BAB IV ANALISIS TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI KORPORASI
|
|
- Liani Irawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV ANALISIS TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI KORPORASI Setelah menyajikan tinjauan pustaka dalam Bab II dan Pembahasan Kasus di Bab III, maka dalam Bab ini, penulis menyajikan analisis penulis sehubungan dengan pertimbangan hakim dalam tindak pidana korupsi oleh korporasi dari dua putusan tersebut, serta formulasi aturan pemidaan dalam tindak pidana korupsi korporasi. A. Pertimbangan Hakim dalam Tindak Pidana Korupsi Korporasi Baik dalam Kasus Perkara No. 812/Pid.Sus/2010/PN.Bjm, maupun dalam Putusan Kasus Perkara No. 131/Pid.Sus/2013/PN.Tipikor.Smg, majelis 100
2 hakim secara yakin menemukan bahwa unsurunsur dalam Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 jo pasal 20 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan UU No. 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tidak Pidana korupsi, terbukti. Majelis hakim melihat bahwa unsur-unsur tindak pidana korupsi sperti terdapat dalam Pasal 2 (1) telah terpenuhi semua, sehingga tidak ragu untuk memberikan putusannya. Unsur setiap orang Perkara No. 812/Pid.Sus/2010/PN. Bjm PT. GIRI JALADHI WANA adalah korporasi sesuai dengan rumusan UU Tipikor, dibuktikan dengan Akta Notaris pendirian. Perkara No. 131/Pid.Sus/2013/PN.Tipikor.Smg H. IMAM SUDJONO adalah subjek hukum sesuai dengan rumusan UU Tipikor. Majelis Hakim menempatkan korporasi sebagai pelaku tindak pidana korupsi seperti 101
3 terlihat dalam kasus Perkara No. 812/Pid.Sus/2010/PN.Bjm, PT. GIRI JALADHI WANA, dengan alasan bahwa unsur telah terpenuhi. Selain unsur setiap orang, telah sesuai dengan rumusan UU Tipikor, dan dapat dibuktikan dengan Akta Notaris pendirian PT, unsur melawan hukum juga terpenuhi. Hal itu terlihat dari, Pertama, perbuatan melawan hukum itu di lakukan/diperintahkan oleh directing mind dari korporasi tersebut atau dengan kata lain bahwa untuk dapat korporasi bertanggung jawab atas perbuatan pengurusnya telah terpenuhi syaratnya. Kedua, fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan telah terbukti benar, bahwa sesuai anggaran dasar perusahaan PT. GIRI JALADHI WANA (PT. GJW) bergerak bidang usaha Perdagangan, Industri, Agrobisnis, Pengadaan Barang, Jasa, Transportasi, Pembangunan, Design Interior, telah melakukan pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama Nomor 664/I/548/Prog Nomor 003/GJW/VII/1998 tentang Kontrak Bagi Tempat Usaha Dalam Rangka Pembangunan Pasar Induk Antasari Kota Banjarmasin dan surat Walikota Banjarmasin Nomor 102
4 500/259/Ekobang/2004 tanggal 30 Mei 2004 tentang Penunjukan Pengelolaan Sementara Sentra Antasari kepada terdakwa. PT GJW dalam penandatanganan maupun pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama tersebut diwakili oleh STEVANUS WIDAGDO bin SURAJI SASTRODIWIRYO Direktur Utama dan Drs. TJIPTOMO selaku Direktur, dalam kedudukannya sebagai direktur utama dan sebagai direktur tersebut keduanya adalah directing mind. Tidak hanya itu, dalam upaya untuk mendapatkan kucuran dana Kredit Modal Kerja yang diajukan oleh terdakwa, diwakilkan oleh STEVANUS WIDAGDO bin SURAJI SASTRODIWIRYO dan Drs. TJIPTOMO selaku Di rektur, keduanya adalah directing mind pada PT. GJW. Jika dilihat menggunakan kriteria perbuatan tindak pidana korupsi oleh korporasi yang ada dalam Pasal 20 (2) UU Tipikor, diketahui bahwa dalam kasus Perkara No. 812/Pid.Sus/2010/PN.Bjm, yang menempatkan korporasi sebagai pelaku tindak pidana korupsi, maka diketahui bahwa, Pertama, tindak pidana 103
