TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Lambung Domba

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Lambung Domba"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Lambung Domba Lambung domba terdiri dari dua bagian utama, yakni lambung depan yang tidak berkelenjar (proventrikulus) dan lambung kelenjar. Lambung depan terdiri dari rumen, retikulum, dan omasum yang pada bagian mukosanya tersusun atas epitel pipih banyak lapis yang melakukan pencernaan secara mekanis, sedangkan lambung kelenjarnya adalah abomasum. Abomasum berada pada sisi kanan dari ruang abdomen. Fungsi abomasum dapat dianalogikan sama dengan fungsi lambung monogastrik pada berbagai spesies (Dyce et al. 1996). Kapasitas lambung domba dewasa berkisar antara 15 sampai dengan 18 liter dengan komposisi kapasitas rumen sekitar 71%, retikulum 8%, omasum 2%, dan abomasum 19% (Getty 1975). Gambaran morfologi abomasum dapat dilihat pada Gambar 1. Ru Ru Om Re F P A Ab B Gambar 1 Proporsi ukuran lambung (A) dan mukosa abomasum domba (B) Ru = rumen, Re = retikulum, Om = omasum, Ab = abomasum F = fundus, P = pilorus (Bar = 5 cm) (Sumber: Putra 2009). Abomasum memiliki tiga daerah kelenjar yaitu: kardia, fundus, dan pilorus. Daerah kelenjar kardia adalah area sempit penghasil mukus pada kranial abomasum. Daerah kelenjar fundus merupakan daerah kelenjar lambung yang paling luas dan terdiri dari sel epitel permukaan yang menghasilkan mukus, sel leher mukus yang memproduksi cairan penetral, parietal cells atau oxyntic cells yang menghasilkan asam klorida (HCl), chief cells yang memproduksi prekursor enzim seperti pepsinogen, dan sel enteroendokrin sebagai penghasil hormon-hormon pencernaan (Dellmann & Eurell 1998) Daerah kelenjar pilorus menghasilkan mukus, untuk menetralisasi keasaman cairan lambung (chyme)

2 yang terletak di kaudal abomasum dan tersambung dengan duodenum pada bagian distal. Pilorus mengatur perpindahan chyme dari lambung ke duodenum dan mencegah aliran balik dari duodenum ke lambung (Banks 1993; Bergman et al. 1996; Colville & Bassert 2002). Sel-sel pada mukosa abomasum pada ruminansia mensekresikan sedikitnya tiga macam enzim pemecah protein yaitu pepsin, khimosin, dan gastriksin. Enzimenzim tersebut bersifat asam dan termasuk kedalam golongan endopeptidase yang disekresikan dalam bentuk inaktif, masing-masing pepsinogen, prokhimosin dan progastriksin (Heishi et al. 1995). Enzim akan diubah menjadi bentuk aktif oleh HCl yang diproduksi oleh sel-sel parietal pada bagian fundus menjadi pepsin, khimosin, dan gastriksin (Dellman & Eurell 1998). Pada daerah kelenjar fundus domba umur dewasa muda, sel-sel yang imunoreaktif terhadap pepsinogen terdeteksi dalam jumlah banyak, sedangkan sel-sel yang imunoreaktif terhadap prokhimosin jumlahnya sedang (Fitriyani 2006). Bahan Bioaktif Rennet Rennet merupakan bahan bioaktif hasil ekstraksi abomasum ruminansia muda, khususnya sapi yang digunakan sebagai starter dalam proses pembuatan keju karena mengandung enzim khimosin dengan kadar tinggi. Rennet ini digunakan sebagai bahan awal dalam produksi dadih-dadih keju (Cheeseman 1981). Rennet yang berasal dari hewan yang lebih tua memiliki kandungan pepsin yang lebih tinggi dibandingkan dengan rennet hewan muda yang tinggi kandungan khimosin. Tingginya pepsin menyebabkan perbedaan dalam proses koagulasi susu dan juga dalam cita rasa keju yang dihasilkan, seperti tekstur keju yang lebih lembek dan adanya rasa pahit (Kilara dan Iya 1984). Ekstrak rennet dari anak sapi mengandung 88-94% khimosin dan 6-12% pepsin, dan sebaliknya ekstrak yang berasal dari sapi dewasa yaitu mengandung % pepsin dan hanya 6-10% khimosin (Broome dan Limsowtin 1998). Pemanfaatan rennet selain dari sapi muda juga telah dikembangkan, seperti rennet dari kambing muda (Bolen et al. 2003), tanaman, dan mikroba yang direkayasa secara genetik (genetic modified organism = GMO) (Cmegar & Cruegar 1984; Teuber 1993). Rennet yang diperoleh dari spesies hewan yang berbeda memiliki kemampuan mengkoagulasikan susu yang bervariasi.

3 Rennet mikroba yang banyak digunakan sebagai pengganti rennet sapi muda berasal dari mikroorganisme seperti kapang dan bakteri. Mikroorganisme yang telah digunakan dalam pembuatan rennet GMO antara lain Bacillus polymyxa, B. subtilis, B. cereus, Endothea parasiticus, Mucor pusillus, dan Mucor miehei. Biaya untuk memproduksi rennet dari mikroba lebih murah dibandingkan dengan pembuatan rennet konvensional yang diekstrak dari lambung ruminansia. Rennet mikroba bersifat seperti enzim tripsin dan ph optimum untuk aktivitasnya berkisar antara 7-8. Akan tetapi, produk rennet ini mempunyai sedikit rasa pahit, sehingga kurang disukai, walaupun keju yang dihasilkan sangat mirip dengan produk-produk keju komersial lainnya (Daulay 1990). Berbagai tanaman juga diketahui mengandung bahan yang dapat diisolasi untuk menghasilkan senyawa sejenis rennet yang dapat menggumpalkan susu. Penggunaan rennet tanaman dalam pembuatan keju, misalnya penggunaan getah pohon ara (Ficus carica), papain dari pohon dan buah pepaya, bromelin dari nanas, dan rezin dari biji jarak. Beberapa ekstrak tanaman tersebut mempunyai aktivitas proteolitik yang terlalu kuat, sehingga menghasilkan cita rasa yang sangat pahit pada keju. Menurut Daulay (1990), ekstrak dari beberapa jenis tanaman akan menghasilkan ekstrak kasar yang membentuk suatu kombinasi koagulasi asam dan enzim sehingga cocok digunakan terutama untuk pembuatan dadih keju. 1. Enzim Khimosin Khimosin atau rennin adalah suatu enzim proteolitik yang termasuk dalam golongan protease yang bersifat asam, sehingga akan aktif pada ph asam. Khimosin diidentifikasi berdasarkan residu asamnya (aspartat atau glisin) sebagai khimosin A dan B yang masing-masing memiliki ph optimum 4.2 dan 3.7 (Atallah 2007). Khimosin dihasilkan oleh sel utama (chief cell) pada mukosa fundus lambung anak hewan yang masih menyusu (Kumar et al. 2006). Enzim ini mempunyai fungsi spesifik untuk mengkoagulasikan susu sehingga susu tertahan lebih lama di saluran pencernaan dan mengoptimalkan proses pencernaan. Khimosin banyak digunakan dalam industri keju khususnya dalam proses awal untuk menggumpalkan susu (Bowen 1996). Khimosin dengan kadar tinggi ditemukan pada hewan yang masih mengonsumsi susu induk, Sekresinya semakin menurun sejalan dengan

