NASKAH DRAMA KAPAI-KAPAI KARYA ARIFIN C. NOER: TINJAUAN STRUKTURAL, NILAI EDUKATIF, DAN RELEVANSINYA TERHADAP PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA DI SMA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NASKAH DRAMA KAPAI-KAPAI KARYA ARIFIN C. NOER: TINJAUAN STRUKTURAL, NILAI EDUKATIF, DAN RELEVANSINYA TERHADAP PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA DI SMA"

Transkripsi

1 NASKAH DRAMA KAPAI-KAPAI KARYA ARIFIN C. NOER: TINJAUAN STRUKTURAL, NILAI EDUKATIF, DAN RELEVANSINYA TERHADAP PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA DI SMA SKRIPSI Oleh: NIKEN YUNINDAR KUNCORONINGRUM K PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Juli 2012 i

2 PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Niken Yunindar Kuncoroningrum NIM : K Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul Naskah Drama Kapai-Kapai Karya Arifin C. Noer: Tinjauan Struktural, Nilai Edukatif, dan Relevansinya terhadap Pembelajaran Apresiasi Drama di SMA adalah betulbetul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang saya peroleh dari skripsi tersebut. Surakarta, Juli 2012 Yang Membuat Pernyataan, Niken Yunindar Kuncoroningrum ii

3 NASKAH DRAMA KAPAI-KAPAI KARYA ARIFIN C. NOER: TINJAUAN STRUKTURAL, NILAI EDUKATIF, DAN RELEVANSINYA TERHADAP PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA DI SMA Oleh : NIKEN YUNINDAR KUNCORONINGRUM K SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit Juli 2012 to user iii

4 iv

5 v

6 ABSTRAK Niken Yunindar Kuncoroningrum. K Naskah Drama Kapai-Kapai Karya Arifin C. Noer: Tinjauan Struktural, Nilai Edukatif, dan Relevansinya terhadap Pembelajaran Apresiasi Drama di SMA. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Juli Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui dan mendiskripsikan: (1) struktur pembangun naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer; (2) keterjalinan unsur-unsur dalam struktur naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer; (3) nilai edukatif naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer; (4) relevansi naskah drama Kapai-Kapai sebagai materi pembelajaran drama di SMA. Bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan strategi tunggal terpancang dan metode analisis dokumen. Sumber data dalam penelitian ini adalah naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer dan hasil wawancara yang menunjang permasalahan penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu teknik studi pustaka yang dilakukan dengan mencatat dokumendokumen atau arsip yang berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis jalinan atau mengalir yang meliputi tiga komponen, yaitu: (1) reduksi data; (2) sajian data; dan (3) penarikan simpulan. Berdasarkan analisis data melalui pendekatan struktural, dapat disimpulkan: (1) tema dalam cerita ialah penderitaan hidup karena harapan semu, memiliki tokoh protagonis Abu, tokoh antagonis Emak dan Majikan, serta tokoh tritagonis Bulan, Yang Kelam, Iyem, Kakek, dan lain-lain, alur cerita menggunakan alur maju, setting terjadi di Jakarta antara tahun , dialog tokoh Abu merupakan dialog tak resmi, sedangkan tokoh Emak dan Kakek menggunakan bahasa resmi, serta amanat cerita yakni pentingnya pondasi agama dalam hidup; (2) tema penderitaan hidup mempengaruhi munculnya tokoh Abu yang miskin, setting tempat tinggal yang tidak layak huni, alur yang berantakan, serta digunakannya dialog yang kasar karena tokoh sentral memiliki latar belakang pendidikan yang rendah; (3) nilai kultural yang muncul yakni penggunaan pantun dan lenong, nilai kesosialan ditandai dengan rasa peduli Abu terhadap Gelandangan, nilai kesusilaan yang ada, antara lain sikap patuh terhadap atasan serta pelanggaran nilai moral dengan membunuh bayi, dan nilai keagamaan yang ditunjukkan dengan petuah Kakek mengenai ajaran agama; (4) naskah drama Kapai-Kapai memiliki struktur yang lengkap serta nilai edukatif yang tinggi sehingga jika direlevansikan dengan pembelajaran apresiasi drama di SMA, naskah ini dapat dijadikan sebagai materi pembelajaran apresiasi drama pada kelas XI dan XII semester II. Kata kunci: naskah Kapai-Kapai, struktur, nilai edukatif, pembelajaran drama vi

7 MOTTO Setiap hal yang dilakukan dengan ragu-ragu tidak akan membawa kemajuan dan keberhasilan. (Penulis) vii

8 PERSEMBAHAN Sebagai tanda terima kasih, kupersembahkan skripsi ini untuk: Papi dan ibu, yang tak pernah berhenti mendoakan dan mencurahkan kasih sayangnya padaku Mbak Dewi dan Mas Hari, yang selalu mengingatkan, memotivasi, dan menjadi contoh bagiku M. Bagus Priyo Sambodo, yang telah mengajariku banyak hal dan dan semoga tetap menemaniku melewati episode hidup Nuria Kusuma Putri, sahabat terbaikku, yang selalu ada dalam tangis dan tawaku Can-Teen Depp-Phan Ma-Ta sahabat-sahabat yang telah memahatkan indahnya kebersamaan di masa kuliah Almamater tercinta, FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta, tempat menimba ilmu dan pengalaman berharga viii

9 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah Swt. yang telah memberi kenikmatan dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar sebagai syarat meraih gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Peneliti menyadari, bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin penyusunan skripsi; 2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang memberikan persetujuan dalam skripsi ini; 3. Dr. Kundharu Saddhono, M.Hum, Ketua Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang memberikan persetujuan dalam skripsi ini; 4. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., dan Budi Waluyo, M.Pd selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan pengarahan, masukan, serta motivasi dalam penyelesaian skripsi; 5. Drs. Purwadi, selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing peneliti dari awal hingga akhir masa perkuliahan; 6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, khususnya Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan berbagai ilmu yang bermanfaat; 7. Arifin C. Noer, sebagai pengarang dari naskah drama Kapai-Kapai, objek penelitian dalam skripsi ini; 8. Drs. Samsi, Drs. Rochmat, Gusmel Riyadh, dan Dukut Wahyu Nugroho sebagai narasumber yang memberikan informasi-informasi berkaitan dengan penelitian; ix

10 9. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga semoga karya ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menambah khasanah keilmuan dalam pelajaran bahasa Indonesia. Surakarta, Juli 2012 Penulis x

11 DAFTAR ISI Halaman JUDUL... i PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... ii PENGAJUAN... iii PERSETUJUAN... iv PENGESAHAN... v ABSTRAK... vi MOTTO... vii PERSEMBAHAN... viii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 4 C. Tujuan Penelitian... 4 D. Manfaat Penelitian... 5 BAB II KAJIAN TEORETIK... 6 A. Tinjauan pustaka Hakikat Naskah Drama... 6 a. Pengertian Naskah Drama... 6 b. Klasifikasi Drama Kajian Struktural Naskah Drama a. Hakikat Pendekatan Struktural b. Struktur Naskah Drama Nilai-Nilai Pendidikan dalam Naskah Drama a. Hakikat Nilai Pendidikan xi

12 b. Nilai Pendidikan dalam Karya Sastra Relevansi Naskah Drama Kapai-Kapai dalam Pembelajaran Sastra B. Penelitian yang Relevan C. Kerangka Berpikir BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian B. Bentuk dan Strategi Penelitian C. Sumber Data D. Teknik Sampling E. Teknik Pengumpulan Data F. Uji Validitas Data G. Teknik Analisis Data H. Prosedur Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Naskah Drama Kapai-Kapai Sinopsis Drama Kapai-Kapai B. Hasil Penelitian Struktur Drama Kapai-Kapai a. Tema b. Penokohan c. Alur d. Setting e. Dialog f. Petunjuk Teknis g. Amanat Keterjalinan Unsur-Unsur dalam Naskah Drama Kapai- Kapai a. Tema dengan Penokohan b. Tema dengan Alur c. Penokohan dengan Alur xii

13 d. Penokohan dengan Setting e. Penokohan dengan Dialog f. Petunjuk Teknis dengan Dialog dan Penokohan g. Amanat dengan Unsur-Unsur Lain Nilai-Nilai Edukatif dalam Naskah Drama Kapai-Kapai a. Nilai Kultural b. Nilai Kesosialan c. Nilai Kesusilaan d. Nilai Keagamaan Relevansi Naskah Drama Kapai-Kapai Terhadap Materi Pembelajaran Apresiasi Drama di SMA C. Pembahasan Struktur Naskah Drama Kapai-Kapai Keterjalinan Unsur-Unsur dalam Naskah Drama Kapai- Kapai Nilai-Nilai Edukatif dalam Naskah Drama Kapai-Kapai Relevansi Naskah Drama Kapai-Kapai Terhadap Materi Pembelajaran Apresiasi Drama di SMA BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan B. Implikasi C. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

