadari barbagai faktor yang berkaitan dengan pemilihan pekerjaan tersebut

10 21 b. Informasi dan perencanaan Yakni informasi yang reliabel yang dimiliki oleh individu untuk membuat keputusan karir dan untuk membuat perencanan masa depan yang logis dan kronologis c. Konsistensi minat pekerjaan Mengenai seberapa minat pekerjaan, konsisten minat remaja berkaitan dengan berbagai pekerjaan dari waktu ke waktu d. Kristalisasi sifat Yakni atribut psikologis yang relevan dalam pembuatan keputusan e. Kebebasan vocational Kemandirian dalam pengalaman kerja f. Hikmat (wisdom) Dimensi yang berhubungan dengan kemampuan individu untuk menentukan pilihan yang realistik yang konsisten dengan tugas pribadinya. Menurut Seligman (dalam Komandyahrini dan Hawadi, 2008) kematangan vokasional dipengaruhi oleh keluarga, latar belakang sosial ekonomi, gender, inteligensi dan bakat khusus, minat vokasional, harga diri, dan kepribadian. Identifikasi dimensi yang relavan dengan kematangan karir remaja meliputi kebutuhan memilih pekerjaan dan faktor-faktor yang berkaitan dengan pemilihan tersebut, pengetahuan tentang informasi pilihan

11 22 pekerjaan, konsistensi minat terhadap pekerjaan, pengambilan keputusan, kebebasan dalam pekerjaan, dan hikmat. 3. Aspek-aspek Kematangan Karir Aspek- aspek yang terdapat dalam tes VDI (Vocational Development Inventori) yang dikembangkan oleh Crites dalam Pietrofesa & Splete, (1975) untuk mengukur tingkat kematangan pilihan karir mencangkup dua aspek utama, yaitu: a. Aspek kemampuan Meliputi kemampuan memecahkan masalah, kemampuan merencanakan, kemampuan mengumpulkan informasi mengenai pekerjaan, kemampuan penilaian diri dan seleksi tujuan. b. Aspek sikap Meliputi keterlibatan dalam memilih karir, orientasi pada pemilihan karir, kemandirian dalam memilih karir, dan penggambaran sikap dalam memilih karir. Herr & Cramer dalam Pietrofesa & Splete (1975), menyebutkan aspek-aspek kematangan pilihan karir yaitu kewaspadaan terhadap perlunya menentukan pilihan karir, penggunaan sumber daya yang dimiliki, kewaspadaan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan karir, mampu membedakan minat dan nilai, kewaspadaan terhadap hubungan antara masa sekarang dan masa depan, formulasi pilihan karir yang digeneralisasikan, konsistensi terhadap pilihan, pemilihan informasi

12 23 tentang pekerjaan yang dipilih, merencanakan pekerjaan yang dipilih, kebijaksanaan dalam memilih dan spesifikasi pilihan karir. Menurut Super dalam Pietrofesa & Splete (1975) menyebutkan bahwa kematangan pilihan karir sebagai kesamaan antara perilaku karir seseorang dengan perilaku karir yang diharapkan pada tahap perkembangan usia karir tersebut melibatkan proses pengambilan keputusan dengan menunjukkan lima dimensi utama: a. Orientasi pada pemilihan karir, dimana seseorang menunjukkan perhatian pada masalah karir dan keefektifan sumber daya untuk memenuhi tugas pengambilan keputusan. b. Mengumpulkan informasi dan perencanaan mengenai karir yang dipilih, dimana seseorang memperoleh informasi dan perencanan yang spesifik serta bagaimana seseorang terlibat dalam kegiatan perencanaan. c. Konsistensi pilihan karir, dimana seseorang telah mantap dalam memilih lapangan pekerjaan dan tingkat pekerjaan yang diinginkan. d. Mengenali sifat diri, dimana seseorang mengetahui pola minat, kematangan minat, senang bekerja, adanya perhatian terhadap penghargaan kerja, kemandirian karir, serta mampu menerima tanggung jawab untuk perencanaan dan pekerjaan. e. Kebijaksanaan pemilihan karir, ditandai dengan adanya pertimbangan terhadap kemampuan dan pilihan, level yang diminati dan level pekerjaan yang dipilih, serta keadaan sosial ekonomi.

