PENDAHULUAN. Latar Belakang
|
|
- Erlin Setiabudi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Upaya penanganan kemiskinan sejak zaman pemerintah Orde Baru sudah dirasakan manfaatnya, terbukti dari jumlah penurunan jumlah penduduk miskin yang terjadi antara tahun 1976 hingga Pada tahun 1976 proporsi penduduk miskin masih sekitar 40,1 persen dari jumlah penduduk, pada tahun 1996 proporsi penduduk miskin tinggal hanya 17,7 persen dari 185 juta penduduk Indonesia (BPS, 2002). Pada masa itu berbagai upaya dan kebijakan dilakukan dalam rangka mengentaskan kemiskinan. Sejak terjadinya multi krisis ekonomi dan sosial yang melanda bangsa Indonesia sejak tahun 1997 hingga sekarang ini, terjadi peningkatan penduduk miskin secara fluktuatif. Pada tahun 1996 jumlah penduduk miskin hanya tinggal 17,7 persen dari penduduk Indonesia, pada tahun 1998 meningkat menjadi 24,2 persen (BPS, 2002). Pada masa itu dampak krisis ekonomi sangat dirasakan terhadap kehidupan masyarakat, lapangan kerja sangat terbatas, pendapatan menurun, perekonomian nasional menjadi stagnan. Pada tahun 2000 terjadi perbaikan, jumlah penduduk miskin hanya sekitar 19,1 persen (13,7 juta jiwa) dari jumlah penduduk Indonesia dan kemudian menurun kembali menjadi 18,2 persen (15,6 juta jiwa) pada tahun 2002 (BPS, 2004). Pada tahun 2005 jumlah penduduk miskin (berdasarkan hasil pendataan yang dilakukan oleh BPS tahun 2005) yang menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) Rumah Tangga Miskin meningkat menjadi sebesar 15,5 juta rumah tangga miskin (Depsos, 2005). Setelah krisis seja k tahun 1997, pemerintah terus berupaya menaggulangi kemiskinan. Pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan Memantapkan Program Menghapus Kemiskinan (MPMK) yang dicanangkan pada Kemudian pada tahun 1998 pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 21 tahun 1998 tentang Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan disingkat dengan GARDUTASKIN. Intinya adalah menginstruksikan kepada semua departemen / instansi dan kelompok masyarakat yang terkait dengan penanganan kemiskinan supaya secara bersama -sama dan berkoordinasi serta mengambil langkah-langkah
2 2 kongkrit di dalam menanggulangi kemiskinan (Menkokesra dan Taskin, 1998). Dengan instruksi ini, upaya -upaya penanggulangan kemiskinan ditata dan disusun kembali dalam suatu sistem yang lebih terpadu dan menyeluruh. Berbagai hambatan prosedur dan birokrasi yang selama ini dianggap dapat mengurangi efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program dihilangkan. Dengan adanya pencanangan dan instruksi ini maka muncullah berbagai kelompok-kelompok pemberdayaan di masyarakat, seperti: Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor (UPPKA), Takesra dan Kukesra, Program Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K), Kelompok Belajar Usaha (KBU), Kelompok Masyarakat (Pokmas) untuk IDT, Peningkatan Peranan Wanita menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS), termasuk KUBE. Semenjak tahun 1983 sebenarnya Kelompok Usaha Bersama (KUBE) sudah dijadikan sebagai salah satu pendekatan dalam penanganan penggulangan kemiskinan. Dengan keluarnya kebijakan MPMK dan Instruksi Presiden tersebut menjadikan KUBE semakin eksis sebagai suatu pendekatan dalam penanganan permasalahan kemiskinan. Dalam perjalanannya pendekatan KUBE akhirnya merupakan program Departemen Sosial dalam menterjemahkan program MPMK dan Instruksi Presiden tentang Gardu Taskin tersebut. Pola pemberdayaan KUBE yang diterapkan oleh Departemen Sosial selama ini sangat seragam, kurang menekankan pada unsur-unsur lokal setempat. Jumlah kelompok sebanyak 10 KK. Jumlah kelompok ini sangat terkait dengan pengadministrasian bantuan yang akan diberikan, di mana pada setiap pengusulan bantuan melalui anggaran APBN setiap tahunnya selalu didasarkan pada jumlah 10 KK jumlah anggota KUBE. Bantuan yang diberikan tidak dalam bentuk uang tetapi berupa paket usaha yang disediakan oleh pihak ketiga, seperti peralatan bengkel, ternak sapi, peralatan-peralatan pertanian, dan lain-lain. Pemberian bantuan ini diawali dengan pembekalan pengembangan keterampilan usaha seadanya. Jenis paket usaha yang dikembangkan dianjurkan untuk memilih jenis usaha sesuai dengan ketersediaan sumber-sumber di daerah masing-masing, namun pelaksanaannya lebih mengacu pada kondisi pengadministrasian yang harus dipertanggung jawabkan. Setiap kelompok mendapat 1 paket bantuan usaha, untuk KUBE yang berprestasi dapat diberikan bantuan pengembangan usaha
3 3 tahap berikutnya. Bantuan yang sudah diterima harus digulirkan pada kelompok fakir miskin lainnya yang ada di sekitarnya. Ada 10 indikator keberhasilan yang digunakan selama ini (Depsos, 1994), yaitu: 1. Perkembangan usaha ekonomis produktif keluarga 2. Perkemba ngan usaha ekonomis produktif kelompok 3. Kondisi kesejahteraan sosial Keluarga Binaan Sosial (KBS) secara keseluruhan 4. Sumbangan Sosial Wajib (SSW) / Iuran Kesejahteraan Sosial (IKS) dan perkebangan gotong royong 5. Perkebangan koperasi kelompok 6. Pelaksanaan jaminan kesejahteraan sosial melalui embrio organisasi sosial 7. Perkembangan tabungan dan tabanas 8. Ikut sertanya KBS dalam program keluarga berencana, Posyandu dan wajib belajar 9. Ada tidaknya partisipasi dalam kegiatan Karang Taruna 10. Dampak proyek bantuan kesejahteraan sosial dalam masyarakat Tujuan pemberdayaan pendekatan KUBE adalah untuk meningkatkan kesejahteraan sosial para kelompok miskin, yang meliputi: terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari, meningkatnya pendapatan keluarga, meningkatnya pendidikan, dan meningkatnya derajat kesehatan. Selain itu, pendekatan ini bertujuan untuk mengembangkan dinamika kehidupan kelompok sosial, seperti: pengembangan hubungan yang semakin harmonis, pengembangan kreativitas, munculnya semangat kebersamaan dan kesetiakawanan sosial, munculnya sikap kemandirian, munculnya kemauan, dan lain-lain, sehingga menjadi sumber daya manusia yang utuh dan mempunyai tanggung jawab sosial ekonomi terhadap diri, keluarga dan masyarakat serta ikut berpartisipasi dalam pembangunan. Melalui pendekatan KUBE ini diharapkan juga kelompok sasaran mampu menggali dan memanfaatkan sumber daya alam, sosial, ekonomi, sumber daya manusia dan sumber lingkungan serta sumber-sumber lainnya yang ada di sekitarnya untuk kepentingan pengembangan potensi yang dimiliki, seperti: pemanfaatan lahan untuk pertanian, pemanfaatan air untuk pengembangan usaha ternak ikan, pemanfaatan tenaga yang mengganggur untuk menjadi tenaga kerja di KUBE yang dikelola, dan lain-lain. Diharapkan dengan pola seperti ini, mereka akan mudah mengintegrasikan sumber -sumber tersebut ke dalam kepentingankepentingan kelompok. Filosofi yang terbangun melalui pendekatan KUBE ini adalah dari, oleh dan untuk mereka. Kelompok mempunyai wewenang untuk
4 4 mengelola, mengembangkan, mengevaluasi dan menikmati hasil-hasilnya. Pemerintah hanya memfasilitasi agar KUBE dapat berhasil dengan baik. Dilihat dari komposisi ini, pendekatan KUBE merupakan pendekatan yang relevan di dalam pemberdayaan kelompok miskin tersebut. Namun kenyataannya di lapangan tidakla h selalu demikian, berbagai kendala dan hambatan dihadapi. Proses pembentukan, pengelolaan dan pengembangannya sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, bagaimana bantuan yang diberikan, bagaimana pendampingan yang dilakukan, dan lain-lain. Sebagian KUBE terbentuk atas insiatif anggota, sebagian karena gagasan atau bentuk aparat desa atau pihak lain yang berkepentingan. Dalam pengelolaannya juga demikian, ada KUBE yang memang murni dikelola oleh anggota dan sebagian ada pihak yang terlibat karena ada kepentingan, dan masalah-msalah lainnya. Tetapi keberhasilan dan kegagalan KUBE tidak bisa hanya dilihat dari sisi sebelah mata, hanya menyalahkan pihak eksternal yang mungkin terlibat, yaitu karena adanya campur tangan pihak luar. Namun masalah-masalah yang bersifat internal juga perlu dikaji dan dianalisis, seperti sifat dan unsur -unsur yang ada dalam kelompok, seperti keanggotaan, struktur kelompok dan lain -lain. Dari hasil pemberdayaan yang dilakukan melalui pendekatan KUBE, diperoleh gambaran bahwa jumlah KUBE hingga 2002 sudah mencapai KUBE (diolah dari laporan pelaksanaan KUBE, Depsos) yang tersebar di tingkat desa / kelurahan. Bila dilihat dari kuantitas jumlah ini cukup membanggakan, tetapi bila dilihat dari eksistensi keberlanjutan KUBE, sangat terbatas KUBE yang dapat bertahan atau dikategorikan berhasil. Guna memperoleh informasi yang valid seberapa jauh tingkat keberhasilan pelaksanaan KUBE, maka Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Sosial RI telah mengadakan penelitian evaluatif tentang Tingkat keberhasilan Prokesos-KUBE dalam Pengentasan Fakir Miskin sebanyak 2 kali pada KUBE yang berbeda, yaitu pada tahun 1997/1998 dan pada tahun 1998/1999. Pada tahun 1997/1998 penelitian diarahkan pada 3 kelompok KUBE yaitu KUBE Fakir Miskin, KUBE Karang Taruna dan KUBE Keluarga Muda Mandiri. Dari penelitian diperoleh hasil: KUBE Fakir Miskin: 71,43 persen berhasil, 7,1 cukup berhasil (biasa-biasa saja), dan 21,4 persen kurang berhasil. KUBE Keluarga
5 5 Muda Mandiri: 40 persen berhasil, 50 cukup berhasil (biasa-biasa saja), dan 10 persen kurang berhasil; KUBE Karang Taruna: 48 persen berhasil, 32 cukup berhasil (biasa-biasa saja), dan 20 persen kurang berhasil (Balatbangkesos, 1998). Penilaian yang dilakukan pada tiga faktor, yaitu: (a) pengembangan usaha ekonomi kelompok; (b) manfaat KUBE terhadap kesejahteraan sosial keluarga binaan, dan (c) perkembangan jaringan sosial kelompok binaan dengan fokus pada partisipasi KBS dalam berbagai kegiatan. Pada tahun 1998/1999 dilakukan penelitian terhadap 2 jenis program KUBE, yaitu KUBE Program Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat (Paca) dan KUBE Program Peningkatan Peranan Wanita Bidang Kesejahteraan Sosial (P2WKS). Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil: KUBE Paca: 50 persen berhasil, 25 persen cukup berhasil, dan 25 persen kurang behasil, sedangkan KUBE P2WKS: 45 persen berhasil, 30 persen cukup berhasil, 25 persen kurang berhasil. Kriteria yang digunakan sebagai tolok ukur untuk menentukan keberhasilan: (a) peningkatan kemampuan usaha bersama kelompok; (b) peningkatan pendapatan anggota; (c) pengembangan usaha kelompok; (d) peningkatan keperdulian dan kesetiakawanan sosial di antara anggota dan masyarakat lingkungannya (Balatbangsos, 1999). Data ini menunjukkan bahwa KUBE yang dilaksanakan selama ini diduga belum dapat dikategorikan berhasil. Melalui hasil penelitian di atas, dan mengingat bahwa selama ini sangat jarang dilakukan penelitian atau pengkajian untuk melihat sejauh mana peranan dan keberhasilan KUBE serta mengingat bahwa KUBE merupakan suatu pendekatan dalam proses pemberdayaan terhadap sebagian besar kelompok masyarakat miskin, maka pemilihan topik penelitian ini menjadi sangat diperlukan. Selain itu, desentralisasi yang sudah mulai bergulir sekarang, menjadikan KUBE perlu dikaji sebagai sua tu pendekatan dalam proses pemberdayaan, sehingga benar-benar menjadi suatu pendekatan yang dapat menjadi satu alternatif penanganan atau model di dalam pemberdayaan masyarakat miskin. Didasarkan alasan tersebut menjadi sangat penting untuk mendalami topik tersebut dalam disertasi ini dengan judul: Pemberdayaan Masyarakat melalui Pendekatan Kelompok.
6 6 Masalah Penelitian Sejak diterapkannya KUBE sebagai suatu pendekatan pemberdayaan kepada kelompok masyarakat miskin, masih sangat terbatas penelitian maupun pengkajian atau evaluasi yang dilakukan untuk melihat sejauh mana relevansi pendekatan KUBE sebagai suatu model pemberdayaan fakir miskin. Hasil penelitian yang diperoleh belum sepenuhnya dapat menggambarkan dan menjawab secara utuh idealisme KUBE sebaga i suatu pendekatan pemberdayaan. Dilihat dari jumlah keberadaan memang cukup berhasil, namun bila dilihat dari target pencapaian fungsional, mungkin masih perlu pengkajian lebih lanjut untuk melihat hasil yang lebih objektif. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Libang Kesos Departemen Sosial ( ) menunjukkan bahwa KUBE belum dapat dikatakan berhasil, masih perlu pembenahan-pembenahan dalam berbagai hal. Kenyataan di lapangan menunjukkan belum dapat meyakinkan dan membuktikan bahwa KUBE sudah berhasil. Ada beberapa pendapat yang muncul dalam setiap forum diskusi, pertemuan-pertemuan yang diadakan dalam pembahasan KUBE, mengatakan: bahwa kekurangberhasilan KUBE disebabkan adanya intervensi dari luar KUBE yang terlalu berpengaruh, baik dalam proses pembentukan KUBE, pengelolaannya, pendampingannya, pemasaran hasilnya, pemilihan jenis usahanya, dan bantuan yang diberikan. Pada sisi lain, ada yang mengatakan bahwa ketidakberhasilan KUBE tidak terlepas dari masalah internal KUBE, seperti masalah keanggotaan kelompok, komitmen kelompok, tujuan kelompok, struktur organisasi kelompok, manajemen kelompok dan lain-lain. Memang terlihat adanya ketimpangan dalam pendekatan ini, di mana anggota masyarakat diupayakan untuk terhimpun dalam suatu wadah kelompok KUBE tetapi, kemampuan dan keterampilan anggota kelompok dalam hal manajerial kelompok masih terbatas, latar belakang pendidikan rendah, pengalaman dalam pengorganisasian kelompok terbatas, sekalipun mereka memiliki pengalaman individual yang lumayan. Tentu hal ini menjadi suatu problematik dalam kelompok tersebut.
7 7 Berkaitan dengan kondisi di atas, maka peneliti ingin melihat masalah ini menjadi suatu masalah yang menarik untuk diteliti. Berkaitan dengan permasalahan di atas, maka masalah utama yang diangkat dalam penelitian ini adalah: Pemberdayaan Masyarakat melalui Pendekatan Kelompok. Pendekatan kelompok di sini menjadi hal yang penting dan menjadi fukus dalam penelitian ini. Berdasarkan rumusan permasalahan pokok yang dipaparkan di atas, maka lebih lanjut dijabarkan rincian masalah penelitian yang sekaligus dijadikan acuan atau arah di dalam pelaksanaan penelitian dimaksud. Adapun permasalahan penelitian dimaksud adalah: 1. Seberapa jauh tingkat kedinamisan dan keberhasilan KUBE? 2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi kedinamisan kehidupan KUBE? 3. Apa faktor-faktor dinamika kehidupan KUBE yang mempengaruhi keberhasilan KUBE 4. Apa komponen utama penentu keberhasilan KUBE 5. Bagaimana model pemberdayaan masyarakat yang lebih efektif melalui pendekatan kelompok? Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan penelitian yang dipaparkan di atas, ada beberapa tujuan penelitian, yaitu: 1. Mengkaji tingkat kedinamisan dan keberhasilan KUBE. 2. Mengindentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kedinamisan KUBE. 3. Mengindentif ikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan KUBE 4. Mengindentifikasi faktor-faktor utama penentu keberhasilan KUBE. 5. Merumuskan model pemberdayaan masyarakat yang lebih efektif melalui pendekatan kelompok.
8 8 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam hal: 1. Dapat dijadikan masukan dalam proses pemberdayaan masyarakat miskin yang menerapkan pendekatan kelompok, khususnya yang berkaitan dengan pola pemberdayaan, pengembangan kedinamisan KUBE, efektivitas pembinaan KUBE. 2. Dapat menjadi masukan yang berharga dalam penentu atau perumus kebijakan pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan kelompok. 3. Dapat menjadi dasar perumusan dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan penyuluhan yang berkaitan dengan upaya peningkatan kemampuan (sikap, pengetahuan, dan keterampilan). 4. Dapat memberikan masukan bagi pengembangan keilmuan, khususnya Ilmu Penyuluhan Pembangunan dalam rangka pengembangan sumber daya manusia yang berkaitan dengan peningkatkan kemampuan (sikap, pengetahuan, dan keterampilan) guna perwujudan profesionalisme penyuluhan pembangunan.
BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH
60 5.1. Latar Belakang Program BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH Pembangunan Sosial berbasiskan komunitas merupakan pembangunan yang menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat
Lebih terperinciKUBE (KELOMPOK USAHA BERSAMA)
KUBE (KELOMPOK USAHA BERSAMA) DEFINISI Kelompok Usaha Bersama (KUBE) adalah kelompok warga atau keluarga binaan sosial yang dibentuk oleh warga atau keluarga binaan sosial yang telah dibina melalui proses
Lebih terperinciKONSEP OPERASIONAL UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI INPRES DESA TERTINGGAL
KONSEP OPERASIONAL UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI INPRES DESA TERTINGGAL Jakarta, 9 Maret 1994 KONSEP OPERASIONAL UPAYA PENAGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI INPRES DESA TERTINGGAL Pendahuluan Upaya
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan kesejahteraan sosial yang sangat penting di Indonsia dan perlu mendapat prioritas untuk segera diatasi. Berdasarkan data Badan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pelaksanaan kegiatan pembangunan nasional di Indonesia sesungguhnya merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinciRANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI
RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI Dalam rangka mendapatkan strategi pengembangan KBU PKBM Mitra Mandiri dalam upaya pemberdayaan masyarakat, sebagaimana tujuan dari kajian
Lebih terperinciBAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN
111 BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN Sekalipun pelaksanaan P2FM-BLPS di Kabupaten Bogor mengalami berbagai kendala, namun program tersebut sangat mendukung kebijakan pemberdayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi pioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah suatu proses dinamis yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Telah banyak kebijakan pemberdayaan ekonomi keluarga miskin. yang diprogramkan pemerintah sebagai langkah efektif dalam upaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah banyak kebijakan pemberdayaan ekonomi keluarga miskin yang diprogramkan pemerintah sebagai langkah efektif dalam upaya penanggulangan kemiskinan, baik
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 827 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan desa merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, dengan demikian pembangunan desa mempunyai peranan yang penting dan bagian yang tidak terpisahkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2008), Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai 2009. Adapun pada tahun 2009 jumlah penduduk Jawa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciOptimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha
Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha I. Pendahuluan Situasi krisis yang berkepanjangan sejak akhir tahun 1997 hingga dewasa ini telah memperlihatkan bahwa pengembangan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 6 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah yang selalu menjadi isu sentral dalam kehidupan masyarakat Indonesia, baik di perdesaan maupun di perkotaan. Meskipun kemiskinan pernah mengalami
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan sebuah fenomena umum yang terjadi pada negara-negara
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan sebuah fenomena umum yang terjadi pada negara-negara dunia ketiga atau negara berkembang, termasuk Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS)
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA
PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan masih menjadi persoalan mendasar di Indonesia. Oleh karena
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan masih menjadi persoalan mendasar di Indonesia. Oleh karena itu, program penanggulangan kemiskinan menjadi salah satu dari 11 prioritas pembangunan dalam
Lebih terperinciBAB II PERENCANAAN KINERJA.
BAB II PERENCANAAN KINERJA. A. RENCANA STRATEGIS Perencanaan Strategis Dinas Sosial Provinsi Gorontalo Tahun 2012 2017 adalah suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai dan dilaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Gambaran Umum
BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Kabupaten Ngawi secara administratif kewilayahan terbagi ke dalam 19 kecamatan, terdiri dari 213 Desa dan 4 kelurahan. Jumlah penduduk pada tahun 2008 adalah 889.224
Lebih terperinciBUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG
BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI JABATAN STRUKTURAL PADA KELURAHAN KABUPATEN KARANGANYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,
Lebih terperinciWALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 5 TAHUN
SALINAN WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 5 TAHUN 201724 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM TERPADU PENINGKATAN PERANAN WANITA MENUJU KELUARGA SEHAT SEJAHTERA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN CILACAP
PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Dalam bab II ini menguraikan tentang pandangan teoritis mengenai. Kemiskinan merupakan masalah kemanusiaan yang telah lama
BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab II ini menguraikan tentang pandangan teoritis mengenai kemiskinan, konsep, dan asumsi yang dipakai. A. Pandangan Teoritis Mengenai Kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menerus di bidang fisik, ekonomi dan lingkungan sosial yang dilakukan oleh
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan pedesaan merupakan suatu proses perubahan secara terus menerus di bidang fisik, ekonomi dan lingkungan sosial yang dilakukan oleh manusia untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan menjadi salah satu ukuran terpenting untuk mengetahui tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai suatu ukuran agregat, tingkat kemiskinan di suatu
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG
PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya
Lebih terperinciBUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN
BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang muncul sebagai dampak dari krisis moneter dan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang muncul sebagai dampak dari krisis moneter dan pada gilirannya telah menimbulkan multi krisis yang berskala luas telah menjadi persoalan
Lebih terperinciHimpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG
PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh
Lebih terperinciBUPATI SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO,
BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA PEMERINTAH KELURAHAN KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya berbagai macam masalah di dalam kehidupan masyarakat seperti terjadinya PHK pada buruh kontrak, jumlah pengangguran
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa keberadaan Lembaga Kemasyarakatan Desa dalam
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 97 ayat (1) Peraturan
Lebih terperinciWALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah kemiskinan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Kemiskinan merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah menurunkan tingkat kemiskinan. Kemiskinan merupakan salah satu penyakit akut dalam ekonomi, sehingga harus disembuhkan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak. Kemiskinan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemiskinan merupakan kondisi ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak. Kemiskinan memiliki ciri yang berbeda
Lebih terperinciDocuCom PDF Trial. Nitro PDF Trial BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Generasi muda adalah bagian dari penduduk dunia yang sangat potensial dan memiliki sumbangan teramat besar bagi perkembangan masa depan dunia. Namun permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengahtengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia masalah kemiskinan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA
PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG GERAKAN MEMBANGUN DESA MANGGATANG UTUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG RAYA, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA
PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. b.
Lebih terperinciImplementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program
Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) mulai tahun Konsepsi Pemberdayaan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO
PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan
Lebih terperinciBUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG
BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA Menimbang Mengingat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana termuat dalam alinea keempat
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 1
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 62 TAHUN 2016
BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Jumlah penduduk Indonesia meningkat terus dari tahun ke tahun. Sensus penduduk
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut diberlakukannya Undang-Undang
Lebih terperinciBERALIH DARI SUBSIDI UMUM MENJADI SUBSIDI TERARAH: PENGALAMAN INDONESIA DALAM BIDANG SUBSIDI BBM DAN REFORMASI PERLINDUNGAN SOSIAL
KANTOR WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BERALIH DARI SUBSIDI UMUM MENJADI SUBSIDI TERARAH: PENGALAMAN INDONESIA DALAM BIDANG SUBSIDI BBM DAN REFORMASI PERLINDUNGAN SOSIAL Dr. Bambang Widianto Deputi Bidang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Menurut Peter Hagul dalam Daud Bahransyah (2011:10) penyebab kemiskinan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan di Indonesia yang belum mampu teratasi hingga saat ini. Terbatasnya lapangan pekerjaan dan semakin sempitnya lahan pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk penanggulangan kemiskinan dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah kemiskinan memang telah ada sejak kala. Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk penanggulangan kemiskinan dengan meluncurkan program-program
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012
1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciKemiskinan di Indonesa
Kemiskinan di Indonesa Kondisi Kemiskinan Selalu menjadi momok bagi perekonomian dunia, termasuk Indonesia Dulu hampir semua penduduk Indonesia hidup miskin (share poverty), sedangkan sekarang kemiskinan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN
1 PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang : a.
Lebih terperinciBUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 82 TAHUN 2008 TENTANG
BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 82 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah adalah merupakan suatu manifestasi yang diraih oleh masyarakat tersebut yang diperoleh dari berbagai upaya, termasuk
Lebih terperinciBAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL A. KONDISI UMUM Pelaksanaan pembangunan bidang kesejahteraan sosial selama periode 2001-2004 memperlihatkan kondisi yang menggembirakan, terutama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah pembangunan diberbagai bidang yang ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak berdayaan. Oleh karena
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan dasar dan paling essensial dari pembangunan tidak lain adalah mengangkat kehidupan manusia yang berada pada lapisan paling bawah atau penduduk miskin, kepada
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG
PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK
Lebih terperinciBAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL A. KONDISI UMUM Pelaksanaan pembangunan bidang kesejahteraan sosial selama periode 2001-2004
Lebih terperinciPENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari
Lebih terperinciL A P O R A N K I N E R J A
L A P O R A N K I N E R J A 2 0 1 4 A s i s t e n D e p u t i B i d a n g P e m b e r d a y a a n M a s y a r a k a t Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 K a
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG
SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kemiskinan menjadi salah satu alasan rendahnya Indeks Pembangunan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah bangsa Indonesia. Kemiskinan menjadi salah satu alasan rendahnya Indeks Pembangunan Manusia Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan pada hakekatnya bertujuan membangun kemandirian,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada hakekatnya bertujuan membangun kemandirian, termasuk pembangunan pedesaan. Salah satu misi pemerintah adalah membangun daerah pedesaan yang
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian
Lebih terperinciBUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 23 TAHUN 2007 T E N T A N G LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan
Lebih terperinciBAB V GAMBARAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT
BAB V GAMBARAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT Program pengembangan masyarakat perusahaan sebagai tanggungjawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility), pengkaji nila belum ada program yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan desentralisasi tercatat mengalami sejarah panjang di Indonesia. Semenjak tahun 1903, Pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan Desentralisatie wet yang menjadi
Lebih terperinciBUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 58 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PEMERINTAHAN DESA
BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 58 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang
Lebih terperinciCAPAIAN KINERJA INDIKATOR INDIKATOR DAMPAK (IMPACT)
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 111 / HUK / 2009 TANGGAL : 19 OKTOBER 2009 TENTANG : INDIKATOR KINERJA PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN INDIKATOR INDIKATOR DAMPAK (IMPACT) PENINGKATAN KUALITAS
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang
Lebih terperinciSEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.
SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO
PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program ekonomi yang dijalankan negara-negara Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA / KELURAHAN DALAM KABUPATEN TANJUNG JABUNG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kader kesehatan telah menyita perhatian dalam beberapa tahun terakhir ini, karena banyak program kesehatan dunia menekankan potensi kader kesehatan untuk meningkatkan
Lebih terperinci