14 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Kurikulum Pembelajaran Apresiasi Drama Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian xiv

15 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Alur Slowly Rising Conflict Alur Static Conflict Alur Jumping Conflict Plot Biasa Plot Rapat Plot Renggang Kerangka Berpikir Flow Model of Analysis (Miles dan A. Huberman) xv

16 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Naskah Drama Kapai-Kapai Biografi Pengarang Catatan Lapangan Hasil Wawancara xvi

17 NASKAH DRAMA KAPAI-KAPAI KARYA ARIFIN C. NOER: TINJAUAN STRUKTURAL, NILAI EDUKATIF, DAN RELEVANSINYA TERHADAP PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA DI SMA SKRIPSI Oleh: NIKEN YUNINDAR KUNCORONINGRUM K PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Juli 2012

18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil perenungan pengarang yang terinspirasi dari kehidupan sehari-hari. Karya sastra yang lahir tidak semata-mata buah dari khayalan pengarang, tetapi merupakan perwujudan dari fenomena yang ada. Fenomena yang menarik bagi pengarang kemudian dikemas dalam bentuk dan bahasa yang indah. Melalui bahasa-bahasa yang digunakan, dapat diketahui ciri khas pengarang, karakter tokoh yang ada, tema, serta pesan yang termuat di dalamnya. Tiap-tiap karya sastra yang diciptakan oleh pengarang memiliki tujuan masing-masing. Amanat yang terkandung juga dapat membawa manfaat bagi para penikmat karya sastra tersebut. Damono (dalam Suhariyadi, 2002: 148) mengemukakan, sastra menampilkan gambaran kehidupan; dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan menyangkut hubungan antarmasyarakat, masyarakat dengan orang-seorang, antarmanusia, dan antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Gambaran kehidupan dalam karya sastra merupakan perwujudan dari hubungan yang tidak terpisahkan antara sastra dengan masyarakat. Sekaligus, hal itu merupakan perwujudan dari peran karya sastra sebagai institusi sosial. Sebagai institusi sosial, karya sastra bukan semata-mata karena diciptakan oleh masyarakat, tetapi adanya dimensi sosial yang melekat pada karya sastra itu. Karya sastra bukan hanya dibangun oleh struktur formalnya, melainkan juga struktur sosial. Tokoh dan penokohannya, peristiwa yang diceritakan, bahasa sebagai medium, dan nilai-nilai yang terkandung dalam pesan dan amanat karya sastra, merupakan bias kualitas dan kuantitas struktur sosial. Hubungan karya sastra dengan masyarakat, teknologi, dan minat masyarakat memberikan pengaruh terhadap perkembangan teori sastra (Ratna, 2011: 75). Namun, sedekat apapun karya sastra dengan struktur sosialnya, selalu terdapat unsur fiksi dan imajinasi. commit Kedua to user aspek tersebut menjadi syarat utama 1

19 2 sebuah wacana disebut sastra. Dengan demikian, di satu pihak karya sastra terlibat dalam persoalan-persoalan sosial masyarakat, di lain pihak, karya sastra menampilkan fenomena fiksi dan imajinatif. Bentuk-bentuk karya sastra sangat beragam. Salah satunya ialah drama. Drama adalah sebuah lakon atau cerita berupa kisah kehidupan dalam dialog dan lakuan tokoh yang berisi konflik manusia. Konflik yang dialami oleh manusia tidak terlepas dari proses yang dilaluinya dalam hidup bermasyarakat. Konflik tersebut akan mempengaruhi aktivitas kejiwaan manusia. Drama dapat dikatakan sebagai cuplikan dari kehidupan nyata. Pengarang membuat sebuah naskah drama dengan mengangkat salah satu permasalahan yang ada. Permasalahan tersebut dapat diambil dari pengalaman pribadi pengarang maupun orang lain dan juga dapat diciptakan sendiri. Agar konflik yang terdapat dalam sebuah drama dapat dirasakan oleh penonton, maka drama harus disajikan dengan bahasa yang menarik. Dalam hal ini, pengarang memiliki ciri khas masingmasing. Sebagai suatu genre sastra, drama mempunyai kekhususan dibandingkan dengan genre sastra lain, layaknya puisi dan fiksi. Kesan dan kesadaran terhadap drama lebih difokuskan kepada bentuk karya yang bereaksi langsung secara konkret. Kekhususan drama disebabkan tujuan drama ditulis oleh pengarangnya tidak hanya berhenti sampai pada tahap pembeberan peristiwa untuk dinikmati secara artistik imajinatif oleh pembacanya, melainkan juga harus dilanjutkan pada sebuah pementasan secara visual di atas panggung pertunjukkan (Damhudi, 2011). Dalam istilah drama, ada dua kemungkinan penafsiran, yaitu drama naskah dan drama pentas. Namun, yang menjadi dasar adalah drama naskah, karena drama pentas pun berlandaskan drama naskah. Untuk itulah, drama dapat dianggap sebagai suatu karya yang memiliki dua dimensi, yakni dimensi sastra dan dimensi seni pertunjukkan. Drama seringkali dianggap sebagai genre sastra yang sulit dipahami dan membosankan. Selain masih sedikitnya antusiasme masyarakat dalam mengapresiasi drama-drama yang ada, dalam lembaga pendidikan resmi pun pembelajaran drama tidak dilakukan commit secara to user maksimal. Mayoritas siswa tidak

20 3 tertarik mempelajari drama. Padahal dalam drama terdapat nilai-nilai pendidikan yang dapat bermanfaat bagi pembaca atau penontonnya. Melalui pertunjukan drama, nilai-nilai tersebut akan lebih terlihat dan mudah ditangkap. Jika pertunjukan drama dilakukan oleh siswa, maka siswa sebagai pemeran tokoh akan terlatih untuk berbicara di depan publik dan memiliki mental yang lebih kuat. Untuk memerankan dan mengambil pesan dari sebuah drama, diperlukan pemahaman terhadap isi drama tersebut. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami isi naskah drama, yaitu pendekatan struktural. Pendekatan struktural merupakan langkah untuk mengkaji karya sastra secara mendalam dengan meneliti struktur pembangunnya. Unsur-unsur pembangun karya sastra yang berada di dalam teks disebut dengan unsur intrinsik. Unsur pembangun karya sastra yang berasal dari luar karya itu disebut dengan unsur ekstrinsik. Struktur yang dikaji dalam pendekatan struktural merupakan unsurunsur intrinsik drama, meliputi: tema, penokohan dan perwatakan, latar, alur, dialog, peetunjuk teknis, amanat, tipe drama, serta hubungan antarunsurnya. Melalui telaah mengenai struktur pembangun drama, nantinya akan dapat diketahui secara cermat pesan serta kandungan drama tersebut. Dari simpulan itu, dapat dikorelasikan dengan nilai-nilai pendidikan yang dapat memberikan good effect pada penikmat drama. Nilai pendidikan karya sastra tidak hanya ditentukan pada apa yang disampaikannya, tapi juga pada cara dan bentuk penyampaian. Nilai pendidikan dalam suatu karya sastra dapat meliputi: 1) nilai kultural; 2) nilai kesosialan; 3) nilai kesusilaan; 4) nilai keagamaan. Pengungkapan masalah-masalah sosial dalam karya sastra dengan bahasa estetis lebih menyentuh perasaan dan penghayatan pembaca. Dengan bahasa imajinatif, karya sastra memberikan ruang bagi pembaca untuk terlibat pada persoalan beserta maknanya. Naskah drama yang menjadi objek penelitian ini adalah naskah drama bertajuk Kapai-Kapai. Naskah drama karya Arifin C. Noer memang memiliki daya tarik untuk dipahami, baik dalam bentuk penelitian maupun proses pertunjukkan teater. Namun, batasan permasalahan dalam penelitian ini yaitu mengenai struktur pembangun naskah drama Kapai-Kapai dan nilai-nilai pendidikan yang termuat commit di dalamnya. to user Naskah ini merupakan naskah

21 4 drama bergaya surealis yang sarat dengan simbol-simbol. Secara semiotik, simbol-simbol tersebut merupakan struktur hirarki sistem tanda yang dihadirkan pengarangnya untuk mengungkapkan pemikiran, gagasan, dan pandangannya secara konotatif. Bahasa konotatif-imajinatif memiliki pesan-pesan tersirat yang menarik untuk dikuak. Oleh sebab itu, untuk memahaminya, penulis menelaah struktur pembangun serta nilai-nilai pendidikan yang terdapat di dalamnya. Bertolak dari latar belakang tesebut penulis melakukan sebuah penelitian yang bertajuk Naskah Drama Kapai-Kapai Karya Arifin C. Noer: Tinjauan Struktural, Nilai Edukatif, dan Relevansinya terhadap Pembelajaran Apresiasi Drama di SMA. B. Rumusan Masalah Berdasar pada latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah struktur naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer? 2. Bagaimanakah keterjalinan unsur-unsur dalam struktur naskah drama Kapai- Kapai karya Arifin C. Noer? 3. Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer? 4. Bagaimanakah relevansi naskah drama Kapai-Kapai terhadap materi pembelajaran apresiasi drama di SMA? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan dan menjelaskan struktur naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer. 2. Mendeskripsikan dan menjelaskan keterjalinan unsur-unsur dalam struktur naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer. 3. Mendeskripsikan dan menjelaskan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer.

