BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Petikan Putusan Nomor 1361 K/Pid.Sus/2012 Berdasarkan pemeriksaan perkara pidana khusus dalam tingkat kasasi Mahkamah Agung telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara Terdakwa : H. Untung Sarono Wiyono Sukarno, SH. Bahwa terdakwa berada di luar tahanan dan pernah ditahan sejak tanggal 12 Juli 2011 sampai dengan tanggal 30 Maret 2012 ; Dalam hal ini berdasarkan petikan putusan diatas bahwa Mahkamah Agung telah membacakan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang Nomor 78/Pid.sus/2011/PN-TIPIKOR-Smg., tanggal 21 Maret 2012, membaca akta permohonan kasasi yang diajukan oleh Jaksa/ Penuntut Umum Nomor: 06/Kasasi/Akta.Pid.Sus/2012/PN.Tipikor.Smg., 76

2 Jo. Nomor : 78/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg., tanggal 29 Maret 2012 dan Membaca surat-surat yang bersangkutan Berdasarkan Putusan tersebut yaitu dengan memperhatikan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, Undang-Undang Nomor 14 Tahun, Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan. Bahwa dengan memperhatikan Pasal diatas maka Mahkamah agung mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : Jaksa/ Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Sregan tersebut dan membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang Nomor : 78/Pid.sus/2011/PN-TIPIKOR-Smg., tanggal 21 Maret

3 Dengan demikia Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa yaitu sebagai berikut: 1. Menyatakan bahwa Terdakwa H. Untung Sarono Wiyono Sukarno, Sh telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi secara bersama-sama ; 2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun dan denda sebesar Rp ,- (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan ; 3. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp ,- (sepuluh milyar lima ratus satu juta empat ratus empat puluh lima ribu tiga ratus lima puluh dua rupiah) dengan ketentuan apabila Terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam 78

4 waktu 1 (satu) bulan sejak putusan Pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dan dalam hal Terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka Terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 4 (empat) tahun ; 4. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa sebelum putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap akan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ; 2. Tuntutan Sanksi Uang Pengganti oleh JPU Berkaitan dengan uang pengganti kerugian negara dalam perkara korupsi dapat merujuk pada Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun Efi Laila Kholis. Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Korupsi.Jakarta: Solusi Publishing.Hlm

5 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu sebagai berikut: 2 1. perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang-barang yang menggantikan barang-barang tersebut; 2. pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi; 3. penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 tahun; 4. pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana. Ramelan mengungkapkan bahwa pembayaran uang pengganti dalam rangka penyelesaian keuangan Negara mengalami kendala, kendala tersebut yaitu Kasus korupsi dapat diungkapkan setelah berjalan dalam kurun waktu yang lama sehingga sulit untuk menelusuri uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari korupsi. 2. Dengan berbagai upaya pelaku korupsi telah menghabiskan uang hasil korupsi atau 2 Ermansjah Djaja. Memberantas Korupsi Bersama KPK. Jakarta:Sinar Grafika.2010.hlm Efi Laila Kholis. Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Korupsi.Jakarta: Solusi Publishing Op.cit. Hlm 15 80

6 mempergunakan / mengalihkan dalam bentuk lain termasuk mengatasnamakan nama orang lain yang sulit terjangkau hukum. 3. Dalam pembayaran pidana uang pengganti, si terpidana banyak yang tidak sanggup membayar. 4. Adanya pihak ketiga yang menggugat pemerintah atas barang bukti yang disita dalam rangka pemenuhan pembayaran uang pengganti. Berdasarkan Petikan Putusan Nomor 1361/K/Pid.Sus/2012, terpidana H.Untung Sarono Sukarno, SH di pidana membayar uang pengganti. Setelah Putusan mempunyai kekuatan hukum tetap maka JPU melakukan eksekusi. Pasal 18 ayat (2) yaitu jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan di lelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam Pasal 18 ayat (2) terdapat hambatan dalam pembayaran uang pengganti yaitu terdapat batas waktu dalam pembayaran uang pengganti yaitu paling lama 1 (satu) bulan. Jaksa Penuntut umum selaku eksekutor atau pelaksana 81

7 dari putusan pengadilan berdasarkan Pasal 270 KUHAP tidak memiliki kewenangan untuk memperpanjang batas waktu tersebut. 4 Dengan adanya batas waktu tersebut terpidana ternyata tidak melaksanakan pembayaran uang pengganti, maka Jaksa Penuntut Umum dapat menyita dan melelang harta benda terpidana. Penyitaan harta benda kepunyaan terdakwa atau terpidana tindak pidana korupsi dilakukan Jaksa Penuntut Umum tanpa harus meminta izin Ketua Pengadilan Negeri setempat. 5 Berdasarkan Pasal 18 ayat (2) harta benda terpidana H. Untung Sarono Wiyono Sukarno, SH tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti. Dalam hal ini bahwa berdasarkan alinea ke-8 penjelasan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 disebutkan: Selain itu, Undang-undang ini memuat juga pidana penjara bagi pelaku tindak pidana Korupsi yang 4 Ermansjah Djaja. Memberantas Korupsi Bersama KPK. Jakarta: sinar Grafika. Hlm Ermansjah Djaja. Ibid.Hlm

8 tidak dapat membayar pidana tambahan berupa uang pengganti kerugian negara. 6 Berdasarkan penjelasan diatas bahwa secara implisit berkaitan dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-undang 31 Tahun 1999 merupakan lanjutan dari ketentuan yang diatur dalam Pasal 18 ayat (2) Undangundang Nomor 31 tahun Dalam Pasal 18 ayat (3) bahwa apabila batas waktu 1 (satu) bulan sesudah keputusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap maka dipidana penjara yang tidak melebihi ancaman pidana pokok. Berdasarkan Pasal 18 ayat (3) bahwa terpidana H.Untung Sarono Wiyono Sukarno, SH setelah harta bendanya disita dan dilelang, ternyata harta bendanya masih belum mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana penjara. Dalam hal ini bahwa pidana penjara yang dijatuhkan kepada terpidana karena tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti. Dalam hal ini 6 Himpunan Peraturan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Jakarta: CV Eko Jaya.Hlm

9 bahwa pidana penjara tersebut tidak boleh melebihi ancaman maksimum pidana penjara dari ketentuan tentang tindak pidana korupsi yang telah dilakukan oleh terpidana. 7 Pembayaran uang pengganti selain diatur dalam Undang-undang Tipikor juga diatur dalam Surat Edaran Jaksa Agung yang mana telah dibahas dalam Bab II. Dalam hal ini bahwa terjadi delematika tersendiri dalam Surat Edaran Jaksa Agung tersebut. Surat Edaran Nomor 4 Tahun 1988 dikeluarkan berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 pada dasarnya tidak digunakan instrumen perdata untuk menggembalikan kerugian keuangan negara. Berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung tersebut bahwa eksekusi dalam pidana pembayaran uang pengganti yaitu apabila harta benda terpidana sudah 7 Ermansjah Djaja. Memberantas Korupsi Bersama KPK. Jakarta: sinar Grafika. Hlm

10 tidak mencukupi lagi, sisanya dapat ditagih oleh kejaksaan pada lain kesempatan. 8 Berdasarkan Penelitian yang diperoleh Penulis bahwa dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi mengungkapkan bahwa dalam Pasal 32, Pasal 33, dan Pasal 34 dan Pasal 38 C Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 dengan tegas menyatakan menngunakan instrumen perdata. 9 Berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, belum mampu mengupayakan pembayaran uang pengganti, maka dikeluarkan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor B- 020/A/J.A/04/2009 tentang tata cara penyelesaian denda dan uang pengganti dalam perkara tindak pidana korupsi. Berdasarkan Surat Edaran Agung Nomor B- 020/A/J.A/04/2009 dalam penyelesaian uang pengganti poin 1 (satu) tersebut menyebutkan bahwa pembayaran uang 8 Efi Laila Kholis. Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Korupsi.Jakarta: Solusi Publishing. Hlm Efi Laila Kholis.Ibid. Hlm

11 pengganti tidak bisa dialihkan ke datun dan tidak bisa diangsur. Dalam hal in terpidana H.Untung Sarono Wiyono Sukarno, SH tidak bisa membayar uang pengganti, maka pembayaran uang pengganti tidak bisa dialihkan ke datun atau tidak bisa di angsur. Penyelesaiaan uang pengganti poin 2 (dua) mengungkapkan bahwa apabila terpidana akan membayar uang pengganti sebelum hukuman pokok selesai dilaksanakan, maka dapat diterima selanjutnya berita acara pelaksanaan pidana penjara subsidair uang pengganti dibatalkan. Berdasarkan poin 2 tersebut perlu adanya peran serta JPU dalam melakukan pendekatan terhadap terpidana. Namun dalam Surat Edara jaksa Agung Nomor B- 020/A/J.A/04/2009 nomor 6 (enam) menyatakan bahwa dapat dilakukan gugatan perdata berdasarkan Pasal 1365 KUHP perdata. Meskipun mempunyai kelemahan yaitu jaksa pengacara negara dalam gugatan perdata memerlukan surat kuasa khusus, namun pihak yang dirugikan tidak 86

12 memberikan surat kuasa khusus. Oleh karena itu jaksa pengacara negara tidak dapat melakukan gugatan. Dengan demikian Jaksa Agung mengeluarkan Surat Edaran Nomor B-1113/F/Fd.1/05/2010, tanggal 18 mei 2010 juga mengungkapkan bahwa. 10 Penanganan perkara tindak pidana korupsi diprioritaskan pada pengungkapan perkara yang bersifat big fish (berskala besar, dilihat dari pelaku dan/ atau nilai kerugian keuangan negara) dan still going on (tindak pidana korupsi yang dilakukan terus menerus atau berkelanjutan), 11 agar dalam penegakan hukum mengedepankan rasa keadilan masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang dengan kesadarannya telah mengembalikan kerugian keuangan negara (restoratif justice), terutama terkait perkara tindak pidana korupsi yang nilai kerugian keuangan negara relatif kecil perlu dipertimbangkan untuk tidak ditindaklanjuti, kecuali yang bersifat still going on. 10 Kejaksaan Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI. Himpunan Tata Naskah dan Petunjuk Teknis Penyelesaiaan Perkara Tindak Pidana Khusus Hlm sesuai penjelasan Jaksa Agung RI saat RAKER dengan Komisi III DPR RI tanggal 5 Mei 2010 dan pengarahan Presiden RI pada pembukaan Rakor MAHKUMJAPOL di Istana Negara tanggal 4 Mei

13 B. Analisis 1. Kebijakan Formulasi Dalam Ketentuan Undangundang Tipikor Berdasarkan dari hasil penelitian di atas yaitu kebijakan hukum dalam pengembalian kerugian keuangan negara berupa pembayaran uang pengganti oleh terpidana korupsi, maka penulis mengemukakan analisis sebagai berikut: Tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam hal ini bahwa akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan negara dan perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan 12 Ermansjah Djaja. Memberantas Korupsi Bersama KPK. Jakarta: sinar Grafika. Hlm

14 kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efiensi tinggi. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, bahwa kerugian keuangan negara belum bisa maksimal dilakukan. Dalam hal ini bahwa pengembalian kerugian negara dapat dilakukan melalui dua instrumen hukum yaitu instrumen pidana dan instrumen perdata. 13 Pengembalian kerugian negara melalui instrumen hukum pidana dapat merujuk pada Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) Undang-undang Nomor 31 Tahun Berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 pengembalian kerugian keuangan negara diupayakan melalui pidana tambahan. Dalam pidana tambahan tersebut menyebutkan adanya pembayaran uang pengganti yaitu terdapat dalam Pasal 18 ayat (2) dan Pasal 18 ayat 13 Efi Laila Kholis. Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Korupsi.Jakarta: Solusi Publishing.Hlm

15 (3). Namun upaya tersebut belum mampu dalam mengupayakan pengembalian kerugian keuangan negara. Pengembalian kerugian keuangan negara melalui instrumen hukum perdata dapat merujuk pada Pasal 32 ayat (2), Pasal 33, Pasal 34 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 dan Pasal 38 C Undang-undang Nomor 20 tahun Dalam instrumen perdata tersebut jaksa melakukan gugatan perdata terhadap terpidana. Namun jaksa hanya bisa melakukan gugatan perdata tersebut yaitu berkenaan dengan: 1. putusan bebas 15 ; 2. tersangka meninggal dunia pada saat dilakukan penyidikan 16 ; 3. terdakwa meninggal dunia pada saat dilakuakan pemeriksaan di sidang pengadilan setelah putusan diketahui diduga dan patut diduga mempunyai harta benda. 18 Berdasarkan penjelasan di atas bahwa gugatan perdata hanya bisa dilakukan sesuai dengan ketentuan 14 Efi Laila Kholis. Ibid Lihat Pasal 32 ayat (2) Undang-undang nomor 31 Tahun Lihat Pasal 33 Undang-undang Nomor 31 Tahun Lihat Pasal 34 Undang-undang Nomor 31 Tahun Lihat Pasal 38 C Undang-undang Nomor 20 Tahun

16 diatas, selain ketentuan di atas gugatan perdata tidak bisa dilakukan. Oleh karena berdasarkan instrumen hukum pidana pengembalian kerugian keuangan negara berupa pembayaran uang pengangganti tidak bisa dilakukan secara maksimal. Berdasarkan hasil penelitian di Kejaksaan Negeri Sragen oleh Penulis antara lain: kasus korupsi terpidana H. Untung Sarono Wiyono Sukarno, SH. 19 Dalam hal ini berdasarkan Putusan Nomor1361 K/Pid.Sus/2012 menjatuhkan pidana terhadap H. Untung Sarono Wiyono Sukarno, SH dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun dan denda sebesar Rp ,- (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan. Hakim juga menjatuhkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp ,- (sepuluh milyar lima ratus satu juta empat ratus empat puluh lima ribu tiga ratus lima puluh dua rupiah) dan apabila terdakwa tidak 19 Penelitan di Kejaksaan Negeri Sragen 91

17 mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka Terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 4 (empat) tahun. Maka berdasarkan Pasal 18 ayat (2) bahwa jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Namun berdasarkan Putusan diatas bahwa terpidana tidak membayar uang pengganti. Dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tersebut mempunyai hambatan yaitu jaksa selaku eksekutor hanya mempunyai waktu 1 (satu) bulan dalam mengupayakan pembayaran uang pengganti. Dalam waktu yang terlalu singkat tersebut jaksa kesulitan dalam mencari harta benda terpidana mengingat bahwa jaksa tidak melakukan penyitaan diawal penyidikan. 92

18 Maka JPU harus memanggil terpidana (formulir D1) untuk menanyakan apakah terpidana bersedia membayar uang atau akan menjalani pidana penjara dengan membuat surat pernyataan (D2). Dalam Pasal 18 ayat (3) juga menjadi penghambat pengembalian kerugian keuangan negara. Berdasarkan Pasal tersebut bahwa terpidana dapat memilih yaitu menjalani pidana penjara atau membayar uang pengganti. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis bahwa dalam kasus H. Untung Sarono Wiyono Sukarno, SH memilih untuk menjalani pidana penjara dari pada membayar uang pengganti. Perlu diketahui bahwa pengembalian kerugian keuangan negara kurang sesuai dengan jiwa Undangundang Tipikor yaitu tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus 93

19 diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur. 20 Berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor B- 020/A/J.A/04/2009 tentang tata cara penyelesaian denda dan uang pengganti dalam perkara tindak pidana korupsi nomor 2 (dua) poin 1 (satu), bahwa pembayan uang pengganti tidak bisa diahkan ke DATUN dan tidak dapat diangsur. Dengan adanya surat edaran tersebut dapat dipahami bahwa apabila terpidana tidak mampu membayar secara otomatis terdakwa akan menjalani pidana penjara. Dalam hal ini diungkapkan juga dalam Surat Edara Jaksa Agung Nomor B-28/A/Ft.1/05/2009 tanggal 11 Mei untuk memberikan rasa keadilan kepada terpidana yang membayar uang pengganti tetapi hanya sebagian (tidak penuh) dari pidana dalam putusan, maka didalam amar tuntutan supaya ditambah klausul: apabila terdakwa/ terpidana membayar uang pengganti, maka jumlah uang pengganti yang dibayarkan tersebut akan diperhitungkan dengan lamanya pidana tambahan berupa 20 Ermansjah Djaja. Memberantas Korupsi Bersama KPK. Jakarta: sinar Grafika. Hlm

20 pidana penjara sebagai ganti dari kewajiban membayar uang pengganti. Namun dalam hal ini bahwa berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor 020/A/J.A/04/2009 tentang tata cara penyelesaian denda dan uang pengganti dalam perkara tindak pidana korupsi nomor 2 (dua) poin 2(dua), bahwa apabila terpidana akan membayar uang pengganti sebelum hukuman pokok selesai dilaksanakan, maka dapat diterima selanjutnya berita acara pelaksanaan pidana penjara subsidair uang pengganti dibatalkan. Maka berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung 020/A/J.A/04/2009 tentang tata cara penyelesaian denda dan uang pengganti dalam perkara tindak pidana korupsi lebih maju dari pada Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Namun dalam hal ini bahwa Surat Edara Jaksa Agung Nomor B-020/A/J.A/04/2009 tidak sesuai dengan nomor 6 yaitu apabila uang pengganti tidak dibayar, maka pihak yang dirugikan baik instansi Pemerintah, BUMN, BUMD maupun Badan Hukum lain yang mengelola keuangan 95

21 negara masih berhak untuk memiliki harta kekayaan dengan dasar Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang menyebutkan: tiap perbuatan yang melanggar hukum dan mengakibatkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut. Dalam pelaksanaannya dapat memberi Surat kuasa khusus kepada kejaksaan Selaku Jaksa pengacara negara. Dalam hal ini bahwa pada saat Jaksa penuntut Umum melakukan eksekusi pembayaran uang pengganti terhadap terpidana kasus H. Untung Sarono Wiyono Sukarno, SH, mengalami kendala. Kendala yang dialami Jaksa Penuntut, yaitu sebagai berikut Terpidana sudah tidak memiliki harta benda ketika eksekusi dilakukan oleh JPU; 2. Pada saat menyitaan harta benda yang belum diketahui keberadaannya (berdasarkan Pasal 18 ayat (2)), karena pada saat penyidikan tidak 21 Wawancara JPU kejaksaan Negeri Sragen 1 Januari

22 dilakukan pencarian aset dan penyitaan terhadap harta benda. 3. Apabila dilakukan gugatan perdata sesuai Surat Edara Jaksa Agung Nomor B- 020/A/J.A/04/2009, Jaksa pengacara negara kesulitan dalam memperoleh surat kuasa khusus dari pihak yang dirugikan. Namun dengan kendala diatas bahwa Jaksa melakukan pendekatan terhadap terpidana. Dalam hal ini bahwa setelah 6 (enam) tahun sebelum masa berakhirnya pidana pokok ternyata JPU menemukan aset terpidana. Dalam hal ini bahwa aset tersebut di duga hasil tindak pidana korupsi. Namun berdasarkan nomor 2 (dua) poin 2 (dua) dalam Surat Edaran Jaksa Agung Nomor B- 020/A/J.A/04/2009 bahwa Apabila terpidana akan membayar uang pengganti sebelum hukuman pokok selesai dilaksanakan, maka dapat diterima selanjutnya 97

23 berita acara pelaksanaan pidana penjara subsidair uang pengganti dibatalkan. Berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung Agung Nomor B-020/A/J.A/04/2009 nomor 6 (enam) dapat dilakukan gugatan perdata sesuai dengan Pasal 1365 KUHP Perdata. Maka dengan adanya Surat Edaran Jaksa Agung Nomor B-020/A/J.A/04/2009 tersebut mempunyai peluang adanya pengembalian kerugian keuangan negara oleh terpidana kasus korupsi. Namun dalam hal ini berdasarkan Pasal 18 ayat (1), Pasal (2), dan Pasal (3) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi dan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor B-020/A/J.A/04/2009 belum cukup dalam mengupayakan pengembalian kerugian keuangan negara. Berdasarkan penjelasan diatas Jaksa Penuntut Umum mengalami kendala. Dalam hal ini bahwa kendala yang dihadapi oleh penegak hukum yaitu sebagai berikut. 1. Terpidana sudah tidak memiliki harta bendanya. 98

24 2. Waktu yang diberikan Undang-undang tidak cukup dalam pencarian harta benda terpidana, mengingat penyitaan harta benda tidak dilakukan pada saat penyidikan. 3. Adanya pidana penjara apabila tidak bisa membayar uang pengganti, memberikan celah kepada terpidana untuk tidak membayar uang pengganti, sebagai salah satu upaya pengembalian kerugian keuangan negara. 4. Jaksa pengacara negara mengalami kesulitan memperoleh surat kuasa khusus dari pihak yang dirugikan untuk melakukan gugatan perdata. 2. Ide Dasar Pembaharuan Hukum Pidana Mengenai Kebijakan Hukum Dalam Sanksi Uang Pengganti Berdasarkan analisis diatas bahwa dengan adanya tahap formulasi maka pencegahan dan penanggulangan kejahatan bukan hanya tugas aparat penegak/ penerap 99

25 hukum, tetapi juga tugas aparat pembuat hukum. 22 Kesalahan / kelemahan kebijakan legislatif merupakan kesalahan strategis yang dapat menjadi penghambat upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan pada tahap aplikasi dan eksekusi. Pengembalian kerugian keuangan negara oleh terpidana kasus korupsi, yaitu dalam Pasal 18 Ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Surat edaran Jaksa Agung Nomor B- 020/J.A/04/2009 belum cukup dalam mengupayakan pengembalian kerugian keuangan negara berupa pembayaran uang pengganti. Berdasarkan Undang-undang Tipikor yaitu sebagai berikut: 1. Dalam Pasal 18 ayat (2) bahwa permasalahan yang dihadapi yaitu jaksa tidak mempunyai cukup waktu dalam pencarian harta benda terpidana, mengingat bahwa jaksa tidak melakukan penyitaan dalam penyidikan. 22 Barda nawawi Arief. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan. Hlm

26 2. Dalam Pasal 18 ayat (3) mengalami hambatan dalam pengembalian kerugian keuangan negara yaitu dalam Pasal ini memungkinkan terpidana tidak membayar uang pengganti melainkan menjalani pidana subsideir. Dalam Surat Edaran Jaksa Agung Nomor B- 020/A/J.A/2009 juga mengupayakan pengembalian kerugian keuangan negara, namum dalam pembayaran uang pengganti juga mempunyai hambatan tersendiri. Hambatan yang dihadapi dalam pembayaran uang tidak dapat di alihkan ke datun apabila lewat dari waktu yang di tentukan Undang-undang Tipikor. Namun dalam hal ini bahwa apabila terpidana akan membayar uang pengganti sebelum hukuman pokok selesai dilaksanakan, maka dapat diterima selanjutnya berita acara pelaksanaan pidana penjara subsidair uang pengganti dibatalkan 23. Berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor B- 020/A/J.A/04/2009 diatas bahwa perlu adanya kesadaran 23 Surat Edaran jaksa Agung. Hlm

27 terpidana dalam pengembalian kerugian keuangan negara dan perlu adanya peran serta Jaksa dalam pencarian aset. Surat Edaan jaksa agung Nomor B- 020/A/J.A/04/2009 diatas dalam penyelesaiaan uang pengganti poin 1 (satu) tidak sesui dengan nomor 6. Dalam hal ini bahwa berdasarkan Surat Edaan Jaksa Agung Nomor B-020/A/J.A/04/2009 yaitu dalam nomor) poin 1 (satu) pembayaran uang pengganti tidak bisa dialihkan ke DATUN dan tidak bisa diangsur. Sedangkan Surat Edaan Jaksa Agung Nomor B- 020/A/J.A//04/2009 yaitu dalam nomor 6 (enam) bahwa apabila uang pengganti tidak dibayar, maka pihak yang dirugikan baik instansi Pemerintah, BUMN, BUMD maupun Badan Hukum lain yang mengelola keuangan negara masih berhak untuk memiliki harta kekayaan dengan dasar Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang menyebutkan : tiap perbuatan yang melanggar hukum dan mengakibatkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan 102

28 orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut. Berdasarkan Surat Edaan Jaksa Agung Nomor B- 020/A/J.A/2009 yaitu dalam nomor 6 (enam) memberikan peluang baru dalam pengembalian kerugian keuangan negara berupa pembayaran uang pengganti yang timbul dari perbuatan korupsi. Namun dalam prakteknya mengalami kendala yaitu pihak yang dirugian baik instansi pemerintah, BUMN, BUMD jarang sekali memberikan surat kuasa khusus kepada kejaksaan selaku Jaksa Pengacara Negara yang mendasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata. Oleh karena itu jaksa jarang melakuakn gugatan perdata. Selain itu kendala yang dihapi yaitu dalam proses perdata membutuhkan biaya yang tidak sedikit mulai proses pendaftaran gugatan di Pengadilan Negeri sampai persidangan dan biasanya perkara perdata terus melalui upaya banding, kasasi sampai dengan peninjauan 103

29 kembali. 24 Setelah perkara inkracht pun untuk mengajukan permohonan eksekusi juga membutuhkan biaya. Dalam hal ini bahwa gugatan perdata yang bisa dilakukan sesui dengan Pasal 32 ayat (2), Pasal 33 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, Pasal 34 dan Pasal 38 C Undang-undang Nomor 20 Tahun selaindalam Pasal tersebut tidak bisa dilakukan gugatan perdata. Dalam Pasal 32 ayat (2) yaitu Putusan bebas dalam perkara tindak pidana korupsi tidak menghapuskan hak untuk menuntut kerugian terhadap keuangan negara. Dalam Pasal 33 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 yaitu apabila terpidana meninggal dunia pada saat dilakukan penyidikan, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara atau diserahkan kepada 24 Efi Laila Kholis.Ibid. Hlm Efi Laila Kholis.Ibid. Hlm

30 instansi yang dirugikan untuk dilakukan gugatan perdata terhadap ahli warisnya. Berdasarkan dalam Pasal 34 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 dalam hal terdakwa meninggal dunia pada saat dilakukan pemeriksaan di sidang pengadilan, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penuntut umum segera menyerahkan salinan berkas berita acara sidang tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara atau diserahkan kepada instansi yang dirugi kan untuk dilakukan gugatan perdata terhadap ahli warisnya. Berdasarkan Pasal 38 C Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 yaitu apabila setelah putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, diketahui masih terdapat harta benta milik terpidana yang diduga atau patut diduga juga berasal dari tindak pidana korupsi yang belum dikenakan perampasan untuk negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 B ayat (2), maka negara dapat 105

31 melakukan gugatan perdata terhadap terpidana dan/atau ahli warisnya. Dengan demikian pada tanggal 18 mei 2010 dikeluarkan lagi Surat Edara Jaksa Agung Nomor B- 1113/F/Fd.1/05/2010 tentang prioritas dan pencapaian dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi, yang justru menjadi tidak jelas dalam penanganan korupsi yaitu pengembalian kerugian keuangan negara. Dalam Surat edara tersebut mengungkapkan bahwa diutamakan korupsi yang nilai kerugian keuangan negara besar. Oleh karena itu pengembalian kerugian negara menjadi tidak jelas. Dalam ketidak jelasan tersebut terletak dalam kata nilai kerugian keuangan negara yang relatif kecil. Kata nilai kerugian keuangan negara yang relatif kecil tersebut menjelaskan tidak adanya batasan nilai yang pasti dalam kerugian keuangan negara yang di anggap besar. Bertolak dari kajian tersebut maka Surat Edaran jaksa Agung Nomor B-020/A/J.A/04/2009 mempunyai celah dalam pengembalian kerugian keuangan negara berupa 106

32 pembayaran uang pengganti. Berdasarkan analisis diatas bahwa perlu adanya terobosan dalam pengembalian kerugian keuangan negara sesuai dengan jiwa pemberantasan tindak pidana korupsi. Dengan demikian perlu adanya pembaharuan hukum pidana dalam pembayaran uang pengganti mengingat tidak sesuai dengan semangat dalam pengembalian kerugian negaran dan memiskinkan para koruptor. Mengingat bahwa menurut tokoh ulitarian, Jeremy bentham pemidanaan harus bersifat spesifik untuk tiap kejahatan, dan besarnya pidana tidak boleh melebihi jumlah yang diperlukan untuk mencegah dilukannya penyerangan-penyeragan tertentu. Pemidanaan hanya dibenarkan jika dapat mencegah terjadinya tindak pidana yang lebih besar. Berdasarkan teori keadilan sosial, pengembalian keuangan negara pada hakekatnya adalah kewajiban moral yang merupakan salah satu kebijakan untuk bertindak dalam rangka mencapai kepentingan umum. 107

33 Dengan demian perlu dilakukan pembaharuan yaitu dalam tahap pelaksanaan putusan pengadilan. Tahap ini merupakan tahap akhir dari tahap penuntutan pidana. Dalam tahap ini ditentukan tentang kepastian hukum. 26 Dalam hal ini bahwa keberhasilan proses pengadilan dari penyidikan sampai dengan putusan pengadilan menjadi tidak berarti jika putusan tersebut tidak dilaksanakan. Eksekusi uang pengganti sangat penting dalam upaya pengembalian kerugian keuangan negara. Berdasarkan penelitian diatas Surat Edaran jaksa Agung Nomor B-020/A/J.A/04/2009 mempunyai peluang dalam pengembalian kerugian keuangan negara. Bersarkan Surat Edaran jaksa Agung Nomor B- 020/A/J.A/04/2009 menjadi terobosan baru dalam pembaharuan hukum pidana korupsi. Oleh karena itu kerugian keuangan negara dapat dilaksanakan. 26 Efi Laila Kholis.Ibid. Hlm

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan exra ordinary crime 1, sehingga memerlukan. dengan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan exra ordinary crime 1, sehingga memerlukan. dengan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belang Masalah Tindak Pidana Korupsi saat ini dipandang sebagai kejahatan exra ordinary crime 1, sehingga memerlukan penanganan yang sangat luar biasa, karena itu penanganannya

Lebih terperinci

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang Pengganti Masalah penetapan sanksi pidana dan tindakan pada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Materi yang Diatur KUHAP RUU KUHAP Undang TPK Undang KPK Catatan Penyelidikan Pasal 1 angka 5, - Pasal 43 ayat (2), Komisi Dalam RUU KUHAP, Penyelidikan

Lebih terperinci

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN. MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN www.kompasiana.com Mantan Kepala Divisi Konstruksi VII PT Adhi Karya Wilayah Bali, NTB, NTT, dan Maluku, Imam Wijaya Santosa, kembali mendapat pengurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Di Indonesia, tindak pidana ko. masyarakat dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Di Indonesia, tindak pidana ko. masyarakat dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan masalah serius yang dapat membahayakan stabilitas keamanan negara, masyarakat, serta merugikan keuangan negara. Di Indonesia,

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung, yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara perdata dalam tingkat banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP KESIMPULAN. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana

BAB III PENUTUP KESIMPULAN. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana 43 BAB III PENUTUP KESIMPULAN Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, memberikan ancaman kepada

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN KESEIMBANGAN SANKSI PIDANA KURUNGAN SEBAGAI SANKSI PENGGANTI SANKSI PIDANA DENDA

BAB III HASIL PENELITIAN KESEIMBANGAN SANKSI PIDANA KURUNGAN SEBAGAI SANKSI PENGGANTI SANKSI PIDANA DENDA BAB III HASIL PENELITIAN KESEIMBANGAN SANKSI PIDANA KURUNGAN SEBAGAI SANKSI PENGGANTI SANKSI PIDANA DENDA A. URAIAN PUTUSAN 1. Kasus Tindak Pidana Korupsi RMJ Bayu Ghautama Catatan Amar M E N G A D I L

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat. disimpulkan sebagai berikut:

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat. disimpulkan sebagai berikut: BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Eksekusi putusan pengadilan tentang pembayaran uang pengganti dalam tindak

Lebih terperinci

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Tidak pidana korupsi di Indonesia saat ini menjadi kejahatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp TAMBAHAN BERITA NEGARA RI MA. Uang Pengganti. Tipikor. Pidana Tambahan. PENJELASAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA 16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013 LAMPIRAN PASAL-PASAL RUU KUHAP PELUMPUH KPK Pasal 3 Pasal 44 Bagian Kedua Penahanan Pasal 58 (1) Ruang lingkup berlakunya Undang-Undang ini adalah untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan

Lebih terperinci

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa balinewsnetwork.com Mantan Bupati Jembrana, I Gede Winasa membantah tudingan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang pengelolaannya diimplemantasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makumur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan yang sangat marak terjadi dalam birokrasi pemerintahan mempunyai dampak negatif dalam kehidupan sosial masyarakat, salah satunya tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015

Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015 SUATU KAJIAN TENTANG KERUGIAN KEUANGAN NEGARA SEBAGAI UNSUR TINDAK PIDANA KORUPSI (PASAL 2 DAN 3 UU NO. 31 TAHUN 1999) 1 Oleh : Rixy Fredo Soselisa 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang - Undang Dasar 1945 alinea ke- IV terkandung sejumlah tujuan negara yang dirumuskan oleh para pendiri negara Indonesia, diantaranya membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 menegaskan bahwa perekonomian nasional disusun berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,

Lebih terperinci

2014, No c. bahwa dalam praktiknya, apabila pengadilan menjatuhkan pidana tambahan pembayaran uang pengganti, sekaligus ditetapkan juga maksimu

2014, No c. bahwa dalam praktiknya, apabila pengadilan menjatuhkan pidana tambahan pembayaran uang pengganti, sekaligus ditetapkan juga maksimu BERITA NEGARA No.2041, 2014 MA. Uang Pengganti. Tipikor. Pidana Tambahan. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi hal yang hangat dan menarik untuk diperbincangkan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.293, 2014 POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Kasus Korupsi PD PAL

Kasus Korupsi PD PAL Kasus Korupsi PD PAL banjarmasinpost.co.id Mantan Direktur Utama Perusahaan Daerah Pengelolaan Air Limbah (PD PAL) Banjarmasin yang diduga terlibat dalam perkara korupsi i pengadaan dan pemasangan jaringan

Lebih terperinci

Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Korupsi

Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Korupsi Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Korupsi Oleh Suhadibroto Pendahuluan 1. Salah satu unsur dalam tindak pidana korupsi ialah adanya kerugian keuangan Negara. Terhadap kerugian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi persoalan yang hangat untuk dibicarakan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama sehubungan

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4.1 Kewenangan KPK Segala kewenangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara atau perekonomian negara yang akibatnya menghambat

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara atau perekonomian negara yang akibatnya menghambat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yang akibatnya menghambat pertumbuhan dan kelangsungan

Lebih terperinci

UANG PENGGANTI. (Sumber Gambar : tokolarismanis.files.wordpress.com)

UANG PENGGANTI. (Sumber Gambar : tokolarismanis.files.wordpress.com) UANG PENGGANTI (Sumber Gambar : tokolarismanis.files.wordpress.com) I. Latar Belakang Korupsi merupakan kata yang sudah tidak asing lagi ditelinga kita. Di negara kita Korupsi telah menjadi suatu hal yang

Lebih terperinci

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi

Lebih terperinci

2017, No kementerian/lembaga tanpa pernyataan dirampas, serta relevansi harga wajar benda sitaan Rp300,00 (tiga ratus rupiah) yang dapat dijual

2017, No kementerian/lembaga tanpa pernyataan dirampas, serta relevansi harga wajar benda sitaan Rp300,00 (tiga ratus rupiah) yang dapat dijual BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.751, 2017 KEJAKSAAN. Benda Sitaan atau Barang Rampasan Negara atau Sita Eksekusi. Pelelangan atau Penjualan Langsung. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan hukum dan penegakkan hukum yang sah. pembuatan aturan atau ketentuan dalam bentuk perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan hukum dan penegakkan hukum yang sah. pembuatan aturan atau ketentuan dalam bentuk perundang-undangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perlindungan hukum bagi masyarakat Indonesia merupakan kewajiban mutlak dari Bangsa Indonesia. Hal tersebut dikarenakan Negara Indonesia adalah Negara yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem dan mekanisme

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010 tanggal 13 Oktober 2010 atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH 1 PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * I. PENDAHULUAN Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH Hukum itu akal, tetapi juga pengalaman. Tetapi pengalaman yang diperkembangkan oleh akal, dan akal

Lebih terperinci

1. Beberapa rumusan pidana denda lebih rendah daripada UU Tipikor

1. Beberapa rumusan pidana denda lebih rendah daripada UU Tipikor Lampiran1: Catatan Kritis Terhadap RKUHP (edisi 2 Februari 2018) 1. Beberapa rumusan pidana denda lebih rendah daripada UU Tipikor Serupa dengan semangat penerapan pidana tambahan uang pengganti, pidana

Lebih terperinci

HAK MENUNTUT KERUGIAN KEUANGAN NEGARA SETELAH PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI 1 Oleh: Jekson Kasehung 2

HAK MENUNTUT KERUGIAN KEUANGAN NEGARA SETELAH PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI 1 Oleh: Jekson Kasehung 2 HAK MENUNTUT KERUGIAN KEUANGAN NEGARA SETELAH PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI 1 Oleh: Jekson Kasehung 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana hak negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN KEPANITERAAN PIDANA

STANDAR PELAYANAN KEPANITERAAN PIDANA STANDAR PELAYANAN KEPANITERAAN PIDANA 1. PELAYANAN PERSIDANGAN NO. JENIS PELAYANAN DASAR HUKUM 1. Penerimaan Pelimpahan Berkas. Pasal 137 KUHAP PERSYARATAN - Yang melimpahkan harus Jaksa Penuntut Umum

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil peneletian dan pembahasan yang telah diuraikan oleh penulis terhadap Putusan Mahakamah Agung Nomor: 1818 K/Pid.Sus/2014, maka diperoleh simpulan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB III PENELITIAN PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN (EKSEKUSI) YANG TELAH BERKEKUATAN HUKUM TETAP TERHADAP TINDAK PIDANA UMUM BERUPA PEMIDANAAN PENJARA

BAB III PENELITIAN PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN (EKSEKUSI) YANG TELAH BERKEKUATAN HUKUM TETAP TERHADAP TINDAK PIDANA UMUM BERUPA PEMIDANAAN PENJARA BAB III PENELITIAN PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN (EKSEKUSI) YANG TELAH BERKEKUATAN HUKUM TETAP TERHADAP TINDAK PIDANA UMUM BERUPA PEMIDANAAN PENJARA OLEH KEJAKSAAN A. Hasil Penelitian 1. Prosedur Jaksa

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Antonius Sujata, S.H., M.H., dkk, berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 29 Mei 2017

Kuasa Hukum Antonius Sujata, S.H., M.H., dkk, berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 29 Mei 2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 35/PUU-XV/2017 Nominal Transaksi Keuangan Mencurigakan, Kewajiban Pembuktian Tindak Pidana Asal, Penyitaan Kekayaan Diduga TPPU I. PEMOHON Anita Rahayu Kuasa Hukum Antonius

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.160, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA. Sistem Pengelolaan. Benda Sitaan, Barang Rampasan Negara, Ketatalaksanaan. PERATURAN BERSAMA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Menimbang : Mengingat : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA. Di Indonesia langkah- langkah pembentukan hukum positif untuk

BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA. Di Indonesia langkah- langkah pembentukan hukum positif untuk BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA A. Sejarah Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia langkah- langkah pembentukan hukum positif untuk menghadapi masalah korupsi telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Hukum Pidana Istilah kebijakan dalam tulisan ini diambil dari islilah policy (Inggris) atau politiek (Belanda). Bertolak dari kedua istilah asing ini, maka istilah

Lebih terperinci

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011 BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011 A. Prosedur tugas dan kewenangan Jaksa Kejaksaan R.I. adalah lembaga pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI Hakim Cepi Iskandar, pada Jumat 29 Oktober 2017 lalu menjatuhkan putusan yang mengabulkan permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Setya Novanto,

Lebih terperinci

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. menyimpulkan hal-hal sebagai berikut : Jaksa Agung Muda, peraturan perihal Jaksa Agung Muda Pengawasan

BAB III PENUTUP. menyimpulkan hal-hal sebagai berikut : Jaksa Agung Muda, peraturan perihal Jaksa Agung Muda Pengawasan BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, penulis dapat menyimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Pengawasan di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1492, 2014 KEJAKSAAN AGUNG. Pidana. Penanganan. Korporasi. Subjek Hukum. Pedoman. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-028/A/JA/10/2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n 2 000 Tentang Desain Industri DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi

BAB III PENUTUP. bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Umum Tindak pidana korupsi di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana terhadap kehidupan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 243, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4045) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 3.1 Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 3.1.1 Pemeriksaan oleh PPATK Pemeriksaan adalah proses identifikasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015 PEMBAYARAN UANG PENGGANTI TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM UU NOMOR 31 TAHUN 1999 JO UU NOMOR 20 TAHUN 2001 1 Oleh : Eclesia Sembel 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering,

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering, BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Pengertian Hukum Acara Pidana Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering, menurut Simons hukum acara pidana mengatur tentang bagaimana negara melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kasus Korupsi sering kali berhubungan erat dengan tindak pidana pencucian uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

Lebih terperinci

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga

Lebih terperinci

A. KESIMPULAN. Penggunaan instrumen..., Ronny Roy Hutasoit, FH UI, Universitas Indonesia

A. KESIMPULAN. Penggunaan instrumen..., Ronny Roy Hutasoit, FH UI, Universitas Indonesia 106 A. KESIMPULAN 1. UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH I. Pendahuluan. Misi yang diemban dalam rangka reformasi hukum adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara kesatuan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu lembaga negara yang ada di Indonesia adalah Badan Pemeriksa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu lembaga negara yang ada di Indonesia adalah Badan Pemeriksa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu lembaga negara yang ada di Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dasar hukumnya adalah Pasal 23E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang mendasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal tersebut bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

BAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan semua uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab terdahulu, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengaturan mengenai pembuktian terbalik/pembalikan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan telah diratifikasi

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA

HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA Ditha Wiradiputra Bahan Mengajar Mata Kuliah Hukum Persaingan Usaha Fakultas Hukum Universitas indonesia 2008 Agenda Pendahuluan Dasar Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN PERKARA PIDANA

STANDAR PELAYANAN PERKARA PIDANA STANDAR PELAYANAN PERKARA PIDANA Dasar: Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI No. 026/KMA/SK/II/2012 Tentang Standar Pelayanan Peradilan 1. PELAYANAN PERSIDANGAN a. Pengadilan menyediakan ruang tunggu khusus

Lebih terperinci

KADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH.

KADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH. KADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH www.siwalima.com Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Maluku Tenggara Barat (MTB), Holmes Matruty dan Pejabat Pelaksana

Lebih terperinci