BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Kondisi Stasiun Eksisting Dalam sebuah perancangan pengembangan stasiun kereta api harus terlebih dahulu mengetahui kondisi-kondisi stasiun eksisting, tata guna lahan, topografi lokasi stasiun yang berguna untuk mengetahui potensi stasiun yang dapat dikembangakan untuk meningkatkan kapasitas stasiun. 1. Kondisi Stasiun Eksisting Stasiun Lebak Jero (LBJ) merupakan stasiun kecil kelas III di daerah perbatasan Ciherang kecamatan Nagreg dengan Karang tengah, Kadungora, kecamatan Garut dan merupakan stasiun paling timur di kabupaten Bandung. Stasiun Lebak Jero berada di KM serta terletak di antara dua stasiun yaitu stasiun Nagreg yang berada di sebelah barat dengan jarak 5,894 km dan stasiun Leles yang berada di sebelah timur dengan jarak 6,308 km. Stasiun ini berada di ketinggian +818 m dpl lereng penentu antara stasiun Nagreg-Lebak Jero-Leles berada di 25 0 /00 serta kecepatan yang diijinkan km/jam seperti ditunjukkan pada Gambar 5.1. Stasiun ini terletak di tengah-tengah pegunungan seperti jalur selatan jawa barat. Lintasan rel di stasiun ini melengkung seperti membentuk kurva S. stasiun ini sebelumnya hanya di singgahi oleh kereta api lokal Cibatu, mulai tanggal 15 november 2015 kereta api lokal Cibatu sudah tidak lagi berhenti di stasiun ini. Sejak tanggal tersebut sudah tidak ada kereta api yang berhenti di stasiun ini semua kereta api yang melintas langsung. Stasiun Lebak Jero mempunyai satu jalur raya (jalur II) dengam panjang sepur efektif 136 m, satu jalur KA (jalur I) dengan panjang sepur efektif 110 m, jalur luncur stasiun Lebak Jero ada dua yang semuanya bergabung menjadi satu dengan jalur II panjang jalur luncur 100 m. Peron stasiun Lebak Jero berjenis peron rendah yang letaknya di tepi jalur (side Platform), jalur I dengan panjang 85 m dan diantara dua jalur (island platform), jalur I dan II dengan panjang 85 m. Wesel stasiun eksisting terdapat empat wesel dengan jenis wesel 1:12 di wesel no 1 dan 1:10 di wesel no 2, 3 dan 4. Sistem persinyalan stasiun eksisting masih 42

2 43 menggunakan sistem persinyalan mekanik. Bangunan stasiun eksisting terdiri dari bangunan utama yang sederhana berukuran 4 x 3 meter serta disamping bangunan utama ada bangunan tambahan yang berdinding kayu sebagai ruangan tunggu namun tidak ada kursi tunggu di ruang tersebut. Layout stasiun eksisting dapat dilhat pada Gambar 5.2 serta gambar kondisi lokasi stasiun eksisting dapat dilihat pada Gambar 5.3. Para penggemar kereta api dan fotografi sudah tidak asing lagi dengan stasiun Lebak Jero. Stasiun ini menyuguhkan pemandangan alam yang dipadu dengan pemandaangan kereta api yang melintas meliuk-liuk melewati lereng pegunungan. Adanya pemandangan yang bagus tersebut dapat menjadi daya tarik wisata dan edukasi mengenai kereta api dan mampu mempromosikan sumber daya yang ada di stasiun Lebak Jero. Gambar 5.1 Data letak stasiun Lintas Cicalengka-Nagreg-Lebak Jero (Sumber: PT. KAI Daop II Bandung)

3 44 Gambar 5.2 Layout jalur stasiun eksisting Lebak Jero (Sumber: PT. KAI Daop II Bandung) Gambar 5.3 Foto kondisi stasiun eksisting Lebak Jero. (Sumber: PT. KAI Daop II Bandung) 2. Kondisi Tata Guna Lahan Kondisi tata guna lahan ini di perlukan untuk mengetahuin kondisi stasiun eksisting. Kondisi tata guna lahan stasiun Lebak Jero di sisi sebelah kanan terdapat bangunan stasiun serta di sisi samping dan belakang stasiun terdapat lahan kosong yang berupa perkebunan. Disisi sebelah kiri jalur eksisting kondisi tata guna lahannya berupa perumahan penduduk serta jalan akses menuju stasiun terdapat di sisi sebelah kiri jalur eksisting. Penentuan sisi sebelah kanan dan kiri jalur eksisting dilihat dari km kecil membesar atau dari stasiun Nagrek ke stasiun

4 45 Leles. Untuk lebih jelasnya dapat melihat foto udara kondisi tata guna lahan pada Gambar 5.4. Pengembangan jalur ganda kereta api yang berada di kanan jalur eksisting serta melihat dari tata guna lahan yang dimiliki PT. KAI maka pengembangannya berada di sebelah kanan. Ke stasiun Nagreg Utara Ke stasiun Leles Gambar 5.4 Foto citra satelit.. (Sumber: Google Eart 2017) 3. Kondisi Topografi Lokasi Stasiun Dilihat dari data yang didapat dari Direktorat Jenderal Perkeretaapi Daop II Bandung Kondisi topografi stasiun Lebak Jero berada di daerah lereng pegunungan dengan kondisi di sebelah kanan berupa tebing dan di sebelah kiri jalur eksisting berupa daerah jurang. Untuk melihat kondisi topografi stasiun Lebak Jero dapat dilihat pada Gambar 5.5, 5.6 dan 5.7. Melihat dari topografi stasiun eksisting maka pemilihan arah pengembangan stasiun eksisting berada di sebelah kanan jalur eksisting dengan pertimbang daerah tersebut merupaka daerah yang lebih tinggi (tebing) dari pada sebelah kiri jalur eksisting daerah yang lebih Rendah (jurang atau lembah). Pemilihan jalur ini dimaksudkan untuk mempermudah pekerjaan.