22 4. Mendeskripsikan dan menjelaskan relevansi naskah drama Kapai-Kapai sebagai materi pembelajaran apresiasi drama di SMA. 5 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Manfaat teoretis dari penelitian ini yaitu memberikan sumbangan teoretis dalam bidang kajian struktural dan nilai-nilai pendidikan pada karya sastra, khususnya berkaitan dengan naskah drama sehingga dapat memperkaya dan melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya. 2. Manfaat Praktis a. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengalaman dan dapat dijadikan sebagai awal untuk membuat karya ilmiah yang lebih baik lagi. b. Bagi pembaca, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan menambah wawasan dan referensi. c. Bagi peneliti sastra yang lain, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai pembanding dan referensi terhadap analisis karya sastra, khususnya drama, yang selanjutnya.

23 BAB II KAJIAN TEORETIK A. Tinjauan Pustaka 1. Hakikat Naskah Drama a. Pengertian Naskah Drama Noor menyebutkan bahwa istilah sastra berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti tulisan atau karangan (2011: 17). Waluyo (2002: 2) mengemukakan bahwa kata drama berasal dari bahasa Yunani draomai, yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, atau beraksi. Terdapat istilah yang sangat terkait dengan drama, yaitu teater. Teater juga berasal dari bahasa Yunani theatron, yang berarti tempat atau gedung pertunjukan. Wiyanto (2002: 2) menyebutkan bahwa kata teater berasal dari bahasa Inggris theatre yang berarti gedung pertunjukan. Dalam perkembangannya, dalam pengertian lebih luas kata teater diartikan sebagai segala hal yang dipertunjukkan di depan orang banyak. Hubungan kata teater dan drama bersandingan sedemikian erat seiring dengan perlakuan terhadap teater yang mempergunakan drama lebih identik sebagai teks atau naskah atau lakon atau karya sastra. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa istilah teater berkaitan langsung dengan pertunjukan, sedangkan drama berkaitan dengan lakon atau naskah cerita yang akan dipentaskan. Jadi, teater adalah visualisasi dari drama atau drama yang dipentaskan di atas panggung dan disaksikan oleh penonton. Menurut H. B. Jassin (dalam Suroto, 1989: 75), drama berarti rentetan kejadian yang merupakan cerita. Drama merupakan potret suka-duka, pahit-manis, hitam-putih kehidupan manusia (Damhudi, 2011). Hal itu sejalan dengan pendapat Somers (2008: 63) yang menyatakan bahwa drama merupakan rekaan kenyataan. Kemudian, diungkapkan pula oleh Simorangkir Simanjuntak, bahwa drama merupakan seni yang mempertunjukkan pekerti manusia dengan perbuatan. Semi menyebutkan pengertian drama sebagai cerita atau tiruan perilaku manusia yang dipentaskan (1993: 156). Wirajaya dan Sudarmawarti (2008: 31) mengungkapkan hal yang serupa, yakni drama ialah commit kisah to user hidup dan kehidupan manusia yang 6

24 7 diceritakan di atas pentas, disaksikan oleh orang banyak dengan media percakapan, gerak, dan laku, dengan atau tanpa dekor, didasarkan pada naskah yang telah tertulis dengan atau tanpa musik, nyanyian, dan tarian. Drama adalah karangan yang berbentuk dialog/percakapan antara pemain-pemainnya (Yustinah & Iskak, 2008: 28). Rahmanto berpendapat bahwa drama merupakan suatu bentuk sastra yang dapat merangsang gairah dan memunculkan keasyikan bagi pemain dan penonton (1988: 89). Menurut Kosasih, drama adalah bentuk karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan menyampaikan pertikaian dan emosi melalui lakuan dan dialog. Drama disebut juga sandiwara. Kata tersebut berasal dari bahasa Jawa, sandi yang berarti tersembunyi, dan warah yang berarti ajaran. Dengan demikian, sandiwara adalah ajaran yang tersembunyi dalam tingkah laku dan percakapan (2003: 268). Jika menyebut istilah drama, maka terdapat dua kemungkinan, yaitu drama naskah dan drama pentas. Namun, dalam penelitian ini drama naskahlah yang menjadi objek kajian. Waluyo menyatakan bahwa drama naskah merupakan dasar dari drama pentas. Naskah drama dapat dijadikan bahan studi sastra, dapat dipentaskan, dan dapat dipagelarkan dalam media audio, berupa sandiwara radio atau kaset. Drama naskah merupakan salah satu genre sastra yang disejajarkan dengan puisi dan prosa. Drama naskah dapat diberi batasan sebagai salah satu jenis karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan mempunyai kemungkinan dipentaskan (2002: 2). Dewojati (2010: 160) menyatakan bahwa dalam menganalisis naskah drama, akan ditemukan dua unsur yang harus diperhatikan, yakni teks utama dan teks samping. Naskah drama (lakon) pada umumnya disebut skenario, berupa susunan (komposisi) dari adegan-adegan dalam penuangan sebagai karya tulis, biasanya memiliki keterbatasan sesuai dengan fitrahnya (Muntsani, 2009). Menurut Wirajaya dan Sudarmawarti (2008: 42 43), hal-hal yang harus diperhatikan dalam menulis naskah drama, yakni: 1) tema harus sesuai dengan tujuan pementasan; 2) konflik disusun dengan tajam menggunakan dialog yang mantap; 3) watak yang diciptakan harus memungkinkan terjadinya pertentangan

25 8 antartokoh; 4) bahasa yang digunakan mudah dipahami dan komunikatif; serta 5) layak untuk dipentaskan. Wujud naskah drama yang berupa dialog-dialog, menuntut penggunaan ragam bahasa yang sesuai dengan konteks drama yang diangkat. Ada beberapa naskah drama yang menggunakan ragam bahasa sehari-hari, tetapi ada pula yang berbentuk puisi-puisi. Namun, ragam bahasa yang digunakan tetap harus mengacu pada konvensi sastra. Teeuw dalam Waluyo mengemukakan aturan-aturan sastra yang harus dipatuhi secara lebih rinci, sebagai berikut. 1) Teks sastra memiliki struktur batin yang saling menentukan. 2) Teks sastra juga memiliki struktur luar yang terikat oleh bahasa pengarangnya. 3) Sistem sastra dapat dapat disebut bentuk dunia sekunder, yang sangat kompleks. Teeuw menyebutkan tiga ciri khas karya sastra sebagai berikut. a) Teks sastra merupakan kesatuan yang utuh dan memiliki batas kebulatan makna. b) Dalam teks sastra ungkapan dan hal-hal yang tidak penting dalam kehidupan sehari-hari dibuat menjadi penting. c) Dalam karya sastra terdapat pihak yang terikat konvensi dan menyimpang dari konvensi. Hal ini memunculkan ketengan dalam pemaknaan karya sastra (2002: 7). Karakteristik drama menurut Semi (1993: ), yakni: 1) drama mempunyai tiga dimensi, yaitu dimensi sastra, gerakan, dan ujaran; 2) drama memberikan pengaruh emosional yang lebih kuat dibanding karya sastra yang lain; 3) bagi sebagian besar orang, menonton drama lebih menyenangkan dan menghasilkan pengalaman yang lebih lama diingat dibandingkan dengan membaca novel; 4) drama disusun dengan suatu keterbatasan; 5) keterbatasan pemain secara fisik yakni drama hanya menyangkut masalah manusia; 6) drama memiliki keterbatasan pemanfaatan objek material; 7) drama memiliki keterbatasan bukan saja dari segi artistik tetapi juga dari segi kepantasan; 8) drama dibatasi oleh keterbatasan intelegensi rata-rata penonton; 9) drama mungkin menampilkan sejumlah commit episode to user dan menggunakan sub alur, serta

