BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Penelitian yang berhubungan dengan karya sastra drama pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang antara lain sebagai berikut. 1) Rahmi Samalu. 2008, dengan judul Kemampuan Siswa Kelas VIII SMP Negeri 8 Gorontalo Mengubah Cerpen Menjadi Naskah Drama. Penelitian tersebut mengangkat permasalahan, (1) bagaimana kemampuan siswa dalam mengubah cerpen menjadi naskah drama? (2) apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan siswa tersebut? dan (3) bagaimana solusi pemecahan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan siswa dalam mengubah cerpen menjadi naskah drama? Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data kemampuan siswa kelas VIII 1 SMP Negeri 8 Gorontalo dalam mengubah cerpen menjadi naskah drama masih pada kategori kurang. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakmampuan siswa kelas VIII 1 SMP Negeri 8 Gorontalo mengubah cerpen menjadi naskah drama meliputi guru sebagai pengajar, siswa sendiri, metode yang digunakan guru, ketersediaan sumber belajar, alokasi waktu pembelajaran yang sangat terbatas, dan faktor materi yang masih sulit bagi siswa. Solusi pemecahan masalah ketidakmampuan siswa mengubah cerpen menjadi naskah drama dapat dilakukan dari aspek guru sebagai pengajar, siswa sendiri, metode yang digunakan guru, ketersediaan sumber belajar, alokasi waktu pembelajaran yang sangat terbatas, dan faktor materi yang masih sulit bagi siswa. Meskipun sama-sama meneliti tentang kemampuan siswa mengubah/ menyadur cerpen ke bentuk naskah drama, penelitian sebelumnya dengan penelitian yang sekarang terdapat perbedaan dari segi permasalahan dan lokasi penelitiannya. Permasalahan pada penelitian

2 sebelumnya lebih dititikberatkan pada kemampuan siswa dalam mengubah cerpen menjadi naskah drama, faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan siswa tersebut, dan bagaiman solusi pemecahannya. Sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan sekarang, permasalahan lebih dititikberatkan dan difokuskan pada kemampuan siswa merelevansiksan tema cerpen ke dalam bentuk drama satu babak, kemampuan siswa menentukan tokoh dan karakter, serta bagaimana kemampuan siswa menyusun dialog dalam naskah drama sesuai cerpen yang dibaca. Selain itu, penelitian sebelumnya mengambil siswa kelas VIII SMP N 8 Gorontalo sebagai objek dan lokasi penelitian, sedangkan penelitian yang akan dilakukan sekarang mengambil siswa kelas XI program Bahasa SMA N 4 Gorontalo. 2) Risda Dai. 2008, dengan judul Kemampuan Siswa Menginterpretasi Penokohan dalam Pementasan Drama Biarkan Aku Menangis (suatu penelitian deskriptif pada siswa kelas VIII MTs.Nurul Bahri Kabila Bone). Penelitian tersebut mengangkat permasalahan 1) Bagaimana struktur cerita drama Biarkan Aku Menangis?, 2) Bagaimana kemampuan siswa menentukan kedudukan tokoh dalam pementasan drama Biarkan aku menangis? 3) bagaimana kemampuan siswa menginterpretasi penokohan dalam pementasan drama Biarkan Aku Menangis? dan 4) bagaimana kemampuan siswa menentukan penokohan dalam pementasan drama Biarkan Aku Menangis. Hasil penelitian menunjukan bahwa kemampuan siswa dalam menginterpretasi penokohan dalam pementasan Drama Biarkan Aku Menangis mencapai kategori cukup. Penelitian sebelumnya dan penelitian yang akan dilakukan sekarang memang terdapat persamaan pada permasalahan penelitian, yaitu sama-sama menentukan tokoh dan karakter pada drama yang dalam penelitian sebelumnya disatukan dalam penokohan. Namun pada penelitian yang akan dilakukan sekarang, tokoh dan karakter hanya merupakan salah satu

3 diantara tiga permasalahan yang diangkat, sedangkan pada penelitian sebelumnya permasalahan yang diteliti semuanya terfokus pada penokohan. 3) Ismail Rehina Rahama. 2009, dengan judul Meningkatkan kemampuan mengekspresikan Perilaku dan Dialog Tokoh dalam Drama Melalui Metode Modeling pada Peserta Didik kelas XI SMA Muhammadiyah Tolangohula Kabupaten Gorontalo tahun ajaran 2008/2009. Penelitian tersebut mengangkat pemasalahan bagaimana meningkatkan kemampuan mengekspresikan Perilaku dan Dialog Tokoh dalam Drama Melalui Metode Modeling pada Peserta Didik kelas XI SMA Muhammadiyah Tolangohula Kabupaten Gorontalo tahun ajaran 2008/2009? Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode modeling dapat meningkatkan kemampuan mengekspresikan perilaku dan dialog tokoh peserta didik. Meskipun sama-sama menentukan dialog pada drama, akan tetapi penelitian sebelumnnya dengan penelitian yang akan dilakukan sekarang terdapat perbedaan pada judul penelitian dan lokasi penelitian. Selain itu, penelitian sebelumnya merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dengan kata lain, penelitian sebelumnya sudah merupakan penelitian lanjutan yang dilakukan pada siswa. Berdasarkan tinjauan di atas, maka jelas terdapat perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Hanya persamaannya sama-sama terfokus pada penelitian tentang drama. 2.2 Kerangka Teori Pengertian Cerpen Cerpen merupakan sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam (Nurgiyantoro, 2010:10). Membaca sebuah karya fiksi, novel ataupun cerpen, pada umumnya yang pertama-tama menarik perhatian orang adalah

