V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 49 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Mutu dan Produktivitas Tembakau Temanggung Hasil analisis ragam dan uji berpasangan nilai tengah mutu dan produktivitas tembakau (Tabel 10), menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata mutu dan produktivitas tembakau Temanggung yang dihasilkan dari enam kondisi lahan yang berbeda. Mutu tembakau terdiri atas empat tingkat, dengan tingkat mutu tertinggi C + (skor 37,59 dan 36,4) yang ditanam di lokasi berelevasi diatas m. Perbedaan mutu tersebut diakibatkan oleh beberapa hal, meliputi : (1) Sesuai dengan fungsi tembakau Temanggung sebagai pemberi rasa pada rokok kretek, dimana fungsi pemberi rasa ditentukan oleh kadar nikotin yang tinggi. Tinggi tempat (elevasi) areal pertanaman berpengaruh terhadap kadar nikotin, semakin tinggi elevasi areal pertanaman tembakau Temanggung, kadar nikotin akan semakin tinggi pula. Kadar nikotin akan semakin tinggi jika sinar matahari tinggi tetapi suhu rendah. (2) Jika dihubungkan dengan kondisi sifat kimia tanah, lahan yang berelevasi diatas m cenderung memiliki kandungan Kalium, bahan organik, ph dan KTK, proporsi pasir dan porositas yang lebih tinggi. Kondisi kimia tanah tersebut (Tabel 12), diduga sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi mutu tembakau. Tabel 10. Analisis Ragam Mutu dan Produktivitas Tembakau Temanggung a. Analisis Ragam Produksi/ Sumber Jumlah df Kuadrat F Sig Mutu keragaman kuadrat tengah Produksi diantara kelompok per ha dalam kelompok Mutu tembakau jumlah diantara kelompok dalam kelompok jumlah

2 50 b. Statistik Deskriptif Produksi/ Mutu Produksi per hektar (kg) Lokasi (Desa) N Ratarata Losari Wonotirto , ,6 Simpangan baku 388,1 549,5 Standar eror 74,6 105,7 Selang kepercayanan (95 %) nilai rata-rata Batas Batas bawah atas 808, ,8 842, ,1 Petarangan ,2 332,6 61,7 835, ,7 Tlogo ,2 231,8 47,3 447,3 643,1 Gandurejo ,4 310,7 62,1 632,1 888,7 Sunggingsari ,5 280,1 52,9 580,9 798,1 Mutu tembakau (skor mutu) Total Losari Wonotirto Petarangan ,8 37,5 28,6 31,2 400,9 9,1 7,7 11,1 31,6 1,7 1,6 2,1 774,2 33,9 25,2 26,9 899,4 41,2 32,1 35,5 Tlogo 23 30,4 4,2 0,8 28,6 32,2 Gandurejo 25 36,4 4,4 0,8 34,5 38,2 Sunggingsari 21 21,6 9,9 2,1 17,1 26,1 Total ,4 9,6 0,8 29,8 32,9 Produktivitas tembakau yang ditanam pada lahan dengan arah lereng ke timur berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata produksi pada lahan arah lereng ke timur laut dan utara. Perbedaan produktivitas ini sangat erat kaitannya dengan sifat tembakau yang merupakan tanaman fotoperioditas, yang memerlukan lama penyinaran matahari yang panjang. Arah lereng ke timur memperoleh sinar matahari dengan intensitas yang lebih besar karena arahnya tegak lurus dengan arah sinar matahari, akibatnya terjadi fotosintesis daun tembakau lebih intensif sehingga memproduksi daun lebih cepat dan lebih besar dibandingkan dengan tembakau yang ditanam menghadap ke timur laut dan utara (Salisbury dan Ross dalam Lakitan, 1997).

3 51 Tabel 11. Hasil Uji Beda Mutu dan Produktivitas Tembakau Lokasi Rata-rata Rata-rata Kondisi Lahan (Desa) Mutu Produksi (kg/ha) Losari Elevasi > 1000 m, lereng timur 37.5 a a Tlogo Elevasi < 1000 m, lereng timur 28.6 c a Wonotirto Elevasi > 1000 m, lereng timur laut 31.2 b b Gandurejo Elevasi < 1000 m, lereng timur laut 30.4 b c Petarangan Elevasi > 1000 m, lereng utara 36.4 a b Sunggingsari Elevasi < 1000 m, lereng utara 21.6 d b Keterangan : Huruf (superscript) yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05) berdasarkan uji beda nyata jujur HSD (W Tukey) Tabel 12 menunjukkan bahwa perbedaan elevasi berpengaruh nyata terhadap sifat kimia tanah (kecuali Nitrogen). Lahan yang berelevasi diatas m dpl memiliki kandungan Kalium, bahan organik, ph dan KTK lebih tinggi dibandingkan lahan yang berelevasi kurang dari m dpl. Sebaliknya kadar Fosfor lebih tinggi pada lahan yang berelevasi kurang dari m dpl. Tabel 12. Hasil Uji t Kandungan N, P, K, Bahan Organik, ph dan KTK Berdasarkan Elevasi Lahan Kimia Tanah Elevasi < 1000 m dpl > 1000 m dpl P value Nitrogen (%) Fosfor (%) Kalium (%) Bahan Organik (%) ph KTK (me/100 gr) Pengaruh Elevasi dan Lereng Terhadap Mutu dan Produksi Tembakau Kondisi elevasi dan lereng, meliputi : elevasi, arah lereng dan kemiringan lereng secara bersama-sama berpengaruh terhadap mutu dan produksi tembakau Temanggung. Hasil analisis regresi berganda sederhana, untuk mutu tembakau Temanggung, yang diolah dengan SPSS , menghasilkan kesimpulan sebagai berikut :

4 52 Berdasarkan tabel korelasi (Lampiran 4), menunjukkan bahwa koefisien elevasi dan kemiringan lereng berkorelasi nyata secara statistik dengan mutu tembakau Temanggung. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai sig < 0.05). Hasil penghitungan koefisien regresi menghasilkan persamaan sebagai berikut : M = 18, ,85 X 1 + 1,06 X 2 + 4,40 X 3 R 2 = 0,794 Persamaan diatas menunjukkan bahwa mutu tembakau 79,4 % dipengaruhi secara bersama-sama oleh elevasi (X 1 ), arah lereng (X 2 ) dan tingkat kemiringan lereng (X 3 ). Jika pengaruh faktor elevasi, arah lereng dan tingkat kemiringan tidak ada, maka mutu yang akan terjadi adalah 18,58 (mutu A+). Jika ceteris paribus, penambahan satu satuan elevasi mengakibatkan peningkatan mutu tembakau sebesar 11,85 satuan. Penambahan satu satuan arah lereng mengakibatkan peningkatan mutu sebesar 1,06 satuan. Penambahan satu satuan kemiringan lereng mengakibatkan peningkatan mutu 4,40 satuan. Berdasarkan Tabel korelasi pada Lampiran 5, menunjukkan bahwa koefisien arah dan kemiringan lereng berkorelasi nyata secara statistik pada nilai sig < 0.10 dengan produktivitas tembakau Temanggung. Hasil penghitungan koefisien regresi menghasilkan persamaan sebagai berikut : P = 437, ,61 X ,78 X ,38 X 3 R 2 = 0,613 Persamaan diatas menunjukkan bahwa produktivitas tembakau 61,3 % dipengaruhi secara bersama-sama oleh elevasi (X 1 ), arah lereng (X 2 ) dan tingkat kemiringan lereng (X 3 ). Jika tidak ada faktor elevasi, arah lereng dan tingkat kemiringan maka produktivitas per hektar yang akan terjadi adalah 437,04 kg. Jika cateris paribus, penambahan satu satuan elevasi mengakibatkan peningkatan produksi 96,61 satuan. Penambahan satu satuan arah lereng mengakibatkan peningkatan produktivitas sebesar 142,78 satuan. Penambahan satu satuan kemiringan lereng mengakibatkan peningkatan produktivitas 49,38 satuan. Karena satuan skor dari curam ke landai adalah 0 sampai 5, maka penambahan satuan kemiringan (skor) sama dengan pengurangan tingkat kemiringan lereng.