26 9 menggabungkan beberapa cerita-cerita yang terpisah-pisah dalam novel; dan 10) naskah drama merupakan suatu karya tulis yang isinya melalui percakapan. Tersusunnya sebuah naskah drama diilhami dari konflik yang diciptakan pengarang. Waluyo (2002: 7 8) menyebutkan bahwa konflik yang digali dari kehidupan manusia menjadi dasar suatu naskah drama. Konflik manusia biasanya terbangun oleh pertentangan antara tokoh-tokohnya, sehingga muncullah dramatic action. Pertentangan antara tokoh-tokoh utama dapat berupa kebaikan dengan kejahatan, kesopanan dengan kebrutalan, tokoh pembela kebenaran dengan tokoh bandit, tokoh ksatria dengan tokoh penjahat, maupun tokoh bermoral dengan tokoh amoral. Atkinson (2010: 10) juga berpendapat bahwa opera dapat dibuat berdasarkan inspirasi pengarang yang dipadukan dengan pengalamannya di kehidupan nyata. Ide-ide yang diperoleh diinterpretasikan menjadi kendala-kendala yang dapat dikembangkan. Tarigan memberikan batasan-batasan drama, yakni: 1) drama adalah salah satu cabang seni sastra; 2) drama dapat berbentuk prosa atau puisi; 3) drama mementingkan dialog, gerak, perbuatan; 4) drama adalah suatu lakon yang dipentaskan di atas panggung; 5) drama adalah seni yang menggarap lakon-lakon mulai sejak penulisan hingga pementasannya; 6) drama membutuhkan ruang, waktu, dan audiens; 7) drama adalah hidup yang disajikan dalam gerak; dan 8) drama adalah sejumlah kejadian yang memikat dan menarik hati (1993: 72). Istilah drama juga lekat kaitannya dengan istilah dramaturgi. Dramaturgi berasal dari bahasa Inggris dramaturgy yang berarti seni atau teknik penulisan drama dan penyajiannya dalam bentuk teater. Berdasar pengertian ini, maka dramaturgi membahas proses penciptaan teater mulai dari penulisan naskah hingga pementasannya. Menurut Harymawan, tahapan dasar untuk mempelajari dramaturgi yang disebut dengan formula dramaturgi. Formula ini disebut dengan fromula 4 M yang terdiri dari, menghayalkan, menuliskan, memainkan, dan menyaksikan. 1) M1 atau menghayal. Tahap ini dapat dilakukan dengan memperhatikan halhal yang terjadi di sekitar. Melalui kegiatan tersebut akan muncul suatu

27 10 gagasan yang merangsang daya cipta. Gagasan tersebutlah yang kemudian dapat dikembangkan menjadi inti cerita. 2) M2 atau menulis. Dalam tahap ini tokoh, situasi dan segala sesuatu yang berkaitan dengan jalannya cerita ditentukan. Keterjalinan antarunsur harus diperhatikan agar membentuk kesatuan makna yang utuh. 3) M3 atau memainkan. Setelah naskah selesai dibuat, aktor dapat memainkan peran sesuai dengan kebutuhan cerita. Para aktor harus mampu memainkan perannya masing-masing sehingga ide pokok cerita dapat tersampaikan kepada penonton. Hal ini juga memerlukan kerjasama dari sutradara, penata artistik, serta pengarang cerita. 4) M4 atau menyaksikan. Tahap ini merupakan tahap penerimaan oleh penonton. Suatu pementasan drama dikatakan berhasil jika penonton dapat menangkap pesan dari cerita yang dibawakan (dalam Damhudi, 2011). Formula dramaturgi seperti disebutkan di atas merupakan tahap mendasar yang harus dipahami dan dilakukan oleh para pelaku teater. Jika salah satu tahap dan unsur yang ada dalam setiap tahapan diabaikan, maka pertunjukan yang digelar bisa dipastikan kurang sempurna. Oleh karena itu, pemahaman dasar formula dramaturgi dapat dijadikan acuan proses penciptaan karya seni teater. Dari pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa naskah drama adalah bentuk karya sastra yang berwujud dialog-dialog yang berkembang dari sebuah konflik atau lebih, yang kemudian disusun dengan bahasa yang indah. Indah di sini berarti tepat atau sesuai dengan konteks cerita dalam naskah drama. b. Klasifikasi Drama Drama yang dikenal masyarakat memiliki variasi dalam jalan ceritanya. Menurut Suroto (1989: 76 78), sebagai pertunjukan drama dibedakan menjadi drama tradisional dan drama modern. 1) Drama tradisional merupakan drama yang hidup dalam kehidupan masyarakat. Drama tersebut juga memiliki unsur-unsur pembangun cerita seperti drama-drama yang lain. Pendapat mengenai drama tradisional juga disampaikan oleh Johnny Saldaña commit to dalam user Hare, bahwa drama tradisional

28 11 dapat disusun berdasarkan wawancara, catatan lapangan, jurnal, media cetak, maupun artikel. Ia juga menyebutkan perbedaan drama tradisional dengan teater tradisional. Teater tradisional merupakan pertunjukan langsung yang menggunakan kerajinan-kerajinan tradisional dan teknik artistik (2008: 3). 2) Drama modern berbeda dengan drama tradisional. Jika drama tradisional berkembang secara alamiah dan berkaitan dengan adat, maka drama modern merupakan drama yang sengaja dibuat oleh pengarang dan sutradara. Suroto juga membedakan drama jika dilihat dari penyajiannya, yaitu: 1) drama biasa; 2) opera; 3) operet; 4) pantomim; dan 5) sendratari. Selain itu, ia juga membedakan drama berdasarkan isi dan sifatnya, yakni: 1) drama absurd; 2) drama ajaran; 3) drama duka; 4) drama dukaria; 5) drama lirik; 6) drama liturgi; 7) drama ria; 8) drama puisi; serta 9) drama sejarah. Waluyo dan Tarigan memiliki pendapat yang sama. Mereka menyebutkan empat klasifikasi drama, sebagai berikut. 1) Tragedi Semi (1993: 168) menyatakan bahwa tragedi merupakan sejenis drama yang berakhir dengan kesedihan, terjadinya kematian, berhubungan dengan tindakan serius yang menarik perhatian. Boulton mendefinisikan drama tragedi sebagai sebuah drama dengan akhir yang menyedihkan, biasanya paling tidak suatu kematian. Tindakan dan pikiran tokoh diperlakukan secara serius (1983: 147). Tragedi atau drama duka juga diartikan sebagai drama yang menyuguhkan cerita kesedihan yang dominan. Tokoh-tokoh dalam drama ini mengalami bencana besar. Terdapat tragic hero yang merupakan tokoh pahlawan, tetapi memiliki kisah tragis dalam hidupnya (Waluyo, 2002: 39). Menurut Tarigan, ciri drama tragedi yakni: a) objek yang digarap merupakan lakon yang serius; b) pahlawan atau tokoh utama merupakan orang penting yang herois; c) insiden yang terdapat dalam cerita harus wajar; serta d) rasa kasihan, sedih, dan takut merupakan emosi utama pada karya tragedi (1993: 83 84). Tidak jauh berbeda, Kosasih (2003: 273) mengungkapkan ciri-ciri drama tragedi, antara lain: a)

29 menampilkan kisah sedih; b) cerita bersifat serius; c) memunculkan rasa kasihan dan ketakutan; serta d) terdapat tokoh yang bersifat kepahlawanan. 12 2) Komedi Komedi merupakan drama penggeli hati, penuh kelucuan yang menimbulkan tawa (Wiyanto, 2002: 7). Semi berpendapat sejalan. Ia mengungkapkan, bahwa komedi ialah drama untuk menyenangkan hati atau menimbulkan suasana gembira (1993: 168). Fungsi utama dari komedi ialah untuk menghibur. Hiburan dapat berkisar dari senyum tenang hingga tertawa terbahakbahak. Pendapat tersebut dikemukakan oleh Boulton (1983: 151). Waluyo (2002: 40) menyebut komedi sebagai drama ringan yang bersifat menghibur, biasanya di dalamnya terdapat dialog-dialog yang menyindir dan berakhir dengan kebahagiaan. Dalam drama komedi, terdapat tokoh-tokoh yang konyol dan kocak. Namun, kelucuan drama ini tidak menjadi prioritas satu-satunya. Pengarang tetap menjaga nilai dramatik dalam drama komedi. Ciri-ciri drama komedi menurut Kosasih yaitu: a) cerita tersebut umumnya berupa cerita-cerita ringan; b) dalam drama komedi terkadang ada bagian serius, tetapi disajikan secara ringan; c) kisah ini mengenai peristiwa yang mungkin terjadi; d) kelucuan yang timbul ialah dari tokoh; serta e) kelucuan yang terjadi masih bersifat bijaksana (2003: ). Sedangkan ciri-ciri drama komedi menurut Tarigan ialah: a) subjek yang diperankan dapat serius atau ringan; b) kejadian yang terdapat di dalamnya bersifat probable dan possible; c) segala yang terjadi muncul dari tokoh, bukan situasi; dan d) kelucuannya berupa jenis humor yang serius, tidak dibuat-buat (1993: 85). 3) Melodrama Melodrama merupakan drama dengan kisah yang mengharukan. Lakonnya dibuat berlebihan, sehingga kurang dapat meyakinkan penonton terhadap cerita tersebut. Dalam melodrama, tokoh yang hero tidak memiliki kekurangan sedikitpun. Sedangkan tokoh jahat mutlak jahat, tanpa ada sifat baiknya (Waluyo, 2002: 40). Semi commit menyebutkan to user bahwa melodrama adalah drama