5 46 Gambar 5.5 Topografi Sta (Sumber: PT. KAI Daop II Bandung) Gambar 5.6 Topografi Sta (Sumber: PT. KAI Daop II Bandung)

6 47 Gambar 5.7 Topografi Sta (Sumber: PT. KAI Daop II Bandung) B. Perencanaan Pengembangan Jalur Di Stasiun 1. Perencanaan Jumlah Jalur di Stasiun Adanya peningkatan jalur kereta api dari jalur tunggal ke jalur ganda perlu dilakukan juga peningkatan jumlah jalur di stasiun agar operasional kereta api tetap berjalan lancar. Perencanaan jumlah jalur kereta api di stasiun juga perlu adanya perediksi frekuensi lalu lintas KA di masa mendatang seperti terlihat pada Tabel 5.1. No Tabel 5.1 Data prediksi frekuensi lalu lintas kereta api Nama KA GAPEKA 2015 Prediksi Frekuensi KA (s.d 15 Tahun) 1 Argo Wilis 2 KA 4 KA 2 Turangga 2 KA 4 KA 3 Lodaya 4 KA 8 KA 4 Malabar 2 KA 4 KA

7 48 No Nama KA Tabel lanjutan 5.1 GAPEKA 2015 Prediksi Frekuensi KA (s.d 15 Tahun) 5 Mutiara Selatan 2 KA 4 KA 6 Pasundan 2 KA 4 KA 7 Kahuripan 2 KA 4 KA 8 Kutojaya Selatan 2 KA 4 KA 9 Serayu 4 KA 8 KA 10 Kereta Api Lokal Cibatu 2 KA - 11 Ekonomi Bandung Raya - 54 KA Total Peningkatan Frekuensi KA 24 KA 98 KA (Sumber : PT. KAI Daop II Bandung) Peningkatan frekuensi kereta api jarak jauh tidak banyak mengalami peningkatan, tetapi untuk kereta api lokal akan mengalami banyak peningkatan frekuensi perjalan kereta api yang cukup signifikan. Peningkatan jalur kereta api dan prediksi frekuensi kereta api yang makin tinggi perlu adanya peningkatan tata letak jalur stasiun Lebak Jero agar mampu melayani lalu lintas kereta api dengan lancar. Semua kereta api yang melintasi stasiun Lebak Jero semuanya melintas langsung baik kereta api jarak jauh maupun kereta api lokal. Peningkatan Jalur di stasiun yang semula dua jalur (satu jalur raya Dan satu jalur Sayap) menjadi tiga jalur dengan penambahan satu jalur raya. 2. Panjang Jalur Efektif Stasiun Lebak Jero merupakan stasiun kecil yang diprediksi tidak disinggahi Kereta api jarak jauh dan Kereta api lokal meskipun peningkatan frekuensi perjalanan kereta api yang cukup signifikan di lintas layanan Cicalengka-Nagreg-Lebak Jero. Stasiun Lebak Jero yang memiliki daya tarik tersendiri bagi pecinta fotografi dan kereta api, serta dapat menarik wisatawan untuk belajar dan melihat kereta api serta sumber daya alam. Melihat potensi wisata tersebut maka PT. KAI dapat memberi layanan kereta api lokal yang berhenti pada hari-hari tertentu dan waktu tertentu untuk memberi akses perjalanan kereta api bagi wisatawan yang akan berkunjung di stasiun Lebak Jero.

8 49 Kereta Rel Diesel (KRD) adalah kereta api yang sistem pengeraknya menjadi satu kesatuan dengan gerbong kereta api. Panjang kereta api KRD = 20 m per gerbong 1 rangkaian terdiri dari 4 set gerbong Penambahan 20 meter sebagai jarak aman. Perhitungan panjang jalur efektif (4 x 20) + 20 = 100 m Panjang jalur efektif rencana untuk jalur I (jalur baru) sepanjang 150 m, panjang jalur efektif jalur II sepanjang 110 sesuai panjang eksisting, panjang jalur efektif jalur III (jalur eksisting) sepanjang 179 m diperpanjang 43m, panjang jalur luncur sepanjang masing-masing 100 m. Hasil perhitungan panjang jalur efektif stasiun lebak jero dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Rekap panjang rencana panjang efektif jalur Kondisi Kebutuhan No Aspek Keterangan Eksisting Rencana 1 Panjang efektif jalur I m Baru Sama sesuai 2 Panjang efektif jalur II 110 m 110 m eksisting 3 Panjang efektif jalur III 136 m 179 m Diperpanjang Sama sesuai 4 Panjang jalur luncur 100 m 2 m eksisting 3. Geometri Jalur di Stasiun Perencanaan Geometri Jalan Rel pada tata letak stasiun Lebak Jero direncanakan sesuai dengan Peraturan Dinas No. 10 Tahun 1986 dan Peraturan Menteri No. 60 Tahun Rencana lebar sepur stasiun 1067 mm, kelas jalan rel I, tipe rel R54 sesuai dengan lebar dan tipe jalan rel standar yang ada di Indonesia. Penambat rel menggunakan penambat rel ganda elastis sesuai dengan penambat rel eksisting. Pemasangan jarak antar bantalan beton 60 cm sesuai eksisting. Kelandaian Jalur di stasiun Lebak Jero 0 0 /00 serta elevasi jalur sesuai jalur eksisting sebesar +818