5 Indeks Keberlanjutan Usahatani Tembakau Temanggung Indeks Keberlanjutan Multidimensi Indeks keberlanjutan multidimensi meliputi dimensi ekologi, dimensi ekonomi dan dimensi ekologi, digunakan untuk menilai bagaimana kondisi keberlanjutan usahatani tembakau Temanggung berdasarkan ketiga dimensi diatas. Dimensi ekologi terdiri atas 8 atribut atau parameter, yaitu : elevasi, arah lereng, kondisi land cover, tingkat kemiringan lereng, ketersediaan bahan organik (pupuk kandang dan limbah tanaman), peluang melakukan konservasi tanah, produktivitas dan mutu tembakau. Dimensi ekonomi terdiri atas 6 atribut atau parameter, yaitu : kestabilan harga tembakau, kontribusi tembakau terhadap pendapatan petani, kontribusi tembakau terhadap PAD, transfer keuntungan, ketersediaan lembaga pemasaran, ketersediaan lembaga keuangan. Dimensi sosial terdiri atas 8 atribut atau parameter, yaitu : pengetahuan masyarakat terhadap lingkungan, persepsi masyarakat terhadap upaya konservasi tanah, adopsi terhadap demplot konservasi tanah, intensitas penyuluhan dan pelatihan mengenai usahatani tembakau, eksistensi kelompok tani, eksistensi lembaga layanan pemerintah, kebersamaan dalam kerja kelompok, eksistensi rumah tangga petani tembakau. 60 Up 40 Sumbu Y setelah notasi 20 Bad Good Real Fisheries Reference anchors Anchors Down Sumbu X setelah notasi: Indek Keberlanjutan Indek Multidimensi Gambar 3. Indeks Keberlanjutan Multidimensi Usahatani Tembakau

6 54 Hasil analisis Rap dengan menggunakan metode multidimentional scaling (MDS) menghasilkan nilai indeks keberlanjutan (IKb) 55,53 pada skala keberlanjutan (Gambar 3), dan termasuk kedalam kategori cukup (51 < nilai indeks < 75). Kontribusi masing-masing dimensi, yaitu : dimensi ekologi 49,38, dimensi ekonomi 63,91 dan dimensi sosial 64,54, seperti diagram layang pada Gambar 4. EKOLOGI ,38 SOSIAL 64,54 EKONOMI 63,91 Gambar 4. Diagram Layang (Kite Diagram) Keberlanjutan Usahatani Tembakau

7 Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekologi Nilai indeks keberlanjutan berdasarkan dimensi ekologi seperti tertera dalam Gambar 5 adalah 49,38 termasuk kedalam kategori kurang berkelanjutan (pada skala 0 100). 60 Up 40 Sumbu Y setelah notasi 20 Bad Good Real Fisheries Reference anchors Anchors Down Sumbu X setelah notasi: Indek Keberlanjutan Indek Dimensi Ekologi Gambar 5. Analisis Rap Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekologi Untuk melihat atribut yang sensitif memberikan kontribusi terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi, digunakan analisis leverage (Gambar 6). Berdasarkan Gambar 6, parameter yang sensitif mempengaruhi indeks keberlanjutan dimensi ekologi adalah : ketersediaan bahan organik, tingkat kemiringan lereng dominan, kondisi land cover, peluang melakukan konservasi tanah dan arah lereng.

8 56 Hasil analisis leverage tersebut memberikan suatu indikasi bahwa untuk menjaga keberlanjutan usahatani tembakau Temanggung perlu mengupayakan agar bahan organik tersedia di lokasi, artinya peternakan sebagai sumber bahan pupuk kandang perlu dikembangkan di sentra produksi tembakau, selain memanfaatkan limbah bahan tanaman untuk dijadikan kompos. Selain itu upaya untuk mempertahan konservasi tanah dalam mempertahankan keberlanjutan sangat penting, hal tersebut tercermin dari parameter peluang melakukan konservasi, tingkat kemiringan lereng dominan dan kondisi land cover merupakan parameter yang sangat sensitif. Parameter tersebut sangat terkait dengan upaya konservasi tanah. Mutu tembakau 0, Produktivitas tembakau (kg per ha) 0, Peluang melakukan konservasi tanah 1, Attribute Ketersediaan bahan organik (pupuk kandang dan limbah tanaman) Tingkat kemiringan lereng dominant 1, , Kondisi land cover 1, Arah Lereng 1, Elevasi (m dpl) 0, ,5 1 1,5 2 Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100) Gambar 6. Kontribusi Atribut Dimensi Ekologi

9 Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekonomi Nilai indeks keberlanjutan berdasarkan dimensi ekonomi seperti tertera dalam Gambar 7 adalah 63,91 termasuk kategori cukup berkelanjutan (pada skala 0 100). Untuk melihat atribut atau parameter yang sensitif memberikan kontribusi terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi, digunakan analisis leverage (Gambar 8). Berdasarkan Gambar 8, nampak bahwa tiga parameter ekonomi yang paling sensitif adalah : kontribusi tembakau terhadap pendapatan asli daerah (PAD), ketersediaan lembaga pemasaran dan kontribusi tembakau terhadap pendapatan petani. 60 Up 40 Sumbu Y setelah notasi 20 Bad Good Real Fisheries Reference anchors Anchors Down Sumbu X setelah notasi: Indek Keberlanjutan Indek Dimensi Ekonomi Gambar 7. Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekonomi Hal tersebut, memberikan suatu indikasi bahwa untuk menjaga keberlanjutan usahatani dari aspek ekonomi perlu mempertahankan peranan tembakau terhadap pendapatan asli daerah (PAD), ketersediaan lembaga pemasaran dan peranan atau kontribusi tembakau terhadap pendapatan petani. Parameter-parameter tersebut

10 58 memberikan suatu indikasi bahwa selama belum ada komoditas diversifikasi sebagai pengganti tembakau, maka usahatani tembakau akan berkelanjutan, sehingga terkait harga yang diterima petani dan produktivitas tembakau, perlu diupayakan agar optimal. Harga yang baik dan produktivitas yang tinggi secara teknis akan terkait dengan parameter yang peka pada dimensi ekologi. Ketersediaan lembaga keuangan 3, Ketersediaan lembaga pemasaran 8, Attribute Transfer keuntungan Kontribusi terhadap PAD 1, , Kontribusi terhadap pendapatan petani 6, Kestabilan harga 1, Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100) Gambar 8. Kontribusi Atribut Dimensi Ekonomi Indeks Keberlanjutan Dimensi Sosial Nilai indeks keberlanjutan berdasarkan dimensi sosial adalah 64,54, termasuk ke dalam kategori cukup berkelanjutan (pada skala 0 100), seperti Gambar 9. Untuk melihat atribut atau parameter yang sensitif memberikan kontribusi terhadap

11 59 nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial, digunakan analisis leverage (Gambar 10). Gambar 10 menunjukkan bahwa tiga parameter yang sangat sensitif mempengaruhi indeks keberlanjutan dimensi sosial adalah : intensitas penyuluhan dan pelatihan mengenai usahatani tembakau, eksistensi kelompok tani dan kebersamaan petani dalam kerja kelompok. Berdasarkan analisis leverage tersebut menunjukkan indikasi bahwa untuk mempertahankan keberlanjutan usahatani tembakau Temanggung perlu meningkatkan intensitas penyuluhan dan pelatihan usahatani tembakau, meningkatkan eksistensi kelompok dan membina kebersamaan para petani tembakau dalam menangani pekerjaan dan memecahkan permasalahan yang dihadapi. Esensi dari ketiga parameter yang sensitif tersebut adalah pemerintah dan petani tembakau perlu menggalang kebersamaan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi, terutama dalam menangani usahatani dan pemasaran tembakau. 60 Up 40 Sumbu Y setelah notasi 20 Bad Good Real Fisheries Reference anchors Anchors Down Sumbu X setelah notasi: Indek Keberlanjutan Indek Dimensi Sosial Gambar 9. Indeks Keberlanjutan Dimensi Sosial

12 60 Beberapa parameter statistik yang diperoleh dari analisis Rap dengan menggunakan metode multidimentional scaling (MDS) berfungsi sebagai standar untuk menentukan kelayakan terhadap hasil kajian. Tabel 13 menyajikan nilai Stress dan R 2 (koefisien determinasi) untuk setiap dimensi maupun multidimensi. Nilai tersebut berfungsi untuk menilai akurasi atribut atau parameter maupun nilai dari kondisi yang sebenarnya. Eksistensi rumah tangga petani tembakau 1, Kebersamaan kerja kelompok (individual atau kelompok) 3, Eksistensi lembaga layanan pemerintah 1, Attribute Eksistensi kelompok tani Intensitas penyuluhan dan pelatihan mengenai usahatani tembakau 4, , Adopsi terhadap demplot konservasi tanah 1, Persepsi masyarakat terhadap upaya konservasi tanah 0, Pengetahuan masyarakat terhadap lingkungan 0, Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100) Gambar 10. Kontribusi Atribut Dimensi Sosial