30 13 yang dialognya diucapkan dengan iringan musik (1993: 169). Ciri-ciri melodrama adalah: a) menampilkan cerita yang serius; b) memunculkan kejadian-kejadian yang bersifat kebetulan secara berlebihan; dan c) menciptakan rasa sentimental (Kosasih, 2003: 274). Tarigan (1993: 86) juga mengemukakan pendapatnya mengenai ciri melodrama, sebagai berikut: a) subjek bersifat serius, tetapi tidak seotentik drama tragedi; b) terdapat unsur-unsur perubahan; c) rasa kasihan yang ditonjolkan cenderung sentimentalitas; dan d) tokoh utama biasanya menang dalam pertempuran. 4) Farce (Dagelan) Dagelan sering disebut juga dengan banyolan atau komedi picisan. Farce hanya mementingkan geer dari penonton. Jenis drama ini kurang menjaga aspek dramatik. Tokoh-tokoh dalam farce sering melakukan over acting dan tidak memperhatikan disiplin acting (Waluyo, 2002: 42). Farce merupakan drama yang bertujuan untuk mengundang gelak tawa berlebihan dari penontonnya (Semi, 1993: 170). Pendapat yang sama dikemukakan oleh Boulton (1983: 153), yakni farce bertujuan untuk menghasilkan tawa dengan efek berlebihan tanpa pemahaman psikologis. Tarigan menyebutkan bahwa farce harus memenuhi kriteria: a) kejadian dan tokoh cerita kemungkinan ada di kehidupan nyata; b) kelucuan yang timbul seenaknya dan tidak teratur; c) bersifat episodik; dan d) segala sesuatu yang terjadi berasal dari situasi, bukan tokoh. Sedangkan ciri-ciri yang diungkapkan Kosasih (2003: 274) yakni: a) kelucuan yang timbul berlebihan; b) bersifat episodik; dan c) kelucuan muncul dari situasi. 2. Kajian Struktural Naskah Drama a. Hakikat Pendekatan Struktural Pendekatan didefinisikan sebagai cara menghampiri suatu objek. Siswantoro menyebutkan bahwa pendekatan adalah alat untuk menangkap fenomena sebelum dilakukan kegiatan analisis atas sebuah karya (2010: 47). Sedangkan cara mengumpulkan dan menganalisis data, disebut dengan metode (Ratna, 2011: 53). Namun, secara commit lebih luas, to user pendekatan mengimplikasikan cara-

31 14 cara memahami hakikat ilmu tertentu. Jika dihubungkan dengan penelitian karya sastra di Indonesia, dengan adanya pendekatan, peneliti diharuskan memiliki bekal dalam mengkaji sastra. Bukan hanya kajian yang bersifat praktis, melainkan juga teoretis. Pendekatan juga mengarahkan penelusuran sumber-sumber sekunder sehingga peneliti dapat memprediksikan literatur yang harus dimiliki. Hal itu disebabkan karya sastra di Indonesia tidak pernah terlepas dari kebudayaan dan unsur-unsur lain di masyarakat. Pradotokusumo (2005: 63) menyebutkan empat jenis pendekatan yang dapat digunakan dalam mengkaji karya sastra: 1) pendekatan objektif yang menekankan pada karya itu sendiri; 2) pendekatan ekspresif yang menekankan pada diri penulis; 3) pendekatan mimetik yang menekankan pada semesta; dan 4) pendekatan pragmatik yang menekankan pada pembaca. Pendekatan yang dianggap paling tepat dalam menganalisis karya sastra ialah pendekatan objektif yang menjelaskan kaitan unsur-unsur dalam struktur sebuah cerita. Nurgiyantoro (2005: 36) mengungkapkan bahwa pendekatan struktural dipelopori oleh kaum Formalis Rusia dan Strukturalisme Praha. Pendekatan struktural mendapat pengaruh langsung dari perubahan studi linguistik. Studi linguistik tidak hanya menekankan pada sejarah perkembangannya, tetapi juga berkaitan dengan hubungan antarunsurnya. Kaum srukturalisme menganggap karya sastra sebagai sebuah kesatuan yang dibangun oleh unsur-unsurnya. Hubungan antara unsur yang satu dengan lainnya bersifat timbal balik dan saling menentukan sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh. Karya sastra merupakan sebuah struktur. Berstruktur yang dimaksud yaitu tersusun dari unsur-unsur yang bersistem, yang di antara unsur-unsurnya memiliki hubungan timbal balik dan saling menentukan. Menurut Pradopo, ada beberapa ciri struktur karya sastra. Pertama, struktur merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu unsur-unsur pembentuknya tidak dapat berdiri sendiri-sendiri di luar struktur. Kedua, struktur berisi gagasan transformasi yang bersifat dinamis. Ketiga, struktur tersebut mengatur diri sendiri, dalam arti struktur tersebut tidak membutuhkan bantuan dari luar dirinya untuk mensahkan prosedur

32 15 transformasinya. Setiap unsur dalam struktur karya sastra memiliki fungsi masingmasing (1993: 118). Abrams dalam Nurgiyantoro mengartikan struktur karya sastra sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah. Sedangkan Nurgiyantoro sendiri mengemukakan bahwa strukturalisme dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan penelitian kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antarunsur pembangun karya yang bersangkutan. Ia pun menambahkan, analisis struktural karya sastra dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik fiksi. Mula-mula diidentifikasi dan dideskripsikan, misalnya, bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lainlain. Unsur-unsur tersebut kemudian dijelaskan fungsi-fungsinya dalam menunjang makna keseluruhan dari karya sastra (2005: 36 37). Strukturalis merupakan cara pandang mengenai tanggapan dan deskripsi struktur-struktur. Struktur-struktur tersebut memiliki bagian yang kompleks sehingga untuk memahami totalitas makna dari sebuah karya sastra harus mengkaji hubungan antarstruktur secara keseluruhan. Menurut Junus, strukturalisme sering dipahami sebagai bentuk. Karya sastra merupakan salah satu bentuk. Oleh karena itu, strukturalisme sering dianggap sebagai formalisme modern yang hanya mencari arti dari sebuah teks. Namun, pandangan tersebut dipatahkan oleh Levi-Strauss dan Propp yang mengungkapkan bahwa strukturalisme dapat menggambarkan pikiran pengarang dengan menghubungan unsur-unsur dalam cerita dengan hal-hal di luar struktur (Endraswara, 2011: 49). Ratna (2011: 75 76) mengungkapkan bahwa strukturalisme dianggap sebagai salah satu teori modern yang berhasil menghasilkan pemahaman maksimal. Dalam strukturalisme, konsep fungsi memiliki peran yang sangat vital. Artinya, unsur-unsur yang terdapat di dalam karya sastra dapat melakukan perannya secara maksimal dengan adanya fungsi, yaitu menunjukkan hubungan antarunsur yang terlibat. Sebuah unsur tidak akan memiliki arti jika tidak dipahami dalam proses antarhubungannya dengan unsur yang lain. Pradopo

33 16 berpendapat bahwa strukturalisme pada dasarnya merupakan cara berpikir tentang dunia, terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur karya sastra. Setiap unsur tidak mempunyai makna sendiri, melainkan maknanya ditentukan oleh hubungan antarunsur yang terkandung di dalam struktur (1993: 119). Menurut Craib (dalam Ratna, 2011: 77), variasi unsur dalam komunitas hubungan bisa sama, tetapi variasi hubungan akan menghasilkan sesuatu yang berbeda. Endraswara menyebutkan bahwa sejak zaman Yunani, strukturalisme telah diperkenalkan oleh Aristoteles dengan konsep: 1) wholeness, atau keseluruhan; 2) unity, berarti semua unsur harus ada; 3) complexity, berarti ruang lingkup harus memungkinkan perkembangan peristiwa yang masuk akal; 4) coherence, berarti sastrawan bertugas untuk menyebutkan hal-hal yang mungkin atau harus terjadi sesuai konsistensi logika cerita. Sedangkan menurut Jean Peaget strukturalisme mengandung tiga hal pokok, yaitu: 1) gagasan keseluruhan, artinya unsur-unsurnya menyesuaikan diri dengan kaidah intrinsik; 2) gagasan transformasi, artinya struktur tersebut memungkinkan terjadinya proses transformasi terus-menerus sehingga dapat membentuk bahan-bahan baru; 3) gagasan keteraturan yang mandiri, artinya struktur yang ada tidak memerlukan hal-hal lain di luar dirinya untuk mempertahankan prosedur transformasinya (2011: 50). Smith dalam Aminudin mengungkapkan penelitian struktur internal karya sastra merupakan the ontological structure of the work of art. Ungkapan tersebut menegaskan bahwa karya sastra merupakan suatu organisasi utuh yang terdiri dari berbagai bagian, unsur-unsurnya mempunyai interrelations and mutual dependencies, dan antarunsur pembangunnya memiliki hubungan tertentu (dalam Endraswara, 2011: 52). Langkah-langkah yang perlu dilakukan peneliti dalam pendekatan struktural menurut Endraswara ialah sebagai berikut.