9 50 m dpl. Untuk mengetahui rekap tentang geometri jalan rel di stasiun Lebak Jero dapat dilihat pada Tabel 5.3 Tabel 5.3 Rekap geometri jalan rel No Aspek Kondisi Kebutuhan Eksisting Rencana Keterangan Sesuai 1 Lebar jalan rel 1067 mm 1067 mm eksisting 2 Tipe rel R 54 R 54 Sesuai eksisting 3 Penambat Elastis ganda Elastis ganda Sesuai eksisting 4 Bantalan beton jarak 60 cm beton jarak 60 cm Sesuai eksisting 5 kelandaian 0% 0% Sesuai eksisting 6 jumlah jalur 2 3 Ditambah 7 elevasi +818 m dpl +818 m dpl Sesuai eksisting C. Konstruksi Wesel Wesel berperan penting dalam pergerakan kereta api di stasiun. Wesel berfungsi untuk menghubungkan satu jalur menjadi banyak cabang jalur (jalur Masuk) dan menyatukan dua atau lebih jalur menjadi satu jalur (jalur keluar). Stasiun lebak jero direncana mengunakan wesel baru 1:12 dengan kecepatan ijin 45km/jam yang sesuai dengan kecepatan ijin rencana di dalam stasiun Lebak Jero dan ini sesuai dengan yang tercantum dalam Peraturan Dinas No. 10 tahun 1986 serta Peraturan Menteri No. 60 tahun Jumlah wesel yang direncanakan di stasiun lebak jero 8 wesel yang di tempatkan pada setiap persilangan jalur. Jenis pengerak wesel mengunakan (elektrik lock) serta dilengkapi alat pendeteksi kedudukan lidah wesel. Pada jalur stasiun disediakan

10 51 patok bebas wesel sebagai tanda batas meletakkan sarana kereta api dari kemungkinan tersenggol oleh sarana lain. Selain dengan patok wesel disediakan axle counter yang mempunyai fungsi sama cara kerja axle counting dengan menghitung jumlah gandar (axle) kereta api yang melewati sensor axle. Untuk rekap peningkatan wesel dapat dilihat pada Tabel 5.4 untuk gambar rencana penempatan wesel dapat dilihat pada Gambar 5.8. Tabel 5.4 Rekap peningkatan kontruksi wesel No Aspek Kondisi Kebutuhan Eksisting Rencana Keterangan 1 Jenis wesel 1:10 1:12 Ditingkatkan 2 Jumlah wesel 4 8 Ditambah 3 Kecepatan ijin lewat 35 km/jam 45 km/jam Ditingkatkan 4 Wesel masuk Cabang tunggal Cabang tunggal Tetap 5 wesel keluar Cabang tunggal Cabang tunggal Tetap 6 Jenis penggerak Mekanik terpusat Elektrik terpusat Ditingkatkan Gambar 5.8 Gambar penempatan wesel dan patok bebas wesel.

11 52 D. Perencanaan Jumlah, Panjang dan Lebar Peron Perancangan peron harus mempertimbangkan kebutuhan peron serta Peraturan Menteri No. 29 tahun 2011 tentang persyaratan teknis bangunan stasiun kereta api. 1. Penempatan dan Batas Aman Peron Peron stasiun Lebak Jero eksisting berjenis peron rendah dengan penempatan di tepi jalur (side Platform) di samping Jalur I dan diantara dua jalur (island platform) antara jalur I dan II. Rencana peron yang digunakan di stasiun Lebak Jero berjenis peron tinggi berjumlah dua buah yang penempatan peron baru menurut tata letaknya menggunakan model peron diantara dua jalur (island platform) yang ditempatkan diantara jalur I dengan II dan di antara jalur II dengan III. Untuk keamanan peron diberi batas aman peron selebar 350 mm yang berupa garis timbul berwarna kuning. Garis ini berfungsi sebagai tanda keamanan ketika kereta api melitas di dekat peron agar tidak terjadi kecelakaan pada penumpang penguna peron serta untuk tuna netra berfungsi untuk mengetahui batas aman peron. Material yang digunakan untuk lantai peron tidak mengunakan material yang licin. 2. Panjang Peron Stasiun Panjang peron di stasiun Lebak Jero direncanakan dengan panjang peron diantara jalur I dan II sepanjang 130 m dan Panjang peron diantara jalur II dan Jalur III sepanjang 130 m. 3. Lebar Peron Stasiun Perencanan peron stasiun sesuai dengan ketentuan lebar peron minimum Peraturan Menteri Perhubungan No. 29 Tahun 2011 tentang persyaratan teknis bangunan stasiun. Dalam ketentuan tersebut untuk peron tinggi dengan jenis penempatan diantara dua jalur (island platform) ditentukan sebesar 2 m. Lebar peron tersebut sudah mampu mengakomodir penumpang untuk naik turun dari kereta api mengingat kereta api yang berhenti di stasiun Lebak Jero tidak terlalu banyak.

12 53 Rencana peron stasiun Lebak Jero dapat dilihat pada Tabel 5.5 tentang Rekap peron stasiun Lebak Jero dan Gambar 5.9 penempatan peron stasiun, serta Gambar 5.10 Potongan melintang peron stasiun Lebak Jero. Tabel 5.5 Rekap penyesuaian Peron No Aspek Kondisi Kebutuhan Eksisting Rencana Keterangan 1 Jumlah peron 2 peron 2 peron Sama dengan eksisiting 2 Penempatan peron I Island platform Island platform Diantara Jalur I dan II 3 penempatan peron II Side platform Island platform Diganti jenis penempatannya Diantara jalur II dan III 4 Jenis peron I Rendah Tinggi Ditinggikan 5 Jenis peron II Rendah Tinggi Ditinggikan 4 Panjang peron I 85 m 130 m Diperpanjang 5 Panjang peron II 85 m 130 m Diperpanjang 6 Disesuaikan PM. No. 29 Lebar peron I 2,8 m 2 m tahun Lebar peron Disesuaikan PM. No. 29 II 2,05 m 2 m tahun Batas aman peron 750 mm 350 mm Disesuaikan PM. No. 29 tahun Jarak tepi peron ke as rel 1,2 m 1,65 m Disesuaikan PM. No 29 tahun 2011

