KAJIAN ALOKASI PENCADANGAN BATUBARA UNTUK PENYEDIAAN ENERGI NASIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN ALOKASI PENCADANGAN BATUBARA UNTUK PENYEDIAAN ENERGI NASIONAL"

Transkripsi

1 Puslitbang tekmira Jl. Jend. Sudirman No. 623 Bandung Telp : Fax : Info@tekmira.esdm.go.id LAPORAN AKHIR KAJIAN ALOKASI PENCADANGAN BATUBARA UNTUK PENYEDIAAN ENERGI NASIONAL Oleh : Ir. Edwin A. Daranin, M.Sc. Drs. Ijang Suherman Drs. Triswan Suseno Ir. Darsa Permana Drs. Sudjarwanto Drs. Harta Haryadi Drs. Nugroho W. Wibowo

2 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BALITBANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PUSLITBANG TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA 2012

3 KATA PENGANTAR Konsumsi energi yang terus meningkat di Indonesia perlu disikapi dengan serius dan diintegrasikan antar pihak-pihak yang terkait karena apabila pemerintah dalam memenuhi kebutuhan energi dalam negeri terus menerus bergantung kepada energi bahan bakar minyak (BBM) maka akan menimbulkan kerawanan bahkan dapat berubah menjadi krisis, baik dari sisi pemenuhan kebutuhan energi nasional maupun dari sisi ekonomi, karena cadangan kekayaan (devisa) negara terus tergerus untuk menyubsidi BBM. Untuk mengevaluasi kondisi energi nasional selama beberapa tahun belakangan ini dan mencari solusi yang tepat bagi pemenuhan kebutuhan energi nasional pada masa mendatang, maka Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral pada tahun 2012 melakukan kegiatan Kajian Alokasi Pencadangan Batubara Untuk Penyediaan Energi Nasional. Kajian ini meliputi evaluasi potensi sumber daya energi yang tersedia di Indonesia, ketergantungan terhadap BBM yang mengakibatkan subsidi yang terus membengkak, peluang bauran energi untuk ketahanan energi nasional, pengembangan energi lain selain BBM, dan potensi energi batubara untuk memenuhi kekurangan kebutuhan energi nasional pada masa mendatang. Kajian ini diharapkan dapat meningkatkan peran kelitbangan dalam memberikan masukan dan membantu pemecahan masalah energi nasional. Keberhasilan kegiatan ini berkat dukungan berbagai pihak yang terkait, baik instansi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN bidang energi, perusahaan pertambangan minyak bumi, gas bumi, dan batubara, serta asosiasi pengusaha pengguna energi. Bandung, Desember 2012 Kepala Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Dra. Retno Damayanti, Dipl.EST. NIP i

4 S A R I Peran bahan bakar minyak (BBM) untuk memenuhi kebutuhan energi nasional hingga saat ini masih sangat besar, yaitu sebesar 47% dari bauran energi nasional pada akhir tahun 2012, sementara sumber daya dan cadangan minyak bumi di Indonesia semakin lama semakin berkurang dan menipis jumlahnya. Sampai saat ini diversifikasi energi belum berhasil dalam menunjang Kebijakan Energi Nasional untuk menurunkan ketergantungan minyak bumi dalam bauran energi nasional. Keadaan ini terlihat dengan masih dominannya peran minyak bumi (BBM), meskipun ada penurunan yang semula 59,4% tahun 2005 menjadi 49,77% tahun Perkembangan peran energi gas alam belum berarti sekitar 19,82%, disebabkan untuk kebutuhan dalam negeri terkendala dengan kepentingan ekspor. Demikian pula peran Energi Baru dan Terbarukan rendah sekitar 3,79, disebabkan berbagai hambatan dari sisi infrastruktur dan aspek keekonomian. Namun demikian, peranan batubara mengalami perkembangan cukup berarti, yang semula 19,37% tahun 2005 meningkat menjadi 26,62% tahun Jika pemerintah terus-menerus bergantung dan memberikan subsidi kepada BBM maka akan menimbulkan kerawanan yang dapat menyebabkan krisis dalam penyediaan energi nasional dan penggerusan terhadap kekayaan (devisa) negara. Salah satu solusi untuk pemenuhan kebutuhan energi nasional adalah dengan meningkatkan peran batubara dalam bauran energi. Pada tahun 1990 peran batubara dalam bauran energi adalah sebesar 4,64%, kemudian pada tahun 2001 meningkat menjadi 15,0%, selanjutnya pada tahun 2012 meningkat lagi menjadi 26,35%, dan diharapkan pada tahun 2025 menjadi 33,0% (sesuai PP No.5 tahun 2006). Peningkatan peran batubara untuk pemenuhan kebutuhan energi nasional didukung oleh potensi sumber daya dan cadangan batubara Indonesia yang besar. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2012 sumber daya batubara Indonesia adalah sebesar 120,339 miliar ton dan cadangannya 28,017 miliar ton. Peningkatan peran batubara untuk pemenuhan kebutuhan energi nasional selain didukung oleh potensi sumber daya dan cadangan batubara yang besar, perlu ii

5 didukung oleh adanya kebijakan pemerintah serta penguasaan teknologi dan pemanfaatan batubara (sebagai bagian dari konversi energi) seperti upgrading, pencairan batubara, gasifikasi, coal water mixture, dan rekayasa kokas. Demi untuk memuluskan rencana peningkatan peran batubara di waktu mendatang, pihak pemerintah perlu terus mengatur kebijakan pencadangan batubara yang diintegrasikan dengan konsep penambangan berbasis konservasi, melalui tata kelola dan tata niaga batubara dalam jangka pendek maupun jangka panjang antara lain dengan mengamankan dan mengatur jumlah kebutuhan energi batubara untuk dalam negeri dan jumlah batubara yang diekspor setiap tahunnya. Menimbang perkembangan hingga tahun 2012, komposisi bauran energi nasional belum mengarah pada target yang ingin dicapai, maka pemerintah perlu mengambil kebijakan strategis dalam pengelolaan energi gas alam yang selama ini berorientasi ekspor dan pasokan kebutuhan domestik sangat dibatasi. Demikian halnya untuk memacu pengembangan EBT dengan mengurangi kendala yang ada antara lain masalah keekonomian. Terkait hal di atas maka dinilai perlu mengembangkan infrastruktur batubara, infrastruktur gas, minyak, panas bumi, EBT dalam rangka meningkatkan dan atau memperkuat peran masing-masing dalam bauran energi. Selain itu kedepan, terkait pengembangan pembangunan PLTU, pembangunan insfrastuktur merupakan hal yang penting, antara lain penambahan transportasi laut, prasarana pelabuhan, jaringan transmisi, bahkan kalau memungkinkan PT. PLN mulai menjajagi kepemilikan sarana angkutan baik laut maupun darat. Sedangkan untuk menjamin pasokan batubara pada industri, perlu membangun stockyard/stockpile dalam mengoptimalisasikan pendistribusiannya. Dengan demikian ketergantungan kepada energi BBM dari waktu ke waktu dapat dikurangi. iii

6 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i S A R I... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL viii DAFTAR FOTO... ix I PENDAHULUAN Latar Belakang Ruang Lingkup Kegiatan Tujuan Sasaran Lokasi Pelaksanaan Kegiatan... 4 II TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Pasokan Dan Permintaan Energi Di Indonesia Umum Bahan Bakar Minyak Gas Batubara Panas Bumi Energi Air Energi Angin Tinjauan Teknologi Pengolahan Batubara Teknologi Upgrading Teknologi Pencairan Batubara Teknologi Gasifikasi Teknologi Coal Water Mixture Kokas Kebijakan Energi Kebijakan Batubara Nasional Kebijakan Energi Nasional (KEN) III PROGRAM KEGIATAN Persiapan Pelaksanaan IV METODOLOGI Metoda Pengumpulan Data iv

7 4.2 Metoda Pengolahan Data Metoda Analisis Analisis Trend Analisis SWOT V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Perkembangan Bauran Energi Upaya Peningkatan Peran Batubara Dalam Penyediaan Energi Nasional Penerapan Domestic Market Obligation (DMO) Batubara Percepatan Pembangunan PLTU Pengendalian Produksi/Ekspor Pembangunan Smelter Batubara Analisis SWOT Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Penyusunan Strategi Konklusi VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA v

8 DAFTAR GAMBAR Gambar Lokasi Kegiatan Penelitian... 4 Gambar 2.1 Sebaran Cadangan Minyak Bumi Indonesia Gambar 2.2 Perencanaan Pembangunan Kilang Minyak Nasional Yang Baru Gambar 2.3 Cadangan Gas Bumi Indonesia Gambar 2.4 Produksi dan Pemanfaatan Gas Bumi Periode Gambar 2.5 Perkembangan Konsumsi Gas Bumi Gambar 2.6 Perkembangan Konsumsi LPG Gambar 2.7 Profil dan Target Lifting Minyak dan Gas Bumi Gambar 2.8 Realisasi Pemanfaatan Gas Indonesia Gambar Proyek Andalan Hulu Migas Gambar 2.10 Neraca Gas Bumi Indonesia Gambar 2.11 Infrastruktur Gas Gambar 2.12 Proyek-Proyek Migas Dalam Tahapan Pengembangan Gambar 2.13 Distribusi Sumber Daya Batubara Indonesia Gambar 2.14 Perkembangan Produksi Batubara Indonesia Menurut Kelompok Ijin Usaha Gambar 2.15 Perkembangan Ekspor Batubara Indonesia Gambar 2.16 Perkembangan Pemanfaatan Batubara Domestik Gambar 2.17 Persentase Pemanfaatan Batubara Menurut Segmen Pasar di Indonesia Gambar 2.18 Infrastruktur Pelabuhan Untuk Batubara Gambar 2.19 Permukaan Batubara Sebelum dan Sesudah Proses Pengeringan Gambar 2.20 Bagan Alir Pembuatan Kokas Pengecoran Gambar 2.21 Sasaran Bauran Energi Nasional Gambar 2.22 Strategi Pemanfaatan Batubara Gambar 4.1 Matrik Kuadran Swot Gambar 5.1 Pertumbuhan Konsumsi dan Pasokan Energi Primer Gambar 5.2 Model Perkembangan Pasokan Energi Primer Tahun Gambar 5.3 Perkiraan Perkembangan Peran Energi Primer Tahun Gambar 5.4 Diagram Alur Penetapan Domestic Market Obligation (DMO) Gambar 5.5 Lokasi Pembangunan Proyek MW Tahap I Gambar 5.6 Distribusi Batubara Mutu Rendah Untuk Proyek Percepatan vi

9 MW Tahap I Gambar 5.7 Program Pembangunan MG Tahap II Gambar 5.8 Prakiraan Operasi Komersial, Komposisi Pengembang, dan Komposisi Per Jenis Pembangkit pada Program Pebangunan MW Tahap II Gambar 5.9 Gambaran Kondisi Saat ini, Proyeksi dan Rencana Permintaan dan Pemasokan Batubara Indonesia Gambar 5.10 Rencana Smelter Koridor Sumatera Gambar 5.11 Rencana Smelter Koridor Jawa-Nusa Tenggara Gambar 5.12 Rencana Smelter Koridor Kalimantan Gambar 5.13 Rencana Smelter Koridor Sulawesi-Maluku Utara Gambar 5.14 Rencana Smelter Koridor Papua-Maluku Gambar 5.15 Peta Wilayah Kontrak Karya Pulau Papua Gambar 5.16 Peta Wilayah Pertambangan Pulau Kalimantan Gambar 5.17 Peta Wilayah Pertambangan Pulau Sumatera Gambar 5.18 Peta Wilayah Pertambangan Gugusan Kepulauan Maluku vii

10 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Kondisi Cadangan Minyak Bumi Indonesia Tahun Tabel 2.2 Kondisi Produksi Minyak Bumi, Tahun Tabel 2.3 Ekspor Minyak Bumi, Tahun Tabel 2.4 Kondisi Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM)... 9 Tabel 2.5 Impor Minyak Bumi Berdasarkan Negara Asal ( ) Tabel 2.6 Impor BBM ( ) Tabel 2.7 Perkembangan Permintaan dan Penawaran Minyak Nasional Tabel 2.8 Perbandingan Perkembangan Kapasitas Kilang Tabel 2.9 Perkembangan Neraca Perdagangan Minyak dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) Tabel 2.10 Kualitas dan Sumberdaya Batubara Indonesia Tabel 2.11 Harga Batubara Periode Tabel 2.12 Sumber Daya dan Cadangan Panas Bumi Indonesia Tahun Tabel 2.13 Permasalahan Utama Pengembangan EBT Tabel 2.14 Solusi Harga Beli PLT EBT Tabel 2.15 Capian Pengembangan EBT Tabel 2.16 Perbandingan Berbagai Teknologi Upgrading di Dunia Tabel 4.1 Matrik Hubungan Faktor Internal Dengan Eksternal Tabel 5.1 Kebutuhan Batubara Domestik Tahun 2011 dan Tabel 5.2 Realisasi Alokasi DMO Batubara per Perusahaan Tahun Tabel 5.3 Realisasi Konsumsi Batubara DMO End User Tabel 5.4 Rencana Pembangunan PLTU MW Tahap I Tabel 5.5 Penggunaan Energi Pada Rencana Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian Tabel 5.6 Matrik SWOT viii

11 DAFTAR FOTO Foto Lokasi Tambang dan Stokpile PT. BA dan PLTU Batubara Bukit Asam, Tanjung Enim Foto 5.2 Lokasi Tambang Dalam Batubara CV Bara Mitra Kencana, dan PLTU Batubara Ombilin, Sawahlunto Foto 5.3 PLTU Yang Termasuk Program Percepatan Pembangunan PLTU MW Tahap I Foto 5.4 Saat Kunjungan Ke PLTU Mulut Tambang, PLTU Simpang Belimbing PT. GH EMM Indonesia, Kabupaten Muara Enim ix

12 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber energi fosil maupun non fosil. Peran sumber energi fosil, khususnya minyak bumi, yang merupakan sumber energi tidak terbarukan, masih sangat dominan bahkan diberbagai aspek penggunaan belum tergantikan, sementara itu sumber daya dan cadangan minyak bumi dari waktu ke waktu semakin menipis. Impor Bahan Bakar Minyak (BBM) semakin meningkat dan saat ini harganya melambung yang mengakibatkan subsidi semakin membengkak, sehingga pemerintah melalui Menteri Keuangan mengajukan tambahan subsidi energi senilai Rp 103,5 triliun dari pagu Rp 202,4 triliun. Sehingga total subsidi energi tahun 2012 mencapai Rp 305,9 triliun atau 20% dari volume belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Kompas, 2012). Energi gas bumi dan batubara yang menjadi andalan yang potensial untuk menyubstitusi minyak bumi belum dikelola secara optimal. Demikian pula sumber energi non fosil atau sumber energi terbarukan tersedia dalam jumlah cukup banyak, tetapi belum dikelola secara optimal, sehingga belum mampu menggantikan energi fosil. Konsumsi energi yang terus meningkat baik di Indonesia maupun global sebagai dampak langsung dari pertumbuhan ekonomi, penduduk, dan dinamika industri yang makin berkembang cepat. Upaya pemerintah yang sudah dan sedang digalakkan untuk mengurangi peran bahan bakar minyak dengan mengutamakan upaya konversi dan diversifikasi agar bauran energi nasional menjadi optimal sehingga tercipta ketahanan energi perlu terus didorong dan didukung. Di masa mendatang, batubara diharapkan dapat berperan sebagai pengganti bahan bakar minyak, tentunya dengan berbagai upaya pengembangan teknologi dan diversifikasi dan ditunjang pula oleh sumber daya yang cukup besar. Berdasarkan informasi yang diperoleh, jumlah sumber daya batubara Indonesia pada tahun 2012 diperkirakan mencapai 120,34 miliar ton (PSDG, 2012). 1

13 Sedangkan jumlah cadangan batubara Indonesia yang dihitung terhadap endapan batubara yang telah diketahui ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas, peringkat, dan secara ekonomis memenuhi kriteria layak tambang adalah berjumlah 28,017miliar ton (23,28% dari sumberdaya). Potensi sumberdaya batubara di Indonesia tersebar di Pulau Sumatera dengan jumlah sumberdaya sebesar 62,199 miliar ton, di Pulau Kalimantan jumlah sumberdaya sebesar 55,362 miliar ton, di Pulau Sulawesi jumlah sumberdaya sebesar 0,233 miliar ton, di Papua sebesar 0,131 miliar ton, di Maluku sebesar 0,002 milyar ton, dan sisanya ada di Pulau Jawa sebesar 0,02 miliar ton. Sebagian besar dari jumlah sumber daya tersebut bermutu rendah, sedangkan yang berkualitas menengah hingga kualitas tinggi di ekspor ke berbagai negara. Tingginya harga batubara di pasar internasional, mendorong perusahaanperusahaan batubara meningkatkan produksinya dengan tujuan ekspor, yang mengakibatkan ketidakseimbangan ekspor batubara dengan kebutuhan dalam negeri. Padahal kebutuhan batubara dalam negeri semakin meningkat seperti pada pembangkit listrik, semen, kertas, tekstil, metalurgi, dan briket batubara. Kecenderungan peningkatan kebutuhan batubara ini dipicu pula oleh program percepatan pembangunan pembangkit listrik 10 ribu MW tahap I dan II sehingga permintaan batubara akan terus mengalami peningkatan. Bukan tidak mungkin industri lain juga akan melakukan perubahan pemakaian bahan bakar ke batubara apabila teknologi diversifikasi batubara seperti pencairan, gasifikasi, syngas atau teknologi peningkatan kualitas batubara peringkat rendah tercapai. Oleh karena itu, sangat diperlukan kajian yang komprehensif terkait peningkatan peran batubara sebagai energi yang dapat menggantikan bahan bakar minyak untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri yang didukung oleh pengembangan teknologi pemanfaatan batubara dan pengalokasian pencadangan. 1.2 Ruang Lingkup Kegiatan Ruang lingkup kegiatan penelitian ini, yaitu : 2

14 a) Mengidentifikasi dan menginventarisasi kebutuhan energi nasional; b) Mengidentifikasi dan menginventarisasi peran berbagai jenis energi dalam berbagai sektor; c) Mengidentifikasi dan menginventarisasi teknologi pemanfaatan batubara; d) Mengukur kondisi kemampuan pemerintah memasok kebutuhan energi (dilihat dari sisi kemampuan produksi, ekspor dan impor (balance sheet); e) Mengkaji Kebijakan Energi Nasional (peraturan/perundang-undangan yang terkait); f) Mengkaji peran (keberadaan) batubara dalam struktur penggunaan energi nasional (bauran energi); g) Mengkaji potensi/peluang batubara sebagai pengganti BBM; h) Mengalokasikan cadangan batubara untuk penyediaan sumber pasokan energi nasional. 1.3 Tujuan Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah : Meningkatkan ketahanan energi nasional. Meningkatkan peran batubara dalam bauran energi nasional. Mengukur potensi batubara sebagai energi pengganti BBM. Mendorong pengembangan teknologi konversi batubara. Mengoptimalkan pemanfaatan batubara sebagai sumber energi. 1.4 Sasaran Mengalokasikan sumber daya dan cadangan batubara dalam rangka penyediaan energi nasional melalui : Estimasi kebutuhan energi di bidang industri dan pembangkit yang dapat disubstitusi oleh batubara. Pemilihan teknologi konversi batubara khususnya di bidang industri. Kalkulasi ketersediaan cadangan batubara sebagai pasokan dalam negeri dengan mempertimbangkan tingkat produksi dan ekspor. Rekomendasi kebijakan pengelolaan batubara sebagai penyedia energi. 3

15 1.5 Lokasi Pelaksanaan Kegiatan Lokasi kegiatan penelitian berada di Provinsi Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Jambi, Kepulauan Riau, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Pulau Jawa (Gambar 1.1). Banda Aceh Lhokseumawe Medan Dumai Duri Padang SINGAPORE Batam Bintan Jambi Palembang EAST MALAYSIA KALIMANTAN Banjarmasin Samarinda Bontang Balikpapan SULAWESI Manado Ternate HALMAHERA Sorong Pacific Ocean PAPUA Jayapura BURU SERAM Jakarta Semarang J A V A MADURA Bangkalan Surabaya Grissik BALI Ujung Pandang I N D O N E S I A Pagerungan SUMBAWA FLORES Merauke Indian Ocean LOMBOK SUMBA TIMOR AUSTRALIA Gambar 1.1 Lokasi Kegiatan Penelitian 4

16 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Pasokan Dan Permintaan Energi Di Indonesia Umum Ketidakseimbangan permintaan dan penawaran energi yang didorong pesatnya laju pertambahan penduduk dan pesatnya industrialisasi dunia, mengakibatkan tersedotnya cadangan energi, khususnya energi fosil yang merupakan sumber energi utama dunia. Pemulihan ekonomi global yang dimotori pertumbuhan ekonomi tinggi di Asia diiringi peningkatan permintaan energi untuk industri dan konsumsi, ternyata turut mendorong kenaikan harga energi dunia. Proporsi minyak bumi sebagai sumber utama energi mencapai 40% dari total permintaan energi dunia, namun cadangannya terus berkurang. Pada tahun 2011 pertumbuhan permintaan minyak bumi dunia akan mencapai 1,7% sementara peningkatan produksi hanya mencapai 0,9%. Keadaan ini menyebabkan negara-negara termasuk Indonesia rentan terhadap risiko terjadinya krisis energi dunia. Cadangan minyak bumi terbukti saat ini di Indonesia diperkirakan 9 milyar barel, dengan tingkat produksi rata-rata 0,5 milyar barel per tahun, sehingga diperkirakan cadangan minyak akan habis dalam waktu 18 tahun. Cadangan gas diperkirakan 170 TSCF (trillion standart cubic feed) sedangkan kapasitas produksi mencapai 8,35 BSCF (billion standart cubic feed). Cadangan batubara diperkirakan 57 miliar ton dengan kapasitas produksi 131,72 juta ton per tahun. Untuk menyikapi ancaman krisis energi dimasa mendatang dan mengoptimalkan potensi sumber energi nasional, konsep ketahanan energi menjadi sangat penting bagi Indonesia. Untuk itu Pemerintah Indonesia telah menempuh sejumlah kebijakan untuk memperkuat ketahanan energi nasional antara lain melalui : pengembangan kebijakan energi yang bertumpu pada kebutuhan, menekan subsidi minyak bumi seminimal mungkin, pembaharuan kebijakan energi guna memperkuat tata kelola sektor energi nasional dan memperkuat kerangka legislasi dan kebijakan diversifikasi energi melalui pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT). 5

17 EBT merupakan pilihan efektif dalam jangka panjang untuk mengatasi ancaman krisis energi. Meskipun demikian, disadari bahwa pemanfaatan EBT di Indonesia masih belum optimal. Potensi EBT di Indonesia sendiri sangat tinggi, di antaranya terdapat potensi energi panas bumi yang mencakup 40% dari cadangan dunia (27 GW) tetapi baru dimanfaatkan sebesar 800 MW. Selain itu terdapat potensi energi terbarukan lainnya yang seperti energi surya dan energi hidro. Dalam pengelolaan EBT, Indonesia juga harus mengejar ketertinggalannya di dalam penguasaan iptek dalam waktu relatif cepat melalui proses alih teknologi yang dapat dicapai dengan melakukan kerjasama strategis dengan mitra dari negara lain tanpa mengganggu kepentingan nasional, terutama melalui grants dan low-interest loans untuk membeli tekonologi sustainable energy. Selain dengan mitra negara maju juga perlu dilakukan kerjasama teknik antar negara berkembang melalui forum-forum internasional ataupun kerjasama bilateral antar negara berkembang. Minyak bumi, gas alam, dan batubara masih akan terus mendominasi pemenuhan kebutuhan energi nasional. Pada waktu mendatang ketergantungan terhadap energi fosil harus diminimalkan melalui optimalisasi pemanfaatan EBT secara bertahap. Mixing energy antara energi fosil dan EBT dapat dilakukan dengan didukung Infrastruktur energi yang memadai, mengingat ketidaksesuaian antara penyebaran sumber energi dan konsumen di Indonesia. Untuk merealisasikannya dibutuhkan regulasi yang mendukung, riset dan teknologi, investasi, maupun perubahan pola konsumsi masyarakat yang lebih hemat dan bijak untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya krisis energi dimasa mendatang Bahan Bakar Minyak Cadangan Cadangan minyak bumi dinyatakan dalam dua kategori yaitu cadangan potensial dan cadangan terbukti (Gambar 2.1). Dalam delapan tahun terakhir cadangan terbukti minyak bumi Indonesia menunjukkan kecenderungan menurun sedangkan cadangan potensial menunjukkan kecenderungan meningkat. Secara keseluruhan (potensial dan terbukti) cadangan minyak bumi Indonesia cenderung menurun (Tabel 2.1). Penurunan cadangan minyak bumi diakibatkan 6

18 oleh laju produksi minyak bumi lebih tinggi dibanding dengan laju penemuan cadangan minyak bumi baru, padahal laju produksi minyak bumi terus menurun. Sumber : KESDM, 2012 Gambar 2.1 Sebaran Cadangan Minyak Bumi Indonesia Tabel 2.1 Kondisi Cadangan Minyak Bumi Indonesia Tahun (Milyar Barel) Tahun Terbukti Potensial Total ,3 4,31 8, ,19 4,44 8, ,37 4,56 8, ,99 4,41 8, ,75 4,47 8, ,3 3, ,23 3,53 7, ,04 3,69 7,73 Sumber : KESDM, 2012 Produksi dan Ekspor 7

19 Tingkat produksi pada tahun 2004 tercatat ribu barel, yang terdiri dari minyak bumi ribu barel dan kondensat ribu barel. Adapun produksi minyak bumi dan kondensat tahun 2011 berjumlah ribu barel, dan produksi tahun 2012 (s/d Semester I) berjumlah ribu barel, dengan rincian minyak bumi ribu barel dan kondensat ribu barel (Tabel 2.2). Dari jumlah produksi tersebut, sebagian diekspor yang semula sebanyak ribu barel pada tahun 2004, menjadi ribu barel pada tahun Pangsa pasar terbesar minyak mentah Indonesia adalah Jepang dan Korea (Tabel 2.3). Disisi lain Indonesia juga mengimpor baik minyak bumi maupun bahan bakar minyak (BBM). Untuk meningkatkan produksi BBM dimasa mendatang, Pemerintah telah membuat perencanaan pembangunan 3 kilang minyak baru yang mulai dapat beroperasi pada tahun 2018 dan 2019 dengan kapasitas total 900 MBCD. Konsumsi Konsumsi BBM secara umum di dalam negeri berfluktuasi yang cenderung sedikit menurun. Tahun 2004 konsumsi BBM tercatat SBM ( ribu KL) dan konsumsi non BBM (produk petroleum) SBM, sedangkan tahun 2011 masing-masing tercatat SBM dan SBM (Tabel 2.4). Impor BBM Konsumsi minyak dalam negeri lebih tinggi daripada produksi. Kekurangannya ditutupi melalui impor. Hal ini karena konsumsi BBM yang memang meningkat terus, di sisi lain produksi minyak nasional yang terus menurun dan tidak bertambahnya kapasitas kilang milik PT Pertamina (Persero) (Tabel 2.5 dan 2.6). 8

20 Tabel 2.2 Kondisi Produksi Minyak Bumi, Tahun (Ribu Barel) TAHUN MINYAK BUMI KONDENSAT JUMLAH * Sumber : KESDM, 2012 Tahun Tabel 2.3 Ekspor Minyak Bumi, Tahun (Ribu Barel) Jepang USA Korea Taiwan Singapura Lainnya Ribu Ribu Ribu Ribu Ribu Ribu Pangsa Pangsa Pangsa Pangsa Pangsa Pangsa Barel Barel Barel Barel Barel Barel ,1% ,7% ,5% ,4% ,9% ,4% ,3% ,9% ,1% ,7% ,8% ,2% ,4% ,6% ,9% ,5% ,4% ,7% ,7% ,8% ,3% ,4% ,9% ,6% ,6% ,0% ,7% ,2% ,4% ,1% ,1% ,3% ,1% ,4% ,3% ,2% ,3% ,9% ,6% ,6% ,7% ,8% * ,6% ,5% ,3% ,5% ,9% ,2% Rata-rata ,9% ,3% ,1% ,2% ,7% ,9% Total Sumber : KESDM, 2012 Tabel 2.4 Kondisi Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM), Tahun (Ribu Barel) Year Avgas Avtur Mogas Minyak Tanah Minyak Solar Minyak Diesel Minyak Bakar Ribu SBM Total BBM Ribu KL Ribu SBM LPG Ribu Ton Non BBM Sumber : KESDM,

21 Tabel 2.5 Impor Minyak Bumi Berdasarkan Negara Asal ( ) NEGARA SAUDI ARABIA THAILAND MALAYSIA VIETNAM AUSTRALIA BRUNEI NIGERIA CHINA LIBYA ALGERIA PAPUA N GUINEA RWANDA YAMAN ANGOLA IRAN AZERBAIJAN SUDAN IRUSIA TURKEY TOTAL VOLUME IMPOR Barel Sumber : KESDM, 2012 Tabel 2.6 Impor BBM ( ) 10

22 Ribu Kilo Liter Year Avtur RON 88 RON 95 RON 92 DPK HOMC ADO Fuel Oil IDO Total Fuel Ribu Kilo Liter per Hari Year Avtur RON 88 RON 95 RON 92 DPK HOMC ADO Fuel Oil IDO Total Fuel ,8 17,0 0,0 0,0 7,1 2,9 39,6 4,1 0,0 72, ,2 16,0 0,0 0,2 2,4 3,0 29,7 4,6 0,0 58, ,2 19,4 0,1 0,1 3,0 0,3 33,9 5,9 0,0 65, ,1 23,5 0,0 0,1 0,9 0,0 33,7 7,0 0,1 67, ,5 28,1 0,1 0,3 0,0 3,1 23,3 5,2 0,0 60, ,6 34,1 0 0,6 0,0 4,8 23,0 1,1 0,0 64, ,2 41,8 0,1 0,9 0,0 0,4 26,8 2,7 0,0 75,0 Sumber : KESDM, 2012 Subsidi BBM Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, realisasi belanja subsidi energi pada Desember 2012 telah melebihi pagu dalam APBN. Perubahan dari yang telah ditetapkan Rp 202,4 triliun menjadi Rp 306,5 triliun mencapai kelebihan 151,5%. Hal ini disebabkan realisasi subsidi BBM mencapai Rp 211,9 triliun atau kelebihan 154,2% dari pagu sebesar Rp 137,5 triliun dan realisasi subsidi listrik mencapai Rp 94,6 triliun atau kelebihan 145,6% dari pagu Rp 65 triliun. Dalam APBN tahun 2012 kuota BBM bersubsidi ditetapkan sebesar 40 juta kiloliter, namun dalam perkembangannya meningkat menjadi 44,04 juta kiloliter serta ditambah kuota jaga-jaga pada akhir tahun yakni bulan Desember 2012 sebesar 1,23 juta kiloliter. Sedangkan pada tahun 2013 pemerintah dalam APBN menetapkan alokasi subsidi BBM sebesar Rp 193,8 triliun dan subsidi listrik Rp 80,9 triliun, dengan volume BBM bersubsidi ditetapkan sebesar 46 juta kiloliter. Permintaan dan Penawaran 11

23 Berdasarkan data yang ada, dalam beberapa tahun terakhir permintaan dan penawaran minyak nasional sudah berada pada kondisi yang tidak seimbang. Hal ini disebabkan karena permintaan minyak dalam negeri cenderung meningkat setiap tahun, sedangkan kemampuan produksi minyak nasional justru cenderung menurun. Padahal tidak seluruh dari produksi minyak nasional akan menjadi bagian pemerintah (negara). Hasil produksi minyak tersebut masih harus dikurangi dengan pengembalian biaya (cost recovery) dan hak bagi hasil untuk kontraktor/pengusaha pertambangan minyak. Dengan asumsi bahwa pemerintah akan mendapatkan bagian produksi minyak nasional sekitar 60 % dari produksi kotor, kondisi permintaan dan penawaran minyak nasional telihat pada Tabel 2.7. Dari tabel ini diketahui bahwa sudah sejak lama neraca minyak nasional berada dalam kondisi defisit. Kondisi tersebut diperberat dengan perkembangan kapasitas kilang nasional yang relatif stagnan. Akibatnya kebutuhan BBM nasional yang terus meningkat setiap tahun harus dipenuhi dengan mengimpor produk BBM. Hal itu karena jika impor dilakukan dalam bentuk minyak mentah, kapasitas kilang domestik tidak mencukupi untuk mengolahnya. Tabel 2.7 : Perkembangan Permintaan dan Penawaran Minyak Nasional Tahun Permintaan & Penawaran Minyak Indonesia (Ribu Barel) Produksi Bagian Pemerintah Konsumsi Defisit Sumber : Kementerian ESDM & BP Statistical Review (2012), diolah kembali. Kapasitas Kilang 12

24 Kapasitas kilang Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik perkembangan relatif lambat. Hal ini terlihat ketika kinerja neraca minyak negara-negara di kawasan Asia Pasifik terus meningkat, Indonesia justru cenderung menurun. Bahkan negaranegara seperti Jepang dan Singapura yang notabene relatif tidak memiliki minyak, memiliki kilang yang kapasitas jauh lebih besar daripada kapasitas kilang di Indonesia. Perbandingan perkembangan kapasitas kilang nasional dan kapasitas kilang di Asia Pasifik diperlihatkan pada Tabel 2.8. Berdasarkan data dalam Tabel 2.8, penyumbang defisit kapasitas kilang terbesar di Asia Pacific pada periode 2006 dan 2007 adalah Indonesia. Bahkan pada periode selanjutnya, ketika kapasitas kilang di kawasan Asia Pasifik mengalami surplus, defisit kapasitas kilang Indonesia justru cenderung meningkat. Dalam hal ini, kapasitas kilang Indonesia pada dasarnya juga meningkat, namun tidak begitu signifikan. Peningkatan kapasitas kilang Indonesia yang hanya sekitar 2% per tahun tidak dapat memenuhi konsumsi BBM dalam negeri yang sejak lama kebutuhannya memang telah melebihi kapasitas kilang yang ada. Saat ini rata-rata produksi kilang untuk premium hanya memenuhi sepertiga dari konsumsi BBM dalam negeri, sedangkan dua pertiga kekurangannya dipenuhi dari impor BBM. Periode Tabel 2.8 Perbandingan Perkembangan Kapisitas Kilang Asia Pacific (Ribu Barel per Hari) Konsumsi Kapasitas Kilang Surplus/ Defisit Konsumsi Indonesia (Ribu Barel per Hari) Kapasitas Kilang Surplus/Defisit Sumber: BP Statistical Review (2012), diolah kembali. 13

25 Jika konsumsi BBM tumbuh pesat maka hal tersebut akan memberikan efek domino terhadap lonjakan impor BBM. Menurut Wakil Menteri ESDM pada akhir Desember 2012 refineri kilang minyak nasional hanya mampu mengolah minyak mentah sebesar 900 ribu barel per hari. Kapasitas kilang minyak nasional perlu ditingkatkan untuk mengolah crude oil menjadi BBM. Untuk meningkatkan produksi BBM dimasa mendatang, Pemerintah telah membuat perencanaan pembangunan 3 kilang minyak baru dengan skema pembiayaan dari dalam negeri dan luar negeri masing-masing kilang Balongan II Refinery (kapasitas 300 MBCD), Tuban Refinery (kapasitas 300 MBCD) dan Kilang BBM dan Petrokimia (kapasitas 300 MBCD). Ketiga kilang baru tersebut dengan kapasitas total 900 MBCD akan mulai beroperasi pada tahun 2018 dan 2019 (Gambar 2.2). Jika crude oil dapat diolah di dalam negeri lebih banyak lagi maka harga BBM bisa ditekan lebih murah. Saat ini impor minyak mentah (crude oil) lebih rendah dibandingkan dengan impor BBM. Meskipun sama-sama impor, akan lebih baik pemerintah mengimpor crude oil dibandingkan produk jadi berupa BBM yang harganya tentu lebih mahal. 14

26 Gambar 2.2 Perencanaan Pembangunan Kilang Minyak Nasional Yang Baru (Pusdatin, Kementerian ESDM, 2012) Permasalahan penyediaan BBM yang cenderung bergantung pada impor pada dasarnya tidak hanya berpengaruh terhadap kinerja sektor energi, namun juga berpengaruh pada sektor moneter, utamanya kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) dan nilai tukar rupiah. Sektor moneter akan mendapatkan tekanan dengan semakin meningkatnya impor BBM. Hal ini dikarenakan kebutuhan devisa untuk impor BBM cenderung terus mengalami peningkatan. Akibatnya, jika ekspor non migas di sisi yang lain tidak mengalami peningkatan, maka NPI terancam defisit dan nilai tukar rupiah juga berpotensi terdepresiasi. Berikut ini diperlihatkan perkembangan Neraca Perdagangan Minyak dan Neraca Pembayaran Indonesia dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2011 (Tabel 2.9). Dari tabel ini dapat dilihat nilai defisit pembiayaan minyak dan nilai NPI pada beberapa tahun terakhir. Tebel 2.9 Perkembangan Neraca Perdagangan Minyak dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) Periode Minyak Mentah NERACA PERDAGANGAN MINYAK Ekspor (Juta USD) Produk Kilang Total Minyak Mentah Impor (Juta USD) Produk Kilang Total Defisit/Surplus (Juta USD) Net NPI (Juta USD) Sumber: PT Pertamina & BP Migas, dalam NPI-Bank Indonesia, diolah kembali Gas 15

27 Cadangan Cadangan gas bumi Indonesia dalam 10 tahun terakhir menunjukkan kecenderungan meningkat. Hal ini terjadi karena tingkat penemuan cadangan lebih besar dibanding tingkat produksi (Gambar 2.3). Dengan cadangan terbukti 112,5 TSCF dan tingkat produksi 3,02 TSCF per tahun maka reserve to production ratio (R/P) gas Indonesia sekitar 32 tahun. Prospek pertumbuhan cadangan terbukti gas masa mendatang masih tetap baik mengingat cadangan potensial yang tersedia cukup besar, yaitu 57,6 TSCF, disamping adanya kemungkinan tambahan penemuan baru dari hasil eksplorasi di masa mendatang. Cadangan gas bumi Indonesia terdapat di Natuna Timur, Kalimantan, Sumatera, Papua, Maluku, dan Sulawesi. Di samping gas bumi, Indonesia juga memiliki sumberdaya coal bed methane (CBM). CBM tersebut terdapat di lokasi-lokasi sumberdaya batubara yang tersebar di Kalimantan dan Sumatera. Pemanfaatan sumberdaya gas bumi untuk memenuhi permintaan dalam negeri yang sebagian besar terpusat di pulau Jawa terkendala oleh masih terbatasnya infrastruktur penyaluran gas. Sebagian besar dari produksi gas Indonesia saat ini diekspor dalam bentuk LNG. Pemanfaatan gas bumi domestik di masa mendatang diharapkan akan dapat ditingkatkan melalui pembangunan infrastruktur penyaluran gas, penyebaran pusat-pusat permintaan gas ke luar pulau Jawa dan kebijakan pengutamaan pemanfaatan gas untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Dibanding cadangan gas dunia, cadangan gas indonesia relatif kecil, hanya 1,7 % terhadap total cadangan terbukti gas bumi dunia (6534 trilyun kaki kubik). Cadangan gas dunia tersebar di Timur Tengah (41% cadangan dunia), disusul oleh wilayah Eropa dan Eurasia dengan pangsa sebesar 34%, Afrika 8,3%, Asia pasifik 7,9% sedangkan wilayah Amerika Utara dan Amerika Selatan mempunyai pangsa paling kecil, masing-masing sebesar 4,8% dan 4% (BP Statistical Review of World Enegry, 2009). Negara-negara yang mempunyai pangsa cadangan gas cukup besar adalah Rusia (23,4 % cadangan dunia) disusul Iran (16%) dan Qatar (13,8%). 16

28 Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia Gambar 2.3 Cadangan Gas Bumi Indonesia Produksi dan Pemanfaatan Gas bumi merupakan salah satu jenis energi yang potensial baik untuk memenuhi kebutuhan domestik juga dijadikan sebagai komoditi ekspor. Ekspor gas bumi dalam bentuk LNG ditujukan terutama ke Jepang dan Korea Selatan dari hasil produksi LNG Bontang dan LNG Arun. Ekspor gas bumi dalam bentuk gas pipa ditujukan ke Singapura dan Malaysia (sejak tahun 2001) melalui lapangan gas Grissik di Sumatera Selatan dan lapangan gas di Natuna Barat. Sebagian produksi gas bumi digunakan untuk memenuhi kebutuhan sektor industri, PLN, gas kota, gas lift and reinjection, dan own use. Pemanfaatan gas bumi di sektor industri dapat menekan biaya bahan bakar karena harga gas bumi relatif lebih murah dibanding BBM. Data menunjukkan bahwa gas bumi yang diekspor (sebagai gas pipa maupun LNG) dan yang digunakan sebagai bahan baku kilang LNG, lebih besar dibanding pemanfaatan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan domestik. Rendahnya pemanfaatan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan domestik terutama diakibatkan oleh terbatasnya infrastruktur gas bumi apalagi sumber gas bumi umumnya terletak di luar Jawa, sedangkan konsumen gas bumi umumnya berada di Jawa. Gambar 2.4 menunjukkan perkembangan produksi dan pemanfaatan gas bumi selama perioda

29 Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia Gambar 2.4 Produksi dan Pemanfaatan Gas Bumi Perioda

30 Perkembangan konsumsi gas bumi sebagai energi final diperlihatkan pada Gambar 2.5. Dalam 10 tahun terakhir konsumsi gas bumi meningkat rata-rata 4,6% per tahun. Gas bumi sebagai energi final hampir seluruhnya digunakan di sektor industri, sebagai bahan bakar dan juga sebagai bahan baku (feedstock). Pemanfaatan gas bumi di sektor rumah tangga dan komersial terus meningkat namun pangsanya masih sangat kecil karena keterbatasan infrastruktur gas. Permintaan gas bumi pada kedua sektor ini di masa mendatang kemungkinan terus meningkat bila infrastruktur gas telah berkembang. Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia Gambar 2.5 Perkembangan Konsumsi Gas Bumi Konsumsi LPG di Indonesia saat ini didominasi oleh sektor rumah tangga (Gambar 2.6). Perkembangan pesat konsumsi energi terjadi dalam perioda sebagai hasil pelaksanaan program konversi minyak tanah ke LPG. Pada perioda tersebut konsumsi LPG tumbuh rata-rata 31% per tahun. Konsumsi LPG sektor komersial dan industri cenderung turun. Dalam 10 tahun terakhir konsumsi LPG sektor komersial dan industri turun rata-rata 7,5% dan 6,9% per tahun. Penurunan tersebut kemungkinan karena pengalihan konsumsi LPG ke gas bumi (pipa). 19

31 Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia Gambar 2.6 Perkembangan Konsumsi LPG Untuk meningkatkan peran gas bumi dan mengurangi peran minyak bumi, Pemerintah melakukan perencanaan profil dan target lifting sampai tahun 2016 seperti terlihat pada Gambar 2.7. Sumber : KESDM, 2012 Gambar 2.7 Profil dan Target Lifting Minyak dan Gas Bumi 20

32 Pemanfaatan gas bumi Indonesia pada tahun 2011 yang utama adalah untuk komoditas ekspor (4.077,84 BBTUD), diikuti berikutnya untuk industri (1.260,73 BBTUD), pembangkit listrik (745,29 BBTUD), pupuk (657,05 BBTUD), lifting oil (367,79 BBTUD), LPG (235,75 BBTUD) (Gambar 2.8). Dalam upaya peningkatan produksi gas bumi nasional pada masa mendatang, pemerintah melalui Kementerian ESDM (Ditjen Migas) memiliki beberapa proyek andalan hulu migas yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia seperti diperlihatkan pada Gambar 2.9. Pemerintah melalui Ditjen Migas juga sudah menyusun neraca gas bumi Indonesia dalam kurun waktu 2012 sampai Dari neraca ini dapat terlihat perencanaan penawaran-permintaan (supply-demand) gas bumi dan potential supply gas sampai dengan tahun 2025 (Gambar 2.10). Demi untuk memudahkan kegiatan usaha gas bumi mulai dari kegiatan hulu hingga hilir telah dirancang dan diaplikasikan infrastrukur gas bumi nasional seperti terlihat pada Gambar Dari gambar ini dapat dilihat lokasi-lokasi terdapatnya gas bumi, jalur transportasi gas, dan distribusi gas. Untuk meningkatkan produksi migas di Indonesia, perusahaan pertambangan migas telah pula melakukan pengembangan dan produksi seperti di Natuna Timur, Masela, Tangguh, dan Cepu (Gambar 2.12). Sumber : KESDM, 2012 Gambar 2.8 Realisasi Pemanfaatan Gas Indonesia

33 MMSCFD Kajian Alokasi Pencadangan Batubara Untuk Penyediaan Energi Nasional 2012 Sumber : KESDM, 2012 Gambar 2.9 Proyek Andalan Hulu Migas V. NERACA GAS BUMI INDONESIA CONTRACTED DEMAND COMMITTED DEMAND POTENTIAL DEMAND EXISTING SUPPLY PROJECT SUPPLY POTENTIAL SUPPLY Sumber : KESDM, 2012 Gambar 2.10 Neraca Gas Bumi Indonesia

34 Sumber : KESDM, 2012 Gambar 2.11 Infrastruktur Gas Sumber : KESDM, 2012 Gambar 2.12 Proyek-Proyek Migas Dalam Tahap Pengembangan Batubara o Potensi, Cadangan dan Kualitas 23

35 Kajian Alokasi Pencadangan Batubara Untuk Penyediaan Energi Nasional 2012 Jumlah sumber daya dan cadangan batubara Indonesia setiap tahun terus bertambah, berdasarkan perhitungan Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Kondisi saat ini, akhir tahun 2012, jumlah sumber daya adalah sebesar 120,339 miliar ton, dengan jumlah cadangan sebesar 28,017 miliar ton (Gambar 2.13). Sumber daya batubara tersebut tersebar di 19 propinsi, 6 pulau, namun terbesar terutama di Pulau Sumatera dan Kalimantan sebanyak masing masing 53,68% dan 46,01%. Keadaan lingkungan pengendapan batubara yang berbeda-beda serta kondisi tektonik dan umur pengendapan batubara di Indonesia yang berbeda-beda, menghasilkan kualitas batubara yang berbeda-beda pula. THAILAND LAOS Resources : Billion ton CAMBODIA Philipines Reserves : Billion ton South VIETNAM China Sea BRUNEI Banda Aceh Lhokseumawe WEST MALAYSIA Medan EAST MALAYSIA Dumai Duri Pacific Ocean Manado SINGAPORE Ternate Batam Bintan KALIMANTAN Bontang Sorong Samarinda Padang HALMAHERA Balikpapan Jambi Banjarmasin Palembang Jayapura SULAWESI PAPUA BURU SERAM Ujung Pandang Jakarta MADURA Semarang JA VA Bangkalan Surabaya Grissik BALI Indian Ocean SUMBER : PUSAT SUMBERDAYA GEOLOGI I Pagerungan N D O N E S I A SUMBAWA Merauke FLORES LOMBOK TIMOR SUMBA AUSTRALIA Gambar 2.13 Distribusi Sumber Daya Batubara Indonesia (PSDG, 2012) 24

36 Kriteria kualitas batubara dapat dibedakan atas beberapa macam, yang pada umumnya didasarkan pada: Peringkat batubara (Coal Rank) Nilai kalori (Calorivic Value) Kandungan bahan/unsur dalam batubara (kadar air, abu, belerang, zat terbang, karbon tertambat, dll) Sifat fisik batubara (kekerasan, muai bebas, titik leleh abu). Penggolongan kualitas batubara mutu rendah, batubara mutu sedang, dan batubara mutu tinggi seringkali dikaitkan dengan tujuan pemanfaatan batubara itu sendiri yang tergambarkan dengan permintaan pada spesifikasi batubara yang diinginkan. Secara spesifik pembagian batubara di atas didasarkan pada kriteria sebagai berikut : 1. Batubara Kalori Rendah adalah jenis batubara yang paling rendah peringkatnya, bersifat lunak-keras, mudah diremas, mengandung kadar air tinggi (10-70%), memperlihatkan struktur kayu, nilai kalorinya <5.100 kal/gr (adb). 2. Batubara Kalori Sedang adalah jenis batubara yang peringkatnya lebih tinggi, bersifat lebih keras, mudah diremas tidak bisa diremas, kadar air relatif rendah, umumnya struktur kayu masih terlihat, nilai kalorinya kal/gr (adb). 3. Batubara Kalori Tinggi adalah jenis batubara yang peringkatnya lebih tinggi, bersifat lebih keras, tidak mudah diremas, kadar air relatif lebih rendah, umumnya struktur kayu tidak terlihat, nilai kalorinya kal/gr (adb). 4. Batubara Kalori Sangat Tinggi adalah jenis batubara dengan peringkat paling tinggi, umumnya dipengaruhi intrusi batuan beku atau tektonik, kadar air sangat rendah, nilai kalorinya >7.100 kal/gr (adb). Kualitas batubara Indonesia didominasi oleh Batubara Kalori Sedang (66,63%), setelah itu diikuti Batubara Kalori Rendah (24,12%), Batubara Kalori Tinggi (7,81%), dan Batubara Kalori Sangat Tinggi dengan jumlah sangat kecil (1,44) (Tabel 2.10). 25

37 Tabel 2.10 Kualitas Dan Sumberdaya Batubara Indonesia Tahun 2011 Kualitas Sumberdaya (Juta Ton) Jumlah Cadangan (Juta Ton) Hipotetik Tereka Tertunjuk Terukur Total % Terkira Terbukti Total Kalori Rendah 5.057, , , , ,00 24, , , ,02 Kalori Sedang , , , , ,34 66, , , ,80 Kalori Tinggi 1.083, , , , ,26 7,81 574, , ,08 Kalori Sangat Tinggi 62, ,96 276,08 272, ,00 1,44 23,48 208,09 231,57 TOTAL , , , , ,60 100, , , ,46 Sumber : Pusat Sumber Daya Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, o Produksi Sejalan dengan upaya penganekaragaman energi dan peningkatan kebutuhan batubara, baik untuk pemakaian domestik maupun pasar ekspor, selama 20 tahun terakhir ( ) produksi batubara Indonesia telah meningkat 23 kali lipat, dari 15,935 juta juta ton menjadi sekitar 374,000 juta ton, atau meningkat rata-rata per tahun 17,67%, jauh di atas rata-rata dunia, 3,8%. Peningkatan produksi yang pesat didorong oleh meningkat tajamnya permintaan ekspor dan permintaan dalam negeri. Dalam kurun waktu tersebut telah terjadi perubahan distribusi produksi yang signifikan diantara kelompok pelaku usaha. PKP2B memegang peranan yang cukup menonjol sekitar 69,42% dengan pertumbuhan 17,76% pertahun. Sedangkan peran IUP awalnya relatif masih kecil di bawah BUMN (PTBA), namun setelah digulirkannya kebijakan Otonomi Daerah ada peningkatan yang sangat berarti dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 27,51% pertahun, sementara PTBA hanya 4,34% (Gambar 2.14). o Ekspor Kebutuhan batubara dunia saat ini ternyata meningkat sangat cepat, antara lain dipicu oleh booming harga bahan bakar minyak (BBM) dan semakin banyaknya pembangunan PLTU di luar negeri yang menggunakan bahan bakar batubara, sementara negara-negara pengekspor batubara utama (seperti Australia, China, Afrika Selatan) justru mengurangi jumlah ekspor batubara mereka. Hal ini yang mengantarkan Indonesia sebagai pemasok (eksportir) terbesar 26

38 menyaingi Australia dan Afrika Selatan. Ekspor batubara Indonesia pada tahun 1992 hanya sebesar 16,288 juta ton, sedangkan pada tahun 2011 tercatat sebesar 272,671 juta ton. Ini berarti volume ekspor rata-rata naik sebesar 16,51%. Perusahaan pemegang PKP2B merupakan eksportir batubara terbesar, yaitu sekitar 70,81% dari jumlah ekspor batubara Indonesia, diikuti oleh pemegang IUP sebesar 27,46%, dan BUMN sebesar 7,08% (Gambar 2.15). ribu ton IUP BUMN PKP2B (ribu ton) Sumber : KESDM, 2012 Gambar 2.14 Perkembangan Produksi Batubara Indonesia Menurut Kelompok Ijin Usaha IUP BUMN PKP2B Sumber : KESDM,

39 Gambar 2.15 Perkembangan Ekspor Batubara Indonesia Saat ini pasar ekspor terbesar Indonesia adalah Jepang, Korea Selatan dan Taiwan, di samping China dan India yang merupakan buyer baru bagi Indonesia. Meningkatnya permintaan China dan India di masa datang akan menambah tingginya kecenderungan permintaan ekspor. Belum adanya keseimbangan antara permintaan dan pemasokan batubara pada tataran dunia, terlihat dari tingginya tingkat pertumbuhan ekspor Indonesia yang mencapai 15,51%. Pada satu sisi, hal tersebut merupakan peluang Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasar ekspor. Tetapi dengan adanya kecenderungan tersebut, ke depan perlu hal tersebut dicermati, karena konsumsi batubara di dalam negeripun cenderungan meningkat secara signifikan dan kebijakan untuk mengutamakan pemasokan untuk kepentingan dalam negeri telah diatur dalam Permen 34 Tahun o Pemanfaatan Menimbang cadangan bahan bakar minyak bumi Indonesia yang semakin menipis dan harganya cukup mahal, pemanfaatan batubara di dalam negeri menjadi semakin penting sejalan dengan ditemukannya cadangan batubara yang besar yang terus meningkat, yang hingga kini sumber daya mencapai 120,339 miliar ton dan cadangan 28,017 miliar ton. Selain itu, adanya kebijakan energi nasional mengenai diversifikasi energi, telah memacu pemanfaatan batubara di berbagai segmen pasar di wilayah Indonesia, baik di sektor industri terlebih pada PLTU yang telah menjadi kebijakan pemerintah di Sektor Kelistrikan (Gambar 2.16). Untuk Tahun 2011, pemanfaan batubara dalam negeri mencapai sekitar 68,264 juta ton, dan tetap didominasi oleh PLTU, yaitu 69,52% dari kebutuhan batubara nasional, kemudian diikuti oleh industri semen sebesar 12,98%. Trend penggunaan batubara pada industri kertas, tekstil dan metalurgi, serta industri lainnya terus meningkat (Gambar 2.17). 28

40 ( Ton ) PLTU SEMEN TEKSTIL KERTAS METALURGI BRIKET LAIN Sumber : KESDM, 2012 Gambar 2.16 Perkembangan Pemanfaatan Batubara Domestik 6,48% 3,85% 0,04% 4,33% 2,27% PLTU SEMEN TEKSTIL KERTAS METALURGI BRIKET 11,96% LAIN-2 71,07% Sumber : KESDM, 2012 Gambar 2.17 Persentase Pemanfaatan Batubara Menurut Segmen Pasar di Indonesia Tahun

41 Perkembangan harga batubara Indonesia mulai tahun 2009 sampai tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel Dari angka di tabel dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun harga batubara memperlihatkan kenaikan, bahkan pada tahun 2011 secara keseluruhan harga batubara meningkat pesat dibandingkan dengan harga tahun-tahun sebelumnya. Tabel 2.11 Harga Batubara Periode Harga Batubara (USD/ton) Tahun HBA CV 6.322) CV CV CV CV CV CV CV CV Untuk memudahkan distribusi dan pemasaran batubara, pemerintah dan stakeholder telah mebuat infrastruktur pelabuhan batubara seperti terlihat pada Gambar INFRASTRUKTUR PELABUHAN UNTUK BATUBARA Banda Aceh Lhokseumawe Khanon Medan Songkhla THAILAND Bangkok CAMBODIA Ban Mabtapud Erawan Bangkot Lawit Grissik Phnom Penh Jerneh LAOS Palembang VIETNAM Ho Chi Minh City Guntong Penang West WEST Kerteh Duyong Mogpu Natuna MALAYSIA Kuala Port Klang Lumpur Port Dickson Dumai SINGAPORE Bintan Duri Batam Padang Tarahan Pulau Baai Kertapati Teluk Bayur Jambi Jakarta Semarang J A V A South China Sea Kota Natuna Alpha BRUNEI Kinibalu Bandara Seri Begawan Bintul EAST u MALAYSIA Kuchin g KALIMANTAN Indian Ocean Banjarmasin MADURA Bangkalan Surabaya Samarinda Bontang Balikpapan BALI LOMBOK Philipines Ujung Pandang Pagerungan SUMBAWA SULAWESI SUMBA Manila FLORES Manado Ternate BURU I N D O N E S I A TIMOR HALMAHERA Tarakan Muara Pantai Tanjung Redep Tanjung Bara Tanjung Meranggas Muara Berau B el o r o Loa Tebu Balikpapan Tanah Merah Apar Bay Sorong Tanjung Pemancingan North Pulau Laut Tanjung Peutang IBT SERAM Sembilang Air TOTALCAPACITY Tawar* Muara Satui S 24,000 a t u i* MW Kelanis* Jorong Taboneo AUSTRALIA Pacific Ocean IRIAN JAYA Jayapura Merauke Gambar 2.18 Infrastruktur Pelabuhan Untuk Batubara 30

42 2.1.5 Panas Bumi Indonesia memiliki sumberdaya energi panas bumi terbesar di dunia yaitu sekitar 27,6 GWe dengan cadangan terbukti sebesar MWe dan cadangan terduga diperkirakan mencapai MWe (Badan Geologi, 2008). Sumberdaya panas bumi Indonesia tersebar di 256 lokasi. Distribusi lokasi sumberdaya dan cadangan panas bumi Indonesia diperlihatkan pada Tabel Beberapa wilayah Indonesia yang memiliki cadangan panas bumi besar adalah: Jawa Barat (1.535 MWe terbukti, MWe terduga), Sumatera Utara (1.384 MWe terduga), dan Lampung (1.072 MWe terduga) [sumber: RUKN , 2008]. Pemanfaatan utama energi panas bumi adalah pembangkit litsrik (Tenaga Panas Bumi, PLTP). Dibandingkan sumberdaya yang dimiliki, kapasitas terpasang PLTP Indonesia masih rendah yaitu hanya 1052 MWe (4% dari total sumberdaya). Selain untuk pembangkit listrik energi panas bumi dapat juga dimanfaatkan untuk penyediaan energi thermal pada proses-proses pengolahan produk pertanian. Tabel 2.12 Sumber Daya dan Cadangan Panas Bumi Indonesia Tahun 2009 No Lokasi Sumber Daya (MW) Cadangan (MW) Total Spekulatif Hipotetis Terduga Mungkin Terbukti (MW) Sumatera Jawa Bali-Nusa Tenggara Sulawesi Maluku Kalimantan Papua 4,975 1, , ,121 1, ,845 3, , ,336 9,696 1,757 2,302 Total 9,060 4,380 11,392 1,050 2,288 28,170 Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia Pengembangan energi panas bumi yang termasuk energi baru terbarukan (EBT) memiliki kendala yakni dari aspek harga beli pemerintah yang rendah, kendala pendanaan dari Perbankan, dan tumpang tindih lahan (Tabel 2.13). Usulan harga beli PLT EBT yang ditawarkan melalui feed in tariff (FIT) agar harga menarik bagi investor dapat dilihat pada Tabel Capaian atau prestasi yang telah dihasilkan dalam pengambangan EBT di Indonesia hingga saat ini dapat dilihat pada Tabel

43 Tabel 2.13 Permasalahan Utama Pengembangan EBT PERMASALAHAN UTAMA PENGEMBANGAN EBT 1. HARGA: selama ini harga energi khususnya listrik yang dikembangkan dari bahan bakar EBT dibeli terlalu murah sehingga kurang menggairahkan investor, dan kalah bersaing dengan BBM yang disubsidi sangat besar. 2. PENDANAAN: selama ini investor merasakan kurang adanya jaminan atas pembayaran dan perbankan kurang tertarik untuk membiayai. 3. TUMPANG TINDIH LAHAN: sebagian besar kegiatan EBT berada pada kawasan hutan sehingga sering terjadi tumpang tindih permasalahan, baik karena Peraturan Perundangan maupun pemanfaatan lahan. ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat Tabel 2.14 Solusi Harga Beli PLT EBT SOLUSI HARGA BELI PLT EBT Solusi meningkatkan harga beli melalui metoda feed-in tariff (FIT): 1. Telah dikeluarkan Peraturan FIT: PLT Biomassa naik dari Rp 656/kWh menjadi Rp 975 Rp 1.050/kWh 2. Sedang dikaji FIT baru mengenai: PLTP naik dari maksimum US$ 9,7 cent/kwh menjadi US$ 10 18,5 cent/kwh PLT Mini dan Mikro Hidro naik dari Rp. 656/kWh menjadi Rp /kWh PLT Sampah Kota naik dari Rp. 656/kWh menjadi Rp /kWh PLTS berkisar antara Rp /kWh PLT Bayu berkisar antara Rp /kWh ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat 32

44 Tabel 2.15 Capaian Pengembangan EBT CAPAIAN PENGEMBANGAN EBT 1. Panas Bumi, telah selesai dibangun: Tahun 2011: PLTP Lahendong Unit 3 (30 MW) di Sulawesi Utara Tahun 2012: PLTP Ulubelu (2 x 55 MW) di Lampung dan PLTP Ulumbu (2 x 2,5 MW) di NTT. 2. Biomassa: Meningkatkan pemakaian BBN pada BBM bersubsidi dari 5% menjadi 7,5% (mulai 1 Feb 2012) Berhasil menerapkan pemakaian BBN pada BBM non subsidi sebesar 2%, mulai 1 Mei Telah dibangun: o PLT Biomassa (4 x 15 MW) di Medan, Sumatera Utara 2011 dan o PLT Biomassa 1 MW di Tandun, Riau o PLT Sampah Kota 8 MW (akan ditingkatkan menjadi 26 MW) di Bantar Gebang o PLT Biomassa, total kapasitas 500 MW untuk keperluan sendiri. 3. Pembangkit Listrik Tenaga Surya dan Bayu: Pembangunan PLT Bayu (50 MW) di Bantul, DIY Pembangunan PLTS (2 x 1 MW) di Bali Pembangunan PLTS (1 x 1 MW) di NTB MOU Pembangunan PLTS dengan Sharp (100 MW) dan Samsung. 4. Kerjasama KESDM dengan Kementerian lain: Kementerian Koperasi dan UKM: pembentukan Induk Koperasi untuk pengumpulan dan pengolahan BBN (misal: jarak pagar, nyamplung dan kemiri sunan). Kementerian Perumahan Rakyat: pemasangan PLTS pada rumah susun. ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat Energi Air Sumberdaya energi tenaga air dikelompokkan dalam skala besar (dapat dikembangkan untuk pembangkit listrik di atas 10 MW per lokasi) dan skala mini/mikro (potensi pembangkitan tenaga listrik kurang dari 10 MW). Potensi tenaga air Indonesia skala besar dan skala mini/mikro diperkirakan masing-masing sebesar 75 GW dan 450 MW. Potensi tersebut tersebar cukup merata diberbagai wilayah Indonesia. Wilayah yang memiliki potensi tenaga air terbesar adalah Papua dengan total potensi sekitar 25 GW. Sumberdaya tenaga air telah sejak lama dimanfaatkan untuk pembangkit listrik (PLTA, pembangkit listrik tenaga air). Pemanfaatan sumberdaya tenaga air saat ini masih relatif rendah yaitu 4,2 GW skala besar dan 84 MW skala mini/mikro. Sebagian besar PLTA skala besar terletak di Pulau Jawa sedangkan lokasi PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mini/mikro Hidro) cukup tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Pemanfaatan sumberdaya tenaga air perlu terus dikembangkan terutama dengan skema 33

45 Pembangkit Skala Kecil Tersebar untuk memenuhi kebutuhan listrik setempat. Kendala dalam peningkatan pemanfaatan tenaga air masa mendatang adalah lokasi sumberdaya tidak bertepatan dengan lokasi permintaan listrik Energi Angin Sumberdaya energi angin suatu lokasi sangat ditentukan oleh besarnya rata-rata kecepatan angin di lokasi tersebut karena daya yang dapat dibangkitkan energi angin merupakan kelipatan pangkat tiga (kubik) dari kecepatan angin. Sumberdaya energi angin dikategorikan mulai dari klas 1 (kecepatan angin kurang 3 meter/detik pada ketinggian 10 m) hingga klas 7 (kecepatan angin lebih besar dari 7 m/detik pada ketinggian 10 m). Berdasarkan data kecepatan angin di berbagai wilayah, sumberdaya energi angin Indonesia berkisar antara 2,5 5,5 m/detik pada ketinggian 24 m meter di atas permukaan tanah. Dengan kecepatan tersebut sumberdaya energi angin Indonesia termasuk dalam kategori kecepatan angin kelas rendah hingga menengah. Secara keseluruhan, potensi energi angin Indonesia diperkirakan mencapai MW. Wilayah yang mempunyai potensi angin cukup besar adalah Nusa Tenggara, Sumatera Selatan, Jambi dan Riau. Saat ini pemanfaatan energi angin untuk pembangkit listrik masih terbatas pada pilot projects dengan kapasitas terpasang sekitar 500 kw. Berdasarkan data kecepatan angin Indonesia yang relatif rendah, aplikasi tenaga angin Indonesia sesuai untuk pengembangan dengan skema Pembangkit Skala Kecil tersebar dengan kapasitas maksimum sekitar 100 kw per turbin. 2.2 Tinjauan Teknologi Pengolahan Batubara Teknologi Upgrading Upgrading batubara pada umumnya dilakukan untuk menurunkan kadar air yang terdapat di dalam batubara tersebut, sehingga nilai kalori meningkat. Air yang terkandung dalam batubara terdiri atas air bebas (free moisture) dan air bawaan (inherent moisture), sedangkan air total (total moisture) adalah seluruh air yang terkandung dalam batubara (as received = AR) atau jumlah air 34

46 bebas dan air bawaan. Air bebas adalah air yang terikat secara mekanik dengan batubara pada permukaan, dalam rekahan atau kapiler yang mempunyai tekanan uap normal, sedangkan air bawaan adalah air yang terikat secara fisik pada struktur pori-pori bagian dalam batubara dan mempunyai tekanan uap yang lebih rendah dari pada tekanan normal. Penurunan kadar air dalam batubara dapat dilakukan dengan cara mekanik atau perlakuan panas. Kadar air bebas dapat dikurangi secara efektif dengan cara mekanik, sedangkan penurunan kadar air bawaan harus dilakukan dengan cara pemanasan. Secara umum teknologi upgrading untuk menurunkan kadar air terdiri atas evaporasi, hot water/steam drying dan non termal atau pirolisis (Couch, 1990). Proses evaporasi, batubara dipanaskan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan uap panas. Dengan cara ini, air bawaan mempunyai kecenderungan untuk kembali terserap oleh batubara. Metoda ini dapat diterapkan jika batubara tersebut akan segera digunakan. Proses evaporasi dengan perlakuan minyak (residu) pasca proses, akan membantu kestabilan kadar air bawaan karena dengan adanya minyak yang melapisi permukaan batubara akan menutup pori-pori batubara tersebut. Hot water/steam drying, batubara dipanaskan pada temperatur 300 C dan tekanan ± 6-12 MPa ( atm). Temperatur dan tekanan yang tinggi, menyebabkan terjadinya penguapan air bebas, air bawaan, tar, hidrogen, CO 2, CO dan hidrokarbon. Tar yang keluar dari batubara akan menutupi pori-pori permukaan batubara yang terbuka karena proses pemanasan (Gambar 2.19). Pirolisis atau mild gasification menghasilkan bahan bakar padat batubara bersih dan kering dengan zat terbang rendah/semi kokas dan mempunyai nilai kalor yang tinggi. Beberapa teknologi upgrading yang berkembang di dunia di antaranya adalah K-Fuel, Fleissner, Hot water/steam drying (HW/SD), Syncoal, Encoal, Upgraded Brown Coal (UBC) dan lain-lain. Perbandingan beberapa teknologi tersebut dapat dilihat pada Tabel Sebelum Air bebas Sesudah Air bawaan 35

47 Gambar 2.19 Permukaan Batubara Sebelum dan Sesudah Proses Pengeringan Tabel 2.16 Perbandingan Berbagai Teknologi Upgrading di Dunia UBC K-Fuel Fleissner HWD/SD SynCoal CDB BCB Lokasi Palimanan (Indonesia) Wyoming (USA) Austria, Yugoslavia, Grand Forks (USA), Melbourne (Australia) Montana (USA) Palimanan (Indonesia) Tabang (Indonesia) Pengembang Kobe Steel, Ltd. Japan dan tekmira Indonesia KFx USA Inc., Voest-Alpnie AG The University of North Dakota Rosebud SynCoal Partnershi p Puslitbang, tekmira White Energy Company Nilai batubara wantah kalor ,000 Btu/lb 8,000-8,800 Btu/lb 8,600 Btu/lb 8,000 9,000 Btu/lb 5,500-8,000 Btu/lb ,000 Btu/lb kkal/kg Nilai produk kalori 12,500 Btu/lb 11,500 Btu/lb 12,000 Btu/lb 12,000 Btu/lb 12,000 btu/lb 11,000-10, , Btu/lb kkal/kg Temperatur C C C C C C - Tekanan MPa 4-6 MPa 3-6 MPa 8-12 MPa 2-3 MPa MPa - Status Demonstrati on plant Komersial sejak 2005 Komersial sejak 1927 di Austria Dalam tahap rencana ke komersial Demonstr ation plant Trial experiment Komersial plant Kapasitas 1,000 ton/hari 3-8 juta ton/th ton/hari 1,000 ton/hari - 1 juta ton/tahun Produk Padatan Padatan Padatan Padatan Padatan Padatan Padatan Keterangan Tidak ada reaksi kimia Mengurangi Hg, emisi SO2 dan NOx Menurunkan Na, S dan Cl Menurunkan Na Menguran gi masalah slagging dan fouling Biaya rendah dan Tahan terhadap spontaneous combustion Tahan terhadap spontaneous combustion Dari tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa teknologi upgrading K-Fuel dan Fleissner sudah komersial, bahkan Fleissner sudah komersial sejak tahun 1927 di Austria. Namun teknologi ini tidak cepat berkembang ke negara-negara lain termasuk Indonesia, disebabkan teknologi- 36

48 teknologi tersebut dioperasikan pada temperatur dan tekanan yang cukup tinggi, sehingga biaya investasi, presisi dan penanganan peralatan proses menjadi mahal yang mengakibatkan biaya proses per ton batubara menjadi besar Teknologi Pencairan Batubara Dalam rangka meningkatkan ketahanan energi, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Kebijakan Energi Nasional (Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006) berupa pengurangan peran minyak bumi dalam bauran energi nasional dari 54% pada tahun 2005 menjadi 20% pada tahun 2025 dan peningkatan peran batubara dari 18,8% (2008) menjadi 33% (2025). KEN juga mengamanatkan bahwa 2% dari kebutuhan energi nasional pada tahun 2025 berasal dari minyak hasil proses pencairan batubara. Proses pencairan batubara adalah proses mengkonversi batubara menjadi minyak seperti bensin atau solar. Proses ini sering diistilahkan sebagai coal liquefaction atau coal to liquids (CTL). Ada dua cara menghasilkan minyak dari batubara yaitu melalui pencairan batubara secara langsung (direct coal liquefaction/dcl) dan pencairan batubara secara tidak langsung (in-direct coal liquefaction/icl). Pencairan batubara dengan teknologi DCL dilakukan dengan cara mereaksikan batubara dengan hydrogen pada suhu antara C dan tekanan hidrogen antara 100 dan 270 atm dengan bantuan katalis dan pelarut/solvent. Suhu yang tinggi diperlukan agar terjadi perengkahan termal (thermal cracking) pada batubara menghasilkan radikal bebas sedangkan pelarut (solvent) diperlukan sebagai media reaksi dan transfer hydrogen untuk menstabilkan radikal bebas sehingga dihasilkan produk cair yang stabil. Teknologi DCL menghasilkan fraksi nafta yang sangat cocok sebagai bahan baku pembuatan bensin tetapi menghasilkan fraksi solar yang kurang baik sehingga perlu di upgrade lagi untuk meningkatkan angka setana-nya. Pencairan batubara dengan teknologi ICL diawali oleh proses gasifikasi batubara atau reforming gas alam untuk menghasilkan sintesis gas (syngas) yaitu suatu gas dengan komposisi sebagian besar adalah hydrogen (H2) dan karbon monooksida (CO). Proses selanjutnya adalah sintesa Fischer-Tropsch (FT). Pada proses ini hydrogen direaksikan dengan karbon mono-oksida dengan 37

49 bantuan katalis menghasilkan minyak (hidrokarbon) alcohol, aldehydes dan fatty acids. Senyawa yang mengandung oxygen (oxygenated compounds) kurang dikehendaki sebagai produk reaksi. Saat ini terdapat beberapa teknologi gasifikasi batubara skala komersial seperti teknologi Shell, Texaco, Prenflo, Sasol-Lurgi dan lain-lain. Dalam hal teknologi sintesa Fischer-Tropsch, Shell telah membangun pabrik GTL di Bintulu Malaysia untuk menghasilkan minyak solar dan wax. Rentech perusahaan yang berkantor di Amerika juga sedang mengembangkan teknologi GTL yang terintegrasi dengan pabrik pupuk untuk menghasilkan pupuk dengan produk samping berupa senyawa hidrokarbon. Walaupun teknologi gasifikasi batubara dan teknologi sintesa Fischer- Tropsch telah sukses dikembangkan tetapi sampai saat ini hanya SASOL (Suid Afrikaanse Stenkool en Olie) di Afrika Selatan sebagai satu-satunya perusahaan yang dapat mengintegrasikan teknologi gasifikasi batubara dan teknologi GTL menjadi fasilitas coal to liquid (CTL) dalam skala komersial Teknologi Gasifikasi Gasifikasi batubara adalah proses konversi batubara menjadi produk gas dalam sebuah reaktor, dengan atau tanpa menggunakan pereaksi (berupa udara, campuran udara/uap air atau campuran oksigen/uap air). Apabila proses gasifikasi dilakukan langsung dalam tanah (in-situ) atau dalam lapisan batubara, maka prosesnya disebut gasifikasi batubara dalam tanah (underground coal gasification). Gas yang dihasilkan dari proses gasifikasi batubara dalam tanah berbeda dengan CBM (Coal Bed Methane) yang memang sudah terdapat dalam lapisan batubara karena terperangkap selama proses pembatubaraan (coalification). Proses gasifikasi batubara saat ini telah berkembang dan tidak hanya tergantung batubara jenis mengokas tetapi dapat menggunakan berbagai jenis batubara. Batubara direaksikan dengan pereaksi udara, campuran udara/uap air, campuran oksigen/uap air atau hidrogen dalam sebuah reaktor. Jenis-jenis teknologi gasifikasi batubara umumnya didasarkan atas bagaimana kontak antara batubara dengan bahan pereaksi. Dalam hal ini, sistem kontak tersebut akan menentukan desain reaktor. Teknologi gasifikasi batubara yang sudah komersial umumnya menggunakan tiga sistem yakni unggun-tetap (fixed-bed), unggun-terfluidakan (fluidized-bed), dan entrained bed. 38

50 Sementara teknologi molten bath bed, walaupun sudah lama dikembangkan tetapi masih belum komersial. Produk gas yang dihasilkan dari proses gasifikasi batubara tergantung pereaksi yang digunakan. Proses gasifikasi menggunakan pereaksi udara/uap air menghasilkan gas yang disebut gas bakar dengan komposisi terdiri atas gas mampu bakar (combustible gas) CO dan H 2 dan sedikit gas hidrokarbon seperti CH 4, serta pengotor N 2 mencapai sekitar 50%. Gas bakar termasuk gas kalori rendah (low Btu gas) dengan nilai kalor kurang dari 200 Btu/ft 3 (<1780 kkal/m 3 ). Proses gasifikasi menggunakan pereaksi campuran oksigen/uap air menghasilkan produk gas yang disebut gas Lurgi dengan komponen utama berupa CO dan H 2 dan sedikit gas-gas hidrokarbon, serta pengotor. Gas Lurgi merupakan gas kalori menengah (medium Btu gas) dengan nilai kalor Btu/ft 3. Apabila gas Lurgi tersebut dimurnikan maka dihasilkan gas sintesis (synthesis gas, syngas) dengan komponen utama CO dan H 2. Gas sintesis dapat diproses lebih lanjut melalui proses metanasi untuk mendapatkan gas SNG (Synthetic Natural Gas, Substitute Natural Gas) dengan komponen utama CH 4. Proses gasifikasi menggunakan pereaksi hidrogen juga dapat menghasilkan gas alam sintetik yang mempunyai nilai kalor sekitar 1000 Btu/ft 3 dan termasuk gas kalori tinggi (high Btu gas). Produk gas dengan nilai kalor rendah seperti gas-bakar dan gas-air umumnya digunakan sebagai bahan bakar. Sementara gas kalori menengah yakni gas Lurgi dapat digunakan sebagai bahan bakar, atau setelah diproses menjadi gas sintesis yang dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai macam produk seperti industri kimia (diantaranya pupuk), minyak sintetik dan SNG. (Elliot, 1981: Francis, 1965; Nowacki, 1981; Ward, 1984) Teknologi Coal Water Mixture Coal water mixture (CWM) atau Coal water fuel (CWF) adalah bahan bakar campuran antara batubara dan air yang dengan bantuan zat aditif membentuk suspensi kental yang homogen dan stabil selama penyimpanan, pengangkutan dan pembakaran. CWM atau CWF merupakan suatu material yang sama, walau beberapa peneliti beranggapan bahwa CWM lebih ditujukan untuk mengatasi masalah transportasi, sementara CWF lebih khusus ditujukan sebagai bahan 39

51 bakar langsung. Dalam tulisan ini selanjutnya akan digunakan istilah CWM karena secara definitif, CWM adalah campuran batubara dan air. Pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar dalam bentuk CWM dapat menggantikan minyak bakar berat (heavy fuel oil) yang biasa digunakan di industri-industri untuk pembangkit tenaga listrik, pabrik semen, pembangkit tenaga uap dan industri-industri yang biasa menggunakan boiler sebagai penghasil uap. Keuntungan penggunaan batubara dalam bentuk CWM antara lain: Sifat alirnya yang tergolong bersifat cairan (fluida) sama dengan sifat alir bahan bakar minyak (BBM). Dapat digunakan langsung sebagai bahan bakar cair menggantikan minyak bakar di kilang-kilang minyak atau industri lainnya yang biasa menggunakan minyak bakar berat (heavy fuel oil) sebagai bahan bakar untuk pengolahan produknya. Penanganan sama dengan penanganan minyak berat. Memungkinkan pengiriman/pengangkutan CWM di antara berbagai lokasi di dalam/luar instalasi/pabrik lewat pipa. Dapat menggunakan boiler yang sama dengan boiler yang biasa digunakan untuk minyak berat dengan melakukan sedikit modifikasi Batubara dalam bentuk suspensi dapat ditangani secara lebih bersih hingga menunjang program bersih lingkungan dan terhindar dari kemungkinan terjadinya pembakaran spontan, peledakan dan masalah debu yang biasa ditimbulkan batubara dalam bentuk serbuk. Sifat fisik CWM adalah berupa suspensi dan tidak dapat dibakar secara langsung. Cara pembakaran CWM adalah dengan cara injeksi ke dalam tungku yang sebelumnya telah dipanaskan, sehingga CWM lebih cocok untuk dimanfaatkan pada pembangkit tenaga listrik dan pembangkit tenaga uap, serta industri semen dan industri lainnya yang biasa menggunakan boiler sebagai penghasil uap dengan sedikit modifikasi. Di China, pemanfaatan batubara dalam bentuk CWM telah banyak diterapkan pada berbagai industri dengan total konsumsi mencapai 10 juta ton batubara/tahun. 40

52 Proses pembuatan CWM dilakukan tanpa melalui proses pemanasan dan penekanan. Hal ini berbeda dengan proses pembuatan CTL (Coal to Liquid) yang dilakukan pada temperatur dan tekanan relatif tinggi (400 C, 100 Bar), produk berupa synthetic crude oil (SCO) yang dengan proses fraksinasi dapat menghasilkan light oil, medium oil, heavy oil, LPG atau sebagai bahan baku industri kimia. Peruntukan CWM dan CTL berbeda; CWM diperuntukkan bagi industri yang biasa menggunakan minyak bakar (heavy oil/marine fuel oil=mfo), sedangkan CTL lebih banyak dipakai pada sektor transportasi. Teknologi pembuatan CWM sebenarnya cukup sederhana, yaitu dengan mencampurkan batubara dan air dalam perbandingan tertentu. Dengan adanya pengungkungan/penjebakan batubara di dalam air, maka CWM mempunyai sifat yang sama dengan BBM (minyak berat) sehingga bisa dialirkan atau dipompa untuk transportasi maupun pembakaran. Dengan demikian CWM dapat digunakan untuk bahan bakar tanpa banyak mengubah boiler Kokas Kokas adalah material padatan hasil proses dekomposisi batubara dengan pemanasan bebas udara yang menghasilkan keluaran berupa padatan, cairan, dan produk gas (disebut proses karbonisasi). Padatan yang dihasilkan dari proses karbonisasi biasanya disebut char atau semikokas untuk produk karbonisasi temperatur rendah, dan disebut dengan kokas untuk produk karbonisasi temperatur tinggi. Kegunaan kokas antara lain adalah sebagai bahan bakar dalam industri pengecoran dan industri pembuatan besi atau baja. Secara umum kegunaan kokas adalah: sebagai sumber kalori, kokas bereaksi dengan oksigen dari tiupan udara menghasilkan panas untuk melelehkan besi dan slag; sebagai chemicals, kokas berreaksi dengan oksigen dan CO 2 membentuk gas pereduksi untuk proses reduksi bahan baku besi; sebagai sumber karbon pada pembuatan karbit, sebagai reduktor oksida-oksida logam lainnya seperti mangan, silika, dan fosfor; 41

53 sebagai unggun yang kuat, poros dan media permeabel agar sirkulasi dan distribusi gas pereduksi optimal. Sejalan dengan perkembangan industri logam di Indonesia, baik berupa industri pengecoran maupun industri pembuatan logam besi dan baja, beberapa industri berusaha memanfaatkan hasil litbang pembuatan kokas. Meskipun batubara mengkokas (coking coal) tidak ditemukan di Indonesia, namun para industriawan berusaha memanfaatkan kokas dari batubara non coking. Beberapa tahun yang lalu, telah dicoba pemanfaatan kokas dari arang kayu untuk pengolahan bijih besi menggunakan tungku blast furnace mini di Lampung dan terbukti berhasil baik. Dengan demikian kokas batubara non coking yang mempunyai sifat fisik lebih baik dari arang kayu kemungkinan besar dapat dimanfaatkan. Realisasi proses pembuatan kokas dari batubara non coking dapat dilakukan dengan mencampur kokas yang diperoleh dari hasil karbonisasi batubara dengan material senyawa karbon yang bersifat coking substance dalam suatu bejana pencampur, umumnya digunakan double roll mixer. Material baru yang diperoleh dicetak berbentuk briket dan dikarbonisasi kembali agar coking substance senyawa karbon membentuk kokas dan mengikat kokas dari batubara non coking sehingga diperoleh gumpalan kokas yang kuat. Proses tersebut dapat diterapkan untuk batubara Indonesia terutama untuk menghasilkan kokas pengecoran. Percobaan pembuatan kokas dengan proses ganda telah dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara sejak tahun 1990 menggunakan berbagai batubara Indonesia dengan menggunakan berbagai jenis tungku karbonisasi. Bagan alir proses terlihat pada Gambar Produk kokas dalam bentuk briket kokas yang diperoleh telah diujicoba sebagai kokas pengecoran. Hasilnya menunjukkan bahwa kokas tersebut dapat digunakan sebagai kokas dasar dan kokas muat. 42

54 Gambar 2.20 Bagan Alir Pembuatan Kokas Pengecoran 2.3 Kebijakan Energi Untuk mencapai sasaran bauran energi nasional 2025, yakni pemakaian batubara diharapkan mencapai 33% (Gambar 2.21), pemerintah telah mengeluarkan peraturan yang digunakan sebagai landasan di dalam kebijakan pengusahaan batubara, antara lain : 1) Kepmen ESDM No.1128 Tahun 2004, tentang Kebijakan Batubara Nasional. 2) Perpres No.5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Di dalam sasaran bauran energi nasional tersebut, batubara menempati urutan pertama di dalam penggunaan energi. Hal tersebut dikarenakan oleh : a. Sumber daya batubara nasional cukup banyak, yaitu 104,8 miliar ton, dengan jumlah cadangan sebesar 22,2 miliar ton (Pusat Sumber Daya Geologi, 2008). b. Dapat digunakan langsung dalam bentuk padat, atau dikonversi menjadi gas (gasifikasi) dan cair (pencairan). c. Harga batubara kompetitif dibandingkan energi lain. d. Teknologi pemanfaatan batubara yang ramah lingkungan telah berkembang pesat, yang dikenal sebagai Teknologi Batubara Bersih (Clean Coal Technology). 43

55 Gambar 2.21 Sasaran Bauran Energi Nasional Kebijakan Batubara Nasional Batubara adalah bagian yang tidak terpisahkan dari komoditas pertambangan umum, sekaligus merupakan sumber energi primer yang sangat penting. Oleh karena itu, kebijakan dan pengembangan batubara, selain kepada kebijakan pertambangan terutama dalam hal pengelolaannya sebagai sumber daya mineral yang efisien dan berkelanjutan, dalam pemanfaatannya juga perlu mengacu kepada Kebijakan Energi Nasional (KEN). Kedua kebijakan tersebut harus saling menunjang untuk mencapai sinergi yang maksimal. Dengan kebijakan pertambangan umum diharapkan akan dihasilkan pelaku pertambangan yang andal di bagian hulu (pertambangan batubara) dengan melakukani good mining practices, pengelolaan lingkungan, dan pengembangan masyarakat (community development). Sedangkan di bagian hilirnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari KEN, yaitu untuk menjamin pengadaan energi nasional yang dapat diandalkan tanpa mengabaikan prinsip pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. 44

56 Sektor pertambangan batubara sampai saat ini telah berhasil dalam menunjang kebijakan energi nasional. Kondisi ini terlihat dengan meningkatnya pemanfaatan batubara pada pusat pembangkit listrik, pabrik semen, pabrik kertas, industri kimia, dan industri kecil. Pasar global telah dapat pula diterobos dan menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor batubara uap (steam) terbesar di dunia. Semua ini merupakan modal dasar bagi industri batubara Indonesia untuk terus berkembang dalam menunjang keberhasilan pengembangan energi nasional maupun global. Mengingat peran batubara yang cukup strategis di dalam negeri, maka harus dijaga dan dijamin ketersediaannya selama dan seekonomis mungkin. Oleh karena itu, pengelolaannya perlu dilaksanakan melalui kebijakan yang terpadu dan sinergi dengan sektor-sektor pembangunan lainnya. Untuk mencapai hal tersebut, Pemerintah merumuskan dan menetapkan Kebijakan Batubara Nasional (KBN). Kebijakan Batubara Nasional tertuang di dalam Kepmen ESDM No.1128 K/40/MEM/2004 tanggal 23 Juni 2004, yang secara umum berisi 4(empat) kebijakan, yaitu: 1. Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Batubara a. Mereposisikan kembali status batubara sebagai bahan galian strategis; b. Membantu pembangunan sistem prasarana batubara nasional; c. Melakukan tindakan hukum terhadap PETI. 2. Kebijakan Pengusahaan a. Mengupayakan terciptanya iklim penanaman modal yang kondusif dan kompetitif; b. Memberikan kepastian usaha secara adil kepada investor; c. Mengintensifkan pencairan batubara. 3. Kebijakan Pemanfaatan a. Mengarahkan dan mendorong penganekaragaman pemanfaatan dan teknologi batubara bersih; b. Memberikan perhatian lebih khusus kepada kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) dan investasi di bidang pemanfaatan lignit dan coal bed methane (CBM); c. Membangun Pusat Teknologi Pemanfaatan Batubara. 45

57 4. Kebijakan Pengembangan a. Mendorong pengembangan pemanfaatan batubara peringkat rendah, penambangan bawah tanah, pemanfaatan CBM, dan PLTU Mulut Tambang; b. Meningkatkan teknologi pemanfaatan batubara bersih dan mengurangi dampak terhadap lingkungan; c. Mengintensifkan kegiatan litbang. Sasaran pengembangan batubara adalah: a. Pemanfaatan potensi batubara berkalori rendah, khususnya di daerah Sumatera dan Kalimantan, untuk: 1. Pengembangan PLTU atau PLTGU Mulut Tambang; 2. Pengembangan penggunaan briket batubara, light coal (briket fragmental); 3. Pencairan batubara (coal liquefaction). b. Minimalisasi dampak lingkungan hidup dan kesehatan. c. Sosialisasi intensif kepada seluruh masyarakat. Melalui KBN ini diharapkan dapat tercipta iklim yang mendukung tercapainya sasaran yang sesuai dengan strategi serta program pengembangan batubara. Tujuan utama KBN, adalah: a. Menciptakan iklim yang mendukung kepastian hukum dalam investasi pada seluruh rantai batubara dari hulu sampai dengan hilir, yang merupakan bagian dari strategi pembangunan energi nasional. b. Mendukung pelaksanaan strategi pembangunan industri pertambangan batubara yang berkelanjutan melalui optimasi pengusahaan seluruh potensi batubara termasuk cadangan batubara bawah tanah. c. Memberikan kepastian tentang kontinuitas suplai batubara dalam jangka panjang. d. Mendukung arah dan lingkup penggunaan dan pemanfaatan berbagai jenis batubara yang mengarah pada peningkatan nilai tambah yang lebih tinggi. e. Menciptakan iklim yang mendukung ekspor batubara. f. Mendukung pengelolaan lingkungan dan pengembangan daerah. g. Mendukung penyediaan energi alternatif. 46

58 Kebijakan pemanfaatan batubara bertujuan untuk meningkatkan penggunaan batubara dan meningkatkan peran batubara dalam memenuhi kebutuhan energi nasional. Untuk mencapai tujuan di atas, maka perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Mengarahkan dan mendorong penganekaragaman pemanfaatan dan teknologi batubara bersih. Hal ini dimaksudkan agar penggunaan batubara meningkat dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. 2) Mendorong upaya untuk membangun kemudahan akses dalam memperoleh batubara bagi industri domestik dengan membangun terminal/depo batubara di sentra-sentra industri. Hal ini dimaksudkan untuk mendekatkan pasokan batubara dengan penggunanya. 3) Memberikan perhatian lebih khusus kepada kelitbangan dan investasi di bidang pemanfaatan lignit dan CBM. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mendorong pemanfaatan lignit dan CBM. 4) Mendukung peran serta swasta yang ingin mendirikan PLTU Batubara Mulut Tambang. Hal ini dimaksudkan untuk lebih memanfaatkan lignit sebagai sumber energi primer pada pembangkitan listrik di daerah. 5) Mendorong dan memberikan bimbingan kepada industri Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang akan memproduksi dan menggunakan briket batubara. Hal ini dimaksudkan untuk menyukseskan penggunaan briket batubara bagi rumah tangga dan industri UKM. 6) Membangun Pusat Teknologi Pemanfaatan Batubara yang berfungsi sebagai Sentra Pengembangan dan Peragaan Teknologi Batubara Bersih. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya memperkenalkan teknologi pemanfaatan batubara kepada masyarakat. 7) Mengusulkan penggunaan Dana Hasil Produksi Batubara (DHPB) sebesar 13,5% dari kontraktor PKP2B dan royalti dari pemegang KP, terutama diprioritaskan untuk hal-hal yang berhubungan dengan pengembangan batubara. Hal ini dimaksudkan untuk lebih menjamin terselenggaranya litbang dan diklat serta pengawasan batubara. 8) Mendorong peningkatan nilai tambah dalam pemanfaatan batubara. Hal ini dimaksudkan untuk melaksanakan asas konservasi dalam penggunaan batubara. 47

59 Kebijakan pengembangan sumber daya batubara bertujuan untuk meningkatkan pengembangan batubara sehingga dapat memenuhi kebutuhan energi dan bahan baku industri nasional baik secara teknik, ekonomi maupun ketentuan lingkungan. Untuk mencapai tujuan di atas, maka perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Meningkatkan teknologi pemanfaatan batubara bersih dan mengurangi dampak terhadap lingkungan. Hal ini dimaksudkan agar dalam penggunaan batubara sedapat mungkin tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. 2) Mengintensifkan kegiatan penelitian dan pengembangan batubara. Hal ini dimaksudkan untuk mengembangkan batubara baik sebagai energi maupun bahan baku, baik di sektor hulu maupun di sektor hilir. 3) Meningkatkan sumber daya manusia melalui pelatihan di tempat, di dalam dan di luar negeri atau melalui pendidikan formal. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan sumber daya manusia dalam pengelolaan batubara sehingga lebih efisien. 4) Meningkatkan kemampuan kelembagaan yang menangani kebijakan batubara di daerah/pusat. Hal ini dimaksudkan agar pengelolaan batubara dapat dilakukan secara lebih profesional dan terencana. 5) Mendorong pengembangan pemanfaatan batubara peringkat rendah (lignit), penambangan bawah tanah, pemanfaatan CBM, dan PLTU Mulut Tambang. Hal ini dimaksudkan agar pengelolaan batubara dapat lebih dikembangkan kepada jenis batubara yang saat ini belum dimanfaatkan dalam menyediakan energi nasional. Secara umum strategi pemanfaatan batubara dapat dilihat pada Gambar

60 Sumber Daya Klasifikasi Cadangan dan Kualitas Rencana Pemanfaatan E n e r g i Nilai Tambah Energi Energi Sehari-hari Energi UBC Liquefaction Listrik Tungku/Briket Boiler Industri Ekspor Dalam Negeri Gambar 2.22 Strategi Pemanfaatan Batubara Kebijaksanaan Energi Nasional (KEN) Kebijakan Energi Nasional (KEN) dikeluarkan melalui PP No.5 Tahun 2006 sebagai pembaruan Kebijaksanaan Umum Bidang Energi (KUBE) tahun 1998 yang mempunyai tujuan utama untuk menciptakan keamanan pasokan energi nasional secara berkelanjutan dan pemanfaatan energi secara efisien, dengan sasaran tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1, dan terwujudnya bauran energi yang optimal pada tahun Untuk itu ketergantungan terhadap satu jenis sumber energi seperti BBM harus dikurangi dengan memanfaatkan sumber energi alternatif seperti batubara. Di dalam KEN ini, pemenuhan kebutuhan energi nasional menjadi prioritas utama dan pemberdayaan daerah di dalam pengelolaan energi akan ditingkatkan. Kebijakan yang diambil di dalam pengembangan batubara untuk mencapai bauran energi pada tahun 2025 di atas 33% adalah: 49

61 1) Meningkatkan akses batubara, baik dari dalam maupun luar negeri, termasuk mendorong pengembangan batubara peringkat rendah di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan energi melalui pengembangan PLTU mulut tambang. 2) Meningkatkan diversifikasi pemanfaatan batubara melalui program pembakaran langsung, pengembangan briket batubara, pencairan batubara, gasifikasi, up grading batubara, dan pengembangan CBM, dengan memperhatikan faktor lingkungan. 3) Meningkatkan daya tarik investasi melalui restrukturisasi peraturan, pembangunan sarana dan prasarana terpadu terutama pada daerah yang terisolasi dengan pemberian sistem insentif. 50

62 III PROGRAM KEGIATAN 3.1 Persiapan 1) Studi literatur dan penyusunan rencana kegiatan. 2) Koordinasi tim dan persiapan koordinasi dengan pemangku kepentingan. 3) Persiapan peralatan survei lapangan. 3.2 Pelaksanaan 1) Koordinasi dengan pemangku kepentingan pertambangan dan pengumpulan data primer dan sekunder a) Pengumpulan data primer maupun data skunder meliputi data potensi/sumber daya, produksi, konsumsi/kebutuhan, ekspor, dan harga untuk komoditas batubara, minyak bumi, dan gas serta energi lainnya. b) Pengumpulan data tekno-ekonomi dan kebijakan. 2) Survei ke lapangan a) Koordinasi dan pendataan dengan pemangku kepentingan di daerah yaitu dinas/ instansi terkait. b) Pendataan baik di produsen (perusahaan tambang dan industri) maupun konsumen (industri pemakai). 3) Pengolahan Data: a) Kompilasi dan tabulasi data dilakukan untuk keseluruhan data. b) Analisis dan Evaluasi. 4) Penyusunan dan Pencetakan Laporan a) Penyusunan laporan. b) Pencetakan Laporan. 50

63 IV METODOLOGI Kajian alokasi pencadangan batubara untuk penyediaan energi nasional mempunyai sasaran antara lain mengoptimalkan pemanfaatan batubara sebagai sumber energi nasional dan meningkatkan peran batubara dalam bauran energi nasional. Dalam kegiatan ini digunakan metode penelitian survei (survey research) sampling secara langsung ke beberapa perusahaan tambang, industri berbasis bahan bakar batubara maupun BBM, gas, dan bahan bakar atau energi lainnya, serta ditunjang dengan melakukan koordinasi dan pendataan ke intansi terkait. Di samping itu, digunakan metoda penelitian non survei, yaitu dilakukan di studio meliputi penelusuran referensi, pengolahan dan analisis serta penyusunan laporan. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi dan wawancara berpanduan (interview guide). Adapun instrumen penelitian menggunakan panduan wawancara. Sedangkan model pengolahan dan teknik analisis, digunakan pendekatan model statistika seperti statistik deskriptif, econometric analysis dan analisis SWOT. 4.1 Metoda Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan pencatatan secara langsung di lokasi penelitian. Adapun pemilihan lokasi ditentukan dengan sengaja (purposive) berdasar kriteria : lokasi yang memiliki potensi sumber energi batubara dan energi primer lainnya (BBM, gas, energi terbarukan, biomassa, dan lainnya), lokasi keberadaan perusahaan tambang batubara dan energi primer lainnya, serta keberadaan industri hilir yang menggunakan energi pengolahan dan pemurnian. Data sekunder diperoleh dari Kementerian ESDM (Pusdatin), Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Badan Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Minerba, Direktorat Jenderal Migas, Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI), Dinas ESDM, dan hasil-hasil penelitian sebelumnya dan pustaka lainnya yang berkaitan 51

64 dengan kegiatan penelitian ini. Data primer diperoleh dari kunjungan ke beberapa perusahaan tambang dan industri pengguna batubara dan energi primer lainnya di lokasi kegiatan penelitian. 4.2 Metoda Pengolahan Data Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan pendekatan statistika deskriptif dengan bantuan piranti komputer, yakni program Microsoft Excel Statistika deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Statistika deskriptif hanya memberikan informasi mengenai data yang dipunyai dan sama sekali tidak menarik inferensia atau kesimpulan apapun tentang gugus induknya yang lebih besar. Contoh statistika deskriptif yang akan digunakan dalam kegiatan ini adalah berupa tabel, diagram, dan grafik. Dengan Statistika deskriptif, kumpulan data yang diperoleh akan tersaji dengan ringkas dan rapi serta dapat memberikan informasi inti dari kumpulan data yang ada. 4.3 Metoda Analisis Analisis Trend Data berkala yang sering disebut time series adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu, untuk menggambarkan perkembangan suatu kegiatan, misalnya perkembangan produksi, konsumsi, penjualan batubara dan sebagainya. Analisa data memungkinkan untuk mengetahui perkembangan waktu/beberapa kejadian serta hubungannya atau pengaruhnya terhadap kejadian lainnya. Misalnya apakah kenaikan penggunaan (konsumsi) diikuti dengan kenaikan produksi batubara nasional. Analisa trend merupakan suatu metode analisa statistika yang ditujukan untuk melakukan pemodelan data berkala dan digunakan untuk suatu estimasi atau peramalan pada masa yang akan datang. Untuk melakukan peramalan dengan baik maka dibutuhkan berbagai macam informasi (data) yang cukup banyak dan diamati dalam periode waktu yang relatif cukup panjang, sehingga dari hasil analisa tersebut 52

65 dapat diketahui sampai berapa besar fluktuasi yang terjadi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terhadap perubahan tersebut. Beberapa model yang dapat digunakan untuk analisa trend atau sering disebut time series ini adalah - Linear : Y = a + b T - Model Logarithmic : Y = a + b ln(t) - Model Inverse : Y = a + b/(t) - Metode Kuadratic : Y = a + bt + ct 2 - Metode Exponential : Y = a (e bt ) - Power : Y = a (T b ) Y : variabel dependen (tak-bebas) yang dicari trendnya X : variabel independen (bebas) dengan menggunakan waktu (dalam tahun) a : konstanta regresi b : koefisien regresi Untuk memudahkan pengolahan dan analisis data dapat memanfaatkan Program Excell atau Program Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) Analisis SWOT Analisa SWOT adalah salah satu instrumen perencanaaan strategis yang klasik yaitu suatu alat yang berfungsi untuk mengetahui peta kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opprtunities), ancaman (threats), guna menetukan strategi dan tindakan yang tepat dilakukan membangun suatu suatu keunggulan meraih peluang yang memberikan manfaat yang lebih besar pada waktu yang akan datang. Kekuatan (strengths) adalah segala sesuatu (aturan, aparat dan lain-lain) yang diperlukan dalam mendukung kegiatan pemasokan-pemakaian batubara agar kegiatan ini berjalan sesuai dengan rambu-rambu peraturan. Kelemahan (weaknesses) adalah kemungkinan terdapatnya kekurangan pada kondisi internal akibat adanya kegiatan pemasokan-pemakaian batubara. 53

66 Peluang (opportunities) adalah berbagai pengaruh positif dari luar yang dapat mendukung terciptanya pola pemasokan-pemakaian batubara yang berwawasan lingkungan. Seperti melakukan studi banding terhadap pemda lain yang sudah membuat peraturan yang berkaitan dengan pemakaian batubara. Ancaman (Threats) adalah faktor-faktor lingkungan luar yang negatif, sehingga mengganggu proses kegiatan pemasokan-kebutuhan batubara. Untuk memudahkan pelaksanaan berbagai kegiatan analisa seperti identifikasi, klasifikasi faktor, posisi kekuatan, formulasi strategi, tabel penilaian, dapat dibuat beberapa model matrik atau format label sesuai kebutuhan seperti Gambar 4.1. S Kekuatan - Peluang Kuadran I Kekuatan - Kelemahan Kuadran II O T Kuadran III Peluang - Kelemahan Kuadran III Kelemahan - Ancaman W GAMBAR 4.1. MATRIK KUADRAN SWOT Setelah menginventarisasi faktor-faktor internal seperti strenghts dan weaknesses serta eksternal opportunities dan threats, maka langkah berikutnya adalah menentukan strategi, yaitu : 1. Strategi SO dengan mengembangkan suatu strategi dalam memanfaatkan kekuatan (S) untuk mengambil manfaat dari peluang (O) yang ada. 2. Strategi WO yaitu mengembangkan suatu strategi dalam memanfaatkan peluang (O) untuk mengatasi kelemahan (W) yang ada. 54

67 3. Strategi ST yaitu dengan mengembangkan suatu strategi dalam memanfaatkan kekuatan (S) untuk menghindari ancaman (T). 4. Strategi WT yaitu dengan mengembangkan suatu strategi dalam mengurangi kelemahan (W) dan menghindari ancaman (T). Inventarisasi faktor faktor internal dan eksternal yang digunakan sebagai dasar penyusunan strategi di atas dapat disusun dalam bentuk matrik. Terdapat dua baris tabel, baris O yang berarti Opportunities dan baris T atau Threats. Sebagaimana halnya kolom S dan W, perlu ditulis peluang-peluang kesempatan di tabel O dan tulis berbagai ancaman di tabel T, sehingga dihasilkan tabel matrik SWOT (Tabel 4.1.). TABEL 4.1. MATRIK HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DENGAN EKSTERNAL FAKTOR EKSTERNAL Opportunities (O) Threats (T) Strengths (S) Strategi SO: mengembangkan suatu strategi dalam memanfaatkan kekuatan (S) untuk mengambil manfaat dari peluang (O) yang ada. Strategi ST: mengembangkan suatu strategi dalam memanfaatkan kekuatan (S) untuk menghindari ancaman (T). FAKTOR INTERNAL Weaknesses (W) Strategi WO: mengembangkan suatu strategi dalam memanfaatkan peluang (O) untuk mengatasi kelemahan (W) yang ada. Strategi SO: mengembangkan suatu strategi dalam mengurangi kelemahan (W) dan menghindari ancaman (T). 55

68 V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Perkembangan Bauran Energi Ketahanan energi adalah suatu upaya pemerintah menjamin seluruh masyarakat memiliki akses energi. Akses energi disini lebih ditekankan kepada kemampuan masyarakat memperoleh energi disetiap saat dalam berbagai bentuk, cukup kuantitasnya, harga terjangkau, dan tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Oleh karena itu, menciptakan keamanan pasokan energi nasional tiada lain upaya meningkatkan ketahanan energi yang merupakan aspek penting dan strategis dalam upaya penyuksesan pembangunan nasional. Kebijakan Energi Nasional (KEN) dikeluarkan melalui Perpres No.5 Tahun 2006 sebagai pembaruan Kebijaksanaan Umum Bidang Energi (KUBE) tahun 1998 yang mempunyai tujuan utama untuk menciptakan keamanan pasokan energi nasional secara berkelanjutan dan pemanfaatan energi secara efisien, dengan menargetkan bahwa tahun 2025 tercapainya elastisitas energi kurang dari 1, dan bauran energi primer yang optimal dengan memberikan peranan yang lebih besar terhadap sumber energi alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada minyak bumi, Adapun target tersebut adalah peranan minyak bumi menurun dari 55% menjadi maksimum 20%, gas bumi meningkat dari 22% menjadi minimum 30%, batubara meningkat dari 17% menjadi 33%, melalui pemanfaatan brown coal, coal liquefaction dan briket batubara, peranan energi baru dan terbarukan lainnya meningkat dari 6% menjadi 17%, serta terpenuhinya pasokan energi fosil dalam negeri dengan mengurangi ekspor secara bertahap. Pasokan energi primer nasional hingga 2011 mencapai 1,268 milyar Setara Barel Minyak (SBM), masih didominasi oleh energi fosil (minyak bumi, gas bumi, dan batubara). Tingginya pasokan minyak bumi dikarenakan permintaan yang tinggi terhadap produk minyak bumi berupa BBM, dimana BBM merupakan bentuk produk energi final yang relatif mudah digunakan dan menjangkau konsumen yang luas. Selama dua belas tahun terakhir ( ), pasokan BBM mengalami kenaikan sebesar 3,73% pertahun atau pada tahun 2011 dibutuhkan energi sebesar 636 juta SBM. Namun pangsa minyak bumi dalam bauran energi nasional mengalami penurunan yang semula 59,4% tahun 2005 menjadi 50,18% tahun Di sisi lain, pangsa batubara secara bertahap meningkat yang semula hanya 12,91% pada 56

69 tahun 2000 menjadi 19,37% tahun 2005 dan meningkat terus menjadi 26,35% tahun 2011 atau sekitar 334 juta SBM. Dalam dua belas tahun, peranan batubara dalam bauran energi nasional cukup signifikan dengan rata-rata meningkat 13,16% pertahun, hal ini sejalan apa yang dimamanatkan dalam program Kebijakan Energi Nasional. Demikian pula pertumbuhan pasokan energi terbarukan pada bauran energi nasional meningkat sebesar 4,34% per tahun. Adapun pasokan gas alam kecenderungan meningkat secara fluktuatif, seiring dengan permintaan di dalam negeri (Gambar 5.1 dan Gambar 5.2). Terlihat pada Gambar 5.1 bahwa pertumbuhan kebutuhan energi selama dua belas tahun terakhir sebesar 5,49% atau pada tahun 2011 dibutuhkan kira-kira 902 juta SBM. Sektor yang paling banyak membutuhkan energi adalah sektor industri dengan pertumbuhan sebesar 5,89% per tahun. Diperkirakan pada tahun 2011 kebutuhan energi di sektor industri sebesar 350 juta SBM. Di Sektor industri ini peranan batubara berperan cukup signifikan dan mempunyai peluang terus meningkat. Sektor transportasi mengalami pertumbuhan sebesar 7,79% per tahun dan pada tahun 2011 dibutuhkan energi sebesar 310 juta SBM. Pada sektor transportasi ini sebagian besar dipasok dengan BBM. Sektor rumah tangga menempati urutan ketiga terbesar mengkonsumsi energi, namun relatif tetap, pada 2011 sektor ini membutuhkan energi sebesar 85 juta SBM. Dari sisi pasokan, energi Indonesia masa mendatang masih akan didominasi oleh batubara diikuti oleh minyak bumi dan gas bumi, walaupun pangsa Energi Baru dan Terbarukan (EBT) juga berkembang cukup pesat. Berdasarkan data historis ( ), bauran energi tahun 2025 menjadi minyak bumi 43,71%, batubara 32,56%, gas alam 20,03% dan sisanya EBT sekitar 3,69%. Adapun tahun 2030 menjadi minyak bumi 42,23%, batubara 34,01%, gas alam 20,08% dan sisanya EBT sekitar 3,68%. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan skenario pada KEN. Target peran batubara dan gas alam dapat tercapai, namun yang bermasalah peran minyak bumi masih tinggi (dua kali lipat dari target) dan peran EBT masih rendah (Gambar 5.3). 57

70 Panas Bumi Tenaga Air Gas Alam&Produk M.Mentah&Produk Batubara - Lainnya Transportasi Komersial ( ) Rumahtangga Non Energi Industri ( ) Gambar 5.1 : Pertumbuhan Konsumsi dan Pasokan Energi Primer y = ,05x , Batubara BBM y = ,25x ,51 Gas Alam y = ,49x ,11 y = ,21x ,55 y = ,05x , Tenaga Air Panas Bumi Gambar 5.2 : Model perkembangan pasokan energi primer Tahun Panas Bumi Tenaga Air Gas Alam BBM Batubara Gambar 5.3 : Perkiraan Perkembangan Peran energi primer Tahun Upaya Peningkatan Peran Batubara Dalam Penyediaan Energi Nasional 58

71 Bahasan peran batubara untuk penyediaan energi nasional diarahkan bagaimana upaya meningkatkan peran batubara dalam bauran energi dan upaya menekan penggunaan BBM Penerapan Domestic Market Obligation (DMO) Batubara Dengan telah disahkannya Undang-Undang 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, mengisyaratkan pemerintah dapat mengoptimalkan pengelolaan batubara melalui pengendalian produksi dan ekspor serta jaminan pasokan dalam negeri. Penegasan tentang jaminan pasokan dalam negeri atau disebut juga dengan Domestic Market Obligation (DMO) semakin tegas seperti dinyatakan dalam pasal 5 ayat (1) UU tersebut bahwa "untuk kepentingan nasional, Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dapat menetapkan kebijakan pengutamaan mineral dan/atau batubara untuk kepentingan dalam negeri". Secara jelas juga ketentuan ini disebutkan dalam pasal 84 ayat (1) PP 23/2010 bahwa "Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi harus mengutamakan kebutuhan mineral dan/atau batubara untuk kepentingan dalam negeri". Untuk perusahaan PKP2B, kewajiban ini bahkan dinyatakan di dalam perjanjian PKP2B tersebut, bahwa PKP2B bisa ekspor setelah kebutuhan domestik terpenuhi. Selanjutnya dalam Peraturan Menteri (Permen) 34/2009 tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batubara Untuk Kepentingan Dalam Negeri, pasal 2 (1) disebutkan tentang kewajiban Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara untuk mengutamakan pemasokan kebutuhan mineral dan batubara untuk kepentingan dalam negeri, serta pengaturan pelaksanaan kewajiban (Bab V dan Bab VI), pengawasan dan sangsi atas pelaksanaan pengutamaan pemasokan kebutuhan mineral dan batubara untuk kepentingan dalam negeri (Bab VII dan Bab VIII). Berdasarkan Permen 34/2009 tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batubara Untuk Kepentingan Dalam Negeri, pelaku yang terlibat dalam kebijakan tersebut adalah Pemerintah, Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Produsen), serta Pemakai Mineral dan Batubara (Konsumen, end user). Secara umum diagram alur penetapan DMO seperti ditunjukkan pada Gambar

72 Dirjen Mengusulkan yg terdiri dari : 1.Persentase Minimal Penjualan Mineral atau Persentase Minimal Penjualan Batubara 2.Perkiraan Kebutuhan Mineral dan Batubara : Daftar pemakai mineral dan pemakai batubara Volume Spesifikasi kebutuhannya Memuat : 1. Rencana produksi jangka waktu 5 tahun. 2. Dilampirkan perjanjian jual beli MENTERI DIREKTUR JENDERAL RKAB PRODUSEN END USER Menteri menetapkan : 1.Persentase Minimal Penjualan Mineral atau Persentase Minimal Penjualan Batubara 2.Perkiraan Kebutuhan Mineral dan Batubara : Daftar pemakai mineral dan pemakai batubara Volume Spesifikasi kebutuhannya Dirjen sebagai Pelaksanaan, Perencanaan, dan Penyiapan untuk (1) satu tahun kedepan Perkiraan pengutamaan pemasokan kebutuhan mineral dan batubara dalam negeri untuk 1 (satu) tahun kedepan Sumber : DPPMB (2010) Gambar 5.4 Diagram Alur Penetapan Domestic Market Obligation (DMO) Sebagaimana yang telah diatur dalam kebijakan DMO, berdasarkan masukan dari pengguna (end user), kebutuhan batubara domestik tahun 2012 ditetapkan sebesar 82,07 juta ton, atau meningkat 3,93% dari tahun 2011 yang ditetapkan sebesar 78,97 juta ton (direvisi menjadi 60,15 juta ton). Untuk tahun 2011, konsumen batubara DMO didominasi oleh PLTU yang mencapai 83,94%. Besarnya alokasi pasokan untuk PLTU tersebut diperuntukkan PLTU milik PT PLN sebesar 55,82 juta ton dan PLTU Swasta (IPP) sebesar 8,97 juta ton serta PLTU perusahaan tambang sebesar 1,56 juta ton (Tabel 5.1). Sedangkan dari sisi produsen, dari sebanyak 42 PKP2B, 1 BUMN, dan 10 KP direncanakan total produksi 326,65 juta ton. Sehingga kalau dihitung, maka persentase minimal penjualan batubara untuk tahun 2011 sebesar 24,18% (direvisi menjadi 18,41%). Persentase inilah yang menjadi kewajiban perusahasaan batubara untuk mengalokasikan produksinya untuk kepentingan dalam negeri (DMO). Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil survei hingga kuartal IV (22 Desember 2011) Tahun 2011, terdapat perbedaan antara target dan realisasi DMO batubara, baik dari sisi pemasok (produsen) maupun sisi konsumen (PT PLN) (Tabel 5.2 dan 5.3). Capaian realisasi terhadap target hingga kuartal IV dari sisi pemasok dan konsumen berturut-turut adalah 68,71% dan 85,36%. Perbedaan realisasi ini mengindikasikan pasokan batubara khususnya untuk PLTU PT PLN sebagian dipasok 60

73 oleh perusahaan tambang batubara milik PT PLN dan KP atau trader yang tidak termasuk perusahaan yang diwajibkan DMO. Di sisi produsen, batubara yang dialokasikan untuk DMO, namun kenyataannya diekspor ke luar negeri. Data persentase realisasi menunjukkan pasokan batubara ke PLTU-PLTU yang dikelola PT. PLN tidak berjalan sesuai dengan yang diinginkan, sedangkan pasokan batubara ke PLTU swasta lebih terjamin, yaitu masing-masing adalah 34,03 juta ton (91,97%) dan 10,39 ton (115,83%). NO I II III Sumber : DPPMB, 2012 Tabel 5.1 Kebutuhan batubara domestik tahun 2011 dan 2012 (sesuai Keputusan Menteri ESDM No K/30/MEM/2011) PERUSAHAAN JUTA TON % JUTA TON % GCV (GAR) PLTU PLN 55,82 70,69 57,20 69, IPP 8,97 11,36 10,76 13, PT FREEPORT INDONESIA 0,83 1,05 0,83 1, PT NEWMONT NUSA TENGGARA 0,47 0,60 0,54 0, PT PUSAKA JAYA PALU POWER 0,19 0,24 0,19 0, METALURGI PT INCO 0,14 0,17 0,14 0,16 5,900 PT ANTAM 0,20 0,25 0,19 0, SEMEN, PUPUK,PULP DAN TEKSTIL SEMEN 8,86 11,22 8,40 10, TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL *) 1,97 2,49 1,93 2, PUPUK 0,92 1,16 1,30 1, PULP 0,60 0,76 0,60 0, TOTAL 78,97 100,0 82,07 100,0 Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan, umumnya PLTU Swasta dipasok oleh PKP2B, dengan jumlah stok batubara cukup, juga ditambah stok cadangan (dead stock) yang lebih besar lagi. Sementara itu, kebutuhan batubara untuk PLTU PT. PLN yang jumlahnya banyak dan tersebar, di samping dipasok oleh produsen yang terdaftar dalam DMO, juga dipasok oleh perusahaan tambang batubara (anak perusahaan PT PLN) dan KP/IUP serta trader batubara, yang tidak masuk dalam daftar perusahaan yang terkena DMO. Namun permasalahan khususnya di PLTU belum terselesaikan. 61

74 Tabel 5.2 Realisasi Alokasi DMO Batubara per Perusahaan Tahun 2011 (Revisi KepMen) NO PERUSAHAAN RENCANA PRODUKSI REALISASI DMO PKP2B 2011 (Ton) REALISASI DMO PKP2B 2011 (Ton) REALISASI DMO PKP2B 2011 (Ton) REALISASI DMO PKP2B 2011 (Ton) s/d Triwulan I s/d Triwulan II s/d Triwulan III s/d Triwulan IV Rencana Realisasi Selisih Rencana Realisasi Selisih Rencana Realisasi Selisih Rencana Realisasi Selisih Adaro Indonesia, PT ( ) ( ) ( ) ( ) Pemenuhan Sendiri 2 Antang Gunung Meratus, PT Verifikasi Surveyor 3 Arutmin Indonesia, PT Pemenuhan Sendiri (+) 4 Asmin Koalindo Tuhup, PT Bahari Cakrawala Sebuku, PT Transfer Kuota 6 Bangun Banua Persada Kalimantan, PT Verifikasi Surveyor 7 Baramarta, PD Verifikasi Surveyor 8 Berau Coal, PT ( ) Pemenuhan Sendiri 9 Borneo Indobara, PT Proses Transfer Kuota 10 Batualam Selaras, PT Bukit Asam (Tanjung Enim), PT ( ) ( ) ( ) ( ) Pemenuhan Sendiri (+++) 12 Firman Ketaun Perkasa, PT Rencana Transfer Kuota 13 Gunungbayan Pratamacoal, PT Rencana Transfer Kuota 14 Indominco Mandiri, PT Pemenuhan Sendiri (-) 15 Insani Baraperkasa, PT Pemenuhan Sendiri (-) 16 Interex Sacra Raya, PT Intitirta Primasakti, PT Jorong Barutama Greston, PT Pemenuhan Sendiri (-) 19 Kadya Caraka Mulia, PT Verifikasi Surveyor 20 Kalimantan Energi Lestari, PT Kaltim Prima Coal, PT Pemenuhan Sendiri & Proses Transfer Kuota 22 Kideco Jaya Agung, PT ( ) ( ) ( ) Pemenuhan Sendiri 23 Kartika Selabumi Mining, PT Lanna Harita Indonesia, PT Proses Transfer Kuota 25 Mahakam Sumber Jaya, PT Proses Transfer Kuota 26 Mandiri Inti Perkasa, PT Multi Harapan Utama, PT Mantimin Coal Mining, PT Marunda Graha Mineral, PT Perkasa Inakakerta, PT Rencana Transfer Kuota 31 Nusantara Thermal Coal, PT Verifikasi Surveyor 32 Riau Bara Harum, PT Transfer Kuota 33 Sumber Kurnia Buana, PT Senamas Energindo Mulia, PT Tanito Harum, PT Proses Transfer Kuota 36 Tanjung Alam Jaya, PT Verifikasi Surveyor 37 Trubaindo Coal Mining, PT Rencana Transfer Kuota 38 Teguh Sinar Abadi, PT Rencana Transfer Kuota 39 Wahana Baratama Mining, PT Rencana Transfer Kuota 40 Singlurus Pratama, PT Transfer Kuota 41 Multi Tambangjaya Utama, PT Transfer Kuota 42 Santan Batubara, PT Pesona Khatulistiwa Nusantara, PT Jembayan Muarabara, PT Kemilau Rindang Abadi, PT Arzara Baraindo, PT Multi Sarana Avindo, PT Bukit Baiduri Energi, PT Kaltim Batumanunggal, PT Adimitra Baratama Nusantara, PT Lamindo Inter Multikon, PT Pipit Mutiara Jaya, PT Lembuswana, PT J U M L A H Keterangan 62

75 Tabel 5.3 Realisasi Konsumsi Batubara DMO End User 2011 No End User Plan 2011 (juta ton) Persentase Plan Triwulan Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Total (juta ton) PLTU 47,46 78,90% 11,87 0,000 PT PLN (Persero), PLTGB, PLTGBB 37,00 61,51% 9,25 2,860 2,968 3,778 3,874 3,276 3,43 0,46 2,44 2,67 2,94 2,85 2,49 34, IPP 8,97 14,91% 2,24 0,902 0,854 0,906 0,882 1,213 0,88 0,95 1,52 1,76 0,19 0,15 0,19 10,394 PT Freeport Indonesia 0,83 1,38% 0,21 0,097 0,055 0,101 0,253 PT Newmont Nusa Tenggara 0,47 0,78% 0,12 0,050 0,039 0,042 0,041 0,027 0,03 0,03 0,03 0,04 0,04 0,04 0,04 0,440 PT Pusaka Jaya Palu Power 0,19 0,32% 0,05 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 Metalurgi 0,34 0,57% 0,09 0,000 PT INCO 0,14 0,23% 0,04 0,014 0,014 0,009 0,0128 0,0137 0,0129 0,0119 0,0137 0,0137 0,0076 0,0070 0,0063 0,136 PT ANTAM Tbk 0,20 0,33% 0,05 0,008 0,022 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,030 0,000 Semen, Tekstil, Pupuk, & Pulp 12,35 20,53% 3,09 0,000 Semen 8,86 14,73% 2,22 0,539 0,546 0,512 0,411 0,471 0,684 0,415 0,474 0,562 0,528 0,326 0,403 5,873 Tekstile 1,97 3,28% 0,49 0,027 0,024 0,025 0,001 0,001 0,016 0,016 0,016 0,016 0,016 0,016 0,016 0,189 Pulp 0,60 1,00% 0,15 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 Pupuk 0,92 1,53% 0,23 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 Total 60,15 100,00% 15,04 4,50 4,52 5,37 5,222 5,003 5,055 1,88 4,49 5,06 3,72 3,39 3,14 51,347 0,000 Sumber : DPPMB,

76 Permasalahan PLTU PT PLN antara lain pasokan tidak lancar dan spesifikasi yang tidak sesuai, yang berdampak operasional PLTU tidak optimal dan ujung-ujungnya pemadaman bergilir. Seperti halnya ditemui di PLTU Sektor Ombilin yang terletak di mulut tambang batubara, namun terkadang menurunkan produksi listrik sebagai akibat stok batubara yang menipis, karena pasokan dari KP lokal terbatas dan kesulitan mendapatkan pasokan batubara dari luar (Provinsi Jambi), karena pemasok membatasi kontrak pasokan dengan alasan mempunyai kontak dengan pihak luar negeri (ekspor), bahkan pemasok yang sudah terkait kontrak kerap melakukan pelanggaran terhadap spesifikasi dan jadwal pengiriman yang disepakati. Seperti halnya ditemui di PLTU "mulut tambang" Ombilin (Sawahlunto-Sumatera Barat) yang semula dirancang dengan menggunakan batubara UPT Ombilin-PTBA, yang sekarang sudah tidak berproduksi, kesulitan mendapatkan pemasok yang mempunyai spesifikasi kualitas tingggi dan jumlah yang dibutuhkan, baik dari KP lokal maupun dari Provinsi Jambi. Lain halnya di Kalimantan Selatan, bukan semata-mata kurang optimalnya pasokan batubara, tetapi pemadaman bergilir dikarenakan produksi listrik dari pembangkit yang ada relatif kurang pada waktu-waktu pemakaian puncak (peak session). Di sisi lain, PLTU-PLTU yang sangat tergantung oleh satu pemasok, menjadikan PT. PLN berada pada posisi yang lemah dalam kesepakatan harga jual-beli (PLTU Asam-Asam, PLTU Bukit Asam, PLTU Tarahan). Terutama PLTU Asam-Asam di Kalimantan Selatan, di samping terkendala dengan pemasok mulut tambang (PT. Arutmin Indonesia), juga akan terkendala oleh perda yang melarang penggunaan jalan umum untuk pengangkutan batubara dari pemasok lain (bukan mulut tambang). Sarana dan prasarana di beberapa PLTU ada kendala antara lain dermaga dan alat bongkar (grab) mak dwt, padahal kapasitas tongkang hingga 12 ribu ton, sehingga kalaupun dipaksakan, maka proses pembongkaran batubara tidak optimal karena tongkang tersebut harus berbalik arah setelah sebelah sisi muatan batubara dibongkar (PLTU Labuan Angin). Pada kondisi tertentu terjadi antrian tongkang yang mau membongkar batubara. Ada konsekuensi yang harus ditanggung pihak PT. PLN, yaitu membayar biaya tambat atau membongkar dan menyimpan di stockpile di 64

77 dermaga pihak lain (Dermaga Cigading dan Dermaga Merak Mas - PT. Indah Kiat), kemudian diangkut dan dibawa/dipindahkan ke stockpile di area PLTU (PLTU Suralaya). Permasalahan terkait dengan penerapan kebijakan DMO, menurut pengamatan survei, jumlah kebutuhan batubara untuk domestik lebih besar dari jumlah kebutuhan batubara DMO, mengingat banyak Industri Kecil-Menengah (IKM) yang tidak tercover oleh kebijakan DMO saat ini. Seperti industri tekstil kebutuhannya lebih besar yaitu 4,9 juta karena lebih banyak perusahaan yang mengadakan batubara secara langsung ke pemasok diluar perusahaan atau trader yang terdaftar dalam kebijakan wajib DMO. Demikian pula Industri semen, seperti PT Semen Baturaja, kebutuhan bahan bakar batubara untuk proses produksinya mengandalkan pemasok dari KP/IUP dari wilayah Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Lahat. Foto 5.1 Lokasi Tambang dan Stockpile Batubara PT BA dan PLTU "batubara" Bukit Asam, Tanjung Enim Foto 5.2 Lokasi Tambang Dalam Batubara CV Bara Mitra Kencana, dan PLTU "batubara" Ombilin, Sawahlunto 65

78 5.2.2 Percepatan Pembangunan PLTU Program Percepatan MW merupakan salah satu tonggak penting di dalam mempersiapkan ketersediaan energi Nasional saat ini dan di masa depan. Landasan hukum program ini adalah Perpres No. 71 Tahun 2006 tentang penugasan kepada PT. PLN (Persero) untuk melakukan percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik dengan menggunakan bahan bakar batubara. Perpres No.71/2006 menjadi dasar bagi pembangunan 10 PLTU di Jawa dan 25 PLTU di Luar Jawa Bali yang dikenal dengan nama Proyek Percepatan PLTU MW (Gambar 5.5 dan Tabel 5.4). Pembangunan proyek proyek PLTU tersebut guna mengejar pasokan tenaga listrik serta menunjang program diversifikasi energi untuk pembangkit tenaga listrik menggunakan bahan bakar non minyak bumi dengan memanfaatkan batubara berkalori rendah yang cadangannya tersedia melimpah di tanah air. Proyek proyek pembangunan PLTU tersebut yang semula diharapkan siap beroperasi tahun 2009/2010, namun hingga tahun 2012 ini belum selesai. Banyak kendala yang dihadapi sehingga mengakibatkan keterlambatan penyelesaian proyek yang disebabkan oleh faktor kelemahan kontraktor Engineering, Procurement, Construction (EPC), faktor eksternal (kontraktor dan perizinan) maupun dari internal PLN. Kelemahan kontraktor EPC dari China pada umumnya tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan kontrak di luar China. Faktor eksternal yang dihadapi antara lain penyelesaian masalah tanah yang berlarut-larut, sedangkan spesifikasi batubara tidak sesuai dengan design boiler menjadi salah satu kendala yang dihadapi internal PLN. Realisasi pembangunan PLTU MW Tahap I, sampai akhir tahun 2012 dapat diselesaikan pembangkit sebanyak MW yang tersebar di 8 lokasi di Jawa dan 12 lokasi di luar Jawa. Lokasi-lokasi proyek tersebut adalah Di Jawa dengan total MW meliputi : PLTU Labuan (2x300MW), PLTU Suralaya (625 MW), PLTU Lontar (3x315 MW), PLTU Indramayu Unit 1 (330 MW), PLTU Rembang Unit 1 (315 MW), PLTU Paiton (1x660 MW), dan yang diperkirakan dan diharapkan akhir tahun 2012 ini dapat diselesaikan pembangunan PLTU Pacitan (2x315 MW) dan PLTU Pelabuhan Ratu unit 1 (2x350 MW). 66

79 LOKASI PROGRAM PERCEPATAN MW TAHAP I Sumatera 10 Proyek (1.425 MW) 1. PLTU NAD Meulaboh (2x110 MW) 2. PLTU SUMUT Pangkalansusu (2x220 MW) 3. PLTU SUMBAR Teluk Sirih (2x112 MW) 4. PLTU 1 RIAU - Bengkalis (2x10 MW) 5. PLTU 2 RIAU Selat Panjang (2x7 MW) *) 6. PLTU KEP. RIAU -Tj. Balai Karimun (2x7 MW) 7. PLTU RIAU - Tenayan (2x100 MW) 8. PLTU 3 BANGKA Bangka Baru (2x30 MW) 9. PLTU 4 BANGKA Belitung (2x16,5 MW 10.PLTU LAMPUNG Tj. Selaki (2x100 MW) Jawa-Bali 10 Proyek (7.490 MW) PLTU 1 BANTEN Suralaya (1x625 MW) 12. PLTU 2 BANTEN - Labuan (2x300 MW) **) 13. PLTU 3 BANTEN - Lontar (3x315 MW) 14. PLTU 1 JABAR - Indramayu (3x330 MW) 15. PLTU 2 JABAR Pelabuhan Ratu (2x350 MW) 16. PLTU 1 JATENG Rembang (2x315 MW) 17. PLTU 2 JATENG Cilacap Baru (1x660 MW) 18. PLTU 1JATIM Pacitan (2x315 MW) 19. PLTU 2 JATIM - Paiton (1x 660 MW) 20. PLTU 3JATIM Tj. Awar Awar (2x350 MW) Nusa Tenggara 4 Proyek (117 MW) 21. PLTU 1 NTB Bima (2x10 MW) 22. PLTU 2 NTB Lombok (2x25 MW) 23. PLTU 1 NTT Ende (2x7 MW) 24. PLTU 2 NTT Kupang (2x16,5 MW) Kalimantan 5 Proyek (605 MW) PLTU 1 KALBAR Parit Baru (2x50 MW) 26. PLTU 2 KALBAR Bengkayan (2x27,5 MW) *) 27. PLTU 1 KALTENG Pulang Pisau (2x60 MW) 28. PLTU 1 KALSEL Asam Asam (2x65 MW) 29. PLTU KALTIM Tl. Balikpapan (2x100 MW) Sulawesi 4 Proyek (220 MW) 30. PLTU SULUT Amurang (2x25 MW) 31. PLTU GORONTALO Anggrek (2x25 MW) 32. PLTU SULTRA Kendari (2x10 MW) 33. PLTU SULSEL Barru (2x50 MW) Maluku 2 Proyek (46 MW) 34. PLTU MALUT - Tidore (2x8 MW) 35. PLTU MALUKU Ambon (2x15 MW) Papua 2 Proyek (34 MW) 36. PLTU 1 PAPUA - Timika (2x7 MW) *) 37. PLTU 2 PAPUA Jayapura (2x10 MW) Gambar 5.5 Lokasi Pembangunan Proyek MW Tahap I 67

80 TABEL 5.4 RENCANA PEMBANGUNAN PLTU MW tahap I Pulau Jawa Nama Proyek / Lokasi Propinsi Kapasitas (MW) Kebutuhan Batubara (Ton) 1 PLTU Labuan Banten PLTU Suralaya Baru Banten PLTU Teluk Naga Banten PLTU Jabar Selatan Jawa Barat PLTU Jabar Utara Jawa Barat PLTU Tanjung Jati Baru Jawa Tengah PLTU Rembang Jawa Tengah PLTU Jatim Selatan, Pacitan Jawa Timur PLTU Tanjung Awar-Awar Jawa Timur PLTU Paiton Baru Jawa Timur JUMLAH Di luar Pulau Jawa 1 PLTU Meulaboh NAD PLTU Sibolga Baru Sumatera Utara PLTU Medan Baru Sumatera Utara PLTU Sumbar Pesisir Selatan Sumatera Barat PLTU Mantung Bangka Belitung PLTU Air Anyer Bangka Belitung PLTU Bangka Baru Bangka Belitung PLTU Belitung Baru Bangka Belitung PLTU Bengkalis Riau PLTU Selat Panjang Riau PLTU Tj. Balai Kerimun Baru Kepulauan Riau PLTU Tarahan Baru Lampung PLTU Pontianak Baru kalimantan Barat PLTU Singkawang Baru kalimantan Barat PLTU Asam-Asam Kalimantan Selatan PLTU Palangkaraya Kalimantan Selatan PLTU Sampit Baru Kalimantan Tengah PLTU Amurang Baru Sulawesi Utara

81 19 PLTU Sulut Baru Sulawesi Utara PLTU Gorontalo Baru Gorontalo PLTU Bone Sulawesi Selatan PLTU Kendari Sulawesi Tenggara PLTU Bima Nusa Tenggara Barat PLTU Lombok Batu Nusa Tenggara Barat PLTU Ende Nusa Tenggara Timur PLTU Kupang Baru Nusa Tenggara Timur PLTU Ambon Baru Maluku PLTU Ternate Maluku Utara PLTU Timika Papua PLTU Jayapura Papua Jumlah Jumlah seluruh Sumber : Peraturan Presiden Republik Indonesia No 71 Tahun

82 Kemudian yang di luar Jawa dengan total 977 MW yaitu PLTU Sumbagut (2x200MW), PLTU Lampung (1x100 MW), PLTU Bangka Belitung (30 MW), PLTU Kalsel (2x65 MW), PLTU Sulsel (2x50 MW), PLTU Lombok (2x25 MW), PLTU Gorontalo (2x25 MW), PLTU Amurang (1x25 MW), PLTU NTT (2x6,5 MW), PLTU Bima (2x10 MW), PLTU Jayapura (2x10MW), dan PLTU Maluku Utara (2x7 MW). Dengan selesainya banyak pembangkit di Jawa dan luar Jawa tersebut, maka pada tahun 2012, dapat dikatakan bahwa setengahnya lebih rencana proyek listrik MW ini dapat selesai. Sisanya akan dapat diselesaikan pada tahun-tahun berikutnya. Dengan demikian listrik yang dihasilkan diharapkan dapat dinikmati oleh masyarakat Indonesia. Dan untuk PLN selesainya pembangkit ini akan dapat mengurangi penggunaan BBM untuk pembangkitan listrik. Ini berarti subsidi yang diberikan kepada PLN akan dapat dikurangi sehingga dapat dialihkan untuk kepentingan sektor lain yang membutuhkan. Mengenai pasokan batubara sebagai bahan bakar dibutuhkan total sebesar 32 juta ton/tahun. PLN sudah melakukan kontrak dengan pemasok batubara sebesar 28,5 juta ton/tahun sehingga pihak PLN masih harus melakukan kontrak tambahan sebesar 3,5 juta ton/tahun (Gambar 5.6). Total kapasitas PLTU batubara eksisting yang dimiliki PLN dan Swasta saat ini sebesar MW dengan mengkonsumsi batubara sekitar 36,575 juta ton per tahun. Dengan masuknya PLTU program MW hingga tahun 2012 diperkirakan kebutuhan batubara menjadi 56,989 juta ton. Untuk menjaga kelancaran pemasokan batubara, selain komitmen pemasok dalam pengiriman batubara secara konsisten, juga harus didukung oleh infrastruktur yang mampu mengatasi berbagai aspek pengangkutan/pengiriman batubara hingga ke lokasi PLTU. Peningkatan kapasitas pelabuhan, jalan, sungai, armada transportasi (jalan darat, laut, sungai, gerbong kereta api), dan tempat penampungan (stockpile) di PLTU. Program pemerintah tidak sampai disitu karena kebutuhan energi listrik secara nasional dirasa masih kurang, sehingga pada tahun 2012 telah telah diatur lagi melalui Permen proyek pembangunan MW Tahap 2 dalam kurun waktu (Gambar 5.7 dan Gambar 5.8). 70

83 Dari sumber energinya, program pembangunan WM tahap dua tidak lagi berbasis batubara tertapi melalui diversifikasi sumber energi dengan tumpuan pada panas bumi, batubara dan air. Yang membangunnya pun bergeser lebih banyak yang dibangun oleh snta (IPP) dibanding PT PLN. DISTRIBUSI LOW RANK COAL (LRC) KE PLTU Gambar 5.6 Distribusi Batubara Mutu Rendah Untuk Proyek Percepatan MW Tahap I 71

84 DAFTAR PEMBANGKIT PROGRAM MW TAHAP II (PERMEN ESDM NO. 01 TAHUN 2012) SUMATERA PLTA : 476 MW PLTP : MW PLTU : 531 MW PLTGB : 16 MW TOTAL : MW KALIMANTAN PLTU : 548 MW PLTGB : 8 MW PLTG : 280 MW TOTAL : 836 MW SULAWESI PLTA : 190 MW PLTP : 145 MW PLTU : 360 MW PLTGB : 16 MW TOTAL : 711 MW MALUKU PLTP : 35 MW PLTGB : 16 MW TOTAL : 51 MW NON EBT 33,6% EBT 66,4% JAWA - BALI PLTA : MW PLTP : MW PLTU : MW TOTAL : MW NUSA TENGGARA PLTP : 65 MW PLTU : 70 MW PLTGB : 8 MW TOTAL : 143 MW PRAKIRAAN TOTAL KEBUTUHAN INVESTASI (PLN DAN IPP) SEBESAR Rp. 169 T PAPUA PLTU : 116 MW Gambar 5.7 Program Pembangunan MW Tahap II Gambar 5.8 Prakiraan Operasi Komersial, Komposisi Pengembang, dan Komposisi Per Jenis Pembangkit pada Program Pembangunan MW Tahap II 72

85 Disamping program pemerintah tersebut, yaitu Pembangunan PLTU MW Tahap 1 dan Pembangunan Pembangkit MW Tahap II, juga ada program pembangunan PLTU batubara, seperti yang terdapat di Provinsi Selatan yang dikenal sebagai lumbung energi, yaitu : a. Baru selesai dibangun : PLTU Simpang Blimbing, dengan kapasitas 2x113,5 MW di Muara Enim masuk ke sistem Sumatera Selatan pada pertengahan tahun 2011 (pembangkit IPP) b. Tahap Kontruksi : - PLTU Keban Agung dengan kapasitas 2x113,5 MW di Kabupaten Lahat - PLTU Banjarsari dengan kapasitas 2 X 100 MW di Kabupaten Lahat - PLTU Batu Raja 2x10 MW di Kabupaten Ogan Komiring Ulu c. Tahap Lelang : Proyek pembangunan PLTU batubara yang telah dilelang oleh PT. PLN (Persero) dengan skema listrik swasta (IPP) untuk lokasi, yaitu : - PLTU Sumsel 5 (2x150 MW) - PLTU Sumsel 6 (2x300 MW) - PLTU Sumsel 7 (2x150 MW) - PLTU Sumsel 8 ( 2X600 mw) - PLTU Extention 2x300 MW 73

86 PLTU Labuhan Kapasitas 2 x 300 MW PLTU Suralaya 8, 1 x 625 MW PLTU Paiton 9 kapasitas 2x660 MW PLTU Bukit Asam-Asam 3-4, Kapasitas 2 x 65 MW Foto 5.3 PLTU yang termasuk Program Percepatan Pembangunan PLTU MW Tahap I Foto 5.4 Saat kunjungan ke PLTU Mulut Tambang, PLTU Simpang Belimbing PT GH EMM Indonesia, Kabupaten Muara Enim 74

87 5.2.3 Pengendalian Produksi/Ekspor Selama 20 terakhir ( ) produksi batubara Indonesia telah meningkat 23 kali lipat, dari 15,935 juta juta ton menjadi sekitar 374,000 juta ton, atau meningkat ratarata per tahun 17,67%, jauh di atas rata-rata dunia, 3,8%. Jika diasumsikan pertumbuhan produksi tetap tinggi, maka pada tahun 2025 dapat mencapai 741 juta ton, padahal Kebijakan Energi Nasional memproyeksikan sekitar 421 juta ton. Peningkatan produksi yang pesat didorong oleh meningkat tajamnya permintaan ekspor dan permintaan dalam negeri. Saat ini pasar ekspor terbesar Indonesia adalah Jepang, Korea Selatan dan Taiwan, di samping China dan India yang merupakan buyer baru bagi Indonesia. Meningkatnya permintaan China dan India di masa datang akan menambah tingginya kecenderungan permintaan ekspor. Belum adanya keseimbangan antara permintaan dan pemasokan batubara pada tataran dunia, terlihat dari tingginya tingkat pertumbuhan ekspor Indonesia yang mencapai 16,51%. Lagi-lagi, proyeksi ekspor batubara tanpa adanya pembatasan, pada tahun 2025 akan mencapai 509,3 juta ton, padahal kebijakan ekspor memproyeksikan sekitar 185 juta ton. Ketika semua proyek Percepatan pembangunan PLTU MW telah beroperasi yang ditargetkan pada tahun 2012 (mundur target semula tahun 2010), dan proses konversi pada industri terus berkembang, diperkirakan konsumsi batubara Indonesia akan mencapai 90 juta ton atau meningkat hampir dua setengah kali lipat dibanding tahun Diperkirakan pada tahun 2025 konsumsi batubara dalam negeri mencapai 236 juta ton. Hal ini telah diproyeksikan sebagaimana termuat pada Kebijakan Energi Nasional yang menargetkan peranan batubara pada bauran energi nasional sebesar 33 %, di luar peranan Bahan Bakar Batubara Cair (BBBC) sebesar 3,1% dan Coal Bed Methane (CBM) 3,3%. Trend atau perkembangan peningkatan produksi dan penjualan (konsumsi) dalam negeri dan ekspor dalam 20 tahun terakhir ( ) secara pendekatan statistik mengikuti model polinomial kuadratik artinya kenaikan pertahunnya semakin meningkat tajam. Dengan asumsi mengikuti model tersebut, diperoleh gambaran proyeksi untuk masa mendatang ( ) seperti diperlihatkan pada Gambar

88 (ribu ton) Juta Ton Kajian Alokasi Pencadangan Batubara Untuk Penyediaan Energi Nasional 2012 Pada Gambar tersebut gambaran proyeksi masa mendatang disebandingkan dengan rencana yang telah dibuat, terlihat perbedaan yang sangat signifikan. Perbedaan dari kedua proyeksi tersebut terletak pada perbedaan proyeksi penjualan ke luar negeri. 800 PROYEKSI 741 KONDISI SAAT INI y = 14.88x x y = 9.595x x y = 4.175x x RENCANA y = -2.75x x y = -7.25x x y = 0.978x x y = 0.673x x y = 0.235x x y = 7.6x Produksi Domestik Penjualan DN Penjualan LN Penjualan DN Penjualan LN Ekspor Poly. (Produksi) Produksi Poly. (Penjualan DN) Produksi Poly. (Penjualan DN) Poly. (Domestik) Poly. (Ekspor) Poly. (Penjualan LN) Poly. (Produksi) Linear (Penjualan LN) Poly. (Produksi) Gambar 5.9 Gambaran Kondisi Saat Ini, Proyeksi dan Rencana Permintaan dan Pemasokan Batubara Indonesia Dengan disahkannya UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Permen Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batubara Untuk Kepentingan Dalam Negeri, dan Permen Nomor 17 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Mineral dan Batubara, serta di sisi lain gambaran kenaikan tingkat produksi yang cenderung semakin meningkat tajam, merupakan tantangan terutama bagi pemerintah yang memegang kendali kebijakan, bagaimana upaya pengelolaan batubara sebagai komoditi ekspor di samping sebagai sumber energi primer bagi dunia industri di Indonesia. Dengan perkataan lain adalah tantangan mengendalikan tingkat produksi batubara dan jaminan pasokan batubara untuk kepentingan dalam negeri. 76

89 5.2.4 Pembangunan Smelter Berbasis Batubara Peraturan Menteri ESDM No 7 Tahun 2012 diterbitkan dalam rangka untuk mengamankan terlaksananya amanat Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, khususnya terkait dengan kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri paling lambat tanggal 12 Januari Perusahaan tambang nantinya tidak boleh lagi ekspor bahan tambang mentah, tetapi harus diolah terlebih dahulu untuk meningkatkan nilai tambang. Pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian, tidak selalu terintegrasi atau dimiliki oleh pemegang konsesi pertambangan, tetapi dapat dalam bentuk kerja sama pengolahan dan pemurnian mineral (custom plant). Kementerian ESDM secara terus menerus melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk menindaklanjuti pelaksanaan dari Peraturan Menteri ESDM No 7 Tahun Hingga saat ini telah puluhan perusahaan yang akan mendirikan sasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) tersebut (Gambar 5.10 sampai Gambar 5.14). Tentunya pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian mineral tersebut dibutuhkan dukungan energi yang sangat besar. Peluang tersebut telah direspon oleh PT PLN dengan menggandeng tiga perusahaan smelter nikel di sulawesi dalam penyediaan energi listriknya, seiring kian andalnya pasokan listrik di daerah tersebut degan dukungan hadirnya PLTU berbahan bakar batubara. Ketiga perusahaan itu, masing-masing PT Central Omega Resources Tbk, terkait persiapan pasokan listrik 220 Mega Watt (MW) ke smelter di Sulawesi dan di Jawa Timur. Kemudian, PT Bukaka Teknik Utama, Tbk, terkait persiapan pasokan listrik 90 MW ke smelter di kabupaten Palopo, Sulawesi. "PT Bakti Bumi Sulawesi, terkait persiapan pasokan listrik 120 MW ke smelter di Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan. Namun demikian, mengingat sifat beban smelter yang sangat spesifik, PLN akan terlebih dahulu melakukan kajian menyeluruh terkait pemakaian listrik terkini pada sistem kelistrikan Sulawesi. Selain itu, PLN akan mengkaji dampak pemakaian beban terhadap keandalan atau kualitas sistem kelistrikan di Sulawesi, serta hal-hal teknis lainnya. 77

90 Lokasi Produksi PT. HERALD RESOURCES, Ltd DAIRI, SUMUT Pabrik konsentrat dan hasil penambangan Lead dan Zinc PT. AGINCOURT RESOURCES Lokasi BATANG TORU, SUMUT Produksi Pengolahan Emas dan Perak Gambar 5.10 Rencana Smelter Koridor Sumatera Lokasi Produksi PT. TIN CHEMICAL CILEGON, BANTEN Lokasi Produksi PT. AGB/HYUNDAI KUPANG, NTT Ferro Silicon-Mangan Kap : ton/tahun Gambar 5.11 Rencana Smelter Koridor Jawa-Nusa Tenggara Lokasi PT. SUMBER BUMI KALBAR BENGKAYANG Lokasi Produksi PT. HARITA PRIMA ABADI MINERAL TAYAN Smelter Grade Alumina Produksi Pemurnian Mangan PT. INDONESIA CHEMICAL ALUMINA (PT ANTAM. SHOWA DENKO & MARUBENI CORP.) Lokasi Kapasitas Produksi TAYAN Chemical Grade Alumina : ton CGA/tahun PT. NUSANTARA SMELTING Lokasi Kapasitas Produksi BONTANG Copper Chatode : ton/tahun PT. ANTAM ( SGA MEMPAWAH) Lokasi Kapasitas Produksi MEMPAWAH Smelting Grade Alumina : 1 juta ton SGA/tahun PT. SILO GROUP Lokasi KOTABARU, KALSEL Produksi - Pig Iron Lokasi PT. MERATUS JAYA IRON & STEEL (PT. ANTAM & PT. KS) Kapasitas Produksi BATU LICIN Sponge Iron : ton/tahun Gambar 5.12 Rencana Smelter Koridor Kalimantan 78

91 PT. POSITION (SOLWAY GROUP) Lokasi Kapasitas Produksi PT. ANTAM KONAWE UTARA Nikel Pig Iron : ton/tahun Lokasi Produksi HALMAHERA TIMUR Pengolahan Nikel Lokasi Kapasitas Produksi PT. ANTAM HALMAHERA FeNi : ton/tahun Lokasi Kapasitas Produksi PT. INCO MOROWALI Nikel Pig Iron Lokasi Kapasitas Produksi PT. WEDA BAY NIKEL WEDA Nikel Hidroksida : ton/tahun Lokasi Kapasitas Produksi PT. INDO SMELTING MAROS -Katoda Tembaga : ton/tahun - Perak Tembaga : ton/tahun Lokasi Kapasitas Produksi PT. INCO POMALAA Nikel Hidroksida : ton/tahun Gambar 5.13 Rencana Smelter Koridor Sulawesi-Maluku Utara Lokasi PT. NABIRE BHAKTI MINING Produksi NABIRE Pengolahan Emas Kap ton bijih Lokasi Produksi PT. GLOBAL PERKASA INVESTINDO TIMIKA Copper Catode Kap : ton/tahun PT. BATUTUA TEMBAGA RAYA Lokasi Produksi WETAR Copper Catode Kap : ton /tahun Gambar 5.14 Rencana Smelter Koridor Papua-Maluku Tabel 5.5 Penggunaan Energi Pada Rencana Fasilitas Pengolahan Dan Pemurnian Kapasitas (ton raw material/thn) Kapasitas (ton produk/tahun) Kebutuhan Energi Perusahaan Tembaga Cu 41 MW Nusantara Smelting Cu 62 MW Global Investindo Cu 21 MW Indosmelt Alumina MW PT. Antam MW PT. Antam MW Harita Prima Abadi Nikel MW Weda Bay Nickel PT. Antam MW PT. Antam Mangan MW Pra FS Australia 79

92 5.3 Analisis SWOT Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal 1) Faktor Internal a) Kekuatan : - Sumber Daya, Cadangan dan Kualitas Batubara Jumlah sumber daya dan cadangan batubara Indonesia setiap tahun terus bertambah, berdasarkan perhitungan Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Kondisi saat ini, akhir tahun 2011, jumlah sumber daya adalah sebesar 120,339 miliar ton, dengan jumlah cadangan sebesar 28,017 miliar ton. Sumber daya batubara tersebut tersebar di 19 propinsi, 6 pulau, namun terbesar terutama di Pulau Sumatera dan Kalimantan sebanyak masing masing 53,68% dan 46,01%. Kualitas batubara Indonesia didominasi oleh Batubara Kalori Sedang (66,63%), setelah itu diikuti Batubara Kalori Rendah (24,12%), Batubara Kalori Tinggi (7,81%), dan Batubara Kalori Sangat Tinggi dengan jumlah sangat kecil (1,44). - Produksi dan Penjualan Produksi batubara meningkat dari waktu ke waktu, produksi tahun 1992 hanya 15,935 juta juta ton menjadi sekitar 374,000 juta ton pada tahun 2012, atau meningkat rata-rata per tahun 17,67%, jauh di atas rata-rata dunia, 3,8%. Produksi berasal dari BUMN sebesar 4,01%, PKP2B sebesar 69,42%, dan KP/IUP sebesar 26,57%. Dari sisi penjualan, ekspor mendominasi dengan 77,54% dan sisanya untuk domestik sekitar 22,46%. - Infrastruktur Transportasi Perusahaan tambang batubara yang ada, yang termasuk perusahaan kontraktor PKP2B (sistem perijinan sebelum menjadi IUP) mempuyai terminal pelabuhan batubara sendiri dengan ditunjuang sarana dan prasarana lainnya seperti jalan tambang, belt conveyor, juga armada dump truk yang cukup lengkap. Demikian pula perusahaan tambang batubara dengan ijin daerah, KP (sistem perijinan sebelum menjadi IUP), mempunyai pelabuhan angkut yang 80

93 umumnya gabungan beberapa perusahaan, dan bermitra dengan yang punya armada angkutan. Lain halnya dengan perusahaan tambang batubara BUMN, yaitu PT Tambang Bukit Asam (PTBA) yang lokasi tambang yang terpusat di Muara Enim, Kabupaten Tanjung Enim mempunyai terminal pelabuhan batubara yang terpisah cukup jauh yaitu di Kertapati, Kota Palembang dan di Tarahan, Lampung. Selama ini dihubungkan dengan rel kereta api dengan babaranjangnya milik PT KAI. PTBA bermintra dengan mitra investor asing, saai ini sedang merampungkan pembangunan rel kereta api double track. b) Kelemahan : - Kualitas Batubara Penggolongan kualitas batubara mutu rendah, batubara mutu sedang, dan batubara mutu tinggi seringkali dikaitkan dengan tujuan pemanfaatan batubara itu sendiri yang tergambarkan dengan permintaan pada spesifikasi batubara yang diinginkan. Hingga saat ini pemanfaatan batubara didominasi oleh batubara mutu sedang hingga mutu tinggi, sejalan dengan spesifikasi alat. Pada sisi lain potensi batubara Indonesia mutu rendah cukup besar belum termafaftkan seperti halnya kualitas menengah dan tinggi saat ini. Namun demikian, kedepan batubara mutu rendah ini akan banyak dimanfaatkan dengan peralatan pembakaan (boiler) yang disusuikan dengan batubara mutu rendah tersebut. 2) Faktor Eksternal a) Peluang : - Potensi Pasar Industri Kelistrikan (PLTU), Smelter dan IKM Adanya kebijakan energi nasional mengenai diversifikasi energi, telah memacu pemanfaatan batubara di berbagai segmen pasar di wilayah Indonesia, baik di sektor industri terlebih pada PLTU. Tahun 1998 hanya 15,645 juta juta ton menjadi 68,264 juta ton pada tahun 2011, atau meningkat rata-rata per tahun 12,30% Pemanfaatan batubara didominasi oleh PLTU dan kecenderungan kedepan akan terus meningkat. Demikian pula mulai bergulirnya era 81

94 pembangunan pengolahan dan pemurnian mineral dan batubara di dalam negeri menuntut peran energi berbasis batubara. Dengan adanya perkembangan teknologi pengolahan batubara maka hal tersebut memberikan peluang pemanfaatan batubara pada Industri Menegah-Kecil (IKM) akan lebih besar lagi. b) Tantangan : - Kebijakan/Regulasi/Peraturan Perundangan Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, dan Peraturan Menteri Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral Dan Batubara Untuk Kepentingan Dalam Negeri, untuk melaksanaan kebijakan secara terintegrasi, khususnya yang terkait dengan jaminan pasokan batubara untuk dalam negeri. - Pengelolaan Sistem Transportasi/ Distribusi Tantangan sistem transportasi batubara yang sudah sangat mendesak adalah pembangunan jalur transportasi yang terpisah dengan jalan umum, seperti rencana proyek pembangunan jalan khusus batubara di Provinsi Sumatera Selatan dan Jambi. Adapun sistem pemberlakuan jam angkut batubara menggunakan jalan umum dan pembatasan tonase angkut menjadi tantangan tersendiri. - Clean Coal Technology Pengembangan teknologi pengolahan batubara dituntut untuk dapat mengurangi dampak terhadap lingkungan, baik pada saat pembakaran maupun sisa hasil pembakaran berupa abu terbang (fly ash) dan abu dasar (buttom ash) perlu pengelolaan khusus berdasarkan ketentuan dari Dinas Lingkungan Hidup, karena digolongkan B3. Pengelolaan tersebut antara lain menyangkut ijin transportasi dan pemanfaatannya. 82

95 5.3.2 Penyusunan Strategi Setelah dilakukan identifikasi faktor internal dan faktor eksternal, maka perlu melakukan keterhubungan (korelasi) diantara faktor-faktor tersebut. Hal ini untuk mengetahui strartegi atau langka-langkah dalam pengelolaan batubara agar peran batubara dalam bauran energi nasional dapat berjalan optimal. Hal tersebut dituangkan dalam formulasi strategi atau Matriks SWOT seperti pada Tabel 5.6. Atas dasar hasil interaksi antara faktor-faktor internal dengan faktor eksternal, yaitu Stategi SO, WO, ST, dan WT, maka dapat disusun suatu paket strategi mengoptimalkan peran batubara dalam bauran energi nasional, sebagai berikut : Mengembangkan pemanfaatan batubara sebagai upaya diversifikasi bahan bakar (energi) pada IKM dan pada industri kelistrikan (PLTU) di dalam negeri. Spesifikasi boiler pada pembangunan/pengembangan PLTU dan IKM disesuaikan dengan batubara mutu rendah yang banyak terdapat di Indonesia. Sedangkan untuk mendapatkan spesifikasi yang dibutuhkan, pengguna antara lain dapat melakukan blending. Mengembangkan clean coal technology melalui penerapan teknologi pengolahan batubara seperti gasifikasi, upgrading, dan coal water mixture. Mengembangkan sarana angkutan seperti belt conveyor, truk, tongkang dan vessel, dan demikian pula untuk mengembangkan prasarana pelabuhan, sungai, dan jalan, serta rel kereta api. Demikian pula untuk mengembangkan/membangun terminal batubara (stockyard/ stockpile) di sekitar pelabuhan dan atau di sekitar kawasan industri yang berbasis bahan bakar batubara. Hal ini untuk meningkatkan jaminan pasokan atau pendistribusian batubara dari pemasok (perusahaan tambang, trader) ke pemakai (PLTU dan IKM). Mengupayakan perimbangan strategis antara peran penting batubara sebagai andalan energi primer yang ekonomis bagi kegiatan produksi di Indonesia dan cara pandang konvensional sekedar untuk penerimaan negara. Dengan perkataan lain perlu upaya pengendalian ekspor. 83

96 Mempercepat penyusunan Peraturan Menteri tentang Peningkatan Nilai Tambah Batubara melalui kegiatan pengolahan batubara menyusul telah diterbitkannya Peraturan Menteri No 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral. Membuat zona-zona DMO berbasis kedekatan dan kecocokan spesifikasi antara pemasok dan pemakai. Membuat kebijakan pencadangan batubara untuk penyediaan energi nasional. 84

97 TABEL 5.6 MATRIKS SWOT Faktor Eksternal Faktor Internal Peluang (O) 1. Potensi Pasar PLTU, IKM berbasis bahan bakar batubara Tantangan (T) 1. Pelaksanaan Peraturan Perundangan terkait jaminan pasokan batubara di dalam negeri 4. Pengembangan infrastruktur (pelabuhan, sungai, jalan, rel KA, belt conveyor, armada angkut) 2. Clean Coal Technology 3. Sumber energi selain batubara untuk penyediaan energi nasional 4. Permintaan batubara importir luar negeri semakin pesat Kekuatan : (S) 1. Potensi dan Cadangan Batubara 2. Infrastruktur (pelabuhan, sungai, jalan, armada angkut) 3. Pengusaha/trader batubara Maxi-Maxi Strategi SO Mengembankan pemanfaatan batubara sebagai diversivikasi bahan bakar (energi) pada industri kelistrikan (PLTU) dan IKM. Mengoptimalkan insfrastruktur yang ada dalam sistem distribusi batubara dari pemasok ke pemakai batubara. Maxi-Mini Strategi ST Mengoptimalkan dan mensinergiskan pemanfaatan sumber energi batubara, minyak bumi, gas alam dan EBT dalam bauran energi Diperlukan campur tangan pemerintah dalam merealisasikan proyek pembangunan insfrastruktur transportasi batubara, termasuk pembangunan terminal batubara di sekitar pelabuhan dan di sekitar kawasan industri berbasis bahan bakar batubara Pengembangan clean coal technology melalui penerapan teknologi pengolahan dan pembakaran batubara, serta pengendalian pencemaran lingkungan Membuat zona DMO berbasis kedekatan dan kecocokan spec antara pemasok dan pemakai Penerapan kebijakan DMO perlu dimasukan dalam rencana kerja perusahaan pertambangan Pencadangan batubara untuk penyediaan energi nasional Mengupayakan perimbangan strategis antara peran penting batubara sebagai andalan energi primer yang ekonomis bagi kegiatan produksi di Indonesia dan cara pandang konvensional sekedar untuk penerimaan negara Kelemahan : (W) 1. Kualitas batubara Mini-Maxi Strategi WO Spesifikasi boiler disesuaikan dengan batubara mutu rendah Menyusun Kebijakan Daerah dalam pengelolaan pola distribusi dan pemanfaatan batubara termasuk sisa pembakaran (abu) batubara dengan mengacu kepada Peraturan Perundangan Nasional Mengembangkan kawasan industri berbasis batubara terintegrasi dalam tata ruang wilayah Mini-Mini Strategi WT Mempercepat penyusunan Peraturan Menteri tentang Peningkatan Nilai Tambah Batubara melalui kegiatan pengolahan batubara Memperbaiki kualitas batubara melalui pengolahan dan blending 85

98 6.4 Konklusi Hingga saat ini pelaksanaan kebijakan energi nasional belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Peran minyak bumi dalam bauran energi masih dominan, karena karakteristik minyak bumi dalam bentuk BBM merupakan bentuk produk energi final yang relatif mudah digunakan dan menjangkau konsumen yang luas. Keberhasilan konversi minyak tanah ke gas belum mampu mengangkat peran energi gas dalam bauran energi, karena masih terbatasnya pasokan untuk dalam negeri sementara ekspor terus berkembang. Demikian pula peran energi baru dan terbarukan, meskipun ada kemajuan, namun belum dapat berbicara banyak. Energi gas dan EBT kelihatannya akan prospek dimasa mendatang sejalan kebijakan yang diperankan pemerintah saat ini dan prrogram kedepannya yang memprioritaskan dua sumber energi primer tersebut. Tidak seperti energi gas dan EBT, energi batubara telah berperan dalam bauran energi nasional yang dapat meningkatkan yang semula 19,37% tahun 2005 meningkat menjadi 26,62% tahun Tantangan ke depan bagaimana mensinkronkan program pengembangan diversifikasi dari dominasi minyak bumi ke batubara, gas dan EBT yang optimal. Untuk pengembangan peran gas antara lain kebijakan menambah pasokan dalam negeri dengan mengendalikan ekspor. Untuk pengembangan EBT antara lain membuat kebijakan insentif investasi melalui harga beli listrik oleh pemerintah (PT PLN) berdasarkan zona keberadaan sumberdaya dan pasar sehingga ekonomis. Adapun untuk mempertahankan peran energi batubara dalam bauran energi nasional adalah mengupayakan masa keberkelanjutan yang optmal. Untuk itu diperlukan antara lain mengupayakan perimbangan strategis antara peran penting batubara sebagai andalan energi primer yang ekonomis bagi kegiatan produksi di Indonesia dan cara pandang konvensional sekedar untuk penerimaan negara. Di samping pengendalian produksi, dalam rangka optimalisasi peran batubara untuk penyediaan energi nasional, diperlukan pula alokasi pencadangan batubara. Terkait dengan upaya pencadangan batubara, Pusat Sumber Daya Geologi telah merencanakan penetapan wilayah pencadangan negara (WPN). Mengingat sebagian besar wilayah pertambangan batubara sudah menjadi Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), tentunya wilayah yang masuk dalam rencana WPN tersebut 86

99 sangat terbatas termasuk mempertimbangkan yang berpeluang di WUP yang telah berijin. Wilayah yang dimaksud seperti di Kabupaten Memberano Raya, Provinsi Papua; di Kabupaten Kota Batu, Tanah Bumbu dan Tanah Laut di Provinsi Kalimantan Selatan; Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara dui Provinsi Kalimantan Timur, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sentarum, dan Kabupaten Sintang; di Kabupaten Murung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah; di Kabupaten Kerinci/Bungo, Provinsi Jambi (Gambar 5.15 sampai Gambar 5.18). 87

100 Gambar 5.15 Peta Wilayah Kontrak Karya Pulau Papua 88

101 Gambar 5.16 Peta Wilayah Pertambangan Pulau Kalimantan 89

102 Gambar 5.17 Peta Wilayah Pertambangan Pulau Sumatera 90

103 Gambar 5.18 Peta Wilayah Pertambangan Gugusan Kepulauan Maluku 91

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 23 DESEMBER 2014 METODOLOGI 1 ASUMSI DASAR Periode proyeksi 2013 2050 dimana tahun 2013 digunakan sebagai tahun dasar. Target pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Produksi Liquefied Natural Gas (LNG) LNG Indonesia diproduksi dari tiga kilang utama, yaitu kilang Arun, kilang Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2 INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI Andriani Rahayu 1 dan Maria Sri Pangestuti 2 1 Sekretariat Badan Litbang ESDM 2 Indonesian Institute for

Lebih terperinci

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA 2015-2019 DAN PELUANG MEMANFAATKAN FORUM G20 Siwi Nugraheni Abstrak Sektor energi Indonesia mengahadapi beberapa tantangan utama, yaitu kebutuhan yang lebih besar daripada

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS 3.1 Kerangka Pemodelan Kajian Outlook Energi Indonesia meliputi proyeksi kebutuhan energi dan penyediaan energi. Proyeksi kebutuhan energi jangka panjang dalam kajian

Lebih terperinci

Panduan Pengguna Untuk Sektor Produksi Energi Fosil Minyak, Gas dan Batubara. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Panduan Pengguna Untuk Sektor Produksi Energi Fosil Minyak, Gas dan Batubara. Indonesia 2050 Pathway Calculator Panduan Pengguna Untuk Sektor Produksi Energi Fosil Minyak, Gas dan Batubara Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Sektor Produksi Energi Fosil... 3 2. Asumsi... 4 3. Metodologi... 13

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN Energi merupakan penggerak utama roda perekonomian nasional. Konsumsi energi terus meningkat mengikuti permintaan berbagai sektor pembangunan

Lebih terperinci

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK OLEH : SATYA W YUDHA Anggota komisi VII DPR RI LANDASAN PEMIKIRAN REVISI UU MIGAS Landasan filosofis: Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam

Lebih terperinci

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL SEMINAR OPTIMALISASI PENGEMBANGAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN MENUJU KETAHANAN ENERGI YANG BERKELANJUTAN Oleh: DR. Sonny Keraf BANDUNG, MEI 2016 KETAHANAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENYEDIAAN DAN KONSUMSI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM PENYEDIAAN DAN KONSUMSI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA V. GAMBARAN UMUM PENYEDIAAN DAN KONSUMSI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA 5.1. Penyediaan Energi Dalam Perekonomian Indonesia Penyediaan energi (Energy Supply) sangat diperlukan dalam menjalankan aktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia bukanlah negara pengekspor besar untuk minyak bumi. Cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia tidak besar, apalagi bila dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio

Lebih terperinci

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Akhir-akhir ini di berbagai media ramai dibicarakan bahwa â œindonesia sedang mengalami krisis energiâ atau â œindonesia sedang

Lebih terperinci

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 1 Pendahuluan Energi Primer Kelistrikan 3 Energy Resources Proven Reserve Coal 21,131.84 million tons Oil Natural Gas (as of 2010) 3,70

Lebih terperinci

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI MENUJU KEDAULATAN ENERGI DR. A. SONNY KERAF KOMISI VII DPR RI SEMINAR RENEWABLE ENERGY & SUSTAINABLE DEVELOPMENT IN INDONESIA : PAST EXPERIENCE FUTURE CHALLENGES JAKARTA, 19-20 JANUARI 2009 OUTLINE PRESENTASI

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM INEFISIENSI BBM Kenaikan harga minyak yang mencapai lebih dari US$100 per barel telah memberikan dampak besaran alokasi dalam APBN TA 2012. Kondisi ini merupakan salah satu faktor yang mendorong pemerintah

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI Disampaikan pada Dialog Energi Tahun 2017 Jakarta, 2 Maret 2017 1 Outline paparan I. Potensi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ALOKASI GAS BUMI UNTUK DALAM NEGERI

KEBIJAKAN ALOKASI GAS BUMI UNTUK DALAM NEGERI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI KEBIJAKAN ALOKASI GAS BUMI UNTUK DALAM NEGERI Jakarta, 6 Februari 2014 I KONDISI HULU MIGAS 2 CADANGAN GAS BUMI (Status

Lebih terperinci

NERACA BAHAN BAKAR BATUBARA SAMPAI DENGAN TAHUN 2040

NERACA BAHAN BAKAR BATUBARA SAMPAI DENGAN TAHUN 2040 NERACA BAHAN BAKAR BATUBARA SAMPAI DENGAN TAHUN 2040 Oleh : M. Taswin Kepala Subdirektorat Perencanaan Produksi dan Pemanfaatan Mineral dan Batubara Jakarta, 23 Juni 2016 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN PROVINSI JAMBI

PEREKONOMIAN PROVINSI JAMBI PEREKONOMIAN PROVINSI JAMBI PERKEMBANGAN DAN MAKSIMISASI POTENSI OLEH DR. HARYADI, SE, MMS FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS JAMBI LETAK STRATEGIS JAMBI DI GROWTH TRIAGLE Banda Aceh Lhokseumawe Khanon Medan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Analisis Ekonomi dan Kebijakan Bisnis Pemanfaatan Gas Bumi di Indonesia dilatarbelakangi oleh rencana Pemerintah merealokasi pemanfaatan produksi gas bumi yang lebih

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Yth. : Para Pimpinan Redaksi dan hadirin yang hormati;

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan Direktorat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat. Kenaikan konsumsi tersebut terjadi karena salah satu faktornya yaitu semakin meningkatnya jumlah

Lebih terperinci

Potret Kinerja Migas Indonesia

Potret Kinerja Migas Indonesia Potret Kinerja Migas Indonesia Oleh: Mohamad Nasir 1 Pendahuluan Hingga saat ini, persoalan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan tenaga listrik belum terselesaikan dengan baik dan tuntas. Di mana, setiap

Lebih terperinci

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL Oleh: Kardaya Warnika Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA I. PENDAHULUAN Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu input di dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dan pada gilirannya akan mempengaruhi

Lebih terperinci

ANALISIS INDUSTRI GAS NASIONAL

ANALISIS INDUSTRI GAS NASIONAL ANALISIS INDUSTRI GAS NASIONAL Biro Riset BUMN Center LM FEUI Meningkatnya beban subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) belakangan ini membuat pemerintah berupaya menekan subsidi melalui penggunaan energi alternatif,

Lebih terperinci

KETERSEDIAAN SUMBER DAYA ENERGI UNTUK PENGEMBANGAN KELISTRIKAN DI SUMATERA SELATAN

KETERSEDIAAN SUMBER DAYA ENERGI UNTUK PENGEMBANGAN KELISTRIKAN DI SUMATERA SELATAN KETERSEDIAAN SUMBER DAYA ENERGI UNTUK PENGEMBANGAN KELISTRIKAN DI SUMATERA SELATAN Adjat Sudradjat Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Konversi dan Konservasi Energi (P3TKKE) Deputi Bidang Teknologi

Lebih terperinci

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA 2017 LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA BAB I: PELUANG DAN TANTANGAN INDUSTRI BATUBARA 1 1.1. PELUANG INDUSTRI BATUBARA 2 1.1.1. Potensi Pasar 2 Grafik 1.1. Prediksi Kebutuhan Batubara untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketersediaan energi dalam jumlah yang cukup dan kontinu sangat penting dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan

Lebih terperinci

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja Selanjutnya indikator-indikator dan target kinerja dari setiap sasaran strategis tahun 2011 adalah sebagai berikut: Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja Sasaran Indikator Target 2011 1. Meningkatnya

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH NAMA : PUTRI MERIYEN BUDI S NIM : 12013048 JURUSAN : TEKNIK GEOLOGI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional Kelompok Kajian Kebijakan Mineral dan Batubara, Pusat Litbang Teknologi Mineral dan Batubara,

Lebih terperinci

Sektor Pasokan Energi. Produksi Minyak, Gas dan Batubara. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Sektor Pasokan Energi. Produksi Minyak, Gas dan Batubara. Indonesia 2050 Pathway Calculator Sektor Pasokan Energi Produksi Minyak, Gas dan Batubara Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi I. Gambaran Umum Produksi Energi Fosil... 3 II. Asumsi Tetap/Fixed Assumption... 4 2.1. Penemuan Cadangan...

Lebih terperinci

Membangun Kedaulatan Energi Nasional

Membangun Kedaulatan Energi Nasional KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Membangun Kedaulatan Energi Nasional Disampaikan oleh Kepala Biro Perencanaan dan Kerja Sama pada Pra-Musrenbangnas 2015 Jakarta, 16 April

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. diperbaharui, atau perbahuruannya membutuhkan waktu yang sangat lama.

IV. GAMBARAN UMUM. diperbaharui, atau perbahuruannya membutuhkan waktu yang sangat lama. 45 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Sejarah Perminyakan Indonesia Minyak bumi merupakan salah satu jenis sumber energi yang tidak dapat diperbaharui, atau perbahuruannya membutuhkan waktu yang sangat lama. Minyak

Lebih terperinci

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL Diskusi Panel National Integration of the Centre of Excellence Jakarta, 8 Oktober 2015 1 Daftar Isi 1. Membangun Kedaulatan

Lebih terperinci

HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik)

HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik) HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik) Pendahuluan Dalam delapan tahun terakhir (2005-2012) rata-rata proporsi subsidi listrik terhadap

Lebih terperinci

CAPAIAN SUB SEKTOR MINYAK DAN GAS BUMI SEMESTER I/2017

CAPAIAN SUB SEKTOR MINYAK DAN GAS BUMI SEMESTER I/2017 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL CAPAIAN SUB SEKTOR MINYAK DAN GAS BUMI SEMESTER I/2017 #energiberkeadilan Jakarta, 8 Agustus 2017 MINYAK DAN GAS BUMI LIFTING Minyak Bumi 779 (2016) 1 802 (2017)

Lebih terperinci

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH Maret 2010 Pada Maret 2010, sebagian besar indikator aktivitas ekonomi migas dan non migas terpilih mengalami pertumbuhan tahunan yang positif, dengan pertumbuhan tertinggi

Lebih terperinci

Kekayaan Energi Indonesia dan Pengembangannya Rabu, 28 November 2012

Kekayaan Energi Indonesia dan Pengembangannya Rabu, 28 November 2012 Kekayaan Energi Indonesia dan Pengembangannya Rabu, 28 November 2012 Kebutuhan energi dunia terus mengalami peningkatan. Menurut proyeksi Badan Energi Dunia (International Energy Agency-IEA), hingga tahun

Lebih terperinci

Informasi Berkala Sekretariat Jenderal Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral

Informasi Berkala Sekretariat Jenderal Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral 1. Biro Kepegawaian Dan Organisasi Sekretariat Jenderal 1.1. Formasi CPNS KESDM yang telah ditetapkan 1.2. Penerimaan CPNS 1.3. Pengangkatan CPNS 1.4. Penempatan CPNS 1.5. Pelantikan Pejabat Struktural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan energi, terutama energi fosil dalam hal ini minyak bumi. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan energi, terutama energi fosil dalam hal ini minyak bumi. Kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dan banyak negara di dunia masih sangat bergantung dengan kebutuhan energi, terutama energi fosil dalam hal ini minyak bumi. Kebutuhan akan minyak bumi terus

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI J. PURWONO Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Disampaikan pada: Pertemuan Nasional Forum

Lebih terperinci

POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN

POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN Maritje Hutapea Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan

Lebih terperinci

PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI

PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI Oleh : A. Edy Hermantoro Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas disampaikan pada : DISKUSI EVALUASI BLUE PRINT ENERGI NASIONAL PETROGAS DAYS 2010 Jakarta, 11

Lebih terperinci

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia Soal-soal Open Ended Bidang Kimia 1. Fuel cell Permintaan energi di dunia terus meningkat sepanjang tahun, dan menurut Proyek International Energy Outlook 2013 (IEO-2013) konsumsi energi dari 2010 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. Selain sebagai komoditas publik, sektor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki cadangan gas yang cukup besar dan diperkirakan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi hingga 59 tahun mendatang (ESDM, 2014). Menurut Kompas

Lebih terperinci

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA 2016 LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA 2016 Diterbitkan Oleh: PT. Indo Analisis Copyright @ 2016 DISCALIMER Semua informasi dalam Laporan Industri

Lebih terperinci

ANALISIS STOK BATUBARA DALAM RANGKA MENJAMIN KEBUTUHAN ENERGI NASIONAL. Oleh :

ANALISIS STOK BATUBARA DALAM RANGKA MENJAMIN KEBUTUHAN ENERGI NASIONAL. Oleh : ANALISIS STOK BATUBARA DALAM RANGKA MENJAMIN KEBUTUHAN ENERGI NASIONAL Oleh : Tim Analisis Stok Batubara Dalam Rangka Menjamin Kebutuhan Energi Nasional Drs. Triswan Suseno Drs. Jafril Nugroho W. Wibowo

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008 RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2008 disusun untuk menggambarkan kecenderungan situasi permintaan dan penyediaan energi Indonesia hingga 2030 dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

Prediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH

Prediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR RI 1 Prediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH Lifting minyak tahun 2016 diprediksi sebesar 811 ribu barel per hari (bph). Perhitungan ini menggunakan model

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri minyak dan gas bumi (migas) di tanah air memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini dapat dilihat dari struktur perekonomian fiskal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri Indonesia bertumpu kepada minyak bumi dan gas sebagai komoditi ekspor utama penghasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business)

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) minyak dan gas serta

Lebih terperinci

ANALISIS MASALAH BBM

ANALISIS MASALAH BBM 1 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ANALISIS MASALAH BBM Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Jakarta,

Lebih terperinci

9 BAB I 10 PENDAHULUAN. minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah

9 BAB I 10 PENDAHULUAN. minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah 9 BAB I 10 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak lokasi pengolahan minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah maupun

Lebih terperinci

Kedaulatan Energi dan Ketenagalistrikan

Kedaulatan Energi dan Ketenagalistrikan Kedaulatan Energi dan Ketenagalistrikan I. Pendahuluan Sejak tahun 2008 Indonesia resmi menjadi net importer migas akibat tingginya konsumsi yang tidak dibarengi dengan produksi yang ada. Posisi ketahanan

Lebih terperinci

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 Ana Rossika (15413034) Nayaka Angger (15413085) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM Bahan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Pada Acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2015- Infrastructure: Executing The Plan KEMENTERIAN ENERGI

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENGUSAHAAN GAS SINTESIS BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKU PUPUK. Sujarwo

PENGEMBANGAN PENGUSAHAAN GAS SINTESIS BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKU PUPUK. Sujarwo PENGEMBANGAN PENGUSAHAAN GAS SINTESIS BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKU PUPUK Sujarwo Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara "tek-mira" sujarwo@tekmira.esdm.go.id S A R I Kebutuhan

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi dan Pembangkitan

Lebih terperinci

Boks.1 MODEL PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG BERKELANJUTAN

Boks.1 MODEL PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG BERKELANJUTAN Boks.1 MODEL PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG BERKELANJUTAN PENDAHULUAN Menurut Bank Dunia, Indonesia merupakan salah satu negara penting dalam bidang pertambangan. Hal ini ditunjukkan oleh fakta

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA 2017 LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA BAB I: PELUANG DAN TANTANGAN INDUSTRI BATUBARA 1 1.1. PELUANG INDUSTRI BATUBARA 2 1.1.1. Potensi Pasar 2 Grafik 1.1. Prediksi Kebutuhan Batubara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Batubara menempati posisi strategis dalam perekonomian nasional. Penambangan batubara memiliki peran yang besar sebagai sumber penerimaan negara, sumber energi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LOW RANK COAL UNTUK SEKTOR KETENAGA LISTRIKAN

PEMANFAATAN LOW RANK COAL UNTUK SEKTOR KETENAGA LISTRIKAN PEMANFAATAN LOW RANK COAL UNTUK SEKTOR KETENAGA LISTRIKAN Di Prersentasikan pada : SEMINAR NASIONAL BATUBARA Hotel Grand Melia,, 22 23 Maret 2006 DJUANDA NUGRAHA I.W PH DIREKTUR PEMBANGKITAN DAN ENERGI

Lebih terperinci

Otonomi Energi. Tantangan Indonesia

Otonomi Energi. Tantangan Indonesia Otonomi Energi Salah satu masalah yang paling besar di dunia saat ini adalah energi atau lebih tepatnya krisis energi. Seluruh bagian dunia ini tidak dapat mengingkari bahwa berbagai persediaan sumber

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Batubara telah digunakan sebagai sumber energi selama beratus-ratus tahun dan telah diperdagangkan secara internasional mulai jaman Kekaisaran Romawi. Batubara tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007).

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia modern, bahkan akan terus meningkat akibat semakin banyaknya populasi penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk melakukan kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar bisa berupa banyak

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Abstrak Dalam kurun waktu tahun 2009-2014, rata-rata alokasi belanja non mandatory spending terhadap total belanja negara sebesar 43,7% dan dari alokasi

Lebih terperinci

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Menteri Negara PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Jakarta, 27 April 2006 Permasalahan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara pengekspor dan pengimpor, baik untuk minyak mentah (crude oil) maupun produk-produk minyak (oil product) termasuk bahan bakar minyak. Produksi

Lebih terperinci

KAJIAN SUPPLY DEMAND ENERGI

KAJIAN SUPPLY DEMAND ENERGI KAJIAN SUPPLY DEMAND ENERGI PUSAT DATA DAN TEKNOLOGI INFORMASI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, 2013 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan

Lebih terperinci

Energi di Indonesia. Asclepias Rachmi Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi. 3 Mei 2014

Energi di Indonesia. Asclepias Rachmi Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi. 3 Mei 2014 Energi di Indonesia Asclepias Rachmi Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi 3 Mei 2014 SUMBER ENERGI TERBARUKAN HULU HULU TRANS- FORMASI TRANSMISI / BULK TRANSPORTING TRANS- FORMASI DISTRIBUSI SUMBER

Lebih terperinci

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI Juli 2007 INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI Pada Juli 2007, secara tahunan, pertumbuhan tertinggi terjadi pada produksi kendaraan non niaga, sedangkan kontraksi tertinggi terjadi pada penjualan minyak diesel.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di banyak tempat dan beberapa lokasi sesuai dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di banyak tempat dan beberapa lokasi sesuai dengan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan jumlah pembangkit listrik di Indonesia merupakan akibat langsung dari kebutuhan listrik yang meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, karena listrik merupakan energi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013 KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013 I. SUBSIDI BBM TAHUN 2013 a. Subsidi BBM Dalam Undang-undang No.19 Tahun tentang APBN 2013, anggaran subsidi BBM dialokasikan sebesar

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification)

IV. GAMBARAN UMUM. panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification) IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertambangan Batubara Indonesia Batubara merupakan batuan hidrokarbon padat yang terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen, serta terkena pengaruh tekanan dan panas yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam, baik di darat maupun di laut. Kekayaan alam yang dimiliki Indonesia berupa hasil pertanian, perkebunan,

Lebih terperinci

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI Indikator yang lazim digunakan untuk mendapatkan gambaran kondisi pemakaian energi suatu negara adalah intensitas energi terhadap penduduk (intensitas energi per kapita)

Lebih terperinci

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER IATMI 520 PROSIDING, Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 5 Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, 1618 November 5. INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER Ir. Oetomo Tri Winarno,

Lebih terperinci

... Hubungi Kami : Studi Prospek dan Peluang Pasar MINYAK DAN GAS BUMI di Indonesia, Mohon Kirimkan. eksemplar. Posisi : Nama (Mr/Mrs/Ms)

... Hubungi Kami : Studi Prospek dan Peluang Pasar MINYAK DAN GAS BUMI di Indonesia, Mohon Kirimkan. eksemplar. Posisi : Nama (Mr/Mrs/Ms) Hubungi Kami 021 31930 108 021 31930 109 021 31930 070 marketing@cdmione.com T ahun 1977-1992 adalah masa kejayaan industri minyak Indonesia dengan produksi rata rata 1,5 juta barrel per hari. Kondisi

Lebih terperinci

Mewaspadai Perlambatan Ekonomi China IW.AS

Mewaspadai Perlambatan Ekonomi China IW.AS Mewaspadai Perlambatan Ekonomi China IW.AS Perlambatan ekonomi China semakin mencemaskan perekonomian global. Setelah menikmati pertumbuhan ekonomi double digit pada tahun 2010, perkonomian China memasuki

Lebih terperinci