ANALISIS YURIDIS PROSEDUR PERMOHONAN PERKAWINAN ANTAR AGAMA (STUDI KASUS PENETAPAN PENGADILAN NEGERI SURAKARTA NO. 186/Pdt.P/2010/PN.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS YURIDIS PROSEDUR PERMOHONAN PERKAWINAN ANTAR AGAMA (STUDI KASUS PENETAPAN PENGADILAN NEGERI SURAKARTA NO. 186/Pdt.P/2010/PN."

Transkripsi

1 ANALISIS YURIDIS PROSEDUR PERMOHONAN PERKAWINAN ANTAR AGAMA (STUDI KASUS PENETAPAN PENGADILAN NEGERI SURAKARTA NO. 186/Pdt.P/2010/PN.Ska) Griselda Meira Dinanti, , Fakultas Hukum,Universitas Indonesia Latar belakang Aneka ragam budaya, bahasa dan juga agama merupakan keragaman yang mudah ditemui dalam masyarakat Indonesia. Sudah menjadi kodratnya sebagai makhluk sosial, manusia harus berinteraksi satu sama lain meskipun dalam suatu perbedaan didalamnya, dengan adanya perkembangan zaman dan teknologi saat ini menjadi jembatan yang dapat menyatukan perbedaan-perbedaan yang ada didalam masyarakat Indonesia saat berinteraksi satu sama lain. Salah satu cara menyatukan perbedaan yang ada dimasyarakat adalah melalui suatu perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan perempuan. Melalui suatu perkawinan, perbedaan budaya ataupun bahasa dapat dipersatukan dan memberikan warna tersendiri dalam kehidupan bermasyarakat. Tetapi dalam hal perkawinan antar agama yang saat ini menjadi issue sensitif dikalangan masyarakat Indonesia, dapat menimbulkan permasalahan khususnya dalam keabsahan hukum dari perkawinan tersebut. Menurut Prof. Wahyono Darmabrata, terdapat 4 cara popular yang ditempuh oleh pasangan yang hendak menikah beda agama, yaitu: 1 1. Meminta penetapan pengadilan 2. Perkawinan dilakukan menurut masing-masing agama 3. Penundukan sementara pada salah satu hukum agama, dan 4. Menikah diluar negeri Pada dasarnya perkawinan yang sah menurut Pasal 2 Undang-undang Perkawinan merupakan perkawinan yang dilakukan berdasarkan hukum agama dan 1 diakses pada 7 September 2012, pukul 11:11 WIB

2 kepercayaan masing-masing dan juga perkawinan tersebut harus dicatatkan. Perkawinan antar agama memang tidak dikenal dalam hukum materiil perkawinan di Indonesia, tetapi melalui Undang-undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang mengatur secara formil suatu perkawinan mengenal adanya perkawinan antar agama yang dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan negeri. Melakukan perkawinan merupakan hak setiap warga negara dan dengan dasar tersebut pada tahun 2010 hakim Pengadilan Negeri Surakarta mengeluarkan penetapan sesuai dengan permohonan dari pasangan antar agama yang hendal melakukan perkawinan di Indonesia. Pokok Pemasalahan Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peraturan perundang-undangan di Indonesia mengatur mengenai perkawinan antar agama? 2. Bagaimana pengaturan pencatatan perkawinan antar agama yang dilakukan di catatan sipil sesuai dengan perintah pengadilan melalui suatu penetapan? 3. Apakah akibat hukum yang terjadi terhadap perkawinan yang hanya dicatatkan pada catatan sipil tanpa dilakukan perkawinan menurut agama? Pembahasan Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, definisi tersebut sesuai dengan yang dituliskan pada Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang

3 Perkawinan. Dari definisi tersebut menurut Prof. Wahyono Darmabrata dan Surini Ahlan Sjarif, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan Pasal 1, dapat diuraikan kedalam beberapa unsur, yaitu: 2 a. Unsur agama/kepercayaan Unsur ini dapat disimpukan dari ketentuan yang menentukan bahwa perkawinan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan demikian maka unsur agama/kepercayaan harus menjiwai perkawinan. Selain itu jika dilihat pada Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Perkawinan yang menentukan bahwa sahnya perkawinan apabila dilangsungkan menurut hukum agama/kepercayaan mempelai yang bersangkutan. Ketentuan lain yang berhubungan erat dengan unsur agama/kepercayaan dapat ditemukan pada Pasal 8 bab f yang mengatur larangan perkawinan berdasarkan hukum agama danjuga Pasal 51 ayat (3) yang menentukan bahwa wali wajib mengurus anak yang dibawah penguasaannya dan juga hartanya sesuai dengan agama yang dianut oleh anak tersebut. b. Unsur biologis Bagi pasangan yang secara biologis tidak dapat memiliki keturuan Undang-undang Perkawinan memberikan jalan keluar dengan diperbolehkannya poligami sesuai dengan ketentuan pada Pasal 4 ayat (2). Selanjutnya Pasal 7 ayat (2) yang mengatur mengenai pengecualian atas Pasal 7 ayat (1) yang mengatur batas usia minimal untuk menikah. Melalui kedua pasal tersebut, sangat terlihat bahwa aspek biologis sangat diperhatikan dalam Undang-undang Perkawinan. 2 Wahyono Darmabrata dan Surini Ahlan Sjarif, Hukum Perkawinan Dan Keluarga Di Indonesia, (Jakarta: Badan Penerbit FH UI, 2004), hal 13-16

4 c. Unsur sosiologis Unsur sosiologis dapat disimpulkan dalam Penjelasan ketentuan Pasal 1 Undang-undang Perkawinan, yang mengatur mengenai salah satu tujuan perkawinan adalah memperoleh keturunan dan pendidikan anak tersebut adalah hak dan kewajiban orang tua. Pemeliharaan dan pendidikan ini adalah kelanjutan hidup dan kemajuan atau perkembangan anak, sedangkan kelanjutan hidup seseorang adalah masalah kependudukan yang berarti masalah sosial. Dari Pasal 7 ayat (1) juga dapat ditemukan unsur sosiologis yaitu adanya batasan usia untuk dapat melangsungkan perkawinan yang dipertinggi dari pada yang diatur pada KUHPerdata. Hal ini dimaksudnya untuk mengurangi laju pertumbuhan penduduk karena kerlahiran yang merupakan masalah sosial. d. Unsur juridis Secara otomatis unsur juridis dalam Undang-undang Perkawinan ada, karena suatu perkawinan yang dimaksud oleh Undang-undang ini harus dilangsungkan menurut ketentuan undang-undang ini sendiri. Perkawinan sah apabila memenuhi syarat dan dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan oleh Undang-undang. Aspek juridis tersebut dapat pula disimpulkan dari Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Perkawinan dan penjelasan Pasal tersebut. Unsur juridis lainnya dapat ditemukan dalam asas perkawinan yang dianut oleh Undang-undang Perkawinan yaitu asas monogami yang diatur pada Pasal 3 ayat (1). Undang-undang ini juga memberikan kemungkinan bagi seseorang suami untuk beristeri lebih dari seorang dalam waktu yang sama, tetapi jika hukum agama pihak suami memperbolehkan sesuai dengan penjelasan Pasal 3 ayat (2). Untuk merealisir ketentuan tersebut Undang-undang memberi batasan

5 dalam ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Perkawinan, yang mengatur mengenai alasan dan syarat-syarat untuk beristeri lebih dari satu. e. Unsur hukum adat Unsur hukum adat dapat disimpulkan Pasal 31 Undang-undang Perkawinan, demikian pula Pasal 34 Undang-undang Perkawinan, yang mengatur harta benda perkawinan yang mengambil azas dalam hukum adat, demikian pula Pasal 37 Undang-undang Perkawinan yang menunjuk pada ketentuan hukum adat dalam pengaturan harta kekayaan jika perkawinan putus karena suatu perceraian. Ketentuan pada Pasal 43 juga mengambil prinsip hukum adat, dimana ditentukan bahwa anak sah terhadap ibunya dan keluarga ibu. Suatu perkawinan yang dilakukan sudah seharusnya dicatatakan agar mendapatkan kepastian hukum yang jelas, di Indonesia sendiri dikenal ada dua lembaga pencatatan perkawinan yaitu Kantor Urusan Agama bagi mereka yang beragama Islam dan Kantor Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil bagi mereka yang beragama diluar Islam. Penunjukan dua lembaga tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pelaporan atas perkawinan harus dilakukan kepada instansi terkait paling lambat 60 hari sejak tanggal perkawinan, dan selanjutnya berdasarkan pelaporan tersebut Pejabat pencatatan sipil akan mencatat pada Register Akta Perkawinan dan menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan, hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur pada Pasal 34 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Adminstrasi Kependudukan. Dengan dicatatkannya suatu perkawinan oleh KUA ataupun Catatan Sipil, maka perkawinan yang dilakukan telah sah dimata hukum negara dan membawa akibat hukum kepada mereka yang terikat dalam perkawinan sesuai dengan hukum yang berlaku

6 Dalam perkawinan antar agama pencatatan perkawinan menjadi hal yang sering kali menjadi batu sandungan bagi pasangan yang hendak menikah. Sebagai jalan keluarnya banyak pasangan antar agama yang memilih untuk menikah di luar negeri lalu kemudian melaporkannya kepada kantor catatan sipil di Indonesia. Pelaporan atas perkawinan mereka tersebut siftanya hanya pemberitahuan sehingga catatan sipil tidak akan mengeluarkan akta perkawinan bagi mereka yang menikah. Perkawinan antar agama yang dilakukan diluar negeri, untuk syarat-syarat formil tunduk kepada hukum perkawinan negara dimana perkawinan tersebut dilakukan sedangkan atas syarat materiil tetap tunduk kepada hukum Indonesia sesuai dengan ketentuan asas lex loci celebrationis 3 yang dikenal dalam bidang Hukum Perdata Barat. Dengan disahkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan maka perkawinan antar agama yang selama ini lebih banyak dilakukan di luar Indonesia, dapat diakui di Indonesia, hal ini diatur pada penjelasan Pasal 35 huruf (a), yang menyatakan salah satu perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan adalah perkawinan antar agama. Dengan adanya pasal tersebut maka perkawinan antar agama diakui oleh hukum Indonesia dan dapat dilakukan di Indonesia tetapi harus didahului dengan adanya suatu penetapan pengadilan negeri. Salah satu permohonan atas perkawinan antar agama dapat dilihat implemetasinya dalam Penetapan Pengadilan Negeri Surakarta yang telah memeriksa dan menetapkan permohonan yang diajukan oleh David Setiyawan sebagai Pemohon I yang beragama Kristen dan Dewi Putri Nugraheni sebagai Pemohon II yang beragama Islam, dengan nomor penetapan 186/Pdt.P/2010/PN.Ska. Dalam surat permohonannya kepada Pengadilan Negeri Surakarta pada tanggal 30 Desember 2010, Para Pemohon pada pokoknya menyatakan bahwa Para Pemohon telah sepakat satu sama lain untuk melaksanakan perkawinan yang rencananya dilangsungkan di hadapan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota 3 Asas lex loci celebrationis adalah asas dimana hukum yang berlaku atas suatu peristiwa hukum dalam hal ini perkawinan adalah hukum tempat dilaksanakannya perkawinan.

7 Surakarta, namun pada tanggal 29 November 2010 permohonan Para Pemohon untuk dapat melangsungkan perkawinan antar agama ditolak oleh Pegawai Kantor Dinas Catatan Sipil Kota Surakarta dengan alasan bahwa perkawinan tersebut dapat dicatatkan setelah mendapatkan penetapan Pengadilan Negeri. Para Pemohon masing-masing tetap pada pendiriannya untuk berpegang teguh dengan agamanya masing-masing dalam melakukan perkawinan, dimana menurut Para Pemohon tidak ada asas hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia yang berprinsip perbedaan agama tidaklah menjadikan penghalang untuk melakukan perkawinan. Berdasarkan alas an tersebut di atas, Para Pemohon dalam petitumnya mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri Surakarta untuk menerima, memeriksa permohonan Para Penggugat dan kemudian memberi penetapan sebagai berikut: 1. Mengabulkan permohonan Para Pemohon 2. Memberikan ijin kepada Para Pemohon untuk melangsungkan perkawinan antar agama di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta. 3. Memerintahkan kepada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta untuk melakukan pencatatan tentang perkawinan beda agama Para Pemohon tersebut di atas kedalam Register yang digunakan. Untuk membuktikan dalil-dalil permohonannya, Para Pemohon selain mengajukan alat bukti surat berupa foto kopi yang bermaterai cukup dan telah dilegalisir dan sesuai dengan aslinya, juga mengajukan 4 orang saksi yang terdiri dari ibu dan dan kakak kandung Pemohon I dan kedua orang tua Pemohon II, yang semuanya menyatakan untuk menyetujui Para Pemohon untuk melakukan perkawinan antar agama. Dalam pertimbangannya hakim mengunakan beberapa dasar hukum seperti Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 6 ayat (1), Pasal 7, Pasal 8 huruf (f), dan Pasal 66 Undang-undang Perkawinan, dan Pasal 35 huruf (a) Undang-undang Administrasi Kependudukan.

8 Setelah memeriksa permohonan Pemohon, dan berdasarkan fakta-fakta yuridis dan juga pertimbangan hukum, maka hakim menetapkan bahwa permohonan Para Pemohon dikabulkan, memberikan ijin kepada Para Pemohon untuk melangsungkan perkawinan antar agama di hadapan Pejabat Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta, Memerintahkan kepada Pejabat Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta untuk melakukan pencatatan tentang perkawinan antar agama para Pemohon tersebut kedalam Register Pencataran Perkawinan yang digunakan untuk itu dan segera menerbitkan Akta Perkawinan dan membebankan biaya permohonan kepada Para Pemohon sebesar Rp (seratus enam belas ribu rupiah). Penetapan Pengadilan Negeri Surakarta No. 186/Pdt.P/2010/PN.Ska dibacakan oleh hakim tunggal pada hari Jumat 14 Januari Analisis Penetapan Pengadilan Negeri No. 186/Pdt/P/2010/PN.Ska ini dapat dianalisis dari beberapa sudut cabang ilmu hukum, yang pertama dari sudut hukum acara perdata, yang kedua hukum perkawinan dan yang ketiga hukum teori perundangundangan. Dari sudut teori hukum acara perdata, jika dilihat dari tempat kedudukan Pengadilan Negeri Surakarta sebagai tempat diajukannya permohonan oleh Para Pemohon, sudah memenuhi syarat kompetensi relatif yang diatur pada Pasal 118 ayat (1) HIR, yang mengatur bahwa suatu gugatan dapat diajukan pada pengadilan dimana tempat domisili tergugat. Tetapi dalam hal penetapan, adalah domisili pemohon. Sesuai dengan alat bukti berupa Kartu Tanda Penduduk dari Para Pemohon, maka Pengadilan Negeri Surakarta memiliki kompetensi untuk melakukan pemeriksaan terhadap permohonan Para Pemohon. Tetapi jika dilihat dari para saksi yang merupakan orang tua dan juga saudara kandung dari Para Pemohon, maka jika dilihat dari ketentuan Pasal 145 ayat (1a) HIR, yang mengatur bahwa keluarga sedarah dan keluarga semenda dari salah satu pihak yang menurut keturunan lurus,

9 tidak dapat didengar kesaksiannya. Sehingga jika dilihat dari pasal ini, hakim melanggar ketentuan tersebut. Dari sudut hukum perkawinan penetapan permohonan perkawinan antar agama ini dapat dilihat dari sudut materiil yang diatur pada Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan juga dari sudut formil yaitu Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Issue perkawinan antar agama memang menjadi issue yang sangat sensitif, karena melibatkan dua hukum agama yang berbeda kedalam satu peristiwa, pada zaman kolonial Belanda masih menguasai Indonesia, perkawinan antar agama dikenal di Indonesia, yang pengaturannya dapat ditemui pada Pasal 2 GHR. Dalam ruang lingkup Hukum Antar Tata Hukum Intern, perkawinan antar agama dikenal sebagai interreligious atau perkawinan campuran yang merupakan perkawinan antara kalangan golongan rakyat Indonesia sendiri, antara Nasrani dan bukan Nasrani di Jawa, Madura, Minahasa, Ambon, Saparua, dan Banda atau perkawinan interlokal antara orang Nasrani dari Jawa, dan Nasrani dari Ambon atau Minahasa. 4 Selain itu peraturan mengenai perkawinan antar agama, juga dapat ditemukan dalam HOCI, yaitu ordonansi perkawinan Indonesia Kristen. Tetapi setelah kemerdekaan dan berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, keberlakuan undang-undang yang mengatur mengenai masalah perkawinan tidak lagi berlaku. Dalam Undang-Undang Perkawinan tidak dikenal adanya perkawinan antar agama, perkawinan campuran yang dimaksud dalam undang-undang ini hanyalah perkawinan antar kewarganegaraan sebagaimana diatur pada Pasal 57 Undang-Undang Perkawinan. Jika dilihat dari Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Perkawinan, unsur agama atau kepercayaan terlihat sangat berperan penting dalam keabsahannya suatu perkawinan. Sehingga perkawinan dapat dilihat sah atau tidaknya dari hukum agama atau kepercayaan para pihak. Sehingga dalam penetapan pengadilan ini dapat dilihat hal 3 4 Sudargo Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, (Bandung: Binacipta, 1987)

10 jika dari unsur hukum agama Islam, perkawinan antar agama dilarang terutama bagi perempuan muslim hal tersebut diatur pada Q.S al-baqarah (2): 22, yang melarang adanya perkawinan antara orang-orang mukmin dengan orang-orang musyrik sebelum mereka beriman. Meskipun dalam al-quran tertulis juga pengecualian bahwa laki-laki muslim dapat menikah dengan perempuan dari golongan ahli kitab sesuai dengan ketentuan yang ditulis pada Q.S al-maaidah (5): 5, tetapi di Indonesia hal tersebut telah larang melalui Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam pada Pasal 40 huruf (c). Pada prinsipnya pandangan ulama terhadap penafsiran perkawinan antar agama terpola kepada tiga pendapat, yaitu: 5 1. Melarang secara multak, sebagian ulama melarang secara mutlak terhadap perkawinan antar agama, termasuk juga dengan ahli kitab. 2. Memperbolehkan secara bersyarat, sejumlah ulama memperbolehkan perkawinan laki-laki muslim dan perempuan non-muslim dengan syarat perempuan non-muslim tersebut dari kelompok ahli kitab, tetapi tidak sebaliknya. 3. Memperbolehkan pernikahan antar agama dan kebolehan itu berlaku untuk laki-laki dan perempuan. Usaha dalam mengatasi masalah perkawinan antar agama yang berdampak negatif, membuat MUI (Majelis Ulama Indonesia) mengeluarkan Fatwa pada tanggal 1 Juni 1980 dan tanggal 28 Juli Fatwa MUI tersebut menyatakan bahwa MUI mengharamkan semua bentuk perkawinan lintas agama termasuk pernikahan lakilaki Muslim dengan perempuan non-muslim walaupun dari kalangan ahli kitab. 2010), hal Neng Djubaedah, Pencatatan Perkawinan & Perkawinan Tidak Dicatat, (Jakarta: Sinar Grafika, 6 SayutiThalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1982), hal 164

11 Fatwa yang dikeluarkan oleh MUI DKI-Jakarta berbeda dengan pandangan MUI pusat, pada tanggal 30 September 1986, berdasarkan fatwa tersebut diperbolehkannya perkawinan lintas agama. Fatwa ini didasarkan kepada faham kebanyakan atau jumhur ulama fiqih, Muhammad Abduh dan Rasyid Rida, dan ulama India/Pakistan. Dan juga berpegang pada al-quran sesuai dengan sifat dan sikap Islam, dan banyak diikuti oleh cendekiawan dan ulama Islam Indonesia. Selain itu pendapat ini dianggap sesuai dengan kondisi Indonesia yang memiliki masyarakat majemuk, sebagai negara berdasar Pancasila dan UUD 1945, serta sesuai dengan sejarah merdekanya bangsa dan pembentukan negara RI dan sejarah penetapan UUD Tetapi dengan telah dikeluarkannya fatwa oleh MUI pusat pada tanggal 28 Juli 2005 yang menyatakan bahwa diharamkannya umat Islam menikah antar agama, maka secara otomatis fatwa yang dikeluarkan oleh MUI DKI-Jakarta tidak berlaku lagi, karena kedudukan fatwa MUI yang dikeluarkan oleh MUI pusat lebih tinggi kedudukannya. Pada dasarnya tidak ada aturan pasti dan mengikat yang mengharuskan umat Islam di Indonesia untuk tunduk kepada fatwa MUI, sehingga dipatuhinya fatwa yang dikeluarkan oleh MUI hanyalah sebagai keterikatan iman, meskipun fatwa tersebut dapat dijadikan salah satu sumber hukum islam yang termasuk kedalam ijtihad. Dari hasil wawancara penulis dengan Bapak M. Iqbal Irham seorang Da I dan Dosen Ilmu Tasawuf (Psikologi Islam), beliau juga menyatakan hal yang sama dengan fatwa yang dikeluarkan oleh MUI, bahwa perkawinan antar agama adalah tidak sah, hal ini didasarkan bahwa pada saat ini diyakini sudah tidak ada lagi ahli kitab yang sesuai dengan apa yang dimaksud dalam al-quran, sehingga perkawinan antar agama haram hukumnya. 8 7 Ahmad Nurcholish dan Ahmad Baso, ed., Pernikahan Beda Agama, (Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2010), hal Hasil wawancara dengan Bapak M. Iqbal Irham, pada 29 Juli 2012

12 Sedangkan jika dilihat dari segi hukum agama Kristen, perkawinan antar agama pada dasarnya dilarang, yang diatur pada Alkitab surat 2 Korintus 6:14, namun pada prakteknya perkawinan antar agama dikembalikan lagi kepada masingmasing geraja. Seperti Gereja Kristen Indonesia (GKI) yang memberikan persyaratan bagi salah seorang yang bukan anggota gereja untuk bersedia menyatakan secara tertulis dengan menggunakan formulir yang ditetapkan oleh Majelis Sinode bahwa: 9 1. Ia setuju pernikahannya hanya diteguhkan dan diberkati secara Kristiani 2. Ia tidak akan menghambat atau menghalangi suami/istrinya untuk tetap hidup dan beribadat menurut iman Kristiani 3. Ia tidak akan menghambat atau menghalangi anak-anak mereka untuk dibaptis dan dididik secara Kristiani. Dalam Kristen, sebelum dilakukannya perkawinan oleh calon mempelai diadakan katekisasi pra-nikah yaitu pembekalan sebelum diadakannya perkawinan, pada saat katekisasi pra-nikah ini calon mempelai diberikan pemahamanpemahaman tentang kehidupan perkawinan yang akan dijalankan sebagai kehidupan baru bagi mereka. Pada pasangan perkawinan antar agama yang memilih melakukan pemberkatan digereja tentu saja tahap ini juga harus dilalui. Menurut Pendeta Anton Sangkaeng, dalam halnya pasangan yang hendak melakukan perkawinan antar agama, sebelum dilakukannya perkawinan maka akan dilakukan konseling terlebih dahulu kepada mereka, dalam konseling tersebut akan diberikan pemahaman-pemahaman mengenai perkawinan antar agama yang pada akhirnya keputusan akan menikah atau tidak dikembalikan lagi kepada kedua calon mempelai. 10 Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa belum ada kesepakatan pada gereja-gereja yang ada di Indonesia mengenai melarang atau mengizinkan perkawinan antar agama di Indonesia, sehingga menurut pandangan pribadi bapak 9 Ahmad Nurcholish dan Ahmad Baso, ed, Op. Cit., hal Hasil wawancara dengan Pendeta Anton Sangkaeng, pada 4 Juni 2012

13 Anton Sangkaeng pada dasarnya beliau tidak menyetujui perkawinan antar agama, karena menurutnya apabila dalam suatu perkawinan terdapat dua dasar yang berbeda dalam kasus ini Islam dan Kristen, maka tujuan utama perkawinan sulit untuk tercapai bahkan tidak dapat tercapai. Tetapi menurutnya sebagai Pendeta, apabila pasangan tersebut ingin tetap diberkati maka beliau akan tetap melakukan tugasnya sebagai pendeta untuk memberkati perkawinan mereka, karena menurutnya memang sudah sepantasnya Gereja mengemban tugas untuk mengayomi jemaatnya. 11 Dari hukum kedua agama diatas jika dikaitkan dengan ketentuan Pasal 8 huruf (F) yang menyatakan bahwa salah satu larangan perkawinan adalah dua orang yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lainyang berlaku dilarang kawin. Ketentuan Pasal 8 huruf (F) ini tentu saja tidak dapat dipisahkan dari ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Perkawinan, sehingga apabila ketentuan kedua pasal tersebut tidak terpenuhi maka dapat dikatakan perkawinan yang dilakukan tidaklah sah. Dalam salah satu pertimbangan hukum, hakim menggunakan Pasal 8 huruf (F) maka tidaklah tepat, karena kedua agama Para Pemohon tersebut pada dasarnya tidak mengenal adanya perkawinan antar agama Ketentuan Pasal 66 Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan bahwa beberapa undang-undang sebelum undang-undang perkawinan yang mengatur mengenai perkawinan tetap berlaku sepanjang tidak diatur dalam undang-undang perkawinan. Hal ini menimbulkan beberapa penafsiran berbeda dikalangan masyarakat mengenai perkawinan antar agama. Ada yang beranggapan dengan diaturnya pasal tersebut maka Perkawinan antar agama memang tidak diatur pada Undang-Undang Perkawinan melainkan masih diatur pada GHR dan HOCI, hal ini juga yang menjadi dasar bagi hakim dalam penetapan pengadilan ini. Padahal apabila dikembalikan lagi kepada ketentuan dua ketentuan Pasal sebelumnya, yaitu Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf (F) yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain, mengedepankan hukum agama dalam menentukan sah tidaknya perkawinan, maka secara otomatis maka ketentuan Pasal 66 dalam hal perkawinan beda agama telah ditutup dengan kedua pasal tersebut. 11 ibid

14 Peraturan mengenai perkawinan selain diatur pada Undang-Undang Perkawinan juga diatur pada Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Bertolak belakang dengan Undang-Undang Perkawinan yang tidak mengenal adanya perkawinan beda agama, undang-undang ini justru mengenal adanya perkawinan beda agama, yang diatur pada Pasal 35 huruf (a). Pada pasal tersebut dinyatakan bahwa salah satu perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri adalah perkawinan antar agama. Melalui pasal ini, pasangan yang hendak melakukan perkawinan antar agama mendapatkan kekuatan hukum, hal ini dikarenakan dengan adanya Pasal tersebut maka perkawinan antar agama dapat dicatatkan kedalam register perkawinan dan akan dikeluarkan akta perkawinan sebagai bukti otentik perkawinan mereka. Tetapi untuk dapat dicatatkan perkawinan antar agama tersebut, haruslah didahului dengan adanya penetapan dari pengadilan negeri yang memerintahkan Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk dapat mencatatkan perkawinan antar agama yang dimohonkan. Jika ditelaah lebih lanjut, apabila dilihat ketentuan Pasal 2 ayat (1 dan 2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu pencatatan perkawinan yang dilakukan pada Kantor Catatan Sipil adalah perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang beragama di luar Islam, sedangkan untuk umat Islam wewenang pencatatan perkawinan dimiliki oleh Kantor Urusan Agama. Maka jika dihubungkan dengan penetapan pengadilan negeri Surakarta yang salah satu pihaknya adalah Islam sudah seharusnya tidak dapat dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil, tetapi dengan adanya Pasal 35 huruf (a) maka ketentuan tersebut di atas dijadikan pengecualian atas apabila salah satu pasangan beragama Islam. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa Para Pemohon sebelum mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri Surakarta telah mengajukan permohonan pencatatatan perkawinan kepada Kantor Dinas Catatan Sipil Kota Surakarta namun ditolak oleh pegawai pencatat kantor dinas catatan sipil, hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 20 dan 21 Undang-Undang Perkawinan yaitu pada Pasal 20 dinyatakan bahwa pegawai pencatat perkawinan tidak boleh

15 melangsungkan atau membantu melangsungkan perkawinan bila diketahui adanya pelanggaran dari ketentuan Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 12 Undang-undang Perkawinan meskipun tidak ada pencegahan perkawinan. Berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (1) apabila pegawai pencatat perkawinan berpendapat bahwa terhadap suatu perkawinan ditemukan adanya larangan menurut Undang-Undang Perkawinan maka ia berhak untuk menolak pencatatan perkawinan tersebut, yang dituliskan melalui dokumen tertulis disertai dengan alasan-alasan penolakkannya. Tetapi jika dikaitkan dengan penetepan pengadilan sebagai syarat pencatatan perkawinan antar agama, maka surat penolakan dari Pegawai Kantor Dinas Catatan Sipil dibutuhkan untuk mengajukan permohonan penetapan perkawinan antar agama. Dari hasil wawancara penulis dengan Ibu Nenni, Kepala Seksi Perkawinan dan Perceraian, dan Bapak Fendri, Pegawai Catatan Sipil pada bagian pelaporan perkawinan luar negeri pada Kantor Catatan Sipil Pusat Provinsi DKI Jakarta. Mereka menyampaikan bahwa sampai saat ini belum ditemukan adanya penetapan pengadilan negeri di Jakarta, yang meminta Kantor Catatan Sipil untuk mencatatkan perkawinan antar agama. Tetapi pada dasarnya Kantor Catatan Sipil mengenal adanya pencatatan atas perkawinan berdasarkan penetapan pengadilan seperti halnya pencatatan atas perkawinan dimana salah satu pihaknya telah meninggal dunia, sehingga jika ada perkawinan antar agama yang diperintahkan oleh pengadilan negeri untuk dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil, maka perkawinan tersebut akan dicatatkan dan Kantor Catatan Sipil mengeluarkan produknya berupa akta perkawinan. 12 Dalam hal dilakukannya pencatatan perkawinan antar agama oleh pegawai catatan sipil, maka dibutuhkan syarat khusus berupa adanya penetapan pengadilan negeri yang menyatakan izin untuk mencatatkan perkawinan antar agama pada Kantor Catatan Sipil. Menurut Ibu Nenni, proses pencatatan perkawinan antar agama tidaklah berbeda dengan pencatatan perkawinan seagama, hanya saja pada 12 Hasil Wawancara dengan Ibu Nenni dan Bapak Fendri, Pegawai Kantor Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Provinsi DKI Jakarta, Tanggal 6 Desember 2012

16 pencatatan perkawinan antar agama yang saksi yang diajukan haruslah saksi yang sama dengan saksi yang diajukan pada saat sidang permohonan penetapan. Apabila orang tua para pihak tidak menjadi saksi pada sidang dipengadilan, mereka tetap harus datang pada saat pencatatan atau apabila orang tua tidak dapat hadir, harus memberikan surat pernyataan yang berisikan persetujuan bahwa anaknya dapat menikah antar agama. Bentuk dari akta perkawinan yang dikeluarkan setelah pencatatan tersebut dilakukan tidaklah berbeda dengan akta perkawinan pada perkawinan segama yang memuat identitas para pihak, tempat dan waktu perkawinan dan tidak mencantumkan agama para pihak didalamnya. 13 Pendapat lain mengenai pencatatan perkawinan antar agama dikemukan oleh Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Ibu Tamah, SH, MH, beliau berpendapat bahwa pada dasarnya perkawinan antar agama sudah secara tegas dilarang pada Kompilasi Hukum Islam (KHI), sehingga kemungkinan untuk menikah antar agama bagi umat Islam di Indonesia sudah jelas tertutup, hal ini dikuatkan dengan Fatwa MUI Pusat. Tetapi apabila terdapat perkawinan beda agam yang salah pihaknya beragama Islam dan dilakukan sebelum berlakunya Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Fatwa MUI Pusat, maka perkawinan tersebut diakui karena kedua dasar hukum tersebut bersifat berlaku surut. Tetapi dengan adanya penetapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Surakarta ini, Ibu Tamah berpendapat, penetapan tersebut termasuk terobosan hukum yang dilakukan oleh hakim yang memeriksa permohonan ini, yang pada dasarnya memang tidak menyalahi aturan karena hakim memiliki hak untuk melakukan penemuan hukum diluar hukum positif yang sudah ada. 14 Dalam hal digunakannya Pasal 66 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 oleh hakim Pengadilan Negeri Surakarta sebagai salah satu dasar hukum dalam mengabulkan permohonan Para Pihak, Ibu Tamah berpendapat bahwa hal tersebut h- sah saja digunakan karena kembali lagi kepanafsiran masing-masing hakim, namun 13 ibid 14 Hasil wawancara dengan Ibu Tamah, SH, MH, hakim pada Pengadilan Agama Jakarta Selatan, tanggal 10 Desember 2012

17 seharusnya dalam melakukan penafsiran hukum tidak boleh bertolak belakang antara pasal demi pasal dalam satu peraturan perundang-undangan, seperti pada Undangundang Perkawinan, yang secara jelas pada Pasal 2 dan Pasal 8 huruf (F), perkawinan antar agama dilarang dilakukan sehingga ketentuan Pasal 66 dapat dikatakan tidak mencakup peraturan mengenai perkawinan antar agama. Sejalan dengan hasil wawancara pada Kantor Catatan Sipil, Ibu Tamah juga mengatakan bahwa beliau belum pernah menemukan adanya perkawinan antar agama yang dilaksanakan di dalam negeri, biasanya pasangan yang hendak menikah antar agama akan melakukan perkawinannya di luar negeri kemudian dilaporkan kepada Kantor Catatan Sipil atau yang menjadi pilihan lain, salah satu pihak menundukkan diri sementara kepada agama pasangannya untuk melangsungkan perkawinan kemudian kembali lagi kepada agamanya. Dalam hal yang demikian, Ibu Tamah berpendapat, bahwa jika hal tersebut terjadi oleh umat Islam, menurut Kompilasi Hukum Islam perkawinan tersebut tidaklah otomatis menjadi putus, kecuali dengan berpindahnya agama salah satu pihak keagama semula kemudian menimbulkan pertengkaran diantara mereka sehingga keluarga mereka tidak lagi harmonis, maka ikatan perkawinan mereka baru dapat dipisahkan, sesuai dengan ketentuan Pasal 116 huruf (H) KHI. Selain dapat dianalisis dari kacamata hukum acara perdata dan hukum perkawinan itu sendiri. Kasus ini juga dapat dianalisis dari aspek ilmu perundangundangan dimana kedua undang-undang baik Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, dalam hierarki peraturan perundang-undangan, kedudukan keduanya sama-sama berada pada Formell Gesetz 15 yang sudah seharusnya tidak saling berbenturan, selain itu jika dilihat Undang-undang Perkawinan berisi ketentuan yang bersifat materiil dari suatu perkawinan sedangkan Undang-undang Administrasi Kependudukan mengatur secara formil suatu 15 Undang-undang

18 perkawinan, maka sudah seharusnya keduanya berjalan seiringan agar tidak menimbulkan kegamangan pada masyarakat. Penutup Kesimpulan Berdasarkan uraian dan analisis terhadap penetapan pengadilan yang menjadi obyek penelitian, maka dapat diajukan kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengaturan mengenai perkawinan antar agama tidak dikenal dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, hal ini dikarenakan sahnya suatu perkawinan sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (1), sehingga ketentuan sah tidaknya perkawinan antar agama ditentukan oleh hukum agama dan kepercayaan masing-masing pihak. Sebagai contoh pada agama Kristen dalam perkawinan antar agama, hukum agamanya melarang untuk dilaksanakan sesuai dengan surat 2 Korintus 6 ayat (14) Perjanjian Lama dalam Injil, meskipun dalam prakteknya dikembalikan lagi kepada masing-masing gereja tempat seseorang menjadi jemaatnya. Sedangkan dalam hukum agama Islam secara tegas dilarang oleh al- Quran seperti dalam surat Q.S al-baqarah (2): 221, dan Surat al- Mumtahanah (60): 10, hal ini juga dikuatkan oleh Fatwa MUI pusat tanggal 28 Juli 2005 yang berlaku bagi umat Islam di Indonesia. Walaupun dilarang oleh hukum agama, dalam prakteknya Perkawinan antar agama tetap banyak dilaksanakan oleh para pasangan, meskipun tidak diatur secara tegas pada suatu pasal tertentu dalam Undang-undang Perkawinan, celah bagi pasangan yang hendak melakukan perkawinan antar agama dapat ditemukan pada Pasal 35 huruf (a) Undang-undang Administrasi Kependudukan yang mengenal adanya pencatatan perkawinan antar agama. 2. Berdasarkan Pasal 35 huruf (a) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006, salah satu pencatatan perkawinan termasuk juga perkawinan yang

19 ditetapkan oleh pengadilan, yaitu perkawinan antar agama. Melalui ketentuan pasal ini maka perkawinan antar agama yang baik dilakukan di Indonesia ataupun di luar Indonesia dapat dicatatkan oleh Kantor Catatan Sipil kedalam Register Akta Perkawinan dan menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan. Ketentuan ini juga dapat dihubungkan dengan ketentuan pada Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan apabila terjadi penolakan atas permohonan perkawinan oleh pegawai pencatat perkawinan maka pihak yang perkawinannya ditolak dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan ditempat kedudukan pegawai pencatat perkawinan yang mengadakan penolakan tersebut. Apabila setelah diperiksa oleh pengadilan dan dikeluarkannya penetapan yang memerintahkan perkawinan tersebut tetap dilaksanakan, maka penetapan ini yang dijadikan dasar kepada pegawai pencatat perkawinan untuk mencatat perkawinan mereka sesuai dengan dasar hukum Pasal 35 huruf (a) Undang-Undang Administrasi Kependudukan. 3. Jika dilihat dari segi agama yang melarang adanya perkawinanan antar agama pada umatnya maka tidak ada akibat hukum dari perkawinan tersebut, karena perkawinan tidaklah sah, tetapi mengingat bahwa Kantor Catatan Sipil dapat mengeluarkan akta perkawinan atas perkawinan antar agama yang didasarkan oleh penetapan pengadilan, maka perkawinan antar agama yang dicatatkan tersebut menimbulkan akibat hukum atas pasangan tersebut sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Saran 1. Bagi pasangan yang hendak menikah berantar agama, sebaiknya melihat kembali hukum pada hukum agamanya masing-masing, apakah perkawinan antar agama tersebut dapat dilangsungkan atau tidak secara agama. Jika memang tetap akan melakukan perkawinan antar agama sudah sebaiknya mengerti dan paham betul serta siap atas segala resiko yang akan dihadapi oleh kedua pasangan tersebut kedepan dalam

20 kehidupan perkawinan mereka, sehingga tidak menimbulkan penyesalan dibelakang hari, seperti dalam aspek psikologis bagaimana dengan agama yang akan dianut oleh anak-anak mereka nanti, dan juga akibat perkawinan yang lainnya seperti dalam halnya harta bersama. 2. Sebaiknya diatur dengan jelas peraturan yang mengatur mengenai perkawinan antar agama yang dilakukan baik di Indonesia ataupun di luar Indonesia oleh Warga Negara Indonesia pada suatu pasal tertentu dalam Undang-Undang Perkawinan Nasional Indonesia. Maka undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sudah saatnya direvisi untuk dapat mengakomodir permasalahan-permasalahan dalam bidang perkawinan saat ini. 3. Seharusnya ada penjelasan secara tegas apakah Undang-Undang yang mengatur mengenai Perkawinan sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan berlaku seperti GHR atau HOCI yang khususnya mengatur mengenai perkawinan antar agama dapat tetap diberlakukan atau tidak. 4. Dalam membentuk undang-undang DPR sebagai lembaga yang berwenang seharusnya selaras dengan undang-undang lain saling berkaitan, agar tidak terjadi perbenturan seperti pada Pasal 35 huruf (a) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Administrasi Kependudukan yang memuat ketentuan formil perkawinan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan hukum materil suatu perkawinan.

21 DAFTAR REFERENSI Buku Darmabrata, Wahyono dan Surini Ahlan Sjarif. Hukum Perkawinan Dan Keluarga Di Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit FH UI, Djubaedah, Neng Pencatatan Perkawinan & Perkawinan Tidak Dicatat. Jakarta: Sinar Grafika, Gautama, Sudargo Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia. Bandung: Binacipta, 1987 Nurcholish, Ahmad dan Ahmad Baso, ed. Pernikahan Beda Agama. Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia, Internet diakses pada 7 September 2012, pukul 11:11 WIB Wawancara Hasil wawancara dengan Pendeta Anton Sangkaeng, pada 4 Juni 2012 Hasil wawancara dengan Bapak M. Iqbal Irham, pada 29 Juli 2012 Hasil Wawancara dengan Ibu Nenni dan Bapak Fendri, Pegawai Kantor Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Provinsi DKI Jakarta, Tanggal 6 Desember 2012 Hasil wawancara dengan Ibu Tamah, SH, MH, hakim pada Pengadilan Agama Jakarta Selatan, tanggal 10 Desember 2012

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo BAB I 1. LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan hidup manusia selaku makhluk sosial adalah melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial akan terjadi apabila terpenuhinya dua syarat, yaitu adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

Akibat hukum..., Siti Harwati, FH UI, Universitas Indonesia

Akibat hukum..., Siti Harwati, FH UI, Universitas Indonesia 48 BAB III ANALISIS MENGENAI PERKAWINAN BEDA AGAMA YANG DIBERIKAN PENETAPAN OLEH HAKIM DAN DI DAFTARKAN KE KANTOR CATATAN SIPIL BAGI WARGA NEGARA INDONESIA 3.1 Kasus Posisi Pada tanggal 19 November 2007

Lebih terperinci

P E N E T A P A N. Nomor XX/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N. Nomor XX/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P E N E T A P A N Nomor XX/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kotabumi yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai kodratnya, manusia mempunyai hasrat untuk tertarik terhadap lawan jenisnya sehingga keduanya mempunyai dorongan untuk bergaul satu sama lain. Untuk menjaga kedudukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia, dari sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu kenyataan atas keinginan

Lebih terperinci

STATUS PERKAWINAN INTERNASIONAL DAN PERJANJIAN PERKAWINAN. (Analisis Kasus WNI Yang Menikah Dengan Warga Negara Prancis di Jepang)

STATUS PERKAWINAN INTERNASIONAL DAN PERJANJIAN PERKAWINAN. (Analisis Kasus WNI Yang Menikah Dengan Warga Negara Prancis di Jepang) STATUS PERKAWINAN INTERNASIONAL DAN PERJANJIAN PERKAWINAN (Analisis Kasus WNI Yang Menikah Dengan Warga Negara Prancis di Jepang) A. Latar Belakang Masalah Seorang WNI menikah dengan warga Negara Prancis

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( )

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( ) KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI Oleh: Mulyadi, SH., MH. (081328055755) Abstrak Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah maka kalau terjadi perkawinan

Lebih terperinci

BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA TENTANG DUDUK PERKARANYA

BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA TENTANG DUDUK PERKARANYA P U T U S A N Nomor:0007/Pdt.P/2009/PA.Slk BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Solok yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu dalam

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh seorang pria dengan seorang wanita, yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda antara

Lebih terperinci

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGAKUAN SEBAGAI UPAYA PEMBUKTIAN DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NO. 0758/PDT.G/2013 TENTANG PERKARA CERAI TALAK A. Analisis Yuridis Terhadap Pengakuan Sebagai

Lebih terperinci

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Pendahuluan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Di dalam agama islam sendiri perkawinan merupakan sunnah Nabi Muhammad Saw, dimana bagi setiap umatnya dituntut untuk mengikutinya.

Lebih terperinci

P E N E T A P A N Nomor: 3/Pdt.P/2011/PA.Slk BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N Nomor: 3/Pdt.P/2011/PA.Slk BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P E N E T A P A N Nomor: 3/Pdt.P/2011/PA.Slk BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Solok yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu pada

Lebih terperinci

bismillahirrahmanirrahim

bismillahirrahmanirrahim P E N E T A P A N Nomor 0093/Pdt.P/2015/PA.Sit bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting yang terjadi dalam hidup manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang

Lebih terperinci

Nomor Putusan : 089/Pdt.G/2010/PA.GM Para pihak : Pemohon Vs Termohon Tahun : 2010 Tanggal diputus : 26 Mei 2010

Nomor Putusan : 089/Pdt.G/2010/PA.GM Para pihak : Pemohon Vs Termohon Tahun : 2010 Tanggal diputus : 26 Mei 2010 Nomor Putusan : 089/Pdt.G/2010/PA.GM Para pihak : Pemohon Vs Termohon Tahun : 2010 Tanggal diputus : 26 Mei 2010 Tanggal dibacakan putusan : 26 Mei 2010 Amar : Dikabulkan Kata Kunci : Polygami Jenis Lembaga

Lebih terperinci

bismillahirrahmanirrahim

bismillahirrahmanirrahim P E N E T A P A N Nomor 0100/Pdt.P/2015/PA.Sit bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

P E N E T A P A N Nomor : 320/Pdt.P/2013/PA.SUB DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N Nomor : 320/Pdt.P/2013/PA.SUB DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA S A L I N A N P E N E T A P A N Nomor : 320/Pdt.P/2013/PA.SUB DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Sumbawa Besar yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

P E N E T A P A N Nomor : 0015/Pdt.P/2010/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N Nomor : 0015/Pdt.P/2010/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P E N E T A P A N Nomor : 0015/Pdt.P/2010/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kelas I A Bengkulu yang memeriksa dan mengadili perkara perdata

Lebih terperinci

PENETAPAN Nomor: X/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENETAPAN Nomor: X/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENETAPAN Nomor: X/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kotabumi yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama,

Lebih terperinci

BISMILLAHIRAHMANNIRAHIM

BISMILLAHIRAHMANNIRAHIM P U T U S A N Nomor 1530/Pdt.G/2015/PA.Sit BISMILLAHIRAHMANNIRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

P E N E T A P A N Nomor : 277/Pdt.P/2013/PA.SUB DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N Nomor : 277/Pdt.P/2013/PA.SUB DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA S A L I N A N P E N E T A P A N Nomor : 277/Pdt.P/2013/PA.SUB DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Sumbawa Besar yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010 51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kasus Posisi Sebelum menjelaskan mengenai kasus posisi pada putusan perkara Nomor 321/Pdt.G/2011/PA.Yk., penulis akan memaparkan jumlah perkara poligami yang

Lebih terperinci

bismillahirrahmanirrahim

bismillahirrahmanirrahim P U T U S A N Nomor 0105/Pdt.G/2015/PA.Sit bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

P E N E T A P A N. Nomor: 0100/Pdt.P/2013/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA TENTANG DUDUK PERKARANYA

P E N E T A P A N. Nomor: 0100/Pdt.P/2013/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA TENTANG DUDUK PERKARANYA P E N E T A P A N Nomor: 0100/Pdt.P/2013/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Sumber: LN 1974/1; TLN NO. 3019 Tentang: PERKAWINAN Indeks: PERDATA. Perkawinan.

Lebih terperinci

P E N E T A P A N NOMOR 01/Pdt.P/2013/PA.Msa BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

P E N E T A P A N NOMOR 01/Pdt.P/2013/PA.Msa BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM 1 P E N E T A P A N NOMOR 01/Pdt.P/2013/PA.Msa BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Marisa yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA NO PERBEDAAN BW/KUHPerdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 1 Arti Hukum Perkawinan suatu persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui sah oleh UU/ peraturan negara yang bertujuan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Allah S.W.T yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, namun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia di dunia ini yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik antara satu dengan

Lebih terperinci

bismillahirrahmanirrahim

bismillahirrahmanirrahim P U T U S A N Nomor 0748/Pdt.G/2015/PA.Sit bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 0632/Pdt.G/2015/PA.Sit bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 0930/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

PUTUSAN Nomor 0930/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan PUTUSAN Nomor 0930/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan atau masyarakat. Sekalipun makna pernikahan berbeda-beda, tetapi praktekprakteknya pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia

Lebih terperinci

PENETAPAN Nomor 0005/Pdt.P/2015/PA.Pkc DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENETAPAN Nomor 0005/Pdt.P/2015/PA.Pkc DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENETAPAN Nomor 0005/Pdt.P/2015/PA.Pkc DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pangkalan Kerinci yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama, dalam sidang

Lebih terperinci

PENETAPAN Nomor 0028/Pdt.P/2014/PA.Lt BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENETAPAN Nomor 0028/Pdt.P/2014/PA.Lt BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENETAPAN Nomor 0028/PdtP/2014/PALt BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Lahat yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh: Wahyu Ernaningsih, S.H.,M.Hum. Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Abstrak Putusan Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu hal yang terpenting di dalam realita kehidupan umat manusia. Perkawinan dikatakan sah apabila dilaksanakan menurut hukum masingmasing agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara alamiah mempunyai daya tarik antara satu dengan yang lainnya untuk membina suatu hubungan. Sebagai realisasi manusia dalam membina hubungan

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor : 31/Pdt.G/2013/PA.Sgr. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor : 31/Pdt.G/2013/PA.Sgr. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA SALINAN PUTUSAN Nomor : 31/Pdt.G/2013/PA.Sgr. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Singaraja yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG Oleh : Sriono, SH, M.Kn Dosen tetap STIH Labuhanbatu e_mail: sriono_mkn@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BISMILLAHIRROHMANIRROHIM

BISMILLAHIRROHMANIRROHIM P U T U S A N Nomor 0958/Pdt.G/2015/PA.Sit BISMILLAHIRROHMANIRROHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki ketidakmampuan untuk bertahan hidup sendiri. Hal ini membuat manusia belajar untuk hidup berkelompok

Lebih terperinci

POLIGAMI DALAM PERPEKTIF HUKUM ISLAM DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh: Nur Hayati ABSTRAK

POLIGAMI DALAM PERPEKTIF HUKUM ISLAM DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh: Nur Hayati ABSTRAK POLIGAMI DALAM PERPEKTIF HUKUM ISLAM DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh: Nur Hayati Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Dalam perkawinan, sudah selayaknya

Lebih terperinci

bismillahirrahmanirrahim

bismillahirrahmanirrahim P U T U S A N Nomor 0374/Pdt.G/2015/PA.Sit bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Sriono, SH, M.Kn Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Perkawinan adalah suatu ikatan lahir

Lebih terperinci

bismillahirrahmanirrahim

bismillahirrahmanirrahim P E N E T A P A N Nomor 0094/Pdt.P/2015/PA.Sit bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

P E N E T A P A N Nomor : 275/Pdt.P/2013/PA.SUB DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N Nomor : 275/Pdt.P/2013/PA.SUB DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA S A L I N A N P E N E T A P A N Nomor : 275/Pdt.P/2013/PA.SUB DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Sumbawa Besar yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu dalam

Lebih terperinci

BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor: 0213/Pdt.G/2010/PA.Slk BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Solok yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 0432/Pdt.G/2012/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 0432/Pdt.G/2012/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 0432/Pdt.G/2012/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Bengkulu Kelas I A yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu

Lebih terperinci

BISMILLAHIRAHMANNIRAHIM

BISMILLAHIRAHMANNIRAHIM P U T U S A N Nomor 1855/Pdt.G/2015/PA.Sit BISMILLAHIRAHMANNIRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

PENETAPAN Nomor 0031/Pdt.P/2014/PA.Lt BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENETAPAN Nomor 0031/Pdt.P/2014/PA.Lt BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENETAPAN Nomor 0031/Pdt.P/2014/PA.Lt BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Lahat yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

P E N E T A P A N. Nomor : 0097/Pdt.P/2011/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N. Nomor : 0097/Pdt.P/2011/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P E N E T A P A N Nomor : 0097/Pdt.P/2011/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah

Lebih terperinci

bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 0728/Pdt.G/2015/PA.Sit bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor : 0397/Pdt.G/2013/PA.Plg. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor : 0397/Pdt.G/2013/PA.Plg. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PUTUSAN Nomor : 0397/Pdt.G/2013/PA.Plg. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Palembang yang telah memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

SALINAN P E N E T A P A N

SALINAN P E N E T A P A N SALINAN P E N E T A P A N Nomor: 0044/Pdt.P/2012/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual dan selalu menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup

Lebih terperinci

bismillahirrahmanirrahim

bismillahirrahmanirrahim P U T U S A N Nomor 0346/Pdt.G/2015/PA.Sit bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

P E N E T A P A N Nomor : 0018/Pdt.P/2011/PA. Skh.

P E N E T A P A N Nomor : 0018/Pdt.P/2011/PA. Skh. P E N E T A P A N Nomor : 0018/Pdt.P/2011/PA. Skh. BISMILLAH HIRRAHMAAN NIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Sukoharjo yang memeriksa dan mengadili perkara perdata

Lebih terperinci

BISMILLAHIRAHMANNIRAHIM

BISMILLAHIRAHMANNIRAHIM P U T U S A N Nomor 1188/Pdt.G/2015/PA.Sit BISMILLAHIRAHMANNIRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah menguraikan tentang pembahasan dan analisis sesuai dengan memperhatikan pokok-pokok permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini, yang berjudul Pendapat Hakim Pengadilan

Lebih terperinci

P E N E T A P A N. NOMOR 03/Pdt.P/2012/PA.Msa B ISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM. penetapan itsbat nikah sebagai berikut dalam perkara yang diajukan oleh:

P E N E T A P A N. NOMOR 03/Pdt.P/2012/PA.Msa B ISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM. penetapan itsbat nikah sebagai berikut dalam perkara yang diajukan oleh: 1 P E N E T A P A N NOMOR 03/Pdt.P/2012/PA.Msa B ISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Marisa yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. DAMPAK PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT WALI YANG TIDAK SEBENARNYA TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA MENURUT HAKIM PENGADILAN AGAMA KEDIRI (Zakiyatus Soimah) BAB I Salah satu wujud kebesaran Allah SWT bagi manusia

Lebih terperinci

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 A. Pengertian Perkawinan Nafsu biologis adalah kelengkapan yang diberikan Allah kepada manusia, namun tidak berarti bahwa hal tersebut

Lebih terperinci

PENETAPAN Nomor 49/Pdt.P/2015/PA.Lt DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENETAPAN Nomor 49/Pdt.P/2015/PA.Lt DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA É«1 PENETAPAN Nomor 49/PdtP/2015/PALt DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Lahat yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu pada tingkat pertama, dalam persidangan

Lebih terperinci

BISMILLAHIRAHAMANNIRAHIM

BISMILLAHIRAHAMANNIRAHIM P U T U S A N Nomor 1044/Pdt.G/2015/PA.Sit BISMILLAHIRAHAMANNIRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

Bismillahirrahmanirrahim

Bismillahirrahmanirrahim P U T U S A N Nomor 1221/Pdt.G/2015/PA.Sit Bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 0141/Pdt.G/2015/PA.Sit bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

P E N E T A P A N Nomor 0014/Pdt.P/2013/PA.Kbm BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N Nomor 0014/Pdt.P/2013/PA.Kbm BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA 1 P E N E T A P A N Nomor 0014/Pdt.P/2013/PA.Kbm BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kebumen yang memeriksa dan mengadili perkara Itsbat Nikah

Lebih terperinci

bismillahirrahmanirrahim

bismillahirrahmanirrahim SALINAN PENETAPAN Nomor 112/ Pdt.P/ 2015/ PA Sit. bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa dan mengadili perkara perkara tertentu

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor : 82/Pdt.G/2012/PA.Ntn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor : 82/Pdt.G/2012/PA.Ntn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PUTUSAN Nomor : 82/Pdt.G/2012/PA.Ntn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Natuna yang memeriksa dan mengadili perkara perdata tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

bismillahirrahmanirrahim

bismillahirrahmanirrahim S A L I N A N P E N E T A P A N Nomor 30/ Pdt.P/ 2015/ PA Sit. bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa dan mengadili perkara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah satu budaya yang beraturan

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor 671/Pdt.G/2011/PA Mks BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor 671/Pdt.G/2011/PA Mks BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA 1 P U T U S A N Nomor 671/Pdt.G/2011/PA Mks BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara perdata tertentu

Lebih terperinci

BISMILLAHIRAHMANNIRAHIM

BISMILLAHIRAHMANNIRAHIM P U T U S A N Nomor 1900/Pdt.G/2015/PA.Sit BISMILLAHIRAHMANNIRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

P E N E T A P A N Nomor: 0021/Pdt.P/2010/PA.Bn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM. perdata tertentu pada tingkat pertama, dalam persidangan Majelis Hakim, telah

P E N E T A P A N Nomor: 0021/Pdt.P/2010/PA.Bn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM. perdata tertentu pada tingkat pertama, dalam persidangan Majelis Hakim, telah P E N E T A P A N Nomor: 0021/Pdt.P/2010/PA.Bn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kelas I A Bengkulu yang memeriksa dan mengadili perkara perdata

Lebih terperinci

bismillahirrahmanirrahim

bismillahirrahmanirrahim P U T U S A N Nomor 0344/Pdt.G/2015/PA.Sit bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

PENETAPAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENETAPAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA 1 PENETAPAN Nomor 09/Pdt. P/2012/PA. Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama 54 BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama Pernikahan poligami hanya terbatas empat orang isteri karena telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pasal

Lebih terperinci

SALINAN P E N E T A P A N Nomor : 004/Pdt.P/2012/PA.SKH. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

SALINAN P E N E T A P A N Nomor : 004/Pdt.P/2012/PA.SKH. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA SALINAN P E N E T A P A N Nomor : 004/Pdt.P/2012/PA.SKH. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Sukoharjo yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE 30 BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE NO. 49/08 YANG TERDAFTAR PADA KANTOR DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

Lebih terperinci

BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA TENTANG DUDUK PERKARANYA

BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA TENTANG DUDUK PERKARANYA PUTUSAN Nomor:0003/Pdt.P/2009/PA.Slk BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Solok yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu dalam tingkat

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara No.755, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMSANEG. Pegawai. Perkawinan. Perceraian. PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI LEMBAGA SANDI

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Setiap manusia memiliki hak yang sama untuk

Lebih terperinci

SALINAN PENETAPAN Nomor : 461/Pdt.P/2010/PA.TSe. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

SALINAN PENETAPAN Nomor : 461/Pdt.P/2010/PA.TSe. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA SALINAN PENETAPAN Nomor : 461/Pdt.P/2010/PA.TSe. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Tanjung Selor yang memeriksa dan mengadili perkara perdata

Lebih terperinci

Mam MAKALAH ISLAM. Pernikahan Beda Agama Perspektif Undang-Undang Perkawinan

Mam MAKALAH ISLAM. Pernikahan Beda Agama Perspektif Undang-Undang Perkawinan Mam MAKALAH ISLAM Pernikahan Beda Agama Perspektif Undang-Undang Perkawinan 20 Oktober 2014 Makalah Islam Pernikahan Beda Agama Perspektif Undang-Undang Perkawinan H. Anwar Saadi (Kepala Subdit Kepenghuluan

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 24/Pdt.G/2011/PA.Ktb. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 24/Pdt.G/2011/PA.Ktb. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 24/Pdt.G/2011/PA.Ktb. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kotabumi yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat

Lebih terperinci

bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 0495/Pdt.G/2015/PA.Sit bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P E N E T A P A N Nomor /Pdt.P/2015/PA Sgr. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Singaraja yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama dalam sidang

Lebih terperinci

Oleh : TIM DOSEN SPAI

Oleh : TIM DOSEN SPAI Oleh : TIM DOSEN SPAI Syarat Pernikahan Adanya persetujuan kedua calon mempelai Adanya izin dari orang tua bagi calon mempelai yang belum berumur 21 tahun Antara kedua calon tidak ada hubungan darah Calon

Lebih terperinci

P E N E T A P A N Nomor 0074/Pdt.P/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N Nomor 0074/Pdt.P/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P E N E T A P A N Nomor 0074/Pdt.P/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci