KARAKTERISASI AROMA MINYAK NILAM ACEH (Pogostemon cablin Benth.) SKRIPSI ADI INDRA PERMANA F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISASI AROMA MINYAK NILAM ACEH (Pogostemon cablin Benth.) SKRIPSI ADI INDRA PERMANA F"

Transkripsi

1 KARAKTERISASI AROMA MINYAK NILAM ACEH (Pogostemon cablin Benth.) SKRIPSI ADI INDRA PERMANA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 AROMA CHARACTERIZATION OF ACEH PATCHOULI OIL (Pogostemon cablin Benth.) Adi Indra Permana 1, Slamet Budijanto 1, Anton Apriyantono 1, Meika Syahbana Rusli 2 1 Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. 2 Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone: , adi.indrapermana@gmail.com ABSTRACT Patchouli is a fragrant shrub that is rooted fibers, smooth leaves are like velvet when touched by hand, and somewhat rounded oval like the heart, and the color is rather pale. Another characteristics of patchouli when it touched out, the leaves will be wet and give aroma of patchouli. Patchouli oil is essential oil obtained from patchouli leaves (Pogostemon cablin Benth.) by distillation. As an export commodity, patchouli oil has good prospects as needed continuously in the perfume industry, cosmetics, soap, and others. Patchouli oil has high fixative capability which can bind and prevent the evaporation of fragrance perfuming substance so the aroma not quickly disappear or more durable. Sensory test results using Focus Group Discussion (FGD) method generate 10 aroma descriptions of patchouli oil: cherry, camphor, dry, earthy, eugenol, floral, musky, sweet, turpentine, and woody. Analysis using GC-MS to the three patchouli oils generate 108 volatile components with 23 components that have a relative area percentage more than 0.5%. These three varieties of patchouli oil have patchouli alcohol levels more than 30%. Patchouli oil composed of high boiling components with 5 components that have the highest area percentage which are patchouli alcohol (31,5%), α-bulnesene (12,3%), α-guaiene (11,7%), α-patchoulene (5%), and α- selinene (3,9%). Patchouli oil fractionation (Sidikalang varieties) using column chromatography produced 40 volatile components in the chromatogram which is more assertive than patchouli oil chromatogram before fractionation. Thus, patchouli oil fractionation using column chromatography can make the volatile components identification easier to justify. Keywords: patchouli oil, patchouli alcohol, GC-MS, QDA, column chromatography

3 ADI INRA PERMANA. F Karakterisasi Aroma Minyak Nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth.). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr, Dr. Ir. Anton Apriyantono, MS, dan Dr.Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc. A.gr RINGKASAN Minyak nilam merupakan bahan yang digunakan dalam industri parfum, kosmetik, antiseptik, dan insektisida. karena memiliki sifat fiksatif (mengikat minyak atsiri lainnya) dan aroma yang khas yang hingga kini belum ada produk substitusinya. Di Indonesia, Minyak nilam yang beredar berasal dari hasil sulingan daun dan batang nilam. Daun dan batang tersebut berasal dari berbagai varietas nilam Aceh yang berbeda-beda, yang biasanya merupakan campuran daun dan batang nilam varietas Lhoksumawe, Sidikalang, dan Tapaktuan. Ketiga varietas nilam Aceh Indonesia tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Untuk itu, diperlukan penelitian untuk mengkarakterisasi aroma minyak nilam tiga varietas tersebut. Perlakuan fraksinasi dengan menggunakan kromatografi kolom juga perlu dilakukan untuk memperjelas peak kromatogram yang dihasilkan sehingga proses identifikasi komponen aroma minyak nilam menjadi lebih jelas. Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi aroma minyak nilam tiga varietas yang berbeda melalui uji sensori dan juga analisis menggunakan GC-MS. Sampel yang dianalisis terdiri atas minyak nilam varietas Sidikalang, Lhoksumawe, dan Tapaktuan. Ketiga sampel diuji secara sensori menggunakaan metode Focus Group Discussion (FGD) agar dapat diketahui deskripsi aroma ketiga sampel minyak nilam. Selanjutnya dilakukan identifikasi aroma minyak nilam menggunakan alat GC-MS. Data analisis kuantitatif mengguinakan metode Quantitative Descriptive Analysis (QDA) kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel, spider web, diagram batang dan grafik biplot. Selain itu, dilakukan analisis korelatif antar atribut sensori tunggal. Fraksinasi minyak nilam menggunakan kromatografi kolom dilakukan untuk mengidentifikasi komponen-komponen yang terkandung pada minyak nilam dengan sistem elusi step gradiient (peningkatan kepolaran) menggunakan eluen campuran n-heksana:etil asetat. Minyak nilam varietas Sidikalang memiliki rendemen minyak tertinggi, yaitu 2,52%, diikuti oleh varietas Lhoksumawe 2,35%, dan Tapaktuan 2,16%. Atribut sensori yang teridentifikasi hasil Focus Group Discussion (FGD) adalah aroma cherry camphor, dry, earthy, eugenol, floral, musky, sweet, turpentine, dan woody. Dari hasil uji Principle Component Analysis (PCA), minyak nilam varietas Sidikalang berbeda dengan dua varietas lainnya dari segi aroma terutama pada aroma musky. Varietas Lhoksumawe berbeda dengan dua varietas lainnya pada aroma camphor dan turpentine, sedangkan varietas Tapaktuan berbeda dengan dua varietas lainnya pada aroma cherry, earthy, eugenol, floral, sweet, dan woody. Komponen volatil yang terdeteksi dari seluruh sampel berjumlah 108 komponen dengan 23 komponen yang memiliki persentase luas area relatif lebih dari 0,5%. Minyak nilam varietas Sidikalang dikelompokkan berdasarkan komponen volatil γ-gurjunene, allo-aromadendrene, seychellene, thujopsene, spathulenol, caryophyllene oxide, sesquiterpene_1, dan hydroxy sesquiterpene_2. Varietas Lhoksumawe dikelompokkan berdasarkan komponen volatil α-patchoulene, ß-selinene, ß-patchoulene, α-humulene, α-bulnesene, α-guaiene, ß-caryophyllene, dan germacrene B, sedangkan varietas Tapaktuan dikelompokkan berdasarkan komponen volatil patchouli alcohol, hydroxy sesquiterpene_1, dan unknown_7. Analisis PLS menghasilkan persamaan aroma yang dibentuk oleh 17 komponen volatil teridentifikasi, 2 komponen sesquiterpene, 1 komponen oxygenated sequiterpene, 1 komponen hydroxy sesquiterpene, dan 2 komponen belum teridentifikasi (unknown) yang dapat meramalkan dengan cukup baik dan tiap komponen mampu berkontribusi dalam pembentukan aroma. Fraksinasi minyak nilam varietas Sidikalang menggunakan kromatografi kolom menghasilkan 40 komponen volatil dengan empat komponen yang belum teridentifikasi (unknown) yang berasal dari enam tampungan. Identifikasi minyak nilam hasil fraksinasi menghasilkan komponen yang sebelumnya tidak terdapat pada minyak nilam tanpa fraksinasi, yaitu ledol serta komponen anggota hydroxy sesquiterpene lainnya. Namun identifikasi minyak nilam hasil fraksinasi tidak dapat memunculkan komponen-komponen volatil minyak nilam terutama yang memiliki waktu retensi kecil seperti benzaldehyde, ß-pinene, α-terpineol, dan lainnya. Hal ini dikarenakan fraksinasi kromatografi kolom menggunakan bahan pengisi silici gel serta eluen selektif berupa heksana dan etil asetat memungkinkan komponen-komponen tersebut terrtahan di dalam kolom secara kuat.

4 KARAKTERISASI AROMA MINYAK NILAM ACEH (Pogostemon cablin Benth.) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh ADI INDRA PERMANA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

5 Judul Skripsi Nama NRP : Karakterisasi Aroma Minyak Nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth.) : Adi Indra Permana : F Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr.Ir.Slamet Budijanto, M. Agr Dr. Ir. Anton Apriyantono, MS NIP Pembimbing III Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, MSc. Agr NIP Mengetahui, Ketua Departemen ITP Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc NIP Tanggal Ujian Akhir Sarjana : 27 Februari 2012

6 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Karakterisasi Aroma Minyak Nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth.) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber Informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Februari 2012 Yang membuat pernyataan, Adi Indra Permana F

7 BIODATA PENULIS Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 31 Januari Penulis merupakan anak bungsu dari empat bersaudara pasangan Muhammad Nurian Basri Karim dan Sugiharti. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SD Negeri Pisangan Baru 01 Pagi, Jakarta pada tahun Sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 7 Jakarta tahun 2004 dan SMA Negeri 68 Jakarta pada tahun Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dengan Mayor Ilmu dan Teknologi pangan serta Minor Keirausahaan Agribisnis. Selama menjadi mahasiswa IPB, Penulis aktif di berbagai Organisasi kemahasiswaan, diantaranya menjadi Staff Divisi Bisnis dan Kewirausahaan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA) 2009, Staff Divisi Humas Paduan Suara Mahasiswa (PSM) Agriaswara 2009, Stafff Divisi Internnal Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) IPB 2010, Koordinator Fotografer Majalah Pangann dan Gizi Emulsi Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan lingkup kampus dan Nasional, diantaranya menjadi Staff Divisi Humas Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) IPB 2008, Staff Divisi Dana Usaha dan Sponsorhip Workshop Nasional Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia (HMPPI) 2008, Ketua Pelaksana Fateta Technopreneurship Competition (FASHION) 2008, Ketua Divisi Humas Fateta Art and Technologyy (TETRANOLOGY) 2009, Ketua Pelaksana Orde dan Malam Keramat ITP Penulis aktif dalam berbagai kegiatan Lomba diantaranya Juara I Food Innovation and Business Plan Competition UNIVATION, Universitas Padjajaran, Bandung 2010, Juara I Lomba Fotografi RED S CUP FATETA IPB 2010, Juaraa I Business Plan Competition Festival Ekonomi Syariah, Universitas Lampung 2011, Juara II INDOPOS-BAKRIELAND Entrepreneurship Workshop & Competition 2011, Juara II The Craziest Business Plan Competition, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta 2011, serta Juara I Cooking Competition FATETA Art Contest Selain itu, penulis juga aktif dalam kegiatan International diantaranya Paper Presenter dalam acara The 2 nd Annual Indonesian Scholars Conference di Asia University, Taichung, Taiwan 2011, Paper Presenter dalam acara The 18 th Tri-University International Joint Seminar and Symposium di Jiangsu University, Zhenjiang, Chiina Panelis pernah mengikuti simulasi sidang PBB Tingkat Nasional dan Internasional, diantaranyaa Jakarta Model United Nations (JMUN), Universitas Al-Azhar Indonesia 2011, Global Model United Nations (GMUN) Incheon, Korea Selatan 2011, serta Indonesia Model United Nations (IMUN), Uniersitas Indonesia Penulis juga pernah memperoleh Beasiswa semasa kuliah dari Yayasan SUPERSEMAR periode serta CHAROEN PHOKPAND periode Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul Karakterisasi Aroma Minyak Nilam Aceh (Pgostemon cablin Benth.) di bawah bimbingan Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr, Dr. Ir. Anton Apriyantono, MS, serta Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc. Agr.

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunianya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Karakterisasi Aroma Minyak Nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth.) dilaksanakan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dan Laboratorium Flavor Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan moril, materil, maupun spiritual dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Mama, Papa, Kak Mega, Kak Ria, Aa Anton, dan Mama Deden atas segala doa, kasih sayang, keceriaan, dukungan, dan kerja kerasnya selama ini. 2. Dr. Ir. Slamet Budijanto M.Agr, M.Sc, Dr. Ir. Anton Apriyantono, MS, dan Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc. A.gr selaku dosen pembimbing skripsi yang telah sabar dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan studinya selama di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB. 3. DP2M DIKTI yang telah memberikan bantuan dana melalui Program Kreativititas Mahasiswa Bidang Penelitian (PKM-P) sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar. 4. Marisa, Ricky, dan Kak Tina sebagai teman satu bimbingan yang selalu memberikan semangat. 5. Punjung Renjani, Munyatul Islamiah, Vita Ayu Puspita, dan Adelina Paramita sebagai teman satu penelitian yang telah bekerja sama selama penelitian berlangsung. 6. Para Panelitis terlatih minyak nilam: Ati, Khoirunnisa, Wahyu, Gilang, Marisa, Agy, Ronald, dan Yanica yang telah bersedia membantu dan menyempatkan waktunya untuk selama penelitian. 7. Sahabat-sahabat: Andri, Vendry, Marisa, Sariun, Dinda, Iman, Dimas, Mike, Daniel, Amelinda, Tece, Mumun, Vita, Elvita, Sarah, Wima, Onye, Agy, Arief, Irsyad, Okky, Anisa, Betty, Tiara, Cherish atas masukan dan semangatnya selama ini. 8. Teman-teman terbaik di ITP: Rozak, Mei, Ronald, Septi, Kenny, Okky, Indri, Rozak, Fiki, Linda, Amelia, Belinda, Reggie, Eli, Desir, Uli, Iman, Bu Elmi, Malik, Oni, Fitri, Ashari, Mike, Tami, Ichang, Budel, Marvin, Chandra, Mba Mus, Nipu serta teman-teman ITP 44 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas kebersamaan dan kekompakan selama ini. 9. Teman-teman Begajul: Farid, Aji, Akew, Indra, Teguh, Galuh, Cocom, Ridwan 10. Teman-teman Tri-U 18: Wulan, Dissil, Dito, Fariz, Sarwar, Andra, Potter, Gigi, Erna, Ary atas pengalaman yang sangat berharga dan juga dukungannnya. 11. Rekan-rekan Bisnis Myristy Drink dan XOXO Soya Schootel: Sariun, Vita, Icha, Daniel, Arief, Dissil, dan Zafira. 12. Teman-teman EVSE Jalan-jalan: Marki, Septi, Dimas, Anisa, Dinda, Ka Dede, dan William atas hiburan dan motivasinya selama skripsi. 13. Kakak-kakak ITP 42 & ITP 43, Adik-adik ITP 45, ITP 46 atas semangatnya. 14. Seluruh Dosen dan staf Departemen ITP yang telah banyak membantu penulis dalam pengerjaan tugas akhir. 15. Seluruh teknisi laboratorium Departemen ITP, BB Padi Sukamandi yang telah banyak membantu, serta seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terimakasih atas bantuan yang telah diberikan. 16. Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama masa studi di Institut Pertanian Bogor yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Bogor, Februari 2012 Adi Indra Permana iii

9 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.....iii DAFTAR ISI...iv DAFTAR TABEL......v DAFTAR GAMBAR......vi DAFTAR LAMPIRAN.....viii I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN PENELITIAN... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. TANAMAN NILAM... 3 B. JENIS-JENIS TANAMAN NILAM... 4 C. VARIEAS NILAM ACEH... 4 D. MINYAK NILAM... 5 E. KOMPONEN VOLATIL MINYAK NILAM... 6 F. QUANTITATIVE DESCRIPTIVE ANALYSIS (QDA)... 6 G. GAS CHROMATOGRAPHY-MASS SPECTROMETRY (GC-MS)... 7 H. KROMATOGRAFI KOLOM... 9 III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN C. METODE ANALISIS DATA IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENYULINGAN MINYAK NILAM B. ANALISIS SENSORI MINYAK NILAM C. ANALISIS GC-MS D. KORELASI HASIL SENSORI MINYAK NILAM DAN GC-MS E. FRAKSINASI MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI KOLOM V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv

10 DAFTAR TABEL Tabel 1. Perbandingan Varietas Nilam... 5 Tabel 2. Adsorben pada kromatografi Tabel 3. Karakteristik Nilam Tabel 4. Aroma dasar Tabel 5. Spesifikasi dan Metode GC-MS Tabel 6. Rendemen Minyak Nilam Tabel 7. Hasil Analisis Kualitatif FGD Aroma Sampel Minyak Nilam Tabel 8. Hasil Uji QDA Sampel Minyak Nilam Tabel 9. Korelasi Atribut Aroma pada Minyak Nilam Tabel 10. Nilai Eigen dan Persentase Ragam Kumulatif Tabel 11. Komposisi Senyawa Minyak Nilam dengan Rata-rata Persentase Area Relatif Lebih dari 0.5% Tabel 12. Identifikasi lengkap komponen volatil minyak nilam Tabel 13. Nilai Eigen dan Persentase Ragam Kumulatif Komponen Volatil Minyak Nilam Tabel 14. Identifikasi Komponen Minyak Nilam Hasil Fraksinasi Tampungan Tabel 15. Identifikasi Komponen Minyak Nilam Hasil Fraksinasi Tampungan Tabel 16. Identifikasi komponen volatil minyak nilam hasil fraksinasi menggunakan kromatografi kolom v

11 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Tanaman nilam... 3 Gambar 2. Varietas nilam aceh (Nuryani 2006)... 5 Gambar 3. Minyak Nilam (Hidayat 2010)... 6 Gambar 4. GC-MS... 8 Gambar 5. Skema Konfigurasi GC-MS... 8 Gambar 6. Bagan Alat Kromatografi Gas (Rohman, 2009)... 9 Gambar 7. Flash Column Chromatography Gambar 8. Diagram Alir Penyulingan Minyak Nilam (Modifikasi Metode Emmyzar & Yulius 2004) Gambar 9. Alat Penyulingan Minyak Nilam Gambar 10. Fraksinasi Minyak Nilam menggunakan Teknik Kromatografi Kolom Gambar 11. Minyak nilam hasil penyulingan Gambar 12. Kurva linier hubungan antara logaritma skor atribut aroma woody dan konsentrasi larutan Patchouli oil sebagai penentu nilai standar untuk uji QDA Gambar 13. Spider Web Hasil Uji QDA Gambar 14. Biplot Aroma Minyak Nilam Gambar 15. Kromatogram Tiga Varietas Minyak Nilam (Atas-Bawah: Lhoksumawe, Sidikalang, Tapaktuan) Gambar 16. Biplot Komponen Volatil Minyak Nilam Gambar 17. Persentase Area Relatif Komponen Utama Minyak Nilam Hasil GC-MS Gambar 18. Kromatogram Tampungan Gambar 19. Kromatogram Tampungan Gambar 20. Kromatogram Tampungan Gambar 21. Kromatogram Tampungan Gambar 22. Kromatogram Tampungan Gambar 23. Kromatogram Tampungan Gambar 24. Persentase Komponen pada Tampungan Gambar 25. Persentase Komponen pada Tampungan vi

