V. EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN BINONG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN BINONG"

Transkripsi

1 V. EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN BINONG Masalah kemiskinan di perkotaan umumnya lebih disebabkan oleh masalah ketidakberdayaan sosial (social impowerment) masyarakat menghadapi sistem pembangunan ekonomi yang dikembangkan selama ini. Dalam sistem yang berkembang selama ini, masyarakat lapisan bawah, termasuk di perkotaan cenderung dimarjinalisasikan, baik dengan pembatasan akses ke berbagai sistem sumber ekonomi maupun peluang mengembangkan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia dalam komunitas. Karenanya langkah awal yang penting dalam menyusun program penmbangunan adalah melalui pengenalan yang mendalam terhadap kondisi komunitas yang dijadikan target pembangunan itu sendiri. Salah satu kegiatan penting dalam mengenali komunitas adalah dengan melakukan analisa dan evaluasi terhadap program/proyek pengembangan masyarakat yang dikembangkan dalam masyarakat tersebut. Melalui evaluasi program/ proyek pengembangan, berbagai aspek yang terkait dengan kondisi komunitas lebih mudah digali karena di dalam program/ proyek telah terbentuk pola interaksi sosial yang relatif permanen dan komprehensif. Evaluasi terhadap program/proyek pengembangan masyarakat lebih mungkin memberikan gambaran tentang kondisi komunitas yang telah menyentuh berbagai aspek kehidupan masyarakat, baik ditinjau dari struktur masyarakat, sistem sosial, kelembagaan maupun aktivitas pengembangan itu sendiri. Atas dasar pertimbangan itu, terkait dengan kajian pengembangan masyarakat yang dilakukan di Kelurahan Binong, maka dari beberapa program atau kegiatan pengembangan masyarakat yang telah dan sedang dilaksanakan di Kelurahan Binong, penulis menilai bahwa Program penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dan Program Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat melalui Posyandu cukup memenuhi syarat untuk dijadikan sasaran analisa dan evaluasi yang dapat menggambarkan beberapa aspek kehidupan masyarakat Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) Deskripsi Kegiatan

2 38 Program Penanggulangan kemiskinan perkotaan (P2KP) merupakan suatu program tanggap darurat yang bersifat reaktif terhadap fenomena kemiskinan yang merebak, khususnya di perkotaan. Konsepnya dikembangkan melalui pendekatan konflik atas dasar asumsi bahwa telah terjadi ketidakadilan dalam struktur komunitas masyarakat perkotaan. Sehingga untuk menciptakan keadilan dalam komunitas yang demikian harus dilakukan dengan melakukan perubahan pada struktur komunitas itu sendiri. Selain itu pandangan bahwa kemiskinan di perkotaan mengandung resiko tinggi bagi kegagalan program pembangunan secara nasional menjadi salah satu pertimbangan diterapkannya konsep ini. Penerapan program ini selain ditujukan untuk memperbaiki keadaan ekonomi masyarakat diberbagai negara, terutama kelompok negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia yang hancur setelah diterpa krisis moneter sejak tahun 1997, juga dimaksudkan untuk mencari jawaban atas kegagalan program-program pengentasan kemiskinan yang pernah dikembangkan sebelumnya. Guna merealisasikan hal tersebut, ideologi pengembangan program ini dilakukan dengan pendekatan pemberdayaan (empowerment) terhadap usaha ekonomi, baik secara individu maupun kelompok. Pendekatan pemberdayaan yang dilakukan lebih diarahkan pada upaya pengembangan usaha ekonomi produktif yang berkembang dimasyarakat dan mempersiapkan struktur dan infrastruktur ekonomi yang kuat sebagai pondasi untuk menghadapi era pasar bebas. Guna menciptakan kemandirian masyarakat, pemberdayaan yang dilakukan dikembangkan melalui metode partisipatif dimana masyarakat menjadi aktor sentral dalam pengelolaan seluruh kegiatan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pemeliharaan. Melalui metode ini diharapkan kegiatan ekonomi yang dikembangkan memiliki akar yang kuat dan dapat memberikan kontribusi bagi pemecahan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Upaya ini dilakukan melalui penguatan aspek-aspek modal sosial seperti kelembagaan, kependudukan dan struktur komunitas. Penguatan ini diharapkan mampu mempertemukan

3 39 kembali kekuatan modal sosial tersebut untuk dikembangkan sebagai pendukung dalam menciptakan peluang dan kesempatan yang sama bagi masyarakat dalam mengembangkan berbagai aktivitas ekonomi, dimana peluang dan kesempatan tersebut sedemikian rupa dapat diperoleh masyarakat sampai pada tingkat masyarakat lapisan paling bawah. Secara konseptual, sebagaimana yang dituangkan dalam panduan pelaksanaan program P2KP, aspek modal sosial yang menjadi fokus pengembangan adalah aspek kelembagaan. Hal ini tampak dari prosedur penyaluran bantuan yang telah ditentukan dimana pengucuran dana bantuan hanya dapat dilakukan melalui kelembagaan yang ada dalam komunitas. Namun dengan asumsi pihak pengelola program bahwa kelembagaan yang ada dalam masyarakat belum memliki struktur dan dasar-dasar ikatan yang kuat, maka untuk memperlancar pelaksanaan program, pihak pengelola mengintroduksikan kelembagaan kedalam komunitas sasaran dalam bentuk Kelompok Swadaya Mandiri (KSM) dan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). Implementasi pengembangan kelembagaan secara partisipatif dalam pelaksanaan P2KP di Kelurahan Binong terjadi dalam proses pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). Setelah proses sosialisasi yang dilaksanakan melalui kegiatan lokakarya tingkat Kabupaten sampai ke tingkat kelurahan yang telah dilaksanakan pada tahap awal penerapan P2KP, selanjutnya dilakukan rembug kesiapan masyarakat yang difasilitasi oleh fasilitator kelurahan. Kegiatan ini ditujukan untuk mengidentifikasi potensi sosial dan ekonomi yang ada dalam masyarakat dan mempersiapkan proses pelembagaan. Dalam kegiatan ini masyarakat diarahkan agar memahami maksud dan tujuan serta manfaat pembentukan kelembagaan sosial dalam masyarakat. Sebagai wujud kelembagaan yang dikembangkan dalam pelaksanaan P2KP, Kelompok Swadaya Mandiri (KSM) merupakan suatu wadah yang selain dimaksudkan bagi upaya penguatan modal sosial, juga sebagai sarana untuk mempermudah masyarakat

4 40 dalam mengajukan permohonan bantuan. Sesuai dengan buku pedoman pelaksanaan P2KP, pengajuan bantuan harus dilakukan melalui mekanisme kelompok, dimana dalam menyusun proposal permohonan bantuan KSM dibantu atau difasilitasi oleh petugas dari pengelola program P2KP. Dalam pembentukannya, proses pembentukan kelompok sepenuhnya diserahkan kepada masyarakat, artinya masyarakat memliki kewenangan baik dalam menentukan keanggotaan maupun jenis usaha yang dikembangkan. Untuk mempermudah pemantauan dan registrasi, kelompokkelompok ini dikelompokkan kedalam 2 (dua) kategori kelompok kegiatan, yaitu KSM fisik dan usaha ekonomi. Kelompok fisik ditujukan untuk memyediakan sarana dan prasarana baik berupa fasilitas sosial maupun fasilitas penunjang kegiatan ekonomi guna mendukung upaya memperkuat struktur sosial masyarakat. Sementara kelompok ekonomi lebih diarahkan pada upaya meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mengembangkan aktivitas-aktivitas ekonomi yang berkembang dimasyarakat. Pengelompokan usaha ekonomi didasarkan pada kelompok usaha sejenis dan kelompok usaha serumpun. Kelompok usaha sejenis yang dimaksud adalah kelompok usaha yang memliki jenis usaha yang sama, misalnya pengrajin rajutan, pedagang pakaian dsb. Sementara kelompok usaha serumpun yaitu kelompok usaha yang memiliki keterkaitan satu sama lain seperti usaha pengrajin rajutan dengan penjual benang, pengusaha lingking, dst. Dari hasi observasi, di Kelurahan, ditemukan beberapa kelompok usaha ekonomi yang dikembangkan masyarakat, diantaranya pedagang klontongan, warung kecil, warung nasi, pedagang bakso, pedagang beras, bengkel las pedagang gorengan, penjual awug, dsb.. Khusus untuk KSM ekonomi karena ini sifatnya dana bergulir maka untuk menghindari kemungkinan terjadinya kemacetan dalam proses pengembalian maka diberlakukan sistem "tanggung renteng" oleh anggota kelompok. Pada tahap awal program, yaitu bulan Juli 2000, pengajuan dana P2KP dilakukan melalui KSM-KSM yang telah terbentuk. Persetujuan atas pengajuan tersebut ditentukan atas pertimbangan

5 41 dan persetujuan; fasilitator kelurahan. Selanjutnya proposal yang diajukan dibahas bersama oleh Konsultan Manajemen Wilayah yang mengelola P2KP di wilayah kerja Kecamatan Batununggal, penanggung jawab operasional kegiatan (PJOK) yang. Untuk kegiatan P2KP di Kelurahan Binong yang ditunjuk selaku penanggung jawab operasional kegiatan (PJOK) adalah Kasie Perekonomian Kecamatan Batununggal, sedangkan Konsultan Manajemen Wilayah adalah Universitas Winaya Mukti. Pada tahapan selanjutnya, persetujuan ini diputuskan oleh suatu kelembagaan yang dibentuk dari komponen-komponen masyarakat, yaitu Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). Kelembagaan ini khusus dibentuk selain sebagai refleksi kemandirian masyarakat dalam mengorganisasikan diri, juga untuk mengantisipasi berakhirnya kontrak kerja dengan pihak NGO Penerapan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) di Kelurahan Binong Kota Bandung Dari hasil pemetaan kelompok-kelompok keswadayaan yang ada di Kelurahan Binong, kelompok partisipan kegiatan yang masih terlibat secara aktif dalam P2KP sampai dengan saat praktek lapangan dilakukan, tercatat 124 kelompok yang terdiri dari 344 KK (Kepala Keluarga). Untuk mengantisipasi peningkatan permintaan masyarakat, flatfrom pinjaman awal ditentukan maksimal sebesar ,- rupiah atau disesuaikan dengan volume jenis usahanya. Namun pada tahap berikutnya, flatform pinjaman ini bervariasi sesuai dengan prestasi yang telah dicapai KSM yang bersangkutan. KSM yang dinilai berhasil dapat diberikan pinjaman yang lebih besar dari flatform yang ditentukan dan sebaliknya bagi yang dinilai gagal tidak akan diberikan lagi bantuan. Sesuai dengan kondisi sosial masyarakatnya yang beragam, maka aktivitas ekonomi yang dikembangkan oleh masyarakat di Kelurahan Binong juga beragam. Namun diantara berbagai aktivitas tersebut, yang paling menonjol dan memiliki potensi dan kapasitas daya saing yang memadai adalah usaha kerajinan rajutan yang sampai dengan praktek lapangan ini dilaksanakan tercatat digeluti oleh 185 KK. Karena potensi dan kapasitasnya dalam meningkatkan

6 42 kesejahteraan penduduknya, usaha ini dijadikan salah satu sasaran atau target utama pengembangan program P2KP di Kelurahan Binong. Berdasarkan hasil rekapitulasi penyaluran dana bantuan (bergulir) yang ada, 54,57 % atau senilai Rp ,- dari total Rp. 250 juta dana P2KP di Kelurahan Binong, diserap oleh sektor usaha ekonomis produktif masyarakat yang bergerak dibidang rajutan. Kondisi ini menjelaskan bahwa program P2KP menjadikan sektor usaha yang memiliki potensi pasar yang besar sebagai prioritas pengembangan. Hal ini dilakukan selain atas dasar pertimbangan kapasitas daya saing (competitive Advantage) komuditas usaha dan pengetahuan dan pengalaman masyarakat dalam jenis usaha tersebut, juga dilakukan atas dasar pertimbangan keberlanjutan (sustainability), baik usaha itu sendiri maupun perputaran dana program P2KP. Mengingat keterbatasan waktu, evaluasi dan analisa manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan program P2KP dilingkungan Kelurahan Binong ini, khususnya secara ekonomi cukup sulit dikalkulasikan. Namun secara sosial, program ini banyak memberikan keuntungan bagi masyarakat, baik yang terlibat dalam program secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung terfihat dari semakin miningkatnya kapasitas produksi KSM-KSM yang telah memanfaatkan dana bantuan. Sementara manfaat tidak langsung terlihat dari meningkatnya daya tampung KSM-KSM terhadap tenaga kerja yang tesedia di Kelurahan Binong. Sampai saat ini, Program P2KP di Kelurahan Binong ini telah berjalan selam kurang lebih 5 Tahun. Secara praktis, sudah banyak kemajuan yang telah dicapai. Namun demikian masih terdapat beberapa kendala yang kiranya masih membutuhkan perhatian untuk perbaikan dimasa yang akan datang, yang paling krusial adalah terkait dengan pengelolaan dan nominal anggaran yang disediakan. Sebagai program yang dirancang untuk jangka waktu yang cukup panjang, bahkan karena sifatnya sebagai dana bergulir, diharapkan program ini dapat terus berlangsung selama masyarakat masih membutuhkannya. Pada tahap awal program, dana yang dialokasikan untuk P2KP di Kelurahan Binong adalah sebesar Rp ,-. Dari jumlah tersebut, dana yang benar-benar turun ke masyarakat, dalam arti

