BAB IV ANALISA DATA Umum. Komponen dan struktur Jalan rel yang telah dibangun dan sudah digunakan untuk

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISA DATA Umum. Komponen dan struktur Jalan rel yang telah dibangun dan sudah digunakan untuk"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISA DATA 4.1. Umum Komponen dan struktur Jalan rel yang telah dibangun dan sudah digunakan untuk lalu lintas kereta api baik itu kereta penumpang ataupun barang, dapat rusak akibat beban dan gerakan kereta api, serta pengaruh cuaca. Untuk menjaga kualitas dari jalan maka diperlukan pemeliharaan secara terus - menerus, baik dan tepat, komponen dan struktur jalan rel, apabila tidak dilaksanakan dengan baik dapat mengakibatkan perjalanan kereta api menjadi tidak arnan, tidak nyaman dan tidak lancar. Maka kegiatan sekarang berubah penekanannya, yaitu dari pekerjaan pembangunan jalan rel baru menuju ke pekerjaan pemeliharaan jalan rel. Pemeliharaan jaringan jalan rei lebih rumit dan kompleks, dibandingkan dengan pembangunan jalan rel, pekerjaan pemeliharaan jalan bukanlah pekerjaan yang mudah. Persoalannya menjadi lebih rumit pada saat adanya keterbatasan anggaran serta adanya beberapa kendala teknis, misalnya beban lalu lintas kereta api yang cenderung semakin besar, kondisi cuaca yang kurang mendukung, serta gangguan lalu lintas pada saat pelaksanaan pemeliharaan. IV-1

2 Tabel 4.1 Perbandingan kegiatan pembangunan dan pemeliharan Item Pembangunan Pemeliharan Pendekatan Proyek Proses pelaksanaan Waktu Relatif singkat/ Jangka pendek Berjalan terus/ Jangka panjang Lokasi Terbatas Tersebar Biaya per kilo meter Relatif tinggi Relatif rendah Kebutuhan ketrampilan Teknik, Pengelolaan proyek Teknik, Pengelolaan bisnis 4.2. Daya Angkut Lintas (passing Tonnage) Dalam menhitung daya angkut lintas, data utama yang dibutuhkan yaitu grafik perjalanan kereta api atau yang biasa disebut Gapeka. Jadwal perjalan kereta api didapat dari pembacaan Grafik Perjalan Kereta Api (Gapeka) yang disusun oleh Direktorat Operasional PT. Kereta Api Indonesia yang dimana disetujui oleh Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. Grafik perjalanan kereta api ialah satu kelengkapan dalam melaksanakan operasi kereta api, yang berisi tentang jadwal perjalanan kereta api. Jadwal perjalanan kereta api tersebut memuat jadwal berhenti yang sudah ditentukan sejak awal, baik itu berhenti untuk naik/turun penumpang di stasiun kereta api atau berhenti karena silangan atau disusul. Gapeka pada dasarrnya terdiri dari garis-garis vertical, garis horizontal dan garis miring. Garis horizontal menerangkan tentang IV-2

3 waktu dari pukul hingga pukul Garis vertikal menerangkan namanama stasiun ataupun baik itu berhenti untuk naik/turun penumpang di stasiun kereta api ataupun berhenti karena disusul atau persilangan.sedangkan garis miring arahnya daru kiri ke kanan menerangkan jadwal perjalanan kereta api. Gapeka pada dasarnya terdiri dari garis garis vertical, garis horizontal dan garis miring. a. Garis vertical melukiskan waktu dari pukul s/d pukul Pukul 00.00, 06.00, 12.00, dan dilukis dengan garis tebal sedangkan lainnya dilukis dengan garis tipis. b. Garis horizontal melukiskan nama nama semua stasiun dan perhentian secara berurutan yang ada pada lintas tersebut.misalnya pada kasus ini nama semua stasiun dan perhentian mulai dari stasiun Jakartakota s/d Cikampek c. Nama nama stasiun yang dicantumkan sebelah kiri gapeka ditulis penuh, sedang yang disebelah kanan ditulis singkatan nama stasiun tersebut. d. Stasiun stasiun penting dilukis dengan garis tebal, sedang stasiun lainnya dilukis dengan garis tipis. e. Perhentian, dilukis dengan garis putus putus. f. Nama stasiun yang dibawahnya dibubuhi garis tipis, berarti stasiun pemeriksa. Di stasiun tersebut pemimpin perjalanan kereta api ( ppka ) atau pengawas peron ( pap ) wajib memeriksa laporan kereta api (lapka) IV-3

4 dan laporan harian masinis ( lhm ), untuk kereta api yang berhenti di stasiun tersebut. g. Nama stasiun yang dibawahnya dibubuhi garis tebal, berarti di stasiun tersebut ada depo lokomotif. h. Nama stasiun yang dikurung berarti, di stasiun tersebut masinis dan kondektur pemimpin dibebaskan dari pertanggung jawaban pemeriksaan persilangan. i. Garis miring arahnya dari kiri ke kanan melukiskan jadwal perjalanan kereta api, yaitu kereta api biasa / regular dan kereta api fakultatif, yang memuat antara lain : Nomor kereta api Jam datang, jam berangkat atau langsung Persilangan dan penyusulan. Pada gapeka juga dimuat keterangan lain yang berguna dalam pengaturan perjalanan kereta api seperti : a. Saat mulai berlakunya gapeka. b. Lintas sepur kembar (bila ada). c. Lereng penentu dalam promil ( 0/00 ). Lereng penentu berbeda untuk jurusan udik dan hilir. Tingginya lereng menentukan : Jumlah pelayan rem yang diperlukan untuk melayani kereta api barang yang dilayani rem tangan. Makin tinggi lereng, makin banyak pelayan rem yang dibutuhkan. IV-4

5 Berat muatan maksimum yang dapat ditarik oleh suatu lokomotif pada lintas tersebut. d. Tinggi stasiun dari permukaan laut. e. Jari jari lengkung minimum dalam meter. Besarnya jari jari lengkung menentukan jenis lok yang boleh lewat di lintas tersebut. f. Puncak kecepatan yang diijinkan g. Jarak satu stasiun dengan stasiun berikutnya dalam meter. h. Letak km suatu stasiun i. Gambar emplasemen dari semua stasiun yang ada di lintas tersebut. Dari pembacaan grafik perjalan KA (Gapeka) sepanjang 24 jam maka didapat jadwal perjalan Kereta Api yang melintasi Jakarta Kota Manggarai, sebagai contoh pada salah satu jam sibuk yaitu WIB yang dituangkan pada tabel 4.2. Untuk keseluruhan jadwal perjalanan dapat dilihat pada lampiran. Tabel 4.2 Jadwal Perjalan KA sesuai Gapeka pada jam WIB No Jam (WIB) Nomor Kereta Arah Jenis Kereta Manggarai - Jakartakota KRL 1072 Jakartakota - Manggarai KRL 19 Manggarai - Jakartakota Jarak Jauh 10 Jakartakota - Manggarai Jarak Jauh 1074 Jakartakota - Manggarai KRL 1083 Manggarai - Jakartakota KRL 1326 Jakartakota - Manggarai KRL 1331 Manggarai - Jakartakota KRL 1076 Jakartakota - Manggarai KRL 1085 Manggarai - Jakartakota KRL IV-5

6 No Jam (WIB) Nomor Kereta Arah Jenis Kereta 1078 Jakartakota - Manggarai KRL 1328 Jakartakota - Manggarai KRL 1087 Manggarai - Jakartakota KRL 22 Jakartakota - Manggarai Jarak Jauh 1089 Manggarai - Jakartakota KRL 1080 Jakartakota - Manggarai KRL 1335 Manggarai - Jakartakota KRL 15 Manggarai - Jakartakota Jarak Jauh 1330 Jakartakota - Manggarai KRL 1091 Manggarai - Jakartakota KRL 1089 Manggarai - Jakartakota KRL 1337 Manggarai - Jakartakota KRL 52 Jakartakota - Manggarai Jarak Jauh 1332 Jakartakota - Manggarai KRL 1093 Manggarai - Jakartakota KRL 1339 Manggarai - Jakartakota KRL 1334 Jakartakota - Manggarai KRL Sumber : Grafik Perjalanan Kereta Api PT. KAI (Persero) Setelah didapatkan jumlah data perjalan Kereta Api yang melintasi Jakarta Kota Manggarai, maka tahap selanjutnya yaitu mengklasifikasikan tonase yang melintasi wilayah tersebut. Pengklasifikasian kereta berdasarkan Gapeka antara lain: Untuk kereta yang menggunakan penomoran 1 sampai 2 digit (misal: 8 atau 10) merupakan kereta Jarak jauh. Untuk kereta dengan yang menggunakan penomoran 3 digit (misal : 148) merupakan kereta barang. Dalam lintas Jakarta Kota Manggarai tidak terdapat kereta barang. Untuk kereta dengan yang menggunakan penomoran 4 digit (misal : 1219 atau 1258) merupakan kereta rangkaian listrik (KRL). Dalam penomoran suatu perjalan kereta api, semakin kecil bilangan penomoran tersebut maka semakin prioritas perjalanannya. Untuk lintas Jakarta Kota IV-6