4 pertambahan umur hewan. Pada hewan ruminansia yang telah lepas sapih dan mulai mengonsumsi pakan hijauan, produksi khimosin akan digantikan dengan pepsin (Daulay 1990). Pada usia di atas satu minggu produksi khimosin secara gradual akan menurun drastis, namun pada ruminansia produksi khimosin tidak pernah benar-benar terhenti walaupun telah memasuki usia dewasa (Fox 1993). Enzim ini disekresikan dalam bentuk inaktif proenzim yakni prokhimosin yang akan diaktivasi oleh HCl menjadi khimosin (Dellman dan Eurell 1998). Prokhimosin anak sapi memiliki berat molekul 40.8 kda dan khimosin 35.6 kda (Atallah 2007). Menurut Suhartono (1992), aktivasi prokhimosin melibatkan pemotongan ujung terminal-n prokhimosin dan mengakibatkan penurunan berat molekul prokhimosin dari 36 kda menjadi khimosin dengan berat molekul 31 kda. Enzim khimosin stabil pada ph 5.3 sampai dengan Enzim Pepsin Pepsin merupakan salah satu dari tiga enzim proteolitik utama di dalam sistem pencernaan hewan dewasa, selain chymotripsin dan tripsin. Enzim pepsin seperti halnya khimosin, dihasilkan oleh chief cell mukosa lambung yang secara alami juga terdapat dalam rennet ruminansia. Enzim pepsin disintesis dalam bentuk prekursor pepsinogen dengan berat molekul 42 kda. Pepsinogen kemudian dapat diaktivasi melalui dua jalur, pertama melalui aktivasi oleh HCl. Protein yang masuk kedalam lambung akan merangsang pengeluaran hormon gastrin yang selanjutnya merangsang pengeluaran HCl oleh sel parietal mukosa lambung, serta sekresi pepsinogen dari sel utama. Aktivasi kedua melalui proses autokatalisis oleh pepsin itu sendiri. Kedua jalur aktivasi tersebut membentuk pepsin dengan berat molekulnya yang menurun menjadi 35 kda dan stabil pada ph (Suhartono 1992). Sementara menurut Harrow dan Mazur (1958) titik isolistrik pepsin yaitu Berdasarkan Winarno (1983), berat molekul dari pepsin adalah 33 kda yang mempunyai 321 residu asam amino, sangat stabil pada ph , dan sangat aktif pada ph 1-4 dengan keaktifan optimum pada ph 1.8. Kuantitas pepsin dipengaruhi oleh umur dan jenis pakan hewan. Pedet yang hanya mengonsumsi susu mengandung sekitar 6-12 % pepsin pada

5 ekstrak abomasumnya, sedangkan pedet yang telah mengonsumsi makanan padat (selain susu) akan mengalami peningkatan kandungan enzim pepsin dan pengurangan kadar khimosin. Hasil koagulasi susu oleh pepsin akan menghasilkan waktu koagulasi yang lama, koagulan yang lunak, kehilangan lemak dalam whey, terbentuk peptida pahit, serta tekstur dan dadih (curd) keju yang lebih lunak (Kilara dan Iya 1984). Komplemen khimosin dengan pepsin merupakan salah satu alternatif dalam industri pengolahan keju. Campuran khimosin dan pepsin dianggap paling optimum dan paling sering dipilih karena sulitnya mendapatkan khimosin murni. Koagulasi Susu Susu terdiri atas bahan-bahan yang terdispersi dalam air, terutama kalsium, fosfat, dan protein. Bagian protein susu dibagi menjadi dua fraksi, yaitu kasein dan protein serum (whey protein). Kasein merupakan protein utama dalam susu yang dapat mencapai 80% dari total protein susu. Kasein termasuk ke dalam golongan fosfoprotein dengan berat molekul kda. Kasein akan bergabung dengan ion kalsium (Ca 2+ ) membentuk agregat koloid yang disebut misel (Suhartono 1992). Kasein terdiri atas empat fraksi protein yaitu alpha (α), beta (β), kappa (κ), dan gamma (γ) yang mempunyai sifat khusus yaitu mudah menggumpal oleh adanya pengasaman atau penambahan rennet (Daulay 1990). Proses koagulasi susu dapat terjadi akibat aktivitas enzim, asam, dan mikroba. Koagulasi susu oleh enzim terutama aktivitas enzim khimosin menjadi prioritas dalam industri keju. Susu digumpalkan oleh khimosin menjadi koagulan (curd) yang lunak dan lembut, serta memisahkan cairannya (whey) dari curd dengan kecepatan yang seragam. Selain khimosin, pepsin juga dapat menggumpalkan susu, tetapi koagulannya lebih sensitif terhadap perubahan ph dan suhu, serta dapat menyebabkan dadih berasa pahit (Daulay 1990). Menurut Suhartono (1992), kekuatan aktivitas koagulasi enzim khimosin lebih tinggi dibandingkan dengan enzim protease lainnya, seperti pepsin dan khimotripsin. Proses koagulasi dengan reaksi enzimatis terjadi karena penambahan rennet yang bereaksi dengan kappa kasein akan memecah ikatan fenilalaninmetionin menghasilkan para-kasein dan menghancurkan aktivitas penstabilannya terhadap α s -kasein dan β-kasein. Pemecahan ikatan ini akan menyebabkan terpisahnya komponen yang bersifat hidrofilik dari para-kasein dan terbentuknya ikatan dengan ion Ca 2+ yang melakukan penggabungan dengan komponen susu

6 lainnya membentuk curd yang terpisah dari whey (Goenardjoadi 1988, Daulay 1990). Sedangkan proses koagulasi susu nonenzimatis terjadi karena penambahan senyawa asam. Menurut Van Slyke et al. (1949) diacu dalam Widyowatie (1980) dengan bertambahnya kandungan asam pada susu, akan terjadi pembentukan asam laktat dari laktosa karena aktivitas bakteri. Asam laktat akan menyebabkan perubahan sifat fisik dan kimia dari kasein susu. Netralisasi muatan negatif dari kasein oleh ion H + dari asam laktat akan menyebabkan tercapainya ph isolistrik kasein yang mengakibatkan protein terkoagulasi. Pengumpalan akan sempurna bila semua muatan kasein menjadi netral. Pembentukan curd setelah penambahan khimosin pada susu terjadi melalui dua tahap. Pada tahap pertama, terjadi peningkatan komponen nitrogen terlarut karena aktivitas khimosin. Komponen nitrogen terlarut ini berasal dari molekul κ-kasein. Pada tahap kedua, terjadi agregasi misel kasein yang telah berubah secara enzimatik, sehingga terbentuk struktur gel (Suhartono 1992). Κappa-kasein kemudian terurai menjadi dua bagian pada ikatan asam amino fenilalanin dan metionin pada nomor menjadi makropeptida ρ-κ-kasein dan makropeptida κ-kasein. Apabila sampai 90% κ-kasein telah terhidrolisis, maka terjadi agregat protein yang meningkatkan viskositas susu sampai terbentuk struktur gel. Produk makropeptida yang dihasilkan dari proses hidrolisis bersifat larut air, sedangkan struktur ρ-κ-kasein mengendap. Putusnya ikatan peptida antara fenilalanin dan metionin pada κ-kasein ini mengakibatkan hilangnya kestabilan misel kasein, sehingga fraksi kasein yang lain ikut mengendap (Suhartono 1992). Pemisahan Protein Protein maupun peptida memiliki komponen kompleks yang memerlukan proses sekuensi untuk mendapatkan komponen biologisnya (Morris 1976). Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi perkembangan proses pemisahan protein. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemisahan protein adalah molekul, muatan, serta sifat hidrofobiknya (Harrow & Mazur 1958). Pada awalnya proses pemisahan protein dilakukan dengan metode sederhana memisahkan fase yakni dengan metode filtrasi dan pemisahan fase liquid dengan pengeringan (drying). Pada perkembangannya, metode separasi protein dilakukan dengan cara yang

7 lebih progresif yakni dengan kristalisasi dan distilasi. Kesulitan dalam mengaplikasikan teknik pemisahan protein dipengaruhi oleh substansi yang ingin diteliti terdiri dari material yang sangat kompleks dan beragam, selain itu juga disebabkan bioavaibilitasnya yang sangat kecil di alam sehingga membutuhkan teknik pemisahan dengan sensitivitas yang tinggi (Morris 1976). Pemurnian protein merupakan proses yang dilakukan untuk mendapatkan isolat homogen dari suatu substansi. Pemurnian dikatakan berhasil apabila tidak dapat lagi membuktikan bahwa suatu material terdiri dari lebih dari satu substansi. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan mengaplikasikan berbagai teknik pemisahan protein dan dilanjutkan dengan sistem analisa yang sesuai. Proses analisa tersebut dapat dilakukan secara biologis maupun kimiawi (Morris 1976). Teknik yang banyak dikembangkan dalam pemisahan protein terbagi menjadi dua metode mayor, yakni chromatographic dan non-chromatografic. Metode non-chromatographic dalam hal ini antara lain elektroforesis, presipitasi, serta filtrasi membran. Berdasarkan Shetty et al. (2006) kromatografi merupakan suatu teknik purifikasi dimana komponen dari sampel dipisahkan berdasarkan kemampuan masing-masing komponen tersebut untuk berinteraksi dengan fase gerak ataupun fase diam yang dilalui sampel. Metode purifikasi chromatographic terdiri atas dua fase, yaitu fase diam (stationary phase) dan fase bergerak (mobile phase). Fase diam dapat berbentuk padat, gel, cair atau campuran padat dan cair, sementara fase gerak dapat berbentuk cair atau gas dan mengalir melewati fase diam. Semua metode chromatographic bekerja dengan dasar keseimbangan yang dicapai antara fase diam dan fase gerak. Metode non-chromatographic elektroforesis adalah suatu teknik pemisahan senyawa berdasarkan kecepatan migrasi senyawa yang bermuatan dibawah pengaruh medan listrik (Caprette 1996). Dengan teknik elektroforesis molekul-molekul biologis yang memiliki berat molekul tinggi seperti karboidrat, lipid, asam nukleat, dan kompleks lipid-karbohidrat atau kompleks lipid-protein dapat dipisahkan berdasarkan berat molekulnya (Djuwita 2004). Salah satu teknik pengembangan dari elektroforesis adalah gel elektroforesis yang menggunakan basis selulosa-asetat. Gel elektroforesis dapat diklasifikasikan berdasarkan media gel yang digunakan, yakni starch gel,. polyacrylamide gel, discontinuous gel electrophoresis, sodium dodecyl sulfatepolyaccrylamide electrophoresis, dan agarose gel electrophoresis.

8 Liquid Isoelectric Focusing Rotofor (BioRad) Isoelectric focusing (IEF) merupakan teknik non-chromatografic elektroforesis untuk memisahkan molekul berdasarkan perbedaan muatan listrik dengan prinsip mobilitas elektrolit dalam fungsi ph (Boyer 1986). Protein, termasuk didalamnya enzim membawa muatan listrik, baik positif, negatif, maupun netral. Muatan listrik dari suatu protein dipengaruhi oleh ph lingkungan di sekitar protein tersebut. Molekul yang akan difraksinansi dipreparasi ke dalam medium dengan ph gradien tertentu yang difasilitasi dengan penggunaan amfolit yang akan memperluas rentang ph dalam medium. Arus listrik dari sumber listrik mengalir dalam medium membentuk ujung-ujung kutub elektroda; anoda yang bermuatan positif di salah satu ujung dan katoda yang bermuatan negatif di ujung lainnya. Molekul yang membawa muatan negatif akan bermigrasi melalui gradien ph menuju elektroda bermuatan positif, sedangkan molekul yang bermuatan positif akan bermigrasi ke arah sebaliknya (Boyer 1986). Hal ini akan terus berlangsung sampai pada titik isolistrik. Titik isolistrik (isoelectric point = pi) yaitu suatu kondisi dimana selisih muatan listrik pada permukaan protein adalah nol. Pada kondisi inilah susu menggumpal dengan baik menjadi dadih karena tidak ada muatan yang tertinggal untuk mempertahankan kasein dalam suspensi A B 2 Gambar 2 Alat Rotofor, terdiri atas focusing chamber (A) yang terdiri dari elektroda katoda (1), dan elektroda anoda (2); harvesting apparatus (B), yang terdiri dari collection tubes (1), dan vaccum vein (2). Teknik IEF merupakan langkah awal dalam proses pemurniaan protein. Protein dipisahkan berdasarkan titik isolistrik dan dianalisa kandungan proteinnya dengan SDS-PAGE berdasarkan berat molekulnya. Liquid IEF Rotofor mengisolasi protein dengan cara meningkatkan gradien ph linear dalam medium

9 yang beraliran listrik. Protein yang bersifat asam dengan muatan positif akan bermigrasi menuju wilayah katoda yang bermuatan negatif. Perpindahan tersebut juga diikuti oleh pelepasan ion hidrogen [H + ] sampai tercapai selisih muatan nol dan protein akan berhenti bermigrasi. Apabila protein memperoleh muatan secara tidak sengaja akibat penyebaran dalam gradien ph, maka medan beraliran listrik tersebut akan mengembalikan protein tersebut pada rentang ph yang sesuai dengan titik isolistriknya. Protein yang tefraksinasi kemudian dipanen yang selanjutnya mengalami proses pemurnian lanjutan menggunakan gel elektroforesis (Perrit et al. 1992). 1. Preparasi Sampel Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemisahan protein dalam penyiapan sampel antara lain konsentrasi garam, homogenitas, dan kelarutan. Sampel yang mengandung konsentrasi garam melebihi 10mM harus mengalami proses salting-out (pelepasan garam) sebelum penambahan amfolit ke dalam sampel. Hal tersebut untuk memastikan kisaran ph amfolit dapat diperluas hingga mencapai rentang pada focusing chamber (Gambar 2) dan voltase optimal dapat diaplikasikan. Konsentrasi garam yang tinggi dalam sampel akan bermigrasi menuju kutub-kutub anoda dan katoda yang dapat mengurangi efektivitas pemisahan. Penambahan buffer atau larutan penyangga akan meningkatkan konduktivitas dan menurunkan resolusi sampel. Efek lain dari penambahan buffer akan menekan gradien ph pada wilayah pk a buffer [BioRad]. Sampel yang tidak homogen dan keruh harus dihomogenisasi terlebih dahulu melalui filtrasi maupun sentrifugasi untuk memisahkan debris yang dapat menghalangi membran anion maupun kation. Kelarutan sampel menunjukkan kemampuan presipitasi dalam gel IEF analitik. Peningkatan kelarutan dapat dilakukan dengan penambahan urea 3-5 M yang telah diionisasi sebelumnya [BioRad]. 2. Analisa Fraksi Analisa fraksi dilakukan untuk menentukan kandungan protein yang terdapat dalam fraksi yang telah dipanen. Analisa yang paling umum adalah dengan menggunakan SDS-PAGE atau IEF gel dalam rentang ph Metode lain yang dapat diaplikasikan untuk menganalisis fraksi bergantung

10 pada jenis protein meliputi uji khusus dan pengujian menggunakan metode immunoblotting. Kandungan amfolit dalam sampel dapat mempengaruhi kualitas pengujian. Pemisahan amfolit dari sampel dapat melalui teknik dialisa, presipitasi garam dengan ammonium sulfat, dan teknik kromatografi. Elektroforesis Gel Poliakrilamid Elektroforesis digunakan untuk memisahkan campuran asam nukleotida ataupun protein berdasarkan pergerakan molekul-molekul yang bermuatan dibawah pengaruh medan listrik. Molekul-molekul biologis yang memiliki berat molekul tinggi seperti karbohidrat, lipid, asam nukleat, dan kompleks lipidkarbohidrat atau kompleks lipid-protein dapat dipisahkan berdasarkan berat molekulnya. Prinsip perpindahan muatan mengakibatkan molekul akan bermigrasi ke arah katoda atau anoda, bergantung dari muatannya. Banyak molekul biologis seperti asam amino, peptida, protein, nukleotida dan asam nukleat memiliki muatan listrik yang besarnya tergantung pada jenis molekul, ph, dan komponen medium pelarutnya (Djuwita 2004). Elektroforesis gel melalui agarose atau poliakrilamid merupakan metode yang paling umum dan sering dipergunakan dalam penelitian maupun biologi molekuler terapan. Secara umum, gel agarose lebih ditujukan untuk pemisahan molekul yang berukuran besar, sedangkan gel poliakrilamid untuk molekul yang berukuran lebih pendek (Djuwita 2004). Elektroforesis gel dapat digunakan untuk menentukan atau mendeteksi berbagai hal berikut: berat molekul (BM) suatu bahan (fragmen DNA, RNA atau protein); banyaknya jenis protein dalam suatu sampel misalnya serum albumin; terjadinya pemalsuan bahan atau kerusakan bahan, ada tidaknya suatu infeksi virus atau bibit penyakit lainnya dengan cara mendeteksi antibodi yang terbentuk. Sodium dodecyl sulphate polyacrylamide gel electrophoresis (SDS- PAGE) adalah metode yang banyak diaplikasikan untuk analisa campuran protein secara kualitatif, khususnya untuk melihat hasil purifikasi protein dan menentukan estimasi jumlah dan berat molekul protein. SDS poliakrilamid gel elektroforesis terbatas pada berat molekul Dalton (Boyer 1986). Menurut Wilson dan Walker (1999), sodium dodecyl sulphate (SDS) (CH 3 -(CH 2 ) 10 -CH 2 OSO - 3 Na + ) merupakan detergen yang tidak bermuatan (anionik). SDS-PAGE dilakukan pada ph sekitar netral. SDS akan membentuk kompleks dengan protein dan kompleks ini bermuatan negatif karena gugus-

11 gugus anion dari SDS. Kompleks SDS-protein yang lebih besar mempunyai mobilitas yang lebih kecil, sedangkan kompleks yang lebih kecil memiliki mobilitas yang lebih besar. Berat molekul protein dapat ditentukan dengan kalibrasi menggunakan standar protein yang telah diketahui berat molekulnya (marker) (Nur & Adijuwana 1989; Rybicki & Purves 2000). Penentuan berat molekul suatu fraksi dapat dilakukan dengan cara kualitatif dan kuantitatif. Cara kualitatif dilakukan dengan menggunakan patokan pita standar protein terhadap pita sampel, sedangkan cara kuantitatif dapat dilakukan dengan menghitung mobilitas relatif.