5 korupsi oleh korporasi dilakukan oleh orangorang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, dalam kasus ini dilakukan oleh STEVANUS WIDAGDO bin SURAJI SASTRODIWIRYO Direktur Utama PT. GJW, bertindak mewakili PT. GJW, sesuai dengan bukti-bukti surat berupa akta pendirian perusahaan dan akta-akta lain yang berhubungan dengan perusahaan PT GJW, semuanya dibuat didepan Notaris. Kedua, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama. STEVANUS WIDAGDO bin SURAJI SASTRODIWIRYO Direktur Utama PT. GJW dan Drs. TJIPTOMO selaku Direktur PT. GJW, yang bertindak mewakili PT. GJW, melakukan aktifitas sesuai dengan tujuan korporasi dengan melakukan perjanjian-perjanjian dengan pihak-pihak lain, dalam hal ini Perjanjian Kerja Sama Nomor 664/I/548/Prog Nomor 003/GJW/VI I / 1998 tentang Kontrak Bagi Tempat Usaha Dalam Rangka Pembangunan Pasar Induk Antasari Kota Banjarmasin, dan mengadakan perjanjian untuk kucuran dana Kredit Modal Kerja dari PT. Bank Mandiri, Tbk. 104
6 Berbeda dengan kasus di atas, dalam Kasus Perkara No. 131/Pid.Sus/2013/PN.Tipikor.Smg, Majelis Hakim tidak menjatuhkan pidana terhadap korporasinya, melainkan hanya menjatuhkan pidana bagi direksi, yakni A. IMAM SUDJONO (Direktur PT. Sabda Amarta Bumi). Sehubungan dengan hal itu, ada beberapa hal yang menarik dalam pertimbangan hakim, yakni: a. Mengenai Keabsahan PT SAB. Majelis hakim melihat dalam fakta persidangan bahwa PT SAB adalah PT yang sebenarnya sudah lama tidak beroperasi, belum dilakukan pembaharuan, tidak membayar pajak, dan sudah sekian tahun tidak pernah diaudit. b. Imam Sudjono, bertindak sebagai direktur, menggunakan PT SAB untuk melakukan kerjasama dengan pihak-pihak lain, dan mengambil keuntungan dari hasil kerjasama itu. Berdasarkan hal tersebut, Majelis Hakim hanya menempatkan Direkturnya sebagai pelaku tindak pidana korupsi. Selain karena 105
7 unsur-unsurnya telah terpenuhi, namun absennya directing mind dalam kasus tersebut. Lebih lanjut, ada 3 (tiga) aspek dalam pertimbangan hakim, seperti penulis sampaikan di dalam Bab II. Ketiganya adalah Asepk Yuridis, Aspek Sosiologis, dan Aspek Filosofis. Pertama, Aspek yang berkenaan dengan Yuridis. Aspek ini merupakan aspek paling utama dan pertama yang bertolak ukur kepada peraturan perundangan yang berlaku. Berikut adalah dasar yuridis dari pertimbangan hakim dalam kedua kasus yang penulis gunakan. Kasus Perkara No. 812/Pid.Sus/2010/P N.Bjm Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 jo pasal 20 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Putusan Kasus Perkara No. 131/Pid.Sus/2013/PN.Tipik or.smg Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah 106
8 No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan UU No. 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tidak Pidana korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP Pasal yang dikenakan oleh majelis hakim menggunakan dasar UU Tipikor dan KUHP. Pasal yang dikenakan dalam UU Tipikor sama, yakni merujuk kepada: Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18, namun ada tambahan dalam Putusan Kasus Perkara No. 131/Pid.Sus/2013/PN.Tipikor.Smg, yakni masuknya Pasal 18. Perbedaan terjadi dalam pengunaan KUHP, yakni: pasal 64 ayat (1) dan disisi yang berbeda menggunakan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1). Pasal 55 (1) ke-1 KUHP: (1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: 107
9 1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan; Pasal 65 (1) KUHP: (1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana. Pasal 64 (1) KUHP: (1) Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana; jika berbeda-beda, yang diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat. Terlihat perbedaan penggunaan Pasal KUHP dalam kedua kasus tersebut. Kasus Perkara No. 812/Pid.Sus/2010/PN.Bjm menngunakan Pasal 64 (1), sedangkan Kasus Perkara No. 131/Pid.Sus/2013/PN.Tipikor.Smg yang memakai Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Majelis hakim melihat bahwa dalam kasus Perkara No. 131/Pid.Sus/2013/PN.Tipikor.Smg, adanya penyertaan penyertaan dalam tindak pidana atau tindak pidana yang dilakukan oleh 2 orang atau lebih. 108
10 Kedua, Aspek dari sisi Filosofis. Aspek yang berintikan kepada kebenaran dan keadilan ini menggambarkan semangat/roh lahirnya perundangan yang digunakan. Dalam kasus pertimbangan hakim yang penulis gunakan dalam tesis ini. Semangat pemberantasan korupsi tercermin dalam pertimbangan hakim. Hal itu terlihat dari pertimbangan hakim yang berbunyi, Perbuatan terdakwa bertentangan dengan program dan upaya pemerintah untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan Bahwa tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime) yang memerlukan penanganan secara luar biasa pula karena dipandang dapat menghancurkan sendi sendi keuangan dan /atau perekonomian negara. Aspek terakhir, yakni Aspek yang bermuatan Sosiologis, diamana merujuk kepada nilai-nilai budaya yang hidup di masyarakat. Dalam kedua putusan, hakim memasukan aspek sosiologis dalam bentuk pertimbangan tersebut hanya pada putusan Kasus Perkara No. 131/Pid.Sus/2013/PN.Tipikor.Smg, sedangkan 109
11 Kasus Perkara No. 812/Pid.Sus/2010/PN.Bjm tidak. Berikut lebih dalamnya. 1. Kasus Perkara No. 131/Pid.Sus/2013/PN.Tipikor.Smg. a. Terdakwa bersikap sopan di persidangan. b. Terdakwa memiliki tanggungan keluarga. 2. Kasus Perkara No. 812/Pid.Sus/2010/PN.Bjm a. Tidak ada. Terlihat pada putusan Kasus Perkara No. 812/Pid.Sus/2010/PN.Bjm, hakim tidak menggunakan pertimbangan aspek sosiologis, kepada Korporasi. Namun, putusan untuk menutup sementara korporasi, walau telah sesuai dengan semangat hakim dalam memutus sesuai dengan aturan yang berlaku, namun disisi lain dampak yang dialami bagi korporasi, terkhusus nasib para pekerja harusnya patut diperhatikan. Dengan penutupan korporasi, maka aspek sosial yang ditimbulkan cukup besar. 110
12 Pertimbangan Hakim Yuridis Filosofis Sosiologi Banjarmasin Semarang Menimbang hal itu, maka penulis menyimpulkan bahwa Majelis Hakim dalam memutus kasus di atas lebih menitikberatkan kepada aspek yuridisnya saja, sedangkan aspek sosiologis (yang mana jika dipahami sebenarnya menimbulkan permasalahan sosial yang besar) tidak diperhatikan sama sekali. Lebih lanjut, penulis juga melihat bahwa dalam menjatuhkan putusan, Hakim menngunakan perpaduan pendekatan, tidak hanya satu pendekatan saja. Hal itu tercermin dari hasil putusan yang memikirkan keseimbangan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban. Selain itu, Hakim turut memperhatikan dengan seksama dan penuh kehati-hatian dalam menggambil putusan, tidak hanya dengan dasar intuisi, melainkan juga dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan juga wawasan 111
13 keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang perlu diputuskan. B. Konstruksi Pertanggungjawaban Pidana Korpoasi Dalam Tindak Pidana Korupsi Pemidanaan dimulai dari adanya kesalahan, karena dimulai dari hal itu maka muncullah pertanggungjawaban. Dalam dua putusan yang penulis jadikan sebagai bahan kajian dalam tesis ini, Majelis Hakim berdasarkan fakta-fakta persidangan, mampu menemukan kesalahan yang dilakukan pelaku pembuat kesalahan (baik korporasi dalam Kasus Perkara No. 812/Pid.Sus/2010/PN.Bjm, dan pribadi Kasus Perkara No. 131/Pid.Sus/2013/PN.Tipikor.Smg). Kesalahan tersebut terformulasikan dalam bentuk perbuatan melawan hukum. Fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan, membukatikan bahwa benar adanya penyimpanganpenyimpangan yang dilakukan PT GJW, dengan cara melanggar isi perjanjian yang telah disepakati dan perbuatan-perbuatan lain yang 112