7 Manggarai lebih didominasi oleh perjalan KRL. Berdasarkan tabel perjalan kereta maka kita dapat membuat beberapa tabel yaitu: 1. Klasfikasi Tonase Kereta Api, pada tabel Tonase Kereta Api harian, pada tabel Tonase Lokomotif Harian, pada tabel 4.5. Tabel 4.3 Klasifikasi Tonase Kereta Api No Jenis KA Gross Jumlah Berat KA Keterangan Ton Gerbong (Ton) 1 KRL Asumsi Berat rangkaian jika 2 Jarak Jauh (KRD) dimuati penumpang, total keseluruhan mencapai ± 40 Ton Sumber : Peraturan Dinas PT. Kereta Api Indonesia (Persero) No.10 Setelah didapat klasifikasi tonase Kereta Api, maka langkah selanjutnya yaitu menghitung Tonase Kereta Api harian. Dimana data dari total perjalanan KA yang melintasi berdasarkan Gapeka. Dalam 24 jam jumlah KRL yang melintas antara Jakarata Kota-Manggarai yaitu 339 perjalanan sedangkan untuk KA jarak jauh yaitu 65 perjalanan. Tabel 4.4 Tonase Kereta Api Harian No Jenis KA Berat KA (Ton) Jumlah Perjalanan Berat (Ton)/ Hari 1 KRL Jarak Jauh (KRD) Total Keterangan IV-7

8 Data tonase lokomotif harian diperlukan karena berbeda dari KRL, untuk KA jarak jauh menggunakan penggerak lokomotif tersendiri dan dengan berat yang berbeda dengan gerbongnya. Dalam kasus ini penulis mengambil sampel salah satu jenis lokomotif yang paling banyak digunakan oleh PT. KAI untuk KA Jarak Jauh. No Jenis Lokomotif Tabel 4.5 Tonase Lokomotif Harian Jumlah Perjalanan/ hari Berat (Ton) Berat (Ton)/ hari Keterangan 1 CC Diambil lokomotif yang paling banyak Total digunakan (CC 204) Untuk menghitung daya angkut lintas (Passing Tonnage) pada lintas Jakarta Kota - Manggarai, menggunakan cara perhitungan berdasarkan persamaan di bawah ini : T = 360 x S x TE TE = Tp + ( Kb x Tb) + (Kt x TI) dengan: T = kapasitas angkut Iintas (ton/hari) TE = tonase ekivalen (ton/hari) Tp = tonase penumpang dan kereta harian Tb = tonase barang dan gerbong harlan TI = tonase lokomotif harian S = koefisien yang besarnya tergantung pada kualitas lintas, yaitu : IV-8

9 S = 1,1 untuk lintas dengan kereta penumpang dengan kecepatan maksimum 120 km / jam. S = 1,0 untuk lintas tanpa kereta penumpang Kb = koefisien yang besarnya tergantung pada beban gandar, yaitu : Kb = 1,5 untuk beban gandar < 18 ton Kb = 1,3 untuk beban gandar > 18 ton Kt = koefisien yang besarnya ditentukan sebesar 1,4 TE = Tp + ( Kb x Tb) + (Kt x TI) TE = ( 1,5 x 0 ) + ( 1,4 x ) TE = TE = Ton/ 2 (double track) TE = Ton T = 360 x S x TE T = 360 x 1,1 x T = Ton Jadi, Passing Tonnage Jalan Kereta Api layang lintas Jakarta Kota - Manggarai adalah sebesar Ton/ tahun. Berdasarkan Peraturan Dinas No. 10 yang dikeluarkan oleh PT. Kereta Api Indonesia, untuk passing tonnage diatas 20 Juta Ton/ tahun ( > 20 Juta Ton/ tahun) dapat dikalsifikasikan ke dalam Jalan Kereta Api kelas I (satu). IV-9

10 4.3. Tegangan Pada Jalan Rel Perhitungan tegangan - tegangan pada komponen jalan rel pada Duri - Tangerang, dengan data sebagai berikut: Kelas jalan I dengan kecepatan rencana (Vrencana)= 120 km/jam dan beban gandar 18 ton serta rel R-54, transformasi beban roda yang dinamis ke statis ekivalen memakai persamaan TALBOT. Gaya vertikal adalah beban yang paling dominan dalam struktur jalan rel. Gaya vertikal menyebabkan terjadinya defleksi vertikal yang merupakan indikator terbaik untuk penentuan kualitas, kekuatan dan umur jalan rel. Secara global, besarnya gaya vertikal dipengaruhi oleh pembebanan oleh lokomotif, kereta maupun gerbong. a. Gaya Lokomotif (locomotive), Jenis lokomotif akan menentukan jumlah bogie dan gandar yang akan mempengaruhi berat beban gandar di atas rel yang dihasilkannya. b. Gaya Kereta (car, coach), Karakteristik beban kereta dipengaruhi oleh jumlah bogie dan gandar yang digunakan. Selain itu, faktor kenyamanan penumpang dan kecepatan (faktor dinamis) mempengaruhi beban yang dihasilkan. c. Gaya Gerbong (wagon), Prinsip pembebanan pada gerbong adalah sama dengan lokomotif dan kereta. Meskipun demikian, kapasitas muatan gerbong sebagai angkutan barang perlu diperhatikan dalam perencanaan beban. IV-10

11 Perhitungan gaya vertikal yang dihasilkan beban gandar oleh lokomotif, kereta dan gerbong merupakan beban statik, sedangkan pada kenyataannya, beban yang terjadi pada struktur jalan rel merupakan beban dinamis yang dipengaruhi oleh faktor aerodinamik (hambatan udara dan beban angin), kondisi geometrik dan kecepatan pergerakan rangkaian kereta api. Oleh karena itu, diperlukan transformasi gaya statik ke gaya dinamik untuk merencanakan beban yang lebih realistis. Persamaan TALBOT (1918) memberikan transformasi gaya berupa pengkali faktor dinamis sebagai berikut : Diketahui : - Jalan Rel kelas I - Kecepatan rencana (Vrencana) = 120 km/jam - Beban gandar = 18 ton = kg - Ps = 9000 kg (beban statik gandar dibagi 2, karena setiap gandar terdapat 2 komponen roda) - Tipe rel = R. 54 Pd = Ps 1+0,01, 5 Pd = ,01, 5 Pd = ,24 kg IV-11

12 Faktor reduksi/pengurangan (dumping factor, λ) λ = k = modulus elastisitas jalan rel =180 λ = dumping factor / characterisitc of the system Ix = momen inersia terhadap sumbu x x, = 2345 cm 4 E = modulus elastisitas rel = 2,1 x 106 kg/cm 2 P = Pd = beban vertikal (dinamis roda) y = jarak tepi bawah rel ke garis netral MI = 0,85 Mo akibat super posisi beberapa gandar λ = λ = 2,1 x λ = 0,010 Mo =! ".$ $, Mo =, = kg/cm IV-12

13 Tegangan terhadap komponen jalan rel σ = %&. ' σ =," (. $, (" σ = 1.084,603 kg/cm 2 Berdasarkan Tabel tegangan izin menurut JNR, untuk jalan rel kelas I dan menggunakan rel tipe R.54 adalah kg/cm 2 Dari hasil perhitungan tegangan terhadap komponen jalan rel, maka tegangan pada jalan kereta api layang lintas Jakarta Kota Manggarai yaitu sebesar 81,85% dari tegangan yang diijinkan sehingga masih di dalam batas aman Ketebalan Minimum Balas Tebal minimum balas yang diperlukan, menurut Schramm (1961) tergantung pada jarak bantalan, lebar bantalan dan sudut gesek internal bahan balas, seperti yang ditunjukkan dengan formula berikut : Zmin = )*+,- Ѳ dengan : Zmin = tebal minimum balas (m) S = jarak bantalan (m) B = lebar bantalan (m) IV-13

14 Ѳ = sudut gesek internal bahan balas ( 0 ) Perhitungan tebal minimum balas : 1. Pada bantalan kayu, dimensi (2000 x 220 x 130) mm Zmin =,*,,- " / Zmin = 0,19 m 19 cm 2. Pada bantalan baja dimensi (2000 x ( ) x 7) mm Zmin =,*,,- " / Zmin = 0,206 m 21 cm 3. Pada bantalan beton dimensi (2000 x ( ) x 220) mm Zmin =,*,,- " / Zmin = 0,1775 m 18 cm Jadi ketebalan balas sangat dipengaruhi oleh luas perletakan bantalan dan mutu material balas terhadap sudut penyebaran gaya gesemya. Sedangkan menurut standar jalan rel di Indonesia pada jalan rel kelas I tebal balas atas adalah 30 cm, untuk jenis bantalan beton. Karena untuk jalan kelas I harus sudah menggunakan jenis bantalan beton. Kondisi eksisting ketebalan balas pada lintas Jakarta Kota IV-14

