Gambar 20. Interval pendapatan keluarga pada keluarga ibu beke rja dan keluarga ibu tidak bekerja

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar 20. Interval pendapatan keluarga pada keluarga ibu beke rja dan keluarga ibu tidak bekerja"

Transkripsi

1 VIII. KESEJAHTERAAN KELUARGA 8.1. Pendapatan Keluarga (Income) Pendapatan keluarga merupakan total peildapatan (income) KK, ibu dan anggota keluarga lainnya yang diperoleh dari pekejaan pokok, peke qaan tarnbahan ataupun pendapatan dari sumber lainnya (non income) dalam 1 bulan. Rata-rata pendapatan seluruh keluarga responden adalah Rp perbulan (Lampiran 15). Jumlah ini rata-rata tersebut lebih kecil dibandingkan rata-rata pendapatan keluarga ibu bekerja yaitu Rp sedangkan rata-rata pendapatan keluarga ibu tidak bekerja dibawah rata-rata pendapatan seluruh responden (Rp ). 1 mtidak bekerja OW.l ,90% o% Jumlah (Keluarga) Gambar 20. Interval pendapatan keluarga pada keluarga ibu beke rja dan keluarga ibu tidak bekerja Dari rata-rata pendapatan dan distribusi pendapatan pada Gambar 20 dapat dilihat keadaan ekonomi keluarga ibu bekeja lebih tinggi dari keluarga ibu tidak

2 b'ekerja. Keluarga ibu tidak bekerja yang memiliki pendapat~ lebih kecil atau sama dengan Rp jumlahnya mencapai dua kali lipat dibanding pada keluarga ibu bekerja. Hasil statistik (Lampitan 11) rnenunjukkan bahwa pendapatan keluarga memiliki hubungan yang sangat kuat dengan faktor ibu bekeja atau ibu tidak bekerja (x2=20$17; p=0,001). Faktor tersebut memiliki korelasi yang sangat kuat (r = 0,335; p= 0,000). Hal ini menunjukkan bahwa peran ibu dalam memberikan kontribusi ekonorni memiliki dampak yang positif terdapat pendapatan keluarga. Jumlah anggota keluarga me~pakafl salah satu motivasi keluarga untuk mendapatkan pendapatan yang lebih besar. Hasil uji chi-square menunjukan jumlah anggota keluarga memiliki hubungan yang sangat signifikan terhadap pendapatan keluarga (xz = 15,214; p=0,009). Semakin besar jumlah suatu keluarga maka makin besar pendapatan mereka untuk memenuhi kebutuhan setiap anggota keluarganya (Lampiran 5). Ditemukan 3 keluarga ibu tidak bekerja dan 4 keluarga ibu bekerja yang anggota keluarganya selain KK dan ibu ikut memberikan penghasilan kepada keluarga, yaitu mertua dan anak. Narnun penghasilan yang mereka berikan sangat kecil (Rp per bulan) dan sebagaian yang lain bekerja membantu orang tua sehingga tidak mendapatkan upah moneter (uang). Pendapatan kepala keluarga (KK) rnerupakan total pendapataan suami dari pekerjaan pokok, pekerjaan tambahan dan sumber pendapatan lainnya (Lampiran 15). Rata-rata pendapatan seluruh KK adalah Rp Selisih pendapatan KK minimum dan maksimum rnenujukkan jumlah yang sangatan ekstrim. Hal ini menujukkan kesenjangan yang cukup besar antara KK yang satu dengan yang lainnya. Pendapatan KK yang terkecil adalah Rp dan pendapatan terbesar Rp

3 Gambar 21. Pendapatan Kepala Keluarga (KK) Lebih dari 60% pendapatan KK berkisar antara Rp Rp Pendapatan yang kurang dari Rp hanya dimiliki oleh 5,06% keluarga saja (Gambar 21). Dilihat dari interval pendapatan KK pada Gambar 14 tidak terdapat perbedaan yang menyolok antara pendapatan KK pada keluarga ibu bekeja dengan keluarga ibu tidak bekerja, Hasil analisa terhadap 79 keluarga ibu bekerja, rata-rata ratio pendapatan ibu terhadap total pendapatan keluarga adalah 0,33 dengan ratio minimal 0,03 dan ratio maksimal 0,90. Gambar 22 memperlihatkan jumlah pendapatan ibu yang masih sangat rendah. Separuh dari ibu mmah tangga bekeja (persenti1 50) dapat memberi kontribusi sebesar 27% hingga 90% dalam pendapatan keluarga. Rata-rata pendapatan ibu mmah tangga adalah Rp Persentase ibu ~ mah tangga yang memiliki pendapatan dibawah rata-rata adalah 60,76% keluarga.

4 % Jumlah (% Keluarga) Gambar 22. Interval pendapatan ibu bekerja Untuk mengelola dan menyimpan penghasilan sebagian besar ibu melakukannya sendiri. Ibu yang langsung mengelolaan pendapatannya sendiri adalah 87,18% orang, selebihnya KK terlibat dengan lebih dominan 10,26% dan mengelolanya secara bersama-sama 2,56%. Dalam menyirnpan hasil pendapatannya ibu lebih banyak rnelakukannya sendiri dibanding dalam ha1 pengelolaan, yaitu 94,87%. Hanya sebagian kecil KK yang terlibat dalam rnenyimpan penghasilan ibu 2,56% (Gambar 23).

5 Jwnlah Keluarga Gambar 23. Pengelola dan penyimpan penghasilan ibu rumah tangga Pendapatan ibu menjadi pemasukkan rutin bagi 82,28% keluarga ibu bekeja setiap bulannya. Hanya 6,33% keluarga yang kontribusi pendapatan ibu bersifat musiman dan 11,39% keluarga bersifat kadang-kadang. Sifat kontribusi ibu yang dominan rutin menunjukkan bahwa pendapatan ibu bekerja dapat menjadi salah satu pegangan untuk memenuhi pengeluaran bulanan keluarga. Hal ini juga tampak pada pengalokasian penggunaan pendapatan ibu yang lebih banyak untuk keperluan keluarga dari pada untuk kepentingarr dirinya sendiri. Tabel 38. Sifat kontribusi pendapatan ibu bekerja per bulan No Sifat kontribusi pendapatan Rutin Musiman Kadang-Kadang Jumlah (Keluarga) Persentase (%) Urutan alokasi penggunaan pendapatan ibu bekerja untuk kepentingan keluarga disajikan pada Tabel 38. Hampir seluruh ibu bekerja (93,67%) menggunakan pendapatannya sebagai tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,