34 17 1) Mengumpulkan data berupa teori-teori yang berkaitan dengan struktur sastra yang diteliti. Teori-teori yang dibangun harus dimengerti oleh peneliti sehingga memudahkan dalam proses penelitian. 2) Melakukan pembacaan secara cermat serta mencatat unsur-unsur pembangun karya sastra yang ditemukan. Setiap unsur dimasukkan dalam kartu data secara alfabetis sehingga memudahkan proses analisis. 3) Pembahasan unsur tema sebaiknya dilakukan terlebih dahulu karena tema merupakan jiwa dari karya sastra. 4) Unsur-unsur yang ditemukan harus dipadukan satu sama lain sehingga dapat menunjukkan keterjalinan unsur secara keseluruhan. 5) Analisis unsur-unsur harus memperhatikan keterjalinan antarunsur agar menghasilkan kepaduan makna yang matang (2011: 52 53). Berdasar pada pendapat-pendapat di atas, pendekatan struktural dapat didefinisikan sebagai cara analisis karya sastra dengan memahami unsur-unsur pembangunnya serta hubungan antarunsur tersebut sehingga membentuk kesatuan makna yang utuh. b. Struktur Naskah Drama Berkaitan dengan pendekatan struktural yang akan diterapkan, maka pemahaman makna dari sebuah karya sastra menjadi tujuan utama. Untuk memahami isi dari sebuah naskah drama secara terperinci, harus diketahui struktur unsur-unsur intrinsik pembentuknya. Unsur-unsur tersebut saling terkait satu sama lain sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh. Menurut Milawati (2011: 72), berdasarkan standar kompetensi yang harus dikuasai oleh anak dalam pemahaman drama yaitu mengidentifikasi unsur intrisik yang terdiri dari unsur-unsur pembangun struktur tokoh, sifat/karakter, alur, latar/setting, tema dan amanat. Tarigan (1993: 74) menyebutkan unsur-unsur drama, antara lain: 1) alur; 2) penokohan; 3) dialog; 4) aneka sarana kesastraan dan kedramaan. Waluyo menyebutkan enam unsur dalam struktur naskah drama, yakni: 1) alur; 2) penokohan; 3) dialog; 4) setting; 5) tema; dan 6) amanat (2008, 6 28). Namun, dalam penelitian ini akan dibahas commit secara lebih to user rinci. Struktur intrinsik pembangun

35 18 drama yang akan dikaji, antara lain: tema, penokohan dan perwatakan, plot/alur, latar/setting, dialog, petunjuk teknis, serta amanat. 1) Tema Setiap karya sastra yang diciptakan pasti memiliki tema. Tema tersebut dapat secara implisit maupun eksplisit tertuang dalam jalinan cerita. Suroto (1989: 88) menyebutkan bahwa tema adalah pokok pikiran atau pokok persoalan yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui jalinan cerita yang dibuatnya. Jalinan yang disampaikan tersebut tentulah memiliki pokok. Pokok cerita adalah sesuatu yang diceritakan oleh pengarang. Tema berada dalam pokok cerita. Dengan kata lain, tema adalah pokok pikiran atau pokok persoalan dibalik pokok cerita. Tak jauh berbeda, Sudjiman menyatakan tema adalah gagasan yang mendasari cerita (1988: 51). Berkaitan dengan drama, Waluyo (2002: 24 25) mengungkapkan pengertian tema sebagai gagasan pokok yang terkandung dalam drama. Tema berhubungan dengan premis dan nada dasar yang dikemukakan pengarangnya. Premis dapat disebut sebagai landasan pokok yang menentukan arah tujuan lakon dan merupakan landasan bagi pola konstruksi lakon. Sedangkan nada dasar dapat disamakan dengan jiwa atau suasana yang mendasari sebuah lakon. Interpretasi pentonton terhadap nada dasar suatu naskah drama dapat bervariasi. Oleh karena itu, naskah drama bersifat multi interpretable. Hal itu dapat disebabkan oleh latar belakang pengetahuan yang berbeda-beda dari penonton. Waluyo juga mengemukakan bahwa drama yang besar adalah drama yang mengangkat tema abadi. Maksudnya, tema tersebut bersifat interpersonal dan dapat diterima di segala kurun waktu. Ada pula yang mendefinisikan tema sebagai gagasan pokok yang mendasari terbentuknya cerita secara umum, yang dapat terbangun dari subtemasubtema (Wirajaya dan Sudarmawarti, 2008: 15). Pengertian tema juga diperoleh dari pendapat Stanton dan Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2005: 66). Menurut mereka, tema adalah makna yang terkandung dalam sebuah cerita. Tema juga didefinisikan sebagai gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung dalam teks commit sebagai to struktur user semantis dan yang menyangkut

36 19 persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko dan Rahmanto dalam Nurgiyantoro, 2005: 68). Penentuan tema berdasar pada nurani pengarangnya. Banyak hal yang dapat memengaruhi pengarang dalam menentukan tema dari karya-karyanya. Latar belakang budaya, pendidikan, maupun pengetahuan dapat menjadi dasar pembentukan tema. Hal itu juga mendapat pengaruh dari aliran filsafat yang dianut oleh pengarang. Waluyo (2002: 26 28) menyebutkan beberapa aliran filsafat yang mendasari penciptaan naskah drama, sebagai berikut. a) Aliran Klasik Naskah drama berwujud dialog yang panjang-panjang dan isi cerita yang bertema duka. Lakonnya bersifat statis dan diselingi dengan monolog. b) Aliran Romantik Naskah drama beraliran romantik ini seringkali berupa cerita-cerita yang tidak logis. Isi dramanya fantastis dan tokohnya bersifat sentimentil. c) Aliran Realisme Aliran ini menginspirasi terciptanya drama-drama realis yang isi ceritanya mirip dengan kehidupan sehari-hari. Ada dua macam aliran realisme, yaitu aliran realisme sosial dan aliran realisme psikologis. Realisme sosial menggambarkan problem sosial yang sangat berpengaruh terhadap kondisi psikis pelaku. Sedangkan realisme psikologis menekankan pada unsur kejiwaan secara apa adanya. Rasa senang, sedih, kecewa, bahagia, dilukiskan dengan apa adanya. d) Aliran Ekspresionisme Aliran ekspresionisme didasarkan pada perubahan sosial, pergantian adegan dilakukan dengan cepat, serta fragmen cerita disajikan secara filmis dan ekstrim. e) Aliran Eksistensialisme Naskah yang dilatarbelakangi aliran ini mendapat pengaruh yang besar dari filsafat eksistensialisme negara-negara barat. Jadi, intisari dari uraian tersebut ialah memandang tema sebagai makna yang termuat secara implisit dalam commit sebuah to karya user sastra.

37 20 2) Penokohan dan Perwatakan Drama bukanlah kehidupan sesungguhnya, tetapi hanya tiruan kehidupan yang dikemas dalam bentuk yang artistic (Boulton, 1983: 80). Istilah penokohan merujuk pada pelaku cerita. Sedangkan perwatakan menunjuk pada sifat tokoh-tokoh dalam cerita. Tokoh ialah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berperan dalam berbagai peristiwa di cerita (Sudjiman, 1988: 16). Jones dalam Nurgiyantoro (2005: 165) menyatakan penokohan sebagai pelukisan yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Sependapat dengan Jones, Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2005: 165) menyebutkan tokoh cerita ialah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki ciri khas dalam mengekspresikan wataknya dalam tindakan-tindakannya. Oemarjati menyebutkan bahwa melalui penokohan, pengarang dapat mengungkapkan alasan logis terhadap tingkah laku tokohnya. Tokoh-tokoh tersebut yang kemudian membawakan tema dalam keseluruhan latar dan alur cerita (dalam Dewojati, 2010: 169). Untuk membuat tokoh yang meyakinkan, pengarang harus mengerti dengan benar tabiat manusia, serta kebiasaan bertindak dan berujar di masyarakat (Sudjiman, 1988: 27). Menurut Wirajaya dan Sudarmawari, penokohan yang terdapat dalam drama tersebut mengungkapkan perwatakan berdasarkan keadaan fisik, psikis, dan sosiologis (2008: 15). Pengertian tokoh juga diambil dari pendapat Kosasih (2003: 270). Ia menyebutkan bahwa tokoh adalah orang-orang yang berperan dalam suatu drama. Kosasih juga membedakan tokoh menjadi tiga golongan berdasarkan perannya dalam jalan cerita. a) Tokoh protagonis, yaitu tokoh yang mendukung jalannya cerita. b) Tokoh antagonis, yaitu tokoh penentang cerita. c) Tokoh tritagonis, yaitu tokoh pembantu, baik untuk tokoh protagonis maupun untuk tokoh antagonis. Dalam naskah drama terdapat dramatic personae yang merupakan daftar tokoh-tokoh yang berperan dalam drama itu. Dramatic personae biasanya menjelaskan nama, jenis kelamin, commit tipe fisik, to user jabatan, dan keadaan kejiwaan tokoh

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Hakikat Karya Sastra Drama a. Pengertian Karya Sastra Drama Pada hakikatnya karya sastra merupakan cerminan dari realitas kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini, yakni penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini, yakni penelitian 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini, yakni penelitian yang dilakukan oleh Maimun Ladiku (2008) Meningkatkan kemampuan mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan dalam proses terciptanya melalui intensif, selektif, dan subjektif. Penciptaan suatu karya sastra bermula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra adalah bentuk seni yang diungkapkan oleh pikiran dan perasaan manusia dengan keindahan bahasa, keaslian gagasan, dan kedalaman pesan (Najid, 2003:7). Hal ini

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Drama Sebagai Karya Fiksi Sastra sebagai salah satu cabang seni bacaan, tidak hanya cukup dianalisis dari segi kebahasaan, tetapi juga harus melalui studi khusus yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia mempunyai berbagai suku bangsa dan warisan budaya yang sungguh kaya, hingga tahun 2014 terdapat 4.156 warisan budaya tak benda yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan Pada bagian ini dijelaskan tentang, (a) hakikat naskah drama, (b) analisis struktural pada drama, (c) kajian strukturalisme genetik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan pada hasil temuan penelitian dan analisis data mengenai struktur, pandangan dunia pengarang, struktur sosial pengarang, nilai edukatif, dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata BAB II LANDASAN TEORI Seperti yang telah disebutkan dalam bab pendahuluan bahwa sastra adalah suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata lain, kegiatan sastra itu merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif yang dibuat berdasarkan imajinasi dunia lain dan dunia nyata sangat berbeda tetapi saling terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di antaranya adalah Seni Rupa, Seni Musik, Seni Tari, dan Seni Teater. Beberapa jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Drama merupakan kisah utama yang memiliki konflik yang disusun untuk sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini drama bukan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berkaitan erat dengan proses belajar mangajar. Seperti di sekolah tempat pelaksanaan pendidikan, peserta didik dan pendidik saling melaksanakan pembelajaran

Lebih terperinci

Kemampuan Menulis Naskah Drama oleh Siswa Kelas VIII SMP Negeri 12 Kabupaten Muaro Jambi

Kemampuan Menulis Naskah Drama oleh Siswa Kelas VIII SMP Negeri 12 Kabupaten Muaro Jambi Kemampuan Menulis Naskah Drama oleh Siswa Kelas VIII SMP Negeri 12 Kabupaten Muaro Jambi Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang kemampuan menulis naskah drama berdasarkan unsur-unsur

Lebih terperinci

B. Unsur-unsur pembangun drama Unsur dalam drama tidak jauh berbeda dengan unsur dalam cerpen, novel, maupun roman. Dialog menjadi ciri formal drama

B. Unsur-unsur pembangun drama Unsur dalam drama tidak jauh berbeda dengan unsur dalam cerpen, novel, maupun roman. Dialog menjadi ciri formal drama DRAMA A. Definisi Drama Kata drama berasal dari kata dramoi (Yunani), yang berarti menirukan. Aristoteles menjelaskan bahwa drama adalah tiruan manusia dalam gerak-gerik. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN APRESIASI DRAMA MELALUI

PENINGKATAN KEMAMPUAN APRESIASI DRAMA MELALUI 1 PENINGKATAN KEMAMPUAN APRESIASI DRAMA MELALUI PENERAPAN METODE KOOPERATIF JIGSAW PADA SISWA KELAS V SD NEGERI KUDUR KECAMATAN WINONG KABUPATEN PATI TAHUN AJARAN 2010/2O11 SKRIPSI Oleh: SISWANTO X1207051

Lebih terperinci

INTISARI BAB I PENDAHULUAN

INTISARI BAB I PENDAHULUAN INTISARI Novel teenlit menjadi fenomena menarik dalam perkembangan dunia fiksi di Indonesia. Hal itu terbukti dengan semakin bertambahnya novel-novel teenlit yang beredar di pasaran. Tidak sedikit pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertunjukan drama merupakan sebuah kerja kolektif. Sebagai kerja seni

BAB I PENDAHULUAN. Pertunjukan drama merupakan sebuah kerja kolektif. Sebagai kerja seni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertunjukan drama merupakan sebuah kerja kolektif. Sebagai kerja seni yang kolektif, pertunjukan drama memiliki proses kreatifitas yang bertujuan agar dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. berarti berbuat, to act atau to do (Morris dalam taringan, 2000:69). Drama dapat

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. berarti berbuat, to act atau to do (Morris dalam taringan, 2000:69). Drama dapat BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Drama Kata drama berasal dari bahasa Greek, tegasnya dan kata kerja Dran yang berarti berbuat, to act atau to do (Morris dalam taringan,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran sastra di sekolah kini tampak semakin melesu dan kurang diminati oleh siswa. Hal ini terlihat dari respon siswa yang cenderung tidak antusias saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan

BAB II LANDASAN TEORI. Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Yang Relevan Sebelumnya Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Terhadap pentas drama Drakula intelek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren, 1990: 3). Karya sastra adalah suatu kegiatan kreatif, hasil kreasi pengarang. Ide

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu karya yang lahir dari hasil perenungan pengarang terhadap realitas yang ada di masyarakat. Karya sastra dibentuk

Lebih terperinci

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom RAGAM TULISAN KREATIF C Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom HAKIKAT MENULIS Menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa. Menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan aspek penting dalam penelitian. Konsep berfungsi untuk menghindari kegiatan penelitian dari subjektifitas peneliti serta mengendalikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang selain dikenal sebagai negara maju dalam bidang industri di Asia, Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra prosa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra adalah sebuah karya imajiner yang bermedia bahasa dan memiliki nilai estetis. Karya sastra juga merupakan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang dialaminya

Lebih terperinci

BAB II PENINGKATAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN MELALUI METODE KETERAMPILAN PROSES. Drama di teater adalah salah satu bentuk karya sastra, bedanya dengan

BAB II PENINGKATAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN MELALUI METODE KETERAMPILAN PROSES. Drama di teater adalah salah satu bentuk karya sastra, bedanya dengan BAB II PENINGKATAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN MELALUI METODE KETERAMPILAN PROSES A.Pengertian Drama atau Bermain Peran Drama di teater adalah salah satu bentuk karya sastra, bedanya dengan bentuk lain (prosa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Drama Pendek a. Pengertian Drama Kata drama berasal dari kata Yunani draomai (Haryamawan, 1988, 1) yang berarti berbuat, bertindak, bereaksi, dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Dari beberapa penelusuran, tidak diperoleh kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang hampir sama adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan termasuk salah satu dasar pengembangan karakter seseorang. Karakter merupakan sifat alami jiwa manusia yang telah melekat sejak lahir (Wibowo, 2013:

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTER TOKOH DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL AYAHKU (BUKAN) PEMBOHONG

ANALISIS KARAKTER TOKOH DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL AYAHKU (BUKAN) PEMBOHONG ANALISIS KARAKTER TOKOH DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL AYAHKU (BUKAN) PEMBOHONG KARYA TERE LIYE SERTA KESESUAIANNYA SEBAGAI MATERI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA (TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA) SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dalam meningkatkan hal tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dalam meningkatkan hal tersebut, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur.

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra sebagai hasil karya seni kreasi manusia tidak akan pernah lepas dari bahasa yang merupakan media utama dalam karya sastra. Sastra dan manusia sangat erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur (litera=huruf atau karya tulis). Dalam bahasa Indonesia karya sastra berasal dari bahasa sansakerta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat kaitannya karena pada dasarnya keberadaan sastra sering bermula dari persoalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari akar kata Cas atau sas dan tra. Cas dalam bentuk kata kerja yang diturunkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep. 1. Pengertian Novel. Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Karya sastra itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban manusia sesuai dengan lingkungan karena pada dasarnya, karya sastra itu merupakan unsur

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian analisis struktural dan nilai pendidikan karakter naskah drama Lautan Bernyanyi karya Putu Wijaya, dapat diambil simpulan sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian yang relevan dengan penelitian tentang novel Bumi Cinta karya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian yang relevan dengan penelitian tentang novel Bumi Cinta karya 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Yang Relevan Kajian yang relevan dengan penelitian tentang novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy sesuai dengan tinjauan terhadap penelitian sebelumnya yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Drama merupakan karya yang memiliki dua dimensi karakter (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran atau seni pertunjukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori BAB II LANDASAN TEORI Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori pendukungnya antara lain; hakekat pendekatan struktural, pangertian novel, tema, amanat, tokoh dan penokohan,

Lebih terperinci

ANALISIS TOKOH DAN NILAI PENDIDIKAN KARAKTER

ANALISIS TOKOH DAN NILAI PENDIDIKAN KARAKTER ANALISIS TOKOH DAN NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL ORANG MISKIN DILARANG SEKOLAH KARYA WIWID PRASETYO SERTA RELEVANSINYA SEBAGAI MATERI AJAR APRESIASI SASTRA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisi tentang struktural sastra dan sosiologi sastra. Pendekatan struktural dilakukan untuk melihat keterjalinan unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra itu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 9 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kajian Teori 1. Kedudukan Pembelajaran Mengidentifikasi Konflik Teks Drama dengan Menggunakan Metode Numbered Head Together dalam Kurikulum 2013 Mata Pelajaran

Lebih terperinci

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang 1 PENDAHULUAN Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan berbagai masalah yang dihadapinya

Lebih terperinci

NOVEL LALITA KARYA AYU UTAMI: KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN

NOVEL LALITA KARYA AYU UTAMI: KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN NOVEL LALITA KARYA AYU UTAMI: KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN SKRIPSI Oleh: INTAN SARASWATI K1209035 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Juni 2013 NOVEL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk diteladani. Berdasarkan isi karya sastra itu, banyak karya sastra yang dipakai

BAB I PENDAHULUAN. untuk diteladani. Berdasarkan isi karya sastra itu, banyak karya sastra yang dipakai digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan bagian dari ilmu pengetahuan. Sastra banyak diminati masyarakat karena bersifat mendidik dan menghibur (sebagai bacaan). Selain

Lebih terperinci

N NOVEL BIDADARI-BIDADARI SURGA

N NOVEL BIDADARI-BIDADARI SURGA N NOVEL BIDADARI-BIDADARI SURGA KARYA TERE LIYE: Tinjauan Struktural, Nilai Pendidikan, dan Relevansinya dalam Pembelajaran Sekolah Menengah Atas di Surakarta SKRIPSI Oleh: Yanuri Natalia Sunata K1209075

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya terdapat daya kreatif dan daya imajinasi. Kedua kemampuan tersebut sudah melekat pada jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

Lebih terperinci

NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE (KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA)

NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE (KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA) NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE (KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA) SKRIPSI Oleh: UMI LAELY LUTFIANA K1209069 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra adalah bentuk seni yang diungkapkan oleh pikiran dan perasaan manusia dengan keindahan bahasa, keaslian gagasan, dan kedalaman pesan (Najid, 2003:7). Hal ini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos.

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos. 7 BAB II LANDASAN TEORI E. Pengertian Psikologi Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos. Psyche artinya jiwa dan logos berarti ilmu. Dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Sepanjang pengamatan peneliti, tidak ditemukan penelitian yang membahas nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituangkan dalam sebuah karya. Sastra lahir dari dorongan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. dituangkan dalam sebuah karya. Sastra lahir dari dorongan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sastra adalah pengungkapan masalah hidup, filsafat, dan ilmu jiwa yang dituangkan dalam sebuah karya. Sastra lahir dari dorongan manusia untuk mengungkapkan diri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra pada dasarnya adalah seni bahasa. Perbedaan seni sastra dengan cabang seni-seni yang lain terletak pada mediumnya yaitu bahasa. Seni lukis menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan proses kreatif seorang pengarang melalui daya imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan yang terjadi di masyarakat ataupun kehidupan seseorang. Karya sastra merupakan hasil kreasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul skripsi, buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Penelitian yang berhubungan dengan karya sastra drama pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang antara lain sebagai berikut. 1) Rahmi Samalu.

Lebih terperinci

KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN KARAKTER NOVEL 9 dari NADIRA KARYA LEILA S. CHUDORI

KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN KARAKTER NOVEL 9 dari NADIRA KARYA LEILA S. CHUDORI KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN KARAKTER NOVEL 9 dari NADIRA KARYA LEILA S. CHUDORI SKRIPSI Oleh: LINA SUPRAPTO K1209039 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. referensial (Jabrohim 2001:10-11), dalam kaitannya dengan sastra pada

BAB I PENDAHULUAN. referensial (Jabrohim 2001:10-11), dalam kaitannya dengan sastra pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah karya imajinatif yang menggunakan media bahasa yang khas (konotatif) dengan menonjolkan unsur estetika yang tujuan utamanya berguna dan menghibur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan induk dari seluruh disiplin ilmu. Pengetahuan sebagai hasil proses belajar manusia baru tampak nyata apabila dikatakan, artinya diungkapkan

Lebih terperinci

Menulis kreatif naskah drama satu babak dengan memperhatikan kaidah penulisan drama.

Menulis kreatif naskah drama satu babak dengan memperhatikan kaidah penulisan drama. Menulis Kreatif Naskah Drama Kelas VII Kompetensi Kompetensi Dasar : Indikator: Menulis kreatif naskah drama satu babak dengan memperhatikan kaidah penulisan drama. Membedakan dua jenis drama Menyebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya sebuah karya sastra tentu tidak akan terlepas dari kehidupan pengarang baik karya sastra yang berbentuk novel, cerpen, drama, maupun puisi. Latar belakang

Lebih terperinci

KAJIAN MASALAH SOSIAL DALAM NOVEL SEKAR KARYA MARIA A. SARDJONO DAN RELEVANSINYA SEBAGAI MATERI PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA SKRIPSI.

KAJIAN MASALAH SOSIAL DALAM NOVEL SEKAR KARYA MARIA A. SARDJONO DAN RELEVANSINYA SEBAGAI MATERI PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA SKRIPSI. KAJIAN MASALAH SOSIAL DALAM NOVEL SEKAR KARYA MARIA A. SARDJONO DAN RELEVANSINYA SEBAGAI MATERI PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA SKRIPSI Oleh: MERPHATY SUKMA WARDHANI K1205026 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan mengekspresikan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegigihan adalah semangat pantang menyerah yang harus dimiliki untuk mencapai kesuksesan. Setiap manusia harus dapat membiasakan diri melihat setiap masalah yang muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif manusia dalam kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sastra seni kreatif menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan.

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah hasil ciptaan manusia yang mengandung nilai keindahan yang estetik. Sebuah karya sastra menjadi cermin kehidupan yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari daya imajinasi pengarang yang dituangkan dalam sebuah wadah. Sastra sendiri adalah bentuk rekaman dari bahasa yang akan disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Drama hadir atas proses yang panjang dan tidak hanya terhenti sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Drama hadir atas proses yang panjang dan tidak hanya terhenti sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Drama hadir atas proses yang panjang dan tidak hanya terhenti sebagai seni pertunjukan, akan tetapi berlanjut dengan menunjukan fungsinya dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada satu atau beberapa karakter utama yang sukses menikmati perannya atau

BAB I PENDAHULUAN. pada satu atau beberapa karakter utama yang sukses menikmati perannya atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Drama merupakan karya sastra yang dalam penulisan teksnya berisikan dialog-dialog dan isinya membentangkan sebuah alur. Seperti fiksi, drama berpusat pada satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik perhatian siswa. Selama ini pembelajaran sastra di sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. menarik perhatian siswa. Selama ini pembelajaran sastra di sekolah-sekolah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembelajaran sastra merupakan bagian dari pembelajaran bahasa yang harus dilaksanakan oleh guru. Guru harus dapat melaksanakan pembelajaran sastra dengan menarik.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1. Latar Belakang Sastra 1 merupakan curahan hati manusia berupa pengalaman atau pikiran tentang suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan

Lebih terperinci