13 54 Gambar 5.9 Gambar penempatan peron stasiun Gambar 5.10 Gambar potongan melintang peron stasiun E. Fasilitas Operasi dan Sistem Persinyalan dan Telekomunikasi Fasilitas operasi kereta api merupakan bagian penting dari sistem pengoperasi kereta api. Fasilitas operasi kereta api terdiri atas sistem persinyalan, telekomunikasi dan instalasi listrik untuk medukung keamanan, keselamatan dan kelancaran perjalanan kereta api lintas layanan Cicalengka-Nagreg-Lebak Jero. Pesinyalan stasiun Lebak Jero masih menggunakan sistem persinyalan mekanik. Pesinyalan mekanik sistem interlocking-nya di gerakkaan secara mekanik dan sinyal yang di gunakan berupa papan atau lengan yang dinaik

14 55 turunkan untuk memberi perintah kepada masinis. Persinyalan elektrik sistem interloking-nya digerakkan secara elektronik dan sistem sinyalnya berupa lampu berwarna seperti traffic lamp, Perbandingan antara dua model persinyalan ini dapat dilihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.6 Perbandingan sistem persinyalan mekanik dan persinyalan elektrik Persinyalan Persinyalan No Aspek Mekanik Elektrik 1 Teknologi Sederhana Tinggi dan rumit 2 Waktu pelayanan Lama Cepat 3 Media transmisi Kawat listrik Kabel 4 Energi listrik Tanpa Butuh Tidak efisien, Tenaga lapangan Efisiensi (1-2 orang) 5 (Banyak orang) 6 Pengoprasian Manual Manual dan otomatis (Sumber hasil penelitian 2016) Seiring dengan peningkatan frekuensi lalu lintas yang akan datang di stasiun lintas Cicalengka-Nagreg-Lebak Jero maka dalam pemilihan persinyalan kereta api harus memperhatikan beberapa aspek diantaranya aspek kehandalan operasional, aspek tidak meragukan, keselamatan (failsafe system). Failsafe system berfungsi untuk keamanan sarana dan prasarana kereta api, sistem ini beroperasi dengan menghentikan kereta api sebelum memasuki tempat berbahaya atau jika terjadi insiden lalu lintas kereta api. Sistem persinyalan di stasiun Lebak Jero direncanakan akan diganti dari sistem persinyalan mekanik mejadi sistem persinyalan elektrik untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam pengoperasionalanya. Peralatan persinyalan dipasang sebelum dan di dalam stasiun untuk memberikan intruksi atau keadaan aman atau tidaknya jalur untuk dilalui kereta api, berikut urutan pemasangan sinyal pada saat kereta api akan masuk di stasiun. a. Sinyal muka berfungsi memberikan intruksi tanda aman kepada masinis bahwa kereta api boleh mendekati stasiun atau tidak, serta sebagai

15 56 informasi bahwa akan ada sinyal berikutnya sinyal masuk. Jarak pemasangan sinyal muka berada pada 1-1,5 km sebelum arah masuk ke stasiun dengan jarak tampak minimum 600 m. b. Sinyal masuk berfungsi untuk memberikan intruksi kepada masinis bahwa kereta api akan memasukin stasiun. Penempatan sinyal masuk berada setelah sinyal muka, didekat stasiun arah kereta api akan masuk di stasiun dengan jarak pemasangan minimal 150 m dengan jarak tampak minimum sinyal masuk 600 m c. Sinyal berangkat berfungsi untuk memberi intruksi kepada masinis bahwa kereta api boleh berangkat meninggalkan stasiun menuju stasiun berikutnya. Pemasangan sinyal ini didepan arah keberangkatan kereta api dengan jarak tampak minimum 600 m d. Sinyal penujuk batas kecepatan berfungsi memberi informasi kepada masinis mengenai batas kecepatan yang dijinkan di jalur kereta api. Pemasangan sinyal ini diletakkan di atas sinyal masuk atau sinyal berangkat bila dibutuhkan. Kebutuhan sinyal untuk stasiun Lebak Jero dapat dilihat pada Tabel 5.7. tentang Rekap rencana pemasangan sinyal di stasiun Lebak Jero. Tabel 5.7 Rekap rencana pemasangan sinyal No Aspek Jumlah Perancangan Sinyal 1 Sinyal muka 2 buah 2 Sinyal masuk 2 buah 3 Sinyal berangkat 4 buah 4 Sinyal batas kecepatan 4 buah Keterangan Berada dijarak 1-1,5 km sebelum arah masuk stasiun Berada didekat stasiun sebelum kereta api masuk stasiun 2 buah berada di jalur sayap dan dua buah di jalur raya arah kereta api berangkat 2 menempel diatas sinyal masuk dan 2 menempel di 2 sinyal berangkat jalur sayap

16 Gambar 5.11 Gambar penempatan sinyal stasiun 57

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Kondisi Stasiun Eksisting Stasiun Cicalengka merupakan stasiun yang berada pada lintas layanan Cicalengka-Nagreg-Lebakjero, terletak

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat 1. Kondisi Eksisting Stasiun Lahat Stasiun Lahat merupakan stasiun yang berada di Jl. Mayor Ruslan, Kelurahan Pasar Baru,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analaisis Tata Letak Jalur pada Stasiun Muara Enim

