KAJIAN DESAIN TAMAN RUMAH TINGGAL TRADISIONAL BUDAYA SUNDA YOLANDA AGUSTINE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN DESAIN TAMAN RUMAH TINGGAL TRADISIONAL BUDAYA SUNDA YOLANDA AGUSTINE"

Transkripsi

1 KAJIAN DESAIN TAMAN RUMAH TINGGAL TRADISIONAL BUDAYA SUNDA YOLANDA AGUSTINE DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Desain Taman Rumah Tinggal Tradisional Budaya Sunda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Yolanda Agustine NIM A

4

5 ABSTRAK YOLANDA AGUSTINE. Kajian Desain Taman Rumah Tinggal Tradisional Budaya Sunda. Dibimbing oleh ANDI GUNAWAN. Kebudayaan Sunda adalah salah satu kebudayaan tertua di Nusantara. Guna memperoleh gambaran yang nyata mengenai arsitektur tradisional Sunda, perlu dilakukan kajian mengenai desain taman rumah tinggal tradisional budaya Sunda. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi elemen-elemen pembentuk taman rumah, tata letak, dan maknanya. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif melalui survei lapangan dan penelusuran informasi sejarahkebudayaan. Observasi lapang dilakukan di beberapa wilayah Jawa Barat sebagai referensi, seperti Kampung Urug di Kabupaten Bogor, Kampung Sindang Barang di Kabupaten Bogor, dan Kampung Naga di Kabupaten Tasikmalaya. Tata ruang rumah tinggal masyarakat Sunda berbentuk persegi panjang dan simetris. Secara umum, tata ruang tradisional Sunda terbagi menjadi tiga bagian sesuai dengan konsep Tritangtu yaitu bagian depan atau atas, bagian tengah, dan bagian belakang atau bawah. Halaman pada rumah tinggal masyarakat Sunda di bagi menjadi tiga bagian, yang terdiri dari halaman depan (buruan), halaman pinggir (pipir), dan halaman belakang (kebon). Ruang terbuka yang lebih dominan berupa hamparan tanah atau ditanami rumput. Elemen-elemen pembentuk taman rumah tinggal tradisional Sunda adalah lumbung padi (leuit), tempat menumbuk padi (saung lisung), kamar mandi (tampian), kolam (balong), lampu taman (obor), kandang ayam, dan tanaman. Kata kunci: arsitektur tradisional, budaya Sunda, taman rumah ABSTRACT YOLANDA AGUSTINE. Study on Design of Sundanese Traditional Home Garden. Supervised by ANDI GUNAWAN. Sundanese culture is one of the oldest culture in Indonesia. The study of traditional Sundanese garden needs to be done in order to get a real image about traditional Sundanese culture. The objectives of this research are to identify the elements, layout, and interpretation of sundanese garden. This research was obtained through descriptive analysis by field observation and tracing the information of culture and history. The study area are Urug Village, Bogor District; Sindang Barang Village, Bogor District; and Naga Village, Tasikmalaya District. The result of this study showed the spatial order of traditional Sundanese house divided into three parts in according the Tritangtu concept; those are the front or upper part, the central part, and back or under part. Yard of Sundanese house divided into three parts, those are the frontyard (buruan), sideyard (pipir), and the backyard (kebon). The dominant open space is an expanse of land or a grass. The forming elements of traditional sundanese garden are leuit, saung lisung, traditional bathroom (tampian), pond (balong), garden light (obor), cage of hen, and plants. Key words: home garden, Sundanese culture, traditional architecture

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau peninjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

7 KAJIAN DESAIN TAMAN RUMAH TINGGAL TRADISIONAL BUDAYA SUNDA YOLANDA AGUSTINE Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

8

9 Judul Skripsi : Kajian Desain Taman Rumah Tinggal Tradisional Budaya Sunda Nama : Yolanda Agustine NIM : A Disetujui oleh Dr Ir Andi Gunawan, MAgrSc Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Siti Nurisjah, MSLA Ketua Departemen Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang telah diberikan, sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul Kajian Desain Taman Rumah Tinggal Tradisional Budaya Sunda disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian dengan Mayor Arsitektur Lanskap dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada: 1. Dr Ir Andi Gunawan, MAgrSc sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan selama penulisan skripsi sehingga penulis dapat menyelesaikannya. 2. Dr Syartinilia Wijaya, SP, MSi sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama penulis menjadi mahasiswa. 3. Prof Dr Ir Wahju Qamara Mugnisjah, MAgr dan Dr Ir Bambang Sulistyantara, MAgr selaku penguji pada ujian sidang yang telah memberikan masukan-masukan guna memperbaiki sehingga skripsi ini lebih baik lagi. 4. Kedua orang tua yang sangat penulis cintai, Mama dan Papa dan seluruh keluarga yang telah memberikan kasih sayang, doa, bimbingan, kepercayaan serta dukungan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. 5. Bapak Mamat Sasmita selaku pemilik perpustakaan Rumah Baca Buku Sunda yang meminjamkan buku-buku, memberi informasi, pengalaman serta bimbingannya selama penulis melakukan penelitian. 6. Para budayawan Sunda (Pak Undang, Pak Asep) yang memberi informasi dan pengalamannya. 7. Para Pengelola Kampung Adat Naga (Pak Tatang, Pak Ayo), Bapak Acmat Mikami sebagai Ketua Adat Kampung Budaya Sindang Barang, dan Bapak Ukat Raja Aya sebagai Ketua Adat Kampung Urugatas keramahan dan bantuan selama penulis melakukan penelitian. 8. PT Asia Timur Konsultindo atas beasiswa dan kesempatan kuliah yang diberikan. Pada akhirnya, harapan penulis semoga studi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang terkait dan berguna sebagai referensi bagi penelitian di masa yang akan datang. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan limpahan rahmat dan hidayah-nya kepada kita semua. Bogor, September 2013 Yolanda Agustine

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 Ruang Lingkup Penelitian 2 Kerangka Pikir Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Lanskap 3 Taman 4 Kebudayaan 5 Budaya dan Konsep Tata Ruang Sunda 6 Arsitektur Tradisional Sunda (Bentuk Bangunan) 9 Kependudukan dan Mata Pencaharian 20 Sejarah Sunda 23 METODE 25 Lokasi dan Waktu 25 Metode dan Tahapan Penelitian 25 Kerangka Kerja 25 HASIL DAN PEMBAHASAN 28 Hasil Observasi Lapang 28 Hasil Wawancara 38 Konseptualisasi Taman Sunda 45 SIMPULAN DAN SARAN 52 Simpulan 52 Saran 53 DAFTAR PUSTAKA 53 LAMPIRAN 55 GLOSARIUM 59 RIWAYAT HIDUP 61

12 DAFTAR TABEL 1 Daftar lahan bersifat negatif (mala ning lemah) 18 2 Daftar lahan bersifat positif 19 3 Lokasi, jumlah, dan pemilik rumah objek penelitian 27 4 Daftar nama narasumber 27 5 Jenis, bentuk, dan sumber data 28 6 Perbandingan komponen tata ruang rumah masyarakat Sunda 29 7 Penanaman tanaman di lingkungan rumah tinggal masyarakat Sunda 38 8 Komponen rumah tinggal Sunda menurut narasumber 39 DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pikir penelitian 3 2 Pola linear pada kampung tradisional 8 3 Pola terpusat pada kampung tradisional 9 4 Pola radial pada kampung tradisional 9 5 Bangunan dengan atap jolopong 10 6 Bangunan dengan atap jogo anjing 11 7 Bangunan dengan atap badak heuay 11 8 Bangunan dengan atap parahu kumureb 12 9 Bangunan dengan atap julang ngapak Bangunan dengan atap buka palayu Bangunan dengan atap buka pongpok Denah rumah yang menghadap ke arah melebar (buka pongpok) Denah rumah yang menghadap ke arah memanjang (buka palayu) Pembagian wilayah kerajaan Sunda dan kerajaan Galuh Tahapan penelitian Pagar bambu dan tanaman hanjuang sebagaibatas area pemukiman Sirkulasi pada rumah tradisional Sunda Terdapat tangga (golodog) di depan rumah Bentuk rumah tradisional Sunda Bangunan leuit masyarakat Sunda Saung lisung Kolam dan tampian pada halaman rumah tradisional Sunda Tanaman pemberi aksen dan aroma Tanaman penghasil buah pada lingkungan rumah tinggal Pembagian halaman rumah tradisional Sunda Posisi leuit pada halaman rumah tinggal Posisi saung lisungpada halaman rumah tinggal Penataan rumah berdasarkan hubungan kekerabatan Konsep elemen (hardscape) pada taman rumah tinggalsunda Konsep penanaman pada taman rumah tinggal masyarakat Rekomendasi desain taman rumah tinggal tradisional Sunda 51

13 DAFTAR LAMPIRAN 1 Gaya Arsitektur Rumah Tinggal Tradisional Sunda 55 2 Tata Ruang RumahTinggal Masyarakat Sunda 56 3 Elemen Pembentuk Rumah Tinggal 57 4 Elemen Pembentuk Taman Rumah Tinggal 58

14

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Keanekaragaman budaya di Indonesia dihadirkan melalui keberadaan suku yang berbeda-beda pada setiap daerahnya. Keberadaan setiap suku pada tiap daerah memiliki karakter budaya yang khas dan digambarkan melalui tradisi kedaerahan, aktivitas sosial masyarakat, serta kekhasan tata ruang arsitektur yang disebut dengan arsitektur tradisional. Arsitektur tradisional adalah suatu unsur kebudayaan yang bertumbuh dan berkembang bersamaan dengan pertumbuhan dan perkembangan suatu suku bangsa. Oleh karena itu, arsitektur tradisional merupakan salah satu identitas dari suatu pendukung kebudayaan (Harun et al. 2011). Kebudayaan Sunda adalah salah satu kebudayaan tertua di Nusantara. Dalam hal ini diungkapkan oleh Purnama (2007) bahwa dalam budaya Sunda kehidupan manusia dibatasi oleh aturan dan norma yang mengikat serta menjadi pembatas dalam berperilaku dan bertindak. Dengan demikian kehidupan akan berjalan selaras baik secara vertikal maupun horizontal yang akan mempengaruhi lingkungan sekitarnya sebagai pendukung. Masyarakat budaya Sunda memiliki ciri khas yang membedakannya dari kebudayaan kebudayaan lain. Secara umum masyarakat Jawa Barat atau Tatar Sunda, dikenal sebagai masyarakat yang lembut, religius, dan sangat spiritual. Kecenderungan ini tampak sebagaimana dalam pameo silih asih, silih asah dan silih asuh yang artinya masyarakat Sunda harus saling mengasihi (mengutamakan sifat welas asih), saling menyempurnakan atau memperbaiki diri (melalui pendidikan dan berbagi ilmu), dan saling melindungi (saling menjaga keselamatan). Dan hal ini tercemin bukan hanya diterapkan dalam sikap masyarakat tetapi juga tercermin dalam penataan arsitektur dan pembagian ruang yang diaplikasikan dengan sangat baik sehingga memiliki karakter dan ciri khas tersendiri. Ekadjati (2005) menyatakan bahwa Kerajaan Tarumanegara adalah kerajaan yang pertama didirikan di Tatar Sunda. Setelah runtuhnya Kerajaan Tarumanegara muncul dua kerajaan baru yang menggantikan peranan kerajaan tersebut. Kedua kerajaan itu adalah Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh. Wilayah Kerajaan Sunda di bagian Barat dengan Ibu Kota Pakuan, sedangkan wilayah Kerajaan Galuh di bagian Timur tanah Sunda dengan Ibu Kota Kawali. Kajian mengenai desain taman rumah tinggal tradisional budaya Sunda di Kampung Adat Naga dekat Kabupaten Ciamis, Kampung Adat Urug dan Kampung Budaya Sindang Barang di Kabupaten Bogor perlu dilakukan. Hal ini ditunjukan untuk memperoleh gambaran yang nyata mengenai arsitektur tradisional Sunda, agar tetap dapat dilestarikan dan dapat diaplikasikan oleh masyarakat Jawa Barat. Karena sampai saat ini sangat sedikit penelitian yang dilakukan mengenai taman rumah tinggal tradisional Sunda dan hampir dapat dikatakan tidak ada.

16 2 Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji desain taman rumah tinggal tradisional budaya Sunda. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. mengidentifikasi elemen-elemen pembentuk taman rumah tinggal tradisional Sunda, tata letak, dan maknanya; 2. memformulasikan konsep desain taman rumah tinggal tradisional Sunda. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. memberikan arahan bagi perencana dalam mengembangkan lanskap taman rumah tinggal tradisional Sunda ditinjau dari sudut pandang budaya; 2. membantu pemerintah dan masyarakat Jawa Barat untuk memahami elemenelemen penting pembentuk taman pada rumah tinggal tradisional sebagai landasan mendesain taman Sunda. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian terbatas pada area taman rumah tinggal tradisional. Beberapa kampung adat Sunda di wilayah Jawa Barat dipilih sesuai dengan potensi karakter kampung adat, sejarah Sunda, serta masyarakat yang masih menjalankan aktivitas sehari-hari sesuai dengan kebudayaan Sunda (kearifan lokal) sebagai tambahan referensi penelitian. Hasil akhir dari penelitian ini adalah laporan deskriptif serta usulan konsep taman rumah tinggal tradisional Sunda. Kerangka Pikir Penelitian Kerangka pikir dalam penelitian mengenaitaman rumah tinggal tradisional Sunda ini dilihat mulai dari keterkaitan antara taman atau lingkungan rumah tinggal, arsitektur rumah tinggal, dan pengaruh budaya masyarakat tradisional Sunda. Ketiga hal ini akan saling mempengaruhi sehingga membentuk suatu pola yang memiliki karakter yang khas. Pembentuk karakter taman rumah tinggal Sunda meliputi elemen-elemen pembentuk taman, tata letak elemen, serta makna yang terkandung didalamnya. Dalam segi arsitektur rumah tinggal Sunda dilihat juga bagaimanapengaruh arsitektur rumah terhadap taman atau lingkungan sekitar rumah baik dari bentuk maupun tata letaknya.selain itu, dilihat juga bagaimana pengaruh budaya masyarakat seperti local wisdom dan adat istiadat setempat. Setelah semua informasi terkumpul, maka dapat diformulasikan sehingga membentuk konsep desain taman rumah tinggal tradisional Sunda. Kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

17 3 Taman dan rumah tinggal tradisional Sunda Taman Arsitektur Budaya Elemen Tata letak Makna Hubungan arsitektur dengan taman Local Wisdom Adat Istiadat Konsep desain taman rumah tinggal tradisional Sunda Gambar 1 Kerangka pikir penelitian TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Lanskap adalah suatu sistem yang terintegrasi sebagai ekosistem. Ekosistem merupakan perpaduan antara lingkungan fisik dan lingkungan sosial, dan sistem tersebut memiliki nilai pengalaman yang dijadikan sebagai historical value yangterkait dengan ruang dan waktu, dimana proses yang terjadi di dalam ekosistem tersebut dapat saling mempengaruhi satu sama lain sehingga hasil dari proses tersebut dikombinasikan dengan interaksi yang akan membentuk suatu karakter khusus yang khas dan berbeda dengan tempat lainnya (Lyle 2001). Manusia, lahan, dan design physical planning adalah faktor-faktor penting untuk membentuk suatu lanskap yang berperan sebagai ekosistem. Lanskap ini diharapkan dapat menampung segala aktivitas manusia sesuai dengan latar belakang dan pola perilaku yang diperoleh dari budaya setempat. Hal ini merujuk pada kebiasaan sehari-hari (tradisi) dan karakter masyarakat didalamnya untuk meningkatnya kualitas manusia dan lingkungan sekitar (Eckbo et al. 1998). Kebutuhan manusia dan lingkungan sekitar dapat mempengaruhi kualitas lingkungan, meliputi kebutuhan psikologis, emosional, dan dimensional, dimana kebutuhan manusia diarahkan untuk memenuhi ruang gerak, proses menghayati, merasakan, berfikir, dan menciptakan kawasannya terhadap lingkungannya (Simonds dan Starke 2006). Lanskap terdiri atas elemen-elemen yang dapat membentuk suatu karakter. Salah satu elemen terpenting dalam menciptakan karakter suatu lanskap adalah tanaman. Penggunaan material tanaman didasarkan atas: (1) fungsi tanaman, (2) peletakan tanaman (nilai simbolisme), (3) tujuan pendesainan, (4) habitat, dan (5) prinsip tata hijau. Material tanaman dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu berdasarkan morfologi, fungsi ekologis, dan efek visual (Laurie 1975). Proporsi, pola, dan aturan penempatan elemen-elemen lanskap disesuaikan dengan kebutuhan ruang dan elemen, pola pergerakan, serta fungsi yang akan

18 4 ditetapkan di dalamnya. Kekhasan bentuk dan pola ini menghasilkan filosofi yang dapat memunculkan nilai dari lingkungan fisik, sosial, dan budaya sekitar. Konsep penataan tersebut akan mewakili kebutuhan manusia dan lingkungan sekitar, sehingga menciptakan keharmonisan antara kebutuhan manusia dan lingkungan. Hubungan ini akan membentuk struktur ide, kekuatan (quality), dan perasaan terhadap keindahan yang membentuk karakter melalui proses desain (Rogers 2001). Di dalam lanskap, manusia memiliki peranan penting dalam menentukan kekhasan desain lanskap yang memiliki nilai keberlanjutan. Keberlanjutan (sustainable) ini didapatkan melalui identifikasi karakter dan pola sosial dari sikap dan perilaku manusia di dalamnya. Sikap dan perilaku manusia di dalam lanskap tertentu tercermin dari pendekatan budaya setempat melalui penggambaran simbol-simbol penting yang menjadi ciri dan karakter yang khas suatu daerah tertentu (identity atau special character) (Benson dan Roe 2000). Lanskap dapat diartikan sebagai hubungan yang harmonis, mewakili karakter, dan mengekspresikan kehidupan (Thompson dan Steiner 1997). Penataan lanskap meliputi struktur dan ruang melalui landasan pemikiran yang tercermin dari pengalaman (pengetahuan manusia) sebagai simbol. Pola lanskap melalui simbol tersebut disesuaikan dengan kondisi nyata dari faktorfaktor setempat. Dan faktor akan mempengaruhi karakter (khas) kondisi lanskap sehinggadapat memberikan pandangan yang berbeda (Hendraningsih 1982). Karakter lanskap memilki nilai simbolik apabila didukung oleh faktor interaksi sosial dengan lingkungannya. karakter ini terbentuk oleh kebiasaan dan tradisi yang dikembangkan menjadi karakter khusus yang memiliki kekhasan. (Bentley dan Watson 2007). Persepsi dalam lanskap yang dipengaruhi oleh tatanan sosial (tradisi), elemen lanskap, dan kondisi asli lingkungan yang saling mempengaruhi dan berinteraksi, akan menunjukkan keharmonisan dan menghindari konflik. Hal ini merupakan keberhasilan dalam membantu pencitraan sebuah karakter khusus dan secara nyata dapat diketahui dan dipelajari dengan melihat pola-pola yang ada dengan merujuk pada pendekatan kesejarahan (Longstreth 2008). Taman Menurut Turner (2005), taman adalah sebidang lahan yang dipagari dan digunakan untuk kesenangan manusia. Taman menghubungkan antara manusia dengan dunia dimana mereka hidup. Semua manusia dari berbagai jenis umur merasakan kebutuhan untuk berdamai dengan lingkungan sekitarnya dan telah membuat taman untuk memuaskan cita-cita dan aspirasinya (Crowe1981). Salah satu taman yang dapat mendukung fungsi rumah adalah taman rumah. Dalam cakupan pertamanan, peran taman rumah tidak kecil. Taman rumah merupakan komponen penting di lingkungan rumah tinggal sebagai pelengkap dan penyempurna kehidupan rumah tangga. Taman dapat menjadi wahana bagi keluarga sebagai tempat bercanda, berekreasi, bermain, atau sekedar duduk santai. Taman rumah juga menjadi unsur penting dalam menciptakan lingkungan yang sehat baik bagi penghuni maupun orang-orang yang ada di sekelilingnya. Rangkaian taman rumah yang satu dengan yang lainnya akan membentuk