15 Manggarai mempunyai ketebalan balas diatas 30 cm dalam kata lain sudah memenuhi standar. Jadi dengan dibuat standar ketebalan minimum balas 30 cm maka kinerja balas akan lebih maksimal dan penambahan / penggantian balas akan mempunyai tempo waktu yang cukup lama Analisis Perawatan Jalan Baja Berencana Berdasarkan perhitungan Passing Tonnage dan perhitungan tegangan pada jalan rel, lintas Jakarta Kota - Manggarai masuk dalam kategori kelas jalan I (Peraturan Dinas No.10) dengan tonase ekivalen sebesar ton/ tahun. Jalur layang lintas Jakarta Kota - Manggarai ini mempunyai panjang sepur ±7,800 km, dengan frekuensi lalu lintas kereta api listrik dalam sehari 404 KA/ hari baik itu KRL (Kereta Rangkaian Listrik) maupun kereta jarak jauh yang bertenaga Diesel. Batas jalan Layang KA Km Batas jalan Layang KA Km Jakarta Kota Jakayakarta Mangga Besar Sawah Besar Juanda Gambir Gondangdia Cikini manggarai Gambar 4.1 peta lokasi penelitian IV-15

16 16% 84% KRL KA Jarak Jauh Gambar 4.2 Persentase Perjalan Kereta Api Lintas Jakarta Kota - Manggarai Dengan sistem pemeliharaan jalan rel Perjana yang secara garis besar meliputi dua bidang, yaitu : 1. Bidang administrasi mengenai Rencana Perawatan Tahunan (RPT) yang mencakup perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. 2. Bidang teknis mengenai pelaksanaan pemeliharaan dilapangan. Untuk wilayah Jakarta Kota - Manggarai, yang merupakan bagian dari wilayah pemeliharaan Resort Jalan Rel Manggarai, untuk saat ini pemeliharaan sudah berjalan dengan baik, walaupun menghadapi kendala pada personil yang ada dan waktu pelaksanaan pekerjaan penggantian yang terbatas. Karena hanya mempunyai window time (waktu dimana keadaan track kosong) kurang lebih hanya 3 jam saja. Faktor - faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu pemeliharaan, sebagai berikut : IV-16

17 1. Metoda perawatan. 2. Persediaan suku cadang yang cukup. 3. Adanya alat kerja yang cukup. 4. Tenaga kerja (jumlah, kompetensi, motivasi) 5. Lingkungan yang kondusif. 6. Waktu pelaksanaan pekerjaan penggantian yang cukup. Dari ketiga faktor tersebut hanya tiga faktor yang terpenuhi dan yang tidak terpenuhi adalah persedian suku cadang yang cukup, tenaga kerja dari kebutuhan yang diperlukan serta window time yang kurang memenuhi. Sebenarnya saat ini sistem pemeliharaan jalan rel yang dipakai disetiap daerah adalah sistem Perjana yang dilaksanakan secara tidak lengkap / sebagian, karena berubahnya kondisi material dan keberadaan regu serta kebijakan, perusahaan yang sering berubah. Dalam perkembangannya akibat perubahan tersebut perlu adanya beberapa bagian yang harus disesuaikan dengan kondisi saat ini, terutama perihal administrasi mulai dari perencanaan jalan rel dan pendanaannya. Sehingga perjana merupakan metoda perawatan yang sangat pragmatis sesuai kondisi riil jalan rel yang akan dirawat hal ini bias dilihat dari adanya siklus perawatan sempurna dan mana yang perlu perawatan khusus sehingga metoda ini juga lebih ekonomis dipandang dari sudut biaya. Dengan strategi program pemeliharaan jalan kereta api, sebagai berikut: a. Aman, pemeliharaan jalan rel yang mengarah pada kondisi minimal, agar jalan rel dapat dilalui KA dengan kecepatan yang telah ditentukan. IV-17

18 b. Aman + Prioritas, pemeliharaan jalan rel yang mengarah pada kondisi minimal, agar jalan rel dapat dilalui KA dengan kecepatan yang telah ditentukan dan peningkatan pada lintas / koridor tertentu sesuai dengan kebutuhan perusahaan. c. Menyeluruh, pemeliharaan jalan rel yang mengarah pada pemeliharaan ideal untuk mempertahankan kondisi sesuai dengan desain / rencana awal. Analisi kerusakan material berdasarkan Perjana, Peraturan Dinas dan pengalaman di lapangan dijabarkan pada tabel 4.5 berikut. Tabel 4.6 Matriks Kategori Kerusakan dan Perbaikan Jalan Rel No Komponen yang Jenis kerusakan Penanganan/ Perbaikan dipelihara 1 Rel dan sambungan - Keausan mencapai batas max - Rel cacat atau bengkok - Defect berkarat berat - Retak pada plat penyambung - Aus pada sambungan rel 2 Bantalan - Lapuk, pecah, patah Dibagi dalam 3 golongan : Diganti atau dibuang bagian rusaknya dan disambung kembali dengan las menjaga kekencangan baut sambung, teliti keausan rel dan plat sambung Diganti dengan bantalan yang baru X (crash satu), xx (crash dua) dan xxx (crash tiga) IV-18

19 3 Alat penambat - Paku tirefon draftnya Diganti dengan yang baru habis, berkarat - Penambat elastis hilang elastisitasannya yang mengakibatkan longgar karena aus - Plat sambung aus berat, patah dan berkarat berat - Baut pada plat smabung patah dan berkarat - Clamp pada plat landas sudah berkarat dan aus berat 4 Balas - Balas kotor karena Diganti dengan yang baru bercampur tanah - Kecrotan pada balas - Balas telah hancur dan tidak sesuai dengan ukuran 2-6 cm - Balas yang kotor menyebabkan rumput mudah tumbuh IV-19

20 5 Wesel - Wesel tidak berfungsi dengan baik Periksa wesel untuk tindakan pemeliharaan dan perbaikan sesuai kebutuhan Jalan rel mengalami berbagai macam perubahan yang diakibatkan oleh adanya beban - beban yang bekerja padanya dan juga akibat beberapa fenomena alam yang merugikan, berkaitan dengan sifat - sifat fisik bahan. Bahwa dari data material jalan rel diketahui bahwa kerusakan yang terjadi cenderung pada daerah sambungan dan kelelahan material jalan rel (umur teknis materia). Maka perlu dibuat skala prioritas terhadap pemeliharaan material track yang ditentukan berdasar umur teknis material track tersebut dan siklus pemeliharaan yang ideal untuk mempertahankan kondisi minimal, agar jalan rel dapat dilalui kereta api dengan kecepatan yang telah ditentukan dan peningkatan pada lintas / koridor, terutama pada titik sambungan, sehingga perlu dilakukan evaluasi terhadap sambungan mulai dari pola sambungan dan konstruksi sambungan Analisis Strength Weakness Opportunity Threat (SWOT) Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Keempat faktor itulah yang membentuk akronim SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats. Analisis Strength Weakness Opportunity IV-20

21 Threat (SWOT) merupakan identifikasi faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi, berdasarkan logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity), dan secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman tantangan (threat). Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang ancaman dengan faktor internal kekuatan dan kelemahan. Pada tabel 4.6 menunjukkan matriks SWOT pada sistem pemeliharaan PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Berdasarkan tabel tersebut maka terdapat tiga kajian yaitu faktor internal, faktor ekstemal dan altematif strategi yang menghubungkan ke dua faktor tersebut. STRENGHT WEAKNESS SO ST WO WT OPPORTUNITY THREAT Gambar 4.3 Diagram Cartesius SWOT IV-21

22 Prioritas yang diprogramkan dalam pemeliharaan jalan rel : 1. Evaluasi metoda perawatan. 2. Peningkatan formasi sumber daya. 3. Pemeliharaan jalan rel yang mengarah pada kondisi minimal. faktor internal kekuatan dan kelemahan. Pada tabel 4.6 menunjukkan matriks SWOT pada sistem pemeliharaan PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Tabel 4.7 Matriks SWOT Faktor Eksternal Peluang (Opportunity) - Potensi untuk mengembangkan panduan mutu dan kualitas pemeliharaan jalan rel - Potensi besar untuk memperoleh dari pendapatan perusahaan Ancaman/ Tantangan (Threat) - Adanya tuntutan biaya yang tinggi untuk sumber daya, material dan alat kerja - Adanya tuntutan yang tinggi dari para pengguna terhadap kualitas pelayanan transportasi Kereta Api IV-22