13 24 Crites dalam Metia (2004) mengemukakan bahwa kematangan vokasional pada seseorang dapat dirumuskan ke dalam empat aspek yaitu : a. Pemilihan pekerjaan yang realistis, meliputi 1) individu dapat menyesuaikan antara kemampuan dengan pekerjaan yang dipilih, 2) dapat menyesuaikan antara keinginan dengan pekerjaan yang dipilih, dan 3) dapat mengambil keputusan dalam memilih pekerjaan yang sesuai dengan sifat kepribadian dan keadaan dirinya. b. Kompetensi pilihan pekerjaan, meliputi 1) mempunyai rencana yang berhubungan dengan pemilihan pekerjaan, 2) memiliki pengetahuan tentang pekerjaan yang dipilih, dan 3) individu berusaha mencari informasi tentang masalah pekerjaan dan dunia kerja. c. Sikap terhadap pemilihan pekerjaan, meliputi 1) individu aktif berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, 2) bersikap positif terhadap pekerjaan dan nilai-nilai kerja yang dipilihnya, dan 3) ketidaktergantungan pada orang lain dalam memilih pekerjaan. d. Kemantapan pemilihan pekerjaan, meliputi 1) mempunyai kemantapan dalam pengambilan keputusan terhadap pekerjaan yang dipilihnya, 2) mempunyai kemantapan dalam memilih pekerjaan walaupun ada pengaruh dari orang lain atau keluarga, dan 3) individu mempunyai kemantapan dalam pengambilan keputusan pada waktu yang berbeda.

14 25 Hasil penelitian oleh Patton dana Creed dalam Komandyahrini dan Hawadi (2008) menyimpulkan bahwa aspek yang berhubungan dengan kematangan karir adalah: a. Komitmen terhadap karir b. Nilai kerja c. Efikasi diri d. Harga diri e. Usia f. Gender g. Kemampuan untuk memilih karir h. Komitmen terhadap karir dan ketidakmampuan untuk memutuskan pilihan karir Career Maturity Inventory (CMI) untuk mengukur kematangan karir yang disusun oleh Crite yang diadaptasi ke dalam budaya Indonesia oleh Zulkaida dkk (2007) terdiri dari: a. Skala Sikap (Attitude Scale) mengungkap perasaan-perasaan, reaksi subjektif, dan kecenderungan individu dalam memilih karir dan memasuki dunia kerja. Ada lima konstruk sikap yang diukur yaitu: keterlibatan dalam proses pemilihan karir, orientasi terhadap pekerjaan, kemandirian dalam pembuatan keputusan karir, preferensi terhadap faktor-faktor pemilihan karir, dan konsepsi terhadap proses pemilihan karir (Savickas dalam Zulkaida dkk, 2007)

15 26 b. Tes Kompetensi (Competence Test) terdiri dari lima aspek, yaitu: pengenalan diri (self-apparaisal), informasi pekerjaan (occupational information), latar belakang keberhasilan (goal setting), rencana (planning), dan kemampuan penyelesaian masalah (problem solving). Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan aspek-aspek kematangan karir meliputi pemilihan pekerjaan yang realistis, kompetensi pilihan pekerjaan, sikap terhadap pemilihan pekerjaan, dan kemantapan pemilihan pekerjaan. B. Efikasi Diri 1. Pengertian Efikasi Diri Menurut APA Dictionary of Psychology, Self-efficacy is an individual s capacity to act effectively to bring about result, especially as perceiveived by the individual (APA Dictionary of Psychology, 2006). Efikasi diri menurut Kamus APA yaitu kapasitas individu untuk bertindak efektif untuk mencapai suatu hasil, khususnya yang dirasakan oleh individu. Bandura (1977), Efikasi diri adalah suatu keyakinan individu bahwa dirinya mampu untuk melakukan sesuatu dalam situasi tertentu dengan berhasil. Hal ini akan mengakibatkan bagaimana individu, merasa, berfikir dan bertingkah laku (keputusan-keputusan yang dipilih, usahausaha dan keteguhannya pada saat menghadapi hambatan), memiliki rasa bahwa individu mampu mengendalikan lingkungan (sosial) nya.

16 27 Schunk dalam Komandyahrini dan Hawadi (2008) mendefinisikan efikasi diri sebagai penilaian seseorang akan dirinya atau kemampuannya yang berkaitan dengan tindakannya. Kesimpulannya, efikasi diri adalah keyakinan diri individu mengenai kemampuannya dalam mengerjakan suatu, dalam situasi tertentu sehingga ia dapat berhasil/ sukses dalam mengerjakan hal tersebut. 2. Dimensi Efikasi Diri Bandura (1977) menyebutkan bahwa ada tigas aspek yang dapat digunakan untuk mengukur efikasi diri, yaitu : a. Tingkat kesulitan tugas (Magnitude), bahwa setiap masalah memiliki derajat kesulitan yang berbeda dan individu dapat mengukur tingkat kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki untuk menyelesaikannya. Jika individu telah menyusun masalah yang dihadapi dari derajat paling mudah sampai paling sulit, maka efikasi diri akan mampu memobilisasi ketrampilan dan pengetahuan sesuai dengan derajat kesulitan masalah. Konsekuensi penyusunan strategi ini membawa individu pada perilaku dalam pemecahan masalah berdasar pada tingkat kemampuan yang dimiliki. b. Luas bidang perilaku (Generality), berkaitan dengan derajat keluasan bidang tugas yang mampu dikerjakan. Aspek ini berkaitan dengan evaluasi efikasi diri yang berhubungan dengan keyakinan individu tentang satu atau lebih tingkah laku yang mampu dikerjakan.