19 kesatuan rumah tinggal. Apabila ditata dengan asri, rangkaian taman dapat menampilkan keindahan lingkungan perumahan (Sulistyantara 2006). Beberapa faktor dan fungsi yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan taman, yaitu keindahan, privasi, kenikmatan, keamanan dan kenyamanan, fleksibel, rekreasi, sumber makanan (sayur dan buah), hiburan, dan mudah dalam perawatan. Fungsi taman sebagai sumber makanan dapat diaplikasikan dengan menanam jenis tanaman sayur dan buah. Di negara maju, kesadaran akan manfaat tanaman sayur dan buah segar untuk kesehatan mendorong mereka untuk menjadikan tanaman buah dan sayur sebagai elemen terpenting dari lanskap halaman rumah. Berdasarkan bagian yang dapat dikonsumsi, tanaman sayur dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sayur buah, sayur daun, dan sayur umbi. Tanaman sayur buah contohnya adalah tomat, terung, cabai merah, cabai rawit, paprika, labu siam, kacang panjang, dan pare, sedangkan contoh tanaman sayur daun seperti kemanggi, katuk, bayam, kangkung, sawi hijau, selada, bawang daun, dan seledri. Tanaman sayur umbi dapat berupa wortel dan lobak (Supriati et al. 2008). 5 Kebudayaan Kebudayaan berasal dari kata budaya yang bermakna pikiran, akal budi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), kebudayaan memiliki beberapa arti berikut: 1. hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat; 2. keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya; 3. hasil akal budi dari alam sekelilingnya dan dipergunakan bagi kesejahteraan hidupnya. Kebudayaan berperan sebagai pedoman tingkah laku manusia untuk memahami lingkungannya berdasarkan pengalaman. Kebudayaan memiliki unsurunsur universal, yaitu bahasa, teknologi, sistem ekonomi, organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi, dan kesenian. Kebudayaan terdiri dari tiga wujud, yaitu ideal, aktivitas, dan benda budaya (Koentjaraningrat 1984). Kebudayaan dihasilkan melalui proses komunikasi suatu komunitas yang bersangkutan mampu membangun citra melalui hubungan yang saling melengkapi. Proses komunikasi ini yaitu memberikan pesan dari satu ke yang lainnya untuk mencapai kesepakatan yang terbaik. Kesepakatan tersebut dapat berupa nilai, kepercayaan, dan norma yang penting (Samovar et al. 2008). Kebudayaan memiliki nilai nyata dan rasio yang dikelola secara berulangulang sehingga menunjukkan pola yang khas yaitu pola sosial, mental, dan keyakinan yang menjadi faktor pendorong untuk menciptakan ide dan nilai. Ide dan nilai pada budaya ini mendefinisikan seuatu simbol yang menggambarkan suatu gaya dari kebudayaan tertentu yang mempengaruhi bentuk arsitektural, adab, adat, dan kesenian yang khas (Rogers 2001). Suasana harmonis dihasilkan melalui beragam interaksi yang terhimpun membentuk suatu kesatuan (Frick 1997). Kebudayaan dapat dinilai sebagai pencerminan jiwa masyarakat sehingga membentuk karakter yang khas dan mencerminkan identitas yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya. Masyarakat membangun kebiasaan-kebiasaan

20 6 tertentu yang diwujudkan melalui penerapan nilai, norma, peraturan, ketentuan, atau perundana-undangan sebagai pedoman hidup, memiliki kesatuan identitas dan jati diri yang kuat sehingga menganggap berbeda dengan kelompok lainnya (Hariyono 2007). Kebudayaan membentuk pola kehidupan dari masyarakat melalui kegiatan, bangunan arsitektural, dan kehidupan sosial yang menjadi ciri khas atau identitas tertentu (Geertz 1992). Salah satu bentuk kebudayaan yang mengutamakan pemaknaan kehidupan adalah kebudayaan Jawa sehingga Koentjaraningrat (1986) menyatakan bahwa kebudayaan Jawa memiliki nilai-nilai pokok kehidupan manusia, antara lain, (1) masalah hakikat hidup manusia, (2) masalah hakikat karya manusia, (3) kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, (4) hakikat hubungan manusia dengan alam, dan (5) hubungan manusia dengan sesama dan Tuhannya. Budaya dan Konsep Tata Ruang Sunda Budaya Sunda Budaya Sunda adalah budaya yang tumbuh dan hidup dalam masyarakat Sunda. Budaya Sunda dikenal dengan budaya yang sangat menjunjung tinggi sopan santun. Pada umumnya karakter masyarakat Sunda adalah periang, ramahtamah (someah), murah senyum, lemah-lembut, dan sangat menghormati orangtua (Harun et al. 2011). Kebudayaan Sunda memiliki ciri khas yang membedakannya dari kebudayaan-kebudayaan lain. Secara umum, masyarakat Jawa Barat atau Tatar Sunda dikenal sebagai masyarakat yang lembut, religius, dan sangat spiritual. Kecenderungan ini tampak sebagaimana dalam pameo silih asih, silih asah, dan silih asuh, yang artinya masyarakat Sunda harus saling mengasihi (mengutamakan sifat welas asih), saling menyempurnakan atau memperbaiki diri (melalui pendidikan dan berbagi ilmu), dan saling melindungi (saling menjaga keselamatan). Selain itu, masyarakat Sunda juga memiliki sejumlah nilai-nilai lain seperti kesopanan, rendah hati terhadap sesama, hormat kepada yang lebih tua, dan menyayangi kepada yang lebih kecil. Pada kebudayaan Sunda keseimbangan magis dipertahankan dengan cara melakukan upacara-upacara adat untuk menjaga keseimbangan sosial masyarakat Sunda dan gotong-royong (Harun et al. 2011). Sumardjo (2009) menjabarkan bahwa dalam upacara-upacara adat masyarakat selalu melantunkan pantun yang dipimpin oleh seorang juru pantun. Pantun adalah hasil dari kebudayaan Sunda pada zaman mistis-spiritualnya. Kebudayaan ini dapat dikatakan kebudayaan religius, yang berbeda dengan kebudayaan modern yang sekuler. Dalam kebudayaan regilius justru manusia harus berpartisipasi dengan dunia dan alam semesta. Manusia tidak dapat menguasai atau mengekploitasi dunia, dan itu dianggap tabu atau dosa. Pada acara ritual adat, lantunan pantun selalu mengiringi jalannya upacara. Pantun adalah simbol budaya, yakni alam pikiran masyarakat Sunda. Pantun bukan hanya simbol, tetapi simbol yang sakral dan mengandung nilai-nilai yang seharusnya bagi masyarakat Sunda. Pantun merupakan artefak (pikiran) arkeologi budaya Sunda dimasa lampau. Pantun adalah simbol religi Sunda lama yang merumuskan konsep-konsep tentang tatanan eksisting. Simbol adalah salah satu peralatan manusia untuk menjangkau pengetahuan dan pengalaman di luar batas-

21 batas budaya. Orientasi simbol adalah pengetahuan, pikiran, dan pengalaman yang transenden, yang mengatasi batas-batas imanen manusia (Sumardjo 2009). Pada umumnya masyarakat Sunda sangat menghormati lingkungan alam tempat mereka tinggal. Mereka mempunyai kearifan agar bisa hidup harmonis dalam kehidupan sosialnya dan dengan alam lingkungannya. Beberapa filosofi yang dikenal oleh masyarakat Sunda untuk menjaga kelestarian lingkungan hidupnya, yang mereka pandang sebagai warisan suci di atas bumi. Ngaraksa Sasaka Pusaka Buana yang mengandung makna bahwa lahan yang subur harus tetap terjaga subur, sumber air tidak tercemar, udara terjaga bersih, semua makhluk hidup mendapat ruang hidup masing-masing sesuai dengan waktu dan tempatnya, agar buana bumi dapat diwariskan kepada anak cucu sebagai bumi yang mampu memberikan kehidupan yang berkecukupan untuk semua makhluk hidup didalamnya, sebagaimana para leluhur telah menikmatinya. Filosofi hidup inilah yang juga dicerminkan oleh tatanan pemukiman mereka (Harun et al. 2011). Tata Ruang Tradisional Sunda Harun et al. (2011) menjabarkan bahwa dikalangan masyarakat Sunda dikenal azas kesatuan tiga atau disebut sebagai konsep Tritangtu. Azas ini mendasari berbagai aspek kehidupan masyarakat Sunda, baik yang bersifat fisik maupun sosial, termasuk hubungan kekuasaan. Terdapat pembagian kosmologi Sunda yang terdiri atas tiga bagian dunia, yaitu dunia atas (buana ngungcung), dunia bawah (buana larang), dan dunia tengah (buana panca tengah). Konsep tritangtu pada dasarnya adalah perkawinan pasangan oposisi untuk segala hal. Pasangan oposisi dasar tersebut adalah pembagian laki-laki dan perempuan untuk segala hal. Perkawinan keduanya menghasilkan lahirnya eksistensi ketiga yaitu anak. Kategori anak merupakan dunia yang mengandung unsur laki-laki dan perempuan. Inilah dunia tengah yang berfungsi sebagai medium dari dua oposisi (Sumardjo 2011). Pola tiga dipakai baik secara vertikal maupun horizontal (Sumardjo 2009). Pembagian pola Tritangtu juga diterapkan dalam konsep rumah adat Sunda yang diwujudkan dalam bentuk atapnya, yakni rarangki tukang (atap belakang yang lebih panjang), rarangki pondok (atap tengah yang yang lebih pendek), dan rarangki panjang (atap depan yang terpanjang). Dibawah atap-atap tersebut terdapat pembagian ruang-ruang. Dibawah rarangki tukang terdapat ruang perempuan (parak) yang identik dengan dunia atas yang identik dengan perempuan. Rumah adat Sunda juga dibagi dalam kategori depan dan belakang yang berarti lelaki dan perempuan. Disamping itu, ada pembagian kiri dan kanan, kiri berarti laki-laki dan kanan berarti perempuan. Dalam masyarakat Sunda lama, perempuan menduduki derajat tertinggi. Bagian rumah paling depan dan paling kiri adalah bagian laki-laki. Sedangkan bagian umah paling belakang dan paling kanan bersifat perempuan, tempat basah (Sumardjo 2011). Dalam perkembangan sejarah, perkampungan Sunda dibagi menjadi tiga pemukiman yang bertugas mengurus adat Sunda, mengurus agama islam, dan mengurus pemerintahan modern republik. Masing-masing bertanggung jawab atas tugasnya untuk kesatuan tiga kampung. Setiap perkampungan dipercaya memiliki tempat tinggal para hyang (hutan, bukit, gunung). Ketiga hal tersebut disatukan dalam satu hubungan jalan atau aliran sungai. Kampung dihubungkan dengan 7

22 8 kuburan atau pohon besar yang mengarah kehutan atau gunung. Ketika masyarakat Sunda memeluk agama Islam, pola ini masih dipertahankan. Di belakang mesjid terdapat kuburan, dan keduanya menghadap kiblat yang diantaranya terdapat gunung atau hutan (Sumardjo 2011). Menurut Harun et al. (2011), masyarakat Sunda mengenal perencanaan dalam arti luas yang diisyaratkan melalui ungkapan Nyoreang Alam Katukang, Nyawang Lampang nu Bakal Disorang, yang artinya melihat kembali semua usaha dan perbuatan yang dilakukan di tahun sebelumnya, dan melihat peluang dan merencanakan sesuatu yang harus dilakukan pada masa yang akan datang. Ungkapan ini digunakan pada acara Seren Taunyang merupakan acara tertinggi yang menyempurnakan semua acara ritual adat. Pada penataan pemukiman adat Sunda masyarakat mengenal istilah yang menjadi kearifan lokal sebagai dasar penataan ruang suatu perkampungan adat, yaitu: Gunung kaian, lamping gawir awian, legok balongan, datar sawahan, lebak imahan. Yang secara harfiah berarti gunung ditanami pohon kayu, lereng bukit terjal ditanami bambu, yang cekung jadikan kolam, yang datar jadikan sawah, dan bagian lembah diperuntukkan bagi bangunan rumah (Harun et al. 2011). Menurut Anwar dan Nugraha (2013) setiap perkampungan yang ada di tanah Sunda memiliki pola pemukiman yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, fungsi, dan keadaan kondisi alam yang ada. Pola perkampung tradisional dibagi menjadi tiga bagian sebagai berikut. 1. Pola linear Pada pola kampung ini kelompok pemukiman yang setiap rumahnya berdiri sejajar lurus, bentuk bersifat fleksibel, sesuai dengan kondisi alam seperti topografi dan sistem masyarakat yang berlaku, posisi rumah memanjang (linear) mengikuti kondisi yang ada seperti sungai, jalan raya, tepi pantai, dan lain-lain (Gambar 2). Pola mengikuti sungai Pola mengikuti jalan Sumber: Padma et al. (2001) Gambar 2 Pola linear pada kampung tradisional 2. Pola terpusat Pada pola kampung ini kelompok pemukiman mengelilingi area terpusat yang luas dan dominan, seperti alun-alun, balai desa, lapangan terbuka, yang berfungsi sebagai are publik untuk menyatukan warga (Gambar 3).

23 9 Sumber: Padma et al. (2001) Gambar 3 Pola terpusat pada kampung tradisional 3. Pola radial Pola radial memadukan kelompok pemukiman linear dengan terpusat. Kelompok pemukiman ini menempatkan rumah seperti jari-jari sesuai dengan kebutuhan masyarakat, fungsi, dan kondisi alam sekitar, biasanya rumah diletakkan memanjang dengan memiliki titik yang dijadikan pusat arah (Gambar 4). Sumber: Padma et al. (2001) Gambar 4 Pola radial pada kampung tradisional Arsitektur Tradisional Sunda (Bentuk Bangunan) Bentuk bangunan tradisional Sunda memang amat sederhana. Penduduk tatar Sunda zaman dulu tergolong masyarakat ladang. Sifat paling menonjol dalam

24 10 masyarakat ladang adalah kebiasaan pindah tempat mengikuti letak peladangannya. Pengaruh langsung dari keadaan ini tentu saja dalam hal bangunan yang harus sederhana dan tidak permanen. Penggunaan genteng untuk atap rumah dan pemanfaatan paku dianggap hal yang tabu oleh masyarakat. Semua dianggap benda-benda asing yang tidak cocok dan ditolak pemanfaatannya (Danasasmita 1975). Depdikbud (1982) menyatakan bahwa bentuk bangunan masyarakat Sunda lebih banyak mengacu pada kesadaran lingkungan, bentuk atap bangunan selalu disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Untuk daerah pegunungan yang banyak hujan dan tiupan angin keras, orang akan memilih bentuk atap yang kokoh, tertutup, hingga tidak mudah lepas diterpa angin. Bangunan rumah tinggal bagi penduduk Tatar Sunda dianggap memadai apabila dapat memberi keteduhan dari curah hujan dan matahari, dan melindungi dari bahaya binatang buas. Untuk itu bangunan rumah berbentuk rumah panggung bertengger di atas pilar kayu dengan dinding sederhana guna melindungi dari terpaan angin. Untuk menjaga kehangatan di dalam rumah, cukup dengan menyalakan api (Sunda: hawu). Kesederhanaan bentuk dan gaya arsitektur tradisional Sunda, banyak mengacu pada "bentuk atap dan pintu" yang berbeda pada masing-masing bangunan. Bentuk-bentuk bangunan tradisional Sunda yaitu: Suhunan Jolopong (suhunan panjang), Jogo Anjing, Badak Heuay, Parahu Kumereb (Limasan), Julang Ngapak, Buka Palayu, Buka Pongpok (Depdikbud 1982). a. Suhunan jolopong (suhunan lurus) Depdikbud (1982) menyatakan bahwa bentuk jolopong adalah bentuk rumah (bangunan) yang memiliki suhunan yang sama panjangnya di kedua bidang atap yang sejajar dengan itu (Gambar 5). Bentuk jolopong memiliki dua bidang atap. Kedua bidang ini dipisahkan oleh jalur suhunan di tengah bangunan rumah, bahkan jalur suhunan itu sendiri merupakan sisi bersama dari kedua bidang atap yang sebelah menyebelah. Bentuk atap jolopong merupakan bentuk atap yang sederhana dan dari bentuk ini berkembang bentuk-bentuk atap yang lain. Bentuk atap jolopong banyak digunakan pada atap saung di sawah di Tatar Sunda. Saung umumnya dibangun di sawah dan dipergunakan sebagai tempat petani menunggu tanamannya dan beristirahat sejenak melepas lelah, sambil menghirup udara segar. Sumber: neoisgourmand.blogspot.com Gambar 5 Bangunan dengan atap jolopong

25 b. Jogo anjing (sikap anjing sedang duduk) Depdikbud (1982) menyatakan bahwa bentuk atap jogo anjing atau tagog anjing adalah bentuk atap yang memiliki dua bidang atap yang berbatasan pada garis batang suhunan (Gambar 6). Bidang atap yang pertama lebih lebar dibanding dengan bidang atap lainnya, serta merupakan penutup ruangan. Sedangkan atap lainnya yang sempit, memiliki sepasang sisi yang sama panjang dengan batang suhunan bahkan batang suhunan itu merupakan puncaknya. Pasangan sisi (tepi) lainnya lebih pendek bila dibandingkan dengan panjang suhunan. Pada umumnya sisi bawah tidak disangga oleh tiang. Bidang atap yang sempit ini hanya sekedar tudung agar cahaya matahari atau air hujan tidak langsung menyemburi ruangan dalam bagian depan. Tiang-tiang depan pada bangunan dengan atap tagog anjing lebih panjang dibandingkan dengan tiang-tiang belakang, batang suhunan terletak di atas puncak tiang depan. Ruangan sebenarnya berada di bawah atap belakang. Atap depan hanya berfungsi sebagai emper saja. 11 Sumber: neoisgourmand.blogspot.com Gambar 6 Bangunan dengan atap jogo anjing c. Badak heuay Bangunan dengan atap bentuk badak heuay sangat mirip dengan bentuk atap tagog anjing (Gambar 7). Perbedaanya hanya pada bidang atap belakang. Bidang atap ini langsung lurus ke atas melewati batang suhunan sedikit. Bidang atap yang melewati suhunan ini dinamakan rambu (Depdikbud 1982). Sumber: neoisgourmand.blogspot.com Gambar 7 Bangunan dengan atap badak heuay

26 12 d. Parahu kumereb Bentuk atap ini memiliki empat buah bidang atap. Sepasang bidang atap sama luasnya, berbentuk trapesium sama kaki. Letak kedua bidang atap ini sebelah menyebelah dan dibatasi oleh garis suhunan yang merupakan sisi bersama (Gambar 8). Jadi kedua bidang atap ini menurun masing-masing dari garis suhunan itu. Batang suhunan yang merupakan sisi bersama lebih pendek dari sisi alasnya. Sepasang bidang atap lainnya berbentuk segitiga sama kaki dengan kedua titik ujung suhunan merupakan titik puncak segitiga itu. Kaki-kakinya merupakan sisi bersama dengan kedua bidang atap trapesium (Depdikbud 1982). Sumber: neoisgourmand.blogspot.com Gambar 8 Bangunan dengan atap parahu kumureb e. Julang ngapak Bentuk atap julang ngapak adalah bentuk atap yang melebar di kedua bidang sisi bidang atapnya. Jika dilihat dari arah muka rumahnya bentuk atap demikian menyerupai sayap burung julang (nama sejenis burung) yang sedang merentang (Gambar 9). Bila diperhatikan dengan seksama, bentuk atap julang ngapak, memiliki empat buah bidang atap. Dua bidang pertama merupakan bidang-bidang yang menurun dari arah garis suhunan, dua bidang lainnya merupakan kelanjutan (atap tambahan) dari bidang-bidang itu dengan membentuk sudut tumpul pada garis pertemuan antara kedua bidang atap itu. Bidang atap tambahan dari masing-masing sisi bidang atap itu nampak lebih landai dari bidang-bidang atap utama. Kedua bidang atap yang landai ini disebut leang-leang (Depdikbud 1982). Sumber: neoisgourmand.blogspot.com Gambar 9 Bangunan dengan atap julang ngapak

27 f. Buka palayu Nama bangunan buka palayu untuk menunjukkan letak pintu muka dari rumah tersebut menghadap ke arah salah satu sisi dari bidang atapnya. Dengan demikian, jika dilihat dari arah muka rumah, tampak dengan jelas ke seluruh garis suhunan yang melintang dari kiri ke kanan (Gambar 10). Bangunan-bangunan lama yang kini masih banyak ditemukan, terutama di sepanjang jalan raya yang menghubungkan kota Cirebon Bandung di daerah kecamatan tersebut. Pada umumnya, rumah-rumah dengan gaya buka palayu didirikan atas dasar keinginan pemiliknya, untuk menghadapkan keseluruhan bentuk bangunan dan atapnya ke arah jalan yang ada di depan rumahnya. Potongan buka palayu pada umumnya mempergunakan bentuk atap suhunan panjang atau suhunan pondok yang juga disebut rumah jure. Disebut demikian karena mempergunakan jure-jure yaitu batang kayu yang menghubungkan salah satu atau kedua ujung garis suhunan dengan sudut-sudut rumah (Depdikbud 1982). 13 Sumber: Depdikbud (1982) Gambar 10 Bangunan dengan atap buka palayu g. Buka pongpok (menghadap ke bagian pendeknya) Depdikbud (1982) menyatakan bahwa sama halnya dengan buka palayu, rumah dengan gaya buka pongpok didirikan atas dasar keinginan pemiliknya untuk menghadapkan pintu muka ke arah jalan. Rumah buka pongpok adalah rumah yang memiliki pintu masuk pada arah yang sejajar dengan salah satu ujung dari batang suhunan. Jika dilihat dari arah muka rumah, keseluruhan batang suhunan tersebut tidak nampak sama sekali. Yang nampak terlihat ialah bidang atap segi tiga dari rumah tersebut (Gambar 11). Sumber: Depdikbud (1982) Gambar 11 Bangunan dengan atap buka pongpok

