EXECUTIVE SUMMARY KINERJA PERALATAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) UNTUK MENDUKUNG JARINGAN JALAN DI INDONESIA TAHUN ANGGARAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EXECUTIVE SUMMARY KINERJA PERALATAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) UNTUK MENDUKUNG JARINGAN JALAN DI INDONESIA TAHUN ANGGARAN"

Transkripsi

1 EXECUTIVE SUMMARY KINERJA PERALATAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) UNTUK MENDUKUNG JARINGAN JALAN DI INDONESIA TAHUN ANGGARAN 2016 I. LATAR BELAKANG Komitmen Pemerintah dalam rangka pemerataan pembangunan nasional saat ini semakin kuat. Hal ini terwujud dengan telah ditetapkannya proyeksi anggaran infrastruktur prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) III yang dinyatakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) adalah sebesar Rp triliun. Jumlah yang sangat besar ini diperlukan agar Indonesia mencapai sasaran Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) pada tahun 2025 yaitu mencapai negara dengan pendapatan menengah. Kondisi geografis Indonesia yang kepulauan tentu saja membutuhkan jaringan infrastruktur jalan yang andal guna menjalin interaksi antar wilayah nusantara. Infrastruktur jalan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota diharapkan mampu terintegrasi secara lokal agar dapat terhubung secara global. Saat ini, jaringan jalan di Indonesia masih dibawah capaian kemantapan jalan yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan oleh banyak hal yang antara lain adalah terbatasnya anggaran infrastruktur nasional, rendahnya kualitas hasil pekerjaan perkerasan jalan, minimnya penguasaan teknologi perkerasan jalan, kualitas material aspal yang fluktuatif, dsb. Penyelenggaraan proyek konstruksi yang efektif, efisien dan berkualitas perlu didukung oleh jaminan kualitas sumber daya konstruksi. Dalam hal jaminan kualitas, spesifikasi menjadi suatu alat (tools) yang dapat dijadikan acuan untuk menilai baik atau tidaknya suatu kualitas. Semakin baik spesifikasi yang dipersyaratkan dari suatu produk input, maka akan semakin baik pula produk outputnya. Pekerjaan perkerasan jalan merupakan pekerjaan yang membutuhkan dukungan teknologi yang salah satunya adalah alat produksi asphalt yaitu Asphalt Mixing Plant (AMP). Dukungan AMP yang andal menjadi salah satu kunci keberhasilan terjaminnya capaian kualitas produk jalan. Pemilihan AMP yang tepat dan sesuai spesifikasi menjadi suatu pedoman penting bagi setiap penanggungjawab dan penyelenggara konstruksi jalan. Selain itu, dukungan operator dan mekanik AMP yang bersertifikasi menjadi suatu paket yang tak terpisahkan. 1

2 Sebagai salah satu upaya menjawab tantangan permasalahan pekerjaan jalan, Direktorat Bina Kelembagaan dan Sumber Daya Jasa Konstruksi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bermaksud melakukan Kajian dengan tema: Kinerja Peralatan Asphalt Mixing Plant (AMP) untuk Mendukung Jaringan Jalan di Indonesia. Hasil dari kegiatan ini diharapkan dapat memperoleh informasi terkait kinerja AMP yang ada (existing) dan upayaupaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja AMP dalam mendukung penyelenggaraan jalan di Indonesia. II. TUJUAN DAN SASARAN 2.1. Maksud Maksud kegiatan ini adalah untuk mendapatkan kompilasi data kinerja peralatan Asphalt Mixing Plant (AMP) yang meliputi sebaran lokasi alat, jumlah, kapasitas AMP, type, tahun pembuatan dan merk serta jumlah penggunaan aspal Tujuan Tujuan dari kegiatan ini adalah merumuskan rekomendasi peningkatan kinerja peralatan AMP dalam mendukung pembangunan dan peningkatan jalan di Indonesia Sasaran Sasaran dari kegiatan ini adalah diketahuinya sebaran lokasi alat, jumlah, kapasitas AMP, jumlah aspal yang dihasilkan serta menyusun estimasi terhadap jumlah aspal yang dihasilkan dan penggunaan aspal baik asbuton maupun aspal minyak yang berasal dari penggunaan Asphalt Mixing Plant (AMP) di Indonesia. III. KAJIAN LITERATUR 3.1. Asphalt Mixing Plant Asphalt mixing plant/amp (unit produksi campuran beraspal) adalah seperangkat peralatan mekanik dan elektronik dimana agregat dipanaskan, dikeringkan dan dicampur dengan aspal untuk menghasilkan campuran beraspal panas yang memenuhi persyaratan tertentu. AMP dapat terletak di lokasi yang permanen atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain. 2

3 Peralatan Unit Produksi AMP Apabila ditinjau dari unit memproduksi campuran beraspal dan kelengkapannya, terdiri dari tiga jenis AMP, yaitu : jenis takaran (batch plant), jenis menerus (continuous plant), jenis drum. a) Proses pencampuran campuran beraspal pada AMP jenis takaran dimulai dengan penimbangan agregat, bahan pengisi (filler) bila diperlukan dan aspal sesuai komposisi yang telah ditentukan berdasarkan Rencana Campuran Kerja (RCK) dan dicampur pada pencampur (mixer/pugmill) dalam waktu tertentu. Pengaturan besarnya bukaan pintu bin dingin dilakukan untuk menyesuaikan gradasi agregat dengan rencana komposisi campuran, sehingga aliran material ke masing - masing bin pada bin panas menjadi lancar dan berimbang. Unit produksi AMP jenis takaran/timbangan dapat dilihat pada Gambar 1 b) Proses pencampuran pada unit produksi campuran beraspal jenis menerus, komposisi campuran didapat dengan cara pengaturan keluaran agregat dari bin panas yang dicampur dengan jumlah aspal yang diatur melalui pengaturan kecepatan pompa. Unit produksi AMP jenis menerus dapat dilihat pada Gambar 2. c) Proses pencampuran pada AMP jenis pencampur drum, agregat panas langsung dicampur dengan aspal panas di dalam drum pemanas atau di dalam silo pencampur di luar drum pemanas. Penggabungan agregat dilakukan dengan cara mengatur bukaan pintu pada bin dingin dan pemberian aspal ditentukan berdasarkan kecepatan pengaliran dari pompa aspal. Unit produksi AMP jenis menerus dapat dilihat pada Gambar 3. Namun secara umum kebanyakan AMP dikategorikan atas jenis takaran (timbangan) atau jenis drum pencampur. Perbedaan utama dari AMP jenis timbangan dan jenis drum adalah dalam hal kelengkapan dan proses bekerjanya. Pada AMP jenis timbangan komposisi bahan dalam campuran beraspal ditentukan berdasarkan berat masing-masing bahan sedangkan pada AMP jenis pencampur drum komposisi bahan dalam campuran ditentukan berdasarkan berat masing-masing bahan yang diubah ke dalam satuan volume atau dalam aliran berat per satuan waktu. Terlepas dari perbedaan jenis dari AMP, tujuan dasarnya adalah sama. Yaitu untuk menghasilkan campuran beraspal panas yang mengandung bahan pengikat dan agregat yang memenuhi semua persyaratan spesifikasi. Perbedaan dalam hal kelengkapan dari kedua jenis AMP tersebut adalah; AMP jenis takaran dilengkapi saringan panas (hot screen), bin panas (hot bin), timbangan (weight hopper) dan pencampur (pugmill/mixer) sedangkan pada AMP jenis pencampur drum kelengkapan tersebut tidak tersedia. Tentunya kedua jenis AMP tersebut juga mempunyai persamaan yaitu sama-sama dilengkapi bin dingin, pengontrol dan pengumpul debu serta pencampur. 3

4 Keterangan Gambar : 1. Bin dingin (cold bins) 2. cold feed gate 3. Sistem pemasok agregat dingin (cold elevator) 4. Pengering (dryer) 5. Pengumpul debu (dust collector) 6. Cerobong pembuangan (exhaust stack) 7. Sistem pemasok agregat panas (hot elevator) 8. Unit ayakan panas (hot screening unit) 9. Bin panas (hot bins) 10. Timbangan Agregat (weigh box) 11. Pencampur (mixer atau pugmill) 12. Penyimpanan filler (mineral filler storage) 13. Tangki aspal (hot asphalt storage) 14. Penimbangan aspal (aspal weigh bucket). Gambar 1. Skema Unit AMP jenis takaran ( batch plant ) Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1996) Keterangan gambar : 1. Bin dingin 2. Elevator dingin 3. Pengering 4. Pengumpul debu 5. Cerobong asap 6. Tangki aspal 7. Elevator panas 8. Unit ayakan 9. Bin panas 10. Elevator panas Gambar 2. Skema Unit AMP jenis menerus ( continous plant ) Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1996) 4

5 Keterangan Gambar : 1. Bin dingin 6. Tangki aspal 2. Ban berjalan membawa agregat dingin 7. Pengumpul debu 3. Timbangan otomatis 8. Ban berjalan membawa campuran panas 4. Drum pengering dan pencampur 9. Penampung campuran panas 5. Pompa aspal 10. Ruang kontrol Gambar 3. AMP jenis pencampur drum (drum mix) Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1996) Proses Pencampuran Aspal Beton Menggunakan Asbuton Jenis Asbuton granular ( berbutir) antara lain BGA dan LGA. AMP yang digunakan harus ditambah komponen lain yang bisa menimbang, mengangkut asbuton ke pugmill tanpa merusak komponen AMP yang ada (asbuton feeder system). Unit AMP menggunakan asbuton dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Alat Asphalt Mixing Plant Menggunakan Asbuton. 5

6 Kapasitas Asphalt Mixing Plant Kapasitas AMP bervariasi dan umumnya berkisar dari 500 kg sampai 1200 kg per batch atau lebih besar. Proses pencampuran untuk masing-masing batch sekitar 40 menit. Untuk jalan-jalan dengan lalu-lintas padat dan berat disarankan menggunakan kapasitas AMP yang lebih besar dari 800 kg per batch. Beberapa keunggulan dari penggunaan kapasitas 800 kg per batch atau lebih adalah sebagai berikut: Penggunaan kapasitas yang besar akan membantu menghasilkan campuran yang relatif seragam dan mengurangi faktor ketidakpastian. Kapasitas yang lebih besar relatif lebih menjamin kelancaran pasokan campuran beraspal ke unit penghampar. Pasokan yang tidak lancar pada unit penghampar dapat mengakibatkan permukaan jalan tidak rata dan kepadatan tidak tercapai, karena campuran di bawah alat penghampar telah dingin sehingga pada bagian tersebut sulit diratakan dan dipadatkan. Kapasitas yang besar akan mempercepat penyelesaian pekerjaan, yang berarti mengurangi gangguan terhadap kelancaran lalu-lintas. Pada jalan-jalan utama gangguan akibat adanya pekerjaan pelapisan ulang sangat besar pengaruhnya. IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Bagan Alir Suatu metoda studi dikembangkan untuk memberikan jaminan (assurance) bahwa sasaran atau keluaran studi ini dapat dicapai dengan tepat dan akurat. Metodologi studi secara diagramatis dijelaskan pada Gambar Lokasi Kegiatan Kegiatan kajian ini berpusat di Jakarta dan akan dilaksanakan survei di 3 provinsi Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan. Lokasi kegiatan telah mencerminkan wilayah perwakilan kajian. 6

7 LAPORAN AKHIR KONSEP LAPORAN AKHIR LAPORAN ANTARA LAPORAN PENDAHULUAN PT. GUTEG HARINDO MULAI PERSIAPAN: PENYUSUNAN METODOLOGI STUDI & RENCANA KERJA PENGUMPULAN DATA AWAL DAN HASIL-HASIL KAJIAN TERKAIT SEBELUMNYA PELAKSANAAN FGD I PENGUMPULAN DATA JUMLAH, SEBARAN LOKASI, JENIS, MEREK, TIPE, TAHUN & PABRIK PEMBUATAN, KAPASITAS ASPHALT MIXING PLANT (ASPAL MINYAK & ASBUTON) DI INDONESIA PENGUMPULAN DATA RENCANA PEMBANGUNAN & PENINGKATAN JALAN OLEH PEMERINTAH PADA TAHUN ANGGARAN 2016 KAPASITAS KEMAMPUAN ASPHALT MIXING PLANT DALAM MEMPRODUKSI CAMPURAN ASPAL (SUPPLY) ESTIMASI KEBUTUHAN ASPAL MENDUKUNG PEMBANGUNAN & PENINGKATAN JALAN (DEMAND) ANALISIS KINERJA ASPHALT MIXING PLANT DALAM MENDUKUNG KEBUTUHAN PEMBANGUNAN & PENINGKATAN JALAN DI INDONESIA (ANALISIS KESENJANGAN SUPPL DAN DEMAND) WORKSHOP 1 (SURABAYA) VERIFIKASI & VALIDASI KINERJA AMP DALAM MENDUKUNG JARINGAN JALAN WILAYAH JAWA, BALI, NTB, NTT & WORKSHOP 2 (PALEMBANG) VERIFIKASI & VALIDASI KINERJA AMP DALAM MENDUKUNG JARINGAN JALAN WILAYAH SUMATERA WORKSHOP 3 (MAKASSAR) VERIFIKASI & VALIDASI KINERJA AMP DALAM MENDUKUNG JARINGAN JALAN WILAYAH SULAWESI, KEP. MALUKU & PAPUA PERUMUSAN REKOMENDASI PENINGKATAN KINERJA AMP DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN & PENINGKATAN JALAN DI INDONESIA PELAKSANAAN FGD II PENYEMPURNAAN HASIL KAJIAN & RUMUSAN REKOMENDASI HASIL KAJIAN KOMPILASI DATA KINERJA KAPASITAS AMP & REKOMENDASI PENINGKATAN KINERJA AMP DALAM MENDUKUNG JALAN DI INDONESIA SELESAI Gambar 4. Metodologi Studi 7

8 V. HASIL KAJIAN 5.1. Identifikasi Awal Sebaran Pembangunan Jalan di Indonesia No. KEGIATAN DITJEN BINA MARGA 45,201 ALOKASI TA (Rp. Milyar) Jumlah % 1. Preservasi (2016: Km) 23, a. Pemeliharaan Jalan (Rutin, Berkala, Rekon) 12,854 b. Pemeliharaan Jembatan 2,148 c. Pelebaran Jalan 8, Pembangunan 14, a. Pembangunan Jalan Baru 6,956 b. Pembangunan Jembatan Baru 3,881 c. Pembangunan Jalan Bebas Hambatan 2,915 d. Pembangunan FO/UP/Terowongan 895 Sumber : Ditjen Bina Marga (2015) Gambar 5. Kondisi Jaringan Jalan Di Indonesia Sumber : Ditjen Bina Marga (2015) Berdasarkan dari Gambar 5, dari keseluruhan panjang jalan di Indonesia (± ,53 km), 95,61% diantaranya menggunakan jenis perkerasan lentur dengan menggunakan aspal sebagai materialnya. Hal ini berakibat pada besarnya kebutuhan aspal nasional yaitu mencapai 1,5 juta ton per tahun 5.2. Supply Demand Aspal Minyak di Indonesia Perusahaan aspal minyak di Indonesia saat ini adalah PT. Pertamina, sedangkan perusahaan pengelola aspal buton saat ini berjumlah 6 buah perusahaan yang semuanya berlokasi di daerah kepulauan Buton, Sulawesi Tenggara. Kapasitas Supply berdasarkan data yang diperoleh, kapasitas supply aspal dan konsumsi aspal di Indonesia adalah sebagai berikut: 8

9 Tabel 1. Kapasitas Supply dan demand Aspal di Indonesia NO JENIS MPK UNITS SUPPLY NASIONAL* INFRASTRUCTURE DEMAND NON-INFRASTRUCTURE Jumlah Kebutuhan TAHUN 2015 UTILITAS (%) a b c d e=(d/a) 1 SEMEN JUTA TON % 2 BAJA JUTA TON % 3 ASPAL RIBU TON % 4 ALAT BERAT RIBU UNIT % Sources: dari berbagai sumber (diolah) Note: Asumsi Persentase Demand: *) Data Supply Nasional (diluar import) Semen 25% Infrastruktur 75% non-infrastruktur Data Total Demand berasal dari data penjualan Baja 40% Infrastruktur 38% non-infrastruktur Supply Aspal Minyak (sudah termasuk Aspal Buton) Aspal 95% Infrastruktur 5% non-infrastruktur Supply Alat Berat adalah Unit Baru HINABI Alat Berat 35% Infrastruktur 65% non-infrastruktur Selisih Demand-Supply = Import 5.3. Supply Demad Asbuton di Indonesia 105 K 51 K 54 K 55 K 43 K 21 K 25 K 25 K 13 K 4 K = Realisasi = Rencana/target Gambar 6. Peta Potensi Pemanfaatan Asbuton 5.4. Sebaran Lokasi Asphalt Mixing Plant di Indonesia Gambar 7. Sebaran Lokasi Asphlat Mixing Plant di Indonesia (Sumber: AABI, 2016) 9

10 5.5. Ketersediaan Asphalt Mixing Plant di Indonesia Jumlah unit asphalt Mising Plant yang ada di Indonesia berdasarkan data tahun 2015, dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Ketersediaan Aspal Mixing Plant di Indonesia No. Provinsi Total Ketersediaan AMP (Unit) Total Produksi AMP Terdata (Unit) Total Produksi AMP Tidak Terdata (Unit) Keterangan 1 Aceh BBPJN I 2 Sumatera Utara Jambi BBPJN II 4 Kepulauan Riau Riau Sumatera Barat Bengkulu BBPJN III 8 Kep. Bangka Belitung (APBN) 9 Lampung Sumatera Selatan DKI. Jakarta BBPJN IV 12 Banten Jawa Barat D.I. Yogyakarta BBPJN V 15 Jawa Tengah (APBN) 16 Jawa Timur Sulawesi Barat BBPJN VI 18 Sulawesi Selatan (APBN) 19 Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Kalimantan Barat BBPJN VII 22 Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Bali BPJN VIII 26 Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku BPJN IX 29 Maluku Utara Papua BBPJN X 31 Papua Barat (APBN) 32 Sulawesi Utara BPJN XI 33 Gorontalo TOTAL ( 72% ) ( 28 % ) 10

11 Berdasarkan data Tabel 2. diatas diketahui bahwa terdapat total 970 unit AMP yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 72% merupakan AMP yang terdata. Sedangkan sisanya tidak terdata. Jumlah terbanyak unit AMP berada di provinsi Sumatera Utara diikuti provinsi Kalimatan Timur. Jumlah terkecil berada di DKI Jakarta dan Banten. Adapun unit AMP yang terdaftar secara keseluruhan terdapat pada Provinsi Kalimantan Tengah, Barat, Timur, Selatan dan Lampung serta Aceh Kapasitas Asphalt Mixing Plant di Indonesia Tabel 3. Kapasitas AMP di Indonesia Provinsi Kapasitas (Ton/Jam) Prosentase B a l i % DI Yogyakarta % DKI Jakarta % Jawa Barat % Jawa Tengah % Jawa Timur % Kalimantan Barat % Kepulauan Riau % Lampung % Riau % Sulawesi Selatan % Sulawesi Tengah % Sulawesi Utara % Sumatera Barat % Sumatera Selatan % Sumatera Utara % Total % 5.7. Estimasi Kebutuhan Asphalt Mixing Plant Di Indonesia Estimasi kebutuhan AMP berdasarkan kebutuhan aspal dan kapasitas AMP yang ada di Indonesia, adalah sebagai berikut : Kapasitas AMP yang direkomendasikan adalah 800 kg/batch. Kadar Aspal 6% Kapasitas produksi 1 jam = 60 menit x 0,8 ton = 48 ton/ jam Kapasitas produksi 1 hari = 5 jam x 48 ton = 240 ton / hari Kapasitas produksi 1 minggu = 5 hr x 240 ton = ton/minggu Kapasitas produksi 1 Bulan = 4 minggu x ton = ton/bulan Kapasitas produksi 1 tahun = 7 bulan x ton = ton/tahun Demand Aspal : ton 11

12 Kapasitas produksi 1 tahun = 7 bulan x ton = ton/tahun Kebutuhan Aspal untuk memenuhi produksi 1 AMP/th = x 6% = ton/amp/th Untuk mengakomodir demand aspal sebesar ton, dibutuhkan AMP secara keseluruhan sebesar : 753,96 = 754 AMP/th dengan kapasitas minimum pugmill sebesar 800 kg/batch. Total ketersediaan AMP 970 unit, terdata 720 unit. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah yang ada dapat memenuhi kebutuhan Merek Asphalt Mixing Plant di Indonesia No Merek Jumlah Prosentase Tahun Pembuatan 1 AMMANN 5 2.0% AZP % Barber Green 5 2.0% 1992, 1995, 1996, 1998, Bukaka % 1996, 1997, 2002, 2003, 2006, 2008, 2009, 2010, 2011, 2012, Cederapid 1 0.4% CQ % CTA 1 0.4% Fujian TTM 1 0.4% Golden Star Handa 9 3.5% 1994, 2008, 2010, 2011, Great Star 1 0.4% Henan Roady 2 0.8% 2011, Kore-Indo 1 0.4% LB % 2011, 2012, Linnhoff % 1985, 2006, 2007, 2008, 2010, 2011, 2012, LYZ 1 0.4% Malaysia 1 0.4% MBW % 1992, 2003, 2004, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, 2012, Mountain 1 0.4% Niigata % 1990, 1991, 1996, 1997, 2005, Nikko % 1980, 1982, 1985, 1991, 1994, 1996, 2000, 2006, Osaka 1 0.4% RB 3 1.2% 2011, 2012, Roady 2 0.8% Sakai 1 0.4% Selo Sakti % Shin Shaeng % 1981, 1988, 1990, 1991, 1992, 1994, 1995, 1996, 2001, 2002, 2003, 2005, 2006, Speco 9 3.5% 1990, 2003, 2004, 2007, 2008, 2012, Sumitomo 1 0.4% Tai Tsung 1 0.4% 1991, Taian Yueshou TSAP % 2010, 2011, Tanaka % 1978, 1980, 1985, 1989, 1992, 1994, 1995, 1999, Tokyokoky 1 0.4% Yueshou 1 0.4%

13 Jumlah Unit Jumlah Unit Jumlah Unit PT. GUTEG HARINDO Berdasarkan data pada Tabel 3 diketahui bahwa jenis AMP yang paling banyak digunakan adalah AMP dengan Merek AZP (18,8%) Kondisi Peralatan Asphalt Mixing Plant di Indonesia 60 Kondisi Operasi AMP B2PJN V LAIK TIDAK LAIK JATENG JATIM DIY Provinsi Kondisi Operasi AMP B2PJN VI LAIK TIDAK LAIK 0 SUL-TENG SUL-TENGG SUL-SEL SUL-BAR Provinsi Kondisi Operasi AMP B2PJN III LAIK TIDAK LAIK 0 SUM-SEL BELITUNG LAMPUNG BENGKULU Provinsi Gambar 8. Rekapitulasi Kondisi AMP Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional III, V dan VI Berdasarkan Data kondisi AMP di B2PJN3, B2PJN5 dan B2PJN 6, diperoleh data bahwa masih banyak unit AMP yang tidak laik operasi dengan besaran rata-rata 65,9%. Hal ini sangat memprihatinkan, karena AMP merupakan faktor alat dalam mendukung kinerja jaringan jalan yang handal. Hal ini menunjukkan bahwa peralatan AMP membutuhkan pembinaan teknis untuk mendapatkan jumlah kondisi laik lebih besar lagi. 13

14 5.10. Permasalahan Ditemukan bahwa permasalahan yang ada terkait dengan komponen peralatan AMP, diantaranya adalah pemanasan ketel aspal dilakukan dengan cara pemanasan langsung, tidak Ada Mixing Timer, Menggunakan Bahan Bakar Alternatif (BBA), Peralatan AMP sudah tua/compang camping Tahapan Pemeriksaan Asphalt Mixing Plant Layak Operasi Pemeriksaan teknis peralatan dan pengujian untuk pelaksanaan kelaikan operasi dan kelaikan produksi Asphalt Mixing Plant (AMP) dilakukan secara bertahap melalui 3 (tiga) tahapan pemeriksaan dan pengujian sebagai berikut : Gambar 9. Tahapan Pemeriksaan Kondisi AMP Laik Proses 1. Pemeriksaan Tahap 1 a. Pada pemeriksaan tahap I ini, pemeriksaan dilaksanakan terhadap kondisi teknis semua bagian atau komponen peralatan AMP, dimana peralatannya dalam keadaan tidak dihidupkan. b. Sebelum dilaksanakan pemeriksaan, terlebih dahulu dicatat/ diinventarisir keberadaan AMP meliputi : Lokasi, Pemilik, Merk / tipe, Tahun pembuatan Kapasitas, Jenis, Pejabat berwenang, Tanggal pemeriksaan c. Setelah dicatat data tersebut di atas, lalu dilaksanakan pemeriksaan tahap I, pemeriksaan ini dilaksanakan terhadap kondisi teknis semua bagian atau komponen peralatan AMP dalam keadaan tidak dihidupkan. Kondisi teknis dimaksud adalah kondisi bagian atau komponen AMP saat dilaksanakan pemeriksaan antara lain misalnya dinding cold bins ada yang keropos, sobek atau berlubang, pintu cold bins berlubang, dial timbangan kacanya pecah, belt conveyor putus atau bucket pada hot elevator ada yang tidak terpasang atau sama sekali tidak ada serta kerusakan-kerusakan lain sejenisnya. d. Bilamana pada pemeriksaan tahap I masih terdapat kerusakan pada bagian atau komponennya, maka pemeriksaan tahap II belum bisa dilaksanakan sebelum kerusakan atau kekurangan pada pemeriksaan tahap I di atas (diperbaiki). 14

15 2. Pemeriksaan Tahap 2 a. Pemeriksaan tahap II dilaksanakan dalam keadaan peralatan dihidupkan, dimana semua bagian atau komponen yang bisa digerakkan apabila mesin penggerak dihidupkan dapat diperiksa atau diuji pergerakannya misalnya bucket pada hot elevator, penutup pintu pada hot bin. b. Bagian atau komponen yang bergerak atau hidup tersebut diperiksa apakah pergerakannya baik dan lancar atau tidak lancar, misalnya putaran rantai pada hot elevator. Ada kemungkinan juga sama sekali tidak bisa dihidupkan atau tidak bisa digerakan. c. Bilamana pada pemeriksaan tahap II ada bagian atau komponen yang tidak bisa dihidupkan atau digerakkan atau hidupnya / gerakannya tidak lancar karena ada sesuatu yang tidak baik atau rusak, maka bagian atau komponen yang bersangkutan harus segera diperbaiki sampai bagian atau komponen tersebut bisa dihidupkan / digerakkan dan difungsikan sebagaimana mestinya. Contohnya belt conveyor pada cold bin tidak bisa berjalan karena rollnya tidak bisa diputar, dan kerusakan lain sejenisnya. 3. Pemeriksaan Tahap 3 a. Pemeriksaan tahap III dilaksanakan setelah pada pemeriksaan tahap II peralatan pencampur aspal panas atau AMP tersebut dinyatakan kondisinya baik dan dapat dilanjutkan untuk pemeriksaan tahap III, yaitu kalibrasi dan pemeriksaan kelaikan operasi untuk dapat menghasilkan produk sesuai fungsi peralatan pencampur aspal panas tersebut, yaitu campuran aspal panas (hot mix) yang memenuhi mutu / spesifikasi yang disyaratkan. b. Pada pemeriksaan tahap III ini peralatan pencampur aspal panas atau AMP dihidupkan / dioperasikan sesuai dengan fungsinya yaitu memproduksi campuran aspal panas (trial mix). c. Peralatan pencampur aspal panas tersebut diberi beban muatan material (agregat) yang dipanaskan / dikeringkan (di dalam dryer) dalam jumlah yang cukup (sesuai kapasitas per jamnya untuk pelaksanaan pengujian kalibrasi), selanjutnya ditambah dengan material lain yaitu filler (apabila diperlukan) kemudian dicampur dengan aspal panas di dalam komponen pencampur (pugmill). d. Pemeriksaan dan pengujian dilaksanakan pada peralatan pencampur aspal panas atau AMP, meliputi antara lain pengaturan bin dingin untuk mengalirkan agregat dingin untuk dikeringkan, kemampuan dryer untuk memanaskan agregat sampai mencapai temperatur yang diijinkan, mengukur temperatur hasil campuran, mengukur jarak pedal tip dengan dinding bagian dalam dari pugmill, jarak ujung / sisi luar pedal tip dengan pedal tip, waktu pencampuran (mixing), temperatur aspal panas, keausan screen (saringan), temperatur campuran aspal beton. 15

16 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Berdasarkan total 970 unit AMP yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 72% merupakan AMP yang terdata. Sedangkan sisanya tidak terdata. Jumlah terbanyak unit AMP berada di provinsi Sumatera Utara diikuti provinsi Kalimatan Timur. Jumlah terkecil berada di DKI Jakarta dan Banten. Adapun unit AMP yang terdaftar secara keseluruhan terdapat pada Provinsi Kalimantan Tengah, Barat, Timur, Selatan dan Lampung serta Aceh. Hali ini perlu adanya tidak lanjut pendataan secara periodic dan berkesinambungan supaya mendapatkan data yang valid. 2. Berdasarkan Data Kondisi Operasi AMP laik operasi unit AMP pada B2PJN III,IV dan V lebih besar dari kondisi yang tidak laik, kecuali padaa Sumsel dan Sulteng dimana kondisi laik lebih kecil dari kondisi tidak laik. Hal ini perlu adanya perhatian khusus utk dilakukan tindakan lebih lanjut. Tetapi secara menyeluruh bahwa kondisi tidak laik unit AMP pada ketiga Balai tersebut mempunyai rata-rata tinggi yaitu 65,9%. Hal ini memerlukan perhatian khusus terutama didalam proses pengajuan sertifikasi termasuk memerlukan adanya pedoman untuk dapat diterapkan. 3. Untuk mendapatkan kinerja AMP yang laik operasi maka perlu melakukan 3 tahapan pemeriksaan. Tahap 1 (mesin dimatikan), tahap 2 (mesin dihidupkan) dan tahap 3 (trial mix) Rekomendasi Untuk mendukung pencapaian kinerja jaringan jalan di Indonesia, maka unit AMP harus: andal memenuhi spesifikasi yg disyaratkan, Laik operasi dengan sertifikasi dan terkalibrasi, Jenis/Tipe AMP yang direkomendasi adalah Jenis Takaran (Batch Type), Kapasitas minimum pengaduk (pug mill) 800 Kg, Timbangan dengan komputerisasi, Bahan bakar yg digunakan adalah minyak atau gas, bukan batu bara, Penempatan dilokasi ideal dan tidak menimbulkan potensi konflik dan Dukungan operator dan mekanik AMP yg bersitifikat, sehingga perlu dilakukan : 1. Bimbingan Teknis Pemeriksaan AMP bagi para pengawas dan operator amp yang telah dilaksanakan di masing masing propinsi di lingkungan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional, dengan target peserta adalah para pengguna jasa dan penyedia jasa yang terikat kontrak pekerjaan. 2. Bimbingan Teknis Laboratorium para pengawas dan teknisi laboratorium yang telah dilaksanakan di masing masing propinsi di lingkungan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional dengan target gpeserta adalah para pengguna jasa dan penyedia jasa yang terikat kontrak pekerjaan. 16

17 3. Bimbingan Teknik pendampingan Penyusunan RMP dan RMK yang telah dilaksanakan di masing masing propinsi di lingkungan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional dengan target peserta adalah para pengguna jasa dan penyedia jasa yang terikat kontrak pekerjaan. 4. Bimbingan Teknik pendampingan Penyusunan RK3K yang telah dilaksanakan di masing masing propinsi di lingkungan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional, dengan target peserta adalah para pengguna jasa dan penyedia jasa yang tgerikat kontrak pekerjaan. 5. Perlu adanya kerjasama antara Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional dengan Direktorat Jenderal Bina Konstruksi mengadakan Bimbingan Teknis Sertifikasi Petugas K3. 6. Penyusunan SOP, Pelaksanaan Audit Internal, Pelaksanaan Rapat tinjauan manajemen 17

18 DAFTAR PUSTAKA The Asphalt Institute, Manual Series No.22 (MS-22), Principle of Construction of Hot-Mix Asphalt Pavements. The Asphalt Institute, Manual Series No.4 (MS-4), The Asphalt Handbook. US Army Corp of Engineers, Hot-Mix Asphalt Paving Hand book 2000 Jackson G.P and D. Brien, Asphaltic Concrete, Published By Shell Petrolium Co. Ltd, London Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Petunjuk Pemeriksaan Peralatan Pencampur Aspal (Asphalt Mixing Plant), No. 032/T/BM/1996 Maret Departemen Pekerjaan Umum, Dirjen Bina Marga tentang Pengaturan Teknis Unit Produksi Campuran Beraspal panas menggunakan bahan bakar Batubara untuk pemanas agregat No. 04/SE/Db/2009, tanggal 30 Maret 2009 Menteri Pekerjaan Umum tentang Pedoman penggunaan batubara untuk pemanas agregat pada Unit Produksi Campuran Beraspal (AMP), No.10/SE/Db/2011, tanggall 31 Oktober 2011 Departemen Pekerjaan Umum, Dirjen Bina Marga nomor tentang Perhatian Khusus pada Persiapan Pekerjaan Campuran Beraspal Panas, No. Um0103-Db/362, tanggal 27 Juni 2014 Surat Ka.BBPJN III tentang Sertifikasi laik Operasi Asphalt Mixing Plant, No. Ph Bu/04/473, tanggal 19 Juni 2015 Manual Konstruksi dan Bangunan (Dirjen Bina Marga) tentang Pemeriksaan peralatan unit pencampur aspal panas (Asphalt Mixing Plants) Buku 01 No. 001/BM/2007 tanggal Desember 2007 Manual Konstruksi dan Bangunan nomor: 001-2/BM/2007 tanggal Desember 2007(Dirjen Bina Marga) tentang Pemeriksaan peralatan unit pencampur aspal panas (Asphalt Mixing Plants) Buku 02 Pemeriksaan Kelaikan Operasi Departemen Pekerjaan Umum, Dirjen Bina Marga, Manual Konstruksi dan Bangunan tentang Pemeriksaan peralatan unit pencampur aspal panas (Asphalt Mixing Plants) Buku 03 Pengoperasian dan Perawatan, No /BM/2007 tanggal Desember 2007 Departemen Pekerjaan Umum, Dirjen Bina Marga tentang pelaksanaan Sertifikasi kelaikan Operasi Peralatan Asphalt Mixing Plant (AMP), No. Um0103-Db/65.3, tanggal 27 Pebruari 2009 Direktur Bina Teknik tentang Standar format lampiran Laporan Hasil Pemeriksaan Asphalt Mixing Plant, No. Um Bt/51, tanggal 5 Maret 2011 Departemen Pekerjaan Umum, Dirjen Bina Marga, Petunjuk Teknis Konstruksi dan Bangunan tentang Tata cara sertifikasi Kelaikan Operasi Peralatan Di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Marga, No. 001/BM/

BAB III Produksi Asphalt Mixing Plant (AMP) Jenis Takaran

BAB III Produksi Asphalt Mixing Plant (AMP) Jenis Takaran BAB III Produksi Asphalt Mixing Plant (AMP) Jenis Takaran 3.1. Pengertian Asphalt Mixing Plant ( AMP ) Asphalt Mixing Plant (AMP) atau unit produksi campuran beraspal adalah seperangkat perlalatan mekanik

Lebih terperinci

BAB II ASPHALT MIXING PLANT. seperangkat peralatan mekanik dan elektronik dimana agregat dipanaskan, a) AMP jenis takaran (batch plant)

BAB II ASPHALT MIXING PLANT. seperangkat peralatan mekanik dan elektronik dimana agregat dipanaskan, a) AMP jenis takaran (batch plant) BAB II ASPHALT MIXING PLANT II.1. Umum Asphalt mixing plant/amp (unit produksi campuran beraspal) adalah seperangkat peralatan mekanik dan elektronik dimana agregat dipanaskan, dikeringkan dan dicampur

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

MANUAL Konstruksi dan Bangunan No. 001 / BM / 2007 Pemeriksaan peralatan unit pencampur aspal

MANUAL Konstruksi dan Bangunan No. 001 / BM / 2007 Pemeriksaan peralatan unit pencampur aspal Berikut ini adalah versi HTML dari file http://binamarga.pu.go.id/referensi/nspm/pedoman_teknik54.pdf. G o o g l e membuat versi HTML dari dokumen tersebut secara otomatis pada saat menelusuri web. MANUAL

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN

TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN BAB I DESKRIPSI 1.1. Maksud dan Tujuan 1.1.1. Maksud Tata cara ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam

Lebih terperinci

BAB III PROSES PRODUKSI ASPHALT MIXING PLANT

BAB III PROSES PRODUKSI ASPHALT MIXING PLANT BAB III PROSES PRODUKSI 3.1 Pengertian Asphalt Mixing Plant (AMP) Asphalt mixing plant/amp (unit produksi campuran beraspal) adalah seperangkat peralatan mekanik dan elektronik dimana agregat dipanaskan,dikeringkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Oleh : Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS, DAA Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian *) Disampaikan

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan dan pertumbuhan penduduk sangat pesat yang diiringi dengan peningkatan mobilitas penduduk. Salah satu prasarana transportasi adalah jalan yang

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bakar batubara untuk pemanas agregat adalah AMP yang umumnya menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. bakar batubara untuk pemanas agregat adalah AMP yang umumnya menggunakan BAB I PENDAHULUAN I.1. Umum Unit Produksi Campuran Beraspal yang dikenal dengan nama AMP (Aspal Mixing Plant), merupakan tempat mencampur agregat, aspal, dan tanpa atau dengan bahan tambahan pada temperatur

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 454, 2016 ANRI. Dana. Dekonsentrasi. TA 2016. Pelaksanaan. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asphalt concrete - wearing course merupakan lapisan yang terletak dibagian atas berdasarkan susunan perkerasan aspal dimana lapisan permukaan ini harus mampu menerima

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) BATU BARA DAN PERBANDINGAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) BBM

PERBANDINGAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) BATU BARA DAN PERBANDINGAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) BBM PERBANDINGAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) BATU BARA DAN PERBANDINGAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) BBM Harni Yusnita Fakultas Teknik Universitas Abdurrab, Pekanbaru, Indonesia harni_yusnita@yahoo.co.id Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PIKIRAN KEBIJAKAN DANA ALOKASI KHUSUS 2017

POKOK-POKOK PIKIRAN KEBIJAKAN DANA ALOKASI KHUSUS 2017 POKOK-POKOK PIKIRAN KEBIJAKAN DANA ALOKASI KHUSUS 2017 Kepala Subdirektorat Keuangan Daerah Bappenas Februari 2016 Slide - 1 KONSEP DASAR DAK Slide - 2 DAK Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

Lebih terperinci

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh No.1368, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Hasil Pemetaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG HASIL PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN DANA DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prasarana jalan merupakan salah satu infrastruktur yang vital yang menghubungkan

BAB I PENDAHULUAN. Prasarana jalan merupakan salah satu infrastruktur yang vital yang menghubungkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prasarana jalan merupakan salah satu infrastruktur yang vital yang menghubungkan satu daerah dengan daerah lain. Jalan raya merupakan potret sebuah negara. Negara makmur

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/09/17/I, 1 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,357 Daerah Perkotaan 0,385 dan Perdesaan 0,302 Pada

Lebih terperinci

propinsi. Daerah tersebut merupakan jalur dengan arus lalu lintas yang padat

propinsi. Daerah tersebut merupakan jalur dengan arus lalu lintas yang padat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum 1.1.1 Latar Belakang Proyek peningkatan dan pelebaran jaian di jalur Klaten-Kartasura berlokasi di Kabupaten Klaten, Boyolali dan Sukoharjo. Proyek mi bertujuan untuk menata

Lebih terperinci

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018 - 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 21 MOR SP DIPA-32.6-/21 DS264-891-4155-6432 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 1 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1

Lebih terperinci

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara. LAMPIRAN I ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Zona 6 Koefisien = 5 Koefisien = 4 Koefisien = 3 Koefisien = 2 Koefisien = 1 Koefisien = 0,5 DKI Jakarta Jawa Barat Kalimantan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 35/PRT/M/2006

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 35/PRT/M/2006 MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 35/PRT/M/2006 TENTANG PENINGKATAN PEMANFAATAN ASPAL BUTON UNTUK PEMELIHARAAN DAN PEMBANGUNAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012 No Kode PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012 Nama Satuan Kerja Pagu Dipa 1 4497035 DIREKTORAT BINA PROGRAM 68,891,505.00 2 4498620 PELAKSANAAN JALAN NASIONAL WILAYAH I PROVINSI JATENG 422,599,333.00

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan penduduk yang tinggi memberikan tantangan tersendiri bagi pelayanan fasilitas umum yang dapat mendukung mobilitas penduduk. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Industri semen merupakan salah satu penopang

Lebih terperinci

EVALUASI KEGIATAN FASILITASI PUPUK DAN PESTISIDA TAHUN 2013

EVALUASI KEGIATAN FASILITASI PUPUK DAN PESTISIDA TAHUN 2013 KEMENTERIAN PERTANIAN EVALUASI KEGIATAN FASILITASI PUPUK DAN PESTISIDA TAHUN 2013 DIREKTUR PUPUK DAN PESTISIDA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN Pada Konsolidasi Hasil Pembangunan PSP

Lebih terperinci

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan Subdit Pengelolaan Persampahan Direktorat Pengembangan PLP DIREKTORAT JENDRAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Aplikasi SIM PERSAMPAHAN...(1)

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 11/02/82/Th. XVI, 1 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 GINI RATIO DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,309 Pada September 2016, tingkat ketimpangan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1652, 2014 KEMENDIKBUD. Mutu Pendidikan. Aceh. Sumatera Utara. Riau. Jambi. Sumatera Selatan. Kepulauan Bangka Belitung. Bengkulu. Lampung. Banten. DKI Jakarta. Jawa

Lebih terperinci

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT No. 42 / IX / 14 Agustus 2006 PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005 Dari hasil Susenas 2005, sebanyak 7,7 juta dari 58,8 juta rumahtangga

Lebih terperinci

SISTEM PEMANASAN AMP DENGAN BAHAN BAKAR BATUBARA TIDAK MEMPENGARUHI KINERJA CAMPURAN ASPAL. Sutoyo. PPK metropolitan Surabaya I

SISTEM PEMANASAN AMP DENGAN BAHAN BAKAR BATUBARA TIDAK MEMPENGARUHI KINERJA CAMPURAN ASPAL. Sutoyo. PPK metropolitan Surabaya I SISTEM PEMANASAN AMP DENGAN BAHAN BAKAR BATUBARA TIDAK MEMPENGARUHI KINERJA CAMPURAN ASPAL Sutoyo PPK metropolitan Surabaya I Staf DPU Bina Marga Prop. Jatim LATAR BELAKANG Terjadi kerusakan munculnya

Lebih terperinci

Rencana Aksi Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Buku Peta Jalan Pengembangan Kompetensi Inti Industri Daerah

Rencana Aksi Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Buku Peta Jalan Pengembangan Kompetensi Inti Industri Daerah PEDOMAN PELAKSANAAN DISKUSI KELOMPOK PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA DI KAWASAN BARAT INDONESIA Surabaya, 13 Maret 2008 pkl. 09.00 21.00 WIB 1. Latar

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROGRAM LISTRIK PERDESAAN DI INDONESIA: KEBIJAKAN, RENCANA DAN PENDANAAN Jakarta, 20 Juni 2013 DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KONDISI SAAT INI Kondisi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE-07/PJ/2016 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE-07/PJ/2016 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE-07/PJ/2016 TENTANG PENETAPAN TARGET DAN STRATEGI PENCAPAIAN RASIO KEPATUHAN WAJIB

Lebih terperinci

SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL)

SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL) SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL) SKh-2. 6.6.1 UMUM 1) Uraian a) Yang dimaksud dengan Lapis Penetrasi Macadam Asbuton Lawele adalah lapis perkerasan

Lebih terperinci

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2 PANDUAN Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2 Bagian Pengelolaan Barang Milik Negara Sekretariat Direktorat Jenderal Cipta Karya DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN

Lebih terperinci

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 / HUK / 2012 TENTANG

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 / HUK / 2012 TENTANG KEPUTUSAN NOMOR 23 / HUK / 2012 TENTANG PENETAPAN NAMA NAMA PENERIMA DANA PROGRAM ASISTENSI SOSIAL LANJUT USIA TAHUN 2012 Menimbang :, a. bahwa jumlah lanjut usia yang membutuhkan perhatian dan penanganan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 13/02/12/Th. XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,312 Pada ember

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 30 Mei 2017 CAPAIAN INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN PERKEBUNAN NO.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diperkirakan km. Pembangunan tersebut dilakukan dengan kerja paksa

I. PENDAHULUAN. diperkirakan km. Pembangunan tersebut dilakukan dengan kerja paksa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah perkembangan jalan di Indonesia yang tercatat dalam sejarah bangsa adalah pembangunan jalan Daendles pada zaman Belanda, yang dibangun dari Anyer di Banten sampai

Lebih terperinci

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011 TABEL 1 GAMBARAN UMUM No. Provinsi Lembaga Pengelola Pengunjung Judul Buku 1 DKI Jakarta 75 83 7.119 17.178 2 Jawa Barat 1.157 1.281 72.477 160.544 3 Banten 96 88 7.039 14.925 4 Jawa Tengah 927 438 28.529

Lebih terperinci

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir)

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir) Standar Nasional Indonesia Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir) ICS 93.080.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... I Prakata... II Pendahuluan... III 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 ( ) ISSN: PENGARUH JUMLAH KANDUNGAN FRAKSI BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON-LAPIS AUS BERGRADASI HALUS Windy J. Korua Oscar H. Kaseke, Lintong Elisabeth

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur transportasi darat yang berperan sangat penting dalam perkembangan suatu wilayah. Jalan berfungsi untuk mendukung kegiatan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-33.-/216 DS334-938-12-823 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 1 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015 PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015 Bahan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pertanian Nasional 3 4 Juni 2015 KEMENTERIAN PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur penting

BAB I PENDAHULUAN. Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur penting pada pengembangan kehidupan dalam memajukan kesejahteraan masyarakat. Jalan dikembangkan melalui

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 86 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI LALU LINTAS

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 86 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI LALU LINTAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 86 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI LALU LINTAS ANGKUTAN JALAN, SUNGAI, DANAU DAN PENYEBERANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

RILIS HASIL AWAL PSPK2011 RILIS HASIL AWAL PSPK2011 Kementerian Pertanian Badan Pusat Statistik Berdasarkan hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia mulai 1-30

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan. No.526, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang

Lebih terperinci

SURVEI HARGA PROPERTI RESIDENSIAL

SURVEI HARGA PROPERTI RESIDENSIAL SURVEI HARGA PROPERTI RESIDENSIAL Triwulan IV - 2016 Harga Properti Residensial pada Triwulan IV-2016 Meningkat Indeks Harga Properti Residensial pada triwulan IV-2016 tumbuh sebesar 0,37% (qtq), sedikit

Lebih terperinci

CATATAN PENUTUP EVALUASI AKHIR TAHUN KEGIATAN TA 2017 DAN PERSIAPAN KEGIATAN TA. 2018

CATATAN PENUTUP EVALUASI AKHIR TAHUN KEGIATAN TA 2017 DAN PERSIAPAN KEGIATAN TA. 2018 CATATAN PENUTUP EVALUASI AKHIR TAHUN KEGIATAN TA 2017 DAN PERSIAPAN KEGIATAN TA. 2018 KEGIATAN TA. 2017 1. Prognosis Direktorat PKP hingga saat ini sebesar 92,29% dan masih butuh penyesuaian pada sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Panjang jaringan jalan beraspal di Indonesia setiap tahun terus bertambah. Peningkatan pembangunan infrastruktur jalan menyebabkan kebutuhan material penyusun perkerasan

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENCAMPUR ASPAL KEGIATAN AKHIR PRODUKSI

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENCAMPUR ASPAL KEGIATAN AKHIR PRODUKSI MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENCAMPUR ASPAL KEGIATAN AKHIR PRODUKSI NO. KODE : FKK.MP.02.006.01-I BUKU INFORMASI DAFTAR ISI DAFTAR

Lebih terperinci

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB)

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) BAB V LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) 5.1. UMUM a. Lapis Pondasi Agregat Semen (Cement Treated Base / CTB) adalah Lapis Pondasi Agregat Kelas A atau Kelas B atau Kelas C yang diberi

Lebih terperinci

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan. S ensus Penduduk, merupakan bagian terpadu dari upaya kita bersama untuk mewujudkan visi besar pembangunan 2010-2014 yakni, Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak negara di dunia dan menjadi masalah sosial yang bersifat global. Hampir semua negara berkembang memiliki

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN AKREDITASI NASIONAL ( BAN PAUD DAN PNF ) NOMOR: 024/BAN PAUD DAN PNF/AK/2017

KEPUTUSAN BADAN AKREDITASI NASIONAL ( BAN PAUD DAN PNF ) NOMOR: 024/BAN PAUD DAN PNF/AK/2017 KEPUTUSAN BADAN AKREDITASI NASIONAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN NONFORMAL ( BAN PAUD DAN PNF ) NOMOR: 024/BAN PAUD DAN PNF/AK/2017 TENTANG ALOKASI KUOTA AKREDITASI BAP PAUD DAN PNF TAHUN 2018

Lebih terperinci

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - TAHUN ANGGARAN 2013 - TRIWULAN III

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - TAHUN ANGGARAN 2013 - TRIWULAN III LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - 1 LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE TAHUN 2013 TRIWULAN III KATA PENGANTAR Kualitas belanja yang baik merupakan kondisi ideal yang ingin

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG SALINAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA DEKONSENTRASI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN ANGGARAN 2017 MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

SOLUSI MASALAH IBU KOTA JAKARTA. Sebuah Pemikiran Alternativ dari Perspektif Demografi Sosial

SOLUSI MASALAH IBU KOTA JAKARTA. Sebuah Pemikiran Alternativ dari Perspektif Demografi Sosial SEMINAR 20 Agustus 2015 S. 401 SOLUSI MASALAH IBU KOTA JAKARTA Sebuah Pemikiran Alternativ dari Perspektif Demografi Sosial Tadjuddin Noer Effendi Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah

Lebih terperinci

PENGGUNAAN RECLAIMED ASPHALT PAVEMENT

PENGGUNAAN RECLAIMED ASPHALT PAVEMENT PENGGUNAAN RECLAIMED ASPHALT PAVEMENT (RAP) SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF CAMPURAN LAPIS PONDASI ATAS / CEMENT TREATED BASE (CTB) DENGAN PERBANDINGAN PERSENTASE SEMEN Nama: Gery Perdana Putra Pesambe NIM: 03112060

Lebih terperinci

Perencanaan Pelaksanaan Akreditasi PAUD dan PNF Tahun 2018

Perencanaan Pelaksanaan Akreditasi PAUD dan PNF Tahun 2018 Perencanaan Pelaksanaan Akreditasi PAUD dan PNF Tahun 2018 Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia 1 Kebijakan Umum Kemendikbud Kebijakan Pembangunan

Lebih terperinci

CAMPURAN BERASPAL PANAS

CAMPURAN BERASPAL PANAS MODUL B.1.1 CAMPURAN BERASPAL PANAS Diselenggarakan dalam rangka : SOSIALISASI NSPM, PEMBERIAN ADVISTEKNIKDANUJIKEANDALAN MUTU TAHUN 2003 DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE TAHUN 2013 SEMESTER I

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE TAHUN 2013 SEMESTER I 1 KATA PENGANTAR Kualitas belanja yang baik merupakan kondisi ideal yang ingin diwujudkan dalam pengelolaan APBD. Untuk mendorong tercapainya tujuan tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh penyerapan

Lebih terperinci

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) KONSEP 1 Masyarakat Anak Pendidikan Masyarakat Pendidikan Anak Pendekatan Sektor Multisektoral Multisektoral Peserta Didik Pendidikan Peserta Didik Sektoral Diagram Venn:

Lebih terperinci

PT Karya Murni Perkasa didirikan pada tanggal 4 Februari 1978 dengan. nama CV. Karya Murni Perkasa yang berlokasi di jalan Sei Musi NO.

PT Karya Murni Perkasa didirikan pada tanggal 4 Februari 1978 dengan. nama CV. Karya Murni Perkasa yang berlokasi di jalan Sei Musi NO. 2.1 Sejarah Perusahaan PT Karya Murni Perkasa didirikan pada tanggal 4 Februari 1978 dengan nama CV. Karya Murni Perkasa yang berlokasi di jalan Sei Musi NO. 21 A dengan pendirian dihadapan Notaris Walter

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT KERJA DI LINGKUNGAN LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN ACEH, SUMATERA UTARA, RIAU,

Lebih terperinci

2

2 2 3 c. Pejabat Eselon III kebawah (dalam rupiah) NO. PROVINSI SATUAN HALFDAY FULLDAY FULLBOARD (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. ACEH

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA

KEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA KEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA DIREKTORAT FASILITASI DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd T-03-2005-B Pemeriksaan peralatan unit produksi campuran beraspal (asphalt mixing plant) DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Daftar isi Daftar isi... Daftar gambar... Prakata...

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Kondisi Geografis Negara Indonesia Penulis menyajikan gambaran umum yang meliputi kondisi Geografis, kondisi ekonomi di 33 provinsi Indonesia. Sumber : Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN REALISASI KEGIATAN DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI

DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN REALISASI KEGIATAN DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN REALISASI KEGIATAN DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI Oleh : Direktur Pengelolaan Air Irigasi Lombok, 27 29 November 2013 1 REALISASI KEGIATAN PUSAT DIREKTORAT

Lebih terperinci

I. EVALUASI UPSUS 2015

I. EVALUASI UPSUS 2015 OUTLINE I. EVALUASI UPSUS 2015 A. Realisasi Tanam Okmar 2014/15 B. Realisasi Tanam Bulan April dan Mei 2015 C. Evaluasi Serapan Anggaran Bansos D. Evaluasi Serapan Anggaran Kontraktual II. RANCANGAN KEGIATAN

Lebih terperinci

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154 ALOKASI ANGGARAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN YANG DILIMPAHKAN KEPADA GUBERNUR (Alokasi Anggaran Dekonsentrasi Per Menurut Program dan Kegiatan) (ribuan rupiah) 1 010022 : DKI Jakarta 484,909,154

Lebih terperinci

2017, No telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahu

2017, No telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahu No.740, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDIKBUD. Penyelenggaraan Dekonsentrasi. TA 2017. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

Pd. T B. Prakata

Pd. T B. Prakata Prakata Pedoman pemeriksaan peralatan unit produksi campuran beraspal (asphalt mixing plant), dipersiapkan oleh Panitia Teknik Standardisasi Bidang Konstruksi dan Bangunan, melalui Gugus kerja Bidang Perkerasan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ENNY SUSLANY

TUGAS AKHIR ENNY SUSLANY ANALISIS PENGGUNAAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF PEMANAS AGREGAT PADA UNIT PRODUKSI CAMPURAN BERASPAL (AMP) (Literature Review) TUGAS AKHIR ENNY SUSLANY 050404090 BIDANG STUDI TRANSPORTASI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Pemeriksaan peralatan unit produksi campuran beraspal (asphalt mixing plant)

Pemeriksaan peralatan unit produksi campuran beraspal (asphalt mixing plant) Pemeriksaan peralatan unit produksi campuran beraspal (asphalt mixing plant) Pd. T-03-2005-B 1 Ruang lingkup Pedoman pemeriksaan peralatan unit produksi campuran beraspal ini menguraikan tentang tata cara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENYEDIA DAN PENGELOLA PEMBIAYAAN TELEKOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN

Lebih terperinci

PERAN PUSJATAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR NASIONAL

PERAN PUSJATAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR NASIONAL PERAN PUSJATAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR NASIONAL OUTLINE 1. Tupoksi Pusjatan 2. Produk dan Teknologi Pusjatan 3. Penerapan Teknologi Baru 1. TUPOKSI PUSJATAN TUPOKSI PUSJATAN PERMEN PUPR NO.15/PRT/M/2015

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

DAFTAR KANWIL DJP DAN KPP BERDASARKAN KELOMPOK TARGET RASIO KEPATUHAN PENYAMPAIAN SPT TAHUN 2017

DAFTAR KANWIL DJP DAN KPP BERDASARKAN KELOMPOK TARGET RASIO KEPATUHAN PENYAMPAIAN SPT TAHUN 2017 LAMPIRAN I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-06/PJ/2017 Tanggal : 16 Maret 2017 NO DAFTAR KANWIL DJP DAN KPP BERDASARKAN KELOMPOK TARGET RASIO KEPATUHAN PENYAMPAIAN SPT TAHUN 2017 URAIAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN L-3 PAGU AUDITABLE UNIT

LAMPIRAN L-3 PAGU AUDITABLE UNIT Pagu 1 Biro Hukum dan Humas - Setjen - Jakarta 13 II 2 Biro Kepegawaian dan Organisasi - Setjen - Jakarta 22 II 3 Biro Keuangan - Setjen - Jakarta 222 IV 4 Biro Perencanaan dan Kerjasama - Setjen - Jakarta

Lebih terperinci

BERBAGAI ALTERNATIF PENGGUNAAN ASBUTON PADA PERKERASAN JALAN BERASPAL

BERBAGAI ALTERNATIF PENGGUNAAN ASBUTON PADA PERKERASAN JALAN BERASPAL BERBAGAI ALTERNATIF PENGGUNAAN ASBUTON PADA PERKERASAN JALAN BERASPAL Oleh: Drs. Madi Hermadi, SSi. MM. Peneliti Bidang Teknik Jalan di Puslitbang Jalan dan Jembatan PENDAHULUAN Tulisan ini merupakan tulisan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PROGRAM DAN KEGIATAN DITJEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2017

KEBIJAKAN PROGRAM DAN KEGIATAN DITJEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2017 KEBIJAKAN PROGRAM DAN KEGIATAN DITJEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2017 HASIL SEMBIRING DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN JAKARTA, 31 MEI 2016 PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, - 1 - SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PROSEDUR SERTIFIKASI MELALUI PENGUJIAN PENGUKURAN. Tidak Lengkap Pemeriksaan & Persyaratan Dokumen

PROSEDUR SERTIFIKASI MELALUI PENGUJIAN PENGUKURAN. Tidak Lengkap Pemeriksaan & Persyaratan Dokumen LAMPIRAN I PROSEDUR SERTIFIKASI MELALUI PENGUJIAN PENGUKURAN Pemohon ----------------------------------------------------------------------------------------- Permohonan & Persyaratan Tidak Lengkap Pemeriksaan

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Semester II Tahun 2013 GROUP PENJAMINAN DIREKTORAT PENJAMINAN DAN MANAJEMEN RISIKO 0 DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik 1 3 Pertumbuhan Simpanan pada

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

Laporan Keuangan UAPPA-E1 Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Tahun 2014 (Unaudited) No Uraian Estimasi Pendapatan

Laporan Keuangan UAPPA-E1 Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Tahun 2014 (Unaudited) No Uraian Estimasi Pendapatan Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Rp2.334.880.785 B. PENJELASAN ATAS POS-POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN B.1 Pendapatan Negara dan Hibah Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah pada Tahun Anggaran 2014

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN No.39/07/15/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,335 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci