BAB II LANDASAN TEORI
|
|
- Lanny Kusuma
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Psychological Well-being Pengertian Psychological Well-being Ryff dan Singer (2008) menekankan dua poin utama dalam menjelaskan Psychological well-being atau kesejahteraan psikologis. Pertama kesejahteraan yang menekankan pada proses pertumbuhan dan pemenuhan individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Poin kedua adalah eudaimonic, yang menekankan pada pengaturan yang efektif dari sistem fisiologis untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Ryff (1989), psychological well-being merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari potensi individu dimana individu dapat menerima segala kekurangan dan kelebihan dirinya, mandiri mampu membina hubungan yang positif dengan orang lain, dapat menguasai lingkungannya dalam arti dapat memodifikasi lingkungan agar sesuai dengan keinginnanya memiliki tujuan dalam hidup, serta terus mengembangkan pribadinya. Psychological well-being bukan hanya kepuasan hidup dan keseimbangan antara afek positif dan afek negative, namun juga melibatkan persepsi dari keterlibatan dengan tantangan-tantangan selama hidup (Keyes, Shmotkin dan Ryff, 2002). Psychological well-being dapat ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak adanya gejala-gejala depresi (Ryff & Keyes, 1995). 9
2 Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa psychological well being adalah kondisi dimana individu yang ditandai dengan perasaan bahagia, adanya kepuasan hidup dan relisasi diri. Kondisi ini sendiri dipengaruhi oleh penerimaan diri, pertumbuhan diri, dan tujuan hidup, penguasaan lingkungan, otonomi dan hubungan positif dengan orang lain Dimensi Psychological well-being Ryff (1989) mengembangkan skala psychological well-being yang telah terbukti secara konseptual dan psikometri. Ada enam dimensi psychological well-being, diantaranya: 1. Penerimaan Diri (Self-Acceptance). Sikap positif terhadap diri, mengakui dan menerima berbagai aspek dalam diri termasuk sifat baik dan buruk. Ryff mendefinisikan penerimaan diri sebagai karakteristik utama dari kesehatan mental serta karakteristik dari aktualisasi diri, fungsi optimal dan kedewasaan. Individu yang memiliki tingkat penerimaan diri yang baik memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek diri termasuk sifat baik dan buruk, memiliki pandangan positif tentang kehidupan masa lalu. Sebaliknya seseorang yang memiliki tingkat penerimaan diri yang kurang baik merasa tidak puas dengan diri sendiri, kecewa dengan apa yang telah terjadi dalam kehidupan masa lalu, merasa bermasalah dengan kualitas diri tertentu, dan mempunyai keinginan untuk berbeda dari dirinya saat ini. 10
3 2. Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positive Relations With Others). Kemampuan untuk mencintai dipandang sebagai komponen utama kesehatan mental. Orang yang beraktualisasi diri digambarkan memiliki perasaan empati yang kuat dan kasih sayang untuk setiap orang dan mampu memiliki kasih yang lebih besar, persahabatan yang lebih dalam, dan lebih mampu mengidentifikasi diri dengan orang lain. Hubungan yang hangat dengan orang lain merupakan kriteria kematangan. Juga menenkankan pencapaian kebersamaan dekat dengan orang lain (intimacy) dan bimbingan serta arahan orang lain (generativity). Individu yang tinggi dalam dimensi ini ditandai dengan adaanya hubungan yang hangat, memuaskan, hubungan saling percaya dengan orang lain, peduli dengan kesejahteraan orang lain, mampu berempati, memiliki afeksi terhadap orang lain, dan keintiman yang kuat serta mengerti hubungan memberi dan menerima dalam membina hubungan dengan orang lain. Sebaliknya, individu yang hanya memiliki sedikit hubungan dekat dan hubungan saling percaya dengan orang lain kesulitan untuk hangat, terbuka, dan memperhatikan orang lain, merasa terisolasi dan frustasi dalam hubungan interpersonal, tidak berkeinginan untuk mempertahankan hubungan penting dengan orang lain. 3. Otonomy (autonomy). Dimensi otonomi menjelaskan kemandirian, memiliki determinasi diri dan memiliki evaluasi lokus internal, dimana seseorang tidak melihat 11