28 14 Bagian-Bagian Rumah Bagian-bagian pada rumah tempat tinggal jika dilihat dari fungsi masingmasing bagian tersebut jika menunjukkan adanya keragaman yang menyolok. Hal ini telah diungkapkan oleh Depdikbud (1982) bahwa beberapa bagian sudah mulai menghilang akibat dari perubahan penggunaan bahan bangunan, dari bahan-bahan lama ke bahan-bahan yang baru. Bagian-bagian pada rumah tinggal, jika dilihat dari fungsinya adalah sebagai berikut. a. Golodog Golodok adalah tangga rumah yang terdiri atas beberapa anak tangga, terbuat dari kayu atau bambu, biasanya terdiri dari dua atau tingga anak tangga. Fungsi sebagai penghubung lantai yang disebut palupuh dengan tanah. Golodok berfungsi juga untuk membersihkan kakisebelum naik kedalam rumah. b. Kolong Kolong adalah ruang yang terdapat dibawah lantai rumah (palupuh), tingginya meter atau 1 meter diatas permukaan tanah. Pada rumahrumah yang sudah tua usianya, tinggi kolong ada yang mencapai 1.8 meter karena digunakan untuk tempat mengikat binatang-binatang peliharaan seperti kerbau, sapi atau untuk menyimpan alat-alat pertanian seperti cangkul, bajak, dan sebagainya. c. Tatapakan Tatapakan adalah penahan dasar dari tiang rumah yang terbuat dari batu. Dibuat dari batu padas bagian paling keras, atau dapat pula dibentuk dari bata yang disusun menyerupai balok dengan ukuran panjangsatu meter dan tingginya 0.5 meter. d. Tihang Tihang(tiang) merupakan bagian rumah yang sangat penting karena menyangga atap bangunan. Tiang dibuat dari kayu berbentuk segi empat berukuran 15x15cm. Tiang juga berguna untuk menempelkan dinding-dinding. Tiang-tiang untuk atap tambahan (emper) dibuat lebih kecil dari tiang-tiang utama yang disebut sasaka. e. Bilik Dinding merupakan bagian rumah yang berfungsi sebagai pemisah antara ruangan dalam rumah dengan alam sekitar dan membentuk kesatuan ruanganruangan dalam rumah. Bagian ini dibuat dari bahan bambu yang dianyam yang disebut dengan bilik dan bagian kayu yang disebut gebyong. Dinding menempel langsung pada bagian luar dari tihang rumah, panjangnya dari lincarsampai kepemikul. f. Palupuh Nama lain dari palupuh adalah talupuh, dibuat dari kayu-kayu bilah yang disusun diatas balok-balok kayu atau bambu yang disebut darurung. Fungsinya sebagai lantai rumah yang memisahkan kolong dengan ruangan didalam rumah. Lantai yang terbuat dari palupuh dapat menghangatkan udara dalam ruangan pada malam hari. g. Panto Pintu dalam bahasa setempat disebut panto. Bagian ini berbentuk persegi panjang, tinggi disesuaikan dengan ukuran manusia. Bagian ini dapat dibuat

29 dari kayu atau bambu yang dianyam. Rangka pintu disebut jejeneng panto yang terbuat dari kayu. h. Jendela jalosi Jendela ini berfungsi untuk mengatur pertukaran udara dari dalam keluar ruangan atau sebaliknya. Jendela ini terbuat dari papan kayu. i. Amping Ampig adalah didnding yang terbuat dari kayu yang merupakan bagian atas dari dari dinding depan dan belakang, rumah berbentuk segi tiga memenuhi bentuk atap rumah. Fungsi sebagai penutup bagian depan dan belakang rangkaatap. j. Lalangit Lalangit ini disebut juga paparaan, terbuat dari bambu yang dianyam atau dari papan kayu semacam palupuh. Bagian ini terpisah dari dinding yang menempel pada dasar rangka atap (tatapakan adeg). k. Suhunan Bagian rumh ini terbuat dari sebatang kayu (balok) berbentuk segi empat tanpa sambungan, membentang dari ujung ke ujung puncak rumah. Berfungsi sebagai tempat dudukkan wuwung (bubungan rumah). l. Pananggeuy Pananggeuy adalah kayu bagian rumah yang menghubungkan tihang dengan tihang, tempat dudukan darurung dan palupuh. Fungsinya untuk menahan papan lincar dan tihang sasaka. m. Lincar Bagian rumah yang berfungsi sebagai penjepit dinding disekeliling bagian bawah rumah. Lincar ini terbuat dari bambu bilah atau kayu pipih setebal 1 cm. n. Darurung Darurung terbuat dari bambu bulat atau kayu, berfungsi sebagai tatahan palupuh. Darurung para tempat menempelnya lalangit atau paparaan. o. Paneer Paneer adalah darurung yang dipakai sebagai sisi badan rumah yang berfungsi untuk menahan tihang dan dinding yang terbuat dari balok kayu. p. Saroja Saroja atau garde terbuat dari papan-papan kayu yang disusun dalam posisi tegak dengan jarak tertentu antar papan. q. Baladar Balok berbantuk segi empat yang dipasang diatas kuda-kuda, melintang sejajar dengan suhunan yang berfungsi sebagai penahan usuk pada rangka atap. r. Kuda-kuda Balok kayu yang dipasang miring yang berfungsi sebagai penghubung tihang adeg dengan pemikul dan menahan rangka atap. s. Usuk Usuk adalah tempat menempelnya ereng dan atap rumah yang terbuat dari bambu bulat (utuh). t. Ereng Bagian utuk menahan genting yang terbuat dari bambu yang dibelah dan dipasang sejajar dengan pemikul. 15

30 16 u. Pamikul Balok kayu yang dipasang dibawah pangheret, disebut juga panglari yang berfungsi sebagai penahan usuk dan rangka atap. v. Pangheret Balok kayu yang dipasang diatas pamikul. w. Sisiku Kayu yang berfungsi untuk menahan pangeret dan bagian-bagian lain. Jenis Bangunan dilihat dari Denah Rumah dan Letak Pintu Menurut Harun et al. (2011), jenis-jenis bangunan rumah juga dapat dilihat dari bagaimana letak pintu masuk dalam kaitan dengan arah bidang muka bangunan. Berdasarkan hal ini dapat dibedakan antara rumah atas buka pongpok dan buka palayu. Bidang muka rumah adalah sisi atau bidang bangunan rumah tempat pintu masuk utama diletakan. Pintu masuk utama ini dapat berada di bidang terpendek dari bangunan rumah yang disebut buka pongpok, atau dapat berada dibidang atau sisiterpanjang bangunan rumah yang disebut buka palayu. a. Buka pongpok (pintu masuk dibagian pendek rumah) Rumah buka pongpok adalah rumah yang memiliki pintu masuk pada arah terpendek atau arah lebar bangunan. Dalam perkembangan selanjutnya, potongan buka palayu dan buka pongpok sering dipadukan menjadi potongan campuran yang disebut sirit teuweul. Bubungan atap memiliki dua arah yang berbeda dan masing-masing membentuk sedut tegak lurus, dengan pintu muka mengarah sejajar dengan salah satu batang suhunan atau bubungan atap (Gambar 12). Gambar 12 Denah rumah yang menghadap ke arah melebar (buka pongpok) b. Buka palayu (pintu masuk di bagian panjang bangunan) Nama bangunan disebut buka palayu bila letak pintu muka dari rumah menghadap ke arah salah satu sisi dari bidang atapnya, atau kearah memanjang. Dengan demikian, jika dilihat dari arah muka rumah, tampak dengan jelas

31 keseluruh garis suhunan yang melintang dari kiri ke kanan. Potongan buka palayu pada umumnya menggunakan bentuk atap suhunan panjang atau sehunan pendek yang juga disebut rumah jure. Disebut demikian karena mempergunakan batang kayu yang menghubungkan salah satu atau kedua ujung suhunan dengan sudutsudut rumah (Gambar 13). 17 Gambar 13 Denah rumah yang menghadap ke arah memanjang (buka palayu) Pemilihan Lokasi Kampung dan Rumah Pada naskah kuno Sanghyang Siksakandang karesian dijabarkan pemilihan lahan untuk pemukiman masyarakat dengan mempertimbangkan letak, kemiringan, bekas masa lalu, warna dan aroma lahan, dan bentuk alamiah lahan tersebut. Paling sedikit terdapat 19 jenis lahan yang memiliki pengaruh buruk dan dapat mendatangkan bahaya atau bencana bagi penghuninya (Tabel 1) dan 6 jenis lahan yang bersifat baik, yang mendatangkan kesejahteraan bagi penghuninya. Lahan bumi yang dipercaya sebagai sampah bumi atau mala ning lemah, yaitu: lahan sodong, sarongge, cadas gantung, mungkat pategang, lebak, rancak, kabakan badak, catang nunggang, catang nonggeng, garunggungan, garenggengan, lemah sahar, dangdang wariyan, hunyur, lemah laki, pitunahan celeng, kolomberan, jariyan, dan sema. Sedangkan lahan yang bersifat baik dapat dipilih dari jenis berikut: galudra ngupuk, pancuran emas, satria lalaku, kancah nangkub, gajah palisungan, gajah katunan, dan bulan purnama (Danasasmita et al. 1982). Menurut Danasasmita et al. (1982), terdapat tiga jenis tanah yang termasuk buruk dan tidak layak untuk tempat mendirikan rumah atau perkampungan lainya, yaitu: Gelagah katunan, yaitu dataran rendah yang dikelilingi dataran yang lebih tinggi; Cagak gunting, yaitu lahan segi tiga yang diapit oleh dua jalur jalan atau dua alur sungai; dan Jalan ngolecer, yang lebih dikenal dengan nyunduk sate,

32 18 yakni lahan atau bangunan persis ditotok atau jadi tumpuan jalan raya. Untuk jelasnya pengertian tentang lahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Sebaliknya, lahan yang bersifat baik dan sesuai untuk lokasi pemukiman penduduk, dapat dilihat Tabel 2. Tabel 1 Daftar lahan bersifat negatif (mala ning lemah) No. Nama Uraian 1 Sodong Ceruk pada tebing, biasanya terbentuk pada aliran sungai yang berbelok sehingga sisi luarnya tergerus dan menjadi lubuk (Sunda: leuwi) tempat persembunyian ikan. Dapat diartikan sebagai ceruk atau goa dangkal yang umumnya pada tebing. 2 Sarongge Tempat angker yang dihuni roh jahat, tempat-tempat dipercaya menjadi "pangkalan" setan, jurig, dan ririwa. 3 Cadas gantung Cadas bergantung, sehingga di bawahnya terbentuk naungan (shelter) alami. 4 Mungkal pategang bungkah berkelompok tiga, mungkin sebidang lahan yang dikelilingi oleh bongkahan karang atau gundukan batuan di sekelilingnya. 5 Lebak Lurah atau ngarai, yakni permukaan lantai jurang, terlindung dari pandangan dan sinar matahari. 6 Rancak Batu besar bercelah atau lahan-lahan yang dikurung oleh batu-batu besar sehingga sulit dihampiri. 7 Kebakan badak Kubangan atau kolam yang dipergunakan untuk berkubang oleh badak. 8 Catang nunggang 9 Catang nonggeng batang kayu roboh dengan bangkot sebelah bawah. Merupakan lahan yang ditengahnya dipisahkan oleh satu selokan/ngarai, namun dihubungkan oleh suatu jembatan alami berupa cadas atau karang. batang kayu roboh dengan bangkot di atas. Yakni, sebidang lahan yang lokasinya terletak pada lereng yang curam. 10 Garunggungan tanah membukit kecil. 11 Garenggengan Tanah kering permukaannya, namun di bawahnya berlumpur. 12 Lemah sahar Tanah panas, sangar, tempat bekas terjadinya pembunuhan, atau pertumpahan darah. 13 Dangdang wariyan Dangdang berair, kobakan. Yakni, lahan yang legok di tengah dan kedap air sehingga menggenang. 14 Hunyur Sarang semut atau sarang rayap, yang berupa bukit kecil atau gundukan tanah, lebih kecil dari gunung (Sunda: incuna gunung. Gunung, pasir, hunyur). 15 Lemah laki Tanah tandus, atau tanah berbentuk dinding curam. 16 Pitunahan tempat berkeliaran babi. celeng 17 Kolomberan Kecomberan, atau genangan air yang mandeg. 18 Jarian Tempat pembuangan sampah. 19 Sema Kuburan.

33 19 Tabel 2 Daftar lahan bersifat positif No. Nama Uraian 1 Galudra ngupuk Lahan yang terletak diantara dua bukit atau gunung. lahan yang mendatangkan kekayaan duniawi. 2 Pancuran emas Lahan yang miring ke selatan dan barat. Mendirikan bangunan pada lokasi ini pemilik rumah akan kaya raya dan banyak istrinya. 3 Satria lalaku Lahan yang miring ke selatan dan timur. Penghuni lokasi ini hidup prihatin namun tidak kekurangan harta benda, serta penuh kehormatan. 4 Kancah nangkub Lahan di puncak perbukitan atau gundukan tanah dan dikelilingi pegunungan. Penduduk atau penghuni lokasi ini sehat sejahtera. 5 Gajah palisungan Lahan datar di atas gundukan tanah miring ke arah timur dan barat. Pemilik lokasi pada lahan seperti ini alamat bakal mendatangkan kekayaan duniawiah yang tumpah ruah. 6 Bulan purnama Desa atau perkampungan yang mengambil lokasi pada lahan yang dialiri sungai dekat mata air (di arah utara). Sedangkan arah bangunan dan arah rumah lokasinya berderet di arah barat dan timur. 7 Kampung gajah katunan Kampung yang letaknya didataran rendah, dikelilingi bukit atau pasir. Danasasmita et al. (1982) menyatakan bahwa terdapat tipe lokasi lahan yang buruk dan tidak layak digunakan sebagai tempat mendirikan rumah atau kampung, yaitu: 1. gelagah katunan. Lahan yang merupakan dataran rendah yang dikelilingi oleh lahan yang lebih tinggi. 2. cagak gunting. Lahan "segi tiga" yang diapit oleh dua jalur jalan atau dua alur sungai. 3. jalan ngolecer. Lahan ini lebih dikenal dengan "nyunduk sate/tusuk sate", yakni lahan atau bangunan yang hampir tertembus alur jalan atau jadi tumpuan jalur jalan raya. Sebagai peraturan yang berlaku di masyarakat, maka ketentuan tentang mala ning lemah tersebut tidak boleh dilanggar, bahkan pengetahuan ini dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Hal ini diungkapkan dalam pesan yang tercantum pada Naskah Sanghyang Siksakandang Karesian yang berbunyi Itu semua patut diketahui, tepatnya dan perlunya. Bila ada yang mengatakan tidak perlu tahu, itulah yang tidak akan setia kepada keahlian dirinya, mengabaikan ajaran leluhur kita, pasti ditunggu oleh neraka. Bila keahlian tidak dimanfaatkan, bila kewajiban tidak dipenuhi untuk mencapai kebajikan dan kesejahteraan, karena semua itu ketentuan dari Hyang dan Dewata (Danasasmita et al. 1982).

34 20 Memilih Lahan yang Baik Untuk Pekarangan Menurut Harun et al. (2011), lahan pekarangan pun harus dipilih, untuk mengetahui lahan mana yang akan membawa kebaikan kepada penghuninya. Tidak semua ciri tanah ini memiliki sifat baik, tetapi ada pula yang dipercaya membawa pengaruh buruk bagi penghuninya, seperti dibawah ini: 1. apabila lahan sebelah Barat lebih tinggi dan sebelah Timur lebih rendah, itu menunjukkan lahan yang baik untuk dijadikan pekarangan yang memiliki makna banyak berkah. Apabila sebaliknya tanah di sebelah timur lebih tinggi daripada sebelah barat, menandakan tanah itu jelek untuk dibuat pekarangan maknanya akan banyak menimbulkan penyakit. 2. apabila lahan di sebelah Selatan lebih tinggi daripada sebelah Utara, maknanya akan banyak memberikan berkah dan rezeki bagi penghuni rumah yang akan turun-temurun kepada anak cucunya. Sebaliknya apabila lanah di sebelah utara lebih tinggi daripada sebelah Selatan, menandakan tanah yang jelek untuk penghuni rumah bahkan akan menimbulkan banyak musuh dan banyak Setan. 3. apabila lahan yang rata, memiliki dua makna, ada yang baik dan ada buruk. Makna yang baik adalah dipercaya akan banyak membawa berkah, sedangkan yang buruk adalah tidak mendapatkan apa-apa. 4. apabila lahan miring ke sebelah barat, warnanya putih, rasanya manis, baunya harum, dipercaya akan memberikan kesenangan danpenghuninya akan sangat dihormati. 5. apabila lahan warnanya merah, rasanya manis, baunya menyengat (seperti membaui cabai yang pedas), akan memberikan kesenangan dan sangat dihormati kaimpungan sangat disukai oleh banyak orang. 6. apabila lahan warnanya hijau, rasanya manis-pedas dan berbau, akan memberikan keselamatan kepada anak dan hartanya bendanya. Apabila lahan warnanya hitam, baunya amis hanyir, tanah ini jangan dipergunakan untuk lahan perumahan, karena hal ini dipercaya memiliki makna yang buruk bagi penghuninya kelak. Kependudukan dan Mata Pencaharian Letak Harun et al. (2011), Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang pertama kali dibentuk di Indonesia pada tahun 1925 dengan nama Provincie West Java. Sebelum lahir istilah tersebut, wilayah ini dikenal dengan nama Tanah Sunda atau Pasundan. Letak Provinsi ini antara Lintang Selatan dan Bujur Timur.Luas Jawa Barat, tidak termasuk Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta adalah ,238 Ha yang menurut fungsinya terbagi atas: a. Pesawahan ,109 ha b. Tanah Darat ,459 ha c. Tanah Prkebunan ,000 ha d. Tanah Hutan ,670 ha Secara geografis, Jawa Barat disebelah timur berbatasan dengan sungai Citanduy terus ke utara hingga sebelah timur Cirebon. Di sebelah utara berbatasan

35 dengan Laut Jawa, di sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Lautan Indonesia (Harun et al. 2011). Fauna dan Flora Depdikbud (1982) menyebutkan bahwa binatang di Jawa Barat dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. binatang liar yang dilindungi seperti badak, banteng, rusa, babi hutan, kancil, macan tutul, macan, anjing hutan, wauwau, dan berbagai jenis burung dan kera, 2. binatang ternak yang dipelihara seperti sapi, babi, kerbau, kuda, domba, ayam, dan berbagai jenis unggas, 3. perikanan darat dan laut seperti ikan mas, mujair sepat siam, bandeng, tawes, nilem gurami, belanak, belut, lele, dan ikan nila, Jenis tumbuh-tumbuhan berdasarkan fungsi dapat dikelompokan sebagai berikut: 1. tanaman panganterdiri dari tanaman palawija (jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kacang kedele, kacang hijau, dan wijen), Tanaman sayuran (kentang, kubis, potsai, tomat, wortel, bawang daun, lobak, buncis), tanaman buah-buahan (alpokat, jeruk, dukuh, durian, jambu, mangga, nenas, pepaya, pisang, rambutan, salak, dan sawo) dan tanaman perkebunan (teh, kina, tebu, coklat, kelapa, sawit, kopi, cengkeh, dan sebagainya), 2. tanaman produksi yang terdapat di hutan-hutan seperti jati, pinus, rasamala, maesopsis, damar, mahoni, bakau, jabon, dan sebagainya, 3. tanaman hias yang terdiri atas tanaman bunga seperti ros, dahlia, sedap malam, sinyonakal, pacarkeling, dan nusa indah, 4. tanaman rempah-rempah, yaitu lada, pala, cabe, dan sebagainya. Penduduk Menurut Depdikbud (1982), jumlah penduduk Jawa Barat terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini dapat di lihat dari sensus penduduk yang pertama tahun 1930, jumlah penduduk Jawa Barat termasuk Batavia, Kebayoran, Meester Cornelis dan Weltevreden adalah jawa. Penduduk Jawa Barat pada tahun 1930 tanpa Batavia ( jiwa). Kebayoran ( jiwa), Meester Cornelis ( jiwa) dan Weltevreden ( jiwa) adalah jiwa. Pada sensus penduduk yang ke dua tahun 1961, penduduk Jawa Barat berjumlah jiwa. Jadi pertambahan penduduk di Jawa Barat dalam periode tahun 1930 dan 1961 sebanyak orang atau rata-rata bertambah jiwa pertahun. Pertambahan penduduk pada periode berikutnya yakni antara tahun adalah jiwa atau rata-rata per tahun jiwa. Presentase kenaikan penduduk antara tahun rata-rata 1,9% sedangkan antara periode tahun adalah 2.2 % per tahun. Sistem Mata Pencaharian Mata pencaharian pokok orang Sunda pada umumnya bertani. Diperkirakan ada 85% penduduk Jawa Barat hidup dari hasil pertanian. Selain bertani di sawah, orang Sunda mengenal usaha bercocok tanam di ladang. Di ladang tersebut petani menanam beberapa jenis tanaman untuk melengkapi kebutuhan pokok dan tambahan seperti padi, jagung, kedele, tembakau, kentang, bawang merah, dan bawang putih (Depdikbud 1982). 21

36 22 Sistem Kemasyarakatan Menurut Depdikbud (1982), sistem kemasyarakatan orang Sunda banyak dipengaruhi oleh adat secara turun menurun dan oleh agama Islam yang lama dipeluk oleh masyarakat (sejak abad ke-16 Masehi). Dalam soal perkawinan misalnya di Pasundan dilaksanakan baik secara adat maupun secara agama Islam. Bentuk terpenting dari keluarga Sunda adalah keluarga batin yang terdiri dari suami, isteri, dan anak. Biasanya terdapat pula di dalamnya mertua atau saudara-saudara yang lain dari pihak isteri maupun suami. Di desa-desa di daerah Jawa Barat terdapat pembagian kerja yang lebih tegas antara keluarga batin. Istri mengurus rumah dan mempersiapkan makanan untuk suami dan anak. Selain itu, wanita melakukan tandur, ngarambet, menuai padi, dan muuhan yaitu memasukan bibit padi atau jagung ke dalam lubang tugal dan sebagainya. Sedangkan suami melakukan pekerjaan-pekerjaan seperti mencangkul, ngawuluku, membuat pagar atau solokan. Prinsip garis keturunan dapat dikatakan bahwa kekerabatan orang Sunda adalah sistem kekerabatan yang bilateral. Hak dan kedudukan anggota keluarga pihak ayah sama dengan hak dan kedudukan anggota keluarga pihak lain. Dilihat dari sudut ego, orang Sunda mengenal istilah-istilah untuk tujuh generasi ke atas dan tujuh generasi ke bawah, yaitu, ke atas:1. Kolot 2. Ambah 3. Buyut 4. Bao 5. Janggawareng 6. Udeg-udeg 7. Gantung siwur. Ke bawah; 1. Anak 2. Incu 3. Buyut 4. Bao 5. Janggawareng 6. Udeg-udeg 7. Gantung siwur (Depdikbud 1982). Sistem Religi dan Sistem Pengetahuan Orang Sunda merupakan golongan terbesar penganut agama Islam di Jawa Barat. Masyarakat umumnya patuh menjalankan kewajiban-kewajiban agama Islam seperti shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, dan hasrat untuk menunaikan ibadah haji yang besar. Dan di setiap desa terdapat Mesjid dan Tajug, tempat bersembahyang bersama (Harun et al. 2011) Orang Sunda umumnya percaya kepada hal-hal yang gaib dan dianggap dapat mendatangkan kesenangan seperti pohon-pohon besar, sumber air, batu-batu yang belum diganggu manusia, dan makam-makam kuno. Kebiasaan masyarakat Sunda melaksanakan kaul berhubungan dengan kepercayaan mereka terhadap rohroh leluhur. Kaulan ini berisi penyampaian doa dan permohonan untuk mendapatkan keselamatan. Dalam kumpulan dongeng-dongeng suci Sunda, dikenal dongen Nyi Pohaci Sanghyang Sri yang menceritakan tentang pemujaan kesuburan pada tanaman padi. Petani-petani di desa percaya bahwa pelanggaranpelanggaran terhadap padi dan tata cara dalam memperlakukannya akan mengakibatkan hal buruk pada saat panen (Depdikbud 1982). Untuk menunjukan adanya kejadian penting dalam lingkungan keluarga. Masyarakat Sunda melakukan berbagai upacara hajat atau keselamatan. Upacaraupacara keselamatan dilakukan pada waktu-waktu tertentu, misalnya waktu perkawinan, kelahiran bayi, pertumbuhan anak yang diawali dengan turun tanah, memotong rambut, tumbuh gigi pertama, sunatan, dan saat meninggal (Soeganda 1982). Kesenian Menurut Depdikbud (1982), kesenian di Jawa Barat memiliki nilai yang tinggi, hal ini dapat dilihat dari berbagai hasil kesenian masyarakat yang juga

37 memiliki nilai ekonomi. Kesenian orang sunda yang berkaitan dengan seni bangunan adalah seni kerajinan tangan. Jawa Barat dikenal sebagai tempat pembuatan berbagai jenis kerajinan tangan. Benda-benda yang dihasilkan terbuat dari kayu, bambu, rotan, tanah, batu, tanduk, rumput, kulit, tulang, besi, bahkan berbagai macam biji-bijian. Di antara jenis-jenis kerajinan tersebut, wayang golek merupakan kerajinan tangan yang cukup menonjol. Wayang golek adalah boneka kayu yang dibuat khusus untuk pertunjukan wayang yang menceritakan kisah-kisah tentang Mahabrata dan Ramayana. Kedudukan boneka-boneka kayu yang semula bernilai kesenian, kini bertambah menjadi barang yang memilikinilai ekonomi (Depdikbud 1982). Kesenian selanjutnya adalah seni ukir, seni ukir adalah seni pembuatan topeng (kedok) yang dipakai pada pertunjukan tari topeng. Lalu Seni batik yang merupakan jenis kerajianan yang menunjukan keragaman Jawa Barat yaitu Tasikmalaya, Garut, dan Cirebon. Seni ukir berkembang di Jawa Barat dengan pengukiran pada kayu seperti benda-benda kebutuhan rumah tangga dan bendabenda perangkat kesenian. Seperti pada hulu keris, rangka golok (parang), rancak goong (tempat menggantungkan goong), dan pada tara wangsa (sejenis alat kesenian yang tertutup).karena menurut masyarakat Sunda, selain menjadi tempat tinggal, rumah dapat dijadikan tempat mengerjakan usaha (industri rumah tangga) (Anwar dan Nugraha 2013). Asal-usul Pada zaman Batu Tengah (Mesolitikum), bentuk bumi Jawa Barat tidak mengalami lagi goncangan-goncangan dan perubahan-perubahan yang besar, sehingga manusia yang hidup di masa itu sudah menunjukkan cici-ciri hidup menetap dan sudah dapat membuat alat-alat batu jenis microlith dan serpih yang dibuat dari bahan batu obsidia. Diduga pada zaman itu manusia sudah menempati tepian danau dan hidup dengan berburu dan menangkap ikan(depdikbud 1982). 23 Sejarah Sunda Menurut Ekadjati (2005), pada sekitar tahun 400 Masehi, di daerah Jawa Barat diketahui berdiri sebuah kerajaan bernama Tarumanegara. Salah seorang rajanya bernama Purnawarman. Raja ini memerintah sampai kira-kira tahun 450 Masehi. Dalam abad ke-8, muncul kerajaan Sunda menyusul runtuhnya Tarumanegara. Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh adalah dua kerajaan yang merupakan pecahan dari Kerajaan Tarumanagara. Dalam catatan perjalanan Tome Pires (1513), disebutkan bahwa dayo (dayeuh) Kerajaan Sunda terletak dua hari perjalanan dari Pelabuhan Kalapa yang terletak di muara Sungai Ciliwung. Keterangan mengenai keberadaan kedua kerajaan ini juga terdapat pada beberapa prasasti. Prasasti di Bogor banyak bercerita tentang Kerajaan Sunda sebagai pecahan Tarumanagara, sedangkan prasasti di daerah Sukabumi bercerita tentang keadaan Kerajaan Sunda sampai dengan masa Sri Jayabupati Tarusbawa yang berasal dari Kerajaan Sunda Sambawa menggantikan mertuanya menjadi penguasa Tarumanagara yang ke-13. Karena pamor Tarumanagara pada zamannya sudah sangat menurun, ia ingin mengembalikan

38 24 keharuman jaman Purnawarman yang berkedudukan di purasaba (ibukota) Sundapura. Dalam tahun 670 M, ia mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda. Peristiwa ini dijadikan alasan oleh Wretikandayun, pendiri Kerajaan Galuh, untuk memisahkan negaranya dari kekuasaan Tarusbawa. Karena putera mahkota Galuh berjodoh dengan Parwati puteri Maharani Shima dari Kerajaan Kalingga, Jawa Tengah, maka dengan dukungan Kalingga, Wretikandayun menuntut kepada Tarusbawa supaya bekas kawasan Tarumanagara dipecah dua. Dalam posisi lemah dan ingin menghindarkan perang saudara, Tarusbawa menerima tuntutan Galuh. Dalam tahun 670 M Kawasan Tarumanagara dipecah menjadi dua kerajaan, yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan Sungai Citarum sebagai batas (Gambar 14). Maharaja Tarusbawa kemudian mendirikan ibukota kerajaan yang baru, seperti yang sudah diungkapkan dibagian sebelumnya, di daerah pedalaman dekat hulu Sungai Cipakancilan. Dalam carita Parahiyangan, tokoh Tarusbawa ini hanya disebut dengan gelarnya Tohaan di Sunda (Raja Sunda). Ia menjadi cakal-bakal raja-raja Sunda dan memerintah sampai tahun 723 M. Sunda sebagai nama kerajaan tercatat dalam dua buah prasasti batu yang ditemukan di Bogor dan Sukabumi. Kehadiran prasasti Jayabupati di daerah Cibadak sempat membangkitkan dugaan bahwa Ibukota Kerajaan Sunda terletak di daerah itu. Namun dugaan itu tidak didukung oleh bukti-bukti sejarah lainnya. Isi prasasti hanya menyebutkan larangan menangkap ikan pada bagian Sungai Cicatih yang termasuk kawasan Kabuyutan Sanghiyang Tapak. Sama halnya dengan kehadiran batu bertulis Purnawarman di Pasir Muara dan Pasir Koleangkak yang tidak menunjukkan letak ibukota Tarumanagara. Karena putera mahkota wafat mendahului Tarusbawa, maka anak wanita dari putera mahkota (bernama Tejakancana) diangkat sebagai anak dan ahli waris kerajaan. Suami puteri inilah yang dalam tahun 723 menggantikan Tarusbawa menjadi Raja Sunda II. Gambar 14 Pembagian wilayah kerajaan Sunda dan kerajaan Galuh

39 25 METODE Lokasi dan Waktu Observasi lapang dilakukan di tiga lokasi di wilayah Jawa Barat sebagai referensi, seperti Kampung Urug di Kabupaten Bogor, Kampung Sindang Barang di Kabupaten Bogor, dan Kampung Naga di Kabupaten Tasikmalaya. Penelitian ini berlangsung selama enam bulan, yaitu dimulai dari minggu pertama bulan Februari 2013 hingga minggu keempat bulan Juli Metode dan Tahapan Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif melalui survei lapangan dan penelusuran informasi sejarah-kebudayaan. Sumber informasi yang didapat dapat diketahui melalui penelusuran sumber tertulis dan sumber tidak tertulis (Gottschalk 1983). Beberapa langkah penting dalam penelitian ini yaitu: 1) pemilihan dan penetapan subjek yang diteliti: elemen-elemen penting taman rumah tinggal, tradisi, dan budaya masyarakat Sunda, 2) sumber informasi untuk mendukung dan mendefinisikan subjek yang diteliti: arsip penting, narasumber ahli seperti sejarawan dan budayawan Sunda, lanskap budaya, bangunan arsitektural, dan studi literatur, 3) melakukan analisis terhadap butir (2) dalam koridor butir (1), dan 4) menarik kesimpulan dari hasil analisis pada butir (2) yang dapat mewakili hasil kajian. Kerangka Kerja Berdasarkan langkah-langkah tersebut, maka disusun kerang kerja sebagai tahapan penelitian yang dilatarbelakangi oleh terbatasnya informasi mengenai taman rumah tinggal masyarakat Sunda, sehingga perlu dilakukan penelitian dengan langkah awal meliputi kegiatan observasi lapang, studi literatur, wawancara, dan penelusuran sejarah-budaya. Langkah selanjutnya dalam penelitian ini akan diperoleh informasi mengenai elemen taman dan karakter arsitektur rumah tinggal pada tiga kampung Sunda yang dilakukan langsung melalui observasi lapang. Dari langkah penelitian melalui studi literatur akan diperoleh informasi terkait secara teori mengenai elemen taman dan karakter arsitektur rumah tinggal Sunda. Wawancara dengan narasumber dapat diperoleh suatu pengetahuan dan pendapat mengenai informasi terkait. Dan penelusuran sejarah-budaya dapat memperkuat dan memastikan hasil wawancara dan studi literatur. Dari keseluruhan informasi tersebut kemudian dilakukan sintesis untuk mendapatkan hubungan yang saling keterkaitan untuk memperkuat pemahaman mengenai kekhasan elemen-elemen taman dan karakter arsitektur rumah tinggal yang disesuaikan dengan latar belakang budaya dan tradisi masyarakat Sunda. Berikut di bawah ini merupakan kerangka kerja penelitian ini, dapat dilihat pada Gambar 15.

40 26 Observasi lapang Wawancara Studi literatur Penelusuran sejarah-budaya Elemen-elemen taman dan karakteristik arsitektur rumah tinggal masyarakat Sunda Elemen-elemen taman dan karakteristik arsitektur rumah tinggal masyarakat Sunda (secara teori) Elemen-elemen taman dan karakteristik arsitektur rumah berdasarkan penelusuran dokumen penting dan ahli sejarah-budaya Pendapat narasumber mengenai elemen-elemen taman dan karakteristik arsitektur rumah tinggal masyarakat Sunda Analisis Sintesis Elemen-elemen taman rumah berbasis budaya Sunda Gambar 15 Tahapan penelitian Tahap Persiapan Persiapan awal meliputi perumusan masalah dan penetapan tujuan kajian desain taman rumah tinggal tradisional budaya Sunda, dilanjutkan dengan mengumpulkan data-data sekunder mengenai sejarah dan kebudayaan Sunda yang berkaitan dengan taman rumah tinggal tradisional Sunda. Tahap Pengumpulan Informasi Tahap ini ditunjukan untuk mendokumentasikan informasi yang diperoleh melalui observasi lapang, wawancara, studi literatur, dan penelusuran sejarahbudaya. Secara rinci adalah sebagai berikut: a. Observasi lapang. Cara ini dilakukan untuk mengetahui susunan elemenelemen arsitektural dan taman rumah tinggal masyarakat Sunda. Observasi lapang dilakukan pada tiga daerah yaitu Kampung Adat Naga, Kampung Adat Urug, dan Kampung Budaya Sindang Barang. Berikut daftar tabel sumber rumah tinggal yang dijadikan sample untuk penelitian ini (Tabel 3).

41 27 Tabel 3Lokasi, jumlah, dan pemilik rumah objek penelitian No. Lokasi Rumah Jumlah Rumah Pemilik Rumah 1 Kampung Adat Naga 2 Pak Ayo Mbah Karinding 2 Kampung Adat Urug 2 Pak Ukat Pak Aman 3 Kampung Budaya Sindang Barang 1 Pak Maki b. Wawancara. Cara ini dilakukan untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan pandangan mengenai informasi budaya dan sejarah Sunda, elemen pembentuk taman rumah tinggal tradisional serta bagaimana tata letak dan maknanya. Informasi ini diperoleh melalui masyarakat dan narasumber seperti sejarawan, budayawan, dan tokoh-tokoh Sunda lainnya (Tabel 4). Wawancara akan dilakukan dengan metode indepth interview yaitu secara langsung dan mendalam dengan narasumber terkait. Wawancara ini dilakukan dengan mengambil topik-topik kepada narasumber mengenai karakter dan budaya masyarakat Sunda, tata ruang tempat tinggal, elemen-elemen pembentuk, tanaman khas yang ditanam disekitar tempat tinggal, pengaruh, dan aktivitas tradisi yang masih dilakukan oleh masyarakat. Tabel 4 Daftar nama narasumber No. Nama Bidang Pekerjaan 1 Mamat Sasmita Budayawan, pemilik Perpustakaan Rumah Baca Sunda jeung Sajabana di Bandung. 2 Tatang Pengelola Kampung Adat Naga, dansebagai pemandu. 3 Undang Ahmad Darsa Budayawan Sunda 4 Ayo Pengelola Kampung Adat Naga, dansebagai pemandu. 5 Ukat Kokolot Kampung Budaya Sindang Barang. 6 Achmad Mikami S Ketua Adat Kampung Budaya Sindang Barang. 7 Ukat Raja Aya Ketua Adat Kampung Adat Urug. 8 Muhamad Asep Budayawan Sunda, Arsitek, dan menjabat sebagai ketua Iket Sunda. c. Studi literatur. Cara inidilakukan untuk menelusuri sumber-sumber tertulis. Sumber-sumber tertulis tersebut dapat berupa arsip penting dan literatur pustaka. Arsip penting diperoleh dari perpustakaan di daerah Bandung, bukubuku yang direkomendasikan oleh budayawan Sunda, jurnal, perpustakaan Sunda, dan perpustakaan Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI). d. Penelusuran sejarah-budaya. Cara ini dilakukan untuk mendapatkan informasi melalui penelusuran dokumen-dokumen atau arsip penting dan informasi yang diperoleh melalui narasumber seperti sejarawan, budayawan, dan tokoh-tokoh

42 28 praktisi yang mengetahui latar belakang sejarah dan kebudayaan Jawa Barat atau Tatar Sunda untuk memastikan hasil dari studi literatur. Deskripsi Informasi Pada tahapan ini, informasi dideskripsikan dengan melihat hubungan keterkaitan antara informasi satu dengan yang lainnya secara tepat. Informasi yang diambil pada tahap pengumpulan informasi disajikan dalam bentuk data spasial dan deskriptif (Tabel 5). Tabel 5 Jenis, bentuk, dan sumber data Jenis Data Bentuk Data Sumber Data Pola taman rumah Deskriptif dan spasial Observasi lapang, studi Tinggal tradisional Sunda literatur, dan wawancara Pola dan fungsi ruang Deskriptif dan spasial Observasi lapang, studi taman rumah tinggal literatur, dan wawancara Tradisi masyarakat Deskriptif Observasi lapang, studi literatur, dan wawancara Filosofi dan bentuk elemen pembentuk Deskriptif dan spasial studi literatur, dan wawancara Analisis Informasi Pada tahapan ini, analisis informasi yang dilakukan adalah memeriksa dan mengevaluasi informasi dengan faktor-foktor lainnya. Adapun hal-hal yang dilakukan pada tahap analisis ini, seperti tahap klasifikasi data, pembagian tingkat pentingnya informasi dan hubungan keterkaitan dengan informasi lainnya. Tahap ini dilakukan pembahasan secara mendalam. Sintesis dan Konsep Tahap ini merupakan penjabaran hasil analisis untuk mengetahui kekhasan tata ruang, makna, dan elemen-elemen penting pembentuk taman rumah tinggal tradisional Sunda. Aspek-aspek penting tersebut disusun menjadi suatu konsep yang dapat dijadikan dasar dalam mendesain taman rumah tinggal tradisional Sunda. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Observasi Lapang Hasil observasi lapang memperlihatkan pola tata ruang rumah tinggal tradisional Sunda pada kedua kampung adat Sunda dan satu kampung budaya Sunda dengan pola yang relatif sama. Pada umumnya tata ruang rumah tinggal tradisional masyarakat Sunda terdiri atas halaman dan rumah. Akan tetapi, seiring dengan meningkatnya jumlah masyarakat setiap tahunnya mengakibatkan lingkungan desa atau area pemukiman semakin padat, sehingga tanah yang semula difungsikan sebagai halaman rumah beralih menjadi lahan-lahan terbangun.

43 Orientasi arah rumah tinggal tradisional Sunda umumnya mengikuti arah utara atau selatan. Akan tetapi, orientasi arah pembangunan rumah tinggal di Kampung Budaya Sindang Barang tidak seluruhnya mengarah utara-selatan, tetapi mengikuti jalan di depannya. Batas rumah antara ketiga kampung tradisional ini memiliki perbedaan, pada rumah tinggal Kampung Naga masyarakat memiliki pagar yang terbentuk dari pagar hidup (tanaman) atau tidak ada batas yang nyata, sedangkan pada masyarakat Kampung Adat Urug banyak menggunakan bambu, dinding bata atau besi. Gerbang pada rumah tinggal masyarakat Kampung Naga umumnya tidak ada, sedangkan pada rumah tinggal masyarakat Kampung Urug terlihat jelas dengan ditandainya pemasangan pintu masuk (Tabel 6).Sirkulasi pada ketiga wilayah umumnya sama yaitu terlihat lurus menuju pintu masuk rumah. Terdapat tangga rumah tepat di depan pintu masuk. Sirkulasi yang ditunjukkan yaitu lurus dari gerbang menuju pintu masuk rumah. Tabel 6 Perbandingan komponen tata ruang rumah masyarakat Sunda Wilayah Komponen dan No. Kampung Adat Kampung Adat Kampung Budaya Elemen Tata Ruang Naga Urug Sindang Barang 1 Orientasi ruang utara-selatan utara-selatan utara-selatan atau mengikuti jalan 2 3 Pagar dan gerbang tidak ada, atau ada, terbuat dari tidak ada, atau terbuat dari bambu bambu, dan besi terbuat dari bambu 4 5 Halaman Sirkulasi utama sempit lurus dengan pintu luas atau sempit lurus dengan luas atau sempit lurus dengan pintu rumah pintu rumah atau rumah 6 Lumbung padi ada, jauh dengan ada, jauh atau ada, jauh dengan (leuit) rumah dekat dengan rumah 7 Batas tapak Tempat menumbuk padi (saung lisung) 8 Kolam ikan (balong ) 9 Kamar mandi (tampian ) ada, tidak ada, terbentuk konsisten, ada yang dari pagar berpagar tanaman dinding, besi, ada juga yang tidak dan bambu ada, jauh dengan rumah ada, jauh dengan rumah ada, jauh dengan rumah ada, rumah jauh atau dekat dengan rumah ada, jauh atau dekat dengan rumah ada, jauh atau dekat dengan rumah ada, tidak konsisten, ada yang berpagar tanaman ada juga yang tidak ada, jauh dengan rumah ada, jauh dengan rumah ada, dekat dengan rumah Perbedaan pada rumah tinggal di ketiga wilayah tersebut juga dapat dilihat dari bentuk arsitektur atap dan bahan (material) pembentuknya. Pemakaian bahan (material) pada rumah tinggal masyarakat kampung adat pada umumnya menggunakan kayu dan bambu. Hal ini dilatarbelakangi kemudahan mencari kayu 29

44 30 dan bambu di sekitarnya yang masih dilestarikan dengan baik. Sedangkan pada Kampung Adat Urug, sudah banyak masyarakat beralih menggunakan tembok dan atap genting. Hal ini disebabkan oleh pengaruh modernisasi dari luar dan tidak adanya aturan adat setempat yang mengikat. Rumah tradisional Sunda memperlihatkan konsep natural atau kembali ke alam yang menempatkan unsur alam sebagai konsep dasar pada arsitekturnya. Bagi masyarakat Sunda, alam merupakan sebuah potensi atau kekuatan yang harus dihormati serta dimanfaatkan secara tepat didalam kehidupan seharihari.bentuk arsitektur rumah Sunda berbentuk panggung dengan ketinggian yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan. Bahan bangunan yang digunakan berupa bahan alami, seperti kayu, ijuk, bambu, batu, maupun tanah. Pada Kampung Naga dan Kampung Sindang Barang,saung lisung atau tempat menumbuk padi diletakan agak jauh dengan rumah karena status kepemilikannya bersama-sama. Tetapi, pada Kampung Adat Urug, terdapat beberapa rumah yang meletakan saung lisung di belakang rumah dengan status kepemilikan pribadi. Leuit atau lumbung padi diletakan tidak jauh dari rumah agar tetap terpantau dengan baik. Halaman terlihat relatif sempit pada rumah-rumah masyarakat di ketiga kampung tradisional. Hampir disetiap rumah tinggal masyarakat tradisional memiliki kandang ayam yang letaknya di belakang atau di bawah (kolong) rumah. Di halaman samping ditemukan tanaman yang sengaja ditanam untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti tanaman rempah-rempah dan obat-obatan tradisional. Orientasi Arah Hadap Bagi masyarakat Sunda, orientasi arah harap memiliki makna dan peranan penting khususnya dalam segi arsitektur dan budaya Sunda. Orientasi arah hadap rumah tinggal tradisional Sunda pada umumnya mengarah ke utara atau selatan, dengan letak pintu yang saling berhadapan. Hal ini dilakukan untuk mengikat kekerabatan antar tetangga. Pada Kampung Naga, semua rumah menghadap ke utara atau selatan, dengan arah atap menghadap timur dan barat. Akan tetapi tidak semua masyarakat Sunda mengaplikasikannya, adapula rumah masyarakat yang menghadap mengikuti jalan dan menyesuaikan kondisi alam seperti di Kampung Budaya Sindang Barang. Batas Tapak Rumah tinggal masyarakat tradisional Sunda identik berkumpul dengan jarak rumah yang berdekatan pada suatu area perkampungan. Batas tapak berupa pagar yang dibuat dari penanaman tanaman atau pagar bambu. Tanaman yang difungsikan sebagai pagar untuk batas rumah tinggal masyarakat Sunda dominan menggunakan tanaman yang dapat dipangkas dan tanaman rempah-rempah. Untuk skala kampung, area pemukiman dikelilingi pembatas berupa pagar bambu yang dirangkai dengan penambahan tanaman hanjuang merah (Cordyline sp.) sebagai penanda yang disebut kandang jaga (Gambar 16).