14 merugikan pihak Pemerintah Kota Banjarmasin. Sedangkan dalam kasus Semarang, Imam Sudjono selaku direktur PT SAB, menggunakan PT tersebut untuk mengambil keuntungan dari kerjaa sama yang dijalin dari pihak-pihak di instansi pemerintah maupun swasta. Kesalahan yang dilakukan menuntut pertanggungjawaban. Berbeda dengan Perkara No. 812/Pid.Sus/2010/PN.Bjm yang meminta pertanggungjawaban Korporasinya, dalam Kasus Perkara No. 131/Pid.Sus/2013/PN.Tipikor.Smg, majelis hakim meminta pertanggungjawaban dari direkturnya saja, sedangkan Korporasinya tidak. Sesuai dengan fakta-fakta persidangan, hakim mampu melihat dengan jeli bahwa dalam kasus di Banjarmasin, korporasi turut bertanggungjawab terhadap kasus tersebut, sedangkan dalam kasus di Semarang, hanya direkturnya saja yang dikenakan, hal itu karena korporasinya sendiri sudah lama tidak aktif (fiktif). Berikut adalah unsur-unsur yang diperlukan untuk menjerat pertanggungjawaban pidana korporasi menurut Sutan Remy. 113
15 a. Tindak pidana tersebut dilakukan oleh STEVANUS WIDAGDO bin SURAJI SASTRODIWIRYO Direktur Utama PT. GJW, bertindak mewakili PT. GJW (sebagai directing mind dari korporasi). b. Tindak pidana yang dilakukan oleh STEVANUS WIDAGDO bin SURAJI SASTRODIWIRYO Direktur Utama PT. GJW, sesuai dengan maksud dan tujuan korporasi. c. Tindak pidana dilakukan STEVANUS WIDAGDO bin SURAJI SASTRODIWIRYO Direktur Utama PT. GJW, bertindak dalam rangka tugasnya dalam korporasi. d. Apa yang dilakukan oleh STEVANUS WIDAGDO bin SURAJI SASTRODIWIRYO Direktur Utama PT. GJW, dengan maksud memberikan manfaat bagi PT GJW. e. STEVANUS WIDAGDO bin SURAJI SASTRODIWIRYO Direktur Utama PT. GJW, tidak memiliki alasan pembenar atau alasan pemaaf untuk dibebaskan dari pertanggungjawaban pidana. 114
16 f. Terpenuhinya unsur perbuatan dan unsur kesalahan dalam tindakan yang dilakukan oleh STEVANUS WIDAGDO bin SURAJI SASTRODIWIRYO Direktur Utama PT. GJW. Seperti telah disinggung oleh Sutan, bahwa apabila salah satu unsur atau syarat tidak terpenuhi, maka manusia dianggap pelaku yang dapat dituntut dan dijatuhi pidana, sedangkan korporasinya bebas. Berdasarkan hal itu, pada Kasus Perkara No. 131/Pid.Sus/2013/PN.Tipikor.Smg yang hanya dikenakan kepada Direksinya, dapat dipahami karena ada unsur yang tidak terpenuhi, yakni apa yang dilakukan oleh A. IMAM SUDJONO Direktur PT. Sabda Amarta Bumi, tidak memberikan manfaat bagi korporasi, melainkan untuk memperkaya diri sendiri, salah satunya untuk membeli 55 persil tanah di daerah Kabupaten Rembang. Mengenai keabsahan secara hukum dari PT SAB yang pada kenyataannya: (1) PT SAB adalah perusahaan yang tidak terdaftar sebagai badan hukum pada Kemenkumham RI; (2) PT SAB juga 115
17 tidak melakukan kewajiban pajak setiap tahunnya, dan (3) PT SAB selama tiga tahun terakhir tidak pernah diaudit akuntan publik, maka penulis berpendapat bahwa dengan melihat definisi korporasi dalam UU Tipikor yang menyatakan bahwa, Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum, menunjukan bahwa korporasi juga dikenakan kepada badan yang tidak berhukum, maka pertanyaan mengenai masalah keabsahan secara hukum PT SAB menjadi gugur. 116
BAB III PEMBAHASAN ASPEK PERTIMBANGAN HAKIM
BAB III PEMBAHASAN ASPEK PERTIMBANGAN HAKIM Ada 2 kasus yang digunakan sebagai bahan dalam penulisan tesis ini, yakni: Putusan Kasus Perkara No. 812/Pid.Sus/2010/PN.Bjm dan Putusan Kasus Perkara No. 131/Pid.Sus/2013/PN.Tipikor.Smg.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi merupakan proses semakin terbukanya kemungkinan interaksi ekonomi, politik, sosial, dan ideologi antar manusia sebagai individu maupun kelompok,
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D
TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D 101 07 638 ABSTRAK Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat terlihat dengan adanya pembangunan pada sektor ekonomi seperti
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. 1 Pertumbuhan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak
Lebih terperinciPEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PERUMUSAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGELOMPOKKAN : (1) Perumusan delik dari Pembuat Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Lebih terperinciKADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH.
KADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH www.siwalima.com Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Maluku Tenggara Barat (MTB), Holmes Matruty dan Pejabat Pelaksana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Di Indonesia, tindak pidana ko. masyarakat dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan masalah serius yang dapat membahayakan stabilitas keamanan negara, masyarakat, serta merugikan keuangan negara. Di Indonesia,
Lebih terperinciPidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta
Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. Latar Belakang Saat ini, kewenangan untuk merumuskan peraturan perundang undangan, dimiliki
Lebih terperinciPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI. (Studi Kasus 04/Pid.Sus/2011/PT.Bjm)
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Kasus 04/Pid.Sus/2011/PT.Bjm) Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Oleh : Aldo Filosofi 1310012111142
Lebih terperinciMEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI
MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik Negara berbentuk Persero (selanjutnya disebut BUMN Persero) sering terjadi. Perkara
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Perbuatan-perbuatan yang berpotensi sebagai tindak pidana Korupsi
142 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan dalam tesis ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Perbuatan-perbuatan yang berpotensi sebagai tindak pidana Korupsi
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI
20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. akhir penulisan hukum ini penulis akan menyampaikan simpulan dan saran.
digilib.uns.ac.id BAB IV PENUTUP Setelah melakukan analisa terhadap permasalahan yang diteliti, maka pada akhir penulisan hukum ini penulis akan menyampaikan simpulan dan saran. Dalam simpulan dan saran
Lebih terperinciMEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi
MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI Penyusun Desain Sampul & Tata Letak Isi MPRCons Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan alat transportasi mengalami perkembangan, terutama penggunaan kendaraan roda dua dan roda empat. Hal ini mengakibatkan kepadatan lalu lintas, kemacetan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang mempunyai akibat buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan saja merugikan keuangan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]
UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
Lebih terperinci2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp
TAMBAHAN BERITA NEGARA RI MA. Uang Pengganti. Tipikor. Pidana Tambahan. PENJELASAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA
Lebih terperinciMANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.
MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN www.kompasiana.com Mantan Kepala Divisi Konstruksi VII PT Adhi Karya Wilayah Bali, NTB, NTT, dan Maluku, Imam Wijaya Santosa, kembali mendapat pengurangan
Lebih terperinciMEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi
MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI Penyusun Desain Sampul & Tata Letak Isi MPRCons Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut. Oleh sebab itu, dapat dimengerti bahwa dalam Bahasa Indonesia, istilah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara sebagai badan hukum publik dapat melakukan perbuatan hukum dengan tujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia sebagai konsekuensi
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT INTERNAL TIMUS KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM
Lebih terperinciBAB II IDENTIFIKASI DATA
BAB II IDENTIFIKASI DATA 2.1. Definisi Buku Saku Secara umun buku adalah kumpulan kertas tercetak dan terjilid berisi informasi yang dapat dijadikan salah satu sumber dalam proses belajar dan membelajarkan.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur
Lebih terperinciInstrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Korupsi
Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Korupsi Oleh Suhadibroto Pendahuluan 1. Salah satu unsur dalam tindak pidana korupsi ialah adanya kerugian keuangan Negara. Terhadap kerugian
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi
13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi a. Peranan korporasi menjadi penting dalam tindak pidana karena sebagai akibat dari perubahan yang terjadi dalam
Lebih terperinciKasus Korupsi PD PAL
Kasus Korupsi PD PAL banjarmasinpost.co.id Mantan Direktur Utama Perusahaan Daerah Pengelolaan Air Limbah (PD PAL) Banjarmasin yang diduga terlibat dalam perkara korupsi i pengadaan dan pemasangan jaringan
Lebih terperinciRESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006
RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006 I. PEMOHON/KUASA Ir Dawud Djatmiko II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Lebih terperinciMakalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN
Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kasus Korupsi sering kali berhubungan erat dengan tindak pidana pencucian uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1492, 2014 KEJAKSAAN AGUNG. Pidana. Penanganan. Korporasi. Subjek Hukum. Pedoman. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-028/A/JA/10/2014 TENTANG PEDOMAN
Lebih terperinciBAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI. penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa
BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Simpulan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan penjelasan mengenai penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
Lebih terperinciPENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016
PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016 Syapri Chan, S.H., M.Hum. Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Medan E-mail : syapri.lawyer@gmail.com Abstrak Korporasi
Lebih terperinciKERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI
KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI M. Afif Hasbullah Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Darul Ulum Lamongan Jl. Airlangga 3 Sukodadi Lamongan ABSTRAK Metode pendekatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim adalah aparat penegak hukum yang paling dominan dalam melaksanakan penegakan hukum. Hakimlah yang pada akhirnya menentukan putusan terhadap suatu perkara disandarkan
Lebih terperinciBAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dilakukan penulis adalah terhadap penerapan prinsip pertanggungjawaban pidana korporasi
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dilakukan penulis adalah terhadap penerapan prinsip pertanggungjawaban pidana korporasi sebagai pelaku tindak pidana korupsi (Studi Putusan
Lebih terperinciP U T U S A N NOMOR : 222/PID/2013/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
P U T U S A N NOMOR : 222/PID/2013/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam tingkat banding, telah menjatuhkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Petikan Putusan Nomor 1361 K/Pid.Sus/2012 Berdasarkan pemeriksaan perkara pidana khusus dalam tingkat kasasi Mahkamah Agung telah memutuskan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu
Lebih terperinciBAB IV. A. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh dalam Putusan No. 131/Pid.B/2013/PN.MBO tentang Tindak Pidana Pembakaran Lahan.
BAB IV ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM PENGADILAN NEGERI MEULABOH DALAM PUTUSAN No. 131/Pid.B/2013/PN.MBO TENTANG TINDAK PIDANA PEMBAKARAN LAHAN PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM A. Pertimbangan Hakim Pengadilan
Lebih terperinciBAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak
BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Tidak pidana korupsi di Indonesia saat ini menjadi kejahatan
Lebih terperinciPerkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa
Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa balinewsnetwork.com Mantan Bupati Jembrana, I Gede Winasa membantah tudingan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut dirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membawa pengaruh yang besar dalam setiap tindakan manusia. Persaingan di dalam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era seperti sekarang ini, kasus kecurangan laporan keuangan yang dilakukan oleh berbagai pihak tidak pernah ada habisnya. Perkembangan dunia telah membawa pengaruh
Lebih terperinciASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI
ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI Disampaikan dalam kegiatan Peningkatan Wawasan Sistem Manajemen Mutu Konsruksi (Angkatan 2) Hotel Yasmin - Karawaci Tangerang 25 27 April 2016 PENDAHULUAN
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan I. PEMOHON Rama Ade Prasetya. II. OBJEK PERMOHONAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini adalah masalah di bidang hukum, khususnya masalah kejahatan. Hal ini merupakan fenomena kehidupan masyarakat
Lebih terperinciBADAN HUKUM Overview ade saptomo
BADAN HUKUM Overview ade saptomo I. Pengertian Umum 1. Badan Hukum diartikan sebagai organisasi, perkumpulan atau paguyuban lainnya yang legalitas pendiriannya dengan akta otentik dan oleh hukum diperlakukan
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D
TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D 101 08 100 ABSTRAK Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh beberapa
Lebih terperinciBab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu
Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu Pasal 242 (1) Barang siapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan
Lebih terperinciBAB IV. Pasal 46 UU No.23 tahun 1997 dinyatakan bila badan hukum terbukti melakukan tindak
BAB IV ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBAKARAN HUTAN PADA PENGADILAN TINGGI PEKANBARU NOMOR 235/PID.SUS/2012/PTR Tindak Pidana dan Tanggung Jawab Korporasi di Bidang
Lebih terperinciSTUDI KASUS TINDAK PIDANA TERKAIT JABATAN NOTARIS ROMLI ATMASASMITA 1
STUDI KASUS TINDAK PIDANA TERKAIT JABATAN NOTARIS ROMLI ATMASASMITA 1 PENGANTAR Kasus tindak pidana yang dituduhkan dan kemudian didakwakan kepada seseorang dalam jabatan notaris telah banyak terjadi di
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari berbagai kalangan, bukan saja dalam skala nasional, tetapi juga regional bahkan global, hal
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR
51 BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR A. Analisis Terhadap Sanksi Aborsi yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah Umur di Pengadilan Negeri Gresik Dalam
Lebih terperincib. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan
Lebih terperinciRESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU
RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU Disusun Oleh : SIVA ZAMRUTIN NISA, S. H NIM : 12211037 PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]
UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,
Lebih terperinciBAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Adapun dakwaan kumulatif penuntut umum atas tindak pidana korupsi yang dilakukan Irjen Pol. Djoko Susilo, S.H.,
Lebih terperinciDirektori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Direktori Putusan Maia P U T U S A N Nomor 58 PK/Pid.Sus/2016 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara pidana khusus pada pemeriksaan Peninjauan Kembali
Lebih terperinciBAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pembuktian Dakwaan Berbentuk Subsidaritas Dengan Sistem Alternatif Dalam Pemeriksaan Perkara Korupsi Bantuan Sosial Di Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Sebelum
Lebih terperinciBAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TERJADINYA KEGAGALAN PEKERJAAN KONSTRUKSI DAN KEGAGALAN BANGUNAN
BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TERJADINYA KEGAGALAN PEKERJAAN KONSTRUKSI DAN KEGAGALAN BANGUNAN 1. Tindak Pidana Jasa Konstruksi Tindak Pidana Jasa konstruksi merupakan salah satu problematika
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2018 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PEMILIK MANFAAT DARI KORPORASI DALAM RANGKA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN TINDAK
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan kekuasaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional
Lebih terperinciA. KESIMPULAN. Penggunaan instrumen..., Ronny Roy Hutasoit, FH UI, Universitas Indonesia
106 A. KESIMPULAN 1. UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah Bandar Lampung adalah menyelenggarakan pengelolaan keuangan dengan sebaik-baiknya sebagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan korupsi yang melanda negeri ini bagaikan sebuah penyakit yang tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh media
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciNOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XIV/2016 Frasa dapat merugikan keuangan negara dan Frasa atau orang lain atau suatu korporasi Sebagai Ketentuan Menjatuhkan Hukuman Pidana Bagi Tindak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan hukum dan penegakkan hukum yang sah. pembuatan aturan atau ketentuan dalam bentuk perundang-undangan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perlindungan hukum bagi masyarakat Indonesia merupakan kewajiban mutlak dari Bangsa Indonesia. Hal tersebut dikarenakan Negara Indonesia adalah Negara yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN
UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 2007/85, TLN 4740] 46. Ketentuan Pasal 36A diubah sehingga
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA Setelah menyampaikan pengantar di Bab I, berikut dalam Bab ini, penulis menyampaikan Kajian Pustaka. Semua data yang digunakan untuk penyusunan Bab ini berasal dari buku-buku hukum.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu unsur penegak hukum yang diberi tugas dan wewenang melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai Pasal 30 ayat 1(d)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahkluk sosial yang artinya manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sendiri. Setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda, dalam memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zaman sekarang korupsi sudah menjadi hal yang biasa untuk diperbincangkan. Korupsi bukan lagi menjadi suatu hal yang dianggap tabu untuk dilakukan bahkan tidak
Lebih terperinciOpini H ukum: Gugatan Ganti Kerugian dalam mekanisme Pengadilan Tipikor. Disiapkan oleh:
Opini H ukum: Gugatan Ganti Kerugian dalam mekanisme Pengadilan Tipikor Disiapkan oleh: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) 1. Apa itu Gugatan Ganti Kerugian? Tuntutan ganti kerugian sebagaimana
Lebih terperinciRINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas
RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-VIII/2010 tanggal 24 September 2010 atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban,
Lebih terperinciKajian yuridis terhadap putusan hakim dalam tindak pidana pencurian tanaman jenis anthurium (studi kasus di Pengadilan Negeri Karanganyar)
Kajian yuridis terhadap putusan hakim dalam tindak pidana pencurian tanaman jenis anthurium (studi kasus di Pengadilan Negeri Karanganyar) Disusun Oleh : Widyaningsih Sari Sandyahputri E 1105149 BAB I
Lebih terperinci2014, No c. bahwa dalam praktiknya, apabila pengadilan menjatuhkan pidana tambahan pembayaran uang pengganti, sekaligus ditetapkan juga maksimu
BERITA NEGARA No.2041, 2014 MA. Uang Pengganti. Tipikor. Pidana Tambahan. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. diajukan dalam tesis dapat disimpulkan sebagai berikut :
1 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan atas permasalahan yang diajukan dalam tesis dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Bahwa konsep Korporasi sebagai subyek tindak pidana telah dirumuskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana-mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap Negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan gejala Masyarakat yang dapat dijumpai dimana-mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap Negara dihadapkan pada masalah korupsi.
Lebih terperinciTERDAKWA KASUS KORUPSI DANA BANSOS DITUNTUT 4 TAHUN 6 BULAN PENJARA
TERDAKWA KASUS KORUPSI DANA BANSOS DITUNTUT 4 TAHUN 6 BULAN PENJARA tribunnews.com Bima Ilham Bastaman, satu dari tiga terdakwa dugaan kasus korupsi dana hibah bantuan sosial (Bansos) di Kota Batam, dituntut
Lebih terperinciV. PENUTUP. polri studi putusan No: 283/pid.B./2011/PN.MGL. Pertanggungjawaban atas
V. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini pada bab sebelumnya, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pertanggungjawaban pidana
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN DIRJEN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Tindak pidana itu berdiri sendiri, itu baru bermakna manakala terdapat pertanggungjawaban
Lebih terperinciP U T U S A N NOMOR : 405/PID/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
P U T U S A N NOMOR : 405/PID/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ----- PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dalam tingkat banding telah
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinci1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciLex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017
KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
Lebih terperinciSubbagian Hukum BPK Perwakilan Provinsi Bali
1 2 Sumber Berita : Dugaan Korupsi Pavingisasi Jalan Gajah Mada Tahap II, Dua Tersangka Dijebloskan Ke LP Kerobokan Catatan : Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan
Lebih terperinciKEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2 Abstrak Penelitian ini mengkaji mengenai kebijakan hukum pidana terutama kebijakan formulasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi kekacauan-kekacauan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi kekacauan-kekacauan, hal ini timbul sebagai akibat adanya perbedaan kebutuhan antara sesama anggota masyarakat. Sebelum
Lebih terperinci