4 orang lain untuk diterma, tetapi mengevaluasi diri dengan standar pribadi. Individu yang tinggi atau baik dalam dimensi ini memiliki determinasi diri dan independen, mampu melawan tekanan social untuk berpikir dan bertindak dengan cara tertentu, dan mengevaluasi diri dengan standar personal. Sebaliknya individu yang kurang dalam dimensi ini khawatir tentang harapan dan evaluasi dari orang lain, bergantung pada penilaian orang lain untuk membuat keputusan penting, konformitas dengan tekanan social untuk berpikir dan bertindak dengan cara tertentu. 4. Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery). Dimensi ini menekankan kemampuan individu untuk memilih atau menciptakan lingkungan sesuai dengankondisi fisiknya, dengan kata lain memiliki kemampuan untuk memanipulasi dan mengendalikan lingkungan yang di luar dirinya. Selain itu juga dimensi ini menekankan kemampuan seseorang untuk maju dan mengubah keadaan secara kreatif melalui aktifitas fisik maupun mental. Individu yang mampu menguasai lingkungan dengan baik memiliki penguasaan dan kompetensi dalam mengelola lingkungan hidup, membuat penggunaan efektif dari peluang sekitarnya serta dapat memilih atau menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai pribadi. Sebaliknya individu yang kurang baik dalam dimensi ini memiliki kesulitan mengelola urusan sehari-hari, merasa tidak mampu untuk mengubah atau meningkatkan lingkungan di sekitarnya, tidak menyadari peluang sekitarnya dan tidak memiliki control atas dunia luar. 12
5 5. Tujuan Hidup (Purpose in Life) Dimensi ini mencakup keyakinan memiliki tujuan dan makna pada kehidupan, merasa kehidupan masa lalu dan saat ini adalah bermakna. Dengan demikian, orang yang berfungsi positif memiliki tujuan, maksud, dana rah, yang semuanya berkontribusi pada perasaan bahwa hidup ini bermakna. Seseorang yang memiliki tujuan dalam hidup merasa ada makna pada kehidupan sekarang dan masa lalu, memegang keyakinan yang memberikan tujuan hidup serta memiliki target yang ingin dicapai dalam hidup. Sebaliknya seseorang yang kurang baik dalam dimensi ini tidak memiliki makna dalam hidup, memiliki sedikit atau beberapa tujuan, tidak memiliki arah, tidak melihat adanya manfaat pada masa lalu kehidupannya, serta tidak memiliki pandangan atau keyakinan yang memberi makna kehidupan. 6. Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth). Fungsi psikologis yang optimal memerlukan tidak hanya satu pencapaian karakteristik sebelumnya, tetapi juga bahwa seseorang terus mengembangkan potensinya, untuk tumbuh dan berkembang. Dimensi ini menekankan pada kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri sendiri dan menyadari potensi dirinya misalnya dengan keterbukaan terhadap pengalaman. Individu yang baik dalam dimensi ini memiliki perasaan untuk berkembang lebih lanjut, melihat diri untuk terus tumbuh dan berkembang; terbukaterhadap pengalamn baru, mampu menyadari potensi dirinya, serta melakukan perbaikan dalam diri dan perilaku dari waktu ke 13
6 waktu. Sebaliknya seseorang yang kurang baik dalam dimensi ini tidak tertarik dengan kehidupan dan merasa tidak mampu untuk mengembangkan sikap atau perilaku baru Faktor Psychological well-being pada umumnya memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang berbeda-beda. Ryff (1995) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis manusia adalah sebagai berikut : 1) Faktor Demografis Faktor Demografis meliputi usia, jenis kelamin, tingkat social ekonomi, dan budaya. Melalui berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh Ryff dan Singer (1996) menemukan bahwa faktor-faktor demografis seperti usia, jenis kelamin, status social ekonomi dan budaya mempengaruhi perkembangan psychological well-being seseorang. a) Usia Menurut Ryff (1995), ada perbedaan antara usia dengan kesejahteraan psikologis. Kemudian Ryff dan Singer (1996) menemukan bahwa beberapa dimensi kesejahteraan psikologis, seperti penguasaan lingkungan dan otonomi cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya usia. b) Jenis Kelamin Menurut Ryff (1995), perbedaan jenis kelamin mempengaruhi aspek-aspek kesejahteraan psikologis. Di temukan bahwa perempuan memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam membina hubungan 14
7 yang lebih positif dengan orang lain serta memiliki pertumbuhan pribadi yang lebih baik dari pada pria. c) Status Sosial Ekonomi Menurut Ryff dan Singer (1996) mengatakan bahwa perbedaan kelas social ekonomi memiliki hubungan dengan kesejahteraan psikologis individu. Ditemukan kesejahteraan psikologis yang tinggi pada individu yang memiliki status pekerjaan yang tinggi. Dinyatakan juga oleh Davis (dalam Lakoy, 2009) bahwa kesejahteraan psikologis berkaitan dengan tingkat penghasilan, status pernikahan, dan dukungan social. Menurutnya individu dengan tingkat penghasilan yang tinggi berstatus menikah dan memperoleh dukungan social akan memperoleh kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi. d) Budaya Ryff dan Singer (1996) menyatakan bahwa ada perbedaan kesejahteraan psikologis antara masyarakat yang memiliki budaya yang berorientasi pada individualism dan kemandirian seperti dalam aspek penerimaan diri atau otonomi lebih menonjol dalam konteks budaya barat. Sementara itu, masyarakat yang memiliki budaya yang berorientasi kolektif dan saling ketergantungan dalam konteks budaya timur seperti yang termasuk dalam aspek hubungan positif dengan orang yang bersifat kekeluargaan. 15
8 2) Dukungan Sosial Dukungan social adalah hal-hal yang berkaitan dengan rasa nyaman, perhatian, penghargaan atau pertolongan yang di persepsikan. Hal-hal tersebut dapat di dapatkan dari orang-orang yang ada disekeliling kita. Menurut Cobb (dalam Lakoy, 2009), dukungan social dapat menimbulkan perasaan di cintai, dihargai, diperhatikan, dan sebagai bagian dari suatu jaringan social, seperti organisasi masyarakat dalam individu. 3) Pemberian Arti Terhadap Hidup Ryff (1989) menjelaskan bahwa pengalaman hidup tertentu dapat mempengaruhi kondisi psychological well-being seseorang. Pengalamanpengalaman tersebut mencakup berbagai kondisi kehidupan diberbagai periode kehidupan. Pengalaman hidup yang dialami tergantung dari cara individu mengevaluasi atau mempersepsikan peristiwa hidup yang dialaminya sebagai pandangan yang positif, negative, atau netral. Jika individu mengevaluasi peristiwa yang dialaminya sebagai sesuatu yang positif maka diperkirakan individu tersebut akan memandangya sebagai pengalaman hidup yang positif sehingga membuat kesejahteraan psikologinya baik Autis Pengertian Autis Autisme berasal dari kata Autos yang berarti diri sendiri dan isme yang berarti suatu aliran, sehingga dapat diartikan sebagai suatu paham tertarik pada dunianya sendiri. Autis adalah suatu gangguan perkembangan 16
9 yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai tampak sebelum anak berusia 3 tahun (Suryana, 2004). Autis adalah cacat perkembangan yang ditandai dengan gangguan perkembangan dalam interaksi social dan komunikasi. Anak dengan autis memiliki kesulitan dalam mengembangkan hubungan yang tepat, dan mereka menunjukan berbagai perilaku yang merusak seperti perilaku berulang, dan perilaku melukai diri sendiri (Frith, 1993; Mundy & Sigman, 1989; Bromley, Hare, Davison, & Emerson, 2004 dalam Koydemir & Tosun, 2009). Safaria (2005) mengatakan autism adalah ketidak mampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan yang tertunda, ecolalia, mustism, pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain yang repetitive dan stereotipik, rute ingatan yang kuat, dan keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anak autis yaitu anak anak yang mengalami kesulitan dalam perkembangan otak yang kompleks yang mempengaruhi banyak fungsi fungsi : persepsi, imajinasi, dan perasaan yang terjadi sebelum usia tiga tahun dengan dicirikan oleh adanya hambatan dalam interaksi sosial komunikasi dan terobsesi pada satu kegiatan atau objek. 17
10 Ciri-ciri Autis Menurut American Psychiatric Association, 2000 (dalam Rita Wicks- Nelson & Allen C. Israel, 2009) DSM Features of Austistic Disorders, kriteria diagnostic untuk dari gangguan autistic adalah sebagai berikut : 1. Terdapat paling sedikit enam pokok dari kelompok a, b dan c, meliputi sekurang-kurangnya: satu item dari kelompok a, sekurang-kurangnya satu item dari kelompok b, sekurang-kurangnya satu item dari kelompok c. a. Kerusakan kualitatif dalam interaksi social, yang dimanifestasikan dengan setidak-tidaknya dua dari hal berikut: 1) Memiliki kesulitan dalam mengunakan berbagai perilaku non verbal seperti, kontak mata, ekspresi muka, sikap tubuh, bahasa tubuh lainnya yang mengatur interaksi social. 2) Memiliki kesulitan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya atau teman yang sesuai dengan tahap perkembangan mentalnya. 3) Ketidakmampuan untuk berbagi kesenangan, minat, atau keberhasilan secara spontan dengan orang lain (seperti; kurang 2 tampak adanya perilaku memperlihatkan, membawa atau menunjuk objek yang menjadi minatnya). 4) Ketidakampuan dalam membina hubungan sosial atau emosi yang timbal balik. 18
11 b. Gangguan kualitatif dalam berkomunikasi yang ditunjukkan oleh paling sedikit satu dari yang berikut: 1) Keterlambatan dalam perkembangan bicara atau sama sekali tidak (bukan disertai dengan mencoba untuk mengkompensasikannya melalui cara-cara komunikasi alternatif seperti gerakan tubuh atau lainnya). 2) Bagi individu yang mampu berbicara, kurang mampu untuk memulai pembicaraan atau memelihara suatu percakapan dengan yang lain. 3) Pemakaian bahasa yang stereotipe atau berulangulang atau Bahasa yang aneh (idiosyncantric). 4) Cara bermain kurang bervariatif, kurang mampu bermain pura-pura secara spontan, kurang mampu meniru secara sosial sesuai dengan tahap perkembangan mentalnya. c. Pola minat perilaku yang terbatas, repetitive, dan stereotype seperti yang ditunjukkan oleh paling tidak satu dari yang berikut: 1) Keasikan dengan satu atau lebih pola-pola minat yang terbatas dan stereotipe baik dalam intensitas maupun dalam fokusnya. 19
12 2) Tampak tidak fleksibel atau kaku dengan rutinitas atau ritual yang khusus, atau yang tidak memiliki manfaat. 3) perilaku motorik yang stereotip dan berulang-ulang (seperti :memukul-mukulkan atau menggerakgerakkan tangannya atau mengetukngetukan jarinya, atau menggerakkan seluruh tubuhnya). 4) Keasikan yang menetap dengan bagian-bagian dari benda (object). 2. Keterlambatan atau abnormalitas muncul sebelum usia 3 tahun minimal pada salah satu bidang (1) interaksi sosial, (2) kemampuan bahasa dan komunikasi, (3) cara bermain simbolik dan imajinatif. 3. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Faktor Penyebab Autis Sampai saat ini penyebab autis belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan autis disebabkan karena multifactorial. Pada tahun 1960, dimulai penelitian neurologis pada individu autis yang menghasilkan penjelasan yang lebih akurat mengenai penyebab autis. Namun penemuanpenemuan di bidang neurologis ini belum cukup untuk dapat mengembangkan cara-cara pencegahan abnormalitas otak pada anak autis (Ginanjar, 2007) 20
13 Menurut Prasetyono (2008:69) penyebab autisme dan diagnosa medisnya adalah : 1. Konsumsi obat pada ibu menyusui Obat migrain, seperti ergot obat ini mempunyai efek samping yang buruk pada bayi dan mengurangi jumlah ASI. 2. Gangguan susunan saraf pusat Di dalam otak anak autis ditemukan adanya kelainan pada susunan saraf pusat di beberapa tempat. 3. Gangguan metabolisme (sistem pencernaan) Ada hubungan antara gangguan pencernaan dengan gejala autis. Suntikan sekretin dapat membantu mengurangi gangguan pencernaan. 4. Peradangan dinding usus Sejumlah anak penderita gangguan autis, umumnya, memiliki pencernaan buruk dan ditemukan adanya peradangan usus. Peradangan tersebut diduga disebabkan oleh virus. 5. Faktor genetika Gejala autis pada anak disebabkan oleh faktor turunan. Setidaknya telah ditemukan dua puluh gen yang terkait dengan autisme. Akan tetapi, gejala autisme baru bisa muncul jika terjadi kombinasi banyak gen. 21
14 6. Keracunan logam berat Kandungan logam berat penyebab autis karena adanya sekresi logam berat dari tubuh terganggu secara genetis. Beberapa logam berat, seperti arsetik (As), antimon (Sb), Cadmium (Cd), air raksa (Hg), dan timbal (Pb), adalah racun yang sangat kuat Orang Tua dengan Anak Autis Orang tua akan mengalami beberapa tahap setelah mengetahui anak mereka berkebutuhan khusus. Tahap reaksi orang tua diadaptasi dari tahaptahap Kuebler-Ros (Seligman, 1997 dalam Mangunsong, 2011), yaitu: 1. Denial (Penolakan) Terkejut dan melakukan penolakan (atau penyangkalan) merupakan tanggapan awal yang dilakukan orang tua ketika menyadari anaknya memiliki kelainan. Penyangkalan muncul secara tidak sadar, dalam upaya menghindari kecemasan yang berlebihan. Dalam tahap ini, orang tua mencurahkan isi perasaannya seperti bingung, kaku, tidak teratur, dan tidak berdaya; bahkan tidak sanggup lagi mendengarkan kondisi anaknya. 2. Bargaining (Penawaran) Pada tahap ini, biasanya orang tua berpikir imajinatif dan berfantasi. Jika orang tua berpikir bila mereka berusaha dengan keras dan giat, maka anaknya mengalami peningkatan. Kondisi perbaikan yang dialami anak dianggap sebagai kompensasi dari usaha keras orang tua. Selama tahap ini, orang tua akan bergabung dalam segala kegiatan yang dapat memberikan 22
15 keuntungan kepada mereka. Selain itu, biasanya orang tua beralih pada kegiatan spiritual dan berharap adanya keajaiban. 3. Anger (Marah) Ketika orang tua menyadari bahwa anak mereka tidak menunjukan peningkatan yang signifikan, kemungkinan akan memunculkan perasaan marah dalam diri mereka. Perasaan yang berlebihan dapat berubah menjadi kemarahan, oleh karena itu biasanyaorang tua akan menyalahkan diri sendiri. Selain itu, kemarahan juga ditunjukan pada Tuhan atau pasangannya ataupun kaena tidak adanya bantuan, baik dari masyarakat maupun professional. 4. Depresion (Depresi) Setelah orang tua menyadari bahwa kemarahan mereka tidak dapat mengubah kondisi anak mereka, maka akhirnya mereka akan dengan pasrah menerima keadaan tersebut yang kemudian berdampak pada depresi. Bagi sebagian orang tua, depresi merupakan kondisi yang sifatnya sementara. Periode ini terbatas dengan waktu dan keseriusan tingkat depresi seseorang tergantung pada bagaimana keluarga menginterpretasikan suatu peristiwa dan kemampuan mereka dalam mengatasi masalah tersebut. 5. Acceptance (Penerimaan) Tahap ini diperoleh setelah orang tua menunjukan karakteristik berikut: mampu mendiskusikan ank mereka dengan mudah, membuktikan keseimbangan antara upaya mandiri dan menunjukan cinta kasih, mampu berkolaborasi dengan professional untuk membuat rencana yang realistis, mengejar minat pribadi yang tidak berhubugan dengan anak mereka, 23
16 menjalankan disiplin tanpa perasaan bersalah, dapat mengabaikan perilaku overprotective pada anak mereka. Tidak semua orang tua akan mengalami tahapan-tahapan ini secara kaku atau secara pasti. Beberapa orang tua mengalami sebagian atau semua tahap ini pada suatu waktu. Salah satu reaksi umum yang dilaporkan ada perasaan bersalah (Mangunsong, 2011). 24
BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 2.1.1. Definisi Psychological Well-Being Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. Menurut Ryff (1989), psychological well being
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya
1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-Being 1. Pengertian Psychological Well-Being Psychological well-being merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari potensi individu dimana individu dapat
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu
19 BAB II LANDASAN TEORI A. Biseksual 1. Definisi Biseksual Krafft-Ebing, salah seorang seksologis Jerman menyebut biseksual dengan sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan manusia lainnya untuk menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk membangun relasi sosial
Lebih terperinciStudi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung
Prosiding Psikologi ISSN: 246-6448 Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung 1 Rahmadina Haturahim, 2 Lilim Halimah 1,2
Lebih terperinciKesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS)
Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS) 1 Hany Fakhitah, 2 Temi Damayanti Djamhoer 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tujuan suatu bangsa untuk memberdayakan semua warga negaranya agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi psychological well-being, faktor-faktor yang berkaitan dengan psychological well-being, pengertian remaja,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological
15 BAB II LANDASAN TEORI A. PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 1. Definisi Psychological Well-Being Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological well-being menjadi afek positif dan afek negatif. Penelitiannya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Konsep Psychological Well Being Konsep psychological well being sendiri mengacu pada pengalaman dan fungsi psikologis yang optimal. Sampai saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus atau yang dikenal dengan HIV merupakan sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Setelah kurang lebih lima hingga
Lebih terperinciKesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi
Modul ke: Kesehatan Mental Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Konsep Kebahagiaan atau Kesejahteraan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) Pengertian Kesejahteraan Psikologis
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) 2.1.1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis adalah keadaan dimana seseorang memiliki kondisi yang
Lebih terperinciHUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN
HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN Disusun Oleh Nama : Pandu Perdana NPM : 15512631 Kelas : 4PA05 Keluarga Perceraian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi, Sampel, dan Lokasi Penelitian 1. Populasi dan Sampel penelitian Sampel penelitian adalah orang tua anak tunarungu. Anak tunarungu tersebut bersekolah di kelas satu
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. orang lain, memiliki otonomi, dapat menguasai lingkungan, memiliki. tujuan dalam hidup serta memiliki pertumbuhan pribadi.
112 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Psychological Well Being merupakan evaluasi individu terhadap kepuasan hidup dirinya dimana di dalamnya terdapat penerimaan diri, baik kekuatan dan kelemahannya, memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker serviks merupakan salah satu penyebab utama kematian akibat kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh dari sel-sel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Tindakan kriminalitas merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu hukuman yang akan diberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan khusus dapat dialami oleh setiap individu. Menurut Riset
Lebih terperinciABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui psychological well-being pada pasien HIV positif (usia 20-34 tahun) di RS X Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri
Lebih terperinciPaket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING
Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING Pendahuluan Psikologi kesehatan sebagai pengetahuan social-psychological dapat digunakan untuk mengubah pola health behavior dan mengurangi pengaruh dari psychosocial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam berita akhir-akhir ini terlihat semakin maraknya penggunaan narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan berdampak buruk terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gereja merupakan sebuah institusi yang dibentuk secara legal dan berada di bawah hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia memerlukan norma atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Homoseksual adalah orang yang konsisten tertarik secara seksual, romantik, dan afektif terhadap orang yang memiliki jenis kelamin sama dengan mereka (Papalia,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) 1. Kesejahteraan Psikologis Bradburn menterjemahkan kesejahteraan psikologis berdasarkan pada buku karangan Aristotetea yang
Lebih terperinciPSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI
PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Psikologi Disusun oleh : RIZKIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit contohnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia kerja merupakan tempat sekumpulan individu melakukan suatu aktivitas kerja. Aktivitas tersebut terdapat di dalam perusahaan atau organisasi. Pada zaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu-individu yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Di zaman modern dan era globalisasi ini, sangat mudah untuk menemukan individu-individu yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku seksual yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah autisme sudah cukup familiar di kalangan masyarakat saat ini, karena media baik media elektronik maupun media massa memberikan informasi secara lebih
Lebih terperinciBAB 2 Tinjauan Pustaka
BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Kecemasan 2.1.1. Definisi Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (Fausiah&Widury, 2007), kecemasan adalah respons terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang
Lebih terperinciBAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan
BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Setiap individu, baik dengan keunikan ataupun kekurangan berhak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melihat sisi positif sosok manusia. Pendiri psikologi positif, Seligman dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan ini, tentunya seseorang pasti pernah mengalami beberapa masalah. Sesuatu dirasakan atau dinilai sebagai suatu masalah ketika kenyataan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Psychological well-being (PWB) atau kesejahteraan psikologis merupakan suatu kondisi yang menjadikan individu dapat mengenali, menggali dan memiliki potensi yang khas
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis Ryff (Ryff & Keyes, 1995) menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-being 1. Definisi Psychological well-being Psychological well-being merupakan istilah yang digunakan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-being 1. Definisi Psychological well-being Psychological well-being merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kesehatan psikologis individu berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah penderita penyakit Lupus di Indonesia meningkat dari 12.700 jiwa pada 2012 menjadi 13.300 jiwa per
Lebih terperinciBAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang
BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004, Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Psychological Well-Being. kehidupan berjalan dengan baik. Keadaan tersebut merupakan kombinasi dari
BAB II LANDASAN TEORI A. Psychological Well-Being 1. Pengertian Psychological Well-being Huppert mendefinisikan psychological well-being sebagai keadaan kehidupan berjalan dengan baik. Keadaan tersebut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih mendalam mengenai teori-teori yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan lebih mendalam mengenai teori-teori yang menjelaskan tentang pengertian psychological well-being, faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memiliki anak yang terlahir sempurna merupakan dambaan setiap orangtua yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memiliki anak yang terlahir sempurna merupakan dambaan setiap orangtua yang tentunya mengharapkan anaknya lahir dengan kondisi sehat, baik secara fisik maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata orang tua. Karena anak merupakan buah cinta yang senantiasa ditunggu oleh pasangan yang telah menikah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Holmes dan Rahe tahun 1967 dengan menggunakan Live Event Scale atau biasa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya menginginkan dirinya selalu dalam kondisi yang sehat, baik sehat secara fisik maupun secara psikis, karena hanya dalam kondisi yang sehatlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi membawa kemajuan dan perubahan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia. Hal ini menimbulkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, seorang bayi mulai bisa berinteraksi dengan ibunya pada usia 3-4 bulan. Bila ibu merangsang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memiliki anak merupakan hal yang ditunggu-tunggu dan sangat. menggembirakan bagi pasangan suami istri. Kehdiran anak bukan saja
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memiliki anak merupakan hal yang ditunggu-tunggu dan sangat menggembirakan bagi pasangan suami istri. Kehdiran anak bukan saja mempererat tali cinta pasangan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setelah sepasang pria dan wanita menikah, memiliki anak merupakan hal yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala upaya akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tetapi di dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi berbagai konflik. Konflik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang mendambakan keutuhan dan kerukunan rumah tangga. Akan tetapi di dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi berbagai konflik. Konflik yang tidak
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Pada bab ini akan dijelaskan permasalahan penelitian dengan. kesimpulan hasil penelitian, diskusi, serta saran untuk penelitian sejenis
BAB V PENUTUP Pada bab ini akan dijelaskan permasalahan penelitian dengan kesimpulan hasil penelitian, diskusi, serta saran untuk penelitian sejenis lainnya. 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Gambaran Psychological
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan
Lebih terperinci2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kekerasan dalam rumah tangga menjadi sebuah fenomena sosial yang memprihatinkan di tengah masyarakat. Abrahams (2007), mengungkapkan bahwa kekerasan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keberhasilan seseorang tentunya tidak akan pernah lepas dari peranan orang tua karena orang tua merupakan tumpuan pertama anak dalam memahami dunia. Orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan keterikatan aturan, emosional dan setiap individu mempunyai peran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan setiap individu mempunyai peran masing-masing yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak-anak autis di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Data UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai 35 juta jiwa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. daripada psikologis yang berfungsi positif (Ryff, 1989).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Kesehatan mental dikaitkan dengan tidak adanya gangguan psikologis daripada psikologis yang berfungsi positif
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Teori tentang psychological well-being dikembangkan oleh Ryff. Ryff
BAB II LANDASAN TEORI II.A. Psychological Well-Being II.A.1. Definisi Psychological Well-Being Teori tentang psychological well-being dikembangkan oleh Ryff. Ryff (dalam Strauser, Lustig, dan Ciftcy, 2008)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan menjadi calon-calon pemimpin bangsa maupun menjadi calon penggerak kehidupan bangsa dari sumbangsih
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi
BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis 1. Definisi Kesejahteraan Psikologis Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan menguraikan definisi dan teori-teori yang dapat dijadikan landasan berfikir peneliti dalam melakukan penelitian berkaitan dengan topik ini. Teori yang akan diutarakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sumber kebahagiaan dan penerus dari suatu keluarga. Setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Anak merupakan sumber kebahagiaan dan penerus dari suatu keluarga. Setiap orang tua mempunyai keinginan untuk selalu mencurahkan segenap perhatian dan kasih sayang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autis adalah suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner yang dicirikan dengan ekspresi wajah yang kosong
Lebih terperinci5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. istri (Mangunsong, 1998). Survei yang dilakukan Wallis (2005) terhadap 900
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Umumnya setiap pasangan perkawinan menginginkan anak sebagai penerus keturunan. Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi pasangan suami istri (Mangunsong, 1998).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2014), terlebih bagi individu yang sudah bekerja dan hanya memiliki latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketatnya tingkat persaingan dalam dunia pekerjaan, menuntut individu untuk mengejar pendidikan hingga tingkat yang lebih tinggi (Utami & Kusdiyanti, 2014), terlebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain dengan tujuan tertentu. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena
Lebih terperinciHUBUNGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA ISTRI YANG TINGGAL DI RUMAH MERTUA
HUBUNGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA ISTRI YANG TINGGAL DI RUMAH MERTUA Nellafrisca Noviasari dan Agoes Dariyo Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara ABSTRAKSI Tujuan penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan dambaan setiap manusia. Kesehatan menjadi syarat utama agar individu bisa mengoptimalkan potensi-potensi yang dimilikinya. Kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap orang tua yang mendambakannya. Para orang tua selalu. di karuniai anak seperti yang diharapkan tersebut.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan suatu karunia yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap orang tua yang mendambakannya. Para orang tua selalu menginginkan anaknya berkembang menjadi
Lebih terperinciGAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA
GAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA INDIENA SARASWATI ABSTRAK Studi yang menggunakan teori kebahagiaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prostitusi merupakan fenomena yang tiada habisnya. Meskipun telah dilakukan upaya untuk memberantasnya dengan menutup lokalisasi, seperti yang terjadi di lokalisasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Orientasi seksual yang dikenal dan diketahui masyarakat Indonesia pada umumnya hanya ada satu jenis saja, yakni heteroseksual atau pasangan yang terdiri dari dua orang
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing
67 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing pada mahasiswa Fakultas Psikologi Unversitas X di kota Bandung, maka diperoleh kesimpulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh setiap individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang, mengisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelahiran anak merupakan dambaan setiap keluarga yang tidak ternilai harganya. Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan, yang harus dijaga, dirawat, dan diberi bekal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi lansia di dunia mengalami peningkatan pesat. Berdasarkan hasil penelitian Kinsella &Velkof (2001), bahwa sepanjang tahun 2000, populasi lansia dunia tumbuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sumber daya manusia itu sendiri dapat dirincikan menjadi seorang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini, sumber daya manusia menjadi hal yang sangat penting bagi suatu perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya, semakin banyak sumber daya
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Variabel- variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel Tergantung : Psychological well-being 2. Variabel Bebas : Locus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (verbal communication) dan komunikasi nonverbal (non verbal communication).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan salah satu aspek terpenting dan kompleks bagi kehidupan manusia. Manusia sangat dipengaruhi oleh komunikasi yang dilakukannya dengan manusia
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara anxiety dalam menghadapi respon dari orang terdekat dengan masing-masing dimensi pada psychological
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai
1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well-Being. Psychological well-being (PWB) merujuk pada perasaan-perasaan
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-Being 1. Definisi Psychological Well-Being Psychological well-being (PWB) merujuk pada perasaan-perasaan seseorang mengenai aktivitas hidup sehari-hari.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang keduanya tidak dapat dipisahkan. Unsur jasmani manusia terdiri dari badan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk individu terdiri dari unsur jasmani dan rohani yang keduanya tidak dapat dipisahkan. Unsur jasmani manusia terdiri dari badan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah salah satu aktivitas yang sangat fundamental dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi adalah salah satu aktivitas yang sangat fundamental dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan suatu kebutuhan mutlak manusia untuk berinteraksi dengan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kuantitatif dengan pendekatan
31 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kuantitatif dengan pendekatan korelasional dengan menggunakan teknik analisa regresi berganda ( multiple regresion).
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan teori dari Carol D. Ryff mengenai psychological
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan pemilihan Teori Penelitian ini menggunakan teori dari Carol D. Ryff mengenai psychological well-being. Alasan menggunakan teori tersebut dalam penelitian ini adalah berdasarkan
Lebih terperinci1. Bab II Landasan Teori
1. Bab II Landasan Teori 1.1. Teori Terkait 1.1.1. Definisi kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab II ini akan menjelaskan pengertian dari Psychological well-being, dimensi-dimensi psychological well-being, faktor-faktor yang berkaitan dengan psychological well-being,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. sisi individu yang sedang tumbuh dan disisi lain nilai sosial, intelektual dan moral
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pendidikan Pendidikan bagi sebagian besar orang, berarti berusaha membimbing anak untuk menyerupai orang dewasa, sebaliknya bagi Jean Peaget (1896) dalam buku Konsep dan Makna
Lebih terperinciBab 2. Landasan Teori
Bab 2 Landasan Teori 2.1 Dewasa Muda Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Aristoteles yang selanjutnya dalam ilmu psikologi menjadi istilah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah Eudaimonia (kebahagiaan) dikenal melalui tulisan filsuf Aristoteles yang selanjutnya dalam ilmu psikologi menjadi istilah psychological well-being.
Lebih terperinciSM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Pada tahun 1980-an di Amerika setidaknya 50 persen individu yang lahir menghabiskan sebagian masa remajanya pada keluarga dengan orangtua tunggal dengan pengaruh
Lebih terperinci