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analaisis Tata Letak Jalur pada Stasiun Muara Enim BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analaisis Tata Letak Jalur pada Stasiun Muara Enim 1. Kondisi Eksisting Stasiun Muara Enim Stasiun Muara Enim merupakan stasiun yang berada di Kecamatan Muara Enim, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung Perancangan tata letak jalur kereta api (KA) Stasiun Betung tidak lepas dari gambaran umum lokasi penelitian berdasaran

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun Menurut (Utomo 2009), pada tata letak jalur stasiun (emplasemen) yang terdiri dari jalan jalan rel yang tersusun dari sedemikian

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Berdasarkan Peraturan Menteri No. 33 Tahun 2011 tentang Jenis, Kelas dan Kegiatan di Stasiun Kereta Api, menjelaskan bahwa jalur

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Dalam merancang tata letak jalur kereta api di stasiun harus disesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi di lapangan,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Tata letak jalur stasiun terdiri atas jalan jalan rel yang tersusun sedemikian rupa sesuai dengan fungsinya. Penggambaran skema

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI A. Struktur Jalur Kereta Api

BAB III LANDASAN TEORI A. Struktur Jalur Kereta Api BAB III LANDASAN TEORI A. Struktur Jalur Kereta Api Perencanaan jalan rel merupakan suatu konstruksi yang direncanakan sebagai prasarana atau infrastruktur perjalanan kereta api. Struktur jalan rel merupakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Tata letak jalur stasiun atau emplasemen adalah konfigurasi jalur untuk suatu tujuan tertentu, yaitu menyusun kereta atau gerbong

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang: a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No 60 Tahun 2012 tentang persyaratan teknis jalur kereta api, persyaratan tata letak, tata

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Jenis stasiun menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 33 Tahun 2011 tentang jenis, kelas dan kegiatan di Stasiun Kereta Api.

Lebih terperinci

MENDUKUNG OPERASIONAL JALUR KERETA API GANDA MUARA ENIM LAHAT

MENDUKUNG OPERASIONAL JALUR KERETA API GANDA MUARA ENIM LAHAT Naskah Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 1 PERANCANGAN TATA LETAK JALUR DI STASIUN MUARA ENIM UNTUK MENDUKUNG OPERASIONAL JALUR KERETA API GANDA

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana (S-1) pada Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

Naskah Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Naskah Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Naskah Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta RANCANGAN TATA LETAK JALUR DI STASIUN BETUNG UNTUK MENDUKUNG OPERASIONAL JALUR KERETA API PALEMBANG BETUNG

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Kajian Pola Operasi 1. Jenis dan Kegiatan Stasiun Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 33 Tahun 2011 tentang Jenis, Kelas, dan Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan daerah yang memiliki kepadatan penduduk paling tinggi di Indonesia. Jawa Barat merupakan sebuah provinsi yang berada di Pulau

Lebih terperinci

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR STUDI TRASE JALUR GANDA KERETA API CICALENGKA-NAGREG-LEBAKJERO BANDUNG, JAWA BARAT

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR STUDI TRASE JALUR GANDA KERETA API CICALENGKA-NAGREG-LEBAKJERO BANDUNG, JAWA BARAT NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR STUDI TRASE JALUR GANDA KERETA API CICALENGKA-NAGREG-LEBAKJERO BANDUNG, JAWA BARAT Febby Ananda 2, Sri Atmaja P. Rosyidi PJNNR 3, Dian Setiawan M. 4 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan 1. Analisis kapasitas lintas Dari hasil analisis Grafik perjalanan kereta api (Gapeka) 2015 didapatkan kesimpulan mengenai persentase jenis kereta api pada jalur Rewulu-Wojo.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Moda Angkutan Kereta Api Nasional Penyelenggaraan perkeretaapian telah menujukkan peningkatan peran yang penting dalam menunjang

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API I. UMUM Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi yang memiliki

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para

BAB III LANDASAN TEORI. Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Interaksi Sistem Kegiatan Dan Jaringan Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para perencana transportasi adalah sebagai berikut: 1. Memahami cara kerja

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL MODUL 6 WESEL DAN PERSILANGAN PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL MODUL 6 WESEL DAN PERSILANGAN PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 6 WESEL DAN PERSILANGAN OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi dan jenis wesel yang umum digunakan di Indonesia Mahasiswa dapat menjelaskan standar pembuatan bagan wesel dengan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis-Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Jalur kereta api Menurut Peraturan Menteri No.33 Tahun 2011 adalah jalur yang terdiri atas rangkain petak jalan rel yang meliputi

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A.Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Stasiun Gandus, Kota palembang, Sumatera Selatan yang merupakan bagian lintas layanan Palembang Betung Jambi. Peta lokasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Jalur Kereta Api Eksisting Dalam studi jalur ganda Cicalengka-Nagreg-Lebakjero ini terlebih dahulu dibahas data eksisting dari kondisi jalan rel, kondisi struktur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Surabaya -Krian

Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Surabaya -Krian Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Surabaya - Krian DISUSUN OLEH ARIA DWIPA SUKMANA 3109100012 DOSEN PEMBIMBING BUDI RAHARDJO, ST, MT. JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API SURABAYA - KRIAN

Lebih terperinci

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 69/1998, PRASARANA DAN SARANA KERETA API *35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

WESEL (SWITCH) Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

WESEL (SWITCH) Nursyamsu Hidayat, Ph.D. WESEL (SWITCH) Nursyamsu Hidayat, Ph.D. 1 Fungsi Wesel Wesel merupakan pertemuan antara beberapa jalur (sepur), dapat berupa sepur yang bercabang atau persilangan antara 2 sepur. Fungsi wesel adalah untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Selaras dengan visi perkeretaapian Indonesia sebagaimana tertuang dalam blue print pembangunan transportasi perkeretaapian adalah 1 : mewujudkan terselenggaranya

Lebih terperinci

MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR

MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR Telah disebutkan bahwa pada jalan rel perpindahan jalur dilakukan melalui peralatan khusus yang dikenal sebagai wesel. Apabila dua jalan rel yang terletak pada satu bidang saling

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR KNKT

LAPORAN AKHIR KNKT KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI REPUBLIK INDONESIA LAPORAN AKHIR KNKT.17.03.01.02 LAPORAN INVESTIGASI KECELAKAAN PERKERETAAPIAN ANJLOK KA 1479A COMMUTER LINE DI KM 2 + 200/300 EMPLASEMEN ST. JATINEGARA

Lebih terperinci

Komite Nasional Keselamatan Transportasi

Komite Nasional Keselamatan Transportasi LAPORAN AKHIR KNKT. 14. 06. 05. 02 Komite Nasional Keselamatan Transportasi LAPORAN HASIL INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API ANJLOKAN KA 160 PASUNDAN JEMBATAN BH NO. 1055 KM 236+100/400 PETAK JALAN ANTARA

Lebih terperinci

BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Seiring dengan visi perkeretaapian Indonesia sebagaimana tertuang dalam blue print pembangunan transportasi perkeretaapian adalah 1 : mewujudkan terselenggaranya

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: a. Penanganan tumburan KA 174 Kutojaya dengan

Lebih terperinci

2018, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086), sebagaimana telah diubah dengan Perat

2018, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086), sebagaimana telah diubah dengan Perat No.57, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Lalu Lintas Kereta Api. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 Tahun 2017 TENTANG LALU LINTAS KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan terutama dalam mendorong kegiatan

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. MODUL 8 ketentuan umum jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. MODUL 8 ketentuan umum jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 8 ketentuan umum jalan rel OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan persyaratan umum dalam desain jalan rel Mahasiswa dapat menjelaskan beberapa pengertian kecepatan kereta api terkait

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteistik Angkutan Kereta Api Nasional Peran jaringan kereta api dalam membangun suatu bangsa telah dicatat dalam sejarah berbagai negeri di dunia. Kereta api merupakan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA 4.1. TINJAUAN UMUM Pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang dewasa ini cukup tinggi menyebabkan mobilitas massa meningkat, sehingga kebutuhan pergerakannya pun meningkat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 22 TAHUN 2003 TENTANG PENGOPERASIAN KERETA API. MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 22 TAHUN 2003 TENTANG PENGOPERASIAN KERETA API. MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 22 TAHUN 2003 TENTANG PENGOPERASIAN KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1998 tentang Lalu Lintas dan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak Dan Panjang Jalur Di Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak Dan Panjang Jalur Di Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Tipikal Tata Letak Dan Panjang Jalur Di Stasiun 1. Tipikal Tata Letak Jalur Stasiun Tata letak stasiun atau emplasemen adalah konfigurasi jalur untuk suatu tujuan tertentu, yaitu

Lebih terperinci

PERANCANGAN TATA LETAK JALUR DI STASIUN CICALENGKA UNTUK MENDUKUNG OPERASIONAL JALUR KERETA API GANDA CICALENGKA-NAGREG- LEBAKJERO

PERANCANGAN TATA LETAK JALUR DI STASIUN CICALENGKA UNTUK MENDUKUNG OPERASIONAL JALUR KERETA API GANDA CICALENGKA-NAGREG- LEBAKJERO TUGAS AKHIR PERANCANGAN TATA LETAK JALUR DI STASIUN CICALENGKA UNTUK MENDUKUNG OPERASIONAL JALUR KERETA API GANDA CICALENGKA-NAGREG- LEBAKJERO Disusun Guna Memperoleh Derajat Sarjana S-1 di Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan jalur tepi di sepanjang jalan tol CAWANG CIBUBUR dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan jalur tepi di sepanjang jalan tol CAWANG CIBUBUR dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Khusus Pembangunan jalur dan stasiun Light Rail Transit akan dilaksanakan menggunakan jalur tepi di sepanjang jalan tol CAWANG CIBUBUR dengan jalur layang (Elevated) dengan

Lebih terperinci

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng No. 380, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kereta Api. Jalur. Persyaratan Teknis. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 60 TAHUN 2012 TENTANG PERSYARATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. angkutan kereta api batubara meliputi sistem muat (loading system) di lokasi

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. angkutan kereta api batubara meliputi sistem muat (loading system) di lokasi BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian Obyek penelitian berupa rencana sistem angkutan kereta api khusus batubara yang menghubungkan antara lokasi tambang di Tanjung Enim Sumatra

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak dan Panjang Efektif Jalur Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak dan Panjang Efektif Jalur Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Tipikal Tata Letak dan Panjang Efektif Jalur Stasiun 1. Tipikal Tata Letak Jalur Stasiun Penentuan tata letak jalur kereta api harus selalu disesuaikan dengan jalur kereta api

Lebih terperinci

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR STUDI POLA OPERASI JALUR KERETA API GANDA SEMBAWA-BETUNG 1

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR STUDI POLA OPERASI JALUR KERETA API GANDA SEMBAWA-BETUNG 1 NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR STUDI POLA OPERASI JALUR KERETA API GANDA SEMBAWA-BETUNG 1 Study on Operation System of Double Railway Track from Sembawa tobetung Isna Dewi Aulia 2, Sri Atmaja PJNNR 3, Dian

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.422, 2015 KEMENHUB. Keselamatan. Perkeretaapian. Standar. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 24 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR KESELAMATAN PERKERETAAPIAN

Lebih terperinci

TUGAS PERENCANAAN JALAN REL

TUGAS PERENCANAAN JALAN REL TUGAS PERENCANAAN JALAN REL Pebriani Safitri 21010113120049 Ridho Fauzan Aziz 210101131200050 Niken Suci Untari 21010113120104 Aryo Bimantoro 21010113120115 BAB I Pendahuluan Latar Belakang Maksud Tujuan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TUGAS AKHIR PERANCANGAN TATA LETAK JALUR DI STASIUN NAGREG UNTUK MENDUKUNG OPERASIONAL JALUR KERETA API GANDA LINTAS LAYANAN CICALENGKA NAGREG LEBAKJERO Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. MODUL 11 : Stasiun dan operasional KA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. MODUL 11 : Stasiun dan operasional KA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 11 : Stasiun dan operasional KA OUTLINE : a) Terminal KA stasiun b) Sistem pengoperasian dan pengamanan perjalanan KA c) Pengenalana Rambu/Semboyan pada kereta api d) Grafik Perjalanan

Lebih terperinci

PERSILANGAN ANTARA JALAN REL DENGAN JALAN RAYA

PERSILANGAN ANTARA JALAN REL DENGAN JALAN RAYA PERSILANGAN ANTARA JALAN REL DENGAN JALAN RAYA Oleh: ISMAIL (11110008) MARIANA SAFITRI (11110011) FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS MALAHAYATI 2013 PENDAHULUAN Persilangan antara jalan rel

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 38 BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Umum Pada tahap kegiatan desain teknis ini, akan dilakukan analisis dan perhitungan lanjut yang lebih komprehensif dan mendalam yang ditujukan untuk melakukan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN KONSTRUKSI BAGIAN ATAS JALAN REL DALAM KEGIATAN REVITALISASI JALUR KERETA API LUBUK ALUNG-KAYU TANAM (KM 39,699-KM 60,038)

ANALISIS KELAYAKAN KONSTRUKSI BAGIAN ATAS JALAN REL DALAM KEGIATAN REVITALISASI JALUR KERETA API LUBUK ALUNG-KAYU TANAM (KM 39,699-KM 60,038) ANALISIS KELAYAKAN KONSTRUKSI BAGIAN ATAS JALAN REL DALAM KEGIATAN REVITALISASI JALUR KERETA API LUBUK ALUNG-KAYU TANAM (KM 39,699-KM 60,038) Wilton Wahab 1 * dan Sicilia Afriyani 2 1 Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Lokasi Penelitian

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Lokasi Penelitian BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di Kecamatan Betung, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1. Lokasi

Lebih terperinci

STANDAR TEKNIS BANGUNAN STASIUN KERETA API : IR. SUTJAHJONO

STANDAR TEKNIS BANGUNAN STASIUN KERETA API : IR. SUTJAHJONO KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIRE KTORAT J EN DER AL P ERK ERETAA PIAN STANDAR TEKNIS BANGUNAN STASIUN KERETA API OLEH : IR. SUTJAHJONO BANDUNG, OKTOBER 2013 UMUM DEFINISI a. Perkeretaapian adalah satu kesatuan

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN STASIUN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA a. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian atau studi yang direncanakan berada di jalur kereta api Lintas Muara Enim Lahat, yaitu dimulai dari Stasiun Muara Enim (Km 396+232) sampai

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kajian Pola Operasi Jalur Kereta Api Ganda

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kajian Pola Operasi Jalur Kereta Api Ganda BAB III LANDASAN TEORI A. Kajian Pola Operasi Jalur Kereta Api Ganda Kajian pola operasi jalur kereta api ganda merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan jalur kereta api. Berdasarkan Peraturan

Lebih terperinci

maupun jauh adalah kualitas jasa pelayanannya. Menurut ( Schumer,1974 ),

maupun jauh adalah kualitas jasa pelayanannya. Menurut ( Schumer,1974 ), BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Strategi Transportasi Antar Moda Titik berat operasi angkutan penumpang baik jarak dekat, sedang, maupun jauh adalah kualitas jasa pelayanannya. Menurut ( Schumer,1974 ), mutu

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Stasiun Muara Enim, tepatnya di kecamatan Muara Enim, Kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatra Selatan. Stasiun ini merupakan stasiun

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API SURABAYA - KRIAN

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API SURABAYA - KRIAN JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (014) 1-5 1 PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API SURABAYA - KRIAN Aria Dwipa Sukmana, Budi Rahardjo Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan penduduk dan semakin menggeliatnya mobilitas ekonomi Masyarakat terutama di sektor industri, pertanian dan perkebunan menuntut kesiapan prasarana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Kereta api merupakan salah satu dari moda transportasi nasional yang ada sejak masa kolonial sampai dengan sekarang dan masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran Dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran Dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional Peran perkeretaapian dalam pembangunan telah disebutkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 43 Tahun 2011 tentang

Lebih terperinci

PD 3 PERATURAN DINAS 3 (PD 3) SEMBOYAN. PT Kereta Api Indonesia (Persero) Disclaimer

PD 3 PERATURAN DINAS 3 (PD 3) SEMBOYAN. PT Kereta Api Indonesia (Persero) Disclaimer PD 3 PT Kereta Api Indonesia (Persero) PERATURAN DINAS 3 (PD 3) SEMBOYAN Disclaimer This ebook is for the use of anyone anywhere at no cost and with almost no restrictions whatsoever. You may copy it,

Lebih terperinci

KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM SAMPAI DENGAN KM ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA

KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM SAMPAI DENGAN KM ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM 109+635 SAMPAI DENGAN KM 116+871 ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA DOUBLE TRACK GEOMETRIC INVESTIGATION FROM KM 109+635 UNTIL KM 116+870 BETWEEN CIGANEA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM. 36 TAHUN 2011 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM. 36 TAHUN 2011 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM. 36 TAHUN 2011 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian pada aspek aspek pola operasi jalur ganda lintas layanan Stasiun Betung Stasiun Sumber Agung untuk mendukung perjalanan kereta api

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kereta api saat ini merupakan salah satu moda transportasi pilihan utama sebagian masyarakat di Indonesia untuk bepergian. Dengan sistem yang dibangun saat ini oleh

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis dan Kegiatan Stasiun Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 33 Tahun 2011 tentang Jenis, Kelas dan Kegiatan di Stasiun Kereta Api dalam bab 2 Jenis dan Kegiatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.164, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Penetapan. Trase. Jalur Kereta Api. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 11 TAHUN 2012 TENTANG TATA

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Umum Pada tahap kegiatan desain teknis ini, akan dilakukan analisis dan perhitungan lanjut yang lebih komprehensif dan mendalam yang ditujukan untuk melakukan desain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Peran kereta api dalam tataran transportasi nasional telah disebutkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 43 Tahun 2011

Lebih terperinci

Oleh: Dwi Agustina Sapriyanti (1) Khusnul Novianingsih (2) Husty Serviana Husain (2) ABSTRAK

Oleh: Dwi Agustina Sapriyanti (1) Khusnul Novianingsih (2) Husty Serviana Husain (2) ABSTRAK MODEL OPTIMASI PENJADWALAN KERETA API (Studi Kasus pada Jadwal Kereta Api di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daop 2 Bandung Lintasan Bandung-Cicalengka) Oleh: Dwi Agustina Sapriyanti (1) Khusnul Novianingsih

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Republik Indonesia ROADMAP PENINGKATAN KESELAMATAN PERKERETAAPIAN

Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Republik Indonesia ROADMAP PENINGKATAN KESELAMATAN PERKERETAAPIAN Direktorat Jenderal Kementerian Perhubungan Republik Indonesia ROADMAP PENINGKATAN KESELAMATAN PERKERETAAPIAN 4 REGULASI No RENCANA TINDAK TARGET / SASARAN 2010 2011 2012 2013 2014 Peraturan Menteri/Keputusan

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. Modul 2 : GERAK DINAMIK JALAN REL PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. Modul 2 : GERAK DINAMIK JALAN REL PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL Modul 2 : GERAK DINAMIK JALAN REL OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan karakteristik pergerakan lokomotif Mahasiswa dapat menjelaskan keterkaitan gaya tarik lokomotif dengan kelandaian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional Peran perkeretaapian dalam penggerak utama perekonomian nasional telah disebutkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kereta api merupakan salah satu prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting dalam mendistribusikan penumpang dan barang antar suatu tempat. Kelebihan

Lebih terperinci

UCAPAN TERIMA KASIH...

UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian...

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA STA PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU

PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA STA PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA 104+000- STA 147+200 PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU Vicho Pebiandi 3106 100 052 Dosen Pembimbing Ir. Wahyu Herijanto,

Lebih terperinci

LAPORAN PERISTIWA KECELAKAAN KERETA API

LAPORAN PERISTIWA KECELAKAAN KERETA API LAPORAN PERISTIWA KECELAKAAN KERETA API KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN AKHIR Nomor Urut Kecelakaan: KA.03.05.05.01 Jenis Kecelakaan: Anjlok Lokasi: Km 203+9/0 (Vrij-Baan) antara Stasiun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Ruas jalan Cicendo memiliki lebar jalan 12 meter dan tanpa median, ditambah lagi jalan ini berstatus jalan arteri primer yang memiliki minimal kecepatan 60 km/jam yang

Lebih terperinci

Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Lintas Cirebon Kroya Koridor Prupuk Purwokerto BAB I PENDAHULUAN

Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Lintas Cirebon Kroya Koridor Prupuk Purwokerto BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Seiring dengan meningkatnya kebutuhan dan perkembangan penduduk maka semakin banyak diperlukan penyediaan sarana dan prasarana transportasi yang baik untuk melancarkan

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO- PROBOLINGGO

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO- PROBOLINGGO PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO- PROBOLINGGO Oleh, RIFCHI SULISTIA ROSADI 3109100066 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI. blok diagram dari sistem yang akan di realisasikan.

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI. blok diagram dari sistem yang akan di realisasikan. 33 BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI 3.1 Perancangan Diagram Blok Sistem Dalam perancangan ini menggunakan tiga buah PLC untuk mengatur seluruh sistem. PLC pertama mengatur pergerakan wesel-wesel sedangkan

Lebih terperinci

TUMBURAN KA S1 SRIWIJAYA DAN KA BBR4 BABARANJANG

TUMBURAN KA S1 SRIWIJAYA DAN KA BBR4 BABARANJANG SHORT REPORT KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI TUMBURAN KA S1 SRIWIJAYA DAN KA BBR4 BABARANJANG KM 18 SEPUR II EMPLASEMEN LABUHANRATU LAMPUNG 16 AGUSTUS 2008 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR KNKT

LAPORAN AKHIR KNKT KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI REPUBLIK INDONESIA LAPORAN AKHIR KNKT.15.11.06.02 LAPORAN INVESTIGASI KECELAKAAN PERKERETAAPIAN ANJLOK KA 3025 DI KM 203+660 PETAK JALAN ANTARA ST. GILAS ST. SUNGAITUHA

Lebih terperinci

3.3. TAHAP METODE PENGUMPULAN DATA

3.3. TAHAP METODE PENGUMPULAN DATA BAB III METODOLOGI 3.1. TINJAUAN UMUM Tahapan pekerjaan merupakan langkah-langkah yang harus dilakukan guna mencapai tujuan yang direncanakan. Dalam perencanaan ini tahapantahapan yang diambil meliputi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM. 35 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA DAN STANDAR PEMBUATAN GRAFIK PERJALANAN KERETA API

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM. 35 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA DAN STANDAR PEMBUATAN GRAFIK PERJALANAN KERETA API PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM. 35 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA DAN STANDAR PEMBUATAN GRAFIK PERJALANAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci