KARAKTERISTIK MORFOMETRIK DOMBA GARUT YANG DIBERI PERLAKUAN PENCUKURAN DAN DIPELIHARA SECARA SEMI INTENSIF

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK MORFOMETRIK DOMBA GARUT YANG DIBERI PERLAKUAN PENCUKURAN DAN DIPELIHARA SECARA SEMI INTENSIF"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK MORFOMETRIK DOMBA GARUT YANG DIBERI PERLAKUAN PENCUKURAN DAN DIPELIHARA SECARA SEMI INTENSIF SKRIPSI REIZA RIZKI RAMADAN PRADANA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN Reiza Rizki Ramadan P. D Karakteristik Morfometrik Domba Garut yang Diberi Perlakuan Pencukuran dan Dipelihara secara Semi Intensif. Skripsi. Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, M.Si. Pembimbing Anggota : Ir.Maman Duldjaman, MS Penampilan seekor hewan adalah hasil dari suatu proses pertumbuhan yang berkesinambungan dalam seluruh hidup hewan tersebut. Pertumbuhan atau perkembangan ternak dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Salah satu faktor lingkungan adalah iklim, terutama suhu dan kelembaban. Ketika suhu semakin meningkat maka ternak mendapatkan cekaman panas. Saat ini dunia sedang mengalami peningkatan suhu bumi secara global (global warming). Secara umum akan berpengaruh terhadap performa produksi ternak. Karakteristik morfometrik merupakan salah satu faktor dari performa produksi ternak. Ukuran tubuh (morfometrik) merupakan sifat kuantitatif yang dapat memberikan gambaran secara eksterior seekor ternak. Oleh karena itu, untuk meningkatkan performa ternak diperlukan manajemen yang tepat untuk mengatasinya, salah satunya adalah pencukuran. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh pencukuran terhadap karakteristik morfometrik domba garut jantan dan betina yang dipelihara secara semi intensif. Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Domba Indocement, di Desa Tajur, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor dan dilaksanakan selama 10 minggu mulai bulan Agustus sampai Oktober Dalam penelitian ini digunakan 20 ekor domba garut yang terdiri dari 10 ekor domba jantan dan 10 ekor domba betina yang diberi perlakuan pencukuran sehingga terdapat lima ekor jantan cukur, lima ekor jantan tidak cukur, lima ekor betina cukur dan lima ekor betina tidak cukur. Peubah yang diamati adalah panjang badan, tinggi badan, tinggi panggul, dalam dada, lebar pinggul, lebar dada, lingkar dada, dan panjang pinggul. Pengukuran dilakukan setiap dua minggu sekali. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap pola Faktorial (2x2), faktor A adalah pencukuran (dicukur dan tidak dicukur) dan faktor B adalah jenis kelamin (jantan dan betina) dan terdapat lima ulangan. Data pertumbuhan morfometrik yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA). Jika terdapat perbedaan nyata atau sangat nyata, maka dilanjukan dengan uji Duncan. Laju perkembangan morfometrik di analisis secara deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perlakuan pencukuran secara umum tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap ukuran morfometrik pada akhir penelitian dan pertumbuhannya. Kecuali pada beberapa pertumbuhan morfometrik yakni pertumbuhan panjang badan dan tinggi pinggul berpangaruh nyata (P<0,05) pada perlakuan pencukuran. Pertumbuhan panjang badan dari domba yang dicukur (5,35±1,20 cm) lebih rendah daripada domba yang tidak dicukur (7,00±2,19 cm ). Pertumbuhan tinggi pinggul dari domba yang dicukur (7,00±2,66 cm) lebih tinggi dari pada domba yang tidak dicukur (4,40±1,41 cm). Pada jenis kelamin secara keseluruhan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap ukuran i

3 morfometrik pada akhir dan pertumbuhan morfometrik. Sementara itu terdapat interaksi antara jenis kelamin dan pencukuran pada pertumbuhan panjang pinggul. Rataan pertumbuhan panjang pinggul jantan cukur ialah 1,30±0,57 cm berbeda dengan betina cukur 2,88±1,30 cm (P<0,05). Tetapi pertumbuhan jantan cukur tidak berbeda nyata dengan jantan tidak cukur dan betina tidak cukur. Kata kata kunci : domba garut, morfometrik, pencukuran. ii

4 ABSTRACT MORPHOMETRIC CHARACTERISTIC OF GARUT SHEEP TREATED BY SHEARING IN SEMI INTENSIVE SYSTEM Pradana, R. R. R., S. Rahayu, M. Duldjaman Recently, the temperature of the weather condition in the world increasing (global warming). The increasing of the temperature can be effected to the livestock conditions, such as heat stress. This condition also can be effected to the characteristic morphometric of the animals. This research was conducted for 10 weeks, 20 garut sheeps under 1 year old used, which consists of five males were shaved, five males were not shaved, five females were shaved and five females were not shaved. The result showed the generally treatment of shaved has not significant (P>0,05) for all parameter in the last research and growth morfometric. Except to The growth morfometric of body length, and rump height has significant (P<0,05). The growth of body length, the shearing sheep (5,35±1,20 cm) was lower than not shearing (7,00±2,19 cm). The growth of rump height, the shearing sheep (7,00±2,66 cm) was higher than not shearing (4,40±1,41 cm). There is interaction between shearing treatment and sex. The growth rump leght, the females were shaved (2,88 ±1,30 cm) and males were shaved (1,30±0,57 cm) has significant (P < 0,05). The growth rump leght of female were shaved higher than male were shaved, but the growth rump leght of female were shaved same with the female and male were not shaved. Keywords: garut sheep, morphometric, shearing iii

5 KARAKTERISTIK MORFOMETRIK DOMBA GARUT YANG DIBERI PERLAKUAN PENCUKURAN DAN DIPELIHARA SECARA SEMI INTENSIF REIZA RIZKI RAMADAN PRADANA D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 iv

6 Judul : Karakteristik Morfometrik Domba Garut yang Diberi Perlakuan Pencukuran dan Dipelihara secara Semi Intensif. Nama : Reiza Rizki Ramadan Pradana NIM : D Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, Ir. Sri Rahayu, M.Si Ir. Maman Duldjaman, MS. NIP: NIP: Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc NIP: Tanggal Ujian: 13 September 2011 Tanggal Lulus: v

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 12 April Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Yudi Santoso dan Sri Wulan Indriati. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2001 di SD Negeri Setia Mekar 04 Tambun, Bekasi. Pada tahun 2004 penulis menyelesaikan pendidikan lanjutan menengah pertama di SLTP Negeri 1 Tambun Selatan, dan pada tahun 2007 menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 3 Tambun Selatan, Bekasi. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Selama mengikuti pendidikan, penulis penah aktif di lembaga Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (BEM KM IPB), dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan IPB. vi

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan penerus risalahnya hingga akhir zaman. Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh kondisi lingkungan di Indonesia yang beriklim tropis. Peningkatan suhu dan kelembaban menyebabkan cekaman pada domba, saat domba mengalami cekaman panas maka produktifitas dari ternak akan terganggu, salah satunya adalah pertumbuhan karakteristik morfometriknya. Morfometrik merupakan sifat kuantitatif untuk memberikan gambaran eksterior seekor ternak dan mengetahui perbedaan-perbedaan dalam populasi ternak ataupun digunakan dalam seleksi, serta salah satu indikator dalam produksi ternak. Salah satu cara untuk menghindari cekaman panas pada domba yaitu dengan cara pencukuran wol. Hal ini menarik perhatian penulis untuk memberikan informasi pertumbuhan morfometrik domba yang diberi perlakuan pencukuran dan dipelihara secara semi intensif di Peternakan Domba Indocement, Citeureup, Bogor. Penulis memahami bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi mencapai kebenaran. Semoga semua yang tertuang dalam tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Dramaga, Agustus 2011 Penulis vii

9 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRAK... LEMBAR PERNYATAAN. LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL. DFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN. Halaman PENDAHULUAN. 1 Latar Belakang.. 1 Tujuan 1 TINJAUAN PUSTAKA 2 Domba... 2 Domba Garut. 2 Pencukuran Bulu Domba.. 3 Lingkungan Domba.. 4 Pengaturan Suhu dan Kelembaban Udara terhadap Domba... 4 Morfometrik dan Ukuran Tubuh.. 5 Pertumbuhan dan Perkembangan. 6 MATERI DAN METODE 9 Lokasi dan Waktu. 9 Materi 9 Ternak 9 Peralatan 9 Prosedur. 9 Rancangan. 10 Analisis Statistik Deskriptif.. 10 Peubah yang diamati. 11 HASIL DAN PEMBAHASAN. 13 Keadaan umum. 13 Lokasi Penelitian Kondisi klimat Kondisi Ternak Penelitian i iii iv v vi vii viii x xi xii viii

10 Ukuran Morfometrik. 19 Morfometirk Domba Akhir Penelitian.. 19 Pertumbuhan Morfometrik Domba Perkembangan Ukuran Morfometrik Panjang Badan Tinggi Badan. 26 Tinggi Pinggul Lingkar Dada. 29 Dalam Dada Lebar Dada Lebar Pinggul 33 Panjang Pinggul. 34 Kompilasi Perkembangan Morfometrik KESIMPULAN DAN SARAN. 38 Kesimpulan 38 Saran.. 38 UCAPAN TERIMA KASIH. 39 DAFTAR PUSTAKA 40 LAMPIRAN.. 44 ix