12 Gambar 26. Overlay Kromatogram Minyak NilamVarietas Sidikalang tanpa Fraksinasi dan Hasil Fraksinasi Gambar 27. Overlay Kromatogram Minyak Nilam Varietas Sidikalang Hasil Fraksinasi vii

13 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Formulir Pendaftaran Panelis Terlatih Lampiran 2. Scoresheet Uji Identifikasi Aroma Dasar Lampiran 3. Scoresheet Uji Segitiga Aroma Lampiran 4. Scoresheet Uji Ranking Aroma Lampiran 5. Daftar Panelis Lolos Seleksi Beserta Skor yang Diperoleh Lampiran 6. Jenis Aroma dan Konsentrasi yang Diperkenalkan Lampiran 7. Scoresheet Latihan Menskala Lampiran 8. Scoresheet Penentuan Standar Atribut Aroma Lampiran 9. Konsentrasi Larutan Standar dan Skor Aroma Lampiran 10. Scoresheet Pelatihan Aroma Lampiran 11. Scoresheet Uji QDA Lampiran 12. Kurva Standar Atribut Aroma Lampiran 13. Analisis Sidik Ragam Data Deskriptif Atribut Aroma Lampiran 14. Scree Plot Deskripsi Aroma Minyak Nilam Lampiran 15. Score Plot Deskripsi Aroma Minyak Nilam Lampiran 16. Loading Plot Deskripsi Aroma Minyak Nilam Lampiran 17. Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Aroma Cherry Lampiran 18. Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Aroma Camphor Lampiran 19. Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Aroma Dry Lampiran 20. Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Aroma Earthy Lampiran 21. Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Aroma Eugenol Lampiran 22. Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Aroma Floral Lampiran 23. Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Aroma Musky Lampiran 24. Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Aroma Sweet Lampiran 25. Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Aroma Turpentine Lampiran 26. Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Aroma Woody Lampiran 27. Scree Plot Komponen Volatil Minyak Nilam Lampiran 28. Score Plot Komponen Volatil Minyak Nilam Lampiran 29. Loading Plot Komponen Volatil Minyak Nilam viii

14 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Flavor merupakan salah satu atribut mutu yang berperan penting dalam penerimaan atau penolakan konsumen terhadap suatu produk pangan. Flavor pada industri pangan biasanya digunakan atau ditambahkan pada produk pangan untuk meningkatkan penerimaan konsumen sehingga mempengaruhi konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan. Oleh karenanya, permintaan terhadap flavor semakin meningkat dewasa ini seiring dengan berkembangnya industri pangan. Flavor dari suatu bahan dapat ditimbulkan oleh satu atau beberapa komponen yang menjadi karakteristik flavor bahan pangan tersebut, sedangkan komponen lainnya hanya memberikan nuansa terhadap keseluruhan flavor. Dengan demikian identifikasi komponen volatil perlu dilakukan untuk mengetahui pentingnya peranan suatu atau beberapa komponen terhadap flavor yang ditimbulkan oleh suatu bahan. Tidak hanya top notes (aroma yang timbul dominan ketika tercium oleh hidung) yang penting, tetapi base notes (aroma dasar pembentuk body) juga sangat diperhitungkan. Salah satu bahan yang sangat penting dan biasa dijadikan base notes pada produk-produk flavor dan fragrans adalah minyak nilam (patchouli oil). Minyak nilam merupakan bahan yang digunakan dalam industri parfum, kosmetik, antiseptik, dan insektisida. Minyak nilam banyak digunakan dalam industri parfum atau aromaterapi karena memiliki sifat fiksatif (mengikat minyak atsiri lainnya) yang hingga kini belum ada produk substitusinya. Indonesia mempunyai potensi sebagai penghasil minyak atsiri yang berlimpah. Produk minyak atsiri baru sebatas pada tahap menghasilkan minyak kasar (crude oil). Jika minyak kasar tersebut diolah lebih lanjut menjadi berbagai komponen minyak atsiri murni, maka akan dihasilkan produk-produk minyak atsiri yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi. Parfum yang dicampuri minyak yang komponen utamanya patchouli alcohol (C 15 H 26 ) ini, aroma harumnya akan bertahan lebih lama. Minyak nilam di Indonesia secara tradisional diproduksi melalui proses distilasi ranting dan daun nilam aceh (Pogostemon cablin Benth.). Komponen aroma yang paling dominan adalah patchouli alkohol. (Nuryani 2007) Penyulingan minyak atsiri dapat dilakukan dengan cara penyulingan air (water distillation), penyulingan air dan uap (water and steam distillation), serta penyulingan uap (steam distillation). Penyulingan air banyak diterapkan di daerah pedesaan karena alat yang digunakan cukup sederhana, kuat, harga relatif murah, dan alat penyulingan dapat dipindahpindahkan. Mutu minyak yang dihasilkan pada penyulingan air bergantung pada perlakuan. Kegosongan pada bahan harus dihindari terutama bila penyulingan dilakukan menggunakan api langsung. Penyulingan air dan uap memiliki keuntungan oleh adanya penetrasi uap secara merata ke dalam jaringan bahan dan suhu dapat dipertahankan hingga 100 o C. Waktu penyulingan relatif singkat, rendemen minyak yang dihasilkan lebih tinggi dan mujtunya lebih baik jika dibandingkan dengan penyulingan air serta bahan yang disuling tidak akan menjadi gosong. Penyulingan uap baik digunakan untuk mengekstrak minyak dari biji-bijian, akar dan kayukayuian yang umumnya mengandung komponen minyak yang bertitik didih tinggi, misalnya minyak cengkeh, kayu manis, akar wangi, dan minnyak bertitik didih tinggi lainnya.. Mutu minyak yang dihasilkan baik selama proses penyulingan dilakukan dengan baik. Rendamen minyak pada penyulingan ini lebih tinggi dibandingkan dua penyulingan sebelumnya. Bahan yang aka disuling dirajang dengan baik untuk menghindari penggumpalan bahan yang dapat menyebabkan rendemen minyak rendah dan tidak normal. (Ketaren 1985) 1

15 Penggunaan minyak atsiri dalam produk pangan mungkin saja dilakukan. Contoh konkretnya adalah permen kayu putih (Rachmatillah 2011) dan dessert dengan aroma parfum (Oktaviani 2011). Oleh karena itu, karakterisasi komponen volatil minyak nilam sangat diperlukan, agar dapat diketahui komponen-komponen pembentuk aroma apa saja yang muncul pada minyak tersebut. Minyak nilam yang beredar di pasaran berasal dari hasil sulingan daun dan ranting nilam. Daun dan ranting tersebut berasal dari berbagai varietas yang berbeda-beda, yang biasanya merupakan campuran daun dan ranting nilam varietas Lhoksumawe, Sidikalang, dan Tapaktuan. Masing-masing varietas tersebut mungkin memiliki karakteristik yang berbedabeda. Untuk itu, diperlukan penelitian untuk mengkarakterisasikan komponen volatil minyak nilam berdasarkan tiga varietas tersebut untuk menentukan kekhasan minyak nilam. B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengkarakterisasi deskripsi aroma minyak nilam (patchouli oil), tiga varietas unggul nilam aceh (Pogestemon cablin Benth.) yaitu varietas Lhoksumawe, Tapaktuan, dan Sidikalang yang ada di kawasan Kuningan. 2. Identifikasi dan karakterisasi komponen volatil minyak nilam berdasarkan tiga varietas. 3. Mengkorelasikan deskripsi aroma minyak nilam dengan komponen volatil minyak nilam hasil GC-MS. 4. Selain itu juga untuk mengetahui karakter aroma minyak nilam yang telah mengalami proses fraksinasi dengan menggunakan metode kromatografi kolom (column chromatography). 2

16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN NILAM Tanaman nilam adalah tanaman perdu wangi yang berakar serabut, daunnya halus bagai beledru apabila diraba dengan tangan, dan agak membulat lonjong seperti jantung, serta warnanya agak pucat. Bagian bawah daun dan rantingnya berbulu halus, batangnya berkayu dengan diameter 10mm-20mm, relatif hampir berbentuk segiempat, serta sebagian besar daun yang melekat pada ranting hampir selalu berpasangan satu sama lain. Jumlah cabang yang banya dan bertingkat mengelilingi batang sekitar 3,5 cabang per tingkat. Tanaman ini memiliki umur tumbuh yang cukup panjang, yaitu sekitar tiga tahun, panen perdana dapat dilakukan pada bulan keenam atau ketujuh dan seterusnya pada setiap dua atau tiga bulan tergantung pemeliharaan dan pola tanam, kemudian dapat diremajakan kembali dari hasil tanaman melalui persemaian atau pembibitan berupa setek. Hasil produksi tanaman ini berupa daun basah yang dipanen dalam bentuk petikan kemudian dikeringkan dan diolah lebih lanjutmelalui proses penyulingan daun nilam kering agar diperoleh suatu prduk yang dinamakan minyak nilam. Selain daun, bagian tanaman lain yang daoat dipetik untuk disuling yaitu ranting, batang dan akar. Namun kandungan minyak yang dimilikinya relatif lebih sedikit dibandingkan dengan daun. Dalam praktek penyulingan yang dilakukan oleh beberapa kalangan masyarakat atau pihak penyuling biasanya daun dicampur dengan ranting, batang dana akar menjadi satu kesatuan dalam proses penyulingan dengan tujuan agar diperoleh suatu jumlah Patchouli oil yang lebih tinggi. Nilam termasuk tanaman yang mudah tumbuh seperti herbal lainnya. Tanaman ini memerlukan suhu yang panas dan lembab. Selain itu, nilam juga memerlukan curah hujan yang merata dalam jumlah cukup. Saat berumur lebih dari enam bulan, ketinggian tanaman nilam dapat mencapai 2-3 kaki atau sekitar cm dengan radius cabang sekitar 60 cm. Ciri khas lainnya yaitu bila daun nilam digosok akan basah dan mengeluarkan aroma atau wangi khas nilam. Selain itu, minyak dari daun nilam memiliki sifat khas yaitu semakin bertambah umurnya semakin harum wangi minyaknya. Oleh sebab itulah, minyak nilam yang berumur lebih lama lebih disukai oleh produsen minyak wangi. (Mangun 2005) Gambar 1. Tanaman nilam 3

17 B. JENIS-JENIS TANAMAN NILAM Pada dasarnya, terdapat beberapa jenis tanaman nilam yang telah tumbuh dan berkembang di Indonesia. Namun, nilam aceh lebih dikenal dan telah ditanam secara meluas. Selain itu, dikenal pula jenis nilam jawa dan nilam sabun. Secara garis besar, jenis nilam adalah sebagai berikut : 1. Nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth) Nilam aceh merupakan tanaman standar ekspor yang direkomendasikan karena memiliki aroma khas dan rendemen minyak keringnya tinggi, yaitu 2,5% - 5 % dibandingkan jenis lain. Nilam aceh dikenal pertama kali dan ditanam secara meluas hampir diseluruh wilayah Aceh. (Mangun 2005) 2. Nilam Jawa (Pogostemon Heymeatus Benth) Nilam jawa disebut juga nilam hutan. Nilam ini berasal dari India dan masuk ke Indonesia serta tumbuh meliar di beberapa hutan di wilayah Pulau Jawa. Jenis tanaman ini hanya memiliki kandungan minyak sekitar 0,5% - 1,5%. Jenis daun dan rantingnyatidak memiliki bulu-bulu halus dan ujungnya agak meruncing. (Mangun 2005) 3. Nilam Sabun (Pogostemon hortensis Backer) Zaman dahulu, tanaman ini sering digunakan untuk mencuci pakaian, terutama kain jenis batik. Jenis nilam ini hanya memilikikandungan mnyak sekitar 0,5% - 1,5%. Selain itu, komposisi kandungan minyak yang dimiliki dan dihasilkannya tidak baik sehingga minyak jenis nilam initidak memperoleh pasaran dalam bisnis minyak nilam. Oleh sebab itu, nilam jawa dan nilam sabun tidak direkomendasikan sebagai tanaman komersial karena kandungan minyaknya relatif sangat sedikit. Selain itu, aroma yang dimiliki keduanya berbeda dengan nilam aceh dan komposisi kandungan minyaknya tidak baik. (Mangun 2005) C. VARIETAS NILAM ACEH Seleksi terhadap 28 nomor nilam hasil eksplorasi ke berbagai daerah mendapatkan tiga varietas yang mempunyai produktivitas dan mutu minyak tinggi, yaitu Tapaktuan, Lhokseumawe, dan Sidikalang. Dari hasil pengujian di beberapa lokasi, Tapaktuan menghasilkan minyak paling tinggi (375,76 kg/ha), jauh di atas produksi nasional (97,5 kg/ha). Kadar minyak tertinggi dijumpai pada Lhokseumawe (3,21%), dan untuk patchouli alkohol pada Sidikalang (34,97%). Di Sukamulya, Ciamis dan Cimanggu, rata-rata produksi terna kering tertinggi (13,28 t/ha) dari dua kali panen dihasilkan oleh Tapaktuan, diikuti oleh Lhokseumawe (11,09 t/ ha), Sidikalang (10,90 t/ha), dan klon lokal (7,66 t/ha). Kadar minyak tertinggi (3,21%) terdapat pada Lhokseumawe (Tabel 1). Varietas lainnya memiliki kadar minyak kurang dari 3%, namun masih termasuk tinggi (>2,5%) 4

18 Tabel 1. Perbandingan Varietas Nilam (Nuryani 2006) Produksi minyak sangat bergantung pada produksi terna dan kadar minyak (produksi minyak = produksi terna kering x kadar minyak). Walaupun kadar minyak varietas Lhokseumawe (3,21%) lebih rendah dibanding Tapaktuan (3,63%), namun karenaa produksi ternanya lebih tinggi, maka produksi minyaknya juga lebih tinggi. Produksi minyak ketiga varietas dan klon lokal tersebut lebih tinggi dari rata-rataa nasional (97,53 kg/ ha). Rata-rata produksi tertinggi dihasilkan di Sumatera Barat (161,51 kg/ /ha).sifat-sifatt penting lainnya selain kadar minyak dan produksi terna adalah kadar patchouli alkohol (PA). Ketiga varietas ini memiliki kadar PA >30%, yang merupakan kandungan minimal untuk ekspor. (Nuryani 2006) Gambar 2. Varietas nilam aceh (Nuryani 2006) D. MINYAK NILAM Minyak nilam adalah minyak atsiri yang diperoleh dari daun nilam (Pogostemon cablin Benth. ) dengan caraa penyulingan. Sentra produksi nilam di Indonesia yaitu propinsii Nanggro Aceh Darussalam, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Saat ini, pertanaman nilam telah menyebar ke propinsi Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Jawa Barat. Sebagai komoditas ekspor, minyak nilam mempunyai prospek yang baik karena dibutuhkan secara kontinyu dalam industri parfum, kosmetik, sabun, dan lain-lain. Penggunaan minyak nilam dalam industri tersebut karena daya fiksasinya yang tinggi terhadap bahan pewangi lain, sehingga dapat mengikat bau wangi 5

19 dan mencegah penguapan zat pewangi sehingga bau wangi tidak cepat hilang atau lebih tahan lama. Minyak nilam terdiri dari komponen bertitik didih tinggi seperti patchouli alkohol, patchoulen, kariofilen dan non patchoulenol yang berfungsi sebagai zat pengikat dan belum dapat digantikan oleh zat sintetik. (Hidayat 2010) Gambar 3. Minyak Nilam (Hidayat 2010) E. KOMPONEN VOLATIL MINYAK NILAM Pada proses identifikasi pada minyak nilam, diketahui bahwa komponen volatil minyak nilam menurut Lawrence et al dalam PROSEA (1999) ialah patchouli alcohol, bulnesene, seychellene, patchoulene, caryophyllene, cadinene, pogostol, caryophyllene oxide, norpatchoulenol, elemene, gurjunene, pinene, 1,10-epoxy-alpha-bulenesene, cycloseychellene, dan 1,5-epoxy-alpha guaiene. Bunrathep et.al. (2006) mengidentifikasi minyak nilam dari tanaman nilam yang dikembangkan di Chulalongkorn terdiri dari komponen δ-elemene, β- patchoulene, β-elemene, cis thujopsene, trans-caryophyllene, α-guaiene, γ-patchoulene, α- humulen, α-patchoulene, seychellene, valencene, germacrene D, β-selinene, α-selinene, viridiflorence, germacrena A, α-bulenesene, 7-epi-α-selinene, longipinanol, globulol, patchouli alcohol, dan 1-octen-3 ol. F. QUANTITATIVE DESCRIPTIVE ANALYSIS (QDA) Analisis QDA merupakan analisis deskripsi yang muncul pada tahun 1970-an. Analisis ini digunakan untuk mengukur atribut sensori oleh masing-masing panelis lalu menghasilkan rata-rata atribut sensori. (Pigott et al. 1998). Analisis ini meliputi seleksi panelis, pelatihan panelis, dan pengujian. Seleksi panelis merupakan aspek yang kritis dalam analisis deskriptif (Meilgaard et al. 1999). Calon panelis yang baik harus dapat mendeskripsikan atribut flavor yang dihasilkan dan dapat membedakan antara aroma dan rasa. Kesehatan yang baik, motivasi yang tinggi, dan biasa menggunakan produk yang diujikan adalah karakteristik calon panelis yang baik. Panelis yang lolos seleksi selanjutnya dilakukan pelatihan untuk menghasilkan sekelompok panelis yang kemudian fungsinya dapat dianalogikan dengan instrumen dalam mengevaluasi flavor suatu produk (Drake & Civille 2003). Tahap-tahap seleksi panelis terdiri dari tahap penyaringan (screening), uji ketepatan (acuity test), uji ranking/rating, dan personal interview (Meilgaard et al., 1999). Menurut Stone & Sidel (2004), tahap penyaringan bertujuan untuk mengeliminasi kandidat panel yang tidak sensitif, mengetahui kandidat panel yang memiliki kemampuan sensori yang sangat sensitif dan dapat dipercaya, dan membiasakan kandidat panel dengan atribut sensori produk. Uji ketepatan untuk kandidat panel harus mampu mendemonstrasikan kemampuan untuk mendeteksi dan menjelaskan karakteristik sensori secara kualitatif; mendeteksi dan menggambarkan perbedaan 6

20 secara kuantitatif (Meilgaard et al. 1999). Metode uji yang digunakan untuk uji deteksi secara kualitatif adalah identifikasi aroma dasar, sedangkan uji deteksi secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji segitiga atau uji duo trio untuk mendeteksi perbedaan yang kecil serta mendeskripsikan kunci perbedaan dari atribut sensori yang ada. Uji rating/ranking digunakan untuk menentukan kemampuan panelis dalam membedakan penilaian intensitas atribut sensori yang diberikan (Meilgaard et al. 1999). Personal interview dilakukan untuk mengetahui kemauan, keseriusan, minat, rasa percaya diri, dan waktu luang calon panelis. Selama melakukan pelatihan, panelis akan dibantu oleh seorang panel leader. panel leader adalah seorang sensori profesional yang memiliki kemampuan lebih baik dari anggota panel. Panelis yang ideal untuk panelis telatih adalah sebanyak 8-12 orang. Panelis akan memberikan istilah-istilah tertentu untuk mendeskripsikan produk. Panel leader berperan sebagai fasilitator agar diskusi berjalan dengann baik. Para panelis menentukan urutan munculnya atribut. Selain itu, panelis berlatih merating produk supaya terbiasa dengan proses analisis deskipsi dan memperoleh kepercayaan diri terhadap kemampuan mereka (Drake & Civille 2003). Data diperoleh dari scoresheet dengan menggunakan skala garis yang diberi batas pada setiap akhir garis. Panelis memberi tanda garis pada skala garis. Selanjutnya tanda diubah menjadi nilai numerik dengan mengukur respons pada skala garis dengan menggunakan penggaris, digitizer, atau dengan sistem komputer (Drake & Civille 2003). Analisis sensori deskriptif memberikan informasi bagi para ahli sensori untuk memperoleh deskripsi produk secara lengkap, dan/atau menentukan atribut sensori mana yang penting dalam penerimaan konsumen (Stone & Sidel 2004). Analisis deskriptif berguna untuk mengevaluasi perubahan sensori dari waktu ke waktu dengan memperhatikan keadaan sebelum dan sesudah panen serta umur simpan beras (Meilgaard et al. 1999). Sejauh ini, belum ada penelitian mengenai analsis deskriptif minyak nilam. Oleh karena itu, analisis deskriptif minyak nilam sangat diperlukan. G. GAS CHROMATOGRAPHY-MASS SPECTROMETRY (GC-MS) Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS) digunakan untuk mengidentifikasi komponen flavor dalam minyak nilam. Spektroskopi massa dapat digunakan untuk mengetahui Rumus Molekul tanpa melalui analisis unsur. Misalnya C 4 H 10 O, biasanya memakai cara kualitatif atau kuantitatif. Setelah diketahui rumus empirisnya, yakni (CxHyOz)n, kemudian baru ditentukan BM-nya. Komputer pada alat GC-MS dapat langsung diketahui rumus molekulnya. GC-MS hanya dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap. Glukosa, sukrosa, sakarosa bersifat tidak menguap sehingga tidak dapat dideteksi dengan alat GC-MS. 7

21 Gambar 4. GC-MS Secara umum, GC-MS memiliki tiga konfigurasi utama, yitu GC, konektor, dan MS. Prinsip kerja GC-MS didasarkan pada perbedaan kepolaran dan massa molekul sampel yang dapat diuapkan. Sampel yang berupa cairan atu gas langsung diinjeksikan ke dalam injektor, jika sampel berbentuk padatan maka harus dilarutkan pada pelarut yang dapat diuapkan. Aliran gas yang mengalir akan membawa sampel yang teruapkan untuk masuk ke dalam kolom. Komponen-komponen yang ada pada sampel akan dipisahkan berdasarkann partisi diantara fase gerak (gas pembawa) dan fase diam (kolom). Hasilnya adalah berupa molekul gas yang kemudian akan diionisasikan pada spektrofotometer massa sehingga molekul gas itu akan mengalami fragmentasi yang berupa ion-ion positif. Ion akan memiliki rasio yang spesifik antara massa dan muatannya. (Karliawan 2009) Masukan GC Penghubung ke vakum Sumber Ion Sistem Vakum Penganalisis Massa Detektor Kontrol Instrumen dan Proses Data Gambar 5. Skema Konfigurasi GC-MS GC-MS semakin meluas penggunaannya sejak tahun 1960 dan banyak diaplikasikan dalam kimia organik. Sejak saat itu terjadi kenaikan penggunaann yang sangat besar pada metode ini. Hal tersebut dikarenakan GC-MS dapat menguapkan hampir semua senyawa organik dan mengionkannya. Selain itu, fragmen yang dihasilkan dari ion molekul dapat dihubungkan dengan struktur molekulnya. Instrumen GC-MS merupakan gabungan dari alat GC dan MS, yang berarti sampel yang akan dianalisis diidentifikasi dahulu dengan alat GC kemudian diidentifikasi kembali dengan alat MS. GC dan MS merupakan kombinasi kekuatan yang 8

22 simultan untuk memisahkan dan mengidentifikasi komponen-komponen campuran. (Harvey 2000) Gambar 6. Bagan Alat Kromatografi Gas (Rohman, 2009) H. KROMATOGRAFI KOLOM Kromatografi kolom merupakan kromatografi yang fase diamnya dipak ke dalam sebuah kolom (Sewel & Clarke 1987). Di dalam kromatografi kolom, fase diam dapat dipak baik dengan cara kering maupun cara basah (Heath 1981). Pada sistem kromatografi kolom dikenal banyak sekkali senyawa yang telah digunakan sebagai fase diam dan dikategorikan sebagai senyawa polar dan nonpolar (Nur & Sjachri 1978). Menurut Mantell (1951), faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi antara lain: 1. Sifat-sifat adsorben, yang meliputi luas permukaan, ukuran pori-pori, dan komposisi kimia. 2. Sifat-sifat adsorbat, yang meliputi ukuran molekul, polaritas molekul, dan komposisi kimia. 3. Konsentrasi adsorbat dalam fase cair. 4. Sifat fase cair (ph dan suhu). 5. Waktu kontak antara adsorben dan adsorbat. Adsorben-adsorben dan jenis komponen yang dapat dipisahkan pada separasi dengan teknik kromatografi disajikan pada Tabel. 2. 9

23 Tabel 2. Adsorben pada kromatografi Adsorben Alumina Silika gel Karbon Magnesia Magnesium Karbonat Magnesium Silikat Kalsium Hidroksida Kalsium Karbonat Kalsium Fosfat Aluminium Silikat Agar Gula (Braithwaite & Smith 1996) Digunakan untuk pemisahan Sterol, vitamin, ester, alkaloid, senyawa organik Sterol, asam amino Peptida, karbohidrat, asam amino Sterol, vitamin, ester, alkaloid, senyawa organik Perpirin Sterol, ester, gliserida, alkaloid Karotenoid Karotenoid, xantofil Enzim, protein, polinukleotida Sterol Enzim Klorofil, xantofil Silika gel (SiO 2 ) merupakan adsorben polar yang paling umum digunakan dan dianggap sebagai penyerap yang paling serbaguna. Silika gel akan mengadsorpsi komponen yang polar lebih kuat daripada komponen yang kurang polar. Alkohol akan diadsorpsi lebih kuat daripada eter, sedang eter diadsorpsi lebih kuat daripada hidrokarbon (Nur & Sjachri 1978). Adsorben silika gel akan menahan komponen polar dan molekul polarisable (seperti aromatik) karena adanya interaksi dipole/induced dipole (Sewel & Clarke 1987). Adsorben arang aktif merupakan suatu bentuk tak beraturan dari kristal-kristal grafit yang tersusun dari pelat-pelat datar dimana atom karbon terikat secara kovalen di dalam suatu sisi hexagon. Adanya sifat porous menyebabkan arang mempunyai kemampuan mengadsorpsi. Arang aktif merupakan adsorben yang sangat polar yang sering digunakan (Sewel & Clarke 1987). Dengan menggunakan adsorben, komponen yang polar akan tertahan lebih lama dibandingkan komponen nonpolar. Adsorben C 18 (octadecyl silane) merupakan jenis fase diam yang dibuat dari mereaksikan gugus silanol dengan klorosilan yang bersifat nonpolar. Adsorben ini bersifat nonpolar dibandingkan fase geraknya seperti etanol. Kromatografi yang menggunakan adsorben ini disebut dengan kromatografi kolom fase terbalik. (Sewel & Clarke 1987). Cara kerja kromatografi kolom adalah sampel yang akan dipisahkan dilarutkan terlebih dahulu dalam pelarut, kemudian diletakkan di bagian atas kolom yang telah terisi oleh fase diam. Fase gerak yang sudah disiapkan kemudian dialirkan secara perlahan dan dibiarkan mengalir melalui kolom sampai pelarut habis. Fase gerak akan membawa campuran komponen ke bawah sehingga di dalam kolom terjadi kesetimbangan dinamis antara komponen teradsorpsi pada fase diam dengan komponen yang terlarut dalam fase gerak. Fase gerak akan mengalir ke bawah. Eluat yang keluar ditampung ke dalam tabung reaksi atau vial sebanya 2-5 ml. Hasil tampungan tersebut diidentifikasi dengan menggunakan GC dan GC-MS. 10

24 Gambar 7. Flash Column Chromatography 11

25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun dan batang nilam varietas sidikalang, lhoksumawe, dan tapaktuan yang diambil di Desa Sukamulya, Kecamatan Garawangi, Kuningan, Jawa Barat. Ketiga varietas ini ditanam dengan teknik budidaya yang sama, ketinggian yang sama, serta waktu pemanenan yang sama (3-4 bulan). Penentuan varietas tanaman nilam mengacu pada karakteristik varietas nilam oleh Nuryani (2006) dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Karakteristik Tiga Varietas Unggul Tanaman Nilam Varietas Tapaktuan Lhokseumawe Sidikalang Panjang cabang primer (Cm) Panjang cabang sekunder (Cm) Pertulangan daun Delta, Bulat Telur Delta, Bulat Telur Delta, Bulat Telur Bentuk daun Menyirip Menyirip Menyirip Warna daun Hijau Hijau Hijau keunguan Panjang daun 6,46-7,52 6,23-6,75 6,30-6,45 Lebar daun 5,22-6,39 5,16-6,36 4,88-6,26 Panjang tangkai 2,67-4,13 2,66-4,28 2,71-3,34 Pangkal daun Rata, membulat Datar, membulat Rata, Membulat Kadar Minyak (%) 2,83 3,21 2,89 Kadar patchouli alcohol (%) 33,31 32,63 32,95 Sumber: Nuryani (2006), Pustikasari (2011) Yang menjadi patokan dalam penentuan tiga varietas unggul nilam yang dilakukan pada penelitian ini adalah warna batang dan daun nilam. Varietas Tapaktuan dan Lhoksumawe memiliki warna batang dan daun yang sama, yaitu berwarna hijau, sedangkan Sidikalang berwarna hijau keunguan. Selain itu dilihat juga pangkal daun, dimana Varietas Tapaktuan dan Sidikalang memiliki bentuk rata dan membulat, sedangkan Lhoksumawe memiliki bentuk datar dan membulat. Setelah penentuan sampel, dilakukan preaparasi sampel untuk ketiga varietas tanaman nilam yang meliputi pemanenan, pengeringan, perajangan. Pemanenan dilakukan pada tanaman nilam yang berumur 2-3 bulan. Setelah dipanen, dilakukan pengeringan di bawah sinar matahari langsung selama 3 hari dan dilanjutkan dengan pengeringanginan selama 4 hari di dalam ruangan bersuhu o C. Daun dan ranting (terna) nilam yang sudah kering kemudian dirajang hingga ukuran 3-5 cm. Setelah preparasi sampel selesai, terna nilam siap untuk disuling. Bahan lain yang digunakan untuk seleksi dan pelatihan panelis adalah standar aroma yang diperoleh dari PT Ogawa Indonesia dan Sensient. Bahan kimia yang digunakan untuk ekstraksi komponen volatil yaitu toluene dan natrium sulfat anhidrat (grade pro analysis buatan Merck), kertas saring Whatman, propilen glikol, n-alkana standar, heksana pro analysis, etil asetat pro analysis, silica gel 60 H 7736, aquades, dan kapas. Bahan kimia diperoleh dari Stockroom Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. 12

26 Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah botol gelas amber kecil, mikropipet, alat-alat gelas, pisau, neraca analitik, seprangkat alat suling, pemanas,oven, freezer, tusuk sate, jarum, pipet tetes, termometel bola basah dan bola kering, statif, vial, alat GC Merk Agilent 7890 A detektor FID, dan alat GC Merk Agilent 7890 A detektor MS Merk Agilent 5975 C. B. METODE PENELITIAN 1. Penyulingan Minyak Nilam Penelitian Tahap I yang dilakukan penyulingan terna nilam menjadi minyak dengan metode destilasi uap. Penyulingan dilakukan di Laboratorium Balai Tanaman Obat dan Tanaman Aromatik (Balittro), Cimanggu, Bogor. Proses yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 8. Terna Nilam Persiapan alat-alat penyulingan Penyulingan uap ( o C, 1-2 atm, 8 jam) Penambahan Natrium anhidrat dan Penyaringan minyak menggunakan kertas whatman Analisis kadar air Minyak Nilam Perhitungan rendemen Gambar 8. Diagram Alir Penyulingan Minyak Nilam (Modifikasi Metode Emmyzar & Yulius 2004) Alat yang digunakan untuk penyulingan terna nilam terdiri dari ketel suling, kondensor, clavenger appartus, dan mercher burner. Gambar alat penyulingan dapat dilihat pada Gambar 9. 13

27 Gambar 9. Alat Penyulingan Minyak Nilam 2. Analisis Sensori QDA (Meilgaard et.al. 1999, Setyaningsih, et.al ) Penelitian Tahap II merupakan tahapan analisis sensori dengan menggunakan panelis terlatih. Tahapan analisis sensori yang dilakukan meliputi seleksi panelis, pelatihan panelis, dan pengujian. 14

28 a. Seleksi Panelis Pemilihan panelis dilakukan dengan menyeleksi sejumlah orang sehingga didapatkan 8-12 orang yang selanjutnya akan dilatih hingga menjadi panelis terlatih. Tahap-tahap pemilihan panelis meliputi pertanyaan prescreening, uji ketepatan (uji duotrio atau uji segitiga) dan uji rangking (Meilgaard et al. 1999). Adapun pada tahap-tahap pemilihan yang dilakukan pada penelitian ini meliputi pendaftaran calon panelis, identifikasi bau dasar dan uji ketepatan (uji segitiga). Formulir pendaftaran panelis dapat dilihat pada Lampiran 1 Uji pertama adalah identifikasi aroma dasar seperti yang tertera pada Tabel 4. Scoresheet identifikasi aroma dasar dapat dilihat pada Lampiran 2. Uji ketepatan yang dilakukan menggunakan uji segitiga dimana bahan aroma standar dibagi dalam tiga kelompok. Setiap kelompok terdiri dari tiga aroma yang disajikan antara dua aroma yang sama dan satu aroma yang berbeda. Calon panelis diinstruksikan untuk menulis kode sampel yang berbeda. Scoresheet uji segitiga dapat dilihat pada Lampiran 3. Uji rangking dilakukan dengan mengurutkan intensitas aroma dari tiga konsentrasi aroma yang berbeda dari satu standar aroma yang sama. Scoresheet uji ranking dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 4. Aroma dasar Bahan Patchouli Oil Benzaldehyde Cinnamic Aldehyde Winter green Sandalwood Oil (Burdock 2010) Karakteristik bau Woody Bitter Almond, nutty, bitter Cinnamon Balsamic, herbal, green earthy Sandalwood, woody, insects b. Pelatihan Panelis Panelis yang telah lolos seleksi diberi pelatihan untuk melatih kepekaan sensori terhadap atribut aroma yang akan sangat membantu pengujian selanjutnya. Setelah diperoleh panelis terlatih, diadakan Focus Group Discussion (FGD) dengan seorang panel leader yang memimpin diskusi tersebut. Aroma standar yang menjadi aroma penyusun aroma minyak nilam yang diteliti diperkenalkan pada sesi FGD ini. Selanjutnya, dilakukan penyamaan persepsi antarpanelis dengan pengenalan terminologi istilah aroma yang telah diperoleh sebelumnya. Panelis dilatih untuk dapat menilai intensitas suatu sampel pada skala garis. Scoresheet untuk latihan menskala terdapat pada Lampiran 6. Setelah panelis mengetahui jenis-jenis aroma yang terdapat dalam minyak nilam, panelis diminta untuk mendeskripsikan aroma tersebut menggunakan skala garis sehingga dapat diketahui seberapa dalam persepsi sensori aroma yang diterima oleh panelis. Selanjutnya, panelis akan dilatih untuk menilai intensitas tiap aroma dengan melakukan uji rating pada skala garis untuk tiap aroma dengan 3 tingkat konsentrasi yang berbeda. Jenis aroma dan konsentrasi yang diperkenalkan untuk melatih kemampuan menilai panelis pada skala garis dapat dilihat pada Lampiran 7. Pelatihan yang dilakukan didasarkan pada kompleksitas produk yang akan dianalisis. Dalam penelitian ini, pelatihan diadakan kontinyu selama 3-4 minggu setiap hari kerja. Materi pelatihan terdiri atas penetapan terminologi, pengenalan skala deskriptif, pengenalan perbedaan yang kecil dari produk, dan latihan. Pelatihan 15

29 bertujuan untuk melatih kepekaan sensori para panelis terhadap atribut sensori yang akan sangat membantu pada pengujian selanjutnya. Penetapan terminologi atribut sensori dilakukan untuk menyamakan konsep atribut sensori sehingga dapat dikomunikasikan antar panelis satu dengan yang lainnya (Stone & Sidel 2004). Panelis dilatih menggunakan uji rating skala garis pada atribut aroma. Pelatihan panelis dilakukan menggunakan larutan standar. Konsentrasi larutan standar untuk atribut aroma ditentukan secara subyektif oleh para panelis. Penentuan standar dan pelatihan dilakukan menggunakan skala garis tidak terstruktur sepanjang 15 cm dengan garis vertikal sebagai pengarah di awal dan di ujung garis. Pada tanda awal dan akhir diberi label berupa ekspresi kata-kata yang menunjukkan intensitas dari atribut yang diuji. Satu garis digunakan untuk satu atribut dan panelis memberi tanda berupa garis vertikal atau menyilang pada kisaran respon yang dideteksi. Pengenceran tiap jenis aroma tunggal dilakukan dengan propylene glycol. Uji rating tersebut dilakukan berulang kali hingga panelis dapat membuat urutan yang tepat untuk setiap sampel. Uji rating pada skala garis tersebut akan menghasilkan nilai-nilai intensitas aroma menurut subjektivitas panelis yang terukur melalui garis yang ditandai. Nilai konsentrasi dan intensitas masing-masing atribut akan diperoleh pada saat melakukan pelatihan QDA, selanjutnya akan dibuat hubungan logaritmik dan diplot menjadi persamaan Stephen (Meilgaard et al. 1999). Persamaannya adalah sebagai berikut: R = k C n dimana R merupakan perkiraan intensitas, C merupakan konsentrasi, k merupakan konstanta yang tergantung pada unit yang dipilih untuk mengukur R dan C, dan n merupakan eksponensial yang digunakan untuk mengukur laju perkembangan intensitas yang diperoleh sebagai suatu fungsi stimulus intensitas. Nilai intensitas konsentrasi standar aroma yang diperoleh saat melakukan pelatihan diolah menggunakan persamaan Stephen (Meilgaard et al. 1999), lalu persamaan tersebut diturunkan hingga menjadi persamaan logaritmik dengan turunan rumus: Log R = Log k + n Log C Keterangan : R = perkiraan intensitas yang terdeteksi (magnitude estimation) C = ukuran konsentrasi (molar, molal, %) Log k = konstanta n = kemiringan Hal ini dilakukan untuk mendapatkan nilai konsentrasi standar yang digunakan pada analisis kuantitatif. Contoh scoresheet penentuan standar aroma dapat dilihat pada Lampiran 8. Dari hasil uji rating tersebut, dapat diperoleh kurva linier antara nilai logaritmik rataan konsentrasi aroma terhadap nilai logaritmik konsentrasi aroma sehingga dapat diketahui konsentrasi tertentu yang harus dibuat untuk menghasilkan intensitas tertentu suatu jenis aroma. Konsentrasi yang telah disesuaikan dengan persepsi panelis tersebut digunakan sebagai reference dalam memberikan penilaian tiap jenis aroma yang terdapat di dalam sampel minyak nilam. 16

30 Ketika panelis telah dapat mengukur dan mengurutkan dengan benar urutan konsentrasi tiap jenis aroma, panelis akan dilatih kembali untuk menentukan intensitas tiap jenis aroma yang dibuat berdasarkan nilai pada pengukuran yang diberikan panelis sebelumnya. Konsentrasi larutan standar aroma untuk pelatihan dapat dilihat pada Lampiran 9. Nilai konsentrasi untuk intensitas tertentu, digunakan sebagai reference untuk memudahkan penilaian panelis saat menguji sampel. Scoresheet pelatihan aroma cherry, camphor, dry, earthy, eugenol, floral, musky, sweet, turpentine, dan woody dapat dilihat pada Lampiran 10. c. Pengujian Pengujian sampel minyak nilam dilakukan menggunakan metode QDA. Pada saat pengujian, sampel minyak nilam hasil penyulingan ditempatkan pada wadah khusus yang telah diberi kode 3 digit angka acak. Panelis diminta untuk melakukan penilaian dari 10 aroma yang telah ditentukan pada minyak nilam. Sampel yang digunakan pada uji QDA merupakan sampel yang dipilih berdasarkan tiga varietas minyak nilam yang berbeda, yaitu minyak nilam Varietas Lhoksumawe, Sidikalang, dan Tapaktuan. Pemilihan sampel ini dimaksudkan untuk melihat perbedaan deskripsi aroma pada ketiga varietas minyak nilam. Penilaian dilakukan pada skala garis sepanjang 15 cm (diasumsikan skala 0-100) sesuai dengan intensitas atribut aroma yang terdapat di dalamnya dengan bantuan reference. Adanya standar dengan berbagai intensitas pada setiap atribut membantu panelis untuk mengingat dan menyamakan persepsi dengan panelis lainnya. Atribut aroma yang diujikan sebanyak 10 jenis, yaitu woody, camphor, cherry, dry, earthy, eugenil, floral, musky, sweet, dan turpentine. Jumlah set per sesi analisis tergantung derajat kelelahan panelis dalam menilai dan mengisi lembar uji. Umumnya 4-6 sampel per hari dan jika produk yang dinilai rumit atau atribut sensori yang dianalisis banyak, maka cukup tiga sampel per hari. Apabila sampel terlalu sedikit, akan mengakibatkan variasi yang terlalu besar dan apabila sampel terlalu banyak, akan mengakibatkan antarcontoh kelihatannya berbeda tetapi sebenarnya tidak (Setyaningsih et.al, 2010). Analisis atribut aroma dilakukan dalam tiga periode, yaitu empat atribut pada periode pertama, tiga atribut pada periode kedua, dan tiga atribut lainnya pada periode ketiga. Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada setiap sampel. Ulangan dapat membantu mengkondisikan panelis terlatih agar dapat melakukan penilaian secara konsisten (Piggot et al. 1998). Scoresheet uji QDA dapat dilihat pada Lampiran Analisis GC-MS Peneelitian Tahap III adalah analisis minyak nilam dengan menggunakan GC-MS. Analisis ini dilakukan di Laboratorium Flavor Balai Besar Penelitian Padi Sukamandi, Subang, Jawa Barat. GC-MS yang digunakan mendeteksi senyawa dengan bobot molekul antara Spesifikasi metode GC-MS yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 5. 17

31 Tabel 5. Spesifikasi dan Metode GC-MS Spesifikasi Gas Chromatography Merk Kolom Gas Pembawa Detektor Suhu Injector Volume injeksi Split Ratio Kecepatan split Suhu awal Laju kenaikan suhu Suhu akhir Mass Spectrometry Merk Kisaran Massa (Purwati 2010) Keterangan Agilent 7890A Kolom Kapiler DB-5 (60 m x 250 µm x 0.25 µm) Helium MS C 0,2µL 1: ml/menit 50 0 C ditahan 2 menit 10 0 C/menit sampai suhu 99 0 C, 2 0 C/menit sampai C ditahan 20 menit 5 0 C/menit sampai C C Agilent 5975 C Pada analisis GC-MS, sampel minyak nilam dimasukkan ke dalam vial 2ml sebanyak dua kali ulangan dan diletakkan secara berurutan pada wadah sampel alat GC-MS. Heksana juga dimasukkan ke dalam vial 2ml dan diletakkan pada wadah paling akhir. Sampel minyak nilam akan disuntikkan ke dalam alat GC-MS sebanyak 0.2 µl dengan menggunakan syringe secara otomatis. Setelah menyuntikkan satu sampel minyak nilam, Syringe akan secara otomatis tercuci dan melakukan pembersihan kolom. Pada tahap pembersihan kolom, GC-MS dijalankan tanpa ada sampel yang dimasukkan. Proses ini dilakukan berulang hingga sampel terakhir. Setelah semua sampel tersuntikkan, tahap selanjutnya adalah identifikasi komponen minyak nilam. Pada tahap identifikasi, dilakukan analisis terhadap spektra massa dan perhitungan nilai Linear Retention Index (LRI). Interpretasi spektra massa dilakukan dengan bantuan komputer untuk membandingkan spektra massa suatu senyawa dengan spektra massa pada library dari NIST05, Wiley Library dan dibandingkan dengan referensi. Perhitungan Nilai LRI setiap komponen yang diperoleh dihitung berdasarkan waktu retensi standar alkana C 8 -C 20. Berdasarkan Van Den Dool & Kratz (1963) perhitungan LRI dapat dihitung dengan persamaan: t t LRIi x t t 18

32 Keterangan : LRIi = indeks retensi linier komponen i t i = waktu retansi komponen i (menit) t x = waktu retensi alkana standar, dengan n buah atom karbon, yang muncul sesuah komponen i (menit) t x+1 = waktu retensi alkana standar, dengan n+1 buah atom karbon, yang muncul sesuah komponen i (menit) x = jumlah atom karbon alkana standar yang muncul sebelum komponen i Hasil interpretasi spektra massa kemudian dikoreksi dengan membandingkan nilai LRI komponen tersebut dengan nilai LRI literatur yang menggunakan kolom yang sama. Jika senyawa tersebut memiliki pola spektra massa yang sama dan nilai LRI yang sama atau mendekati nilai LRI referensi, maka komponen tersebut dapat diidentifikasi. 4. Fraksinasi Menggunakan Kromatografi Kolom Penelitian tahap akhir yang dilakukan merupakan fraksinasi salah satu sampel minyak nilam, yaitu varietas Sidikalang dengan menggunakan teknik kromatografi kolom. Fraksinasi dilakukan dengan pengemasan kolom untuk pemisahan 1 ml minyak dengan diameter 0,6 cm dan tinggi kolom 9 cm. Saat pengemasan kolom, jumlah silica gel adalah kali jumlah ekstrak dan perbandingan tinggi adsorban dan diameter kolom adalah 8:1. Minyak nilam kasar dilarutkan dalam eluen heksana dengan pengenceran 10x, kemudian komponennya dipisahkan dengan kromatografi kolom sistem elusi step gradient (peningkatan kepolaran) menggunakan eluen campuran n-heksana:etil asetat (wulandari, 2011). Eluat akan menetes sedikit demi sedikit dan ditampung setiap 2 ml dalam enam tabung reaksi yang telah diberi nomor kemudian diuji dengan Gas Chromatography Flame Ionization Detector (GC FID). Apabila terlihat pemisahan komponen-komponen minyak nilam dengan baik menggunakan GC-FID dan terpilih fraksi terbaik, maka dilakukan analisis selanjutnya dengan menggunakan GC-MS. Diagram alir fraksinasi minyak nilam Varietas Sidikalang menggunakan kromatografi kolom dapat dilihat pada Gambar

33 Minyak Nilam Kromatografi Kolom Fraksi 1 Fraksi 2 Fraksi n Gas Chromatography (GC) Fraksi terbaik GC-MS Gambar 10. Fraksinasi Minyak Nilam menggunakan Teknik Kromatografi Kolom C. METODE ANALISIS DATA Analisis atribut aroma yang diperoleh dari uji kuantitatif QDA berupa data rata-rata intensitas. Selanjutnya, dibuat grafik spider web untuk membandingkan intensitas masingmasing atribut secara visual. Selain itu, data diolah secara statistik menggunakan two-way ANOVA dengan program SPSS 16 dengan uji lanjut Duncan jika terlihat ada pengaruh yang nyata pada masing-masing atribut. Penggunaan two-way ANOVA dipilih karena penilaian intensitas tidak hanya dipengaruhi oleh perbedaan sampel, tetapi juga oleh perbedaan panelis. Kemudian menggunakan multivariate analysis, yaitu Principal Component Analysis (PCA) yang dilanjutkan dengan biplot menggunakan software MINITAB 16. Analisis statistik ANOVA yang dilakukan menggunakan hipotesis awal sebagai berikut: H 0 = tidak terdapat perbedaan yang nyata pada semua sampel H 1 = paling tidak terdapat satu sampel yang berbeda nyata dengan sampel lainnya taraf kepercayaan sebesar 95% (α= 0.05) Data komponen volatil hasil GC-MS berupa persentase area relatif diolah menggunakan multivariate analysis, yaitu Principal Component Analysis (PCA) yang dilanjutkan dengan biplot menggunakan software MINITAB 16. Analisis PCA akan menghasilakan 4 buah grafik, yakni scree plot, score plot, loading plot, dan scatter plot (biplot). Analisiss korelasi sensori deskriptif dengan komponen volatil minyak nilam, menggunakan analisis statistik PLS (Partial Least Square Regression) dengan software XLSTAT

34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENYULINGAN MINYAK NILAM Sampel nilam yang dipanen dari Desa Sukamulya, Kecamatan Garawangi, Kuningan, Jawa Barat kemudian dikeringanginkan di bawah sinar matahari selama 15 jam (tiga hari) lalu dirajang sebesar 3-5 cm. Sampel yang sudah dirajang kemudian ditimbang dengan berat yang sama (800 gram) lalu disuling hingga menjadi minyak nilam. Penyulingan dilakukan di Laboratorium Balai Tanaman Obat dan Tanaman Aromatik (Balittro), Cimanggu, Bogor dengan menggunakan metode penyulingan uap selama 8 jam. Analisis Kadar air dengan metode azeotropik juga dilakukan untuk mengetahui rendemen minyak nilam secara pasti. Hasil perhitungan rendemen tiga varietas minyak nilam dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Rendemen Minyak Nilam Varietas Kadar Air (% BK) Rendemen Rata-rata (%) Lhoksumawe 11,38 2,38±0,00 Sidikalang 11,81 2,55±0,00 Tapaktuan 15,93 2,22±0,00 Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa Varietas Sidikalang memiliki rendemen minyak paling tinggi yaitu 2,55%, diikuti oleh Lhoksumawe 2,38%, dan Tapaktuan 2,22%. Rendemen tiga varietas minyak nilam sedikit berbeda dengan penelitian sebelumnya (Nuryani 2007) yang menyebutkan bahwa rendemen minyak nilam tertinggi terdapat pada varietas Lhoksumawe 3,21%, diikuti oleh Sidikalang 2,89%, dan paling rendah adalah Tapaktuan 2,83%. Hal ini terjadi karena perbedaan teknik budidaya, lokasi pengambilan sampel minyak nilam, serta faktor lingkungan, yaitu ketinggian dan curah hujan (Pustikasari 2011). Rendemen ketiga varietas minyak nilam tersebut dihitung berdasarkan kadar air basis basah, yaitu 11,38% untuk Lhoksumawe, 11,81% untuk Sidikalang, dan 15,93% untuk Tapaktuan. Gambar 11. Minyak nilam hasil penyulingan 21

35 B. ANALISIS SENSORI MINYAK NILAM Analisis sensori minyak nilam meliputi pendaftaran panelis, seleksi panelis, pelatihan panellis, dan analisis kuantitatif minyak nilam. 1. Pendaftaran Panelis Pendaftaran panelis dilakukan dengan menyebarkan formulir pendaftaran kepada mahasiswa departemen Ilmu dan Teknologi Pangan angkatan 2007, 2008, dan Dari penyebaran formulir ini diperoleh 65 calon panelis terlatih yang nantinya akan mengikuti proses seleksi. 2. Seleksi Panelis Panelis yang terpilih sebagai kandidat panelis terlatih adalah panelis yang menjawab benar 80% dari uji identifikasi, 60% dari sepuluh seri uji segitiga yang dilakukan, serta dapat mengurutkan dengan benar pada uji ranking. Dari hasil seleksi, dihasilkan 8 panelis dengan nilai tertinggi untuk melakukan pelatihan. Daftar panelis yang terpilih dapat dilihat pada Lampiran Pelatihan Panelis dan Penentuan Standar Pelatihan panelis terdiri dari pelatihan standardisasi aroma dan FGD (Focus Group Discussion). Lamanya pelatihan didasarkan pada kompleksitas sampel yang akan dianalisis. Pada penelitian ini, pelatihan diadakan kontinyu selama 4 minggu setiap hari kerja. Hasil analisis kualitatif FGD aroma sampel minyak nilam oleh delapan panelis dideskripsikan pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Analisis Kualitatif FGD Aroma Sampel Minyak Nilam No Aroma Deskripsi Aroma 1 Champor aroma kamper, minuman karbonasi 2 Cherry aroma agak manis, buah, cherry 3 Dry aroma gosong, karamel, kopi 4 Earthy aroma tanah saat hujan 5 Eugenol aroma cengkeh, rokok 6 Floral aroma segar dari tanaman, bunga, taman 7 Musky aroma parfum pria 8 Sweet aroma manis 9 Turpentine aroma bensin, pinus, bahan pembersih lantai 10 Woody aroma kayu, triplek Gambar 12 merupakan kurva linier hasil plot antara nilai konsentrasi dan skor untuk atribut aroma woody. 22

36 Log Skor y = 0,707x 1,820 R² = 0, Log Konsentrasi Larutan Patchouli Oil woody Linear (woody) Gambar 12. Kurva linier hubungan antara logaritma skor atribut aroma woody dan konsentrasi larutan Patchouli oil sebagai penentu nilai standar untuk uji QDA Persamaan garis yang diperoleh kurva standar pada Gambar 11 digunakan untuk menentukan konsentrasi dan skor yang akan digunakan sebagai standar pada pelatihan panelis dan pengujian analisis kuantitatif. Kurva standar di atas menghasilkan nilai R 2 yang baik, yaitu sebesar 0,998 dengan persamaan y=0,707 x 1,820. Kurva standar untuk atributatribut sensori lainnya dapat dilihat pada Lampiran 12. Setelah dilakukan penetapan standar, panelis dilatih menggunakan standar hingga penilaian dan kepekaan panelis menjadi konsisten. Panelis dikatakan panelis terlatih jika kepekaan panelis konsisten dan panelis siap untuk ke tahap selanjutnya, yaitu pengujian. 4. Pengujian Sampel Delapan orang panelis terlatih melakukan penilaian atribut aroma pada sampel minyak nilam aceh varietas Lhoksumawe, Sidikalang, dan Tapaktuan. Pengujian dilakukan secara kuantitatif menggunakan metode QDA. Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada setiap sampel. Setelah uji selesai dilakukan, data diolah menggunakan analisis statistik. 5. Pengolahan Data Tahap pengujian kuantitatif dilakukan untuk menentukan intensitas atribut-atribut aroma yang telah diperoleh dari FGD dengan membandingkan dengan standar yang nilainya telah ditentukan saat tahap pelatihan. Analisis kuantitatif atribut aroma menggunakan dua standar (R1 dan R2) pada skala tidak terstruktur sepanjang 15 cm. Pada saat pengukuran intensitas atribut aroma dengan penggaris, nilai yang diperoleh dikonversi menjadi skala 100. a. Hasil Uji QDA Hasil uji QDA terhadap 10 aroma yang terdapat dalam sampel minyak nilam dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar

37 Tabel 8. Hasil Uji QDA Sampel Minyak Nilam Intensitas Aroma Sidikalang Lhoksumawe Tapaktuan Camphor 50,8±3,7 a 58,0±5,5 b 48,0±2,9 a Cherry 27,1±4,2 a 45,8±5,4 c 39,9±8,4 b Dry 49,5±6,7 a 46,4±5,7 a 54,1±2,9 b Earthy 44,6±9,0 a 53,4±8,2 b 51,6±6,4 b Eugenol 61,4±9,4 a 69,0±5,5 b 66,8±5,3 a,b Floral 44,2±9,0 a 56,6±3,8 b 52,4±7,5 b Musky 72,6±8,5 b 66,6±7,0 a 64,3±7,6 a Sweet 28,7±6,2 a 47,0±4,7 c 40,6±10,0 b Turpentine 44,9±7,5 a 55,4±8,7 b 45,9±8,3 a Woody 67,7±9,0 a 73,9±7,9 a 71,5±9,8 a Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda dalam satu baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) dengan menggunakan uji lanjut Duncan oleh 8 panelis terlatih Turpentine Woody Champor Cherry Dry Sidikalang Lhoksumawe Sweet Earthy Tapaktuan Musky Eugenol Floral Gambar 13. Spider Web Hasil Uji QDA Hasil uji QDA menunjukkan bahwa ketiga varietas minyak nilam tidak berbeda nyata pada aroma woody, sedangkan pada aroma cherry dan sweet sangat berbeda nyata. Hal ini dipertegas oleh data hasil QDA dengan menggunakan SPSS 16 (Lampiran 13) yang menunjukkan bahwa pada arroma woody ketiga sampel berada pada satu subset yang sama (subset a), sedangkan pada aroma cherry dan sweet ketiga sampel berada pada subset yang berbeda-beda (subset a, b, dan c). Aroma woody dan musky merupakan aroma yang memiliki intensitas paling tinggi pada ketiga varietas minyak nilam, sedangkan aroma cherry dan sweet merupakan aroma yang memiliki intensitas paling rendah pada ketiga varietas minyak nilam. 24

38 Pada aroma camphor, cherry, earthy, eugenol, floral, sweet, turpentine, dan woody intensitas tertinggi terdapat pada minyak nilam varietas Lhoksumawe. Intensitas tertinggi pada aroma dry terdapat pada minyak nilam varietas Tapaktuan, sedangkan aroma musky terdapat pada minyak nilam varietas Sidikalang. Intensitas terendah pada aroma cherry, earthy, eugenol, floral, sweet, turpentine, dan woody terdapat pada minyak nilam varietaas Sidikalang. Untuk aroma champor dan musky intensitas terendah terdapat paada minyak nilam varietas Tapaktuan, sedangkan aroma dry terdapat pada minyak nilam varietas Lhoksumawe. Kesepuluh jenis aroma yang diujikan dapat dideteksi dan dikuantifikasi dengan nilai relatif yang baik berkisar antara dengan skala penilaian yang dapat terlihat pada spider web hasil QDA. Aroma yang paling dominan terdapat pada minyak nilam adalah aroma woody dan musky yang memiliki intensitas tertinggi dibandingkan aroma lainnya. Berdasarkan hasil QDA, minyak nilam varietas Lhoksumawe merupakan sampel yang memiliki intensitas aroma tertinggi paling banyak, sedangkan minyak nilam varietas Sidikalang merupakan minyak nilam yang memiliki intensitas terendah paling banyak dibandingkan sampel lainnya. Dengan demikian, minyak nilam varietas Lhoksumawe memiliki intensitas aroma paling kuat serta varietas Sidikalang memiliki intensitas aroma paling lemah diantara varietas lainnya. b. Korelasi Atribut Aroma Minyak Nilam Atribut aroma pada minyak nilam memiliki korelasi satu sama lain. Korelasi yang timbul dapat bersifat positif atau negatif. Korelasi atribut aroma yang dilihat dari koefisien korelasi masing masing atribut aroma dengan atribut aroma lain disebut dengan Pearson correlation (Tabel 9). Angka yang bercetak tebal menunjukkan korelasi antar atribut. Jika nilai korelasi suatu atribut dengan atribut lain bernilai 0,5, atribut tersebut dapat dikatakan berkorelasi, sedangkan jika nilai korelasinya lebih dari 0,8, atribut tersebut dapat dikatakan berkorelasi tinggi (Limpawattana, Shewfelt, 2010). Nilai korelasi tersebut ditunjukkan oleh hubungan antara atribut aroma camphor dan dry yang berkorelasi negatif sebesar 0,954. Nilai koefisien korelasi tersebut diartikan sebagai semakin tinggi intensitas aroma camphor, maka semakin rendah intensitas aroma dry. Berbeda dengan cherry dan woody yang memiliki korelasi positif sebesar 0,990. Nilai tersebut menun jukkan semakin tinggi intensitas aroma cherry, maka semakin tinggi pula intensitas aroma woody. Atribut atribut lain yang berkorelasi positif tinggi antara lain earthy-eugenol (0,999), camphor-turpentine (0,930), aroma cherry dengan lima aroma lainnya, aroma woody dengan lima aroma lainnya, aroma sweet dengan empat aroma lainnya, dan aroma floral dengan tiga aroma lainnya. Aroma cherry berkorelasi positif tinggi dengan earthy (0,995), eugenol (0,999), floral (1,000), sweet (1,000), dan turpentine (0,819). Aroma woody berkorelasi positif tinggi dengan earthy (0,972), eugenol (0,982), floral (0,989), sweet (0,992), dan turpentine (0,890). Aroma sweet memiliki berkorelasi positif tinggi dengan turpentine (0,826), earthy (0,994), eugenol (0,998), dan floral (1,000). Aroma floral berkorelasi positif tinggi dengan turpentine (0,815), earthy (0,996), dan eugenol (0,999). Aroma musky berkorelasi negatif tinggi dengan cherry (0,846), earthy (0,894), eugenol (0,873), floral (0,849), dan sweet (0,839). 25

39 Tabel 9. Korelasi Atribut Aroma pada Minyak Nilam Variables Camphor Cherry Dry Earthy Eugenol Floral Musky Sweet Turpentine Woody Camphor 1 Cherry 0,551 1 Dry -0,913-0,163 1 Earthy 0,467 0,995-0,066 1 Eugenol 0,506 0,999-0,111 0,999 1 Floral 0,546 1,000-0,157 0,996 0,999 1 Musky -0,021-0,846-0,388-0,894-0,873-0,849 1 Sweet 0,562 1,000-0,176 0,994 0,998 1,000-0,839 1 Turpentine 0,930 0,819-0,700 0,758 0,787 0,815-0,386 0,826 1 Woody 0,661 0,990-0,299 0,972 0,982 0,989-0,763 0,992 0,

40 c. Pengelompokkan Aroma Sampel Minyak Nilam Pengelompokan sampel minyak nilam dilakukan berdasarkan aroma yang mewakilinya menggunakan Principal Component Analysis (PCA) yang dilanjutkan dengan biplot dengan menggunakan software MINITAB 16. Pengelompokan menggunakan PCA merupakan pengelompokan berdasarkan keragaman data yang menghasilkan grafik scree plot, score plot, loading plot, dan biplot. Gambar scree plot deskripsi aroma minyak nilam pada Lampiran 14 menjelaskan nilai eigen yang diperoleh komponen utama. Selain dengan mengambil komponen utama dengan nilai eigen lebih dari satu, penentuan komponen utama juga dapat dilakukan dengan uji gambar yang memetakan nilai-nilai eigen (Setyaniningsih et al., 2010). Nilai eigen dan persentase ragam kumulatif aroma minyak nilam dapat dilihat pada Tabel 10. Dari nilai eigen yang dihasilkan, komponen utama yang dapat diambil adalah satu buah. Sementara itu, berdasarkan scree plot komponen yang dapat diambil berjumlah dua komponen karena terdapat dua komponen yang berada pada grafik sebelum grafik menunjukkan kecenderungan linier. Cara lain untuk menentukan jumlah komponen utama yang diambil adalah berpatokan pada persentase ragam kumulatif dan pada kasus ini terdapat dua komponen dengan ragam kumulatif di atas 70%, yakni 77,1%. Komponen utama satu menjelaskan keragaman data sebesar 77,1 % dan komponen utama dua menjelaskan sebesar 22,9% keragaman data. Tabel 10. Nilai Eigen dan Persentase Ragam Kumulatif PC1 PC2 PC3 Eigenvalue 7,715 2,285 0,000 Proportion 0,771 0,229 0,000 Cumulative 0,771 1,000 1,000 Sementara itu, gambar score plot memberikan informasi mengenai komponen utama satu dan komponen utama dua yang menerangkan hubungan antarsampel. Sampel yang diplotkan berdekatan dengan posisi dalam kuadran yang sama mempunyai deskripsi yang sama sedangkan sampel yang berada pada lokasi kuadran yang berlawanan mempunyai deskripsi yang berbeda. Dari gambar score plot deskripsi aroma minyak nilam pada Lampiran 15 dapat dilihat bahwa ketiga sampel minyak nilam, yaitu varietas Sidikalang, varietas Lhoksumawe, dan varietas Tapaktuan terletak pada kuadran atau daerah yang berbeda-beda sehingga ketiga sampel tersebut memiliki deskripsi aroma yang cenderung berbeda satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga varietas minyak nilam aceh menghasilkan pengelompokan deskripsi aroma yang berbeda-beda. Gambar loading plot deskripsi aroma minyak nilam pada Lampiran 16 memberikan informasi mengenai hubungan antarvariabel aroma. Atribut yang memiliki nilai keragaman yang kecil digambarkan sebagai vektor yang pendek sedangkan atribut yang memiliki nilai keragaman yang besar digambarkan sebagai vektor yang panjang. Dari loading plot tersebut, diperoleh informasi bahwa aroma camphor dan dry digambarkan sebagai garis pendek yang artinya intensitas kedua atribut aroma dari tiga varietas minyak nilam aceh hampir sama besar atau dengan kata lain memiliki tingkat keragaman yang rendah. Sementara itu, aroma cherry, earthy, eugenol, floral, musky, sweet, turpentine, dan woody memiliki garis panjang yang artinya intensitas kedelapan 27

41 atribut tersebut berbeda atau memiliki keragaman yang tinggi pada ketiga varietas minyak nilam aceh. Loading plot juga memberikan informasi mengenai hubungan antaratribut. Hubungan/korelasi positif ditandai dengan atribut yang terletak pada daerah atau kuadran yang sama. Contoh atribut aroma yang memiliki korelasi positif, antara lain camphor-turpentine, earthy-eugenol, sweet-cherry, dan floral-woody. Di sisi lain, korelasi negatif ditandai dengan atribut yang pada kuadran yang berbeda. Contohnya adalah camphor-dry, musky-earthy, cherry-musky, dan musky-eugenol. Kesemua korelasi tersebut sesuai dengan hasil analisis menggunakan Pearson correlation. Data hasil QDA minyak nilam secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 17-Lampiran 26. Grafik score plot yang digabungkan dengan loading plot akan menghasilkan grafik biplot. Grafik biplot atribut aroma dapat dilihat pada Gambar 14. Grafik ini memberikan informasi hubungan antara varietas minyak nilam dengan atribut aroma. Biplot merupakan suatu upaya membuat gambar di ruang berkomponen banyak menjadi gambar di ruang berkomponen dua. Konsekuensi yang terjadi akibat reduksi komponen ini adalah penurunan informasi yang terkandung dalam PCA. Biplot yang mampu memberikan informasi sebesar 70% dari seluruh informasi dianggap cukup dimana dalam penelitian ini biplot memberikan nilai 100%, dimensi satu sebesar 77,1% dan dimensi dua sebesar 22,9%. 2,0 Tapaktuan 1,5 Dry Komponen Dua (22,9%) 1,0 0,5 0,0-0,5 Sidikalang Earthy Eugenol Cherry Woody Sweet Floral Turpentine -1,0 Musky Champor Lhoksumawe Komponen Satu (77,1%) 2 3 Gambar 14. Biplot Aroma Minyak Nilam Ditinjau dari kuadran positif-positif, aroma minyak nilam varietas Tapaktuan berbeda dengan dua varietas lainnya pada aroma cherry, earthy, eugenol, floral, sweet dan woody. Sementara itu, ditinjau dari kuadran positif-negatif, aroma minyak nilam varietas Lhoksumawe berbeda dengan dua varietas lainnya terutama pada aroma camphor, dan turpentine. Interpretasi Biplot dari kuadran negatif-negatif memperlihatkan aroma minyak nilam varietas Sidikalang berbeda dengan varietas 28

42 lainnya terutama pada aroma musky. Kuadran negatif-positif memperlihatkan pengaruh aroma dry. Aroma dry tidak berpengaruh terhadap ketiga sampel minyak nilam. Pengelompokan aroma minyak nilam menggunakan PCA, menunjukkan bahwa aroma minyak nilam dipengaruhi oleh varietas tanaman nilam tersebut. Pembudidayaan yang seragam dapat meminimalisasi kesalahan sistematis. C. ANALISIS GC-MS Analisis GC-MS digunakan untuk mengetahui komponen volatil yang terkandung di dalam minyak nilam. Pembahasan analisis GC-MS dibagi menjadi tiga bagian, yaitu identifikasi dan karakterisasi komponen volatil minyak nilam, analisis statistik data hasil GC-MS, serta hubungan antara deskripsi aroma dan komponen volatil minyak nilam. 1. Identifikasi dan Karakterisasi Komponen Volatil Minyak Nilam Ketiga sampel minyak nilam yang akan dianalisis dengan menggunakan GC-MS dimasukan ke dalam vial 2 ml. Sebelumnya ketiga sampel minyak nilam telah diberi Na 2 SO 4 anhidrat untuk memastikan tidak ada air yang terkandung di dalam minyak nilam tersebut. Analisis dengan menggunakan GC-MS dilakukan di Laboratorium Flavor Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Setiap sampel diinjeksikan dilakukan secara duplo (dua kali ulangan). Sebelum dan sesudah menginjeksikan sampel, dilakukan penginjeksian blank (kosong) dengan tujuan untuk membersihkan kolom. Kolom yang digunakan adalah DB-5 dan banyaknya sampel yang diinjeksikan sebanyak 2µL. Data hasil GC-MS tersajikan dalam bentuk kromatogram yang berisi peak-peak yang mungkin merupakan komponen volatil minyak nilam. Spektra massa masing-masing peak dicek dan dicocokkan dengan kemungkinan komponen yang muncul dari library. Tiaptiap kemungkinan komponen tersebut dihitung nilai LRI dan dicocokkan dengan literatur. Spektra massa yang baik dan memiliki nilai LRI yang sesuai dapat diidentifikasi sebagai komponen volatil yang diduga. Spektra massa yang baik namun tidak memiliki nilai LRI yang sesuai tetap dianggap sebagai komponen yang terdeteksi namun belum teridentifikasi. Persentase area relatif komponen minyak nilam dari tiap sampel diperoleh dari perbandingan luas area peak suatu komponen terhadap luas total area seluruh peak yang terdeteksi. Kromatogram yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 15. Dari 108 komponen volatil yang terdeteksi, dihasilkan 23 komponen volatil dengan persentase area relatif lebih dari 0,5% untuk diolah lebih lanjut dengan menggunakan PCA dan cluser analysis. Komposisi senyawa minyak nilam dengan rata-rata persentase area relatif lebih dari 0.5% dapat dilihat pada Tabel

43 Gambar 15. Kromatogram Tiga Varietas Minyak Nilam (Atas-Bawah: Lhoksumawe, Sidikalang, Tapaktuan) 30

44 No Nomor Peak Tabel 11. Komposisi Senyawa Minyak Nilam dengan Rata-rata Persentase Area Relatif Lebih dari 0.5% LRI Persentase Area Relatif Komponen LRI Exp LRI Ref Lhoksumawe Sidikalang Tapaktuan β-patchoulene 2,59 2,46 2, β-elemene 1,19 1,17 1, Thujopsene 0,93 1,00 0, β-caryophyllene 3,58 3,31 3, α-guaiene 12,08 11,70 11, Sesquiterpene_1 7,67 8,10 7, α-humulene 0,79 0,74 0, α-patchoulene 5,17 5,04 5, Sesquiterpene_2 1,95 1,90 1, Seychellene 1,72 1,75 1, allo-aromadendrene 0,60 0,72 0, β-selinene 0,77 0,73 0, α-selinene 3,97 3,87 3, α-bulnesene 12,52 12,25 12, Germacrene B 1,27 1,18 1, Spathulenol 0,43 0,64 0, Caryophyllene oxide 1,04 1,26 1, Oxygenated sesquiterpene_5 0,65 0,52 0, Isoaromadendrene epoxide 0,51 0,45 0, Hydroxy sesquiterpene_1 1,16 1,17 1, Unknown_9 0,51 0,63 0, Patchouli alcohol 31,06 31,57 31, Unknown_14 0,39 0,63 0,58 Keterangan: Sumber LRI Adams (1996), Su, et.al (2006), Yang, et.al (2010), Zhannan, et.al (2008) 31 31

45 Berdasarkan persentase area relatif pada Tabel 11. dapat dilihat bahwa α-guaiene, α- bulnesene, dan patchouli alcohol memiliki persentase area relatif lebih dari 10%. Kandungan α-guaiene dan α-bulnesene tertinggi terdapaat pada varietas Lhoksumawe, sedangkan kandungan patchouli alcohol tertinggi terdapat pada varietas Tapaktuan. Patchouli alcohol merupakan komponen utama yang dijadikan standar mutu minyak nilam. Minyak nilam dapat dikatakan bermutu baik apabila kadar patchouli alcohol yang terkandung lebih dari 30% (SNI ). Pada penelitian ini, kadar patchouli alcohol pada ketiga sampel minyak nilam lebih dari 30%. Kadar tertinggi terdapat pada varietas Tapaktuan (31,84%), diiikuti oleh varietas Sidikalang (31,57%) dan varietas Lhoksumawe (31,06%). Hal yang sama juga dilaporkan oleh Nuryani (2009) yang menunjukkan bahwa varietas Tapaktuan memiliki kadar patchouli alcohol tertinggi yaitu sebesar 33,21%, diikuti varietas Sidikalang (32,95%) dan varietas Lhoksumawe (32,65%). Komponen utama lain selain patchouli alcohol, yaitu β-patchoulene, β-elemene, β-caryophyllene, α-patchoulene, Seychellene, α-selinene, Germacrene B, Caryophyllene oxide memiliki persentase area relatif lebih dari 1% pada ketiga sampel minyak nilam. Thujopsene memiliki persentase area relatif sebesar 1% pada varietas Sidikalang, sedangkan pada varietas lainnya tidak sehingga dapat dikatakan Sidikalang memiliki aroma yang lebih beragam dibandingkan dua varietas lainnya. Berdasarkan Tabel 11. dapat dilihat pula terdapat dua komponen sesquiterpene, satu komponen oxygenated sesquiterpene, satu komponen hydroxy sesquiterpene, dan 2 komponen yang tak teridentifikasi (unknown). Penamaan komponen dengan nama sesquiterpene, oxygenated sesquiterpene, dan hydroxy sesquiterpene didasarkan pada Mass Spectrometry (MS) yang ada pada peak kromatogram. MS yang muncul dapat dikatakan bagus, namun tidak tersedia komponen yang sesuai pada library NIST. Sebagai alternatif penamaan komponen, dilakukan identifikasi berdasarkan MS dan bobot molekul (MW) komponen tersebut. Bobot molekul Sesquiterpene sebesar 204, Sesquiterpene oxide 202, 206 dan 220 dengan MS awal 41, sedangkan hydroxy sesquiterpene 220 dengan MS awal 43 dan 222. Secara umum persentase area relatif komponen volatil pada ketiga sampel varietas minyak nilam hampir sama. Hal ini dikarenakan komponen yang dimasukkan dalam tabel hanya komponen yang memiliki luas area relatif lebih dari 0,5%. Perbedaan yang sangat signifikan terlihat pada identifikasi ketiga sampel varietas minyak nilam tanpa adanya batasan minimal persentase area relatif (Tabel 12). Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa komponen isoterpinolene, cis-thujone, isophorone, 4-oxoisophorone, trans-pinocarveol, limonene oxide, trans-, citronellal, menthone, isomenthone, verbenone, camphor, pulegone, nonanol acetate, citronellyl acetate, α-cubebene, eugenol, neryl acetate, geranyl acetate, germacrene D, α-cadinene, dan germacrene B merupakan komponen yang berbeda pada ketiga sampel. Namun secara umum, varietas Sidikalang merupakan sampel yang memiliki komponen paling beragam dibandingkan dua varietas lainnya. Hal ini mungkin yang menjadi alasan bahwa tanaman nilam yang paling paling dikembangkan adalah nilam aceh varietas Sidikalang. Selain memiliki komponen volatil yang lebih beragam, varietas Sidikalang ternyata juga memiliki ketahanan yang paling baik terhadap hama. (Nuryani, 2007) 32

46 Nomor Peak Tabel 12. Identifikasi lengkap komponen volatil minyak nilam LRI Persentase Luas Area (%) Komponen LRI Exp LRI Ref Lhoksumawe Sidikalang Tapaktuan α-pinene 0,00 0, Benzaldehyde 0,01 0,00 0, β-pinene 0,02 0,01 0, Limonene 0,02 0, Isoterpinolene 0, Linalool 0,01 0,00 0, cis-thujone 0,00 0, Isophorone 0, Oxoisophorone 0,00 0, trans-pinocarveol 0, Limonene oxide, trans- 0, Citronellal 0, Menthone 0, Unknown_1 0,00 0,00 0, Isomenthone 0, Terpineol 0,01 0,01 0, α-terpineol 0,00 0,00 0, Limonene oxide, cis- 0,01 0,01 0, Unknown_2 0,00 0,00 0, Verbenone 0,00 0, Citronellol 0,03 0,00 0, Camphor 0, Pulegone 0,00 0,

47 Safrole 0,01 0,00 0, Nonanol acetate 0, Dodecamethylcyclohexasiloxane 0,02 0,01 0, Unknown_3 0,00 0,00 0, δ-elemene 0,20 0,19 0, Citronellyl acetate 0,01 0, α-cubebene 0,00 0, Eugenol 0,01 0, Neryl acetate 0,02 0, Geranyl acetate 0, α-copaene 0,01 0,01 0, β-patchoulene 2,59 2,46 2, β-elemene 1,19 1,17 1, α-gurjunene 0,01 0,02 0, Unknown_4 0,00 0, Isocaryophillene 0,03 0,03 0, Thujopsene 0,93 1,00 0, β-caryophyllene 3,58 3,31 3, γ-elemene 0,04 0,04 0, α-guaiene 12,08 11,70 11, Sesquiterpene_1 7,67 8,10 7, α-humulene 0,79 0,74 0, α-patchoulene 5,17 5,04 5, Sesquiterpene_2 1,95 1,90 1, Seychellene 1,72 1,75 1, allo-aromadendrene 0,60 0,72 0, γ-gurjunene 0,13 0,18 0,

48 Germacrene D 0, β-selinene 0,77 0,73 0, α-selinene 3,97 3,87 3, α-bulnesene 12,52 12,25 12, Myristicin 0,45 0,26 0, α-panasinsen 0,36 0,33 0, Selina-3,7(11)-diene 0,07 0,07 0, Oxygenated sesquiterpene_1 0,06 0,09 0, α-cadinene 0, Oxygenated sesquiterpene_2 0,04 0,05 0, Elemol 0,11 0,12 0, Oxygenated sesquiterpene_3 0,09 0,11 0, Germacrene B 0,04 0, Oxygenated sesquiterpene_4 1,27 1,18 1, Oxygenated sesquiterpene_5 0,11 0,14 0, Spathulenol 0,43 0,64 0, Oxygenated sesquiterpene_6 0,05 0,06 0, Caryophyllene oxide 1,04 1,26 1, Unknown_5 0,29 0,35 0, Oxygenated sesquiterpene_7 0,09 0, Viridiflorol 0,15 0,20 0, Oxygenated sesquiterpene_8 0,65 0,52 0, Isoaromadendrene epoxide 0,51 0,45 0, Hydroxy sesquiterpene_1 1,16 1,17 1, Hydroxy sesquiterpene_2 0,51 0,63 0, Hydroxy sesquiterpene_3 0, Hydroxy sesquiterpene_4 0,29 0,32 0,

49 Sesquiterpene_3 0,19 0,20 0, Hydroxy sesquiterpene_5 0,00 0,16 0, Hydroxy sesquiterpene_6 0,49 0,47 0, Patchouli alcohol 31,06 31,57 31, Oxygenates sesquiterpene_9 0,32 0,42 0, n-heptadecane 0, Oxygenated sesquiterpene_10 0,10 0,12 0, Unknown_6 0,09 0,11 0, Oxygenated sesquiterpene_11 0,14 0,13 0, Unknown_7 0,39 0,63 0, Unknown_8 0,09 0,13 0, Unknown_9 0,10 0,10 0, Unknown_10 0,25 0,20 0, Hydroxy sesquiterpene_7 0,34 0,31 0, Unknown_11 0,16 0,21 0, Unknown_12 0,07 0,19 0, Unknown_13 0,03 0, Unknown_14 0,05 0,04 0, Unknown_15 0,10 0,08 0, Unknown_16 0,04 0,06 0, Hydroxy sesquiterpene_8 0,10 0,11 0, Aristolone 0,21 0,27 0, Unknown_17 0,07 0,06 0, Unknown_18 0,04 0,05 0, Unknown_19 0,03 0,04 0, Unknown_20 0,04 0,06 0, Nootkatone 0,06 0,06 0,

50 Hexahydrofarnesyl acetone 0,06 0,08 0, Methyl-2-(3,7,11-trimethyldodecyl) furan 0,01 0,01 0, Isophytol 0,00 0,00 0, > Phytol 0,13 0,17 0,28 Keterangan: Sumber LRI Adams (1996), Su, et.al (2006), Yang, et.al (2010), Zhannan, et.al (2008) 37 37

51 2. Analisis Data Komponen Volatil Identifikasi komponen volatil nilam akan dikelompokan berdasarkan komponen aroma yang mewakili dengan menggunakan Principal Component Analysis (PCA), dan biplot melalui software MINITAB 16. Software tersebut dapat mengelompokkan 108 komponen aroma minyak nilam yang terdeteksi, namun untuk memudahkan dalam menginterpretasikan data yang diperoleh digunakan data identifikasi komponen aroma minyak nilam dengan luas area minimal sebesar 5%. Sebanyak 23 komponen aroma minyak nilam diolah menggunakan PCA. Pengelompokan menggunakan PCA merupakan pengelompokan berdasarkan keragaman data yang menghasilkan grafik scree plot, score plot, loading plot, dan biplot. Berdasarkan nilai eigen yang dihasilkan, komponen yang dapat diambil sebanyak dua buah karena terdapat dua buah komponen yang memiliki nilai eigen lebih dari satu. Hal yang serupa juga terlihat pada grafik scree plot. Grafik scree plot komponen volatil minyak nilam pada Lampiran 27 menunjukkan komponen yang harus diambil berjumlah dua komponen karena terdapat dua titik pada grafik sebelum grafik menunjukkan kecenderungan linier. Komponen utama yag dapat diambil dengan melihat nilai kumulatifnya berjumlah dua komponen karena terdapat dua komponen, yakni komponen utama satu dan komponen utama dua yang telah memiliki nilai kumulatif lebih dari 70%. Nilai eigen dan persentase ragam kumulatif komponen volatil minyak nilam dapat dilihat pada Tabel 13. Hasil PCA mempu menjelaskan 100 % dari total keragaman yang ada dengan proporsi 66,4% untuk komponen utama satu dan 33,6% untuk komponen utama dua. Tabel 13. Nilai Eigen dan Persentase Ragam Kumulatif Komponen Volatil Minyak Nilam PC1 PC2 PC3 Eigenvalue 15,271 7,729 0,000 Proportion 0,664 0,336 0,000 Cumulative 0,664 1,000 1,000 Gambar score plot memberikan informasi mengenai komponen utama satu dan komponen utama dua yang menerangkan hubungan antarsampel. Sampel yang diplotkan dalam satu kuadran mempunyai deskripsi yang sama sedangkan sampel yang berada pada lokasi kuadran yang berlawanan mempunyai deskripsi yang berbeda. Dari gambar score plot komponen volatil minyak nilam pada Lampiran 28 dapat dilihat bahwa Minyak Nilam Varietas Lhoksumawe, Sidikalang, dan Tapaktuan terletak pada kuadran yang berbeda-beda sehingga ketiga sampel tersebut cenderung tersusun atas komponen volatil yang berbeda pula. Gambar loading plot pada Lampiran 29 memberikan informasi mengenai hubungan antaravariabel komponen volatil. Atribut yang memiliki nilai keragaman yang kecil digambarkan sebagai vektor yang pendek sedangkan atribut yang memiliki nilai keragaman yang besar digambarkan sebagai vektor yang panjang. Dari loading plot tersebut, secara visual dapat dilihat bahwa semua komponen memiliki garis yang hampir sama panjang yang artinya intensitas atribut tersebut memiliki keragaman yang hampir sama pada ketiga sampel. Loading plot juga memberikan informasi mengenai hubungan antaratribut. Atribut yang digambarkan pada kuadran atau daerah yang sama memilliki korelasi positif. Contoh atribut aroma yang memiliki korelasi positif, antara lain ß-elemene dan α-selinene, α- patchoulene dan α-patchoulene, patchouli alcohol dan hydroxy sesquiterpene_1, serta alloaromadendrene dan thujopsene. Di sisi lain, atribut yang digambarkan dalam kuadran yang 38

52 berbeda memiliki korelasi negatif, contohnya germacrene B dan isoaromadedrene epoxide, α-selinene dan patchouli alcohol, patchouli alcohol dan allo-aromadendrene, seychellene dan ß-caryophyllene. Grafik score plot yang digabungkan dengan loading plot akan menghasilkan grafik biplot. Grafik biplot atribut komponen volatil dapat dilihat pada Gambar Tapaktuan ß-Elemene Hydroxy sesquiterpene_1 Isoaromadendrene epoxide Second Component 33.6% 2 1 Sesquiterpene_2 Unknown_7 Caryophyllene oxide 0 a-humulene Spathulenol -1-2 Patchouli alcohol Oxygenated sesquiterpene_8 a-selinene Thujopsene Sesquiterpene_1 allo-aromadendrene Seychellene Hydroxy sesquiterpene_2 a-patchoulene ß-Patchoulene ß-Selinene a-bulnesene ß-Caryophyllene a-guaiene Germacrene B Lhoksumawe Sidikalang First Component 66.4% Gambar 16. Biplot Komponen Volatil Minyak Nilam Grafik ini memberikan informasi hubungan antara sampel dengan komponen volatilnya. Dilihat dari kuadran komponen satu positif-komponen dua negatif, minyak nilam varietas Tapaktuan dikelompokkan berdasarkan komponen volatil patchouli alcohol, hydroxy sesquiterpene_1, dan unknown_7. Dilihat dari kuadran komponen satu negatifkomponen dua postif, minyak nilam varietas Sidikalang dikelompokkan berdasarkan komponen volatil γ-gurjunene, allo-aromadendrene, seychellene, thujopsene, spathulenol, caryophyllene oxide, sesquiterpene_1, dan hydroxy sesquiterpene_2. Kuadran satu negatifkuadran dua negatif memperlihatkan minyak nilam varietas Lhoksumawe dikelompokkan berdasarkan komponen α-patchoulene, ß-selinene, ß-patchoulene, α-humulene, α-bulnesene, α-guaiene, ß-caryophyllene, dan germacrene B. Sementara itu, dilihat dari kuadran satu positif-kuadran dua positif komponen α-selinene, isoaromadendrene epoxide, sesquiterpene_2, dan hydroxy sesquiterpene_8 tidak masuk ke dalam kelompok pada ketiga varietas minyak nilam. Pengelompokkan yang terjadi menunjukkan bahwa ketiga sampel varietas minyak nilam memiliki karakter komponen aroma volatil yang hampir sama. Apabila dibuat diagram batang dari sepuluh komponen dengan persentase area relatif terbesar, dapat terlihat kedekatan persentase area relatif dari sampel yang diujikan. Berdasarkan diagram batang yang dihasilkan, dapat terlihat bahwa komponen volatil pada ketiga sampel memiliki 39

53 intensitas yang hampir sama besar namun berbeda. Diagram batang sepuluh komponen utama tersebut dapat dilihat pada Gambar Lhoksumawe Sidikalang Tapaktuan Gambar 17. Persentase Area Relatif Komponen Utama Minyak Nilam Hasil GC-MS Salah satu faktor penentu kualitas minyak nilam adalah kadar patchouli alcohol yang terkandung. Berdasarkan diagram batang pada Gambar 17 terlihat bahwa patchouli alcohol tertinggi dihasilkan oleh minyak nilam varietas tapaktuan, sedangkann terendah dimiliki oleh minyak nnilam varietas Lhoksumawe. Hasil yang sama juga diperoleh Nuryani (2006) yang melakukan penelitian minyak nilam dan mengemukakann bahwa kadar patchouli alcohol tiga varietas minyak nilam mulai dari yang tertinggi hingga terendah berturut-turut adalah Tapaktuan (33,21%), Sidikalang (32,95%), Lhoksumawe (32,63%) D. KORELASI HASIL SENSORI NILAM DAN GC-MS Analisis sensori deskripsi aroma minyak nilam menyatakan bahwa ketiga varietas minyak nilam sampel memiliki deskripsi yang berbeda-beda. Namun, berdasarkan hasil komponen volatil tiga varietas minyak nilam dengan GC-MS terlihat bahwa ketiga varietas memiliki intensitas yang hampir sama pada komponen yang dihasilkan. Hal tersebutt mungkin terjadi akibat pengaruh perbedaan yang kecil dari komponen volatile dapat menghasilkan deskripsi aroma yang berbeda. Analisis lanjut untuk memperjelas hubungan antara deskripsi aroma (analisis sensori) dengann komponen volatil (hasil GC-MS) pada minyak nilam, diperlukan analisis statistik menggunakan PLS (Partial Least Square Regression). Variabel X digunakan sebagai komponen volatil sedangkan variabel deskripsi aroma sebagai matriks Y. Analisis PLS dilakukan terhadap 10 aroma dan 23 komponen volatil minyak nilam. Hasil analisis PLS untuk semua aroma dipengaruhi oleh 23 komponen volatil minyak nilam dengan persentasee area relatif lebih dari 0,5%. Hasil analisiss PLS aroma terhadap komponen volatill yang membentuknya menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut: 40

54 Aroma = -5, ,477 β-patchoulene + 2,830 β-elemene 7,085 thujopsene + 0,798 β- caryophyllene + 0,640 α-guaiene 1,174 sesquiterpene_1 + 9,754 α-humulene + 2,807 α-patchoulene + 9,327 sesquiterpene_2 6,688 seychellene 3,807 alloaromadendrene + 9,312 β-selinene + 5,324 α-selinene + 1,108 α-bulnesene + 1,689 germacrene B 2,517 spathulenol 2,346 caryophyllene oxide + 3,882 oxygenated sesquiterpene_8 + 5,408 isoaromadendrene epoxide + 0,043 hydroxy sesquiterpene_1 1,061 hydroxy sesquiterpene_2 0,416 patchouli alcohol 1,987 unknown_7 R 2 = 0,975 MSE = 0,274 Konstanta yang terdapat pada persamaan yang membentuk aroma menunjukkan hubungan komponen-komponen volatil pembentuknya. Berdasarkan konstanta yang tertinggi terlihat bahwa aroma yang paling mempengaruhi pembentukan aroma pada minyak nilam adalah γ-gurjunene (+) dan unknown_1 (-). Walaupun demikian, perlu diketahui bahwa pembentukan aroma minyak nilam juga dipengaruhi oleh konsentrasi komponen volatil yang menyusunnya dan threshold masing-masing aroma. Koefisen determinasi (R 2 ) yang terdapat pada persamaan yang membentuk aroma menunjukkan kontribusi komponen-komponen volatil pembentuknya. Koefisien ini dinyatakan dalam %, yang menyatakan kontribusi regresi (secara fisik adalah akibat prediktor) terhadap variasi total variabel respon, yaitu Y. Makin besar nilai R 2, makin besar pula kontribusi atau peranan prediktor terhadap variasi respon (Winahju, 2011). Berdasarkan nilai koefisien determinasi dari persamaan yang terbentuk, terlihat bahwa tiap-tiap komponen volatil memiliki kontribusi yang tinggi dalam pembentukan aroma. Sementara itu, nilai MSE merupakan rata-rata selisih kuadrat antara nilai yang diramalkan dan diamati. Nilai MSE yang dihasilkan dari persamaan ini cukup kecil (27,4%) sehingga peramalan yang dihasilkan dapat dikatakan cukup baik. E. FRAKSINASI KROMATOGRAFI KOLOM Fraksinasi dengan menggunakan kromatografi kolom menghasilkan 6 tampungan yang masing-masing tampungan berisi 2 ml. Keenam tampungan tersebut dipekatkan dengan menggunakan kolom vigreux hingga volume menjadi 0,1 ml. Sampel berisi 0,1 ml tersebut diinjeksikan ke dalam GC-FID untuk melihat apakah terjadi fraksinasi yang baik atau tidak. Berdasarkan kromatogram yang dihasilkan, fraksinasi terjadi dengan sangat baik sehingga analisis dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu penginjeksian ke dalam alat GC-MS. Kromatogram yang dihasilkan pada GC-MS dapat dilihat pada Gambar 18-Gambar

55 : Gambar 18. Kromatogram Tampungan 1 Gambar 19. Kromatogram Tampungan 2 Gambar 20. Kromatogram Tampungan 3 42

56 Gambar 21. Kromatogram Tampungan 4 Gambar 22. Kromatogram Tampungan 5 Gambar 23. Kromatogram Tampungan 6 43

57 Berdasarkan kromatogram yang dihasilkan, dapat terlihat bahwa tampungan 1 dan tampungan 2 menghasilkan peak yang lebih banyak dibandingkan tampungann lainnya, sedangkan tampungan 3 tidak menghasikan peak sama sekali. Eluen yang digunakan pada penelitian adalah heksana dan etil asetat dengan perbandingan tertentu, yaitu 10:0; 9:1; 7:3; 6:4; 4:6; dan 0: 10. Tampungan 1 merupakan tampungan hasil kromatografi kolom dengan menggunakan eluen heksana, sedangkan tampungan 2 menggunakan eluen campuran antara heksana dan etil asetat dengann perbandingann 9:1. Data lengkap komponen yang teridentifikasi pada tampungan 1 dapat dilihat pada Tabel 14. Berdasarkan tabel tersebut, lima komponenn yang memiliki luas areaa tertinggi adalah α-bulnesene, α-guaiene, sesquiterpene_1, α-patchoulene, β-caryophyllene, dan eremophilene. Persentase komponen dalam bentuk grafik tersajikan dalam Gambar 24. Tabel 14. Identifikasi Komponen Minyak Nilam Hasil Fraksinasi Tampungann 1 No LRI LRI Exp LRI Ref Komponen β-patchoulene β-elemene Thujopsene β-caryophyllene α-guaiene 1451 Sesquiterpene_ α-humulene α-patchoulene Seychellene 1470 Sesquiterpene_ Eremophilene α-bulnesene Keterangan: Sumber LRI Adams (1995), Zhannan, et.al (2008) Luas Area (%) 2,83 1,69 1,57 5,37 22,02 14,96 1,55 8,68 2,86 2,83 5,22 30, T1 Gambar 24. Persentase Komponen pada Tampungan 1 44

58 Tampungan 2 merupakan tampungan yang memiliki komponen teridentifikasi paling banyak. Pada tampungan ini terdeteksi komponen utama minyak nilam, yaitu patchouli alcohol dengan persentase luas area 83,31%. Persentase yang sangat besar ini menunjukkan bahwa dengan adanya fraksinasi menggunakan kromatografi kolom dapat meningkatkan kadar patchouli alcohol hingga lebih dari 80%. Minyak nilam dengan kadar patchouli alcohol yang tinggi dapat disebut dengan minyak nilam strong oil. Identifikasi komponen-komponen yang terdapat pada tampungan 2 tersajikan dalam Tabel 15 dan Gambar 25. Tabel 15. Identifikasi Komponen Minyak Nilam Hasil Fraksinasi Tampungan 2 No LRI Luas Area Komponen LRI Exp LRI Ref (%) Oxygenated sesquiterpene_1 0, Myristicin 0, Elemol 0, Nerolidol 0, Unknown_1 0, Oxygenated sesquiterpene_2 1, Ledol 0, Oxygenated sesquiterpene_3 0, Caryophyllene oxide 1, Hydroxy sesquiterpene_1 0, Unknown_2 0, Hydroxy sesquiterpene_2 0, Hydroxy sesquiterpene_3 0, Isoaromadendrene epoxide 0, Oxygenated sesquiterpene_4 0, Hydroxy sesquiterpene_4 1, Hydroxy sesquiterpene_5 0, Hydroxy sesquiterpene_6 0, Hydroxy sesquiterpene_7 5, Patchouli alcohol 83, Longifolenaldehyde 0, Unknown_3 0, Hydroxy sesquiterpene_8 0, Hydroxy sesquiterpene_9 0, Longiverbenone 0, Unknown_4 0, Hexahydrofarnesyl acetone 0, Phytol 0,75 Keterangan: Sumber LRI Adams (1996), Zhannan, et.al (2008) 45

59 T2 Gambar 25. Persentase Komponen pada Tampungan 2 Dari hasil yang diperoleh, dapat dikatakan bahwa eluen yang paling baik digunakan pada fraksinasi minyak atsiri menggunakan kromatografi kolom adalah heksana serta campuran heksana dan etil asetat dengann perbandingan 9:1. Hasil identifikasi komponen volatile minyak nilam hasil kromatografi kolom secaara lengkap dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel menjelaskan bahwa frasionasi minyak nilam dengan menggunakan kromatografi kolom dapat meningkatkan kadar patchouli alcohol pada minyak nilam hingga 90% %. Selain itu, pada hasil kromatografi kolom muncul senyawa-senyawa yang sebelumnya tidak ditemukan pada minyak nilam tanpa fraksinasi, yaitu nerolidol, ledol, dan senyawa lainnya. Dengann adanya fraksinasi, peak-peak pada kromatogramm terpisah lebih baik sehingga senyawa yang muncul dapat dicocokkan dengan senyawa yang terdapat pada library NIST. Senyawa yang muncul pada hasil fraksinasi lebih sedikit dibandingkan dengan hasil tanpa fraksinasi. Hal ini dikarenakan fraksinasi kromatografi kolom menggunakan bahan pengisi silica gel serta eluen selektif berupa heksana dan etil asetat yanng memungkinkan komponen-komponnen tersebut tertahan di dalam kolom secara kuat. Hasil overlay kromatogram dapat dilihat pada Gambar 26 dan Gambar

60 Tabel 16. Identifikasi komponen volatil minyak nilam hasil fraksinasi menggunakan kromatografi kolom No LRI Keberadaan Komponen Komponen LRI Exp LRI Ref V1 V2 V3 V4 V5 V β-patchoulene β-elemene Thujopsene β-caryophyllene α-guaiene Sesquiterpene_ α-humulene α-patchoulene Seychellene Sesquiterpene_ Eremophilene Oxygenated sesquiterpene_ α-bulnesene Myristicin Elemol Nerolidol Unknown_ Oxygenated sesquiterpene_ Ledol Oxygenated sesquiterpene_ Caryophyllene oxide Hydroxy sesquiterpene_

61 Unknown_ Hydroxy sesquiterpene_ Hydroxy sesquiterpene_ Isoaromadendrene epoxide Oxygenated sesquiterpene_ Hydroxy sesquiterpene_ Hydroxy sesquiterpene_ Hydroxy sesquiterpene_ Hydroxy sesquiterpene_ Patchouli alcohol Longifolenaldehyde Unknown_ Hydroxy sesquiterpene_ Hydroxy sesquiterpene_ Longiverbenone Unknown_ Hexahydrofarnesyl acetone Phytol Keterangan: Adams (1996), Zhannan, et.al (2008) 48 48

62 Gambar 26. Overlay Kromatogram Minyak NilamVarietas Sidikalang tanpa Fraksinasi dan Hasil Fraksinasi Gambar 27. Overlay Kromatogram Minyak Nilam Varietas Sidikalang Hasil Fraksinasi Keterangan: 8.D = Kromatogram minyak nilam Varietas Sidikalang tanpa fraksinasi D = Kromatogram hasil fraksinasi tampungan D = Kromatogram hasil fraksinasi tampungan D = Kromatogram hasil fraksinasi tampungan D = Kromatogram hasil fraksinasi tampungan D = Kromatogram hasil fraksinasi tampungan D = Kromatogram hasil fraksinasi tampungan 6 49

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN NILAM Tanaman nilam adalah tanaman perdu wangi yang berakar serabut, daunnya halus bagai beledru apabila diraba dengan tangan, dan agak membulat lonjong seperti jantung,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun dan batang nilam varietas sidikalang, lhoksumawe, dan tapaktuan yang diambil di Desa Sukamulya, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Nilam Gambar 1. Daun Nilam (Irawan, 2010) Tanaman nilam (Pogostemon patchouli atau Pogostemon cablin Benth) merupakan tanaman perdu wangi berdaun halus dan berbatang

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN DISTILASI VAKUM GELOMBANG MIKRO

PENGARUH WAKTU UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN DISTILASI VAKUM GELOMBANG MIKRO LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN DISTILASI VAKUM GELOMBANG MIKRO (The Period s effect to increase Patchouli

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Untuk menunjang pembangunan pertanian tidak terlepas dari kemampuan petani dalam menerapkan teknologi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan adalah 17 jenis kecap manis komersial Indonesia. Sampelsampel kecap manis komersial tersebut mewakili kecap manis komersial nasional

Lebih terperinci

Efisiensi Pemurnian Minyak Nilam Menggunakan Distilasi Vacum Gelombang Mikro

Efisiensi Pemurnian Minyak Nilam Menggunakan Distilasi Vacum Gelombang Mikro LAPORAN TUGAS AKHIR Efisiensi Pemurnian Minyak Nilam Menggunakan Distilasi Vacum Gelombang Mikro (Efficiency Purification Patchouli Oil Using Microwave Vacum Distilation ) Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

BAB 3 KONDISI TANAMAN NILAM

BAB 3 KONDISI TANAMAN NILAM BAB 3 KONDISI TANAMAN NILAM 3.1 Manfaat Dan Kegunaan Minyak Nilam Tanaman nilam (Pogostemon patchouli atau disebut juga sebagai Pogostemon cablin Benth) merupakan tanaman perdu wangi berdaun halus dan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DISTILASI VACUM GELOMBANG MIKRO

PENINGKATAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DISTILASI VACUM GELOMBANG MIKRO LAPORAN TUGAS AKHIR PENINGKATAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DISTILASI VACUM GELOMBANG MIKRO (Enhancement of Patchouli Alcohol Degree in Purification

Lebih terperinci

PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DISTILASI VAKUM GELOMBANG MIKRO UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL

PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DISTILASI VAKUM GELOMBANG MIKRO UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL LAPORAN TUGAS AKHIR PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DISTILASI VAKUM GELOMBANG MIKRO UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL (Purification Patchouli oil By Use Of Microwave Distillation

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PENGOLAHAN NILAM 1

PENDAHULUAN PENGOLAHAN NILAM 1 PENDAHULUAN Minyak nilam berasal dari tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu komoditi non migas yang belum dikenal secara meluas di Indonesia, tapi cukup popular di pasaran Internasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilam (Pogostemon cablin Benth) yang termasuk dalam keluarga Labiatea

BAB I PENDAHULUAN. Nilam (Pogostemon cablin Benth) yang termasuk dalam keluarga Labiatea BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilam (Pogostemon cablin Benth) yang termasuk dalam keluarga Labiatea merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting bagi Indonesia, karena minyak

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2012. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertnian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.2 Minyak Nilam. 2.1 Tanaman Nilam

TINJAUAN PUSTAKA. 2.2 Minyak Nilam. 2.1 Tanaman Nilam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Nilam Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) termasuk dalam famili labiatae dengan tinggi antara 0.3 1.3 meter. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang subur

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bandungense, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung, menyatakan bahwa tanaman ini adalah Pogostemon

Lebih terperinci

STUDI PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK MINYAK NILAM

STUDI PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK MINYAK NILAM STUDI PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK MINYAK NILAM Bangkit Gotama 1* dan Mahfud 1 1 Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Indonesia * Korespondensi : Telp +62 81333253494;

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. KROMATOGRAFI Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran 1. Mahasiswa memahami pengertian dari kromatografi dan prinsip kerjanya 2. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis kromatografi dan pemanfaatannya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan dan Peralatan 3.1.1 Bahan yang digunakan Pada proses distilasi fraksionasi kali ini bahan utama yang digunakan adalah Minyak Nilam yang berasal dari hasil penyulingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchauly Oil,

BAB I PENDAHULUAN. penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchauly Oil, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman nilam (Pogostemon Cablin Benth) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchauly Oil, dihasilkan oleh

Lebih terperinci

1.5. Hipotesis 3. Pemberian pupuk hayati berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman nilam. 4. Pemberian zeolit dengan dosis tertentu dapat

1.5. Hipotesis 3. Pemberian pupuk hayati berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman nilam. 4. Pemberian zeolit dengan dosis tertentu dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilam (Pogostemon sp.) merupakan salah satu tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri (essential oil). Di dalam dunia perdagangan Intemasional minyak nilam sering

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan sifat tumbuhnya, tanaman nilam adalah tanaman tahunan (parenial).

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan sifat tumbuhnya, tanaman nilam adalah tanaman tahunan (parenial). TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Nilam Tanaman nilam merupakan salah satu tanaman obat asli Indonesia. Berdasarkan sifat tumbuhnya, tanaman nilam adalah tanaman tahunan (parenial). Tanaman ini merupakan

Lebih terperinci

Isolasi dan Identifikasi Komponen Kimia Minyak Atsiri dari Daun, Batang dan Bunga Tumbuhan Salembangu (Melissa sp.)

Isolasi dan Identifikasi Komponen Kimia Minyak Atsiri dari Daun, Batang dan Bunga Tumbuhan Salembangu (Melissa sp.) Isolasi dan Identifikasi Komponen Kimia Minyak Atsiri dari Daun, Batang dan Bunga (Isolation and identification of chemical components of essential oils from leaves, stems, and flowers of Salembangu plants

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dinamakan minyak nilam. Menurut Grieve (2002) Tanaman Nilam termasuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dinamakan minyak nilam. Menurut Grieve (2002) Tanaman Nilam termasuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nilam Nilam adalah suatu semak tropis penghasil sejenis minyak atsiri yang dinamakan minyak nilam. Menurut Grieve (2002) Tanaman Nilam termasuk tanaman penghasil minyak atsiri

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Nilam Nilam oleh kalangan ilmiah diberi nama Pogostemon sp., telah dikenal sejak lama di Indonesia. Daerah asalnya tidak diketahui secara pasti, ada yang mengatakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB),

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sistematika dan Morfologi Tanaman Nilam Syarat Tumbuh Nilam

TINJAUAN PUSTAKA Sistematika dan Morfologi Tanaman Nilam Syarat Tumbuh Nilam 4 TINJAUAN PUSTAKA Sistematika dan Morfologi Tanaman Nilam Tanaman nilam termasuk famili Labiatae (Santoso 1990). Ada tiga jenis tanaman nilam yaitu Pogostemon cablin Benth atau Nilam Aceh, Pogostemon

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pada masa yang akan datang akan mampu memberikan peran yang nyata dalam

TINJAUAN PUSTAKA. pada masa yang akan datang akan mampu memberikan peran yang nyata dalam TINJAUAN PUSTAKA Upaya pengembangan produksi minyak atsiri memang masih harus dipicu sebab komoditas ini memiliki peluang yang cukup potensial, tidak hanya di pasar luar negeri tetapi juga pasar dalam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT

III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam latihan panelis potensial yang telah lolos seleksi antara lain gula bubuk merk Apel Kesemek dan Milky (brand Alfamart), garam

Lebih terperinci

Kelompok 2: Kromatografi Kolom

Kelompok 2: Kromatografi Kolom Kelompok 2: Kromatografi Kolom Arti Kata Kromatografi PENDAHULUAN chroma berarti warna dan graphien berarti menulis Sejarah Kromatografi Sejarah kromatografi dimulai sejak pertengahan abad ke 19 ketika

Lebih terperinci

II. METODOLOGI PENELITIAN

II. METODOLOGI PENELITIAN 1 Perbandingan Antara Metode Hydro-Distillation dan Steam-Hydro Distillation dengan pemanfaatan Microwave Terhadap Jumlah Rendemenserta Mutu Minyak Daun Cengkeh Fatina Anesya Listyoarti, Lidya Linda Nilatari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diutamakan. Sedangkan hasil hutan non kayu secara umum kurang begitu

BAB I PENDAHULUAN. diutamakan. Sedangkan hasil hutan non kayu secara umum kurang begitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam hutan. Hasil hutan dapat berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu. Hasil hutan kayu sudah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buah naga putih (Hylocereus undatus) dan buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) berumur ± 2 bulan saat dipanen,

Lebih terperinci

Indonesian Journal of Chemical Research Indo.J.Chem.Res 1

Indonesian Journal of Chemical Research Indo.J.Chem.Res 1 Indonesian Journal of Chemical Research Indo.J.Chem.Res 1 PENGUJIAN KUALITAS DAN KOMPOSISI KIMIA MINYAK NILAM (Pogostemon cablin benth) SETELAH PENYIMPANAN Syarifatuz Zaimah Program Studi Kimia Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TANAMAN NILAM

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TANAMAN NILAM II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TANAMAN NILAM Nilam merupakan salah satu jenis tanaman yang menghasilkan minyak atsiri. Tanaman nilam bukanlah tanaman asli indonesia. Terdapat ± 80 jenis tanaman nilam yang tersebar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

STUDI PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK MINYAK NILAM

STUDI PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK MINYAK NILAM SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VI Pemantapan Riset Kimia dan Asesmen Dalam Pembelajaran Berbasis Pendekatan Saintifik Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 21 Juni

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di gedung Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Bogor (BALITTRO) untuk penyulingan minyak atsiri sampel dan determinasi sampel

Lebih terperinci

FABRIKASI ALAT DISTILASI VAKUM GELOMBANG MIKRO UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL PADA MINYAK NILAM

FABRIKASI ALAT DISTILASI VAKUM GELOMBANG MIKRO UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL PADA MINYAK NILAM TUGAS AKHIR FABRIKASI ALAT DISTILASI VAKUM GELOMBANG MIKRO UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL PADA MINYAK NILAM (Fabrication tools of distillation vacuum microwave to increase the levels of patchouli

Lebih terperinci

4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol

4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol 4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol C 12 H 26 O (186.3) OH H 2 SO 4 konz. (98.1) + HBr (80.9) C 12 H 25 Br (249.2) Br + H 2 O (18.0) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Substitusi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- Cihideung. Sampel yang diambil adalah CAF. Penelitian

Lebih terperinci

Analisis Kadar Patchouli Alcohol menggunakan Gas Chromatography pada Pemurnian Minyak Nilam menggunakan Adsorben Zeolit

Analisis Kadar Patchouli Alcohol menggunakan Gas Chromatography pada Pemurnian Minyak Nilam menggunakan Adsorben Zeolit Analisis Kadar Patchouli Alcohol menggunakan Gas Chromatography pada Pemurnian Minyak Nilam menggunakan Adsorben Zeolit Ika Sri Hardyanti 1, Dyan Septyaningsih 2, Isni Nurani 3 Emas Agus Prastyo Wibowo

Lebih terperinci

Kromatografi tambahan. Imam S

Kromatografi tambahan. Imam S Kromatografi tambahan Imam S Kromatografi serapan Bentuk alat : mirip buret, didalamnya berisi, glass wool/kapas untuk penyangga, penyaring dari gelas yang dilapisi kertas saring, bahan isian kolom yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu, dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cibarunai, Kelurahan Sarijadi, Bandung. Sampel yang diambil berupa tanaman

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA BASAH DAN SIMPLISIA KERING DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) Tiara Mega Kusuma, Nurul Uswatun

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA BASAH DAN SIMPLISIA KERING DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) Tiara Mega Kusuma, Nurul Uswatun ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA BASAH DAN SIMPLISIA KERING DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) Tiara Mega Kusuma, Nurul Uswatun Program Studi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen

Lebih terperinci

PROPOSAL PENELITIAN PENYULINGAN MINYAK ATSIRI DARI NILAM PENELITIAN. Oleh : YULINDA DWI NARULITA

PROPOSAL PENELITIAN PENYULINGAN MINYAK ATSIRI DARI NILAM PENELITIAN. Oleh : YULINDA DWI NARULITA PROPOSAL PENELITIAN PENYULINGAN MINYAK ATSIRI DARI NILAM PENELITIAN \ Oleh : YULINDA DWI NARULITA 0731010044 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dari daerah Soreang dan Sumedang. Tempat penelitian menggunakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dari daerah Soreang dan Sumedang. Tempat penelitian menggunakan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek atau bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah tanaman AGF yang diperoleh dari daerah Soreang dan Sumedang. Tempat penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atsiri yang dikenal dengan nama Patchouli oil. Minyak ini banyak dimanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. atsiri yang dikenal dengan nama Patchouli oil. Minyak ini banyak dimanfaatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan tanaman penghasil minyak atsiri yang dikenal dengan nama Patchouli oil. Minyak ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia L.) yang diperoleh dari Kampung Pipisan, Indramayu. Dan untuk

Lebih terperinci

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu teknologi proses ekstraksi minyak sereh dapur yang berkualitas dan bernilai ekonomis

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) F-234

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) F-234 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-234 Perbandingan Metode Steam Distillation dan Steam-Hydro Distillation dengan Microwave Terhadap Jumlah Rendemen serta Mutu

Lebih terperinci

Nahar, Metode Pengolahan dan Peningkatan Mutu Minyak Nilam METODE PENGOLAHAN DAN PENINGKATAN MUTU MINYAK NILAM. Nahar* Abstrak

Nahar, Metode Pengolahan dan Peningkatan Mutu Minyak Nilam METODE PENGOLAHAN DAN PENINGKATAN MUTU MINYAK NILAM. Nahar* Abstrak Nahar, Metode Pengolahan dan Peningkatan METODE PENGOLAHAN DAN PENINGKATAN MUTU MINYAK NILAM Nahar* Abstrak Tumbuhan nilam, Pogostemon cablin Benth, adalah salah satu jenis minyak atsiri terpenting bagi

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYULINGAN DAUN NILAM (Pogostemon cablin Benth.) TERHADAP RENDEMEN DAN BEBERAPA KARAKTERISTIK MUTU MINYAK NILAM YANG DIHASILKAN

PENGARUH LAMA PENYULINGAN DAUN NILAM (Pogostemon cablin Benth.) TERHADAP RENDEMEN DAN BEBERAPA KARAKTERISTIK MUTU MINYAK NILAM YANG DIHASILKAN PENGARUH LAMA PENYULINGAN DAUN NILAM (Pogostemon cablin Benth.) TERHADAP RENDEMEN DAN BEBERAPA KARAKTERISTIK MUTU MINYAK NILAM YANG DIHASILKAN SKRIPSI OLEH : A. A. MAS WILLYA SAHASRI NIM : 0111005050 JURUSAN

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-39

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-39 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-39 Perbandingan Antara Metode - dan Steam- dengan pemanfaatan Microwave terhadap Jumlah Rendemenserta Mutu Minyak Daun Cengkeh

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Alat Penelitian Alat yang digunakan untuk membuat asap cair disebut juga alat pirolisator yang terdiri dari pembakar bunsen, 2 buah kaleng berukuran besar dan yang lebih

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis Roem) yang diperoleh dari daerah Tegalpanjang, Garut dan digunakan

Lebih terperinci

ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI DARI DAUN KAYU PUTIH (Melaleucae folium) SEGAR DAN KERING SECARA GC - MS SKRIPSI

ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI DARI DAUN KAYU PUTIH (Melaleucae folium) SEGAR DAN KERING SECARA GC - MS SKRIPSI ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI DARI DAUN KAYU PUTIH (Melaleucae folium) SEGAR DAN KERING SECARA GC - MS SKRIPSI OLEH: IRMA NOPELENA SIREGAR NIM: 071524030 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

ISOLASI PATCHOULI ALKOHOL DARI MINYAK NILAM UNTUK BAHAN REFERENSI PENGUJIAN DALAM ANALISIS MUTU

ISOLASI PATCHOULI ALKOHOL DARI MINYAK NILAM UNTUK BAHAN REFERENSI PENGUJIAN DALAM ANALISIS MUTU ISOLASI PATCHOULI ALKOHOL DARI MINYAK NILAM UNTUK BAHAN REFERENSI PENGUJIAN DALAM ANALISIS MUTU Ma mun¹ dan Adhi Maryadhi² 1) Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik 2) Pusat Penelitian Sistem Mutu

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Alat dan Bahan 4.1.1 Alat-Alat yang digunakan : 1. Seperangkat alat kaca 2. Neraca analitik, 3. Kolom kaca, 4. Furnace, 5. Kertas saring, 6. Piknometer 5 ml, 7. Refraktometer,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil determinasi tumbuhan dilampirkan pada Lampiran 1) yang diperoleh dari perkebunan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPAT TUMBUH DAN LAMA PENYULINGAN TERHADAP RENDEMEN MINYAK ATSIRI RAMBU ATAP

PENGARUH TEMPAT TUMBUH DAN LAMA PENYULINGAN TERHADAP RENDEMEN MINYAK ATSIRI RAMBU ATAP PENGARUH TEMPAT TUMBUH DAN LAMA PENYULINGAN TERHADAP RENDEMEN MINYAK ATSIRI RAMBU ATAP (Baeckea frustescens L) DENGAN PENYULINGAN METODE PEREBUSAN The Influence of Growing Site and duration distillation

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Sampel. Sampel yang digunakan adalah tanaman nilam yang berasal dari Dusun

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Sampel. Sampel yang digunakan adalah tanaman nilam yang berasal dari Dusun BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Sampel Sampel yang digunakan adalah tanaman nilam yang berasal dari Dusun Kembangan, Kecamatan Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Bagian tanaman yang digunakan adalah daun dan batang

Lebih terperinci

ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN KIMIA DARI MINYAK ATSIRI DAUN RUKU-RUKU (Ocimum sanctum L.) DENGAN METODE GC-MS SKRIPSI

ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN KIMIA DARI MINYAK ATSIRI DAUN RUKU-RUKU (Ocimum sanctum L.) DENGAN METODE GC-MS SKRIPSI ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN KIMIA DARI MINYAK ATSIRI DAUN RUKU-RUKU (Ocimum sanctum L.) DENGAN METODE GC-MS SKRIPSI LAPENRIS EDISON HUTAGALUNG 090822037 DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di 21 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini digunakan bahan baku minyak atsiri daun sebagai bahan aktif gel antiseptik. Minyak atsiri daun ini berasal dari Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia.

Lebih terperinci

dapat mencapai hingga 90% atau lebih. Terdapat dua jenis senyawa santalol dalam minyak cendana, yaitu α-santalol dan β-santalol.

dapat mencapai hingga 90% atau lebih. Terdapat dua jenis senyawa santalol dalam minyak cendana, yaitu α-santalol dan β-santalol. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Tanaman Cendana (Santalum album L.) adalah tanaman asli Indonesia yang memiliki aroma yang khas, dimana sebagian besar tumbuh di Propinsi Nusa Tenggara Timur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan kekayaan alamnya. Tanahnya yang subur dan iklimnya yang tropis memungkinkan berbagai jenis tumbuhan dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Nopember 2012 sampai Januari 2013. Lokasi penelitian di Laboratorium Riset dan Laboratorium Kimia Analitik

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. penelitian ini. Tanamman nilam ini berasal dari perkebunan nilam di Kembangan,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. penelitian ini. Tanamman nilam ini berasal dari perkebunan nilam di Kembangan, BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Nilam jenis Pogostemon cablin Benth adalah nilam yang digunakan dalam penelitian ini. Tanamman nilam ini berasal dari perkebunan nilam di Kembangan, Ngemplak Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian, Kampus Penelitian Pertanian, Bogor. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman KROMATOGRAFI PENDAHULUAN Analisis komponen penyusun bahan pangan penting, tidak hanya mencakup makronutrien Analisis konvensional: lama, tenaga beasar, sering tidak akurat, tidak dapat mendeteksi pada

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYULINGAN DAN KOMPOSISI BAHAN BAKU TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK ATSIRI DARI DAUN DAN BATANG NILAM (Pogostemon cablin Benth)

PENGARUH LAMA PENYULINGAN DAN KOMPOSISI BAHAN BAKU TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK ATSIRI DARI DAUN DAN BATANG NILAM (Pogostemon cablin Benth) Pengaruh Lama dan Komposisi Bahan baku terhadap Rendemen...A.Sulaiman, Dwi Harsono. PENGARUH LAMA PENYULINGAN DAN KOMPOSISI BAHAN BAKU TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK ATSIRI DARI DAUN DAN BATANG NILAM

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel PBAG di lingkungan sekitar kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan daerah Cipaku.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Dari hasil penelitian pendahuluan diperoleh bunga kenanga dengan kadar air 82 %, kadar protein 17,30% dan kadar minyak 1,6 %. Masing-masing penyulingan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. destilasi uap menggunakan pelarut air. Tahap kedua adalah analisis FTIR,

BAB III METODE PENELITIAN. destilasi uap menggunakan pelarut air. Tahap kedua adalah analisis FTIR, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap yaitu tahap pertama adalah destilasi uap menggunakan pelarut air. Tahap kedua adalah analisis FTIR, spektrum

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM. Pendekatan Sistem. Analisis Sistem

PEMODELAN SISTEM. Pendekatan Sistem. Analisis Sistem 76 PEMODELAN SISTEM Pendekatan Sistem Analisis Sistem Sistem Rantai Pasok Agroindustri Minyak Nilam secara garis besar terdiri dari 3 (tiga) level pelaku utama, yaitu: (1) usahatani nilam, (2) industri

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL 6.1 Aspek Pasar Aspek pasar merupakan aspek yang sangat penting dalam keberlangsungan suatu usaha. Aspek pasar antara lain mengkaji potensi pasar baik dari sisi

Lebih terperinci

4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat

4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat 4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat castor oil + MeH Na-methylate H Me CH 4 (32.0) C 19 H 36 3 (312.5) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Reaksi pada gugus karbonil

Lebih terperinci

ANALISIS TEKNIS DAN BIAYA OPERASIONAL ALAT PENYULING NILAM DENGAN SUMBER BAHAN BAKAR KAYU DI ACEH BARAT DAYA

ANALISIS TEKNIS DAN BIAYA OPERASIONAL ALAT PENYULING NILAM DENGAN SUMBER BAHAN BAKAR KAYU DI ACEH BARAT DAYA ANALISIS TEKNIS DAN BIAYA OPERASIONAL ALAT PENYULING NILAM DENGAN SUMBER BAHAN BAKAR KAYU DI ACEH BARAT DAYA Mustaqimah 1*, Rahmat Fadhil 2, Rini Ariani Basyamfar 3 1 Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL. Gambar 1 Permukaan atas daun nilam Aceh. Gambar 2 Permukaan atas daun nilam Jawa.

HASIL. Gambar 1 Permukaan atas daun nilam Aceh. Gambar 2 Permukaan atas daun nilam Jawa. 6 3 lintas, ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu: 1. Apabila koefisien korelasi antara peubah hampir sama dengan koefisien lintas (nilai pengaruh langsung) maka korelasi tersebut menjelaskan hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya

BAB I PENDAHULUAN. kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya BAB I PENDAHULUAN Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang leluasa, dipakai secara luas untuk pemisahan analitik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN A. Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah tanaman dengan kode AGF yang diperoleh dari daerah Cihideng-Bandung. Penelitian berlangsung

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium pengolahan limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian

METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan 18 Maret 2016 sampai

Lebih terperinci