EVALUASI KARAKTER MORFOLOGI PURWOCENG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI KARAKTER MORFOLOGI PURWOCENG"

Transkripsi

1 Makalah Seminar Departemen Agronomi Dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, 9 EVALUASI KARAKTER MORFOLOGI PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) GENERASI M HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI CICURUG DAN CIBADAK Morphology Evaluation on M Generation of Pruatjan (Pimpinella pruatjan Molk.) Induced by Gamma Irradiation at and Sri Wahyuni, Yudiwanti Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB Abstract The objective of this experiment was to study the effect of gamma irradiation on the growth rate and phenotypic characters of M generation of pruatjan (Pimpinella pruatjan Molk.) grown at Balittro experimental station (55 m above sea level) and BB Biogen experimental station (95 m above sea level). Pruatjan is an Indonesian high value medicinal plant which grows endemically at mountainous area and has a very low genetic variability. Induced mutation through gamma irradiation was done to get low altitude tolerant genotype. This experiment was held on March until March 9. Gamma irradiation dosages were,,, 3,, and. Not all of M generation plants could produce viable seeds of M generation. M generation plant derived from seeds treated with, 3, and gamma irradiation could produce M generation plant at. At, M generation plant were obtain from M generation plant derived from seeds treated with,, 3, and gamma irradiation. It concluded that gamma irradiation dosages were not effect the growth rate and phenotypic characters of pruatjan both on and, except the leave shape of M generation plant at. The growth rate on both locations were not significantly different. M generation plants were hard to flowering, so there is no M generation in the end. Keywords: Pimpinella pruatjan Molk., M generation, gamma irradiation, low altitude tolerant PENDAHULUAN Latar Belakang Keanekaragaman hayati darat Indonesia terdiri atas sekitar 3. spesies tumbuhan, dan lebih dari. spesies tumbuhan tersebut merupakan tumbuhan obat (Zuhud, 7). Kekayaan tumbuhan obat yang sangat besar ini belum dimanfaatkan secara optimal sehingga belum dapat menjadi penyedia untuk bahan baku industri obat-obatan. Menurut Purwakusumah (7), hanya sekitar % tanaman obat hasil budidaya yang dapat memenuhi pangsa pasar, sedangkan sisanya masih berasal langsung dari alam. Salah satu komoditas tumbuhan obat yang masih sedikit dibudidayakan adalah purwoceng. Tanaman puwoceng termasuk kelas Dicotyledoneae, famili Apiaceae, marga Pimpinella, dan jenis Pimpinella pruatjan Molkenb. atau Pimpinella alpina Kds. Heyne (97) mendeskripsikan purwoceng sebagai tanaman terna dengan tinggi antara 5 sampai 5 cm yang tumbuh pada dataran tinggi, sekitar.-3. m dpl di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Tanaman ini memiliki nama daerah yang berbeda-beda, antara lain antanan gunung, gebangan depok, rumput dempo, atau suripandak abang. Purwoceng banyak dicari orang karena memiliki khasiat obat yang bersifat diuretik terutama digunakan sebagai afrodisiak. Dalam Rahardjo (5) dikemukakan bahwa purwoceng juga memiliki khasiat menambah stamina tubuh, analgetika (penghilang rasa sakit), antipiretika (penurun panas), anthelmitika (obat cacing), antifungi, antibakteri, dan antikanker. Kendala dalam pembudidayaan purwoceng adalah persyaratan tempat tumbuh yang cukup tinggi. Lahan pada dataran tinggi tidak seluas dataran rendah dan penggunaannya bersaing dengan pembudidayaan komoditas hortikultura tertentu. Kelangkaan purwoceng ini menurut Cahyana () menyebabkan harga jual menjadi sangat tinggi mencapai Rp 7., per kg basah. Kesulitan pembudidayaan ini juga disebabkan oleh lamanya tanaman purwoceng menghasilkan biji, yaitu sekitar satu tahun setelah tanam. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah ini dapat dilakukan melalui program pemuliaan tanaman untuk mendapatkan tanaman purwoceng yang dapat dibudidayakan pada daerah yang lebih rendah. Makmur (99) menyatakan bahwa tujuan utama program pemuliaan tanaman adalah untuk mendapatkan varietas yang lebih baik, misalnya pada program Revolusi Hijau, program pemuliaan tanaman digunakan untuk mendapatkan varietas baru yang melampaui daerah adaptasi geografis, secara latituda atau altituda, dari varietas yang telah ada. Purwoceng memiliki keragaman genetik yang rendah dalam sifat adaptasi geografis terhadap ketinggian tempat. Bunganya yang berukuran kecil mengakibatkan sulit dilakukan persilangan. Oleh karena itu metode yang dipilih adalah mutasi. Mutasi menurut Makmur (99) adalah perubahan tiba-tiba pada material genetik, yaitu pada gen dari satu alel kepada alel lainnya, susunan kromosom, dan kehilangan atau penambahan bagian kromosom. Mutasi dapat terjadi secara alami maupun buatan. Mutasi buatan dapat dilakukan menggunakan mutagen kimia atau radiasi ion. Walaupun perubahan gen atau kromosom umumnya tidak sesuai keinginan, pemuliaan tanaman dengan mutasi induksi tetap dicoba jika keragaman pada sumber plasma nutfah tidak tersedia. Iradiasi sinar gamma pada benih purwoceng telah dilakukan oleh Kusumo et al. (7). Pulungan () melaporkan keragaan karakter tanaman purwoceng hasil induksi mutasi tersebut (generasi M). Percobaan ini merupakan kelanjutan dari percobaan tersebut. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:. Mengevaluasi karakter morfologi purwoceng generasi M di Kebun Percobaan dan. Mendapatkan genotipe-genotipe yang dapat dijadikan populasi dasar untuk mendapatkan varietas tanaman purwoceng yang dapat tumbuh baik di dataran rendah 3. Membandingkan kadar metabolit sekunder purwoceng generasi M di Kebun Percobaan dan dengan tanaman purwoceng dataran tinggi Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:. Terdapat kesamaan sifat morfologi antara populasi purwoceng generasi M di lokasi dan. Terdapat genotipe tanaman purwoceng yang dapat tumbuh baik dan menghasilkan benih di dataran rendah BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan dilakukan di dua lokasi dengan ketinggian berbeda. Lokasi pertama sebagai sasaran ketinggian yang diharapkan adalah Kebun Percobaan milik Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) yang terletak di Kabupaten Sukabumi pada ketinggian sekitar 55 m dpl dengan suhu sekitar 3-3 C. Lokasi kedua sebagai pembanding adalah Kebun Percobaan milik Balai Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen) yang terletak di Kabupaten Cianjur pada ketinggian sekitar 95 m dpl dengan suhu sekitar 3-7 C. Percobaan dilaksanakan pada bulan Maret sampai Maret 9. Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan adalah benih tanaman purwoceng generasi M yang berasal dari tanaman induk yang dipelihara di masing-masing lokasi, yaitu benih yang dihasilkan oleh tanaman generasi M dosis (kontrol),,, 3,, dan. Bahan lain yang digunakan adalah media tanam berupa campuran tanah setempat dan pupuk kandang dengan perbandingan :, polibag kecil (diameter cm), serta polibag besar atau pot (diameter 3 cm), dan paranet. Alat yang digunakan adalah alat pertanian dan alat ukur panjang secara umum, serta TLC-scanner untuk analisis kandungan metabolit sekunder.

2 Pelaksanaan Percobaan Setiap populasi terdiri dari tanaman yang berasal dari benih yang secara alami dibiarkan berkecambah setelah luruh dari tanaman induknya. Seluruh kecambah yang telah memiliki dua atau tiga daun tunggal dipindahkan masing-masing ke dalam satu polibag kecil. Setelah berumur sekitar 5- minggu di polibag kecil, tanaman muda kemudian dipindahkan ke dalam pot atau polibag besar. Sejak tanaman berkecambah sampai dewasa, seluruhnya ditempatkan di bawah naungan paranet di masing-masing lokasi. Pemeliharaan yang dilakukan adalah penyiraman dua hari sekali jika tidak hujan, serta pengendalian hama jika diperlukan. Pengamatan terhadap berbagai peubah dilakukan pada saat tanaman dipindahkan ke dalam pot atau polibag besar, yang dicatat berumur minggu setelah dipindahkan (MSP). Selanjutnya pengamatan purwoceng di lokasi dilakukan sekali tiap dua minggu sampai tanaman berbunga, sedangkan data karakter kualitatif dan perkembangan karakter kuantitatif di lokasi dilakukan pada umur,, dan MSP. Karakter kuantitatif yang diamati mencakup jumlah daun, panjang tangkai daun, diameter kanopi, dan kadar metabolit sekunder, serta karakter kualitatif tanaman yang mencakup bentuk dan warna daun serta tangkai daun, dan tipe kanopi. Pengujian nilai tengah populasi untuk hasil pengamatan dilakukan antar pasangan populasi menggunakan uji-t. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Benih purwoceng generasi M yang berhasil berkecambah di lokasi untuk digunakan dalam percobaan ini adalah benih tanaman generasi M kontrol, 3 krad dan, sedangkan di lokasi adalah benih tanaman generasi M kontrol, krad, 3 krad, dan. Perkecambahan benih-benih purwoceng terjadi pada waktu yang berbeda-beda karena tidak dilakukan persemaian serempak. Tanaman dikelompokkan sesuai umur untuk pengolahan data percobaan (Tabel dan ). Jumlah tanaman generasi M kontrol, 3 krad, dan yang dipindahkan ke polibag besar selama percobaan di lokasi masing-masing adalah, 3, dan tanaman. Pada lokasi, jumlah tanaman generasi M kontrol, krad, 3 krad, dan yang dipindahkan ke polibag besar pada - MSP masing-masing adalah,, 5, dan tanaman. Tabel. Jumlah Tanaman Purwoceng Generasi M pada Umur yang Berbeda di Lokasi Umur Tanaman Jumlah Tanaman (MSP) krad 3 krad Tabel. Jumlah Tanaman Generasi M Purwoceng pada Umur yang Berbeda di Lokasi Umur Tanaman Jumlah Tanaman (MSP) krad krad 3 krad Kondisi cuaca pada saat percobaan ini dilakukan sangat mempengaruhi tanaman. Pada bulan Juli hingga September terjadi kekeringan karena sangat jarang hujan dan panas terusmenerus dengan rata-rata curah hujan 5.3 mm dan.7 hari hujan sehingga beberapa tanaman menjadi layu dan akhirnya mati. Selanjutnya mulai bulan November terjadi hujan dengan ratarata curah hujan 39.5 mm dan.5 hari hujan sehingga menyebabkan beberapa tanaman menjadi busuk dan mati. Serangan kutu daun (Aphis sp.) cukup berat disertai kelompok semut yang juga ikut mengerubungi tanaman. Hampir seluruh tanaman terserang. Pengendalian kutu daun dilakukan dengan menyemprotkan larutan furadan atau larutan deterjen, tetapi hanya dapat mengusir kutu sementara. Kutu daun menghisap cairan tanaman sehingga daun menjadi berkerut. Selain itu juga terjadi serangan sejenis nematoda yang membentuk bintil-bintil pada akar dan menghisap sari tanaman. Hama lain yang menyerang tanaman adalah belalang yang memakan daun sehingga tinggal tangkainya. Tanaman generasi M yang berhasil berbunga hanya satu tanaman yang hanya bertahan selama tiga minggu kemudian layu dan mati sebelum bunga mekar penuh. Tanaman-tanaman lain seluruhnya mati setelah melalui masa vegetatif yang lebih panjang dari yang lazimnya dan tidak berbunga bahkan setelah melebihi umur purwoceng yang sewajarnya berbunga. Beberapa tanaman yang sehat dan berpotensi untuk berbunga diberi perlakuan untuk menginduksi pembungaan. Karakter Kualitatif Bentuk Daun Bentuk daun purwoceng berdasarkan pengamatan tidak berbeda antar tanaman generasi M untuk semua dosis iradiasi. Daun awal yang muncul adalah daun tunggal. Setetah mencapai MSP kemudian terbentuk daun majemuk sampai tanaman dewasa. Bentuk anak daun secara umum adalah bentuk jantung bergerigi atau bulat bergerigi. Pasangan anak daun pada daun majemuk terletak berhadapan pada tangkai daun dan pada ujung tangkai daun terdapat satu anak daun. Meskipun demikian ditemukan susunan anak daun yang berbeda pada tanaman M/9../5 KRAD/ di lokasi, yaitu tangkai anak daun yang terlihat bercabang-cabang dari tangkai daun. Grosch (95) menyatakan bahwa banyak tanaman yang diiradiasi akhirnya menghasilkan penyimpangan-penyimpangan bentuk daun. Warna Daun Pengamatan warna daun dilakukan pada daun muda dan daun tua masing-masing permukaan atas dan bawah daun. Ada dua warna yang lazim, yaitu hijau dan hijau kemerahan. Warna hijau pada daun muda terlihat lebih cerah, sedangkan pada daun tua terlihat lebih gelap. Warna kemerahan pada daun ada yang terlihat jelas dan ada yang samar atau hanya semburat. Ada beberapa kombinasi antara kedua warna ini yang ditemukan pada purwoceng yang diamati, yaitu:. Seluruh permukaan daun muda dan daun tua berwarna hijau. Permukaan bawah daun muda berwarna hijau kemerahan, sedangkan permukaan atasnya dan kedua permukaan daun tua berwarna hijau 3. Permukaan bawah daun muda dan daun tua berwarna hijau kemerahan, sedangkan permukaan atas keduanya berwarna hijau Tanaman-tanaman generasi M semua dosis iradiasi di lokasi menunjukkan seluruh kombinasi warna di atas. Tanaman-tanaman generasi M kontrol dan lebih banyak menunjukkan kombinasi, yaitu masing-masing 57 dan 95 tanaman, sedangkan tanaman-tanaman generasi M 3 krad lebih banyak menunjukkan kombinasi yaitu 7 tanaman. Kombinasi 3 terdapat pada sedikit tanaman saja, yaitu sekitar dua tanaman pada masingmasing dosis iradiasi. Tanaman-tanaman generasi M semua dosis iradiasi di lokasi secara umum menunjukkan kombinasi. Kombinasi ditunjukkan pada tiga tanaman generasi M kontrol, dua tanaman generasi M 3 krad, dan dua tanaman generasi M. Tidak ada tanaman yang menunjukkan kombinasi 3. Pulungan () menyatakan bahwa kombinasi warna daun ini bukan merupakan akibat radiasi, melainkan hanya berupa penyesuaian tanaman terhadap lingkungan. Intensitas warna kemerahan dapat bertambah atau berkurang. Pada dua bulan di akhir percobaan (Januari dan Februari 9) ditemukan beberapa tanaman dengan kedua permukaan daun tua berwarna merah atau hijau kekuningan yang diduga disebabkan oleh faktor lingkungan misalnya cahaya. Salisbury dan Ross (995) menyatakan bahwa sebagian besar tumbuhan membentuk pigmen antosianin pada beberapa sel terspesialisasi, dan proses ini sering terpacu oleh cahaya. Cahaya memacu sintesis pigmen tersebut pada organ yang sedikit atau sama sekali tidak berfotosintesis, misalnya pada daun yang akan gugur.

3 Warna Tangkai Daun Warna tangkai daun ditentukan dengan melihat kecenderungan warna tangkai daun secara keseluruhan pada setiap tanaman. Warna yang ditemukan sama dengan warna yang ditemukan pada daun, yaitu hijau dan hijau kemerahan. Sama halnya dengan daun, intensitas warna kemerahan pada tangkai juga dapat bertambah atau berkurang. Seluruh tanaman generasi M di lokasi memiliki tangkai daun berwarna hijau kecuali satu tanaman, yaitu I/R/9--7/SAMPEL5 yang tangkai daunnya berwarna hijau kemerahan. Berbeda halnya dengan tanaman di lokasi, seluruh tanaman generasi M semua dosis iradiasi menunjukkan salah satu dari kedua warna, namun secara umum berwarna hijau kemerahan kecuali beberapa tanaman dengan warna tangkai daun hijau, yaitu dua tanaman pada masing-masing dosis iradiasi. Umur Berbunga Rahardjo (5) menyatakan bahwa purwoceng mulai berbunga pada umur lima bulan. Namun pada percobaan ini tanaman di lokasi baru berbunga ketika berumur MSP, yaitu sekitar tujuh bulan. Hanya ada satu tanaman yang berbunga, yaitu M/5.7./3krad/. Tanaman ini bertahan hidup sekitar tiga minggu setelah munculnya tandan bunga, sehingga diduga tidak ada bunga yang mengalami penyerbukan. Hal ini disebabkan oleh kondisi tanaman yang sulit beradaptasi terhadap lingkungan. Landsberg (977) menjelaskan bahwa setiap proses perkembangan pada tumbuhan diatur secara genetik yang dipicu oleh mekanisme tertentu, misalnya pada pergantian dari fase vegetatif ke generatif dapat disebabkan oleh perubahan internal tumbuhan atau akibat inisiasi dari faktor eksternal seperti panjang hari (fotoperiodisme) atau suhu lingkungan. Karakter Kuantitatif Perbandingan Karakter Kuantitatif Antar di KP dan Jumlah Daun Data jumlah daun didapatkan dengan menghitung seluruh tangkai daun segar dengan anak daun yang telah terbuka, baik daun tunggal maupun daun majemuk. Jumlah daun tanaman purwoceng generasi M semua dosis iradiasi di lokasi ditunjukkan pada Gambar. Hasil uji-t karakter jumlah daun antar pasangan tanaman purwoceng generasi M semua dosis iradiasi menunjukkan bahwa jumlah daun tanaman generasi M 3 krad cenderung atau nyata lebih sedikit dibandingkan jumlah daun tanaman generasi M dan kontrol pada semua umur. Jumlah daun tanaman generasi M tidak berbeda dengan tanaman generasi M kontrol pada semua umur Jumlah Daun (tangkai) krad 3 krad Gambar. Jumlah Daun Purwoceng Generasi M di Lokasi Tabel 3. Jumlah Daun Purwoceng Generasi M di Lokasi Umur Tanaman Nilai Tengah Jumlah Daun (tangkai) (MSP) krad krad 3 krad Tabel. Hasil Uji-t Jumlah Daun Purwoceng Generasi M di Lokasi Perlakuan t-hitung Peluang krad vs krad. tn.7 krad vs 3 krad.7 tn.9 krad vs.7 tn.9 krad vs 3 krad -.9 tn.93 krad vs.5 tn.77 3 krad vs.77 tn.7 krad vs krad -.3 tn.9 krad vs.7 tn.5 krad vs.5 tn.3 krad vs krad -. *. krad vs -. tn.93 krad vs. *. Keterangan: *berbeda nyata pada taraf 5% tn tidak berbeda nyata pada taraf 5% Jumlah daun tanaman purwoceng generasi M semua dosis di lokasi ditunjukkan pada Tabel 3. Hasil uji-t karakter jumlah daun antar pasangan tanaman purwoceng generasi M semua dosis iradiasi ditunjukkan pada Tabel. Jumlah daun tanaman generasi M krad nyata lebih banyak dibandingkan jumlah daun tanaman generasi M dan kontrol pada umur MSP. Kondisi jumlah daun tanaman generasi M di lokasi dan ini diduga merupakan akibat dari faktor lingkungan. Pada percobaan yang dilakukan Pulungan () menunjukkan pada - MSP hasil uji-t antara tanaman generasi M kontrol dengan tanaman generasi M krad, 3 krad, dan, maupun antara kombinasi pasangan lainnya, keenam pasangan tersebut tidak menunjukkan jumlah daun yang berbeda. Panjang Tangkai Daun Data panjang tangkai daun purwoceng didapatkan dari tangkai daun terpanjang, yaitu dengan mengukur panjang dari pangkal tangkai daun yang tepat di atas permukaan tanah sampai di tempat munculnya anak daun terbawah. Panjang tangkai daun tanaman purwoceng generasi M semua dosis di lokasi ditunjukkan pada Gambar, terlihat bahwa ketiga tanaman generasi M semua dosis iradiasi memiliki tangkai daun terpanjang secara bergantian pada umur yang berbeda dari awal sampai akhir pengamatan.

4 Panjang Tangkai Daun (cm) krad 3 krad Gambar. Panjang Tangkai Daun Purwoceng Generasi M di Lokasi Hasil uji-t karakter panjang tangkai daun antar pasangan tanaman purwoceng generasi M semua dosis menunjukkan bahwa pada umur - MSP tangkai daun tanaman generasi M cenderung atau nyata lebih panjang dibandingkan dengan tangkai daun tanaman generasi M 3 krad dan kontrol. Pada awal pengamatan ( dan MSP) tangkai daun tanaman generasi M kontrol nyata lebih panjang dibandingkan tangkai daun tanaman generasi M, tetapi selanjutnya pada - MSP tangkai daun tanaman generasi M 3 krad nyata lebih panjang dibandingkan tangkai daun tanaman generasi M. Tabel 5. Panjang Tangkai Daun Purwoceng Generasi M di Lokasi Umur Tanaman Nilai Tengah Panjang Tangkai Daun (cm) (MSP) krad krad 3 krad Panjang tangkai daun tanaman purwoceng generasi M semua dosis di lokasi ditunjukkan pada Tabel 5. Hasil uji-t karakter panjang tangkai daun antar pasangan tanaman purwoceng generasi M semua dosis iradiasi tidak menunjukkan panjang tangkai daun yang berbeda. Kondisi panjang tangkai daun tanaman generasi M di lokasi dan ini diduga juga merupakan akibat dari faktor lingkungan. Pada percobaan yang dilakukan Pulungan () menunjukkan pada - MSP hasil uji-t antara tanaman generasi M kontrol dengan tanaman generasi M krad, 3 krad, dan, maupun antara kombinasi pasangan lainnya, keenam pasangan tersebut tidak menunjukkan panjang tangkai daun yang berbeda. Diameter Kanopi Data diameter kanopi purwoceng didapatkan dengan mengukur jarak dua ujung daun terluar yang letaknya berhadapan. Diameter kanopi tanaman purwoceng generasi M semua dosis di lokasi ditunjukkan pada Gambar 3, terlihat bahwa ketiga tanaman generasi M semua dosis iradiasi memiliki diameter kanopi terpanjang secara bergantian pada umur yang berbeda dari awal sampai akhir pengamatan Diameter Kanopi (cm) krad 3 krad Gambar 3. Diameter Kanopi Purwoceng Generasi M di Lokasi

5 Sama halnya dengan karakter panjang tangkai daun, hasil uji-t karakter diameter kanopi antar pasangan tanaman purwoceng generasi M semua dosis menunjukkan bahwa pada MSP antara tanaman generasi M kontrol dengan tanaman generasi M 3 krad dan, maupun antara tanaman generasi M 3 krad dengan, tidak menunjukkan diameter kanopi yang berbeda. Pada umur - MSP tanaman generasi M memiliki diameter kanopi yang cenderung atau nyata lebih besar dibandingkan dengan tanaman generasi M 3 krad dan kontrol. Pada awal percobaan ( MSP) antara tanaman generasi M kontrol dengan tanaman generasi M 3 krad dan, maupun antara tanaman generasi M 3 krad dengan, menunjukkan diameter kanopi yang berbeda nyata dan diameter kanopi tanaman generasi M kontrol adalah yang terbesar. Selanjutnya pada dan MSP diameter kanopi tanaman generasi M kontrol masih nyata lebih besar dibandingkan tanaman generasi M, tetapi pada umur dan MSP diameter kanopi tanaman generasi M 3 krad nyata lebih besar dibandingkan tanaman generasi M. Diameter kanopi tanaman purwoceng generasi M semua dosis di lokasi ditunjukkan pada Tabel. Hasil uji-t karakter diameter kanopi antar pasangan tanaman purwoceng generasi M semua dosis (Tabel 7) menunjukkan bahwa diameter kanopi tanaman generasi M kontrol sangat nyata lebih kecil dibandingkan tanaman generasi M krad dan pada umur MSP, tetapi selanjutnya pada MSP kembali tidak berbeda. Tabel. Diameter Kanopi Purwoceng Generasi M di Lokasi Umur Tanaman Diameter Kanopi (cm) (MSP) krad krad 3 krad Tabel 7. Uji-t Diameter Kanopi Purwoceng Generasi M di Lokasi Perlakuan t-hitung Peluang krad vs krad. tn. krad vs 3 krad.7 tn.5 krad vs -.3 tn.79 krad vs 3 krad. tn.5 krad vs -. tn.55 3 krad vs -. tn.335 krad vs krad -3.9 **. krad vs -3. **.9 krad vs -.7 tn.9 krad vs krad -. tn.9 krad vs -.9 tn.55 krad vs -.5 tn. Keterangan: **berbeda nyata pada taraf % tidak berbeda nyata pada taraf 5% Kondisi diameter kanopi tanaman generasi M di lokasi dan ini sama halnya dengan kondisi panjang tangkai daun, diduga juga merupakan akibat dari faktor lingkungan. Percobaan yang dilakukan Pulungan () menunjukkan pada - MSP hasil uji-t karakter diameter kanopi tanaman generasi M 3 krad nyata lebih kecil dibandingkan dengan tanaman generasi M kontrol, tetapi pada kombinasi pasangan lainnya tidak menunjukkan diameter kanopi yang berbeda. Perbandingan Karakter Kuantitatif Antar Lokasi Jumlah Daun (tangkai) Panjang Tangkai Daun (cm) Gambar 5. Panjang Tangkai Daun Purwoceng Generasi M di Lokasi dan pada - MSP Diameter Kanopi (cm) Gambar. Diameter Kanopi Purwoceng Generasi M di Lokasi dan pada - MSP Gambar, 5, dan menunjukkan perbandingan jumlah daun, panjang tangkai daun, dan diameter kanopi tanaman purwoceng generasi M kontrol, 3 krad, dan pada umur,, dan MSP di lokasi dan. Hasil uji-t ketiga karakter kuantitatif antar lokasi pada umur tersebut tidak menunjukkan nilai yang berbeda. Kandungan Metabolit Sekunder Tanaman M Purwoceng di Beberapa Lokasi Analisis kandungan metabolit sekunder yaitu saponin dan fitosterol dilakukan terhadap sampel tanaman purwoceng generasi M berumur bulan dari lokasi dan, serta pada sampel tanaman dari lokasi dan sebagai pembanding. Analisis dilakukan terpisah antara akar dengan batang dan daun. Uji statistik terhadap data yang diperoleh tidak dapat dilakukan karena analisis hanya dilakukan terhadap sampel tunggal. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar metabolit sekunder akar atau batang dan daun purwoceng di lokasi dan terlihat tidak lebih rendah atau bahkan dapat lebih tinggi dibandingkan purwoceng dari dan yang merupakan habitat aslinya. Kadar saponin pada akar serta batang dan daun tanaman dari lokasi tidak lebih rendah dibanding kadar saponin pada akar serta batang dan daun tanaman yang berasal dari lokasi lain (Gambar 7) demikian juga dengan kadar fitosterol pada akar serta batang dan daun (Gambar ). Perbandingan kadar metabolit sekunder tersebut tidak dapat digunakan untuk menduga kadar zat saponin dan fitosterol dalam bagian akar serta batang dan daun untuk populasi lain karena merupakan data sampel tunggal. Namun data tersebut dapat menunjukkan bahwa metabolit sekunder pendukung khasiat obat tanaman purwoceng terkandung dalam tanaman yang dipindahkan ke lokasi dan Gambar. Jumlah Daun Purwoceng Generasi M di Lokasi dan pada - MSP

6 .5.5 Kadar Saponin (%).5 Kadar Saponin (%) krad krad krad 3 krad krad krad krad krad 3 krad krad Lokasi Asal Tan am an Gambar 7. Kadar Saponin Purwoceng Generasi M dari Empat Lokasi pada Bagian Akar (kiri) serta Batang dan Daun (kanan) Kadar Fitosterol (%).5 Kadar Fitosterol (%).5.5 krad krad krad 3 krad krad.5 krad krad krad 3 krad krad Lokasi Asal Tan am an Gambar 7. Kadar Fitosterol Purwoceng Generasi M dari Empat Lokasi pada Bagian Akar (kiri) serta Batang dan Daun (kanan) KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Perlakuan iradiasi sinar gamma 3 krad tidak mempengaruhi karakter-karakter kualitatif (bentuk dan warna daun, warna tangkai daun, dan tipe kanopi) maupun kuantitatif (jumlah daun, panjang tangkai daun, dan diameter kanopi) pada tanaman purwoceng generasi M di lokasi. Dosis iradiasi berpengaruh terhadap bentuk daun salah satu tanaman generasi M, tetapi tidak mempengaruhi karakter-karakter lainnya. Perlakuan iradiasi sinar gamma, 3, dan tidak mempengaruhi karakterkarakter kualitatif dan kuantitatif tanaman generasi M di lokasi. Perbandingan karakter kuantitatif tanaman purwoceng generasi M kontrol, 3 krad, dan pada umur,, dan MSP di lokasi dan tidak menunjukkan nilai yang berbeda. Pertumbuhan vegetatif tanaman generasi M yang cukup baik tetapi sulit untuk berbunga menunjukkan bahwa tanaman generasi M belum dapat beradaptasi jika ditanam sejak awal di dataran rendah. Hasil analisis terhadap sampel tunggal menunjukkan bahwa kadar metabolit sekunder akar atau batang dan daun purwoceng generasi M di lokasi dan terlihat tidak lebih rendah atau bahkan dapat lebih tinggi dibandingkan purwoceng dari dan yang merupakan habitat aslinya. Saran Induksi mutasi melalui iradiasi sinar gamma untuk memunculkan mutan yang toleran hidup di dataran rendah perlu dicari dosis yang tepat. Pembuktian pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan tanaman perlu dilakukan melalui pengukuran bobot tajuk dan akar, juga penghitungan jumlah anak daun yang merupakan faktor yang mempengaruhi bobot dan kerebahan tajuk. Selain itu perlu dilakukan penghitungan kecepatan tumbuh sehingga diketahui pola pertumbuhan tanaman di lingkungan tempat hidupnya. DAFTAR PUSTAKA Cahyana, D.. Mengejar laba dari pembangkit gairah. Trubus XXXV():-7. Grosch, D. S. 95. Biological Effects of Radiations, st edition. Blaisdell Publishing Company. Massachusetts. 93 p. Heyne, K. 97. Tumbuhan Berguna Indonesia III, cetakan I (terjemahan). Badan Litbang Departemen Kehutanan. Jakarta. 5 hal. Kusumo, Y. W. E., I. Darwati, I. Roostika, Rosita S. M. D., dan M. Y. Pulungan. 7. Perakitan Varietas Unggul Tanaman Obat Kuat Purwoceng yang Toleran Dataran Rendah. IPB Bekerjasama dengan Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. 37 hal. Landsberg, J. J Effects of weather on plant development, p In: J. J. Landsberg and C. V. Cutting (Eds.). Enviromental Effects on Crop Physiology. Academic Press. London. Makmur, A. 99. Pengantar Pemuliaan Tanaman, cetakan III. PT Rineka Cipta. Jakarta. 79 hal. Pulungan, M. Y.. Keragaan karakter purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) hasil induksi mutasi sinar gamma di tiga lokasi. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 9 hal. Purwakusumah, E. J. 7. Keutamaan tanaman obat. Makalah Seminar Tanaman Obat HIMAKOVA IPB. Auditorium Rektorat IPB. Rahardjo, M. 5. Purwoceng Budidaya dan Pemanfaatan untuk Obat Perkasa Pria, cetakan I. Penebar Swadaya. Depok. 5 hal. Salisbury, F. B. dan C. W. Ross Fisiologi Tumbuhan, Jilid 3 (terjemahan). Penerbit ITB. Bandung. 33 hal. Zuhud, E. A. M. 7. Potensi dan prospek tumbuhan obat hutan tropika Indonesia. Makalah Seminar Tanaman Obat HIMAKOVA IPB. Auditorium Rektorat IPB.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Percobaan 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Perkecambahan benih-benih purwoceng terjadi pada waktu yang berbedabeda karena tidak dilakukan persemaian serempak. Tanaman dikelompokkan sesuai umur untuk

Lebih terperinci

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A34403065 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

EVALUASI KARAKTER MORFOLOGI PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) GENERASI M2 HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI CICURUG DAN CIBADAK

EVALUASI KARAKTER MORFOLOGI PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) GENERASI M2 HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI CICURUG DAN CIBADAK EVALUASI KARAKTER MORFOLOGI PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) GENERASI M2 HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI CICURUG DAN CIBADAK Oleh Sri Wahyuni A34404060 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan tanaman hari pendek dan memerlukan intensitas cahaya yang tinggi. Penurunan radiasi matahari selama 5 hari atau pada stadium pertumbuhan akan mempengaruhi

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah

PENDAHULUAN. telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine soya/ Glycine max L.) berasal dari Asia Tenggara dan telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah ditanam di negara tersebut dan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pisang merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perlakuan kadar air media (KAM) dan aplikasi paclobutrazol dimulai pada saat tanaman berumur 4 bulan (Gambar 1a) hingga tanaman berumur 6 bulan. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

Keragaan Mutan Putatif Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) dari Benih Diiradiasi Sinar Gamma pada Tiga Ketinggian Tempat

Keragaan Mutan Putatif Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) dari Benih Diiradiasi Sinar Gamma pada Tiga Ketinggian Tempat Keragaan Mutan Putatif Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) dari Benih Diiradiasi Sinar Gamma pada Tiga Ketinggian Tempat Performance of Pruatjan Putative Mutant (Pimpinella pruatjan Molk.) from Gamma

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Asal : Introduksi dari Thailand oleh PT. Nestle Indonesia tahun 1988 dengan nama asal Nakhon Sawan I Nomor Galur : - Warna hipokotil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari 2009 sampai Juni 2009. Bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Purwoceng

TINJAUAN PUSTAKA. Purwoceng 4 TINJAUAN PUSTAKA Purwoceng Purwoceng (Gambar 1) adalah tumbuhan endemik Indonesia yang sudah lama dikenal berkhasiat obat. Purwoceng merupakan tanaman berumah satu tetapi dapat juga menyerbuk silang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Morfologi tanaman kedelai ditentukan oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji. Akar kedelai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar

Lebih terperinci

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan tanaman Bahan kimia Peralatan Metode Penelitian

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan tanaman Bahan kimia Peralatan Metode Penelitian METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Rumah Plastik di Kebun Percobaan Ilmu dan Teknologi Benih IPB, Leuwikopo, Dramaga, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Maret sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk.

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk. KDS.) merupakan tanaman obat asli Indonesia yang keberadaannya telah langka dan berdasarkan tingkat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI PUPUK UREA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG (Zea mays, L.) PIONEER 27

PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI PUPUK UREA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG (Zea mays, L.) PIONEER 27 J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 50 Jurnal Agrotek Tropika 1(1):50-54, 2013 Vol. 1, No. 1: 50 54, Januari 2013 PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI PUPUK UREA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA Latar Belakang IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA MELALUI IRADIASI TUNGGAL PADA STEK PUCUK ANYELIR (Dianthus caryophyllus) DAN UJI STABILITAS MUTANNYA SAMPAI GENERASI MV3 Pendahuluan Perbaikan sifat

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 KENTANG (Disarikan dari PPPVH 2004) Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura I. UJI ADAPTASI 1. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

RESPON PERUBAHAN MORFOLOGI DAN KANDUNGAN ANTOSIANIN TANAMAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) TERHADAP BEBERAPA DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA SKRIPSI

RESPON PERUBAHAN MORFOLOGI DAN KANDUNGAN ANTOSIANIN TANAMAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) TERHADAP BEBERAPA DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA SKRIPSI 1 RESPON PERUBAHAN MORFOLOGI DAN KANDUNGAN ANTOSIANIN TANAMAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) TERHADAP BEBERAPA DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA SKRIPSI OLEH : MUTIA DINULIA PUTRI / 120301185 AGROEKOTEKNOLOGI-PET

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Asal : Introduksi dari Thailand oleh PT. Nestle Indonesia tahun 1988 dengan nama asal Nakhon Sawan I Nomor Galur : - Warna hipokotil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 3. Keragaan Karakter Agronomi dari Populasi M3 Hasil Seleksi

BAHAN DAN METODE. 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 3. Keragaan Karakter Agronomi dari Populasi M3 Hasil Seleksi BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian secara keseluruhan terbagi dalam tiga percobaan sebagai berikut: 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 2. Studi Keragaan Karakter Agronomis

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH :

EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH : EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH : HENDRI SIAHAAN / 060307013 BDP PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Gedung Meneng, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung mulai

Lebih terperinci

KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENOTIPE TANAMANROSELLA(Hibiscus SabdariffaL.). GENERASI M2 HASIL IRIDIASI SINAR GAMMA SKRIPSI OLEH:

KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENOTIPE TANAMANROSELLA(Hibiscus SabdariffaL.). GENERASI M2 HASIL IRIDIASI SINAR GAMMA SKRIPSI OLEH: KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENOTIPE TANAMANROSELLA(Hibiscus SabdariffaL.). GENERASI M2 HASIL IRIDIASI SINAR GAMMA SKRIPSI OLEH: AMALUDDIN SYAHPUTRA 130301037 AGROEKOTEKNOLOGI / PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam Definisi lahan kering adalah lahan yang pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani et al., 2004). Menurut Mulyani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia. Dalam rangka memenuhi kebutuhan sehat tersebut, masyarakat berusaha melakukan upaya kesehatan yang meliputi pencegahan penyakit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. 19 TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Bawang merah merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN (Apium graveolens L. Subsp. secalinum Alef.) KULTIVAR AMIGO HASIL RADIASI DENGAN SINAR GAMMA COBALT-60 (Co 60 ) Oleh Aldi Kamal Wijaya A 34301039 PROGRAM

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,

Lebih terperinci

PENGARUH DIAMETER PANGKAL TANGKAI DAUN PADA ENTRES TERHADAP PERTUMBUHAN TUNAS KAKO ABSTRAK

PENGARUH DIAMETER PANGKAL TANGKAI DAUN PADA ENTRES TERHADAP PERTUMBUHAN TUNAS KAKO ABSTRAK Media Litbang Sulteng IV (1) : 01 07, Juni 2011 ISSN : 1979-5971 PENGARUH DIAMETER PANGKAL TANGKAI DAUN PADA ENTRES TERHADAP PERTUMBUHAN TUNAS KAKO Oleh : Nyoman Mertade 1) dan Zainuddin Basri 2) ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan tanaman pangan yang sangat penting di dunia, karena padi merupakan pangan pokok bagi lebih dari setengah penduduk dunia (Lu 1999). Menurut Pusat Data dan

Lebih terperinci

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 i ABSTRACT ERNI SUMINAR. Genetic Variability Induced

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. spesies. Klasifikasi tanaman ubikayu adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. spesies. Klasifikasi tanaman ubikayu adalah sebagai berikut: 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani ubikayu: taksonomi dan morfologi Dalam sistematika tumbuhan, ubikayu termasuk ke dalam kelas Dicotyledoneae. Ubikayu berada dalam famili Euphorbiaceae yang mempunyai sekitar

Lebih terperinci

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al.

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. 2 memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. Analisis Root re-growth (RRG) Pengukuran Root Regrowth (RRG) dilakukan dengan cara mengukur panjang akar pada saat akhir perlakuan cekaman Al dan pada saat

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ABSTRAK Aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat diduga memiliki potensi yang berbeda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan intensitas cahaya yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data 17 BAHAN DAN METODE Studi pewarisan ini terdiri dari dua penelitian yang menggunakan galur persilangan berbeda yaitu (1) studi pewarisan persilangan antara cabai besar dengan cabai rawit, (2) studi pewarisan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni sampai Oktober 2007 di kebun percobaan Cikabayan. Analisis klorofil dilakukan di laboratorium Research Group on Crop Improvement

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk kedalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

KARAKTER MORFOLOGIS, PRODUKSI, DAN KANDUNGAN LEMAK KEDELAI (Glycine Max L.Merrill) HASIL RADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M6 SKRIPSI OLEH :

KARAKTER MORFOLOGIS, PRODUKSI, DAN KANDUNGAN LEMAK KEDELAI (Glycine Max L.Merrill) HASIL RADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M6 SKRIPSI OLEH : KARAKTER MORFOLOGIS, PRODUKSI, DAN KANDUNGAN LEMAK KEDELAI (Glycine Max L.Merrill) HASIL RADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M SKRIPSI OLEH : SEPRIANTO SITOMPUL 070307029 / PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

Pemurnian Varietas Kipas Putih dan Kipas Merah Dalam Rangka Mendapatkan Galur Mutan Tahan Kekeringan dan Berpotensi Hasil Tinggi

Pemurnian Varietas Kipas Putih dan Kipas Merah Dalam Rangka Mendapatkan Galur Mutan Tahan Kekeringan dan Berpotensi Hasil Tinggi Pemurnian Varietas Kipas Putih dan Kipas Merah Dalam Rangka Mendapatkan Galur Mutan Tahan Kekeringan dan Berpotensi Hasil Tinggi Zuyasna 1*), Chairunnas 2), Efendi 1) dan Arwin 3) 1) Program Studi Agroteknologi

Lebih terperinci

Subdivisio : Angiospemae. : Monocotyledoneae. Spesies : Allium ascalonicum L.

Subdivisio : Angiospemae. : Monocotyledoneae. Spesies : Allium ascalonicum L. B. Pembahasan Pencandraan adalah teknik penggambaran sifat-sifat tanaman dalam tulisan verbal yang dapat dilengkapi dengan gambar, data penyebaran, habitat, asal-usul, dan manfaat dari golongan tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung, Bandar lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai

Lebih terperinci

akan muncul di batang tanaman (Irwan, 2006).

akan muncul di batang tanaman (Irwan, 2006). TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae; Divisi : Spermatophyta; Kelas : Dicotyledoneae; Ordo : Rosales; Famili : Papilionaceae (Leguminosae);

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays saccharata Sturt. Dalam Rukmana (2010), secara

Lebih terperinci

227. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.2, Maret 2013 ISSN No

227. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.2, Maret 2013 ISSN No 227. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.2, Maret 2013 ISSN No. 2337-6597 PENGARUH RADIASI SIMAR GAMMA TERHADAPTANAMAN KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) PADA KONDISI SALIN Nitry Dewi Sari Daeli 1*,

Lebih terperinci

Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana)

Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana) SNI 01-7158-2006 Standar Nasional Indonesia Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana) ICS 65.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i FAKTA INTEGRITAS... ii LEMBAR PERSYARATAN GELAR... iii LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR... iv LEMBAR PERSETUJUAN... v PEDOMAN PENGGUNAAN... vi ABSTRAK... vii KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di net house Gunung Batu, Bogor. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar Lampung dengan kondisi iklim tropis, memiliki curah hujan 2000 mm/th dan

Lebih terperinci

Penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, tahan hama dan

Penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, tahan hama dan PEMANFAATAN KOMBINASI PEMBERIAN MUTAGEN DAN KULTUR IN VITRO UNTUK PERAKITAN VARIETAS UNGGUL BARU Penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, tahan hama dan penyakit maupun cekaman lingkungan merupakan

Lebih terperinci

BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT. Oleh: YULFINA HAYATI

BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT. Oleh: YULFINA HAYATI BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT Oleh: YULFINA HAYATI PENDAHULUAN Tanaman cabai (Capsicum annum) dalam klasifikasi tumbuhan termasuk ke dalam family Solanaceae. Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O

Lebih terperinci

EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA

EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA oleh Purwati A34404015 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Genus Gladiolus yang tergolong dalam famili Iridaceae ini mempunyai 180 jenis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Genus Gladiolus yang tergolong dalam famili Iridaceae ini mempunyai 180 jenis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Gladiol Genus Gladiolus yang tergolong dalam famili Iridaceae ini mempunyai 180 jenis (Herlina, 1991). Tanaman gladiol berasal dari Afrika Selatan dan menyebar di Asia dan

Lebih terperinci

TEKNIK PERSILANGAN BUATAN

TEKNIK PERSILANGAN BUATAN MODUL II TEKNIK PERSILANGAN BUATAN 2.1 Latar Belakang Keragaman genetik merupakan potensi awal di dalam perbaikan sifat. Salah satu upaya untuk memperluas keragaman genetik ialah melalui persilangan buatan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Unit Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella alpina Molk.) merupakan tumbuhan obat asli

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella alpina Molk.) merupakan tumbuhan obat asli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Purwoceng (Pimpinella alpina Molk.) merupakan tumbuhan obat asli Indonesia. Tumbuhan tersebut merupakan tumbuhan asli Indonesia yang hidup secara endemic di daerah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilakukan di Desa Dukuh Asem, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka pada tanggal20 April sampai dengan 2 Juli 2012. Lokasi percobaan terletak

Lebih terperinci

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu 10 METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Unit Usaha Marihat, Provinsi Sumatera Utara selama 4 bulan yang dimulai dari tanggal 1 Maret 2010

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan dilaksanakan pada bulan Juli

Lebih terperinci

Teknologi Praktis : Agar Populasi Tanaman Pepaya Bisa 100 Persen Berkelamin Sempurna (Hermaprodit) dan Seragam

Teknologi Praktis : Agar Populasi Tanaman Pepaya Bisa 100 Persen Berkelamin Sempurna (Hermaprodit) dan Seragam iptek hortikultura Teknologi Praktis : Agar Populasi Tanaman Pepaya Bisa 100 Persen Berkelamin Sempurna (Hermaprodit) dan Seragam Buah pepaya telah menjadi buah trend setter sejak beredarnya beberapa varietas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

Benih kelapa dalam (Cocos nucifera L. var. Typica)

Benih kelapa dalam (Cocos nucifera L. var. Typica) Standar Nasional Indonesia Benih kelapa dalam (Cocos nucifera L. var. Typica) ICS 65.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi dan Morfologi Kacang Tunggak Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari genus Vignadan termasuk ke dalam kelompok yang disebut catjangdan

Lebih terperinci

MENGENAL ORSINA SEBAGAI VARIETAS BARU TANAMAN KUMIS KUCING

MENGENAL ORSINA SEBAGAI VARIETAS BARU TANAMAN KUMIS KUCING MENGENAL ORSINA SEBAGAI VARIETAS BARU TANAMAN KUMIS KUCING Agung Mahardhika, SP ( PBT Ahli Pertama ) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan I. Pendahuluan Kumis kucing (Orthosiphon aristatus

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Capsicum annuum L. merupakan tanaman annual berbentuk semak dengan tinggi mencapai 0.5-1.5 cm, memiliki akar tunggang yang sangat kuat dan bercabang-cabang.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada areal pertanaman jeruk pamelo di lahan petani Desa Bantarmara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat dengan ketinggian tempat

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK KANDANG DAN NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG TANAH

PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK KANDANG DAN NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG TANAH Buana Sains Vol 6 No 2: 165-170, 2006 165 PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK KANDANG DAN NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG TANAH Fauzia Hulopi PS Budidaya Pertanian, Fak. Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB yang berada pada ketinggian 220 m di atas permukaan laut dengan tipe tanah latosol. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci