V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perusahaan PT Sinar Sosro KPB Tambun merupakan perusahaan yang bergerak di bidang agroindustri yang berada di bawah naungan Rekso Group. Produk yang dihasilkan oleh perusahaan ini adalah produk minuman olahan dalam kemasan yang dibedakan menjadi dua jenis, yakni minuman olahan teh dan minuman olahan rasa buah. PT Sinar Sosro KPB Tambun khusus untuk memproduksi produkproduk Sosro dengan jenis kemasan aseptic, kaleng, dan botol PET. Perusahaan ini memproduksi 37 jenis produk minuman olahan yang memiliki spesifikasi berbeda-beda. Deskripsi produk-produk yang dihasilkan oleh PT Sinar Sosro KPB Tambun dapat dilihat pada lampiran 1. Perusahaan ini menerapkan sistem make to stock untuk memenuhi permintaan, yakni memproduksi produk tanpa menunggu adanya permintaan yang masuk. Proses produksinya dilakukan di dalam enam lini produksi yang tersedia, sehingga penjadwalan produksi di perusahaan harus benar-benar dapat mengefektifkan seluruh sumber daya yang ada dan dapat memenuhi target dari perusahaan. Kegiatan produksi dilakukan enam hari dalam seminggu dengan tiga shift kerja yang diterapkan Proses Produksi Kegiatan produksi dilakukan dengan beberapa kebutuhan dasar, sarana prasarana yang mendukung, teknologi proses yang diterapkan, serta proses produksinya itu sendiri. PT Sinar Sosro KPB Tambun mempunyai beberapa tahapan di sistem produksi. Semua terkoordinir dengan baik di masing-masing unit produksi. Produk-produk yang dihasilkan pun beragam, sehingga ada banyak ragam perlakuan pengolahan bahan baku hingga menjadi produk yang diinginkan. Proses pengolahan bahan baku hingga menjadi produk akhir secara umum dapat dilihat di gambar 5.1. Gambar 5.1 Pengolahan bahan baku menjadi produk Utilitas perusahaan merupakan kebutuhan-kebutuhan penunjang untuk kelangsungan produksi. PT Sinar Sosro KPB Tambun membutuhkan utilitas berupa pasokan air, angin atau udara, uap, dan listrik untuk menjalankan roda produksi perusahaan. Pasokan air diperoleh dari tiga sumer yang tersedia di perusahaan, udara berasal dari komproses, uap dari ketel uap, dan listri pada keadaan normal menggunakan pasokan listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) serta terkadang menggunakan genset perusahaan jika diperlukan untuk memasok kebutuhan listrik. Setelah semua tersedia, perusahaan baru dapat melakukan produksi untuk menghasilkan produk. Gambaran umum tentang proses produksi di PT Sinar Sosro KPB Tambun dapat dilihat pada gambar 5.2 : 25

2 Gambar 5.2 Alur proses produksi perusahaan Pengadaan bahan baku memerlukan waktu tersendiri agar dapat digunakan oleh bagian produksi. Oleh sebab itu, keberadaan bahan baku di Gudang Bahan Baku (GBB) berperan untuk mendukung roda produksi perusahaan. Bahan baku yang diperlukan oleh PT Sinar Sosro KPB Tambun, meliputi bahan baku air, bahan baku utama, bahan baku kemasan, dan bahan tambahan produksi (BTP). Pengolahan air di unit water treatment (pengolahan air baku) melalui beberapa tahapan terlebih dahulu sebelum dapat digunakan untuk kebutuhan produksi perusahaan. Pengolahan menjadi air baku dilakukan secara fisik maupun kimia, agar memperoleh air baku untuk produk. Proses pengolahan air bertujuan untuk menghilangkan kotoran, bau, warna yang tidak dikehendaki, dan menghilangkan kandungan mikroorganisme serta zat-zat berbahaya. Alur proses produksinya dilihat pada gambar 5.3: Gambar 5.3 Proses pengolahan di unit pengolahan air Air yang digunakan berasal dari air bawah tanah yang dipompa di kedalaman 110 meter dengan debit air total sebanyak 54 m 3 /jam. Air dipompa ke bak penampungan agar siap dan lebih cepat untuk digunakan jika sewaktu-waktu diperlukan. Air dari bak penampungan dialirkan menuju unit pengolahan air yakni ke potablok, yang memiliki pengaduk statis untuk meningkatkan kandungan oksigen dalam air dan mempercepat reaksi kimia. Potablok mempunyai empat sekat yang memiliki fungsinya masing-masing. Sekat pertama berfungsi untuk penambahan chlorine (NaOCL) dengan perbandingan 1:4. Klorin akan bereaksi terhadap senyawa-senyawa dalam air dan kemudian hasil ikatannya akan membentuk flok-flok atau gumpalan. Sekat kedua untuk homogenasi larutan klorin dan air dengan menggunakan pompa sirkulasi, serta terjadi penambahan udara agar oksigen (O 2 ) dapat mempercepat reaksi kimia dalam air. Sekat ketiga untuk sedimentasi sehingga padatan dapat terpisah dari air dengan cara diendapkan. Bagian ini dilengkapi dengan batas pemisah yang disebut honeycom, dengan mekanisme air mengalir 26

3 melewati batas ini dari bawah ke atas sehingga kotoran akan tertahan dan mengendap. Sekat keempat adalah bagian untuk penampungan air yang sudah siap difiltrasi. Air dari potablok akan mengalami proses filtasi yang terdiri dari filter pasir dan filter karbon. Pada filter pasir, endapan Fe dan Mn hasil oksidasi, bahan-bahan koloid, serta partikel yang masih terbawa akan tersaring oleh media pasir silika dalam tabung dengan rincian isinya: Tabel 5.1 Bahan tabung Filter Pasir Bahan Pasir Halus Pasir Sedang Pasir Kasar Jumlah 200 kg 200 kg 200 kg Sumber : Data Teknis PT Sinar Sosro KPB Tambun Jika air dari proses filter pasir sudah memenuhi standar, maka akan dilanjutkan ke proses penyaringan oleh filter karbon. Fungsinya untuk menyerap bau, warna, rasa, maupun residu klorin yang masih terkandung dalam air, serta menurunkan turbinity. Komposisi media penyerap dalam tangki filter karbon adalah karbon aktif. Tekanan maksimum operasi adalah 5 bar. Air dari filter karbon selanjutnya ditampung di dalam tangki air karbon yang selanjutnya akan digunakan untuk keperluan produksi. Namun, agar lebih jernih lagi, air karbon akan mengalami proses softener (pelunakan) untuk kebutuhan produksi utama. Proses pelunakan adalah mengurangi tingkat kesadahan air media yang terdiri dari resin. Prinsipnya adalah menukarkan ion-ion terlarut yang tidak dapat dihilangkan dari proses-proses sebelumnya. Beberapa jenis ion dalam air akan ditukarkan dengan ion lain yang lebih menguntungkan. Ion yang akan ditukar adalah ion positif, yakni kalsium (Ca 2+ ) dan magnesium (Mg 2+ ) ditukar dengan ion natrium (Na + ). Mekanismenya adalah Ca 2+ dan Mg 2+ akan terikat oleh resin sedangkan Na + yang awalnya terikat di resin, akan terlepas dan terbawa oleh air. Setelah seluruh bahan baku termasuk air baku produksi sudah siap dipasok oleh unit WT dan utilitas siap digunakan, maka proses produksi siap untuk dilakukan. Proses pengolahan bahan baku pertama yang dilakukan adalah pengolahan sirup gula di dalam tangki pelarutan gula. Mekanismenya dengan memasukan gula sesuai dengan formulasi pada hopper dengan tangki pelarutan gula dalam keadaan tersirkulasi air dengan suhu sekitar o C yang diperoleh dari pemanasan menggunakan Plat Heat Exchanger (PHE). Setelah disirkulasi sampai homogen, kemudian dilakukan pengecekan oleh departemen Quality Control (QC). Jika sudah memenuhi standar kadar brix yang ditetapkan, sirup gula akan ditransfer ke tangki sirup gula yang nantinya digunakan untuk produk. Pemindahan sirup gula akan melewati filter nilon untuk menyaring segala macam kotoran pada sirup gula. Tangki pengolahan sirup gula dan tangki sirup gula dapat dilihat pada gambar

4 Gambar 5.4 Hopper, tangki pengolahan gula, dan tangki sirup gula Proses di unit pengolahan yang kedua adalah ekstraksi teh untuk produk-produk minuman teh. Ekstraksi teh akan menghasilkan Teh Cair Pahit (TCP), Teh Cair Asam (TCA), dan Teh Cair Manis (TCM). TCP merupakan proses pengekstraksian semua jenis teh yang akan digunakan sesuai dengan formulasi masing-masing produk. TCA adalah proses penambahan citric acid pada TCP produk Fruit Tea dan TEBS pada tangki citric acid. TCM adalah proses penambahan sirup gula pada TCP atau TCA dan merupakan produk yang dihasilkan serta siap untuk disterilisasi. Berikut adalah contoh pembuatan TCM yang dapat dilihat pada gambar 5.5. Gambar 5.5 Diagram alir pengolahan bahan baku TBK di unit pengolahan Pembuatan TCP dilakukan dengan memasukan jenis teh yang digunakan kemudian menambahkan air yang telah dipanaskan dengan PHE ke tangki ekstraksi untuk disirkulasi sekitar 60 menit. Hasil sirkulasi atau proses pengekstraksian kemudian akan dicek oleh QC meliputi : kesadahan, kadar tannin, ph, dan alkanitas. TCP yang sudah memenuhi standar akan dialirkan melalui filter kosmos yang dilengkapi kieselguhr diatas piringan filter kosmos untuk menyaring dan menjernihkan TCP. Selanjutnya TCP akan disalurkan ke mixing tank (tangki pencampuran) untuk produk TBK, sedangkan untuk produk Fruit Tea dan TEBS akan melalui tangki citric acid terlebih dahulu sebagai bahan pembuatan TCA. Pada produk yang menggunakan TCA, dilakukan proses penambahan citric acid dengan jumlah yang ditetapkan. TCA yang sudah memenuhi standar QC akan disalurkan juga ke tangki pencampuran dengan melalui filter kosmos. Tangki pencampuran akan menyirkulasikan TCP atau TCA dengan BTP masing-masing produk jika ada dan sirup gula sesuai dengan formulasi. BTP akan dimasukkan melalui hopper pada masing-masing tangki pencampuran, sedangkan sirup gula akan ditransfer dari tangki sirup gula. 28

5 Tangki pencampuran juga sebagai tempat untuk proses pengolahan untuk produk CCK dan HJG, yakni dengan cara memasukan seluruh BTP melalui hopper ke tangki pencampuran yang telah berisi air yang tersirkulasi. Seluruh produk akan melalui tahapan sirkulasi menggunakan agitator di dalam tangki pencampuran agar TCM menjadi homogen. Pada tangki pencampuran juga digunakan sebagai tempat untuk pengolahan kembali produk-produk daur ulang yang berasal dari produk-produk yang mengalami kegagalan dalam proses pengemasannya seperti gembung, penyok atau sebagainya. Setelah proses pengolahan bahan baku selesai dilakukan, maka bahan baku yang telah diolah akan dipasok ke unit sterilisasi produk. Proses sterlisasi masing-masing produk berbeda tergantung jenis produk dan jenis kemasan yang digunakan. Produk-produk kemasan asptis disterilisasi dengan cara Ultra High Temperature (UHT) atau High Temperature Short Time (HTST) yang dilakukan menggunakan stork dengan prinsip kerjanya adalah pemanasan produk dengan suhu 130 C selama 2-3 detik saja. Proses berlaku untuk produk TBK, FTG, CCK, dan HJG yang merupakan produk dengan kemasan aseptis. Diagram alir proses sterilisasi dengan mekanisme HTST dengan menggunakan stork dapat dilihat pada gambar 5.6. Gambar 5.6 Diagram alir sterilisasi menggunakan stork Proses HTST diawali dengan pemompaan TCM dari tangki pencampuran ke tangki penyeimbang sebagai tempat penampungan TCM yang akan disterilisasi. Tangki penyeimbang juga menampung produk daur ulang yang berasal dari mesin pengemasan, sehingga dapat disterilkan kembali. TCM di tangki penyeimbang akan dipompa melalui by pass pump yang dilengkapi alat pengukur debit TCM yang masuk ke pemanas, sehingga dapat mengontrol secara otomatis debit TCM. Kemudian TCM akan melewati pipa spiral yang terdapat di pemanas secara cepat dan terusmenerus. Pada awalnya TCM di pipa spiral akan mengalami pemanasan dengan suhu sekitar 130 o C selama ±3 detik. Setelah proses pemanasan tersebut produk kemudian didinginkan sampai suhu 35 C menggunakan air dari mesin pendingin, sehingga produk diisikan ke kemasan dalam suhu 35 C. Berbeda dengan cara sterilisasi produk kemasan tetra, produk yang dikemas dalam kemasan kaleng akan disterilisasi dengan cara pasteurisasi. Pasteurisasi merupakan Low Temperature Long Time (LTLT) dilakukan dengan pemanasan dengan suhu 61 C selama ±30 menit. Proses pasteurisasi digunakan untuk produk FTC yang prosesnya dapat dilihat pada gambar

6 Gambar 5.7 Diagram alir sterilisasi menggunakan mesin pasteurisasi Awalnya, TCM dialirkan ke bagian mesin sterilisasi dengan menggunakan pipa-pipa penghubung dan akan ditampung di tangki penyeimbang untuk persiapan TCM sebelum disterilisasi. Tangki penyeimbang juga menampung sisa-sisa pruduk yang dikembalikan dari mesin pengemasan. TCM akan dipompa menuju PHE dan mendapatkan perlakuan pemanasan dengan suhu sekitar 96,5 o C. Holding tube akan memanaskan produk selama beberapa saat. Setelah itu produk akan disalurkan menuju ke mesin pengemasan. Sterilisasi yang lainnya adalah sterilisasi produk TEBS yang dilakukan dengan cara CIP seluruh aliran yang dilalui oleh produk untuk menghilangkan mikroorganisme dari awal. Setelah itu dilakukan proses karbonisasi untuk menambahkan karbon yang prosesnya dapat dilihat di gambar 5.8. Gambar 5.8 Diagram alir proses karbonisasi produk TEBS kaleng Sterilisasi produk TEBS dilakukan dengan menggunakan clean in place (CIP) kepada seluruh peralatan yang digunakan bisa menggunakan air panas atau kaustik. Air yang digunakan merupakan air pelunakan yang dialirkan dari unit pengolahan air, yang diolah lagi di Ozone Destructruction Unit. Alat tersebut berfungsi untuk mengurangi kontaminan dalam air melalui penyinaran sinar ultraviolet (UV). Selanjutnya, air akan masuk ke dalam tangki pencampuran antara TCA dengan gula dan BTP. TCM dari bagian pengolahan akan ditampung di tangki penyeimbang I dengan tujuan persiapan awal pemberian karbon. Selanjutnya TCM akan dipompa menuju tangki karbonisasi yang akan memberi kandungan karbon ke dalam dengan cara penyemprotan karbon yang akan mengenai langsung ke 30

7 produk. Tekanan yang dibutuhkan untuk memberi karbon sebesar 3-4 Bar. Tekanan pada tangki karbonisasi otomatis akan membawa TCM ke dalam tangki penyeimbang II untuk siap dialirkan menuju ke mesin pengemasan menggunakan sisa tekanan yang ada ke dalam mesin pengemasan dalam keadaan dingin sekitar 6 10 C. Langkah selanjutnya setelah produk disterilisasi adalah pengemasan produk. Proses pengemasan produk diawali dari transfer produk dari unit sterilisasi ke unit pengemasan. Mekanisme pengemasan sendiri berbeda-beda tergantung pada kemasan yang digunakan oleh produk. Produk akan dikemas pada mesin pengemasan masing-masing yang mekanismenya terbagi menjadi empat macam, yakni pengemasan menggunakan mesin tetra aseptic, pengalengan, pengisian dengan mesin keg dan PET. Pengemasan dengan menggunakan mesin tetra aseptic dilakukan dengan mekanisme seperti yang ditampilkan pada gambar 5.9. Gambar 5.9 Proses pengemasan produk kemasan tetra Pengemasan produk kemasan tetra akan dilakukan dengan menggunakan mekanisme pengemasan aseptis. Mekanismenya adalah, kemasan tetra dipersiapkan di dalam mesin pengemasan yang akan diberi kode produksi dan tanggal kadaluwarsa oleh ink jet machine. Kemudian kemasan melalui tahapan sterilisasi kemasan di dalam mesin tetra dengan cara direndam di larutan hidrogen peroksida. Setelah itu, TCM yang telah disterilisasi akan disalurkan dengan cara dipompa untuk dilakukan pengemasan menggunakan kemasan yang telah disterilkan dan telah melalui proses sealing body. Selanjutnya dilakukan cutting papper sekaligus transfersal sealing pada bagian atas dan bawah. Terakhir flap sealing untuk merapikan bentuk kemasan, lalu diberi bahan penunjang kemasan yakni straw untuk kemasan produk isi 200 dan 250 ml dan stream cup untuk produk ml. Penempelan straw menggunakan straw applicator dan stream cup menggunakan stream cup applicator, dengan cara menyemprotkan hotmelt kemudian menempelkan straw atau stream cup pada bagian tersebut. Pengemasan untuk produk kemasan kaleng menggunakan mesin pengalengan. Tahapan prosesnya sedikit berbeda antara produk FTC dan TEBS Can yakni pada proses droppel untuk FTC, prosesnya dapat dilihat pada gambbar

8 Gambar 5.10 Diagram alir pengemasan produk FTC Cara kerjanya adalah dengan menyiapkan kaleng yang disalurkan dari GBB melalui lorong penghubung GBB dengan ruangan mesin pengalengan. Kaleng yang masuk akan disterilisasi terlebih dahulu menggunakan deppalitizer dengan melewati dua tahap pencucian, yakni pencucian dengan air panas 80 C kemudian pencucian kedua dengan penyemprotan uap dengan suhu 100 C pada tekanan 2 bar. Selanjutnya TCM yang telah disterilisasi atau telah dikarbonisasi akan dialirkan ke mesin pengalengan. TCM akan diisikan ke kemasan kaleng yang telah disterilkan satu per satu sesuai dengan takaran. Pada proses pengisiannya, suhu TCM FTC berkisar antara C. Sementara untuk produk TEBS pengisian dilakukan dalam keadaan dingin mengingat sebelum proses pengisian ke kaleng, TCM TEBS ditambahkan karbon yang harus dalam keadaan dingin. Pada proses pengisian produk TEBS ke kaleng masih dalam keadaan dingin, sekitar 10 C. Setelah proses pengisian, selanjutnya dilakukan proses penambahan nitrogen (N 2 ) atau disebut droppel untuk pengemasan produk FTC saja. Penambahan nitrogen berfungsi untuk mencegah kerusakan kemasan pada saat penutupan kemasan seperti penyok atau gembung. Proses penambahan nitrogen akan diikuti dengan proses seaming yakni kemasan kaleng akan ditutup, untuk produk TEBS tidak diberi gas N 2 karena telah mengandung gas karbon. Proses berikutnya adalah sterilisasi permukaan kemasan dengan menggunakan air dingin untuk FTC dan air hangat untuk TEBS, untuk menghilangkan sisa-sisa gas yang menempel pada permukaan kaleng. Terakhir adalah produk kemasan kaleng akan dilewatkan ke dalam mesin NIKO untuk memberi kode produksi dan tanggal kadaluwarsa menggunakan ink jet serta mengalami proses pemanasan sampai suhu 60 o C untuk TEBS dan pendinginan sampai suhu o C untuk FTC. Tujuan pemanasan dan pendinginan ini adalah agar produk dapat keluar dengan keadaan suhu kamar sehingga mudah untuk dilakukan pengepakkan dan tidak merusak karton karena basah. Pada ujung mesin NIKO dihembuskan udara agar air di permukaan kaleng hilang. Pengemasan yang terakhir dan jarang dilakukan adalah pengemasan untuk produk TEBS kemasan keg dan PET. Sistem pengemasannya dapat dilihat pada gambar Gambar 5.11 Diagram alir pengemasan produk TEBS keg 32

9 Mekanismenya sederhana, TCM TEBS akan dimasukkan ke kemasan keg yang telah disterilkan menggunakan mesin pengisian keg. TCM TEBS akan dipompa masuk ke dalam lubang pengisian yang dilengkapi bola yang dapat ditekan sehingga TCM TEBS dapat masuk ke dalam kemasan. Proses pengemasan produk PET hampir sama dengan proses pengemasan produk keg. Perbedaannya hanya pada proses pemberian label produk pada botol PET. Prosesnya adalah melakukan label ke permukaan botol produk, kemudian botol akan dilewatkan uap panas yang membuat label yang terbuat dari plastik tersebut ukurannya mengecil dan merekat di permukaan botol. Teknik pengisian produknya adalah memasukan TCM ke dalam botol secara satu per satu sesuai takaran menggunakan mesin pengemasan PET. Setelah selesai dilakukan proses pengemasan, selanjutnya adalah pemberian kemasan sekunder produk yakni kemasan karton. Produk-produk yang telah dikemas, akan dimasukan ke dalam karton agar proses transportasi dan distribusi produk lebih mudah dilakukan. Proses pengepakkan produk yang dilakukan di PT Sinar Sosro KPB Tambun terbagi menjadi pengepakan otomatis dan manual. Adapun diagram alir proses pengepakkan yang diterapkan dapat dilihat pada gambar Gambar 5.12 Diagram alir proses pengepakkan produk Pengepakkan otomatis menggunakan mesin pengepakan dilakukan agar efisien dan pengepakkan manual dilakukan oleh tenaga manusia untuk memasukkan produk ke dalam karton agar dapat menyesuaikan dimensi dari kemasan primer produk yang susah untuk dilakukan pengepakkan otomatis. Pengepakkan otomatis dengan menggunakan mesin pengepakan dibantu dengan menggunakan conveyor sehingga produk akan tertata rapi berjajar dan akan dimasukkan ke dalam kardus oleh mesin. Kemudian kardus diberi hotmelt dan terakhir kardus akan di beri tekanan sehingga dapat melekat pada hotmelt yang disemprotkan dan terbungkus rapi. Sedangkan untuk pengemasan manual dilakukan dengan cara memasukkan produk dalam kemasan yang disalurkan melalui conveyor. Penataannya sesuai dengan standar kemudian kardus diisolasi dengan menggunakan isolator. Produk yang telah ada di dalam kardus kemudian ditata di palet untuk selanjutnya di pindahkan ke GBJ dengan menggunakan forklift (mesin pengangkat). Kegiatan produksi yang terakhir di perusahaan adalah pengolahan limbah hasil produksi. Aliran proses pengolahan limbah PT Sinar Sosro KPB Tambun dapat dilihat pada gambar

10 Gambar 5.13 Diagram alir pengolahan limbah PT Sinar Sosro KPB Tambun Seluruh air sisa kegiatan produksi dialirkan ke bar screen kemudian dilanjutkan ke grease trap. Limbah cair yang disalurkan ke bar screen akan dipisahkan dari benda-benda padat yang terbawa seperti plastik, sedotan, tutup kemasan, dan sebagainya. Penyaringan sampah dan kotoran ini berfungsi untuk mencegah tersumbatnya pipa dan pompa atau khawatir tersangkut baling-baling aerator yang bisa mengakibatkan aerator terhambat kerjanya dan kerusakan mesin. Selanjutnya di grease trap untuk memisahkan air dengan minyak dengan cara memanfaatkan perbedaan berat jenis minyak yang lebih kecil daripada air. Aliran di grease trap sengaja dibuat lambat, agar minyak yang mengapung karena beda berat jenis akan memisahkan diri dengan sendirinya. Selain ini bak grease trap memiliki sekat-sekat untuk menunjang proses pemisahan minyak dari air. Kemudian limbah dialirkan oleh lubang pompa ke bak penyetaraan. Lubang pompa mempunyai water level control (WLC) untuk mengatur debit air ke tangki penyetaraan. Pada tangki penyetaraan terjadi proses homogenisasi yakni air limbah didiamkan selama ± 20 jam agar pada saat dialirkan tidak menimbulkan fluktuasi debit, ph, sifat fisik dan kimia limbah. Jika terjadi fluktuasi maka dapat mengakibatkan kelebihan kapasitas di saluran oksidasi, untuk itu ph di saluran oksidasi perlu dikontrol secara berkala. Saluran oksidasi merupakan tempat utama berlangsungnya proses mikrobiologi menggunakan actived sludge (lumpur aktif). Kandungan senyawa organik (BOD) yang terkandung dalam aliran air limbah akan terdegradasi ±90% dengan menggunakan bantuan bakteri aerobat. Selanjutnya obyek mendapat perlakuan di bak aerasi dan disalurkan ke tabung perantara. Tabung perantara akan menghasilkan air yang sudah tidak berbahaya yang kemudian di tampung terlebih dahulu di bak kontrol. Lumpur yang tersisa di bagian bawah akan ditampung di penampung lumpur untuk tempat penampungan lumpur sementara sebelum dikembalikan lagi ke saluran oksidasi atau tangki penyetaraan untuk diproses kembali. Apabila kandungan lumpur dirasa telah banyak atau padat, maka lumpur akan dialirkan ke bagian pemadatan lumpur untuk dikeringkan apabila SV telah mencapai 40 ml/l. Pemadatan lumpur akan mengurangi kadar air dalam lumpur sampai ± 3% menggunakan filter penekan. Lumpur padat yang dihasilkan akan diserahkan kepada dinas kebersihan agar dapat dimanfaatkan sebagai pupuk atau land fill. Sementara itu air hasil Waste Water Treatment (WWT) yang dialirkan ke bak kontrok akan ditampung terlebih dahulu untuk menguji kelayakan air tersebut untuk lingkungan sekitar. Indikatornya adalah penempatan ikan-ikan pada bak kontrol sehingga diketahui air tersebut sudah layak untuk dialirkan ke drainase dan tidak merusak lingkungan. 34

11 5.1.2 Perencanaan Produksi di Perusahaan Kegiatan produksi merupakan hal akan terus berkembang mengikuti arah perkembangan teknologi. Akibatnya kegiatan produksi harus mampu mengikuti penggunaan dari teknologi yang diterapkan pada saat itu. Hasil yang diinginkan berupa kegiatan produksi yang efisien sehingga biaya operasional perusahaan dapat ditekan, namun tidak mengorbankan produktifitas dan kualitas perusahaan. Hasilnya adalah penemuan inovasi baru pada produk dan teknologi yang ada. Perusahaan dapat mencapai tingkat produktifitas yang tinggi apabila mempunyai arah dan tujuan yang jelas dalam kegiatan produksinya. Perencanaan produksi yang sistematis dan mendetail mempunyai peranan untuk mengurangi terjadinya waktu menganggur di lantai produksi sehingga produktifitas perusahaan dapat ditingkatkan. Pembuatan rencana produksi akan manyangkut hal-hal terkait seperti faktor-faktor mesin yang tersedia, kapasitas produksi, stok bahan baku, stok produk jadi, jumlah permintaan pasar, dan hal terkait lainnya. Analisis terhadap seluruh faktor tersebut akan diolah bagian PPIC untuk diterjemahkan menjadi rencana produksi. Bagian PPIC bertanggung jawab penuh atas pengaturan dan pengawasan terhadap pelaksanaan rencana produksi yang diterbitkan. Pembuatan rencana produksi di PT Sinar Sosro KPB Tambun akan memperhatikan faktorfaktor penentu rencana produksi meliputi : Order Management (OMAN) Order Management (OMAN) adalah seluruh pesanan produk yang diterima PT Sinar Sosro KPB Tambun yang berasal dari pesanan oleh KPW PT Sinar Sosro di seluruh Indonesia. Jumlah OMAN akan direkap untuk dijadikan informasi dalam pembuatan rencana produksi. Kapasitas Produksi Perencanaan produksi dibuat dengan mempertimbangkan kapasitas produksi yang dipengaruhi oleh faktor jumlah mesin yang tersedia, kapasitas kerja mesin, kapasitas waktu, dan jumlah tenaga kerja. Pertimbangan kapasitas produksi akan memberikan rencana produksi yang tepat dan dapat dipenuhi. Jika OMAN sedang cenderung dalam posisi tinggi, maka akan dilakukan penambahan jam kerja produksi agar OMAN tersebut terpenuhi. Stok Produk di Gudang Barang Jadi Strategi yang diterapkan PT Sinar Sosro KPB Tambun adalah make-to-stock sehingga perusahaan mempunyai stok produk yang siap kirim di dalam GBJ. Stok produk di GBJ akan mempengaruhi pembuatan rencana produksi dalam hal jumlah stok yang dimiliki. Jika stok suatu produk dianggap masih dapat memenuhi OMAN, maka produk tersebut tidak akan diproduksi dulu. Sedangkan jika stok tidak dapat memenuhi OMAN atau jumlahnya menipis, maka akan dilakukan produksi untuk memenuhi OMAN produk tersebut dan menambah stok produk itu. Pola Pemesanan Pola pemesanan lebih terhadap kecenderungan pemesanan produk yang pernah terjadi untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pembuatan rencana produksi. Data pola pemesanan dapat diperkirakan saat OMAN akan naik sehingga dapat diambil ancang-ancang untuk melakukan produksi sehingga pada saat OMAN naik, perusahaan dapat mengantisipasinya dengan jumlah stok produk yang telah diperbanyak sebelumnya. Pembuatan rencana produksi berasal dari penerimaan OMAN oleh pihak PPIC yang direkap menjadi OMAN bulanan dan mingguan. Rekap data OMAN akan dijadikan informasi dalam pembuatan 35

12 rencana produksi oleh pihak PPIC. Langkah-langkah pembuatan rancana produksi yang ada di PT Sinar Sosro KPB Tambun dapat dilihat pada gambar Gambar 5.14 Aliran perencanaan produksi PT Sinar Sosro KPB Tambun Rencana produksi mingguan merupakan jadwal produksi yang akan dilakukan selama satu minggu kedepan untuk memenuhi OMAN mingguan. Pembuatannya memperhatikan OMAN mingguan, data stok GBJ, stok GBB, dan Work in Process (WIP). Selain itu, rencana produksi dibuat dengan mempertimbangkan kapasitas mesin, tenaga kerja, serta raw material (RM) di GBB. Berikut merupakan konsep dasar perhitungan rencana produksi yang dilakukan oleh bagian PPIC untuk penentuan jumlah produksi dalam rencana produksi mingguan pada persamaan 5 : Rencana Produksi (karton) = (A ( B + C + D )) + Buffer Keterangan : A : OMAN (karton) B : Stok GBJ (karton) C : Stok Karantina dan Pengepakan Ulang (karton) D : Work in Process (WIP) (karton) (5) Perhitungan rencana produksi diatas merupakan perhitungan untuk produksi minimal yang harus direalisasikan agar OMAN terpenuhi. Selain dengan rumus diatas, perhitungannya juga akan mempertimbangkan faktor kebutuhan persediaan masa depan, stok minimum produk, kebutuhan waktu, waktu CIP, jumlah jenis produk yang diproduksi, dan kapasitas GBJ. Kapasitas produksi PT Sinar Sosro KPB Tambun dibagi menjadi kapasitas mesin dan kapasitas tenaga kerja yang akan menjadi pertimbangan dalam penyusunan rencana produksi. Kapasitas produksi utamanya ditentukan oleh kapasitas mesin pengemasan dengan pertimbangan kapasitas sterilisasi dan batch produksi dapat memenuhi kebutuhan mesin pengemasan yang menggunakannya. Kapasitas produksi juga memperhatikan kapasitas pengolahan bahan baku di unit pengolahan. Selain 36

13 kapasitas produksi mesin, penentuan kapasitas produksi juga dipengaruhi oleh kapasitas tenaga kerja, mulai dari penempatan unit-unitnya sampai ke penambahan jam kerja jika diperlukan. Jika kedua faktor tersebut dikolaborasikan maka akan dapat ditentukan kapasitas produksi maksimal dengan mempertimbangkan faktor ketersediaan bahan baku yang sifatnya dapat diusahakan keberadaannya. Kapasitas mesin dan tenaga kerja berperan dalam penentuan kapasitas produksi karena kedua faktor tersebut statusnya sulit untuk ditingkatkan dan membutuhkan biaya yang besar. Hasil pengamatan di lapangan, kapasitas produksi mesin pengemasan dan tenaga kerja ini akan menjadi landasan dalam penyusunan rencana produksi mingguan. Jumlah produk yang akan diproduksi akan diketahui melalui target produksi yang ingin dicapai dan kebutuhan waktu untuk suatu kegiatan produksi. Kegiatan produksi dilakukan berdasarkan rencana produksi mingguan yang diterbitkan, berfungsi sebagai informasi rencana produksi perusahaan. Adanya rencana produksi tersebut juga akan memberikan informasi tentang jumlah kebutuhan bahan baku yang akan digunakan. Keseluruhan aspek diatas akan menghasilkan kapasitas produksi yang bisa dilakukan. Produksi PT Sinar Sosro KPB Tambun juga dibedakan menjadi dua kriteria, yakni produksi dengan kapasitas normal dan maksimum. Kapasitas normal maksudnya adalah perusahaan melakukan kegiatan produksi dengan kapasitas produksi yang dapat diperoleh berdasarkan waktu kerja normal yang ada. Kapasitas normal yang diterapkan sebanyak 141 jam kerja setiap minggunya. Kapasitas maksimum adalah produk yang dapat dihasilkan dengan penerapan sistem penambahan jam kerja yakni tetap berproduksi di hari minggu sehingga hasil produksi mingguan dapat meningkat. Jika menerapkan kapasitas maksimum, perusahaan dapat bekerja hingga mencapai 168 jam per minggunya. Jumlah jam kerja ini akan mempengaruhi kapasitas produksi perusahaan. Selain itu penentuan kapasitas produksi juga berasal dari pengalaman di lapangan mengenai kapasitas produksi mesin pengemasan beserta kinerja mesin yang bersangkutan. Data kapasitas produksi mesin pengemasan disajikan pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Kapasitas mesin pengemasan PT Sinar Sosro KPB Tambun Lini Jenis Mesin Kapasitas (pieces/jam) Kinerja Mesin PET PET ± 95% C TWA ± 95% N TWA ± 95% D TWA ± 95% E TWA ± 95% F TBA ± 95% S TGA ± 75% R TBA ± 95% P TBA ± 95% Can FTC ± 75% TEBS ± 75% 37

14 Berikut adalah contoh perhitungan kapasitas yang dapat diperoleh di salah satu mesin TBA, dengan persamaan 5.2 untuk produksi normal: Kapasitas Mesin TBA : pieces / jam Kondisi Kinerja Mesin : 100% Jam kerja : 24 jam/hari Jam kerja efektif : 100% Kapasitas Produksi = kapasitas mesin x kinerja mesin x jam kerja/hari x jam kerja efektif pieces/hari = x 100% x 24 x 100% (5.2) Perhitungan kapasitas tersebut merupakan perhitungan untuk kapasitas maksimum yang dapat dihasilkan oleh salah satu mesin TBA yang dimiliki dalam satu hari. Kinerja mesin disini adalah pengalaman di lapangan tentang kinerja mesin tersebut pada saat proses produksi selalu lancar ataukah terkendala sehingga harus menyesuaikan, dengan kata lain presentasenya dapat berubah sewaktu-waktu. Kapasitas mesin pengemasan akan disesuaikan dengan kapasitas waktu yang dibutuhkan oleh mesin tersebut untuk melakukan pengisian pada tiap batch produksi yang dimasak. Perhitungan kebutuhan waktu mesin pengemasan untuk menyelesaikan pekerjaan pengisian produk per batch diperoleh dari persamaan 5.3: Waktu Pengemasan per batch (jam/batch) = M : ( N x O : 1000 ml/liter ) (5.3) Keterangan : M : Kapasitas batch produksi (liter/batch) N : Kapasitas mesin pengisian (pieces/jam) O : Isi produk (ml/pieces) Disamping faktor kapasitas mesin tersebut, kapasitas produksi total juga dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja yang dimiliki. Data kapasitas maksimal tenaga kerja yang dapat dilakukan dapat dilihat pada tabel 5.3 Tabel 5.3 Kapasitas maksimum tenaga kerja satu shift kerja lini can - 1 lini tetra 4 2 Sumber : Departemen Produksi PT Sinar Sosro KPB Tambun Kapasitas-kapasitas fasilitas produksi yang dimiliki perusahaan akan dijadikan acuan untuk pembuatan rencana produksi. Rencana produksi di PT Sinar Sosro KPB Tambun akan dibedakan menjadi tiga macam, yakni: rencana produksi tahunan, bulanan, dan mingguan. Seluruh rencana produksi dibuat berdasarkan OMAN yang diberikan oleh KPW PT Sinar Sosro. OMAN yang masuk akan dipenuhi dengan melihat realisasi OMAN setiap minggu untuk dijadikan rencana produksi mingguan sebagai informasi pelaksanaan kegiatan produksi perusahaan. Langkah-langkah pembuatan rencana produksi mingguan adalah membuat rekap data OMAN bulanan dan mingguan, rencana 38

15 produksi untuk pemenuhan OMAN bulanan, perhitungan rencana produksi untuk pemenuhan OMAN mingguan, kemudian disusunlah rencana produksi mingguan untuk memenuhi OMAN. Langkah pertama adalah rekap data OMAN, yakni merekap OMAN dari seluruh KPW yang masuk dengan melakukan pembatasan pada waktu yang telah disepakati. Contoh rekap data OMAN mingguan periode 28 Februari-5 maret 2011 dapat dilihat pada tabel 5.4. Jenis Produk Tabel 5.4 Contoh rekap data OMAN mingguan periode 28 Februari-5 maret 2011 Nama Produk KPW Bali Nusra (karton) KPW Banten (karton) KPW Jabar Utara (karton) KPW Jakarta (karton) Total (karton) FTG FTG Apple FTG FTG Guava HJG HJG Apple HJG HJG Grape Sumber : PPIC PT Sinar Sosro KPB Tambun Rekap data OMAN diatas hanya sebagian contoh OMAN mingguan yang diterima dari 4 KPW dari 13 KPW yang ada. Contoh rekap data OMAN mingguan dapat dilihat secara lengkap pada lampiran 2. Rekap data OMAN akan memberikan informasi tentang permintaan total atas suatu produk. Aliran data perencanaan produksi dilanjutkan ke perbandingan dengan data pemenuhan untuk OMAN bulanan seperti contoh pada tabel 5.5. Tabel 5.5 Contoh rencana produksi untuk pemenuhan OMAN Bulanan JENIS PRODUKSI (A) (B) (C) (D) = (A C) (E) = (B - D) FTG Apple (5.797) FTG Guava (5.169) HJG Apple HJG Grape Sumber : PPIC PT Sinar Sosro KPB Tambun Keterangan : A : OMAN (Februari 2011) B : Stok produk (25 Februari 2011) C : Realisasi OMAN (Februari 2011) D : Sisa OMAN (Februari 2011) E : Prakiraan stok akhir minggu tanpa produksi * : satuan dalam karton 39

16 Setelah diketahui hasil rekapan data OMAN mingguan untuk seluruh KPW yang ada, selanjutnya adalah membandingkan OMAN mingguan tersebut dengan stok produk yang tersedia di gudang sehingga diketahui kebutuhan produksi untuk masing-masing produk. Keputusan untuk melakukan produksi atau tidak juga dipengaruhi oleh OMAN bulanan, karena jika OMAN bulanan sudah tercukupi, maka tidak perlu dilakukan produksi lagi untuk produk yang bersangkutan dan dapat memproduksi produk yang lain untuk memenuhi OMAN. Jika ingin memproduksi suatu produk, maka pihak PPIC awalnya harus menentukan jumlah yang ingin diproduksi kemudian menyusunnya dengan memperhatikan kapasitas produksi. Contoh penentuan jumlah produksi yang ada di PT Sinar Sosro KPB Tambun dapat dilihat pada tabel 5.6. Tabel 5.6 Contoh perhitungan rencana produksi untuk pemenuhan OMAN PRODUK F = (A/4) B G H I = (B+G-H) J = (B+G+K-H) K 1 FTG Apple FTG Guava HJG Apple HJG Grape Sumber : PPIC PT Sinar Sosro KPB Tambun Keterangan : F = minimal stok, didapat dari OMAN bulanan dibagi 4 B = stok produk di GBJ G = stok produk yang ada di bagian repacking atau karantina H = OMAN mingguan I = prakiraan stok akhir jika tidak dilakukan produksi J = prakiraan stok akhir jika dilakukan kegiatan produksi dengan jumlah tertentu K = jumlah rencana produksi minggu tersebut Penentuan jumlah produksi yang dilakukan perusahaan adalah secara manual dan jumlahnya juga menyesuaikan dengan kapasitas mesin dan ketersediaan bahan baku. Namun, dalam pembuatan rencana produksi yang diterapkan perusahaan masih belum ada jawal rinci untuk proses produksi, sehingga sering terjadi waktu menganggur yang banyak disebabkan oleh timbulnya antrian penggunaan fasilitas produksi. Penentuan jumlah produksi dilakukan berdasarkan kondisi yang terjadi pada saat itu. Setelah proses penentuan jumlah rencana produksi setiap produk, selanjutnya adalah menempatkan produk-produk yang akan di produksi berdasarkan lini produksi yang digunakan, tanpa adanya aturan baku untuk proses pengurutan produk yang harus diproduksi terlebih dahulu Rasio Penggunaan Sumber Daya Sumber daya adalah berbagai jenis barang dan jasa yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk diolah untuk menghasilkan barang atau jasa yang lainnya. Sumber daya dibagi menjadi dua jenis, yakni sumber daya mesin dan sumber daya tenaga kerja atau sumber daya manusia. Penggunaan sumber daya produksi di PT Sinar Sosro KPB Tambun selama ini belum optimal karena banyaknya waktu menganggur di lantai produksi dan ditunjukkan oleh hasil perhitungan rasio penggunaan sumber daya produksi perusahaan selama periode pengamatan 28 Februari-16April Nilai rasio penggunaan sumber daya produksi sesuai dengan kondisi perusahaan dapat dilihat pada tabel

17 Tabel 5.7 Rasio Penggunaan Sumber Daya Sesuai dengan Kondisi Perusahaan UNIT NAMA MESIN Sebelum Penjadwalan (%) Minggu Ke Pengolahan 47,29 47,51 45,65 35,15 Sterilisasi Mesin Pengemasan Stork A 80,25 71,64 72,98 82,09 Stork B 0,00 71,64 66,70 95,52 Stork TAD 24,55 59,33 44,87 23,88 Pasteurisasi 51,08 0,00 0,00 35,82 Karbonisasi 0,00 22,01 20,56 0,00 Rata-rata 31,18 44,93 41,02 47,46 Lini C 93,63 21,64 72,36 80,22 Lini N 93,63 70,90 72,36 80,22 Lini D 0,00 71,64 0,00 0,00 Lini E 0,00 22,39 0,00 0,00 Lini F 0,00 49,25 66,70 71,27 Lini R 0,00 49,25 66,70 71,27 Lini P 0,00 0,00 26,77 0,00 Lini S 0,00 22,01 22,48 0,00 Lini CAN 41,08 22,01 20,56 35,82 Lini PET 46,99 25,37 17,91 23,88 Rata-rata 27,53 35,45 36,58 36,27 Pada tabel terlihat bahwa nilai rasio penggunaan masing-masing mesin produksi berbeda-beda tiap alat dan juga berubah setiap minggunya tergantung pada rencana produksi yang dibuat. Pengaturan jadwal produksi yang tidak diperinci mengakibatkan timbulnya antrian dan berakibat pada pemakaian sumber daya yang tidak optimal serta adanya waktu menganggur. Nilai rasio penggunaan sumber daya pada tabel tersebut diperoleh dari perbandingan antara waktu pemakaian mesin sebenarnya (riil) dengan waktu pemakaian yang tersedia. Nilai rasio penggunaan sumber daya dari unit kerja pengolahan diperoleh dari seluruh tangki yang tersedia di unit kerja pengolahan dan diambil rata-ratanya. Nilai rasio penggunaan sumber daya pada unit kerja pengolahan dari minggu ke-9 sampai minggu ke-12 tahun 2011 adalah 47,29%, 47,51%, 45,65%, dan 35,15%. Rata-rata nilai rasio penggunaan untuk alat sterilisasi dari minggu ke-9 sampai minggu ke- 12 tahun 2011 adalah 31,18%, 44,93%, 41,02%, dan 47,46%. Sedangkan rata-rata nilai rasio penggunaan untuk mesin pengemasan dari minggu ke-9 sampai minggu ke-12 tahun 2011 adalah 27,53%, 35,45%, 36,58%, dan 36,27%. Nilai rasio penggunaan sumber daya yang bervariasi dipengaruhi oleh tingkat permintaan dan rencana produksi yang dibuat oleh perusahaan. Penggunaan sumber daya produksi akan menyesuaikan dengan rencana produksi yang disusun oleh perusahaan. Rendahnya nilai rasio penggunaan sumber daya atau beberapa sumber daya produksi yang tidak digunakan dalam setiap minggunya dikarenakan permintaan yang tidak terlalu banyak dan keterbatasan sumber daya manusia yang mengoperasikan 41

18 mesin-mesin produksi tersebut. PT Sinar Sosro KPB Tambun memiliki tenaga kerja yang terbatas, serta untuk pengoperasian mesin dilakukan oleh tenaga kerja yang tersedia secara bergantian sehingga tidak memungkinkan untuk mengaktifkan seluruh sumber daya produksi secara bersamaan. 5.2 Pengembangan Jadwal Produksi Penjadwalan produksi merupakan unsur penting dalam perencanaan produksi di suatu perusahaan. Penjadwalan produksi yang efektif dan efisien adalah model penjadwalan produksi yang dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang tersedia sehingga perusahaan dapat mencapai target produksi yang telah ditetapkan. Ada beberapa macam teknik yang biasa digunakan dalam proses penjadwalan produksi. Pemilihan teknik penjadwalan pada suatu perusahaan akan mempertimbangkan faktor-faktor terkait dengan proses produksi seperti volume produksi, keragaman produk, keadaan proses produksi, dan kompleksitas dari suatu pekerjaan. Pemilihan teknik yang sesuai tergantung pada kondisi perusahaan yang bersangkutan. Penyusunan jadwal produksi di PT Sinar Sosro KPB Tambun akan mengutamakan faktor kapasitas mesin pengemasan karena kapasitas alat ini akan mempengaruhi kapasitas produksi perusahaan. Proses pengisian atau pengemasan merupakan proses yang paling lama atau kapasitasnya paling kecil daripada kapasitas mesin sterilisasi sehingga kapasitas produksi akan menyesuaikan dengan kapasitas mesin pengemasan. Jumlah produksi setiap harinya akan menyesuaikan dengan kapasitas pengemasan pada masing-masing lini produksi. Selain itu, penjadwalan akan mempertimbangkan faktor pengolahan atau pengolahan bahan baku di unit kerja pengolahan. Hal ini disebabkan unit kerja pengolahan adalah bagian yang memasok produk ke stasiun kerja selanjutnya sehingga jika unit kerja pengolahan masih belum dapat memasok bahan maka secara otomatis stasiun kerja sterilisasi dan mesin pengemasan tidak beroperasi. Permasalahan penjadwalan produksi yang dihadapi oleh PT Sinar Sosro KPB Tambun adalah banyaknya antrian di stasiun kerja pengolahan sehingga menimbulkan waktu menganggur yang berarti penjadwalan produksi yang dilakukan tidak berjalan secara optimal. Antrian di stasiun kerja pengolahan disebabkan oleh tidak adanya rincian jadwal produksi sehingga kemungkinan menunggu untuk menggunakan sumber daya produksi sering terjadi. Kendala antrian disebabkan proses produksi seluruh jenis produk menggunakan alat PHE dan perusahaan hanya mempunyai satu PHE sehingga penggunaannya harus bergantian. Satu PHE yang dimiliki digunakan untuk proses produksi seluruh produk. PHE akan menyuplai air baku produksi ke seluruh tangki ekstraksi dan tangki pencampuran untuk proses produksi. Tidak adanya waktu pengaturan untuk penggunaan PHE membuat sering terjadinya antrian penggunaan PHE di unit pengolahan sehingga terkadang unit pengolahan terlambat untuk memasok produk ke unit sterilisasi. Kendala antrian penggunaan PHE di unit pengolahan dapat dilihat pada gambar

19 Gambar 5.15 Aliran bahan proses produksi serta penyebab antrian Pada gambar 5.15 terlihat bahwa seluruh jenis produk menggunakan PHE untuk proses produksinya. Penggunaan PHE inilah yang harus diatur sedemikian rupa sehingga meminimalkan timbulnya antrian yang akan menimbulkan waktu menganggur juga. Satu-satunya PHE yang tersedia untuk mendukung proses produksi ini digunakan untuk memasok air baku produk ke semua tangki ekstraksi, tangki pencampuran, dan tangki pengolahan gula yang digunakan untuk proses produksi. Model penjadwalan produksi yang dibuat untuk PT Sinar Sosro KPB Tambun dimulai dari merekap data permintaan produk yang masuk ke perusahaan dari KPW PT Sinar Sosro yang tersebar di seluruh Indonesia. Permintaan ini akan direkap setiap minggunya tepatnya pada hari Jum at dan akan dibandingkan dengan stok produk yang tersedia di gudang. Setelah diketahui juga stok produk yang ada di gudang maka akan diketahui nilai CR masing-masing produk yang diperoleh dari perbandingan antara jumlah permintaan dengan jumlah stok produk. Setelah itu, produk akan diurutkan sesuai dengan nilai CR mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar. Nilai CR menandakan tingkat kebutuhan pengadaan suatu produk untuk diproduksi, semakin kecil nilai CR maka semakin tinggi tingkat kebutuhan produksi produk tersebut. Setelah diurutkan menurut CR, langkah selanjutnya adalah menentukan jumlah produksi masing-masing produk. Penentuan jumlah produksi secara otomatis akan mengetahui waktu produksi yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu produk sesuai dengan jumlah produksi yang diinginkan. Waktu produksi untuk masing-masing produk ini akan menentukan produk-produk yang akan di produksi dalam periode waktu tertentu, dan produkproduk yang tidak akan diproduksi pada periode waktu tersebut. Proses pemilihan produk dilakukan dengan cara mempertimbangkan waktu produksi produk yang bersangkutan dengan kapasitas jam kerja yang tersedia dalam minggu tersebut. Produk-produk yang akan diproduksi selanjutnya akan diletakkan pada lini-lini produksi masing-masing, sehingga akan didapatkan jadwal produksi mingguan perusahaan. Langkah-langkah model penjadwalan produksi mingguan dapat dilihat pada gambar

20 Gambar 5.16 Diagram alir penjadwalan produksi mingguan Langkah tambahan untuk mendukung rencana produksi mingguan yang telah dibuat adalah dengan menggunakan model penjadwalan harian untuk mengetahui rincian jadwal kegiatan yang harus dilakukan untuk setiap harinya. Tujuan dibuat rincian jadwal kegiatan harian adalah mendukung jadwal rencana produksi untuk meminimalkan antrian yang terjadi pada penggunaan PHE dan mengurangi waktu menganggur di masing-masing lini produksi. Minimalisasi pada setiap unit kerja dapat dilakukan karena dengan model jadwal produksi harian akan diketahui jadwal pengoperasian masing-masing unit kerja secara rinci. Diagram alir pembuatan jadwal pengolahan produk dapat dilihat pada gambar Gambar 5.17 Diagram alir pembuatan jadwal pengolahan harian 44

21 5.2.1 Penjadwalan Mingguan Proses penjadwalan produksi yang dilakukan pada program SI JPS 1.0 mempunyai beberapa asumsi agar jadwal produksi dapat tersusun dengan baik dan sesuai dengan kondisi perusahaan. Adapun asumsi-asumsi yang dilakukan diantarannya : 1. Membandingkan rencana waktu produksi dengan batas waktu produksi yang tersedia. Jika rencana waktu produksi melebihi batas waktu produksi yang tersedia, maka produk yang rencana waktu produksinya melebihi batas waktu produksi yang tersedia tidak akan diproduksi pada periode tersebut. 2. Proses produksi untuk produk-produk yang menggunakan lini TBA atau TWA pada satu lini kerja produksi dilakukan dengan menggunakan dua mesin produksi secara bersamaan dengan jenis mesin yang sama. 3. Jika waktu produksi yang tersedia masih tersisa karena rencana waktu produksi lebih kecil, maka akan dilakukan proses produksi untuk produk lain dan pemilihannya disesuaikan dengan urutan CR dengan produk yang sama dengan lini produksi sebelumnya pada kelompok lini kerja tersebut. Alternatif kegiatan yang dapat dilakukan jika waktu produksi masih tersisa adalah melakukan kegiatan CIP atau perawatan sumber daya produksi. 4. Jika suatu lini kerja produksi batas waktu produksinya tidak mencukupi dan lini kerja satunya masih menyisakan waktu yang dapat dimanfaatkan untuk produksi, serta produk yang rencana waktu produksinya tidak mencukupi merupakan produk dari lini kerja TWA, maka dapat dilakukan proses produksi produk TWA dengan menjalankan empat mesin TWA sekaligus. Pemilihan metode penjadwalan dengan menggunakan teknik CR karena metode CR yang paling sesuai untuk diterapkan di PT Sinar Sosro KPB Tambun daripada metode lainnya yakni LPT dan SPT. Metode CR akan membantu perusahaan memenuhi tingkat permintaan harian yang jumlahnya bergerak fluktuatif. Jika menggunakan metode urutan SPT atau LPT maka terbuka kemungkinan produk yang sebenarnya mempunyai tingkat kebutuhan produksi yang mendesak berada di urutan akhir, sehingga permintaan harian tidak terpenuhi. Penggunaan metode CR didasari oleh pengiriman produk yang dilakukan perusahaan setiap hari dan jumlah permintaan harian yang bergerak dinamis membuat perusahaan harus selalu menyediakan stok produk untuk memenuhi permintaan setiap saat. Jika menggunakan metode SPT atau LPT maka akan terbuka kemungkinan permintaan harian yang masuk ke perusahaan tidak terpenuhi karena jumlah stok produk yang tersedia di gudang tidak mencukupi untuk memenuhi permintaan. Kekurangan stok produk ini disebabkan proses produksi untuk produk yang persediaannya sudah menipis mempunyai kemungkinan diproduksi di akhir waktu karena penjadwalannya berdasarkan waktu proses produksi produk yang berkaitan. Solusinya adalah menggunakan metode CR dengan cara memproduksi produk yang lebih membutuhkan penambahan stok produk terlebih dahulu untuk memenuhi permintaan. Model penjadwalan produksi diawali dengan merekap permintaan dari seluruh KPW sehingga diketahui total permintaan masing-masing produk untuk minggu yang bersangkutan. Setelah itu akan dilihat jumlah stok produk yang tersedia di gudang. Jika jumlah stok produk dan jumlah permintaan per minggunya diketahui, maka akan dapat diketahui nilai CR dari masing-masing produk yang diperoleh dari hasil perbandingan stok produk yang tersedia dengan jumlah permintaannya. Contoh perhitungan di bawah ini akan menjelaskan tentang proses penjadwalan produksi oleh program SI JPS 1.0 dengan mengambil data pada minggu ke-9 tahun 2011 dan mengasumsikan jumlah hari kerjanya hanya tiga hari kerja. Contoh rekap data stok produk di gudang dan permintaan mingguan dapat dilihat di tabel

22 Tabel 5.8 Contoh rekap stok produk dan permintaan serta menghitung nilai CR Kode Jenis Lini Stok Produk Permintaan Critical Ratio Varian Produk Produksi (karton) (karton) (%) 1 FTG Apple TWA ,84 2 FTG Strawberry TWA ,64 3 FTG Guava TWA ,45 4 FTG Blackcurrant TWA ,44 5 FTG Fusion TWA ,91 Setelah diketahui nilai CR dari masing-masing produk, selanjutnya seluruh produk akan diurutkan berdasarkan nilai CR yang terkecil ke yang terbesar. Pada langkah ini juga akan ditentukan jumlah produksi yang akan dilakukan untuk masing-masing produk. Jumlah produksi yang akan dilakukan sesuai dengan jumlah permintaan atas produk tersebut ditambah dengan buffer sebesar 25%. Setelah diketahui jumlah produksinya dalam satuan karton, maka akan disesuaikan dengan jumlah batch pengolahan setiap produk. Apabila jumlah produksi menghasilkan batch produksi yang tidak penuh, maka jumlah produksi akan dibulatkan ke atas sehingga diperoleh jumlah produksi dengan satuan karton dan dalam satuan batch produksi yang sesuai dengan satuan formulasi batch produksi masing-masing produk. Contoh pengurutan nilai CR dan penentuan jumlah produksi dapat dilihat pada tabel 5.9. Tabel 5.9 Pengurutan CR dan penentuan jumlah rencana produksi Kode Jenis Produk Varian Lini Produksi Stok Produk Permintaan Critical Ratio Rencana Produksi Rencana Produksi (karton) (karton) (%) (Karton) (Batch) 32 CCE Guava PET , FTG Guava TWA , HJG Grape TWA , FTC Apple CAN , CCE Mango PET , Setelah diurutkan berdasarkan CR dan telah ditetapkan jumlah produksi masing-masing produk, maka akan diketahui pula kebutuhan waktu produksi untuk masing-masing produk sesuai dengan jumlah produksi yang direncanakan. Waktu produksi yang dimaksudkan adalah waktu pengemasan yang dibutuhkan masing-masing produk yang diperoleh dari perhitungan pada persamaan 5.2. Adanya jumlah rencana waktu produksi ini akan digunakan sebagai acuan untuk menetapkan produk-produk yang akan di produksi dan produk yang tidak dapat diproduksi pada minggu tersebut karena keterbatasan kapasitas waktu produksi perusahaan. Waktu produksi yang dihitung adalah waktu produksi yang diakumulasikan antara semua waktu produksi mulai dari pertama sampai terakhir. Selain jumlah rencana waktu produksi keseluruhan, pemilihan produk yang akan diproduksi 46

23 juga berdasarkan rencana waktu produksi yang dibutuhkan di setiap lini produksinya. Contoh urutan produk sebelum dilakukan pemilihan produk yang akan diproduksi dapat dilihat pada tabel 5.10, sedangkan proses pemilihan produk yang akan diproduksi dan yang tidak diproduksi dapat dilihat pada tabel Tabel 5.10 Contoh urutan produk sebelum pemilihan produk yang diproduksi 47

24 Tabel 5.11 Contoh pemilihan produk-produk yang akan diproduksi Pada tabel 5.10 yakni sebelum dilakukan pemilihan, terlihat semua jenis produk yang memiliki suatu permintaan pada minggu tersebut dan telah diurutkan berdasarkan nilai CR masing-masing produk. Selanjutnya dilakukan pemilihan dengan membandingkan antara total rencana waktu produksi dan total rencana waktu produksi per lini produksi dengan waktu kerja yang tersedia. Pertama yang dilakukan adalah membandingkan antara total rencana waktu produksi per lini dengan jam kerja yang tersedia per lini produksinya. Selanjutnya adalah membandingkan total rencana waktu produksi semua produk dengan total jam kerja yang tersedia per minggu yang dapat digunakan. Jumlah jam produksi diperoleh dari jumlah hari kerja yang ditentukan pada saat awal menjalankan program. Jumlah jam kerja tersebut akan dihitung dengan persamaan 5.4. Jumlah jam produksi = (((jumlah hari kerja 1 hari) x 24 jam/hari + 15 jam) 4 jam) x 2 (5.4) Waktu yang tersedia per minggu disini adalah waktu produksi yang tersedia yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produksi. Waktu yang tersedia berasal dari jumlah jam kerja per minggu dikurangi 4 jam dengan asumsi pada saat awal produksi di hari pertama kerja dilakukan persiapan mesin terlebih dahulu sehingga proses produksi benar-benar baru bisa berjalan pada jam 10:00:00 di hari pertama kerja. Waktu persiapan ini digunakan untuk melakukan persiapan pada mesin-mesin pendukung kegiatan produksi dan melakukan CIP pada sumber daya yang akan digunakan untuk kegiatan produksi. Setelah itu dikalikan dengan dua karena jumlah lini produksi yang akan dilakukan penjadwalan adalah dua lini produksi yang dapat dioperasikan secara bersamaan. Waktu produksi yang tersedia tidak memperhitungkan lini produksi yang ketiga yakni lini kerja PET karena penjadwalan untuk produk-produk PET diatur sendiri tidak melalui mekanisme yang sama dengan lini produksi lainnya. Lini produksi selain lini PET akan dibagi menjadi dua kelompok lini produksi sehingga jumlah jam produksi masing-masing lini produksi diakumulasikan. 48

25 Pada contoh kasus diatas, di awal program diasumsikan bahwa total hari kerja adalah tiga hari, maka melalui persamaan 5.4 dapat diketahui bahwa waktu yang tersedia pada minggu tersebut adalah 118 jam. Langkah berikutnya adalah mencari batas waktu yang dapat digunakan sebagai jam kerja produktif dalam artian menghasilkan suatu produk, tidak dalam keadaan CIP pada saat pergantian produk. Cara perhitungannya adalah mengurangi waktu yang tersedia dengan waktu yang akan digunakan untuk proses pengolahan pada awal minggu dan waktu yang akan digunakan untuk proses CIP. Pada proses pemilihan produk yang dihitung adalah waktu proses pengemasan saja, dengan cara proses pengolahan dilakukan sebelum jadwal pengemasan yang telah dibuat. Pengolahan sebelum jadwal pengemasan produk dilakukan agar pada saat proses pergantian produk, proses pengemasan tidak menunggu proses pengolahan bahan baku terlebih dahulu. Oleh sebab itu, batas waktu maksimal yang diperhitungkan untuk pemilihan produk harus dikurangi waktu proses pengolahan pada batch pertama untuk produk pertama di masing-masing lini produksi. Proses pengolahan pada batch pertama produk pertama masing-masing lini tetap dihitung karena pada saat hari pertama kerja, harus dilakukan proses pengolahan terlebih dahulu dan diperhitungkan dalam proses penjadwalan produksi. Waktu pengolahan yang digunakan untuk menghitung batas waktu maksimal adalah dengan asumsi proses pengolahan terlama. Sedangkan waktu proses CIP di dapat dari waktu rata-rata proses CIP dan diasumsikan setiap hari maksimal terjadi pergantian produk sebanyak satu kali, sehingga waktu proses CIP diasumsikan rata-rata waktu proses CIP dikali dengan dua kali proses pergantian per hari kemudian dikalikan dengan jumlah hari kerja. Pada contoh kasus ini diketahui bahwa waktu yang tersedia adalah 118 jam. Proses pengolahan terlama adalah proses pengolahan produk Fruit Tea yakni mencapai 3:15:00 yang berarti untuk dua lini yang beroperasi waktu proses pengolahannya mencapai 6:30:00. Sedangkan rata-rata waktu proses CIP adalah 1:24:00, sehingga untuk dua lini produksi waktu proses CIP-nya sebanyak 2:48:00. Dari data tersebut dapat diketahui batas waktu maksimal proses pengemasan untuk penentuan produk yang akan diproduksi dalam dua lini pada contoh diatas adalah 103:06:00 seperti yang terlihat pada persamaan 5.5. Batas waktu maksimal = waktu yang tersedia pengolahan awal proses CIP x hari kerja (5.5) 103:06:00 = 118:00:00 6:30:00 2:48:00/hari x 3 hari Jumlah jam kerja per minggu ini akan menentukan batas waktu maksimum per minggu pada masing-masing lini produksi. Jumlah lini produksi yang dapat diaktifkan di PT Sinar Sosro KPB Tambun secara bersamaan adalah sebanyak tiga jenis lini produksi dengan syarat satu lini produksinya adalah lini PET. Jika lini produksi PET tidak beroperasi maka perusahaan hanya dapat mengaktifkan dua jenis lini produksi secara bersamaan, hal ini terkait dengan sumber daya manusia yang tersedia. Pada proses pemilihan produk yang akan diproduksi, untuk produk yang diproduksi di lini produksi PET tidak diperhitungkan dalam rencana penjadwalan waktu produksi karena produk-produk PET dikerjakan dengan alokasi khusus dan tersendiri. Hal ini disebabkan produk-produk dari lini PET proses produksinya tidak bergantian dengan produk dari lini produksi lainnya serta hanya memiliki kapasitas satu shift kerja. Proses penjadwalan untuk produk-produk yang diproses dalam lini PET dilakukan berdasarkan urutan nilai CR dan satu hari hanya memproduksi satu jenis produk PET karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki. Selain itu, jika dilakukan pergantian jenis produk pada lini PET dianggap tidak efisien karena keterbatasan jumlah jam kerja lini PET yang hanya mempunyai kapasitas produksi satu shift kerja per harinya. Langkah pertama pemilihan produk didasarkan pada rencana waktu produksi per lini dibandingkan dengan batas waktu jam kerja yang tersedia per lini. Apabila rencana waktu produksi 49

26 per lini produksi masih lebih kecil dari batas jam kerja yang tersedia per lini, maka produk tersebut akan diproduksi. Sedangkan apabila total rencana waktu produksi per lini sudah melebihi batas waktu produksi yang tersedia per lini, maka produk tersebut tidak akan diproduksi dan dilanjutkan ke produk lainnya yang rencana waktu produksinya lebih mencukupi dan tetap berdasarkan urutan nilai CR produk tersebut. Contohnya pada tabel 5.11 di atas rencana waktu produksi untuk produk FTG Blackcurrant dan HJG Orange sudah melebihi batas waktu produksi yang tersedia per lini, maka produk tersebut tidak diproduksi karena alokasi rencana waktu produksi per lini untuk produk tersebut tidak mencukupi. Akhirnya pada tabel 5.11 dapat dilihat bahwa produk FTG Blackcurrant dan HJG Orange dihapus dari daftar produk yang akan diproduksi atau pada tabel 5.11 tulisan diberi tanda merah sebagai tanda untuk produk-produk yang tidak diproduksi. Setelah dipilih produk-produk yang berdasarkan lini produksinya, jika waktu produksi yang tersedia per minggu masih memungkinkan untuk memproduksi jenis produk dibawahnya, maka produk tersebut akan dipilih untuk diproduksi seperti pada contoh tabel 5.11, untuk produk di lini produksi TWA yang rencana waktu produksinya sudah tidak mencukupi, namun masih memungkinkan untuk memproduksi produk TBK 200 ml, maka produk tersebut akan diproduksi. Batas produk yang tidak dapat diproduksi adalah produk yang rencana waktu produksinya melebihi batas waktu yang tersedia dalam minggu tersebut. Contoh pembatasan produk yang rencana waktu produksinya sudah tidak mencukupi adalah produk HJG Cherry-B yang jika diproduksi maka akan selesai pada jam ke 112:13:00 sementara batas waktu yang tersedia dalam minggu tersebut hanya sampai jam ke 103:06:00. Pemilihan produk ini masih dapat ditambahkan secara manual jika masih menginginkan produksi dan memanfaatkan sisa waktu kapasitas jam kerja perusahaan. Contohnya memproduksi produk yang selanjutnya dalam urutan CR namun diproduksi dengan jumlah kurang dari jumlah rencana produksi yang telah ditetapkan karena harus menyesuaikan dengan kapasitas waktu produksi yang masih dapat dimanfaatkan. Proses berikutnya setelah diketahui produk yang akan diproduksi beserta jumlah produksinya adalah produk-produk tersebut akan dikelompokkan dan dihitung waktu produksinya berdasarkan lini produksinya yang diletakkan secara berurutan sesuai dengan nilai CR yang terkecil produk pertama untuk lini produksi yang bersangkutan. Setelah dikelompokkan dalam lini produksi masing-masing, maka akan dihitung jumlah rencana waktu produksi untuk masing-masing lini. Oleh karena keterbatasan operator, setiap hari jumlah lini produksi yang dapat dioperasikan maksimal tiga lini produksi dengan syarat satu lini produksi adalah lini produksi PET. Keterbatasan operator ini mengakibatkan seluruh jenis lini produksi harus dikelompokkan ke dalam dua lini produksi diluar lini produksi PET. Cara pengelompokkannya menggunakan jumlah waktu rencana produksi masing-masing lini produksi. Langkah pertama adalah menempatkan lini produksi pada kelompok lini produksi pertama dan kedua sesuai dengan nilai CR produk pertamanya pada lini produksi pertama dan kedua. Selanjutnya lini produksi dalam urutan ketiga dan seterusnya akan ditempatkan berdasarkan total rencana waktu produksi yang lebih kecil pada lini pertama dan kedua. Jika lini pertama total waktu rencana produksinya lebih kecil daripada lini kedua, maka kelompok produk lini produksi ketiga akan ditempatkan pada lini produksi yang pertama demikian juga sebaliknya. Setelah dikelompokkan menjadi dua lini kerja produksi, selanjutnya adalah mengurutkan kembali produk-produk yang akan diproduksi berdasarkan nilai CR masing-masing produk sesuai dengan pengelompokkan jenis lini produksi yang telah dilakukan. Contoh pengelompokkan lini produksi dapat dilihat di tabel

27 Tabel 5.12 Contoh pengelompokan jenis lini produksi dan susunan urutan produksi Pada tabel 5.12 dapat dilihat bahwa berdasarkan produk-produk yang akan diproduksi, jika dikelompokkan pada lini produksi masing-masing sesuai dengan produk pertama dengan CR terkecil pada lini tersebut urutannya adalah lini TWA, CAN, kemudian TBA. Setelah dikelompokkan maka akan dijumlahkan waktu rencana produksi masing-masing lini seperti yang diketahui pada tabel 5.12, bahwa waktu produksi untuk masing-masing lini sebagai berikut TWA 48:00:00, CAN 20:46:00, dan TBA 30:24:00. Sementara untuk pengelompokkan kedalam dua lini produksi langkah yang pertama adalah menempatkan lini TWA pada lini kerja pertama, dan CAN pada lini kerja kedua. Sementara untuk lini ketiga yakni TWA akan ditempatkan pada kelompok lini produksi yang waktu rencana produksinya lebih kecil. Pada contoh kasus tersebut kelompok lini kerja kedua yakni CAN mempunyai waktu rencana produksi lebih kecil daripada kelompok lini pertama yaitu TWA. Oleh sebab itu, produk-produk lini TBA dimasukkan kedalam kelompok lini kerja produksi yang kedua bersama dengan produk-produk lini CAN. Jika ada kelompok produk lini keempat, maka kelompok tersebut akan ditempatkan bersama kelompok lini kerja pertama karena total waktu rencana produksinya sekarang lebih kecil daripada lini kerja produksi kedua yang diisi produk-produk CAN dan TWA dengan total waktu rencana produksi 51:22:00. Setelah terbagi kedalam dua kelompok lini produksi, maka produk akan diurutkan kembali berdasarkan nilai CR pada masing-masing kelompok lini kerja yang telah ditentukan. Langkah terakhir adalah penyusunan jadwal produksi mingguan sesuai dengan proses pengurutan dan penyusunan dalam langkah-langkah sebelumnya. Pada tahap akhir ini, proses yang dilakukan adalah memberikan informasi jadwal produk yang harus diproduksi disertai dengan waktu produksi masing-masing produk dan jumlah yang harus diproduksi. Selain itu, pada bagian bawah tabel keluaran ditampilkan informasi tentang batas jam kerja perusahaan pada minggu tersebut serta durasi waktu proses produksi perusahaan. Batas jam kerja perusahaan merupakan waktu pada saat jam kerja perusahaan berakhir. Batas jam kerja ini berasal dari jam kerja yang tersedia pada minggu tersebut. Pada contoh kasus ini, jumlah jam kerja menurut persamaan 4.1 batas jam kerjanya adalah 63 jam. Batas jam kerja akan diketahui dari jam mulai kerja pada hari pertama kerja ditambah dengan jumlah jam kerja. Pada kasus ini awal jam kerja hari pertama adalah jam enam pagi, sehingga batas jam kerjanya adalah jam ke 69:00:00 atau sama artinya dengan selesai pada hari ketiga jam 21:00:00 51

28 seperti yang ditampilkan pada data waktu max pada tabel Sedangkan informasi durasi produksi ditampilkan untuk mengetahui waktu produksi perusahaan diluar waktu CIP. Penentuan awal proses produksi masing-masing lini dilakukan secara bergantian karena faktor penggunaan PHE yang harus bergantian juga pada saat proses pengolahan. Contoh hasil penjadwalan produksi dapat dilihat pada tabel Tabel 5.13 Keluaran hasil penjadwalan produksi Pada tabel 5.13 dapat dilihat bahwa seluruh rencana produksi selesai sebelum batas jam kerja perusahaan yakni pada hari ketiga jam 21:00:00. Jika terjadi hal demikian, yakni jadwal rencana produksi selesai jauh sebelum batas jam kerja, maka perusahaan dapat menambah kegiatan produksi dengan memproduksi produk yang lainnya tapi masih sesuai dengan kelompok lini produksi yang telah dibuat beserta tetap memperhatikan urutan CR produk. Alternatif lainnya jika rencana produksi selesai sebelum batas jam kerja maka dapat dilakukan kegiatan CIP atau perawatan sumber daya yang dimiliki. Namun, jika pada jadwal produksi suatu produk proses produksinya melebihi batas jam kerja, maka perusahaan dapat mengurangi jumlah produksi untuk produk tersebut untuk menyesuaikan batas jam kerja yang dimiliki. Waktu proses produksi yang ditampilkan adalah menunjukkan waktu produksi pada hari yang bersangkutan. Seperti pada contoh, produk FTG Guava akan diproduksi mulai jam 10:20:00 pada hari pertama kerja. Pada penjadwalan lini produksi PET data waktu max atau batas jam kerja merupakan durasi jam kerja yang tersedia untuk proses produksi produk-produk PET dalam minggu tersebut dikurangi dengan waktu pengolahan produk pada awal hari pertama kerja. Lini PET hanya memiliki satu shift 52

29 tenaga kerja untuk kegiatan produksi. Dalam kasus ini berarti jika terdapat tiga hari kerja dan masingmasing jumlah jam kerja per harinya delapan jam, maka batas waktu produksinya adalah jumlah jam kerja pada minggu tersebut yakni 24 jam dikurangi dengan waktu proses pengolahan terlama yakni pengolahan produk TSE selama tiga jam. Berdasarkan data tersebut, maka batas jam kerja untuk lini PET pada contoh kasus ini adalah 21 jam. Jika jumlah waktu proses produksi PET tidak melebihi batas waktu maksimal, maka tidak perlu dilakukan pengurangan jumlah produksi pada suatu produk. Namun, jika jumlah waktu proses produksi PET melebihi batas waktu yang tersedia maka suatu produk harus dikurangi jumlah produksinya menyesuaikan dengan kapasitas produksi yang dapat dilakukan perusahaan. Selain itu, untuk produksi untuk produk-produk PET harus memperhatikan durasi waktu proses produksi setiap harinya, jika durasi proses produksi melebihi delapan jam, maka dapat dilakukan pengurangan jumlah produksi agar proses produksinya tidak melebihi jumlah jam kerja yang tersedia atau dapat memindahkan proses produksi tersebut pada hari berikutnya atau sebelumnya. Selain itu, jika waktu proses produksi setiap harinya dirasa hanya sedikit dan dapat digabung dengan proses produksi produk PET pada hari lainnya, maka dapat dilakukan pergantian hari produksi atau digabung dengan produk yang lainnya. Apabila ada penambahan permintaan terhadap suatu produk pada saat jadwal produksi yang telah dibuat sudah berjalan, maka langkah pertama untuk memenuhi permintaan tambahan tersebut adalah dengan mengambil stok produk yang tersedia. Namun, jika penambahan permintaan jumlahnya lebih tinggi dan tidak dapat dipenuhi oleh produk yang tersedia, maka akan dilakukan penyesuaian jadwal produksi mingguan yang telah dibuat. Caranya adalah memasukkan data tentang tanggal pembuatan jadwal produksi mingguan sebelum dilakukan penyesuaian jadwal produksi. Setelah itu, pihak PPIC harus memasukkan jumlah permintaan tambahan pada produk yang dimaksud. Setelah itu proses penjadwalan dilakukan seperti biasanya. Selanjutnya jadwal produksi mingguan yang baru akan dibandingkan dengan jadwal produksi mingguan yang sebelumnya. Jika tidak terjadi perubahan urutan produksi, maka produksi dilakukan secara normal sesuai dengan jadwal yang dibuat. Namun jika terjadi perubahan urutan jadwal produksi, maka jadwal produksi yang terbaru yang akan digunakan dengan menyesuaikan dengan hari kerja yang telah berjalan. Jika jadwal penambahan produksi telah melewati tanggal produksi yang baru, maka kegiatan produksi untuk produk tersebut akan dilakukan pada hari pembuatan perbaikan jadwal produksi dilakukan. Perubahan jadwal produksi akan membuat jadwal produksi yang lainnya akan mundur dari jadwal produksi yang sebelumnya namun masih tetap sesuai dengan urutan nilai CR yang baru. Program penjadwalan produksi SI JPS 1.0 akan dicoba untuk melakukan proses penjadwalan dengan menggunakan data permintaan dan stok produk sebenarnya dari minggu ke-9 sampai minggu ke-12. Program SI JPS akan diuji kemampuannya untuk melakukan simulasi sesuai dengan yang diinginkan dan dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh PT Sinar Sosro KPB Tambun. Penjelasan akan dilakukan mulai dari tahap pemilihan produk yang akan diproduksi. Langkah penentuan nilai CR dan pengurutan berdasarkan nilai CR tidak dijelaskan karena langkah-langkahnya sama tahapannya sesuai dengan yang di jelaskan sebelumnya. Data permintaan produk dan data stok produk pada minggu ke-9 sampai minggu ke-12 dapat dilihat di lampiran 3. Tahapan pertama adalah merekap data permintaan dan stok produk yang ada di gudang. Proses perekapan data dilakukan dengan memasukan data tanggal dan minggu pembuatan jadwal produksi. Masukan data tanggal pembuatan untuk memanggil database tentang informasi stok produk yang tersedia pada saat itu, sedangkan masukan data minggu pembuatan digunakan untuk menampilkan rekap data permintaan pada minggu tersebut. Selain memasukan data tentang tanggal dan minggu pembuatan jadwal produksi, pengguna harus memasukan data tentang hari kerja yang 53

30 tersedia pada minggu tersebut. Penentuan jumlah hari kerja akan menentukan waktu kerja yang tersedia pada minggu tersebut. Langkah kedua setelah melakukan perekapan data dari masukan data yang dilakukan maka akan ditentukan nilai CR setiap produk. Penentuan nilai CR secara otomatis akan diikuti dengan pengurutan produk menurut CR yang terkecil hingga terbesar. Pada proses pengurutan berdasarkan CR akan diikuti dengan penentuan jumlah produksi yang akan dilakukan pada masing-masing produk. Penentuan jumlah produksi dilakukan berdasarkan jumlah permintaan ditambah buffer 25% dari permintaan. Jumlah produksi yang didapat juga akan disesuaikan dengan jumlah batch produksi untuk masing-masing produk. Contohnya jika permintaan untuk produk FTG Guava sebanyak 6500 karton, sesuai dengan persamaan 4.2, maka perhitungan jumlah produksi seperti berikut : Rencana Jumlah Produksi = Jumlah 25% Jumlah + Permintaan Permintaan = % x 6500 = = 8125 karton (5.6) Setelah diketahui rencana jumlah produksinya dalam satuan karton, maka akan diketahui rencana jumlah produksinya dalam satuan batch produksi. Cara konversi dari jumlah rencana produksi dalam satuan karton menjadi jumlah rencana produksi satuan batch produksi sebagai berikut : Rencana Batch Produksi = 8125 karton x 24 pieces/karton x 200 ml/pieces : 1000 ml/liter : 6000 liter/batch = 6,5 batch (5.7) Perhitungan di atas menyatakan bahwa dengan tingkat permintaan produk FTG Guava sebanyak 6500 karton, maka rencana jumlah produksinya sebanyak 8125 karton atau sebanyak 6,5 batch produksi. Perusahaan melakukan proses pengolahan bahan baku dengan sistem batch produksi, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan produksi dengan satuan yang tidak bulat seperti kasus ini, yakni memproduksi 6,5 batch FTG Guava. Faktor proses produksi tersebut yang membuat jumlah produksi harus disesuaikan dengan jumlah batch produksi masing-masing produk, sehingga produksi akan dibulatkan keatas menjadi 7 batch produksi atau setara dengan 8750 karton. Pembulatan ke atas bertujuan untuk memenuhi jumlah produksi minimal yang didapat dari jumlah permintaan ditambah dengan buffer 25%. Buffer dan hasil pembulatan dari penyesuaian batch produksi akan digunakan sebagai stok produk yang dapat digunakan untuk memenuhi permintaan. Perhitungan konversi jumlah produksi dari satuan batch produksi ke dalam satuan karton dapat dilihat sebagai berikut : Jumlah Produksi = 7 batch x = 8750 karton 6000 liter/batch x 1000 ml/liter : 200 ml/pieces : 24 pieces/karton (5.8) Tahapan berikutnya adalah menentukan produk yang akan diproduksi dalam pembuatan rencana produksi dan penyusunan jadwal produksi berdasarkan nilai CR dan lini produksinya. Pembahasan selanjutnya akan menyajikan proses pembuatan jadwal produksi sesuai dengan data perusahaan pada minggu ke-9 sampai minggu ke-12 tahun 2011 secara berturut-turut. Pada minggu ke-9 proses pemilihan produk yang akan di produksi dapat dilihat pada lampiran 4. Pada tabel di 54

31 lampiran 4 diketahui bahwa batas produk yang akan diproduksi adalah sampai produk HJG Appleberry sebanyak 3 batch produksi. Pembatasan dilakukan karena produk dengan urutan dibawahnya yakni TSC jika diproduksi alokasi waktu yang dibutuhkan melebihi kapasitas produksi maksimum yang tersedia. Oleh karena itu, produk yang diproduksi dibatasi sampai pada produk HJG Appleberry karena waktu produksi yang tersedia hanya mencukupi sampai rencana waktu produksi untuk produk tersebut. Selanjutnya adalah proses pengelompokkan dan pengurutan produk berdasarkan lini produksinya serta akan dihitung total rencana waktu produksi yang dibutuhkan masing-masing produk. Proses pengurutan produk sesuai dengan lini produksi dan nilai CR untuk penjadwalan minggu ke-9 dapat dilihat pada tabel Tabel 5.14 Pengurutan produk sesuai lini produksi pada minggu ke-9 Pada tabel 5.14 terlihat bahwa produk diurutkan sesuai dengan lini produksinya. Pengurutan lini produksi akan disesuaikan dengan nilai CR masing-masing produk. Proses pengurutan produk sesuai dengan lini produksinya ini tidak memperhatikan produk-produk lini PET karena lini produksi PET dapat diproses sendiri yakni khusus ditempatkan pada lini produksi ketiga. Pada kolom pertama data yang ditampilkan adalah produk-produk untuk lini produksi TWA, hal ini dikarenakan produk TWA muncul pertama kali pada saat proses pengurutan nilai CR. Kemudian pada lini kedua muncul lini produksi CAN, karena lini produksi CAN adalah lini produksi kedua yang muncul sesuai dengan proses pengurutan nilai CR produk. Proses pengurutan selanjutnya sama sampai seluruh lini produksi dari produk yang akan diproduksi ditempatkan sesuai dengan urutan nilai CR produk pertama yang muncul untuk masing-masing lini produksi. Setelah lini produksi urut, maka proses berikutnya adalah mengurutkan produk yang akan diproduksi di kolom lini produksi masing-masing sesuai dengan urutan nilai CR. Proses pengurutan produk di dalam kolom lini produksinya akan diikuti dengan jumlah produksi yang direncanakan dan alokasi waktu pengemasan produk yang dibutuhkan untuk masing-masing produk. Setelah diketahui rencana waktu pengemasan yang dibutuhkan untuk masing-masing produk, selanjutnya akan dikelompokkan menjadi dua kelompok lini produksi yang tersedia. Pengelompokan ini berdasarkan rencana waktu pengemasan yang dibutuhkan oleh masing-masing lini produksi. Proses pengelompokkan lini produksi pada minggu ke-9 dapat dilihat pada tabel

32 Tabel 5.15 Pengelompokkan lini produksi minggu ke-9 Proses pengelompokkan dilakukan berdasarkan rencana waktu pengemasan yang dibutuhkan untuk masing-masing lini produksi. Prosesnya adalah membandingkan antara lini pertama dan kedua, yakni lini TWA dan CAN. Pada data di tabel 5.15 diketahui bahwa alokasi waktu lini CAN yakni 20:48:00, lebih kecil daripada lini produksi TWA yang membutuhkan alokasi waktu 82 jam, sehingga kelompok lini produksi ketiga yakni lini produksi TBA akan dimasukkan ke dalam kelompok lini produksi CAN. Proses seperti itu akan dilakukan sampai semua lini produksi terbagi menjadi dua kelompok lini produksi. Algoritma pengelompokkan lini produksi dapat dilihat di lampiran 5. Selanjutnya di dalam kelompok kerja lini produksi tersebut, akan disusun urutan produk yang akan diproduksi sesuai dengan nilai CR dan sesuai dengan pembagian kelompok lini kerja produksi yang telah ditentukan. Jadwal produksi telah selesai dibuat sesuai dengan pengurutan produk berdasarkan nilai CR dan pembagian lini kerja produksi yang telah dilakukan. Langkah terakhirnya adalah menentukan waktu produksi untuk masing-masing produk sesuai dengan urutan yang telah dibuat. Proses penentuan rencana waktu produksi pada minggu ke-9 dapat dilihat pada tabel

33 Tabel 5.16 Tampilan jadwal produksi minggu ke-9 Pada gambar tersebut dijelaskan susunan jadwal rencana produksi yang akan dilaksanakan oleh perusahaan dan disertai dengan lini produksi, waktu produksi, waktu proses produksi, serta jumlah produksi yang akan dilakukan untuk masing-masing produk. Penetapan waktu mulai proses produksi pada masing-masing lini ditentukan secara bergantian. Contohnya pada jadwal produksi yang dibuat untuk minggu ke-9 proses produksi yang akan dimulai terlebih dahulu adalah lini produksi PET karena untuk lini kerja PET tenaga kerja yang tersedia hanya satu shift kerja, sehingga harus didahulukan. Kemudian diikuti dengan proses produksi pada lini kerja pertama pada jam 10:20:00 dan lini kerja kedua pada jam 10:40:00. Perbedaan waktu mulai produksi ini disebabkan penggunaan PHE 57

34 secara bergantian. Serta proses produksi baru bisa dimulai jam 10:00:00 karena dari jam 6 sampai jam 10 sedang dilakukan persiapan alat pendukung produksi seperti ketel uap dan kompresor serta akan dilakukan proses CIP terlebih dahulu untuk peralatan produksinya. Jadwal produksi akan menyesuaikan dengan urutan produk yang telah disusun pada masingmasing lini kerja produksi. Misalnya pada lini kerja produksi yang pertama yakni mengerjakan produk FTG Guava, setelah selesai maka akan dilanjutkan memproduksi produk di urutan selanjutnya, yakni HJG Grape. Perbedaan waktu selesai proses produksi FTG Guava yang selesai pada jam 27:33:00 dan akan memulai proses pengemasan produk HJG Grape pada jam 28:18:00 disebabkan adanya proses CIP pada saat pergantian produk. Jadwal produksi yang dilakukan untuk produk pada urutan pertama dihitung sejak proses pengolahan di unit pengolahan dilakukan. Sedangkan untuk produk kedua dan seterusnya jadwal yang ditetapkan merupakan jadwal produk mulai dilakukan pengemasan, dengan asumsi pengolahan bahan baku produk di unit pengolahan dilakukan sebelum proses transfer produk dilakukan. Proses pengolahan untuk produk kedua dan seterusnya dapat dilakukan sejak proses produksi produk yang ada diurutan sebelumnya sedang dilakukan pengemasan untuk batch terakhir dengan asumsi produk selanjutnya sudah siap saat proses pengemasan produk tersebut akan dilakukan. Pada tahapan akhir adalah penyesuaian jadwal pada lini kerja produksi pertama dan kedua dengan batas waktu produksi yang tersedia untuk setiap minggunya. Jadwal pada minggu ke-9 diatas dapat dilihat bahwa hasil penjadwalan yang dilakukan pada lini kerja produksi pertama dan kedua direncanakan selesai sebelum batas waktu jam kerja perusahaan. Proses produksi pada lini kerja pertama pada jadwal yang disusun akan diselesaikan pada hari kelima jam 17:06:00 dengan batas jam kerja yang tersedia sampai hari kelima jam 21:00:00. Pada jadwal produksi di lini kerja produksi kedua direncanakan selesai pada hari kelima jam 18:04:00 dari waktu yang tersedia selesai pada hari kelima jam ke 21:00:00. Keputusan yang dapat diambil berdasarkan asumsi yang telah ditentukan adalah kegiatan produksi dapat menambah kegiatan produksi untuk produksi lainnya berdasarkan urutan CR dan lini produksi yang sesuai dengan jumlah produksi disesuaikan dengan waktu jam kerja yang tersisa. Alternatif lain yang dapat diambil adalah melakukan kegiatan CIP dan perawatan sumber daya produksi mengingat waktu yang tersisa tidak banyak untuk dimanfaatkan jika dilakukan penambahan kegiatan produksi. Lini kerja produksi ketiga yang merupakan lini produksi PET kapasitas waktu produksi masih mencukupi untuk melakukan proses produksi sesuai dengan jadwal yang dibuat. Alokasi waktu yang dibutuhkan di lini PET berdurasi 28:45:00 dari kapasitas waktu produksi yang tersedia sebanyak 37 jam. Sisa waktu produksi yang dimiliki lini produksi PET dapat dimanfaatkan untuk proses CIP dan perawatan sumber daya produksi atau digunakan untuk penanganan produk pasca produksi untuk produk PET karena produk-produk PET masih harus mendapatkan penanganan pasca produksi seperti pengemasan ulang, pelabelan ulang dan lain sebagainya. Tahapan-tahapan penjadwalan pada minggu selanjutnya sama seperti yang diterangkan sebelumnya. Pembahasan selanjutnya akan lebih ditekankan pada pengambilan keputusan setelah jadwal produksi selesai di susun. Sedangkan untuk mekanisme penjadwalan sebelum diperoleh hasil penjadwalan produksi untuk minggu ke 10, 11, dan 12 secara berturut-turut disajikan dalam lampiran 6, 7, dan 8. Hasil penyusunan jadwal produksi untuk minggu ke-10 dapat dilihat pada tabel

35 Tabel 5.17 Hasil penjadwalan produksi minggu ke-10 tahun 2011 Hasil penjadwalan pada minggu ke-10 untuk lini kerja produksi pertama bisa berjalan sesuai dengan yang dibuat, karena waktu proses produksi direncanakan akan selesai pada hari keenam jam 8:04:00 dengan batas waktu jam kerja adalah hari keenam jam 21:00:00. Sedangkan pada lini kerja produksi kedua waktu proses produksi direncanakan selesai pada hari ketujuh jam ke 2:53:00, sedangkan batas waktu produksi adalah hari keenam jam 21:00:00. Tindakan yang akan diambil untuk 59

36 lini produksi pertama adalah menambah kegiatan produksi untuk produk dari lini TGA atau TWA sesuai dengan urutan nilai CR dan jumlah batch produksinya harus disesuaikan dengan jam kerja yang tersisa sehingga tidak melebihi batas waktu kerja yang tersedia. Sedangkan untuk lini produksi kedua yang rencana waktu produksinya melebihi batas waktu produksi yang dimiliki, tindakan yang dapat diambil adalah membatasi produksi sampai dengan produk FTC Apple saja. Keputusan ini diambil karena untuk produk berikutnya yakni FTC Blackcurrant tidak mungkin dapat dilakukan proses produksi karena jadwal yang direncanakan sudah melebihi batas jam kerja perusahaan. Lini kerja produksi ketiga yakni lini PET rencana waktu produksi masih memungkinkan untuk dilakukan sesuai dengan jadwal karena jumlah waktu produksinya tidak melebihi jam kerja yang tersedia. Jumlah rencana waktu produksi yang dibutuhkan untuk lini kerja PET sebanyak 36:29:00 dari jam kerja yang tersedia sebanyak 45 jam. Namun pada hari ketiga yakni untuk produksi CCE Mango durasi produksi pada hari tersebut melebihi jam kerja yang tersedia pada hari tersebut. Pada jadwal produk CCE Mango waktu yang dibutuhkan untuk proses produksi adalah 9:04:00 sedangkan jam kerja yang tersedia tiap harinya hanya 8 jam. Keputusan yang dapat diambil adalah memindahkan satu batch produksi CCE Mango pada hari berikutnya, mengingat jumlah produksi pada hari berikutnya tidak begitu banyak dan durasi proses produksinya masih memungkinkan untuk dilakukan pergantian produk pada lini produksi PET. Hasil penjadwalan produksi untuk minggu ke-11 dapat dilihat pada tabel Tabel 5.18 Hasil penjadwalan produksi minggu ke-11 Pada hasil penjadwalan minggu ke-11 tahun 2011, lini kerja produksi yang pertama rencana waktu produksi melebihi batas waktu produksi perusahaan. Waktu produksi direncanakan selesai pada hari ketujuh jam 4:33:00, sementara batas waktu produksi perusahaan hanya sampai hari keenam jam 60

37 21:00:00. Sedangkan untuk lini kerja produksi kedua rencana waktu produksi hanya sampai hari kelima jam 15:05:00 dari batas waktu produksi yang bisa sampai hari keenam jam 21:00:00. Pada lini kerja produksi ketiga masih memungkinkan untuk melakukan proses produksi sesuai dngan jadwal yang dibuat. Pada lini kerja produksi ketiga yakni lini kerja PET jumlah waktu produksi yang dibutuhkan sebanyak 31:11:00 dari waktu kerja yang tersedia sebanyak 45 jam. Selain itu, durasi proses produksi setiap harinya tidak melebihi waktu produksi yang tersedia untuk setiap harinya yakni 8 jam kerja. Penyesuaian jadwal produksi minggu ke-11 yang dapat dilakukan pada hasil penjadwalan di lini kerja produksi pertama berupa pengurangan jumlah produksi untuk produk FTC Apple dan tidak memproduksi produk CCK Guava 250 ml. Jumlah produksi FTC Apple harus menyesuaikan batas waktu produksi sehingga proses produksinya tidak melebihi batas jam kerja perusahaan. Sedangkan pada lini kerja produksi yang kedua, alokasi waktu yang tersisa dapat dimanfaatkan untuk memproduksi produk lain yang menggunakan lini produksi TGA atau TWA sesuai dengan urutan nilai CR produk dan jumlahnya disesuaikan dengan batas waktu produksi yang tersedia. Hasil penjadwalan produksi ada minggu ke-12 tahun 2011 dapat dilihat di tabel Tabel 5.19 Hasil penjadwalan produksi minggu ke-12 tahun

38 Hasil penjadwalan produksi pada minggu ke-12 tahun 2011 menunjukan bahwa rencana waktu produksi pada lini kerja produksi pertama melebihi batas waktu produksi yang tersedia. Waktu proses produksi lini pertama direncanakan selesai pada hari ketujuh jam 23:23:00, sedangkan batas waktu produksi yang tersedia hanya sampai hari keenam jam 21:00:00. Pada lini kerja produksi kedua waktu proses produksi direncanakan hanya sampai hari kelima jam 13:51:00, sedangkan batas waktu produksi yang tersedia sampai hari keenam jam 21:00:00. Pada lini PET rencana waktu produksi masih mencukupi untuk melakukan proses produksi sesuai dengan jadwal produksi yang telah dibuat. Penyesuaian jadwal yang dilakukan untuk jadwal minggu ke-12 harus mengurangi jumlah produksi pada lini kerja produksi pertama, dan dapat menambah proses produksi pada lini kerja produksi kedua sesuai dengan asumsi yang ditentukan sebelumnya. Pada lini produksi yang pertama proses produksi FTG Apple dan HJG Orange tidak dapat diproduksi karena rencana proses produksinya melebihi batas waktu produksi perusahaan. Penyesuaian lainnya untuk produk HJG Chery-B jumlah batch produksinya dikurangi menyesuaikan kapasitas waktu produksi yang tersedia. Sementara untuk lini kerja produksi kedua dapat dilakukan dua opsi penyesuaian jadwal. Pertama adalah memindahkan jadwal produksi produk HJG Chery-B, FTG Apple, dan HJG Orange ke lini kerja produksi kedua dengan cara mengaktifkan empat mesin TWA yang tersedia sekaligus dan jumlah produksinya juga menyesuaikan dengan batas waktu produksi perusahaan. Opsi yang kedua adalah memproduksi produk lain yang menggunakan lini produksi TBA atau TGA sesuai dengan urutan nilai CR produk dan jumlahnya menyesuaikan batas waktu produksi perusahaan. Penyesuaian yang dilakukan pada lini kerja produksi yang kedua ini lebih diutamakan opsi yang pertama karena menyesuaikan dengan nilai CR dari produk-produk tersebut Perubahan Jadwal Mingguan Jadwal induk produksi atau jadwal mingguan perusahaan yang telah dibuat menggunakan SI JPS 1.0 bersifat dinamis. Jika pada saat periode pelaksanaan jadwal produksi mingguan yang telah dibuat terjadi lonjakan permintaan suatu produk, maka SI JPS 1.0 akan dapat menyesuaikan jadwal produksi dengan tambahan permintaan yang muncul. Permintaan yang dinamis akan menuntut perusahaan harus melakukan usaha untuk memenuhi permintaan yang tidak dapat diprediksi sebelumnya. Penanganannya adalah jika tambahan permintaan tidak lebih dari 25% jumlah permintaan awal, maka tambahan permintaan tersebut akan dipenuhi dengan buffer jumlah produk pada rencana produksi. Jika jumlahnya melebihi 25%, maka permintaan tersebut akan dipenuhi oleh stok produk yang dimiliki perusahaan. Namun, apabila jumlah permintaan tidak dapat lagi dipenuhi oleh stok di perusahaan, maka perusahaan harus segera melakukan perubahan jadwal untuk memenuhi permintaan tersebut. Langkah awal yang harus dilakukan untuk melakukan perubahan jadwal produksi adalah memasukan data periode penjadwalan dan tanggal perubahan jadwal dilakukan. Cara perhitungan yang dilakukan untuk perubahan jadwal produksi adalah memasukan data tentang produk yang harus membutuhkan produksi tambahan dan jumlah produksi yang diinginkan. Setelah data tentang produk yang akan ditambah jumlah produksinya beserta jumlah produksinya diketahui, maka penjadwalan akan dilakukan dengan menempatkan produk tersebut pada hari saat dilakukannya penyesuaian jadwal produksi. Penyesuaian ini otomatis akan membuat jadwal produksi lainnya mundur dari jadwal yang telah ditentukan sebelumnya. Jadwal yang diundur akan diproduksi setelah produk tambahannya selesai diproduksi. Jika produk yang ditambah jumlah produksinya juga mempunyai jadwal produksi yang belum dilaksanakan, maka produk tersebut akan dimajukan jadwal produksinya. Jadwal produk yang dimajukan ini dilaksanakan setelah produk tambahan selesai diproses. Jadwal dimajukan ini dilakukan karena produk yang mengalami penambahan jumlah produksi berarti memiliki tingkat 62

39 kebutuhan produksi yang sangat mendesak sehingga harus segera dilakukan proses produksi. Selain itu, jika jadwal tidak dimajukan, maka perusahaan akan mengalami kerugian karena harus melakukan proses CIP dahulu karena akan terjadi pergantian jenis produk terlebih dahulu. Tampilan menu perubahan jadwal mingguan dapat dilihat pada gambar Gambar 5.18 Tampilan menu perubahan jadwal mingguan Pada contoh gambar 5.18 diberikan contoh kasus pada minggu ke-9 terjadi lonjakan permintaan untuk produk FTG Blackcurrant sebanyak 1500 karton dan penyeseuain jadwal dilakukan pada hari ketiga. Setelah dilakukan proses masukan data seperti contoh pada gambar x tersebut, maka program akan menampilkan keluaran hasil perubahan jadwal mingguan beserta dengan langkahlangkahnya. Langkah pertama yang dilakukan adalah mendata produk-produk apa saja yang ditambah jumlah produksinya beserta jumlah tambahan produksi yang diinginkan. Contoh hasil keluaran data produk-produk tambahan dapat dilihat pada tabel Tabel 5.20 Data penambahan jumlah produksi suatu produk Proses pertama akan menampilkan produk-produk yang akan ditambahi jumlah produksinya. Pada kasus ini penambahan produksi terjadi hanya untuk produk FTG Blackcurrant dengan total tambahan permintaan sebanyak 1500 karton. Jumlah ini akan dikonversi dalam jumlah batch dan 63

40 langsung disesuaikan, dan menghasilkan jumlah batch yang bulat. Hasilnya tambahan produksi untuk produk FTG Blackcurrant adalah sebanyak 2 batch produksi. Setelah itu, produk-produk yang ditambah jumlah produksinya akan dimasukan ke dalam kelompok lini kerja pada proses penjadwalan produksi mingguan yang telah ditentukan. Pengelompokan tambahan produk ke dalam lini produksi yang akan memprosesnya, ditampilkan pada tabel Tabel 5.21 Pengelompokan tambahan produksi Pada tabel 5.21 diketahui bahwa tambahan hanya pada satu produk saja dan dimasukan ke dalam kelompok lini produksi pertama sesuai dengan pengelompokan sebelumnya. Langkah selanjutnya adalah menyesuaikan jadwal produksi mingguan sebelumnya dengan penambahan produksi yang dilakukan. Awalnya adalah melihat kapan tambahan produksi dapat dilakukan. Caranya adalah dengan melihat hari penyesuaian jadwal yang dilakukan. Pada contoh kasus ini penambahan jumlah produksi akan dilakukan pada hari ketiga, sehingga produk tambahan akan diproduksi pada hari ketiga. Selanjutnya adalah menyesuaikan jam produksi yang dapat digunakan untuk produksi tambahan. Diketahui bahwa perubahan jadwal dilakukan pada hari ketiga, maka perubahan jadwal produksi akan dilakukan mulai jadwal hari ketiga. Seperti yang dapat dilihat pada tabel 5.16 dapat diketahui bahwa produksi pertama yang selesai pada hari ketiga adalah produksi FTG Apple yakni selesai pada hari ketiga jam 7:03:00. Maka produksi tambahan akan dimulai setelah proses produksi FTG Apple selesai dilaksanakan yakni hari ketiga jam 7:03:00. Selanjutnya adalah mengelompokan jenis-jenis produk ke dalam golongan yang jadwalnya tetap, ditambahi, dimajukan, serta diundur. Pengelompokan dilakukan pada semua lini kerja yang telah dibagi. Pengelompokan dilakukan pada semua lini produksi pada hari dilakukannya perubahan jadwal produksi. Meskipun tidak ada tambahan produksi pada golongan lini tersebut, produk yang belum dieksekusi akan dikelompokan ke dalam golongan produk yang jadwalnya diundur. Hal ini dilakukan untuk memudahkan proses perhitungan dan mengetahui posisi jadwal produk tambahan jika untuk lini produksi tersebut mengalami penambahan jumlah produksi. Contoh pengelompokan produk berdasarkan penyesuaian waktu produksinya dapat dilihat pada tabel

41 Tabel 5.22 Pengelompokan produk berdasarkan penyesuaian waktu produksi Pada tabel 5.22 tersebut dapat diketahui bahwa produk yang memiliki jadwal tambahan dan jadwal yang dimajukan urutannya hanya pada kelompok lini produksi yang pertama saja. Pada lini produksi pertama akan ditambahi produksi produk FTG Blackcurrant. Pada kelompok jadwal yang diundur juga terdapat produk dengan kode 4 yakni FTG Blackcurrant juga, maka urutan produk tersebut akan dimajukan untuk menyesuaikan tingkat kebutuhan produksinya dan menghindari pergantian produk dan harus melakukan CIP terlebih dahulu. Sedangkan untuk kelompok lini produksi kedua dan ketiga karena tidak ada jadwal produksi tambahan, maka jadwal produksi akan dilakukan sama seperti dengan jadwal yang sebelumnya telah disusun. Setelah diketahui urutan produksinya, maka langkah terakhir adalah menentukan jadwal waktu produksi sesuai dengan urutan tersebut. Contoh hasil peubahan jadwal produksi dapat dilihat pada tabel5.23. Tabel 5.23 Keluaran perubahan jadwal produksi mingguan 65

42 Hasil produksi akan menunjukan perubahan jadwal produksi mingguan, khususnya pada lini produksi yang mempunyai tambahan jumlah produksi. Pada kasus ini dapat dilihat pada lini pertama, memiliki tambahan produksi FTG Blackcurrant dan ditempatkan segera setelah produksi hari ketiga yang selesai terlebih dahulu. Selanjutnya karena produk tersebut juga memiliki jadwal produksi yang belum dieksekusi, maka jadwal untuk produk tersebut dimajukan menjadi setelah produk tambahannya selesai diproduksi sehingga tidak perlu ada CIP terlebih dahulu. Contoh penambahan jadwal produksi dapat dilihat pada data jadwal produksi mingguan yang diberi tanda kuning, dan jadwal yang dimajukan diberi tanda hijau, serta yang diberi tanda merah adalah urutan awal produk yang jadwalnya dimajukan sebelum dilakukan perubahan jadwal produksi mingguan. Pada hasil perubahan jadwal produksi mingguan maka dapat diketahui pada lini pertama hanya dapat memproduksi sampai produk TBK 1000 ml yang jumlah produksinya pun harus disesuaikan dengan batas jam kerja perusahaan. Solusi yang dapat dilakukan adalah memindahkan jadwal produksi HJG Appleberry dan Cherry-B ke dalam kelompok lini produksi kedua yang selesai sebelum batas jam kerja perusahaan. Pemindahan jadwal dapat dilakukan dengan cara mengaktifkan empat mesin TWA yang dimiliki secara bersama Penyusunan Jadwal Harian Setelah dilakukan penjadwalan produksi, dapat juga disertai dengan pembuatan jadwal pengolahan untuk merinci jenis kegiatan yang dilakukan masing-masing lantai produksi setiap hari. Jika pada proses penjadwalan mingguan memperhatikan faktor kapasitas pengemasan yang kapasitas produksinya paling kecil diantara fasilitas yang lainnya. Model penjadwalan harian dibuat untuk menerjemahkan jadwal produksi mingguan ke jadwal pekerjaan harian yang harus dilakukan perusahaan. Jadwal produksi harian digunakan untuk mengetahui jadwal penggunaan PHE dan mengatur jadwal penggunaan PHE agar antrian penggunaan PHE di unit pengolahan dapat diminimalisir. Jika pada jadwal produksi mingguan memperhatikan faktor kritis pada kapasitas mesin pengemasan, pada jadwal harian penyusunan jadwal dilakukan untuk mengatur penggunaan PHE sehingga tidak banyak tangki pengolahan yang antri untuk menggunakan PHE. Jadwal harian digunakan untuk mengetahui jadwal kegiatan penggunaan PHE pada masing-masing batch produksi. Adanya jadwal akan membantu unit pengolahan dalam menggunakan PHE sehingga antrian tangki pengolahan dalam menggunakan PHE dapat diminimalisir. Jika antrian tangki pemasakan dalam menunggu pasokan air baku dari PHE tidak diminimalisir, maka akan terjadi kemungkinan keterlambatan pengolahan bahan baku, sehingga pasokan unit pengolahan ke unit sterilisasi dan pengemasan dapat terhambat. Tujuan pembuatan jadwal pengolahan di unit pengolahan adalah merinci jadwal kegiatan produksi di seluruh unit kerja yang ada agar waktu menganggur dan antrian penggunaan PHE dapat diminimalisir. Proses pembuatan jadwal pengolahan harian dilakukan dengan memasukkan data tentang nama produk yang akan diproduksi beserta jumlah produksinya serta lini produksi yang akan digunakan untuk memproduksi produk tersebut. Contoh masukan data untuk pembuatan jadwal pengolahan dapat dilihat pada gambar

43 Gambar 5.19 Contoh menu masukan data untuk pembuatan jadwal pengolahan harian Setelah memasukkan data tentang produk yang akan diproduksi maka program akan memproses data yang dimasukkan untuk menghasilkan jadwal pengolahan harian yang merupakan rincian jadwal proses produksi untuk masing-masing unit kerja. Jadwal harian juga menampilkan jadwal kegiatan untuk masing-masing lini produksi. Contoh jadwal pengolahan harian pada lini pertama sesuai dengan data yang dimasukkan di atas dapat dilihat pada gambar Gambar 5.20 Contoh jadwal pengolahan harian 67

44 Pada contoh diatas di dapatkan jadwal pengolahan harian untuk masing-masing unit kerja yang terdapat pada lini produksi pertama. Unit kerja pengolahan mulai melakukan kegiatan produksi pada jam sesuai dengan data awal produksi yang dimasukkan seperti pada gambar Dari awal pengolahan maka diketahui juga waktu penyelesaian proses pengolahan untuk masing-masing batch produksi. Selain itu, proses penggunaan PHE untuk pengolahan produk di lini kerja pertama dapat diketahui secara detail pada tabel jadwal transfer PHE, sehingga antrian penggunaan PHE dapat diminimalisir dan tidak menimbulkan waktu menganggur pada lantai produksi. Selain itu, dengan diketahuinya penyelesaian proses pengolahan pada batch pertama maka unit kerja sterilisasi dan mesin pengemasan dapat menyesuaikan untuk mulai mengoperasikan mesin sesuai dengan kebutuhan. Pengoperasian sesuai dengan kebutuhan akan mengurangi pemborosan energi karena meminimalisir kondisi mesin sterilisasi dan pengemasan sudah siap melakukan produksi namun pasokan bahan baku dari unit kerja pengolahan belum siap. Selain itu dengan adanya jadwal pengolahan maka tidak akan terjadi keterlambatan pengoperasian unit kerja sterilisasi dan pengemasan. Pada jadwal harian akan ditampikan juga alat-alat atau sumber daya yang digunakan untuk melakukan proses produksi tersebut. Misalnya pada produksi di lini pertama ini, batch pertama menggunakan tangki pengolahan 1 dan batch kedua menggunakan tangki pengolahan 2, mesin sterilisasi yang digunakan adalah stork A, serta mesin pengisian yang digunakan adalah mesin C dan N. Proses penjadwalannya dilakukan sesuai dengan waktu baku masing-masing produk yang telah ditentukan sebelumnya, sehingga dapat diketahui waktu proses produksi masing-masing produk. Waktu baku produksi untuk masing-masing produk dapat dilihat pada lampiran 9 dan 10. Proses penentuan jadwal pengemasan produk pada batch pertama selalu dimulai langsung setelah produk selesai dimasak di unit kerja pengolahan dan siap untuk ditransfer ke unit sterilisasi kemudian dilakukan proses pengisian ke dalam kemasan. Sedangkan proses pengolahan pada batch kedua dan seterusnya menyesuaikan dengan waktu penyelesaian proses pengemasan produk pada batch sebelumnya. Penentuan proses jadwal pengolahan pada batch kedua dan seterusnya adalah dengan melihat jadwal penyelesaian pengemasan produk dikurangi dengan waktu proses pengolahan yang ditambah dengan 5% waktu baku pengolahan sebagai antisipasi jika terjadi keterlambatan dalam proses pengolahan. Toleransi 5% waktu baku ini yang menyebabkan adanya jeda dari selesai waktu pengolahan dengan proses pengemasan pada batch kedua dan seterusnya. Toleransi keterlambatan 5% waktu baku pada proses pengolahan berasal dari kebijakan yang telah disepakati oleh perusahaan. Sementara penentuan jadwal pengolahan pada batch kedua dan seterusnya yang menyesuaikan waktu penyelesaian proses pengemasan pada batch sebelumnya berhubungan dengan waktu tunggu bahan baku di tangki pengolahan. Jika bahan baku diolah terlebih dahulu dan proses pengolahannya selesai jauh sebelum waktu transfernya ke unit pengemasan, maka bahan baku yang telah diolah tersebut akan menunggu di tangki pengolahan dalam waktu lama yang dapat menurunkan suhu produk. Hal ini akan berkaitan dengan proses sterilisasi produk yang akan menaikan suhu produk lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang waktu menunggu di tangki pengolahannya lebih singkat. Jika terjadi pergantian produk yang diproduksi pada suatu lini kerja, maka proses perhitungan jadwal produksinya dilakukan dengan menyesuaikan waktu penyelesaian produksi produk yang sebelumnya dan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan proses CIP. Proses pengolahan pada produk kedua akan dimulai pada saat proses CIP selesai dilaksanakan. Namun apabila fasilitas sumber daya yang digunakan untuk produk pertama dan kedua tidak ada yang sama, maka proses pengolahan dapat segera dilakukan pada saat proses pengemasan produk pertama selesai dilakukan atau dengan menyesuaikan waktu baku produksinya. Tujuannya adalah jika fasilitas produksi yang digunakan tidak sama, maka setelah produk sebelumnya telah selesai proses produksinya, maka akan langsung diganti dengan proses pengemasan pada produk selanjutnya. 68

45 5.3 Konfigurasi Model Aplikasi program Sistem Informasi Jadwal Produksi Sosro versi 1.0 yang disebut program SI JPS 1.0 merupakan program komputer yang mempunyai tujuan untuk membantu proses penyusunan jadwal produksi di PT Sinar Sosro KPB Tambun. Program SI JPS 1.0 akan digunakan oleh PT Sinar Sosro KPB Tambun utamanya oleh pihak PPIC dari departemen produksi. Selain digunakan oleh bagian produksi, program SI JPS 1.0 ini juga dapat dirasakan manfaatnya oleh departemen logistik dan pemasaran. Program SI JPS 1.0 berisi tentang sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis model, dan sistem manajeman basis dialog. Model penjadwalan SI JPS 1.0 tidak hanya digunakan untuk melakukan proses penjadwalan produksi, melainkan digunakan juga untuk melakukan pemesanan produk serta merekam transaksi data di departemen logistik dan pemasaran. Model penjadwalan yang digunakan pada program SI JPS 1.0 memperhitungkan kapasitas mesin pengemasan sebagai faktor kritis penjadwalan produksi di PT Sinar Sosro KPB Tambun. Program SI JPS 1.0 digunakan dengan basis web, dan pada awal program akan ditampilkan halaman login yang harus dilakukan sebagai langkah awal untuk menggunakan program SI JPS 1.0. Menu login digunakan sebagai syarat untuk menggunakan program dengan cara memasukkan nama username, divisi dan password pengguna. Tampilan menu login dapat dilihat pada gambar Gambar 5.21 Tampilan menu login Halaman utama atau home akan ditampilkan jika proses login dilakukan dengan benar yakni user (pengguna) memasukan data dengan benar dan pengguna sudah terdaftar sebagai user yang dapat menggunakan program SI JPS 1.0. Halaman utama yang ditampilkan sesuai dengan divisi dari pengguna yang sedang mengoperasikan program pada saat proses login dilakukan. Halaman utama akan dibagi kedalam menu masing-masing divisi yang tersedia sesuai dengan data yang dimasukan pada saat proses login. Halaman utama akan dibagi ke dalam beberapa bagian diantaranya, adm jps, 69

46 general manager, produksi, logistik, pemasaran, dan personalia and general affair (PGA). Tampilan home pada masing-masing departemen akan menampilkan menu-menu yang berbeda sesuai dengan yang dibutuhkan untuk departemen yang bersangkutan. Tampilan halaman home untuk departemen produksi akan terdiri dari menu stok bahan baku, permintaan bahan baku, pemakaian bahan baku, hasil produksi, daftar pesanan, stok produk, penjadwalan produksi dan jadwal harian. Departemen Logistik akan menampilkan menu permintaan bahan baku, pemakaian bahan baku, pemesanan bahan baku, kedatangan bahan baku, dan stok bahan baku. Menu home untuk departemen pemasaran akan berisi menu daftar pesanan, pengiriman produk, dan stok produk. Menu home untuk KPW yang tersebar di seluruh Indonesia akan berisi menu pemesanan produk, daftar pesanan, kedatangan produk, pengiriman produk, dan stok produk KPW. Selain itu juga tersedia menu untuk departemen PGA yang berisi tentang daftar pengguna SI JPS 1.0. Tampilan awal untuk menu home pada masing-masing departemen secara umum sama, hanya berbeda pada menu yang ditampilkan pada bagian kiri. Menu yang tersedia akan sesuai dengan kebutuhan data departemen masing-masing. Contoh tampilan menu home dapat dilihat pada gambar Gambar 5.22 Contoh tampilan menu home untuk departemen produksi Setelah menu home berhasil ditampilkan, maka pengguna dapat menggunakan program dan memilih menu-menu yang tersedia di halaman home masing-masing. Setiap menu yang dipilih akan ditampilkan di sebelah kanan dari tampilan menu. Tampilan pada masing-masing menu dapat digunakan sesuai dengan fungsinya masing-masing Menu Pemesanan Produk Menu pemesanan produk adalah menu yang dapat diakses oleh KPW PT Sinar Sosro KPB Tambun. Menu ini digunakan untuk melakukan pemesanan produk ke PT Sinar Sosro KPB Tambun secara online. Tujuan dari pembuatan program berbasis web adalah pemesanan dapat dilakukan secara 70

47 langsung ke perusahaan dari seluruh KPW di seluruh Indonesia. Pada menu ini akan menampilkan modul pemesanan produk yang dilakukan oleh KPW. Menu ini dapat digunakan untuk melakukan pesanan baik berupa pesanan harian maupun pesanan mingguan. Keluaran dari menu pemesanan produk adalah data pesanan produk pada setiap KPW yang ada dan akan dijadikan masukan untuk menu penjadwalan produksi. Pada menu ini pengguna hanya dapat melakukan penambahan data karena proses pemesanan produk telah ditentukan dan disepakati antara KPW dan perusahaan, sehingga pemesanan dilakukan pada waktu yang telah disepakati dan tidak dapat dirubah. Jika menginginkan perubahan, maka KPW harus melakukan konfirmasi terlebih dahulu kepada perusahaan, sehingga nantinya dapat ditindaklanjuti atas perubahan permintaan yang akan dilakukan. Tampilan dari menu tampilan pemesanan produk dapat dilihat pada gambar Gambar 5.23 Tampilan menu pemesanan produk Menu Daftar Pesanan Produk Menu daftar pesanan produk merupakan data yang akan menampilkan hasil rekap data permintaan dari seluruh KPW. Model pemesanan produk merupakan masukan data untuk ditampilkan secara keseluruhan pada menu daftar pesanan produk ini. Keluaran dari menu daftar pesanan produk adalah hasil rekap data pesanan yang diterima oleh perusahaan, baik permintaan harian ataupun permintaan mingguan. Pada menu ini hanya menampilkan data yang disimpan, tanpa bisa melakukan pengubahan, penambahan, ataupun penghapusan. Tampilan menu daftar pesanan produk dapat dilihat pada gambar

48 Gambar 5.24 Tampilan menu daftar pesanan produk Menu Permintaan Bahan Baku Menu permintaan bahan baku adalah menu yang digunakan oleh departemen produksi untuk melakukan permintaan bahan baku kepada departemen logistik untuk memenuhi kebutuhan produksi. Menu ini dibedakan menjadi dua macam, yakni menu permintaan bahan baku untuk departemen produksi dan menu permintaan bahan baku untuk departemen logistik. Menu permintaan bahan baku untuk logistik merupakan menu yang disediakan untuk melakukan masukan data produk yang akan diproduksi beserta jumlahnya, sehingga diketahui total permintaan. Departemen produksi akan melakukan permintaan dan data yang dimasukkan akan diterima oleh departemen logistik dan sekaligus merupakan keluaran dari menu permintaan bahan baku. Pada menu permintaan bahan baku untuk departemen logistik, pengguna dapat melakukan penambahan, pengubahan, dan penghapusan. Sedangkan untuk departemen logistik, menu ini akan menampilkan daftar permintaan bahan baku, serta digunakan untuk masukan data jumlah bahan baku yang diserahkan kepada pihak logistik untuk memenuhi kebutuhan produksi. Selain itu juga terdapat kolom retur (pengembalian) produk yang digunakan untuk memberikan masukan data mengenai sisa bahan baku yang telah selesai digunakan untuk kegiatan produksi yang dikembalikan ke gudang logistik oleh departemen produksi. Tampilan menu permintaan bahan baku dapat dilihat di gambar 5.25 dan gambar

49 Gambar 5.25 Tampilan menu permintaan departemen produksi Gambar 5.26 Tampilan menu permintaan bahan baku pada departemen logistik Menu Pemakaian Bahan Baku Menu pemakaian bahan baku digunakan oleh departemen produksi untuk memasukan data mengenai bahan baku yang digunakan untuk kegiatan produksi dan produk yang diproduksi pada saat itu. Menu ini akan dijadikan sebagai masukan untuk model master stok bahan baku. Keluaran dari menu pemakaian bahan baku adalah daftar pemakaian bahan baku yang digunakan untuk proses produksi. Tampilan menu pemakaian bahan baku dapat dilihat pada gambar

50 Gambar 5.27 Tampilan menu pemakaian bahan baku Menu Pemesanan Bahan Baku Menu pemesanan bahan baku dapat digunakan oleh departemen logistik untuk melakukan pemesanan bahan baku yang dianggap sudah sedikit jumlahnya sehingga harus dilakukan pemesanan bahan baku supaya dapat selalu memenuhi kebutuhan produksi. Keluaran dari menu pemesanan bahan baku adalah daftar pesanan bahan baku yang dilakukan pihak logistik yang akan dijadikan sebagai masukan untuk menu master bahan baku. Tampilan menu pemesanan bahan baku dapat dilihat pada gambar Gambar 5.28 Tampilan menu pemesanan bahan baku 74

51 5.3.6 Menu Kedatangan Bahan Baku Menu kedatangan bahan baku merupakan menu yang disediakan untuk merekam kedatangan bahan baku yang dipesan oleh departemen logistik. Pada menu ini pengguna dapat melakukan proses penambahan data tentang kedatangan bahan baku sesuai dengan bahan baku yang diterima oleh departemen logistik. Keluaran dari menu kedatangan bahan baku ini adalah rekaman data kedatangan bahan baku di perusahaan dan keluaran tersebut dijadikan sebagai masukan untuk menu stok bahan baku. Tampilan menu kedatangan bahan baku dapat dilihat pada gambar Gambar 5.29 Tampilan menu kedatangan produk Menu Stok Bahan Baku Menu stok bahan baku digunakan untuk melihat posisi stok bahan baku yang tersedia di gudang logistik. Menu ini akan menampilkan data stok bahan baku yang tersedia mengambil masukan data dari menu kedatangan bahan baku dan menu pemakaian bahan baku. Menu ini hanya dapat melakukan proses pembacaan data tanpa dapat melakukan proses penambahan, pengurangan, maupun pengubahan. Keluaran dari menu stok bahan baku adalah menampilkan stok bahan baku yang tersedia di gudang. Tampilan menu stok bahan baku dapat di lihat di gambar

52 Gambar 5.30 Tampilan menu stok bahan baku Menu Hasil Produksi Menu hasil produksi digunakan untuk memasukan data tentang hasil produksi perusahaan setiap harinya. Pada menu ini pengguna dapat melakukan proses penambahan data sesuai dengan produk yang dihasilkan pada saat itu. Keluaran dari menu hasil produksi dijadikan sebagai masukan untuk menu stok produk. Tampilan menu hasil produksi dapat dilihat pada gambar Gambar 5.31 Tampilan menu hasil produksi 76

53 5.3.9 Menu Pengiriman Produk Menu stok pengiriman produk adalah menu yang digunakan oleh departemen pemasaran atau Gudang Barang Jadi (GBJ) untuk melakukan transaksi pengiriman produk. Pengguna akan melakukan proses memasukan data pengiriman produk ke KPW yang dilakukan oleh pihak pemasaran. Keluaran dari menu pengiriman produk adalah data pengiriman produk yang sekaligus digunakan sebagai masukan untuk menu stok produk. Tampilan menu pengiriman produk dapat dilihat pada gambar Gambar 5.32 Tampilan menu pengiriman produk Menu Stok Produk Menu stok produk adalah menu yang digunakan untuk melihat jumlah stok produk yang dimiliki perusahaan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan penjadwalan produksi. Masukan yang digunakan untuk menu stok produk didapatkan dari keluaran menu hasil produksi dan pengiriman produk. Keluaran dari menu stok produk adalah rekap posisi stok produk yang tersedia di gudang. Tampilan menu stok produk dapat dilihat pada gambar

54 Gambar 5.33 Tampilan menu stok produk Menu Penjadwalan Produksi Menu penjadwalan produksi digunakan oleh departemen produksi untuk melakukan proses penjadwalan produksi. Masukan dari menu penjadwalan produksi berasal dari keluaran menu stok produk dan menu daftar pesanan produk. Keluaran dari menu penjadwalan produksi adalah dihasilkannya susunan jadwal rencana produksi. Tampilan menu penjadwalan produksi dapat dilihat di gambar Gambar 5.34 Tampilan menu penjadwalan produksi 78

55 Menu Jadwal Harian Menu jadwal harian digunakan oleh departemen produksi untuk melakukan proses penjadwalan harian sehingga mendapatkan rincian jadwal kegiatan produksi yang harus dilakukan. Masukan menu jadwal harian adalah rencana produksi yang akan dilakukan pada hari tersebut. Keluaran dari menu jadwal harian adalah rincian jadwal pekerjaan yang harus dilakukan pada hari yang bersangkutan.. Tampilan masukan untuk menu jadwal harian dapat dilihat pada gambar 5.35, dan keluaran dari menu jadwal harian dapat dilihat pada gambar Gambar 5.35 Tampilan masukan untuk menu jadwal harian Gambar 5.36 Tampilan keluaran menu jadwal harian 79

56 Menu User SI JPS 1.0 Menu User (pengguna) SI JPS 1.0 digunakan untuk menampilkan pihak-pihak yang dapat menggunakan program SI JPS 1.0. Pendaftaran pengguna program SI JPS 1.0 hanya dapat dilakukan oleh administrator atau dari departemen PGA. Pada menu ini dapat dilakukan proses penambahan, pengurangan, dan pegubahan data. Tampilan menu user SI JPS dapat dilihat pada gambar Gambar 5.37 Tampilan menu user SI JPS Aliran Penjadwalan SI JPS 1.0 Seluruh model penjadwalan produksi di dalam program SI JPS 1.0 saling berhubungan untuk membentuk penjadwalan produksi yang bersifat dinamis. Aliran penjadwalan pada program SI JPS 1.0 dapat dilihat pada gambar

57 Gambar 5.38 Diagram alir penjadwalan program SI JPS 1.0 Penjadwalan produksi di dalam program SI JPS 1.0 diawali dengan memasukkan tanggal pembuatan jadwal produksi dan jumlah hari kerja pada minggu jadwal produksi yang akan dibuat. Data tanggal pembuatan yang dimaksudkan adalah tanggal pembuatan dan minggu pembuatan jadwal produksi. Sedangkan jumlah hari kerja pada minggu yang bersangkutan adalah jumlah hari kerja yang tersedia pada minggu terebut 81

58 Tanggal pembuatan digunakan untuk memanggil database tentang data persediaan produk di dalam gudang dan dapat melihat persediaan bahan baku di gudang. Sedangkan masukan minggu pembuatan dimaksudkan untuk memanggil seluruh data pesanan yang masuk dari KPW di dalam minggu tersebut dan akan dijadikan sebagai acuan untuk pembuatan jadwal produksi. Setelah data persediaan produk dan jumlah pesanan ditampilkan, maka proses penjadwalan produksi dapat dioperasikan dan menghasilkan jadwal rencana produksi untuk satu minggu ke depan. Proses akan dimulai dari penentuan nilai CR dan jumlah rencana produksi pada setiap produk. Selanjutnya akan disusun berdasarkan nilai CR yang terkecil hingga terbesar kemudian disusun kembali berdasarkan lini produksi yang akan digunakan. Penentuan jumlah hari kerja berdasarkan kebijaksanaan perusahaan dan memperhatikan tingkat permintaan pasar juga. Jumlah hari kerja normalnya adalah enam hari kerja, yakni hari Senin sampai Sabtu dengan penerapan tiga shift kerja. Namun jumlah hari kerja ini dapat berkurang jika ada kebijakan libur nasional atau kebijakan lain dari perusahaan. Jumlah hari kerja juga dapat bertambah jika permintaan produksi sedang meningkat tajam untuk mencukupi kebutuhan produksi. Data tentang jumlah hari kerja akan digunakan untuk menentukan kapasitas produksi maksimal yang dapat dilakukan oleh perusahaan pada minggu tersebut. Penentuan kapasitas produksi ini digunakan untuk membatasi jumlah produk yang dapat diproduksi dalam minggu tersebut dengan melihat rencana waktu produksi yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu produk sesuai dengan jumlah rencana produksi yang direncanakan. Tahapan selanjutnya adalah melihat jumlah stok persediaan bahan baku yang akan digunakan. Adanya jadwal rencana produksi beserta jumlah produksi yang akan dilaksanakan, maka dengan otomatis akan diketahui jumlah pemakaian bahan yang akan dilakukan. Pada saat proses produksi akan dilakukan maka pihak produksi akan melakukan permintaan bahan baku kepada pihak logistik untuk kegiatan produksi sesuai dengan rencana produksi. Ketika jadwal rencana produksi telah tersusun, maka kebutuhan bahan baku juga dapat diketahui data bahan baku yang tidak mencukupi untuk proses produksi atau bahan baku yang stoknya sudah menipis. Jika jumlah diketahui bahan baku yang tidak mencukupi atau persediaannya sudah menipis maka pihak logistik dapat melakukan purchase order (permintaan pembelian) untuk memenuhi kebutuhan produksi. Pemesanan akan dilakukan sehingga pada saat proses produksi akan dilaksanakan, kebutuhan bahan baku untuk produksi tersebut dapat terpenuhi. 5.5 Rasio Sumber Daya Hasil Penjadwalan Proses penjadwalan produksi yang dilakukan akan menghasilkan nilai rasio penggunaan sumber daya produksi setelah proses penjadwalan. Nilai rasio penggunaan yang dihitung adalah sesuai dengan jadwal produksi yang dibuat oleh perusahaan sebelum dilakukan pengembangan jadwal produksi. Nilai rasio penggunaan sumber daya produksi setelah penjadwalan akan dibandingkan dengan nilai rasio penggunaan sumber daya produksi sebelum dilakukan penjadwalan. Apabila nilai rasio penggunaan sumber daya produksi setelah proses penjadwalan lebih kecil nilainya daripada nilai rasio penggunaan sumber daya produksi sebelum penjadwalan, maka proses penjadwalan yang dilakukan lebih optimal dibandingkan sebelum dilakukan proses penjadwalan. Hal ini dikarenakan pemakaian sumber daya produksi lebih optimal, lebih efisien, dan dapat menekan waktu menganggur di lantai produksi khususnya karena antrian mesin pengemasan. Perbandingan nilai rasio penggunaan sumber daya produksi sebelum dan setelah dilakukan penjadwalan dapat dilihat pada tabel

59 Tabel 5.24 Perbandingan nilai rasio penggunaan sumber daya produksi Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata nilai rasio penggunaan sumber daya untuk unit kerja pengolahan dari minggu ke-9 sampai minggu ke-12 tahun 2011 sebelum dilakukan penjadwalan adalah 47,29%, 47,51%, 45,65%, dan 35,15%. Setelah dilakukan penjadwalan produksi rata-rata nilai rasio penggunaan sumber daya untuk unit kerja pengolahan dari minggu ke-9 sampai minggu ke-11 tahun 2011 adalah 41,85%, 42,26%, 40,28%, dan 31,47%. Penurunan nilai rasio penggunaan sumber daya sebelum dilakukan penjadwalan dan setelah penjadwalan terjadi karena proses penjadwalan produksi menurunkan waktu menganggur yang terjadi di unit kerja pengolahan sehingga mengoptimalkan dan mengefisienkan penggunaan sumber daya produksi. Selain itu, penjadwalan produksi yang dilakukan juga mengurangi timbulnya waktu antrian pada alat PHE karena jadwal penggunaan PHE diketahui secara terperinci sehingga dapat meminimalisir terjadinya antrian. Rata-rata nilai rasio penggunaan untuk mesin sterilisasi sebelum dilakukan penjadwalan dari minggu ke-9 sampai minggu ke-12 tahun 2011 adalah 31,18%, 44,93%, 41,02%, dan 47,46%. Setelah dilakukan penjadwalan nilai rasio penggunaan mesin sterilisasi dari minggu ke-9 sampai minggu ke- 12 turun menjadi 24,71%, 32,54%, 29,55%, dan 35,07%. Penurunan nilai rasio penggunaan sumber daya ini disebabkan penggunaan mesin sterilisasi lebih kecil jika dibandingkan dengan sebelum dilakukan penjadwalan produksi. Penurunan penggunaan mesin sterilisasi disebabkan awal pengoperasian mesin dapat diatur dan disesuaikan dengan jadwal harian yang dibuat sehingga proses persiapan mesin dapat dilakukan sesuai dengan jadwal penggunaannya. Adanya jadwal harian ini akan memberi informasi waktu pengoperasian mesin sterilisasi sehingga mengurangi waktu menunggu bahan baku dari unit pengolahan pada mesin sterilisasi. Rata-rata nilai rasio penggunaan untuk mesin pengemasan sebelum penjadwalan pada minggu ke-9 sampai minggu ke-12 tahun 2011 adalah 27,53%, 34,45%, 36,58%, dan 36,27%. Setelah dilakukan penjadwalan, rata-rata nilai rasio penggunaan mesin pengemasan pada minggu ke-9 sampai 83

60 minggu ke-12 tahun 2011 adalah 22,55%, 27,54%, 29,10%, dan 31,12%. Penurunan nilai rasio penggunaan sumber daya disebabkan waktu pemakaian mesin pengemasan lebih kecil dibandingkan dengan sebelum dilakukan penjadwalan produksi. Selain itu, awal proses pengoperasian mesin dapat disesuaikan dengan jadwal harian sehingga timbulnya waktu menunggu pasokan produk dari unit pengolahan dan sterilisasi yang akan dikemas dapat diminimalisir. Jika dilihat secara keseluruhan, setelah dilakukan proses penjadwalan produksi nilai rasio penggunaan sumber daya lebih kecil dibandingkan dengan nilai rasio penggunaan sumber daya sebelum dilakukan penjadwalan produksi. Hal ini berarti menggunakan proses penjadwalan yang dikembangkan dapat lebih mengoptimalkan dan mengefisienkan penggunaan mesin produksi. Penggunaan sumber daya produksi lebih optimal dan efisien karena waktu menganggur dan antrian untuk penggunaan mesin pengemasan dapat ditekan. Waktu menganggur yang terjadi di lini kerja produksi yang banyak terjadi pada dua stasiun kerja yakni unit kerja pengolahan dan sterilisasi disebabkan oleh faktor-faktor timbulnya antrian penggunaan mesin, proses mengunggu transfer produk dari unit sebelumnya, dan waktu menunggu unit kerja yang akan dituju. Waktu menganggur di unit kerja pengolahan biasa terjadi pada saat proses pengolahan, transfer produk ke sterilisasi, dan antrian transfer sirup gula. Sementara di unit kerja sterilisasi waktu menganggur biasa terjadi pada saat proses menunggu pasokan produk dari unit kerja pengolahan dan menunggu mesin pengemasan siap untuk melakukan proses produksi. Rincian waktu menganggur yang terjadi di lantai produksi utamanya pada unit kerja pengolahan dan sterilisasi sebelum dan sesudah dilakukan penjadwalan dapat dilihat pada tabel Tabel 5.25 Rincian waktu menganggur di lantai produksi Faktor-faktor yang tercantum pada tabel 5.21 adalah waktu menganggur di unit pengolahan dan unit sterilisasi. Pada unit pengolahan faktor utama yang menyebabkan waktu menganggur adalah penggunaan PHE yang harus secara bergantian. Melalui model penjadwalan harian yang dikembangkan, penggunaan PHE akan diatur sedemikian rupa dan ditentukan jadwal penggunaannya sehingga waktu menganggur tangki pencampuran karena faktor antrian penggunaan PHE dapat 84

Lampiran 1. Deskripsi Produk-produk PT Sinar Sosro

Lampiran 1. Deskripsi Produk-produk PT Sinar Sosro LAMPIRAN 90 Lampiran 1. Deskripsi Produk-produk PT Sinar Sosro No. Jenis Produk Deskripsi Produk Gambar Produk 1 Teh Botol Kotak Minuman berbahan dasar teh wangi (teh hijau dicampur dengan melati/gambir)

Lebih terperinci

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960 RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR Oleh DEDY BAHAR 5960 PEMERINTAH KABUPATEN TEMANGGUNG DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI 1 (STM PEMBANGUNAN) TEMANGGUNG PROGRAM STUDY KEAHLIAN TEKNIK KIMIA KOPETENSI KEAHLIAN KIMIA

Lebih terperinci

Lampiran 1. Mesin dan Peralatan. - Mesin. - Bagian Water Treatment. a. Sand Filter. Diameter Tangki : 81 cm

Lampiran 1. Mesin dan Peralatan. - Mesin. - Bagian Water Treatment. a. Sand Filter. Diameter Tangki : 81 cm Lampiran 1 Mesin dan Peralatan - Mesin - Bagian Water Treatment a. Sand Filter Tinggi Tangki : 180 cm Diameter Tangki : 81 cm Isi Media : Pasir kuarsa : Untuk menyaring material berat dari air sumur :

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Oleh Denni Alfiansyah 1031210146-3A JURUSAN TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG MALANG 2012 PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Air yang digunakan pada proses pengolahan

Lebih terperinci

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA TUGAS MATA KULIAH PERANCANGAN PABRIK PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA Dosen Pengampu: Ir. Musthofa Lutfi, MP. Oleh: FRANCISKA TRISNAWATI 105100200111001 NUR AULYA FAUZIA 105100200111018

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS 13.1. Pendahuluan Tepung beras merupakan bahan baku makanan yang sangat luas sekali penggunaannya. Tepung beras dipakai sebagai bahan pembuat roti, mie dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. JenisPenelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah quasi experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non randomized pretest-postest

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN PT Sinar Sosro merupakan suatu perusahaan yang memproduksi minuman dalam kemasan botol. Adapun produk yang dihasilkan berupa teh botol sosro, fruit tea dan prim-a. Pada

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB 2 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 1 BAB 2 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Berdirinya Perusahaan PT. Sinar Sosro adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang minuman teh dalam kemasan. Perusahaan ini terletak di Jalan Raya Bekasi

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. Rancangan analisis data pada penelitian ini menggunakan faktorial dalam

BAB III METODA PENELITIAN. Rancangan analisis data pada penelitian ini menggunakan faktorial dalam BAB III METODA PENELITIAN 3.1 Metoda Percobaan Rancangan analisis data pada penelitian ini menggunakan faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK), desain faktorialnya 4 x 4 dengan tiga kali ulangan.

Lebih terperinci

BAB VII LAMPIRAN. Perhitungan Neraca Massa pada Proses Pengolahan Sari Buah Jambu Biji Merah:

BAB VII LAMPIRAN. Perhitungan Neraca Massa pada Proses Pengolahan Sari Buah Jambu Biji Merah: BAB VII LAMPIRAN Perhitungan Neraca Massa pada Proses Pengolahan Sari Buah Jambu Biji Merah: Ukuran buah jambu biji merah: - Diameter = + 10 cm - 1kg = 7-8 buah jambu biji merah (berdasarkan hasil pengukuran)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah Quasi Experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non equivalent control

Lebih terperinci

Perancangan Instalasi Unit Utilitas Kebutuhan Air pada Industri dengan Bahan Baku Air Sungai

Perancangan Instalasi Unit Utilitas Kebutuhan Air pada Industri dengan Bahan Baku Air Sungai Perancangan Instalasi Unit Utilitas Kebutuhan Air pada Industri dengan Bahan Baku Air Sungai Air yang digunakan meliputi : 1. Air pendingin, digunakan untuk mendinginkan alat penukar panas. 2. Air Proses,

Lebih terperinci

PERANCANGAN PERPIPAAN PADA PROSES PRODUKSI CARBONATED SOFT DRINK

PERANCANGAN PERPIPAAN PADA PROSES PRODUKSI CARBONATED SOFT DRINK TUGAS 1 MATA KULIAH PERANCANGAN PABRIK PERANCANGAN PERPIPAAN PADA PROSES PRODUKSI CARBONATED SOFT DRINK 1. Feriska Yuanita (105100200111012) 2. Alifian Juantono Sahwal (105100213111003) 3. Nadia Sabila

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1 Daftar spesifikasi mesin produksi di PT. Sinar Sosro Bagian Water Treatment a. Sand Filter Tinggi Tangki : 180 cm Diameter Tangki : 81 cm Kapsitas Tangki : 3000 liter Isi Media Cara

Lebih terperinci

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-4

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-4 PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-4 Teknologi Pengawetan dan Produk Susu Cair Sebelum membahas produk susu cair akan dijelaskan perlakuan sebelum susu diolah yaitu susu sebagai

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN MINUMAN TEH DI PT. SINAR SOSRO GRESIK LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN

PROSES PENGOLAHAN MINUMAN TEH DI PT. SINAR SOSRO GRESIK LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN PROSES PENGOLAHAN MINUMAN TEH DI PT. SINAR SOSRO GRESIK LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN OLEH : HELENA CLAUDIA (6103009011) MICHAEL RYANT (6103009018) HENNY (6103009098) PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK

KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK PENGEMASAN ASEPTIS DALAM ARTI SEMPIT BERARTI PENGISIAN BAHAN PANGAN DINGIN YANG TELAH DISTERILISASI DAN STERIL KE DALAM KEMASAN YANG TELAH DISTERILISASI DAN

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian Penelitian biofiltrasi ini targetnya adalah dapat meningkatkan kualitas air baku IPA Taman Kota Sehingga masuk baku mutu Pergub 582 tahun 1995 golongan B yakni

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL 34 3.1. Uraian Proses Pengolahan Air limbah dari masing-masing unit produksi mula-mula dialirkan ke dalam bak kontrol yang dilengkapi saringan kasar (bar screen) untuk menyaring

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PEMBAGIAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB

LAMPIRAN 1 PEMBAGIAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB LAMPIRAN 1 PEMBAGIAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB 1. General Manager Menentukan dan merumuskan kegiatan utama dalam perusahaan untuk pencapaian tujuan umum perusahaan. Mengkoordinir dan mengawasi tugas-tugas

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan Keluarga Sosrodjojo memulai usaha dengan menjual teh wangi pada tahun 1940 di Slawi, Jawa Tengah. Pada tahun 1965 keluarga Sosrodjojo melakukan ekspansi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah quasi experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non randomized pretest-postest

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahan baku produk ataupun air konsumsi. Tujuan utama dari pengolahan air ini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahan baku produk ataupun air konsumsi. Tujuan utama dari pengolahan air ini BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Bahan Baku (Air) Pengolahan Air (Water Treatment) adalah Suatu proses pengolahan air dari sumur untuk di proses sedemikian rupa sehingga dapat di gunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Water Treatment Air sungai dan Sumur Bor menjadi Air Bersih Proses pengolahan air (water treatment system)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Water Treatment Air sungai dan Sumur Bor menjadi Air Bersih Proses pengolahan air (water treatment system) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Water Treatment Air sungai dan Sumur Bor menjadi Air Bersih Proses pengolahan air (water treatment system) yang merupakan pengolahan air yang tidak layak pakai (air kotor)

Lebih terperinci

REGISTER TEKNOLOGI RAMAH LINGKUNGAN TERVERIFIKASI

REGISTER TEKNOLOGI RAMAH LINGKUNGAN TERVERIFIKASI Nomor register : 044/TRL/Reg-1/KLHK Instalasi Pengolahan Air Limbah Merk REDOX Advanced Oxydation Process () System FUNGSI ALAT REDOX adalah Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang menggunakan metode

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Unit Operasi IPAL Mojosongo Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Mojosongo di bangun untuk mengolah air buangan dari kota Surakarta bagian utara, dengan

Lebih terperinci

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 4 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SISTEM IPAL DOMESTIK

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 4 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SISTEM IPAL DOMESTIK BAB 4 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SISTEM IPAL DOMESTIK 29 4.1 Prosedur Start-Up IPAL Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC Start-up IPAL dilakukan pada saat IPAL baru selesai dibangun atau pada saat

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan Pabrik yang dimiliki Keluarga Sosrodjojo ini memulai usaha dengan menjual teh wangi pada tahun 1940 di Slawi, Jawa Tengah. Pada tahun 1965 keluarga

Lebih terperinci

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut Pengolahan Aerasi Aerasi adalah salah satu pengolahan air dengan cara penambahan oksigen kedalam air. Penambahan oksigen dilakukan sebagai salah satu usaha pengambilan zat pencemar yang tergantung di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan, baik itu kehidupan manusia maupun kehidupan binatang dan tumbuh-tumbuhan. Air adalah merupakan bahan yang sangat vital

Lebih terperinci

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA 2. 1 Pengumpulan Air Limbah Air limbah gedung PT. Sophie Paris Indonesia adalah air limbah domestik karyawan yang berasal dari toilet,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB TNJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Cair Rumah Tangga Limbahcair rumah tangga adalah semua buangan dari hasil kegiatan rumah tangga mencakup mandi, mencuci dan buangan kotoran manusia (urin, dan tinja), (Suharjo,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan Cikal bakal PT. Sosro bermula dari usaha keluarga Sosrodjojo yang menjual teh wangi pada tahun 1940 di Kabupaten Slawi, Propinsi Jawa Tengah. Setelah

Lebih terperinci

Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian

Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Teknologi Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian Mas ud Effendi Tahap Awal Proses Pengolahan (1) Kualitas produk olahan yang dihasilkan sangat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Penelitian Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu blotong dan sludge industri gula yang berasal dari limbah padat Pabrik Gula PT. Rajawali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang ada dialam. Guna memenuhi berbagai macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang ada dialam. Guna memenuhi berbagai macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia banyak memerlukan berbagai macam bahan-bahan yang ada dialam. Guna memenuhi berbagai macam kebutuhan hidupnya tersebut manusia melakukan

Lebih terperinci

Biofouling Pada Industri Bir. Kelompok 1

Biofouling Pada Industri Bir. Kelompok 1 Biofouling Pada Industri Bir Kelompok 1 1 6-+*#( )&$%-'4#;(

Lebih terperinci

KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK

KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK PENGEMASAN ASEPTIS DALAM ARTI SEMPIT BERARTI PENGISIAN BAHAN PANGAN DINGIN YANG TELAH DISTERILISASI DAN STERIL KE DALAM KEMASAN YANG TELAH DISTERILISASI DAN

Lebih terperinci

PETUNJUK UMUM UNTUK MERAWAT SISTEM SEPTIK TANK

PETUNJUK UMUM UNTUK MERAWAT SISTEM SEPTIK TANK SISTEM BARU Sistem apapun yang anda pilih, baik sitem septik konvensional maupun jenis aerobik, tangki penampungan yang baru harus melalui masa tenang di mana bakteri-bakteri yang diperlukan mulai hidup

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS 12.1. Pendahuluan Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi, kwalitas lingkungan hidup juga menurun

Lebih terperinci

BAB IV UNIT PENDUKUNG PROSES DAN LABORATORIUM

BAB IV UNIT PENDUKUNG PROSES DAN LABORATORIUM 52 BAB IV UNIT PENDUKUNG PROSES DAN LABORATORIUM Unit pendukung proses (utilitas) merupakan bagian penting penunjang proses produksi. Utilitas yang tersedia di pabrik PEA adalah unit pengadaan air, unit

Lebih terperinci

The water softening proses

The water softening proses Difusi adalah pergerakan molekul dari daerah konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi rendah. Osmosis adalah kasus khusus difusi di mana molekul air dan gradien konsentrasi terjadi melintasi membran semipermeabel.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Limbah merupakan sisa suatu kegiatan atau proses produksi yang antara lain dihasilkan dari kegiatan rumah tangga, industri, pertambangan dan rumah sakit. Menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI Proses produksi PT Amanah Prima Indonesia dimulai dari adanya permintaan dari konsumen melalui Departemen Pemasaran yang dicatat sebagai pesanan dan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT Sumatra Industri Cat merupakan perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang produksi cat. PT Sumatra Industri Cat didirikan pada bulan Juni tahun

Lebih terperinci

KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK

KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK Di bidang teknologi pengemasan pangan, mungkin pengemasan aseptis merupakan teknologi pengemasan yang paling dinamis dalam perkembangannya Di Eropa, pengisian

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL

PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL PENDAHULUAN 1. AIR Air merupakan sumber alam yang sangat penting di dunia, karena tanpa air kehidupan tidak dapat berlangsung. Air juga banyak mendapat

Lebih terperinci

Teti Estiasih - THP - FTP - UB

Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1 2 Merupakan proses thermal yang menggunakan suhu Blansing: perlakuan pendahuluan pada buah dan sayuran Pasteurisasi dan sterilisasi merupakan proses pengawetan pangan 3 Blansing air panas Blansing uap

Lebih terperinci

Pengolahan Air Gambut sederhana BAB III PENGOLAHAN AIR GAMBUT SEDERHANA

Pengolahan Air Gambut sederhana BAB III PENGOLAHAN AIR GAMBUT SEDERHANA Pengolahan Air Gambut sederhana BAB III PENGOLAHAN AIR GAMBUT SEDERHANA 51 Nusa Idaman Said III.1 PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Sudah banyak yang melakukan penelitian mengenai analisis kualitas air dengan alat uji model filtrasi buatan diantaranya; Eka Wahyu Andriyanto, (2010) Uji

Lebih terperinci

PENGEMASAN INTRODUCTION PASSIVE PACKAGING INTRODUCTION 12/20/2012. Klasifikasi Beberapa Jenis Kemasan :

PENGEMASAN INTRODUCTION PASSIVE PACKAGING INTRODUCTION 12/20/2012. Klasifikasi Beberapa Jenis Kemasan : INTRODUCTION PENGEMASAN Klasifikasi Beberapa Jenis Kemasan : 1. Klasifikasi kemasan berdasarkan frekuensi pemakaian Disposable, Semi-Disposable dan Multi-trip 2. Klasifikasi kemasan berdasarkan struktur

Lebih terperinci

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd KIMIA TERAPAN Penggunaan ilmu kimia dalam kehidupan sehari-hari sangat luas CAKUPAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pembuatan pupuk cair dan karakteristik pupuk cair ini dilaksanakan dari bulan November sampai Desember 200 yang dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL 5.1 Masalah Air Limbah Layanan Kesehatan Air limbah yang berasal dari unit layanan kesehatan misalnya air limbah rumah sakit,

Lebih terperinci

Lokakarya Fungsional Non Penelti a) Sistem parit oksidasi b) Sistem kolam aerobik, yaitu suatu kolam yang tidak terlalu dalam dengan permukaannya yang

Lokakarya Fungsional Non Penelti a) Sistem parit oksidasi b) Sistem kolam aerobik, yaitu suatu kolam yang tidak terlalu dalam dengan permukaannya yang MESIN PENGOLAH KOTORAN TERNAK SISTEM AEROBIK DI BALAI PENELITIAN TERNAK M. Moes Syaid Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor PENDAHULUAN Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi rekayasa mesin, maka

Lebih terperinci

MINYAK KELAPA. Minyak diambil dari daging buah kelapa dengan salah satu cara berikut, yaitu: 1) Cara basah 2) Cara pres 3) Cara ekstraksi pelarut

MINYAK KELAPA. Minyak diambil dari daging buah kelapa dengan salah satu cara berikut, yaitu: 1) Cara basah 2) Cara pres 3) Cara ekstraksi pelarut MINYAK KELAPA 1. PENDAHULUAN Minyak kelapa merupakan bagian paling berharga dari buah kelapa. Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua adalah sebanyak 34,7%. Minyak kelapa digunakan sebagai bahan baku

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN BAB VII PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN 7.1. Sumber Limbah Di BTIK-LIK Magetan terdapat kurang lebih 43 unit usaha penyamak kulit, dan saat ini ada 37

Lebih terperinci

BAB VIII UNIT DAUR ULANG DAN SPESIFIKASI TEKNIS Sistem Daur Ulang

BAB VIII UNIT DAUR ULANG DAN SPESIFIKASI TEKNIS Sistem Daur Ulang BAB VIII UNIT DAUR ULANG DAN SPESIFIKASI TEKNIS 8.1. Sistem Daur Ulang Di BTIK Magetan mempunyai dua unit IPAL yang masingmasing berkapasitas 300 m 3 /hari, jadi kapasitas total dua IPAL 600 m 3 /hari.

Lebih terperinci

Pengawetan dengan Suhu Tinggi

Pengawetan dengan Suhu Tinggi Pengawetan dengan Suhu Tinggi Pengawetan dengan suhu tinggi adalah salah satu dari sekian banyak metode pengawetan makanan yang sering digunakan. Metode ini sebenarnya sudah sangat familier dalam aktivitas

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DENAH PT. OTTO PHARMACEUTICAL INDUSTRIES

LAMPIRAN 1 DENAH PT. OTTO PHARMACEUTICAL INDUSTRIES LAMPIRAN 1 DENAH PT. OTTO PHARMACEUTICAL INDUSTRIES 78 Direktur Utama Divisi Pemasaran Produksi Direktur Pemasaran Divisi Pengembangan Bisnis Logistik Divisi Pabrik Ass. Pabrik Umum Divisi Manajemen Mutu

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN TEH BOTOL KOTAK DAN FRUIT TEA DI PT. SINAR SOSRO KPB GRESIK LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN

PROSES PEMBUATAN TEH BOTOL KOTAK DAN FRUIT TEA DI PT. SINAR SOSRO KPB GRESIK LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN PROSES PEMBUATAN TEH BOTOL KOTAK DAN FRUIT TEA DI PT. SINAR SOSRO KPB GRESIK LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN OLEH: LYDIA TANSIL SETIAWAN 6103008111 MELISA KRESTANTINI 6103008121 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4. Pengumpulan Data 4.. Proses Produksi Sistem produksi yang dilakukan pada PT Sinar Sosro KPB Cakung merupakan sistem produksi dengan kategori batch production.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) PT.ATLANTIC BIRURAYA LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN

PENGOLAHAN AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) PT.ATLANTIC BIRURAYA LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN PENGOLAHAN AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) PT.ATLANTIC BIRURAYA LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN OLEH : MARCELIA LEMBONO (6103008014) ISABELLA GUNAWAN (6103008024) STEPHANNIE (6103008078)

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI

BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI PENGOLAHAN TERMAL I BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI TIM DOSEN PENGAMPU BRAWIJAYA UNIVERSITY 2013 outline 1 PENDAHULUAN 4 STERILISASI 3 PASTEURISASI 2 BLANCHING PENDAHULUAN MERUPAKAN PROSES THERMAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG PERANCANGAN PABRIK PENGOLAHAN LIMBAH Oleh: KELOMPOK 2 M. Husain Kamaluddin 105100200111013 Rezal Dwi Permana Putra 105100201111015 Tri Priyo Utomo 105100201111005 Defanty Nurillamadhan 105100200111010

Lebih terperinci

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS 6.1 Pre Eksperimen BAB VI HASIL Sebelum dilakukan eksperimen tentang pengolahan limbah cair, peneliti melakukan pre eksperimen untuk mengetahui lama waktu aerasi yang efektif menurunkan kadar kandungan

Lebih terperinci

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH 5 2.1 Proses Pengolahan Air Limbah Domestik Air limbah domestik yang akan diolah di IPAL adalah berasal dari kamar mandi, wastavel, toilet karyawan, limpasan septik tank

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE

PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE Deddy Kurniawan W, Fahmi Arifan, Tri Yuni Kusharharyati Jurusan Teknik Kimia PSD III Teknik, UNDIP Semarang

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR BERSIH. PENGOLAHAN UNTUK MENGURANGI KONSENTRASI ZAT Kandungan Fe, CO2 agresif, bakteri yang tinggi

PENGOLAHAN AIR BERSIH. PENGOLAHAN UNTUK MENGURANGI KONSENTRASI ZAT Kandungan Fe, CO2 agresif, bakteri yang tinggi PENGOLAHAN AIR BERSIH PENGOLAHAN UNTUK MENGURANGI KONSENTRASI ZAT Kandungan Fe, CO2 agresif, bakteri yang tinggi PENGOLAHAN LENGKAP Dilaksanakan pada air permukaan, air sungai), Diperlukan unt menjernihkan

Lebih terperinci

BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER

BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER 4.1. Tujuan Tujuan dari materi praktikum Pengemasan Vacuum Dan Cup Sealer adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui cara pengemasan menggunakan vacuum sealer. 2. Mengetahui

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI PERUSAHAAN a. Proses Produksi Proses produksi merupakan rangkaian operasi yang dilalui bahan baku baik secara fisik maupun kimia untuk meningkatkan nilai tambah dan nilai

Lebih terperinci

Gambar 36. Selai sebagai bahan olesan roti

Gambar 36. Selai sebagai bahan olesan roti MODUL 6 SELAI RUMPUT LAUT Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah selai rumput laut dengan baik dan benar. Indikator Keberhasilan: Mutu selai rumput laut yang

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI TEH BOTOL KOTAK DAN FRUIT TEA DI PT. SINAR SOSRO GRESIK PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN

PROSES PRODUKSI TEH BOTOL KOTAK DAN FRUIT TEA DI PT. SINAR SOSRO GRESIK PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN PROSES PRODUKSI TEH BOTOL KOTAK DAN FRUIT TEA DI PT. SINAR SOSRO GRESIK PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN OLEH: MARISSA SANTOSO 6103009029 IRINE TERESIA YULIANA 6103009068 SANTI WIDYAWATI 6103009094

Lebih terperinci

sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, sangat banyak perusahaan atau industri yang menghasilkan produk baik dalam skala kecil, menengah dan bahkan dalam skala besar. Selain menghasilkan produk

Lebih terperinci

No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 Semester I BAB I Prodi PT Boga BAB I MATERI

No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 Semester I BAB I Prodi PT Boga BAB I MATERI No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 BAB I MATERI Materi adalah sesuatu yang menempati ruang dan mempunyai massa. Materi dapat berupa benda padat, cair, maupun gas. A. Penggolongan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ). 0.45 µm, ph meter HM-20S, spektrofotometer serapan atom (AAS) Analytic Jena Nova 300, spektrofotometer DR 2000 Hach, SEM-EDS EVO 50, oven, neraca analitik, corong, pompa vakum, dan peralatan kaca yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Salah satu zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara adalah air (Chandra, 2012). Air merupakan sumber kehidupan yang diperlukan oleh makhluk hidup untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI. No. 416 / MENKES / PER / 1990, tentang syarat-syarat kualitas air disebutkan bahwa air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari

Lebih terperinci

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010 PARAMETER BIOLOGIS BADAN AIR SUNGAI NGRINGO SEBAGAI DAMPAK INDUSTRI TEKSTIL Nanik Dwi Nurhayati Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta Email: nanikdn@uns.ac.id ABSTRAK Berbagai bakteri

Lebih terperinci

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN VII.1 Umum Operasi dan pemeliharaan dilakukan dengan tujuan agar unit-unit pengolahan dapat berfungsi optimal dan mempunyai efisiensi pengolahan seperti yang diharapkan

Lebih terperinci

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT )

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) Pendahuluan Pupuk Organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya

Lebih terperinci

BAB 3 INSTRUKSI KERJA (IK)

BAB 3 INSTRUKSI KERJA (IK) BAB 3 INSTRUKSI KERJA (IK) 3.1. Start-Up IPAL Sebelum IPAL dioperasikan seluruh peralatan mekanik dan elektrik harus dipastikan dalam keadaan berjalan dengan baik dan siap untuk dioerasikan. Peralatan-peralatan

Lebih terperinci

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN (1)Yovi Kurniawan (1)SHE spv PT. TIV. Pandaan Kabupaten Pasuruan ABSTRAK PT. Tirta Investama Pabrik Pandaan Pasuruan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di

BAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Air adalah semua air yang terdapat di alam atau berasal dari sumber air, dan terdapat di atas permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Perusahaan PT. Kurnia Aneka Gemilang berdiri sejak tahun 1969, dengan nama UD. Kurnia. Perusahaan ini menjalankan usaha yang bergerak dibidang produksi sirup

Lebih terperinci

BAB 4 ASPEK DAMPAK LINGKUNGAN

BAB 4 ASPEK DAMPAK LINGKUNGAN BAB 4 ASPEK DAMPAK LINGKUNGAN 4. 1 Aspek Dampak Lingkungan Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal toilet, kamar mandi, pencucian pakaian, wastafel, kegiatan membersihkan lantai dan aktifitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang didukung dengan studi pustaka.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang didukung dengan studi pustaka. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang didukung dengan studi pustaka. B. Tempat dan waktu penelitian 1. Tempat penelitian Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti minum,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti minum, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air Air suatu kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan untuk kebutuhan manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti minum, masak, mandi, mencuci, pertanian,

Lebih terperinci

INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PT. INDESSO AROMA BATURRADEN

INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PT. INDESSO AROMA BATURRADEN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PT. INDESSO AROMA BATURRADEN PROSES INDUSTRI PT. INDESSO AROMA PT. Indesso Aroma merupakan industri manufaktur yang bergerak dibidang pengolahan minyak cengkeh dan

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ALUR PROSES Gambar 4.1 Proses Design 17 18 4.2 PEMBAHASAN Prosedur perencanaan water treatment didalam Pt. Tirta Teknosys melalui beberapa langkah antara lain : 1.

Lebih terperinci

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 6 PERAWATAN DAN PERMASALAHAN IPAL DOMESTIK

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 6 PERAWATAN DAN PERMASALAHAN IPAL DOMESTIK BAB 6 PERAWATAN DAN PERMASALAHAN IPAL DOMESTIK 59 6.1 Perawatan Yang Perlu Diperhatikan Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC Perawatan unit IPAL yang perlu diperhatikan antara lain : Hindari sampah

Lebih terperinci

Mengapa Air Sangat Penting?

Mengapa Air Sangat Penting? Mengapa Air Sangat Penting? Kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sangat bergantung pada air. Kita banyak menggunakan air untuk keperluan sehari-hari seperti untuk minum, memasak, mencuci, 1 mandi

Lebih terperinci

INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG

INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG KONTEN Pendahuluan Skema Pengolahan Limbah Ideal Diagram Pengolahan Limbah IPAL Bojongsoang Pengolahan air limbah di IPAL Bojongsoang: Pengolahan Fisik

Lebih terperinci

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5 PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5 Teknologi Pengawetan dan Produk Susu Cair (Lanjutan). Pengaruh Pasteurisasi (pemanasan) terhadap sifat fisik dan kimia susu Pemanasan dapat

Lebih terperinci