23 Faktor Internal Kekuatan (Strenght) - Memiliki sumber penghasilan yang tetap untuk perusahaan - Mempunyai SDM yang memadai dan berkualitas - Kemudahan dalam melakukan koordinasi antara Pusat dan Daerah dalam proses pemeliharaan Kelemahan (Weakness) - Kategori sistem prioritas terlalu sederhana karena hanya berdasarkan tingkat kerusakan - Untuk kategori kerusakan yang sama belum dapat ditentukan prioritas yang harus dilakukan Strategi Strenght Opportunity (SO) - Mengembangkan sistem prioritas dengan mekanisme pembobotan untuk setiap item dan faktor yang mempengaruhi pemeliharaan jalan rel Strategi Weakness Opportunity (WO) - Mengembangkan sistem prioritas pemeliharaan yang lebih baik - Pengembangan sistem perjana dan pembandingan dengan metode perawatan yang diterapkan di negara lain Strategi Strenght Threat (ST) - Mengembangkan sistem kontrak dan penghargaan terhadap pekerja pemeliharaan rel berdasarkan kinerja - Melakukan studi banding dengan negara lain yang mempunyai kualitas perkeretaapian yang lebih baik mengenai sistem pemeliharaan jalan rel dan melakukan penerapan di Indonesia Strategy Weakness Threat (WT) - Menggunakan alat deteksi kerusakan yang lebih moderen, misalnya UFD (Ultrasonic Flaw Detector) sehingga kerusakan yang terjadi dapat diketahui dan ditanggulangi secara dini IV-23

24 - Window time yang didapat sangat terbatas - Meningkatkan intensitas pemeriksaan rutin harian dan berkala - Penerapan mekanisasi perawatan jalan rel, misalnya menggunakan MTT, mengingat window time yang terbatas 4.7. Analisis Track Quality Index (TQI) Nilai penyimpangan geometri jalan kereta api disebut Track Quality Index dan dapat diukur dengan menggunakan kereta ukur. Penyimpangan geometri yang melebihi batas toleransi akan mengurangi kenyamanan bahkan keamanan perjalanan kereta api. Agar dapat mempertahankan kondisi geometri yang baik atau penyimpangannya memenuhi toleransi, maka harus dilakukan perawatan terhadap komponen jalan kereta api. Data yang didapat dari hasil pengukuran Kereta Ukur sebagai berikut : TQI : Amat Baik TQI : Baik TQI : Sedang TQI : Jelek TQI : Sangat Jelek IV-24

25 Dari hasil kereta ukur yang dilakukan pada lintas Jakarta Kota - Manggarai dimana terdapat pada lampiran, maka didapat hasil sebagai acuan dalam perawatan geometri jalan kereta api. Tabel 4.8 Track Quality Index Jakarta Kota - Manggarai No ANTARA DARI KM KE KM PANJANG TOTAL TQI KETERANGAN 1 MRI-JAKK 9,855 9,800 46,2 16,9 Amat Baik 2 MRI-JAKK 9,800 9,708 92,2 30,5 Baik 3 MRI-JAKK 9,708 9,704 5,2 26,2 Baik 4 MRI-JAKK 9,704 9,692 12,2 42,2 Sedang 5 MRI-JAKK 9,692 9,686 6,2 29,5 Baik 6 MRI-JAKK 9,686 9,600 87,2 25,8 Baik 7 MRI-JAKK 9,600 9,554 46,2 45,3 Sedang 8 MRI-JAKK 9,554 9,541 13,2 18,4 Amat Baik 9 MRI-JAKK 9,541 9, ,2 27,7 Baik 10 MRI-JAKK 9,419 9,418 2,2 4,3 Amat Baik 11 MRI-JAKK 9,418 9,400 18,2 32,3 Baik 12 MRI-JAKK 9,400 9, ,2 26,9 Baik 13 MRI-JAKK 9,200 9, ,2 24,8 Baik 14 MRI-JAKK 9,000 9,000 34,2 18,6 Amat Baik 15 MRI-JAKK 9,000 8, ,2 19,5 Amat Baik 16 MRI-JAKK 8,800 8, ,2 18 Amat Baik 17 MRI-JAKK 8,600 8, ,2 12,8 Amat Baik 18 MRI-JAKK 8,400 8, ,2 13,4 Amat Baik 19 MRI-JAKK 8,200 8, ,2 14,2 Amat Baik 20 MRI-JAKK 8,000 7, ,2 15,9 Amat Baik 21 MRI-JAKK 7,800 7, ,2 16,2 Amat Baik 22 MRI-JAKK 7,600 7, ,2 14,7 Amat Baik 23 MRI-JAKK 7,400 7, ,2 15,9 Amat Baik 24 MRI-JAKK 7,200 7, ,2 15,2 Amat Baik 25 MRI-JAKK 7,000 6, ,2 23,1 Baik 26 MRI-JAKK 6,800 6, ,2 22,1 Baik 27 MRI-JAKK 6,600 6, ,2 15,1 Amat Baik 28 MRI-JAKK 6,400 6, ,2 16,2 Amat Baik 29 MRI-JAKK 6,200 6, ,2 18,9 Amat Baik 30 MRI-JAKK 6,000 5, ,2 22,2 Baik 31 MRI-JAKK 5,825 5,822 3,2 8,3 Amat Baik 32 MRI-JAKK 5,822 5,800 23,2 31 Baik 33 MRI-JAKK 5,800 5, ,2 30,8 Baik 34 MRI-JAKK 5,600 5, ,2 21,1 Baik 35 MRI-JAKK 5,400 5, ,2 25,2 Baik 36 MRI-JAKK 5,293 5,289 4,2 17,4 Amat Baik 37 MRI-JAKK 5,289 5,281 9,2 33,1 Baik IV-25

26 No ANTARA DARI KM KE KM PANJANG TOTAL TQI KETERANGAN 38 MRI-JAKK 5,281 5,278 4,2 9,2 Amat Baik 39 MRI-JAKK 5,278 5,200 78,2 25,2 Baik 40 MRI-JAKK 5,200 5, ,2 16,5 Amat Baik 41 MRI-JAKK 5,000 5,000 14,2 18,2 Amat Baik 42 MRI-JAKK 5,000 4, ,2 20,5 Baik 43 MRI-JAKK 4,800 4, ,2 19,5 Amat Baik 44 MRI-JAKK 4,600 4, ,2 16 Amat Baik 45 MRI-JAKK 4,400 4, ,2 15,4 Amat Baik 46 MRI-JAKK 4,200 4, ,2 17 Amat Baik 47 MRI-JAKK 4,000 3, ,2 19,4 Amat Baik 48 MRI-JAKK 3,800 3, ,2 18,3 Amat Baik 49 MRI-JAKK 3,600 3, ,2 13,9 Amat Baik 50 MRI-JAKK 3,400 3, ,2 12,6 Amat Baik 51 MRI-JAKK 3,200 3, ,2 13,4 Amat Baik 52 MRI-JAKK 3,000 2, ,2 14,8 Amat Baik 53 MRI-JAKK 2,800 2, ,2 15,3 Amat Baik 54 MRI-JAKK 2,600 2, ,2 14,3 Amat Baik 55 MRI-JAKK 2,400 2, ,2 14,2 Amat Baik 56 MRI-JAKK 2,200 2, ,2 16 Amat Baik 57 MRI-JAKK 2,000 1, ,2 15 Amat Baik 58 MRI-JAKK 1,800 1, ,2 15,8 Amat Baik 59 MRI-JAKK 1,600 1, ,2 14,9 Amat Baik 60 MRI-JAKK 1,400 1, ,2 18,7 Amat Baik 61 MRI-JAKK 1,200 1, ,2 21 Baik 62 MRI-JAKK 1,000 0, ,2 22,2 Baik 63 MRI-JAKK 0,800 0, ,2 25,8 Baik 64 MRI-JAKK 0,600 0, ,2 34,2 Baik 65 MRI-JAKK 0,469 0,468 2,2 10,4 Amat Baik 66 MRI-JAKK 0,468 0,458 10,2 50,8 Sedang 67 MRI-JAKK 0,458 0,400 57,2 36,6 Baik 68 MRI-JAKK 0,400 0,395 5,2 24 Baik 69 MRI-JAKK 0,395 0, ,2 31,5 Baik 70 MRI-JAKK 0,200 0,131 60,2 27,6 Baik 71 JAKK-MRI 0,136 0,200 55,2 30,200 Baik 72 JAKK-MRI 0,200 0, ,2 31,500 Baik 73 JAKK-MRI 0,400 0,457 57,2 41,200 Sedang 74 JAKK-MRI 0,457 0,460 4,2 18,900 Amat Baik 75 JAKK-MRI 0,460 0, ,2 28,400 Baik 76 JAKK-MRI 0,600 0, ,2 32,300 Baik 77 JAKK-MRI 0,800 1, ,2 40,300 Sedang 78 JAKK-MRI 1,000 1, ,2 19,800 Amat Baik 79 JAKK-MRI 1,200 1, ,2 22,200 Baik 80 JAKK-MRI 1,400 1, ,2 18,400 Amat Baik 81 JAKK-MRI 1,600 1, ,2 13,300 Amat Baik 82 JAKK-MRI 1,800 2, ,2 17,100 Amat Baik IV-26

27 No ANTARA DARI KM KE KM PANJANG TOTAL TQI KETERANGAN 83 JAKK-MRI 2,000 2, ,2 16,200 Amat Baik 84 JAKK-MRI 2,200 2, ,2 14,900 Amat Baik 85 JAKK-MRI 2,400 2, ,2 15,500 Amat Baik 86 JAKK-MRI 2,600 2, ,2 17,800 Amat Baik 87 JAKK-MRI 2,800 3, ,2 16,000 Amat Baik 88 JAKK-MRI 3,000 3, ,2 18,700 Amat Baik 89 JAKK-MRI 3,200 3, ,2 19,400 Amat Baik 90 JAKK-MRI 3,400 3, ,2 14,500 Amat Baik 91 JAKK-MRI 3,600 3, ,2 13,100 Amat Baik 92 JAKK-MRI 3,800 4, ,2 13,300 Amat Baik 93 JAKK-MRI 4,000 4, ,2 16,700 Amat Baik 94 JAKK-MRI 4,200 4, ,2 16,100 Amat Baik 95 JAKK-MRI 4,400 4, ,2 14,900 Amat Baik 96 JAKK-MRI 4,600 4, ,2 23,900 Baik 97 JAKK-MRI 4,800 5, ,2 14,800 Amat Baik 98 JAKK-MRI 5,000 5, ,2 21,900 Baik 99 JAKK-MRI 5,200 5,251 52,2 15,800 Amat Baik 100 JAKK-MRI 5,251 5,261 10,2 41,200 Sedang 101 JAKK-MRI 5,261 5,318 57,2 33,900 Baik 102 JAKK-MRI 5,318 5,334 17,2 26,200 Baik 103 JAKK-MRI 5,334 5,400 66,2 23,900 Baik 104 JAKK-MRI 5,400 5, ,2 21,800 Baik 105 JAKK-MRI 5,600 5, ,2 20,700 Baik 106 JAKK-MRI 5,778 5,782 4,2 13,200 Amat Baik 107 JAKK-MRI 5,782 5,794 12,2 31,200 Baik 108 JAKK-MRI 5,794 5,799 6,2 20,900 Baik 109 JAKK-MRI 5,799 5,854 55,2 33,100 Baik 110 JAKK-MRI 5,854 5,860 6,2 33,400 Baik 111 JAKK-MRI 5,860 6, ,2 22,700 Baik 112 JAKK-MRI 6,000 6, ,2 20,500 Baik 113 JAKK-MRI 6,200 6, ,2 23,000 Baik 114 JAKK-MRI 6,400 6, ,2 15,500 Amat Baik 115 JAKK-MRI 6,600 6, ,2 13,500 Amat Baik 116 JAKK-MRI 6,800 7, ,2 16,400 Amat Baik 117 JAKK-MRI 7,000 7, ,2 21,000 Baik 118 JAKK-MRI 7,200 7, ,2 18,600 Amat Baik 119 JAKK-MRI 7,400 7, ,2 18,100 Amat Baik 120 JAKK-MRI 7,600 7, ,2 18,400 Amat Baik 121 JAKK-MRI 7,800 8, ,2 17,300 Amat Baik 122 JAKK-MRI 8,000 8, ,2 13,900 Amat Baik 123 JAKK-MRI 8,200 8, ,2 13,100 Amat Baik 124 JAKK-MRI 8,400 8, ,2 11,700 Amat Baik 125 JAKK-MRI 8,600 8, ,2 12,000 Amat Baik 126 JAKK-MRI 8,800 9, ,2 13,000 Amat Baik IV-27

28 No ANTARA DARI KM KE KM PANJANG TOTAL TQI KETERANGAN 127 JAKK-MRI 9,000 9, ,2 13,200 Amat Baik 128 JAKK-MRI 9,200 9, ,2 20,900 Baik 129 JAKK-MRI 9,400 9, ,2 26,800 Baik 130 JAKK-MRI 9,532 9,535 3,2 4,200 Amat Baik 131 JAKK-MRI 9,535 9,564 30,2 22,400 Baik 132 JAKK-MRI 9,564 9,566 2,2 12,300 Amat Baik 133 JAKK-MRI 9,566 9,591 25,2 28,200 Baik 134 JAKK-MRI 9,591 9,600 9,2 27,500 Baik 135 JAKK-MRI 9,600 9,674 75,2 28,500 Baik 136 JAKK-MRI 9,674 9, ,2 22,800 Baik 137 JAKK-MRI 9,800 9, ,2 27,800 Baik TOTAL 19513,4 2867,800 RATA-RATA TQI 20,932 Baik Sumber : Resort Jalan Rel Manggarai Dari hasil analisis dan rata-rata Track Quality Index (TQI) lintas Jakarta Kota - Manggarai - Tangerang masuk dalam kategori Baik dari pengukuran kereta ukur diperoleh hasil bahwa kondisi geometri jalan rel pada lintas Jakarta Kota Manggarai terdiri dari 3 kategori yaitu: 1. Kategori Amat Baik Persentase Kategori Amat Baik = 2. Kategori Baik Persentase Kategori Baik = & " &:" ;4<=6=>01,60?: x100% = $, "(, x 100% = 65,43 % & "+0&:" ;4<=6=>01,60?: x 100% = ", "(, x 100% = 33,03 % IV-28

29 3. Kategori Sedang Persentase Kategori Sedang = = & ")4 01-" ;4<=6=>01,60?: x 100%, "(, x 100% = 1,54 % Keadaan track lintas Jakarta Kota Manggarai mayoritas (98,46 %) berada dalam kodisi amat baik dan baik, hanya sebagian kecil (1,54%) yang berada pada kondisi sedang. Berdasarkan hasil diatas tidak terdapat track dalam kondisi yang tidak baik/ jelek. Analisa pembahasan pada bab ini dituangkan dalam tabel 4.9 Tabel 4.9 Hasil analisa pembahasan Analisa Pembahasan Hasil/ nilai Keterangan Daya angkut lintas (Passing Tonnage) Ton/ tahun Masuk kategori jalan kereta api kelas I (satu) Tegangan pada jalan rel 1.084,603 kg/cm2 Dibawah tegangan izin maksimal yaitu kg/cm2 Ketebalan minimum balas Bantalan kayu = 19 cm Bantalan baja = 21 cm Bantalan beton = 18 cm Eksisting menggunakan bantalan beton dan diterapkan minimum balas 30 cm Track quality index (TQI) Amat baik = 65,43% Baik = 33,03% Sedang = 1,54% TQI rata rata adalah 20,932 (baik) IV-29

30 Dari hasil analisa maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Passing Tonnage Jalan Kereta Api layang lintas Jakarta Kota Manggarai adalah sebesar Ton/ tahun. Berdasarkan Peraturan Dinas No. 10 yang dikeluarkan oleh PT. Kereta Api Indonesia, untuk passing tonnage diatas 20 Juta Ton/ tahun ( > 20 Juta Ton/ tahun) dapat dikalsifikasikan ke dalam Jalan Kereta Api kelas I (satu). 2. Dari hasil perhitungan tegangan terhadap komponen jalan rel, tegangan pada jalan kereta api layang lintas Jakarta Kota Manggarai yaitu sebesar 1.084,603 kg/cm 2. Berdasarkan Tabel tegangan izin menurut Japanese National Railways (JNR), untuk jalan rel kelas I dan menggunakan rel tipe R.54 adalah kg/cm2, sehingga tegangan pada jalan rel yang terjadi yaitu 81,85% dari tegangan yang diijinkan maka masih di dalam batas aman. 3. Ketebalan balas pada lintas Jakarta Kota Manggarai mempunyai Safe Factor yang cukup, karena mempunyai ketebalan 30 cm. Karena menurut perhitungan ketebalan balas pada bantalan beton minimal 18 cm. 4. Berdasarkan hasil yang didapat dari kereta ukur, keadaan track lintas Jakarta Kota Manggarai mayoritas (98,46%) berada dalam kodisi amat baik dan baik, hanya sebagian kecil (1,54%) yang berada pada kondisi sedang. IV-30

BAB IV PEMBEBANAN PADA STRUKTUR JALAN REL

BAB IV PEMBEBANAN PADA STRUKTUR JALAN REL BAB IV PEMBEBANAN PADA STRUKTUR JALAN REL 1. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan mampu : 1. Mengetahui prinsip pembebanan yang bekerja pada struktur jalan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat 1. Kondisi Eksisting Stasiun Lahat Stasiun Lahat merupakan stasiun yang berada di Jl. Mayor Ruslan, Kelurahan Pasar Baru,

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API SURABAYA - KRIAN

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API SURABAYA - KRIAN JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (014) 1-5 1 PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API SURABAYA - KRIAN Aria Dwipa Sukmana, Budi Rahardjo Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN KONSTRUKSI BAGIAN ATAS JALAN REL DALAM KEGIATAN REVITALISASI JALUR KERETA API LUBUK ALUNG-KAYU TANAM (KM 39,699-KM 60,038)

ANALISIS KELAYAKAN KONSTRUKSI BAGIAN ATAS JALAN REL DALAM KEGIATAN REVITALISASI JALUR KERETA API LUBUK ALUNG-KAYU TANAM (KM 39,699-KM 60,038) ANALISIS KELAYAKAN KONSTRUKSI BAGIAN ATAS JALAN REL DALAM KEGIATAN REVITALISASI JALUR KERETA API LUBUK ALUNG-KAYU TANAM (KM 39,699-KM 60,038) Wilton Wahab 1 * dan Sicilia Afriyani 2 1 Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

KULIAH PRASARANA TRANSPORTASI PERTEMUAN KE-8 PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL

KULIAH PRASARANA TRANSPORTASI PERTEMUAN KE-8 PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL KULIAH PASAANA TANSPOTASI PETEMUAN KE-8 PEENCANAAN GEOMETIK JALAN EL 1. Standar Jalan el A. KETENTUAN UMUM Segala ketentuan yang berkaitan dengan jenis komponen jalan rel di dalam perencanaan geometrik

Lebih terperinci

KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA. Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Struktur Jalan Rel Struktur Atas Struktur Bawah Struktur jalan rel adalah struktur elastis dengan pola distribusi beban yang rumit

Lebih terperinci

Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Surabaya -Krian

Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Surabaya -Krian Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Surabaya - Krian DISUSUN OLEH ARIA DWIPA SUKMANA 3109100012 DOSEN PEMBIMBING BUDI RAHARDJO, ST, MT. JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API SURABAYA - KRIAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR KNKT

LAPORAN AKHIR KNKT KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI REPUBLIK INDONESIA LAPORAN AKHIR KNKT.17.03.01.02 LAPORAN INVESTIGASI KECELAKAAN PERKERETAAPIAN ANJLOK KA 1479A COMMUTER LINE DI KM 2 + 200/300 EMPLASEMEN ST. JATINEGARA

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA STA PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU

PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA STA PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA 104+000- STA 147+200 PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU Vicho Pebiandi 3106 100 052 Dosen Pembimbing Ir. Wahyu Herijanto,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. melalui tahapan tahapan kegiatan pelaksanaan pekerjaan berikut :

BAB III METODE PENELITIAN. melalui tahapan tahapan kegiatan pelaksanaan pekerjaan berikut : BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Langkah Kerja Metodologi yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini akan dipaparkan melalui tahapan tahapan kegiatan pelaksanaan pekerjaan berikut : MULAI DATA KONSTRUKSI

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO- PROBOLINGGO

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO- PROBOLINGGO PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO- PROBOLINGGO Oleh, RIFCHI SULISTIA ROSADI 3109100066 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Lebih terperinci

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 EVALUASI KOMPONEN JALAN REL BERDASARKAN PASSING TONNAGE DAN ANALISIS KEBUTUHAN PEMELIHARAAN TAHUNAN JALAN REL DENGAN ANALISA JO TAHUN 2011 (STUDI KASUS : JALAN REL LINTAS MEDAN TEBING TINGGI) TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

BAB I KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANAN NYA

BAB I KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANAN NYA BAB I KOMPONEN STRUKTUR JALAN DAN PEMBEBANAN NYA 1.1 STRUKTUR JALAN Struktur jalan rel adalah struktur elastis, dengan pola distribusi beban yang cukup rumit, sebagai gambaran adalah tegangan kontak antara

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Tata letak jalur stasiun terdiri atas jalan jalan rel yang tersusun sedemikian rupa sesuai dengan fungsinya. Penggambaran skema

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun Menurut (Utomo 2009), pada tata letak jalur stasiun (emplasemen) yang terdiri dari jalan jalan rel yang tersusun dari sedemikian

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL MODUL 3 : KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL MODUL 3 : KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 3 : KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan komponen struktur jalan rel dan kualitas rel yang baik berdasarkan standar yang berlaku di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sejalan dengan perkembangan teknologi automotif, metal, elektronik dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sejalan dengan perkembangan teknologi automotif, metal, elektronik dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Angkutan Kereta Api Transportasi darat mulai dikembangkan dengan teknologi penggerak (sarana) sederhana berupa roda, yang selanjutnya dihasilkan beberapa tipe dan ukuran. Sejalan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 69/1998, PRASARANA DAN SARANA KERETA API *35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI A. Struktur Jalur Kereta Api

BAB III LANDASAN TEORI A. Struktur Jalur Kereta Api BAB III LANDASAN TEORI A. Struktur Jalur Kereta Api Perencanaan jalan rel merupakan suatu konstruksi yang direncanakan sebagai prasarana atau infrastruktur perjalanan kereta api. Struktur jalan rel merupakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para

BAB III LANDASAN TEORI. Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Interaksi Sistem Kegiatan Dan Jaringan Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para perencana transportasi adalah sebagai berikut: 1. Memahami cara kerja

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung Perancangan tata letak jalur kereta api (KA) Stasiun Betung tidak lepas dari gambaran umum lokasi penelitian berdasaran

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Kondisi Stasiun Eksisting Dalam sebuah perancangan pengembangan stasiun kereta api harus terlebih dahulu mengetahui kondisi-kondisi stasiun

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Kondisi Stasiun Eksisting Stasiun Cicalengka merupakan stasiun yang berada pada lintas layanan Cicalengka-Nagreg-Lebakjero, terletak

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 43 TAHUN 2010

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 43 TAHUN 2010 MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 43 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR SPESIFIKASI TEKNIS GERBONG a. bahwa dalam Pasal 197 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. Modul 2 : GERAK DINAMIK JALAN REL PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. Modul 2 : GERAK DINAMIK JALAN REL PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL Modul 2 : GERAK DINAMIK JALAN REL OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan karakteristik pergerakan lokomotif Mahasiswa dapat menjelaskan keterkaitan gaya tarik lokomotif dengan kelandaian

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. MODUL 8 ketentuan umum jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. MODUL 8 ketentuan umum jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 8 ketentuan umum jalan rel OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan persyaratan umum dalam desain jalan rel Mahasiswa dapat menjelaskan beberapa pengertian kecepatan kereta api terkait

Lebih terperinci

KA Nomor Urut Kecelakaan:

KA Nomor Urut Kecelakaan: LAPORAN KECELAKAAN KERETA API ANJLOK KA BBR 21 (BABARANJANG) DI KM 194+899 PETAK JALAN ANTARA STASIUN MARTAPURA STASIUN WAYTUBA MARTAPURA, KAB OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN SENIN, 17 DESEMBER 2003

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR KNKT

LAPORAN AKHIR KNKT KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI REPUBLIK INDONESIA LAPORAN AKHIR KNKT.15.11.06.02 LAPORAN INVESTIGASI KECELAKAAN PERKERETAAPIAN ANJLOK KA 3025 DI KM 203+660 PETAK JALAN ANTARA ST. GILAS ST. SUNGAITUHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan jalur tepi di sepanjang jalan tol CAWANG CIBUBUR dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan jalur tepi di sepanjang jalan tol CAWANG CIBUBUR dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Khusus Pembangunan jalur dan stasiun Light Rail Transit akan dilaksanakan menggunakan jalur tepi di sepanjang jalan tol CAWANG CIBUBUR dengan jalur layang (Elevated) dengan

Lebih terperinci

KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM SAMPAI DENGAN KM ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA

KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM SAMPAI DENGAN KM ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM 109+635 SAMPAI DENGAN KM 116+871 ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA DOUBLE TRACK GEOMETRIC INVESTIGATION FROM KM 109+635 UNTIL KM 116+870 BETWEEN CIGANEA

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALUR LINTASAN KERETA API DENGAN WESEL TIPE R54 PADA EMPLASEMEN STASIUN ANTARA PASURUAN - JEMBER ( KM KM ) TUGAS AKHIR

PERENCANAAN JALUR LINTASAN KERETA API DENGAN WESEL TIPE R54 PADA EMPLASEMEN STASIUN ANTARA PASURUAN - JEMBER ( KM KM ) TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALUR LINTASAN KERETA API DENGAN WESEL TIPE R54 PADA EMPLASEMEN STASIUN ANTARA PASURUAN - JEMBER ( KM 62+976 KM 197+285 ) TUGAS AKHIR Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana (S-1) pada Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA 4.1. TINJAUAN UMUM Pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang dewasa ini cukup tinggi menyebabkan mobilitas massa meningkat, sehingga kebutuhan pergerakannya pun meningkat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.855, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Biaya. Prasarana. Perkeretaapian. Milik Negara. Biaya. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 62 TAHUN

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO-PROBOLINGGO

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO-PROBOLINGGO JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No. 1, (013) ISSN: 337-3539 (301-971 Print) 1 PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO-PROBOLINGGO Rifchi Sulistia Rosadi, Anak Agung Gde Kartika Jurusan Teknik

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK. 516/KA. 604/DRJD/2002 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK. 516/KA. 604/DRJD/2002 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK. 516/KA. 604/DRJD/2002 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN BANTALAN BETON MONOBLOK DENGAN PROSES PRETENSION DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Menimbang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No 60 Tahun 2012 tentang persyaratan teknis jalur kereta api, persyaratan tata letak, tata

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API I. UMUM Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi yang memiliki

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang: a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Dalam merancang tata letak jalur kereta api di stasiun harus disesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi di lapangan,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analaisis Tata Letak Jalur pada Stasiun Muara Enim

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analaisis Tata Letak Jalur pada Stasiun Muara Enim BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analaisis Tata Letak Jalur pada Stasiun Muara Enim 1. Kondisi Eksisting Stasiun Muara Enim Stasiun Muara Enim merupakan stasiun yang berada di Kecamatan Muara Enim, Kabupaten

Lebih terperinci

D E P A R T E M E N P E R H U B U N G A N Komite Nasional Keselamatan Transportasi

D E P A R T E M E N P E R H U B U N G A N Komite Nasional Keselamatan Transportasi D E P A R T E M E N P E R H U B U N G A N Komite Nasional Keselamatan Transportasi Gedung Karya Lt.7 Departemen Perhubungan - Jl. Medan Merdeka Barat No. 8 JKT 10110 INDONESIA Phone:(021) 3517606, (021)

Lebih terperinci

DESAIN GEOMETRIK, STRUKTUR BESERTA PERKIRAAN BIAYA PERENCANAAN JALAN REL SEBAGAI ALTERNATIF TRANSPORTASI ANGKUTAN TAMBANG PASIR DI KABUPATEN LUMAJANG

DESAIN GEOMETRIK, STRUKTUR BESERTA PERKIRAAN BIAYA PERENCANAAN JALAN REL SEBAGAI ALTERNATIF TRANSPORTASI ANGKUTAN TAMBANG PASIR DI KABUPATEN LUMAJANG JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (01) 1-6 1 DESAIN GEOMETRIK, STRUKTUR BESERTA PERKIRAAN BIAYA PERENCANAAN JALAN REL SEBAGAI ALTERNATIF TRANSPORTASI ANGKUTAN TAMBANG PASIR DI KABUPATEN LUMAJANG Dodik

Lebih terperinci

TUGAS PERENCANAAN JALAN REL

TUGAS PERENCANAAN JALAN REL TUGAS PERENCANAAN JALAN REL Pebriani Safitri 21010113120049 Ridho Fauzan Aziz 210101131200050 Niken Suci Untari 21010113120104 Aryo Bimantoro 21010113120115 BAB I Pendahuluan Latar Belakang Maksud Tujuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Selaras dengan visi perkeretaapian Indonesia sebagaimana tertuang dalam blue print pembangunan transportasi perkeretaapian adalah 1 : mewujudkan terselenggaranya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 38 BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Umum Pada tahap kegiatan desain teknis ini, akan dilakukan analisis dan perhitungan lanjut yang lebih komprehensif dan mendalam yang ditujukan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan 1. Analisis kapasitas lintas Dari hasil analisis Grafik perjalanan kereta api (Gapeka) 2015 didapatkan kesimpulan mengenai persentase jenis kereta api pada jalur Rewulu-Wojo.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 22 TAHUN 2003 TENTANG PENGOPERASIAN KERETA API. MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 22 TAHUN 2003 TENTANG PENGOPERASIAN KERETA API. MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 22 TAHUN 2003 TENTANG PENGOPERASIAN KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1998 tentang Lalu Lintas dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN i ii iii iv vii xiii xiv xvii xviii BAB

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR KNKT

LAPORAN AKHIR KNKT LAPORAN AKHIR KNKT 10 05 04 02 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN HASIL INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API ANJLOK KA 620A KRL EKONOMI KM 9 + 600/700 EMPLASEMEN STASIUN MANGGARAI, JAKARTA KOMITE

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAH ULU AN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAH ULU AN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki cakupan wilayah sangat luas, yang terdiri dari daerah daratan dan lautan. Indonesia terletak pada 6 o Lintang Selatan - 11

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Kajian Pola Operasi 1. Jenis dan Kegiatan Stasiun Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 33 Tahun 2011 tentang Jenis, Kelas, dan Kegiatan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Tata letak jalur stasiun atau emplasemen adalah konfigurasi jalur untuk suatu tujuan tertentu, yaitu menyusun kereta atau gerbong

Lebih terperinci

KNKT/KA.04.02/

KNKT/KA.04.02/ KNKT/KA.04.02/04.01.010 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API ANJLOK PLB 8476 PARAHYANGAN KM 113+4/7 PETAK JALAN ANTARA STASIUN CIGANEA SUKATANI PURWAKARTA,

Lebih terperinci

KINERJA OPERASI KERETA BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA

KINERJA OPERASI KERETA BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA KINERJA OPERASI KERETA BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA Dewi Rosyani NRP: 0821049 Pembimbing: Dr. Budi Hartanto S., Ir., M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 44 TAHUN 2010 STANDAR SPESIFIKASI TEKNIS PERALATAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA a. bahwa dalam Pasal 197 Peraturan

Lebih terperinci

BAB X PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL

BAB X PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL BAB X PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL 1. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan mampu : 1. Mengetahui kriteria yang perlu diperhatikan untuk merencanakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis dan Kegiatan Stasiun Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 33 Tahun 2011 tentang Jenis, Kelas dan Kegiatan di Stasiun Kereta Api dalam bab 2 Jenis dan Kegiatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API. melakukan penelitian berdasarkan pemikiran:

BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API. melakukan penelitian berdasarkan pemikiran: BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API 3.1. Kerangka Berpikir Dalam melakukan penelitian dalam rangka penyusunan tugas akhir, penulis melakukan penelitian berdasarkan pemikiran: LATAR

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL MODUL 6 WESEL DAN PERSILANGAN PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL MODUL 6 WESEL DAN PERSILANGAN PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 6 WESEL DAN PERSILANGAN OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi dan jenis wesel yang umum digunakan di Indonesia Mahasiswa dapat menjelaskan standar pembuatan bagan wesel dengan

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. MODUL 11 : Stasiun dan operasional KA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. MODUL 11 : Stasiun dan operasional KA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 11 : Stasiun dan operasional KA OUTLINE : a) Terminal KA stasiun b) Sistem pengoperasian dan pengamanan perjalanan KA c) Pengenalana Rambu/Semboyan pada kereta api d) Grafik Perjalanan

Lebih terperinci

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN JENIS DAN TARIF ATAS JENIS

Lebih terperinci

REL. Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

REL. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. REL Nursyamsu Hidayat, Ph.D. 1 Rel Rel pada jalan rel mempunyai fungsi sebagai pijakan menggelindingnya roda kereta api dan untuk meneruskan beban dan roda kereta api kepada bantalan Rel berguna untuk

Lebih terperinci

MESIN PEMINDAH BAHAN

MESIN PEMINDAH BAHAN MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN DAN ANALISA PERHITUNGAN BEBAN ANGKAT MAKSIMUM PADA VARIASI JARAK LENGAN TOWER CRANE KAPASITAS ANGKAT 3,2 TON TINGGI ANGKAT 40 METER DAN RADIUS LENGAN 70 METER SKRIPSI Skripsi

Lebih terperinci

BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Seiring dengan visi perkeretaapian Indonesia sebagaimana tertuang dalam blue print pembangunan transportasi perkeretaapian adalah 1 : mewujudkan terselenggaranya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Berdasarkan Peraturan Menteri No. 33 Tahun 2011 tentang Jenis, Kelas dan Kegiatan di Stasiun Kereta Api, menjelaskan bahwa jalur

Lebih terperinci

DATA INVESTIGASI KECELAKAAN PERKERETAAPIAN TAHUN

DATA INVESTIGASI KECELAKAAN PERKERETAAPIAN TAHUN MEDIA RELEASE KNKT 2016 DATA INVESTIGASI KECELAKAAN PERKERETAAPIAN TAHUN 2010 2016 (Database KNKT, 31 Oktober 2016) Oleh: Ketua Sub Komite Investigasi Kecelakaan Perkeretaapian Jakarta, 30 November 2016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak abad ke 18 kereta api sudah digunakan untuk mengangkut berbagai jenis barang. Perkembangan paling pesat terjadi pada saat Revolusi Industri abad ke 19. Kereta

Lebih terperinci

Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. 1 Mengikat rel, sehingga lebar sepur terjaga Meneruskan beban dari rel ke lapisan balas Menumpu batang rel agar tidak melengkung ke bawah saat dilewati rangkaian KA 2 Kayu Beton

Lebih terperinci

MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR

MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR Telah disebutkan bahwa pada jalan rel perpindahan jalur dilakukan melalui peralatan khusus yang dikenal sebagai wesel. Apabila dua jalan rel yang terletak pada satu bidang saling

Lebih terperinci

Perencanaan Lengkung Horizontal Jalan Rel Kandangan-Rantau Provinsi Kalimantan Selatan

Perencanaan Lengkung Horizontal Jalan Rel Kandangan-Rantau Provinsi Kalimantan Selatan Rekaracana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Januari 2016 Perencanaan Lengkung Horizontal Jalan Rel Kandangan-Rantau Provinsi Kalimantan Selatan NURMAN NUGRAHA 1,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM. 35 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA DAN STANDAR PEMBUATAN GRAFIK PERJALANAN KERETA API

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM. 35 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA DAN STANDAR PEMBUATAN GRAFIK PERJALANAN KERETA API PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM. 35 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA DAN STANDAR PEMBUATAN GRAFIK PERJALANAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 110 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 110 TAHUN 2017 TENTANG MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 110 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA DAN STANDAR PEMBUATAN GRAFIK PERJALANAN KERETA API, PERJALANAN KERETA API

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi jalan raya terjadi banyak kerusakan, polusi udara dan pemborosan bahan

BAB I PENDAHULUAN. kondisi jalan raya terjadi banyak kerusakan, polusi udara dan pemborosan bahan BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah suatu sistem yang menggerakkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lainnya, menggunakan kendaraan, kereta api, pesawat

Lebih terperinci

RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MINISTER FOR TRANSPORTATION REPUBLIC OF INDONESIA STANDAR, TAT A CARA PENGUJIAN DAN SERTIFIKASI KELAIKAN GERBONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA a. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. angkutan kereta api batubara meliputi sistem muat (loading system) di lokasi

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. angkutan kereta api batubara meliputi sistem muat (loading system) di lokasi BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian Obyek penelitian berupa rencana sistem angkutan kereta api khusus batubara yang menghubungkan antara lokasi tambang di Tanjung Enim Sumatra

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALUR KERETA API ANTARA STASIUN DUKU DENGAN BANDARA INTERNASIONAL MINANG KABAU

PERENCANAAN JALUR KERETA API ANTARA STASIUN DUKU DENGAN BANDARA INTERNASIONAL MINANG KABAU PERENCANAAN JALUR KERETA API ANTARA STASIUN DUKU DENGAN BANDARA INTERNASIONAL MINANG KABAU Devi Cita Harminda,Hendri Warman, Lusi Utama. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Analisis Objek penelitian berupa rencana sistem angkutan kereta api khusus penumpang yang menghubungkan antara stasiun Tanjungkarang dengan stasiun Kertapati. Dengan

Lebih terperinci

WESEL (SWITCH) Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

WESEL (SWITCH) Nursyamsu Hidayat, Ph.D. WESEL (SWITCH) Nursyamsu Hidayat, Ph.D. 1 Fungsi Wesel Wesel merupakan pertemuan antara beberapa jalur (sepur), dapat berupa sepur yang bercabang atau persilangan antara 2 sepur. Fungsi wesel adalah untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Kereta api merupakan salah satu dari moda transportasi nasional yang ada sejak masa kolonial sampai dengan sekarang dan masa

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kajian Pola Operasi Jalur Kereta Api Ganda

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kajian Pola Operasi Jalur Kereta Api Ganda BAB III LANDASAN TEORI A. Kajian Pola Operasi Jalur Kereta Api Ganda Kajian pola operasi jalur kereta api ganda merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan jalur kereta api. Berdasarkan Peraturan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No. 1, (013) ISSN: 337-3539 (301-971 Print) 1 PERENCANAAN PENGAKTIFAN KEMBALI JALUR REL KERETA API LINTAS ALTERNATIF CIREBON-KADIPATEN STA 0+100-8+700 MENGGUNAKAN MODA TRANSPORTASI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.18, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Biaya. Perkeretaapian. Perhitungan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 67 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. MODUL 5 : Bantalan PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. MODUL 5 : Bantalan PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 5 : Bantalan OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi bantalan dalam konstruksi jalan rel Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan tipe bantalan serta penggunaan yang tepat sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat dapat dikatakan baik apabila transportasi tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat dapat dikatakan baik apabila transportasi tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Transportasi merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia. Transportasi memiliki hubungan yang erat dengan jangkauan dan lokasi kegiatan manusia, barang-barang,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. terdahulu, maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. terdahulu, maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian dan analisis yang telah dikemukakan pada bab-bab terdahulu, maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

ANJLOK KA 1404 KKW DI KM 201+2/3 PETAK JALAN ANTARA STASIUN WALIKUKUN KEDUNGGALAR JAWA TENGAH

ANJLOK KA 1404 KKW DI KM 201+2/3 PETAK JALAN ANTARA STASIUN WALIKUKUN KEDUNGGALAR JAWA TENGAH LAPORAN KECELAKAAN KERETA API ANJLOK KA 1404 KKW DI KM 201+2/3 PETAK JALAN ANTARA STASIUN WALIKUKUN KEDUNGGALAR JAWA TENGAH LAPORAN AKHIR Nomor Urut Kecelakaan: KA.03.17.07.07 Jenis Kecelakaan: Anjlok

Lebih terperinci

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng No. 380, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kereta Api. Jalur. Persyaratan Teknis. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 60 TAHUN 2012 TENTANG PERSYARATAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. mendekati kapasitas lintas maksimum untuk nilai headway tertentu. Pada

BAB III METODOLOGI. mendekati kapasitas lintas maksimum untuk nilai headway tertentu. Pada BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pendekatan Analisis Optimasi pada tujuan penelitian dilakukan dengan pendekatan sistem dimana pola operasi adalah optimum bila frekwensi perjalanan kereta api mendekati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.2. JENIS PEMBANGUNAN JALAN REL

BAB I PENDAHULUAN 1.2. JENIS PEMBANGUNAN JALAN REL BAB I PENDAHULUAN 1.1. PERENCANAAN JALAN REL Lintas kereta api direncanakan untuk melewatkan berbagai jumlah angkutan barang dan atau penumpang dalam suatu jangka waktu tertentu. Perencanaan konstruksi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM. 62 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM. 62 TAHUN 2013 TENTANG MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM. 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERHITUNGAN BIAYA PENGGUNAAN PRASARANA PERKERETAAPIAN MILIK NEGARA DENGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Rencana Jaringan Kereta Api di Pulau Sumatera Tahun 2030 (sumber: RIPNAS, Kemenhub, 2011)

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Rencana Jaringan Kereta Api di Pulau Sumatera Tahun 2030 (sumber: RIPNAS, Kemenhub, 2011) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNAS) 2030 telah direncanakan program jangka panjang pembangunan Trans Sumatera Railways yang membentang dari Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM MANAJEMEN PEMELIHARAAN JALAN REL DAERAH OPERASI 2 BANDUNG: STUDI KASUS DISTRIK 23C KIARACONDONG

KAJIAN SISTEM MANAJEMEN PEMELIHARAAN JALAN REL DAERAH OPERASI 2 BANDUNG: STUDI KASUS DISTRIK 23C KIARACONDONG KAJIAN SISTEM MANAJEMEN PEMELIHARAAN JALAN REL DAERAH OPERASI 2 BANDUNG: STUDI KASUS DISTRIK 23C KIARACONDONG Cahyo Adityadharma Alumni Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan

Lebih terperinci

PENGUJIAN BANTALAN BETON UNTUK TRACK JALAN KERETA API SEPUR 1435 MM MENGGUNAKAN STANDAR UJI AREMA

PENGUJIAN BANTALAN BETON UNTUK TRACK JALAN KERETA API SEPUR 1435 MM MENGGUNAKAN STANDAR UJI AREMA Pengujian Bantalan Beton untuk Track Jalan Kereta Api (Dwi Purwanto) PENGUJIAN BANTALAN BETON UNTUK TRACK JALAN KERETA API SEPUR 1435 MM MENGGUNAKAN STANDAR UJI AREMA Dwi Purwanto Abstract This paper discuss

Lebih terperinci

KNKT/KA /

KNKT/KA / KNKT/KA. 06.03/06.03.025 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API PATAH (COLLAPS) (EKS KD3 81203) RANGKAIAN KA 907 KM 13 + 853 EMPLASEMEN KEBAYORAN LAMA DAOP I

Lebih terperinci