7 43 dimanfaatkan langsung oleh masyarakat, hanya sebesar Rp ,-. Sebesar Rp , dimanfaatkan pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana fisik, sisanya sebesar Rp ,- disalurkan kepada masyarakat berupa dana bergulir. Dalam perkembangannya, dana bergulir yang dikelola tersebut, sampai dengan saat ini telah berkembang menjadi Rp ,-. Namun bila ditinjau dari sudut pandang ekonomi, pertumbuhan modal ini termasuk sangat lambat jika dibandingkan periode waktu pelaksanaan program. Menurut penjelasan Ketua BKM, yaitu sebuah kelembagaan yang dibentuk untuk mengelola dana P2KP setelah berakhirnya kerjasama dengan pihak NGO dan KMW, (Bapak Doelsani), sisa dana yang tidak terserap tersebut, yaitu sebesar Rp ,- terserap untuk kepentingan honorarium fasilitator dan biaya pelatihan kaderkader KSM. Sementara itu pertumbuhan modal P2KP yang hanya sebesar Rp ,- terjadi karena jasa yang diterima harus disisihkan untuk biaya honoronium pengurus BKM. Perlu diketahui bahwa bagi setiap KSM yang memanfaatkan dana P2KP dikenakan jasa sebesar 1,5 % perbulan. Mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut, maka disarankan, untuk pengembangan program dimasa yang akan datang, agar : a. Program dapat mengalokasikan dana khusus untuk biaya pengelolaan program sehingga perkembangan dan pertumbuhan modal P2KP tidak terganggu. b. Pihak pengelola dapat mempertimbangkan agar besar jasa yang harus dikembalikan oleh KSM kurang dari besar jasa yang berlaku dilembagalembaga keuangan komersial. c. Pihak pengelola senantiasa melakukan pemantauan terhadap pemanfaatan dana yang diberikan dan perkembangan usaha KSM, baik yang telah memperoleh bantuan ataupun belum Pengembangan Ekonomi Lokal Pada tahap awal sosialisasi P2KP di Kelurahan Binong dilakukan dengan pendekatan secara formal dan informal oleh fasilitator Kelurahan yang merupakan perangkat di lapangan dari Konsultan Manajemen Wilayah. Mereka betugas memberikan

8 44 penjelasan mengenai tujuan P2KP dan memberikan motivasi kepada masyarakat untuk berpartisapasi dalam kegiatan pengentasan kemiskinan yang akan dilakukan. Sosialisasi ini juga melibatkan PJOK (Penanggung Jawab Operasional Kegiatan) masing-masing Kecamatan, perangkat Kelurahan, tokoh masyarakat dan warga masyarakat lainnya. Dalam sosialisasi P2KP tercakup pula pola pelaksanaan, pemanfaatan dan penyusunan rencana tindak lanjut. Setelah kegiatan bantuan turun pada Februari tahun 2000 segera dibentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Pembentukan KSM dalam program P2KP dilakukan melalui pendekatan partisipatif. Artinya disini masyarakat diberikan kesempatan untuk membentuk kelompok-kelompak atas dasar pertimbangan dan pemikiran mereka sendiri. Pihak pengelola P2KP hanya memfasilitasi yang dilakukan secara bertahap mulai dari proses sosialisasi, lokakarya sampai dengan pendampingan teknik dalam rembug kesiapan masyarakat dan penyusunan proposal kegiatan. Mekanisme penyaluran dana bantuan P2KP dilakukan melalui KSM yang dibentuk oleh masyarakat. Kelompok-kelompok ini dibentuk melalui pendekatan komunitas spasial yang memiliki aktivitas ekonomi yang sejenis Kebijakan dan Perencanaan Sosial Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan merupakan program yang dihasilkan oleh agen pembangunan yang berasal dari luar komunitas (World Bank, Pemerintah dan NGO). Hampir semua metode maupun teknik pengembangan yang digunakan merupakan kreasi pihak agen pembangunan. Jadi dapat disimpulkan bahwa program P2KP merupakan suatu produk kebijakan. Namun dalam kaitannya dengan pelaksanaan P2KP di Kelurahan Binong, dalam prakteknya P2KP tetap berdiri dalam koridor prinsip-prinsip pengembangan. Secara umum, proses penyusunan kebijakan P2KP dilaksanakan melalui pendekatan konflik yang dilandasi asumsi bahwa terdapat ketidak-adilan dalam struktur yang ada dalam komunitas, dimana dalam kehidupan komunitas masyarakat di

9 45 Kelurahan Binong, ketidak-adilan tersebut digambarkan sebagai hambatan-hambatan dalam mengakses modal dan pasar yang terkait dengan ketatnya regulasi yang berlaku dalam lembagalembaga keuangan dan institusi pemerintah. Ditinjau dari kerangka pembangunan Nasional, khususnya dibidang kesejahteraan sosial, kegiatan-kegiatan yang dikembangkan dalam P2KP diarahkan untuk menterjemahkan aspek pengembangan melalui pengembangan infrastruktur dan sumber daya manusia. Aspek pengembangan merupakan aspek utama yang menjadi sasaran Hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan prasarana fisik dan peningkatan kapasitas dan daya saing sumber daya manusia dalam komunitas. Proses perencanaan dan penyusunan Kebijakan P2KP dilakukan melalui langkah dan tahapan perencanaan yang sangat panjang namun tetap mengacu pada pendekatan partisipatif. Langkah-langkah yang dimaksud, antara lain : a. Lokakarya tingkat Kabupaten b. Lokakarya tingkat Kecamatan c. Rembug kesiapan masyarakat d. Pelatihan Kader e. Diskusi Kelompok Terfokus (Focus Group Discusion) refleksi kemiskinan. f. Pemetaan swadaya g. Perumusan program jangka menengah program penanggulangan kemiskinan. (PJM-Pronangkis) h. Pembentukan KSM i. Pencairan dana P2KP Begitu juga dalam pemilihan pimpinan kolektif, dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu : a. Rembug warga tingkat RT b. Rembug warga tingkat RW. c. Rembug warga tingkat Kelurahan. Mengikuti proses perjalanannya yang sangat panjang, yaitu mulai tahun lokakarya di tingkat Kabupaten dan tahun lokakarya di tingkat Kecamatan. Kemudian mulai Februari 2000, proses sosialisasi program dilakukan di Kelurahan Binong, walaupun berlangsung dengan baik, pelaksanaan kegiatan ini dihadapkan oleh kendala klasik tersendiri. Kendala ini terkait

10 46 dengan pandangan masyarakat, khususnya yang akan menjadi target/kelompok sasaran. Berdasarkan pengalaman yang sering mereka alami, label program cenderung berkonotasi pada "dana" sehingga mereka mengabaikan masalah proses yang harus dijalani untuk memperolehnya. Hal ini tentu memerlukan ketabahan dan kerja ekstra dari para pimpinan kolektif untuk membangun kesadaran dan pengorganisasian masyarakat Program Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat Melalui Posyandu Deskripsi Kegiatan Kegiatan Posyandu merupakan bagian dan program Usaha Perbaikan Gizi Keluarga. Usaha ini bersifat lintas Departemen. Komposisi Tim Pengelola UPGK Tingkat Pusat diantaranya : Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian, Departemen Agama, Departemen Dalam Negeri, BKKBN, Departemen Pendidikan dan Tim Penggerak PKK. Penyelenggaraan kegiatan Posyandu di Kelurahan Binong di fasilitasi oleh Puskesmas Pembantu Kelurahan Binong melalui kader-kader yang telah dilatih. Sumber pembiayaan pada proses awalnya berasal dari dana APBN yang dialokasikan melalui anggaran Departemen Kesehatan dalam bentuk peralatan untuk keperluan KB, peralatan kontrasepsi, obat-obatan untuk keperluan pelayanan ibu hamil, ibu menyusui dan Balita sejak tahun 70-an serta merupakan program pemerintahan era Orde Baru. Sedangkan untuk pelaksanaan di tingkat Desa/ Kelurahan tidak ada alokasi dana khusus. Penyelenggaraannya dilakukan dengan melalui proses pemberdayaan masyarakat dan keluarga dengan bertumpu pada pengembangan kemampuan kader. Golongan partisipan kegiatan ini antara lain: tokoh masyarakat, tokoh agama, tim penggerak PKK, tutor dari Diknas, petugas pertanian, PLKB, petugas RT/RW, Kepala Kelurahan, Bidan Kelurahan dan kader Posyandu itu sendiri. Kelompok sasaran kegiatan Posyandu adalah Balita, Ibu hamil dan pasangan usia subur. Karena berbagai keterbatasan, dalam kegiatan Praktek Lapangan II ini praktikan hanya memfokuskan pada salah satu kegiatan Posyandu, yaitu Posyandu di RW 03. Jumlah penduduk di RW 03 : jiwa atau 23,44% dari total

11 47 penduduk Kelurahan Binong. Dengan komposisi orang lakilaki dan orang perempuan. Merujuk pada penjelasan pihak Puskesmas Kelurahan Binong dan Koordinator Posyandu Kelurahan Binong kami mencoba melakukan penelusuran untuk memperoleh gambaran mengenai hal ini. Selama kurun waktu khususnya pada tahun terakhir banyak sekali perubahan yang terjadi. Dampak krisis ekonomi sangat nyata dirasakan terhadap penurunan status gizi masyarakat, khususnya pada golongan rawan yaitu balita dan ibu hamil. Kasus gizi buruk bermunculan hampir di semua wilayah tidak terkecuali di Kelurahan Binong. Hal tersebut disebabkan terjadinya penurunan daya beli, sehingga keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi bagi seluruh anggota keluarganya. Terkait dengan masalah tersebut perhatian terhadap kegiatan KB menurun. Menurunnya animo keluarga untuk ber-kb ini pun ada hubungannya dengan perubahan sistem yang diterapkan yaitu KB mandiri. Artinya pada waktu sebelumnya alat kontrasepsi KB diberikan secara cumacuma namun pada kurun waktu belakangan ini dikenakan biaya. Tidak hanya itu saja, kegiatan pemantauan pertumbuhan, pelayanan gizi dan pelayanan kesehatan dasar di Posyandu pun mengalami penurunan pada saat itu. Untuk mengantisipasi bertambah buruknya kondisi gizi masyarakat, pemerintah telah mengeluarkan Inpres Nomor 8 Tahun 1999 tentang Gerakan Nasional Penanggulangan Masalah Pangan dan Gizi. Gerakan Nasional ini bertujuan menggali berbagai potensi yang ada pada keluarga dan masyarakat untuk memenuhi kecukupan pangan di tingkat keluarga dan peduli pada anggota keluarga yang mengalami gizi buruk. Gerakan Masyarakat Peduli ASI merupakan bagian tak terpisahkan dari Gerakan Nasional Penanggulangan Masalah Pangan dan Gizi. Pemberdayaan keluarga melalui penguatan usaha perbaikan gizi ke!uarga (UPGK) dan pemberdayaan masyarakat melalui penguatan Posyandu merupakan strategi utama dalam Gerakan Nasional Penanggulangan Masalah Pangan dan Gizi. Salah satu bentuk operasional yang sangat Layak untuk dilaksanakan pada

12 48 saat itu adalah dengan segera melakukan pelatihan dan penyegaran kader Posyandu: Melalui kader inilah tumpuan utama pemerintah dalam memberdayakan masyarakat dan keluarga Pengembangan Ekonomi Lokal Usaha perbaikan gizi keluarga yang dikembangkan Posyandu Kenanga I termasuk aktivitas ekonomi. Dalam hal ini bagaimana keluarga mengembangkan strategi nafkah ganda untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sekaligus untuk mempebaiki gizi seluruh keluarga. UPGK juga merupakan bagian dari pembangunan yang diarahkan pada upaya pencapaian keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Aktivitas ekonomi yang dilakukan antara lain memanfaatkan lahan masyarakat yang tidak terpakai, baik untuk tanaman, ternak maupun ikan yang dapat menghasilkan pangan untuk dikonsumsi seluruh keluarga. Jenis kegiatan yang diupayakan biasanya tidak terlepas dari apa yang selama ini telah menjadi pengetahuan lokal dan dilaksanakan secara turun temurun oleh masyarakat. Kegiatan pokok UPGK adalah : a. Penyuluhan gizi masyarakat. b. Pemanfaatan pekarangan untuk meningkatkan gizi keluarga. c. Pelayanan gizi di Posyandu Tujuan UPGK, yaitu : a. Mengupayakan perbaikan gizi keluarga. Hasil yang ingin dicapai melalui kegiatan ini: 1) Setiap Balita naik berat badannya; 2) Tidak ada Balita yang menderita kekurangan energi dan protein (KEP). 3) Tidak ada ibu hamil yang menderita anemia; 4) Tidak ada lagi bayi menderita kretin atau gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY); 5) Tidak ada penderita kekurangan vitamin A; 6) Tidak ada lagi wanita usia subur yang menderita kekurangan energi kronik (KEK) b. Mengembangkan perilaku yang mendukung perbaikan gizi.

13 49 c. Menggalang partisipasi masyarakat dalam upaya pemerataan kegiatan. Sasaran utama UPGK, antara lain : a. Wanita usia subur b. Ibu menyusui c. Ibu yang memiliki Balita Sedangkan aktivitas kader dalam UPGK di luar Posyandu, diantaranya: a. Melaksanakan kunjungan rumah. Sasaran kunjungan rumah adalah : ibu yang anak Balitanya selama 2 bulan berturut-turut tidak hadir di Posyandu; ibu yang anak Balitanya dibawa ke Puskesmas karena 2 bulan berturut-turut timbangannya tidak naik/ dibawah garis merah KMS atau sakit. b. Menggerakan masyarakat untuk menghadiri dan ikut serta dalam kegiatan UPGK. c. Memanfaatkan pekaranganuntuk meningkatkan gizi keluarga. d. Membantu petugas dalam pendaftaran, penyuluhan dan peragaan keterampilan. Manfaat yang dirasakan oleh masyarakat, khususnya di tingkat rumah tangga adalah sebagai strategi untuk dapat beratahan dalam menghadapi krisis. Apalagi bila dikaitkan dengan kondisi ibu hamil dan ibu menyusui yang perlu mendapat perhatian dan makanan yang memiliki kecukupan gizi. Demikian juga untuk keperluan Balita yang menggunakan ASI, makanan pendamping ASI yang juga harus memenuhi syarat kecukupan gizi untuk tumbuh dan berkembang Kebijakan dan Perencaan Sosial Kebijakan dan peremcanaan kegiatan Posyandu jelas bersifat top-down, sudah dirancang dari atas. Kata "terpadu" itu sendiri mengandung dua indikasi. Pertama, melibatkan berbagai kepentingan antar departemen anatara lain : Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian, Departemen Agama, Departemen Daklam Negeri, BKKBN, Departemen Pendidikan dan Tim Penggerak PKK. Kedua, dari sisi petugas Departemen Kesehatan terpadu mengandung pengertian bahwa pelayanan yang

14 50 diberikan meliputi pelayanan KB, pemeriksaan ibu hamil, pelayanan wanita usia subur dan pelayanan Balita, pelayanan tumbuh kembang anak, pelayanan penyuiuhan dsb. Jadi di dalamnya terintegrasi kepentingan politik, sosial dan ekonomi. Keberhasilan program ini secara politik akan meningkatkan citra pemerintahan. Pertumbuhan ekonomi bisa dirasakan manfaatnya manakala masyarakat memiliki tingkat kesejahteraan sosial yang memadai Masalah Kajian Ditinjau dari sudut pandang pengaruh program terhadap kondisi sosial dan ekonomi, penulis menilai bahwa P2KP memiliki pengaruh cukup signifikan terhadap peningkatan ekonomi masyarakat dan tatanan sosial masyarakat dibandingkan dengan program-program lain yang terdapat di Kelurahan Binong. Mempertimbangkan pentingnya kemapanan kehidupan sosial dan ekonomi dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat, mendorong penulis untuk menjadikan upaya-upaya pengembangan yang dilakukan melalui Program P2KP di Kelurahan Binong sebagai topik kajian. Ditinjau dari sisi kuantitas, keterlibatan para pengrajin rajutan dalam P2KP di Kelurahan Binong dapat dikategorikan cukup berhasil. Hal ini nampak dari adanya peningkatan jumlah para pengrajin yang ikut berpartisipasi atau memanfaatkan bantuan melalui program tersebut. Selain itu, ditinjau dari usaha, juga terlihat adanya beberapa indikasi yang menunjukkan terjadinya peningkatan kualitas dalam manajemen usaha seperti semakin luasnya jaringan pemasaran beberapa pengrajin, tetapi hal ini hanya terjadi pada beberapa pengrajin, utamanya pengrajin yang memang dari awal telah memiliki skala usaha yang cukup besar. Sementara pengrajin dengan skala usaha yang relatif lebih kecil belum dapat memperlihatkan peningkatan yang signifikan. Tidak meratanya peningkatan yang terjadi, selain disebabkan perbedaan karakteristik para pengrajin, seperti modal (awal) usaha, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman, juga disebabkan kurang optimalnya peran KSM yang menjadi wadah bagi pengembangan konsep-konsep kerjasama bagi pengembangan aktivitas ekonomi anggotanya. Pemicu utama keadaan ini terutama karena sikap dan perilaku yang dikembangkan oleh pengurus tidak berpihak pada kepentingan bersama, mereka cenderung lebih mengutamakan kepentingan pribadi. Pengurus justru memanfaatkan posisi tersebut untuk

15 51 mengatasi kendala mereka dalam mengakses modal dari lembaga-lembaga keuangan resmi. Prakteknya tampak dalam proses distribusi (pembagian) dana bantuan diantara anggota KSM, dimana pihak pengurus cenderung mengambil porsi (nominal) lebih besar dari anggota lainnya dalam alokasi dana bantuan yang diterima dari P2KP. Distribusi bantuan tidak didasarkan pada pertimbangan kepentingan situasional, tetapi lebih pada pertimbangan ekonomis. Hal ini umumnya mereka lakukan dengan asumsi bahwa dengan skala usaha yang relatif lebih besar, dana yang mereka butuhkan jauh lebih. Sementara untuk kepentingan anggota yang memiliki usaha yang relatif kecil dipandang cukup dengan memfasilitasi pemasaran hasil produksi mereka dengan menyertakannya pada saat pemasaran hasil produksi para pengrajin besar. Dengan pertimbangan tersebut mereka berpandangan bahwa sedikitnya para pengrajin kecil mendapatkan manfaat atau keuntungan dari sisi biaya pemasaran. Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut, penulis menyimpulkan bahwa pengelolaan dana P2KP dalam KSM belum optimal dan tidak sejalan dengan konsep-konsep berkerjasama dlam kelompok. Kelemahan yang cukup penting justru terjadi dalam pengelolaan KSM itu sendiri. Oleh karena itu, guna mengotimalkan peran dan fungsinya, perlu dilakukan upaya-upaya penguatan terhadap KSM itu sendiri. Selanjutnya, untuk memahami bagaimana bentuk dan arah penguatan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang dapat memenuhi harapan masyarakat tersebut, maka perlu dikaji : a. Bagaimana dinamika internal yang terjadi dalam KSM sehubungan dengan pola-pola interaksi yang dikembangkan anggota? b. Bagaimana program yang dapat dikembangkan dalam upaya penguatan peran dan fungsi KSM dalam menunjang proses produksi.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1998 telah meningkatkan angka kemiskinan di Indonesia, dari 25,9 juta (17,7%) pada tahun 1993 menjadi 129,6 juta atau 66,3% dari

Lebih terperinci

BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP

BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP 7.1. STIMULAN P2KP 7.1.1. Tingkat Bantuan Dana BLM untuk Pemugaran Rumah, Perbaikan Fasilitas Umum dan Bantuan Sosial Salah satu indikator keberhasilan P2KP yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI KAJIAN

BAB III METODOLOGI KAJIAN BAB III METODOLOGI KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Dalam menjalankan upaya penanggulangan kemiskinan di wilayah kerjanya, maka Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) membutuhkan suatu kerangka pelaksanaan program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu adalah Forum Komunikasi Alih. rangka pencapaian NKKBS ( Mubarak & Chayalin, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu adalah Forum Komunikasi Alih. rangka pencapaian NKKBS ( Mubarak & Chayalin, 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu adalah Forum Komunikasi Alih Teknologi dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang

Lebih terperinci

Pertanyaan dan jawaban tersebut adalah sebagai berikut : perkotaan yang dilaksanakan di Desa Dagang Kelambir?

Pertanyaan dan jawaban tersebut adalah sebagai berikut : perkotaan yang dilaksanakan di Desa Dagang Kelambir? Lampiran Wawancara Pertanyaan dan jawaban tersebut adalah sebagai berikut : 1. Apa ukuran kebijakan dalam program penanggulangan kemiskinan di Ukuran dan tujuan kebijakan yang dilakukan dalam program P2KP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemiskinan merupakan kondisi ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak. Kemiskinan memiliki ciri yang berbeda

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN.

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN. BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN. Fungsi BKM pada program penanggulangan kemiskinan di Kelurahan Pakembaran perlu ditingkatkan, sehingga dalam pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut para ahli, kemiskinan masih menjadi permasalahan penting yang harus segera dituntaskan, karena kemiskinan merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, yang. pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan kegiatan yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, yang. pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan kegiatan yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Posyandu 1. Pengertian Pos Pelayanan Terpadu atau yang sering disebut dengan Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun-ketahun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun-ketahun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan mempunyai visi mewujudkan masyarakat mandiri untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan mempunyai visi mewujudkan masyarakat mandiri untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan mempunyai visi mewujudkan masyarakat mandiri untuk hidup sehat. Visi ini dicapai dengan dukungan masyarakat dan pemerintah, oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya berbagai macam masalah di dalam kehidupan masyarakat seperti terjadinya PHK pada buruh kontrak, jumlah pengangguran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat kepadatan penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat dalam hal kepadatan penduduk,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah kematian anak usia bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang khususnya Indonesia

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Bab ini terdiri dari kesimpulan yang mencerminkan hasil yang didapatkan dari penelitian

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Bab ini terdiri dari kesimpulan yang mencerminkan hasil yang didapatkan dari penelitian 188 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini terdiri dari kesimpulan yang mencerminkan hasil yang didapatkan dari penelitian dan saran yang merupakan rekomendasi untuk tindak lanjut. A. Kesimpulan 1. Keluarga

Lebih terperinci

BAB IX FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERMASALAHAN PADA P2KP

BAB IX FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERMASALAHAN PADA P2KP BAB IX FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERMASALAHAN PADA P2KP 9.1. Faktor Lingkungan 9.1.1. Pengawasan dan Dukungan dari Pemerintah Desa dan Kecamatan serta LSM Pada tingkat Kelurahan/Desa, Lurah atau Kepala Desa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PERATURAN PRESIDEN NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN Veteran Jawa Timur. Oleh :

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN Veteran Jawa Timur. Oleh : PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ( PNPM ) MANDIRI DI KELURAHAN PETEMON KECAMATAN SAWAHAN KOTA SURABAYA (studi mengenai Pengelola Lingkungan) SKRIPSI Diajukan untuk

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

VII. PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PENGUATAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT

VII. PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PENGUATAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT VII. PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PENGUATAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT Program yang akan disusun didasarkan pada hasil penilaian kebutuhan dan persoalan nyata yang dihadapi KSM yang bergerak dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009)

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan memiliki konsep yang beragam. Kemiskinan menurut Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia (TKPKRI, 2008) didefinisikan sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk terciptanya kesadaran, kemauan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk terciptanya kesadaran, kemauan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan diarahkan untuk terciptanya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk, agar dapat mewujudkan derajat kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi kehilangan terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dengan kata lain telah mengakar luas dalam sistem sosial

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dengan kata lain telah mengakar luas dalam sistem sosial BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini, masalah kemiskinan sudah menjadi fenomena kehidupan masyarakat, dengan kata lain telah mengakar luas dalam sistem sosial masyarakat Indonesia. Terjadinya

Lebih terperinci

PERSETUJUAN PEMBIMBING

PERSETUJUAN PEMBIMBING PERSETUJUAN PEMBIMBING JURNAL STUDI TENTANG PROGRAM KEGIATAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPM) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI DESA AMBARA KECAMATAN BONGOMEME KABUPATEN GORONTALO Oleh : HASANA P. ABAS

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR JAMBI Menimbang PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah unit fungsional pelayanan kesehatan terdepan sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kota atau kabupaten yang melaksanakan

Lebih terperinci

d. Mendistribusikan kartu panggilan/undangan penimbangan melalui pengurus kelompok PKK RT 2. Hari Pelaksanaan Penimbangan (H) Pada hari buka Posyandu

d. Mendistribusikan kartu panggilan/undangan penimbangan melalui pengurus kelompok PKK RT 2. Hari Pelaksanaan Penimbangan (H) Pada hari buka Posyandu 1. BKR (Bina Keluarga Remaja) Dalam upaya meningkatkan peran keluarga dalam membina tumbuh kembang anak dan remaja baik fisik, intelektual dan kesehatan reproduksi mental emosional sosial dan moral spiritual

Lebih terperinci

Membangun BKM. Membangun BKM. Siklus Kegiatan PNPM Mandiri-P2KP. Membangun BKM DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM PERKOTAAN MANDIRI

Membangun BKM. Membangun BKM. Siklus Kegiatan PNPM Mandiri-P2KP. Membangun BKM DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM PERKOTAAN MANDIRI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI MANDIRI PERKOTAAN 3 Siklus Kegiatan PNPM Mandiri-P2KP Membangun BKM Membangun BKM Membangun BKM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program pengentasan kemiskinan pada masa sekarang lebih berorientasi kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak program pengentasan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Upaya penanganan kemiskinan sejak zaman pemerintah Orde Baru sudah dirasakan manfaatnya, terbukti dari jumlah penurunan jumlah penduduk miskin yang terjadi antara tahun 1976

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. POSYANDU (Pos Pelayanan Terpadu) 1. Pengertian Posyandu Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat yang mempunyai nilai strategis

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 24 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN Program Promosi Kesehatan adalah upaya meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 125 BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.3 Implementasi Program Kesehatan Ibu dan Anak Bidang Pelayanan Antenatal Care dan Nifas di Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang Setiap kebijakan yang dibuat pasti

Lebih terperinci

5 / 7

5 / 7 LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan suatu

Lebih terperinci

Pedoman penelusuran data dan informasi tentang gambaran umum obyek penelitian

Pedoman penelusuran data dan informasi tentang gambaran umum obyek penelitian LAMPIRAN 121 122 Lampiran 1. Pedoman penelusuran data dan informasi tentang gambaran umum obyek penelitian Sumber Informasi Lurah Kenanga Staf kelurahan Masyarakat Penggalian dokumen monogram Kelurahan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DASAR BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DASAR BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014 PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DASAR BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telah banyak kebijakan pemberdayaan ekonomi keluarga miskin. yang diprogramkan pemerintah sebagai langkah efektif dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Telah banyak kebijakan pemberdayaan ekonomi keluarga miskin. yang diprogramkan pemerintah sebagai langkah efektif dalam upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah banyak kebijakan pemberdayaan ekonomi keluarga miskin yang diprogramkan pemerintah sebagai langkah efektif dalam upaya penanggulangan kemiskinan, baik

Lebih terperinci

PROGRAM PERBAIKAN GIZI MAKRO

PROGRAM PERBAIKAN GIZI MAKRO PROGRAM PERBAIKAN GIZI MAKRO RINGKASAN Keadaan gizi meliputi proses penyediaan dan penggunaan gizi untuk pertumbuhan, perkembangan, dan pemeliharaan serta aktifitas. Keadaan kurang gizi dapat terjadi dari

Lebih terperinci

Gambar 1. Proses Pembangunan/Pengembangan KSM

Gambar 1. Proses Pembangunan/Pengembangan KSM A. Tahap pelaksanaan kegiatan Pilot Pembekalan kepada Fasilitator mengenai Sosialisasi Konsep dan Substansi kepada Masyarakat oleh Fasiltator FGD Dinamika (berbasis hasil RPK dan PS) 2 Teridentifikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah adalah merupakan suatu manifestasi yang diraih oleh masyarakat tersebut yang diperoleh dari berbagai upaya, termasuk

Lebih terperinci

Teknik-teknik Pemetaan Swadaya (PS)

Teknik-teknik Pemetaan Swadaya (PS) BUKU 4b SERI SIKLUS PNPM Mandiri Perkotaan Teknik-teknik Pemetaan Swadaya (PS) Ranking Kemiskinan dan Transek Lingkungan Perkotaan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya Seri Siklus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Posyandu 1. Definisi Posyandu Posyandu adalah wadah pemeliharaan kesehatan yang dilakukan dari, oleh dan untuk masyarakat serta yang dibimbing petugas terkait (Depkes, 2006.

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH

BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH 31 BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH 4.1 Kondisi Kemiskinan Kemiskinan memiliki konsep yang beragam. Kemiskinan tidak sematamata didefinisikan

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN LAPANGAN DI GORONTALO TIM KAJIAN PERENCANAAN PARTISIPATIF (PJM PRONANGKIS)

LAPORAN KEGIATAN LAPANGAN DI GORONTALO TIM KAJIAN PERENCANAAN PARTISIPATIF (PJM PRONANGKIS) 1 LAPORAN KEGIATAN LAPANGAN DI GORONTALO TIM KAJIAN PERENCANAAN PARTISIPATIF (PJM PRONANGKIS) A. RINGKASAN HASIL SANGAT SEMENTARA (1) Gambaran Umum Wilayah Studi Kota Gorontalo terletak di kawasan Teluk

Lebih terperinci

Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA UNTUK KADER

Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA UNTUK KADER Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA UNTUK KADER A. Identitas Responden 1. Nomor Responden : 2. Nama Responden : 3. Kelurahan : 4. RW : 5. RT : 6. Kecamatan : Cibeunying 7. Kota : Bandung 8. Jenis Kelamin : L

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Masalah Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia, terutama di negara sedang berkembang. Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup makan, maka akan terjadi konsekuensi fungsional. Tiga konsekuensi yang

BAB I PENDAHULUAN. cukup makan, maka akan terjadi konsekuensi fungsional. Tiga konsekuensi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kebijaksanaan dan perencanaan pangan dan gizi harus mendapat tempat yang utama dalam mensejahterakan kehidupan bangsa. Sebab, apabila orang tidak cukup makan, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pelaksanaan kegiatan pembangunan nasional di Indonesia sesungguhnya merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini menganalisis partisipasi masyarakat melalui implementasi. penanggulangan kemiskinan di perkotaan melalui Program Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini menganalisis partisipasi masyarakat melalui implementasi. penanggulangan kemiskinan di perkotaan melalui Program Nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tesis ini menganalisis partisipasi masyarakat melalui implementasi program atau kebijakan yang telah di luncurkan pemerintah untuk penanggulangan kemiskinan

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Pembatasan Pengertian Perencanaan Partisipatif

Pembatasan Pengertian Perencanaan Partisipatif 1 Pembatasan Pengertian Perencanaan Partisipatif (a) Perencanaan Partisipatif disebut sebagai model perencanaan yang menerapkan konsep partisipasi, yaitu pola perencanaan yang melibatkan semua pihak (pelaku)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat 7,7 juta balita yang terhambat pertumbuhannya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat 7,7 juta balita yang terhambat pertumbuhannya. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang United Nations Children s Fund (UNICEF) melaporkan bahwa di Indonesia terdapat 7,7 juta balita yang terhambat pertumbuhannya. Dalam laporan itu, Indonesia menempati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pembangunan multidimensi

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pembangunan multidimensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pembangunan multidimensi sehingga cara pemecahannya diperlukan suatu strategi komprehensif, terpadu, dan terarah

Lebih terperinci

Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan

Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan BUKU 1 SERI SIKLUS PNPM- Mandiri Perkotaan Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan 3 Membangun BKM 2 Pemetaan Swadaya KSM 4 BLM PJM Pronangkis 0 Rembug Kesiapan Masyarakat 1 Refleksi Kemiskinan 7 Review: PJM,

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 34 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KOTA PROBOLINGGO DENGAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA Deskripsi Kegiatan. Menurut Pemerintah Kabupaten Bogor pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk menuju ke arah yang lebih

Lebih terperinci

INFORMASI TAMBAHAN I. PEMAHAMAN TENTANG PEMETAAN SWADAYA

INFORMASI TAMBAHAN I. PEMAHAMAN TENTANG PEMETAAN SWADAYA INFORMASI TAMBAHAN I. PEMAHAMAN TENTANG PEMETAAN SWADAYA Pemetaan Swadaya adalah suatu pendekatan parisipatif yang dilakukan masyarakat untuk menilai serta merumuskan sendiri berbagai persoalan yang dihadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat sehingga pembentukan, penyelenggaraan dan pemanfaatannya memerlukan peran serta aktif masyarakat dalam bentuk

Lebih terperinci

KEGIATAN PILOT PENDAMPINGAN KSM

KEGIATAN PILOT PENDAMPINGAN KSM KEGIATAN PILOT PENDAMPINGAN Bappenas menyiapkan strategi penanggulangan kemiskinan secara lebih komprehensif yang berbasis pada pengembangan penghidupan berkelanjutan/p2b (sustainable livelihoods approach).

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BAPERMAS KOTA SALATIGA TAHUN 2017

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BAPERMAS KOTA SALATIGA TAHUN 2017 PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BAPERMAS KOTA SALATIGA TAHUN 2017 1 BAB II PERENCANAAN KINERJA Pada Tahun 2016 Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, Keluarga

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN EVALUASI KINERJA BAPERMAS KOTA SALATIGA TAHUN 2017

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN EVALUASI KINERJA BAPERMAS KOTA SALATIGA TAHUN 2017 PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN EVALUASI KINERJA BAPERMAS KOTA SALATIGA TAHUN 2017 1 AKUNTABILITAS KINERJA TAHUN 2016 A. Capaian Kinerja Organisasi Akuntabilitas Kinerja Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 banyak menyebabkan munculnya masalah baru, seperti terjadinya PHK secara besar-besaran, jumlah pengangguran

Lebih terperinci

V. EVALUASI PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP DI KELURAHAN TANJUNG BALAI KARIMUN

V. EVALUASI PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP DI KELURAHAN TANJUNG BALAI KARIMUN V. EVALUASI PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP DI KELURAHAN TANJUNG BALAI KARIMUN 5.1. Evaluasi Persiapan (Input) Program Sebelum kegiatan pinjaman bergulir dalam kelurahan yang bersangkutan dimulai,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 2007 SERI : PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 56 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN RW SIAGA KOTA BEKASI WALIKOTA BEKASI, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP)

I. PENDAHULUAN. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) adalah program nasional yang menjadi kerangka dasar dan acuan pelaksanaan program-program pengentasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Strategi Strategi adalah perencanaan induk yang komprehensif, yang menjelaskan bagaimana mencapai semua tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan misi yang telah

Lebih terperinci

PENGETAHUAN IBU DALAM PENATALAKSANAAN GIZI SEIMBANG PADA KELUARGA DI DESA SIBORBORON KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PENGETAHUAN IBU DALAM PENATALAKSANAAN GIZI SEIMBANG PADA KELUARGA DI DESA SIBORBORON KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PENGETAHUAN IBU DALAM PENATALAKSANAAN GIZI SEIMBANG PADA KELUARGA DI DESA SIBORBORON KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN Emmi Silitonga* Lufthiani** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih dihadapkan pada berbagai masalah diantaranya masih banyaknya balita

BAB I PENDAHULUAN. masih dihadapkan pada berbagai masalah diantaranya masih banyaknya balita 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Terpenuhinya gizi balita merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas sumber daya manusia (SDM) dimasa depan, namun pada pencapaiannya masih dihadapkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009 MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERUMAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan, pendidikan, bahan bakar dan juga subsidi kesehatan. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. pangan, pendidikan, bahan bakar dan juga subsidi kesehatan. Oleh karena itu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Program pengendalian penduduk merupakan salah satu strategi dalam mensukseskan pembangunan di Indonesia. Semakin besar jumlah penduduk, maka biaya pembangunan akan semakin

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Komitmen itu diperbaharui

Komitmen itu diperbaharui POS PEM8CRDAYAAH KELUARCA (POSDAYA) bangsa-bangsa lain di dunia. Rendahnya mutu penduduk itu juga disebabkan karena upaya melaksanakan wajib belajar sembilan tahun belum dapat dituntaskan. Buta aksara

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN SEKELOA KECAMATAN COBLONG KOTA BANDUNG

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN SEKELOA KECAMATAN COBLONG KOTA BANDUNG EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN SEKELOA KECAMATAN COBLONG KOTA BANDUNG Pengembangan masyarakat adalah suatu gerakan yang di rancang guna meningkatkan taraf hidup keseluruhan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan pelayanan medis dan pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. POSYANDU (Pos Pelayanan Terpadu) 1. Pengertian Posyandu Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) adalah pusat kegiatan masyarakat dimana masyarakat dapat memperoleh pelayanan Keluarga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN menjadi 228 kasus pada Angka kematian bayi menurun dari 70

BAB I PENDAHULUAN menjadi 228 kasus pada Angka kematian bayi menurun dari 70 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menunjukkan angka kematian ibu melahirkan menurun dari 390 kematian per 100.000 kelahiran pada 1990 menjadi 228

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 827 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali diperkenalkan pada Tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal (BIMAS). Tujuan

Lebih terperinci

Diskusi Kota Hari Ketiga ( 8 September 2009 ) SURABAYA

Diskusi Kota Hari Ketiga ( 8 September 2009 ) SURABAYA Rekrutmen Cara Penentuan : Lebih banyak pada penunjukkan langsung dari Tomas Ketua KSM, biasanya Tomas, menunjuk anggota-anggotanya Ketua KSM, umumnya kelas menengah ke atas, menerima BLM lebih besar dari

Lebih terperinci

KONSEP OPERASIONAL UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI INPRES DESA TERTINGGAL

KONSEP OPERASIONAL UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI INPRES DESA TERTINGGAL KONSEP OPERASIONAL UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI INPRES DESA TERTINGGAL Jakarta, 9 Maret 1994 KONSEP OPERASIONAL UPAYA PENAGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI INPRES DESA TERTINGGAL Pendahuluan Upaya

Lebih terperinci

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 5 TAHUN

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 5 TAHUN SALINAN WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 5 TAHUN 201724 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM TERPADU PENINGKATAN PERANAN WANITA MENUJU KELUARGA SEHAT SEJAHTERA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI

RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI Dalam rangka mendapatkan strategi pengembangan KBU PKBM Mitra Mandiri dalam upaya pemberdayaan masyarakat, sebagaimana tujuan dari kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program penanggulangan kemiskinan yang dimulai sejak Pelita pertama sudah

BAB I PENDAHULUAN. Program penanggulangan kemiskinan yang dimulai sejak Pelita pertama sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program penanggulangan kemiskinan yang dimulai sejak Pelita pertama sudah menjangkau seluruh pelosok tanah air. Upaya itu telah menghasilkan perkembangan yang positif.

Lebih terperinci

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional I. LATAR BELAKANG Wacana kemiskinan di Indonesia tetap menjadi wacana yang menarik untuk didiskusikan dan dicarikan solusi pemecahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka ini menjadi 24,29% atau 49,5 juta jiwa. Bahkan International Labour

BAB I PENDAHULUAN. angka ini menjadi 24,29% atau 49,5 juta jiwa. Bahkan International Labour BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dekade 2000, persentase penduduk miskin di Indonesia pernah mengalami penurunan yaitu dari 40,1% menjadi 11,3%, namun pada periode 2002 angka ini menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU) Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu adalah pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan dukungan teknis

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

VI. STRATEGI PENYEMPURNAAN PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP

VI. STRATEGI PENYEMPURNAAN PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP VI. STRATEGI PENYEMPURNAAN PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP 6.1 Prioritas Aspek yang Berperan dalam Penyempurnaan Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis

Lebih terperinci

AKUNTABILITAS DALAM PELAKSANAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN / P2KP (PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN) Rakor Nasional P2KP, 15 Juni 2015

AKUNTABILITAS DALAM PELAKSANAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN / P2KP (PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN) Rakor Nasional P2KP, 15 Juni 2015 AKUNTABILITAS DALAM PELAKSANAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN / P2KP (PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN) Rakor Nasional P2KP, 15 Juni 2015 Latar Belakang Audit Sempit: Pemenuhan kewajiban Loan/Grant Agreement.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 5 2016 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 02.A TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN INSENTIF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Juanita: Pengaruh Krisis Ekonomi Terhadap Pelayanan Kesehatan Masyarakat, 2001 USU Repository 2006

BAB I PENDAHULUAN. Juanita: Pengaruh Krisis Ekonomi Terhadap Pelayanan Kesehatan Masyarakat, 2001 USU Repository 2006 BAB I PENDAHULUAN Sejak pertengahan tahun 1997 Indonesia dilanda krisis moneter yang pada saat ini telah berkembang menjadi krisis ekonomi serta pelbagai krisis lainnya yang berpengaruh pada berbagai aspek

Lebih terperinci