VI ANALISIS CAMPURAN (MIXING ANALYSIS) DALAM HIDROLOGI UNTUK PENENTUAN SOURCE AREA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI ANALISIS CAMPURAN (MIXING ANALYSIS) DALAM HIDROLOGI UNTUK PENENTUAN SOURCE AREA"

Transkripsi

1 71 VI ANALISIS CAMPURAN (MIXING ANALYSIS) DALAM HIDROLOGI UNTUK PENENTUAN SOURCE AREA 6.1 PENDAHULUAN Model campuran (mixing model) dapat dipergunakan dalam separasi hidrograf secara geokimia, yakni untuk memisahkan komponen runoff pada saat terjadi hujan. Karena kimia air sungai merupakan campuran dari berbagai input sumber aliran (sources area), maka identifikasi potensial sumber air yang berkontribusi terhadap kimia air sungai sangat penting. Hal ini memerlukan model campuran secara temporal dan geografis (Genereux dan Hooper, 1998). Pertimbangan untuk menggunakan pendekatan ini adalah bahwa seluruh komponen sumber air diasumsikan bercampur secara konservatif. Percampuran sifat kimia air secara konservatif terjadi karena komponen kimia air yang berasal dari sumber aliran mengalir mengikuti pergerakan air. Kimia air sungai merupakan turunan dari kimia air masing-masing komponen sumber aliran yang mengalir ke sungai, dengan prinsip bahwa air dapat membawa unsur atau komponen kimia air dari masing-masing sumber aliran tersebut. Source area merupakan sumber aliran yang merupakan kontributor terhadap aliran air di dalam suatu daerah tangkapan air atau daerah aliran sungai. Salah satu metode yang digunakan dalam mempelajari mixing model dalam hidrologi adalah metode EMMA (End Member Mixing Analyses). EMMA juga merupakan salah satu metode untuk separasi hidrograf secara geokimia (Christopherson et al 199, Hooper et al 199, dan Burns et al 1). End member menggambarkan karakteristik air yang teridentifikasi dari unit hidrologi atau geologi yang berbeda. End member yang berbeda biasanya memiliki pertanda isotop atau kimia yang berbeda. Pada penelitian ini menggunakan model campuran yang terdiri dari 3 komponen sumber aliran (three end member) dengan dua perunut konservatif. Ada beberapa asumsi jika menggunakan mixing model dalam pemodelan hidrologi, yaitu: a) Perunutnya merupakan perunut konservatif (bukan merupakan reaksi kimia), b) Seluruh komponen memiliki konsentrasi yang berbeda nyata paling tidak dengan

2 7 satu perunut, c) Konsentrasi perunut dalam seluruh komponen secara temporal (temporally) konstan atau keragamannya diketahui, d) Konsentrasi perunut dalam seluruh komponen secara ruang (spatially) konstan atau diperlakukan sebagai komponen yang berbeda, dan e) Komponen yang tidak terukur memiliki konsentrasi perunut yang sama atau tidak berkontribusi secara nyata. Model campuran dari perspektif geometrik memiliki karakter sebagai berikut: 1) Untuk model dengan perunut dan 3 komponen, mixing antara sub ruang ditentukan oleh perunut, ) Jika diplotkan, 3 komponen puncak dari segitiga dan seluruh contoh aliran harus terikat oleh segitiga, 3) Jika tidak terikat dengan baik, berarti perunut tidak konservatif atau komponen tidak terkarakterisasi dengan baik. Beberapa peneliti telah mengidentifikasi sumber limpasan secara spasial di dalam DAS melalui penggunaan tool seperti EMMA, pemisahan hidrograf berdasarkan perunut, dan analisis hidrometrik (Bernal et al 6, Burns et al 1, Hangen et al 1, McGlynn and McDonnell 3, Subagyono et al 5, Wenninger et al ). Penelitian-penelitian tersebut telah berhasil mengkuantifikasi sejumlah runoff dari sumber (source) yang berbeda dan juga menunjukkan kontribusi yang berbeda dengan kondisi kelembaban yang berbeda di dalam DAS (Burns et al 1, McGlynn and McDonnell 3). Bahkan Cary et al (11) telah berhasil mengidentifikasi sumber limpasan menjadi empat komponen menggunakan silikat dan chlor. Identifikasi sumber runoff dari unit DAS penting karena : a) membantu dalam mengembangkan model pengelolaan DAS yang lebih realistik, b) membantu mengidentifikasi sumber kunci sumber polutan, c) membantu evaluasi yang lebih baik tentang pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap kualitas air. Pendekatan deliniasi sumber air dengan menggunakan analisis neraca air belum memberikan jawaban yang definitif. Kombinasi menggunakan data hidrokimia dan hidrometrik sudah memberikan masukan terhadap model hidrologi daerah aliran sungai. EMMA sudah dapat mengidentifikasi komponen-komponen yang berkontribusi terhadap aliran (Mulholland 1993, Tardy et al ). Metode ini merupakan metode analisis campuran sederhana untuk mengidentifikasi end member

3 73 yang berkontribusi terhadap aliran dan memiliki komposisi kimia yang berbeda dan relatif konstan (Mulholland 1993). Ketidak teraturan separasi hidrograf secara geokimia (mixing approach) sangat besar karena: 1) adanya keragaman karakteristik kimia dari end member secara spasial dan temporal, dan ) kimia air sungai tergantung pada jalur aliran dimana air itu mengalir menuju sungai. Dalam hal ini pemahaman tentang jalur aliran yang dominan dan bagaimana perubahan yang terjadi selama hujan sangat penting dalam memahami proses limpasan/runoff generation. 6. Analisis Multivariate Dalam melakukan EMMA sesuai dengan prosedur yang telah digunakan oleh Hooper (1), Christophersen dan Hooper (199), dan Burns et al. (1), setelah menyusun set data dan melakukan normalisasi terhadap data yang ada, tahap selanjutnya adalah analisis multivariate dengan menggunakan analisis komponen utama (PCA:Principal Component Analysis). Analisis multivariate banyak digunakan dalam penelitian geokimia (Jo reskog et al., 1976; Reid et al., 1981; Davis, 1986). Manfaat analisis ini dalam EMMA yaitu: a) untuk memilih end-members, b) merupakan masukan dalam model campuran (mixing model), c) hasilnya dapat diuji, d) memberikan hasil yang tepat dengan alasan yang benar, dan e) dapat memberi tahu jika end-member tidak benar. Analisis komponen utama merupakan salah satu teknik statistik yang digunakan untuk mengidentifikasi peubah baru yang mendasari data peubah ganda, menghilangkan masalah multikolinieritas (peubah yang saling berkorelasi) dan menghilangkan paubah-peubah asal yang memberikan sumbangan informasi yang relatif kecil (Iriawan dan Astuti 6). Sumbangan keragaman ditunjukkan oleh proportion dalam eigen analysis of the covarian matrix. Dalam principal komponen, apabila sebagian besar total variasi populasi (sekitar 8-9%) untuk jumlah variabel yang besar dapat diterangkan oleh atau 3 komponen utama (principal component, PC), maka kedua atau ketiga komponen dapat menggantikan variabel semula tanpa menghilangkan banyak informasi.

4 7 Dalam penelitian ini analisis multivariate dengan menggunakan PCA adalah untuk menguji model campuran aliran kimia air menggunakan solute K, Na, Ca, Mg, SiO, SO, NO 3, Cl, dan HCO 3 terhadap beberapa sumber limpasan seperti air tanah, air bumi, air sungai, dan air hujan. Pada Tabel 7 disajikan eigenvalue yang merupakan nilai varian komponen utama. Hasil analisis menunjukkan eigenvalue untuk komponen utama pertama (F1) dan kedua (F) masing-masing sebesar 5.7 dan 3.1. Eigenvalue kedua komponen utama mewakili 56.3% dan 33.3% dari seluruh variabilitas. Bila diakumulasikan, kedua komponen utama menyatakan 89.6% dari total variabilitas. Ini berarti apabila kesembilan variabel (K, Na, Ca, Mg, Si, SO, NO 3, Cl, dan HCO 3 ) direduksi menjadi variabel, maka kedua variabel baru dapat menjelaskan 89.6% dari total variabilitas kesembilan variabel. Tabel 8. Hasil eigenvalue dengan sembilan variabel K, Na, Ca, Mg, SiO, SO, NO 3, dan HCO 3 F1 F F3 F F5 Eigenvalue Variabilitas (%) Kumulatif (%) Pada Tabel 9 disajikan korelasi Pearson s, angka-angka positif yang ditulis tebal menunjukkan adanya hubungan yang tinggi antar unsur yang satu dengan yang lainnya. Sebaliknya angka-angka negatif yang ditulis tebal menunjukkan adanya hubungan berbanding terbalik yang tinggi antar unsur yang satu dengan yang lainnya. Kation K dengan SiO, Na dengan Mg, Ca dengan Mg dan HCO 3, serta Mg dengan HCO 3 menunjukkan hubungan yang tinggi satu dengan yang lainnya, sedangkan K dengan Cl, Na dengan SO dan NO 3, Mg dengan SO dan NO 3 memiliki hubungan berbanding terbalik. Gambar 7 menunjukkan hubungan faktor 1 dengan faktor. Jika variabel satu dengan yang lainnya saling berdekatan berarti nyata berkorelasi positif (r mendekati 1), sedangkan jika orthogonal berarti tidak berkorelasi (r mendekati nol). Jika variabel

5 Komponen kedua 75 tertentu terletak berlawanan arah dari pusat, berarti variabel tersebut nyata berkorelasi negatif dengan variabel lainnya (r mendekati -1). Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa SiO dan K, Ca dan HCO3, SO dan NO3 memiliki hubungan positif, sedangkan SO dan NO 3 yang letaknya bersebrangan dari titik pusat menunjukkan adanya korelasi negatif dengan Na, Mg, Ca, dan HCO 3. Tabel 9. Korelasi Pearson s Variabel K Na Ca Mg SiO SO NO 3 Cl HCO 3 K 1 Na,91 1 Ca -, Mg, SiO, SO -, NO 3 -, Cl -, HCO Angka yang ditulis tebal menunjukkan berbeda nyata dengan derajat nyata =.5,5 SiO K,5, Na Mg SO NO3 -,5 Ca HCO3 -,5 Cl -, -,3 -, -,1,,1 Komponen Pertama,,3,,5 Gambar 5 Grafik hubungan antara faktor 1 dan faktor untuk melukiskan keeratan antar unsur hidrokimia 6.3 Analisis Campuran secara Hidrokimia Untuk menguji bahwa kimia air dari sumber air yang menuju sungai menyebar di dalam plot kimia air sungai, data kimia air sungai diproyeksikan ke dalam mixing

6 Residual (mg L -1 ) Residual (mg L- 1 ) Residual (mg L- 1 ) Residual (mg L -1 ) Residual (mg L -1 ) Residual (mg L -1 ) 76 subspace/subruang (ruang segitiga yang terikat oleh ketiga end member). Set data hidrokimia tersebut diproyeksikan terhadap data hidrokimia sungai. Pencampuran hidrokimia dapat terjadi dengan baik apabila data hidrokimia sungai terikat dengan baik dalam tiga ikatan end member. Menurut Hooper (1), dengan menggunakan model regresi, pencampuran yang baik di dalam subruang ditunjukkan oleh pola acak dari residual terhadap konsentrasi masing-masing unsurnya. Plot residual konsentrasi setiap solute terhadap konsentrasi air sungai (Gambar 6) menunjukkan adanya pola acak pada K, Ca, Mg, Na, dan HCO3, hal ini menggambarkan adanya mixing yang baik dalam subruang. 3 K + 6 Na ,5 1 1,5, Konsentrasi (mg L- 1 ) Konsentrasi (mg L -1 ) 1 8 Ca Konsentrasi (mg L -1 ) NO Konsentrasi (mg L -1 ),8 Mg, -, -,8-1, 6 8 Konsentrasi (mg L -1 ) SO Konsentrasi (mg L -1 )

7 Residual (meq L -1 ) Residual (mg L -1 ) Residual (mg L -1 ) Si Cl Konsentrasi (mg L -1 ) Konsentrasi (mg L -1 ) Konsentrasi (meq L -1 ) HCO3 Gambar 6 Plot residual konsentrasi masing-masing unsur terhadap konsentrasi air sungai Untuk mengetahui validitas EMMA atau mengetahui fit terbaik dari data kimia air yang diprediksi dengan EMMA dengan konsentrasi terukur pada saat pengamatan selama kejadian hujan dilakukan analisis regresi linier. Hasil pengujian disajikan pada Gambar 7. Dari 9 unsur kimia yang diamati, unsur Na, Ca, Mg, SO, Cl, dan HCO 3 memiliki R yang tinggi antara hasil pengamatan dan pendugaan berkisar antara.73 sampai.96. Nilai R terbaik dicapai oleh Natrium, sedangkan empat unsur lain yaitu K, SiO, NO 3, dan Cl, memiliki R yang rendah. Nilai R antara prediksi EMMA dengan hasil pengukuran yang berkisar antara.73 dan.96 tersebut menunjukkan bahwa tiga komponen terpilih berdasarkan EMMA merupakan prediktor konsentrasi pelarut yang kuat seperti dikemukakan oleh Inamdar and Mitchell (6b).

8 Pendugaan (mg L -1 ) Pendugaan (mg L -1 ) Pendugaan (mg L -1 ) Pendugaan (mg L -1 ) 78 Nilai kimia aliran air terproyeksi diperoleh dengan cara menggandakan matrik eigenvector yang diperoleh dari hasil PCA dengan set data hidrokimia yang telah distandarisasi. Residu antara nilai terproyeksi dengan data awal diplot terhadap konsentrasi unsur yang dimonitor untuk mengetahui fit dari data tersebut. Untuk mengetahui fit data digunakan relative bias (RB) dan relative root mean square error (RRMSE). Berdasarkan hasil RB dan RRSME (Gambar 8 dan 9) ketiga sumber area yang diproyeksikan terhadap air sungai sebagai referensi, ternyata air tanah tanah dan air bumi menunjukkan fit terbaik di dalam mixing subspace. Untuk melihat lebih jauh end member mana yang dapat mengikat kimia air sungai dengan baik, pengujian dilakukan terhadap episode hujan 1 Pebruari 1. Gambar 3 menunjukkan diagram campuran (mixing diagram) antara Ca dan SO dengan ketiga end member yang dapat mengikat aliran sungai dengan baik disajikan pada sub bab 6.. 1,,8,6,,, K + y =,177x +, R² =,53,,,,6,8 1, Na + y =,7x + 3,878 R² =, Ca + y =,68x + 13,9 R² =, Mg + y =,8x + 3,39 R² =,

9 Pendugaan (meq L -1 ) Pendugaan (mg L -1 ) Pendugaan (mg L -1 ) Pendugaan (mg L -1 ) Pendugaan (mg L -1 ) SiO y =,169x + 7,65 R² =, ,,5, 1,5 1,,5, SO - y =,58x +,789 R² =,86,,5 1, 1,5,,5 3, NO3 - y =,39x +,35 R² =, Cl - y =,191x + 3,399 R² =, HCO3 - y =,8x + 9,83 R² =, Pengamatan (meq L -1 ) Gambar 7 Konsentrasi hidrokimia hasil pengamatan dan pendugaan berdasarkan EMMA

10 Relatif Root Mean Square Error / RRMSE (%) Relatif Bias /RB (%) Air tanah Air bumi Air hujan Air sungai K Ca Mg Na SiO NO3 SO Cl HCO3 Gambar 8 Hasil analisis statistik (RB) terhadap tiga sumber area yang diproyeksikan terhadap 3 dimensi subruang air sungai Air tanah Air bumi Air hujan Air sungai K Ca Mg Na SiO NO3 SO Cl HCO3 Gambar 9 Hasil analisis statistik (RRMSE) terhadap tiga sumber area yang diproyeksikan terhadap 3 dimensi subruang air sungai

11 81 6. Analisis Komponen Aliran Berdasarkan Separasi Hidrograf Secara Geokimia Mixing model dapat dipergunakan dalam separasi hidrograf secara geokimia, yakni untuk memisahkan komponen runoff pada saat terjadi hujan. Mixing model dapat terdiri dari komponen sumber air (two end member) dengan satu perunut konservatif, ataupun terdiri 3 komponen sumber air (three end member) dengan dua perunut konservatif. Mixing model dari perspektif geometrik memiliki karakteristik seperti berikut: 1) Untuk model dengan perunut dan 3 komponen misalnya, mixing antara sub ruang ditentukan oleh perunut, ) Jika diplotkan, 3 komponen puncak dari segitiga dan seluruh contoh aliran harus terikat oleh segitiga, 3) Jika tidak terikat dengan baik, berarti perunut tidak konservatif. dan SO - Berdasarkan hasil end member mixing analysis (EMMA) menggunakan Ca + ditemukan bahwa sumber aliran di DAS mikro Cakardipa berasal dari airbumi (groundwater), air tanah (soil water), dan air hujan. Dari ketiga sumber aliran tersebut airbumi merupakan sumber aliran yang paling dominan, sedangkan air tanah merupakan sumber aliran terbesar kedua setelah airbumi. Pada penelitian ini Ca + dan SO - dapat dipertimbangkan sebagai perunut konservatif pada DAS mikro Cakardipa. Mulholland (1993) menunjukkan bahwa Ca + dan SO - dapat digunakan sebagai perunut konservatif dalam analisis end member mixing untuk mencirikan jalur aliran air dominan di dalam DAS). Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa pada awal kejadian hujan (tanda panah no. 1) air sungai mengalir (bergerak) ke arah sumber air hujan hal ini menggambarkan bahwa kimia air dari air sungai memiliki kemiripan dengan kimia air dari air hujan. Selanjutnya pada saat puncak hujan (tanda panah no. ) air sungai mengalir (bergerak) menuju sumber airbumi, hal ini menggambarkan bahwa kimia air dari air sungai memiliki kemiripan dengan kimia air dari airbumi. Sedangkan pada saat menuju kondisi resesi (fase akhir kejadian hujan, tanda panah no. 3) air mengalir (bergerak) menuju air tanah, hal ini menggambarkan bahwa kimia air dari air sungai memiliki kemiripan dengan kimia air dari air tanah. Dari ilustrasi ini dapat dijelaskan bahwa pada awal kejadian hujan atau pada saat baseflow sumber air di DAS mikro

12 SO - (mg L -1 ) 8 Cakardipa berasal dari air hujan. Pada saat mencapai debit puncak sumber airnya berasal dari airbumi, sedangkan pada saat kurva resesi sumber air berasal dari air tanah. 5,, Airbumi (groundwater) Air hujan Air tanah 3,, 1, 1 x: awal hujan : puncak hujan +: akhir hujan,, 5, 1, 15,, 5, 3, 35, Ca + (mg L -1 ) Gambar 3 Hasil mixing analisis antara Kalsium (Ca + ) dengan Sulfat (SO - ) pada episode hujan tanggal 1 Februari 1 Hasil analisis separasi hidrograf secara hidrometrik pada kejadian hujan 1 Februari 1 disajikan pada Tabel 1. Dengan curah hujan sebesar 6,5 mm selama 8 jam 35 menit menghasilkan debit sebesar 377 m 3.

13 83 Tabel 1. Hasil separasi hidrograf secara hidrometrik pada kejadian hujan 1 Pebruari 1 di DAS mikro Cakardipa Total Curah hujan (mm) Durasi jam, mnt Total debit Volume (m 3 ) Aliran permukaan langsung (%) Debit puncak (L/dtk) Kontribusi end member (%) Air tanah Airbumi Air hujan 6,5 8, , 7,3 8,7 Berdasarkan end member mixing analysis seperti disajikan pada Gambar 3 dimana sumber aliran (source area) yang utama dari DAS mikro Cakardipa yaitu airbumi (groundwater), air tanah, dan air hujan maka kontribusi setiap sumber aliran terhadap aliran sungai dianalisis dari separasi hidrograf menggunakan formula menurut Hinton et al (199): [(c T -c AT )(C CH -C AT )-(C AT -C T )(c AT -c CH )] Q AB = Q T [(c AB -c AT )(C CH -C AT )-(C AT -C AB ) (c AT -c CH )] [(c T -c AB )(C CH -C AB )-(C AB -C T )(c AB -c CH )] Q AT = Q T [(c AT -c AB )(C CH -C AB )-(C AB -C AT ) (c AB -c CH )] [(c T -c AT )(C AB -C AT )-(C AT -C T )(c AT -c AB )] Q CH = Q T [(c CH -c AT )(C AB -C AT )-(C AT -C CH ) (c AT -c AB )] Dalam hal ini: Q = debit; c = konsentrasi Ca; C = konsentrasi SO ; and AB, AT, CH, dan T masing-masing = airbumi, air tanah, curah hujan, dan aliran total. Kontribusi setiap sumber aliran terhadap aliran sungai, yang dianalisis dari separasi hidrograf menggunakan formula di atas, menunjukkan bahwa pada episode hujan (storm event) tanggal 1 Pebruari 1, airbumi merupakan kontributor utama terhadap aliran sungai yaitu mencapai 7,3 %. Air bumi dilaporkan sebagai sumber limpasan (kontributor aliran) oleh beberapa peneliti yaitu (Tanaka 199, McGlynn et al 1999, Gibson et al, Burns et al 1, Hangen et al 1, Subagyono ). Menurut Weiler et al (5), aliran bawah permukaan adalah termasuk air tanah dan

14 8 airbumi (soil water dan groundwater). Airbumi atau zone jenuh didefinisikan sebagai area di dalam profil tanah yang memiliki matrik potensial kpa. Airbumi berada di bawah permukaan tanah di dalam ruang pori dan di dalam formasi batuan. Air tanah (soil water) atau zone tidak jenuh adalah area di dalam profil tanah yang memiliki matrik potensial < kpa. Air tanah terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan di bawah permukaan tanah. Dalam beberapa tahun terakhir, peran air tanah dalam proses limpasan sudah mendapat perhatian para peneliti. Komponen air tanah sering mendominasi pada saat debit puncak terutama pada hujan yang besar (Bazemore et al 199, Tanaka dan Ono 1998). Pada penelitian ini air tanah berkontribusi sebesar 8, % dan curah hujan sebesar,7 %. Separasi masingmasing sumber aliran disajikan pada Gambar 31. Gambar 31. Separasi Hidrograf pada Kejadian Hujan 1 Pebruari 1

VII HUBUNGAN ANTARA KONSENTRASI DEBIT (C-Q) PADA SAAT HUJAN DENGAN PENCUCIAN UNSUR HARA

VII HUBUNGAN ANTARA KONSENTRASI DEBIT (C-Q) PADA SAAT HUJAN DENGAN PENCUCIAN UNSUR HARA VII HUBUNGAN ANTARA KONSENTRASI DEBIT (C-Q) PADA SAAT HUJAN DENGAN PENCUCIAN UNSUR HARA 7.1 Pendahuluan Hubungan antara proses hidrologi dan hidrokimia yang terjadi selama kejadian hujan pernah didemonstrasikan

Lebih terperinci

V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA

V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA 55 V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA 5.1 Pendahuluan Di beberapa negara, penelitian tentang proses limpasan dalam suatu daerah tangkapan atau DAS berdasarkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu sumber air permukaan relatif lebih rentan terhadap pencemaran yang diakibatkan oleh kegiatan manusia dibandingkan air tanah. Penelitian

Lebih terperinci

VIII MODEL KONSEPTUAL HUBUNGAN ANTARA PROSES LIMPASAN DENGAN KETERSEDIAAN AIR DAN PENCUCIAN UNSUR HARA

VIII MODEL KONSEPTUAL HUBUNGAN ANTARA PROSES LIMPASAN DENGAN KETERSEDIAAN AIR DAN PENCUCIAN UNSUR HARA 93 VIII MODEL KONSEPTUAL HUBUNGAN ANTARA PROSES LIMPASAN DENGAN KETERSEDIAAN AIR DAN PENCUCIAN UNSUR HARA 8.1 Pendahuluan Model konseptual merupakan sintesis dari suatu kumpulan konsep dan pernyataan yang

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL CAMPURAN (MIXING MODEL) UNTUK MENENTUKAN SUMBER LIMPASAN DI DALAM DAERAH ALIRAN SUNGAI

ANALISIS MODEL CAMPURAN (MIXING MODEL) UNTUK MENENTUKAN SUMBER LIMPASAN DI DALAM DAERAH ALIRAN SUNGAI ANALISIS MODEL CAMPURAN (MIXING MODEL) UNUK MENENUKAN SUMBER LIMPASAN DI DALAM DAERAH ALIRAN SUNGAI Mixing Model Analysis to Define Source Area in Watershed Nani Heryani, Hidayat Pawitan, Yanuar J. Purwanto,

Lebih terperinci

BAB 5 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA

BAB 5 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA BAB 5 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA Pengolahan dan interpretasi data geokimia untuk daerah panas bumi Bonjol meliputi penentuan tipe fluida panas bumi dan temperatur reservoar panas bumi. Analisis

Lebih terperinci

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng 124 Bab VI Kesimpulan Lokasi penelitian, berupa lahan pertanian dengan kondisi baru diolah, tanah memiliki struktur tanah yang remah lepas dan jenis tanah lempung berlanau dengan persentase partikel tanah

Lebih terperinci

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS 4.1 Tinjauan Umum. BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS Salah satu jenis manifestasi permukaan dari sistem panas bumi adalah mata air panas. Berdasarkan temperatur air panas di permukaan, mata air panas dapat dibedakan

Lebih terperinci

Karakteristik Fisika dan Kimia Tanah. Coklat kehitaman. Specific gravity Bobot isi 0.91

Karakteristik Fisika dan Kimia Tanah. Coklat kehitaman. Specific gravity Bobot isi 0.91 77 BAB V Hasil dan Pembahasan Pada bab ini diuraikan hasil hasil penelitian berupa hasil pengamatan, perhitungan formula limpasan air permukaan, perhitungan formula prediksi erosi dan perhitungan program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memperkirakan debit aliran sungai pada periode banjir sering dilakukan pada pekerjaan perancangan bangunan air seperti perancangan tanggul banjir, jembatan, bendung

Lebih terperinci

VARIASI TEMPORAL KANDUNGAN HCO - 3 TERLARUT PADA MATAAIR SENDANG BIRU DAN MATAAIR BEJI DI KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN DAN KECAMATAN GEDANGAN

VARIASI TEMPORAL KANDUNGAN HCO - 3 TERLARUT PADA MATAAIR SENDANG BIRU DAN MATAAIR BEJI DI KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN DAN KECAMATAN GEDANGAN TERSEDIA SECARA ONLINE http://journal2.um.ac.id/index.php /jpg/ JURNAL PENDIDIKAN GEOGRAFI: Kajian, Teori, dan Praktek dalam Bidang Pendidikan dan Ilmu Geografi Tahun 22, No. 1, Januari 2017 Halaman: 1621

Lebih terperinci

PEMBAHASAN ... (3) RMSE =

PEMBAHASAN ... (3) RMSE = 7 kemampuan untuk mengikuti variasi hujan permukaan. Keterandalan model dapat dilihat dari beberapa parameter, antara lain : Koefisien korelasi Korelasi dinyatakan dengan suatu koefisien yang menunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Curah Hujan (mm) Debit (m³/detik)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Curah Hujan (mm) Debit (m³/detik) 7 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 DAS Bengawan Solo Pada peta geologi Indonesia (Sukamto et al. 1996) formasi geologi DAS Bengawan Solo didominasi batuan sedimen tersier, batuan sedimen kuarter, batuan vulkanik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infiltrasi Menurut Munaljid dkk. (2015) infiltrasi adalah proses masuknya air dari atas (surface) kedalam tanah. Gerak air di dalam tanah melalui pori pori tanah dipengaruhi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai Desember 2013 bertempat di Laboratorium Biomassa Terpadu Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

Tujuan: Peserta mengetahui metode estimasi Koefisien Aliran (Tahunan) dalam monev kinerja DAS

Tujuan: Peserta mengetahui metode estimasi Koefisien Aliran (Tahunan) dalam monev kinerja DAS MONEV TATA AIR DAS ESTIMASI KOEFISIEN ALIRAN Oleh: Agung B. Supangat Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS Jl. A.Yani-Pabelan PO Box 295 Surakarta Telp./fax. (0271)716709, email: maz_goenk@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA 3.1 Data Geokimia Seperti yang telah dibahas pada bab 1, bahwa data kimia air panas, dan kimia tanah menjadi bahan pengolahan data geokimia untuk menginterpretasikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 8 eigenvalue masing-masing mode terhadap nilai total eigenvalue (dalam persen). PC 1 biasanya menjelaskan 60% dari keragaman data, dan semakin menurun untuk PC selanjutnya (Johnson 2002, Wilks 2006, Dool

Lebih terperinci

Surface Runoff Flow Kuliah -3

Surface Runoff Flow Kuliah -3 Surface Runoff Flow Kuliah -3 Limpasan (runoff) gabungan antara aliran permukaan, aliran yang tertunda ada cekungan-cekungan dan aliran bawah permukaan (subsurface flow) Air hujan yang turun dari atmosfir

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DESEMBER, 2014 KATA PENGANTAR Sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 21/PRT/M/2010

Lebih terperinci

Dinamika Aliran Bawah Permukaan pada Berbagai Kandungan Kimia Air secara Spasial dan Temporal di dalam Daerah Aliran Sungai

Dinamika Aliran Bawah Permukaan pada Berbagai Kandungan Kimia Air secara Spasial dan Temporal di dalam Daerah Aliran Sungai Dinamika Aliran Bawah Permukaan pada Berbagai Kandungan Kimia Air secara Spasial dan Temporal di dalam Daerah Aliran Sungai Subsurface Flow Dynamics on Spatial and Temporal Variations of Water Chemistry

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR..... ii DAFTAR ISI...... iv DAFTAR TABEL..... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN.... 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Masalah. 7 C. Tujuan Penelitian......

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR 4.1 Sistem Panas Bumi Secara Umum Menurut Hochstein dan Browne (2000), sistem panas bumi adalah istilah umum yang menggambarkan transfer panas alami pada volume

Lebih terperinci

Analisis Regresi 2. Multikolinier & penanganannya

Analisis Regresi 2. Multikolinier & penanganannya Analisis Regresi 2 Pokok Bahasan : Multikolinier & penanganannya TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS : Mahasiswa dapat menjelaskan adanya multikolinieritas pada regresi linier berganda serta prosedur penanganannya

Lebih terperinci

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum BAB V KIMIA AIR 5.1 Tinjauan Umum Analisa kimia air dapat dilakukan untuk mengetahui beberapa parameter baik untuk eksplorasi ataupun pengembangan di lapangan panas bumi. Parameter-parameter tersebut adalah:

Lebih terperinci

Bab II. Tinjauan Pustaka

Bab II. Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Principal Component Analysis (PCA) merupakan metode dalam statistika yang digunakan untuk mereduksi dimensi input dengan kehilangan informasi yang minimum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen. 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kimia airtanah menunjukkan proses yang mempengaruhi airtanah. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen. Nitrat merupakan salah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Data 5.1.1 Analisis Curah Hujan Hasil pengolahan data curah hujan di lokasi penelitian Sub-DAS Cibengang sangat berfluktuasi dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran drainase Antasari, Kecamatan. Sukarame, kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung.

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran drainase Antasari, Kecamatan. Sukarame, kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung. 37 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di saluran drainase Antasari, Kecamatan Sukarame, kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Gambar 8. Lokasi Penelitian 38 B. Bahan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Banjir adalah salah satu bencana alam yang sering terjadi. Kerugian jiwa dan material yang diakibatkan oleh bencana banjir menyebabkan suatu daerah terhambat pertumbuhannya

Lebih terperinci

Aplikasi Bahan Amelioran (Asam Humat; Lumpur IPAL Tambang Batu Bara) terhadap Pertumbuhan Tanaman Reklamasi pada Lahan Bekas Tambang Batu Bara

Aplikasi Bahan Amelioran (Asam Humat; Lumpur IPAL Tambang Batu Bara) terhadap Pertumbuhan Tanaman Reklamasi pada Lahan Bekas Tambang Batu Bara Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan ISSN: 2085-1227 Volume 6, Nomor 1, Januari 2014 Hal. 26-37 Aplikasi Bahan Amelioran (Asam Humat; Lumpur IPAL Tambang Batu Bara) terhadap Pertumbuhan Tanaman Reklamasi

Lebih terperinci

III. METEDOLOGI PENELITIAN

III. METEDOLOGI PENELITIAN III. METEDOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga Desember 2011, berlokasi di DAS Ciliwung Hulu, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Wilayah penelitian meliputi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Sub-DAS Cibengang yang secara geografis terletak di ketinggian 1130 mdpl dengan koordinat 06º57 56,6 lintang selatan dan 107º53 23,2 bujur

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Curah Hujan Data curah hujan yang terekam pada alat di SPAS Cikadu diolah menjadi data kejadian hujan harian sebagai jumlah akumulasi curah hujan harian dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa (Busur Sunda) merupakan daerah dengan s umber daya panas

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa (Busur Sunda) merupakan daerah dengan s umber daya panas BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pulau Jawa (Busur Sunda) merupakan daerah dengan s umber daya panas bumi terbesar (p otensi cadangan dan potensi diketahui), dimana paling tidak terdapat 62 lapangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai dengan Januari 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai dengan Januari 2014 di 15 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai dengan Januari 2014 di Laboratorium Teknik Sumber Daya Air Universitas Lampung B. Alat dan

Lebih terperinci

BAB III. INFILTRASI DAN PERKOLASI

BAB III. INFILTRASI DAN PERKOLASI BAB III. INFILTRASI DAN PERKOLASI A. Pendahuluan Pada bab ini akan dipelajari tentang pengertian infiltrasi dan perkolasi serta cara pengukuran kapasitas infiltrasi. Tujuan yang ingin dicapai (TIK) setelah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyak metode yang dapat digunakan untuk menganalisis data atau informasi pada suatu pengamatan. Salah satu metode statistik yang paling bermanfaat dan paling sering

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Absorbsi Near Infrared Sampel Tepung Ikan Absorbsi near infrared oleh 50 sampel tepung ikan dengan panjang gelombang 900 sampai 2000 nm berkisar antara 0.1 sampai 0.7. Secara grafik

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta DAS penelitian

Gambar 1. Peta DAS penelitian Gambar 1. Peta DAS penelitian 1 1.1. Proses Penentuan Model Kemiringan Lereng Kemiringan lereng ditentukan berdasarkan informasi ketinggian dan jarak pada data DEM yang berbasis raster (piksel). Besarnya

Lebih terperinci

KAJIAN HUBUNGAN SIFAT HUJAN DENGAN ALIRAN LANGSUNG DI SUB DAS TAPAN KARANGANYAR JAWA TENGAH :

KAJIAN HUBUNGAN SIFAT HUJAN DENGAN ALIRAN LANGSUNG DI SUB DAS TAPAN KARANGANYAR JAWA TENGAH : KAJIAN HUBUNGAN SIFAT HUJAN DENGAN ALIRAN LANGSUNG DI SUB DAS TAPAN KARANGANYAR JAWA TENGAH : Oleh : Ugro Hari Murtiono Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS (BPTKP DAS) Seminar Nasional

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Curah Hujan. Tabel 7. Hujan Harian Maksimum di DAS Ciliwung Hulu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Curah Hujan. Tabel 7. Hujan Harian Maksimum di DAS Ciliwung Hulu HASIL DAN PEMBAHASAN Curah Hujan Hujan Harian Maksimum Hujan harian maksimum yang terjadi di DAS Ciliwung Hulu diperoleh dari beberapa stasiun pencatat hujan yang terdapat di wilayah tersebut dengan panjang

Lebih terperinci

BAB VI INTERPRETASI DATA GEOKIMIA

BAB VI INTERPRETASI DATA GEOKIMIA BAB VI INTERPRETASI DATA GEOKIMIA Pada Tahun 2008, tim dari kelompok penelitian Program Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi, melakukan penyelidikan geokimia pada daerah lapangan panas bumi Tambu. Penyelidikan

Lebih terperinci

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya energi yang melimpah dan beraneka ragam, diantaranya minyak bumi, gas bumi, batubara, gas alam, geotermal, dll.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Prosedur Penggunaan Peranti Lunak ImageJ

HASIL DAN PEMBAHASAN. Prosedur Penggunaan Peranti Lunak ImageJ sedangkan PLSDA untuk mengklasifikasikan ketiga tanaman sampel ke dalam tiga kelompok tanaman yang berbeda dalam bentuk model prediksi. Model tersebut selanjutnya digunakan untuk memprediksi ketiga sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan suatu kegiatan atau keperluan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan suatu kegiatan atau keperluan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan suatu kegiatan atau keperluan tertentu (Efendi, 2003). Dengan demikian, kualitas air

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Model Sistem Prediksi Gabungan Terbobot

2 TINJAUAN PUSTAKA. Model Sistem Prediksi Gabungan Terbobot 11 2 TINJAUAN PUSTAKA Prediksi unsur iklim curah hujan dengan akurasi tinggi di wilayah tropis dapat dikategorikan sulit dilakukan. Apalagi jika prediksi tersebut diarahkan pada luaran yang bersifat kuantitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya airtanah terbentuk akibat adanya proses siklus hidrologi

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya airtanah terbentuk akibat adanya proses siklus hidrologi Genesa Komplek Mata Air Pablengan di Desa Pablengan, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah BAB I BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumber daya airtanah terbentuk akibat adanya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SISTEM HIDROLOGI KARST DI KARST PIDIE, ACEH. Karst Research Group Fak. Geografi UGM

PERKEMBANGAN SISTEM HIDROLOGI KARST DI KARST PIDIE, ACEH. Karst Research Group Fak. Geografi UGM PERKEMBANGAN SISTEM HIDROLOGI KARST DI KARST PIDIE, ACEH Karst Research Group Fak. Geografi UGM PERTANYAAN?? Apakah karst di daerah penelitian telah berkembang secara hidrologi dan mempunyai simpanan air

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Geomorfologi Daerah Aliran Sungai Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung memiliki Stasiun Pengamatan Aliran Sungai (SPAS) yang merupakan satu-satunya alat pendeteksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. panasbumi di permukaan berupa mataair panas dan gas. penafsiran potensi panasbumi daerah penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. panasbumi di permukaan berupa mataair panas dan gas. penafsiran potensi panasbumi daerah penelitian. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek yang akan diamati dalam penelitian ini adalah manifestasi panasbumi di permukaan berupa mataair panas dan gas. Penelitian dikhususkan kepada aspek-aspek

Lebih terperinci

Bab V Analisa dan Diskusi

Bab V Analisa dan Diskusi Bab V Analisa dan Diskusi V.1 Pemilihan data Pemilihan lokasi studi di Sungai Citarum, Jawa Barat, didasarkan pada kelengkapan data debit pengkuran sungai dan data hujan harian. Kalibrasi pemodelan debit

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN... iii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iv. KATA PENGANTAR... v. DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN... iii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iv. KATA PENGANTAR... v. DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PERNYATAAN... iii LEMBAR PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN.... xii INTISARI...

Lebih terperinci

APLIKASI SIG UNTUK EVALUASI SISTEM JARINGAN DRAINASE SUB DAS GAJAHWONG KABUPATEN BANTUL

APLIKASI SIG UNTUK EVALUASI SISTEM JARINGAN DRAINASE SUB DAS GAJAHWONG KABUPATEN BANTUL APLIKASI SIG UNTUK EVALUASI SISTEM JARINGAN DRAINASE SUB DAS GAJAHWONG KABUPATEN BANTUL Arief Kelik Nugroho e-mail : ariefkeliknugroho@gmail.com Abstrak Kondisi lahan daerah aliran sungai dalam kondisi

Lebih terperinci

Abstract. Abstrak. Keywords : Principal Component Analysis, Agriculture Production and Plantation

Abstract. Abstrak. Keywords : Principal Component Analysis, Agriculture Production and Plantation JdC, Vol. 3, No. 2, September, 2014 1 Penggunaan Analisis Komponen Utama Dalam Penggabungan Data Peubah Ganda pada Kasus Produksi Pertanian dan Perkebunan Di Wilayah Bolaang Mongondow Tahun 2008 1 Sunarsi

Lebih terperinci

Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada II. DAUR HIDROLOGI A. Siklus Air di Bumi Air merupakan sumberdaya alam yang sangat melimpah yang tersebar di berbagai belahan bumi. Di bumi terdapat kurang lebih 1,3-1,4 milyard km 3 air yang terdistribusi

Lebih terperinci

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PULAU-PULAU KECIL DI DAERAH CAT DAN NON-CAT DENGAN CARA PERHITUNGAN METODE MOCK YANG DIMODIFIKASI.

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PULAU-PULAU KECIL DI DAERAH CAT DAN NON-CAT DENGAN CARA PERHITUNGAN METODE MOCK YANG DIMODIFIKASI. ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PULAU-PULAU KECIL DI DAERAH CAT DAN NON-CAT DENGAN CARA PERHITUNGAN METODE MOCK YANG DIMODIFIKASI Happy Mulya Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil Universitas Diponegoro, Semarang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan aliran sungai mempunyai masalah dengan adanya air tanah. Air tanah

BAB I PENDAHULUAN. dengan aliran sungai mempunyai masalah dengan adanya air tanah. Air tanah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tambang terbuka khususnya tambang batubara yang berada di dekat dengan aliran sungai mempunyai masalah dengan adanya air tanah. Air tanah merupakan salah satu

Lebih terperinci

REGRESI LINIER GANDA. Fitriani Agustina, Math, UPI

REGRESI LINIER GANDA. Fitriani Agustina, Math, UPI REGRESI LINIER GANDA 1 Pengertian Regresi Linier Ganda Merupakan metode yang digunakan untuk memodelkan hubungan linear antara variabel terikat dengan dua/lebih variabel bebas. Regresi linier untuk memprediksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Pengolahan Data Hidrologi 4.1.1 Data Curah Hujan Data curah hujan adalah data yang digunakan dalam merencanakan debit banjir. Data curah hujan dapat diambil melalui pengamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses

I. PENDAHULUAN. Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses hidrologi, karena jumlah kedalaman hujan (raifall depth) akan dialihragamkan menjadi aliran, baik melalui

Lebih terperinci

Analisis Regresi 2. Multikolinier & penanganannya

Analisis Regresi 2. Multikolinier & penanganannya Analisis Regresi 2 Pokok Bahasan : Multikolinier & penanganannya TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS : Mahasiswa dapat menjelaskan adanya multikolinieritas pada regresi linier berganda serta prosedur penanganannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zona Bogor (Van Bemmelen, 1949). Zona Bogor sendiri merupakan antiklinorium

BAB I PENDAHULUAN. Zona Bogor (Van Bemmelen, 1949). Zona Bogor sendiri merupakan antiklinorium BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Bantarkawung merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Brebes bagian selatan. Kecamatan ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Cilacap di sebelah

Lebih terperinci

I Dewa Gede Jaya Negara*, Anid Supriyadi*, Salehudin*

I Dewa Gede Jaya Negara*, Anid Supriyadi*, Salehudin* 144 Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 Vol. 3, No. 2 : 144-155, September 2016 ANALISIS KEMAMPUAN PERESAPAN LIMPASAN AIR HUJAN PADA MODEL EMBUNG LAHAN DIAGONAL (ELD) TERHADAP GRADASI LAPISAN TANAH DI LAHAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 2 1.2 Maksud Dan Tujuan... 2 1.2.1 Maksud...

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III TEORI DASAR Lereng repository.unisba.ac.id. Halaman

DAFTAR ISI. BAB III TEORI DASAR Lereng repository.unisba.ac.id. Halaman DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN SARI... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR GRAFIK... xi DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran Ramanuju Hilir, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung.

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran Ramanuju Hilir, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung. 39 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di saluran Ramanuju Hilir, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung. PETA LOKASI PENELITIAN Gambar 7. Lokasi

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kalibrasi NIR Spektra Kalibrasi NIR dapat dilakukan apabila telah terkumpul data uji minimal 60 sampel yang telah diubah menjadi spektrum. Pada penelitian ini telah terkumpul

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Matriks 2.1.1 Definisi Matriks Matriks adalah suatu kumpulan angka-angka yang juga sering disebut elemenelemen yang disusun secara teratur menurut baris dan kolom berbentuk

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :

BAB V ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu : 37 BAB V ANALISA DATA Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu : 5.1 METODE RASIONAL 5.1.1 Analisa Curah Hujan Dalam menganalisa curah hujan, stasiun yang dipakai adalah stasiun yang

Lebih terperinci

MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI

MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI Puji Harsanto 1, Jaza ul Ikhsan 2, Barep Alamsyah 3 1,2,3 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Selatan,

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Penelitian ini menggunakan data curah hujan, data evapotranspirasi, dan peta DAS Bah Bolon. Data curah hujan yang digunakan yaitu data curah hujan tahun 2000-2012.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 15 3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pada penelitian ini, lokasi yang menjadi objek penelitian adalah wilayah PPN Brondong, Kabupaten Lamongan propinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi ini didasari

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabilitas Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika 4.1.1. Sebaran Ruang (Spasial) Suhu Permukaan Laut (SPL) Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Selat Lombok dipengaruhi

Lebih terperinci

Sungai dan Daerah Aliran Sungai

Sungai dan Daerah Aliran Sungai Sungai dan Daerah Aliran Sungai Sungai Suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan disebut alur sungai Perpaduan antara alur sungai dan aliran air di dalamnya

Lebih terperinci

PROSEDUR DALAM METODA RASIONAL

PROSEDUR DALAM METODA RASIONAL PROSEDUR DALAM METODA RASIONAL 1. Mulai hitung dari titik terawal (hulu) dari lateral tertinggi dan diteruskan ke titik pertemuan 1. 2. Lanjutkan perhitungan untuk akhir cabang yang masuk ke pertemuan

Lebih terperinci

Kuliah : Rekayasa Hidrologi II TA : Genap 2015/2016 Dosen : 1. Novrianti.,MT. Novrianti.,MT_Rekayasa Hidrologi II 1

Kuliah : Rekayasa Hidrologi II TA : Genap 2015/2016 Dosen : 1. Novrianti.,MT. Novrianti.,MT_Rekayasa Hidrologi II 1 Kuliah : Rekayasa Hidrologi II TA : Genap 2015/2016 Dosen : 1. Novrianti.,MT 1 Materi : 1.Limpasan: Limpasan Metoda Rasional 2. Unit Hidrograf & Hidrograf Satuan Metoda SCS Statistik Hidrologi Metode Gumbel

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Regresi Regresi dalam statistika adalah salah satu metode untuk menentukan tingkat pengaruh suatu variabel terhadap variabel yang lain. Variabel yang pertama disebut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Analisis regresi linier sederhana 2. Analisis regresi linier berganda. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Analisis regresi linier sederhana 2. Analisis regresi linier berganda. Universitas Sumatera Utara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Regresi Pengertian regresi secara umum adalah sebuah alat statistik yang memberikan penjelasan tentang pola hubungan (model) antara dua variabel atau lebih. Istilah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR II IRIGASI DAN DRAINASE : Neraca Air Tanah

TUGAS TERSTRUKTUR II IRIGASI DAN DRAINASE : Neraca Air Tanah TUGAS TERSTRUKTUR II IRIGASI DAN DRAINASE : Neraca Air Tanah Nama : Sonia Tambunan NIM : 105040201111171 Kelas : I UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI MALANG 2012 Sonia

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA Ronaldo Toar Palar L. Kawet, E.M. Wuisan, H. Tangkudung Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN...1

BAB I PENDAHULUAN...1 DAFTAR ISI PERNYATAAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii INTISARI... ix ABSTRACT...x BAB I PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 5 1.3 Tujuan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*) PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS Oleh: Suryana*) Abstrak Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dilakukan secara integratif dari komponen biofisik dan sosial budaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

Tahun Penelitian 2005

Tahun Penelitian 2005 Sabtu, 1 Februari 27 :55 - Terakhir Diupdate Senin, 1 Oktober 214 11:41 Tahun Penelitian 25 Adanya peningkatan intensitas perubahan alih fungsi lahan akan berpengaruh negatif terhadap kondisi hidrologis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pengolahan data sekunder menggunakan hasil study screening dan laporan monitoring evaluasi BPDAS Brantas tahun 2009 2010. Analisis data dilakukan sejak bulan

Lebih terperinci

3.4.1 Analisis Data Debit Aliran Analisis Lengkung Aliran Analisis Hidrograf Aliran Analisis Aliran Langsung

3.4.1 Analisis Data Debit Aliran Analisis Lengkung Aliran Analisis Hidrograf Aliran Analisis Aliran Langsung DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI...v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii INTISARI...x ABSTRACT... xi BAB I PENDAHULUAN...1

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... iii. LEMBAR PENGESAHAN... iii. PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... iii. LEMBAR PENGESAHAN... iii. PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... iii LEMBAR PENGESAHAN... iii PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix INTISARI... xi ABSTRACT... xii BAB 1 PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

METODOLOGI. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian identifikasi dan penentuan faktor-faktor utama penyebab tanah

METODOLOGI. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian identifikasi dan penentuan faktor-faktor utama penyebab tanah METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian identifikasi dan penentuan faktor-faktor utama penyebab tanah longsor merupakan suatu studi kasus terhadap berbagai kasus longsor yang terjadi di Kabupaten

Lebih terperinci

PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA. Oleh : USFI ULA KALWA NPM :

PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA. Oleh : USFI ULA KALWA NPM : PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA Kriteria Perencanaan Hidrolika Kriteria perencanaan hidrolika ditentukan sebagai berikut;

BAB IV ANALISA Kriteria Perencanaan Hidrolika Kriteria perencanaan hidrolika ditentukan sebagai berikut; BAB IV ANALISA Analisa dilakukan berdasarkan data-data yang diperoleh. Data tersebut berupa data hasil pengamatan dilapangan dan data lain baik termasuk gambar guna memberikan gambaran kondisi wilayah.

Lebih terperinci

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS DI DAERAH GUNUNG KROMONG DAN SEKITARNYA, CIREBON

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS DI DAERAH GUNUNG KROMONG DAN SEKITARNYA, CIREBON BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS DI DAERAH GUNUNG KROMONG DAN SEKITARNYA, CIREBON 4.1 Tinjauan Umum Pada metoda geokimia, data yang digunakan untuk mengetahui potensi panasbumi suatu daerah adalah data kimia

Lebih terperinci