BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. antara satu dengan yang lainnya. Manusia bertinteraksi sosial untuk dapat saling

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. antara satu dengan yang lainnya. Manusia bertinteraksi sosial untuk dapat saling"

Transkripsi

1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Interaksi sosial merupakan tahapan dimana manusia memulai hubungan antara satu dengan yang lainnya. Manusia bertinteraksi sosial untuk dapat saling mengenal, memahami dan bekerjasama satu sama lain. Interaksi sosial juga mengantarkan manusia pada kondisi bahagia, senang, bermakna, atau marah, sedih, tersakiti bahkan hingga konflik. Di Indonesia saat ini mudah ditemukan berbagai konflik sosial yang terjadi di masyarakat. Mulai dari konflik perorangan hingga konflik kelompok yang melibatkan masyarakat umum. Konflik yang tidak sehat tentunya menimbulkan kerugian fisik, psikis, sosial dan finansial. Akibatnya, konflik menjadikan individu tidak mampu mencapai kesejahteraan hidup dengan baik, dikarenakan kondisi tidak nyaman yang ditimbulkan dari konflik yang sedang dialami oleh individu. Banyak konflik terjadi pada perorangan terutama mahasiswa. Hal tersebut dikarenakan usia mahasiswa masih tergolong remaja yang identik dengan masalah. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2002) masa remaja adalah masa topan dan badai (strom and Stress) karena pada masa ini remaja bebas menentukan nasib sendiri. Menurut Rostiana (1999), jika seseorang yang kurang terampil menjalin hubungan sosial maka konflik interpersonal akan mudah terjadi pada orang tersebut. Konflik sosial yang dimaksud adalah kepekaan terhadap lingkungan, penyesuaian diri, dan komunikasi. Konflik interpersonal dirasa 1

2 2 memiliki dampak paling signifikan bagi individu. Dampak buruk yang diterima individu dalam sebuah konflik interpersonal adalah trauma, marah, benci, dendam, bersikap pasif, hilangnya kepercayaan dan semangat, tidak ingin bertemu pelaku, cemas, khawatir, takut, stress, depresi dan sejenisnya (Nashori, Iskandar, Setiono, dan Siswadi, 2011). Segala hal yang berhubungan dengan konflik terkait siapa, di mana, kapan dan bagaimana ternyata memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap perkembangan psikologis individu. Berdasarkan peneltian Arif (2013) konflik interpersonal remaja adalah konflik yang sering dialami remaja dengan teman bermainnya. Remaja menilai lingkungan dan temannya berdasarkan keserasian atau kesamaan yang dimilikinya. Jika terdapat perbedaan maka memicu timbulnya pengabaian dan kurangnya penerimaan. Selanjutnya, beberapa kesalahan yang dilakukan oleh individu seperti ketidaksetiaan, pengkhianatan, kebrutalan, dan agresivitas dapat memberikan luka dan korban jiwa sulit untuk dimaafkan. Hal ini menimbulkan frustrasi dikarenakan rasa kecewa, yang kemudian dapat menyebabkan berbagai dampak negatif, salah satunya berperilaku agresif ingin membalas (Arif, 2013). Berdasarkan data hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa Fakultas Psikologi diperoleh kasus-kasus sebagai berikut: Peristiwa menyakitkan itu terjadi sudah cukup lama, itu terjadi karena ada triger yang memicu setiap perlakuan. Perlakuan itu membuat saya dirugikan hingga membuat saya ingin bunuh diri, ingin rasanya mati. Secara emosi saya merasakan marah benci, dan dendam campur semua menjadi satu, emosi saya tidak bisa saya kontrol. Peristiwa ini menjadi sangat menyakitkan karena saya sudah terlalu percaya pada pelaku. Awalnya saya percaya bahwa semua orang baik, pada akhrinya saya dikecewakan dan hingga kini saya tidak mudah percaya lagi pada orang lain. Rasa itu masih saya rasakan hingga detik ini. Saya meresa tidak nyaman dan memilih menghindar daripada harus bertemu dengan orang