17 28 c. Tingkat keyakinan (Strenght), adalah aspek yang berkaitan dengan tingkat kesungguhan individu pada pengharapan dan keyakinannya. Kesungguhan atau kemantapan pada keyakinan dan harapan mempengaruhi semangat, keuletan dan ketahanan mencapai tujuan. 3. Faktor-faktor Efikasi Diri Efikasi diri seseorang menurut Bandura (1997) dipengaruhi oleh empat komponen (sumber informasi) yaitu: a. Pengalaman pencapaian prestasi (Mastery experiences ) Individu yang sebelumnya pernah mencapai pengalaman sukses dalam suatu tugas akan memiliki keyakinan yang tinggi terhadap kemampuannya, sehingga akan meningkatkan keyakinannya saat menghadapi tugas berikutnya. Sebaliknya, individu yang sebelumnya gagal akan merasa tidak mampu sehingga menurunkan keyakinannya saat menghadapi tugas berikutnya. b. Pengalaman orang lain (Vicarious experience) Efikasi diri individu dapat dipengaruhi oleh model sosial, yaitu orang-orang yang dianggap memiliki kemampuan sama dengannya. Bila ia melihat orang lain tersebut berhasil maka akan meningkatkan efikasi dirinya, namun bila ia melihat orang lain tersebut gagal maka akan menurunkan efikasi dirinya. Pengaruh pengalaman orang lain tersebut sangat tergantung pada karakteristik model, tingkat kesulitan tugas, keadaan situasional dan keanekaragaman hasil yang dicapai

18 29 oleh model. Bila model yang diamati tidak sama dengan karakteristik individu maka pengaruh efikasi makin kecil. c. Persuasi sosial (bujukan secara lisan termasuk didalamnya) Saran, nasihat, bimbingan yang positif dari orang lain dapat meningkatkan keyakinan tentang ketrampilan dan kemampuan seseorang. Ada dua kondisi yang mempengaruhi persuasi, yakni: (1) ada kepercayaan terhadap orang yang memberi saran; dan (2) tindakan yang disarankan utuk dicoba harus realistis bagi yang diberi saran. d. Kondisi psikologis dan emosional Seseorang yang memiliki rasa takut, kecemasan, dan stres akan gagal menyelesaikan tugas. Kegagalan tersebut akan membuat individu merasa tidak mampu dan tidak yakin untuk menghadapi tugas selanjutnya. Individu akan lebih berhasil bila tidak mengalami pengalaman yang menekan yang dapat menurunkan keyakinannya. Tinggi rendahnya efikasi diri bila dikaitkan dengan lingkungan yang responsif dan tidak responsif akan menghasilkan empat bentuk hubungan: 1) Jika efikasi diri tinggi dan lingkungan responsif maka individu akan sukses; 2) Jika efikasi diri rendah dan lingkungan responsif maka individu akan mengalami depresi ketika melihat individu lain sukses pada tugas yang dianggap sulit; 3) Jika efikasi diri tinggi dan lingkungan kurang responsif maka individu akan protes melalui gerakan sosial atau kekuatan untuk memaksakan

19 30 perubahan, namun jika usahanya gagal maka mereka akan menyerah dan mencari cara lain atau mencari lingkungan baru yang lebih responsif; dan 4) Jika efikasi diri rendah dan lingkungan kurang responsif maka individu akan apatis, menyerah tidak berdaya. Efikasi diri memiliki empat komponen pokok yang merupakan bentuk dari pengalaman langsung yang diperoleh individu yang dapat membantunya meningkatkan penilaian terhadap efikasi diri. Individu belajar melalui pengalaman orang lain serta dapat menjadikan keberhasilan orang tersebut dapat dijadikan contoh dan motivasi pribadi. Selain hal tersebut, persuasi verbal yaitu arahan melalui sugesti dapat membantu mendorong untuk mencapai kesuksesan. Terakhir, situasi yang menekan dapat mempengaruhi efikasi diri sehingga situasi yang dapat menimbulkan tekanan cenderung dihindari. Dengan demikian efikasi diri dapat ditingkatkan dengan menggunakan empat sumber informasi efikasi diri yaitu: pengalaman yang dialami langsung oleh individu tersebut, pengalaman orang lain, persuasi sosial serta kondisi psikologis dan emosional individu tersebut. Semakin banyak individu tersebut belajar dan memperoleh informasi efikasi diri maka diharapkan tingkat efikasi diri individu tersebut akan semakin baik.

20 31 4. Pengaruh Efikasi Diri Terhadap Perilaku dan Kognisi Menurut Eggen dan Kautchak, pengaruh efikasi diri pada perilaku dan kognisi sebagai berikut: Tabel 2 Pengaruh efikasi diri pada perilaku dan kognisi Aspek Orientasi Tugas Usaha Ketekunan Individu Dengan Efikasi Diri Tinggi Menerima tantangan tugas Mencurahkan usaha yang tinggi ketika berhadapan dengan tugas menantang Tetap gigih ketika tujuan tidak tercapai Individu Dengan Efikasi Diri Rendah Menghindari tantangan tugas Mencurahkan sedikit usaha ketika berhadapan dengan tugas menantang Menyerah ketika tujuan tidak tercapai Keyakinan Strategi Kinerja Yakin akan sukses, mampu Memfokuskan pada perasaan mengontrol stress dan kecemasan incompetent, menunjukkan ketika tujuan tidak tercapai, yakin mampu mengontrol lingkungan kecemasan ketika tujuan tidak tercapai, tidak yakin bahwa ia mampu mengontrol lingkungan Menghilangkan strategi yang Gigih dengan strategi yang tidak tidak perlu perlu Menunjukkan kinerja yang lebih Menunjukkan kinerja yang lebih tinggi dibanding individu dengan rendah dibanding individu efikasi diri rendah, pada dengan efikasi diri tinggi, pada kemampuan setara kemampuan setara Sumber: Eggen dan Kautchak (dalam Lailatushifah, 2004) Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan pengaruh efikasi tinggi individu dalam perilakunya maka akan menerima tantangan tugas yang diberikan, mencurahkan usaha yang tinggi dalam menhadapi tugas yang menantang dan gigih ketika tujuan tidak tercapai. Individu dengan efikasi diri tinggi secara kognisi maka ia yakin akan sukses, mampu mengontrol stress serta kecemasan, dan yakin mampu mengontrol lingkungan selain itu mampu menghilangkan strategi yang tidak perlu.

21 32 Hal-hal tersebut merupakan kebalikan dari individu dengan efikasi diri rendah. C. Remaja 1. Pengertian Remaja Istilah adolesence/ remaja berasal dari kata latin adolescere (kata bendanya adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Istilah ini kemudian berkembang dan mempunyai arti yang lebih luas mencangkup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock,1980). Remaja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas XI dan XII yang berusia antara 15 sampai 18 tahun. Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab 1 ayat (4), pengertian peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Jalur, jenjang dan jenis pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan atau masyarakat (Afriyanti, 2007). Pada tahun 1974, WHO (Sarwono, 2002) memberi definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut

22 33 mengemukakan tiga kriteria yaitu biologis, psikologik, dan sosial ekonomi sehingga secara lengkap sebagai berikut: a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tandatanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. Berdasarkan teori yang dikemukakan, remaja sebagai peserta didik adalah individu yang berkembang secara biologik, psikologik serta berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran tertentu. Selain itu remaja juga mulai relatif lebih mandiri secara sosialekonomi yang terlihat pada kematangan karir. 2. Ciri-ciri Remaja Menurut Hurlock (1990) masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. a. Masa remaja sebagai periode yang penting Ada beberapa periode yang lebih penting daripada beberapa periode sebelumnya, karena akibatnya yang langsung terhadap sikap dan perilaku dan ada lagi yang lebih penting karena akibat-akibat jangka panjangnya. Ada periode yang penting karena akibat fisik dan ada lagi karena akibat psikososial. Pada periode remaja kedua-duanya

23 34 sama penting. Perkembangan fisik yang cepat disertai dengan cepatnya perkembangan mental pada masa awal remaja menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan membentuk sikap, nilai, dan minat baru. b. Masa remaja sebagai periode peralihan Peralihan tidak berarti terputus dengan berubah dari apa yang terjadi sebelumnya, melainkan lebih sebuah peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya. c. Masa remaja sebagai periode perubahan Ada empat perubahan yang terjadi pada remaja. Pertama, meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tinggat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kedua, perubahan minat dan peran yang diharapkan oleh sekelompok sosial untuk diperankan menimbulkan masalah baru. Ketiga, dengan berubahnya minat dan pola perilaku maka nilai-nilai juga akan berubah. Keempat, sebagaian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Remaja menginginkan dan menuntut kebebasan tapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuannya untuk dapat mengatasi tanggung jawab tersebut. d. Masa remaja sebagai usia bermasalah Setiap periode memiliki masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki atau perempuan. Terdapat dua alasan, yaitu sepanjang

24 35 masa kanak-kanan masalahnya sering diselesaikan oleh orang tua dan guru maka masa remajanya tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, para remaja merasa diri mereka mandiri sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri dan menolak bantuan orang tua dan guru. e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas Pada tahun-tahun awal remaja, penyesuaian diri dengan kelompok teman sebaya masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi menjadi sesama dengan teman dalam segala hal, seperti sebelumnya. f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan Ada anggapan bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercya dan cenderung merusak dan berperilaku merusak, menyebabkan orang ewasa yang membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal. Anggapan tersebut mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja terhadap dirinya sendiri. g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistis Remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagimana adalannya terlebih dalam hal cita-cita yang tidak realistisk ini tidak hanya bagi dirinya sendiri

25 36 tetapi bagi keluarga dan teman-temannya, menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri awal masa remaja. h. Masa remaja sebagai masa perkembangan sosialnya Pada usia remaja, wawasan sosial remaja putra dan putri bertambah luas melampaui batas-batas keluarga dan jenisnya, yang menimbulkan persoalan baru baginya. Dalam waktu ini para remaja mengalami beberapa perubahan. Dalam pandangan masyarakat, remaja adalah anak-anak bahkan diharapkan ia mampu memainkan peranan yang berbeda, ia menemukan kelompok orang dewasa yang bukan keluarganya, namun remaja harus bergaul dengan mereka. Luas lingkup teman sebaya juga meningkat dan terbentuklah kecenderungan kepada lawan jenisnya. Berdasarkan teori diatas remaja mengalami masa dengan ciri-ciri yaitu sebagai masa penting, masa peralihan, masa perubahan, masa mencari identitas, usia yang menimbulkan ketakutan, masa yang tidak realistis, dan masa perkembangan sosialnya sehingga perlu adanya bimbingan dan pendampingan agar dapat melaluinya dengan baik. D. Pengaruh Efikasi Diri Terhadap Kematangan Karir Peserta Didik Pada usia Sekolah Menengah Atas atau Sekolah Menengah Atas atau Kejuruan seseorang seharusnya dapat memilih dan merencanakan karir secara tepat. Untuk itulah diperlukan kematangan karir. Kematangan karir meliputi pengetahuan akan diri, pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan

26 37 memilih suatu pekerjaan, dan kemampuan untuk merencanakan langkahlangkah menuju karir yang diharapkan (Crite dalam Zulkaida dkk, 2007). Pilihan karir dan langkah-langkah pendidikan dan pelatihan yang tepat akan mengantar seseorang menjadi individu yang mempunyai daya saing dalam bursa kerja. Seorang yang mempunyai penilaian yang negaif terhadap kemampuan dirinya dalam melakukan pilihan karir akan kehilangan minat dan usaha untuk melakukan pengenalan diri dan pekerjaan, dan mengalami kesulitan jika menghadapi masalah dalam pemilihan karir. Hal tersebut akan berakibat pada rendahnya kematangan karir (Zulkaida dkk, 2007). Seligman dalam Komandyahrini dan Hawadi (2008) mengatakan salah satu ciri tingkat kematangan karir yang positif ditandai dengan meningkatnya sikap yang berhubungan dengan kematangan karir yakni efikasi diri (self-efficacy). Individu yang memiliki efikasi diri yang tingi akan berpikir bahwa kesulitan atau rintangan selalu dapat diatasi melalui pengembangan diri dan ketekunan. Sementara individu yang memiliki efikasi diri rendah akan dengan mudah meyakini kesia-siaan akan usahanya dalam menghadapi sesulitan. Menurut Seligman pula, bahwa salah satu faktor individual yang mempengaruhi kematangan karir adalah efikasi diri (selfefficacy).

27 38 Berdasarkan kerangka pikir tersebut diatas dapat digambarkan melalui bagan sebagai berikut: Peserta Didik Efikasi Diri a.) Tingkat kesulitan tugas (magnitude) b.) Luas bidang perilaku (generality) c.) Tingkat keyakinan (strenght) Kematangan Karir a.) Pemilihan kerja yang realistis b.) Kompetensi pilihan c.) Sikap terhadap pemilihan pekerjaan d.) Kemantapan pemilihan pekarjaan E. Hipotesis Berdasarkan latar belakang dan landasan teori di atas maka diajukan hipotesis sebagai berikut: Ada Pengaruh Efikasi diri terhadap Kematangan Karir Peserta Didik Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Purwokerto Tahun Pelajaran 2010/ 2011.

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. KEMATANGAN KARIR 1. Pengertian Kematangan Karir Crites (dalam Salami, 2008) menyatakan bahwa kematangan karir sebagai sejauh mana individu dapat menguasai tugas-tugas perkembangan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kematangan Karir 1. Pengertian Kematangan Karir Menurut (Hurlock, 1980) Pemilihan dan persiapan diri untuk menjalankan suatu pekerjaan atau karir merupakan tugas perkembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

Donald Super mencanangkan suatu pandangan tentang perkembangan karier yang berlingkup sangat luas, karena perkembangan jabatan itu dipandang sebagai

Donald Super mencanangkan suatu pandangan tentang perkembangan karier yang berlingkup sangat luas, karena perkembangan jabatan itu dipandang sebagai Donald Super mencanangkan suatu pandangan tentang perkembangan karier yang berlingkup sangat luas, karena perkembangan jabatan itu dipandang sebagai suatu proses yang mencakup banyak faktor. Faktor tersebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy) Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura (dalam Santrock,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kemampuan seseorang dalam menentukan sendiri pekerjaan yang sesuai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kemampuan seseorang dalam menentukan sendiri pekerjaan yang sesuai BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kematangan Karir Kemampuan seseorang dalam menentukan sendiri pekerjaan yang sesuai dengan minat dan kemampuan, pilihan yang realistik dan konsisten disebut kematangan karir

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan menguraikan beberapa teori terkait dengan judul yang peneliti sampaikan diatas. Di dalam bab ini akan menguraikan teori mengenai kematangan karir, motivasi berprestasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kematangan Vokasional 1. Definisi Kematangan Vokasional Dali Gulo (1982) mengemukakan bahwa kematangan adalah proses atau pertumbuhan dan perkembangan fisik yang disertai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang dialami Indonesia pada saat ini menyebabkan keterpurukan dunia usaha di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu bidang kehidupan yang penting bagi setiap negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengutamakan pentingnya pendidikan, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Elsa Sylvia Rosa, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Elsa Sylvia Rosa, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Remaja, dalam hal ini pelajar dipandang sebagai generasi muda yang memegang peranan penting sebagai generasi penerus dalam pembangunan masyarakat, bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah jenjang pendidikan yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan proses yang esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita individu. Pendidikan secara filosofis merupakan proses yang melibatkan berbagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karier merupakan sekuensi okupasi-okupasi di mana seseorang ikut serta di dalamnya;

TINJAUAN PUSTAKA. Karier merupakan sekuensi okupasi-okupasi di mana seseorang ikut serta di dalamnya; II. TINJAUAN PUSTAKA A. Rencana Karier 1. Pengertian Karier Karier merupakan sekuensi okupasi-okupasi di mana seseorang ikut serta di dalamnya; beberapa orang mungkin tetap dalam okupasi yang sama sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karir adalah keberhasilan individu dalam menyelesaikan tugas perkembangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karir adalah keberhasilan individu dalam menyelesaikan tugas perkembangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kematangan Karir 1. Definisi Kematangan Karir Super (dalam Winkel dan Hastuti, 2006) menyatakan bahwa kematangan karir adalah keberhasilan individu dalam menyelesaikan tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Universitas adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan

Lebih terperinci

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap manusia adalah unik, dan peserta didik yang memasuki masa remaja harus dapat menyadari hal tersebut. Melalui layanan bimbingan konseling disekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu isue dalam rangka menghadapi era globalisasi, baik persiapan jangka pendek sesuai AFTA 2003 maupun persiapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa di mana individu banyak mengambil

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa di mana individu banyak mengambil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa di mana individu banyak mengambil keputusan dalam berbagai hal (Santrock, 2002). Menurut Papalia dan Olds (2009:8), masa remaja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..).

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang diselenggarakan di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karier adalah bagian hidup yang berpengaruh pada kebahagiaan hidup manusia secara keseluruhan. Oleh karenanya ketepatan memilih serta menentukan keputusan karier

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia melakukan kegiatan sehari-hari sebagai cara untuk memenuhi kebutuhannya, dimana proses kehidupan manusia terus berjalan dimulai sejak lahir (bayi),

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Efikasi Diri Akademik 1. Pengertian Efikasi Diri Akademik Bandura (1997) menjelaskan bahwa efikasi diri merupakan perkiraan seseorang tentang kemampuannya untuk mengatur dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Subjective well-being Subjective well-being merupakan bagian dari happiness dan Subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass, 2008).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Efficacy 1. Definisi Self-Efficacy Seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu pada umumnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kognitif, khususnya faktor kognitif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah suatu masa bagi individu untuk mempersiapkan diri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah suatu masa bagi individu untuk mempersiapkan diri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah suatu masa bagi individu untuk mempersiapkan diri guna memasuki masa dewasa. Remaja memiliki tugas-tugas perkembangan, salah satu tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Artinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Artinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kualitas tenaga kerja merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Artinya bahwa kualitas sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep Self efficacy pertama kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin maju, maka perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin maju, maka perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin maju, maka perubahan yang terjadi juga semakin banyak. Salah satunya dalam bidang teknologi, banyaknya teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pendidikan tinggi yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara perusahaan-perusahaan di Indonesia semakin ketat. Dunia perekonomian berjalan dengan sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menjadi bangsa yang kian berkembang adalah harapan seluruh rakyat Indonesia. Masyarakat Indonesia mengharapkan adanya pembaharuan di segala bidang,

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN KEMATANGAN KARIR PADA SISWA KELAS XII SMK AHMAD YANI JABUNG

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN KEMATANGAN KARIR PADA SISWA KELAS XII SMK AHMAD YANI JABUNG 1 HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN KEMATANGAN KARIR PADA SISWA KELAS XII SMK AHMAD YANI JABUNG Muhammad Antos Riady Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy berasal dari teori Bandura (1997) yaitu teori kognisi belajar sosial. Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. a. Pengertian Dukungan Sosial Orang Tua

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. a. Pengertian Dukungan Sosial Orang Tua BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Kajian Pustaka 1. Dukungan Sosial Orang Tua a. Pengertian Dukungan Sosial Orang Tua Dukungan sosial merupakan salah satu istilah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perekonomian, perindustrian, dan pendidikan. yang diambil seseorang sangat erat kaitannya dengan pekerjaan nantinya.

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perekonomian, perindustrian, dan pendidikan. yang diambil seseorang sangat erat kaitannya dengan pekerjaan nantinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, pertumbuhan penduduk di Indonesia semakin bertambah, teknologi semakin canggih, serta ilmu pengetahuan semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang pada umumnya ditandai dengan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial, tetapi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KEMATANGAN KARIR SISWA KELAS XI SMKN 8 JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KEMATANGAN KARIR SISWA KELAS XI SMKN 8 JAKARTA 31 HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KEMATANGAN KARIR SISWA KELAS XI SMKN 8 JAKARTA Iman Setiyanto 1) Dra. Louise B. Siwabessy, M.Pd 2) Dr. Gantina Komalasari, M.Psi 3) Abstrak Tujuan penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri, motivasi diri

BAB II LANDASAN TEORI. bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri, motivasi diri BAB II LANDASAN TEORI A. Semangat Kerja 1. Pengertian Semangat Kerja Chaplin (1999) menyatakan bahwa semangat kerja merupakan sikap dalam bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Definisi Self Efficacy Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk berhasil melakukan tugas tertentu (Bandura, 1997).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Definisi self efficacy Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan serangkaian tindakan dalam mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang semakin meningkat. Individu dituntut untuk semakin maju agar dapat mengikuti persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju serta terbukanya pasar global akan menstimulus kita untuk selalu meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan dasar dalam pengaruhnya kemajuan dan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan dasar dalam pengaruhnya kemajuan dan kelangsungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan dasar dalam pengaruhnya kemajuan dan kelangsungan hidup individu. Hal tersebut diungkapkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Rupublik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Kesiapan Kerja 2.1.1 Pengertian kesiapan kerja Menurut Anoraga (2009) kerja merupakan bagian yang paling mendasar atau esensial dari kehidupan manusia. Sebagai bagian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karir merupakan bagian dari kehidupan setiap orang. Bahkan karir bagi

BAB I PENDAHULUAN. Karir merupakan bagian dari kehidupan setiap orang. Bahkan karir bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karir merupakan bagian dari kehidupan setiap orang. Bahkan karir bagi sebagian orang dianggap sebagai status yang dapat menghidupkan atau mematikan seseorang. Karir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI SELF-EFICACY

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI SELF-EFICACY BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI SELF-EFICACY A. Pengertian Self-Efficacy Terminologi self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh seorang tokoh behavioris bernama Albert Bandura pada tahun 1981 (Bandura,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Self efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional 2.1.1 Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian Kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Efikasi Diri A. Efikasi Diri Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam teori sosial kognitif atau efikasi diri sebagai kepercayaan terhadap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy adalah keyakinan diri individu tentang kemampuannya dan juga hasil yang akan individu peroleh dari kerja kerasnya yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Crites (dalam Brown, 2002) mendefinisikan kematangan karir sebagai tingkat di mana

BAB II LANDASAN TEORI. Crites (dalam Brown, 2002) mendefinisikan kematangan karir sebagai tingkat di mana BAB II LANDASAN TEORI A. Kematangan Karir 1. Pengertian kematangan karir Crites (dalam Brown, 2002) mendefinisikan kematangan karir sebagai tingkat di mana individu telah menguasai tugas perkembangan karirnya,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran siswa pada masalah yang nyata sehingga siswa dapat menyusun

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran siswa pada masalah yang nyata sehingga siswa dapat menyusun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Based Learning Model pembelajaran PBL merupakan model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah yang nyata sehingga siswa dapat menyusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman, saat ini masyarakat semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini didukung pula dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. (Winkel & Hastuti, 2006: 633) kematangan karir adalah keberhasilan seseorang

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. (Winkel & Hastuti, 2006: 633) kematangan karir adalah keberhasilan seseorang BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 1.1 Kajian Teoritis 1.1.1 Makna Kematangan Karir Kematangan karir merupakan bagian terpenting yang harus dimiliki oleh siswa guna menunjang keberhasilan perencanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Efikasi Pengambilan Keputusan Karir. dalam berbagai keadaan (Bandura,1997).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Efikasi Pengambilan Keputusan Karir. dalam berbagai keadaan (Bandura,1997). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Efikasi Diri Pengambilan Keputusan Karir 1. Pengertian Efikasi Pengambilan Keputusan Karir Bandura (1997) merupakan orang yang pertama kali memperkenalkan konsep efikasi diri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teoritis 1. Self-Efficacy a. Pengertian Self-Efficacy Self-efficacy menurut Bandura (1997) adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian No.Daftar : 056/S/PPB/2012 Desi nur hidayati,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian No.Daftar : 056/S/PPB/2012 Desi nur hidayati,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi yang semakin berkembang, perlu dipersiapkan sumber daya manusia yang semakin kompeten dan berkualitas yang mampu menghadapi tantangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya (www.ui.ac.id). Oleh