13 61 Berdasarkan Tabel 13, nampak bahwa setiap dimensi maupun multidimensi memiliki nilai stress jauh dibawah ketetapan yang menyatakan bahwa nilai stress pada analisis dengan metode multidimentional scaling (MDS) sudah cukup memadai jika diperoleh nilai lebih kecil dari 25 % (Fisheries. Com 1999). Karena semakin kecil nilai stress yang diperoleh, berarti semakin baik kualitas hasil analisis. Sedangkan koefisien determinasi (R 2 ), kualitas hasil semakin baik jika nilai koefisien determinasi semakin besar mendekati nilai 1. Berdasarkan kedua parameter diatas, dapat diketahui bahwa atribut ketiga dimensi yang digunakan pada analisis keberlanjutan usahatani tembakau Temanggung sangat baik. Tabel 13. Hasil Analisis Rap Parameter Statistik Nilai Statistik Multi Dimensi Ekologi Ekonomi Sosial Stress 0,13 0,16 0,14 0,15 R 2 0,96 0,94 0,94 0,95 Jumlah Iterasi Kesesuaian Lahan Evaluasi kesesuaian lahan merupakan suatu evaluasi yang memberikan gambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu (Sitorus, 1998). Dengan membandingkan antara persyaratan yang dibutuhkan oleh penggunaan tertentu, dengan sifat dan kualitas lahan yang tersedia maka akan diketahui potensi lahan atau kesesuaian lahan untuk jenis penggunaan lahan tersebut. Komoditas yang dikembangkan di suatu lahan seharusnya berproduksi optimum, dengan hasil yang bermutu baik, dan berproduksi secara lestari. Setiap

14 62 komoditas pertanian mempunyai potensi produksi genetik, yaitu produksi hanya ditentukan oleh genetik tanaman itu, yang bisa dicapai manakala kondisi lingkungan tumbuh optimum. Pada kondisi lingkungan tumbuh yang optimum, produksi seringkali lebih rendah dari produksi potensi genetik atau terjadi senjang antara produksi potensi genetik dengan produksi riil. Senjang produksi tersebut dapat diperkecil dengan rekayasa lingkungan tumbuh melalui perbaikan lahan (land improvement) dan budidaya tanaman. Tidak hanya pada kuantitas produksi, akhir-akhir ini perhatian konsumen juga tertuju pada mutu produk. Beberapa parameter dasar yang menentukan mutu tersebut antara lain : rasa, penampilan, kesehatan (bebas dari zat yang berbahaya bagi kesehatan) dan kandungan gizi. Namun demikian, baku mutu produk pertanian belum semuanya tersedia, yang ada hanya kesukaan (preferensi) konsumen saja. Selain kuantitas dan mutu produk baik, produksi komoditas itu juga perlu lestari agar bisa dirasakan oleh lebih banyak orang. Beberapa hal akan mengancam kelestarian produksi antara lain erosi dan penurunan jumlah hara tanaman karena kehilangan akibat panen. Pembukaan lahan untuk pertanian diawali dengan pembersihan lahan dari vegetasi alam yang sudah seimbang dengan kondisi lingkungannya. Pembukaan lahan dan penanaman komoditas baru akan mengganggu keseimbangan ekosistem yang seringkali merugikan komoditas yang ditanam apabila pengelolaan lahan yang tepat tidak dilakukan. Pada daerah berlereng, seperti lahan sentra produksi tembakau Temanggung, gangguan keseimbangan dapat berupa peningkatkatan laju erosi tanah. Semua itu pada akhirnya akan mengurangi jumlah dan mutu hasil pertanian. Kesesuaian lahan (land suitability) adalah gambaran tingkat kecocokan suatu lahan untuk suatu tanaman atau kelompok tanaman tertentu. Setiap komoditas mempunyai persyaratan tumbuh yang tertentu agar dapat tumbuh dan berproduksi optimum. Selain itu, lahan juga mempunyai karakteristik iklim, tanah dan terrrain

15 63 yang khas, seperti yang dituangkan dalam satuan peta tanah. Matching antara kedua hal tersebut merupakan bagian dari evaluasi lahan. Djaenudin et al., (1998) menguraikan tentang teknik evaluasi lahan berdasarkan metode FAO (1978). Persyaratan tumbuh untuk tembakau di lahan kering (Tabel 14), meliputi parameter-parameter : suhu udara, kelembaban udara, curah hujan tahunan, media perakaran, ketersediaan oksigen, retensi hara, dan terrain. Nilai untuk setiap parameter tersebut dibagi menjadi 4 kelas, yaitu: S1 (sangat sesuai), S2 (cukup sesuai), S3 (sesuai marjinal), dan N (tidak sesuai). Contohnya, jika suatu lahan ternyata mempunyai temperatur udara 25 o C, maka lahan tersebut cukup sangat sesuai untuk tembakau dari sisi temperatur udara. Contoh lainnya, jika lahan mempunyai drainase sangat terhambat, maka lahan tidak sesuai untuk tembakau dari sisi drainase tanah. Hasil akhir evaluasi lahan adalah kelas kesesuaian terendah. Hasil penilaian kesesuaian lahan Kabupaten Temanggung berdasarkan kriteria kesesuaian lahan pada Tabel 14, menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Temanggung, 83,73 % sesuai untuk tanaman Tembakau sisanya tidak sesuai (6,73 %) dan yang lainnya telah digunakan untuk pemukiman (9,54 %), lebih rinci tertera pada Tabel 15 (Ropik et al., 2004). Lahan di Kabupaten Temanggung dapat dikelompokan menjadi 8 kelas kesesuaian lahan terdiri dari 4 kesesuaian tunggal, dan 4 kesesuaian kombinasi (Tabel 15). Untuk Tembakau, lahan kelas S3 (sesuai marjinal) dijumpai paling luas penyebarannya, yaitu ha atau 40,25 % dari luas keseluruhan, lahan cukup sesuai ha atau 24,55 % dari luas keseluruhan.

16 64 Tabel 14. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tembakau (Nicotiana tabacum) Persaratan Penggunaan/ Kesesuaian Lahan karakteristik Lahan S1 S2 S3 N Temperatur (t) 1. Temperatur Rerata( o c) pada masa pertumbuhan <15 >34 Ketersediaan air (w) 1. Kelembaban udara 2. Curah Hujan Rerata Tahunan (mm) pada masa pertumbuhan Media perakaran (r) 1. Tekstur Agak kasar, sedang Agak halus <20 >90 > halus <400 kasar 2. Bahan kasar (%) < >55 3. Kedalaman tanah (cm) >75 Ketersedian oksigen (O) 1. Drainase Baik, agak baik Retensi Hara (f) 1. KTK liat(cmol) 2. ph H2O 3. Kejenuhan basa (%) C-organik (%) Terrain (s) 1. Lereng (%) 2. Batu dipermukaan ( %) 3. Singkapan batuan (%) >16 5,5-6,2 >35 >1,2 <8 <5 < Agak terhambat <=16 5,2-5,5 6,2-6, ,8-1, Terhambat, agak cepat <5,2 >6,8 <20 <0, <25 Sangat terhambat, cepat >30 >40 >25 Sumber: Djaenuddin et al., (1998)

17 65 Tabel 15. Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tembakau No. Kelas Keterangan ha % Lahan sesuai 1. S1 Lahan sangat sesuai 951 1,09 2. S1/S2 Sebagian besar lahan sangat sesuai, ,75 sisanya termasuk cukup sesuai 3. S2 Lahan cukup sesuai ,55 4. S2/S1 Sebagian besar lahan cukup sesuai, ,52 sisanya sangat sesuai 5. S2/S3 Sebagian besar lahan cukup sesuai, ,09 sisanya sesuai marjinal 6. S3 Lahan sesuai marjinal ,25 7. S3/S1 Sebagian besar lahan sesuai ,48 marjinal, sisanya sangat sesuai Jumlah ,73 Tidak sesuai 8. N Lahan tidak sesuai ,73 9. Pemukiman ,54 Jumlah ,27 Jumlah keseluruhan ,00 Keterengan : S1: sangat sesuai, S2: cukup sesuai, S3: sesuai marjinal, N: tidak sesuai Tabel 15 menunjukan bahwa ha lahan tergolong cukup sesuai dan sesuai marjinal, sedangkan seluas ha lahan tergolong sangat sesuai. Berdasarkan pertimbangan fisik lingkungan seperti uraian diatas, tembakau sangat potensial dikembangkan di Kabupaten Temanggung. Lahan sesuai S1 dan S1/S2 menyebar di Kecamatan Tlogosari.

18 66 Gambar 11. Peta Kesesuaian Lahan Tembakau Temanggung (Ropik et al., 2004) 5.5. Sosial Ekonomi Petani dan Pengelolaan Usahatani Tembakau Sosial Ekonomi Petani Data sosial ekonomi dan sistem pengelolaan usaha petani didapatkan melalui hasil wawancara (interview) para responden terpilih dalam enam lokasi penelitian. Data yang dikumpulkan meliputi beberapa variabel sosial ekonomi dan sistem pengelolaan usahatani tembakau yaitu :umur, jumlah anggota keluarga usia sekolah, jumlah anggota keluarga usia kerja, pengalaman bertani, pola tanam, luas lahan, produksi tembakau dan tanaman selingan (sayur), mutu dan harga tembakau, upah budidaya dan panen, input bahan (pupuk kandang, pupuk buatan, pestisida, bibit dan

19 67 keranjang), keikut sertaan dalam penyuluhan dan aktivitas konservasi tanah. Kompilasi data sosial ekonomi tertera pada Lampiran 22. Kondisi sosial ekonomi para petani tembakau cukup bervariasi (Tabel 16). Meskipun demikian secara umum pola pengelolaan usahatani tembakau memiliki banyak kemiripan diantara petani, antara lain dalam hal penggunaan tenaga kerja keluarga, sumber atau lembaga keuangan, dan ketersediaan serta kemudahan dalam pengadaan sarana dan prasarana usahatani. Data mengenai kondisi sosial para petani tembakau di Temanggung meliputi : umur, usia sekolah dan angkatan kerja anggota keluarga, luas dan status kepemilikan lahan yang digarap, pola tanam dan keikutsertaan dalam penyuluhan. Rentang umur para petani tembakau berkisar antara tahun dengan umur rata-rata sekitar 51 tahun. Walaupun umur rata-rata diatas 50 tahun, tetapi hasil pengamatan menunjukkan bahwa petani secara umum masih aktif dan produktif mengelalola usahatani khususnya usahatani tembakau. Frekuensi umur petani yang melebihi 50 tahun cukup besar seperti ditunjukkan dalam Gambar 12. Tabel 16. Kondisi Umum Sosial Ekonomi Petani Variabel Sosial Ekonomi Minimum Maksimum Rata-rata SD N Umur (tahun) ,83 12, Jumlah anak usia sekolah 0 4 (orang) 1,04 0, Jumlah anggota keluarga usia kerja (orang) 2 7 3,62 1, Lama bertani (tahun) ,92 13, Luas lahan (hektar) 0,14 0,8 0,33 0, Ket : SD = simpangan baku N = jumlah responden Berdasarkan pengalaman atau lama petani menekuni usahatani tembakau ini nampak bahwa sebagian besar sudah cukup lama berprofesi sebagai petani tembakau. Rata-rata lama bertani mereka mencapai hampir 29 tahun dengan lama maksimal mencapai 68 tahun. Frekuensi petani yang menekuni usahatani tembakau lebih dari

20 68 20 tahun cukup tinggi (Gambar 12). Hal ini menunjukkan bahwa minat untuk berusahatani dengan tanaman utama tembakau sudah berkembang lama dibandingkan dengan komoditi lainnya di wilayah Temanggung Frekuensi UMUR (tahun) Gambar 12. Histogram Frekuensi Umur Petani Tembakau Frekuensi Std. Dev = Mean = 29 0 N = Lama Bertani (tahun) Gambar 13. Histogram Frekuensi Pengalaman Bertani Tembakau Berdasarkan luas lahan yang dikelola oleh seorang kepala rumah tangga petani nampak bahwa luas areal yang digarap relatif sempit. Rata-rata pemilikan lahan sekitar 0.33 hektar, bahkan seorang petani ada yang hanya menggarap sekitar 0.14 hektar kebun dan digarap bersama anggota keluarga lainnya. Sementara

21 69 maksimal luas lahan yang digarap tidak sampai satu hektar yaitu hanya 0.8 hektar. Frekuensi jumlah luas lahan garapan petani tembakau disajikan pada Gambar Frekuensi Std. Dev =.09 Mean = N = Luas lahan (hektar) Gambar 14. Histogram Frekuensi Luas Lahan Petani Tembakau Dalam sistem pengelolaan usahatani tembakau dan tanaman tumpangsari atau tumpanggilir, penggunaan tenaga kerja sangat bervariasi dan sangat ditentukan oleh banyaknya anggota keluarga yang tergolong dalam usia kerja. Setiap anggota keluarga yang tergolong usia kerja pun tidak memiliki jam kerja yang tetap kecuali kepala keluarga sebagai penanggung jawab pengelolaan usahatani tembakau. Demikian pula dengan sistem pengupahan utamanya untuk kegiatan panen sangat sulit ditetapkan karena tenaga kerja yang terlibat termasuk anggota keluarga. Oleh karena itu, dalam tulisan ini biaya khusus untuk upah panen tidak diperhitungkan. Biaya yang dapat dengan mudah dihitung adalah biaya untuk budidaya selama proses penyiapan lahan sampai panen dan input bahan (pupuk kandang, pupuk buatan, pestisida, benih dan keranjang). Biaya untuk tanam tumpangsari/tumpanggilir juga sangat sulit untuk ditetapkan karena beberapa bahan untuk pertanaman tembakau juga dimanfaatkan untuk pengelolaan tanaman tumpangsari/tumpanggilir. Oleh karena itu, biaya untuk tanaman tumpangsari/tumpanggilir perlu dihitung secara keseluruhan terutama biaya pupuk dan pestisida.

22 Pengelolaan Usahatani Tembakau Varietas tembakau yang ditanam sebagian besar adalah Kultivar Gober Genjah Kemloko, yang merupakan kultivar lokal. Pengolahan tanah di lahan sawah dimulai dengan membersihkan jerami atau sisa tanaman sebelumnya, kemudian dikeringkan, selanjutnya dicangkul atau dibajak lalu dibiarkan selama 2 3 minggu, kemudian dibuat guludan dengan jarak cm dan jarak tanam dalam guludan cm. Pengolahan tanah di lahan kebun dengan cara mencangkul sampai gembur dan dibuat guludan dengan lebar cm. Pupuk kandang sebagai pupuk dasar diberikan 2 3 minggu sebelum tanam pada lubang tanam, sebanyak ton per ha. Sedangkan pupuk buatan rata-rata menggunakan ZA ( kg) + TSP (100 kg) per ha. Pupuk TSP diberikan 1 minggu sebelum tanam dan ZA (setengah dosis) diberikan 4 minggu setelah tanam. Penyiangan dan pembumbunan dilakukan bersamaan untuk membersihkan gulma dan menggemburkan tanah, dilakukan 2 3 kali tergantung keadaan lapangan. Pemangkasan bunga dilakukan pada saat kuncup bunga pertama mulai mekar, kurang lebih pada umur 70 hari, dengan cara memotong pada batas 2 3 daun di bawah daun bendera (daun yang tumbuh pada tangkai kuncup bunga). Setelah dipangkas akan tumbuh tunas pada ketiak daun (wiwilan) dan tunas tersebut perlu dipotong 5 7 hari sekali, agar daun tembakau dapat tumbuh besar dan tebal. Panen dilakukan secara bertahap sebanyak 5 8 kali tergantung kemasakan dan jumlah daun. Panen biasanya dimulai setelah ada informasi bahwa pabrik rokok mulai membuka untuk pembelian. Panen biasanya dilakukan hari sebelum awal pembelian. Daun yang dipanen mulai dari daun bawah (2 3 daun setiap petik), ditandai dengan perubahan warna daun dari hijau menjadi kuning kehijauan, warna tulang daun putih/hijau terang, tepi daun mengering, permukaan daun agak kasar dan tangkai daun mudah dipatahkan. Pengolahan atau pasca panen tembakau terdiri atas tiga tahap, yaitu : pemeraman, perajangan dan penjemuran. Pemeraman dilakukan dengan cara mengatur daun berdiri secara tegak di rak pemeraman setelah daun tersebut disortasi agar ukuran daun seragam. Pemeraman dilakukan selama 1 2 malam (daun bawah),

23 malam (daun tengah) dan 4 7 malam (daun atas). Setelah daun menampakan warna kuning kemerahan lalu dirajang, yang dilakukan mulai tengah malam sampai pagi agar hasil rajangan dapat langsung dijemur pagi harinya. Tebal rajangan 1,5 2 mm. Hasil rajangan harus kering dalam dua hari dan pada malam hari pertama rajangan diembunkan agar rajangan berwarna hitam. Dalam siklus satu tahun, pola tanam tembakau pada semua lokasi relatif sama yaitu penanaman tembakau dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Juni atau Juli, dalam pola tanam tumpangsari atau tumpanggilir umumnya dengan sayuran. Di lokasi penelitian, terdapat 6 model pola tanam yang paling dominan, yaitu : Pola 1 : Jagung + Jagung + Tembakau (55,1 %). Pola 2 : Jagung + Bawang merah + Tembakau (5,8 %). Pola 3 : Jagung + Kacang tunggak + Tembakau (18,1 %). Pola 4 : Jagung + Bawang putih + Tembakau (6,5 %). Pola 5 : Jagung + Lombok + Tembakau (5,8 %). Pola 6 : Padi + Tembakau (4,5 %). Dalam kegiatan usahatani, pada umumnya petani tidak memiliki catatan yang lengkap, pendapatan dan biaya dicatat relatif sangat sederhana. Komponen biaya umumnya dikelompokkan kedalam dua kategori utama yaitu upah untuk budidaya dan input untuk material bahan. Upah budidaya dihitung mulai dari pengelolaan lahan sampai panen, sebagian besar curahan tenaga kerja keluarga tidak dihitung, sementara input bahan untuk tembakau meliputi pupuk (kandang dan buatan), pestisida, benih dan keranjang. Biaya untuk pengelolaan tanaman sayuran terbatas pada input bahan terutama pupuk dan pestisida. Beberapa item pengeluaran sangat sulit dipisahkan pembebanannya, antara tembakau dan sayur sehingga data ini banyak dimasukkan saja dalam salah satunya tembakau atau sayur. Hasil perhitungan produksi tembakau, produksi sayur dari luas areal yang dikelola petani responden selama satu tahun, menunjukkan bahwa petani tembakau memperoleh pendapatan rata-rata sekitar Rp per musim tanam dari tembakau dan Rp dari penjualan sayur (Tabel 17). Pendapatan minimal