3 3 itu. Rasa percaya itu tidak mudah dibangun, dan menurut saya akan sangat lama, kalaupun memaafkan tidak akan bisa seperti dulu. Saya sudah mencoba mempertimbangkan dan memikirkan semua kebaikan dia, namun satu keburukan yang dia lakukan telah menghapus semua kebaikan dia di masa lalu. Kini saya tidak akan mudah percaya pada oranglain. Pada pelaku, saya lebih milih mencoba tidak peduli dengan apa yang dilakukannya saat ini. Untuk balas dendam padanya, jika ada kesempatan saya ingin membalas dengan merusak hidupnya. Hingga saat ini saya tidak bisa menerima rekonsiliasi. Tidak ada keinginan untuk menjalin hubungan kembali dengan pelaku. Biarkan saja seperti ini (Mahasiswa X, Pria, 23 Tahun). Saya sungguh marah pada diri saya, saya memiliki situasi dimana saya tidak bisa memaafkan situasi itu. Situasi itu membuat saya begitu trauma. Padahal itu sudah terjadi 10 tahun yang lalu. Sesekali saat ini kadang saya tiba-tiba mengingatnya dan hal itu menimbulkan perasaan sangat tidak nyaman bagi saya. Saya merasa marah, merasa benci, dan akhirnya saya merasa stres sendiri. Jika sudah demikian saya kurang dapat mengontrol diri saya. Alternatif yang saya lakukkan saat ini adalah menghadap Allah dan muhasabah untuk mencertikan apa yang terjadi. Saya sadar jika saya sulit untuk memaafkan, dan saya juga sadar efek ini sungguh buruk bagi saya. Namun saya memang belum bisa menerimanya dan melepaskan perasaan ini dari diri saya. Kadang saya takut, cemas, namun saya mencoba untuk melewatinya. Untuk saat ini biarkan dulu seperti ini (Mahasiswi Y, Wanita, 23 Tahun). Dari dua kasus di atas menunjukkan jika konflik yang dialami masingmasing individu baik dengan pelaku maupun dengan peristiwa, dan situasi memberikan dampak secara emosi yang signifikan. Contoh lain yang dimuat berdasarkan data yang dimuat dalam media massa di Indonesia, sebuah berita dimuat dalam merdeka.com menyatakan bahwa terjadi pembunuhan pada korban (AS) berusia (19) tahun (perempuan) yang dilakukan oleh teman korban sendiri. Tersangka berusia (19) tahun (laki-laki) melakukan pembunuhan dibantu teman permpuannya yang berusia (18) tahun. Menurut keterangan tersangka, tersangka membunuh korban (AS) karena sakit hati dan merasa dikhianati ( jumat, 07 Maret 2015).

4 4 Dari temuan lapangan menunjukkan jika kegagalan interaksi sosial yang berdampak pada sakit hati, marah, dan dendam dapat menimbulkan tindak kekerasan bahkan berujung pada kematian. Burney dan Kromrey (2001) mengemukakan perlu adanya strategi menejemen kemarahan yang baik dan belajar mencari solusi positif sebagai altertnatif bagi remaja untuk menghadapi suatu masalah. Hasil penelitian menunjukkan individu yang dapat memaafkan mengalami penurunan kemarahan, kecemasan dan depresi akibat kekerasan dimasa kecil secara signifikan (Snyder & Heinze, 2005). Selain itu menurut (Worthington dan Scherer, 2004) menyatakan bahwa pemaafan merupakan strategi emotion focused coping untuk meredakan stres, kesehatan yang baik, dukungan sosial, kualitas hubungan dan agama. Perilaku memaafkan dapat digunakan oleh remaja untuk bisa melepaskan semua beban penderitaan seperti stres, menyimpan dendam, beban pikiran dan perasaan sakit. Selesainya suatu konflik ditandai dengan adanya saling menerima dan memaafkan baik pada peristiwa, pelaku dan kondisi. Penelitian lain yang dilakukan Luskin (Nashori, 2014) menyatakan bahwa individu yang memaafkan akan semakin jarang terlibat konflik. Dapat diartikan, jika pemaafan merupakan salah satu cara dalam mencegah dan mengakomodasi terjadinya konflik, pemaafan memberikan implikasi yang besar dalam hubungan jangka pendek dan jangka panjang (Fincham, Beach, & Davila, 2008). Hal tersebut menerangkan bahwa memaafkan merupakan salah satu metode resolusi konflik yang efektif untuk menyelesaikan konflik secara beradab, baik konflik kelompok maupun interpersonal.

5 5 Dari beberapa hasil penelitian, pemaafan memberikan banyak manfaat bagi individu. Beberapa di antaranya adalah penelitian Worthington, Witvliet & Miller (2007) diketahui pemaafan memberikan dampak positif bagi kesehatan dan kebahagiaan seseorang, individu yang mudah memaafkan ternyata memiliki kestabilan kesehatan fisik yang baik dan kebahagian yang baik pula. Sama halnya dengan penelitian di atas, penelitian Radatussalamah dan Susanti (2014) menjelasakan bahwa seseorang yang mudah memaafkan berdampak pada psychological well being individu tersebut. Artinya individu dapat memperoleh kebahagiaan psikologisnya dengan memaafkan hal-hal yang membuat dirinya tidak nyaman. Jadi dapat dikatakan bahwa memaafkan memiliki korelasi positif dengan kesehatan dan kebahagiaan bagi individu. Individu yang mampu memaafkan atas kejadian yang menimpanya akan membuat kondisi fisik lebih sehat, dan secara psikologis individu memiliki kebahagiaan yang tinggi. Hal ini dikarenakan individu membuang perasaan marah, dendam, cemas dan emosi negatif dalam diri. Selain itu dalam penelitian Yuniardita (2014) pemaafan berkorelasi positif dengan kematangan emosi. Penelitian Hasan (2013) menyatakan bahwa religiusitas memiliki korelasi yang baik dengan pemaafan. Hal ini menunjukkan jika memaafkan menjadikan individu dapat mengendalikan dirinya dengan baik untuk menuju harmonisasi kehidupan lebih baik secara emosi dan religiusitas.

6 6 Bahkan Islam secara tegas menganjurkan pemaafan pada pemeluk ajaran agamanya. Seperti firman Allah dalam surah Ali-Imran 159 : maka disebabkan rahmat Allah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Maka maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai Orang-orang yang bertawakal kepadanya Demikian juga dalam surah Ash- Shuraa (40): Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas tanggungan Allah. sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang zalim. Begitu luhurnya memaafkan bagi seorang manusia sehingga Allah memerintahkan langsung untuk memaafkan dalam setiap perkara agar hati kita menjadi baik. Kurang lebih 34 kali firman Allah menyebut kata maaf dalam kitab Al-Qur an (Nashori, 2014). Hal tersebut menggambarkan betapa pentingnya memaafkan bagi kehidupan manusia. Memaafkan menjadi hal yang sangat penting, karena jika individu tidak memaafkan akan memberikan dampak negatif bagi individu. Beberapa dampak negatif yang bisa dialami individu jika tidak memaafkan diantaranya berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa emosi negatif memiliki efek negatif jangka panjang pada kesehatan, terutama jantung (Brosschot & Thayer, 2003), menigkatkan tekanan darah (Glynn, Christenfeld, & Gerin, 2002), menimbulkan gangguan kecemasan (Thayer & Lane, 2000). Perasaan marah yang dibiarkan akan memicu reaksi emosi yang akan meninggalkan luka dan permusuhan yang berdampak pada perilaku, kepercayaan, penilaian yang buruk dan pada akhirnya

7 7 memicu gejala frustasi, penganiayaan, dan profokasi (Smith, 1992). Menurut Gani (2011) tidak memaafkan berdampak memiliki gejala tekanan darah tinggi, stres, kemarahan mudah terpicu, tekanan jantung meninggi, menunjukkan gejala depresi, menunjukkan gejala kecemasan, merasa nyeri akut pada tubuh, hubungan dengan orang lain kurang akrab, sukar menjalin persahabatan, merasa diri hampa, dan tendensi pelarian pada minuman beralkohol dan obat-obatan. Begitu banyak dampak buruk jika tidak memaafkan. Oleh karenanya, memaafkan merupakan pola dan sikap positif untuk kesejahteraan yang baik bagi individu. Beberapa cara dapat dilakukan untuk meningkatkan pemaafan pada individu. McCullough, Rachal, Steven, Sandage, Everett, Wortington, Brown, dan Hight (1998) menyatakan faktor yang mempengaruhi pemaafan dapat dikelompokkan menjadi empat kategori konseptual, antara lain (a) Sosial-kognitif, (b) Tingkat kelukaan atau serangan, (c) Hubungan Interpersonal, (d) Kepribadian. Bagi mahasiswa memenejemen diri sangatlah dibutuhkan, kemampuan internal individu merupakan salah satu faktor paling efektif untuk meningkatkan pemaafan. Kepribadian merupakan faktor internal yang dimiliki setiap individu (Nashori, 2014). McCulough, dkk (1998) menyatakan bahwa kepribadian individu yang ekstrovert akan lebih mudah memaafkan karena individu berkepribadian ekstrovert menunjukkan karakter seperti berjiwa sosial, terbuka, asertif, hangat kooperatif, tidak mementingkan diri sendiri, jujur, sopan, fleksibel, empatik, dan bersahabat. Sedangkan kepribadian introvert menunjukkan kecenderungan seseorang bersikap tertutup, tidak asertif, suka menyembunyikan perasaan,

8 8 cenderung terbenam dalam sensasi jiwanya sendiri, serta memandang dunia sebagai sesuatu yang tidak menarik. Berdasarkan teori McCullough, dkk (1998) menyatakan kepribadian sebagai faktor pembentuk pemaafan. Peneliti tertarik mencari tipe karakter kepribadian yang dapat membentuk individu mudah memaafkan. Dalam hal ini peneliti mengacu pada peneltian Ashton dan Lee (2007) yang menyatakan ada aspek kepribadian dalam struktur kepribadian HEXACO yang memiliki sifat hampir sama dengan tipe ekstrovert. Aston dan Lee (2007) menyatakan bahwa Honest- Humility adalah salah satu aspek kepribadian dalam struktur kepribadian HEXACO personality yang memiliki sifat jujur, setia/loyal, sederhana, berpikiran adil dan tulus, sikap tersebut berlawanan dengan keserakahan, penghindaran, licik, sok, munafik, sombong, dan angkuh. Selain berdasarkan penelitian Ashton dan Lee (2007), peneliti mengambil dasar Al-Qur an dan Hadits, Allah berfirman dalam surah Al-Furqon (25;63) dan hamba-hamba Allah yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang bodoh (kafir) menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka megucapkan salam. Selain itu Nabi Muhammad Saw juga pernah bersabada tiada satu pun karunia yang diperoleh seseorang yang bersikap tawadhu kepada Allah kecuali Allah meninggikan derajatnya (HR. Muslim no 6535 dalam Khalid, 2006). Peneliti ingin mengetahui apa saja dampak positif dari rendah hati bagi manusia, salah satunya apakah akan memiliki hubungan dengan pemaafan, apakah seseorang yang rendah hati juga akan mudah memaafkan.

9 9 Berangkat dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Cardak (2013) dengan judul hubungan humility dan pemaafan studi kasus pada mahasiswa di Turki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemaafan dipengaruhi oleh kepribadian yang rendah hati, pribadi yang rendah hati lebih mudah memaafkan pada subjek penelitian mahasiswa. Peneliti ingin mereplikasi hasil penelitian sebelumnya, apakah hasil yang serupa berlaku sama pada mahasiswa di Indonesia dengan kondisi fisik, budaya, dan keberagamaan yang berbeda jika dibandingkan di Turki. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan positif antara kerendahhatian dan pemaafan pada mahasiswa. C. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain: 1. Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk menyumbang khasanah dan wawasan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang psikologi sosial, psikologi islami, psikologi positif, psikologi perkembangan dan psikologi kepribadian, dengan mengetahui hubungan keterkaiatan kepribadian rendah hati dan perilaku pemaaf pada remaja dalam kehidupan sehari hari. 2. Manfaat praktis dari penelitian ini, membuktikan secara empirik hubungan antara kerendahhatian dan pemaafan. Dengan harapan menjadi bahan acuan untuk pengembangan pelatihan pemaafan.

10 10 D. Keaslian Penelitian Hodgson dan Wertheim (2010) dengan judul multiple dimensi empati, menejemen emosi dan pemaafan pada diri dan orang lain. Penelitian ini memprediksi apakah dua dimensi empati dan emosi mempengaruhi pemaafan pada diri dan orang lain. Dengan subjek penelitian berjumlah 110 subjek dengan cara snow ball. Penelitian menggunakan empat skala diantaranya Trait Meta- Mood Scale (TMMS) Salovey, Goldaman, Mayer, Turvey, &Palfai 1995), Skala The Interpersonal Reactivity Indeks (IRI: Davis et al, 1983), Skala The Trait Forgivenes Scale (TFS: Berry, Worthington, O Connor, Parrot & Wade, 2005), dan Skala The Self Subscale of the Heartland Forgiveness Scale (SHFS: Thompson, et al, 2005). Penelitian membuktikan individu yang mampu mengontrol emosinya mampu memberikan maaf lebih besar, hal ini juga sama dengan hasil empati, semakin besar rasa empati maka tingkat pemaafan akan lebih baik. Penelitian Lambert, Fincham, Stillman, Graham, Beach (2009), dengan judul dapatkah berdoa meningkatkan pemaafan. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua kelompok peneltian. Penelitian pertama melibatkan 52 responden yang memiliki hubungan dekat dengan orang tercinta masing-masing terutama teman. Penelitian selanjutnya melibatkan 62 responden yang memiliki teman dekat dan saling mendoakan temannya. Hasilnya kelompok yang suka mendoakan teman dekatnya atau partner lebih memiliki tingkat pemaafan yang tinggi pada teman

11 11 dekatnya. Hubungan dekat dengan saling mendoakan akan memudahkan untuk saling memaafkan. Cardak (2013) melakukan penelitian tentang rendah hati dan pemaafan pada mahasiswa Turki. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara rendah hati dengan pemaafan. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 346 mahasiswa perguruan tinggi di Turki. Pemaafan diukur menggunakan skala The Heartland Forgiveness Scale (HFS) dikembangkan Thompson dkk (2005), sedangkan rendah hati diukur menggunakan Humility Scale (HS) yang dikembangkan Elliot (2010). Hasil penelitian ini menunjukkan korelasi positif antara rendah hati dan pemaafan. Dimana mahasiswa dengan level rendah hati yang tinggi memiliki level pemaafan yang tinggi juga. Penelitian ini mendukung bahwa seseorang dengan rendah hati yang tinggi akan meningkatkan level pemaafan di dalam lingkungan. Arif (2013) melakukan penelitian tentang komitmen dengan pemaafan dalam hubungan persahabatan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan komitmen dengan pemaafan dalam hubungan persahabatan. Peneltitian ini menggunakan skala non-test yaitu skala pemaafan dan skala komitmen dengan model skala likert, perhitungan korelasi menggunakan product moment. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 296 orang dengan rentang usia tahun mahasiswa Universitas Muhamadyah Malang dengan teknik insidental. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan anatar komitmen dengan pemaafan. Semakin tinggi komitmen dalam sebuah persahabatan maka akan semakin tinggi tingkat pemaafan yang diberikan pada sahabat.

12 12 Yuniardita (2014) meneliti tentang kematangan emosi dan pemaafan pada remaja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kematangan emosi dan pemaafan pada remaja awal dalam berhubungan dengan teman sebaya. Metode pengumpulan data dengan skala kematangan emosi dan skala pemaafan dengan model skala likert. Subjek penelitian berjumlah 244 rentang usia tahun. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif antara kematangan emosi dan pemaafan yang dibuktikan dengan korelasi product moment. Semakin tinggi kematangan emosi maka akan semakin tinggi pemaafan. 1. Keaslian Topik Topik dalam penelitian ini merupakan modifikasi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan Cardak (2013) hubungan kerendahhatian dan pemaafan pada mahasiswa di Turki. Topik penelitian ini mengangkat tema Psikologi Islami dan Psikologi Positif. Subjek dalam penelitian ini bertema masyarakat, dan dunia pendidikan. 2. Keaslian Teori Teori yang digunakan dalam peneltian ini mengacu pada teori pemaafan yang dikemukakan oleh penelitian sebelumnya seperti Enright, McCullough, Worthington, Gani dan Nashori. Sedangkan pada teori kerendahhatian mengacu pada teori yang dikembaangkan oleh Elliot (2010), Tangney (2000) dan ditambahkan dengan konteks Islam dari Khalid (2006).

13 13 3. Keaslian Alat Ukur Alat Ukur Pemaafan yang digunakan menggunakan Skala Pemaafan yang digunakan Nashori (2015). Skala kerendahhatian (humility Scale) yang dikembangkan peneliti dengan kostruk teori Eliot (2010). 4. Keaslian Subjek Penelitian Subjek penelitian dalam penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Cardak (2013) yaitu Mahasiswa. Perbedaannya adalah budaya antara mahasiswa Turki dan mahasiswa Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemaafan 1. Pengertian Pemaafan Pemaafan sebagai kesediaan seseorang untuk meninggalkan kemarahan, penilaian negatif, dan perilaku acuh tidak acuh terhadap orang lain yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mercu Buana, Universitas memberikan banyak wadah kegiatan untuk melengkapi

BAB I PENDAHULUAN. Mercu Buana, Universitas memberikan banyak wadah kegiatan untuk melengkapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah agen perubahan yang akan memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Sebagai kaum intelektual, mahasiswa ditantang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah golongan intelektual yang sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi dan diharapkan nantinya mampu bertindak sebagai pemimpin yang terampil,

Lebih terperinci

Kerendahhatian dan Pemaafan pada Mahasiswa

Kerendahhatian dan Pemaafan pada Mahasiswa PSIKOHUMANIORA: Jurnal Penelitian Psikologi Volume 1 No. 1, November 2016, 12-29 Kerendahhatian dan Pemaafan pada Mahasiswa Yogi Kusprayogi, 1 Fuad Nashori 2 Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah dengan memaafkan. Memaafkan adalah salah satu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah dengan memaafkan. Memaafkan adalah salah satu cara untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar dari individu pernah terluka dan memerlukan cara untuk mengatasi luka tersebut. Cara untuk mengatasi luka salah satunya adalah dengan memaafkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tugas perkembangan pada remaja salah satunya adalah mencapai kematangan hubungan sosial dengan teman sebaya baik pria, wanita, orang tua atau masyarakat. Dimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Memaafkan 1. Defenisi Memaafkan Secara terminologis, kata dasar memaafkan adalah maaf dan kata maaf adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman Memaafkan 1. Definisi Pengalaman Memaafkan Memaafkan merupakan sebuah konsep dimana terdapat pelaku dan korban yang berada dalam sebuah konflik dan sedang berusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun perempuan (Knoers dkk, 2001: 261). Begitu pula dalam hubungan interaksi

BAB I PENDAHULUAN. maupun perempuan (Knoers dkk, 2001: 261). Begitu pula dalam hubungan interaksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana setiap anak ingin untuk mempunyai banyak teman dan relasi dalam hidupnya. Salah satu tugas perkembangan remaja adalah mencapai hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain. Penyesuaian pribadi dan sosial remaja ditekankan dalam lingkup teman sebaya. Sullivan

Lebih terperinci

Ummu Rifa atin Mahmudah_ Jurusan Psikologi-Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Ummu Rifa atin Mahmudah_ Jurusan Psikologi-Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang PERBEDAAN TINGKAT MEMAAFKAN (FORGIVENESS) ANTARA SANTRI YANG HAFAL AL-QUR AN DENGAN SANTRI YANG TIDAK HAFAL AL-QUR AN DI MA HAD SUNAN AMPEL AL- ALY MALANG Ummu Rifa atin Mahmudah_11410009 Jurusan Psikologi-Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan suami, ibu dan ayah, anak perempuan dan anak laki-laki, saudara perempuan

BAB I PENDAHULUAN. dan suami, ibu dan ayah, anak perempuan dan anak laki-laki, saudara perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga ialah sekelompok orang yang terhubungkan oleh ikatan pernikahan, darah atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah makhuk sosial. Berkaitan dengan itu, manusia tidak akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah makhuk sosial. Berkaitan dengan itu, manusia tidak akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia adalah makhuk sosial. Berkaitan dengan itu, manusia tidak akan bisa hidup tanpa berhubungan dengan sesamanya. Ketika berhubungan dengan orang lain

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Alwisol. (2009). Psikologi kepribadian edisi revisi. Malang: UMM Press

DAFTAR PUSTAKA. Alwisol. (2009). Psikologi kepribadian edisi revisi. Malang: UMM Press 56 DAFTAR PUSTAKA Alwisol. (2009). Psikologi kepribadian edisi revisi. Malang: UMM Press Arif, T. A. (2013). Komitmen dengan Pemaafan dalam Hubungan Persahabatan. Jurnal Online Psikologi, 01 (02), 414-429.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan. maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan. maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al- 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemaafan 1. Definisi Pemaafan Secara terminologis, kata dasar pemaafan adalah maaf dan kata maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al- Qur an terulang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi Diajukan oleh : Refti Yusminunita F 100 050

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membuat perubahan hidup positif adalah sebuah proses multi tahapan yang dapat menjadi kompleks dan menantang. Pengalaman emosi marah, benci, dan kesedihan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut zoon politicon oleh Aristoteles yang artinya makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. disebut zoon politicon oleh Aristoteles yang artinya makhluk sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kehidupannya tidak lepas dari hubungan dan interaksi dengan manusia atau individu lain. Manusia disebut zoon politicon oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Belakangan ini marak terjadi kasus perkelahian antar siswa sekolah yang beredar di media sosial. Permasalahannya pun beragam, mulai dari permasalahan yang

Lebih terperinci

: Rifdaturahmi NPM : Pembimbing : Dr. Muhammad Fakhrurrozi, Psikolog

: Rifdaturahmi NPM : Pembimbing : Dr. Muhammad Fakhrurrozi, Psikolog Nama : Rifdaturahmi NPM : 16512334 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Dr. Muhammad Fakhrurrozi, Psikolog Latar Belakang Masalah Latar Belakang Masalah Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cinta adalah sebuah perasaan natural yang dirasakan oleh seseorang terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai, saling memiliki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 menjelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 menjelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bagi manusia merupakan sesuatu yang penting, karena melalui sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. luar keluarga seperti teman-teman atau sahabat. Santrock (2007) yang tinggi atas perbuatan yang mereka lakukan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. luar keluarga seperti teman-teman atau sahabat. Santrock (2007) yang tinggi atas perbuatan yang mereka lakukan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri, sehingga hubungan yang dijalin tidak lagi hanya dengan orangtua, tapi sudah merambah ke hubungan luar keluarga seperti

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH BAB I LATAR BELAKANG MASALAH 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap manusia memiliki tugas perkembangannya masing-masing sesuai dengan tahap perkembangannya. Mahasiswa memiliki berbagai tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama Kristen Protestan merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Pada Agama Kristen biasanya memiliki suatu organisasi di gereja yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja BAB I PENDAHALUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah fase kedua dalam kehidupan setelah fase anak-anak. Fase remaja disebut fase peralihan atau transisi karena pada fase ini belum memperoleh status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Forgiveness 1. Pengertian forgiveness Menurut McCullough, forgiveness merupakan sikap seseorang yang telah disakiti untuk tidak melakukan perbuatan balas dendam terhadap pelaku,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu konflik/masalah (Nashori, 2008). Sebagian orang mungkin ada yang merasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu konflik/masalah (Nashori, 2008). Sebagian orang mungkin ada yang merasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan orang lain, disaat berinteraksi dengan orang lain tidak menutup kemungkinan akan terjadinya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. Di masa ini, remaja mulai mengenal dan tertarik dengan lawan jenis sehingga remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya penyakit Lupus. Penyakit ini merupakan sebutan umum dari suatu kelainan yang disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dalam masyarakat industri modern adalah peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja berlangsung dari usia 10 atau 11 tahun sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupannya senantiasa selalu mendambakan kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada kesejahteraan psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih dalam antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. (Gilbert

BAB I PENDAHULUAN. lebih dalam antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. (Gilbert BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran adalah masa persiapan menuju pernikahan. Masa saling mengenal lebih dalam antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. (Gilbert Lumoindong, Menang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PERILAKU MEMAAFKAN. semakin menurun motivasi untuk membalas dendam terhadap pelaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PERILAKU MEMAAFKAN. semakin menurun motivasi untuk membalas dendam terhadap pelaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Perilaku Memaafkan A. PERILAKU MEMAAFKAN Menurut McCollough, Worthington dan Rachal (1997:321) perilaku memaafkan merupakan suatu perubahan motivasi dimana individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pasti melewati segala peristiwa dalam kehidupan mereka. Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh setiap individu dapat beragam, dapat berupa peristiwa yang menyenangkan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri

Lebih terperinci

PENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing

PENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing PENGANTAR Konflik dalam Pernikahan Pernikahan melibatkan dua individu yang berbeda dan unik, baik dari kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing pasangan menuntut

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa 62 BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Hasil Sosiometri Setelah data yang berasal dari sosiometri yang diberikan kepada siswa kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap pasangan. Saling setia dan tidak terpisahkan merupakan salah satu syarat agar tercipta keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan menjadi calon-calon pemimpin bangsa maupun menjadi calon penggerak kehidupan bangsa dari sumbangsih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional.

I. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja (adolescense) adalah masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

PERBEDAAN TOLERANSI TERHADAP STRES PADA REMAJA BERTIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT DI KELAS XI SMA ASSALAAM SUKOHARJO

PERBEDAAN TOLERANSI TERHADAP STRES PADA REMAJA BERTIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT DI KELAS XI SMA ASSALAAM SUKOHARJO PERBEDAAN TOLERANSI TERHADAP STRES PADA REMAJA BERTIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT DI KELAS XI SMA ASSALAAM SUKOHARJO SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu proses penyatuan dua individu yang memiliki komitmen berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. anggota keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi variabel-variabel Penelitian. kerendahahtian dan pemaafan pada mahasiswa, untuk membuktikan hipotesis

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi variabel-variabel Penelitian. kerendahahtian dan pemaafan pada mahasiswa, untuk membuktikan hipotesis BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi variabel-variabel Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara kerendahahtian dan pemaafan pada mahasiswa, untuk membuktikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didambakan tersebut menjadi hukum alam dalam diri tiap manusia. Akan tetapi,

BAB I PENDAHULUAN. didambakan tersebut menjadi hukum alam dalam diri tiap manusia. Akan tetapi, 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap manusia yang hidup memiliki tujuan dalam kehidupan mereka. Tujuan hidup manusia pada umumnya selain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya juga untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Nilai - nilai yang ada di Indonesiapun sarat dengan nilai-nilai Islam. Perkembangan zaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak kriminalitas dilakukan oleh remaja (Republika, 2 0 0 5 ). Tindak kriminal yang dilakukan oleh remaja sangat

Lebih terperinci

Seni Menata Hati Dalam Bergaul

Seni Menata Hati Dalam Bergaul Seni Menata Hati Dalam Bergaul Oleh : Turmudi Pergaulan yang asli adalah pergaulan dari hati ke hati yang penuh keikhlasan, yang insya Allah akan terasa sangat indah dan menyenangkan. Pergaulan yang penuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan hidup, individu memiliki harapan untuk dapat terus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan hidup, individu memiliki harapan untuk dapat terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan hidup, individu memiliki harapan untuk dapat terus menerus menjadi kekasih, orang kepercayaan, penasihat, orang yang berkarier dan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aksi-aksi kekerasan terhadap orang lain serta perusakan terhadap benda masih merupakan topik yang sering muncul baik di media massa maupun secara langsung kita temui

Lebih terperinci

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN Disusun Oleh Nama : Pandu Perdana NPM : 15512631 Kelas : 4PA05 Keluarga Perceraian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siswa SMA berada pada usia remaja yaitu masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada hakikatnya adalah mahkluk sosial dan mahkluk pribadi. Manusia sebagai mahluk sosial akan berinteraksi dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress (santrock, 2007 : 200). Masa remaja adalah masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian. korelasional. Penelitian ini dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian. korelasional. Penelitian ini dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif korelasional. Penelitian ini dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel

Lebih terperinci

dr Gunawan Setiadi, MPH Tirto Jiwo, Pusat Pemulihan dan Pelatihan Gangguan Jiwa

dr Gunawan Setiadi, MPH Tirto Jiwo, Pusat Pemulihan dan Pelatihan Gangguan Jiwa dr Gunawan Setiadi, MPH Tirto Jiwo, Pusat Pemulihan dan Pelatihan Gangguan Jiwa Latar belakang Manusia adalah mahluk sosial. Perlu punya sahabat di dunia nyata (bukan hanya sahabat dari dunia maya) Orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia melewati beberapa fase dalam siklus kehidupannya. Fase kedua dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di mana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. kuantitatif korelasional adalah suatu penelitian untuk mengetahui hubungan dan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. kuantitatif korelasional adalah suatu penelitian untuk mengetahui hubungan dan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kuantitatif korelasional yang melihat hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikat, penelitian kuantitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor

Lebih terperinci

kalangan masyarakat, tak terkecuali di kalangan remaja. Beberapa kejadian misalnya; kehilangan orang yang dicintai, konflik keluarga,

kalangan masyarakat, tak terkecuali di kalangan remaja. Beberapa kejadian misalnya; kehilangan orang yang dicintai, konflik keluarga, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini stres menjadi problematika yang cukup menggejala di kalangan masyarakat, tak terkecuali di kalangan remaja. Beberapa kejadian misalnya; kehilangan orang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengkonsumsi alkohol dapat berpengaruh langsung pada lingkungan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengkonsumsi alkohol dapat berpengaruh langsung pada lingkungan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan alkohol bagi remaja sangat mengkhawatirkan dikarenakan mengkonsumsi alkohol dapat berpengaruh langsung pada lingkungan masyarakat dan mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perceraian merupakan suatu perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri.

Lebih terperinci

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan Pada Remaja Akhir. konsiliasi hubungan dengan pihak yang menyakiti.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan Pada Remaja Akhir. konsiliasi hubungan dengan pihak yang menyakiti. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemaafan Pada Remaja Akhir 1. Pengertian Pemaafan McCullough, Worthington, dan Rachal (1997) mengemukakan bahwa pemaafan merupakan seperangkat motivasi untuk mengubah seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kriminalitas dalam bentuk tindak pelecehan seksual saat ini marak terjadi dalam lingkungan masyarakat. Laporan kasus tindakan pelecehan seksual selalu ada dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fenomena berpacaran sudah sangat umum terjadi dalam masyarakat. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan memahami lawan jenisnya

Lebih terperinci

PROSES DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MEMAAFKAN PADA REMAJA BROKEN HOME

PROSES DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MEMAAFKAN PADA REMAJA BROKEN HOME 1 PROSES DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MEMAAFKAN PADA REMAJA BROKEN HOME Aswina Mayang Safitri Intisari Perceraian adalah cerai hidup atau perpisahan hidup antara pasangan suami istri sebagai akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama mereka untuk berinteraksi. Keluarga yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk mengubah cara

BAB 2 LANDASAN TEORI. terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk mengubah cara BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1. Self-Control 2. 1. 1. Definisi Self-control Self-control adalah tenaga kontrol atas diri, oleh dirinya sendiri. Selfcontrol terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang dilakukan dilingkungan institusi pendidikan yang semakin menjadi permasalahan dan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun dan terbagi menjadi masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB I ABSTRAK. Kecenderungan Memaafkan Pada Remaja Akhir

BAB I ABSTRAK. Kecenderungan Memaafkan Pada Remaja Akhir BAB I ABSTRAK Judul Jurnal : Hubungan Antara Kematangan Emosi Dengan Kecenderungan Memaafkan Pada Remaja Akhir Penulis Jurnal : Radhitia Paramitasari & Ilham Nur Alfian (Fakultas Psikologi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan sosial kepada anak terlantar dengan melaksanakan penyantunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti mempunyai harapan-harapan dalam hidupnya dan terlebih pada pasangan suami istri yang normal, mereka mempunyai harapan agar kehidupan mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres.

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres merupakan hal yang melekat pada kehidupan. Siapa saja dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam jangka panjang pendek yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap masalah yang muncul akan selalu memerlukan penyelesaian, baik penyelesaian dengan segera maupun tidak. Penyelesaian masalah merupakan sesuatu yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang bahagia. Kebahagiaan menjadi harapan dan cita-cita terbesar bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang bahagia. Kebahagiaan menjadi harapan dan cita-cita terbesar bagi setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, Manusia selalu menginginkan kehidupan yang bahagia. Kebahagiaan menjadi harapan dan cita-cita terbesar bagi setiap individu dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia 12 tahun sampai 21 tahun. Usia 12 tahun merupakan awal pubertas bagi seorang gadis, yang disebut remaja kalau mendapat menstruasi (datang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai

Lebih terperinci