BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia penetapan program dan anggaran kegiatan dilakukan melalui

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia penetapan program dan anggaran kegiatan dilakukan melalui"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia penetapan program dan anggaran kegiatan dilakukan melalui musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang). Musrenbang dilakukan pemerintah daerah dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi hingga tingkat nasional. Idealnya sumber daya dialokasikan untuk memenuhi harapan dan kepentingan masyarakat. Harapan-harapan tersebut disampaikan dalam berbagai usulan program dan kegiatan dalam Musrenbang. Kegiatan ini dilakukan sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Daerah. Musrenbang merupakan salah satu bentuk penganggaran partisipatif yang disusun atas dasar interaksi antar individu dalam suatu komunitas, atau partisipasi sosial yang berpengaruh terhadap capaian anggaran dan umpan balik berupa penilaian dan evaluasi. Penelitian ini mengangkat isu tentang pengaruh kualitas penetapan program dan anggaran kegiatan sebagai keluaran Musrenbang. Penelitian ini penting dilakukan karena penetapan perencanaan program dan anggaran kegiatan yang berkualitas merupakan dasar dalam penentuan anggaran pemerintah daerah. Penelitian ini dimotivasi oleh hasil penelitian Sopanah (2012) yang menyatakan bahwa partisipasi peserta Musrenbang hanya sekedar seremonial belaka karena kegiatan Musrenbang belum mencerminkan keterlibatan aktif masyarakat, sehingga aspirasi masyarakat belum terpenuhi. Syahputra dan Yuliani (2013)

2 2 menyatakan bahwa Musrenbang yang telah dilakukan pada pemerintah daerah belum mencerminkan partisipasi aktif masyarakat. Menurut mereka belum maksimalnya hasil Musrenbang diindikasikan dari: 1) belum optimalnya penyampaian informasi usulan kegiatan masyarakat; 2) pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan aspirasi; dan 3) tidak adanya pengawasan yang dilakukan sebagai acuan untuk menentukan keberhasilan program dan kegiatan yang dilakukan. Berdasarkan hal ini maka peneliti juga mengangkat isu utama tentang tidak efektifnya Musrenbang yang menjadi faktor-faktor kontekstual yang terjadi khususnya pada Musrenbang tingkat kabupaten/kota. Secara teoritis dan secara empiris di sejumlah negara partisipasi masyarakat dalam penyusunan program-program pembanguunan dan anggaran pembangunan sangat penting dalam mewujudkan harapan masyarakat. Namun beberapa riset di Indonesia justru melaporkan hasil sebaliknya yaitu Musrenbang di Indonesia tidak efektif. Penyampaian aspirasi masyarakat dalam mekanisme Musrenbang tidak semuanya terserap dalam bentuk program dan kegiatan oleh pemerintah daerah. Dampak dari tidak tersalurnya aspirasi masyarakat menurut Gaventa (2002) menyebabkan masyarakat merasa hak dan tanggung jawabnya diabaikan. Pentingnya partisipasi dalam anggaran telah diteliti oleh Ebdon dan Franklin (2006), Sintomer et al. (2008), serta Williamson dan Scicchitano (2014). Penelitian mereka menyatakan bahwa partisipasi dalam penganggaran pemerintah daerah berkontribusi untuk peningkatan kualitas hidup warga. Penganggaran yang melibatkan partisipasi warga, baik dalam penggunaan dana maupun ketepatan alokasi anggaran akan didukung penuh pelaksanaannya oleh

3 3 warga. Penyampaian aspirasi tersebut dilakukan dengan cara konferensi, musyawarah, survey, opini langsung serta penelitian. Penyampaian aspirasi diperlukan guna mendukung kesuksesan pelaksanaan penganggaran partisipatif. Sintomer et al. (2008) menyatakan bahwa penyusunan anggaran pemerintah daerah sebaiknya dilakukan melalui partisipasi publik. Penyusunan anggaran seperti ini dimulai di kota Porto Alegre Brazil pada tahun 1980, kemudian diikuti oleh sekitar 100 pemerintah daerah di Amerika Latin. Keberhasilan kota Porto Alegre mengembangkan penganggaran partisipatif karena kota Porto Alegre memberikan prioritas perawatan kesehatan primer, peningkatan kualitas pendidikan, perbaikan sarana umum dan peningkatan transportasi dan berhasil meningkatkan standar hidup di atas kota-kota lain yang ada di Brazil. Selanjutnya Sintomer et al. (2008) menyimpulkan bahwa kesuksesan penyusunan penganggaran partisipatif di kota Porto Alegre terjadi disebabkan oleh tiga faktor utama. Faktor pertama adalah kemenangan politik warga akar rumput yang menuntut adanya kontribusi perwakilan mereka terhadap rancangan anggaran pemerintah kota. Faktor kedua, adanya prioritas penggunaan dana yang proporsional dengan kebutuhan infrastruktur yang ada di masing-masing distrik. Faktor yang terakhir, adanya pengawasan langsung komite anggaran ke distrik masing-masing, untuk memastikan ketepatan penggunaan anggaran. Menurut Libby (1999), individu serta subunit dalam sebuah organisasi dapat memberikan aspirasi yang tidak terbatas dan meminta alokasi anggaran seperti yang mereka inginkan. Bawahan secara sepihak memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada pengambil keputusan dan meminta anggaran

4 4 kebutuhan dan membuat target anggaran yang akan ditetapkan sesuai dengan basis kinerja mereka. Namun organisasi memiliki sumber daya yang terbatas. Terdapat perbedaan kepentingan antara pihak pemilik, manajemen dan bawahan dalam alokasi penggunaan anggaran. Manajer sebagai pengambil keputusan pada kondisi ini harus membuat skala prioritas penggunaan sumber daya. Pasewark dan Welker (1990) menyebut penganggaran yang usulan anggarannya berasal dari bawahan tetapi kemudian tidak teraspirasi merupakan suatu bentuk pseudo-partisipatif. Pseudo-partisipatif didefinisikan sebagai proses penganggaran dari bawahan yang merasa memiliki informasi yang penting untuk penyusunan anggaran. Kenyataannya, informasi yang mereka berikan dalam penyusunan anggaran ternyata tidak diperhatikan dan diabaikan. Dampak pseudopartisipatif akan memunculkan efek demotivasi bagi bawahan. Libby (1999) menyatakan efek demotivasi ini bisa dihindari dengan terjadinya komunikasi yang rasional antara atasan dan bawahan. Manfaat dari pelaksanaan program dan anggaran kegiatan sulit untuk diukur. Penyebabnya karena alokasi sumber daya seringkali merupakan hasil penilaian subjektif, dan merupakan proses kompleks dari negosiasi politik. Jones dan Pendlebury (2000) menyatakan bahwa penetapan program dan penganggaran partisipatif akan sulit dilaksanakan secara optimal akibat adanya masalah keprilakuan dalam pelaksanaan penetapan program dan anggaran kegiatan.

5 Masalah Penelitian Penganggaran partisipatif merupakan perwujudan aspirasi dari setiap individu yang merasa memiliki kepentingan terhadap anggaran yang dihasilkan. Musrenbang merupakan proses penganggaran partisipatif karena keputusan yang diambil menyangkut kepentingan publik. Dalam Musrenbang keputusan ditetapkan secara bersama meskipun terdapat keputusan individu. Adanya kepentingan individu dan kepentingan publik mendorong masing-masing peserta Musrenbang untuk sekuat tenaga menyampaikan kepentingannya. Jika salah satu peserta Musrenbang tidak menyampaikan pendapatnya, maka peserta tersebut akan berada dalam posisi yang merugi. Peserta yang mengalah tidak akan didengar aspirasinya. Tidak ada jaminan bagi peserta yang mengalah di tahun itu akan mendapatkan imbalan setimpal di tahun yang akan datang. Di pihak lain, peserta Musrenbang yang telah memperoleh alokasi sumber daya di tahun itu, di tahun berikutnya juga akan meminta lagi. Syahputra dan Yuliani (2013) menyatakan bahwa pelaksana kegiatan Musrenbang relatif belum memiliki kemampuan untuk mengakomodasi informasi yang begitu banyak dari para penyampai usulan kegiatan dan program. Akibatnya pelaksana kegiatan Musrenbang belum mampu untuk mengkompilasi informasi secara baik dalam menentukan keputusan penetapan program dan anggaran kegiatan. Menurut Petterson et al. (2001) dan Jones et al. (2002) apabila usulan yang disampaikan terlalu banyak dengan keterbatasan waktu dan kurangnya kemampuan mengatur mekanisme penyampaian usulan program dan kegiatan, akan menimbulkan information overload (IO) atau berlebihnya informasi.

6 6 Schwartz et al. (1986) menyatakan bahwa seseorang dapat membuat keputusan yang salah ketika memproses informasi yang terlalu banyak. Seseorang mampu memproses informasi dengan baik ketika jumlah informasi yang diproses relatif cukup. Jika informasi terlalu banyak maka kemampuan seseorang untuk memproses informasi menjadi buruk. Kapasitas pengolahan informasi yang terbatas dapat menjadi beban kognitif. Dampaknya menimbulkan kebingungan, ketegangan kognitif, dan konsekuensi disfungsional lainnya, dan pengambilan keputusan yang lebih buruk. Eppler dan Mengis (2003) menyatakan fenomena ini juga dapat terjadi bagi organisasi yang sudah mapan. Brueggemann (200 8) mengkaji information overload dari teori kognitif. Ukuran information overload dapat dilihat dari dua kontributor utama penyebabnya yaitu kompleksitas pelaporan, dan kompleksitas sumber data. Pada kegiatan Musrenbang penyebab utama terjadinya kompleksitas sumber data adalah terbatasnya waktu yang dialokasikan untuk melakukan Musrenbang, terbatasnya dana untuk program dan anggaran kegiatan, dan kurangnya data pendukung dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Kompleksitas sumber data menyebabkan kesulitan untuk mengkaji informasi dengan baik. Kontrol informasi akan menurun karena banyaknya usulan program dan kegiatan yang ditampilkan dalam Musrenbang. Dimulai dari tingkat kelurahan/desa, kecamatan, hingga chek and balances tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional. Tidak adanya mekanisme kontrol atas informasi yang dihasilkan dalam Musrenbang di tingkat bawah, maka hasilnya para pengambil keputusan dipaksa untuk mempertimbangkan informasi yang berlebih

7 7 dibandingkan dengan informasi yang bisa mereka proses. Berdasarkan hal ini maka permasalahan yang diangkat adalah: 1. Apakah information overload berpengaruh negatif terhadap kualitas penetapan program dan anggaran kegiatan dalam Musrenbang? Howard (1999) dan Bryant (2003) menyatakan dalam Teori Drama terdapat dua jenis dilema yaitu dilema konfrontasi dan dilema kolaborasi. Dilema kolaborasi berbeda dengan dilema konfrontasi pada cara penyelesaian konflik yang dihadapi. Dilema konfrontasi terjadi ketika masing-masing pihak tidak memiliki posisi yang sama dan tidak bisa saling mengubah posisinya. Pihak dalam dilema konfrontasi ini tidak bisa meyakinkan diri mereka sendiri jika pihak lain dapat mengancam mereka. Kegiatan interaksi berbagai pihak dalam Musrenbang dengan berbagai karakter yang ada dianalogikan sebagai pemain dalam Teori Drama. Pada satu sisi, karakter-karakter akan bersaing mengutamakan kepentingan masing-masing. Pada sisi tertentu akan muncul kesadaran kepentingan bersama. Kesadaran ini menjadi tujuan bersama yang dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak sesuai dengan tingkat ketercakupan dan keterwakilannya. Kesadaran ini memunculkan perlunya kolaborasi. Menurut Bryant (2003) dilema kolaborasi adalah dilema yang terjadi jika dilema konfrontasi dapat dihilangkan. Pada dilema kolaborasi pihak-pihak yang berinteraksi satu sama lain akan memiliki posisi yang sama. Mereka masih memiliki kemungkinan untuk tidak mempercayai pihak lain untuk berkomitmen dengan posisi yang sama. Musrenbang pada tingkat kabupaten/kota merupakan bentuk kolaborasi. Masing-masing pihak mempunyai tujuan yang sama untuk

8 8 penetapan usulan program dan kegiatan dengan kedudukan yang sejajar dalam Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Selanjutnya Bryant (2003) menyatakan bahwa dilema kolaborasi dibagi menjadi dua yaitu dilema kepercayaan dan dilema kerjasama. Dilema kepercayaan terjadi apabila pihak pertama menyangsikan kepercayaannya pada pihak kedua. Dilema ini terjadi pada kondisi pihak pertama meyakini bahwa pihak kedua akan memperoleh keuntungan sepihak dari solusi yang disepakati bersama. Akibatnya pihak pertama berkeinginan berpindah ke posisi pihak kedua, atau menemukan cara untuk meyakinkan bahwa pihak kedua akan melakukan hal yang sama seperti yang diinginkan pihak pertama. Bryant (2003) juga menyatakan bahwa d ilema kerjasama terjadi apabila pihak pertama dan pihak kedua berkeinginan untuk keluar dari komitmen. Pihak pertama maupun pihak kedua berasumsi bahwa terdapat pilihan lain yang lebih menarik daripada di posisi yang sama. Jika pihak pertama pindah ke posisi lain, atau pihak kedua yakin bahwa pihak pertama masih berkomitmen untuk posisi yang sama, maka masing-masing pihak akan berusaha untuk saling menukar posisi dengan memecah komitmen yang telah ada. Dilema kepercayaan dan dilema kerjasama memiliki kesesuaian dengan nilai-nilai dan prinsip kegiatan Musrenbang di tingkat kabupaten/kota. SKPD- SKPD yang ada di tingkat kabupaten/kota mengajukan usulan anggaran kepada TAPD dalam Musrenbang. Pada proses penyerapan aspirasi di Musrenbang setiap peserta akan menyampaikan aspirasinya dan menghadapi dilema kepercayaan dan dilema kerjasama ketika saling berhadapan. Musrenbang pada pemerintah

9 9 kota/kabupaten terdiri dari SKPD-SKPD yang mengusulkan program dan kegiatan, sebagian SKPD merupakan anggota tim anggaran pemerintah daerah. Pelaksanaan Musrenbang di tingkat kabupaten/kota dilakukan oleh TAPD, penugasannya berasal dari sebagian SKPD yang ada di pemerintah daerah tersebut. Masing-masing SKPD memiliki banyak usulan kegiatan. Di pihak lain tim anggaran juga mempunyai kepentingan tertentu untuk mensukseskan usulan kegiatan dan program dari SKPD asal tim anggaran itu sendiri. Masing-masing anggota TAPD juga saling membutuhkan kepercayaan agar pelaksanaan Musrenbang dapat tetap objektif. Dalam sudut pandang dirinya sebagai anggota tim anggaran, akan terdapat keraguan bahwa pihak lain juga memiliki usulan yang benar-benar penting. Pada situasi ini aspirasi pihak lain juga sepenting aspirasi diri mereka sendiri. Terdapat aspek mengakomodasi kepentingan pihak lain, ini merupakan pertimbangan yang rasional. Dari sini juga muncul kepentingan agar apa yang diusulkan diterima. Disisi lain muncul dilema kepercayaan, bisakah peserta Musrenbang percaya bahwa pihak lain akan melakukan apa yang mereka mau. Dalam dilema kerjasama, pihak pengambil keputusan harus bersikap untuk mengakomodasi kepentingan pihak lain. Pada kegiatan Musrenbang terdapat penyebab utama terjadinya kompleksitas sumber data berupa melimpahnya usulan dari masing-masing SKPD, terbatasnya dana, kurangnya data pendukung dari SKPD, dan terbatasnya waktu yang dialokasikan untuk kegiatan Musrenbang, akibatnya sulit untuk mengkaji informasi dengan baik. Musrenbang merupakan proses kolaborasi berbagai pihak yang pada situasi netral tanpa adanya dilema akan semakin baik

10 10 hasilnya. Dilema kerjasama dan kepercayaan merupakan dilema yang mempunyai andil besar untuk kesuksesan pelaksanaan. Pengajuan usulan program dan kegiatan dapat terlaksana selama terjadi proses interaksi berbagai pihak dapat terjadi dengan baik dan saling membangun kepercayaan. Akan tetapi dalam setting adanya information overload, dan keterbatasan dana dengan adanya dilema kerjasama dan dilema kepercayaan kualitas hasil keputusan Musrenbang diharapkan dapat menjadi lebih baik. Berdasarkan hal ini diindikasi bahwa dilema kerjasama dan dilema kepercayaan dapat memoderasi hubungan antara information overload dengan kualitas penetapan program dan anggaran kegiatan dalam Musrenbang. Semua kegiatan yang dilakukan oleh tim anggaran yang langsung ataupun tidak langsung terkait dengan kepentingan SKPD asal tim anggaran sehingga masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: 2. Apakah dilema kerjasama dan dilema kepercayaan berbasis Teori Drama memoderasi hubungan negatif information overload dengan kualitas penetapan program dan anggaran kegiatan dalam Musrenbang? 1.3. Motivasi Penelitian Studi ini penting dilakukan karena penetapan perencanaan program dan anggaran kegiatan yang berkualitas merupakan dasar dalam penentuan anggaran pemerintah daerah. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan dukungan empiris tentang pengaruh information overload terhadap kualitas penetapan program dan anggaran kegiatan yang dimoderasi oleh Teori Drama dengan menggunakan dilema kolaborasi sebagai variabel kontekstual dalam seting sektor

11 11 publik. Pengembangan dan pengujian penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi akademik tentang information overload, penganggaran partisipatif, dan Teori Drama. Penggunaan desain kuesioner, sampel purposif, dan pengujian statistika dengan pengujian model menggunakan moderated regression analysis (MRA) diharapkan dapat menghasilkan model empiris dengan pengukurpengukur yang valid dan reliabel yang dapat direplikasi oleh studi empiris selanjutnya Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis pengaruh information overload terhadap kualitas penetapan program dan anggaran kegiatan dalam Musrenbang. 2. Menganalisis pengaruh moderasi dilema kerjasama dan dilema kepercayaan berbasis Teori Drama terhadap hubungan information overload dengan kualitas penetapan program dan anggaran kegiatan Kontribusi Penelitian: Penggunaan Teori Drama sebagai teori yang dapat menjelaskan fenomena terjadinya konflik dalam kegiatan Musrenbang merupakan isu baru yang penting untuk diteliti. Penelitian ini mengembangkan riset keprilakuan terkait dengan penganggaran partisipatif dalam Musrenbang melalui pendekatan Teori Drama. Secara metodologis, penelitian ini mengembangkan desain penelitian menggunakan survei terhadap pelaku Musrenbang dalam menetapkan usulan program dan anggaran kegiatan. Penelitian ini juga berkontribusi dalam

12 12 mengembangkan instrumen penelitian yang valid dan reliabel untuk mengukur instrumen kualitas penetapan perencanaan program dan anggaran kegiatan, dilema kepercayaan, dilema kerjasama berbasis Teori Drama dan information overload. Penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi pemangku kepentingan di organisasi sektor publik terkait dengan peningkatan kualitas penetapan program dan anggaran kegiatan yang dihasilkan dalam Musrenbang. Penelitian ini menyajikan penjelasan tentang implikasi mekanisme penyusunan penetapan program dan anggaran kegiatan pemerintah daerah yang dilakukan selama ini, sehingga regulator dapat mengambil kebijakan untuk proses Musrenbang yang lebih berkualitas Keaslian Penelitian Teori Keagenan dari Jensen dan Meckling (1976) merupakan teori yang menjelaskan adanya persoalan asimetri informasi antar agen dan principal. Agen yang mempunyai informasi lebih tentang kinerja perusahaan berpotensi untuk menciptakan moral hazard dan adverse selection. Prinsipal sendiri untuk dapat memonitor prilaku agen yang opportunistic akan mengeluarkan biaya untuk auditor dan insentif agen. Penelitian dalam ranah publik terkait dengan Teori Agensi banyak dilakukan seperti pada penelitian Moe (1984) dan Strom (2000); Halim dan Abdullah (2006). Konflik keagenan dalam ranah penganggaran sektor publik di Indonesia terjadi antara berbagai pihak yang terlibat seperti antar eksekutif dan legistlatif (Halim dan Abdullah, 2006).

13 13 Objek penelitian ini adalah penyusunan anggaran partisipatif yang melibatkan tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) yang terdiri dari perwakilan SKPD. Kegiatan Musrenbang yang dilakukan di tingkat kabupaten/kota yang melibatkan TAPD dalam prosesnya tidak ada pihak yang berlaku sebagai agen dan prinsipal, sehingga tidak terjadi konflik keagenan. Pada TAPD semua pihak yang terlibat merupakan tim kerja yang berkolaborasi untuk menyusun program dan anggaran kegiatan. Jensen (1999) menyatakan bahwa Teori Keagenan dari Jensen dan Meckling (1976) merupakan teori yang berdasarkan pada pengambilan keputusan yang rasional, karena ada beberapa faktor yang menyebabkan manajer berprilaku di luar kebiasaan normalnya yaitu perilaku altruistic. Perilaku altruistic ini menyebabkan individu menggunakan emosi dalam bertindak karena keinginan untuk dihormati dan dihargai. Perkembangan penelitian tentang Teori Keagenan menjelaskan perilaku manajer sebagai individu yang rasional dapat bertindak irasional karena adanya dorongan untuk menghindari kegagalan yang disebabkan oleh kesalahan mereka sendiri. Beberapa teori dan model didasarkan pada asumsi bahwa manusia selalu bersikap dan bertindak rasional dalam proses pengambilan keputusan yang berisiko seperti Teori Pilihan dari Copeland et al. (2005) yang membahas bagaimana individu memutuskan suatu pilihan diantara rangkaian alternatif pilihan yang mengandung risiko. Teori lain dari Copeland et al. (2005) yaitu Teori Real Option Analysis menjelaskan tentang analisis pengambilan keputusan untuk investasi jangka panjang dalam lingkungan yang tidak pasti.

14 14 Penelitian dan model Raghu et al. (2004) mengindikasikan keputusan yang buruk terjadi akibat informasi yang overload. Terjadi dimensi yang kurang dipetakan dengan baik tentang jenis informasi dan efek kognitifnya dalam diri pelaku dan pengambil keputusan. Sering didapati keputusan dengan kualitas yang buruk disebabkan oleh masalah yang tidak terstruktur dengan analitis yang terbatas. Pendekatan konsepsual yang menggunakan beberapa teori perilaku rasional dan irasional dalam penganggaran partisipatif dalam ranah sektor publik yang berkembang dilakukan dalam unit analisis individu ataupun organisasi seperti pada penelitian Libby (1999), Leonea dan Rockb (2002) Ebdon dan Franklin (2006), Williamson dan Scicchitano (2014). Fenomena adanya konflik dan penyelesaian dalam proses penyusunan anggaran yang terjadi secara dinamis dalam proses penganggaran partisipatif di ranah publik belum dapat dijelaskan dengan pendekatan teori yang ada. Penelitian ini menggunakan Teori Drama yang menstrukturkan masalah yang basisnya berasal dari Teori Permainan. Teori Drama mengadaptasi penggunaan permainan untuk situasi organisasional yang kompleks. Teori Drama menyertakan respon emosional yang mendorong reaksi irasional dan membawa para pemain untuk meredefinisi permainan tersebut. Ebdon dan Franklin (2006), Sintomer et al. (2008), serta Williamson dan Scicchitano (2014) meneliti pentingnya penganggaran partisipatif dalam ranah sektor publik. Sopanah (2012), Sopanah et al. (2013) dan Syahputra dan Yuliani (2013) menyatakan bahwa Musrenbang di beberapa daerah di Indonesia belum mencerminkan partisipasi aktif dari masyarakat, pendekatan dalam Teori Drama

15 15 mengenal adanya dilema kolaborasi yang disebabkan oleh adanya dilema kepercayaan dan dilema kerjasama. Pada penelitian terdahulu dari Ebdon dan Franklin (2006), Sintomer et al. (2008), Williamson dan Scicchitano (2014), Sopanah (2012), Sopanah et al. (2013) serta Syahputra dan Yuliani (2013) fokus penelitian adalah bagaimana kualitas proses penganggaran partisipatif bisa berhasil tanpa mempertimbangkan adanya konflik dalam penyusunannya. Menurut Bryant (2003), dalam Teori Drama terdapat dua jenis dilema yaitu dilema konfrontasi dan dilema kolaborasi. Dilema kolaborasi berbeda dengan dilema konfrontasi pada cara penyelesaian konflik yang dihadapi. Dilema konfrontasi terjadi ketika masing-masing pihak tidak memiliki posisi yang sama dan tidak bisa saling mengubah posisinya. Pihak dalam dilema konfrontasi ini tidak bisa meyakinkan diri sendiri jika pihak lain dapat mengancam mereka. Kegiatan interaksi berbagai pihak dalam Musrenbang dengan menggunakan berbagai karakter yang ada dianalogikan sebagai pemain dalam Teori Drama. Pada satu sisi, karakter-karakter akan bersaing mengutamakan kepentingan masing-masing. Pada sisi tertentu akan muncul kesadaran kepentingan bersama. Kesadaran ini menjadi tujuan bersama yang dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak sesuai dengan tingkat ketercakupan dan keterwakilannya. Kesadaran ini memunculkan perlunya kolaborasi. Pada realitanya dalam penganggaran partisipatif di kabupaten/kota terjadi konflik walaupun konflik tersebut bukan merupakan konflik konfrontasi yang berkepanjangan antara dua belah pihak yang saling bertentangan kepentingannya. Penggunaan Teori Drama merupakan pendekatan konsepsual yang dapat

16 16 menjelaskan fenomena konflik dalam proses Musrenbang karena adanya faktor emosi yang memicu rasionalisasi antar TAPD dalam proses Musrenbang. Rasionalisasi ini berupa adanya dilema kerjasama dan dilema kepercayaan untuk menyelesaikan konflik sehingga terjadi perubahan-perubahan dinamis sebagai hasil dari kegiatan Musrenbang.

17 Road Map Penelitian Berikut ini disajikan road map penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan arah penelitian yang akan dilakukan. Kualitas Anggaran Libby (1999) Leonea dan Rockb (2002) Ebdon dan Sintomer et al. (2008), Sopanah (2012) Sopanah et al. (2013) Syahputra dan Yuliani (2013) Williamson dan Scicchitano (2014) Teori Drama (TD): Howard (1993) Kincaid (2002) Bryant (2003), (2011) Putro et al. (2008) Handayani et al. (2011) Information overload: Schwartz et al. (1986) Heyligehen (2002) Farhoomand dan Drury (2002) Jones et al. (2002) Brueggemen (2008) Girard dan Allison (2008) Gap penelitian anggaran terdahulu Gap metodologi: belum ada penelitian tentang penetapan perencanaan program dan anggaran kegiatan dengan metode survei. Gap empiris: hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan hasil penerapan penganggaran partisipatif Gap penelitian Teori Dramaterdahulu Gap Metodologi: Pendekatan untuk pengujian Teori Drama menggunakan pendekatan matematis, grafik dan studi kasus, belum ada yang menggunakan metode survei. Melakukan pengukuran untuk instrumen TD Gap Teori: Penelitian Teori Drama terkait dengan pengambilan keputusan kolaborasi pada seting sektor publik belum ada. Gap Empiris: Dilema Teori Drama yang dipergunakan berbasis dilema konfrontasi, belum ada yang melakukan penelitian dengan menggunakan dilema kolaborasi. Gap penelitian information overload terdahulu Gap Empiris: Belum ada pengujian tentang efektivitas metode untuk mengurangi information overload. Gap Teori: Penelitian Teori Drama terkait dengan seting sektor publik belum ada. Gap metodologi: belum ada penelitian tentang information overload dengan pendekatan metode survei. Melakukan pengukuran untuk instrumen IO Penelitian yang akan dilakukan Melakukan pengujian tentang pengaruh information overload terhadap kualitas penetapan program dan kegiatan dimoderasi oleh Teori Drama dalam seting sektor pubik Melakukan pengujian tentang kualitas penetapan perencanaan program dan anggaran kegiatan, Teori Drama dan information overload dengan metode survei. Mengembangkan landasan konsepsual mengenai Teori Drama dalam pengambilan keputusan kolaborasi di ranah sektor publik. Melakukan pengukuran untuk instrumen kualitas penetapan program dan anggaran kegiatan, Teori Drama, dan information overload Gambar 1. Road Map Penelitian.

18 Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini terdiri dari lima bagian yang dituangkan dalam bab-bab sebagai berikut: Bab I terdiri dari pendahuluan menerangkan latar belakang dan perlunya penelitian, masalah penelitian, serta berbagai manfaat penelitian. Bab II terdiri dari landasan teori dan pengembangan hipotesis menerangkan tentang berbagai teori dan fakta empiris, kronologi proses penelitian sebelumnya yang digunakan penelitian ini sebagai dasar dalam menentukan hipotesis. Bab III terdiri dari metodologi penelitian yang menerangkan tentang populasi dan sampel penelitian, operasionalisasi variabel, pengukuran variabel, metode pengumpulan sampel, perumusan model, dan metode pengujian dan analisis. Bab IV terdiri dari hasil dan pembahasan yang menerangkan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari penelitian ini, mulai data yang terkumpul, penjawaban hipotesis sampai dengan proporsi model yang diajukan. Analisis dilakukan untuk menginterprestasi hasil-hasil dan menjawab hipotesis-hipotesis yang sudah diajukan. Pembahasan dilakukan dengan mengkaji hasil yang diperoleh dengan relevansinya dengan teori yang telah ada sebelumnya. Bab V: kesimpulan, implikasi dan saran, menerangkan tentang kesimpulan yang bisa dirangkum dari hasil penelitian dari Bab IV, berupa implikasi dari penelitian ini serta saran-saran yang dipandang berguna bagi regulator terkait dengan manfaat hasil penelitian disertasi ini.

BAB I PENDAHULUAN. Bazerman (1994) mendefinisikan eskalasi adalah derajat dimana individu

BAB I PENDAHULUAN. Bazerman (1994) mendefinisikan eskalasi adalah derajat dimana individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eskalasi komitmen adalah tendensi dari pengambil keputusan untuk tetap bertahan atau mengeskalasi komitmennya pada serangkaian tindakan yang gagal. Bazerman (1994)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sahamnya yang di-publish dalam situs resmi baik itu laporan

BAB I PENDAHULUAN. sahamnya yang di-publish dalam situs resmi  baik itu laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan perusahaan go public yang menjual sahamnya kepada masyarakat luas. Perusahaan ini wajib melaporkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menghadapi era globalisasi dan Asean Economic Community, perusahaan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Menghadapi era globalisasi dan Asean Economic Community, perusahaan UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menghadapi era globalisasi dan Asean Economic Community, perusahaan dituntut untuk gesit dalam mengembangkan inovasi dan strategi yang baru agar mampu bersaing dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori Keagenan merupakan sebuah teori yang membahas mengenai hubungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori Keagenan merupakan sebuah teori yang membahas mengenai hubungan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan Teori Keagenan merupakan sebuah teori yang membahas mengenai hubungan antara atasan (prinsipal) dan bawahan (agen).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kontrak atau dokumen untuk komitmen dan kesepakatan yang telah dibuat

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kontrak atau dokumen untuk komitmen dan kesepakatan yang telah dibuat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anggaran merupakan hal yang mendasar bagi suatu organisasi/instansi untuk dapat menjalankan kegiatan operasional organisasi/instansi tersebut. Anggaran adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan akuntansi pada sektor publik menuju ke arah yang lebih fleksibel

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan akuntansi pada sektor publik menuju ke arah yang lebih fleksibel 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan akuntansi pada sektor publik menuju ke arah yang lebih fleksibel dewasa ini telah menjadi sebuah kebutuhan bagi setiap penyelenggara pemerintah dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adanya kesulitan prinsipal untuk memonitor dan melakukan kontrol terhadap

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adanya kesulitan prinsipal untuk memonitor dan melakukan kontrol terhadap 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan adalah teori yang dapat menjelaskan tentang adverse selection. Adverse selection adalah salah satu permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan go public merupakan istilah yang tidak asing lagi di

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan go public merupakan istilah yang tidak asing lagi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan go public merupakan istilah yang tidak asing lagi di masyarakat. Perusahaan ini menggambarkan perusahaan yang menawarkan sahamnya kepada masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (principal) dan manajemen (agent). Kondisi ini menimbulkan potensi terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. (principal) dan manajemen (agent). Kondisi ini menimbulkan potensi terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Teori keagenan yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976) mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan kepentingan antara pemilik perusahaan (principal)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas dari sebuah perencanaan baik perencanaan yang berasal dari atas maupun perencanaan yang berasal dari bawah. Otonomi

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : ARIFAH NUR SABRINA B

SKRIPSI. Oleh : ARIFAH NUR SABRINA B PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA APARAT PEMERINTAH DAERAH: BUDAYA ORGANISASI DAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING (Survey pada pemerintah daerah Se-Eks Karisidenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi dinamika perubahan lingkungan. Kondisi tersebut menuntut

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi dinamika perubahan lingkungan. Kondisi tersebut menuntut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi menjadi salah satu isu utama yang mendorong perusahaan menghadapi dinamika perubahan lingkungan. Kondisi tersebut menuntut perusahaan untuk senantiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian (Mardiasmo, 2009). Sebagai alat perencanaan manajemen, anggaran

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian (Mardiasmo, 2009). Sebagai alat perencanaan manajemen, anggaran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Anggaran merupakan salah satu alat pengendalian organisasi dan merupakan aspek penting dalam perspektif akuntansi manajemen (Hansen dan Mowen, 2000). Anggaran disusun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (suplementer) dan saling terkait antar dokumen kebijakan. (APBD) merupakan dokumen yang saling berkaitan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (suplementer) dan saling terkait antar dokumen kebijakan. (APBD) merupakan dokumen yang saling berkaitan. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Pemikiran 2.1.1 Sinkronisasi Sinkronisasi adalah penyelarasan dan penyelerasian antara dokumen kebijakan yang satu dengan dokumen kebijakan yang lain. Tujuan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Auditor Switching Auditor switching adalah pergantian auditor yang dilakukan oleh suatu perusahaan, auditor switching dapat terjadi karena kewajiban dari peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Selain itu, bank juga dikenal

BAB I PENDAHULUAN. menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Selain itu, bank juga dikenal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Selain itu, bank juga dikenal sebagai tempat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan karena sumber daya manusia merupakan pelaku dalam perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan karena sumber daya manusia merupakan pelaku dalam perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian. Dalam persaingan global perusahaan yang ingin tetap bertahan hidup dan berkembang harus di kelola dengan efektif dan efisien. Salah satu langkah yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan karena lemahnya praktik corporate

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan karena lemahnya praktik corporate 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Corporate governance menjadi isu yang sangat menarik dari waktu ke waktu, khususnya mulai mengemuka pada tahun 1998 ketika Indonesia mengalami krisis yang

Lebih terperinci

Keterlambatan APBD. Oleh: Andika Novta B., SE.

Keterlambatan APBD. Oleh: Andika Novta B., SE. 1 w w w. k a m u s k e u a n g a n d a e r a h. c o m Oleh: Andika Novta B., SE. APBD merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Posisi komunikasi dan pembangunan ibarat dua sisi mata uang yang

BAB I PENDAHULUAN. Posisi komunikasi dan pembangunan ibarat dua sisi mata uang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi komunikasi dan pembangunan ibarat dua sisi mata uang yang saling mendukung dan tidak bisa dipisahkan. Secara konseptual, komunikasi dan pembangunan memandang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori keagenan menerangkan hubungan antara pemegang saham dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori keagenan menerangkan hubungan antara pemegang saham dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori keagenan (Agency Theory) Awal mula teori agensi di perkenalkan jansen dan meekling (1976). Teori keagenan menerangkan hubungan antara pemegang saham dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk melaksanakan strategi organisasi, oleh sebab itu anggaran harus

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk melaksanakan strategi organisasi, oleh sebab itu anggaran harus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu organisasi baik organisasi publik maupun swasta pasti memiliki tujuan yang hendak dicapai. Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan suatu strategi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kondisi keuangan perusahaan atau organisasi kepada pihak-pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kondisi keuangan perusahaan atau organisasi kepada pihak-pihak yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laporan keuangan merupakan laporan yang menyajikan informasi mengenai kondisi keuangan perusahaan atau organisasi kepada pihak-pihak yang membutuhkan, eksternal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara, tidak terkecuali di Indonesia. Baik pada sektor publik maupun pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. negara, tidak terkecuali di Indonesia. Baik pada sektor publik maupun pada sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai macam kecurangan akuntansi telah berkembang di berbagai negara, tidak terkecuali di Indonesia. Baik pada sektor publik maupun pada sektor swasta telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup

BAB I PENDAHULUAN. sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyusunan anggaran merupakan suatu proses yang berbeda antara sektor swasta dengan sektor pemerintah, termasuk diantaranya pemerintah daerah. Pada sektor swasta, anggaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pemerintah Daerah Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama didirikannya perusahaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Kesejahteraan dapat ditingkatkan melalui kinerja perusahaan (firm performance)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai awal dalam rangkaian penelitian ini, pada bab I menjelaskan latar

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai awal dalam rangkaian penelitian ini, pada bab I menjelaskan latar BAB 1 PENDAHULUAN Sebagai awal dalam rangkaian penelitian ini, pada bab I menjelaskan latar belakang masalah penelitian yang selanjutnya dikerucutkan dalam rumusan masalah. Atas dasar rumusan masalah tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Pada latar belakang akan dijelaskan mengenai fenomena yang melatarbelakangi dilakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan penetapan

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan penetapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengalokasian sumber daya merupakan permasalahan mendasar dalam penganggaran sektor publik. Seringkali alokasi sumber daya melibatkan berbagai institusi dengan kepentingannya

Lebih terperinci

SEMINAR AKUNTANSI. Teori Agensi (AgenCy Theory)

SEMINAR AKUNTANSI. Teori Agensi (AgenCy Theory) SEMINAR AKUNTANSI Teori Agensi (AgenCy Theory) ISU/ FENOMENA MASALAH TEORI UTAMA (GRAND THEORY) Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa agency theory menjelaskan hubungan keagenan yang terjadi antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memaksimalkan keuntungan pemegang sahamnya dan menjaga. kelangsungan hidup jangka panjang. Dalam upaya mencapai tujuannya,

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memaksimalkan keuntungan pemegang sahamnya dan menjaga. kelangsungan hidup jangka panjang. Dalam upaya mencapai tujuannya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tujuan utama sebuah perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan sehingga memaksimalkan keuntungan pemegang sahamnya dan menjaga kelangsungan hidup jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat mendasar terhadap hubungan Pemerintah Daerah (eksekutif) dengan

BAB I PENDAHULUAN. sangat mendasar terhadap hubungan Pemerintah Daerah (eksekutif) dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan otonomi daerah di Indonesia telah membawa perubahan yang sangat mendasar terhadap hubungan Pemerintah Daerah (eksekutif) dengan Dewan Perwakilan Rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manajemen pemerintah daerah di Indonesia memasuki era baru seiring dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang memadai diberikan oleh perusahaan karena mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang memadai diberikan oleh perusahaan karena mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan jasa, perusahaan manufaktur maupun perusahaan perbankan yang telah go public memanfaatkan pasar modal sebagai sarana untuk mendapatkan sumber dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itulah, pemerintah maupun investor memberikan perhatian yang lebih dalam

BAB I PENDAHULUAN. itulah, pemerintah maupun investor memberikan perhatian yang lebih dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di negara Indonesia, isu mengenai tata kelola perusahaan mengemuka setelah Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan sejak tahun 1998. Sejak itulah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan elit. Dengan demikian maka pembangunan sebagai continuously

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan elit. Dengan demikian maka pembangunan sebagai continuously BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya bersumber dari uang rakyat. Karenanya, kepentingan rakyat haruslah menjadi prioritas utama dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Anggaran sektor publik merupakan suatu instrumen perencanaan,

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Anggaran sektor publik merupakan suatu instrumen perencanaan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anggaran sektor publik merupakan suatu instrumen perencanaan, pengendalian dan akuntabilitas publik yang ditandai adanya penentuan visi, misi, tujuan, sasaran, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggaran, evaluasi anggaran - general, evaluasi anggaran punitive, umpan balik

BAB I PENDAHULUAN. anggaran, evaluasi anggaran - general, evaluasi anggaran punitive, umpan balik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Kenis (1979) pelaksanaan anggaran dapat berjalan secara efektif apabila penyusunan anggaran dan penerapannya memperhatikan enam komponen karakteristik tujuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk liberalisasi ekonomi mendorong profesi audit internal untuk lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk liberalisasi ekonomi mendorong profesi audit internal untuk lebih 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi yang membawa liberalisasi pada segala bidang, termasuk liberalisasi ekonomi mendorong profesi audit internal untuk lebih responsif terhadap

Lebih terperinci

(Survey Pada Rumah Sakit Di Wilayah Kabupaten Klaten)

(Survey Pada Rumah Sakit Di Wilayah Kabupaten Klaten) PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN PELIMPAHAN WEWENANG, BUDAYA ORGANISASI, DAN LOCUS OF CONTROL SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Survey Pada Rumah Sakit Di Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur (PP Nomor 8

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur (PP Nomor 8 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja pemerintah didefenisikan sebagai hasil dari kegiatan dan program pemerintah yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bursa Efek Indonesia (BEI) Nomor Kep-306/BEI/ menyebutkan. bahwa perusahaan yang go public diwajibkan menyampaikan laporan

BAB I PENDAHULUAN. Bursa Efek Indonesia (BEI) Nomor Kep-306/BEI/ menyebutkan. bahwa perusahaan yang go public diwajibkan menyampaikan laporan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peraturan BAPEPAM Nomor Kep-36/PM/2003 dan Peraturan Bursa Efek Indonesia (BEI) Nomor Kep-306/BEI/07-2004 menyebutkan bahwa perusahaan yang go public diwajibkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, keaslian penelitian, dan sistematika pembahasan.

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, keaslian penelitian, dan sistematika pembahasan. BAB I PENDAHULUAN Bagian ini menjelaskan tentang pentingnya penelitian ini dilakukan. Bab ini meliputi latar belakang penelitian, permasalahan, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, keaslian penelitian,

Lebih terperinci

Pemangku Kepentingan, Manajer, dan Etika

Pemangku Kepentingan, Manajer, dan Etika Modul ke: Pemangku Kepentingan, Manajer, dan Etika Fakultas Pasca Sarjanan Dr. Ir. Sugiyono, Msi. Program Studi Magister Manajemen www.mercubuana.ac.id Source: Jones, G.R.2004. Organizational Theory, Design,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS... KATA PENGANTAR... ABSTRAK...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv vii viii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem perpajakan di Indonesia yang menggunakan self assessment system,

BAB I PENDAHULUAN. Sistem perpajakan di Indonesia yang menggunakan self assessment system, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem perpajakan di Indonesia yang menggunakan self assessment system, yaitu wewenang dan tanggung jawab yang diberikan oleh pemerintah kepada wajib pajak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik buruknya kinerja keuangan. Untuk mengetahui baik buruknya kinerja keuangan

BAB I PENDAHULUAN. baik buruknya kinerja keuangan. Untuk mengetahui baik buruknya kinerja keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan termasuk salah satu organisasi yang memiliki tujuan utama yaitu keberhasilan dalam mencapai tujuan perusahaan. Tujuan perusahaan dapat dilihat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. sehubungan dengan semakin gencarnya publikasi tentang kecurangan (fraud)

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. sehubungan dengan semakin gencarnya publikasi tentang kecurangan (fraud) BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Corporate governance merupakan salah satu topik pembahasan sehubungan dengan semakin gencarnya publikasi tentang kecurangan (fraud) maupun keterpurukan

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci: senjangan anggaran, partisipasi penganggaran, kepercayaan diri, komitmen organisasi

Abstrak. Kata kunci: senjangan anggaran, partisipasi penganggaran, kepercayaan diri, komitmen organisasi Judul : Kepercayaan Diri dan Komitmen Organisasi sebagai Pemoderasi Pengaruh Partisipasi Penganggaran pada Senjangan Anggaran (Studi pada Pemerintah Kabupaten Badung) Nama : Ni Wayan Putri Adnyani NIM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. pengaruh karakteristik pemerintah daerah terhadap audit delay. Hubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. pengaruh karakteristik pemerintah daerah terhadap audit delay. Hubungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Agency Theory Teori agensi merupakan teori yang paling tepat untuk mendasari penelitian pengaruh karakteristik pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut dengan Anggaran

Lebih terperinci

BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI. dilengkapi dengan hasil wawancara, implikasi, keterbatasan, dan saran-saran

BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI. dilengkapi dengan hasil wawancara, implikasi, keterbatasan, dan saran-saran BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI Bagian ini akan menguraikan kesimpulan dari hasil penelitian yang dilengkapi dengan hasil wawancara, implikasi, keterbatasan, dan saran-saran penelitian terhadap pengembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran merupakan rencana yang dinyatakan dalam unit moneter yang meliputi

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran merupakan rencana yang dinyatakan dalam unit moneter yang meliputi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anggaran merupakan rencana yang dinyatakan dalam unit moneter yang meliputi seluruh kegiatan organisasi dan berlaku untuk jangka waktu tertentu. Pada organisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut data Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia), industri

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut data Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia), industri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagai negara berkembang seperti Indonesia, kemajuan sektor industri sangat berpengaruh bagi perekonomian negara. Salah satu industri yang menunjukan perkembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Bab ini mengkaji landasan teori, konsep-konsep yang digunakan, dan hasil

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Bab ini mengkaji landasan teori, konsep-konsep yang digunakan, dan hasil BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Bab ini mengkaji landasan teori, konsep-konsep yang digunakan, dan hasil penelitian sebelumnya yang diperlukan dalam menjawab masalah penelitian yang akah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. imbalan atau kompensasi dari pihak perusahaan yang dapat memuaskan segala

BAB 1 PENDAHULUAN. imbalan atau kompensasi dari pihak perusahaan yang dapat memuaskan segala BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan yang kurang menaruh perhatian terhadap sumber daya manusianya akan dihadapkan pada beberapa permasalahan seperti penurunan prestasi kerja karyawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran dan ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran dan ditetapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran dan ditetapkan paling lama 1

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Keagenan Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Faktor yang mempengaruhi keberhasilan inisiasi pelembagaan partisipasi perempuan dalam perencanaan dan penganggaran daerah adalah pertama munculnya kesadaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan di masing-masing unit kerja pada organisasi/lembaga. Penganggaran

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan di masing-masing unit kerja pada organisasi/lembaga. Penganggaran 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyusunan anggaran merupakan hasil dari sebuah proses perencanaan yang bertahap dari penetapan kebijakan pemerintah yang diturunkan hingga teknis kegiatan di masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajer (agen). Manajemen ditunjuk sebagai pengelola perusahaan oleh pihak

BAB I PENDAHULUAN. manajer (agen). Manajemen ditunjuk sebagai pengelola perusahaan oleh pihak BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penelitiaan. Bagian 1.1 menjelaskan mengenai latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digerakkan oleh sektor bisnis (Privat) dan sektor publik (entitas publik).

BAB I PENDAHULUAN. digerakkan oleh sektor bisnis (Privat) dan sektor publik (entitas publik). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perekonomian dan pembangunan di era globalisasi saat ini secara umum digerakkan oleh sektor bisnis (Privat) dan sektor publik (entitas publik). Pemerintah sebagai

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Anggaran, Budgetary Goal Characteristics, Self-Efficacy, Kinerja Manajerial. iii

ABSTRAK. Kata kunci: Anggaran, Budgetary Goal Characteristics, Self-Efficacy, Kinerja Manajerial. iii Judul : Pengaruh Budgetary Goal Characteristics pada Kinerja Manajerial dengan Self-Efficacy sebagai Variabel Moderasi (Studi empiris pada pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng) Nama : Kadek Dias Prayoga

Lebih terperinci

A. Proses Pengambilan Keputusan

A. Proses Pengambilan Keputusan A. Proses Pengambilan Keputusan a) Definisi Menurut James A.F. Stoner, keputusan adalah pemilihan di antara berbagai alternatif. Definisi ini mengandung tiga pengertian, yaitu: (1) ada pilihan atas dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kepentingan antara pemilik (principal) dan manajemen (agent) tersebut akan. menimbulkan permasalahan keagenan (agency problem).

BAB I PENDAHULUAN. dan kepentingan antara pemilik (principal) dan manajemen (agent) tersebut akan. menimbulkan permasalahan keagenan (agency problem). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelimpahan kewenangan pengelolaan perusahaan di Indonesia termasuk juga pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari pemilik (shareholders)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang Masalah. Kemajuan suatu perusahaan dilihat dari bagaimana posisi keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang Masalah. Kemajuan suatu perusahaan dilihat dari bagaimana posisi keuangan yang BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu perusahaan dilihat dari bagaimana posisi keuangan yang dilaporkannya setiap tahun. Apabila posisi keuangan perusahaan tersebut terus stabil dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan era globalisasi yang semakin cepat dan mengakar memaksa setiap perusahaan untuk mampu bersaing dalam pasar persaingan yang semakin kompetitif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban, serta pengawasan yang benar-benar dapat dilaporkan dan

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban, serta pengawasan yang benar-benar dapat dilaporkan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah merupakan proses pengelolaan keuangan daerah mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pertanggungjawaban,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persaingan dunia usaha yang berkembang akhir-akhir ini. Persaingan dalam

BAB I PENDAHULUAN. persaingan dunia usaha yang berkembang akhir-akhir ini. Persaingan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesulitan dalam proses perencaan dan pengendalian manajemen disebabkan adanya ketidakpastian lingkungan bisnis yang muncul akibat persaingan dunia usaha yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pemerintah Daerah Dan Fungsi Pemerintah Daerah 1. Pengertian Pemerintah Daerah Menurut Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (5), pengertian pemerintahan daerah adalah sebagai

Lebih terperinci

RANCANGAN AKHIR RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RANCANGAN AKHIR RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN : KEPUTUSAN BUPATI KUDUS Tanggal : 4 Juni 2012 Nomor : 050.3/140/2015 RANCANGAN AKHIR RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. corporate governance semakin meningkat karena banyak terjadi pelanggaran tata

BAB I PENDAHULUAN. corporate governance semakin meningkat karena banyak terjadi pelanggaran tata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu pentingnya penerapan tata kelola perusahaan yang disebut dengan corporate governance semakin meningkat karena banyak terjadi pelanggaran tata kelola pada perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Persaingan usaha yang semakin ketat dewasa ini menuntut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Persaingan usaha yang semakin ketat dewasa ini menuntut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persaingan usaha yang semakin ketat dewasa ini menuntut perusahaan untuk beroperasi seefisien dan seefektif mungkin. Untuk itu pihak manajemen harus mampu melaksanakan

Lebih terperinci

1. Pengertian Agency Theory

1. Pengertian Agency Theory 1. Pengertian Agency Theory Agency theory (teori keagenan) merupakan mengasumsikan bahwa semua individu bertindak untuk kepentingannya sendiri. Pemegang saham sebagai diasumsikan hanya bertindak terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Good Corporate Governance oleh perusahaan-perusahaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Good Corporate Governance oleh perusahaan-perusahaan yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Penerapan Good Corporate Governance oleh perusahaan-perusahaan yang listing di bursa efek merupakan suatu hal yang wajib dilakukan. Hal ini dikarenakan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam suatu proses pembangunan, selain dipertimbangkan aspek pertumbuhan dan pemerataan, juga dipertimbangkan dampak aktivitas ekonomi terhadap kehidupan sosial masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pihak - pihak yang terlibat dalam suatu perusahaan (principal dan. menyebabkan munculnya hubungan agensi antara principal (pemegang

BAB I PENDAHULUAN. Pihak - pihak yang terlibat dalam suatu perusahaan (principal dan. menyebabkan munculnya hubungan agensi antara principal (pemegang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pihak - pihak yang terlibat dalam suatu perusahaan (principal dan agent) umumnya mempunyai kepentingan yang berbeda. Hal ini menyebabkan munculnya hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sumber daya ekonomi dan sumber daya manusia. Sumber daya ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. dari sumber daya ekonomi dan sumber daya manusia. Sumber daya ekonomi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan entitas bisnis merupakan ciri adanya lingkungan ekonomi yang tumbuh dan berkembang, dan dalam jangka panjang entitas tersebut bertujuan untuk mempertahankan

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. sebuah perusahaan. Manajer dapat dikatakan sebagai agent dan pemegang

Bab 1 PENDAHULUAN. sebuah perusahaan. Manajer dapat dikatakan sebagai agent dan pemegang Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manajer dan pemegang saham merupakan dua partisipan terkait dalam sebuah perusahaan. Manajer dapat dikatakan sebagai agent dan pemegang saham dapat dikatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi organisasi menyebabkan inefisiensi alokasi sumber daya dan merugikan bagi

BAB I PENDAHULUAN. bagi organisasi menyebabkan inefisiensi alokasi sumber daya dan merugikan bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eskalasi komitmen terbukti menjadi masalah yang serius bagi organisasi. Kecenderungan manajer melanjutkan proyek yang tidak memberikan keuntungan bagi organisasi menyebabkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. administrasi publik memicu timbulnya gejolak yang berakar pada. ketidakpuasan. Tuntutan yang semakin tinggi diajukan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. administrasi publik memicu timbulnya gejolak yang berakar pada. ketidakpuasan. Tuntutan yang semakin tinggi diajukan terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap penyelenggaraan administrasi publik memicu timbulnya gejolak yang berakar pada ketidakpuasan. Tuntutan yang semakin tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pihak atau lebih, dimana pihak tersebut disebut agent dan principal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pihak atau lebih, dimana pihak tersebut disebut agent dan principal. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menjelaskan tentang adanya hubungan antara pemegang saham (shareholders) sebagai principal dan manajemen sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup orang banyak, maka sudah sepantasnya pemerintah dapat memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup orang banyak, maka sudah sepantasnya pemerintah dapat memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini akuntabilitas atas kinerja suatu lembaga milik pemerintah menjadi hal yang sangat penting. Dalam setiap instansi yang mengelola dana dan menaungi hajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalokasikan sumber dayanya. Kinerja perusahaan adalah kemampuan dari

BAB I PENDAHULUAN. mengalokasikan sumber dayanya. Kinerja perusahaan adalah kemampuan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang penelitian Kinerja perusahaan merupakan penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba (Sucipto, 2003).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seorang manajer yang diberikan kepercayaan oleh para pemegang saham untuk mengelola dan menjalankan perusahaan merupakan inti dari keberhasilan suatu perusahaan. Manajer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran laporan keuangan tidak hanya berlaku di internal suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Peran laporan keuangan tidak hanya berlaku di internal suatu perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran laporan keuangan tidak hanya berlaku di internal suatu perusahaan saja, namun juga memiliki pengaruh ke pihak-pihak lain, seperti kreditur, investor,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Alat utama kebijakan fiskal adalah anggaran. Deddi et al. (2007)

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Alat utama kebijakan fiskal adalah anggaran. Deddi et al. (2007) BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Anggaran 2.1.1 Definisi Anggaran Alat utama kebijakan fiskal adalah anggaran. Deddi et al. (2007) dalam akuntansi sektor publik mendefinisikan anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, manfaat penelitian, kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, manfaat penelitian, kontribusi BAB I PENDAHULUAN Bab pertama menguraikan latar belakang, rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, manfaat penelitian, kontribusi penelitian, ruang lingkup dan

Lebih terperinci

(Studi pada SKPD Kabupaten Temanggung) TESIS. Oleh PAMUDJI SANTOSO C4C PROGRAM STUDI ILMU AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH

(Studi pada SKPD Kabupaten Temanggung) TESIS. Oleh PAMUDJI SANTOSO C4C PROGRAM STUDI ILMU AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH PENGARUH PARTISIPASI DAN PROFESIONALISME APARAT TERHADAP EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ANGGARAN DENGAN STRUKTUR ORGANISASI DESENTRALISASI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi pada SKPD Kabupaten Temanggung) TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia mulai dilaksanakan sejak berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN BAB I PENDAHULUAN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN BAB I PENDAHULUAN -1- Lampiran Peraturan Daerah Kabupaten Bangkalan Tanggal : 09 Desember 2010 Nomor : 12 Tahun 2010 RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2005 2025 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan elemen sistem pengendalian manajemen yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan elemen sistem pengendalian manajemen yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran merupakan elemen sistem pengendalian manajemen yang berfungsi sebagai alat perencanaan dan pengendalian agar manajer dapat melaksanakan kegiatan organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau Walikota dan perangkat daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

BAB I PENDAHULUAN. atau Walikota dan perangkat daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 mewajibkan Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

Lebih terperinci