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Rataan Suhu dan Kelembaban Udara Rataan Morfometrik Domba pada Akhir Penelitian Rataan Pertumbuhan Morfometrik Domba Selama Penelitian.. 22 x

12 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Cara Pengukuran Ukuran-ukuran Tubuh ( Hafiz, 2009) Kandang di Peternakan Domba Indocement Kandang Koloni dan Ternak di dalam Kandang Koloni Grafik Pertumbuhan Panjang Badan Domba Selama Penelitian Grafik Pertumbuhan Tinggi Badan Domba Selama Penelitian Grafik Pertumbuhan Tinggi Panggul Domba Selama Penelitian Grafik Pertumbuhan Lingkar Dada Domba Selama Penelitian Grafik Pertumbuhan Dalam Dada Domba Selama Penelitian Grafik Pertumbuhan Lebar Dada Domba Selama Penelitian Grafik Pertumbuhan Lebar Pinggul Domba Selama Penelitian Grafik Pertumbuhan Panjang Pinggul Domba Selama Penelitian xi

13 Nomor LEMBAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil Analisis Ragam Panjang Badan Domba pada Akhir Penelitian dengan Program Minitab Hasil Analisis Ragam Tinggi Badan Domba pada Akhir Penelitian dengan Program Minitab Hasil Analisis Ragam Tinggi Pinggul Domba pada Akhir Penelitian dengan Program Minitab Hasil Analisis Ragam Lingkar Dada Domba pada Akhir Penelitian dengan Program Minitab Hasil Analisis Ragam Dalam Dada Domba pada Akhir Penelitian dengan Program Minitab hasil analisis ragam lebar dada domba pada akhir penelitian dengan Program Minitab Hasil Analisis Ragam Lebar Pinggul Domba pada Akhir Penelitian dengan Program Minitab Hasil Analisis Ragam Panjang Pinggul Domba pada Akhir Penelitian dengan Program Minitab Hasil Analisis Ragam Pertumbuhan Panjang Badan Domba dengan Program Minitab Hasil Analisis Ragam Pertumbuhan Tinggi Badan Domba dengan Program Minitab Hasil Analisis Ragam Pertumbuhan Tinggi Pinggul Domba dengan Program Minitab Hasil Analisis Ragam Pertumbuhan Lingkar Dada Domba dengan Program Minitab Hasil Analisis Ragam Pertumbuhan Dalam Dada Domba dengan Program Minitab Hasil Analisis Ragam Pertumbuhan Lebar Dada Domba dengan Program Minitab Hasil Analisis Ragam Pertumbuhan Lebar Pinggul Domba dengan Program Minitab Hasil Analisis Ragam Pertumbuhan Panjang Pinggul Domba dengan Program Minitab Data Curah Hujan Citeuruep xii

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia termasuk daerah yang beriklim tropis yang memiliki dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Faktor iklim paling berpengaruh terhadap kondisi tubuh domba adalah suhu dan kelembaban (McDowell et al., 1974). Bila suhu dan kelembaban lebih tinggi atau lebih rendah dari keadaan normal maka ternak akan mengalami cekaman (stress). Akibat dari stres ini adalah aktifitas biologis ternak terganggu dan menyebabkan produktivitas ternak akan menurun. Penurunan produktivitas ini terjadi karena ternak lebih banyak mengeluarkan energi untuk menjaga kondisi tubuh pada saat kondisi lingkungan tidak nyaman. Selain itu pertumbuhan dari ternak akan terganggu. Salah satu yang berakibat pada penurunan produktivitas adalah pertumbuhan karakteristik morfometrik. Tomazweska et al. (1993), menyatakan bahwa apabila ternak dihadapkan pada cekaman panas prioritas tingkah laku akan berubah dari kegiatan merumput dan mengkonsumsi pakan menjadi kegiatan untuk menghindari dari kondisi yang tidak menyenangkan. Suhu dan lingkungan yang tinggi kurang menguntungkan bagi produktivitas ternak domba. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut, maka dilakukan pencukuran wol. Pencukuran wol digunakan untuk mengurangi dampak negatif seperti pengeluaran panas dari dalam tubuh yang akan mengganggu produktifitas dari seekor ternak, selain untuk kebersihan juga dapat membuat ternak nyaman dan menurunkan investasi ektoparasit jika ternak dikandangkan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh pencukuran terhadap karakteristik morfometrik domba garut jantan dan betina yang dipelihara secara semi intensif. 1

15 TINJAUAN PUSTAKA Domba Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas hal-hal tertentu, diantaranya berdasarkan perbandingan banyak daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan asal ternak (Kammlade dan Kammlade, 1955). Domba diklasifikasikan menurut Blakely dan Bade (1992) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Mammalia Ordo : Artiodactyla Family : Bovidae Species : Ovis aries Domestikasi domba dimulai di daerah Aralo Caspian dan menyebar ke Iran, lalu ke arah timur yaitu ke anak benua India dan Asia Tenggara, Asia Barat dan bahkan sampai ke Eropa dan Afrika. Pada saat yang bersamaan, terjadi penyebaran domba ke Amerika, Australia, dan beberapa pulau kecil di daerah Oseania (Williamson dan Payne, 1993). Food and Agriculture Organization atau FAO (2004) menyatakan telah ditemukan tiga jenis domba yang berkembang di Indonesia yaitu domba garut, domba ekor tipis dan domba ekor gemuk. Menurut Bradford dan Inounu (1996), secara umum di temukan dua jenis domba di Indonesia yaitu domba ekor gemuk dan domba ekor tipis dengan beberapa variasi di tiap daerah terutama untuk domba ekor tipis. Domba-domba tersebut dapat beradaptasi terhadap iklim tropis. Domba Garut Domba priangan merupakan salah satu jenis domba yang berada di Indonesia dan banyak tersebar di daerah Jawa Barat, terutama di daerah Garut sehingga disebut juga domba garut. Domba garut mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : betina umumnya tidak bertanduk, sedangkan yang jantan bertanduk besar melingkar serta pangkal tanduk kanan dan kiri hampir bersatu. Bentuk badannya tergolong bagus dan yang jantan mempunyai tubuh lebar, besar dan 2

16 kekar, kaki kokoh, daun telinga berada dibelakang tanduk, telinga rumpung dan mempunyai bulu halus dan panjang (Dinas Peternakan Jawa Barat, 1994). Natasasmita et al. (1986) menyatakan domba garut adalah nama lain yang lebih popular dari domba Priangan. Domba ini mempunyai ciri-ciri berbadan agak besar, lebar dengan leher yang kuat, biasa digunakan sebagai domba aduan, jantan bertanduk besar dangan pangkal tanduk kanan-kiri hampir bersatu, yang betina tidak bertanduk dan bertelinga lebar domba garut juga merupakan salah satu domba yang mempunyai angka produktivitas yang tinggi (Hardjosubroto, 1994). Dinas Peternakan Jawa Barat (2000) menyatakan bahwa rataan sifat-sifat kuantitatif domba garut Jawa barat dewasa jantan memiliki bobot badan 57,74±11,96 kg dan bobot badan betian dewasa adalah 36,89±9,35 kg. Pencukuran Bulu Domba Pencukuran bulu domba merupakan pekerjaan musiman, meskipun pencukuran dapat dilakukan setiap saat. Pencukuran akan kurang baik apabila dilakukan pada musim dingin, kecuali di daerah-daerah yang beriklim lebih panas. Pencukuran dapat dilakukan dengan alat cukur tangan atau dengan mesin. Pencukuran dengan mesin umumnya lebih cepat dan lebih rapat ke kulit sehingga akan dihasilkan wol yang lebih panjang (Soeprijono et al., 1973). Menurut Williamson dan Payne (1978) warna dan ketebalan bulu merupakan mekanisme yang terjadi dalam adaptasi terhadap keadaan iklim. Bulu yang halus dan pendek akan menyebabkan ternak lebih toleran terhadap cuaca yang panas. Selanjutnya dikatakan oleh Yeates et al. (1975) bahwa bulu pendek, warna terang, tekstur halus dan meminimalkan penyerapan panas oleh tubuh ternak. Pencukuran bulu sebenarnya dapat mempengaruhi kondisi domba, terutama hubungannya dengan adaptasinya terhadap lingkungan. Hafez (1968) berpendapat bahwa pencukuran bulu dapat menaikan toleransi panas pada musim dimana suhu lingkungan tinggi, dan sebaliknya berkurang bila musim dingin. Disebutkan lebih lanjut bahwa pada dasarnya bulu berfungsi sebagai pelindung terhadap radiasi panas sinar matahari, sebagai insulator dan sebagai penangkap panas. Oleh karena itu pencukuran bulu dapat mempengaruhi baik keadaan fisiologi maupun produktivitas ternak. Menurut Hafez (1968) mencukur bulu 3

17 domba dapat menurunkan insulas bulu dan meningkatkan pelepasan panas oleh angin dan meningkatkan kualitas semen pejantan pada musim panas Pencukuran bulu juga biasa dilakukan oleh peternak rakyat untuk tujuan menjaga kebersihan dan kesehatan ternak. Di Jawa Barat biasanya melakukan pencukuran setiap 4-5 bulan sekali (Zulfikli dan Zulfikar,1980). Menurut Tomazweska et al.(1993) pencukuran bulu domba yang dipelihara dalam kandang tertutup tidak mempengaruhi pertumbuhan bobot badan, konsumsi air atau pakan, suhu rectal, kecepatan pernafasan atau denyut nadi. Selanjutnya Tomazweska et al. (1993) menyatakan bahwa pencukuran akan menambah kenyamanan ternak dan penurunan investasi ektoparasit kalau ternak tersebut dikandangkan Lingkungan Domba Ames dan Brink (1977) mendefinisikan lingkungan sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi produktifitas ternak. Lingkungan ternak tersebut adalah temperatur ambang, lama penyinaran, bunyi, kontaminan lingkungan, pengganggu fisiologis dan sistem manajemen. Suhu udara yang tinggi dan konstan dapat menghambat metabolisme tubuh, mempengaruhi konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan. Ketinggian tempat juga mempengaruhi iklim, vegetasi tanaman serta kehidupan sosial masyarakatnya. Lebih lanjut Ramdan (2007) menyatakan bahwa peningkatan suhu dan kelembaban lingkungan dapat menyebabkan penurunan terhadap konsumsi pakan sehingga semakin tinggi suhu dan kelembaban udara pada suatu tempat cenderung menurunkan produktivitas ternak, produktivitas terutama pertambahan bobot badan yang lambat disebabkan oleh tidak efisiennya penggunaan energi untuk pertumbuhan, karena sebagian energi tersebut banyak digunakan untuk meningkatkan aktivitas fisiologis diantaranya respirasi. Pengaruh Suhu dan Kelembaban Udara terhadap Domba Menurut Yousef (1982) ternak melakukan adaptasi terhadap suhu yang tinggi dengan respon tingkah laku, respon fisiologis dan respon morfologis. Suhu optimal untuk domba di daerah tropis berkisar antara o C. (Kartasudjana, 2001). Keadaan optimal tersebut tidak terjadi di Indonesia karena suhu rataan harian wilayah Indonesia adalah 29 o C pada musim hujan dan o C pada 4

18 musim kemarau. Selanjutnya Yousef (1985) mengatakan bahwa jika suhu lingkungan naik maka tubuh ternak akan melakukan respon fisiologis dengan peningkatan denyut jantung dan laju respirasi. Hal ini menyebabkan panas tubuh akan cepat dialirkan oleh pembuluh darah dan dikeluarkan oleh tubuh melalui konduksi, konveksi maupun radiasi. Morfometrik dan Ukuran Tubuh Morfologi adalah ilmu tentang ukuran ataupun bentuk, yang bersama sifat eksternal termasuk juga warna diartikan secara luas, bahkan hampir disamakan dengan anatomi. Doho (1994) menyatakan bahwa ukuran-ukuran tubuh juga dapat digunakan untuk menggambarkan eksterior hewan sebagai ciri khas suatu bangsa. Menurut Natasasmita (1985) bahwa ukuran-ukuran tubuh ternak dapat digunakan untuk membuat rumus pendugaan bobot badan. Penampilan seekor hewan adalah hasil dari suatu proses pertumbuhan yang berkesinambungan dalam seluruh hidup hewan tersebut. Setiap komponen tubuh mempunyai kecepatan pertumbuhan atau perkembangan yang berbeda-beda karena pengaruh genetik maupun lingkungan (Diwyanto, 1982). Menurut Mulliadi (1996), ukuran permukaan dan bagian tubuh hewan mempunyai banyak kegunaan, karena dapat menaksir bobot badan dan karkas serta memberi gambaran bentuk tubuh hewan sebagai ciri suatu bangsa tertentu. Pengukuran ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk dapat memberikan gambaran eksterior seekor domba dan mengetahui perbedaan-perbedaan dalam populasi ternak ataupun digunakan dalam seleksi. Pengaruh genetik dan lingkungan menyebabkan timbulnya keragaman pada pengamatan dalam berbagai sifat kuantitatif. Keragaman merupakan suatu sifat populasi yang sangat penting dalam pemuliaan terutama dalam seleksi. Seleksi akan efektif bila terdapat tingkat keragaman yang tinggi (Martojo, 1990). Devendra dan McLeroy (1982) menyatakan bahwa ukuran tubuh dewasa pada domba lokal untuk betina adalah tinggi badan 57 cm, bobot badan kg, sedangkan pada jantan tinggi badan mencapai 60 cm dan bobot badan kg. Mulliadi (1996) melaporkan bahwa rataan lingkar dada adalah 61,34±5,75 cm pada domba lokal garut 1-5 tahun. Salamahwati (2004) melaporkan bahwa 5

19 lingkar dada pada jantan tangkas dan pedaging umur kurang dari 1 tahun adalah 54,97±6,73 cm dan 54,30±14,65 cm, sedangkan untuk betina tangkas dan pedaging usia kurang dari 1 tahun lingkar dadanya adalah 53,02±13,19 cm dan 52, 48±11,28 cm. Setiawan (2003) melaporkan bahwa lingkar dada pada betina tangkas dan betina pedaging usia kurang dari 1 tahun adalah 58,64±5,91 cm dan 61,61±4,12 cm. Takaendengan (1998) menyatakan bahwa lingkar dada merupakan bagian tubuh domba yang mengalami pembesaran kearah samping. Nurhayati (2004) menyatakan bahwa lingkar dada mempunyai hubungan yang lebih erat dengan bobot badan dibandingkan dengan panjang badan, tinggi pundak, serta dalam dan lebar dada pada domba priangan jantan tipe pedaging dan tangkas Takaendengan (1998) menyatakan bahwa pertambahan bobot badan seekor hewan, bertambah besar pula hewan tersebut karena bertambahnya bobot badan dan besar badan kearah samping nyata. Mulliadi (1996) melaporkan bahwa rataan panjang badan domba lokal garut pada umur 1-5 tahun adalah 51,83±4,73 cm. Sedangkan Salamahwati (2004) melaporkan rataan panjang badan domba garut jantan tipe tangkas pada umur kurang dari 1 tahun adalah 42,52±12,82 cm dan untuk tipe pedaging panjang badannya adalah 47,91±8,26 cm, sedangkan untuk betina tangkas dan pedaging pada usia kurang dari 1 tahun adalah 44,15±9,88 cm dan 44,19±7,51 cm. Setiawan (2003) melaporkan betina tipe tangkas dan pedaging usia kurang dari 1 tahun panjang badannya adalah 44,44±4,96 cm dan 45,44±3,10 cm. Salamahwati (2004) melaporkan bahwa tinggi pundak dari jantan tipe tangkas dan pedaging pada usia kurang dari 1 tahun adalah 52,07±12,42 cm dan 51,51±8,38 cm. Sedangkan betina tipe tangkas dan pedaging pada usia kurang dari 1 tahun adalah 47,88±13,40 cm dan 48,13±9,33 cm. Setiawan (2003) melaporkan bahwa betina tipe tangkas dan pedaging usia kurang dari 1 tahun memiliki tinggi pundak yaitu 55,52±2,99 cm dan 56,53±1,79 cm. Pertumbuhan dan Perkembangan Kata pertumbuhan dapat diterapkan pada suatu sel, organ, jaringan, seekor ternak maupun populasi. Aberle et al. (2001) menyatakan bahwa pertumbuhan dapat dinilai sebagai peningkatan tinggi, panjang, ukuran lingkar dan bobot yang terjadi pada seekor ternak muda yang sehat serta diberi pakan, minum dan 6

20 mendapat tempat berlindung yang layak. Peningkatan sedikit saja pada ukuran tubuh akan menyebabkan peningkatan yang proposional dari bobot tubuh karena bobot tubuh merupakan fungsi dari volume. Ensminger (1977) menyatakan bahwa pertumbuhan adalah pertambahan dari urat daging, tulang, organ-organ internal serta bagian lain pada tubuh. Pertumbuhan merupakan hal terpenting pada ternak karena hasil akhir yang diharapkan dari pertumbuhan adalah pertumbuhan bobot hidup per unit waktu (Berg dan Butterfield, 1976). Pertumbuhan mempunyai dua aspek, yaitu : menyangkut peningkatan massa per satuan waktu, dan pertumbuhan yang meliputi perubahan bentuk dan komposisi sebagai akibat dari pertumbuhan differensial komponen-komponen tubuh (Berg dan Butterfield, 1976) Pertumbuhan ternak menunjukan peningkatan ukuran linear, bobot, akumulasi jaringan lemak dan retensi nitrogen dan air. Hafez dan Dyer (1969) menyatakan bahwa konsep pertumbuhan adalah sebagai peningkatan massa dalam waktu yang tidak terbatas secara umum, mula-mula terjadi peningkatan massa tubuh yang cepat kemudian menurun secara perlahan-lahan sampai suatu organisme mencapai fase dewasa. Menurut konsep pertumbuhan, tulang lebih dulu berkembang kemudian disusul oleh otot dan yang terakhir adalah lemak (Berg dan Butterfield, 1976). Pertumbuhan pada semua jenis hewan umumnya sama yaitu pada awalnya berlangsung lambat kemudan semakin lama semakin cepat, akan tetapi pertumbuhan tersebt kembali lambat pada saat ternak itu mendekati kemasakan tubuh. Namun kecepatan pertumbuhan tidak lepas dari faktor genetik dan lingkungan (Hardjosubroto, 1994). Hammond et al. (1976) menyatakan bahwa pada ternak yang sedang tumbuh terdapat dua hal yang terjadi yaitu: (1) pertambahan bobot badan sampai domba mencapai dewasa tubuh yang dinamakan pertumbuhan; (2) perubahan bentuk tubuh dan beberapa fungsi organ menjadi sempurna yang dinamakan perkembangan Ensminger (1977) menyatakan bahwa ternak betina mengalami pertumbuhan lebih dahulu dibandingkan jantan. Hal ini dikarenakan betina menyiapkan pertumbuhannya pada organ reproduksi. Pertumbuhan akan meningkat bila mendekati pubertas atau kematangan, dan akan berhenti bila telah 7

21 mencapai kematangan (Taylor dan Thomas, 2004). Setelah mengalami kemasakan pertumbuhan otot dan tulang akan berhenti (Herren. 2000). Pertumbuhan ternak dapat dibedakan menjadi tiga periode, yaitu ovum, periode embrio dan periode fetus. Menurut Black (1983), pada domba periode ovum dimulai saat ovulasi sampai terjadi implantasi; terjadi periode embrio dimulai dari implantasi sampai berbentuk organ-organ utama seperti otak, kepala, jantung, hati dan saluran pencernaan, setelah itu periode fetus berlangsung sejak hari ke-34 masa kebuntingan sampai kelahiran terjadi. Pada pertumbuhan pasca lahir pertumbuhan ternak lambat sekali pada masa parental, kemudian cepat semalama bulan ketiga, keempat dan kelima sebelum menurun kembali pada saat dewasa kelamin Hafez dan Dyer (1969). Pada domba, pertumbuhan pra sapih dipengaruhi oleh genotip, bobot lahir, produksi susu induk, litter size, umur induk, jenis kelamin anak dan umur penyapihan. Pertumbuhan pasca sapih (lepas sapih)sangat ditentukan oleh bangsa, jenis kelamin, mutu pakan yang diberikan, umur dan bobot sapih serta lingkungan misal suhu udara, kondisi kandang, pengendalian parasit dan penyakit lainnya (Aberle et al., 2001). Pada pertumbuhan terdapat dua fase, yaitu: self accelerating phase, pada fase ini kecepatan tumbuh meningkat dan self inhibiting phase yang pada fase ini pertambahan bobot badan per unit waktu turun sampai pertambahan bobot badan tersebut menjadi nol dan dalam keadaan ini bobot badan telah tercapai. Titik antara kedua fase ini disebut titik balik (inlection point) kemasakan tubuh. Namun kecepatan pertumbuhan tidak lepas dari faktor genetik dan lingkungan (Hardjosubroto, 1994). Menurut Berg dan Butterfield (1976) pertumbuhan ternak bergerak kearah belakang (antero posterior) atau bagian depan tumbuh lebih awal. Hafez dan Dyer (1969) menyatakan bahwa pertumbuhan seekor ternak dipengaruhi oleh faktor genetik, faktor lingkungan, terutama manajemen pemeliharaan, jenis pakan, bobot badan dan iklim. 8

22 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Domba Indocement Citeurep. Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan selama 10 minggu mulai bulan Agustus sampai bulan Oktober Materi Ternak Materi penelitian ini adalah domba garut yang berada di peternakan domba PT Indocement sebanyak 20 ekor, yang terdiri dari 10 ekor jantan dan 10 ekor betina. Domba berusia I 0 atau dibawah satu tahun. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah timbangan gantung kapasitas 100 kg dengan skala terkecil 0,2 kg, tongkat ukur dengan skala terkecil 0,5 cm, pita ukur dengan skala terkecil 0,1 cm, sliding calliper dengan skala terkecil 0,1 cm, gunting cukur wol, thermohigrometer, dan alat tulis Prosedur Penelitian diawali dengan menyiapkan peralatan di kandang seperti memasang thermohigrometer, pembersihan kandang, serta pengambilan data domba sebelum dilakukan perlakuan. Ternak diberi perlakuan pencukuran dan tidak dicukur. Sehingga didapatkan lima ekor jantan dicukur (JC), lima ekor jantan tidak dicukur (JTC), lima ekor betina yang dicukur (BC), dan lima ekor betina yang tidak dicukur (BTC) Minggu pertama ternak tidak dilakukan pencukuran dan diambil data pertumbuhannya untuk mengetahui pertumbuhan dari domba sebelum dilakukan pencukuran. Pada minggu kedua diambil kembali data pertumbuhannya dan dilakukan pencukuran pada ternak. Pencukuran domba hanya dilakukan satu kali selama penelitian. Pencukuran dimuai dari perut bagian bawah, kemudian keatas, kedepan dan kebelakang sampai daerah kepala dan kaki. Setelah di domba di cukur dilakukan pengukuran kembali. Pengambilan data meliputi, Panjang Badan (PB), Tinggi Badan (TB), Tinggi Pinggul (TPG), Lingkar Dada (LID), Dalam Dada (DD), Lebar Dada (LED), Panjang Pinggul (PPG),Lebar Pinggul (LPG). 9

23 Pengukuran dilakukan setiap dua minggu sekali, pada pagi hari sebelum ternak diberikan makan. Rancangan Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola faktorial 2x2 dan lima ulangan. Faktor A yaitu pencukuran yang terdiri dari cukur dan tidak cukur. Faktor B yaitu jenis kelamin terdiri dari jantan dan betina. Model matematika yang digunakan menurut Steel dan Torrie (1993) adalah: Y ijk = µ + P i + Y j + PY ij + ijk Keterangan : Y ijk : Variabel respon akibat pengaruh Pencukuran ke-i dan taraf kondisi morfologi ke-j pada ulangan ke-k µ : Nilai tengah umum Pi : Pengaruh Pencukuran level ke-i Yi : Pengaruh Jenis kelamin level ke-j PY ij : Pengaruh interaksi antara pencukuran ke-i dengan jenis kelamin domba ke-j ijk : Pengaruh galat percobaan dari pencukuran wol ke-i, jenis kelamin domba ke-j dan ulangan ke-k Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (Analysis of Variance) berdasarkan Steel dan Torrie (1993). Jika terdapat perbedaan yang nyata atau sangat nyata dilanjutkan dengan uji Duncan. Analisis Statistik Deskriptif Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis laju perkembangan morfometrik pada tubuh domba. Analisis ini dilakukan dengan menghitung nilai rataan (X ), dan simpangan baku (s). dengan prosedur statistik berikut (Steel dan Torrie, 1993). 10

24 Keterangan : X = nilai rataan Xi= ukuran ke i dari peubah X n = jumlah contoh yang diambil dari Populasi s = simpangan baku. Peubah yang Diamati Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah karakteristik fenotipik yang berkaitan dengan sifat kuantitatif yakni: 1. Panjang Badan (PB) adalah jarak garis lurus dari tepi depan luar tulang Scapula sampai benjolan tulang lapis (tulang duduk/os ischium), diukur dengan menggunakan tongkat ukur (cm). 2. Tinggi Badan (TB) adalah jarak tertinggi badan sampai alas ternak berdiri, diukur dengan menggunakan tongkat ukur (cm). 3. Tinggi Pinggul (TPG) adalah jarak tertinggi pinggul sampai alas ternak berdiri, diukur dengan menggunakan tongkat ukur (cm). 4. Lingkar Dada (LID) diukur melingkari rongga dada di belakang sendi bahu (Os scapula) menggunakan pita ukur (cm). 5. Dalam Dada (DD) adalah jarak tertinggi antara badan dengan tulang dada, diukur dengan menggunakan tongkat ukur (cm). 6. Lebar Dada (LED) merupakan jarak antara tonjolan sendi bahu (Os scapula) kiri dan kanan, diukur dengan menggunakan sliding calliper (cm). 7. Lebar Pinggul (LPG) merupakan jarak antara tonjolan pinggul kiri dan kanan, diukur dengan menggukan sliding calliper (cm). 8. Panjang Pinggul (PPG) adalah jarak antara penonjolan pinggul bagian atas sampai penonjolan tulang lapis (tulang duduk/os ischium), diukur dengan menggunakan pita ukur (cm). 11

25 Gambar 1. Cara Pengukuran Ukuran-Ukuran Tubuh (Hafiz,2009) Keterangan gambar : 1. Panjang Badan (PB) 5. Dalam Dada(DD) 2. Tinggi Badan (TB) 6. Lebar Dada (LED) 3. Tinggi Pinggul (TPG) 7. Lebar Pinggul (LPG) 4. Lingkar Dada(LID) 8. Panjang Pinggul (PPG) 12

26 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Lokasi Penelitian Peternakan domba Indocement berlokasi di kampung Legok Ratih, Desa Tajur, Kabupaten Bogor adalah sebuah peternakan yang memanfaatkan lahan bekas penambangan bahan semen. Peternakan ini berdiri pada Oktober 2008 bekerja sama dengan Fakultas Peternakan IPB. Gambar 2. Kandang di Peternakan Domba Indocement. Peternakan domba Indocement memiliki 3 kandang utama dan 1 kandang isolasi. Kandang bertipe kandang panggung. Kandang panggung dicirikan dengan adanya tiang penyanggah sehingga kandang berada diatas tanah (sekitar 0,5 1 m) dan berbentuk panggung. Alas lantai kandang terbuat dari bilah bambu yang dipasang dengan sedikit celah sehingga memudahkan kotoran jatuh kebawah kandang. Kandang ini memiliki lantai kolong yang bersemen dan miring ke arah selokan sehingga memudahkan dalam pembersihan kotoran. Atap kandang bertipe monitor dan berbahan genteng. Gambar 3. Kandang Koloni dan Ternak di dalam Kandang Koloni. 13

27 Kondisi Klimat Rataan suhu dan kelembaban lingkungan dari Peternakan Domba Indocement selama sepuluh minggu yang diamati pada dalam kandang dan luar kandang dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan Suhu dan Kelembaban Udara di Lokasi Penelitian Lokasi Waktu Suhu ( o C) Kelembaban (%) Dalam Kandang Pagi 25,06 ± ,63 ± 12,70 Siang 32,04 ± 3,23 53,00 ± 16,65 Sore 28,55 ± 1,28 69,25 ± 11,25 Luar Kandang Pagi 28,49 ± 4,89 73,88 ± 17,59 Siang 40,25 ± 5,02 32,88 ± 11,61 Sore 29,29 ± 2,16 69,88 ± 9,96 Keterangan : pagi (07.30) WIB, siang (13.30) WIB, sore (17.30) WIB Kondisi cuaca di Peternakan Domba Indocement di dalam kandang lebih rendah dibandingkan dengan diluar kandang baik pagi, siang dan sore. Selain itu kelembaban didalam kandang juga lebih tinggi yaitu 81,63%±12,70%. Kelembaban didalam kandang juga pada pagi hari lebih tinggi dibandingkan dengan siang dan sore hari. Suhu diluar kandang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu didalam kandang. Suhu diluar kandang 40,25±5,02 o C. Rataan curah hujan selama penelitian atau selama 10 minggu adalah 22,39 mm/hari. Suhu optimal untuk domba di daerah tropis berkisar antara o C (Kartasudjana, 2001). Hal ini menunjukan bahwa suhu diluar kandang peternakan Indocement berada diatas suhu nyaman domba. Suhu siang hari di dalam kandang adalah 32,04±3,23 o C dan di luar kandang adalah 40,25±5,02 o C yang artinya kisaran suhu pada siang hari berada diatas suhu nyaman domba. Ramdan (2007) menyatakan bahwa peningkatan suhu dan kelembaban lingkungan dapat menyebabkan penurunan terhadap konsumsi pakan sehingga semakin tinggi suhu dan kelembaban udara pada suatu tempat cenderung menurunkan produktivitas ternak, terutama pertambahan bobot badan yang lambat disebabkan oleh tidak efisiennya penggunaan energi untuk pertumbuhan, karena sebagian energi tersebut banyak digunakan untuk meningkatkan aktivitas fisiologis diantaranya respirasi. 14

28 Kondisi Ternak Penelitian Kondisi Fisiologis. Suhu tubuh dapat diukur melalui suhu rektal, karena suhu rektal merupakan indikator yang baik untuk menggambarkan suhu internal tubuh ternak. Suhu rektal juga sebagai parameter yang dapat menunjukkan efek dari cekaman lingkungan terhadap domba. Oktameina (2011) melaporkan suhu tubuh pagi hari, domba yang dicukur lebih rendah (37,97±0,28 0 C) dibandingkan dengan yang tidak dicukur (38,47±0,31 0 C). Pada siang hari suhu tubuh yang dicukur lebih rendah (38,45±0,20 0 C) dibandingkan dengan yang tidak dicukur (38,70±0,25 0 C). Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat cekaman atau beban panas yang dialamin oleh domba yang tidak dicukur lebih tinggi jika dibandingkan dengan domba yang dicukur. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan suhu rektal domba di daerah tropis berada pada kisaran 39, C. Oktameina (2011) melaporkan bahwa denyut jantung pada sore hari jantan (86,72±6,47 kali/menit) lebih tinggi dibandingkan dengan betina (81,24±4,12 kali/menit). Hal ini disebabkan domba garut jantan bersifat lebih agresif dan sangat kuat dibandingkan dengan betina. Sehingga aktivitas jantan lebih banyak yang menyebabkan denyut jantungnya pun lebih tinggi dibandingkan dengan betina. Denyut jantung domba pada sore hari meningkat seiring dengan peningkatan suhu tubuh, selain itu aktivitas yang dilakukan oleh ternak pada sore lebih tinggi dibandingkan siang ataupun pagi hari. Sore hari ternak dimasukkan ke dalam kandang setelah digembalakan sehingga ternak berlari-larian yang dapat menyebabkan denyut jantung domba berdetak lebih cepat (Oktameina, 2011). Denyut jantung domba kali/menit (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Respirasi meliputi semua proses baik fisik maupun kimia, hewan mengadakan pertukaran gas-gas dengan lingkungan sekelilingnya, khususnya gas O 2 dan CO 2 (Widjajakusuma dan Sikar, 1986). Oktameina (2011) melaporkan bahwa laju respirasi pada pagi hari, domba jantan (24,08±2,78 kali/menit) lebih rendah dibandingkan dengan betina (28,16±2,20 kali/menit). Respirasi domba yang dicukur (24,46±2,90 kali/menit) lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak dicukur (27,78±2,69 kali/menit). Hal ini disebabkan pagi hari domba tidak mengalami stres karena suhu lingkungan berada pada kisaran suhu nyaman, sehingga laju respirasi berada pada kisaran normal. 15

29 Oktameina (2011) melaporkan bahwa pada siang hari laju respirasi pada domba yang dicukur (38,84±6,56 kali/menit) lebih rendah dibandingkan yang tidak dicukur (55,86±8,53 kali/menit). Hal ini disebabkan karena domba yang tidak dicukur memiliki respirasi yang tinggi karena pada saat pelepasan panas tubuh domba yang tidak dicukur akan terhambat maka cara yang lebih tepat untuk pelepasan panas yaitu melalui respirasi. Domba yang dicukur respirasinya lebih rendah karena pada saat pelepasan panas tubuh lebih efisien. Respirasi pada sore hari domba jantan dan betina yang tidak dicukur lebih tinggi dibandingkan dengan domba jantan yang dicukur dan domba betina yang dicukur. Oleh sebab itu domba yang dicukur memiliki laju respirasi yang lebih rendah dibandingkan dengan domba yang tidak dicukur (Oktameina,2011). Domba tropis mempunyai frekuensi laju respirasi berkisar hembusan per menit (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Produksi dan Perfoma Ternak. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu parameter untuk mengetahui performa ternak. Pertambahan bobot badan yang tinggi sangat diharapkan pada suatu peternakan untuk menghasilkan bobot badan yang tinggi serta keefesienan dalam mencerna pakan. Yunidar (2011) melaporkan bahwa pertambahan bobot badan harian (PBBH) domba garut jantan yang dicukur (156±10 g/ekor/hari) lebih tinggi dibandingkan dengan betina yang dicukur (60±14 g/ekor/hari), jantan dan betina yang tidak dicukur (67±17 g/ekor/hari dan 74±20 g/ekor/hari). Pakan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari konsentrat dan hijauan. Konsentrat yang diberikan merupakan pakan konsentrat komersil, sedangkan hijauan yang diberikan berupa rumput Brachiaria humidicola, air minum diberikan secara ad libitum. Yunidar (2011) melaporkan bahwa rataan konsumsi pakan hijauan segar adalah 1.114,5±83,1 g/ekor/hari, Sedangkan rataan konsumsi pakan konsentrat adalah 198,57±1,18 g/ekor/hari, Konsumsi pakan hijauan dan konsentrat adalah sebesar 716,79±40,7 g/ekor/hari. Produksi bulu domba dapat diukur melalui beberapa parameter diantaranya adalah pertumbuhan panjang bulu domba, produksi berat segar bulu domba, dan diameter bulu domba. Ma ani (2011) melaporkan bahwa rataan pertumbuhan panjang bulu pada domba garut setelah pencukuran adalah 16

30 0,38±0,03 mm/hari. Rataan diameter bulu domba garut adalah 112,19±11,93 µm, sedangkan rataan produksi berat segar bulu domba garut adalah 0,43±0,02 mg/cm 2 /hari. Menurut Ensminger (1991) panjang bulu domba sangat bervariasi antara 1-20 inchi pertahun, rata-rata pertumbuhan bulu domba pada domba merino adalah 0,2 mm/hari. Tingkah Laku Ternak. Tingkah laku saat pencukuran merupakan tingkah laku yang dilakukan oleh seekor domba selama pencukuran. Tingkah laku yang sering muncul saat pencukuran adalah tingkah laku agonistik, yaitu mengangkat kepala, menendang dan berusaha untuk berdiri. Tingkah laku agonistik terjadi akibat adanya kulit atau bagian bulu yang terjepit oleh gunting sehingga domba merasa kesakitan dan berusaha untuk melawan. Namun terdapat beberapa domba yang melakukan agonistik meskipun tidak tergunting kulitnya, diduga disebabkan stress atau merasa tertekan akibat penanganan ternak dan posisi berbaring yang kurang nyaman. Ma ani (2011) melaporkan bahwa hasil pengamatan selama pencukuran menunjukkan frekuensi tingkah laku agonistik pada domba jantan adalah 15,70±5,70 kali/pencukuran, dan pada betina lebih tinggi yaitu sebesar 19,70±4,80 kali/pencukuran. Frekuensi agonistik pada betina saat pencukuran lebih tinggi dibandingkan dengan jantan. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Fraser (1975), yang menyatakan bahwa jantan lebih agresif bila dibandingkan dengan betina. Namun hal ini diduga disebabkan pada domba betina mengalami tingkat stress yang lebih tinggi saat pencukuran, sehingga domba betina menjadi lebih agresif dan menunjukkan tingkah laku agonistik yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa setiap ternak memiliki respon yang berbeda terhadap rangsangan yang diberikan. Tingkah laku lain yang muncul selama pencukuran adalah vokalisasi dan membuang kotoran yaitu membuang feses. Tingkah laku vokalisasi sering muncul bersamaan dengan agonistik atau disaat terdapat kulit yang tergunting. Frekuensi tingkah laku vokalisasi pada jantan, dan betina, adalah 1,70±2,30 kali/pencukuran dan 9,50±13,20 kali/pencukuran. Frekuensi tingkah laku vokalisasi pada betina lebih tinggi dibandingkan dengan jantan. Hal ini dapat disebabkan betina lebih stress dibandingkan jantan sehingga frekuensi vokalisasi meningkat. Tingkah laku 17

31 membuang kotoran jarang dilakukan selama pencukuran yaitu sebanyak 0,70±0,90 kali/pencukuran dan 0,50±0,50 kali/pencukuran masing-masing pada jantan, dan betina. Tingkah laku membuang kotoran yang muncul adalah membuang feses tingkah laku membuang urine tidak muncul selama pencukuran. Pencukuran bulu domba dilakukan untuk memanen bulu atau untuk tujuan kebersihan. Namun pencukuran akan menghilangkan bulu yang menutupi tubuh domba yang memungkinkan adanya perubahan tingkah laku. Rataan tingkah laku agonistik pada jantan adalah 0,62±0,53 kali/10 menit, sedangkan pada betina 0,12±0,17 kali/10 menit. Rataan frekuensi tingkah laku agonistik pada domba betina lebih rendah bila dibandingkan dengan tingkah laku agonistik pada jantan. Hal ini sesuai dengan pendapat Craig (1981), tingkah laku agonistik juga dimiliki oleh hewan betina namun frekuensinya sangat kecil hal ini disebabkan karena hewan betina juga dapat memproduksi hormon androgen yang dihasilkan oleh ovari dan pituitary glan, namun jumlahnya tidak sebanyak yang diproduksi oleh jantan. Tingkah laku agonistik yang muncul adalah menendang kandang dengan kaki, dan menumbukkan kepala pada dinding kandang. Tingkah laku ingestive lain adalah merumput, makan pakan hasil pemotongan atau penyimpanan dan konsentrat. Peningkatan produksi dapat dicapai jika ternak makan dengan agresif sehingga memakan pakan lebih banyak (Ensminger, 2002). Ma ani (2011) melaporkan bahwa rataan tingkah laku ingestive pada jantan dan betina adalah 6,00±3,53 kali/10 menit dan 8,38±0,53 kali/10 menit.. Tingkah laku ingestive yang sering muncul selama pengamatan adalah tingkah laku ruminasi dan minum. Tingkah laku makan rumput atau konsentrat jarang dijumpai karena pengamatan dilakukan setelah pemberian pakan selesai. Tingkah laku berikutnya adalah tingkah laku membuang kotoran yaitu tingkah laku membuang feses dan urinasi. Ma ani (2011) melaporkan bahwa rataan tingkah laku membuang kotoran pada domba jantan dan betina adalah 0,12±0,17 kali/ 10 menit dan 0,12±0,18 kali/10 menit. Tingkah laku membuang kotoran yang muncul selama pengamatan adalah mengeluarkan feses dan urin. Hart (1985) menyatakan bahwa tingkah laku membuang kotoran ini dipengaruhi oleh pakan yang dimakan serta karakter fisiologis dari tiap hewan tersebut 18

32 Tingkah laku lain yang berkaitan dengan pencukuran adalah tingkah laku merawat diri. Ma ani (2011) melaporkan bahwa rataan frekuensi tingkah laku merawat diri domba garut adalah 3,37±2,65 kali/10 menit, sedangkan frekuensi tingkah laku merawat diri domba betina sebelum dicukur adalah 4,00±1,73 kali/10 menit dan menurun menjadi 0,75±0,96 kali/10 menit. Penurunan frekuensi tingkah laku merawat diri pada betina dapat disebabkan karena dengan adanya pencukuran domba menjadi lebih bersih baik dari kotoran yang menempel pada bulu maupun ektoparasit yang mungkin berkembang pada kulit saat dalam keadaan bulu panjang, sehingga dengan demikian domba akan merasa lebih bersih dan menurunkan frekuensi tingkah laku merawat diri. Tingkah laku lain adalah tingkah laku vokalisasi yaitu tingkah laku mengeluarkan suara. Domba biasanya melakukan vokalisasi disaat mengalami gangguan atau pada saat waktu pemberian pakan tiba. Ma ani (2011) melaporkan bahwa selama pengamatan dilakukan domba tidak menunjukkan adanya tingkah laku vokalisasi. Hal ini dapat disebabkan karena kenyamanan kandang yang berupa kandang monitor sehingga dengan demikian sirkulasi udara dalam kandang lancar. Selain hal tersebut domba di peternakan ini biasanya melakukan tingkah laku vokalisasi pada saat waktu pemberian konsentrat dan akan digembalakan. Ukuran Morfometrik Ukuran Morfometrik Domba pada Akhir Penelitan Penggukuran ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk dapat memberikan gambaran eksterior seekor ternak. Rataan morfologi domba garut jantan dan betina yang dicukur dan tidak dicukur pada akhir penelitian disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis menunjukkan bahwa rataan morfometrik domba pada akhir penelitian tidak berbeda nyata (P>0,05) pada semua peubah. Rataan panjang badan pada akhir penelitian adalah 56,6±3,58 cm. Salamahwati (2004) melaporkan rataan panjang badan domba garut jantan tipe tangkas pada umur kurang dari 1 tahun adalah 42,52±12,82 cm dan untuk tipe pedaging panjang badannya adalah 47,91±8,26 cm, sedangkan panjang badan 19

33 betina tangkas dan pedaging pada usia kurang dari 1 tahun adalah 44,15±9,88 cm dan 44,19 ± 7,51 cm. Tabel 3. Rataan Morfometrik Domba pada Akhir Penelitian (10 minggu). Peubah JK Perlakuan Rataan Cukur Tidak Cukur Jantan 57,3 ± 3,70 56,4 ± 4,83 56,85 ± 4,08 PB Betina 55,1 ± 3,89 57,6 ± 1,98 56,35 ± 3,20 Rataan 56,2 ± 3,27 57 ± 3,54 56,6 ± 3,58 TB Jantan 58,5 ± 2,69 57,2 ± 3,42 57,85 ± 2,98 Betina 58,4 ± 3,64 57,4 ± 2,19 57,9 ± 2,88 Rataan 58,45 ± 3,02 57,3 ± 2,71 57,87 ± 2,86 TPG Jantan 63,1 ± 4,34 58,4 ± 3,78 60,75 ± 4,57 Betina 60,9 ± 4,09 59,7 ± 2,77 60,3 ± 3,36 Rataan 62 ± 4,14 59,05 ± 3,20 60,53 ± 3,91 LID Jantan 59,2 ± 6,62 58,6 ± 6,62 58,9 ± 4,93 Betina 61,48 ±5,35 61,2 ± 2,28 61,34 ±3,88 Rataan 60,34 ± 4,35 59,9 ± 4,86 60,12 ± 4,50 DD Jantan 23,4 ± 1,29 23,8 ± 2,59 23,6 ± 1,94 Betina 23,1 ± 1,43 22,6 ± 1,56 22,85 ± 1,43 Rataan 23,25 ± 1,29 23,2 ± 2,11 23,23 ± 1,71 LED Jantan 14,3 ± 0,57 13,6 ± 1,78 13,95 ± 1,30 Betina 14,1 ± 0,22 14,4 ± 0,55 14,25 ± 0,42 Rataan 14,2 ± 0,42 14 ± 1,31 14,1 ± 0,95 LPG Jantan 12,7 ± 1,92 12,4 ± 1,34 12,55 ± 1,57 Betina 12,6 ± 0,55 14 ± 0,61 13,3 ± 0,91 Rataan 12,65 ± 1,33 13,2 ± 1,30 12,93 ± 1,31 PPG Jantan 18,1 ± 1,08 17,62 ± 1,68 17,86 ± 1,36 Betina 19,38 ± 1,61 18,6 ± 0,89 18,99 ± 1,29 Rataan 18,74 ± 1,46 18,11 ± 1,37 18,43 ± 1,42 Keterangan : PB = Panjang Badan, TB = Tinggi Badan, TPG = Tinggi Pinggul, LID = Lingkar Dada, DD = Dalam Dada, LED = Lebar Dada, LPG = Lebar Pinggul, PPG = panjang Pinggul, 20

34 Setiawan (2003) melaporkan betina tipe tangkas dan pedaging usia kurang dari 1 tahun panjang badannya adalah 44,44±4,96 cm dan 45,44±3,10 cm. Rataan panjang badan pada akhir penelitian lebih tinggi dibandingkan panjang badan yang dilaporkan Salamahwati (2004) dan Setiawan (2003). Menurut Berg dan Butterfield (1976) pertumbuhan ternak bergerak kearah belakang (antero posterior) atau bagian depan tumbuh lebih awal. Rataan ukuran morfometrik domba pada akhir penelitian pada tinggi badan, tinggi pinggul, lingkar dada, dalam dada, lebar dada, lebar pinggul dan panjang pinggul secara berurutan adalah 57,87±2,86 cm, 60,53±3,91cm, 60,12±4,50 cm, 23,23±1,71 cm, 14,1±0,95 cm, 12,93±1,31 cm, 18,43±1,42cm. Salamahwati (2004) melaporkan bahwa tinggi pundak dari jantan tipe tangkas dan pedaging pada usia kurang dari 1 tahun adalah 52,07±12,42 cm dan 51,51±8,38 cm. Sedangkan betina tipe tangkas dan pedaging pada usia kurang dari 1 tahun adalah 47,88±13,40 cm dan 48,13±9,33 cm. Setiawan (2003) melaporkan bahwa betina tipe tangkas dan pedaging usia kurang dari 1 tahun memiliki tinggi pundak yaitu 55,52±2,99 cm dan 56,53±1,79 cm. Rataan tinggi badan domba yang diberi perlakuan pencukuran lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi badan domba yang dilaporkan oleh Salamahwati (2004) dan Setiawan (2003). Pada akhir penelitian perlakuan pencukuran belum tampak mempengaruhi ukuran morfometrik. Hasil ini menunjukan bahwa perlakuan pencukuran dan jenis kelamin tidak mempengaruhi ukuran morfometrik domba pada akhir penelitian. Pertumbuhan Morfometrik Domba Selama Penelitan Penggukuran ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk dapat memberikan gambaran eksterior seekor ternak. Rataan morfologi domba garut jantan dan betina yang dicukur dan tidak dicukur pada awal penelitian disajikan pada Tabel 4. Hasil analisis menunjukan perlakuan pencukuran secara umum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pertumbuhan morfometrik, kecuali pada pertumbuhan panjang badan dan tinggi pinggul perlakuan pencukuran berpengaruh nyata (P<0,05). 21

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

TINJAUAN PUSTAKA. Domba TINJAUAN PUSTAKA Domba Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas hal-hal tertentu, diantaranya berdasarkan perbandingan banyak daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan asal

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Asal-Usul dan Klasifikasi Domba Domba yang dijumpai saat ini merupakan hasil domestikasi yang dilakukan manusia. Pada awalnya domba diturunkan dari 3 jenis domba liar, yaitu Mouflon

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Asal Usul dan Klasifikasi Domba Garut Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu, diantaranya berdasarkan perbandingan banyak daging atau wol, ada

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal Indonesia Domba Ekor Tipis

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba  Domba Lokal Indonesia Domba Ekor Tipis TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Menurut Tomaszewska et al. (1993) domba berasal dari Asia, yang terdiri atas 40 varietas. Domba-domba tersebut menyebar hampir di setiap negara. Ternak domba merupakan

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu

METODE. Lokasi dan Waktu METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan domba PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. yang berada di desa Tajur Kecamatan Citeureup, Bogor. Penelitian dilakukan selama 9 minggu mulai

Lebih terperinci

Pada kondisi padang penggembalaan yang baik, kenaikan berat badan domba bisa mencapai antara 0,9-1,3 kg seminggu per ekor. Padang penggembalaan yang

Pada kondisi padang penggembalaan yang baik, kenaikan berat badan domba bisa mencapai antara 0,9-1,3 kg seminggu per ekor. Padang penggembalaan yang TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba sejak dahulu sudah mulai diternakkan orang. Ternak domba yang ada saat ini merupakan hasil domestikasi dan seleksi berpuluh-puluh tahun. Pusat domestikasinya diperkirakan berada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Domestikasi domba diperkirakan terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 9.000 11.000 tahun lalu. Sebanyak tujuh jenis domba liar yang dikenal terbagi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (Integrated Taxonomic Information System) adalah sebagai berikut :

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (Integrated Taxonomic Information System) adalah sebagai berikut : II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Domba merupakan salah satu sumber pangan hewani bagi manusia. Domba merupakan salah satu ruminansia kecil yang dapat mengkonnsumsi pakan kualitas rendah dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol Institut Pertanian Bogor (UP3J-IPB) Desa Singasari Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor

Lebih terperinci

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Perkembangan Domba Asia merupakan pusat domestikasi domba. Diperkirakan domba merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi oleh manusia kira-kira

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di usaha peternakan rakyat yang terletak di Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Karakteristik Domba Lokal di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Karakteristik Domba Lokal di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah dan Karakteristik Domba Lokal di Indonesia Ternak atau sering juga dikenal sebagai ternak ruminansia kecil, merupakan ternak herbivora yang sangat populer di kalangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Domba Priangan Domba adalah salah satu hewan yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Ekor Tipis Domba Ekor Tipis (DET) merupakan domba asli Indonesia dan dikenal sebagai domba lokal atau domba kampung karena ukuran tubuhnya yang kecil, warnanya bermacam-macam,

Lebih terperinci

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum)

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) SKRIPSI TRI MULYANINGSIH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2011. Lokasi penelitian di Kelompok Peternak Kambing Simpay Tampomas, berlokasi di lereng Gunung Tampomas,

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea (http://maps.google.com, 5 Agustus 2011)

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea (http://maps.google.com, 5 Agustus 2011) HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Bogor merupakan wilayah dari Propinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Propinsi Banten dan bagian dari wilayah Jabotabek. Secara geografis,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Detaseman Kavaleri Berkuda (Denkavkud) berada di Jalan Kolonel Masturi, Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kecamatan Cimalaka memiliki populasi kambing PE sebanyak 1.858 ekor. Keberadaan kambing PE di kecamatan Cimalaka diawali dengan adanya usaha pemanfaatan lahan kritis,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Peternakan Domba CV. Mitra Tani Farm, Desa Tegal Waru RT 04 RW 05, Ciampea-Bogor. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 24 Agustus

Lebih terperinci

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc.

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc. APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS SKRIPSI HAFIZ PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi pengembangan usaha peternakan kambing masih terbuka lebar karena populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai 1.012.705 ekor. Menurut data

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Wonosobo merupakan domba hasil persilangan antara domba Texel yang didatangkan pada tahun 1957 dengan Domba Ekor Tipis dan atau Domba Ekor Gemuk yang secara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan ternak yang keberadaannya cukup penting dalam dunia peternakan, karena kemampuannya untuk menghasilkan daging sebagai protein hewani bagi masyarakat. Populasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2011. Pemeliharaan domba dilakukan di kandang percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil sedangkan

Lebih terperinci

BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H

BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Domba Indocement Citeureup, Bogor selama 10 minggu. Penelitian dilakukan pada awal bulan Agustus sampai pertengahan bulan Oktober

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT SKRIPSI TANTAN KERTANUGRAHA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Sapi Sapi menurut Blakely dan Bade (1992), diklasifikasikan ke dalam filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui), ordo Artiodactile (berkuku atau berteracak

Lebih terperinci

Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta

Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta Evaluation Of Salako Cumulative Index On Local Ewes In Neglasari Darangdan District

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) mulai bulan Juli hingga November 2009.

METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) mulai bulan Juli hingga November 2009. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) mulai bulan Juli hingga November 2009. Materi Ternak Ternak yang digunakan adalah 50 ekor domba

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong merupakan bangsa-bangsa kambing yang terdapat di wilayah Jawa Tengah (Dinas Peternakan Brebes

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil persilangan antara Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Suhu dan Kelembaban

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Suhu dan Kelembaban TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Domba garut memiliki sifat profilik atau memiliki anak lebih dari satu dengan jumlah anak perkelahiran ialah 1.97 ekor. Domba garut merupakan domba yang berasal dari persilangan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0. HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran-ukuran Tubuh pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis Penggunaan ukuran-ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo ruminansia, famili Bovidae, dan genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burn, 1994). Kambing

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Bobot Badan Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh dapat menjadi acuan untuk mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh mempunyai kegunaan untuk menaksir

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1.

BAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1. 21 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai Januari 2010. Pemeliharaan ternak di Laboratorium Lapang, kandang blok B sapi perah bagian IPT Perah Departemen

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Indonesia masih sangat jarang. Secara umum, ada beberapa rumpun domba yang

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Indonesia masih sangat jarang. Secara umum, ada beberapa rumpun domba yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Rumpun Domba Rumpun adalah segolongan hewan dari suatu jenis yang mempunyai bentuk dan sifat keturunan yang sama. Jenis domba di Indonesia biasanya diarahkan sebagai domba pedaging

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Ekor Tipis Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak dipelihara sebagai ternak penghasil daging oleh sebagian peternak di Indonesia. Domba didomestikasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Hasil Analisis Ukuran Tubuh Domba. Ukuran Tubuh Minimal Maksimal Rata-rata Standar Koefisien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Hasil Analisis Ukuran Tubuh Domba. Ukuran Tubuh Minimal Maksimal Rata-rata Standar Koefisien 19 4.1 Ukuran Tubuh Domba Lokal IV HASIL DAN PEMBAHASAN Indeks morfologi tubuh sangat diperlukan dalam mengevaluasi konformasi tubuh sebagai ternak pedaging. Hasil pengukuran ukuran tubuh domba lokal betina

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Sapi Bali Abidin (2002) mengatakan bahwa sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos Sondaicus)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Balai Pengembangan Ternak Domba Margawati merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas di lingkungan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat yang mempunyai tugas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba lokal dapat didefinisikan sebagai domba hasil perkawinan murni atau silangan yang mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi iklim tropis dan diketahui sangat produktif

Lebih terperinci

KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN

KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NURMALASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar ekor (Unit Pelaksana

TINJAUAN PUSTAKA. Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar ekor (Unit Pelaksana II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Sapi Bali Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar 1.519 ekor (Unit Pelaksana Teknis Daerah, 2012). Sistem pemeliharaan sapi bali di Kecamatan Benai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Bangsa sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Zebu dan Banteng. Tubuh dan tanduknya relatif kecil, warna bulu pada jantan dan betina sama seperti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH. Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin ABSTRAK

PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH. Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin ABSTRAK PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin Program Studi Peterenakan Fakultas Peternakan Dan Perikanan Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS

APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS SKRIPSI HAFIZ PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Ayam tipe medium atau disebut juga ayam tipe dwiguna selain sebagai ternak penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging (Suprianto,2002).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mampu beradaptasi dengan pakan dan lingkungan yang kurang baik (Priyanto et

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mampu beradaptasi dengan pakan dan lingkungan yang kurang baik (Priyanto et 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Malaysia dan Indonesia, mampu beradaptasi dengan pakan dan lingkungan yang kurang baik (Priyanto et al., 2002). Murtidjo

Lebih terperinci

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat.

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan IPT Ruminansia Kecil serta Laboratorium IPT Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Garut

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Garut TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba merupakan salah satu sumber pangan hewani bagi manusia. Domba merupakan salah satu ruminansia kecil yang dapat mengkonnsumsi pakan kualitas rendah dan dipelihara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu HASIL DAN PEMBAHASAN Manajemen Pemeliharaan Komponen utama dalam beternak puyuh baik yang bertujuan produksi hasil maupun pembibitan terdiri atas bibit, pakan serta manajemen. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Kuda TINJAUAN PUSTAKA Kuda Kuda (Equus caballus atau Equus ferus caballus) memiliki klasifikasi ilmiah yaitu kerajaan Animalia (hewan), filum Chordata (bertulang belakang), kelas Mammalia (menyusui), ordo Perissodactylater

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba mempunyai arti penting bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia karena dapat menghasilkan daging, wool, dan lain sebagainya. Prospek domba sangat menjanjikan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha peternakan, salah satu jenis ternak yang cocok dikembangkan adalah kambing. Pada tahun 2010 dan 2011,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (tekstil) khusus untuk domba pengahasil bulu (wol) (Cahyono, 1998).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (tekstil) khusus untuk domba pengahasil bulu (wol) (Cahyono, 1998). II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Domba Domba merupakan jenis ternak potong yang tergolong ternak ruminansia kecil, hewan pemamah biak dan merupakan hewan mamalia. Disamping sebagai penghasil daging

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kabupaten Kaur, Bengkulu. Gambar 1. Peta Kabupaten Kaur

TINJAUAN PUSTAKA Kabupaten Kaur, Bengkulu. Gambar 1. Peta Kabupaten Kaur TINJAUAN PUSTAKA Kabupaten Kaur, Bengkulu (Sumber : Suharyanto, 2007) Gambar 1. Peta Kabupaten Kaur Kabupaten Kaur adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Bengkulu. Luas wilayah administrasinya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Kuda merupakan mamalia ungulata yang berukuran paling besar di

I PENDAHULUAN. Kuda merupakan mamalia ungulata yang berukuran paling besar di 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kuda merupakan mamalia ungulata yang berukuran paling besar di kelasnya. Kuda dari spesies Equus caballus yang dahulu merupakan bangsa dari jenis kuda liar, kini sudah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes TINJAUAN PUSTAKA Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, pada tahun 2010 mencapai 237,64 juta jiwa atau naik dibanding jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan bangsa kambing hasil persilangan kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil persilangan pejantan

Lebih terperinci

STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI NURLAELA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN NWUAELA. D24101054.

Lebih terperinci

POLA PERTUMBUHAN BERDASARKAN BOBOT BADAN DAN UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA LOKAL DI UNIT PENDIDIKAN DAN PENELITIAN PETERNAKAN JONGGOL (UP3J)

POLA PERTUMBUHAN BERDASARKAN BOBOT BADAN DAN UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA LOKAL DI UNIT PENDIDIKAN DAN PENELITIAN PETERNAKAN JONGGOL (UP3J) POLA PERTUMBUHAN BERDASARKAN BOBOT BADAN DAN UKURANUKURAN TUBUH DOMBA LOKAL DI UNIT PENDIDIKAN DAN PENELITIAN PETERNAKAN JONGGOL (UP3J) SKRIPSI TRI UTAMI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

Relationship Between Body Weight and Body Size Some Quantitative Properties Goat Kacang in Bone regency Bolango.

Relationship Between Body Weight and Body Size Some Quantitative Properties Goat Kacang in Bone regency Bolango. Relationship Between Body Weight and Body Size Some Quantitative Properties Goat Kacang in Bone regency Bolango. Oleh *APRIYANTO BAKARI, ** NIBRAS K. LAYA, *** FAHRUL ILHAM * Mahasiswa Progra Studi Peternakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba

TINJAUAN PUSTAKA Domba TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba diperkirakan didomestikasi pada tahun 7.200 SM, pusat domba yang pertama kali didomestikasi di daerah Asia Tengah dan Eropa Bagian Tenggara (Hart, 1985). Domba yang pertama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas hal-hal tertentu diantaranya berdasarkan perbandingan banyaknya daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba merupakan ternak ruminansia kecil dan termasuk komoditas. Kelompok Ternak Palasidin sebagai Villa Breeding Center yang

PENDAHULUAN. Domba merupakan ternak ruminansia kecil dan termasuk komoditas. Kelompok Ternak Palasidin sebagai Villa Breeding Center yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia kecil dan termasuk komoditas penghasil daging. Domba memiliki keuunggulan diantaranya yaitu memiliki daya adaptasi yang baik terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan sapi Bali asli Indonesia yang diduga sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak Domba. karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Meski demikian domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak Domba. karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Meski demikian domba BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ternak Domba Domba diklasifikasikan sebagai hewan herbivora (pemakan tumbuhan) karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Meski demikian domba lebih menyukai rumput dibandingkan

Lebih terperinci

L a j u P e r t u m b u h a n D o m b a L o k a l 1

L a j u P e r t u m b u h a n D o m b a L o k a l 1 L a j u P e r t u m b u h a n D o m b a L o k a l 1 PERSAMAAN LAJU PERTUMBUHAN DOMBA LOKAL JANTAN DAN BETINA UMUR 1-12 BULAN YANG DITINJAU DARI PANJANG BADAN DAN TINGGI PUNDAK (Kasus Peternakan Domba Di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali adalah sapi lokal Indonesia keturunan banteng yang telah didomestikasi. Sapi bali banyak berkembang di Indonesia khususnya di pulau bali dan kemudian menyebar

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk hasil peternakan yang berupa protein hewani juga semakin meningkat. Produk hasil

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI KHOERUNNISSA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN KHOERUNNISSA.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing 1. Kambing Boer Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi selama lebih dari 65 tahun. Kata "Boer" artinya petani. Kambing Boer

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Sapi Potong atau BPPT merupakan salah satu UPTD lingkup Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat sesuai dengan

Lebih terperinci