4 ceritanya. Faktor cerita inilah terutama yang mempengaruhi sikap dan selera orang terhadap buku yang akan, sedang, atau sudah dibaca. Genre cerpen berkembang pesat dengan berbagai keunikannya. Cerpen tersatukan melalui tema dan efek. Cerpen bergaya padat, salah satu kepadatan yang lazim digunakan didalamnya adalah simbolisme (Dewojati,2010:17). Cerpen pada umumnya bertema sederhana. Jumlah tokohnya terbatas. Jalan ceritanya sederhana dan latarnya meliputi ruang lingkup yang terbatas (Kosasih, 2012:34). Oleh karena itu pada cerpen sering terdapat alur yang lebih sederhana, tokoh yang dimunculkan hanya terdiri dari beberapa orang saja, serta latar yang dilukiskan hanya sesaat dan dalam lingkup yang relatif terbatas. Pendapat lain dikemukakan oleh Satyagraha Hoerip (dalam Semi, 1988:34), bahwa cerpen (cerpen) adalah karakter yang dijabarkan lewat rentetan kejadian daripada kejadiankejadian itu sendiri satu persatu. Sebuah cerpen pada dasarnya menuntut adanya perwatakan jelas pada tokoh cerita. Salah satu ciri yang terpenting dalam cerpen adalah cerpen haruslah berbentuk padat. Jumlah kata, konflik, dan ide yang tertuang dalam cerpen harus lebih sedikit. Untuk menentukan panjang pendeknya cerpen, Guerin (dalam Priyatni, 2010:126) menyatakan bahwa cerpen biasanya menggunakan kata atau 50 halaman. Cerpen, selain kependekannya ditunjukkan oleh jumlah kata yang digunakan, ternyata peristiwa dan isi cerita yang disajikan juga sangat pendek. Peristiwa yang disajikan memang singkat, tetapi mengandung kesan yang dalam. Isi cerita memang pendek karena mengutamakan kepadatan ide. Oleh karena peristiwa dan isi cerita dalam cerpen singkat, maka pelaku-pelaku dalam cerpen pun relatif lebih sedikit jika dibandingkan dengan roman/novel. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa cerpen merupakan sebuah karya sastra berbentuk narasi dengan cerita yang pendek, dan terdiri dari tokoh yang sedikit, tetapi

5 pendeknya cerita tersebut memudahkan pembaca dalam memahami alur ceritanya tanpa memakan waktu berhari-hari untuk menyelesaikan cerita pada cerpen tersebut Jenis-jenis Cerpen Menurut Tarigan (1984:178), pembagian atau klasifikasi terhadap cerpen dapat dilakukan dari berbagai sudut pandang yang umum, yaitu sebagai berikut. a. berdasarkan jumlah kata; b. berdasarkan nilai. 1. Berdasarkan jumlah kata Berdasarkan jumlah kata yang dikandung oleh cerpen, maka dapatlah dibedakan dua jenis cerpen, yaitu : a) Cerpen yang pendek (short short story) b) Cerpen yang panjang (long short story) Hal di atas sejalan dengan pendapat Nurgiyantoro (2010:10) yang menyebutkan bahwa cerpen yang pendek (short short story), bahkan mungkin pendek sekali: berkisar 500-an kata; ada cerpen yang panjangnya cukupan (middle short story), serta ada cerpen yang panjang (long short story) yang terdiri dari puluhan (atau bahkan beberapa puluh) ribu kata. 2. Berdasarkan nilai sastra Kalau kita banyak membaca cerpen, maka tahulah kita bahwa ada di antaranya yang benar-benar bernilai sastra, yaitu memenuhi norma-norma yang dituntut oleh seni sastra, dan di samping itu ada pula beberapa yang tidak bernilai sastra, tetapi lebih ditujukan untuk menghibur saja. Klasifikasi tersebut masing-masing dikenal dengan istilah cerpen sastra dan cerpen hiburan. Memang sulit membuat batasan yang tegas antara cerpen sastra dengan cerpen hiburan, karena sastrapun mungkin pula menngandung hiburan, dan cerpen hiburan mungkin pula bernilai

6 sastra. Dari buku atau majalah yang memuat cerpen itu dapat kita ketahui masuk jenis mana sesuatu cerpen. Di Indonesia misalnya, cerpen-cerpen yang dimuat dalam majalah-majalah : Indonesia, Mimbar Indonesia, Zenith, Sastra, Cerpen, Horison, Budaya Jaya, merupakan cerpen sastra, dan yang dimuat dalam majalah Terang Bulan dan sejenisnya, adalah cerpen hiburan (Tarigan, 1984:179). Dari pendapat-pendapat di atas, maka cerpen yang akan disadur dalam penelitian ini berdasarkan jumlah katanya termasuk cerpen yang panjang (long short story), yang terdiri dari puluhan (atau bahkan beberapa puluh) ribu kata. Sedangkan berdasarkan nilainya, cerpen ini termasuk jenis cerpen hiburan, tetapi mengandung nilai sastra Pengertian Drama Sebagai sebuah genre, drama memiliki asal-usul dan perkembangannya sendiri. Hingga kini telah banyak pendapat para ahli mengemukakan tentang definisi drama yang dapat memperkaya referensi. Secara etimologis, kata drama berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, bereaksi, dan sebagainya. Jadi, drama merupakan perbuatan atau tindakan. Aristoteles mengartikan drama sebagai imitasi perbuatan manusia (Dewojati, 2010:7). Pendapat lain juga diungkapkan oleh Sumardjo dan Saini (1988:31), bahwa drama adalah karya sastra yang mengungkapkan cerita melalui dialog-dialog para tokohnya. Drama adalah bentuk karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan menggambarkan pertikaian dan emosi melalui lakuan dan dialog. Dalam Kamus Istilah Sastra (2008:73) drama merupakan karya sastra yang bertujuan melukiskan tentang kehidupan yang menampilkan perselisihan/konflik dan emosi lewat peran dan dialog. Drama juga terkadang dikombinasikan dengan musik dan tarian, sebagaimana sebuah opera.

7 Kata kunci drama adalah gerak. Setiap drama akan mengandalkan gerak sebagai ciri khusus drama. Kata kunci ini yang membedakan dengan puisi dan prosa fiksi. Menurut Soemanto (dalam Endraswara, 2011:11) dalam bahasa Perancis drama disebut drame yang artinya lakon serius. Serius yang dimaksud, tidak berarti drama melarang adanya humor. Serius dalam hal ini cenderung merujuk pada aspek penggarapan. Drama perlu garapan yang matang. Drama adalah seni cerita dalam percakapan dan akting tokoh. Dikatakan serius artinya drama butuh penggarapan tokoh yang mendalam dan penuh pertimbangan, dan yang digarap adalah akting agar memukau penonton. Banyak orang berasumsi, drama itu sekadar tontonan. Memang tidak keliru anggapan ini. Hampir semua drama dipentaskan memang untuk ditonton. Drama tanpa penonton jelas sulit ditafsirkan apakah menarik atau tidak, karena yang dapat memberikan apresiasi adalah penonton, siapa pun dan apa pun latar belakangnya Jenis-jenis Drama Kosasih (2012:137) membagi jenis-jenis drama atas empat bagian, yaitu sebagai berikut : 1. Tragedi Drama tragedi umumnya memunculkan kisah yang sangat menyedihkan yang dialami seorang insan yang mulia, kaum bangsawan, yang mempertaruhkan dirinya menentang rintangan-rintangan yang tidak seimbang dengan kekuatannya. Aspek positif drama melalui tragedi, misalnya dapat belajar bagaimana hidup dengan penuh derita, dapat mengajarkan dan memberikan wawasan suatu ketabahan dan dengan kemuliaan dapat menandinginya. Tragedi adalah sejenis drama yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. a. Menampilkan kisah sedih. b. Cerita bersifat serius.

8 c. Memunculkan rasa kasihan dan ketakutan. d. Menampilkan tokoh yang bersifat kepahlawanan. 2. Komedi Cerita ini umumnya menampilkan cerita-cerita ringan. Drama ini mungkin pula memunculkan kisah serius, namun dengan perlakuan nada yang ringan. Melalui komedi, kita dapat menikmati peluapan gelak tawa sebagai suatu pembukaan tabir rahasia mengenai untuk apa manusia menentang/melawan dan untuk apa pula manusia mempertahankan atau membela sesuatu. Komedi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. a. Cerita ini mengenai peristiwa-peristiwa yang kemungkinan terjadi. b. Kelucuan muncul dari tokoh dan bukan dari situasi. c. Gelak tawa yang ditimbulkan bersifat bijaksana. 3. Melodrama Melodrama merupakan jenis drama yang bersifat sentimental dan melankolis. Ceritanya cenderung terkesan mendayu-dayu dan mendramatisir kesedihan. Emosi penonton dipancing untuk merasa iba pada tokoh protagonis (Suciyanti, 2010:1). Melodrama mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. a. Mengetengahkan serta menampilkan kisah yang serius. b. Banyak memunculkan kejadian yang bersifat kebetulan. c. Memunculkan rasa kasihan yang sifatnya sentimental. 4. Farce

9 Farce merupakan jenis drama yang menampilkan cerita lucu yang bersifat dagelan, sengaja menciptakan kelucuan kelucuan dengan dialog dan gerak laku lucu (Suciyanti, 2010:1). Suatu farce mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. a. Menimbulkan kelucuan yang tidak karu-karuan. b. Bersifat episodik, memerlukan kepercayaan yang sesaat. c. Kelucuan-kelucuan timbul dari situasi, bukan dari tokoh. Dari penjelasan di atas, maka drama hasil saduran dari cerpen termasuk drama jenis melodrama yang ceritanya terkesan mendramatisir kesedihan. Hal tersebut dapat dilihat pada tokoh antagonis yang selalu mengeluh dan tidak pernah bersyukur, serta ketabahan tokoh protagonis yang membuat penonton akan merasa iba jika drama tersebut dipentaskan Unsur Intrinsik Cerpen dan Drama Sebuah karya sastra baik itu cerpen ataupun drama mempunyai unsur-unsur penting yang membangunnya dari dalam (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik). Pada umumnya, unsur intrinsik dalam cerpen dan drama itu sama. Hanya ada beberapa perbedaan yang terdapat dari masing-masing unsurnya. Jika dibandingkan dengan fiksi (cerpen atau novel), maka unsur intrinsik drama dapat dikatakan kurang sempurna. Di dalam drama tidak ditemukan adanya unsur pencerita, sebagaimana terdapat di dalam cerpen. Alur di dalam drama lebih dapat ditelusuri melalui motivasi yang merupakan alasan untuk munculnya suatu peristiwa (Hasanuddin, 2009:92). Unsur-unsur pembangun dalam cerpen dan drama meliputi : 1. Tema Tema adalah gagasan yang menjalin struktur isi cerita. Tema suatu cerita menyangkut segala persoalan, baik itu berupa masalah kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya (Kosasih, 2012:40). Tema jarang dituliskan secara tersurat oleh pengarangnya.

10 Pada hakikatnya menentukan tema pada cerpen sama dengan menentukan tema pada karya sastra lain, termasuk drama. Dalam drama, untuk mengetahui tema, kita perlu mengapresiasi menyeluruh terhadap berbagai unsur karangan itu. Tema jarang dinyatakan secara tersirat, begitu pula pada cerpen. Pencerita menyusun suatu cerita karena ingin menjelaskan (mengilustrasikan) tema yang menarik baginya. Ia ingin mengungkapkan idenya agar dapat dipahami pembaca, atau dengan kata lain mengko munikasikan ide-ide kepada masyarakat. Tema biasanya dasar utama cerita yang dipilih pengarang untuk memulai karangannya. Dalam pengertian lain tema itu adalah pokok cerita dalam novel atau cerpen, yang kalau dipadatkan mungkin hanya dapat diungkapkan dengan satu kata atau kalimat (Tuloli,2000:43). 2. Latar Latar atau setting merupakan tempat dan waktu serta suasana yang berlangsung dalam cerita, baik itu cerpen maupun drama. Latar berfungsi untuk memperkuat atau mempertegas keyakinan pembaca terhadap jalannya cerita ataupun pada karakter tokoh. Latar terdiri atas latar tempat dan latar waktu (Kosasih, 2012:38). a) Latar tempat merupakan tempat berlangsungnya cerita mungkin berupa daerah yang luas, seperti nama daerah atau nama negara, mungkin pula berada di daerah yang sempit, seperti kelas atau pojok kamar. Contoh : akhirnya Rara nekat juga pergi ke lab IPA, dengan buku fisikanya dia duduk disamping pintu bagian depan lab IPA. Lalu ia mulai belajar dengan seperti biasanya (dikutip dari contoh penggambaran dalam buku Dasar-dasar Keterampilan Bersastra, Kosasih, 2012: 38). Latar tempatnya adalah di sekolah, lab IPA. Sementara pada drama, latar tempat biasanya merupakan penggambaran tempat kejadian didalam naskah drama, seperti di medan perang, di meja makan.

11 b) Latar waktu merupakan waktu berlangsungnya cerita, mungkin pada pagi hari, dan waktuwaktu lainnya. Seperti halnya latar tempat, penggambarannya dapat secara langsung oleh pengarang ataupun melalui penuturan tokoh. Contoh : dia datang sambil terus menatapku, tak ada senyum diwajahnya. Hal ini membuat prasangka buruk terhadapku. Namun setelah duduk lama di mejanya sapaan itu keluar dari mulutnya, pagi, Tom?. pagi, jawabku tanpa berani menatap wajahnya (dikutip dari contoh penggambaran dalam buku Dasar-dasar Keterampilan Bersastra, Kosasih, 2012:39). Keadaan waktunya adalah pagi hari. Contoh pada drama misalnya penggambaran waktu kejadian didalam naskah drama, seperti pagi hari pada tanggal 17 Agustus Selain itu, terdapat juga latar suasana/ budaya, yaitu penggambaran suasana ataupun budaya yang melatarbelakangi terjadinya adegan atau peristiwa dalam drama misalnya dalam budaya masyarakat Betawi, Melayu, Sunda Kosasih (2012:136). Latar dapat dikatakan sebagai keseluruhan lingkungan cerita yang terdiri atas adat istiadat, kebiasaan, dan pandangan hidup tokoh. Dapat juga dikatakan, latar adalah lingkungan kejadian atau dunia yang berkaitan erat dengan kejadian yang diceritakan (Tuloli,2000:52). 3. Alur Plot atau alur cerita adalah rangkaian peristiwa yang satu sama lain dihubungkan dengan hukum sebab akibat (Sumardjo dan Saini 1988:139). Hal ini sependapat dengan pernyataan Kosasih (2012 : 34), bahwa alur (plot) merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab akibat. Dari kedua pendapat diatas, Tuloli (2000:19) mengemukakan secara garis besar indikator-indikator alur/plot adalah : a) Kerangka atau struktur cerita yang merupakan jalin menjalin cerita dari awal hingga akhir; b) Hubungan peristiwa-peristiwa berdasarkan sebab dan akibat serta menurut urutan waktu; c) Jalinan perjalanan penokohan;

12 d) Hubungan konflik batin tokoh; e) Mengikat hubungan tempat dan waktu kejadian; f) Berkaitan dengan perkembangan konflik antara tokoh antagonis dan protagonis. Cerpen dan drama, sama-sama memiliki alur dan bagian-bagian dalam alur. Secara umum, alur pada cerpen terbagi ke dalam bagian-bagian berikut. a) Pengenalan situasi cerita (exposition) Dalam bagian ini pengarang memperkenalkan para tokoh, menata adegan, dan hubungan antartokoh. b) Pengungkapan peristiwa (complication) Dalam bagian ini disajikan peristiwa awal yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, ataupun kesukaran-kesukaran bagi para tokohnya. c) Menuju pada adanya konflik (rising action) Terjadi peningkatan perhatian kegembiraan, kehebohan ataupun keterlibatan berbagai situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh. d) Puncak konflik (turning point) Bagian ini pula disebut sebagai klimaks. Inilah bagian cerita yang paling besar dan mendebarkan. Pada bagian ini pula ditentukannya perubahan nasib beberapa tokohnya. Misalnya apakah dia berhasil menyelesaikan masalahnya atau gagal. e) Penyelesaian (ending) Sebagai akhir cerita, pada bagian ini berisi penjelasan tentang nasib-nasib yang dialami tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak itu. Namun ada pula cerpen yang penyelesaian

13 akhir ceritanya diserahkan kepada imajinasi pembaca. Jadi akhir ceritanya itu dibiarkan menggantung, tanpa ada penyelesaian (Kosasih, 2012:35). Seperti juga bentuk-bentuk sastra lainnya, sebuah cerita drama pun harus bergerak dari suatu permulaan, melalui suatu bagian tengah, menuju suatu akhir (Kosasih, 2012:135). Dalam drama, bagian-bagian ini dikenal sebagai eksposisi, komplikasi, dan resolusi (denouement). a. Eksposisi sesuatu cerita menentukan aksi dalam waktu dan tempat; memperkenalkan para tokoh, menyatakan situasi sesuatu cerita, mengajukan konflik yang akan dikembangkan dalam bagian utama cerita tersebut, dan adakalanya membayangkan resolusi yang akan dibuat dalam cerita itu. b. Komplikasi atau bagian tengah cerita, mengembangkan konflik. Sang pahlawan atau pelaku utama menemukan rintangan-rintangan antara dia dan tujuannya, dia megalami aneka kesalahpahaman dalam perjuangan untuk menanggulangi rintangan-rintangan ini. Pengarang dapat memperunakan teknik flash back atau sorot balik untuk memperkenalkan penonton dengan masa lalu sang pahlawan, menjelaskan suatu situasi, atau untuk memberikan motivasi bagi aksi-aksinya. c. Resolusi atau denouement hendaklah muncul secara logis dari apa-apa yang telah mendahuluinya di dalam komplikasi. Titik batas yang memisahkan komplikasi dan resolusi, biasanya disebut klimaks (turning point). Pada klimaks itulah terjadi perubahan penting mengenai nasib sang tokoh. Kepuasan para penonton terhadap suatu cerita tergantung pada sesuai tidaknya perubahan itu dengan yang mereka harapkan. 4. Penokohan Penokohan merupakan cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh dan

14 perwatakan sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menyaran pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro. 2010:66). Menurut Kosasih (2012:36), pada cerpen terdapat teknik penggambaran karakteristik tokoh yaitu sebagai berikut. 1. Teknik analitik atau penggambaran langsung; 2. Penggambaran fisik dan perilaku tokoh; 3. Penggambaran lingkungan kehidupan tokoh; 4. Penggambaran tata kebahasaan tokoh, serta 5. Pengungkapan jalan pikiran tokoh. Penokohan pada cerpen dan drama tidak jauh beda, karena pada dasarnya sama-sama mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam cerita ataupun lakon. Seperti yang dikemukakan oleh Hasanuddin, (2009:93) bahwa pada penokohan, di dalamnya termasuk hal-hal yang berkaitan dengan penamaan, pemeranan, keadaan fisik tokoh (aspek fsiologis), keadaan kejiwaan tokoh (aspek psikologis) keadaan sosial tokoh (aspek sosiologi), serta karakter tokoh. Penokohan erat hubungannya dengan perwatakan. Susunan tokoh (drama personae) adalah daftar tokoh-tokoh yang berperan dalam drama itu. Dalam susunan daftar tokoh itu, yang terlebih dulu dijelaskan adalah nama, umur, jenis kelamin, tipe fisik, jabatan, dan keadaan kejiwaannya itu. Penulis lakon sudah menggambarkan perwatakan tokoh-tokohnya. Watak tokoh itu akan menjadi nyata terbaca dalam dialog dan catatan samping. Jenis dan warna dialog akan menggambarkan watak tokoh itu. Dalam wayang kulit atau wayang orang,

15 tokoh-tokohnya sudah memiliki watak yang khas, yang didukung pula dengan gerak-gerik, suara, panjang pendeknya dialog, jenis kalimat, dan ungkapan yang digunakan (Waluyo,2006:15). 5. Amanat Amanat merupakan salah satu unsur dalam cerita yang sangat penting. Pentingnya amanat dalam cerita berhubungan dengan mutu atau kualitas sebuah karya sastra tersebut (Didipu, 2012:84). Setiap karya sastra, baik novel, cerpen ataupun drama mempunyai amanat atau pesan moral yang tersirat didalamnya. Pesan merupakan ajaran moral atau pesan didaktis yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu. Amanat tersirat di balik kata-kata yang disusun, dan juga berada di balik tema yang diungkapkan. Oleh karena itu amanat selalu berhubungan dengan tema cerita itu. Misalnya, tema suatu cerita tentang hidup bertetangga, maka amanat ceritanya tidak akan jauh dari tema itu, misalnya pentingnya menghargai tetangga, pentingnya menyantuni tetangga yang miskin, dan sebagainya Kosasih (2012:41). Selain persamaan unsur-unsur di atas, yang membedakan antara cerpen dengan drama adalah dialog. Dialog merupakan unsur terpenting dalam drama, yang tidak terdapat dalam cerpen. Luxemburg dkk, (1992:160) menyatakan bahwa dialog terikat pada pelaku. Unit-unit dialog yang juga disebut giliran bicara diucapkan oleh seseorang pelaku yang mempunyai fungsi dalam alur. Dialog adalah bagian dari naskah drama yang berupa percakapan antara satu tokoh dengan yang lain. Begitu pentingnya kedudukan dialog di dalam sastra drama, sehingga tanpa kehadirannya suatu karya sastra tidak dapat digolongkan ke dalam karya sastra drama (Endraswara, 2011:21). Kosasih (2012:36) menyatakan bahwa dalam drama percakapan atau dialog haruslah memenuhi dua tuntutan.

16 a. Dialog harus turut menunjang gerak laku tokohnya. Dialog haruslah dipergunakan untuk mencerminkan apa yang telah terjadi sebelum cerita itu, apa yang sedang terjadi di luar panggung selama cerita itu berlangsung; dan harus pula mengungkapkan pikiran-pikiran serta perasaan para tokoh yang turut berperan diatas pentas. b. Dialog yang diucapkan diatas pentas lebih tajam dan tertib daripada ujaran sehari-hari. Tidak ada kata yang harus terbuang begitu saja; para tokoh harus berbicara jelas dan tepat sasaran. Dialog itu disampaikan secara wajar dan alamiah. Pada prinsipnya sebuah drama itu merupakan rangkaian dialog. Dialog mengambil hampir seluruh pertunjukkan. Priyatni (2010:187) menyatakan cara penulisan dialog yang lazim adalah sebagai berikut : 1. Diawali dengan menuliskan nama tokoh. 2. Diikuti titk dua 3. Ujaran tokoh berupa kalimat utuh 4. Tidak ada tanda petik dalam ujaran 5. Jika ada perhentian sejenak, ditandai dengan tanda hubung. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap karya sastra itu memiliki unsur pembangun dari dalam, yang sering disebut dengan unsur intrinsik. Unsur intrinsik dari kedua karya sastra drama dan cerpen pada hakikatnya sama. Cerpen dan drama sama-sama memiliki tema, plot, alur, serta amanat yang terdapat dalam cerita. Tetapi, drama memiliki dialog sebagai salah satu unsur terpenting yang membedakan karya sastra drama dengan karya sastra lainnya, baik itu puisi, novel, maupun cerpen.

17

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini, yakni penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini, yakni penelitian 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini, yakni penelitian yang dilakukan oleh Maimun Ladiku (2008) Meningkatkan kemampuan mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 9 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kajian Teori 1. Kedudukan Pembelajaran Mengidentifikasi Konflik Teks Drama dengan Menggunakan Metode Numbered Head Together dalam Kurikulum 2013 Mata Pelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN Pada bab ini akan diuraikan empat hal pokok yaitu: (1) kajian pustaka, (2) landasan teori, (3) kerangka berpikir, dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Drama Sebagai Karya Fiksi Sastra sebagai salah satu cabang seni bacaan, tidak hanya cukup dianalisis dari segi kebahasaan, tetapi juga harus melalui studi khusus yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penelitian ini melibatkan beberapa konsep, antara lain sebagai berikut: 2.1.1 Gambaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:435), gambaran

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. berarti berbuat, to act atau to do (Morris dalam taringan, 2000:69). Drama dapat

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. berarti berbuat, to act atau to do (Morris dalam taringan, 2000:69). Drama dapat BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Drama Kata drama berasal dari bahasa Greek, tegasnya dan kata kerja Dran yang berarti berbuat, to act atau to do (Morris dalam taringan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Dari beberapa penelusuran, tidak diperoleh kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang hampir sama adalah penelitian

Lebih terperinci

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN ENCEP KUSUMAH MENU UTAMA PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN UNSUR PROSA FIKSI CERPEN NOVELET NOVEL GENRE SASTRA SASTRA nonimajinatif Puisi - esai - kritik - biografi - otobiografi - sejarah - memoar - catatan

Lebih terperinci

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom RAGAM TULISAN KREATIF C Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom HAKIKAT MENULIS Menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa. Menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI Ma mur Saadie SASTRA GENRE SASTRA nonimajinatif - esai - kritik - biografi - otobiografi - sejarah - memoar - catatan harian Puisi imajinatif Prosa Fiksi Drama GENRE SASTRA

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran sastra di sekolah kini tampak semakin melesu dan kurang diminati oleh siswa. Hal ini terlihat dari respon siswa yang cenderung tidak antusias saat

Lebih terperinci

B. Unsur-unsur pembangun drama Unsur dalam drama tidak jauh berbeda dengan unsur dalam cerpen, novel, maupun roman. Dialog menjadi ciri formal drama

B. Unsur-unsur pembangun drama Unsur dalam drama tidak jauh berbeda dengan unsur dalam cerpen, novel, maupun roman. Dialog menjadi ciri formal drama DRAMA A. Definisi Drama Kata drama berasal dari kata dramoi (Yunani), yang berarti menirukan. Aristoteles menjelaskan bahwa drama adalah tiruan manusia dalam gerak-gerik. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia. Kemampuan berbahasa seseorang dapat menunjukkan kepribadian serta pemikirannya.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori BAB II LANDASAN TEORI Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori pendukungnya antara lain; hakekat pendekatan struktural, pangertian novel, tema, amanat, tokoh dan penokohan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif yang dibuat berdasarkan imajinasi dunia lain dan dunia nyata sangat berbeda tetapi saling terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada satu atau beberapa karakter utama yang sukses menikmati perannya atau

BAB I PENDAHULUAN. pada satu atau beberapa karakter utama yang sukses menikmati perannya atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Drama merupakan karya sastra yang dalam penulisan teksnya berisikan dialog-dialog dan isinya membentangkan sebuah alur. Seperti fiksi, drama berpusat pada satu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. memahami apa yang ia pelajari. Pembelajaran tersebut dapat dilakukan salah

BAB II KAJIAN TEORITIS. memahami apa yang ia pelajari. Pembelajaran tersebut dapat dilakukan salah BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Hakekat Metode Role Playing 2.1.1 Pengertian Metode Role Playing Pada dasarnya pembelajaran harus sebisa mungkin terwujud dalam suasana yang menyenangkan dan melibatkan keaktifan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sering melaksanakan tugas-tugas menyimak, disertai kondisi fisik dan mental yang prima,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sering melaksanakan tugas-tugas menyimak, disertai kondisi fisik dan mental yang prima, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Kemampuan Kemampuan menyimak manusia sangat terbatas. Manusia yang sudah terlatih baik dan sering melaksanakan tugas-tugas menyimak, disertai kondisi fisik dan mental

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalamnya terdapat pengilustrasian, pelukisan, atau penggambaran kehidupan

I. PENDAHULUAN. dalamnya terdapat pengilustrasian, pelukisan, atau penggambaran kehidupan ` I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil ciptaan manusia melalui kesadaran yang tinggi serta dialog antara diri pengarang dengan lingkungannya. Sebuah karya sastra di dalamnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini 12 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Sejenis Penelitian lain yang membahas tentang Citra Perempuan adalah penelitian yang pertama dilakukan oleh Fitri Yuliastuti (2005) dalam penelitian yang berjudul

Lebih terperinci

BAB II PENINGKATAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN MELALUI METODE KETERAMPILAN PROSES. Drama di teater adalah salah satu bentuk karya sastra, bedanya dengan

BAB II PENINGKATAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN MELALUI METODE KETERAMPILAN PROSES. Drama di teater adalah salah satu bentuk karya sastra, bedanya dengan BAB II PENINGKATAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN MELALUI METODE KETERAMPILAN PROSES A.Pengertian Drama atau Bermain Peran Drama di teater adalah salah satu bentuk karya sastra, bedanya dengan bentuk lain (prosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang maha esa. Karena dengan

KATA PENGANTAR. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang maha esa. Karena dengan KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr. Wb. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang maha esa. Karena dengan rahmatnya kita bisa membuat makalah ini dengan tepat waktu. Semoga makalah ini bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah dulce at utile. Menyenangkan dapat dikaitkan dengan aspek hiburan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah dulce at utile. Menyenangkan dapat dikaitkan dengan aspek hiburan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra mempunyai dua fungsi utama yaitu menyenangkan dan bermanfaat, atau lebih dikenal dengan istilah dulce at utile. Menyenangkan dapat dikaitkan dengan aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian dan pernyataan yang

II. LANDASAN TEORI. dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian dan pernyataan yang II. LANDASAN TEORI 2.1.Kemampuan Mengapresiasi Cerpen 2.1.1 Pengertian Apresiasi Secara leksikal, appreciation apresiasi mengacu pada pengertian pemahaman dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Drama merupakan karya yang memiliki dua dimensi karakter (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran atau seni pertunjukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berkaitan erat dengan proses belajar mangajar. Seperti di sekolah tempat pelaksanaan pendidikan, peserta didik dan pendidik saling melaksanakan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah imitasi (Luxemburg, 1984: 1). Sastra, tidak seperti halnya ilmu kimia atau sejarah, tidaklah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik yang berdasarkan aspek kebahasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan mengekspresikan gagasan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Salah bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan bentuk karya sastra

II. LANDASAN TEORI. Salah bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan bentuk karya sastra II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Novel Salah bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SMA SMA Negeri 1 Wonogiri Mata Pelajaran/Tema : Bahasa Indonesia/ Kelas/Semester Waktu : XI / Ganjil : 1 x Pertemuan (2 x 45 menit) Hari : Kamis, 23 Desember

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Drama Pendek a. Pengertian Drama Kata drama berasal dari kata Yunani draomai (Haryamawan, 1988, 1) yang berarti berbuat, bertindak, bereaksi, dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

Kemampuan Menulis Naskah Drama oleh Siswa Kelas VIII SMP Negeri 12 Kabupaten Muaro Jambi

Kemampuan Menulis Naskah Drama oleh Siswa Kelas VIII SMP Negeri 12 Kabupaten Muaro Jambi Kemampuan Menulis Naskah Drama oleh Siswa Kelas VIII SMP Negeri 12 Kabupaten Muaro Jambi Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang kemampuan menulis naskah drama berdasarkan unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Sandiwara Radio Profesor. Dr. Herman J. Waluyo menyebutkan bahwa dalam Bahasa Indonesia terdapat istilah sandiwara. Sandiwara diambil dari bahasa jawa sandi dan warah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep. 1. Pengertian Novel. Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta

Lebih terperinci

MODUL BAHASA INDONESIA CERITA PENDEK

MODUL BAHASA INDONESIA CERITA PENDEK YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax.022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id 043 URS

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE ROLE PLAYING DALAM BERMAIN DRAMA PADA SISWA KELAS V SDN 6 BULANGO SELATAN KECAMATAN BULANGO SELATAN KABUPATEN BONE BULANGO Oleh

PENERAPAN METODE ROLE PLAYING DALAM BERMAIN DRAMA PADA SISWA KELAS V SDN 6 BULANGO SELATAN KECAMATAN BULANGO SELATAN KABUPATEN BONE BULANGO Oleh 1 PENERAPAN METODE ROLE PLAYING DALAM BERMAIN DRAMA PADA SISWA KELAS V SDN 6 BULANGO SELATAN KECAMATAN BULANGO SELATAN KABUPATEN BONE BULANGO Oleh Hadijah Mohamad Pembimbingv I : Dr. Yusuf Jafar M.Pd Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah sangat erat dengan teknik mengajar guru agar mampu memotivasi siswa

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah sangat erat dengan teknik mengajar guru agar mampu memotivasi siswa 1 BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN Pembelajaran sastra dalam pelajaran bahasa Indonesia pada umumnya dibagi menjadi tiga jenis yaitu: prosa fiksi, puisi dan drama. Drama dalam pembelajaran

Lebih terperinci

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang 1 PENDAHULUAN Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan berbagai masalah yang dihadapinya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata BAB II LANDASAN TEORI Seperti yang telah disebutkan dalam bab pendahuluan bahwa sastra adalah suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata lain, kegiatan sastra itu merupakan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS NASKAH DRAMA SISWA KELAS VIII SMP DHARMA BHAKTI 6 KOTA JAMBI TAHUN PELAJARAN 2013/2014. Oleh: RENI NOVERA MONA RRA1B109039

KEMAMPUAN MENULIS NASKAH DRAMA SISWA KELAS VIII SMP DHARMA BHAKTI 6 KOTA JAMBI TAHUN PELAJARAN 2013/2014. Oleh: RENI NOVERA MONA RRA1B109039 KEMAMPUAN MENULIS NASKAH DRAMA SISWA KELAS VIII SMP DHARMA BHAKTI 6 KOTA JAMBI TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Oleh: RENI NOVERA MONA RRA1B109039 Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk institusi sosial dan hasil pekerjaan seni kreatif dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Hubungan antara sastra, masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan (dalam PLPG, 2009: 28) Menulis atau mengarang adalah. wacana yang kemudian dileburkan menjadi tulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan (dalam PLPG, 2009: 28) Menulis atau mengarang adalah. wacana yang kemudian dileburkan menjadi tulisan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menulis merupakan salah satu aspek belajar yang harus diajarkan guru kepada siswa selain aspek lainnya, yaitu membaca, mendengar, dan berbicara. Menurut Tarigan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang dialaminya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul skripsi, buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah

Lebih terperinci

BAB II PEMBELAJARAN, MENULIS CERITA PENDEK BERDASARKAN PENGALAMAN, DAN TEKNIK MENULIS CERITA SINGKAT

BAB II PEMBELAJARAN, MENULIS CERITA PENDEK BERDASARKAN PENGALAMAN, DAN TEKNIK MENULIS CERITA SINGKAT BAB II PEMBELAJARAN, MENULIS CERITA PENDEK BERDASARKAN PENGALAMAN, DAN TEKNIK MENULIS CERITA SINGKAT 2.1 Kedudukan Pembelajaran Menulis Cerpen dalam Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas X Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan kata serapan dari bahasa sansekerta yang berarti teks yang mengandung instruksi atau pedoman. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan

Lebih terperinci

ANALISIS AMANAT DAN PENOKOHAN CERITA PENDEK PADA BUKU ANAK BERHATI SURGA KARYA MH. PUTRA SEBAGAI UPAYA PEMILIHAN BAHAN AJAR SASTRA DI SMA

ANALISIS AMANAT DAN PENOKOHAN CERITA PENDEK PADA BUKU ANAK BERHATI SURGA KARYA MH. PUTRA SEBAGAI UPAYA PEMILIHAN BAHAN AJAR SASTRA DI SMA ANALISIS AMANAT DAN PENOKOHAN CERITA PENDEK PADA BUKU ANAK BERHATI SURGA KARYA MH. PUTRA SEBAGAI UPAYA PEMILIHAN BAHAN AJAR SASTRA DI SMA oleh INEU NURAENI Inneu.nuraeni@yahoo.com Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

05. MEMBUAT CERITA KOMIK. KOMIK 04 MEMBUAT CERITA KOMIK / Hal. 1

05. MEMBUAT CERITA KOMIK. KOMIK 04 MEMBUAT CERITA KOMIK / Hal. 1 05. MEMBUAT CERITA KOMIK KOMIK 04 MEMBUAT CERITA KOMIK / Hal. 1 KOMIK 04 MEMBUAT CERITA KOMIK / Hal. 2 Komik = Cerita + Gambar PENDAHULUAN Komik Intrinsik Ekstrinsik Jiwa Komik Tema Cerita Plot Penokohan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra yang bersifat imajinasi (fiksi) dan karya sastra yang bersifat non

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra yang bersifat imajinasi (fiksi) dan karya sastra yang bersifat non BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra berdasarkan sifatnya dibagi menjadi dua macam sifat yaitu, karya sastra yang bersifat imajinasi (fiksi) dan karya sastra yang bersifat non imajinasi

Lebih terperinci

Oleh Sri Lestari Siregar Prof. Dr. Tiur Asi Siburian, M. Pd.

Oleh Sri Lestari Siregar Prof. Dr. Tiur Asi Siburian, M. Pd. 0 PENGARUH MODEL THINK TALK WRITE (TTW)TERHADAP KEMAMPUAN MENGANALISIS UNSUR-UNSUR INTRINSIK CERPEN OLEH SISWA KELAS XI SMK NEGERI 1 TANJUNG PURA TAHUN PEMBELAJARAN 2014/2015 Oleh Sri Lestari Siregar Prof.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya terdapat daya kreatif dan daya imajinasi. Kedua kemampuan tersebut sudah melekat pada jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah salah satu seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan kehidupan manusia subjeknya. Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Drama adalah salah satu bentuk sastra yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran sastra disekolah. Salah satu tujuan pelajaran bahasa Indonesia di

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran sastra disekolah. Salah satu tujuan pelajaran bahasa Indonesia di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterampilan berbahasa berhubungan erat dan saling melengkapi dengan pembelajaran sastra disekolah. Salah satu tujuan pelajaran bahasa Indonesia di sekolah berkaitan

Lebih terperinci

Peningkatan Kemampuan Menganalisis Unsur Intrinsik Teks Drama Dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share.

Peningkatan Kemampuan Menganalisis Unsur Intrinsik Teks Drama Dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share. Peningkatan Kemampuan Menganalisis Unsur Intrinsik Teks Drama Dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share Isthifa Kemal 1 ABSTRAK Penelitian ini mengkaji masalah yaitu 1) bagaimana peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat kaitannya karena pada dasarnya keberadaan sastra sering bermula dari persoalan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah banyak dilakukan salah satunya, penelitian pengajaran sastra dapat peneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra adalah bentuk seni yang diungkapkan oleh pikiran dan perasaan manusia dengan keindahan bahasa, keaslian gagasan, dan kedalaman pesan (Najid, 2003:7). Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren, 1990: 3). Karya sastra adalah suatu kegiatan kreatif, hasil kreasi pengarang. Ide

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam karya sastra terdapat nilai-nilai kehidupan masyarakat yang dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam karya sastra terdapat nilai-nilai kehidupan masyarakat yang dituangkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dalam karya sastra terdapat nilai-nilai kehidupan masyarakat yang dituangkan ke dalam bentuk tulisan dengan media bahasa. Orang dapat mengetahui nilai-nilai

Lebih terperinci

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KREATIF NASKAH DRAMA SATU BABAK DENGAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS VIII RKBI SMP MUHAMMADIYAH 7 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2012/2013 NASKAH PUBLIKASI Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini, peneliti akan menyajikan latar belakang masalah, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini, peneliti akan menyajikan latar belakang masalah, rumusan masalah, BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini, peneliti akan menyajikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan ruang lingkup penelitian mengenai karakterisasi dalam novel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dialaminya. Hal ini sesuai dengan pendapat E. Kosasih ( 2012: 2)

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dialaminya. Hal ini sesuai dengan pendapat E. Kosasih ( 2012: 2) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra yang lahir di tengah-tengah masyarakat merupakan hasil imajinasi atau ungkapan jiwa sastrawan, baik tentang kehidupan, peristiwa, maupun pengalaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra (sansekerta/shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta sastra, yang berarti teks yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Fungsi dan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Kurikulum

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Fungsi dan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Kurikulum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fungsi dan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Bahasa Indonesia tahun 2006 bertujuan untuk menjadikan

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH KEMAMPUAN SISWA KELAS VIII B SMP NEGERI 2 KOTA JAMBI TAHUN PELAJARAN 2013/2014 DALAM MENULIS NASKAH DRAMAA

ARTIKEL ILMIAH KEMAMPUAN SISWA KELAS VIII B SMP NEGERI 2 KOTA JAMBI TAHUN PELAJARAN 2013/2014 DALAM MENULIS NASKAH DRAMAA ARTIKEL ILMIAH KEMAMPUAN SISWA KELAS VIII B SMP NEGERI 2 KOTA JAMBI TAHUN PELAJARAN 2013/2014 DALAM MENULIS NASKAH DRAMAA Oleh: SRF FAZILAH TOYIBAH RRA1B109065 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegigihan adalah semangat pantang menyerah yang harus dimiliki untuk mencapai kesuksesan. Setiap manusia harus dapat membiasakan diri melihat setiap masalah yang muncul

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS NASKAH DRAMA MELALUI TEKNIK BERMAIN DRAMA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 TANJUNG MUTIARA KABUPATEN AGAM ARTIKEL ILMIAH

KEMAMPUAN MENULIS NASKAH DRAMA MELALUI TEKNIK BERMAIN DRAMA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 TANJUNG MUTIARA KABUPATEN AGAM ARTIKEL ILMIAH KEMAMPUAN MENULIS NASKAH DRAMA MELALUI TEKNIK BERMAIN DRAMA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 TANJUNG MUTIARA KABUPATEN AGAM ARTIKEL ILMIAH IMELDA NOFRIANI NPM 11080238 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN

Lebih terperinci

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa 89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa A. Latar Belakang Mata pelajaran Sastra Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah ungkapan pribadi seorang penulis yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra adalah bentuk seni yang diungkapkan oleh pikiran dan perasaan manusia dengan keindahan bahasa, keaslian gagasan, dan kedalaman pesan (Najid, 2003:7). Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan istilah catur- tunggal. Keempat keterampilan tersebut yaitu : keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. dengan istilah catur- tunggal. Keempat keterampilan tersebut yaitu : keterampilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan berbahasa mempunyai empat komponen keterampilan. Keempat keterampilan ini pada dasarnya merupakan suatu kesatuan dan dikenal dengan istilah catur-

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS NASKAH DRAMA SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 23 KOTA JAMBI TAHUN AJARAN 2016/2017 Yundi Fitrah dan Lia Khairia FKIP Universitas Jambi

KEMAMPUAN MENULIS NASKAH DRAMA SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 23 KOTA JAMBI TAHUN AJARAN 2016/2017 Yundi Fitrah dan Lia Khairia FKIP Universitas Jambi KEMAMPUAN MENULIS NASKAH DRAMA SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 23 KOTA JAMBI TAHUN AJARAN 2016/2017 Yundi Fitrah dan Lia Khairia FKIP Universitas Jambi ABSTRACT Artikel ini memberikan hasil penelitian dari

Lebih terperinci

Menulis kreatif naskah drama satu babak dengan memperhatikan kaidah penulisan drama.

Menulis kreatif naskah drama satu babak dengan memperhatikan kaidah penulisan drama. Menulis Kreatif Naskah Drama Kelas VII Kompetensi Kompetensi Dasar : Indikator: Menulis kreatif naskah drama satu babak dengan memperhatikan kaidah penulisan drama. Membedakan dua jenis drama Menyebutkan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN APRESIASI DRAMA MELALUI

PENINGKATAN KEMAMPUAN APRESIASI DRAMA MELALUI 1 PENINGKATAN KEMAMPUAN APRESIASI DRAMA MELALUI PENERAPAN METODE KOOPERATIF JIGSAW PADA SISWA KELAS V SD NEGERI KUDUR KECAMATAN WINONG KABUPATEN PATI TAHUN AJARAN 2010/2O11 SKRIPSI Oleh: SISWANTO X1207051

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan dalam pembelajaran berpengaruh pada tingkat pencapaian hasil belajar. Hasil belajar yang dicapai tentu harus melalui proses pembelajaran secara

Lebih terperinci

INTISARI BAB I PENDAHULUAN

INTISARI BAB I PENDAHULUAN INTISARI Novel teenlit menjadi fenomena menarik dalam perkembangan dunia fiksi di Indonesia. Hal itu terbukti dengan semakin bertambahnya novel-novel teenlit yang beredar di pasaran. Tidak sedikit pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik, dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan

BAB II LANDASAN TEORI. Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Yang Relevan Sebelumnya Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Terhadap pentas drama Drakula intelek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kebanyakan orang mendefinisikan karya sastra sebagai karangan dalam bentuk prosa tertulis yang hanya terdiri dari puisi, novel, cerpen, naskah drama dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan kajian terhadap penelitian yang ada sebelumnya dan ada kaitannya dengan masalah

Lebih terperinci

MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA

MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA DISUSUN OLEH Komang Kembar Dana Disusun oleh : Komang Kembar Dana 1 MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA STANDAR KOMPETENSI Mengapresiasi karya seni teater KOMPETENSI DASAR Menunjukan

Lebih terperinci

Oleh: Puji Watmi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purworejo

Oleh: Puji Watmi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purworejo TRANSFORMASI CERPEN DI ATAS SAJADAH CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY MENJADI NASKAH DRAMA PANGGUNG DALAM PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA DI KELAS X SMA Oleh: Puji Watmi Program Studi Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor penting untuk menghidupkan seorang tokoh. dalam bahasa Inggris character berarti watak atau peran, sedangkan karakterisasi

BAB I PENDAHULUAN. faktor penting untuk menghidupkan seorang tokoh. dalam bahasa Inggris character berarti watak atau peran, sedangkan karakterisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Nurgiyantoro (2013:259) tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan dalam penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menulis naskah drama merupakan salah satu kegiatan atau bentuk dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Menulis naskah drama merupakan salah satu kegiatan atau bentuk dari 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menulis naskah drama merupakan salah satu kegiatan atau bentuk dari keterampilan menulis sastra. Keterampilan menulis naskah drama tidak datang dengan sendirinya,

Lebih terperinci