45 31 Gambar 16 Pagar bambu dan tanaman hanjuang sebagai batas area pemukiman Sirkulasi Sirkulasi yang ditunjukan dari gerbang menuju pintu rumah membentuk garis lurus (Gambar 17). Apabila dilihat secara interior bangunan rumah tinggal, sirkulasi membentuk garis lurus dengan posisi pintu utama sejajar dengan pintu menuju ruang lainnya sampai ruang bagian belakang rumah. Ruang-ruang utama terdiri atas ruang tamu, ruang keluarga, dan ruang dapur yang dipisahkan oleh dinding. Sirkulasi samping pada rumah tinggal masyarakat Kampung Urug hanya berfungsi sebagai sirkulasi alternatif yang menghubungkan ke halaman samping dan belakang. Pada rumah tinggal Kampung Naga, pintu dapur diletakan di depan rumah, di samping pintu masuk menuju tepas, sehingga apabila terlihat dari depan, rumah ini memiliki dua pintu. Gambar 17 Sirkulasi pada rumah tradisional Sunda

46 32 Rumah (bumi) Rumah tradisional Sunda pada umumnya memiliki bentuk persegi panjang yang simetris, baik memanjang kesamping ataupun memanjang ke belakang. Rumah dibagi menjadi tiga ruang penting yaitu ruang depan, ruang tengah, dan ruang belakang. Ruang depan berfungsi sebagai tempat menerima tamu. Ruang ini berwujud teras atau disebut juga tepas atau emper. Biasanya, area ini dibiarkan kosong tanpa furniture. Tepas digunakan sebagai ruang menerima tamu dan bersantai. Tepas terletak di rumah bagian depan. Pada rumah tinggal di Kampung Urug dan Kampung Sindang Barang, tepas terletak di luar bangunan, dan pada rumah tinggal Kampung Naga, tepas terletak di dalam bangunan rumah sehingga tangga rumah (golodog) menjadi pengganti penghubung rumah dengan halaman depan (Gambar 18). Ruang tengah terdiri dari ruang keluarga dan kamar tidur yang biasa disebut pangkeng atau enggon. Ruangan ini biasanya terdiri dari 2 kamar tidur. Dan yang terakhir adalah ruang belakang, ruangan ini berfungsi sebagai tempat untuk memasak, menyimpan bahan makanan dan bahan hasil bumi. Pada rumah tradisional Sunda, ruang belakang hanya terdiri atas ruang dapur (pawon) dan goah. Tidak ada kamar mandi atau toilet dalam tata ruang rumah Kampung Naga dan Kampung Urug. Aktivitas mandi biasanya dilakukan di luar rumah ataupun di sungai. Gambar 18 Terdapat tangga (golodog) di depan rumah Pada rumah tinggal tradisional Sunda, terdapat pondasi rumah yang terbuat dari batu yang diekspos. Sehingga bangunan rumah tidak langgsung menempel dengan tanah (Gambar 19). Pondasi ini disebut tatapakan. Tatapakan terdiri dari dua jenis, yaitu tatapakanjangkung dan tatapakanbuleud (Padma et al. 2001).Pada satu rumah tinggal, tatapakan terdiri dari 5 tititk di sisi panjang rumah, dan 4 titik di sisi pendek (lebar) rumah.

47 33 Rumah tinggal di Kampung Sindang Barang Rumah tinggal di Kampung Naga Rumah tinggal di Kampung Urug Gambar 19 Bentuk rumah tradisional Sunda Menurut Anwar dan Nugraha (2013), bentuk atap atau suhunan rumah masyarakat Sunda memiliki filosofi yang ditunjukan untuk menghormati alam diseklilingnya. Bentuk atap rumah yang ditemukan pada ketiga kampung tradisional ini pada umumnya menggunakan bentuk jolopong, bentuk ini adalah rumah atau bangunan yang memiliki suhunan yang sama panjangnya di kedua bidang atap yang sejajar.masyarakat Sunda tidak menggunakan paku besi di setiap bangunannya. Sebagai gantinya, mereka menggunakan pasak yang berasal dari bambu, kayu, tali ijuk, atau bahkan serabut kelapa sebagai pengikat antar tiang. Sementara di bagian atas rumah, masyarakat Sunda menggunakan ijuk dan daun kelapa sebagai atap.hal ini dapat di lihat pada semua bangunan rumah di Kampung Naga, Kampung Sindang Barang dan beberapa rumah di Kampung Urug. Karena sebagian masyarakat Kampung Urug sudah beralih menggunakan material genting. Bagian dinding pada rumah tradisional Sunda terbuat dari bilik bambu. Untuk lantai rumah, masyarakat menggunakan lantai bambu (palupuh), hal ini dilakukan agar lantai tetap kering karena palupuh memiliki sekat-sekat yang cukup sehingga air tidak menyerap dan tidak cepat lapuk. Bagian pintu dapat saling berhadapan atau menghadap ke arah ruang keluarga. Pintu dan jendela memiliki ukuran yang tidak terlalu besar.

48 34 Halaman Pada rumah tinggal masyarakat Sunda umumnya terdapat halaman depan, samping dan belakang. Halaman digunakan untuk menanam tanaman obat, bumbu dapur, sayur-sayuran, dan tanaman buah. Masyarakat menggunakan halaman belakang untuk berternak. Hewan yang diternak dekat dengan rumah biasanya dibuatkan kandang di bawah rumah (kolong) atau dekat dengan dapur dan ada yang dibiarkan lepas. Kandang ayam yang di letakan di kolong rumah bertujuan agar rayap pemakan kayu dapat dijadikan makanan ayam, sehingga rumah tetap kuat dan tidak cepat lapuk. Pada halaman depan, lahan dibiarkan terbuka dengan hamparan tanah atau rumput dengan tanaman pagar dibagian sisi. Tidak semua rumah masyarakat Sunda pada ketiga kampung ini memiliki halaman samping karena dipergunakan sebagai sirkulasi penghubung dengan tetangga. Pada halaman rumah tradisional terdapat elemen-eleman pembentuk seperti lumbung padi (leuit), tempat menumbuk padi (saung lisung), kolam (balong), kamar mandi (tampian), kandang ayam, dan tanaman. Lumbung Padi (Leuit) Leuit adalah bangunan yang digunakan oleh masyarakat tradisional Sunda sebagai tempat penyimpanan beras dalam jangka waktu yang panjang (Depdikbud 1982). Pada perkampungan adat, leuit diletakan berkumpul pada satu daerah yang telah ditentukan atau tersebar dekat dengan rumah pemiliknya seperti di kampung Urug. Kepemilikan leuit terdiri dari kepemilikan pribadi dan kepemilikan bersama. Posisi pintu leuit berada di atas dan pada umumnya menghadap utara. Bangunan leuit terlihat lebih kecil dibandingkan dengan bangunan lainnya.bentuk lumbung padi seperti rumah dengan ukuran yang lebih kecil (Anwar dan Nugraha 2013). Elemen dan material leuit sama dengan rumah, akan tetapi ukurannya lebih kecil dan sempit (Gambar 20). Gambar 20 Bangunan leuit masyarakat Sunda

49 Tempat Menumbuk Padi (Saung Lisung) Lisung adalah alat yang digunakan untuk menumbuk padi. Benda ini berfungsi memisahkan beras dengan kulit padi (gabah padi). Saung lisung adalah tempat untuk menyimpanlisung. Umumnyasaung lisungdibuat secara terpisah dengan lingkungan rumah, namunbeberapa dibangun menyatu dengan lingkungan rumah. Pada Kampung Naga dan Kampung Sindang Barang, saung lisung digunakan bersama dan diletakan jauh dari rumah. Sedangkan pada wilayah Kampung Urug, saung lisung diletakan di belakang dekat dapur dan sebagian menyatu dengan bangunan rumah (Gambar 21). Hal ini dilakukan agar kulit berasyang telah ditumbuk tidak tersebar dan masuk kedalam rumah. 35 Saung lisung di Kampug Urug Saung lisung di Kampung Naga Gambar 21 Saung lisung Kolam (balong) Pada masyarakat Sunda, kolam (balong) terbuat dari tanah yang dibentuk persegi panjang. Balong adalah tempat menyimpan dan berternak ikan. Hal ini dilakukan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (konsumsi). Akan tetapi, tidak sedikit dari masyarakat yang mengembangbiakan ikan untuk keperluan ekonomi.jenis ikan yang biasa dipelihara oleh masyarakat adalah bujair, bawal, nila dan jenis ikan lainnya yang tidak terlalu rentan terhadap perubahan air (Depdikbud 1982). Pada Kampung Naga, kolam diletakan terpisah dari halaman rumah atau area pemukiman. Sedangkan pada Kampung Urug, kolam diletakan di samping atau belakang rumah (Gambar 22). Masyarakat biasanya meletakan kamar mandi (tampian) atau jamban di atas kolam. Kolam diletakan pada tanah yang posisinya di bawah dekat dengan susukan atau sungai.

50 36 Pada Kampung Naga Pada Kampung Urug Gambar 22 Kolam dan tampian pada halaman rumah tradisional Sunda Tanaman Penanaman tanaman di sekitar rumah tinggal dilakukan di halaman depan, samping, dan belakang. Tanaman pohon yang tumbuh di sekitar halaman memiliki ciri fisik bentuk tajuk yaitu bulat, oval, dan spread. Tanaman dengan tekstur halus seperti teh-tehan difungsikan sebagai pagar hidup. Warna daun tanaman yang ditanam di halaman umumnya berwarna hijau. Pemilihan warna tanaman selain warna hijau ditujukan untuk memberikan aksen (Gambar 23). Bunga kaca piring Bunga mawar Bunga kenanga Gambar 23Tanaman pemberi aksen dan aroma Tanaman yang memiliki tajuk bulat dan spread di halaman depan atau samping berfungsi sebagai tanaman peneduh dan penghias rumah yang dapat menghasilkan buah. Tanaman lain yang ditanam di halaman depan adalah rumput dan semak, sehingga tanaman tidak menutup arang pandang penghuni ke arah depan. Penanaman tanaman di halaman samping lebih ditujukan untuk tanaman obat-obatan, bumbu dapur, dan tanaman berbuah. Tanaman yang ditanam merupakan tanaman yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat.

51 Pada rumah tinggal masyarakat Sunda terdapat tiga tanaman yang sering ditemukan di wilayah Sunda, yaitu hanjuang, mawar, dan honje. Tanaman tersebut ditemukan di ketiga kampung Sunda. Hanjuang biasanya difungsikan sebagai tanaman pembatas dan pagar hidup. Rose sebagai aksen dan tanaman aromatik, sedangkan honje digunakan sebagai tanaman obat dan rempahrempah.selain itu, tanaman-tanaman tersebut ditanam dengan latar belakang kepercayaan masyarakat setempat dan dipakai pada upacara-upacara adat, tanaman tersebut biasanya ditempatkan di halaman depan. Sirih merupakan tanaman yang hanya ditanam pada wilayah tertentu saja di sekitar halaman rumah tinggal masyarakat Sunda. Oleh karena itu, tanaman tersebut tidak dapat mencirikan kekhasan tanaman yang ditanam di sekitar halaman rumah. Tetapi, sirih memiliki makna khusus bagi masyarakat Sunda yaitu reureuh atau istirahat. Pada umumnya, masyarakat yang menanam tanaman sirih di halaman depan mempercayai kekuatan penolak bala dari tanaman ini, sehingga dinilai sakral oleh masyarakat setempat. Penanaman tanaman di lingkungan masyarakat rumah tinggal terdiri dari macam-macam tanaman, hal ini dapat di lihat pada Tabel 7. Tanaman yang tergolong obat-obatan dan dapat dimanfaatkan buahnya yaitu jambu batu, mangga, jeruk, durian, dan sukun (Gambar 24). 37 Gambar 24 Tanaman penghasil buah pada lingkungan rumah tinggal Tanaman-tanaman tersebut biasanya ditanam di halaman belakang atau samping. Tanaman yang berfungsi sebagai penghasil aroma (aromatic plant) biasanya ditempatkan di halaman depan rumah tinggal masyarakat yaitu kaca piring, mawar, dan cempaka. Tanaman-tanaman yang memiliki warna digunakan sebagai aksen. Selain itu, masih banyak tanaman yang terdapat dilingkungan rumah tinggal yang memiliki fungsi dan peranan masing-masing seperti yang tercantum pada Tabel 7.

52 38 Tabel 7 Penanaman tanaman di lingkungan rumah tinggal masyarakat Sunda Keberadaan Tanaman No. Jenis Tanaman Kampung Kampung Kampung Fungsi Naga Urug Sindang Barang 1 Hanjuang pengarah, pagar hidup (Cordyline sp.) 2 Puring pengarah, pagar hidup (Codiaeum variegatum) 3 Mangga peneduh, berbuah (Mangifera indica) 4 Teh-tehan pembatas, berbuah (Acalypha macrophylla) 5 Sukun peneduh, berbuah (Artocarpus heterophyllus) 6 Melinjo peneduh, berbuah (Gnetum gnemon) 7 Kelapa peneduh, berbuah (Cocos nucifera) 8 Mawar aromatik, display (Rosa sp.) 9 Cempaka aromatik, display (Michelia champaca) 10 Kaca piring aromatik, display (Gardenia Jasminoides) 11 Kenanga aromatik, display (Cananga odorata) 12 Belimbing peneduh, berbuah (Averrhoa carambola) 13 Pisang peneduh, berbuah (Banana sp.) 14 Honje obat, akar (Etlingera elatior) 15 Durian peneduh, berbuah (Durio zibethinus) 16 Nanas display, berbuah (Ananas comosus ) 17 Sirih penangkal, dedaunan (Piper betle ) 18 Rambutan penaung, berbuah (Nephelium lappaceum) 19 Jambu Biji penaung, berbuah (Psidium guajava) 20 Tanjung aromatik, penaung (Mimusops elengi) Hasil Wawancara Komponen-komponen rumah tinggal tradisional masyarakat Sunda memiliki karakter yang menjadi simbol yang mengandung arti dan penjelasan khusus didalamnya, hal ini telah dipaparkan oleh para sejarawan dan budayawan Sunda. Hasil wawancara dengan narasumber berkaitan dengan tata ruang dan

53 elemen pembentuk taman rumah tinggal tradisional masyarakat Sunda dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Komponen rumah tinggal Sunda menurut narasumber Komponen Uraian Pendapat Narasumber Rumah Tinggal Rumah tinggal tradisional Perkampungan Adat Batas tapak rumah tradisional Sunda tidak memiliki batas yang nyata dengan rumah tinggal tidak ada pembatas antara rumah tinggal, tetapi daerah pemukiman tetangga, terkadang dibatasi oleh pagar diberi pembatas pagar bambu yang hidup (tanaman)¹ disebut kandang jaga² 39 Arsitektur bangunan Ruang konsep rumah diadaptasi dari kosmologi Sunda³ tata ruang rumah tinggal berbentuk persegi panjang dengan pembagian tiga ruang yang terdiri dari daerah feminim, daerah maskulin, dan daerah netral² konsep arsitektur natural (alam)² tata ruang perkampungan adat terbagi menjadi 2 daerah, yaitu daerah bersih (kering) dan daerah kotor (basah)⁴ Halaman rumah tinggal tradisional memiliki halaman yang cukup luas, terbagi atas halaman depan, pinggir, dan belakang¹ cenderung tidak memiliki halaman rumah karena jarak antara rumah berdekatan⁶ Tanaman jenis tanaman yang ditanam di halaman rumah memiliki manfaat bagi penghuninya, seperti keperluan dapur, upacara adat, dan peneduh⁵ tanaman ditanam di daerah kebon yang terpisah dengan area pemukiman, tanaman yang ditanam adalah tanaman keperluan rumah tangga, dan adat⁷ Sirkulasi lurus⁷ menyesuaikan kondisi sekitar⁸ Aktivitas tradisi saweran dalam upacara upacara adat seperti panen hajat⁵ pernikahan¹ tradisi Tenot⁵ Simbol susunan rumah yang di ibaratkan sebagai tubuh manusia² sirkulasi yang lurus menandakan hati tulus⁷ tanaman yang memiliki aroma menandakan keberkahan bagi penghuninya⁵ Keterangan : 1) Mamat Sasmita (Budayawan, Pemilik perpustakaan buku Sunda) 2) Tatang (Pengurus, Pemandu Kampung Adat Naga) 3) Undang Ahmad Darsa (Budayawan Sunda) 4) Ayo (Pengurus, Pemandu Kampung Adat Naga) 5) Ukat (Pengurus, Kokolot Kampung Budaya Sindang Barang) 6) Maki (Ketua Adat Kampung Budaya Sindang Barang) 7) Ukat Raja Aya (Ketua Adat Kampung Adat Urug) 8) Muhamad Asep (Budayawan, Ketua Iket Sunda)

54 40 Tata Ruang Rumah Tinggal dan Elemen Taman Tata ruang rumah tinggal tradisional masyarakat Sunda terdiri atas rumah dan halaman (Gambar 25). Halaman difungsikan sebagai tempat menanam tanaman dan tempat berinteraksi, sedangkan rumah difungsikan sebagai tempat penghuni berlindung dari cuaca alam dan tempat bersosialisasi antar anggota keluarga. Secara fungsi, halaman dikategorikan sebagai ruang publik, dimana orang lain dapat mengakses masuk tanpa izin terlebih dahulu, sedangkan ruang privat dimaksudkan sebagai ruang yang hanya dapat diakses dan tempat berinteraksi pemiliknya, sehingga rumah termasuk ke dalam ruang privat (Booth 1988). Gambar 25 Pembagian halaman rumah tradisional Sunda Elemen-elemen pembentuk pada taman rumah tinggal masyarakat Sunda meliputi lumbung padi (leuit), tempat menumbuk padi (saung lisung), kolam (balong), kamar mandi (tampian), lampu taman (obor), tanaman, kandang ayam, dan tempat penyimpanan suluh. Komponen-komponen tersebut ada untuk mendukung dan memenuhi kebutuhan masyarakat, baik kebutuhan sehari-hari maupun kebutuhan upacara adat. Peletakan komponen memiliki makna dan filosofi kesundaan yang dapat dikaitkan dengan fungsi dan kepercayaan masyarakat setempat. Orientasi Arah Hadap Orientasi arah hadap rumah tinggal tradisional Sunda mengarah ke utara atau selatan, hal ini dikarenakan kepercayaan masyarakat terhadap Warugan Lemah dan itung-itungan Sunda yang menerangkan dan membagi tanah yang baik dan tanah yang buruk untuk tempat tinggal. Arah hadap utara atau selatan yang melambangkan Dewa Sang Hyang sebagai simbol pemelihara. Masyarakat percaya bahwa perlambangan ini mengisyaratkan rumah yang menghadap utara atau selatan akan membawa kebahagiaan dan ketentraman hidup bagi penghuninya. Namun diluar hal itu, bila dikaitkan dengan kondisi alam, posisi rumah yang menghadap ke utara dan selatan sangat baik untuk memudahkan arah cahaya matahari yang masuk kerumah, begitupun dengan arah angin yang datang. Hal ini diperhatikan untuk menjaga kesehatan penghuninya.

55 Selain menghadap utara dan selatan, sebagian rumah masyarakat Sunda menghadap sesuai kondisi alam atau mengikuti jalan dan sungai besar. Kondisi ini dilakukan untuk memudahkan akses masyarakat. Batas Tapak Pada masyarakat Sunda, pagar digunakan sebagai pembatas atau petanda. Bagian pagar pada rumah tradisional Sunda berupa potongan bambu yang dirangkai atau berupa pagar hidup yang tersusun dari beberapa macam tanaman seperti teh-tehan. Pagar pada rumah tinggal tradisional menggunakan bahan bambu yang dipotong. selain itu, masyarakat menanam hanjuang merah yang di tanam mengelilingi rumah. Tanaman-tanaman tersebut dipilih karena kemudahan dalam tumbuh dan perbanyakan. Konsep penanaman tanaman pagar ini dapat dilihat pada Kampung Naga dan Kampung Sindang Barang. Sedangkan karakter masyarakat di Kampung Urug menunjukkan variasi yang tinggi. Terdapat bermacam-macam penggunaan bahan pagar seperti tembok, besi dan bambu. Hal ini disebabkan kebebasan masyarakat dalam memilih material tanpa terikat aturan adat. Masyarakat Sunda percaya bahwa pintu gerbang digambarkan sebagai pintu masuk kosmos (alam semesta). Sirkulasi Sirkulasi rumah tinggal masyarakat Sunda menghubungkan fungsi masingmasing ruang. Sirkulasi yang ditunjukkan menerus dari pintu gerbang menuju rumah dengan pola utama lurus. Sirkulasi ini mengarahkan seseorang untuk langsung menyatakan maksud kedatangannya oleh penghuni. Oleh karena itu, antar ruang di dalam rumah memiliki batas yang jelas dengan dinding yang dilengkapi pintu yang diletakan saling sejajar, sehingga menunjukan sirkulasi utama yang lurus. Filosofi dari sirkulasi yang lurus adalah hati yang lurus dan baik. Akan tetapi, jika dilihat secara interior, pintu masuk dan keluar rumah tidak boleh sejajar. Hal ini didasari oleh kepercayaan masyarakat bahwa rezeki yang masuk mealui pintu depan tidak akan keluar lewat pintu belakang. Rumah (Bumi) Gaya arsitektur rumah Sunda adalah alami dan menyatu dengan alam sekitar. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan material alami serta tata letak yang menyesuaikan lingkungannya. Indrawardana (2012) menyatakan bahwa masyarakat Sunda merasa terikat dengan alam dan lingkungan. Alam Pasundan menjadikan manusia dan masyarakat Sunda memiliki budaya yang arif dalam mengelola lingkungannya. Masyarakat Sunda memandang bahwa lingkungan alam bukanlah sesuatu yang harus ditundukkan, melainkan harus dihormati, dipelihara, dan dirawat. Bagi masyarakat Sunda, rumah identik dengan dunia yang lebih besar. Dalam bahasa Sunda rumah disebut imah atau bumi, yang artinya adalah dunia. Selain itu, rumah bagi masyarakat Sunda secara keseluruhan memiliki sifat kewanitaan. Hal ini dapat dilihat dengan ada istilah kumaha nu di imah yang artinya bagaimana istri saja, yang sering diucapkan oleh seorang suami (Harun et al. 2011). Susunan ruangan pada rumah tradisional antar berbagai daerah di Tatar Sunda pada umumnya hampir sama. Perbedaan-perbedaan yang tidak terlalu mendasar memang ada, misalnya karena bentuk atap yang umum pada suatu 41

56 42 daerah berbeda dari bentuk atap dan posisi letak pintu di daerah lain. Namun pembagian ruang pada rumah tinggal masyarakat Sunda tetap dibagi menjadi tiga daerah, yang terdiri dari daerah perempuan, daerah laki-laki, dan daerah netral. Daerah perempuan yaitu pawon dan goah, daerah laki-laki yaitu tepas dan golodog, dan daerah netral yaitu tengah imah dan pangkeng. Ketiga daerah ini dibagi atas kegiatan-kegiatan yang mendominasi didalamnya, seperti dapur (pawon) yang banyak digunakan oleh wanita untuk memasak, dan goah yang hanya boleh dimasuki oleh wanita, hal ini disebabkan karena menurut kepercayaan mereka goah adalah tempat untuk Dewi Sri (Dewi Padi) memberikan berkahnya. Tepas dan golodog menjadi daerah maskulin karena di tempat ini laki-laki melakukan interaksi dan mengerjakan sesuatu. Untuk daerah netral seperti ruang tengah imah dan pangkeng, digunakan oleh seluruh penghuni rumah dan dianggap sebagai ruang keluarga dan tempat beristirahat. Tepas berada di bagian depan dan menyatu dengan rumah. Kedudukan tepas lebih tinggi dari tanah dan dapat mencapai ketinggian meter dari tanah. Tepas berada di dalam atau diluar rumah. Tempat ini biasa digunakan oleh kaum laki-laki untuk berinteraksi atau mengerjakan sesuatu. Tepas sebagai tempat untuk mengaktualisasi suatu konsep kerukunan antara penghuni dengan kerabat dan masyarakat sekitarnya. Terdapat tradisi pada masyarakat Sunda yang dilakukan di ruang ini seperti bermain musik, dan ngadungdang, yaitu tradisi yang dilakukan pada saat bulan purnama. Posisi bangunan rumah menghadap kearah memanjang atau kearah melebar, sedikit banyak memengaruhi susunan ruang. Pada bangunan rumah yang pintu depan (golodog) terletak diarah lebar rumah seperti rumah tinggal masyarakat Kampung Urug disebut buka pongpok, susunan ruang rumah terlihat tampak berurutan dari muka kebelakang, yaitu berturut-turut sebagai tepas, tengah imah, dapur (pawon). Dengan demikian goah atau daerah perempuan menjadi berada di daerah belakang. Akan tetapi pada bangunan rumah yang menghadap kearah memanjang yang disebut buka palayu, posisi dapur (pawon) dan goah berada di depan rumah bersama tepas (Harun et al. 2011). Halaman Halaman rumah tinggal tradisional Sunda terbagi menjadi tiga bagian, yaitu halaman depan yang disebut buruan, halaman samping atau lebih dikenal dengan sebutan pipir, dan halaman belakang atau kebon. Pada bagian halaman depan (buruan) masyarakat Sunda biasanya menanam tanaman hias yang tidak terlalu tinggi sehingga tidak menutup pandangan dan dapat dijadikan pagar. Pada kehidupan masyarakat Sunda zaman dahulu, ketika listrik masih sulit ditemukan, masyarakat Sunda menggunakan obor untuk penerangan yang diletakan di halaman depan dekat dengan tangga rumah (golodog). Pada sisi samping rumah sebelah kanan (timur)di tanam tanaman obat-obatan dan tanaman bumbu untuk keperluan dapur, dan dipinggir sebelah kiri (barat) ditanam pohon sebagai peneduh agar sinar matahari tidak langsung jatuh kerumah. Dan pada halaman belakang atau kebon, terdapat bangunan yang digunakan sebagai tempat untuk menumbuk padi yang disebut dengan Saung lisung, bangunan ini disimpan dibelakang atau agak jauh dari rumah agar kulit padi yang ditumbuk tidak menyebar ke dalam rumah.

57 Lumbung Padi (Leuit) Menurut Depdikbud (1981), leuit adalah tempat penyimpanan padi dalam jangka waktu yang panjang. Masyarakat Sunda menganggap leuit sebagai bank, yang berarti tempat penyimpanan. Pada kampung tradisional Sunda, masyarakat mengenal dua jenis leuit yang tardiri dari leuit kampung dan leuit pribadi. Leuit pribadi diletakan tidak jauh dari rumah agar tetap terpantau oleh pemiliknya. Pada area halaman rumah, leuit diletakan di sebelah selatan sisi kanan dari rumah tinggal (Gambar 26). Hal ini dipengaruhi oleh sifat leuit yang memiliki unsur kewanitaan, yaitu dalam, gelap, dan basah. Bentuk leuit semakin keatas semakin besar dengan posisi pintu diatas dan menghadap ke utara. Bentuk leuit melambangkan kemakmuran dan kesuburan petani (Depdikbud 1981). 43 Gambar 26 Posisi leuit pada halaman rumah tinggal Tempat Menumbuk Padi (Saung lisung) Masyarakat sunda mengenal istilah saung lisung yaitu tempat untuk menumbuk padi. Saung lisung kampung digunakan bersama-sama, dan sebagian masyarakat Sunda memilikinya secara pribadi. Saung lisung dengan kepemilikan pribadi umunya diletakan dibelakang rumah tinggal di sisi kiri (Ganbar 27). Hal ini dilakukan agar kulit padi dari beras yang telah ditumbuk tidak tersebar kedalam rumah. Selain itu, posisi saung lisung dipengaruhi oleh sifat saung lisung yang mengandung unsur laki-laki yaitu luar, kering, dan terang (Depdikbud 1981). Gambar 27 Posisi saung lisungpada halaman rumah tinggal

58 44 Kolam (Balong) Kolam atau balong bersifat pilihan, hal ini disesuaikan dengan lokasi serta luas halaman rumah masyarakat itu sendiri. Kolam dapat diletakan sesuai keinginan penghuni dan kondisi tapak. Akan tetapi hampir sebagian masyarakat meletakan kolam dibelakang bangunan rumah karena sifatnya yang basah, kolam memiliki makna ketenangan bagi penghuninya. Tanaman Tanaman pada rumah tinggal masyarakat Sunda ditanam di bagian halaman baik halaman depan, samping maupun belakang. Dilihat dari di ketiga wilayah ini, penanaman terlihat tidak rapat karena masyarakat lebih mengutamakan ruang terbuka dan tanaman peneduh. Bagian halaman berupa hamparan rumput atau tanah untuk penyerapan air hujan dan dapat mendukung aktivitas didalamnya. Masyarakat menanam tanaman di lingkungan rumah tinggalnya untuk memenuhi kebutuhan dapur (rempah-rempah), obat-obatan tradisional, menghasilkan keteduhan dan merekayasa udara agar lebih sejuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widayati (1999) yaitu bahwa menanam tanaman di sekitar halaman rumah tinggal difungsikan untuk menetralisir udara panas. Selain itu, tanaman difungsikan sebagai pagar hidup, pengarah, dan estetika (menghasilkan keindahan) sekitar rumah tinggal. Pagar pada rumah tinggal masyarakat Sunda tidak terlihat jelas karena jarak antar rumah yang relatif rapat, tetapi beberapa diantaranya memiliki kekhasan yaitu menggunakan tanaman hanjuang. Tanaman tersebut dipilih karena kemudahan dalam tumbuh dan perbanyakan. Selain itu, hal ini dipengaruhi oleh kepercayaan masyarakat terhadap leluhur dan meyakini bahwa hanjuang sebagai medianya. Selain itu, hanjuang sering digunakan untuk upacara adat, hanjuang adalah tanaman yang lazim ditanam di pemakaman orang Sunda, hal ini mengisyaratkan bahwa kelak kita akan ditanam di tempat hanjuang, yaitu bertemu dengan ajal (Soeganda 1982). Tanaman yang ditanam di sekitar rumah tinggal tradisional Sunda adalah tanaman yang sesuai dengan kondisi lingkungan setempat. Tanaman bambu (Bambusa sp.) tumbuh secara liar di belakang rumah atau terkadang sengaja ditanam karena bambu adalah tanaman utama untuk bahan baku bagi masyarakat Sunda. Bambu memiliki banyak fungsi, seperti bahan untuk membuat rumah, kandang ternak, anyaman dinding, lantai, kerajinan tangan, alat musik ataupun untuk pagar. Pada mitologi masyarakat Sunda, bambu atau awi memiliki arti ilmu asal mula kehidupan orang Sunda yang harus di jaga dan dilestarikan (Wiarna et al. 2011). Ruang terbuka (lawn) dengan beberapa tanaman peneduh menjadi tata tanaman utama dalam pembentuk ruang. Ruang terbuka terdapat pada halaman depan dan belakang. Selain masih berupa tanah, bagian halaman ditanami dengan rumput. Rumput berfungsi untuk menyerap panas dan memberikan kesejukan di pagi hari. Pada halaman depan, penataan tanaman tidak hanya mementingkan manfaat dari tanaman tersebut akan tetapi mempertimbangkan keindahan (estetika). Tanaman yang berfungsi untuk memenuhi estetika yang ditanam di sekitar rumah dapat mempercantik tampilan halaman dan rumah. Selain itu, tanaman estetika yang memiliki bunga dipercaya masyarakat dapat memberi keberkahan dan dampak baik bagi penghuninya. Menurut Wardani (2007),

59 tanaman dapat menghasilkan keindahan sebagai pemenuhan kebutuhan aktualisasi manusia yaitu untuk menampilkan jati diri dan pribadi yang menghuni rumah tersebut. Pemilihan tanaman peneduh ditanam untuk merekayasa iklim pada lingkungan rumah terutama pada siang hari. Tanaman peneduh yang banyak dipilih masyarakat adalah mangga, jambu batu, dan belimbing. Masyarakat Sunda lebih memilih menggunakan tanaman peneduh yang dapat berbuah, karena selain dapat memberikan keteduhan, tanaman ini dapat dikonsumsi. Dalam Pantun Budak Manjor disebutkan beberapa tanaman yang saat ini banyak ditanam oleh masyarakat Sunda. Cabai merah dan bawang merah adalah tanaman rempah-rempah yang sering dijumpai disekitar halaman rumah masyarakat Sunda. Selain tanaman rempah-rempah ada pula tanaman pohon yang disebutkan oleh Pantun Budak Manjor yaitu pohon bungbulang (sejenis jambu), pohon kiara dan pohon tangulung. Ketiga pohon ini dipilih karena karena warna buah atau bunganya. Pohon tanggunlung mengandung warna hitam, bungbulang mengandung warna putih, dan kiara menggandung warna merah. Ketiga pohon ini merupakan kesatuan kosmis, yaitu dunia atas, dunia tengah, dan dunia bawah. Penanaman tanaman di rumah masyarakat terdapat juga tanaman pagar dengan pola penanaman yang ditanam sejajar di bagian depan rumah atau mengelilingi rumah. Tanaman yang sering digunakan adalah hanjuang, teh-tehan, mangkok-mangkokan, dan tanaman rempah-rempah yang sengaja ditanam secara masal dan berjejer agar terkesan menjadi batas. Selain tanaman yang memiliki faktor estetika, peneduh, dan tanaman pagar, masyarakat menanam tanaman aromatik. Beberapa tanaman aromatik yang menghasilkan bunga dipilih masyarakat seperti kenanga, mawar, kaca piring, melati, dan cempaka. Tanaman aromatik yang berbunga digunakan untuk wewangian ruangan karena pada umumnya masyarakat menyukai wewangian yang dihasilkan dari tanaman aromatik, bukan hanya masyarakat sunda, tetapi menurut kepercayaan mereka sanghiyah sangat menyukai wewangian sehingga perlu ditempatkan di sekitar rumah agar dapat mendatangkan keberkahan. Penanaman tanaman ditanam pada bagain tepi dekat pagar atau rumah, sehingga tetap memperlihatkan ruang terbuka (lawn). 45 Konseptualisasi Taman Sunda Konsep Tata Ruang Budaya Sunda memiliki konsep pembagian ruang sesuai dengan kosmologi Sunda. Kosmologi Sunda yang lebih dikenal dengan konsep Tritangtu atau pola tiga masyarakat Sunda menerapkan pembagian atas tiga bagian. Pola ini merupakan perkawinan pasangan oposisi dari segala hal. Pasangan oposisi dasar adalah pembagian dunia lelaki dan perempuan yang kemudian terlahirlah dunia tengah sebagai dunia anak atau campuran (Sumardjo 2011). Konsep Tritangtu ini diaplikasikan dalam segala hal oleh masyarakat Sunda, termasuk pola ruang rumah dan taman sunda. Pola tata ruang taman Sunda berbentuk persegi panjang. Konsep ruang taman dibagi menjadi 3 ruang penting yaitu halaman depan (buruan) sebagai ruang publik, rumah sebagai ruang privat dan halaman samping (pipir) dan belakang (kebon). Rumah tinggal masyarakat Sunda memiliki teras (tepas) yang

60 46 digunakan sebagai tempat bersantai dan menerima tamu. Tepas sebagai ruang semi privat terletak di antara rumah dan halaman depan atau di dalam rumah yang difungsikan sebagai tempat berinteraksi. Posisi tepas lebih tinggi dari tanah, hal ini melambangkan kosmologi sunda bahwa dunia bawah adalah tempat orang meninggal, dan dunia tengah adalah tempat manusia. Orientasi arah rumah tinggal masyarakat Sunda pada umumnya mengarah ke arah utara-selatan dengan bentuk atap menghadap timur-barat dan pintu rumah yang saling berhadapan. Ketentuan letak dan arah menghadap rumah biasanya keterkaitan dengan hal lain, bukan karena semata-mata harus utara-selatan. Arah rumah biasanya terkait dengan keharusan menghadap kesuatu arah yang dianggap lebih tinggi derajatnya. Di Kampung Naga rumah-rumah menghadap arah utaraselatan karena menghadap kepada tukuh kampung atau pancer kampung. Berdasarkan filosofi budaya Sunda, arah atap rumah ini memiliki filosofi kehidupan manusia dari pagi hari sampai sore, mulai terbitnya matahari sampai tenggelamnya matahari, dari manusia lahir sampai meninggal. Dan makna bahwa arah utara atau selatan memiliki simbol untuk menghantarkan penghuninya pada suatu kebahagiaan dan kesehatan. Sedangkan arah pintu menghadap jalan dan saling berhadapan. Masyarakat Sunda sangat menjunjung tinggi kesopanan dan menghargai orang yang lebih tua, hal ini diaplikasikan pula pada peletakan rumah yang memperhatikan umur keluarga. Peletakan atau penataan letak rumah berdasarkan kekerabatan adalah posisi seseorang dikeluarga menentukan letak rumah. Untuk anak tertua, rumah diletakan paling timur dari rumah lainnya, lalu anak kedua, anak ketiga, sampai ke anak terakhir. Menurut kepercayaan mereka, hal yang tabu jika bayangan rumah yang terkena cahaya matahari pagi seorang anak jatuh kerumah orang tua atau orang yang lebih tua (Gambar 28). Gambar 28 Penataan rumah berdasarkan hubungan kekerabatan Bangunan rumah utama berbentuk persegi panjang yang simetris dengan 3 ruang utama, yaitu ruang depan yang terdiri dari teras (tepas) dan tangga (golodog), ruang tengah yaitu ruang keluarga (tengah imah) dan kamar tidur (pangkeng), dan ruang belakang yaitu dapur (pawon) dan goah. Ruang-ruang ini

61 memiliki karakter khusus sesuai dengan konsep Tritangtu. Dalam konsep ini, bagian paling luar merupakan area yang digunakan oleh laki-laki untuk menerima tamu dan mengerjakan pekerjaan. Bagian paling dalam atau belakang dari bangunan rumah tinggal merupakan area perempuan. Bagian ini terdiri dari dapur untuk memasak dan ruang penyimpanan beras. Ruang tengah merupakan area campuran atau netralbagi penghuni untuk melakukan aktivitas bersama seperti berkumpul dan beristirahat. Penempatan yang sejajar antara gerbang dan pintu masuk rumah mempengaruhi sirkulasi utama yang lurus. Sirkulasi lurus ini melatarbelakangi adanya jalan menuju rumah. Sirkulasi lurus ini memiliki simbol bahwa seseorang harus memiliki hati yang tulus dan tanpa niat jahat ketika memasuki rumah, sehingga tetap tercipta kerukunan. Sirkulasi samping tidak harus ada di dalam rumah tinggal masyarakat Sunda, hanya sebatas pada mempermudah kebutuhan atau sebagai sirkulasi pelayanan untuk masuk keluarnya melalui ruang dapur. Terdapat perbedaan yang cukup jelas pada rumah tinggal masyarakat Sunda yang berdiri sendiri, dan rumah masyarakat yang berkumpul dan mengelompok pada suatu perkampungan adat. Keterbatasan lahan pemukiman mendesak masyarakat untuk menggunakan lahan terbuka tersebut untuk dibangun rumah guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus bertambah. Penggunaan secara bersama-sama dengan kepemilikin atas nama kampung menjadi sangat efektif, seperti tempat menumbuk padi(saung lisung) yang dipakai bersama, leuit pribadi yang diletakan berkumpul dalam satu daerah khusus, dan adanya leuit kampung untuk penyimpanan bersama. Sedangkan pada rumah tinggal yang berdiri sendiri memiliki semua fasilitas secara pribadi, seperti lumbung padi(leuit),tempat menumbuk padi(saung lisung), kamar mandi(tampian), kolam (balong), obor, rak kayu bakar, dan kandang ayam. Peletakan elemen-elemen taman rumah ini disesuaikan dengan kebutuhan dan kepercayaan masyarakat setempat. Leuit, atau lumbung padi diletakan di bagian selatan sebelah kanan. Saung lisung diletakan di belang rumah sebelah kiri. Kamar mandi (tampian) dan kolam (balong) diletakan di belakang rumah dan bersifat pilihan. Obor atau penerangan taman rumah diletakan di depan tangga masuk rumah (golodog). Rak kayu bakar diletakan dekat dengan dapur, dan jauh dengan goah. Dan kan kandang ayam yang diletakan di belakang atau di bawah kolong dekat dengan dapur (Gambar 29). Halaman merupakan bagian penting dalam menciptakan aktualisasi penghuninya yaitu sebagai cerminan jati diri dan jiwa melalui keindahan dan keteduhan. Keindahan dan keteduhan tersebut diciptakan melalui penanaman tanaman. Halaman direpresentasikan sebagai ruang kosmos horizontal karena terjadi hubungan antara individu dan lingkungannya baik alam maupun individu lainnya. Halaman memiliki bentuk lebih banyak ruang terbuka (lawn ataupun tanah) dengan beberapa tanaman rempah-rempah dan peneduh untuk menaungi. Halaman dibagi tiga bagian, yaitu halaman depan, halaman samping, dan halaman belakang. Halaman tidak benar-benar menjadi ruang publik yang dapat diakses oleh semua orang. Halaman depan merupakan bagian yang harus dilewati seseorang sebelum menuju rumah yang dapat dijadikan sebagai ruang interaksi dengan masyarakat sekitarnya. Pagar hidup dan potongan bambu digunakan sebagai batas pada rumah tinggal masyarakat Sunda. Pagar memiliki makna sebagai penolak bala yaitu 47

62 48 menolak dari segala bentuk yang dapat memecahkan persaudaraan (kebahagiaan). Tidak semua rumah tinggal memiliki pagar hidup, tetapi ada pula rumah yang tidak memiliki pagar. Pada umumnya masyarakat yang tinggal pada suatu perkampungan adat tidak memiliki gerbang. Hal ini dikarenakan lahan yang sempit dengan posisi rumah yang berhimpit. Selain itu, penggunaan kandang jaga, pagar bambu yang mengelilingi area pemukiman pada kampung adat dirasa cukup untuk pemberi batas sebagai pengganti pagar rumah. Konsep Elemen Taman Sunda Pembuatan taman rumah tinggal masyarakat Sunda berdasarkan kebutuhan material tanaman (softscape) dan kebutuhan ruang yang ada. Berdasarkan tata ruang rumah tinggal, halaman merupakan ruang yang dapat ditanami tanaman. Penentuan konsep penanaman pada taman rumah hendaknya mengikuti konsep berikut: 1. Sebagian besar ruang (space) di halaman depan memiliki ruang terbuka baik hanya berupa hamparan tanah atau ditanami rumput. 2. Tanaman yang ditanam di halaman lebih ditujukan untuk menghasilkan keteduhan, dapat dimanfaatkan baik buah, daun, maupun batangnya. Terkadang tanaman yang ditanam juga memiliki makna filosofi Sunda yang mengaktualisasikan keinginan penghuni. 3. Penanaman tanaman dilakukan di bagian tepi dekat dengan pagar dan menghindari penanaman yang berlebihan pada bagian tengah halaman depan. Sebaiknya hanya ditanam tanaman 1-2 tanaman pada bagian tengah halaman untuk menghasilkan keteduhan. 4. Tanaman yang disarankan untuk menghasilkan keteduhan yaitu tanaman yang memiliki bentuk tajuk spread dan bulat. 5. Tanaman rempah-rempah untuk keperluan dapur sebaiknya ditanam di halaman samping sebelah kanan dekat dengan dapur. 6. Tanaman yang ditanam di halaman dominan berwarna hijau, sehingga tanaman yang memiliki bagian yang memiliki warna dijadikan sebagai aksen yang memiliki nilai estetika. 7. Tanaman utama yang direkomendasikan sebagai tata hijau di sekitar halaman rumah tinggal yaitu mangga dan hanjuang. Penambahan jenis tanaman di halaman disesuaikan dengan tujuan atau kebutuhan dan tingkat adaptasi terhadap lingkungan sekitar. 8. Tanaman aromatik berbunga dapat ditanam di halaman depan untuk memberi aromatheraphy dan bunganya yang berwarna sebagai aksen. Tanaman yang direkomendasikan adalah mawar, kenanga, melati dan kaca piring. 9. Tanaman pembatas (pagar hidup) tidak harus ada, tergantung pada lingkungan masyarakatnya. 10. Tanaman pembatas yang rekomendasikan dan menjadi ciri khas taman Sunda adalah Hanjuang merah yang juga dapat dijadikan tanaman pemberi aksen. 11. Penanaman tanaman di rumah tinggal menghindari tanaman yang memiliki getah putih dan merah seperti pepaya dan nangka karena kepercayaan masyarakat yang dapat memberi pengaruh tidak baik bagi penghuninya. 12. Tanaman yang ditanam di halaman rumah memiliki makna filosofi Sunda dan ditanam di bagian tepi dekat pagar dan teras (Gambar 30).

63 13. Penanaman tanaman di dekat goah dihindari karena kepercayaan masyarakat terhadap Dewi Sri (Dewi Padi). Berdasarkan hasil formulasi konsep taman rumah tinggal tradisional yang meliputi elemen hardscape dan softscape serta tata letak dan maknanya, maka dapat dihasilkan suatu rekomendasi desain taman rumah tinggal tradisional Sunda yang dapat mendukung karakter arsitektur bangunan bergaya Sunda yang meningkatkan kualitas lingkungan dan dapat dimanfaatkan oleh penghuninya (Gambar 31). 49 Gambar 29 Konsep elemen (hardscape) pada taman rumah tinggal Sunda

64 50 Gambar 30 Konsep penanaman pada taman rumah tinggal masyarakat

65 Gambar 31 Rekomendasi desain taman rumah tinggal tradisional Sunda 51

66 52 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Tata ruang rumah tinggal masyarakat Sunda berbentuk persegi panjang dan simetris. Gaya arsitektur rumah Sunda adalah alami dan menyatu dengan alam sekitar. Secara umum, tata ruang tradisional Sunda terbagi menjadi tiga bagian sesuai dengan konsep Tritangtu yaitu bagian depan atau atas, bagian tengah, dan bagian belakang atau bawah. Hal ini diaplikasikan pada pembagian ruang pada rumah tinggal tradisional Sunda yang terdiri dari ruang depan, ruang samping, dan ruang belakang. Ruang depan terdiri dari tepas dan golodog yang dikenal sebagai ruang laki-laki, ruang kedua adalah ruang tengah yaitu kamar tidur (pangkeng) dan ruang keluarga (tengah imah) yang disebut sebagai ruang netral, dan ruang ketiga adalah ruang belakang yang terdiri dari ruang dapur (pawon) dan ruang penyimpanan beras (goah) sebagai ruang perempuan. Pada rumah tradisional masyarakat Sunda, komponen kamar mandi (tampian) dan jamban terpisah dari rumah utama. Selain rumah utama, halaman tidak pernah lepas dari tata ruang rumah masyarakat Sunda. Halaman pada rumah tinggal masyarakat Sunda dibagi menjadi tiga bagian, yang terdiri dari halaman depan (buruan), halaman pinggir (pipir), dan halaman belakang (kebon). Pada bagian depan, halaman dibiarkan terbuka dengan meletakkan obor sebagai peneranganyang masih digunakan oleh sebagian masyarakat tradisional Sunda.Leuit atau lumbung padi, diletakan di bagian selatan rumah disisi kanan, hal ini dilakukan karena leuit memiliki arti perempuan, yaitu sempit, dalam, dan gelap. Leuit pribadi sengaja disimpan dekat rumah agar tetap terpantau oleh pemiliknya. Sedangkan leuit kampung diletakan berkumpul ditempat yang mudah dipantau oleh masyarakat. Halaman belakang digunakan masyarakat untuk berkebun dan berternak ikan maupun ayam. Selain dibelakang, kandang ayam dapat diletakan di kolong rumah untuk menghindari rayap. Selain itu, saung lisung atau tempat menumbuk padi diletakan dibelakang sisi kiri, hal ini karena saung lisung memiliki sisi maskulin yaitu luar, terang, dan kering. Di halaman belakang atau samping rumah tinggal masyarakat Sunda yang mimiliki halaman yang cukup luas terdapat kolam ikan (balong) yang dipasang kamar mandi (tampian) diatasnya. Halaman belakang memiliki tanaman yang bervariasi yang kurang mencirikan kekhasan Sunda. Tanaman yang banyak ditanam di area ini adalah tanaman berbuah. Sedangkan pada halaman samping dominan digunakan untuk menanam tanaman rempah-rempah dan menyimpan kayu bakar. Halaman lebih dominan sebagai ruang terbuka baik berupa hamparan tanah atau ditanami rumput. Penanaman tanaman di halaman dilakukan pada bagian tepi dekat pagar. Penanaman tanaman di halaman lebih ditujukan untuk dapat diambil manfaatnya, baik buah, daun, dan batangnya. Tanaman khas yang biasanya ditanam di halaman depan rumah yaitu hanjuang dan mawar (tanaman bunga beraroma). Tanaman yang ditanam di halamandisesuaikan dengan kondisi lingkungan setempat, sehingga pemilihan tanaman yang berbeda-bedadisesuaikan dengan

67 kebutuhan penghuni dankondisi lingkungan. Tanaman yang disarankan untuk menghasilkan keteduhan yaitu tanaman yang memiliki bentuk tajuk menyebar(spread) dan bulat. Tanaman pembatas (pagar hidup) tidak harus ada, tergantung pada lingkungan masyarakatnya. Tanaman rempah-rempah dan tanaman obat-obatan dapat ditanam sesuai kebutuhan. Tanaman aromatik berbunga dapat ditambahkan di halaman depan untuk memberi aroma karena menurut masyarakat Sunda tanaman berbunga yang menghasilkan aroma dapat mendatangkan keberkahan bagi penghuninya.selain itu, bunganya yang berwarna berfungsi sebagai aksen dan sebagai sarana untuk mengaktualisasi jati diri penghuninya. Pada rumah tinggal masyarakat Sunda sirkulasi utama dibuat lurus dari gerbang menuju rumah. Sirkulasi yang lurus memiliki filosofi, yaitu ketulusan hati. Pada taman rumah tinggal masyarakat pada umumnya ada yang memiliki dan tidak memiliki pagar, begitu pula dengan gerbang. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan. 53 Saran Hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut dan mendalam pada penelitian berikutnya, khususnya berkaitan dengan pola desain taman rumah tinggal tradisional Sunda Jawa Barat. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat membantu para desainer taman dalam merancang taman rumah dengan karakter tradisional Sunda. DAFTAR PUSTAKA Anwar H, Nugraha HA Rumah Etnik Sunda. Jakarta (ID): Gria Kreasi. Benson J F, M H Roe Landscape and Sustainability. New York(US): Spon Press. Bentley I, Watson G B Identity by Design. New York (US): El Sevier Ltd. Booth N K Basic Element of Landscape Architectural Design. Waveland. New York (US): Press, Inc. Illinois. Crowe S Garden Design. Chichester: Packard Publishing Limited. Danasasmita S, Ayatrohaedi, Wartini T, Darsa UA Sawaka Darma, Sanghyang Siksakandang Karesian, Amanat Galunggung. Bandung (ID): Sundanologi. [Depdikbud] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Arsitektur Tradisional: Daerah Jawa Barat. Jakarta (ID): Balai Pustaka. [Depdikbud] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta (ID): Balai Pustaka. Eckbo G, L Lawson, W Hood, dan C Sullivan People in a Landscape. Ner Jersey: Prentice Hall, Inc. Ekadjati ES Kebudayaan Sunda: Zaman Pajajaran Ed ke-2. Jakarta (ID): PT Dunia Pustaka Jaya.

68 54 Frick H Pola Struktural dan Teknik Bangunan di Indonesia. Yogyakarta (ID): Kanisius. Geertz C Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta (ID): Kanisius. Gottschalk L Mengerti Sejarah [terjemahan]. Jakarta (ID): UI Press. Hariyono P Sosiologi Kota Untuk Arsitek. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Harun IB, Rusnandar N, Salim SA, Triastuti I Arsitektur Rumah dan Pemukiman Tradisional di Jawa Barat. Bandung (ID): Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat. Hendraningsih Peran, Kesan, dan Pesan Bentuk-Bentuk Arsitektur. Jakarta (ID): Jambatan. Indrawardana i Kearifan Lokal Adat Masyarakat Sunda dalam Hubungan dengan Lingkungan Alam. Jurnal Komunitas. 4 (1) : 1-8. Koentjaraningrat Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta (ID): Gramedia. Laurie M Arsitektur Pertamanan. Bandung (ID): Intermatra. Longstreth R Cultural Landscape: Balancing Nature and Heritage In Preservation Practice.Minneapolis: University of Minessota Press. Lyle J T Design for Human Ecosystem. New York (US): Van Nostrand Reinhold. Padma A, Aksana B, Wahyuningkasih C,Suhardjono C, Nining G,Indrawati I, Hani L, Setiawan M, Tjandra R, Gunawa Y Kampung Naga: Pemukiman Warisan Karuhun. Bandung(ID): Architecture & communication. Rogers E B Landcape Design: A Cultural and Architectural History. New York (US): Harry N Abrahams, Inc. Samovar L A, E P Richard, dan R M D Edwin Communication Between Cultures. New York (US): Wadworth Cengage Learning Simonds J O and Starke B W Landscape Architecture: A mannual of Environmental Planning and Design. New York (US): McGraw-Hill Publishing Company. Soeganda RA Upacara Adat di Pasundan. Bandung(ID): Sumur Bandung. Sulistyantara B Taman Rumah Tinggal. Depok (ID): Penebar Swadaya. Sumardjo J Simbol-Simbol Artefak Budaya Sunda: Tarsir-Tafsir Pantun Sunda. Bandung (ID): Kelir. Sumardjo J Sunda: Pola Rasionalitas Budaya. Bandung (ID): Kelir. Supriati Y, Yuyu Y, Ida N Taman Sayur. Depok (ID): Penebar Swadaya. Thompson G E and F R Steiner Ecological Design and Planning. New York (US): John Wiley & Sons, Inc. Turner T Garden History: Philosophy and Design. London: Taylor & Francis Routledge. Wiarna E, Sunardi U, Turmudzi BH Bambu Dalam Budaya Sunda. Bandung (ID): Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat.

69 55 LAMPIRAN Lampiran 1 Gaya Arsitektur Rumah Tinggal Tradisional Sunda Rumah dengan atap jolopong Rumah dengan atap palayu Rumah dengan atap julang ngapak

70 56 Lampiran 2 Tata Ruang RumahTinggal Masyarakat Sunda Tepas di dalam bangunan Tepas di luar bangunan Dapur (pawon) Ruang tengah Kamar tidur (pangkeng)

71 57 Lampiran 3 Elemen Pembentuk Rumah Tinggal Atap rumah Lubang angin Jendela rumah Pintu rumah (panto) Tatapakan buleud Tatapakan jangkung

72 58 Lampiran 4 Elemen Pembentuk Taman Rumah Tinggal Leuit Saung lisung Balong Tampian Kandang ayam Rak kayu bakar

BAB II ARSITEKTUR INTERIOR KEBUDAYAAN TRADISIONAL

BAB II ARSITEKTUR INTERIOR KEBUDAYAAN TRADISIONAL 9 BAB II ARSITEKTUR INTERIOR KEBUDAYAAN TRADISIONAL 2.1 Pengertian Arsitektur Tradisional Arsitektur berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani: yaitu arkhe dan tektoon. Arkhe berarti yang asli, awal, utama,

Lebih terperinci

DATA RUMAH ADAT DI JAWA BARAT

DATA RUMAH ADAT DI JAWA BARAT DATA RUMAH ADAT DI JAWA BARAT 1. Nama : Rumah Adat Citalang : Desa Citalang, Kecamatan Purwakarta, Kabupaten Purwakarta : Pemukiman di Desa Citalang menunjukkan pola menyebar dan mengelompok. Jarak antara

Lebih terperinci

DASAR-DASAR FENG SHUI

DASAR-DASAR FENG SHUI DASAR-DASAR FENG SHUI Feng Shui adalah seni dan ilmu pengetahuan China tradisional tentang hidup harmonis dengan lingkungan. Berakar dalam kebudayaan China dan filosofi Tao, feng shui adalah cara melihat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 178 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Situs Kabuyutan Ciburuy, terletak di Desa Pamalayan Kecamatan Bayongbong Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Di dalam lingkungan situs ini terdapat artefak-artefak

Lebih terperinci

Kampung Wisata -> Kampung Wisata -> Konsep utama -> akomodasi + atraksi Jenis Wisatawan ---> Domestik + Mancanegara

Kampung Wisata -> Kampung Wisata -> Konsep utama -> akomodasi + atraksi Jenis Wisatawan ---> Domestik + Mancanegara Kampung Wisata -> suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku.

Lebih terperinci

Arsitektur Dayak Kenyah

Arsitektur Dayak Kenyah Arsitektur Dayak Kenyah Propinsi Kalimantan Timur memiliki beragam suku bangsa, demikian pula dengan corak arsitekturnya. Namun kali ini hanya akan dibahas detail satu jenis bangunan adat yaitu lamin (rumah

Lebih terperinci

BAB IV Rumah Tradisional Sunda Desa Sukahayu Kecamatan Rancakalong Sumedang dalam Perspektif Ilmu Arsitektur Tradisional dan Kepercayaan

BAB IV Rumah Tradisional Sunda Desa Sukahayu Kecamatan Rancakalong Sumedang dalam Perspektif Ilmu Arsitektur Tradisional dan Kepercayaan BAB IV Rumah Tradisional Sunda Desa Sukahayu Kecamatan Rancakalong Sumedang dalam Perspektif Ilmu Arsitektur Tradisional dan Kepercayaan 4.1 Rumah Tradisional Sunda Desa Sukahayu dalam Perspektif Ilmu

Lebih terperinci

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2)

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2) Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2) Gambar simulasi rancangan 5.30 : Area makan lantai satu bangunan komersial di boulevard stasiun kereta api Bandung bagian Selatan 5.6.3 Jalur Pedestrian Jalur

Lebih terperinci

Penerapan Budaya Sunda dalam Perancangan Pasar Rakyat Kasus: Pasar Sederhana, Bandung

Penerapan Budaya Sunda dalam Perancangan Pasar Rakyat Kasus: Pasar Sederhana, Bandung TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Penerapan Budaya Sunda dalam Perancangan Pasar Rakyat Atika Almira (1), Agus S. Ekomadyo (2) (1) Mahasiswa Program Sarjana Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dijabarkan kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan berisi rangkuman dari hasil penelitian dan pembahasan sekaligus menjawab tujuan penelitian di bab

Lebih terperinci

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN ARSYAD KHRISNA A44052252. Kajian Pencahayaan

Lebih terperinci

pada bangunan yang berkembang pada masa Mesir kuno, Yunani dan awal abad

pada bangunan yang berkembang pada masa Mesir kuno, Yunani dan awal abad Prinsip keseimbangan yang dicapai dari penataan secara simetris, umumnya justru berkembang pada bangunan yang berkembang pada masa Mesir kuno, Yunani dan awal abad renesans. Maka fakta tersebut dapat dikaji

Lebih terperinci

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang BAB 5 KESIMPULAN 1. Berdasarkan hasil pengamatan dan penilaian secara subyektif (oleh peneliti) dan obyektif (pendapat responden) maka elemen identitas fisik yang membentuk dan memperkuat karakter (ciri

Lebih terperinci

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN Daerah pemukiman perkotaan yang dikategorikan kumuh di Indonesia terus meningkat dengan pesat setiap tahunnya. Jumlah daerah kumuh ini bertambah dengan kecepatan sekitar

Lebih terperinci

Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar III.1.1 Bentang Alam di Daerah Kasepuhan Ciptagelar

Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar III.1.1 Bentang Alam di Daerah Kasepuhan Ciptagelar Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar Kasepuhan Ciptagelar merupakan komunitas masyarakat yang masih memegang teguh adatnya yaitu adat Banten Kidul. Dan Ciptagelar bisa dikatakan sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN (Kasus Kampung Cimenteng, Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten)

Lebih terperinci

Moeliono, Anton M. (1988). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Suryana, Ujang ( ). Wawancara. Sumardjo, Jakob. (2000).

Moeliono, Anton M. (1988). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Suryana, Ujang ( ). Wawancara. Sumardjo, Jakob. (2000). 184 DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, A. Chaedar. (2008). Pokonya Kualitatif Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitaatif. Jakarta: Pustaka Jaya. Bangun, Sem. C. (2006). Kritik Seni Rupa. Bandung:

Lebih terperinci

A. GAMBAR ARSITEKTUR.

A. GAMBAR ARSITEKTUR. A. GAMBAR ARSITEKTUR. Gambar Arsitektur, yaitu gambar deskriptif dari imajinasi pemilik proyek dan visualisasi desain imajinasi tersebut oleh arsitek. Gambar ini menjadi acuan bagi tenaga teknik sipil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Menara Kudus terletak di Kelurahan Kauman, Kecamatan Kota Kudus, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, sekitar 40 km dari Kota Semarang. Oleh penduduk kota Kudus dan sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB 1 STRUKTUR DAN KONSTRUKSI

BAB 1 STRUKTUR DAN KONSTRUKSI BAB 1 STRUKTUR DAN KONSTRUKSI Sistem struktur dan konstruksi Rumah Gadang memiliki keunikan, dimulai dari atapnya yang rumit hingga pondasinya yang sederhana tetapi memiliki peran yang sangat penting bagi

Lebih terperinci

Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi

Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi PLPBK DI KAWASAN HERITAGE MENTIROTIKU Kabupaten Toraja Utara memiliki budaya yang menarik bagi wisatawan dan memilki banyak obyek

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PERANCANGAN

BAB VI HASIL PERANCANGAN BAB VI HASIL PERANCANGAN Penerapan Tema dasar Arsitektur nusantara pada Perancangan Hotel Resort di Ngadas ini meliputi lima aspek : 1. Bentuk Atap yang Dominan 2. Penonjolan kebun daripada hunian 3. Lepas

Lebih terperinci

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n T E N T A N G P E R M A K U L T U R S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n A PA ITU P ERMAKULTUR? - MODUL 1 DESA P ERMAKULTUR Desa yang dirancang dengan Permakultur mencakup...

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan

I. PENDAHULUAN. Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan melakukan kegiatan/aktivitas sehari-harinya. Permukiman dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI RUMAH TRADISIONAL DI LORONG FIRMA KAWASAN 3-4 ULU, PALEMBANG

IDENTIFIKASI RUMAH TRADISIONAL DI LORONG FIRMA KAWASAN 3-4 ULU, PALEMBANG TEMU ILMIAH IPLBI 2013 IDENTIFIKASI RUMAH TRADISIONAL DI LORONG FIRMA KAWASAN 3-4 ULU, PALEMBANG Wienty Triyuly (1), Sri Desfita Yona (2), Ade Tria Juliandini (3) (1) Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas

Lebih terperinci

ADAPTASI TEKNOLOGI DI RUMAH ADAT SUMBA

ADAPTASI TEKNOLOGI DI RUMAH ADAT SUMBA M.I. Ririk Winandari, Adaptasi Teknologi di Rumah Adat Sumba 109 ADAPTASI TEKNOLOGI DI RUMAH ADAT SUMBA M.I. Ririk Winandari* Jurusan Arsitektur - Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No.1 Grogol, Jakarta

Lebih terperinci

Udang di Balik Batu. Parahita Galuh Kusumaningtyas

Udang di Balik Batu. Parahita Galuh Kusumaningtyas Udang di Balik Batu Parahita Galuh Kusumaningtyas Jadul Village, namanya. Kala berdiri di depan gerbang, rasanya seperti ada perang. Dua unsur yang kelihatannya sama sekali berbeda mencoba mendominasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai beragam kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan tersebut mempunyai unsur yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

ARSITEKTUR TRADISIONAL MASYARAKAT SUNDA 1. ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL MASYARAKAT SUNDA

ARSITEKTUR TRADISIONAL MASYARAKAT SUNDA 1. ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL MASYARAKAT SUNDA Rumah dalam Bahasa Sunda disebut imah dan nu di imah berarti istri, yang menunjukkan wewenang dan tugasnya sebagai pengelola rumah. Umpi atau rumah tangga Menunjukkan suatu kesatuan keluarga inti, terdiri

Lebih terperinci

STRUKTUR KONSTRUKSI RUMAH JOGLO

STRUKTUR KONSTRUKSI RUMAH JOGLO STRUKTUR KONSTRUKSI RUMAH JOGLO Joglo merupakan kerangka bangunan utama dari rumah tradisional Jawa terdiri atas soko guru berupa empat tiang utama dengan pengeret tumpang songo (tumpang sembilan) atau

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PERANCANGAN

BAB 6 HASIL PERANCANGAN BAB 6 HASIL PERANCANGAN Perancangan Hotel Resort Kota Batu yang mengintegrasikan konsep arsitektur tropis yang mempunyai karakter beradaptasi terhadap keadaan kondisi iklim dan cuaca di daerah Kota Batu

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang BAB 5 KONSEP PERANCANGAN Konsep perancangan pada redesain kawasan wisata Gua Lowo di Kabupaten Trenggalek menggunakan tema Organik yang merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN IV.1 KONSEP DASAR Konsep dasar dalam perancangan hotel ini adalah menghadirkan suasana alam ke dalam bangunan sehingga tercipta suasana alami dan nyaman, selain itu juga menciptakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Dari asal katanya, geografi berasal dari kata geo yang berarti bumi, dan graphein yang berarti lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30).

Lebih terperinci

BAB V KAJIAN TEORI. Pengembangan Batik adalah arsitektur neo vernakular. Ide dalam. penggunaan tema arsitektur neo vernakular diawali dari adanya

BAB V KAJIAN TEORI. Pengembangan Batik adalah arsitektur neo vernakular. Ide dalam. penggunaan tema arsitektur neo vernakular diawali dari adanya BAB V KAJIAN TEORI 5. V 5.1. Kajian Teori Penekanan /Tema Desain Tema desain yang digunakan pada bangunan Pusat Pengembangan Batik adalah arsitektur neo vernakular. Ide dalam penggunaan tema arsitektur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Budaya Lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

DINDING DINDING BATU BUATAN

DINDING DINDING BATU BUATAN DINDING Dinding merupakan salah satu elemen bangunan yang berfungsi memisahkan/ membentuk ruang. Ditinjau dari segi struktur dan konstruksi, dinding ada yang berupa dinding partisi/ pengisi (tidak menahan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Pertemuan budaya yang ada pada Mesjid Raya Cipaganti dapat terkordinasi dengan baik antara budaya yang satu dengan lainnya. Budaya luar yang masuk telah mengalami

Lebih terperinci

METAMORFOSA HUNIAN MASYARAKAT BALI

METAMORFOSA HUNIAN MASYARAKAT BALI METAMORFOSA HUNIAN MASYARAKAT BALI Cara hidup manusia pada awalnya adalah berkelana dari satu tempat ke tempat yang lain. Aktivitas sehari-harinyapun hanya mencari makan untuk bertahan hidup seperti berburu

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

ARTIKEL TENTANG SENI TARI NAMA : MAHDALENA KELAS : VII - 4 MAPEL : SBK ARTIKEL TENTANG SENI TARI A. PENGERTIAN SENI TARI Secara harfiah, istilah seni tari diartikan sebagai proses penciptaan gerak tubuh yang berirama dan diiringi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sungai merupakan salah satu bentuk badan air lotik yang bersifat dinamis yang berguna bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Sungai memiliki fungsi ekologis yang dapat

Lebih terperinci

PUSAT PERBELANJAAN KELUARGA MUSLIM Dl JOGJAKARTA BAB ANALISIS BENTUK TAMANSARI III.1. TAMANSARI. GAMBAR III.1. Umbul Winangun

PUSAT PERBELANJAAN KELUARGA MUSLIM Dl JOGJAKARTA BAB ANALISIS BENTUK TAMANSARI III.1. TAMANSARI. GAMBAR III.1. Umbul Winangun PUSAT PERBELANJAAN KELUARGA MUSLIM Dl JOGJAKARTA BAB III.1. TAMANSARI GAMBAR III.1. Umbul Winangun Tamansari dibangun pada tahun 1749, oleh sultan Hamengkubuwomo I (Pangeran Mangkubumi) kompiek ini merupakan

Lebih terperinci

5 BAB V KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

5 BAB V KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5 BAB V KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Konsep perancangan mengacu pada karakteristik arsitektur organik, yaitu 1. Bukan meniru bentuk dari alam tapi mengembangkan prinsip yang ada di alam Mengembangkan

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Ringkasan Materi Pelajaran

Ringkasan Materi Pelajaran Standar Kompetensi : 5. Memahami hubungan manusia dengan bumi Kompetensi Dasar 5.1 Menginterpretasi peta tentang pola dan bentuk-bentuk muka bumi 5.2 Mendeskripsikan keterkaitan unsur-unsur geografis dan

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Rumusan konsep ini merupakan dasar yang digunakan sebagai acuan pada desain studio akhir. Konsep ini disusun dari hasil analisis penulis dari tinjauan pustaka

Lebih terperinci

KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A

KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A34203039 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN INDRA SAPUTRA. A34203039.

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Masyarakat Bugis di Provinsi Sulawesi Selatan memiliki ciri khas dan budaya yang unik. Rumah tinggal berbentuk panggung, aksara khusus, dan catatan kuno yang disebut lontaraq.

Lebih terperinci

BAB III RUMAH ADAT BETAWI SETU BABAKAN. 3.1 Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan

BAB III RUMAH ADAT BETAWI SETU BABAKAN. 3.1 Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan BAB III RUMAH ADAT BETAWI SETU BABAKAN 3.1 Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Gambar 3.1 Gerbang Masuk Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan adalah sebuah perkampungan budaya yang dibangun untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam hias atau disebut juga dengan ornamen di Indonesia merupakan kesatuan dari pola-pola ragam hias daerah atau suku-suku yang telah membudaya berabad-abad.

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 6.1 PROGRAM DASAR PERENCANAAN 6.1.1 Program Ruang Rekapitulasi Ruang Dalam No Jenis Ruang Luas 1 Kelompok Ruang Fasilitas Utama 2996 m2 2 Kelompok Ruang Fasilitas

Lebih terperinci

Bayanaka Canggu. tentang sebuah rumah peristirahatan di Bali, 2007 oleh: Fransiska Prihadi 1

Bayanaka Canggu. tentang sebuah rumah peristirahatan di Bali, 2007 oleh: Fransiska Prihadi 1 Bayanaka Canggu tentang sebuah rumah peristirahatan di Bali, 2007 oleh: Fransiska Prihadi 1 Sebuah harmoni dalam karya arsitektur tercipta ketika seluruh unsur dalam bangunan termasuk konsep arsitektur,

Lebih terperinci

ARL 200 ADISTI RIZKYARTI A

ARL 200 ADISTI RIZKYARTI A ARL 200 ADISTI RIZKYARTI A24080164 3. LANSKAP Dari Gambar lanskap di atas dapat di jelaskan keadaan lereng gunung yang di kelilingi dapat disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentuknya dari segi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Selain merubah status seseorang dalam masyarakat, pernikahan juga merupakan hal yang

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA 1 WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN BANGUNAN BERCIRIKAN ORNAMEN DAERAH KALIMANTAN TENGAH DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB III KOTA PALEMBANG

BAB III KOTA PALEMBANG BAB III KOTA PALEMBANG 3.1. Secara Fisik 3.1.1. Letak Geografis dan Luas Wilayah Palembang merupakan ibukota Provinsi Sumatera Selatan dan sekaligus sebagai kota terbesar serta pusat kegiatan sosial ekonomi

Lebih terperinci

PELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT

PELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT PELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT Dion Farhan Harun, Antariksa, Abraham Mohammad Ridjal Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167, Malang

Lebih terperinci

BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1. Konsep Dasar Perancangan Sekolah Islam Terpadu memiliki image tersendiri didalam perkembangan pendidikan di Indonesia, yang bertujuan memberikan sebuah pembelajaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Tipologi bangunan rumah tinggal masyarakat lereng gunung Sindoro tepatnya di Dusun

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORERIKAL PENDEKATAN ARSITEKTUR ORGANIK PADA TATA RUANG LUAR DAN DALAM HOMESTAY DAN EKOWISATA SAWAH

BAB III TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORERIKAL PENDEKATAN ARSITEKTUR ORGANIK PADA TATA RUANG LUAR DAN DALAM HOMESTAY DAN EKOWISATA SAWAH BAB III TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORERIKAL PENDEKATAN ARSITEKTUR ORGANIK PADA TATA RUANG LUAR DAN DALAM HOMESTAY DAN EKOWISATA SAWAH 3.1. Tinjauan Pendekatan Arsitektur Organik 3.1.1. Definisi Arsitektur

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PERANCANGAN. apartemen sewa untuk keluarga baru yang merupakan output dari proses analisis

BAB VI HASIL PERANCANGAN. apartemen sewa untuk keluarga baru yang merupakan output dari proses analisis 185 BAB VI HASIL PERANCANGAN Bab enam ini akan menjelaskan tentang desain akhir perancangan apartemen sewa untuk keluarga baru yang merupakan output dari proses analisis tapak dan objek. 6.1 Tata Massa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap dan Lanskap Kota Lanskap adalah suatu bagian dari muka bumi dengan berbagai karakter lahan/tapak dan dengan segala sesuatu yang ada di atasnya baik bersifat alami maupun

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu kabupaten yang tekstur wilayahnya bergunung-gunung. Tapanuli Utara berada

Lebih terperinci

HOTEL WISATA ETNIK DI PALANGKA RAYA

HOTEL WISATA ETNIK DI PALANGKA RAYA LANDASAN KONSEPTUAL PERENCANAAN DAN PERANCANGAN HOTEL WISATA ETNIK DI PALANGKA RAYA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA 1 UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN YUDISIUM UNTUK MENCAPAI DERAJAT SARJANA TEKNIK (S-1)

Lebih terperinci

+ 3,63 + 2,60 ± 0, ,00

+ 3,63 + 2,60 ± 0, ,00 LANTAI DAN DINDING Seluruh ruangan dalam rumah Bubungan Tinggi tidak ada yang dipisahkan dinding. Pembagian ruang hanya didasarkan pembagian bidang horisontal atau area lantai yang ditandai dengan adanya

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN PASAR. event FESTIVAL. dll. seni pertunjukan

BAB V KONSEP PERANCANGAN PASAR. event FESTIVAL. dll. seni pertunjukan BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1. Konsep Dasar Konsep dasar pada perancangan Pasar Astana Anyar ini merupakan konsep yang menjadi acuan dalam mengembangkan konsep-konsep pada setiap elemen perancangan arsitektur

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA)

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA) BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA) 5.1 Sirkulasi Kendaraan Pribadi Pembuatan akses baru menuju jalan yang selama ini belum berfungsi secara optimal, bertujuan untuk mengurangi kepadatan

Lebih terperinci

BAB V KAJIAN TEORI. Kawasan Wisata Goa Kreo. Tanggap Lingkungan. Asitektur Tradisional Jawa. Asitektur Regionalisme

BAB V KAJIAN TEORI. Kawasan Wisata Goa Kreo. Tanggap Lingkungan. Asitektur Tradisional Jawa. Asitektur Regionalisme BAB V KAJIAN TEORI 5.1. Kajian Teori Penekanan/Tema Desain Latar Belakang Penekanan Desain Kawasan Wisata Goa Kreo Tanggap Lingkungan Memiliki Karakter kedaerahan yang mengadaptasi lingkungan Asitektur

Lebih terperinci

alami maupun buatan. Perancangan wisata alam memerlukan ketelitian dalam memilih objek wisata yang akan dikembangkan.

alami maupun buatan. Perancangan wisata alam memerlukan ketelitian dalam memilih objek wisata yang akan dikembangkan. 23 1. Potensi Wisata Gunung Sulah Potensi wisata merupakan segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata baik alami maupun buatan. Perancangan wisata alam memerlukan ketelitian dalam memilih objek wisata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN ASET WISATA DAN PEMUKIMAN TRADISIONAL MANTUIL 2.1. TINJAUAN KONDISI DAN POTENSI WISATA KALIMANTAN

BAB II TINJAUAN ASET WISATA DAN PEMUKIMAN TRADISIONAL MANTUIL 2.1. TINJAUAN KONDISI DAN POTENSI WISATA KALIMANTAN BAB II TINJAUAN ASET WISATA DAN PEMUKIMAN TRADISIONAL MANTUIL 2.1. TINJAUAN KONDISI DAN POTENSI WISATA KALIMANTAN SELATAN 2.1.1. Kondisi Wisata di Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan merupakan salah

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberagaman dalam budaya Indonesia tercermin pada bagian budayabudaya lokal yang berkembang di masyarakat. Keragaman tersebut tidak ada begitu saja, tetapi juga karena

Lebih terperinci

MACAM-MACAM KOLAM IKAN DIPEKARANGAN

MACAM-MACAM KOLAM IKAN DIPEKARANGAN MACAM-MACAM KOLAM IKAN DIPEKARANGAN PENDAHULUAN Pekarangan adalah sebidang tanah yang terletak di sekitar rumah dan umumnya berpagar keliling. Di atas lahan pekarangan tumbuh berbagai ragam tanaman. Bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumedang merupakan kota yang kaya akan kebudayaan, khususnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sumedang merupakan kota yang kaya akan kebudayaan, khususnya dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumedang merupakan kota yang kaya akan kebudayaan, khususnya dalam bidang kesenian daerah. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap daerah di Sumedang memiliki ragam kesenian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional dibangun, namun cukup banyak ditemukan bangunan-bangunan yang diberi sentuhan tradisional

Lebih terperinci

KONSEP RANCANGAN. Latar Belakang. Konteks. Tema Rancangan Surabaya Youth Center

KONSEP RANCANGAN. Latar Belakang. Konteks. Tema Rancangan Surabaya Youth Center KONSEP RANCANGAN Latar Belakang Surabaya semakin banyak berdiri gedung gedung pencakar langit dengan style bangunan bergaya modern minimalis. Dengan semakin banyaknya bangunan dengan style modern minimalis

Lebih terperinci

II. LANSKAP DAN KARAKTERISTIK

II. LANSKAP DAN KARAKTERISTIK Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) II. LANSKAP DAN KARAKTERISTIK Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, SP., MAgr, PhD. LANSKAP DAN KARAKTERISTIK Tujuan: Memahami dasar pemikiran merencana

Lebih terperinci

Kebudayaan Suku Sunda. Oleh : Muhammad Rizaldi Nuraulia ( )

Kebudayaan Suku Sunda. Oleh : Muhammad Rizaldi Nuraulia ( ) Kebudayaan Suku Sunda Oleh : Muhammad Rizaldi Nuraulia (270110140158) Latar Belakang Masyarakat indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di dalam berbagai aspek kehidupan.

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III BAB III DATA ALUN-ALUN KABUPATEN WONOGIRI Kabupaten Wonogiri, dengan luas wilayah 182.236,02 Ha secara geografis terletak pada garis lintang 7 0 32' sampai 8 0 15' dan garis bujur 110 0 41' sampai 111

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

Teknologi Budidaya Tanaman Sayuran Secara Vertikultur

Teknologi Budidaya Tanaman Sayuran Secara Vertikultur Teknologi Budidaya Tanaman Sayuran Secara Vertikultur Oleh Liferdi Lukman Balai Penelitian Tanaman Sayuran Jl. Tangkuban Perahu No. 517 Lembang Bandung 40391 E-mail: liferdilukman@yahoo.co.id Sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu

Lebih terperinci

BAB V KAJIAN TEORI. Batik di Cirebon adalah langgam arsitektur Neo-Vernakular. Dalam bahasa. Yunani, neo memiliki arti baru, sedangkan vernakular

BAB V KAJIAN TEORI. Batik di Cirebon adalah langgam arsitektur Neo-Vernakular. Dalam bahasa. Yunani, neo memiliki arti baru, sedangkan vernakular BAB V KAJIAN TEORI 5.1 Kajian Teori Penekanan Desain 5.1.1 Teori Tema Desain Penekanan tema desain pada projek Pusat Pengembangan Kerajinan Batik di Cirebon adalah langgam arsitektur Neo-Vernakular. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, pertumbuhan penduduk dari tahunketahun

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, pertumbuhan penduduk dari tahunketahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, pertumbuhan penduduk dari tahunketahun bertambah dengan pesat sedangkan lahan sebagai sumber daya keberadaannya relatif tetap. Pemaanfaatan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Taman Nasional Gunung Halimun Salak 4.1.1. Sejarah, Letak, dan Luas Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan Surat Keputusan

Lebih terperinci

PERANAN PKK DALAM MENDUKUNG PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN SEBAGAI SUMBER GIZI KELUARGA. Oleh: TP. PKK KABUPATEN KARANGANYAR

PERANAN PKK DALAM MENDUKUNG PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN SEBAGAI SUMBER GIZI KELUARGA. Oleh: TP. PKK KABUPATEN KARANGANYAR PERANAN PKK DALAM MENDUKUNG PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN SEBAGAI SUMBER GIZI KELUARGA Oleh: TP. PKK KABUPATEN KARANGANYAR LATAR BELAKANG Lebih dari 50 % dari total penduduk indonesia adalah wanita (BPS,

Lebih terperinci

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-169 Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan Shinta Octaviana P dan Rabbani Kharismawan Jurusan Arsitektur,

Lebih terperinci

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG Ertin Lestari Adhi Widyarthara Gaguk Sukowiyono Program Studi Arsitektur Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI Malang sebagai

Lebih terperinci

1 Membangun Rumah 2 Lantai. Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii\ Tugas Struktur Utilitas II PSDIII-Desain Arsitektur Undip

1 Membangun Rumah 2 Lantai. Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii\ Tugas Struktur Utilitas II PSDIII-Desain Arsitektur Undip Daftar Isi Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii\ Kata Pengantar Pedoman Teknis Rumah berlantai 2 dilengkapi dengan Metode dan Cara Perbaikan Kerusakan ini dipersiapkan oleh Panitia D-III Arsitektur yang

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PERANCANGAN. Penerapan Tema dasar Arsitektur Islam yang berwawasan lingkungan pada

BAB VI HASIL PERANCANGAN. Penerapan Tema dasar Arsitektur Islam yang berwawasan lingkungan pada 190 BAB VI HASIL PERANCANGAN Penerapan Tema dasar Arsitektur Islam yang berwawasan lingkungan pada bangunan, terbagi menjadi tiga wujud nilai yaitu Hablumminal alam, Hablumminannas, dan Hablumminallah,

Lebih terperinci

Linda Lidiawati. Studi Konsep Taman Islam pada Lanskap Mesjid A1 Hurriyah, Kampus IPB Darmaga, Bogor. (Dibawah bimbingan Andi Gunawan).

Linda Lidiawati. Studi Konsep Taman Islam pada Lanskap Mesjid A1 Hurriyah, Kampus IPB Darmaga, Bogor. (Dibawah bimbingan Andi Gunawan). Linda Lidiawati. Studi Konsep Taman Islam pada Lanskap Mesjid A1 Hurriyah, Kampus IPB Darmaga, Bogor. (Dibawah bimbingan Andi Gunawan). Pada saat ini adanya keanekaragaman taman yang sudah ada memang telah

Lebih terperinci