6 ' seperti untuk membeli bahan makanan, sabun, gula-kopi-feh, dan lainnya. Selain itu pendapatan ibu digunakan untuk berobat atau membeli obat bebas jika ada anggota keluarga mereka yang sakit (65,82%), membiayai kebutuhan sekolah dan uang saku anak baik anak yang sudah masuk sekolah maupun yang belum usia sekolah (56,96 %)),- keluarga yang menggunakan kembali penghasilan ibu untuk modal dalam mengembangkan usaha ibu (7,59%), membeli perhiasan emas (2,53%) dan membeli kosmestik (34,18%). Penggunaan pendapatan untuk pembelian kosmestik pada umumnya dilakukan oleh keluarga yang memiliki anak usia remaja atau gadis agar mereka dapat berpenampilan menarik. Ibu rumah tangga tidak terlalu merawat kecantikan dirinya lagi dengan alasan sudah menikzh sehingga tidak perlu berdandan untuk menarik perhatian lawan jenis. Tabel 39. Alokasi penggunaan pendapatan ibu bekeja 8.2. Pengeluaran Keluarga (Expenditure) Biaya yang dikeluarkan rata-rata keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari adalah Rp Jumlah pengeluaran terkecil adalah Rp dan pengeluran terbesar adalah Rp Biaya-biaya ini digunakan oleh setiap

7 keluaiga' untuk memenuhi kebutuhan makan, kesehatan, kebersihan dasar tubuh (sabun cuci, sabun mandi dan pasta gigi), transportasi, pakaian, anak sekolah dan kebutuhan lainnya. Pengeluaran untuk kebutuhan lainnya meliputi pengeluaran yang tidak selalu dimiliki oleh setiap keluarga, seperti pengeluaran untuk membayar kredit, arisan, kontrakan rumah dan pengeluaran untuk membeli kosmestik. 1. ibu bekerja 1 Jumlah keluarga (%) Gambar 24. Jumlah pengeluaran bulanan Jumlah pengeluaran pada kedua kelompok keluarga sangat berbeda nyata. Ratarata pengeluaran keluarga ibu bekeja lebih besar dibandingkan keluarga ibu tidak bekerja. Rata-rata pengeluaran bulanan keluarga ibu bekeja adalah Rp sedangkan pengeluaran keluarga ibu tidak bekerja hanya Rp Pada Gambar 24 tampak bahwa keluarga dengan pengeluaran di bawah Rp pada keluarga ibu tidak t2ieja lebih banyak (6,33%) dibanding keluarga ibu bekerja (1,90%). Keluarga yang memiliki pengeluaran antara Rp pada keluarga ibu tidak bekeja adalah 24,68% sedangkan pada keluarga ibu tidak bekeja hanya

8 12,66%. Pada Keluarga ibu tidak bekerja ditemukan jumlah keluarga dengan pengeluaran lebih dari Rp sebanyak 18,99% sedangkan pada keluarga ibu bekerja mencapai 35,44%. Dari uji chi square yang dilakukan (Lampiran 4) keberadaan ibu bekerja. memiliki hubungan dengan jumlah pengeluaran keluarga dengan sangat nyata (x2=20,417; p=0,001). Berdasarkan uji korelasi yang dilakukan tampak bahwa ibu bekejdtidak bekeja memiliki bubungan yang sangat kuat dengan jumlah pengeluaran bulanan setiap keluarga (~0,359; p= 0,001) Pengeluaran untuk Makan Jumlah biaya makan yaqg dikeluarkan oleh keluarga rata-rata setiap bulan adalah Rp perbulan dengan pengeluaran minimal Rp dan pengeluaran maksimal Rp Dari Tabel 40 tampak bahwa biaya makan yang dikeluarkan oleh keluarga ibu bekerja lebih besar dibandingkan biaya makan yang dikeluarkan oleh keluarga ibu tidak bekerja. Lebih dari 50 % keluarga ibu tidak bekerja yang pengeluaran untuk biaya makan di bawah rata-rata. Tabel 40. Pengeluaran mmah tangga untuk biaya makan Besamya rata-rata ratio pengeluaran keluarga untuk makan terhadap jumlah pengeluaran setiap bulan mencapai 0,63 (Lampiran 15). Rata-rata ratio pengeluaran

9 'untuk makan terhadap pengeluaran bulanan pada keluarga ibu bekerja lebih kecil (0,61) dibanding keluarga ibu tidak bekerja (0,61). Semakin besar ratio pengeluaran untuk makanan (pangan) maka semakin kecil alokasi penegeluaran keluarga untuk kebutuhan non pangan. Kmdisi ini menunjukkan semakin rendahnya kemempuan perekonomian keluarga. Hasil uji korelasi (Lampiran 4) juga menujukkan bahwa biaya makan secara nyata berhubungan positif dengan konbibusi pendapatan ibu dalam rumah tangga (r=0.314**) dan tingkat pendapatan keluarga (1-.846**). Hal ini menujukkan biaya m semakin besar pendapatan keluarga semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk makan. Selain itu secara nyata biaya makan per kapita juga berhubungan positif dengan pendapatan keluarga ( **). Dengan demikian dapat dikatakan kualitas dan kuantitas makan yang dikonsumsi oleh keluarga ibu bekerja lebih baik dari makanan yang dikonsumsi oleh keluarga ibu tidak bekeja Pengeluaran Kesehatan dan Pemeliharaan Kebersihan Dasar Tubuh Masyarakat kita tidak memiliki alokasi khusus dalam menganggarkan biaya kesehatan. Biaya kesehatan umumnya dipemntukkan untuk pengobatan (bukan untuk upaya pencegahan dari penyakit). Pengeluaran biaya kesehatan masih sangat rendah. Lebih dari 65% keluarga mengeluarkan biaya kesehatan i Rp 5000 (Tabel 41). Besamya pengeluaran bulanan keluarga untuk kesehatan tidak berhubungan dengan variabel kontribusi ibu dalam ekonomi mmah tangga (ibu bekerja atau tidak bekeja) mengalami perbedaan yang sangat nyata (xz : **). Kontribusi ibu dalam ekonomi ~mah tangga secara nyata memiliki korelasi yang positif dengan jumlah pengeluaran biaya kesehatan per bulan (&.341**). Rata-rata ratio pengeluaran keluarga untuk biaya kesehatan pada keluarga ibu bekerja dan tidak bekerja sangat kecil (0,Ol). Jumlah pengeluaran kesehatan paling besar pada keluarga ibu bekeja hanya 0,06 sedangkan pada keluarga ibu tidak

10 bekerja hanya 0,05. Ditemukan adanya keluirga yang tidak memiliki alokasi pengeluaran dan penggunaan biaya kesehatan. Hal ini tidak menujukkan tingkat kesehatan keluarga yang sangat sehatltidak sakit, tetapi karena adanya program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) yang digalakkan pemerintah. JPKM memberikan pelayanan kesehatan dasar secara gratis dan dm sebagain yang lain dikenakan biaya Rp Untuk pelayanan kelahiran JF'KM membebaskan biaya persalinan di bidan. Keluarga ibu bekeja memiliki kemampuan lebih besar untuk mengeluarkan biaya kesehatan di antara Rp dan Rp , yaitu sebanyak 5,06% dan 8,23%. Keluarga ibu bekeja mampu mengeluarkan biaya kesehatan diatas Rp setiap bulannya hanya 1,26%. Tabel 41. Persentase keiuarga ibu tidak bekerja dan ibu bekeja yang tinggal dekat PKM dan jauh dari PKM berdasarkan jumlah pengeluaran biaya kesehatan per-bulan Berdasarkan hasil pengamatan jarak rumah terhadap lokasi PKM tidak menunjukkan adanya hubungan yang positif dan tidak saling berhubungan (x2: dan r: ). Sebaliknya biaya kesehatan memiliki hubungan positif dengan tingkat pendidikan KK dm pendapatan keluarga. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan KK maka semakin besar pengeluaran yang dialokasikan untuk kesehatan (~0,174*). Pendapatan keluarga memiliki hubungan yang tidak signifikan terhadap biaya kesehatan yang dike1uarh.m oleh keluarga( x2: *), akan tetapi keduanya niemiliki korelasi yang sangat kuat (r: 0,201**).

11 Besar pengeluaran kesehatan tidak menunjukkan bahwa keluarga tersebut dalam tingkat kesehatan yang rendah. Hal ini menunjukkan kepedulian keluarga terhadap kesehatan lebih tinggi. Saat mereka medapatkan gangguan kesehatan mereka tidak membiarkan penyakit tersebut, tetapi melakukan pengobatan dengan pengobatan sendiri terlebih dahulu dan melanjutkan dengan melakukan pengobatan medis (1=0,222**) di PKh4 atau Polindes jika dalam 4-6 hari tidak sembuh. Tingginya kemampuan keluarga dalam pengobatan medis di PKM, PKh4 Pembantu atau Polindes karena murahnya biaya pengobatan. Biaya pengobatan di pusat kesehatan bagi sebagian pemegang kartu Jaminan Pengaman Sosial (JPKh4). Tabel 42. Interval pengeluamn bulanan untuk sabun, pasta gigi dan sampo Interval biaya sabun <lo.ooo , >= Keluarga Ibu Tidak Bekerja Ibu Bekerja Jumlah Jika kita lihat dari interval pengeluaran bulanan yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk biaya membeli sabun, pasta gigi dan sampo tampak perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok ~ mah tangga tersebut. Kemampuan keluarga untuk menyediakan sabun, pasta gigi dan sampo memiliki hubungan dengan faktor ibu bekejaltidak bekeja (x2= 11,385; p=0,010 dan ). Kedua faktor tersebut memiliki korelasi yang sangat hat (I= 0,260; p=o,ool) Pada Tabel 42 tampak kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan sabun, pasta gigi dan sampo. Pada keluarga ibu tidak bekeja persentase keluarga yang mengeluarkan biaya kurang dari sepuluh ribu rupiah adalah 21,52%, Rp ,9 adalah 11,30%, Rp ,9 adalah 14,56% dan pengeluaran lebih dari Rp adalah 2,53%. Pada keluarga bekeja jumlah pengeluaran lebih besar

12 dari ibu tidak bekerja. Pengeluaran ibu bekerja di'bawah Rp hanya 6,33%. Keluarga yang pengeluaran kebersihannya Rp ,9 dan Rp ,9 adalah masing-masing 17,72%. 83. Index Gini Pada lampiran 15 daoat dilihat Rata-rata selisih pendapatan dan pengeluaran keluarga bernilai positf (plus), yaitu Rp 96,557. Selisih terendah adalah -Rp dan selisih tertinggi mencapai Rp Rata-rata selisih pendapatan dan pengeluaran pada keluarga ibu bekeja (Rp ) lebih tinggi dibandingkan keluarga ibu tidak bekerja (Rp ). Secara keselumhan kondisi finansial keluarga ibu tidak bekeja dan keluarga ibu tidak signifikan (x2=3.808; p=0.149). Mayoritas masyarakat dipedesaan memiliki jumlah pengeluaran yang sesuai dengan tingkat pendapatannya, akan tetapi jumlah keluarga yang memiliki kondisi keuangan (negatif) minus cukup besar yaitu 27, 85%. Selisih negatif pendapatan dan pengeluaran pada kedua kelompok keluarga tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan walaupun jumlah selisih minus pada keluarga ibu bekerja lebih kecil (keluarga ibu tidak bekeja 14,56% dan ibu bekeja 13,29%). Perimbangan ini mempakan salah satu upaya mereka dalam mengatur keuangan mereka. Selisih pendapatan dan pengelurn ini tidak dapat mencerminkan tingkat kemampuan ekonomi mereka lebih baik mereka karena banyak dari kebutuhan dasar mereka yang tidak terpenuhi secara kualitas dan kuantitas. Distribusi pendapatan dan pengeluaran dilakukan untuk menganalisa kesejahteraan keluarga. Ukuran kesejahteraan dalam penelitian ini me~pakan sebuah proksi atau penvakilan perkiraan kemampuan ekonomi keluarga. Pengukuran kesejahteraan dilakukan dengan melihat kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhannya pokok dan kondisi kesehatan keluarga. Kebutuhan pokok meliputi kebutuhan pangan dan no3 pangan berdasarkan pendapatan yang mereka peroleh

13 '(selisih pendapatan dan pengeluaran) termasuk didalamnya biaya kesehatan dan pendidikan. I Responden (%) I Gambar 25. Kurva Lorenz keluarga ibu yang memiliki pendapatan (bekerja) i t% Kumulatif Pengelusran t% Kumulatif Responden 1 Gambar 26. Kurva Sorenz keluarga ibu yang tidak memiliki pendapatan (tidak bekerja)

14 Distribusi pemerataan pengeluaran keluarga inendekati merata dengan index gini (G,,,,I,JGp) sebesar 0,27. Walaupun demikian G, keluarga ibu bekerja (0,26) lebih kecil dibanding G, keluarga ibu tidak bekerja (0,28). Tingkat pemerataantkesejahteraan pada sample keluarga bekerja lebih baik dibanding psda - - keluarga tidak bekerja. Kondisi tingkat pemerataan ini tidak dapat dikatakan sebagai cerminan tingkat distribusi pengeluaran masyarakat di wilayah Lombok Barat maupun dilokasi penelitian. Ketidaktemakilan ini akibat pembatasan yang dilakukan dalam pemilihan pendapatan dibawah Rp ) untuk mendapatkan responden yang homogen. Pada Gambar 25 dan 26 (kurva Lorenz) tampak sebaran distribusi pengeluaran keluarga yang melengkung kekanan bawah atau dari garis keseimbangan ideal. Artinya tingkat pemerataan pendapatan masyarakat tidak merata atau mengalami kesenjangan. Hal ini menunjukkan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah belum berdampak secara merata Keluarga menabung Pada keluarga ibu bekerja dan keluarga ibu bekeja terdapat kegiatan menabung. Tabungan ini dimanfaatkan saat mereka kekurangan uang mtuk inakan sehari-hari, biaya anak sekolah, ada anggota keluarga yang sakit, memperbaiki rumah, membeli barang elektronik (TV, tape, VCD, Majic jar), atau kebutuhan mendesak lai~ya. Dengan keterbatasan sumber dan jumlah keuangan yang dimiliki maka tabungan yang yang dimiliki oleh keluarga cepat terpakai dan jarang terkumpul hingga jumlah yang besar. Pada keluarga ibu bekerja kegiatan menabung banyak dilakukan dari pada keluarga ibu tidak bekerja. lebih Kegiatan menabung pada keluarga ibu bekeja dilakukan oleh 51 keluarga (32,28%) dan pada keluarga jbu tidak beke j a dilakukan oleh 28 keluarga (17,72%). Hubungan yang sangat erat mtara keberadaan kontribusi pendapatan ibu dengan

15 kegiatan menabung dalarn keluarga ditunjukkan dengan koefisien korelasi yang ; cukup kuat (0,208**). Tabel 43. Keluarga Menabung Kontribusi pendapatan ibu ~umah Tangga (Ibu Bekerjal Ibu Tidak Bekerja) Menabung Tidak Ya Jumlah ' Ibu tidak bekerja (KK) (%) 53,17 46, Ibu beke ja (KK) (%) , o i suami ibu anak Anggota Keluarga Gambar 27. Anggota Keluarga yang Melakukan Kegiatan Menabung Anggota keluarga yang paling banyak menabung adalah anak-anak, ini ditemui pada 57,96% keluarga (Gambar 27). Temtama pada keluarga yang memiliki anak usia sekolah SD, karena adanya program gemar menabung yang digalakkan oleh pemerintah setempat. Anggota keluarga lain yang banyak melakukan kegiatan menabung adalah ibu mmah tangga sebanyak 42,05% keluarga dan jumlah keluarga ibu bekerja yang menabung dua kali lipat jumlah keluarga ibu tidak bekerja yang

16 menabung. Kontribusi pendapatan ibu memiliki hubungan yang erat dengan koefisien korelasi (r :0,194*). Besamya hubungan antar variabel ini juga diperlihatkan oleh hasil chi-square yang berbedanyata (x2: 5,964) Anggota keluarga yang paling sedikit melakukan kegiatan menabung dalam keluarga ibu bekerja dan ibu tidak bekerja adalah KK Kebiasaan Makan Kemampuan makan 3 kali sehari dimiliki oleh mayoritas keluarga (81,01%). Keluarga ibu bekerja yang memiliki kemampuan makan 3 kali sehari sedikit lebih banyak dibanding keluarga ibu tidak bekerja (Tabel 44). Keberadaan ibu bekeqa dan tidak beke ja dalam keluarga tidak memberikan hubungan yang signifikan terhadap jumlah frekwensi makan keluarga Terdapat 2,53% keluarga yang hkwensi makannya mencapai 4 kali sehari dan 16,46% keluarga memiliki ftekwensi makan hanya 2 kali. Frekwensi makan dalam setiap keluarga sangat tergantung pada faktor kebiasaan. Pada umumnya alokasi waktu makan bagi keluarga yang frekwensi makannya 3 kali sehari adalah makan pagi (sarapan), makan siang dan makan malam sedangkan bagi keluarga yang frekwensi makannya 2 kali sehari adalah makan siang dan makan malam saja karena mereka tidak terbiasa sarapan. Masyarakat Lombok Barat memiliki pola makan dengan jumlah porsi karbohidrat yang cukup besar. Sumber karbohidrat utama yang mereka konsumsi adalah dalam nasi. Proporsi nasi terhadap lauk pauk dan sayuran mencapai 90-95%. Anggota keluarga dengan usia 12 tahun - dewasaltua mengkonsumsi nasi antara 0,s - 1 piring penuh nasi setiap kali makan. Penggunaan biaya makan paling besar adalah untuk membeli beras. Mereka lebih mementingkan besamya asupan nasi yang mereka makan dari pada kualitas beras yang mereka masak. Pada Tabel 45 terdapat frekwensi keluarga dalam mengkonsumsi sayuran, daging, ikan dan tahu-tempe. Pada kedua kelompok keluarga hampir setiap hari

17 (sering) mereka mengkonsumsi sayuran (87,97%) dan tahu-tempe (84,00%). Kedua jenis bahan makanan ini sering mereka konsumsi karena harganya murah dan terjangkau. Frekwensi keluarga mengkonsumsi ikan dan daging lebih kecil dibanding frekwensi mengkonsumsi sayur &an tahu-tempe. Persentase keluarga yang sering mengkonsumsi ikan sebanyak 62,00% sedangkan keluarga yang sering mengkonsurnsi daging hanya 17,00%. Kemampuan keluarga membeli daging lebih rendah dibanding kemampuan membeli ikan. Lebih tingginya kemampuan keluarga membeli ikan karena beragamnya jenis ikan yang dijual dipasaran dengan variasi harga yang beragam. Tabel 44. Frekwensi makan dan makanan yang dikonsumsi (%) Jumlah makan dalam sehari Data diatas hanya menyajikan informasi seberapa sering mereka memakannya tanpa meneliti lebih lanjut seberapa banyak sayuran dan jenis-jenis apa saja yang mereka makan. Berdasarkan obsewasi lapangan yang kami lakukan para ibu di Lombok Barat memiliki kebiasaan memasak sayur dengan jumlah air yang cukup

18 besar. Nanti air inilah yang mereka siramkan pada nasi mereka. Jika mereka tidak punya uang untuk membeli sayuran mereka biasa menggunakan air putih (matang) sebagai kuah sayur. Nasi ini dikenal dengan istilah "nasi rendem". Jumlah lauk dan sayur yang dikonsumsi keluarga sangat kecil. Untuk meningkatkan selera makan mereka mengkonsumsi lauk dan sayur yang pedas bahkan hampir setiap kali makan mereka mengkonsumsi samba1 yang pedas. Masyarakat juga mengkonsumsi buah-buah lokal untuk memenuhi kebutuhan vitamin. Kebutuhan protein keluarga diperoleh dari konsumsi telur karena harga mud dan mudah untuk mendapatkannya. Dengan melihat pola makan dan kuantitas makanan yang dikonsumsi keluarga responden secara umum keseimbangan nutrisi belum dapat terpenuhi dengan baik Ringkasan 1. Pendapatan ibu rumah tangga memberikan hubungan positif dan memiliki korelasi yang signifikan terhadap pendapatan keluarga (xz : 18,476** dan r : 0,338**). Pendapatan keluarga ibu bekerja lebih baik dibanding pendapatan keluarga ibu tidak bekerja. Kontribusi ibu dalam pendapatan keluarga cukup besar, dengan rata-rata kontribusi sebesar 33,38% dari kontribusi terbesar mencapai 90% dari pendapatan keluarga. 2. Walaupun ibu yang bekerja menyimpan dan mengelola sendiri penghasilannya, namun mereka tetap menggunakan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya (93, 67%), biaya kesehatan keluarga (65,82%) dan biaya sekolah an* (56,96%). Kegiatan menabung yang dilakukan oleh Ibu dan anak lebih banyak dilakukan oleh keluarga ibu bekerja dibanding keluarga ibu tidak bekerja. 3. Untuk mengatasi persoalan finansial keluarga melakukan perimbangan antara pendapatan dengan pengeluaran. Mereka rnenekan pengelurn terhadap

19 kebutuhan keluarga sesuai kemampuan mereka. Secara keseluruhan kondisi finansial keluarga ibu tidak bekerja dan keluarga ibu tidak signifikan (x2=3.808; p=0.149). 4. Jumlah rata-rata pengeluaran bulanan keluarga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari adalah Rp Rata-rata pengeluaran keluarga ibu bekerja lebih besar dari rata-rata pengeluaran kedua kelompok responden, yaitu Rp sedangkan pengeluaran rata-rata keluarga ibu tidak bekerja hanya Rp Jumlah pengeluaran pada kedua kelompok menunjukkan perbedaan yang signifikan (x2=20,417; p=0,001). Alokasi pengeluaran terbesar adalah untuk kebutuhan makanan. Rata-rata pengeluaran untuk makanan pada kedua kelompok mencapai 57,63% dari rata-rata pengeluaran. Pada keluarga ibu tidak bekerja ratarata pengeluaran untuk makan 60,37% dari pengeluaran keluarga sedangkan pada keluarga ibu tidak bekerja rata-rata pengeluaran untuk makan 55,60.% dari pengeluaran keluarga 5. Kemampuan keluarga ibu bekerja untuk biaya kesehatan lebih tinggi dibanding keluarga ibu tidak bekerja (r=0,341**) walaupun alokasi dana kesehatan secara keseluruhan masih sangat rendah. Hal ini menunjukkan tingkat kepedulian keluarga ibu bekerja lebih besar dibanding keluarga ibu tidak bekerja. Kepedulian akan kesehatan diikuti oleh kepedulian mereka terhadap kebersihan tubuh keluarga. Kemarnpuan dalam mengalokasi pengeluaran keluarga ibu bekerja untuk membeli sabun, sampo dan pasta gigi lebih besar dibanding keluarga ibu tidak bekerja. 6. Mayoritas keluarga memiliki kemampuan makan 3 kali sehari (81,01%). Masyarakat Lombok Barat memiliki pola makan dengan jumlah porsi karbohidrat 90-95%. Frekwensi ketuarga dalam mengkonsumsi sayuran, tahu-tempe dan telur karena harganya murah dan tejangkau. Walapun lokasi penelitian didaerah agraris keluarga yang mengkonsumsi ikan sebagai sumber protein tidak sedikit

20 (62,00%). Kemampuan keluarga dalam membeli daging sangat rendah (17%) karena harganya mahal dan tidak terjangkau. Keluarga makan daging dalam porsi yang besar jika ada pesta atau hajatan. Keseimbangan nutrisi keluarga di Lombok Barat belum dapat terpenuhi dengan baik dengan melihat pola makan dan kuantitas makanan.

3.1. Kerangka Pendekatan Penelitian

3.1. Kerangka Pendekatan Penelitian 3.1. Kerangka Pendekatan Penelitian Definisi kesehatan menurut UU RI. No 23 tahun 1992 adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif. Selanjutnya

Lebih terperinci

IX. PROFIL IBU YANG MENDAPATKAN KREDIT

IX. PROFIL IBU YANG MENDAPATKAN KREDIT IX. PROFIL IBU YANG MENDAPATKAN KREDIT Pendataan terhadap responden yang menerima kredit mikro menujukkan 17,08% atau 27 keluarga responden menerima bantuan kreditlpinjaman dari 158 keluarga sampel. Gambar

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 40/7/61/Th. XVII, 1 Juli 2014 TINGKAT KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT MARET 2014 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarapan pagi merupakan makanan yang dimakan setiap pagi hari atau suatu kegiatan yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM No. Responden : Nama : Umur : Jenis Kelamin : Tinggi Badan : Berat Badan : Waktu makan Pagi Nama makanan Hari ke : Bahan Zat Gizi Jenis Banyaknya Energi Protein URT

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT

LAMPIRAN KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT 65 LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT FILE : AllData Sheet 1 CoverInd

Lebih terperinci

BAB IV DISTRIBUSI PENDAPATAN MASYARAKAT

BAB IV DISTRIBUSI PENDAPATAN MASYARAKAT BAB IV DISTRIBUSI PENDAPATAN MASYARAKAT Pendapatan masyarakat yang merata, sebagai suatu sasaran merupakan masalah yang sulit dicapai, namun jabatan pekerjaan, tingkat pendidikan umum, produktivitas, prospek

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran umum sekolah SDN Kebon Kopi 2 adalah sekolah yang berada di jalan Kebon Kopi Rt.04/09 kelurahan Kebon Kelapa terletak di Kota Bogor Kecamatan Bogor Tengah. Berdiri pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah terjadi sejak dahulu kala. Kemiskinan sangat terkait dengan kepemilikan modal, kepemilikan lahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi.

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi. BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan hidupnya, manusia memerlukan makanan karena makanan merupakan sumber gizi dalam bentuk kalori,

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 05/01/61/Th. XVIII, 2 Januari 2015 TINGKAT KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT JANUARI 2015 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Agroforestri adalah sistem manajemen sumberdaya alam yang bersifat dinamik dan berbasis ekologi, dengan upaya mengintegrasikan pepohonan dalam usaha pertanian dan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 1. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH PENYULUHAN GIZI TERHADAP PERILAKU IBU DALAM PENYEDIAAN MENU SEIMBANG UNTUK BALITA DI DESA RAMUNIA-I KECAMATAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2010 Tanggal

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Analisa Univariat Analisa univariat ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Data ini merupakan data primer yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik responden merupakan ciri yang menggambarkan identitas

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik responden merupakan ciri yang menggambarkan identitas V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Karakteristik responden merupakan ciri yang menggambarkan identitas responden yang membedakan antara satu responden dengan responden yang lain.. Karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi yang berkualitas dapat diwujudkan apabila makanan yang. kesadaran terhadap pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman.

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi yang berkualitas dapat diwujudkan apabila makanan yang. kesadaran terhadap pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu upaya untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas adalah dengan memperbaiki kualitas konsumsi pangan masyarakat. Konsumsi yang berkualitas dapat

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PERILAKU LANSIA DALAM MENGONSUMSI MAKANAN SEHAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATU HORPAK KECAMATAN TANTOM ANGKOLA KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2010 I. Karakteristik Responden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) didefinisikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) didefinisikan sebagai keadaan lengkap fisik, mental, dan kesejahteraan sosial dan bukan hanya ketiadaan penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terlihat dari peranan sektor pertanian dalam penyediaan lapangan kerja, penyedia

I. PENDAHULUAN. terlihat dari peranan sektor pertanian dalam penyediaan lapangan kerja, penyedia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menopang kehidupan masyarakat Indonesia karena berperan dalam pembangunan nasional. Hal ini terlihat dari peranan

Lebih terperinci

2015 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMSI MASYARAKAT

2015 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMSI MASYARAKAT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, setiap individu maupun masyarakat luas selalu berusaha dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Baik individu maupun masyarakat

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Secara garis besar kebutuhan rumah tangga dapat dikelompokkan dalam 2 kategori besar, yaitu kebutuhan pangan dan non pangan. Dengan demikian pada tingkat pendapatan tertentu, rumah

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan fisik erat hubungannya dengan status

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan fisik erat hubungannya dengan status 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan fisik erat hubungannya dengan status gizi anak. Konsumsi makanan merupakan salah satu faktor utama penentu status gizi seseorang. Status

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN. Universitas Sumatera Utara

LEMBAR PENJELASAN. Universitas Sumatera Utara LEMBAR PENJELASAN Salam sejahtera untuk kita semua! Pertama-tama saya yang bernama Roveny, mahasiswi Fakultas Kedokteran mengucapkan terima kasih kepada adik-adik siswi SMP dan SMA Ahmad Yani Binjai yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di Indonesia. Oleh karena itu, semua elemen bangsa harus menjadikan kondisi tersebut sebagai titik

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM Oleh : Sumaryanto PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015 No. 66/09/33/Th. IX, 15 ember 2015 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2015 MENCAPAI 4,577 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 58/07/64/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN UTARA MARET TAHUN 2017 R I N G K A S A N Jumlah penduduk miskin di Kalimantan Utara pada Maret 2017 sebanyak

Lebih terperinci

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA Data pola konsumsi rumah tangga miskin didapatkan dari data pengeluaran Susenas Panel Modul Konsumsi yang terdiri atas dua kelompok, yaitu data pengeluaran

Lebih terperinci

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN 79 Lampiran 1 LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada : Yth. Calon Responden Penelitian Di Tempat Dengan Hormat, Saya Mahasiswa Prodi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

Kertasari. Dengan mewajibkan peserta program untuk menggunakan. persalinan) dan pendidikan (menyekolahkan anak minimal setara SMP),

Kertasari. Dengan mewajibkan peserta program untuk menggunakan. persalinan) dan pendidikan (menyekolahkan anak minimal setara SMP), PENGARUH IMPLEMENTASI PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) TERHADAP PESERTA PROGRAM DI KELURAHAN KERTASARI KECAMATAN CIAMIS KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2012 Oleh : Teguh Setiadi Abstrak : Penelitian ini ingin mengkaji

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014 No. 05/01/33/Th. IX, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 4,562 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang

Lebih terperinci

ANALISIS DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI MINA MENDONG PENDAHULUAN

ANALISIS DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI MINA MENDONG PENDAHULUAN P R O S I D I N G 125 ANALISIS DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI MINA MENDONG Farah Ainun Jamil 1, Pudji Purwanti 2, Riski Agung Lestariadi 2 1 Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

ANALISIS KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAHTANGGA (Studi Kasus: Kecamatan Percut Sei Tuan)

ANALISIS KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAHTANGGA (Studi Kasus: Kecamatan Percut Sei Tuan) ANALISIS KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAHTANGGA (Studi Kasus: Kecamatan Percut Sei Tuan) Artha Novelia Sipayung, Aprilia Marbun Devi Elvinna Simanjuntak Evi Syuriani Harahap Fresenia Siahaan Lani

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Panti Asuhan 1. Kondisi Umum Panti Asuhan Darunajah terletak di Kota Semarang, lebih tepatnya di daerah Semarang Timur. Berada di daerah dusun

Lebih terperinci

KONSUMSI MAKANAN ANAK BALITA DI DESA TANJUNG TANAH KECAMATAN DANAU KERINCI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

KONSUMSI MAKANAN ANAK BALITA DI DESA TANJUNG TANAH KECAMATAN DANAU KERINCI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI KONSUMSI MAKANAN ANAK BALITA DI DESA TANJUNG TANAH KECAMATAN DANAU KERINCI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI Yuliana 1, Lucy Fridayati 1, Apridanti Harmupeka 2 Dosen Fakultas Pariwisata dan perhotelan UNP

Lebih terperinci

KONTRIBUSI EKONOMI PRODUKTIF WANITA NELAYAN TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA (Studi Kasus di Desa Lembar Kecamatan Lembar Kabupaten Lombok Barat)

KONTRIBUSI EKONOMI PRODUKTIF WANITA NELAYAN TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA (Studi Kasus di Desa Lembar Kecamatan Lembar Kabupaten Lombok Barat) KONTRIBUSI EKONOMI PRODUKTIF WANITA NELAYAN TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA (Studi Kasus di Desa Lembar Kecamatan Lembar Kabupaten Lombok Barat) ROHMIATI AMINI Universitas Nahdlatul Wathan Mataram e-mail:

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No.57/07/64/Th.XX,17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN TIMUR MARET TAHUN 2017 R I N G K A S A N Jumlah penduduk miskin di Kalimantan Timur pada Maret 2017 sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka selera terhadap produk teknologi pangan tidak lagi bersifat lokal, tetapi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. maka selera terhadap produk teknologi pangan tidak lagi bersifat lokal, tetapi menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi yang dicirikan oleh pesatnya perdagangan, industri pengolahan pangan, jasa dan informasi akan mengubah gaya hidup dan pola konsumsi makan masyarakat,

Lebih terperinci

KUESIONER DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KUESIONER DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR LAMPIRAN 59 Lampiran 1 Kuesioner Penelitian KUESIONER DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR KEBIASAAN SARAPAN, AKTIVITAS FISIK, DAN STATUS GIZI MAHASISWA MAYOR ILMU

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan ibu rumah tangga yang mengurusi kebutuhan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu sumber mineral mikro yang berperan sangat penting dalam proses metabolisme tubuh (Indira, 2015). Mineral mikro sendiri merupakan mineral

Lebih terperinci

BAB V11 KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V11 KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 52 BAB V11 KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 7.1 Kontribusi Perempuan dalam Ekonomi Keluarga Pekerjaan dengan POS dianggap sebagai pekerjaan rumah tangga atau

Lebih terperinci

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Lampiran 1 LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada: Yth. Calon Responden Penelitian Di Tempat Dengan hormat, Saya sebagai Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG. 1. Nomor Responden :...

KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG. 1. Nomor Responden :... KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG 1. Nomor Responden :... 2. Nama responden :... 3. Umur Responden :... 4. Pendidikan :... Jawablah

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA

HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA LAMPIRAN 68 69 Lampiran 1 Kuesioner penelitian KODE: KUESIONER HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA Saya setuju

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Secara ekonomi kemiskinan dapat diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) JAWA TIMUR TRIWULAN

PERKEMBANGAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) JAWA TIMUR TRIWULAN BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 14/02/35/Th. XI, 5 Februari 2013 PERKEMBANGAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) JAWA TIMUR TRIWULAN 4 2012 ITK Triwulan 4 2012 Jawa Timur sebesar 107,51 dan Perkiraan ITK Triwulan

Lebih terperinci

POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR

POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR Lampiran 1. Kuisioner penelitian Sheet: 1. Cover K U E S I O N E R POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR Program : (1=PNPM,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI

PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode:... PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI Nama responden :... Nomor contoh :... Nama

Lebih terperinci

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN TRADISIONAL

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN TRADISIONAL VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN TRADISIONAL Pendapatan rumahtangga nelayan tradisional terdiri dari pendapatan di dalam sektor perikanan dan pendapatan di luar

Lebih terperinci

BAB 4 POLA KONSUMSI AIR BERSIH RUMAH TANGGA DI KELURAHAN SETIAMANAH

BAB 4 POLA KONSUMSI AIR BERSIH RUMAH TANGGA DI KELURAHAN SETIAMANAH BAB 4 POLA KONSUMSI AIR BERSIH RUMAH TANGGA DI KELURAHAN SETIAMANAH Pada bab ini akan diuraikan mengenai hasil analisis pola konsumsi air bersih rumah tangga di Kelurahan Setiamanah, Kecamatan Cimahi Tengah.

Lebih terperinci

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN. Pendapatan rumahtangga nelayan terdiri dari pendapatan di dalam sub

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN. Pendapatan rumahtangga nelayan terdiri dari pendapatan di dalam sub VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN Pendapatan rumahtangga nelayan terdiri dari pendapatan di dalam sub sektor perikanan dan pendapatan di luar sub sektor perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nominal ini tidak mampu meningkatkan daya beli masyarakat secara signifikan

BAB I PENDAHULUAN. nominal ini tidak mampu meningkatkan daya beli masyarakat secara signifikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendapatan nominal per kapita masyarakat Indonesia meningkat cukup besar hingga 11.6% per tahun sejak 2001. Namun kenaikan pertumbuhan secara nominal ini tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan harta yang sangat berharga dan patut dipelihara. Gaya hidup sehat harus diterapkan untuk menjaga tubuh tetap sehat. Salah satu cara agar kesehatan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012 No. 05/01/33/Th. VII, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 MENCAPAI 4,863 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Konsumsi Makanan Dalam kehidupan sehari-hari, orang tidak terlepas dari makanan karena makanan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Fungsi pokok makanan adalah untuk

Lebih terperinci

Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya tahun < Rp 5000,OO Rp 5.000,OO - Rp ,OO. > Persentil ke-95 = Ovenveighr (CDC 2000)

Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya tahun < Rp 5000,OO Rp 5.000,OO - Rp ,OO. > Persentil ke-95 = Ovenveighr (CDC 2000) Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya Variabel 1 Kategori Karakteristik contoh : Umur anak Uang saku per hari Sosial ekonomi keluarga Pendidikan orang tua (Ayah dan Ibu) 9-1 1 tahun < Rp

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013 No. 05/01/33/Th. VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 MENCAPAI 4,705 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Mata pelajaran

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Mata pelajaran RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama Sekolah Mata pelajaran Kelas Semester Alokasi waktu : SD ALAM PACITAN : IPA : V (Lima) : 1 (Satu) : 4 JP (2 x TM) I. STANDAR KOMPETENSI 1. Mengidentifikasi fungsi

Lebih terperinci

BPS PROVINSI LAMPUNG

BPS PROVINSI LAMPUNG BPS PROVINSI LAMPUNG No. 07/09/18/TH.VII, 15 September 2015 ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET 2015 Jumlah penduduk miskin di Lampung pada Maret 2015 mencapai 1.163,49 ribu orang (14,35 persen), bertambah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura 66 67 Lampiran 2. Kisi-kisi instrumen perilaku KISI-KISI INSTRUMEN Kisi-kisi instrumen pengetahuan asupan nutrisi primigravida

Lebih terperinci

CATATAN PERKEMBANGAN. Dx Hari/Tanggal Pukul Tindakan Keperawatan Nutrisi Kamis, Menggali pengetahuan orang tua kurang dari

CATATAN PERKEMBANGAN. Dx Hari/Tanggal Pukul Tindakan Keperawatan Nutrisi Kamis, Menggali pengetahuan orang tua kurang dari Lampiran 1 CATATAN PERKEMBANGAN Dx Hari/Tanggal Pukul Tindakan Keperawatan Nutrisi Kamis, 04 10.00-4. Menggali pengetahuan orang tua kurang dari Mei 2017 12.00 tentang asupan nutrisi pada anak yaitu menggali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan maupun taraf hidup

BAB I PENDAHULUAN. oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan maupun taraf hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan salah satu alternatif terbaik yang dapat dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan maupun taraf hidup masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan dan pedesaan berdasarkan kriteria klasifikasi wilayah. desa/kelurahan (Badan Pusat Statistik {BPS}, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan dan pedesaan berdasarkan kriteria klasifikasi wilayah. desa/kelurahan (Badan Pusat Statistik {BPS}, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sistem pemerintahan di Indonesia beragam dan bertingkat mulai dari daerah pedesaan hingga perkotaan. Suatu daerah digolongkan dalam daerah perkotaan dan pedesaan

Lebih terperinci

Tabel 1. Data Profil Responden (n = 146) Profil responden Jumlah Persentase (%)

Tabel 1. Data Profil Responden (n = 146) Profil responden Jumlah Persentase (%) 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Profil Responden Tabel 1 menunjukkan profil ibu dan anak. Profil ibu meliputi pendidikan terakhir ibu, penghasilan keluarga serta pekerjaan ibu. Adapun profil anak meliputi jenis

Lebih terperinci

Lampiran 1. Lembaran permohonan menjadi responden LEMBARAN PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Lampiran 1. Lembaran permohonan menjadi responden LEMBARAN PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN 66 Lampiran 1. Lembaran permohonan menjadi responden LEMBARAN PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Yogyakarta, Maret 2017 Kepada Yth. Saudara/Responden Di Posyandu Dengan Hormat, Saya yang bertanda tangan di bawah

Lebih terperinci

PENYUSUNAN MENU MAKAN ANAK USIA DINI

PENYUSUNAN MENU MAKAN ANAK USIA DINI PENYUSUNAN MENU MAKAN ANAK USIA DINI Pengertian MENU Susunan hidangan sekali makan yang secara keseluruhan harmonis dan saling melengkapi untuk kebutuhan makan seseorang MENU SEIMBANG Menu yang mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan Saat ini banyak terdapat cara pengukuran kemiskinan dengan standar yang berbedabeda. Ada dua kategori tingkat kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam melakukan kegiatan sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam melakukan kegiatan sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Responden 1. Umur Umur merupakan suatu ukuran lamanya hidup seseorang dalam satuan tahun. Umur akan berhubungan dengan kemampuan dan aktivitas seseorang dalam melakukan

Lebih terperinci

: saya ingin mendapatkan data antropometri BB dan TB ibu.

: saya ingin mendapatkan data antropometri BB dan TB ibu. : Assalamualaikum ibu : waalaikumsalam. Silahkan masuk :(masuk dan berjabat tangan) : perkenalkan nama saya Dini, saya ahli gizi yang sedang bertugas saat ini. Dengan ibu siapa? : Saya Melinda : Ok ibu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Faktor Internal Usia. Usia mahasiswa dalam penelitian ini berksar antara 18-22 tahun Rata-rata usia mahasiswa sebesar 19,8 tahun dan standar deviasi sebesar 1,0 tahun. Rata-rata

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 05/01/61/Th.XIX, 04 Januari 2016 TINGKAT KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER 2015 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di

Lebih terperinci

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 LAMPIRAN 60 61 Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode: KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN GIZI, KONSUMSI PANGAN, DAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI TERHADAP KEBUGARAN ATLET BOLA BASKET DI SMP/SMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembangnya dan untuk mendapatkan derajat kesehatan yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. kembangnya dan untuk mendapatkan derajat kesehatan yang baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan harta yang tak ternilai harganya yang kelak akan menjadi pewaris dan penerus, begitu juga untuk menjadikan suatu bangsa menjadi lebih baik kedepannya.

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 54/09/61/Th.XVIII, 15 September 2015 TINGKAT KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT MARET 2015 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 65/09/64/Th.XVIII,15 September 2015 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN TIMUR MARET TAHUN 2015 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk di bawah

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL 71 Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Tanggal wawancara: Kode responden PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL Nama Responden :... Alamat :...... No. Telepon :... Lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling. Bandar Lampung pada bulan Januari sampai Februari 2015.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling. Bandar Lampung pada bulan Januari sampai Februari 2015. 19 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling Bandar Lampung pada bulan Januari sampai Februari 2015. B. Objek dan Alat

Lebih terperinci

BAB II PENTINGNYA SARAPAN PAGI UNTUK ANAK-ANAK. 2008, Sarapan atau breakfast (dalam bahasa Inggris), break (istirahat)

BAB II PENTINGNYA SARAPAN PAGI UNTUK ANAK-ANAK. 2008, Sarapan atau breakfast (dalam bahasa Inggris), break (istirahat) BAB II PENTINGNYA SARAPAN PAGI UNTUK ANAK-ANAK 2.1 Pengertian Sarapan Pagi Menurut sumber dari laman (page) web http://www.fbuzz.com/2008/12/13/pentingnya-sarapan-atau-makan-pagi/. 13 des 2008, Sarapan

Lebih terperinci

AGRIC Vol.22, No. 1, Juli 2010:67-74 PENDAHULUAN

AGRIC Vol.22, No. 1, Juli 2010:67-74 PENDAHULUAN PENDAHULUAN Ketahanan pangan merupakan pilar bagi pembentukan sumberdaya manusia dan generasi yang berkualitas yang diperiukan untuk membangun daya saing bangsa dalam era globalisasi. Ketahanan pangan

Lebih terperinci

Dampak Kenaikan Harga BBM bagi Golongan Termiskin di Dua Desa

Dampak Kenaikan Harga BBM bagi Golongan Termiskin di Dua Desa Dampak Kenaikan Harga BBM bagi Golongan Termiskin di Dua Desa Arief Budiman * PADA akhirnya, harga BBM dinaikkan juga pada tanggal 12 Januari 1984. banyak orang kemudian berkomentar, bahwa kenaikan ini

Lebih terperinci

PERNYATAAN SEBAGAI RESPONDEN

PERNYATAAN SEBAGAI RESPONDEN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 PERNYATAAN SEBAGAI RESPONDEN Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk berpartisipasi sebagai responden penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

benda di sekitar pelajaran 5

benda di sekitar pelajaran 5 benda di sekitar pelajaran 5 banyak benda yang ada di sekitar rumah seperti meja kursi gelas koran dan kacamata semua benda itu ada gunanya tahukah kamu nama dan guna benda 60 cinta berbahasa indonesia

Lebih terperinci

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup 7 II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pola makan anak balita Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia. Pangan merupakan bahan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam hal ekonomi rumah tangga mereka. Banyak petani padi sawah khususnya. di pedesaan yang masih berada dalam garis kemiskinan.

I. PENDAHULUAN. dalam hal ekonomi rumah tangga mereka. Banyak petani padi sawah khususnya. di pedesaan yang masih berada dalam garis kemiskinan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Luasnya lahan pertanian di Indonesian pada kenyataannya belum mampu

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia sangat penting untuk mengonsumsi protein yang berasal dari hewani maupun nabati. Protein dapat diperoleh dari susu, kedelai, ikan, kacang polong

Lebih terperinci

BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI

BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI 6.1 Peran (Pembagian Kerja) dalam Rumahtangga Peserta Peran atau pembagian kerja tidak hanya terdapat dalam

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2013

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2013 No. 07/07/62/Th. VII, 1 Juli 2013 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2013 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak Geografis Desa Ambarketawang. Ambarketawang, Gamping, Sleman berada ditengah-tengah antara perbatasan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak Geografis Desa Ambarketawang. Ambarketawang, Gamping, Sleman berada ditengah-tengah antara perbatasan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Diskripsi Data Penelitian 1. Letak Geografis Desa Ambarketawang Desa Ambarketawang yang beralamat di jalan wates km 5 Ambarketawang, Gamping, Sleman berada ditengah-tengah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang maupun gizi lebih pada dasarnya disebabkan oleh pola makan yang tidak seimbang. Sementara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Menurut Saliem dkk dalam Ariani dan Tribastuti (2002), pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar Dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

Keterbatasan Indeks Gini sebagai Ukuran Ketimpangan Pendapatan dan Solusi Metoda Alternatif

Keterbatasan Indeks Gini sebagai Ukuran Ketimpangan Pendapatan dan Solusi Metoda Alternatif Prosiding SNaPP2016 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 EISSN 2303-2472 Keterbatasan Indeks Gini sebagai Ukuran Ketimpangan Pendapatan dan Solusi Metoda Alternatif 1 Westi Riani 1 Program Studi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah,

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 05/01/61/Th. XVI, 2 Januari 2013 TINGKAT KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT JANUARI 2013 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PENGETAHUAN GIZI MASYARAKAT MELALUI PENDIDIKAN DAN LATIHAN

PENINGKATAN PENGETAHUAN GIZI MASYARAKAT MELALUI PENDIDIKAN DAN LATIHAN PENINGKATAN PENGETAHUAN GIZI MASYARAKAT MELALUI PENDIDIKAN DAN LATIHAN Astini Syarkowi *) Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan gizi masyarakat sehingga memiliki kecakapan memilih

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No.07/01/64/Th.XX, 3 Januari 2017 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN TIMUR SEPTEMBER TAHUN 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk di bawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan

Lebih terperinci