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya (www.ui.ac.id). Oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Universitas merupakan salah satu institusi yang mempersiapkan sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya (www.ui.ac.id). Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Contoh peran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (http://wajahpendidikan.wordpress.com/pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (http://wajahpendidikan.wordpress.com/pentingnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era yang serba maju seperti saat ini, kita dituntut untuk dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi oleh dunia bisnis yang semakin kompleks. Ditandai dengan adanya perubahan lingkungan

Lebih terperinci

GAMBARAN KEMATANGAN KARIR SISWA DI SMK MUSIK PERGURUAN CIKINI

GAMBARAN KEMATANGAN KARIR SISWA DI SMK MUSIK PERGURUAN CIKINI Gambaran Kematangan Karir Siswa di SMK Musik Perguruan Cikini 137 GAMBARAN KEMATANGAN KARIR SISWA DI SMK MUSIK PERGURUAN CIKINI Vika Rusmania 1 Dra. Indira Chanum Chalik, M.Psi. 2 Herdi, M.Pd. 3 Abstrak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis. matematis merupakan sebuah cara dalam berbagi ide-ide dan

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis. matematis merupakan sebuah cara dalam berbagi ide-ide dan 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Komunikasi Matematis a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis Menurut NCTM (2000: 60) menyatakan bahwa komunikasi matematis merupakan sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kebutuhan dalam kehidupan manusia untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di Indonesia yang terdiri dari beberapa fakultas yang dibagi lagi ke dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai pemikir, perencana, penggerak, dan pendukung pembangunan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai pemikir, perencana, penggerak, dan pendukung pembangunan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki keterampilan unggul, sebagai pemikir, perencana, penggerak, dan pendukung pembangunan pada masa ini sangatl dibutuhkan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tugas perkembangannya di periode tersebut maka ia akan bahagia, namun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tugas perkembangannya di periode tersebut maka ia akan bahagia, namun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Ada beberapa tugas perkembangan yang harus dilakukan seorang remaja. Menurut Havighurst (dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Harga Diri 2.1.1 Pengertian Harga Diri Harga diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang mempunyai peran penting dan berpengaruh besar terhadap sikap dan perilaku individu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S Winkel 1987 dalam bukunya yang berjudul Psikologi Pengajaran salah satu kemampuan pokok

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa remaja

Bab I Pendahuluan. dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa remaja Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Masa remaja seringkali dikenal dengan masa mencari jati diri, oleh Erickson disebut dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengemukakan bahwa: Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia jumlah anak berkebutuhan khusus semakin mengalami peningkatan, beberapa tahun belakangan ini istilah anak berkebutuhan khusus semakin sering terdengar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cara mengajar 2.1.1 Pengertian Cara mengajar Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara mengajar adalah cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) siswa dengan kelompok heterogen. Sedangkan, Sunal dan Hans

BAB II KAJIAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) siswa dengan kelompok heterogen. Sedangkan, Sunal dan Hans 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) 1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Menurut Slavin, kooperatif adalah suatu pembelajaran dimana siswa belajar

Lebih terperinci

yang merupakan masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional

yang merupakan masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional yang merupakan masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Remaja memiliki tugas-tugas perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi perekonomian yang cukup sulit bagi sebagian lapisan masyarakat mendorong mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. kondisi perekonomian yang cukup sulit bagi sebagian lapisan masyarakat mendorong mahasiswa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Fenomena kuliah sambil kerja banyak dijumpai di berbagai negara. Hal ini terjadi baik di negara berkembang maupun di negara maju yang telah mapan secara ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses jangka panjang untuk membuat keputusan-keputusan karir dari

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses jangka panjang untuk membuat keputusan-keputusan karir dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tolbert (dalam Suherman, 2000) mengatakan bahwa perkembangan karir merupakan proses jangka panjang untuk membuat keputusan-keputusan karir dari banyak pilihan, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat memasuki dunia kerja, demikian halnya dengan pendidikan di SMA. Kurikulum SMA dirancang untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. EFIKASI DIRI PARENTING 1. Pengertian Efikasi Diri Bandura merupakan tokoh yang memperkenalkan istilah efikasi diri (selfefficacy). Bandura (2001) mendefinisikan bahwa efikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Bekerja 1. Pengertian Motivasi Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar adalah motif ( motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) :

POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) : POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) : 1. Konsep dasar bimbingan dan konseling pribadi - sosial : a. Keterkaitan diri dengan lingkungan sosial b. Pengertian BK pribadi- sosial c. Urgensi

Lebih terperinci