Fraksinasi merupakan langkah awal untuk melakukan proses purifikasi. Prinsip fraksinasi menggunakan liquid IEF BioRad Rotofor yakni memisahkan enzim

Fraksinasi merupakan langkah awal untuk melakukan proses purifikasi. Prinsip fraksinasi menggunakan liquid IEF BioRad Rotofor yakni memisahkan enzim PEMBAHASAN Abomasum merupakan bagian dari lambung ruminansia yang memiliki kemampuan metabolisme enzimatis. Abomasum dijadikan sebagai bahan baku utama penghasil rennet karena didasarkan pada sel-sel penghasil

Lebih terperinci

PEMISAHAN PROTEIN DARI EKSTRAK RENNET ABOMASUM DOMBA LOKAL DENGAN METODE LIQUID ISOELECTRIC FOCUSING NOVI TANDRIA

PEMISAHAN PROTEIN DARI EKSTRAK RENNET ABOMASUM DOMBA LOKAL DENGAN METODE LIQUID ISOELECTRIC FOCUSING NOVI TANDRIA PEMISAHAN PROTEIN DARI EKSTRAK RENNET ABOMASUM DOMBA LOKAL DENGAN METODE LIQUID ISOELECTRIC FOCUSING NOVI TANDRIA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

Lebih terperinci

HASIL. Tabel 1 Perbandingan berat abomasum, fundus, dan mukosa fundus dari domba di atas dan di bawah satu tahun

HASIL. Tabel 1 Perbandingan berat abomasum, fundus, dan mukosa fundus dari domba di atas dan di bawah satu tahun HASIL Ekstraksi Rennet dari Abomasum Domba di Atas dan di Bawah Satu Tahun Perbandingan antara berat abomasum, fundus, dan mukosa daerah kelejar fundus dapat dilihat seperti disajikan pada Tabel 1. Tabel

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Struktur Lambung Domba

TINJAUAN PUSTAKA Struktur Lambung Domba TINJAUAN PUSTAKA Struktur Lambung Domba Lambung domba terdiri atas empat bagian yang jelas dapat dibedakan. Tiga daerah pertama adalah rumen, retikulum, dan omasum, yang secara kolektif disebut lambung

Lebih terperinci

PENGARUH PENYIMPANAN BEKU TERHADAP KUALITAS RENNET YANG DIEKSTRAK DARI ABOMASUM DOMBA LOKAL FATONA AULIA SARI

PENGARUH PENYIMPANAN BEKU TERHADAP KUALITAS RENNET YANG DIEKSTRAK DARI ABOMASUM DOMBA LOKAL FATONA AULIA SARI PENGARUH PENYIMPANAN BEKU TERHADAP KUALITAS RENNET YANG DIEKSTRAK DARI ABOMASUM DOMBA LOKAL FATONA AULIA SARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Abomasum dan Rennet Ekstrak Kasar Hasil penimbangan menunjukkan berat abomasum, fundus, serta mukosa fundus dari kedua sampel bervariasi (Tabel 1). Salah satu faktor yang berpengaruh

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 14 bulan, dimulai dari bulan Juni 2009 sampai Agustus 2010 bertempat di Laboratorium Riset Anatomi dan Laboratorium Embriologi,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Pengujian Aktivitas Rennet dalam Mengkoagulasikan Susu

PEMBAHASAN Pengujian Aktivitas Rennet dalam Mengkoagulasikan Susu PEMBAHASAN Pengujian Aktivitas Rennet dalam Mengkoagulasikan Susu Uji aktivitas rennet menggunakan susu yang telah dipasteurisasi. Pasteurisasi susu digunakan untuk menstandardisasikan kualitas biologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemanfaatan enzim protease, yaitu pada produksi keju. tinggi sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi pada tubuh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. pemanfaatan enzim protease, yaitu pada produksi keju. tinggi sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi pada tubuh manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, pemanfaatan enzim protease dalam berbagai industri semakin meningkat. Beberapa industri yang memanfaatkan enzim protease diantaranya industri

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI ABSTRAK........ KATA PENGANTAR..... UCAPAN TERIMAKASIH........ DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... i iii iv vii x xii xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4 LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4 Disusun oleh : Ulan Darulan - 10511046 Kelompok 1 Asisten Praktikum : R. Roro Rika Damayanti (10510065)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... ii iv vii viii ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Penelitian... 1 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

ELEKTROFORESIS. Muawanah. Sabaniah Indjar Gama

ELEKTROFORESIS. Muawanah. Sabaniah Indjar Gama ELEKTROFORESIS Muawanah Sabaniah Indjar Gama Elektroforesis adalah teknik pemisahan komponen atau molekul bermuatan berdasarkan perbedaan tingkat migrasinya dalam sebuah medan listrik Atau pergerakan partikel

Lebih terperinci

PEMISAHAN PROTEIN EKSTRAK RENNET ABOMASUM DOMBA LOKAL DENGAN METODE KROMATOGRAFI KOLOM GEL FILTRASI KHOIRUN NISA

PEMISAHAN PROTEIN EKSTRAK RENNET ABOMASUM DOMBA LOKAL DENGAN METODE KROMATOGRAFI KOLOM GEL FILTRASI KHOIRUN NISA PEMISAHAN PROTEIN EKSTRAK RENNET ABOMASUM DOMBA LOKAL DENGAN METODE KROMATOGRAFI KOLOM GEL FILTRASI KHOIRUN NISA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRACT KHOIRUN NISA. Protein

Lebih terperinci

I. Tujuan Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar

I. Tujuan Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar I. Tujuan II. Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar Penamabahan garam pada konsentrasi rendah dapat meningkatkan kelarutan protein (salting in). tetapi protein akan

Lebih terperinci

KEJU. Materi 14 TATAP MUKA KE-14 Semester Genap BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK

KEJU. Materi 14 TATAP MUKA KE-14 Semester Genap BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK PENGOLAHAN SUSU KEJU Materi 14 TATAP MUKA KE-14 Semester Genap 2015-2016 BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman Keju

Lebih terperinci

ENZIM PENCERNAAN : GETAH LAMBUNG

ENZIM PENCERNAAN : GETAH LAMBUNG ENZIM PENCERNAAN : GETAH LAMBUNG Muhammad Alwin Azhari (G84130075) 1, Rachmat Saputra Biki 2, Syaefudin 3 1 Mahasiswa Praktikum, 2 Asisten Praktikum, 3 Dosen Praktikum Metabolisme Departemen Biokimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tampilan dan teksturnya mirip dengan tahu yang berwarna putih bersih

BAB I PENDAHULUAN. tampilan dan teksturnya mirip dengan tahu yang berwarna putih bersih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dangke adalah sebutan keju dari daerah Enrekang, Sulawesi selatan. Merupakan makanan tradisional yang rasanya mirip dengan keju, namun tampilan dan teksturnya mirip

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Rotofor

Lampiran 1 Prosedur Rotofor Lampiran 1 Prosedur Rotofor Kalibrasi Membran Ion Membran ion terdiri dari membran kation yang berkorelasi dengan elektrolit H 3 PO 4 0,1 N terpasang pada elektroda anoda sebagai pembawa ion positif, sedangkan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL

TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL Ani Suryani FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PENDAHULUAN Sumber Enzim Tanaman dan Hewan Mikroba Enzim dari Tanaman Enzim dari Hewan Enzim dari Mikroba

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian ini diperoleh dari preparasi bahan, pembuatan keju cottage

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian ini diperoleh dari preparasi bahan, pembuatan keju cottage BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini diperoleh dari preparasi bahan, pembuatan keju cottage dan tahap analisis kualitas keju cottage dan kadar air dari keju cottage yang dihasilkan. Preparasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tumbuhan saat ini telah menjadi sumber karbon terbarukan dan sumber energi baru yang ada di bumi. Setiap tahunnya tumbuhan dapat memproduksi sekitar 4 x

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Isolasi dan Seleksi Mikroba. 2.2 Pangan Fermentasi

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Isolasi dan Seleksi Mikroba. 2.2 Pangan Fermentasi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Isolasi dan Seleksi Mikroba Isolasi mikroba adalah memisahkan satu mikroba dengan mikroba lain yang berasal dari campuran berbagai mikroba. Cara mengisolasi mikroba umumnya dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 1. Bahan Bioaktif Rennet

TINJAUAN PUSTAKA 1. Bahan Bioaktif Rennet TINJAUAN PUSTAKA 1. Bahan Bioaktif Rennet Rennet merupakan bahan bioaktif yang awalnya merupakan hasil ekstraksi abomasum sapi muda yang digunakan sebagai starter dalam proses pembuatan keju, karena mengandung

Lebih terperinci

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016 EKSTRAKSI DNA 13 Juni 2016 Pendahuluan DNA: polimer untai ganda yg tersusun dari deoksiribonukleotida (dari basa purin atau pirimidin, gula pentosa,dan fosfat). Basa purin: A,G Basa pirimidin: C,T DNA

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pembuatan Larutan Buffer untuk Dialisa Larutan buffer yang digunakan pada proses dialisa adalah larutan buffer Asetat 10 mm ph 5,4 dan

Lampiran 1. Pembuatan Larutan Buffer untuk Dialisa Larutan buffer yang digunakan pada proses dialisa adalah larutan buffer Asetat 10 mm ph 5,4 dan 39 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Buffer untuk Dialisa Larutan buffer yang digunakan pada proses dialisa adalah larutan buffer Asetat 10 mm ph 5,4 dan buffer Asetat 20 mm ph 5,4. Larutan buffer asetat 10

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman terutama hasil pertanian dan rempah-rempah. Hal ini didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. tanaman terutama hasil pertanian dan rempah-rempah. Hal ini didukung oleh BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman tanaman terutama hasil pertanian dan rempah-rempah. Hal ini didukung oleh keadaan geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protease adalah enzim yang memiliki daya katalitik yang spesifik dan

BAB I PENDAHULUAN. Protease adalah enzim yang memiliki daya katalitik yang spesifik dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protease adalah enzim yang memiliki daya katalitik yang spesifik dan efisien terhadap ikatan peptida dari suatu molekul polipeptida. Protease dapat diisolasi dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrisi Susu Kambing Peranakan Etawah dan Jawa Randu Susu kambing merupakan cairan putih yang dihasilkan oleh binatang ruminansia dari bangsa kambing-kambingan atau disebut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. Enzim merupakan suatu protein yang memiliki aktivitas biokimia sebagai katalis suatu reaksi. Enzim sangat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE

LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE Nama (NIM) : Debby Mirani Lubis (137008010) dan Melviana (137008011)

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA. Teknologi Fermentasi dan Enzim

UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA. Teknologi Fermentasi dan Enzim UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA Teknologi Fermentasi dan Enzim PENGHAMBATAN REVERSIBLE 1. Penghambatan kompetitif 2. Penghambatan unkompetitif 3. Penghambatan non-kompetitif 4. Penghambatan campuran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mempelajari karakter protein IgG dari kolostrum sapi yang divaksin dengan vaksin AI H5N1. Standar yang digunakan sebagai pembanding pada penghitungan ukuran

Lebih terperinci

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V. 27 PEMBAHASAN Dari tiga isolat sp. penghasil antimikrob yang diseleksi, isolat sp. Lts 40 memiliki aktivitas penghambatan paling besar terhadap E. coli dan V. harveyi dengan indeks penghambatan masing-masing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim merupakan suatu protein yang berfungsi sebagai biokatalisator. Katalisator didefinisikan sebagai percepatan reaksi kimia oleh beberapa senyawa dimana senyawanya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

Zat makanan yang ada dalam susu

Zat makanan yang ada dalam susu Zat makanan yang ada dalam susu Zat makanan yang ada dalam susu berada dalam tiga bentuk yaitu 1.larutan sejati (karbohidrat, garam anorganik dan vitamin) 2.larutan koloidal (protein dan enzim) 3.emulsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 23,06 %) dan lemak (20,4-33,53 %) dari berat basah. Selain itu keju yang terbuat

II. TINJAUAN PUSTAKA. 23,06 %) dan lemak (20,4-33,53 %) dari berat basah. Selain itu keju yang terbuat 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keju Keju adalah bahan pangan yang banyak mengandung protein (12,70-23,06 %) dan lemak (20,4-33,53 %) dari berat basah. Selain itu keju yang terbuat dari susu sapi penuh (whole

Lebih terperinci

ISOLASI DNA BUAH I. TUJUAN. Tujuan dari praktikum ini adalah:

ISOLASI DNA BUAH I. TUJUAN. Tujuan dari praktikum ini adalah: ISOLASI DNA BUAH I. TUJUAN Tujuan dari praktikum ini adalah: Mengetahui cara/metode yang benar untuk memisahkan (mengisolasi) DNA dari buah-buahan berdaging lunak. Mengetahui pengaruh kandungan air yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat

Lebih terperinci

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. PROTEIN Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar

Lebih terperinci

Beberapa definisi berkaitan dengan elektroforesis

Beberapa definisi berkaitan dengan elektroforesis Prof.Dr..Ir.Krishna Purnawan Candra, M.S. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian FAPERTA UNMUL Beberapa definisi berkaitan dengan elektroforesis Elektroforesis : pergerakan partikel terdispersi secara relatif

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pakan Sapi Perah Faktor utama dalam keberhasilan usaha peternakan yaitu ketersediaan pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Firman,

Lebih terperinci

merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh pembangun, dan zat pengatur dalam tubuh (Diana, 2009). Protein sangat penting

merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh pembangun, dan zat pengatur dalam tubuh (Diana, 2009). Protein sangat penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Protein merupakan zat yang sangat penting bagi setiap organisme serta merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh berfungsi sebagai sumber

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra 240210080133 BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra 240210080133 BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Pada praktikum ini membahas mengenai Kurva Pertumbuhan Mikroorganisme Selama Proses Aging Keju. Keju terbuat dari bahan baku susu, baik susu sapi, kambing, atau kerbau. Proses pembuatannya

Lebih terperinci

Asam Amino dan Protein

Asam Amino dan Protein Modul 1 Asam Amino dan Protein Dra. Susi Sulistiana, M.Si. M PENDAHULUAN odul 1 ini membahas 2 unit kegiatan praktikum, yaitu pemisahan asam amino dengan elektroforesis kertas dan uji kualitatif Buret

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan 27 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Isolasi Enzim katalase dari kentang Enzim katalase terdapat dalam peroksisom, organel yang ditemukan pada jaringan tumbuhan di luar inti sel kentang sehingga untuk mengekstraknya

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin luas.

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin luas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam beberapa tahun terakhir ini, industri enzim telah berkembang pesat dan berperan penting dalam dunia industri. Kesadaran masyarakat akan kondisi lingkungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggumpal, serta kombinasi dari perlakuan-perlakuan tersebut, sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggumpal, serta kombinasi dari perlakuan-perlakuan tersebut, sehingga 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keju Mozzarella Keju adalah protein susu yang diendapkan atau dikoagulasikan dengan menggunakan rennet atau enzim lain, fermentasi laktat, dan penggunaan bahan penggumpal,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium sulfat dalam menghasilkan enzim bromelin dan aplikasinya sebagai koagulan pada produksi keju. 3.1

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari air dan sirip digunakan untuk berenang (Adrim, 2010). Tubuh ikan diselimuti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari air dan sirip digunakan untuk berenang (Adrim, 2010). Tubuh ikan diselimuti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Ikan Pengertian ikan Ikan merupakan hewan bertulang belakang (vertebrata) yang hidup dalam air dan memiliki insang yang berfungsi untuk mengambil oksigen yang terlarut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 UJI KELARUTAN PROTEIN DALAM LARUTAN BASA Uji kelarutan protein dalam larutan basa mengikuti metode uji KOH Protein Solubility (KOH PS). Kelarutan protein dalam larutan 0,2%

Lebih terperinci

Pencernaan dan Penyerapan Makanan

Pencernaan dan Penyerapan Makanan Pencernaan dan Penyerapan Makanan Makanan (KH, Lipid, Protein, Mineral, Vitamin dan Air) energi Makanan diubah molekul2 kecil masuk ke dalam sel Rx kimia energi Proses penguraian bahan makanan menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Pakan Bahan pakan sapi perah terdiri atas hijauan dan konsentrat. Hijauan adalah bahan pakan yang sangat disukai oleh sapi. Hijauan merupakan pakan yang memiliki serat

Lebih terperinci

PROTEIN. Yosfi Rahmi Ilmu Bahan Makanan

PROTEIN. Yosfi Rahmi Ilmu Bahan Makanan PROTEIN Yosfi Rahmi Ilmu Bahan Makanan 2-2015 Contents Definition Struktur Protein Asam amino Ikatan Peptida Klasifikasi protein Sifat fisikokimia Denaturasi protein Definition Protein adalah sumber asam-asam

Lebih terperinci

TEKNOLOGI HASIL TERNAK

TEKNOLOGI HASIL TERNAK TEKNOLOGI HASIL TERNAK KULIAH 5 6: SUSU FERMENTASI DAN KEJU Juni Sumarmono Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan UNSOED http://panganhewani.blog.unsoed.ac.id CONTOH PRODUK SUSU FERMENTASI

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Akar Nanas Kering dan Hidroponik Akar nanas kering yang digunakan dalam penelitian ini merupakan akar nanas yang tertanam dalam tanah, berwarna coklat dan berupa suatu

Lebih terperinci

Proses pencernaan di dalam Rongga mulut Saliva gl.salivarius Proses mengunyah memecah makanan dengan menaikkan kelarutannya, memperluas daerah permuka

Proses pencernaan di dalam Rongga mulut Saliva gl.salivarius Proses mengunyah memecah makanan dengan menaikkan kelarutannya, memperluas daerah permuka PENCERNAAN DAN ABSORBSI PENCERNAAN Perubahan kimiawi bahan makanan lebih sederhana Karbohidrat Monosakarida Protein Asam amino Lemak Asam lemak, monoasilgliserol, gliserol Enzim hidrolase pencernaan, proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Bekerja dengan uruturutan yang teratur, enzim mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menguraikan molekul nutrien,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolostrum sapi adalah susu hasil sekresi dari kelenjar ambing induk sapi betina selama 1-7 hari setelah proses kelahiran anak sapi (Gopal dan Gill, 2000). Kolostrum

Lebih terperinci

Analisis kadar protein

Analisis kadar protein LAMPIRAN Lampiran 1 Bagan alir penelitian Biawak air bagian duodenum, jejenum, ileum, kolon Cuci dengan akuades dan kerok lapisan atasnya (mukosa Ekstraksi enzim protease Analisis kadar protein Pencirian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath, 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang banyak menghasilkan bahan pangan seperti padi, tebu, singkong, sagu, dan lainnya, sehingga menyebabkan banyak dijumpai limbah

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 9 BAB X AIR Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita.

Lebih terperinci

Analisa Protein. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

Analisa Protein. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Analisa Protein Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu memahami prinsip dasar berbagai metode analisa protein Mahasiswa mampu memilih metode yang tepat untuk mengukur

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

SISTEM PENCERNAAN. Perlu dipelajari. Harus tahu nasib BM dalam perjalanannya di setiap organ pencernaan: dicerna. diserap. Hidup pokok.

SISTEM PENCERNAAN. Perlu dipelajari. Harus tahu nasib BM dalam perjalanannya di setiap organ pencernaan: dicerna. diserap. Hidup pokok. SISTEM PENCERNAAN Harus tahu nasib BM dalam perjalanannya di setiap organ pencernaan: dicerna Perlu dipelajari diserap dimanfaatkan Hidup pokok produksi Diketahui makanan yang cocok Efisiensi efektifitas

Lebih terperinci

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam

Lebih terperinci

PEMANFAATAN EKSTRAK KASAR PAPAIN SEBAGAI KOAGULAN PADA PEMBUATAN KEJU COTTAGE

PEMANFAATAN EKSTRAK KASAR PAPAIN SEBAGAI KOAGULAN PADA PEMBUATAN KEJU COTTAGE Jurnal Sains dan Teknologi Kimia Vol 1 No. 1 ISSN 2087-7412 April 2010, hal.38-43 PEMANFAATAN EKSTRAK KASAR PAPAIN SEBAGAI KOAGULAN PADA PEMBUATAN KEJU COTTAGE MENGGUNAKAN BAKTERI Streptococcus thermophillus,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan hasil sekresi kelenjar ambing (mamae) yang berasal dari pemerahan pada mamalia dan mengandung lemak, protein, laktosa, serta berbagai jenis vitamin (Susilorini,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolostrum sapi adalah susu awal hasil sekresi dari kelenjar ambing induk sapi betina selama 1-7 hari setelah proses kelahiran anak sapi (Gopal dan Gill, 2000). Kolostrum

Lebih terperinci

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009 26 BAB V. PEMBAHASAN 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Hasil foto SEM dengan perbesaran 50 kali memperlihatkan perbedaan bentuk permukaan butiran yang sudah mengandung sel Lactobacillus

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar

Lebih terperinci

BAB VI. ELEKTROFORESIS

BAB VI. ELEKTROFORESIS BAB VI. ELEKTROFORESIS A. PENDAHULUAN Elektroforesis adalah teknik pemisahan yang didasarkan pada kemampuan analit bergerak melalui media konduktif sebagai akibat diaplikasikannya arus listrik. Media yang

Lebih terperinci

pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan

pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan 63 pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan pektinase komersial merupakan enzim kasar selulase dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawa dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawa dari 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Ettawa (PE) Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawa dari India dengan kambing Kacang lokal dari Indonesia dan termasuk kedalam jenis

Lebih terperinci

KEGUNAAN. Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino : esensial dan non esensial

KEGUNAAN. Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino : esensial dan non esensial PROTEIN KEGUNAAN 1. Zat pembangun dan pengatur 2. Sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N 3. Sumber energi Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Turi (Sesbania grandiflora) merupakan tanaman asli Indonesia, yang termasuk kedalam jenis kacang-kacangan. Kacang turi merupakan jenis kacang-kacangan dari pohon turi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Papain adalah enzim yang tergolong dalam protease sistein yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Papain adalah enzim yang tergolong dalam protease sistein yang ditemukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Papain adalah enzim yang tergolong dalam protease sistein yang ditemukan dalam getah pepaya. Papain dikatakan sebagai enzim proteolitik dengan spektrum luas karena

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ENZIM PAPAIN SEBAGAI PENGGUMPAL DALAM PEMBUATAN

PEMANFAATAN ENZIM PAPAIN SEBAGAI PENGGUMPAL DALAM PEMBUATAN PEMANFAATAN ENZIM PAPAIN SEBAGAI PENGGUMPAL DALAM PEMBUATAN Murni Yuniwati, Yusran, dan Rahmadany Jurusan Teknik Kimia, FTI, IST AKPRIND Yogyakarta Email: murni@akprind.ac.id ABSTRAK Keju merupakan produk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem di dalam rongga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. PREPARASI SUBSTRAT DAN ISOLAT UNTUK PRODUKSI ENZIM PEKTINASE Tahap pengumpulan, pengeringan, penggilingan, dan homogenisasi kulit jeruk Siam, kulit jeruk Medan, kulit durian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat pengangkut dan alat penyimpanan (Heri Warsito, Rindiani 2015).

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat pengangkut dan alat penyimpanan (Heri Warsito, Rindiani 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi, zat pembangun, zat pengatur, sebagai alat pengangkut

Lebih terperinci

Pengujian Inhibisi RNA Helikase Virus Hepatitis C (Utama et al. 2000) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekspresi dan Purifikasi RNA

Pengujian Inhibisi RNA Helikase Virus Hepatitis C (Utama et al. 2000) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekspresi dan Purifikasi RNA 8 kromatografi kemudian diuji aktivitas inhibisinya dengan metode kolorimetri ATPase assay. Beberapa fraksi yang memiliki aktivitas inhibisi yang tinggi digunakan untuk tahapan selanjutnya (Lampiran 3).

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ENZIM PROTEASE DARI GETAH TANAMAN BIDURI (Calotropis gigantea) HASIL EKSTRAKSI MENGGUNAKAN AMONIUM SULFAT

KARAKTERISASI ENZIM PROTEASE DARI GETAH TANAMAN BIDURI (Calotropis gigantea) HASIL EKSTRAKSI MENGGUNAKAN AMONIUM SULFAT KARAKTERISASI ENZIM PROTEASE DARI GETAH TANAMAN BIDURI (Calotropis gigantea) HASIL EKSTRAKSI MENGGUNAKAN AMONIUM SULFAT KARYA ILMIAH TERTULIS ( S K R I P S I ) Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) sering disebut tanaman kehidupan karena bermanfaat bagi kehidupan manusia diseluruh dunia. Hampir semua bagian tanaman

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Danau Kakaban menyimpan berbagai organisme yang langka dan unik. Danau ini terbentuk dari air laut yang terperangkap oleh terumbu karang di sekelilingnya akibat adanya aktivitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Enzim selulase termasuk dalam kelas hidrolase (menguraikan suatu zat dengan bantuan air) dan tergolong enzim karbohidrase (menguraikan golongan karbohidrat)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Susu Kuda Sumbawa Kuda Sumbawa dikenal sebagai ternak penghasil susu yang dapat dikonsumsi oleh manusia. Orang-orang mengenalnya dengan sebutan susu kuda. Susu kuda

Lebih terperinci