EVALUASI KARAKTER MORFOLOGI PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) GENERASI M2 HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI CICURUG DAN CIBADAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI KARAKTER MORFOLOGI PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) GENERASI M2 HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI CICURUG DAN CIBADAK"

Transkripsi

1 EVALUASI KARAKTER MORFOLOGI PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) GENERASI M2 HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI CICURUG DAN CIBADAK Oleh Sri Wahyuni A PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 EVALUASI KARAKTER MORFOLOGI PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) GENERASI M2 HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI CICURUG DAN CIBADAK Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh Sri Wahyuni A PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

3 RINGKASAN SRI WAHYUNI. Evaluasi Karakter Morfologi Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) Generasi M2 Hasil Induksi Mutasi Sinar Gamma di Cicurug Dan Cibadak. Dibimbing oleh YUDIWANTI WAHYU E. KUSUMO. Percobaan ini dilakukan untuk mengevaluasi karakter morfologi purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) generasi M2 di Kebun Percobaan Balittro Cicurug (550 m dpl) dan di Kebun Percobaan BB Biogen Cibadak (950 m dpl) pada bulan Maret 2008 sampai Maret Purwoceng merupakan tanaman obat langka bernilai ekonomi tinggi asli Indonesia yang ditemukan di dataran tinggi Dieng (1.800 m dpl). Iradiasi sinar gamma pada benih purwoceng untuk mendapatkan genotipe toleran dataran rendah telah dilakukan dengan dosis iradiasi 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 krad. Benih purwoceng generasi M1 yang berhasil berkecambah dan diamati pada percobaan ini di lokasi Cicurug adalah benih tanaman kontrol, 3 krad, dan 5 krad, sedangkan di lokasi Cibadak adalah benih tanaman kontrol, 1 krad, 3 krad, dan 5 krad (jumlah keseluruhan 292 tanaman). Bahan lain yang digunakan adalah media tanam campuran tanah setempat : pupuk kandang (1:1), polibag berdiameter 10 cm, polibag atau pot berdiameter 30 cm, dan paranet. Percobaan menggunakan alat pertanian dan alat ukur panjang secara umum, serta perlengkapan TLC scanner untuk analisis kadar metabolit sekunder yang dilakukan di Balittro. Analisis kadar saponin dan fitosterol dilakukan secara terpisah antara akar dengan batang dan daun terhadap sampel tunggal purwoceng generasi M1 semua dosis iradiasi dari lokasi Cibadak dan Cicurug, serta dari lokasi Tawang Mangu dan Dieng (umur 6 bulan). Uji-t rata-rata hasil pengamatan dilakukan antar pasangan populasi. Tidak terdapat perbedaan keragaan akibat iradiasi sinar gamma pada karakter kualitatif (bentuk dan warna daun serta tangkai daun, dan tipe kanopi) maupun kuantitatif (jumlah dan panjang tangkai daun, diameter kanopi, dan jumlah anakan) antar purwoceng generasi M2 asal benih dengan dosis iradiasi 3 dan 5 krad di lokasi Cicurug serta dosis iradiasi 1, 3, dan 5 krad di lokasi Cibadak, juga pada perbandingan karakter kuantitatif purwoceng generasi M2 di lokasi Cicurug dan Cibadak pada umur 0, 4, dan 8 MSP. Pertumbuhan vegetatif yang cukup baik tetapi sulit berbunga menunjukkan bahwa purwoceng generasi M2 belum dapat beradaptasi jika ditanam sejak awal di dataran lebih rendah. Hasil analisis terhadap sampel tunggal purwoceng generasi M1 menunjukkan bahwa metabolit sekunder pendukung khasiat obat purwoceng terkandung dalam tanaman yang dipindahkan ke lokasi Cibadak dan Cicurug, serta menunjukkan bahwa kadar metabolit sekunder antara akar dengan batang dan daun purwoceng tidak berbeda nyata sehingga seluruh bagian tanaman purwoceng dapat dimanfaatkan sebagai obat.

4 LEMBAR PENGESAHAN Judul Nama NRP : EVALUASI KARAKTER MORFOLOGI PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) GENERASI M2 HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI CICURUG DAN CIBADAK : Sri Wahyuni : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr Ir Yudiwanti Wahyu E. Kusumo, MS NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr Ir Didy Sopandie, M.Agr NIP Tanggal Pengesahan:

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di rumah sakit PT Caltex Pacific Indonesia distrik Rumbai, provinsi Riau pada tanggal 21 Agustus Penulis adalah anak keempat dari enam bersaudara dari Bapak (alm.) Abdurrahman dan Ibu Nur Asma. Tahun 1998 penulis lulus dari SD Cendana Duri, Riau. Tahun 2001 penulis lulus dari SLTP Cendana Duri. Selanjutnya pada tahun 2004 penulis menyelesaikan studi di SMU Cendana Duri. Tahun 2004 penulis diterima di IPB melalui jalur SPMB sebagai mahasiswa Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Selama menempuh studi di IPB, penulis aktif dalam kepengurusan LDK DKM Al-Hurriyyah sebagai anggota (2005), staf PSDM ( ), dan staf Personalia (2008). Penulis juga aktif sebagai pengurus DKM Al-Fallah FKRD-A (2006) dan staf Keputrian FKRD-A (2007). Penulis juga berpartisipasi pada beberapa kepanitiaan, diantaranya pada Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru (2005), Masa Perkenalan Departemen (2006), Ekspresi Muslimah II (2006), dan Masa Perkenalan Fakultas (2008). Pada tahun 2007 penulis bersama tim mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan dan lolos seleksi untuk dibiayai oleh DIKTI.

6 KATA PENGANTAR Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan kekuatan yang telah diberikan-nya sampai saat ini, serta atas terselesaikannya penelitian ini dengan baik. Penulis juga menyampaikan salawat serta salam kepada rasulullah Muhammad SAW yang telah mengajarkan umatnya dengan kebenaran dan kesabaran yang luar biasa. Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada orang tua dan keluarga atas dukungan dan kepercayaannya kepada penulis. Terima kasih kepada Dr Ir Yudiwanti Wahyu E. Kusumo, MS yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dengan penuh ketulusan dan kesabaran selama kegiatan penelitian sampai penulisan skripsi. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh staf pengajar baik di Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB maupun di departemen-departemen lain yang telah memberikan ilmu-ilmunya selama perkuliahan, juga kepada seluruh staf dan pekerja di tempat penelitian yang telah memberikan banyak bantuan selama pelaksanaan penelitian. Terima kasih kepada teman-teman di PS-PMTTB, teman-teman di LDK DKM Al-Hurriyyah, teman-teman di FKRD-A, dan pihak-pihak lain yang telah memberikan semangat dan perhatian. Penelitian mengenai evaluasi karakter morfologi purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) generasi M2 ini terdorong oleh rasa kecintaan penulis terhadap komoditas tanamanan obat. Purwoceng merupakan salah satu tanaman obat asli Indonesia yang tergolong hampir punah sehingga sangat penting untuk mengupayakan pelestariannya. Penelitian ini merupakan kerjasama antara Institut Pertanian Bogor dengan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Kerjasama antara universitas dengan balai-balai penelitian sangat diperlukan untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta penerapannya di Indonesia. Penulis berharap penelitian ini bermanfaat sebaik-baiknya di masa yang akan datang. Bogor, Desember 2009 Penulis

7 DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Hipotesis TINJAUAN PUSTAKA Purwoceng Pemuliaan Mutasi BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Bahan dan Alat Metode Percobaan Pelaksanaan Percobaan Penanaman Pemeliharaan Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Karakter Kualitatif Bentuk Daun Warna Daun Warna Tangkai Daun Tipe Kanopi Karakter Kuantitatif Perbandingan Karakter Kuantitatif Antar Dosis Iradiasi di Lokasi Cicurug dan Cibadak Jumlah Daun Panjang Tangkai Daun Diameter Kanopi Jumlah Anakan Perbandingan Karakter Kuantitatif Antar Lokasi Fase Generatif Tanaman Kandungan Metabolit Sekunder Tanaman Purwoceng Generasi M1 di Beberapa Lokasi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

8 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Jumlah Tanaman Purwoceng Generasi M2 pada Umur yang Berbeda di Lokasi Cicurug Jumlah Tanaman Generasi M2 Purwoceng pada Umur yang Berbeda di Lokasi Cibadak Hasil Uji-t Jumlah Daun Purwoceng Antar Dosis Iradiasi pada Generasi M2 di Lokasi Cicurug Rata-rata Jumlah Daun Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis Iradiasi di Lokasi Cibadak Hasil Uji-t Jumlah Daun Purwoceng Antar Dosis Iradiasi pada Generasi M2 di Lokasi Cibadak Hasil Uji-t Panjang Tangkai Daun Purwoceng Antar Dosis Iradiasi pada Generasi M2 di Lokasi Cicurug Rata-rata Panjang Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis Iradiasi di Lokasi Cibadak Hasil Uji-t Diameter Kanopi Purwoceng Antar Dosis Iradiasi pada Generasi M2 di Lokasi Cicurug Rata-rata Diameter Kanopi Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis Iradiasi di Lokasi Cibadak Hasil Uji-t Diameter Kanopi Purwoceng Antar Dosis Iradiasi pada Generasi M2 di Lokasi Cibadak Jumlah Tanaman yang Memiliki Anakan dan Rata-rata Jumlah Anakan Purwoceng Generasi M2 di Lokasi Cicurug Purwoceng di Lokasi Cicurug yang Berumur Paling Panjang Hasil Uji-t Kadar Zat Saponin dan Fitosterol pada Akar serta Batang dan Daun Purwoceng Generasi M1 serta Kadar Zat Saponin dan Fitosterol Purwoceng Generasi M1 Lokasi Cicurug dan Cibadak... 36

9 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Tanaman Purwoceng Pertanaman Purwoceng dalam Polibag di Bawah Naungan Paranet Sketsa Keragaman Bentuk Anak Daun Purwoceng Sketsa Keragaman Tipe Kanopi Purwoceng Curah Hujan di Lokasi Balittro Cicurug Tahun Pengaruh Lingkungan pada Purwoceng Serangan Hama pada Tanaman Purwoceng Keragaman Keragaan Bentuk Daun Purwoceng Sketsa Keragaman Susunan Anak Daun Purwoceng Keragaman Keragaan Warna Daun Purwoceng Warna Tangkai Daun Purwoceng Tipe Kanopi Purwoceng Rata-rata Jumlah Daun Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis Iradiasi di Lokasi Cicurug Rata-rata Panjang Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis Iradiasi di Lokasi Cicurug Rata-rata Diameter Kanopi Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis Iradiasi di Lokasi Cicurug Anakan Purwoceng Rata-rata Jumlah Daun Purwoceng Generasi M2 3 krad, 5 krad, dan Kontrol di Lokasi Cicurug dan Cibadak pada 0-8 MSP Rata-rata Panjang Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 3 krad, 5 krad, dan Kontrol di Lokasi Cicurug dan Cibadak pada 0-8 MSP Rata-rata Diameter Kanopi Purwoceng Generasi M2 3 krad, 5 krad, dan Kontrol di Lokasi Cicurug dan Cibadak pada 0-8 MSP Purwoceng Generasi M2 yang Berbunga Kadar Saponin Akar Purwoceng Generasi M1 dari Empat Lokasi Kadar Saponin Batang dan Daun Purwoceng Generasi M1 dari Empat Lokasi Kadar Fitosterol Akar Purwoceng Generasi M1 dari Empat Lokasi Kadar Fitosterol Batang dan Daun Purwoceng Generasi M1 dari Empat Lokasi

10 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Warna Daun dan Tangkai Daun Tanaman Purwoceng Kontrol di Lokasi Cicurug Warna Daun dan Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 3 krad di Lokasi Cicurug Warna Daun dan Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 5 krad di Lokasi Cicurug Warna Daun dan Tangkai Daun Tanaman Purwoceng Kontrol di Lokasi Cibadak Warna Daun dan Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 1 krad di Lokasi Cibadak Warna Daun dan Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 3 krad di Lokasi Cibadak Warna Daun dan Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 5 krad di Lokasi Cibadak Rata-rata Jumlah Daun Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis Iradiasi di Lokasi Cicurug Rata-rata Panjang Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis Iradiasi di Lokasi Cicurug Rata-rata Diameter Kanopi Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis Iradiasi di Lokasi Cicurug Hasil Uji-t Panjang Tangkai Daun Purwoceng Antar Dosis Iradiasi pada Generasi M2 di Lokasi Cibadak Hasil Uji-t Perbandingan Jumlah Anakan Purwoceng Generasi M2 kontrol dan 5 krad di Lokasi Cicurug Hasil Uji-t Rata-rata Populasi Purwoceng Generasi M2 3 krad, 5 krad dan Kontrol di Lokasi Cicurug dan Cibadak pada Umur 0, 4, dan 8 MSP Persentase Kadar Saponin Akar Purwoceng di Empat Lokasi Persentase Kadar Saponin Batang dan Daun Purwoceng di Empat Lokasi Persentase Kadar Fitosterol Akar Purwoceng di Empat Lokasi Persentase Kadar Fitosterol Batang dan Daun Purwoceng di Empat Lokasi

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dapat disebut sebagai megadiversitas dunia karena keanekaragaman hayati darat dan laut yang sangat besar. Keanekaragaman hayati darat terdiri atas sekitar spesies tumbuhan, dan lebih dari 2000 spesies tumbuhan tersebut merupakan tumbuhan obat (Zuhud, 2007). Kekayaan tumbuhan obat yang sangat besar ini belum dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga belum dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri obat-obatan dengan baik. Tanaman obat belum dapat memasok kebutuhan industri karena belum dibudidayakan dengan baik sehingga penyediaannya tidak kontinyu dan kualitasnya tidak mantap. Menurut Purwakusumah (2007), hanya sekitar 20% tanaman obat hasil budidaya yang dapat memenuhi pangsa pasar, sedangkan sisanya masih berasal langsung dari alam. Seharusnya karakteristik bahan baku obat alami yang diharapkan adalah berkualitas mantap dan memenuhi standar, kontinyuitas terjaga, dan kuantitas terpenuhi. Selain itu pemanfaatan tanaman hasil budidaya lebih diutamakan daripada pemanenan langsung tumbuhan liar. Budidaya tanaman obat tidak hanya bertujuan menaikkan suplai, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas produk, dalam hal ini kadar zat bioaktifnya. Salah satu komoditas tumbuhan obat yang tergolong langka adalah purwoceng (Pimpinella pruatjan Molkenb. atau Pimpinella alpina Kds.). Purwoceng ditemukan di dataran tinggi Dieng (sekitar 1800 m dpl) dan banyak dicari dan dipanen langsung dari alam. Bentuknya seperti tanaman wortel dengan umbi berwarna kecoklatan (Djuki, 2007). Purwoceng dapat dimanfaatkan keseluruhan bagiannya sebagai ramuan obat. Masyarakat umum mengenal purwoceng sebagai pemulih stamina, serta penambah jumlah hormon testosteron dan spermatozoid. Purwoceng sudah banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai obat dalam bentuk ramuan dan tidak berbahaya. Bentuk ramuan yang sudah banyak dibuat adalah dalam kemasan teh dan jamu (Artha, 2007).

12 2 Kendala dalam pembudidayaan purwoceng adalah persyaratan tempat tumbuh yang cukup tinggi sehingga lahannya terbatas. Lahan di dataran tinggi tidak seluas dataran rendah dan penggunaannya bersaing dengan komoditas hortikultura. Upaya pengadaptasian purwoceng di dataran yang lebih rendah dari habitat aslinya (Dieng, ketinggan m dpl dan suhu C) telah berhasil dilakukan di Kebun Percobaan Balittro Gunung Putri, Cianjur (ketinggian sekitar 1545 m dpl dan suhu C) yang masih tergolong dataran tinggi (Wahyuni et al., 1997). Kelangkaan purwoceng ini menyebabkan harga jualnya menjadi sangat tinggi mencapai Rp ,00-Rp ,00 per kg basah. Suatu kelompok tani dengan luas lahan petani sekitar m 2 di desa Sekunang, salah satu dari empat desa kecil tempat pembudidayaan purwoceng di dataran tinggi Dieng, masih sulit untuk memenuhi permintaan purwoceng segar atau kering untuk bahan baku obat tradisional secara kontinyu. Beberapa industri jamu meminta pasokan sekitar kg secara rutin setiap minggu, tetapi kemampuan kelompok tani tersebut hanya sekitar kg per bulan (Yuhono, 2004). Kesulitan pembudidayaan ini juga disebabkan oleh panjangnya umur purwoceng. Purwoceng mulai berkecambah pada umur 40 hari setelah tanam, mulai berbunga pada umur 10 bulan setelah tanam, dan mati setelah menghasilkan benih 1-2 bulan kemudian (Wahyuni et al., 1997). Salah satu upaya untuk mengatasi masalah ini dapat dilakukan melalui program pemuliaan tanaman untuk mendapatkan tanaman purwoceng yang dapat dibudidayakan pada daerah yang lebih rendah dan berumur genjah. Makmur (1992) menyatakan bahwa tujuan utama program pemuliaan tanaman adalah untuk mendapatkan varietas yang lebih baik, sebagai contoh pada program Revolusi Hijau, program pemuliaan tanaman digunakan untuk mendapatkan varietas baru yang melampaui daerah adaptasi geografis, secara latituda atau altituda, dari varietas yang telah ada. Definisi pemuliaan tanaman menurut Makmur (1992) adalah suatu metode yang secara sistematis merakit keragaman genetik menjadi bentuk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dengan persyaratan empat hal, yaitu adanya keragaman genetik, sistem-sistem logis dalam pemindahan dan fiksasi gen, konsepsi dan tujuan yang jelas, dan adanya mekanisme penyebarluasan hasilnya kepada masyarakat. Ragam genetik terjadi apabila dalam suatu populasi tanaman terdapat karakter genetik yang berbeda. Faktor yang menyebabkan keragaman genetik antara lain rekombinasi genetik yang terjadi setelah hibridisasi, mutasi, dan poliploidi.

13 3 Purwoceng diduga memiliki keragaman genetik yang rendah dalam sifat adaptasi geografis terhadap ketinggian tempat. Bunganya yang berukuran kecil mengakibatkan sulit dilakukan persilangan. Hal-hal tersebut menjadi alasan dipilihnya metode mutasi. Mutasi menurut Makmur (1992) adalah perubahan tiba-tiba pada material genetik, yaitu pada gen dari satu alel kepada alel lainnya, susunan kromosom, dan kehilangan atau penambahan bagian kromosom. Mutasi gen dapat terjadi secara alami maupun buatan dengan menggunakan mutagen kimia atau radiasi ion. Walaupun perubahan gen atau kromosom umumnya tidak sesuai keinginan, pemuliaan dengan mutasi induksi tetap dicoba jika sumber plasma nutfah tidak tersedia. Kusumo et al. (2007) telah melakukan iradiasi sinar gamma pada benih purwoceng dengan tujuan percobaan jangka panjang untuk merakit varietas baru purwoceng yang toleran dataran rendah serta berdaya hasil tinggi dengan kandungan fitosterol dan saponin yang tinggi. Pulungan (2008) melaporkan keragaan karakter tanaman purwoceng hasil induksi mutasi tersebut (generasi M1). Percobaan ini merupakan kelanjutan dari percobaan tersebut. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengevaluasi karakter morfologi purwoceng generasi M2 di lokasi Cicurug dan Cibadak 2. Mendapatkan genotipe-genotipe yang dapat dijadikan populasi dasar untuk mendapatkan varietas tanaman purwoceng yang toleran dataran rendah 3. Membandingkan kadar metabolit sekunder purwoceng generasi M1 antara bagian akar dengan batang dan daun, serta antara lokasi Cicurug dan Cibadak Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Terdapat kesamaan sifat morfologi antara populasi purwoceng generasi M2 di lokasi Cicurug dan Cibadak 2. Terdapat genotipe tanaman purwoceng yang dapat tumbuh baik dan menghasilkan benih di dataran rendah untuk tahap pemuliaan berikutnya 3. Tidak terdapat perbedaan kadar metabolit sekunder purwoceng generasi M1 antara akar dengan batang dan daun, serta antara di lokasi Cicurug dan Cibadak

14 4 TINJAUAN PUSTAKA Purwoceng Purwoceng (Gambar 1) adalah tumbuhan endemik Indonesia yang sudah lama dikenal berkhasiat obat. Purwoceng merupakan tanaman berumah satu tetapi dapat juga menyerbuk silang (Rahardjo et al., 2005). Klasifikasi purwoceng adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Anak Divisi: Angiospermae Kelas : Dycotiledonae Anak Kelas: Dialypetalae Bangsa : Apiales (Umbelliflorae) Suku : Apiaceae (Umbelliferae) Marga : Pimpinella Jenis : Pimpinella pruatjan Molk. atau P. alpina Kds. a f e b c d Gambar 1. Tanaman Purwoceng. Purwoceng di petakan koleksi kebun percobaan Gunung Putri (a), muncul tandan bunga pertama (b), memiliki banyak tandan bunga (c), bunga bermahkota merah keunguan (d), buah muda berwarna hijau (e), simplisia kering (f)

15 5 Tjitrosoepomo (1994) mendeskripsikan tumbuhan yang termasuk dalam bangsa Apiales sebagian besar merupakan terna, jarang yang berupa tumbuhan berkayu. Daunnya tunggal atau majemuk tanpa daun penumpu. Jaringanjaringannya sering memiliki saluran-saluran resin atau minyak. Bunganya tersusun seperti payung, berumah satu, aktinomorf, berbilangan empat atau lima. Kelopak bunga sangat kecil, mahkota-mahkota bebas, benang-benang sari dalam satu lingkaran dan berhadap-hadapan dengan kelopak-kelopaknya. Bakal buah terbenam, seringkali memiliki ruang-ruang dengan satu atau dua bakal biji dalam tiap ruangnya. Bakal biji kebanyakan hanya memiliki satu integumen. Biji mempunyai endosperm dan lembaga yang kecil. Selanjutnya Tjitrosoepomo (1994) mendeskripsikan tumbuhan yang termasuk suku Apiaceae sebagai terna yang berumur pendek atau panjang dengan batang berongga dan beralur atau bergerigi membujur pada permukaannya. Daunnya tersebar, berseling atau berhadapan, majemuk ganda atau banyak berbagi, tanpa daun penumpu tetapi memiliki pelepah yang pipih besar (perikladium) dan tidak membungkus batang. Bunganya majemuk dan tersusun seperti payung atau suatu kapitulum, berukuran kecil, berumah satu, aktinomorf atau sedikit zigomorf, dan berbilangan lima. Kelopaknya sangat kecil, mahkotanya berjumlah lima dengan ujung yang melengkung ke dalam, berwarna kuning atau keputih-putihan, jarang berwarna merah muda atau lembayung. Benang sari berjumlah lima yang berseling dengan mahkota. Bakal buah tenggelam, tertutup oleh bantal tangkai putik yang berbagi dua, beruang dua, dan dalam tiap ruang terdapat satu bakal biji yang bergantungan. Tangkai putik berjumlah dua dan letaknya terpisah. Buahnya berbelah dua (diakenium), tiap bagian buah tetap berlekatan pada suatu karpofor. Dalam kulit buah terdapat saluran-saluran minyak atsiri. Endosperm biji mempunyai tanduk. Sifat-sifat anatomis yang penting antara lain adanya saluran-saluran resin skizolisigen dalam gelam akar, batang, dan kulit buahnya, adanya kolenkim dalam korteks primer batang dan dalam rigi-rigi buah, adanya perforasi sederhana dalam trakea, adanya rambut-rambut lain yang bukan merupakan kelenjar.

16 6 Pulungan (2008) mendeskripsikan purwoceng sebagai tanaman semak penutup tanah dengan tinggi sekitar 25 cm. Batangnya merupakan batang semu, berbentuk bulat, lunak, dan berwarna hijau pucat. Daunnya merupakan daun majemuk dengan pertulangan daun menyirip. Tangkai daun berwarna coklat kehijauan dengan panjang sekitar 5 cm. Anak daun berbentuk jantung yang tepinya bergerigi, berujung tumpul dan pangkal bertoreh, berukuran panjang sekitar 3 cm dan lebar sekitar 2.5 cm. Bunga purwoceng merupakan bunga majemuk berbentuk payung. Tangkai bunga berbentuk silindris dengan panjang sekitar 2 cm. Kelopak bunga berbentuk tabung berwarna hijau, benang sari berwarna putih, putik berbentuk bulat berwarna hijau, dan mahkota berambut berwarna coklat. Buah berbentuk lonjong kecil berwarna hijau, dan biji berbentuk lonjong kecil berwarna coklat. Akar merupakan akar tunggang yang berwarna putih kotor. Rahardjo et al. (2005) mengemukakan bahwa tangkai bunga purwoceng memiliki cabang-cabang. Purwoceng memiliki sekitar 7.4 tangkai bunga primer, setiap tangkai primer memiliki sekitar tiga tangkai sekunder, setiap tangkai sekunder memiliki sekitar 2 tangkai tertier, dan setiap tangkai tertier memiliki sekitar 5-8 tandan bunga yang membentuk bunga payung. Pada setiap tandan bunga terdapat sekitar 5-10 bunga yang akan menghasilkan sekitar 8.6 biji sehingga satu tanaman purwoceng dapat menghasilkan 2260 biji. Biji yang telah matang berwarna hitam, berukuran sangat kecil dengan bobot 1000 butirnya sekitar 0.52 g. Heyne (1987) mendeskripsikan purwoceng sebagai tanaman terna dengan tinggi antara 15 sampai 50 cm yang tumbuh pada dataran tinggi, sekitar m dpl di Jawa Barat, Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Tanaman ini memiliki nama daerah yang berbeda-beda, antara lain antanan gunung, gebangan depok, rumput dempo, atau suripandak abang. Purwoceng banyak dicari orang karena memiliki khasiat obat yang bersifat diuretik terutama digunakan sebagai afrodisiak. Artha (2007) mengemukakan bahwa purwoceng juga memiliki khasiat menambah stamina tubuh, analgetika (penghilang rasa sakit), antipiretika (penurun panas), anthelmitika (obat cacing), antifungi, antibakteri, dan antikanker.

17 7 Purwoceng memiliki khasiat obat karena mengandung beberapa metabolit sekunder di antaranya saponin dan fitosterol atau sterol tumbuhan. Nio (1989) dan Robinson (1996) menjelaskan bahwa saponin adalah suatu glikosida yang terdapat pada banyak jenis tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif dengan permukaan kuat yang dapat menimbulkan busa jika dikocok dalam air bahkan pada konsentrasi sangat rendah sekalipun. Sifat saponin yang menyerupai sabun ini menjadi sebab penamaan saponin berasal dari kata sapo, kata dalam bahasa latin yang berarti sabun. Saponin tertentu menjadi penting karena dapat digunakan sebagai bahan baku sintesis hormon steroid. Konsentrasi saponin berbeda pada bagian-bagian tumbuhan dipengaruhi oleh tahap pertumbuhan serta komposisi aglikon (sapogenin) dan karbohidrat yang berbeda tergantung jenis tanaman. Fungsi saponin pada tumbuhan diduga sebagai penyimpanan karbohidrat atau sisa metabolisme, atau sebagai pelindung dari serangan hama. Saponin berasa pahit dan sangat beracun bagi ikan dan amfibi, namun ikan yang mati karena saponin dapat dikonsumsi manusia karena saponin tidak meracuni manusia. Contoh lainnya adalah bir yang busanya disebabkan oleh saponin. Saponin membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksisteroid lainnya, dan jika dihidrolisis lengkap akan menghasilkan sapogenin (aglikon) dan karbohidrat (heksosa, pentosa, dan asam sakarida). Berdasarkan sifat kimiawinya saponin dibagi dalam dua kelompok, yaitu steroid (27 atom C) dan triterpenoid (30 atom C). Bradford dan Awad (2007) menjelaskan bahwa fitosterol merupakan fitokimia spesifik yang strukturnya menyerupai kolesterol tetapi hanya ditemukan pada tumbuhan baik dalam bentuk testerifikasi maupun bebas. Fitosterol berbeda-beda konsentrasinya sesuai jenis tumbuhan dan banyak terkandung dalam tanaman yang menghasilkan lipid tinggi seperti kacang tanah dan wijen. Fitosterol telah terbukti dapat menurunkan kolesterol dalam tubuh manusia sehingga mengurangi resiko terkena penyakit jantung serta sebagai antikanker. Fitosterol yang sering dikonsumsi manusia terdiri dari ß-sitosterol, stigmasterol (29 atom C), dan kampesterol (28 atom C) yang hanya didapatkan melalui makanan nabati dengan penyerapan yang sangat terbatas. Ketersediaan fitosterol didalam tubuh (bioavailability) sekitar 10 % untuk kampesterol, 5 % untuk stigmasterol, dan 4 % untuk ß-sitosterol.

18 8 Purwoceng dengan khasiat-khasiat di atas sangat potensial sebagai komplemen dan substitusi ginseng impor sehingga dapat menghemat devisa negara. Produk setengah jadi purwoceng adalah simplisia dan ekstrak, produk industri dalam bentuk jamu seduh, minuman kesehatan, pil atau tablet/kapsul. Investasi yang dibutuhkan untuk sektor hulu meliputi perbenihan, penyediaan lahan, dan budidaya. Biaya kebutuhan benih (per hektar per tahun) purwoceng adalah sebesar juta rupiah dengan rasio B/C sebesar Kebutuhan investasi agribisnis hilir, yaitu pembuatan simplisia purwoceng sebesar milyar rupiah. Nilai investasi untuk produksi ekstrak purwoceng milyar rupiah. Nilai investasi produk turunan purwoceng milyar rupiah (Deptan, 2007). Purwoceng sebelum ditemukan sebagai tanaman obat merupakan tanaman liar sehingga tidak cocok ditanam di daerah terbuka yang langsung terkena sinar matahari. Pembudidayaannya memerlukan naungan untuk pertumbuhan yang baik. Purwoceng dapat diperbanyak dengan benih. Purwoceng akan berbunga sekitar enam bulan setelah tanam dan sekitar dua bulan kemudian benihnya matang. Tiap tanaman menghasilkan banyak benih bernas yang berwarna cokelat kehitaman yang setelah dipanen dapat dikeringkan. Benih dapat disemai di bak semai berukuran satu meter persegi yang tanahnya telah digemburkan dan diberi pupuk kandang. Hama yang menyerang purwoceng adalah keong dan kutu daun, sedangkan penyakitnya adalah busuk batang. Penyebab penyakit ini belum diketahui, sehingga pencegahan penularannya dilakukan dengan mencabut tanaman yang terserang lalu mengubur atau membakarnya (Artha, 2007). Usaha pembudidayaan purwoceng tergolong sangat menguntungkan. Hasil analisis usaha tani purwoceng di desa Sekunang yang menggunakan cara budidaya sederhana pada lahan seluas 1000 m 2 dapat memproduksi 550 kg basah purwoceng (sekitar rumpun) sehingga menghasilkan keuntungan bersih 34 juta rupiah (Yuhono, 2004).

19 9 Pemuliaan Mutasi Pada program pemuliaan tanaman, penggunaan induksi mutasi buatan tergantung pada jumlah variabilitas alami yang tersedia. Jika di alam telah tersedia alela yang diinginkan, maka pemulia lebih memilih menggunakan alela tersebut daripada mengubah komposisi genetik melalui mutasi buatan. Induksi mutasi buatan umumnya relatif lebih baik dilakukan pada tanaman yang menyerbuk sendiri dibandingkan pada tanaman yang menyerbuk silang. Pada tanaman yang menyerbuk sendiri, sebagian besar alela dengan nilai adaptasi tinggi biasanya akan cepat lenyap karena sifat homozigositasnya sehingga memperkecil variabilitas genetik. Hal ini menjadikan peluang memperoleh mutagen dan variabilitas genetik yang diinginkan melalui cara-cara buatan pada tanaman yang menyerbuk sendiri secara teoritis lebih tinggi (Welsh, 1991). Induksi mutasi dengan iradiasi atau menggunakan bahan kimia dapat menimbulkan mutasi gen atau mutasi kromosom. Semakin banyak bahan yang diperlakukan maka akan semakin besar kemungkinan timbulnya mutan-mutan. Pengujian-pengujian terhadap mutan dapat menghasilkan varietas baru atau setidak-tidaknya meningkatkan variabilitas tanaman tersebut sehingga dapat digunakan untuk pemuliaan tanaman secara konvensional (Soetarto, 1972). Tipe perubahan genetik yang terjadi akibat mutasi bersifat acak sehingga terdapat kemungkinan perubahan tersebut meningkatkan kemampuan organisme untuk bertahan hidup, tumbuh, dan bereproduksi (Aisyah, 2006). Pada tanaman budidaya yang bereproduksi secara seksual, perlakuan terhadap benih merupakan cara yang paling umum digunakan untuk induksi mutasi. Selain itu juga perlakuan terhadap semai yang masih muda. Kedua cara tersebut dapat menimbulkan kimera, yaitu suatu segmen jaringan tanaman yang mempunyai genetik berbeda dengan sel-sel di sekitarnya. Jika ingin diwariskan kepada keturunannya secara seksual, mutasi harus terjadi pada jaringan meristem pada sel-sel reproduksi. Penggabungan kimera terjadi bila jaringan tanaman merupakan kombinasi sel dari tanaman yang ada dan tanaman keturunan, tetapi penggabungan demikian bukan merupakan peristiwa mutasi (Welsh, 1991). Aisyah (2006) menyatakan bahwa oksigen sangat berperan untuk meningkatkan efek radiasi dalam sistem biologi. Pada jaringan yang mengandung kadar air rendah, radikal-radikal yang diinduksi dari iradiasi akan merusak dengan sangat lambat dan sebaliknya.

20 10 Welsh (1991) menjelaskan bahwa metode umum penerapan mutasi pada tanaman yang direproduksi secara seksual dapat dilakukan dengan seleksi tanpa melakukan manipulasi pemuliaan melalui persilangan, yaitu menggunakan seleksi program pemuliaan konvensional. Material mutan yang diinginkan dihasilkan dari benih-benih yang diharapkan menghasilkan variabilitas unggul. Seleksi alela yang diinginkan dicari pada generasi-generasi berikutnya. Bila alela yang bermutasi adalah resesif, maka akan lebih sering tampak pada tanaman budidaya menyerbuk sendiri, karena alela-alelanya secara normal dikendalikan oleh sifat homozigositas. Jika alela yang bermutasi bersifat dominan, maka tanaman akan lebih mudah diidentifikasi. Hal tersebut juga dijelaskan oleh Aisyah (2006), bahwa pada generasi M1, yaitu tanaman yang tumbuh dari benih yang diiradiasi, hanya mutasi dominan yang akan terekspresi karena bersifat heterozigot akibat adanya gen-gen mutan baru. Kemudian pada saat tanaman generasi M1 menyerbuk sendiri, gen-gen akan bersegregasi menjadi fenotipe mutan dan non-mutan pada generasi M2, yaitu tanaman yang tumbuh dari benih keturunan generasi M1, sehingga mutan resesif yang baru terinduksi akan terekspresikan dan dapat dilihat pada generasi M2 tersebut. Indonesia merupakan negara pertama dalam sejarah perkembangan pemuliaan mutasi yang telah menggunakan hasil mutannya untuk tanaman yang dianjurkan, yaitu tanaman tembakau yang diperoleh dari hasil penyinaran dengan sinar X di Jawa Tengah di tahun 1930-an (Ismachin dan Hendratno, 1972). Sinar gamma seperti halnya neutron mengionisasi atom-atom dalam jaringan dengan melepaskan elektron-elektron dari atomnya. Induksi mutasi menggunakan sinar gamma dari Cobalt-60 telah berhasil memperpendek umur tanam, memperpendek ukuran, dan meningkatkan produksi tanaman padi (Moebarokah, 1972). Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) memiliki sarana pemuliaan mutasi menggunakan iradiasi sinar gamma dari Cobalt-60 yang terletak di Pasar Jumat, Jakarta.

21 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan dilakukan di dua lokasi dengan ketinggian berbeda. Lokasi pertama sebagai sasaran ketinggian yang diharapkan adalah Kebun Percobaan Cicurug, Sukabumi (ketinggian sekitar 550 m dpl, suhu C) milik Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro). Lokasi kedua sebagai pembanding adalah Kebun Percobaan Cibadak, Cianjur (ketinggian sekitar 950 m dpl, suhu C) milik Balai Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen). Analisis metabolit sekunder dilakukan di Balittro. Percobaan dilaksanakan pada bulan Maret 2008 sampai Maret Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan adalah semai tanaman purwoceng generasi M2 yang berasal dari tanaman induk yang dipelihara di masing-masing lokasi, yaitu semai yang dihasilkan oleh tanaman generasi M1 yang berasal dari benih purwoceng koleksi Kebun Percobaan Balittro Gunung Putri yang diiradiasi sinar gamma dengan dosis 0 (kontrol), 1, 2, 3, 4, dan 5 krad di Badan Tenaga Atom Nasional (Pulungan, 2008). Benih purwoceng yang menjadi sumber awal koleksi Kebun Percobaan Balittro Gunung Putri berasal dari desa Sekunang, Dieng (Wahyuni et al., 1997). Bahan lain yang digunakan adalah media tanam berupa campuran tanah setempat dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1, polibag kecil (diameter 10 cm), polibag besar atau pot (diameter 30 cm), dan paranet dengan kerapatan 65%. Alat yang digunakan adalah alat pertanian dan alat ukur panjang secara umum, serta seperangkat perlengkapan Thin Layer Chromatography scanner (TLC scanner) untuk analisis kadar metabolit sekunder. Metode Percobaan Setiap populasi terdiri dari tanaman yang berasal dari benih yang secara alami dibiarkan berkecambah setelah luruh dari tanaman induknya. Benih purwoceng generasi M1 yang berhasil berkecambah dan diamati pada percobaan ini adalah 292 tanaman, yaitu 247 tanaman di lokasi Cicurug yang berasal dari benih tanaman kontrol (106 tanaman), 3 krad (30 tanaman), dan 5 krad (111 tanaman) serta 45 tanaman di lokasi Cibadak yang berasal dari benih tanaman kontrol (8 tanaman), 1 krad (21 tanaman), 3 krad (5 tanaman), dan 5 krad (11 tanaman).

22 12 Analisis kadar metabolit sekunder yaitu saponin dan fitosterol (terdiri dari ß-sitosterol dan stigmasterol) dilakukan terhadap sampel tunggal tanaman purwoceng generasi M1 semua dosis iradiasi yang berumur 6 bulan dari lokasi Cibadak dan Cicurug, serta sampel tunggal tanaman purwoceng dengan umur yang sama dari lokasi Tawang Mangu dan Dieng sebagai pembanding. Analisis dilakukan terpisah antara akar dengan batang dan daun menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT). Pengujian rata-rata populasi untuk hasil pengamatan dilakukan antar pasangan populasi menggunakan uji-t. Pelaksanaan Percobaan Penanaman Seluruh kecambah di persemaian yang telah memiliki dua atau tiga daun tunggal dipindahkan masing-masing ke dalam satu polibag kecil. Setelah berumur sekitar 5-6 minggu di polibag kecil, tanaman muda kemudian dipindahkan ke dalam pot atau polibag besar. Sejak tanaman berkecambah sampai dewasa, seluruhnya ditempatkan di bawah naungan paranet di masing-masing lokasi (Gambar 2). Gambar 2. Pertanaman Purwoceng dalam Polibag di Bawah Naungan Paranet. Lokasi Cicurug (kiri) dan di lokasi Cibadak (kanan) Pemeliharaan Penyiraman minimal dua hari sekali dilakukan jika tidak hujan. Pengendalian gulma dan hama sedapat mungkin dilakukan secara manual jika diperlukan. Pemupukan dilakukan sebulan dua kali mulai umur dua bulan setelah tanaman dipindahkan ke polibag besar sampai muncul bunga menggunakan pupuk anorganik urea, SP36, dan KCl dengan dosis masing-masing 1.5 g, 5 g, dan 1 g per tanaman.

23 13 Pengamatann Pengamatan terhadap berbagai peubah dilakukan pada saat tanaman dipindahkan ke dalam pot atau polibag besar, yang dicatat berumur 0 minggu setelah dipindahkan (MSP). Selanjutnya pengamatan purwoceng di lokasi Cicurug dilakukan sekali tiap dua minggu sampai tanaman berbunga, sedangkan pengamatan purwoceng di lokasi Cibadak dilakukan pada umur 0, 4, dan 8 MSP. Karakter kualitatif tanaman yang diamatii mencakup bentuk dan warna daun serta tangkai daun, dan tipe kanopi. Karakter kuantitatif yang diamati mencakup jumlah daun, panjang tangkai daun, diameter kanopi, jumlah anakan, fase generatif tanaman, dan kadar metabolit sekunder. Berikut cara pengamatan terhadap karakter-karakterr kualitatif: 1. Bentuk Daun Terdapat dua bentuk anak daun secara umum, yaitu bentuk jantung bergerigi dan bulat bergerigi (Gambar 3). Gambar 3. Sketsa Keragaman Bentuk Anak Daun Purwoceng. Bentuk jantung bergerigi (atas) dan bulat bergerigi (bawah) 2. Warna Daun Pengamatan warna daun dilakukan pada daun muda dan daun tua masing-masing pada permukaan atas dan bawah daun. Ada dua warna yang lazim, yaitu hijau dan hijau kemerahan. 3. Warna Tangkai Daun Warna tangkai daun ditentukan dengan melihat kecenderungan warna tangkai daun secara keseluruhan pada setiap tanaman. Warna yang ditemukan sama dengan warna yang ditemukan pada daun, yaitu hijau dan hijau kemerahan.

24 14 4. Tipe Kanopi Tipe kanopi purwoceng ditentukann dengan melihat kecenderungan tangkai-tangkai daun dalam satu tanaman, yaitu tegak tidak menyentuh permukaan tanah atau rebah di permukaan tanah (Gambar 4). Gambar 4. Sketsa Keragaman Tipe Kanopi Purwoceng. Tipe tegak (kiri) dan tipe rebah (kanan) Karakter kuantitatif diamatii dengan caraa sebagai berikut: 1. Jumlah Daun Data jumlah daun didapatkan dengan menghitung seluruh tangkai daun segar dengan anak daun yang telah terbuka, baik daun tunggal maupun daun majemuk. 2. Panjang Tangkai Daun Data panjang tangkai daun purwoceng didapatkan dari tangkai daun terpanjang, yaitu dengan mengukur panjang dari pangkal tangkai daun yang tepat di atas permukaan tanah sampai di tempat munculnya anak daun terbawah. 3. Diameter Kanopi Data diameter kanopi purwoceng didapatkan dengann mengukur jarak dua ujung daun terluar yang letaknya berhadapan. 4. Jumlah Anakan Data jumlah anakan purwoceng didapatkan dengan menghitung anakan n baru pada leher akar tanaman yang ditandai oleh munculnya daun-daun tunggal berukuran kecil. 5. Fase Generatif Tanaman Data yang dicatat adalah umur tanaman saat memasuki fase generatif, yaitu saat muncul tangkai bunga primer yang pertama. Setelah itu tidak dilakukan lagi pengamatan terhadap karakter-karakterr kualitatif maupun kuantitatif. 6. Kadar Metabolit Sekunder Analisis dilakukan secara terpisah untuk masing-masin ng metabolitt (saponin, stigmasterol, dan ß-sitosterol) pada masing-masing bagian akar serta batang dan daun, masing-masing dosis iradiasi serta lokasi sehingga terdapat 84 kali analisis.

25 15 Analisis kadar saponin dilakukan dengan lebih dahulu memisahkan fraksi-fraksi ekstrak kasar saponin dengan metode KLT menggunakan campuran 4-metoksi-benzaldehida : asam sulfat pekat : asam asetat glasial (1:2:100). Adanya saponin ditunjukkan dengan munculnya warna ungu setelah pelat KLT diberi pewarna dan dipanaskan pada suhu 105 C. Fraksi-fraksi saponin yang dominan selanjutnya dikumpulkan dan dihidrolisis untuk memisahkan sapogenin dan gula sehingga didapatkan kadar saponin murni (Nuraini, 2005). Kadar fitosterol diketahui dengan menganalisis kadar stigmasterol dan ß-sitosterol. Ekstrak kental yang diperoleh dengan etanol 96% dipertisi dengan kloroform : etanol (1:1). Metode KLT densitometri digunakan untuk penetapan kadar stigmasterol. Sampel diteteskan pada pelat silika gel F254, dielusi dengan n-heksana-etilasetat (20:5) ditambah empat tetes asam asetat glasial. Bercak stigmasterol terlihat pada Rf 0.3 setelah disemprot dengan anisaldehidaasam sulfat dan dipanaskan pada suhu 100 C selama 3 menit. Pengukuran kadar dengan TLC scanner dilakukan pada panjang gelombang 366 nm (Izatunnafis, 2008). Selanjutnya kadar ß-sitosterol dianalisis dengan metode KLT yang sama menggunakan standar ß-sitosterol, fase gerak n-heksana-etilasetat (2:1, %[v/v]), dan pewarna H 2 SO 4 (Gunawan, 2007).

26 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Perkecambahan benih-benih purwoceng terjadi pada waktu yang berbedabeda karena tidak dilakukan persemaian serempak. Tanaman dikelompokkan sesuai umur untuk pengolahan data percobaan (Tabel 1 dan 2). Tabel 1. Jumlah Tanaman Purwoceng Generasi M2 pada Umur yang Berbeda di Lokasi Cicurug Jumlah Tanaman Umur Tanaman 0 krad 3 krad 5 krad 0 MSP MSP MSP MSP MSP MSP MSP MSP MSP MSP MSP MSP MSP MSP MSP MSP MSP MSP MSP Tabel 2. Jumlah Tanaman Generasi M2 Purwoceng pada Umur yang Berbeda di Lokasi Cibadak Jumlah Tanaman Umur Tanaman 0 krad 1 krad 3 krad 5 krad 0 MSP MSP MSP

27 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Bulan Gambar 5. Curah Hujan di Lokasi Cicurug Tahun 2008 Kondisi cuaca pada saat percobaan ini dilakukan sangat mempengaruhi tanaman. Curah hujan di lokasi Cicurug pada tahun 2008 ditunjukkan pada Gambar 5. Pada bulan Juli hingga September 2008 terjadi kekeringan karena sangat jarang hujan dan panas terus-menerus sehingga beberapa tanaman menjadi layu dan akhirnya mati. Selanjutnya mulai bulan November 2008 terjadi hujan dengan curah hujan sangat tinggi sehingga menyebabkan beberapa tanaman menjadi busuk dan mati (Gambar 6a-c). Busuk yang terjadi pada berbagai bagian tanaman menunjukkan gejala bagian tanaman tersebut menjadi lunak dan berwarna kecoklatan. Organisme penyebab busuk ini belum dipelajari. Selama pengamatan ditemukan bahwa tanaman yang mulai layu akan segera mati, tidak akan bertahan dalam waktu lama. Naungan paranet yang digunakan pada awal percobaan (kerapatan 65%) terlalu rapat sehingga menyebabkan pertumbuhan tangkai daun purwoceng mengalami etiolasi, terlihat pada tangkai daun menjadi kurus dan lebih panjang. Kemudian dilakukan penjarangan paranet menjadi 50% dan selanjutnya dilakukan pemasangan plastik di atas paranet pada musim hujan (Gambar 6d). Terdapat beberapa tanaman muda yang baru dipindahkan ke pot besar mengalami gejala bintik-bintik putih pada daun (Gambar 6e). Hal ini disebabkan oleh kurangnya unsur N dan hara lainnya pada tanah. Gejala bintik putih pada daun tidak muncul lagi setelah dilakukan pemupukan.

28 18 a b d c e Gambar 6. Pengaruh Lingkungan pada Purwoceng. Daun layu dan mengering (a), daun membusuk (b), tanaman mati (c), daun berbintik-bintik putih (d), naungan paranet dilapisi plastik (e) a b c d Gambar 7. Serangan Hama pada Tanaman Purwoceng. Kutu daun di permukaan bawah daun (a), tanaman berkerut (b), nematoda membentuk bintil-bintil akar (c), daun tanaman terserang belalang (d) Seluruh tanaman terserang kutu daun Aphis sp. (Gambar 7a) dengan tingkat serangan berbeda disertai kelompok semut yang juga ikut mengerubungi tanaman. Pengendalian kutu daun dilakukan dengan menyemprotkan larutan furadan atau larutan deterjen, tetapi hanya dapat mengusir kutu sementara. Pengendalian kutu daun yang paling efektif adalah dengan menggunakan tangan. Kutu daun menghisap cairan tanaman sehingga daun menjadi berkerut (Gambar 7b). Selain itu juga terjadi serangan sejenis nematoda yang membentuk bintil-bintil pada akar dan menghisap sari tanaman (Gambar 7c). Hama lain yang menyerang tanaman adalah belalang yang memakan daun sehingga tinggal tangkainya (Gambar 7d).

29 19 Karakter Kualitatif Bentuk daun Daun awal yang muncul pada tanamann purwoceng adalah daun tunggal. Setetah mencapai 2 MSP kemudian terbentuk daun majemuk sampai tanaman dewasa. Daun tunggal merupakan daun dengan satu helai daun pada satu tangkai daun, sedangkan daun majemuk adalah daun yang memiliki beberapa helai anak daun pada satu tangkai daun (Gambar 8a-b). Bentuk anak daun purwoceng berdasarkan pengamatan tidak berbeda antar tanaman generasi M2 untuk semua dosis iradiasi. Bentuk anak daun secaraa umum adalah bentuk jantung bergerigi atau bulat bergerigi (Gambar 8c-d)tangkai daun dan pada ujung tangkai daun terdapatt satu anak daun. Meskipu un demikian pada tanaman M2/ /5 KRAD/20 di lokasi Cicurug ditemukan susunan anak daun yang berbeda, yaitu tangkai anak daun yang terlihat bercabang-cabang (Gambar 8e) ). Grosch (1965) menyatakan bahwa banyak tanaman yang diiradiasi akhirnya menghasilkan penyimpangan-penyimpangan bentuk daun. Berdasarkan temuan tersebut dibuat sketsa keragaman susunan anak daun purwoceng (Gambar Pasanga an anak daun pada daun majemuk terletak berhad dapan pada 9). a b c d e Gambar 8. Keragaman Keragaan Bentuk Daun Purwoceng. Daun tunggal (a), daun majemuk (b), anak daun bulat bergerigi (c), anak daun jantung bergerigi (d), dan penyimpangan bentuk daun (e)

30 20 Gambar 9. Sketsa Keragaman Susunan Anak Daun Purwoceng. Majemuk tidak bercabang (kiri) dan majemuk bercabang (kanan) Warna Daun Warna hijau pada daun muda terlihat lebih cerah, sedangkan pada daun tua terlihat lebih gelap (Gambar 10a). Warna kemerahan pada daun ada yang terlihat jelas dan ada yang samar atau hanya semburat (Gambar 10b). Padaa daun purwoceng terdapat tiga kombinasi kedua warna ini, yaitu: 1. Seluruh permukaan daun muda dan daun tua berwarna hijau 2. Permukaan bawah daun muda berwarna hijau kemerahan, sedangkan permukaan atasnya dan kedua permukaan daun tua berwarna hijau 3. Permukaan bawah daun muda dan daun tua berwarna hijau kemerahan, sedangkan permukaan atas keduanya berwarna hijau Tanaman-tanaman generasi M2 semua dosis iradiasi di lokasi Cicurug menunjukkan seluruh kombinasi warna di atas. Tanaman-tanamakombinasi 2 (95 dan 57 tanaman), sedangkan tanaman-tanaman generasi M2 3 krad lebih banyak menunjukkan kombinasi 1 (27 tanaman). Kombinasi 3 terdapat pada sedikit tanamann saja, yaitu dua tanamann pada masing-masing dosis iradiasi (Lampiran 1-3). Tanaman-tanaman generasi M2 semua dosis iradiasi di lokasi Cibadak secara umum menunjukkan kombinasi 1. Kombinasi 2 ditunjukkan pada tiga tanaman kontrol dan masing- masing dua tanaman generasi M2 3 krad dan 5 krad (Lampiran 4-7). Pulungan (2008) menyatakan bahwa kombinasi warna daun inii bukan merupakan akibat radiasi, melainkan hanya berupa penyesuaian n tanaman terhadap lingkungan. Intensitas warna kemerahan dapat bertambah atau berkurang. Pada dua bulan di akhir percobaan ditemukan beberapaa tanaman dengan kedua permukaan daun tua berwarna merah atau hijau kekuningann yang diduga disebabkan oleh faktor lingkungan misalnya cahaya (Gambar 10c). Salisbury dan Rosss (1995) menyatakan bahwa sebagian besar tumbuhan membentuk pigmen antosianin pada beberapaa sel terspesialisasi, dan sering terpacu oleh cahaya. Cahaya memacu sintesis pigmen tersebut pada organ yang sedikit atau sama sekali tidak berfotosintesis, misalnya pada daun yang akan generasi M2 5 krad dan kontrol lebih banyak menunjukkan gugur.

31 21 a b c Gambar 10. Keragaman Keragaan Warna Daun Purwoceng. Warna hijau berbeda pada daun muda dan daun tua (a), warna hijau kemerahan dominan pada permukaan bawah daun muda (b), warna kemerahan pada daun tua (c) Warna Tangkai Daun Warna yang ditemukan pada tangkai sama dengan yang ditemukan pada daun, yaitu hijau dan hijau kemerahan (Gambar 11). Samaa halnya dengan daun, intensitas warna kemerahan pada tangkai juga dapat bertambah atau berkurang. Gambar 11. Warna Tangkai Daun Purwoceng. Warna hijau warna hijau kemerahan (kanan) (kiri), dan Seluruh tanamann generasi M2 di lokasi Cibadak memiliki tangkai daun berwarna hijau kecuali satu tanaman, yaitu I/1R/ /SAM MPEL5 (Lampiran 4-7). Berbeda halnya dengan tanaman di lokasi Cicurug, seluruh tanaman generasi M2 semua dosiss iradiasi menunjukkan salah satu dari kedua warna, namun secara umum berwarna hijau kemerahan kecuali beberapa tanamann dengan warna tangkai daun hijau, yaitu dua tanaman pada masing-masing dosis iradiasi (Lampiran 1-3).

32 22 Tipe Kanopi Secara umum pada tanamann generasi M2 di lokasi Cicurug, kanopi tegak (Gambar 12a) ditemukan pada tanaman muda, yaitu antara umur 0-16 MSP pada tanaman generasi M2 3 krad dan kontrol, serta cenderung lebih singkat pada tanaman generasi M2 5 krad, yaitu sekitar umur 0-12 MSP. Kanopi rebah (Gambar 12b) ditemukan pada tanaman yang lebih tua. Semakin tua tanaman maka anak daun semakin banyak sehingga tangkai daun semakin panjang dan berat. Pada tanaman generasi M2 5 krad, kecenderungan kanopi yang lebih cepat rebah disebabkan oleh sebagian besar tanaman generasi M2 5 krad hidup pada awal percobaan saat paranet lebih teduh sehingga tangkai teretiolasi dan menjadi lemah. Selain itu tegak atau rebahnya kanopi juga dipengaruhi oleh kesegaran tangkai daun. Pada beberapa tanaman generasi M2 3 krad dan kontrol ditemukan kanopi yang masih tegak sampai maksimal pada umur 18 MSP. Hal ini diduga dipengaruhi oleh jumlah anak daun yang terdapat pada tangkai lebih sedikit sehingga daun tidak terlalu berat. a b Gambar 12. Tipe Kanopi Purwoceng. Tipe tegak (a) dan tipe rebah (b) Karakter Kuantitatif Perbandingan Karakter Kuantitatif Antar Dosis Iradiasi di Lokasi Cicurug dan Cibadak Jumlah Daun Rata-ratlokasi Cicurug ditunjukkan pada Gambar 13 (berdasarkan Lampiran 8). Hasil uji-t karakter jumlah daun antar pasangann dosis iradiasi tanaman purwoceng generasi M2 semua dosis iradiasi (Tabel 3) menunj jukkan bahwa jumlah daun tanaman generasi M2 3 krad cenderung atau nyata lebih sedikit dibandingkan jumlah daun tanaman generasi M2 5 krad dan kontrol pada semua umur. Jumlah daun tanaman generasi M2 5 krad tidak berbeda dengan tanaman kontrol pada semua umur. jumlah daun tanaman purwoceng generasi M2 semua dosis iradiasi di

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Percobaan 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Perkecambahan benih-benih purwoceng terjadi pada waktu yang berbedabeda karena tidak dilakukan persemaian serempak. Tanaman dikelompokkan sesuai umur untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Purwoceng

TINJAUAN PUSTAKA. Purwoceng 4 TINJAUAN PUSTAKA Purwoceng Purwoceng (Gambar 1) adalah tumbuhan endemik Indonesia yang sudah lama dikenal berkhasiat obat. Purwoceng merupakan tanaman berumah satu tetapi dapat juga menyerbuk silang

Lebih terperinci

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A34403065 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

EVALUASI KARAKTER MORFOLOGI PURWOCENG

EVALUASI KARAKTER MORFOLOGI PURWOCENG Makalah Seminar Departemen Agronomi Dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, 9 EVALUASI KARAKTER MORFOLOGI PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) GENERASI M HASIL INDUKSI MUTASI SINAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. 19 TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Bawang merah merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat potensial, selain sebagai bahan baku obat juga

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN (Apium graveolens L. Subsp. secalinum Alef.) KULTIVAR AMIGO HASIL RADIASI DENGAN SINAR GAMMA COBALT-60 (Co 60 ) Oleh Aldi Kamal Wijaya A 34301039 PROGRAM

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di net house Gunung Batu, Bogor. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae,

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Tanaman bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, ordo liliales,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Rukmana (2005), klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut: Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA TANAM DAN PUPUK N TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia Lamk.) Oleh Jippi Andalusia A

PENGARUH MEDIA TANAM DAN PUPUK N TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia Lamk.) Oleh Jippi Andalusia A PENGARUH MEDIA TANAM DAN PUPUK N TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia Lamk.) Oleh Jippi Andalusia A34101039 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen dalam bentuk polong muda. Kacang panjang banyak ditanam di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk kedalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1 m. Dengan adanya bakteri Rhizobium, bintil

I. TINJAUAN PUSTAKA. dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1 m. Dengan adanya bakteri Rhizobium, bintil I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Buncis Sistem perakaran berbagai jenis buncis tidak besar atau ekstensif, percabangan lateralnya dangkal. Akar tunggang yang terlihat jelas biasanya pendek, tetapi pada tanah

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pisang merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia. Dalam rangka memenuhi kebutuhan sehat tersebut, masyarakat berusaha melakukan upaya kesehatan yang meliputi pencegahan penyakit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan tanaman hari pendek dan memerlukan intensitas cahaya yang tinggi. Penurunan radiasi matahari selama 5 hari atau pada stadium pertumbuhan akan mempengaruhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Capsicum annuum L. merupakan tanaman annual berbentuk semak dengan tinggi mencapai 0.5-1.5 cm, memiliki akar tunggang yang sangat kuat dan bercabang-cabang.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bawang Merah Bawang Merah merupakan tanaman yang berumur pendek, berbentuk rumpun, tingginya dapat mencapai 15-40 cm, Bawang Merah memiliki jenis akar serabut, batang Bawang Merah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari sebuah akar tunggang yang terbentuk dari calon akar,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Seledri Kedudukan tanaman seledri dalam taksonomi tumbuhan, diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Sub-Divisi Kelas Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

6. Panjang helaian daun. Daun diukur mulai dari pangkal hingga ujung daun. Notasi : 3. Pendek 5.Sedang 7. Panjang 7. Bentuk daun

6. Panjang helaian daun. Daun diukur mulai dari pangkal hingga ujung daun. Notasi : 3. Pendek 5.Sedang 7. Panjang 7. Bentuk daun LAMPIRAN Lampiran 1. Skoring sifat dan karakter tanaman cabai 1. Tinggi tanaman : Tinggi tanaman diukur mulai dari atas permukaan tanah hingga ujung tanaman yang paling tinggi dan dinyatakan dengan cm.

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia 57 PEMBAHASAN Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia Hasil pertemuan yang dilakukan pengusaha sumber benih kelapa sawit yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Perkebunan pada tanggal 12 Februari 2010,

Lebih terperinci

EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA

EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA oleh Purwati A34404015 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan sebagai berikut. Kingdom Divisi Sub-divisi Class Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

TEKNIK PERSILANGAN BUATAN

TEKNIK PERSILANGAN BUATAN MODUL II TEKNIK PERSILANGAN BUATAN 2.1 Latar Belakang Keragaman genetik merupakan potensi awal di dalam perbaikan sifat. Salah satu upaya untuk memperluas keragaman genetik ialah melalui persilangan buatan

Lebih terperinci

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA Latar Belakang IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA MELALUI IRADIASI TUNGGAL PADA STEK PUCUK ANYELIR (Dianthus caryophyllus) DAN UJI STABILITAS MUTANNYA SAMPAI GENERASI MV3 Pendahuluan Perbaikan sifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gladiol merupakan salah satu komoditas hortikultura sebagai penghasil bunga potong

I. PENDAHULUAN. Gladiol merupakan salah satu komoditas hortikultura sebagai penghasil bunga potong I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Gladiol merupakan salah satu komoditas hortikultura sebagai penghasil bunga potong yang berpotensi untuk dibudidayakan secara intensif. Prospek agribisnis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah

PENDAHULUAN. telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine soya/ Glycine max L.) berasal dari Asia Tenggara dan telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah ditanam di negara tersebut dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 3. Keragaan Karakter Agronomi dari Populasi M3 Hasil Seleksi

BAHAN DAN METODE. 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 3. Keragaan Karakter Agronomi dari Populasi M3 Hasil Seleksi BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian secara keseluruhan terbagi dalam tiga percobaan sebagai berikut: 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 2. Studi Keragaan Karakter Agronomis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana)

Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana) SNI 01-7158-2006 Standar Nasional Indonesia Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana) ICS 65.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga. tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga. tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Komoditi Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosa. Kedudukan tanaman kacang hijau dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Morfologi tanaman kedelai ditentukan oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji. Akar kedelai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. PERENCANAAN TANAM 1. Pemilihan lokasi tanam 2. Sistem tanam 3. Pola tanam 4. Waktu tanam 5. Pemilihan varietas Perencanaan Persyaratan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar Lampung dengan kondisi iklim tropis, memiliki curah hujan 2000 mm/th dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam Definisi lahan kering adalah lahan yang pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani et al., 2004). Menurut Mulyani

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang

Lebih terperinci

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013 PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH 1 BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH Budidaya untuk produksi benih sedikit berbeda dengan budidaya untuk produksi non benih, yakni pada prinsip genetisnya, dimana

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis Leguminosa yang memiliki kandungan gizi sangat tinggi. Kacang tanah merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Oktober 2014 hingga Maret

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Tomat Tanaman tomat termasuk tanaman semusim yang berumur sekitar 4 bulan (Pudjiatmoko, 2008). Klasifikasi tanaman tomat adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Sorgum Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae (Poaceae). Tanaman ini telah lama dibudidayakan namun masih dalam areal yang terbatas. Menurut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilakukan di Desa Dukuh Asem, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka pada tanggal20 April sampai dengan 2 Juli 2012. Lokasi percobaan terletak

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari 2009 sampai Juni 2009. Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asam Salisilat 1. Struktur Kimia Asam Salisilat Struktur kimia asam salisilat dan turunannya dapat dilihat pada Gambar 2 : Gambar 2. Struktur kimia asam salisilat dan turunannya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kacang Tanah Kacang tanah tumbuh secara perdu setinggi 30 hingga 50 cm dan mengeluarkan daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak digemari masyarakat Indonesia, sehingga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Cabai merah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi bawang merah, peran benih sebagai input produksi merupakan tumpuan utama

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cengkeh adalah tumbuhan asli Maluku, Indonesia. Cengkeh dikenal dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman asli Indonesia ini tergolong

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk.

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk. KDS.) merupakan tanaman obat asli Indonesia yang keberadaannya telah langka dan berdasarkan tingkat

Lebih terperinci

Benih kelapa dalam (Cocos nucifera L. var. Typica)

Benih kelapa dalam (Cocos nucifera L. var. Typica) Standar Nasional Indonesia Benih kelapa dalam (Cocos nucifera L. var. Typica) ICS 65.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU Ubi kayu diperbanyak dengan menggunakan stek batang. Alasan dipergunakan bahan tanam dari perbanyakan vegetatif (stek) adalah selain karena lebih mudah, juga lebih ekonomis bila

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Jagung Menurut Purwono dan Hartono (2005), jagung termasuk dalam keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan

Lebih terperinci

Subdivisio : Angiospemae. : Monocotyledoneae. Spesies : Allium ascalonicum L.

Subdivisio : Angiospemae. : Monocotyledoneae. Spesies : Allium ascalonicum L. B. Pembahasan Pencandraan adalah teknik penggambaran sifat-sifat tanaman dalam tulisan verbal yang dapat dilengkapi dengan gambar, data penyebaran, habitat, asal-usul, dan manfaat dari golongan tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh cabang lagi kecil-kecil, cabang kecil ini ditumbuhi bulu-bulu akar yang sangat halus. Akar tunggang

Lebih terperinci

HASIL. Gambar 1 Permukaan atas daun nilam Aceh. Gambar 2 Permukaan atas daun nilam Jawa.

HASIL. Gambar 1 Permukaan atas daun nilam Aceh. Gambar 2 Permukaan atas daun nilam Jawa. 6 3 lintas, ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu: 1. Apabila koefisien korelasi antara peubah hampir sama dengan koefisien lintas (nilai pengaruh langsung) maka korelasi tersebut menjelaskan hubungan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau. 21 PELAKSANAAN PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dengan 2 (dua) tahap, pertama pertumbuhan dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau. Tahap I. Pengujian Karakter Pertumbuhan

Lebih terperinci