24 72 yang diperoleh seorang petani adalah Rp dari penjualan tembakau dan Rp dari hasil penjualan sayur. Komponen biaya terbesar dalam usahatani tembakau adalah input bahan terutama pupuk kandang. Secara keseluruhan biaya input bahan ini rata-rata sebesar Rp dan bahkan ada yang mencapai Rp. 5 juta lebih. Setelah dikurangi dengan komponen biaya dari hasil penjualan tembakau dan sayur maka keuntungan bersih yang diperoleh petani tembakau mencapai rata-rata Rp dari tembakau ditambah Rp dari penjualan sayur. Dengan demikian rata-rata seorang petani dalam setahun mendapat keuntungan bersih lebih dari Rp. 8 juta (Gambar 15). Tabel 17. Biaya dan Pendapatan Usahatani Tembakau Biaya dan Pendapatan Minimum Maksimum Rata-rata Simpangan Baku (SD) Jumlah Sampel (N) Produksi tembakau (kg krosok) ,35 134, Penjualan tembakau (Rp) Input untuk tembakau (Rp) Upah budidaya tembakau (Rp) Total biaya Tembakau (Rp) Keuntungan Tembakau (Rp) Produksi sayur (kg) ,71 695, Biaya Pengelolaan Sayur (Rp) , Keuntungan Penjualan Sayur (Rp) , Ket : SD = simpangan baku N = jumlah responden

25 73 Pendapatan Usahatani Input Usahatani 11% 11% 50% Penjualan Tembakau 89% Keuntungan Penjualan Sayur 39% Input Untuk Tembakau Biaya Pengelolaan Sayur Upah Budidaya Tembakau Gambar 15. Proporsi Pendapatan dan Input Usahatani Secara makro, kegiatan usahatani diatas berkontribusi cukup besar terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Temanggung. Pada tahun 2002, PDRB Kabupaten Temanggung sebesar Rp diantaranya bersumber dari sektor pertanian sebesar Rp atau 37,45 %. Sektor pertanian berkontribusi paling besar terhadap PDRB dibandingkan sektor lainnya, dan salah satu sumbernya adalah subsektor perkebunan. Khusus untuk Kabupaten Temanggung kontribusi sektor perkebunan didominasi oleh komoditas tembakau. Dalam tahun 2002 kontribusi komoditas tembakau (perkebunan) terhadap PDRB adalah sebesar Rp atau 10,35 % (BPS Kabupaten Temanggung, 2003) Arahan Pengembangan Usahatani Tembakau Arahan pengembangan usahatani tembakau berkelanjutan di Kabupaten Temanggung, disusun berdasarkan tiga submodel, yaitu : submodel pengggunaan lahan, submodel penduduk dan submodel mutu dan produksi (usahatani) tembakau Temanggung. Diagram alir sebab-akibat seperti tertera pada Gambar 15, merupakan pendekatan dalam menggambarkan hubungan antar komponen yang digunakan dalam konsep model dinamik, untuk merancang suatu sistem usahatani tembakau berkelanjutan di Kabupaten Temanggung. Faktor utama yang berpengaruh terhadap

26 74 keberhasilan arahan pengembangan usahatani tembakau agar berkelanjutan adalah komitmen para pihak terutama petani terhadap arahan /skenario penggunaan lahan sesuai kebijakan yang mempertimbangkan dinamika permintaan pasar Subsistem Penggunaan Lahan Subsistem penggunaan lahan, didasarkan pada asumsi bahwa kondisi lahan (khususnya elevasi dan arah kemiringan lereng) berpengaruh terhadap mutu dan produktivitas tembakau. Berdasarkan asumsi tersebut, lahan tersebut dapat dikelompokkan kedalam 5 kelompok, yaitu : (1) lahan usahatani tembakau arah lereng timur, berelevasi diatas m dpl, (2) lahan usahatani tembakau arah lereng timur, berelevasi kurang m dpl, (3) lahan usahatani non tembakau, berelevasi diatas m dpl, (4) lahan usahatani non tembakau, berelevasi kurang m dpl, dan (5) lahan non usahatani tembakau arah lereng timur laut dan utara. + Pendapatan + Petani Tembakau - Lahan Tersedia Harga Petani + Kebutuhan lahan - Lahan Sesuai + Mutu + + Pertumbuhan Penduduk Gambar 16. Diagram Sebab Akibat Potensi Usahatani Tembakau

27 75 Pertumbuhan_PDDK JL Penduduk JM LP LKP NTU FIMIG Petani FTani FEMIG NTL NTT2 NTTN LnT NTT NTT1 FTbk PTbk Perluasan Auxiliary_8 LLT_KK L_Luas TPL LTT2 LTn LTU LTT1 LTT LTTL ProT LTTN Produksi H_Mutu_1 N_Mutu_1 Ratapro LPRO N_Mutu_2 PTbk Terima_Tbk H_Mutu_2 Gambar 17. Diagram Alir Proyeksi Usahatani Tembakau

28 76 Sesuai diagram alir pada Gambar 17 dan persamaan 1, 2 dan 3 (diuraikan terdahulu dalam Bab Metode Penelitian) dan Lampiran 15, dapat diketahui proyeksi luas lahan seperti yang tertera pada Tabel 18. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa luas areal usahatani tembakau arah lereng timur dengan elevasi diatas m dpl (LTT1) meningkat dari ha (tahun 2005) menjadi (tahun 2030). Peningkatan luas areal tersebut sebagai akibat dari berkembangnya usahatani tembakau ke areal lahan lereng timur dengan elevasi diatas m dpl, yang saat ini merupakan areal non usahatani tembakau. Lahan usahatani tembakau arah lereng timur dengan elevasi kurang dari m dpl (LTT2) dan lahan non usahatani tembakau arah lereng timur dengan elevasi kurang m dpl (NTT2) relatif konstan dengan luas masing-masing ha dan ha. Sedangkan lahan non usahatani tembakau arah timur laut dan utara (LNT1) terjadi penurunan dari ha (tahun 2005) menjadi ha (tahun 2030), sebagai akibat dari penggunaan untuk keperluan diluar usahatani. Untuk mempertahankan keberlanjutan usahatani tembakau Temanggung, maka prioritas pemanfaatan lahan harus dikendalikan ke lahan-lahan yang potensial menghasilkan mutu tembakau yang baik, sesuai permintaan Pabrik Rokok Gudang Garam dan Jarum. Dengan mutu tembakau yang baik, dan jumlah produksi yang terkendali, akan berdampak terhadap meningkatnya posisi tawar petani dalam pemasaran tembakau. Dari aspek konservasi tanah, lahan yang memiliki lereng ke arah timur lebih baik, karena pada areal tersebut tersedia batu, yang saat ini sudah digunakan oleh sebagian besar petani dalam menerapkan konservasi tanah model teras berbatu, terutama pada lahan-lahan yang berelevasi kurang dari m dpl Subsistem Penduduk Subsistem penduduk, meliputi perkembangan penduduk, perkembangan jumlah petani, jumlah petani tembakau dan luas pemilikan lahan petani. Luas pemilikan lahan per KK petani, terjadi penurunan akibat pengaruh laju penduduk karena net kelahiran dan net migrasi.

29 77 Tabel 18. Proyeksi Luas Lahan Tembakau ( ) dalam hektar Tahun LTT1 LTT2 NTT1 NTT-2 LT-1 L3T LNT ,003 1,227 1,004 1,378 7,330 8,557 8, ,043 1, ,378 7,370 8,597 8, ,084 1, ,378 7,411 8,638 8, ,124 1, ,378 7,451 8,678 8, ,165 1, ,378 7,492 8,719 8, ,205 1, ,378 7,532 8,759 8, ,246 1, ,378 7,573 8,800 8, ,287 1, ,378 7,614 8,814 8, ,328 1, ,378 7,655 8,882 8, ,369 1, ,378 7,696 8,923 8, ,411 1, ,378 7,738 8, ,452 1, ,378 7,779 9,006 8, ,494 1, ,378 7,821 9,048 8, ,535 1, ,378 7,862 9,089 8, ,577 1, ,378 7,904 9,131 8, ,619 1, ,378 7,946 9,173 8, ,661 1, ,378 7,988 9,215 8, ,703 1, ,378 8,030 9,257 8, ,745 1, ,378 8,072 9,299 8, ,787 1, ,378 8,114 9,341 8, ,830 1, ,378 8,157 9,384 8, ,872 1, ,378 8,199 9,426 8, ,915 1, ,378 8,242 9,469 7, ,958 1, ,378 8,285 9,512 7, ,001 1, ,378 8,328 9,555 7, ,006 1, ,378 8,333 9,560 7,883 Keterangan : LTT1 = lahan tembakau arah lereng timur, elevasi diatas m dpl LTT2 = lahan tembakau arah lereng timur, elevasi kurang m dpl NTT1 = lahan non tembakau arah lereng timur, elevasi diatas m dpl NTT2 = lahan non tembakau arah lereng timur laut, utara, elevasi kurang m LT1 = lahan lereng timur, timur laut, utara, elevasi diatas m dpl L3T = lahan LT1 + LTT2 LNT1 = lahan non tembakau arah lereng non timur Berdasarkan diagram alir pada Gambar 17 dan persamaan 5 dan 6 (pada Bab Metode Penelitian), jumlah penduduk Kabupaten Temanggung berkembang dari

30 jiwa (tahun 2005) menjadi jiwa (tahun 2030) atau meningkat sebesar 12,7 %. Sementara itu, jumlah petani selama 25 tahun meningkat dari KK (tahun 2005) menjadi KK (tahun 2030) atau meningkat sebesar 12,7 % atau proporsional dengan kenaikan jumlah penduduk. Dari jumlah petani tersebut 20,3 % adalah petani tembakau, dengan rata-rata pemilikan lahan 0,283 ha pada tahun 2005 dan 0,263 ha pada tahun Tahun Tabel 19. Estimasi Perkembangan Penduduk dan Petani Jumlah Penduduk (jiwa) Jumlah Petani (KK) Jumlah Petani Tembakau (KK) Luas Lahan Tembakau (ha) *) , ,982 51, , ,206 51, , ,436 52, , ,672 52, , ,914 52, , ,162 52, , ,416 53, , ,676 53, , ,942 53, , ,214 53, , ,493 54, , ,777 54, , ,068 54, , ,365 54, , ,668 55, , ,978 55, , ,293 55, , ,615 56, , ,944 56, , ,279 56, , ,620 56, , ,968 57, , ,322 57, , ,683 57, , ,050 57, , ,424 58, Keterangan : *) = Luas pengusahaan lahan petani tembakau per KK

31 Subsistem Mutu dan Produksi (Usahatani) Subsistem mutu dan produksi meliputi produksi tembakau pada berbagai kondisi lahan, dimana hasil analisis menunjukkan bahwa tembakau yang bermutu baik dihasilkan dari lahan yang berelevasi diatas m dpl dan tembakau berproduksi tinggi dihasilkan pada lahan yang memiliki arah lereng ke timur. Dengan hasil analisis tersebut, dapat disusun suatu skenario pengendalian jumlah produksi sesuai mutu yang diharapkan. Skenario tersebut, meliputi : Skenario 1, yaitu usahatani tembakau pada lahan arah lereng timur, berelevasi diatas m dpl (Pro T1) Skenario 2 : yaitu usahatani tembakau pada lahan arah lereng timur, berelevasi diatas m dan kurang dari m dpl (Pro T) Skenario 3 : yaitu usahatani tembakau pada lahan arah timur, lereng timur laut dan utara, berelevasi diatas m dpl (Pro 1) Skenario 4 : yaitu usahatani tembakau lahan arah lereng timur, timur laut dan utara, elevasi diatas m (Pro 1) dan lahan arah lereng timur, elevasi kurang dari m dpl (Pro T2) Berdasarkan diagram alir (Gambar 17) dan persamaan 6, 7, 8 dan 9 (pada Bab Metode Penelitian), produksi tembakau yang bermutu tinggi (rata-rata E+) yang dihasilkan dengan skenario 1 adalah 965,1 ton pada tahun Sejalan dengan meningkatnya areal tembakau pada lahan lereng timur dengan elevasi diatas m dpl, produksi yang bermutu tinggi tersebut meningkat dan pada tahun 2030 mencapai 1.929,9 ton. Dengan kondisi ini harga jual petani sangat tinggi, karena selain mutu yang dihasilkan baik juga jumlah produksi jauh dibawah tingkat permintaan Pabrik Rokok Djarum dan Gudang Garam. Skenario ke 2 adalah mengembangkan areal produksi seperti skenario 1 ditambah dengan areal yang memiliki arah lereng ke timur dengan elevasi kurang dari m dpl. Dengan skenario tersebut jumlah produksi pada tahun 2005 adalah 2.265,2 ton dan sejalan dengan peningkatan areal, pada tahun 2030 jumlah produksi mencapai 3.230,1 ton. Permasalahannya adalah sebagian produk tembakau (sekitar

32 ,1 ton) bermutu rendah, yaitu tembakau yang dihasilkan dari lahan yang berelevasi kurang m dpl. Dengan kondisi ini maka harga jual petani akan terbagi dua kelompok, yaitu kelompok harga relatif tinggi dan kelompok harga relatif rendah, meskipun pasar sangat terbuka karena jumlah produksi masih jauh dibawah permintaan Pabrik Rokok Djarum dan Gudang Garam. Tabel 20. Proyeksi Produksi Tembakau Temanggung (dalam kg) Tahun Pro_T1 Pro_T2 Pro_T Pro_1 Pro_1T2 Pro_2 Pro_Total Keterangan : Pro T1 = produksi tembakau lahan arah lereng timur, elevasi diatas m dpl Pro T2 = produksi tembakau lahan arah lereng timur, elevasi kurang m dpl Pro T = total produksi tembakau lahan arah lereng timur (Pro T1 + Pro T2) Pro 1 = total produksi tembakau lahan arah lereng timur laut dan utara elevasi diatas m dpl Pro 1 T2 = total produksi tembakau lahan arah lereng timur laut dan utara, elevasi diatas m (Pro 1) dan lahan arah lereng timur, elevasi kurang m dpl (Pro T2) Pro 2 = produksi tembakau elevasi lahan kurang m dpl, arah lereng timur, timur laut dan utara Pro Total = total produksi tembakau jika semua areal ditanami tembakau

33 81 Skenario 3 adalah mengembangkan areal produksi pada areal lahan berelevasi diatas m dpl dengan arah lereng timur, timur laut dan utara. Dengan skenario tersebut mutu tembakau relatif baik dan jumlah produksi masih dibawah permintaan Pabrik Rokok Djarum dan Gudang Garam. Pada tahun 2005 produksi adalah 6.144,7 ton dan pada tahun 2030 meningkat menjadi 6.985,3 ton. Skenario 4 adalah mengembangkan areal pada lahan berelevasi diatas m dpl arah lereng timur, timur laut, utara (seperti skenario 3) dan lahan berelevasi kurang m dpl arah lereng timur. Dengan skenario tersebut produksi tembakau pada tahun 2005 adalah 7.444,8 ton dan pada tahun 2030 jumlah produksi mencapai 8.285,4 ton. Dengan skenario 4 ini jumlah produksi relatif sama dengan permintaan Pabrik Rokok Djarum dan Gudang Garam, tetapi sekitar 1.300,1 ton tembakau mutunya relatif rendah. Jika seluruh lahan dikembangkan untuk usahatani tembakau, seperti yang terjadi selama ini, maka selain mutu beragam antara mutu baik dan kurang baik juga terjadi kelebihan produksi. Pada tahun 2005 produksi mencapai ,4 ton dan pada tahun 2030 meningkat menjadi ,0 ton padahal permintaan pabrik rokok hanya sekitar ton Simulasi Pengembangan Usahatani Tembakau Temanggung Implikasi dari keempat skenario diatas berpengaruh terhadap mutu dan produksi tembakau pada setiap kondisi lahan. Jika mutu tembakau yang baik diasumsikan harganya Rp /kg dan harga tembakau bermutu kurang baik harganya Rp /kg, maka simulasi pada masing-masing skenario seperti pada Tabel 21. Simulasi selanjutnya adalah perubahan harga tembakau akibat perbedaan mutu, sedangkan potensi lahan dan produksi sama dengan Tabel 21, akan merubah pendapatan seperti pada Tabel 22. Berdasarkan Tabel 21 dan 22, setiap skenario dapat dihitung perbandingan produktivitas per ha, perbandingan pendapatan per ha dan perbandingan indeks pendapatan tahun 2005 dengan tahun 2030 dari setiap skenario. Hasil perhitungan untuk ketiga hal tersebut tertera pada Tabel 23.

34 82 Tabel 21. Luas Lahan, Produksi dan Pendapatan Skenario Proyeksi Luas Lahan (ha) Produksi Tembakau (ton) Pendapatan (Rp. Milyar) (1) , ,9 43,273 86,536 (2) ,1 b) 1.300,1 kb) 2.265, ,9 b) 1.300,1 kb) 3.230,0 43,273 19,501 62,774 86,536 19, ,037 (3) , ,3 275, ,214 (4) , , ,8 Ket : b) = mutu baik, kb) = mutu kurang baik 6.985, , ,1 275,521 19, , ,214 19, ,715 Tabel 22. Perbandingan Pendapatan Usahatani Tembakau Skenario Pendapatan 1 (Rp.Milyar) Pendapatan 2 (Rp. Milyar) (1) 53, ,147 62, ,447 (2) 53,079 26,002 79, ,147 26, ,149 62,730 32,503 95, ,447 32, ,950 (3) 337, , , ,048 (4) 337,960 26, , ,195 26, , ,408 32, ,911 Ket : Pendapatan 1 = harga mutu baik Rp /kg dan mutu kurang baik Rp /kg Pendapatan 2 = harga mutu baik Rp /kg dan mutu kurang baik Rp /kg 454,048 32, ,551 Tabel 23. Perbandingan Antar Skenario Pemanfaatan Lahan Skenario Luas lahan usahatani (ha) Produktivit as per ha (kg) Pendapatan per ha (Rp 000) * Pendapatan total areal (Rp 000) * Indeks pendapatan (%) * Ket : * = Asumsi harga tembakau Rp per kg mutu tinggi dan Rp per kg mutu rendah

35 83 Tabel 23, menunjukkan bahwa produktivitas tertinggi adalah pada skenario 2 yaitu memanfaatkan lahan yang memiliki arah lereng (slope aspect) ke timur yaitu kg per ha. Hal tersebut sesuai dengan hasil analisis sidik ragam terdahulu, bahwa produktivitas yang ditanam pada lahan arah lereng ke timur berbeda nyata lebih tinggi produktivitasnya jika dibandingkan dengan produktivitas tembakau yang ditanam pada arah lereng ke timur laut dan utara. Berdasarkan pendapatan per ha, skenario 1 menghasilkan pendapatan tertinggi, karena pada skenario 1 yaitu memanfaatkan lahan arah lereng timur berelevasi diatas m dpl menghasilkan mutu tembakau bermutu tinggi, sehingga harga jualnya relatif tinggi juga. Skenario 3 juga menghasilkan mutu yang baik, namun lahan berelevasi diatas m dpl dengan arah lereng timur laut dan utara menghasilkan produktivitas per ha relatif rendah, sehingga rata-rata produktivitas lahan berlevasi diatas m dpl tersebut menjadi rendah dibandingkan lahan yang memiliki arah lereng ke timur. Berdasarkan pendapatan total, skenario 4 yaitu memanfaatkan lahan yang berelevasi diatas m (arah timur, timur laut dan utara) dan lahan berelevasi dibawah m dpl arah lereng timur menghasilkan pendapatan total paling tinggi, yaitu Rp. 295,022 milyar. Permasalahannya adalah total produksi skenario 4 tersebut mendekati jumlah permintaan pabrik rokok, sehingga kontrol terhadap masuknya tembakau dari daerah lain yang dicampur dengan tembakau Temanggung harus dijaga ketat, untuk menjaga kelebihan penawaran. Indeks pendapatan dari 2005 sampai 2030, menunjukkan bahwa pendapatan tertinggi adalah pada skenario 1 (yaitu 199), sebagai akibat dari terjadinya perluasan pemanfaatan lahan dari ha pada 2005 menjadi ha pada Sedangkan pada skenario 4 dan 3 indeks pendapatan relatif rendah (masing-masing 113 dan 112), karena pada skenario 4 dan 3 penambahan areal relatif sedikit dan hampir semua potensi lahan sudah dimanfaatkan.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tembakau sebagai bahan baku rokok kretek merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai peranan strategis dalam perekonomian nasional, yaitu sebagai sumber pendapatan

Lebih terperinci

ANALISIS MUTU, PRODUKTIVITAS, KEBERLANJUTAN DAN ARAHAN PENGEMBANGAN USAHATANI TEMBAKAU DI KABUPATEN TEMANGGUNG, JAWA TENGAH

ANALISIS MUTU, PRODUKTIVITAS, KEBERLANJUTAN DAN ARAHAN PENGEMBANGAN USAHATANI TEMBAKAU DI KABUPATEN TEMANGGUNG, JAWA TENGAH Jurnal Littri 12(4), Desember 26. Hlm. 146 153 ISSN 853-8212 JURNAL LITTRI VOL. 12 NO. 4, DESEMBER 26 : 146-153 ANALISIS MUTU, PRODUKTIVITAS, KEBERLANJUTAN DAN ARAHAN PENGEMBANGAN USAHATANI TEMBAKAU DI

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG

VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 133 VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 8.1. Pendahuluan Kabupaten Gowa mensuplai kebutuhan bahan material untuk pembangunan fisik, bahan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas Wilayah dan Pemanfaatan Lahan Kabupaten Temanggung secara geografis terletak antara garis 110 0 23-110 0 00 30 Bujur Timur dan antara garis 07 0 10-07

Lebih terperinci

Kata Kunci : Kedelai, Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), Produktivitas, Pendapatan, Keberlanjutan

Kata Kunci : Kedelai, Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), Produktivitas, Pendapatan, Keberlanjutan Judul : Analisis Keberlanjutan Usahatani Kedelai melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu di Kabupaten Jember Peneliti : Titin Agustina 1 Mahasiswa Terlibat : Dewina Widyaningtyas 2 Sumberdana :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penting bagi perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan kondisi alam dan luas areal lahan pertanian yang memadai untuk bercocok tanam.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk, namun hal ini tidak dibarengi dengan peningkatan kuantitas dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) 1. Karakteristik Tanaman Ubi Jalar Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, dan terdiri dari 400 species. Ubi jalar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. devisa non migas, penyedia lapangan kerja, dan berkaitan langsung dengan

I. PENDAHULUAN. devisa non migas, penyedia lapangan kerja, dan berkaitan langsung dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor yang berfungsi sebagai sumber devisa non migas, penyedia lapangan kerja, dan berkaitan langsung dengan pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dapat menghasilkan genotip baru yang dapat beradaptasi terhadap berbagai

I. PENDAHULUAN. dapat menghasilkan genotip baru yang dapat beradaptasi terhadap berbagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu tanaman serealia yang tumbuh hampir di seluruh dunia dan tergolong spesies dengan viabilitas genetik yang besar. Tanaman jagung dapat menghasilkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Ubi jalar yang ditanam di Desa Cilembu Kabupaten Sumedang yang sering dinamai Ubi Cilembu ini memiliki rasa yang manis seperti madu dan memiliki ukuran umbi lebih besar dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penduduk di Indonesia bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber. kehidupan utama (Suparyono dan Setyono, 1994).

I. PENDAHULUAN. penduduk di Indonesia bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber. kehidupan utama (Suparyono dan Setyono, 1994). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang menjadikan sektor pertanian sebagai sektor utama dalam pembangunan perekonomian di Indonesia, karena sekitar 70% penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung tepatnya pada koordinat 7 19 20.87-7

Lebih terperinci

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU ( Nicotiana tabacum L. ) Oleh Murhawi ( Pengawas Benih Tanaman Ahli Madya ) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya A. Pendahuluan Penanam dan penggunaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sektor pertanian yang dikembangkan saat ini adalah intensifikasi

I. PENDAHULUAN. Salah satu sektor pertanian yang dikembangkan saat ini adalah intensifikasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor pertanian yang dikembangkan saat ini adalah intensifikasi hortikultura. Prioritas dari komoditas holtikultura tersebut adalah tanaman buah. Subsektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian dari bentang alam ( Landscape) yang mencakup pengertian lingkungan

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian dari bentang alam ( Landscape) yang mencakup pengertian lingkungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Lahan adalah wilayah dipermukaan bumi, meliputi semua benda penyusun biosfer baik yang berada di atas maupun di bawahnya, yang bersifat tetap atau siklis (Mahi,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI 2.1. Iklim Ubi kayu tumbuh optimal pada ketinggian tempat 10 700 m dpl, curah hujan 760 1.015 mm/tahun, suhu udara 18 35 o C, kelembaban udara 60 65%, lama penyinaran

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 8 V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Budidaya Singkong Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Karawang merupakan wilayah yang dijadikan sebagai lokasi penelitian. Ketiga lokasi tersebut dipilih karena

Lebih terperinci

BAB V. kelembagaan bersih

BAB V. kelembagaan bersih 150 BAB V ANALISIS KEBERLANJUTAN 5.1 Analisis Dimensional Analisis keberlanjutan pengelolaan air baku lintas wilayah untuk pemenuhan kebutuhan air bersih DKI Jakarta mencakup empat dimensi yaitu dimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. PERENCANAAN TANAM 1. Pemilihan lokasi tanam 2. Sistem tanam 3. Pola tanam 4. Waktu tanam 5. Pemilihan varietas Perencanaan Persyaratan Tumbuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia. Perkembangan produksi tanaman pada (Oryza sativa L.) baik di Indonesia maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani sehingga sektor pertanian memegang peranan penting sebagai penyedia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan tanaman tahunan khususnya kakao dan kelapa dalam di Provinsi Sulawesi Selatan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu diantara tiga anggota Allium yang paling populer dan mempunyai nilai

BAB I PENDAHULUAN. satu diantara tiga anggota Allium yang paling populer dan mempunyai nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah merupakan tanaman holtikultura yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia yang digunakan sebagai bumbu masakan dan memiliki kandungan zat yang bermanfaat

Lebih terperinci

Tri Fitriani, Tamaluddin Syam & Kuswanta F. Hidayat

Tri Fitriani, Tamaluddin Syam & Kuswanta F. Hidayat J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 Fitriani et al.: Evaluasi Kuanlitatif dan Kuantitatif Pertanaman Jagung Vol. 4, No. 1: 93 98, Januari 2016 93 Evaluasi Kesesuaian Lahan Kualitatif dan Kuantitatif Pertanaman

Lebih terperinci

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 5 2013, No.1041 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS

Lebih terperinci

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING TEKNOLOGI BUDIDAYA Pola tanam Varietas Teknik Budidaya: penyiapan lahan; penanaman (populasi tanaman); pemupukan; pengendalian hama, penyakit dan gulma;

Lebih terperinci

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu jenis tanaman budidaya yang dimanfaatkan bagian akarnya yang membentuk umbi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan Evaluasi Lahan Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan merupakan proses penilaian atau keragaab lahan jika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah gandum dan padi. Di Indonesia sendiri, jagung dijadikan sebagai sumber karbohidrat kedua

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Sawah. memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Sawah. memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Lahan Sawah Lahan sawah dapat dianggap sebagai barang publik, karena selain memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan manfaat yang bersifat sosial.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Tegakan Berdasarkan Tabel 3 produktivitas masing-masing petak ukur penelitian yaitu luas bidang dasar (LBDS), volume tegakan, riap volume tegakan dan biomassa kayu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAKAO SECARA BERKELANJUTAN (Ditinjau dari aspek Kesesuaian lahan) Oleh : I Made Mega

PENGEMBANGAN KAKAO SECARA BERKELANJUTAN (Ditinjau dari aspek Kesesuaian lahan) Oleh : I Made Mega PENGEMBANGAN KAKAO SECARA BERKELANJUTAN (Ditinjau dari aspek Kesesuaian lahan) Oleh : I Made Mega I.PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang telah dikembangkan. Menurut Wood (1975)

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan pengamatan utama. 1.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 47 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di bagian hulu daerah aliran sungai (DAS) Jeneberang yang terletak di Kabupaten Gowa (Gambar 3). Penelitian dilaksanakan pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU Ubi kayu diperbanyak dengan menggunakan stek batang. Alasan dipergunakan bahan tanam dari perbanyakan vegetatif (stek) adalah selain karena lebih mudah, juga lebih ekonomis bila

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014).

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014). I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah dan Lahan Tanah merupakan sebuah bahan yang berada di permukaan bumi yang terbentuk melalui hasil interaksi anatara 5 faktor yaitu iklim, organisme/ vegetasi, bahan induk,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bawang Merah Bawang Merah merupakan tanaman yang berumur pendek, berbentuk rumpun, tingginya dapat mencapai 15-40 cm, Bawang Merah memiliki jenis akar serabut, batang Bawang Merah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Pasir Pantai. hubungannya dengan tanah dan pembentukkannya.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Pasir Pantai. hubungannya dengan tanah dan pembentukkannya. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lahan Pasir Pantai Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim relief/topografi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 2.1 Survei Tanah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk akan terus menuntut pemenuhan kebutuhan dasar terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada krisis

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) ABSTRAK Noverita S.V. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja-XII Medan Penelitian

Lebih terperinci

Berdasarkan TUJUAN evaluasi, klsifikasi lahan, dibedakan : Klasifikasi kemampuan lahan Klasifikasi kesesuaian lahan Kemampuan : penilaian komponen lah

Berdasarkan TUJUAN evaluasi, klsifikasi lahan, dibedakan : Klasifikasi kemampuan lahan Klasifikasi kesesuaian lahan Kemampuan : penilaian komponen lah KUALITAS LAHAN SUNARTO ISMUNANDAR Umum Perlu pertimbangan dalam keputusan penggunaan lahan terbaik Perlunya tahu kemampuan dan kesesuaian untuk penggunaan ttt Perlu tahu potensi dan kendala EL : pendugaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) termasuk sayuran unggulan nasional yang dikonsumsi setiap hari oleh masyarakat, namun belum banyak keragaman varietasnya, baik varietas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah terdiri dari 12 desa dengan luas ± 161,64 km2 dengan kemiringan kurang dari 15% di setiap

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung.

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan masalah Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan ubikayu bagi penduduk dunia, khususnya pada negara tropis setiap tahunnya

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus (L) Merr. Tanaman ini berasal dari benua Amerika, tepatnya Negara Brazil.

Lebih terperinci

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah Oleh : Juwariyah BP3K garum 1. Syarat Tumbuh Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat tumbuh yang sesuai tanaman ini. Syarat tumbuh tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan bahan pangan terpenting di Indonesia mengingat makanan pokok penduduk Indonesia sebagian besar adalah beras. Sementara itu, areal pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

Kesesuaian Lahan Jagung Pada Tanah Mineral dipoliteknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Kesesuaian Lahan Jagung Pada Tanah Mineral dipoliteknik Pertanian Negeri Payakumbuh KESESUAIAN LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2 No.1 (2015) 020-024 http://www.perpustakaan.politanipyk.ac.id Kesesuaian Lahan Jagung Pada Tanah Mineral dipoliteknik Pertanian Negeri Payakumbuh Moratuah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dinamakan akar adventif (Duljapar, 2000). Batang beruas-ruas dan berbuku-buku, tidak bercabang dan pada bagian

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dinamakan akar adventif (Duljapar, 2000). Batang beruas-ruas dan berbuku-buku, tidak bercabang dan pada bagian TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Seperti akar tanaman jagung tanaman sorgum memiliki jenis akar serabut. Pada ruas batang terendah diatas permukaan tanah biasanya tumbuh akar. Akar tersebut dinamakan akar

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan

BAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah khatulistiwa termasuk wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan iklim seperti perubahan pola curah hujan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Syarat Tumbuh Tanaman Jahe 1. Iklim Curah hujan relatif tinggi, 2.500-4.000 mm/tahun. Memerlukan sinar matahari 2,5-7 bulan. (Penanaman di tempat yang terbuka shg

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat penting, baik karena kandungan gizinya, aman dikonsumsi, maupun harganya yang

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Untuk menguji hipotesis, digunakan data percobaan yang dirancang dilakukan di dua tempat. Percobaan pertama, dilaksanakan di Pangalengan, Kabupaten Bandung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta sebaran lokasi pengambilan sampel tanah di Kecamatan Nanggung.

Gambar 2 Peta sebaran lokasi pengambilan sampel tanah di Kecamatan Nanggung. 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi studi tersebar luas di sembilan desa di Kecamatan Nanggung (06 0 33-06 0 43 S dan 106 0 29-106 0 44 E), berada pada ketinggian 286-1578 m dpl, dengan topografi

Lebih terperinci

VI. STATUS KEBERLANJUTAN USAHATANI RAWA LEBAK SAAT INI

VI. STATUS KEBERLANJUTAN USAHATANI RAWA LEBAK SAAT INI Sumbu Y setelah Rotasi: Skala Sustainability Attribute VI. STATUS KEBERLANJUTAN USAHATANI RAWA LEBAK SAAT INI 6. Keberlanjutan Rawa Lebak Masing-masing Dimensi Analisis status keberlanjutan pemanfaatan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Lahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Lahan III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kualitas Lahan Kualitas lahan yang digunakan untuk evaluasi kesesuaian lahan dalam penelitian ini adalah iklim, topografi, media perakaran dan kandungan hara sebagaimana

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Jahe Iklim Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian 200-600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata berkisar 2500-4000 mm/ tahun. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN JARAK TANAM TERHADAP HASIL TANAMAN KACANG PANJANG ( VIGNA SINENSIS ) OLEH NINDA AYU RACHMAWATI

PENGARUH PENGGUNAAN JARAK TANAM TERHADAP HASIL TANAMAN KACANG PANJANG ( VIGNA SINENSIS ) OLEH NINDA AYU RACHMAWATI PENGARUH PENGGUNAAN JARAK TANAM TERHADAP HASIL TANAMAN KACANG PANJANG ( VIGNA SINENSIS ) OLEH NINDA AYU RACHMAWATI 10712027 POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2012 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Tanaman tebu dalam dunia tumbuh-tumbuhan memiliki sistematika sebagai berikut : Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Glumaceae Famili : Graminae

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman hias merupakan salah satu produk hortikultura yang saat ini mulai

I. PENDAHULUAN. Tanaman hias merupakan salah satu produk hortikultura yang saat ini mulai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanaman hias merupakan salah satu produk hortikultura yang saat ini mulai banyak diminati oleh masyarakat. Hal ini terlihat dari fungsi tanaman hias yang kini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian akan dilaksanakan pada Desember 2015 - Februari 2016. Dilaksanakan pada : 1) Lahan pertanian di sekitar

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci