BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA"

Transkripsi

1 BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA 4.1. Mineralisasi Urat Arinem Carlile dan Mitchell (1994) menyatakan bahwa endapan urat epitermal dan stockwork di Indonesia umumnya terkonsentrasi pada busur kepulauan Sunda-Banda bagian barat dan Kalimantan Tengah. Di daerah lain hanya terbatas di Sulawesi Utara dan busur kepulauan Sunda-Banda bagian timur. Endapan urat epithermal dan stockwork ini umumnya terbentuk pada batuan vulkanik andesitik dan beberapa berkaitan dengan batuan intrusi berumur Miosen Tengah Pliosen (Gambar 4.1). Gambar 4.1. Penampang yang mengilustrasikan endapan emas low-sulphidation di beberapa daerah di busur kepulauan Sunda-Banda bagian barat (Carlile dan Mitchell, 1994). Daerah Arinem, Kabupaten Garut, Jawa Barat. 50

2 Sedimen terinterkalasi terdapat tidak jauh di atas basement di Sumatera dan Jawa sedangkan basement yang hadir di bawah urat Cirotan adalah Gabro dan Basalt (Gambar 4.1). Selanjutnya Carlile dan Mitchell (1994) mengelompokkan tipe urat di Indonesia menjadi beberapa kategori yaitu: Kuarsa-adularia-kalsit di Gunung Pongkor dan Lebong Donok yang memiliki kandungan base metal dan sulfida yang rendah. Urat dan stockwork di Bolangitang, Lanut, dan Masuparia (adularia tidak hadir) memiliki karakter umum yang sama. Urat Gn. Muro juga menunjukkan karakter yang sama walaupun telah mengalami erosi yang sangat kuat dan menunjukkan kandungan base metal dan karbonat yang lebih tinggi. Kuarsa-rhodonit-rhodokrosit terdapat di daerah Mangani, Cirotan, Cikotok, Lebak Sembada, dan kemungkinan Salida dan Doup, yang memiliki kandungan sulfida dan base metal yang tinggi. Urat kuarsa pada tipe ini menunjukkan mineralogi yang kompleks, sering terdapat tellurida dan selenida. Kandungan karbonat dan base metal umumnya meningkat seiring kedalaman dan konsentrasi base metal yang tinggi dalam urat umumnya berasosiasi dengan breksiasi hidrotermal. Urat Arinem termasuk dalam kelompok urat kuarsa-rhodonit-rhodokrosit karena dari analisa kadar yang dilakukan PT. Aneka Tambang, Tbk menunjukkan kandungan untuk unsur Pb, Zn, dan Cu yang relatif tinggi, adanya penambangan liar mineral galena (base metal) disekitar daerah penelitian juga membuktikan bahwa urat Arinem termasuk dalam tipe urat kuarsa-rhodonit-rhodokrosit. Namun, urat Arinem memiliki kondisi yang sama seperti yang juga terdapat pada daerah Cikondang, Lebong Tandai, juga Cikotok dan Gn. Jampang, dimana kehadiran rhodonit dan rhodokrosit yang relatif kecil atau tidak ada sama sekali. Emas disebagian besar endapan low sulphidation di Indonesia hadir umumnya sebagai elektrum, kadang sebagai mineral tunggal pada zona oksidasi, mungkin juga terdapat di dalam pirit dan arsenopirit, dan sering berasosiasi dengan tellurida, selenida, dan sulfosalts (Carlile dan Mitchell, 1994). Rasio perak terhadap emas (Ag/Au) memiliki variasi yang beragam dan mungkin memiliki zonasi secara vertikal dan lateral di dalam satu endapan. Daerah Arinem, Kabupaten Garut, Jawa Barat. 51

3 Nama Batuan samping Tipe Gangue Mineralisasi Ag:Au Perkiraan Dimensi (m) Perkiraan Kandungan Horz Vert Au(t) Ag(t) Referensi Kelian Gunung Pongkor Cikotok Cirotan Mangani Cikondang Ciarinem Tuf, sedimen, dan andesit Miosen Andesit dan basalt Miosen Tuf andesitik dan sedimen Tuf andesitik, sedimen, dan gabro Lempung, batupasir, dan andesit Breksi dan andesit Andesit, Piroklastik Fracture dissemin ated Urat Carb+Qtz Qtz-adulcal High Sulphide Au Carbonat and base metal event Low sulphide Low base metals Electrum Urat Qtz-rhod Low sulphide Low base metals Electrum Urat dan breksia Qtz-rhod Complex sulphides Base metals at depth Gal-sph-py Urat Qtz-rhod Complex sulphides Base metals Pyrh-sph-gal-cpy-asp Urat Qtz High sulphide Base metals Sph-py-gal-asp-cpy Urat Qtz-Cal Complex sulphides Base metals, electrum 2:1 N/A N/A Van Leeuwen, dkk., (1990) Van Leeuwen (1994) 10: > Basuki, dkk (1994) >25: Carlile dan Sitorus (unpublished) >25: Carlile dan Sitorus (unpublished) >25: Van Bemmelen (1949) Kavalieries, dkk (1987) 3:1 >2000 > L. Kirk (1992) Py-sph-gal-cpy Tabel 4.1. Karakteristik beberapa endapan epitermal low sulphidation di Indonesia oleh Carlile dan Mitchell (1994) dan perbandingannya dengan urat Arinem (kolom yang kosong membutuhkan data dan pengujian lebih lanjut). Qtz: kuarsa, Cal: kalsit, Pyrh: pirhotit, Py: pirit, Sph: spalerit, Gal: galena, Cpy: kalkopirit, Asp: arsenopirit. Daerah Arinem, Kabupaten Garut, Jawa Barat. 52

4 Rasio yang tinggi (25: 1) umumnya terdapat pada tipe urat kuarsa-rhodonit-rhodokrosit sedangkan rasio 10:1 umumnya ditemukan pada tipe kuarsa-adularia-kalsit seperti pada Gunung Pongkor. Untuk urat Arinem sendiri rasio perbandingan perak terhadap emas masih membutuhkan penelitian dan pengujian terhadap kadar serta perhitungan cadangan secara umum, namun bila mengacu kepada kesamaan tipe urat Arinem dengan tipe urat kuarsa-rhodonitrhodokrosit, maka kemungkinan rasio yang dimiliki urat Arinem tidak akan jauh berbeda yaitu >20:1. Sedangkan temperatur pembentukan mineralisasi di urat Arinem dan endapan epithermal low sulphidation lain di Indonesia umumnya berkisar antara C dengan pengecualian terhadap Kelian dimana termperatur pembentukan mineralisasi berkisar C (Van Leeuwen, 1994). Hal ini didasarkan pada hasil penelitian beberapa peneliti terdahulu dengan menggunakan inklusi fluida dan melihat kehadiran himpunan mineral ubahan yang hadir Studi Paragenesa Paragenesa dalam konteks mineralisasi adalah suatu metode untuk menentukan uruturutan waktu pembentukan dari asosiasi mineral atau beberapa mineral yang berbeda dengan mengidentifikasi jenis mineral dan karakteristik tekstur yang hadir pada suatu lingkungan pengendapan (Craig dan Vaughan, 1994). Paragenesa ini juga sebagai alat bantu untuk mengestimasi kondisi kesetimbangan dari pembentukan mineral bijih. Penentuan paragenesa ini walaupun tidak terlalu vital dalam tahapan ekstraksi dan eksploitasi tetapi memiliki manfaat yang penting dalam menjelaskan sejarah geologi dari pengendapan mineral bijih dan kemungkinan juga memiliki manfaat dalam eksplorasi. Untuk menentukan paragenesa maka diperlukan analisa detail dari sayatan poles (mineragrafi) dengan bantuan mikroskop cahaya pantul. Hal-hal yang perlu diidentifikasi dalam melakukan paragenesa mineral bijih adalah pertama dengan mengidentifikasi jenis mineral (fasa) yang hadir, kemudian mengidentifikasi tekstur yang ada, dan terakhir mendiagnosa kenampakan mineral berdasarkan urut-urutan waktu dari gabungan dua tahap sebelumnya. Beberapa metode yang dapat digunakan menurut Craig dan Vaughan (1994) dalam mengidentifikasi paragenesa mineral bijih adalah sebagai berikut: 1. Morfologi Kristal dan Hubungan Batas Butir Bentuk dari suatu individu kristal dan kenampakan kontak antara butir yang saling berdekatan sering kali dijadikan sebagai kriteria dalam penentuan paragenesa. Secara umum, Daerah Arinem, Kabupaten Garut, Jawa Barat. 53

5 kristal euhedral diinterpretasikan sebagai mineral yang terbentuk lebih dahulu dan tumbuh tanpa mengalami gangguan. Hal ini berarti mineral dengan morfologi cekung terbentuk lebih awal dari mineral dengan morfologi cembung yang ada didekatnya. Interpretasi sederhana seperti itu sering kali benar walaupun terkadang harus digunakan secara hati-hati. Tentu saja banyak mineral terbentuk secara euhedral mengindikasikan bahwa mineral tersebut tumbuh pada tempat terbuka (open space), seperti pada urat. Contoh, kalsit, kuarsa, fluorit, sphalerit, kasiterit, pirit, galena, dan kovelit akan tumbuh sempurna bila tidak ada gangguan dari luar. Bila ditemukan overgrowth pada kristal tersebut dengan kristal yang lain maka kristal yang berbentuk euhedral lah yang terbentuk lebih dahulu. Foto 4.2. a: foto sampel yang dilakukan analisa mineral bijih memperlihatkan kehadiran mineral pirit, galena dan kuarsa. b: penampang bawah permukaan yang memperlihatkan posisi pengambilan sampel pada sumur BCAN 4. Terlihat bahwa sampel diambil pada zona propilitik. c: foto sayatan mineragrafi yang memperlihatkan mineral pirit (subhedral) yang berwarna kuning digantikan oleh galena (anhedral) yang berwarna putih. d: mineral euhedral pirit (kuning) hadir setelah gangue mineral karena mengisi open space. Daerah Arinem, Kabupaten Garut, Jawa Barat. 54

6 2. Hubungan Potong Memotong (crosscutting). Dalam studi mineralogi, seperti halnya studi geologi lapangan, hubungan potong memotong merupakan kunci dalam interpretasi paragenesa. Urat atau kenampakan sejenis yang memotong urat yang lain adalah lebih muda dari pada urat yang dipotong, kecuali urat yang dipotong tersebut telah mengalami penggantian. Pada Foto 4.3 c dan d memperlihatkan kenampakan urat halus pirit hadir setelah urat kuarsa. Foto 4.3. a: foto sampel yang dilakukan analisa mineral bijih memperlihatkan kehadiran mineral pirit dan kuarsa. b: penampang bawah permukaan yang memperlihatkan posisi pengambilan sampel. Terlihat bahwa sampel diambil pada zona propilitik. c, d: foto sayatan mineragrafi yang menunjukkan urat halus pirit memotong kuarsa yang hadir sebelumnya. Menandakan bahwa pirit hadir setelah kuarsa. Daerah Arinem, Kabupaten Garut, Jawa Barat. 55

7 3. Penggantian (Replacement) Replacement merupakan tekstur yang sangat penting dalam studi paragenesa. Sangat jelas bahwa mineral yang digantikan lebih tua dibanding mineral yang menggantikan. Karena replacement umumnya merupakan sebuah reaksi kimia pada permukaan kristal, maka replacement biasanya dimulai dari luar batas butir / mineral atau sepanjang rekahan menuju kedalam kristal (Foto 4.4.c dan Foto 4.4.d). Secara umum, selama replacement tahap lanjut terjadi, mineral yang digantikan menunjukkan bentuk yang cekung sedangkan mineral yang menggantikan menunjukkan bentuk yang cembung dan kemudian akan meninggalkan sisa mineral yang berbentuk pulau didalam matriks. Foto 4.4. a: foto sampel berupa urat kuarsa yang memperlihatkan kehadiran mineral bijih sulfida, b: penampang bawah permukaan yang memperlihatkan posisi pengambilan sampel pada sumur BCAN 6, c: kovelit (biru) hadir menggantikan kalkopirit (kuning terang) yang sebelumnya hadir menggantikan spalerit (abu - abu), d: penggantian oleh galena (putih) terhadap pirit (kuning). Daerah Arinem, Kabupaten Garut, Jawa Barat. 56

8 4. Kembaran (Twinning) Kehadiran kembaran pada mineral bijih sangat penting dalam interpretasi paragenesa dan sejarah deformasinya. Kembaran dapat terbentuk selama pembentukan awal dari mineral tersebut, selama inversi, atau sebagai hasil dari deformasi. Karena pembentukan kembaran merupakan fungsi dari temperatur dan derajat saturasi fluida di dalam mineral bijih, maka kehadiran kembaran pada beberapa mineral bijih yang khas dapat membantu dalam merekonstruksi paragenesanya. 5. Exsolution Exsolution merupakan kenampakan yang umum pada beberapa tipe mineral dan sangat berguna dalam penentuan paragenesa. Exsolution akan memberikan pola yang khas seperti pola lamellae yang ditunjukan oleh mineral pentlandit di dalam mineral pirhotit atau pola mirmekitik oleh stibarsen pada arsenik atau antimoni Tekstur Mineral Bijih Urat Arinem Pembentukan dan pertumbuhan awal dari mineral bijih dan gangue mineral dibanyak tipe pengendapan terjadi pada open space atau rekahan yang disebabkan oleh disolusi ataupun sesar (Craig dan Vaughan, 1994). Pengendapan mineral bijih pada open space dapat membentuk satu individu mineral utuh dan sering terbentuk sempurna (euhedral) atau membentuk tekstur intergrowth oleh beberapa mineral sekaligus (Foto 4.5.a). Pada Foto 4.5.a tersebut terlihat mineral kalkopirit, galena, dan sphalerit saling tumbuh bersamaan dalam open space yang dikelilingi oleh mineral gangue yang kemungkinan kuarsa sehingga terlihat ada yang menggantikan satu sama lain. Tekstur intergrowth yang ditunjukkan oleh mineral kalkopirit, sphalerit, dan galena pada sampel WIDM 2 Urat Arinem di sisi lain dapat membingungkan bila kita mencoba untuk merekonstruksi paragenesanya. Hal ini tentu tidak menjadi penghambat dalam merekonstruksi paragenesa selama kita mengetahui ciri-ciri dari tekstur intergrowth ini. Berbeda dengan tekstur open space filling berupa urat halus kalkopirit diantara kuarsa yang kemudian digantikan oleh mineral kovelit yang paragenesa dapat dibuat dengan mudah. Daerah Arinem, Kabupaten Garut, Jawa Barat. 57

9 Foto 4.5. Tekstur intergrowth (a), chalcopyrite disease (b), open space filling (c), dan tekstur hancuran/deform tekstur (d) hadir pada urat Arinem. a: sampel WIDM 2, b: sampel WIDM 7, c: sampel WIDM 1, d: sampel WIDM 8. Tekstur yang khas ditunjukkan oleh Foto 4.5.b, berupa tekstur yang dihasilkan oleh proses pendinginan (Craig dan Vaughan, 1994). Craig dan Vaughan menjelaskan bahwa mineral bijih hadir pada temperatur yang relatif tinggi. Bila temperatur terus menurun selama proses pendinginan maka mineral sulfida, sulfosalt, native metal, akan mengalami kesetimbangan kembali secara komposisi dan tekstur membentuk tekstur baru yang khas seperti yang dicontohkan oleh intergrowth mineral kalkopirit dan sphalerit. Dalam banyak tipe pengendapan mineral bijih, kalkopirit yang ada di dalam sphalerit sering kali membentuk pola acak tersebar atau membentuk orientasi baris yang teratur. Pola yang disebut chalcopyrite disease yang diperkenalkan oleh Barton dan Bethke (1987) sering kali dianggap sebagai proses exsolution kalkopirit terhadap sphalerit selama proses pendinginan, padahal penelitian detail oleh kedua peneliti tersebut dan beberapa percobaan lain membuktikan bahwa kalkopirit tidak akan muncul didalam sphalerit dalam jumlah yang signifikan bila temperatur di atas 500 C. Data ini, dan observasi lain pada pembentukan bijih Zn-Pb dalam karbonat (suhu C) yang Daerah Arinem, Kabupaten Garut, Jawa Barat. 58

10 mengandung kalkopirit dalam sphalerit menyatakan bahwa exsolution (fungsi temperatur) bukan penyebab dari intergrowth kalkopirit-sphalerit. Bukti lain adalah Foto 4.5.b diatas yang menghasilkan chalcopyrite disease terbentuk pada tipe mineralisasi vulkanogenik yang tidak termetamorfosa dengan kondisi temperatur antara C. Jadi chalcopyrite disease merupakan tekstur yang memperlihatkan tumbuh bersama antara sphalerit dan kalkopirit. Sedangkan Foto 4.5.d memperlihatkan tekstur hancuran pada pirit yang disebabkan oleh kuarsa yang datang kemudian. Kenampakan ini bisa dijadikan bantuan untuk merekonstruksi paragenesa yang ada di daerah penelitian Paragenesa Mineral Bijih Urat Arinem Delapan buah sampel sayatan poles (mineragrafi) diambil secara acak untuk mengetahui paragenesa di urat Arinem. Sampel diambil tidak hanya di bagian urat tetapi juga di bagian batuan yang telah mengalami ubahan hidrotermal dan tidak mengandung urat. Untuk menentukan paragenesa mineral bijih maka terlebih dahulu ditentukan jenis mineral bijih yang hadir dan juga tekstur yang muncul, kemudian analisa paragenesa mengacu pada metode dari Craig dan Vaughan (1994) seperti yang telah diuraikan di atas. Deskripsi dari setiap sampel dapat dilihat pada lampiran II. Mineral bijih yang hadir dari analisa mineragrafi adalah pirit, kalkopirit, sphalerit, galena, dan kovelit (Foto 4.6). Pada Foto 4.6.a terlihat adanya kehadiran kalkopirit (kuning terang) mengisi rekahan dalam sphalerit (abu-abu kecoklatan) menandakan kalkopirit hadir setelah sphalerit. Kalkopirit yang hadir kemudian digantikan oleh mineral kovelit yang berwarna biru pada sisi luarnya. Replacement kovelit terhadap kalkopirit menunjukkan kehadiran kovelit setelah kalkopirit dan sphalerit. Pada Foto 4.6.b kalkopirit yang berukuran sangat halus hadir sebagai inklusi didalam pirit yang berwarna kuning buram. Mineral gangue yang berwarna coklat (kemungkinan kuarsa) juga terlihat hadir menginklusi pirit. Dari delapan sampel yang dianalisa pirit hadir selalu lebih awal dibanding mineral bijih yang lain, namun selalu memperlihatkan jumlah yang dominan baik sebagai mineral tunggal atau berasosiasi dengan mineral lain dan bersama dengan galena, pirit dapat dilihat secara megaskopis. Foto 4.6.c dan 4.6.d memperlihatkan bahwa galena (putih) hadir setelah mineral pirit, sphalerit, dan kalkopirit. Daerah Arinem, Kabupaten Garut, Jawa Barat. 59

11 Pada kedua gambar tersebut galena hadir sebagai inklusi dan replacement terhadap pirit dan kalkopirit. Foto 4.6. a: kalkopirit (kuning terang) mengisi rekahan dalam sphalerit (abu-abu kecoklatan) menandakan kalkopirit hadir setelah sphalerit. Replacement kovelit terhadap kalkopirit menunjukkan kehadiran kovelit setelah kalkopirit dan sphalerit, b: kalkopirit yang berukuran sangat halus (<30 µm) hadir sebagai inklusi didalam pirit yang berwarna kuning buram, c, d: galena (putih) hadir setelah mineral pirit, sphalerit, dan kalkopirit. Pada kedua gambar tersebut galena hadir sebagai inklusi dan replacement terhadap pirit dan kalkopirit Daerah Arinem, Kabupaten Garut, Jawa Barat. 60

12 Mineral Stage 1 Stage 2 Stage 3 Stage 4 Stage 5 (Sekunder) Pirit Sphalerit Kalkopirit Galena Kovelit Tabel 4.7. Paragenesa mineral bijih di daerah Arinem Daerah Arinem, Kabupaten Garut, Jawa Barat. 61

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA 4.1 Tinjauan Umum Menurut kamus The Penguin Dictionary of Geology (1974 dalam Rusman dan Zulkifli, 1998), mineralisasi adalah proses introduksi (penetrasi atau akumulasi

Lebih terperinci

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46 BAB VI DISKUSI 6.1 Evolusi Fluida Hidrotermal Alterasi hidrotermal terbentuk akibat adanya fluida hidrotermal yang berinteraksi dengan batuan yang dilewatinya pada kondisi fisika dan kimia tertentu (Pirajno,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Alterasi hidrotermal adalah suatu proses kompleks yang meliputi perubahan mineralogi, tekstur, dan komposisi kimia yang terjadi akibat interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5-3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI 6.1 Alterasi dan Fluida Hidrotermal Zona alterasi (Gambar 6.3) yang ditemukan pada Sumur BWS-H01 terdiri empat zona alterasi yaitu zona argilik (kaolinit, dikit, kuarsa sekunder,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Eksplorasi di daerah tambang, khususnya tambang emas memerlukan pengetahuan dan konsep geologi yang memadai serta data geospasial yang akurat dan aktual. Oleh karena

Lebih terperinci

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Barat. 18 3. Breksi Tuf Breksi tuf secara megaskopis (Foto 2.9a dan Foto 2.9b) berwarna abu-abu

Lebih terperinci

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH PENELITIAN BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH PENELITIAN 4.1 Alterasi Hidrotermal Daerah Penelitian 4.1.1 Pengamatan Megaskopis Pengamatan alterasi hidrotermal dilakukan terhadap beberapa conto batuan

Lebih terperinci

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL 4.1. Tinjauan umum Ubahan Hidrothermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Alterasi dan Endapan Hidrotermal Alterasi hidrotermal merupakan suatu proses yang kompleks yang melibatkan perubahan mineralogi, tekstur, dan komposisi kimia batuan. Proses tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan emas biasanya digunakan sebagai standar

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan emas biasanya digunakan sebagai standar BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Emas merupakan salah satu logam mulia yang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan emas biasanya digunakan sebagai standar keuangan di banyak

Lebih terperinci

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI EMAS BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI CONTO INTI PEMBORAN DAERAH ARINEM, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI EMAS BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI CONTO INTI PEMBORAN DAERAH ARINEM, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI EMAS BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI CONTO INTI PEMBORAN DAERAH ARINEM, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT SKRIPSI Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Program

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Pulau Sumbawa bagian baratdaya memiliki tipe endapan porfiri Cu-Au yang terletak di daerah Batu Hijau. Pulau Sumbawa

Lebih terperinci

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAB III ALTERASI HIDROTERMAL 3.1 Tinjauan Umum White (1996) mendefinisikan alterasi hidrotermal adalah perubahan mineralogi dan komposisi yang terjadi pada batuan ketika batuan berinteraksi dengan larutan

Lebih terperinci

STUDI UBAHAN HIDROTERMAL

STUDI UBAHAN HIDROTERMAL BAB IV STUDI UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 TEORI DASAR Ubahan hidrotermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL . Foto 3.8. a) dan b) Foto inti bor pada sumur BCAN 4 dan sampel breksi tuf (sampel WID-3, sumur bor BCAN-1A) yang telah mengalami ubahan zona kaolinit montmorilonit siderit. c) Mineral lempung hadir mengubah

Lebih terperinci

BAB V PENGOLAHAN DATA

BAB V PENGOLAHAN DATA BAB V PENGOLAHAN DATA Data yang didapatkan dari pengamatan detail inti bor meliputi pengamatan megakopis inti bor sepanjang 451 m, pengamatan petrografi (32 buah conto batuan), pengamatan mineragrafi (enam

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Emas merupakan salah satu logam yang memiliki nilai yang tinggi ( precious metal). Tingginya nilai jual emas adalah karena logam ini bersifat langka dan tidak banyak

Lebih terperinci

II.3. Struktur Geologi Regional II.4. Mineralisasi Regional... 25

II.3. Struktur Geologi Regional II.4. Mineralisasi Regional... 25 v DAFTAR ISI Hal. JUDUL LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... ii LEMBAR PERNYATAAN... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv SARI... xv ABSTRACT... xvii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin meningkat seperti emas, tembaga dan logam lainnya. Hal tersebut didasari dengan meningkatnya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 Pengertian Ubahan Hidrotermal Ubahan hidrotermal adalah proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang Masalah I.4 Lokasi Daerah Penelitian I.6 Penelitian Terdahulu dan Keaslian Penelitian... 4

I.1 Latar Belakang Masalah I.4 Lokasi Daerah Penelitian I.6 Penelitian Terdahulu dan Keaslian Penelitian... 4 Daftar Isi v DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... i

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karakteristik dari suatu endapan mineral dipengaruhi oleh kondisi pembentukannya yang berhubungan dengan sumber panas, aktivitas hidrotermal, karakteristik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LEMBAR PETA...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LEMBAR PETA... DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LEMBAR PETA... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang Penelitian...

Lebih terperinci

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PENELITIAN

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PENELITIAN BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PENELITIAN 4.1 Tinjauan Umum Ubahan hidrotermal merupakan proses yang kompleks meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan

Lebih terperinci

Bab I - Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I - Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Gunung Pongkor, yang merupakan daerah konsesi PT. Aneka Tambang, adalah salah satu endapan emas epitermal di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum gunung api pasifik (ring of fire) yang diakibatkan oleh zona subduksi aktif yang memanjang dari

Lebih terperinci

STUDI DISTRIBUSI UKURAN BUTIR ELEKTRUM DAN ASOSIASI MINERALISASI EMAS PADA URAT CIURUG, PONGKOR, INDONESIA

STUDI DISTRIBUSI UKURAN BUTIR ELEKTRUM DAN ASOSIASI MINERALISASI EMAS PADA URAT CIURUG, PONGKOR, INDONESIA JTM Vol. XVI No. 2/2009 STUDI DISTRIBUSI UKURAN BUTIR ELEKTRUM DAN ASOSIASI MINERALISASI EMAS PADA URAT CIURUG, PONGKOR, INDONESIA Syafrizal 1, Teti Indriati 1, Kendra Valentin 2 Sari Daerah Pongkor terletak

Lebih terperinci

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN 5.1 Tinjauan Umum Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi sebagai akibat dari adanya interaksi antara batuan dengan fluida hidrotermal. Proses yang

Lebih terperinci

BAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah

BAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah BAB V MINERALISASI 5.1. Mineralisasi di daerah Sontang Tengah Studi mineralisasi pada penelitian ini dibatasi hanya pada mineralisasi Sulfida masif dengan komposisi mineral galena, sfalerit, pirit, Ag

Lebih terperinci

Mineralisasi Logam Dasar di Daerah Cisungsang Kabupaten Lebak, Banten. (Hasil Penelitian yang didanai oleh HIBAH BERSAING DIKTI )

Mineralisasi Logam Dasar di Daerah Cisungsang Kabupaten Lebak, Banten. (Hasil Penelitian yang didanai oleh HIBAH BERSAING DIKTI ) Mineralisasi Logam Dasar di Daerah Cisungsang Kabupaten Lebak, Banten Rosana, M.F., Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung Sumedang Km 21, Jatinangor, Sumedang 45363 rosanamf@yahoo.com;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perubahan perekonomian secara global dapat mempengaruhi kondisi ekonomi pada suatu negara. Salah satunya adalah nilai tukar uang yang tidak stabil, hal tersebut dapat

Lebih terperinci

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal III.1 Dasar Teori Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi akibat interaksi antara fluida panas dengan batuan samping yang dilaluinya, sehingga membentuk

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Armin Tampubolon Kelompok Program Penelitian Mineral SARI Secara regional, Pulau Sumba disusun oleh litologi yang berdasar

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Endapan mineral Batu Hijau yang terletak di Pulau Sumbawa bagian baratdaya merupakan endapan porfiri Cu-Au. Pulau Sumbawa

Lebih terperinci

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL 3.1. Tinjauan Umum Alterasi hidrotermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya mineral merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal inilah yang melatarbelakangi adanya pencarian lokasi sumber mineral baru. Setelah adanya

Lebih terperinci

A B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm

A B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm No conto : Napal hulu Zona ubahan: sub propilitik Lokasi : Alur S. Napal Nama batuan: lava andesit 0 0.5 mm P1 0 0.5 mm Sayatan andesit terubah dengan intensitas sedang, bertekstur hipokristalin, porfiritik,

Lebih terperinci

3.2. Mineralogi Bijih dan Gangue Endapan Mineral Tekstur Endapan Epitermal Karakteristik Endapan Epitermal Sulfidasi Rendah...

3.2. Mineralogi Bijih dan Gangue Endapan Mineral Tekstur Endapan Epitermal Karakteristik Endapan Epitermal Sulfidasi Rendah... DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

ZONA POTENSI MINERALISASI VEIN KUBANG CICAU, PONGKOR, BOGOR, JAWA BARAT

ZONA POTENSI MINERALISASI VEIN KUBANG CICAU, PONGKOR, BOGOR, JAWA BARAT ZONA POTENSI MINERALISASI VEIN KUBANG CICAU, PONGKOR, BOGOR, JAWA BARAT Mega F. Rosana 1, Hartono 2, Sandra A. Solihat 2, Nungky D. Hapsari 3, 1 Universitas Padjadjaran, Fakultas Teknik Geologi, Jalan

Lebih terperinci

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KECAMATAN SUBI KABUPATEN NATUNA - PROVINSI KEPULAUAN RIAU Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral Logam

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KECAMATAN SUBI KABUPATEN NATUNA - PROVINSI KEPULAUAN RIAU Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral Logam PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KECAMATAN SUBI KABUPATEN NATUNA - PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2014 Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI Morfologi Desa Meliah terdiri dari morfologi perbukitan bergelombang

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Pulau Sumbawa Pulau Sumbawa merupakan salah satu dari gugusan Kepulauan Nusa Tenggara yang terletak pada Busur Kepulauan Banda

Lebih terperinci

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. 4.1 Teori Dasar

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. 4.1 Teori Dasar BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. Teori Dasar Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi akibat adanya interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan samping yang dilaluinya, sehingga membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Emas (Au) telah dimanfaatkan sejak era prasejarah sebagai mineral ekonomis yang bernilai tinggi. Mineral emas dianggap berharga karena kilauan cahaya yang dipantulkan

Lebih terperinci

BAB IV TEORI DASAR DAN METODE ANALISIS

BAB IV TEORI DASAR DAN METODE ANALISIS BAB IV TEORI DASAR DAN METODE ANALISIS 4.1 Tinjauan Umum Hidrotermal berasal dari kata hidro artinya air dan termal artinya panas. Adapun hidrotermal itu sendiri didefinisikan sebagai larutan panas (50

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berada di Selogiri, Wonogiri yaitu prospek Randu Kuning. Mineralisasi emas

BAB I PENDAHULUAN. berada di Selogiri, Wonogiri yaitu prospek Randu Kuning. Mineralisasi emas BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Emas merupakan salah satu logam mulia yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Keterdapatan mineralisasi emas di Indonesia terdapat salah satu nya berada di Selogiri,

Lebih terperinci

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada. ` BAB IV ALTERASI HIDROTHERMAL 4.1 Pendahuluan Mineral alterasi hidrotermal terbentuk oleh adanya interaksi antara fluida panas dan batuan pada suatu sistem hidrotermal. Oleh karena itu, mineral alterasi

Lebih terperinci

EKSPLORASI UMUM MINERAL LOGAM MULIA DAN LOGAM DASAR DI DAERAH PERBATASAN MALAYSIA-KABUPATEN SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

EKSPLORASI UMUM MINERAL LOGAM MULIA DAN LOGAM DASAR DI DAERAH PERBATASAN MALAYSIA-KABUPATEN SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT EKSPLORASI UMUM MINERAL LOGAM MULIA DAN LOGAM DASAR DI DAERAH PERBATASAN MALAYSIA-KABUPATEN SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT Oleh : 1) Kisman, 2) Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral

Lebih terperinci

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah

Lebih terperinci

BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN

BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN 5.1 Data AAS (Atomic Absorption Spectrometry) AAS (Atomic Absorption Spectrometry) atau dikenal juga sebagai Spektrometri Serapan Atom merupakan suatu metode kimia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi tembaga dan emas yang melimpah. Sebagian besar endapan tembaga dan emas ini terakumulasi pada daerah busur magmatik.

Lebih terperinci

ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH GUNUNG BULEUD, DESA GARUMUKTI, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN GARUT, PROVINSI JAWA BARAT

ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH GUNUNG BULEUD, DESA GARUMUKTI, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN GARUT, PROVINSI JAWA BARAT ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH GUNUNG BULEUD, DESA GARUMUKTI, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN GARUT, PROVINSI JAWA BARAT 1 Rangga Suteja, 2 Mega Fatimah Rosana, 3 Adi hardiono 1 Puslit Geopark dan kebencanaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem bijih porfiri berasal dari fluida magmatik hidrotermal bertemperatur tinggi,

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem bijih porfiri berasal dari fluida magmatik hidrotermal bertemperatur tinggi, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sistem bijih porfiri berasal dari fluida magmatik hidrotermal bertemperatur tinggi, dan disebut sistem porfiri karena tekstur porfiritik dari intrusi yang

Lebih terperinci

BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN

BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN 4.1. KONSEP DASAR EKSPLORASI Konsep eksplorasi adalah alur pemikiran yang sistimatis, dimana kita menentukan objek dari pencaharian itu atau jenis dan

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI Secara geologi daerah Kabupaten Boven Digoel terletak di Peta Geologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan sumberdaya mineral di Indonesia khususnya di pulau Jawa banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai penyelidikan yang dilakukan

Lebih terperinci

PROVINSI MALUKU UTARA

PROVINSI MALUKU UTARA PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA Syahya Sudarya dan Dwi Nugroho Sunuhadi Kelompok Penyelidikan Mineral SARI Secara administratif daerah prospeksi termasuk ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan akan sumber daya energi dan mineral semakin banyak. Salah satu yang paling banyak diminati oleh penduduk di dunia

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pegunungan Menoreh terletak di ujung utara pegunungan Kulon Progo, bagian timur dari zona jajaran punggungan oblong domes / ridges, di sebelah barat perbatasan Propinsi

Lebih terperinci

DESKRIPSI MINERAL PENGOTOR (GANGUE MINERALS)

DESKRIPSI MINERAL PENGOTOR (GANGUE MINERALS) DESKRIPSI MINERAL PENGOTOR (GANGUE MINERALS) QUARTZ Rumus kimia : SiO 2 : bening atau putih : kaca (viteorus luster) : tidak ada 7 2,65 heksagonal mineral kuarsa dialam ditemukan didalam batuan beku dan

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI UTARA

PROVINSI SULAWESI UTARA INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SITARO PROVINSI SULAWESI UTARA Oleh: Dendi Surya K., Bakrun, Ary K. PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI SARI Wilayah Kabupaten Kepulauan Sitaro terdiri dari gabungan 3 pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kaolin merupakan massa batuan yang tersusun dari mineral lempung dengan kandungan besi yang rendah, memiliki komposisi hidrous aluminium silikat (Al2O3.2SiO2.2H2O)

Lebih terperinci

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014 PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014 Wahyu Widodo, Bambang Nugroho Widi Kelompok Penyelidikan Mineral Logam S A R I Prospeksi mineral logam di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL

BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL 4.1 TEORI DASAR BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL Alterasi adalah suatu proses yang di dalamnya terjadi perubahan kimia, mineral, dan tekstur karena berinteraksi dengan fluida cair panas (hidrotermal) yang dikontrol

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

Mineralogi Dan Geokimia Endapan Emas Epitermal Di Paningkaban, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah

Mineralogi Dan Geokimia Endapan Emas Epitermal Di Paningkaban, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah Mineralogi Dan Geokimia Endapan Emas Epitermal Di Paningkaban, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah Rika Ernawati 1,2, Arifudin Idrus 1, Himawan Tri Bayu Murti Petrus 3 1 Teknik Geologi, FT, Universitas Gadjah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Daerah penelitian hanya berada pada area penambangan PT. Newmont Nusa Tenggara dan sedikit di bagian peripheral area tersebut, seluas 14 km 2. Dengan

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN TEKSTUR ENDAPAN MINERAL

STRUKTUR DAN TEKSTUR ENDAPAN MINERAL STRUKTUR DAN TEKSTUR ENDAPAN MINERAL 1.1. Bentuk Endapan Bijih Terkait dengan waktu pembentukan bijih dihubungkan dengan host rock-nya, dikenal istilah singenetik dan epigenetic. Singenetik diartikan bahwa

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN STUDI UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PROSPEKSI AIR BUNGINAN, KECAMATAN AIR MURING, KABUPATEN KETAUN, BENGKULU

GEOLOGI DAN STUDI UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PROSPEKSI AIR BUNGINAN, KECAMATAN AIR MURING, KABUPATEN KETAUN, BENGKULU GEOLOGI DAN STUDI UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PROSPEKSI AIR BUNGINAN, KECAMATAN AIR MURING, KABUPATEN KETAUN, BENGKULU SKRIPSI Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata-1 Program Studi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : ARIE OCTAVIANUS RAHEL NIM

SKRIPSI. Oleh : ARIE OCTAVIANUS RAHEL NIM GEOLOGI DAN STUDI ALTERASI HIDROTHERMAL DAN MINERALISASI DI DAERAH BUKIT DELIMA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN OBA TENGAH, KOTA TIDORE KEPULAUAN, PROPINSI MALUKU UTARA SKRIPSI Oleh : ARIE OCTAVIANUS RAHEL NIM.

Lebih terperinci

SKRIPSI DWI RACHMAWATI NIM :

SKRIPSI DWI RACHMAWATI NIM : STUDI UBAHAN HIDROTERMAL DAN MINERALISASI BERDASARKAN UJI GEOLOGI SUMUR PEMBORAN BWS-H01 DI DESA SUMBERBOTO, KECAMATAN WONOTIRTO, BLITAR, JAWA TIMUR SKRIPSI (Tugas Akhir B) Disusun sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

STUDI ALTERASI, MINERALISASI, DAN GEOKIMIA UNTUK PROSPEKSI EMAS DI DAERAH TIGA DESA, BENGKAYANG, KALIMANTAN BARAT

STUDI ALTERASI, MINERALISASI, DAN GEOKIMIA UNTUK PROSPEKSI EMAS DI DAERAH TIGA DESA, BENGKAYANG, KALIMANTAN BARAT STUDI ALTERASI, MINERALISASI, DAN GEOKIMIA UNTUK PROSPEKSI EMAS DI DAERAH TIGA DESA, BENGKAYANG, KALIMANTAN BARAT SKRIPSI TUGAS AKHIR B Diajukan sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana strata satu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR GAMBAR... vi. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR GAMBAR... vi. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... x ABSTRAK... xv ABSTRACT... xvi BAB I - PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penambangan (mining) dapat dilakukan dengan menguntungkan bila sudah jelas

BAB I PENDAHULUAN. Penambangan (mining) dapat dilakukan dengan menguntungkan bila sudah jelas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penambangan (mining) dapat dilakukan dengan menguntungkan bila sudah jelas diketahui berapa besar cadangan mineral (mineral reserves) yang ditemukan. Cadangan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. administratif termasuk ke dalam provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Di Pulau

BAB I PENDAHULUAN. administratif termasuk ke dalam provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Di Pulau BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Pulau Sumbawa terletak di sebelah timur dari Pulau Lombok yang secara administratif termasuk ke dalam provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Di Pulau Sumbawa

Lebih terperinci

SURVEI GEOKIMIA TANAH LANJUTAN DAERAH GUNUNG SENYANG KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT

SURVEI GEOKIMIA TANAH LANJUTAN DAERAH GUNUNG SENYANG KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT SURVEI GEOKIMIA TANAH LANJUTAN DAERAH GUNUNG SENYANG KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT Kisman dan Bambang Nugroho Widi Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Gunung Senyang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam aktivitas tektonik sejak akhir zaman Tersier. Dinamika tektonik

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam aktivitas tektonik sejak akhir zaman Tersier. Dinamika tektonik 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pulau Sumatera adalah bagian dari Paparan Sunda yang telah melewati berbagai macam aktivitas tektonik sejak akhir zaman Tersier. Dinamika tektonik sejak zaman Tersier

Lebih terperinci

POTENSI ENDAPAN EMAS SEKUNDER DAERAH MALINAU, KALIMANTAN TIMUR

POTENSI ENDAPAN EMAS SEKUNDER DAERAH MALINAU, KALIMANTAN TIMUR POTENSI ENDAPAN EMAS SEKUNDER DAERAH MALINAU, KALIMANTAN TIMUR Adi Hardiyono Laboratorium Petrologi dan Mineralogi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran ABSTRACT The purpose study to recognize

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

Bab I : Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I : Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumber daya mineral menjadi salah satu tumpuan manusia untuk meningkatkan tingkat peradaban. Sumber daya mineral dan pengolahannya sudah dikenal manusia sejak lama

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN III.1 Teori Dasar III.1.1 Sistem Panasbumi Sistem geotermal merupakan sistem perpindahan panas dari sumber panas ke permukaan melalui proses konveksi air meteorik

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No. 1, Januari 2011

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No. 1, Januari 2011 ALTERASI DAN MINERALISASI EMAS DAERAH PERTAMBANGAN RAKYAT DI PANYABUNGAN, KABUPATEN MANDAILING-NATAL, SUMATERA UTARA BERDASARKAN STUDI PIMA, PETROGRAFI, AAS DAN INKLUSI FLUIDA Nayarudin N. Rahmat Mahasiswa

Lebih terperinci

INTERPRETASI ZONA STRUKTUR DAN ALTERASI BERDASARKAN GEOFISIKA IP DI DAERAH NIRMALA, BOGOR, JAWA-BARAT

INTERPRETASI ZONA STRUKTUR DAN ALTERASI BERDASARKAN GEOFISIKA IP DI DAERAH NIRMALA, BOGOR, JAWA-BARAT INTERPRETASI ZONA STRUKTUR DAN ALTERASI BERDASARKAN GEOFISIKA IP DI DAERAH NIRMALA, BOGOR, JAWA-BARAT Herry Riswandi *) & Heru Sigit Purwanto **) *) Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

Lebih terperinci

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR ABSTRAK Sapto Heru Yuwanto (1), Lia Solichah (2) Jurusan Teknik Geologi

Lebih terperinci

PARAGENESA MINERAL BIJIH SULFIDA DAERAH CINANGSI, KECAMATAN PEUNDEUY KABUPATEN GARUT JAWA BARAT

PARAGENESA MINERAL BIJIH SULFIDA DAERAH CINANGSI, KECAMATAN PEUNDEUY KABUPATEN GARUT JAWA BARAT PARAGENESA MINERAL BIJIH SULFIDA DAERAH CINANGSI, KECAMATAN PEUNDEUY KABUPATEN GARUT JAWA BARAT Sudarsono 1 dan Iwan Setiawan 1 1 Puslit Geoteknologi LIPI. Jln Sangkuriang, Bandung 40135 Phone +62 (22)

Lebih terperinci

Sudarsono dan I. Setiawan

Sudarsono dan I. Setiawan PARAGENESA MINERAL BIJIH SULFIDA HIDROTERMAL DI DAERAH KLUWIH KABUPATEN PACITAN JAWA TIMUR : PENDEKATAN BERDASARKAN MINERALOGI DAN INKLUSI FLUIDA ORE MINERAL PARAGENESIS OF HYDROTHERMAL MINERALIZATION

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM

FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM No. Record : Judul Laporan : DATA UMUM Instansi Pelapor : Penyelidik : Penulis Laporan : Tahun Laporan : Sumber Data : Digital Hardcopy Provinsi : Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN BAB III METODA PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah pengamatan dan pengambilan sampel pada lubang bor DCT 05 dan DCT 11A urat Cibitung. Kemudian mengolah dan menganalisis data-data

Lebih terperinci

Lokasi : Lubuk Berangin Satuan Batuan : Lava Tua Koordinat : mt, mu A B C D E F G A B C D E F G

Lokasi : Lubuk Berangin Satuan Batuan : Lava Tua Koordinat : mt, mu A B C D E F G A B C D E F G No. Sample : BJL- Nama batuan : Andesit Piroksen Lokasi : Lubuk Berangin Satuan Batuan : Lava Tua Koordinat :. mt,.00.0 mu Sayatan batuan beku, berwarna abu-abu, kondisi segar, bertekstur porfiritik, terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Menurut Schieferdecker (1959) maar adalah suatu cekungan yang umumnya terisi air, berdiameter mencapai 2 km, dan dikelilingi oleh endapan hasil letusannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Skema produksi panas bumi dan lokasi pengambilan sampel kerak silika

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Skema produksi panas bumi dan lokasi pengambilan sampel kerak silika BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya panas bumi. Potensi panas bumi yang dimiliki Indonesia mencapai 40% dari total potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komposisi utama berupa mineral-mineral aluminium hidroksida seperti gibsit,

BAB I PENDAHULUAN. komposisi utama berupa mineral-mineral aluminium hidroksida seperti gibsit, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Bauksit adalah material yang berupa tanah atau batuan yang tersusun dari komposisi utama berupa mineral-mineral aluminium hidroksida seperti gibsit, buhmit dan diaspor.

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv SARI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR FOTO... xiii DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR

Lebih terperinci

TIPE ENDAPAN EPITERMAL DAERAH PROSPEK BAKAN KECAMATAN LOLAYAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA

TIPE ENDAPAN EPITERMAL DAERAH PROSPEK BAKAN KECAMATAN LOLAYAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA TIPE ENDAPAN EPITERMAL DAERAH PROSPEK BAKAN KECAMATAN LOLAYAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA Asri Arifin Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRACT Research

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meilani Magdalena/

BAB I PENDAHULUAN. Meilani Magdalena/ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sistem porfiri merupakan suatu endapan hipotermal yang dicirikan oleh stockwork yang tersebar (disseminated) dalam massa batuan yang besar yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci