HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan dan Kesesuian Lahan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan dan Kesesuian Lahan"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan dan Kesesuian Lahan Perbedaan potensi sumberdaya yang dimiliki oleh setiap wilayah mengakibatkan kemampuan yang berbeda dalam pengembangan wilayahnya. Salah satu potensi sumberdaya wilayah tersebut adalah berupa sumberdaya alam. Sumberdaya alam (natural resources) adalah semua unsur tata lingkungan biofisik yang dengan nyata atau potensial dapat memenuhi kebutuhan manusia atau dengan perkataan lain sumberdaya alam merupakan semua bahan yang ditemukan manusia dalam alam, yang dapat dipakai untuk memenuhi segala kepentingan hidupnya (Syafruddin et al. 2004). Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah dapat berupa sumberdaya lahan, sumberdaya air, kehutanan, kebun campuran, pertanian, perikanan, peternakan, pertambangan dan pariwisata. Perkembangan suatu wilayah berkaitan erat dengan potensi yang tersedia dan optimalisasi pemanfaatan potensi sumberdaya alam tersebut. Perbedaan perkembangan antar wilayah disebabkan oleh bervariasinya kondisi sosial, ekonomi dan fisik yang dimiliki wilayah. Interaksi antar tiga komponen tersebut mendorong perkembangan suatu wilayah. Dengan demikian diperlukan suatu perencanaan wilayah dengan melihat pola perencanaan pengembangan wilayah yang berdasarkan pada karakteristik wilayahnya. Identifikasi karakteristik suatu wilayah akan memberikan informasi yang berguna dalam merumuskan suatu kebijakan pembangunan yang tepat bagi wilayah tersebut. Perencanaan pembangunan, terutama pembangunan di bidang pertanian juga berdasarkan kemampuan dan kesesuaian lahan. Pembangunan pertanian menjadi prioritas utama dalam pembangunan wilayah dengan berorientasi pada sistem agribisnis, produktifitas tinggi, efisien, berkerakyatan dan berkelanjutan. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan penatagunaan lahan sesuai dengan kemampuan dan kesesuaian lahan sehingga lahan yang ada tetap produktif, optimal dan tidak mengalami kerusakan akibat penggunaan yang kurang tepat atau berlebihan. Agro Ecological Zone (AEZ) merupakan salah satu cara dalam menata penggunaan lahan melalui pengelompokkan wilayah berdasarkan

2 kesamaan sifat dan kondisi wilayah. Pengelompokkan ini bertujuan untuk menetapkan area pertanaman sesuai dengan kemampuan serta kesesuaian lahan untuk komoditas potensial sehingga diperoleh sistem usaha tani yang optimal dan berkelanjutan. Komponen utama AEZ adalah kondisi biofisik lahan (jenis tanah, kelerengan, kedalaman tanah dan elevasi), iklim (curah hujan, kelembaban udara dan suhu) serta persyaratan tumbuh tanaman agar tanaman dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal. Lahan pertanian sebagai modal dasar dan faktor penentu utama dalam sistem produksi pertanian perlu dijaga agar tidak mengalami kerusakan. Oleh karena itu, penataan sistem pertanian dan penetapan komoditas unggulan pada setiap wilayah kabupaten perlu dilakukan agar produksi yang dihasilkan tetap tinggi. Berdasarkan analisis Sistem Informasi Geografi (SIG) terhadap peta Agro Ecological Zone (AEZ) Kabupaten Purbalingga tahun 2002 dengan skala 1:50.000, dapat diperoleh kesesuaian lahan untuk beragam komoditas pertanian pada kawasan Agropolitan Bungakondang. Kawasan agropolitan mempunyai topografi datar sampai berbukit dengan kelerengan 0 sampai 25% dengan ketinggian tem-pat 25 m sampai 250 m. Kawasan pengembangan Bukateja dan Cipawon berada pada daerah paling rendah mempunyai topografi datar dengan kelerengan 1-3 %, kawasan pengembangan Bandingan mempunyai topograsi bergelombang dengan kelerengan 3-15 % dan kawasan pengembangan Kejobong berada pada daerah paling tinggi pada kawasan agropolitan Bungakondang sebagian besar lahannya berbukit dengan kelerengan 3-25 %. Peta topografi kawasan agropolitan Bungakondang sebagaimana dalam Gambar 5. Topografi dan ketinggian tempat ini berpengaruh pada kemampuan dan kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian yang berkaitan dengan pola penggunaan lahannya. Secara umum kawasan agropolitan Bungakondang dapat dibagi menjadi 2 tipe lahan kawasan, yaitu lahan basah dan lahan kering. Lahan basah berada pada kawasan pengembangan Bukateja dan Cipawon sedangkan lahan kering pada kawasan pengembangan Bandingan dan Kejobong. Berdasarkan peta penggunaan lahan sebagaimana dalam Gambar 6, areal persawahan berada di kawasan pengembangan Bukateja dan sebagian kawasan pengembangan Bandingan, lahan kering berupa campuran tegalan dan persawahan berada di kawasan

3 pengembangan Cipawon dan kebun campuran berada di kawasan pengembangan Bandingan dan Kejobong PETA TOPOGRAFI KAWASAN AGROPOLITAN Kilometers N W E S T o p o g r a f i Agropolitankimia.shp A. Datar (1-3%) Berbukit (15-30%, m) Bergelombang (8-15%) Berombak (3-8%) Datar (<1%) Sumber : Peta AEZ Kab. Purbalingga Tahun 2002 Skala 1 : Gambar 6 Peta topografi kawasan agropolitan Bungakondang PETA LANDUSE KAWASAN AGROPOLITAN Kilometers N W E S L a n d u s e Agropolitankimia.shp Pemukiman - Kebun campuran Lahan kering (1) Sawah (2) Sawah Tegalan (1) Sawah (2) Sumber : Peta AEZ Kab. Purbalingga Tahun 2002 Skala 1 : Gambar 7 Peta penggunaan lahan kawasan agropolitan Bungakondang

4 Sedangkan kelas kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian pada kawasan agropolitan Bungakondang berdasarkan hasil analisis terhadap peta Agro Ecological Zone pada kawasan-kawasan pengembangan di Kawasan Agropolitan Bungakondang adalah sebagaimana tabel berikut ini. Tabel 14 Tabulasi kelas kesesuaian lahan terhadap beragam komoditas pada kawasan agropolitan Komoditas Kawasan Pengembangan Bukateja Cipawon Bandingan Kejobong Tanaman Pangan Padi S1 S1 S3 N Ubi Kayu S2,S3 S2 S1 S2,S1 Jagung S2,S3 S2 S2 S2 Kedelai S2,S3,S1 S1 S1,S3 S2,S1 Kacang Tanah S2,S3,S1 S1 S1,S3 S2 Buah-Buahan Duku S2,N S1 S1,N S1 Durian S3,N,S1 S1 S1, N S1 Rambutan S2,N S1 S1,N S1 Jeruk S2,S3,S1 S1 S1,S3 S1 Salak S2,S3,S1 S1 S1,S3 S1 Pisang S1,S3 S1 S1,S3 S1 Nanas S2,S3 S2 S2,S3 S2 Kebun campuran Lada S2,S3,S1 S1 S1,S3 S1 Nilam S1,S3 S2 S1,S3 S1 Kelapa S2,S3,S1 S1 S1,S3 S2 Cengkeh S3,N S3 S3,N S3 Kopi S3,N S2 S2,N S2 Melati S2 S2 S2 S3,S2 Sayuran Kacang Panjang S2,S3 S2 S2,S3 S2 Cabai S2,S3 S2 S2,S3 S2 Kentang N N N N Kubis N N N N Empon-Empon Kencur S2,S3,S1 S1 S1,S3 S1 Kunyit S2,S3,S1 S1 S1,S3 S1 Jahe S2,S3 S2 S2,S3 S2 Kapulaga S2,S3,S1 S1 S1,S3 S1 Kayu Albasia S2,N S2 S2,N S2 Mahoni S3,N S3 S3,N S2 Murbei S2,S3 S2 S2,S3 S2 Pinus N N N N Gelagah S2,S3 S2 S2,S3 S2 Sumber : Peta kesesuaian lahan (hasil olahan)

5 Berdasarkan kemampuan dan kesesuaian lahan terhadap beragam komoditas pertanian tersebut dapat dilakukan arahan pengembangan komoditas pertanian pada masing-masing kawasan pengembangan pada kawasan agropolitan Bungakondang. Pengembangan dan pembudidayaan komoditas pada lahan yang mempunyai kesesuaian tinggi bertujuan agar mempunyai tingkat efisiensi dan produktifitas yang tinggi karena akan menghasilkan produksi yang besar dengan biaya produksi yang rendah. Lahan yang kesesuaian tinggi mempunyai faktor penghambat budidayanya yang relatif sedikit. Sebagaimana telah disebutkan, bahwa kawasan agropolitan Bungakondang terbagi menjadi 4 kawasan pengembangan, yaitu kawasan pengembangan Bukateja dan Cipawon yang merupakan lahan relatif basah, serta kawasan pengembangan Bandingan dan Kejobong yang merupakan lahan relatif kering. Kawasan pengembangan Bukateja sangat sesuai untuk budi daya tanaman padi. Selain itu komoditas lain yang sesuai dibudidayakan pada kawasan pengembangan Bukateja adalah pisang dan nilam, sedangkan untuk komoditas lain tidak mempunyai kesesuaian yang tinggi. Dengan demikian kawasan pengembangan Bukateja diarahkan untuk pengembangan komoditas padi. Kawasan pengembangan Cipawon ini mempunyai banyak komoditas pertanian yang sangat sesuai untuk dibudidayakan. Komoditas pertanian yang sangat sesuai dibudidayakan pada kawasan pengembangan Cipawon adalah komoditas tanaman pangan (padi, kedelai, kacang tanah), komoditas buah-buahan (duku, durian, rambutan, jeruk, salak, pisang), komoditas kebun campuran (lada, kelapa) dan empon-empon (kencur, kunyit, kapulaga). Kawasan pengembangan Bandingan juga mempunyai komoditas pertanian yang kelas kesesuaian tinggi utnuk dibudidayakan, walaupun tidak semua bagian dari kawasan sangat sesuai. Komoditas pertanian yang sangat sesuai dibudidayakan dalam kawasan pengembangan Bandingan adalah komoditan pertanian tanaman pangan (ubi kayu, kedelai, kacang tanah), komoditas buah-buahan (duku, durian, rambutan, jeruk, salak, pisang), komoditas kebun campuran (lada, nilam, kelapa) dan empon-empon (kencur, kunyit, kapulaga). Sedangkan kawasan pengembangan Kejobong sangat sesuai untuk budidaya buah-buahan (duku, durian, rambutan, jeruk, salak, pisang), komoditas kebun campuran (lada, nilam) dan empon-empon

6 (kencur, kunyit, kapulaga). Namun demikian kawasan agropolitan Bungakondang mempunyai kelas kesesuaian yang rendah bahkan tidak cocok untuk komoditas sayuran, cengkeh, kopi dan kayu-kayuan. Dengan demikian komoditas-komoditas tersebut tidak direkomendasikan untuk dibudidayakan secara intensif di kawasan agropolitan Bungakondang ini. Dari hasil analisis kemampuan dan kesesuaian lahan dengan menggunakan peta AEZ tersebut, kawasan agropolitan Bungakondang dapat dibagi menjadi 4 (empat) wilayah komoditas pertanian beserta alternatif komoditas yang dapat dikembangkan. Pewilayahan pertanian pada kawasan agropolitan Bungakondang adalah sebagai berikut : a. Wilayah Pertanian I, berupa pertanian intensif dengan komoditas utama padi sawah dapat dikembangkan di kawasan pengembangan Bukateja yang topografinya datar. b. Wilayah pertanian II, berupa pertanian semi intensif berada pada kawasan pengembangan Cipawon, merupakan campuran antara persawahan dan tegalan dengan komoditas pertanian berupa komoditas padi, kedelai, kacang tanah, buah-buahan. c. Wilayah pertanian III, berada pada kawasan pengembangan Bandingan berupa wilayah pertanian tegalan lahan kering dan kebun campuran dengan komoditas yang dikembangkan adalah ubi kayu, kedelai, kacang tanah lada, nilam, buah-buahan kebun campuran dan empon-empon. Kawasan pengembangan Bandingan secara topografi wilayahnya bergelombang dengan kelerengan 3-15 %. d. Wilayah pertanian IV, berada pada kawasan pengembangan Kejobong yang mempunyai kelerengan berbukit dengan kelerengan 3-25 % merupakan wilayah kebun campuran dengan komoditas lada, nilam, buah-buahan kebun dan empon-empon.

7 Tabel 15 Pewilayahan pertanian pada kawasan agropolitan Bungakondang Pewilayahan Jenis Pertanian Lokasi Wilayah Pertanian I Persawahan Kawasan Pengembangan Bukateja Wilayah Pertanian II Persawahan & Tegalan Kawasan Pengembangan Cipawon Wilayah Pertanian III Tegalan & Kebun Campuran Kawasan Pengembangan Bandingan Wilayah Pertanian IV Kebun Campuran Kawasan Pengembangan Kejobong Berdasarkan pewilayahan pertanian pada kawasan agropolitan menunjukan terdapatnya pola penggunaan lahan dari pertanian persawahan, pertanian tegalan sampai ke kebun campuran, yang dipengaruhi oleh kondisi fisik lahannya. Hal itu juga mempengaruhi jenis komoditas yang sesuai dibudidayakan pada masing-masing kawasan pengembangan. Dengan pewilayahan pertanian tersebut juga dapat memudahkan pengambilan kebijakan pembangunan dalam mengembangkan budidaya pertanian yang sesuai dengan kondisi wilayah serta dalam menentukan komoditas unggulan masing-masing kawasan pengembangan dalam kawasan agropolitan PETA PEWILAYAHAN KOMODITAS KAWASAN AGROPOLITAN Kilometers Wilayah Wilayah Pertanian IV Pertanian III W N E S Wilayah Pertanian II Wilayah Pertanian I Pewilayahan Komoditas Wilayah Pertanian I/ KP Bukateja Wilayah Pertanian II/ KP Cipawon Wilayah Pertanian III/ KP Bandingan Wilayah Pertanian IV/ KP Kejobong Sumber : Peta AEZ Kabupaten Purbalingga Tahun 2002 Skala 1: Gambar 8 Peta pewilayahan pertanian kawasan agropolitan Bungakondang

8 Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan Teori pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan mempunyai dua peranan dalam pengembangan wilayah, yaitu sebagai suatu kerangka untuk memahami struktur ruang wilayah dan sebagai suatu model untuk perencanaan di masa mendatang (Glasson 1990). Menurut Djojodipuro (1992) teori lokasi pertama dirintis oleh Johann Heinrich von Thunen pada abad 19, yang mengasumsikan daerah lokasi berbagi jenis pertanian akan berkembang dalam bentuk lingkaran tidak beraturan yang mengelilingi suatu pusat tertentu. Jenis pertanian yang diusahakan merupakan fungsi dari harga penjualan, biaya produksi dan biaya angkutan antara lokasi budidaya dengan daerah perkotaan Selanjutnya dikembangkan teori lokasi yang berorientasi pada keseimbangan spasial oleh Walter Christaller dengan Teori Tempat Pusat (Central Place Theory). Menurut Christaller setiap produsen mempunyai skala ekonomi yang berbeda sehingga aktivitasnya akan menjadi efisien apabila jumlah konsumennya mencukupi. Karena itu secara lokasional aktivitas dari suatu produsen ditujukan untuk melayani wilayah konsumen yang berada dalam suatu jarak atau range tertentu. Sehingga terdapat suatu hirarki dalam suatu wilayah untuk melakukan pelayanan agar menjadi optimal. Terdapat hirarki dari pusat pelayanan yang rendah yang berada di tingkat desa sampai ke pelayanan tingkat tinggi yang berada di kota besar. Menurut Prakoso (2005) perkembangan hirarki wilayah dan sistem kota tergantung pada tahapan pembangunan di suatu wilayah atau negara. Terdapat tiga tahap perkembangan sistem kota, yaitu : a. Sistem kota pada tahap pra-industrialisasi, yang terdiri hanya satu kota individual (urban nuckleus); b. Sistem kota pada tahap industrialisasi, yang ditandai oleh terjadinya proses perkembangan pesat kota tunggal secara fisikal sebagai akibat urbanisasi; c. Sistem kota pada tahap post-industrialisasi, yang ditandai oleh terbentuknya kota-kota regional. Pada tahap post-industrialisasi ini juga ditandai dengan munculnya fenomena konurbasi, yaitu suatu kondisi aglomerisasi fisikal kota. Hubungan-hubungan fungsional di dalam wilayah konurbasi memiliki kondisi yang khas berupa

9 menurunnya fungsi kota utama dan mulai menyebarnya fungsi-fungsi kota secara relatif ke kota-kota yang lebih kecil di wilayah pengaruhnya. Pada tahap akhir sistem perkotaan tersebut adalah beberapa kota kecil mengalami perkembangan ekonomi yang signifikan dan berkecenderungan menjadi kota menengah/ secondary city, yang selanjutnya juga menyebabkan terbentuknya kota-kota kecil di wilayah perdesaan. Pembentukan kota-kota kecil di perdesaan juga berkaitan dengan dengan hubungan fungsional yang erat diantara sistem perkotaan tersebut. Penataan sistem perkotaan yang memiliki hirarki dan keterkaitan merupakan elemen yang utama dalam penciptaan sistem tata ruang yang integratif, yaitu jenjang kota-kota yang meliputi pusat regional, pusat distrik, pusat sub distrik dan pusat lokal. Namun demikian hal yang perlu diperhatikan bahwa ketiadaan keterkaitan antara kota-kota sebagai pusat pertumbuhan akan menghambat proses penyebaran kemajuan ke wilayah lain yang berakibat intensitas dan konsentrasi kegiatan dan hasil-hasil pembangunan hanya terjadi di kota-kota pusat pertumbuhan. Kunci bagi pertumbuhan sekaligus pemerataan di suatu wilayah adalah melalui penciptaan hubungan (keterkaitan) yang saling menguntungkan antar pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah pengaruhnya atau hinterland. Kekurangan sistem spasial mengakibatkan tidak terbentuknya sistem pertukaran (exchange) yang mantap. Pembentukan suatu integrasi spasial di suatu wilayah dapat dilakukan dengan mengembangkan pemukiman atau sistem kota-kota yang memiliki hirarki dan menciptakan suatu keterkaitan antar kota atau dengan kata lain mengintegrasikan pembangunan perkotaan dengan perdesaan. Hal ini dilakukan dengan membentuk jaringan produksi, distribusi dan pertukaran yang mantap mulai dari desa dan kota kecil. Pendekatan ini didasarkan pemikiran bahwa dengan adanya integrasi dan artikulasi sistem pusat pertumbuhan-pusat pertumbuhan yang berjenjang dan berbeda karakteristik fungsionalnya, maka pusat-pusat tersebut akan memacu penyebaran perkembangan wilayah. Sehingga peran sistem tersebut sangat besar dalam memacu perkembangan wilayah. Dengan adanya hirarki dan spesialisasi fungsi kota-desa diharapkan terjadi keterkaitan (fisik, ekonomi, mobilitas penduduk, teknologi, sosial, pelayanan jasa,

10 interaksi sosial, dan administrasi politik) yang dapat mendorong pertumbuhan sektor-sektor ekonomi yang dapat memacu perkembangan wilayah. Analisis skalogram merupakan salah satu analisis terhadap pemusatan dalam suatu wilayah. Dengan melakukan identifikasi terhadap fasilitas-fasilitas kunci yang mempengaruhi perekonomian wilayah yang dimiliki serta pendekatan kuantitatif maka dapat ditentukan rangking atau hirarki pusat-pusat pertumbuhan. Wilayah diasumsikan dalam tipologi wilayah nodal, dimana pusat atau hinterland suatu wilayah dapat ditentukan berdasarkan jumlah dan jenis fasilitas umum serta sarana dan prasarana yang ada. Unit wilayah yang mempunyai jumlah dan jenis fasilitas umum serta sarana dan prasarana dengan kuantitas dan kualitas yang secara relatif paling lengkap dibandingkan dengan unit wilayah yang lain akan menjadi pusat atau mempunyai hirarki lebih tinggi. Sebaliknya, jika suatu wilayah mempunyai jumlah dan jenis fasilitas umum serta sarana dan prasarana dengan kuantitas dan kualitas paling rendah merupakan wilayah hinterland dari unit wilayah yang lain. Kawasan agropolitan Bungakondang terdiri dari 34 (tiga puluh empat) desa yang mempunyai karakteristik, fasilitas umum serta sarana dan prasarana yang beragam. Sistem desa-desa menunjukkan sebaran desa-desa dalam kawasan tertentu yang disusun menurut urutan berdasarkan indeks perkembangan desa, sehingga dapat memperlihatkan suatu peringkat atau hirarki desa-desa. Semakin besar indeks perkembangan desa maka semakin kuat peranan (dominasi) dan tingkat keutamaan suatu desa terhadap desa lain atau wilayah pada jenjang di bawahnya. Desa yang berhirarki tinggi berpotensi untuk menjadi pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan bagi wilayah tersebut. Berdasarkan analisis skalogram terhadap desa-desa dalam kawasan agropolitan Bungakondang diperoleh hirarki desa-desa dalam kawasan agropolitan, sebagamana tersebut dalam Tabel 16.

11 Tabel 16 Hasil analisis skalogram berdasarkan indeks perkembangan desa terstandarisasi Desa Kecamatan Indeks Perkembangan Hirarki Bukateja Bukateja 128,91 1 Kejobong Kejobong 64,68 1 Pengadegan Pengadegan 61,82 1 Kembangan Bukateja 56,57 1 Kutawis Bukateja 38,31 2 Wirasaba Bukateja 37,09 2 Bandingan Kejobong 36,26 2 Cipawon Bukateja 32,78 2 Kedungjati Bukateja 31,74 2 Sinduraja Kaligondang 31,73 2 Timbang Kejobong 31,31 2 Pangempon Kejobong 29,09 2 Majasari Bukateja 28,54 2 Karangcengis Bukateja 28,41 2 Lamuk Kejobong 28,33 2 Bajong Bukateja 27,15 2 Karanggedang Bukateja 26,12 2 Larangan Pengadegan 26,08 2 Langgar Kejobong 24,44 2 Nangkod Kejobong 24,09 2 Sokanegara Kejobong 23,03 2 Krenceng Kejobong 22,22 2 Gumiwang Kejobong 21,54 2 Pandansari Kejobong 21,21 3 Penolih Kaligondang 20,59 3 Pasunggingan Pengadegan 20,47 3 Karangnangka Bukateja 18,92 3 Tidu Bukateja 17,99 3 Kebutuh Bukateja 17,83 3 Penaruban Bukateja 17,23 3 Panunggalan Pengadegan 15,78 3 Nangkasawit Kejobong 14,83 3 Kedarpan Kejobong 13,40 3 Karangjoho Pengadegan 11,47 3 Hasil analisis skalogram menunjukkan bahwa terdapat 4 (empat) desa yang berada pada hirarki 1, sedangkan 19 (sembilan belas) desa berada di hirarki 2 dan 11 (sebelas) desa berada di hirarki 3. Desa-desa yang berada pada hirarki 1 mempunyai potensi yang lebih besar untuk dikembangkan sebagai desa pusat pertumbuhan atau desa pusat pelayanan pada kawasan agropolitan Bungakondang karena mempunyai jenis dan jumlah fasilitas pendukung perkembangan wilayah

12 yang lebih lengkap. Adapun desa-desa tersebut adalah desa Bukateja, Kejobong, Pengadegan dan Kembangan. Sedangkan 30 desa lainnya berada pada hirarki 2 dan 3, yang cenderung merupakan desa hinterland atau desa penyokong. Secara konseptual wilayah inti atau desa pusat pertumbuhan dan wilayah hinterland merupakan suatu sistem wilayah yang saling terkait secara sinergis. Desa pusat pertumbuhan berfungsi untuk mendorong dan memfasilitasi perkembangan wilayah hinterland dengan menyediakan berbagai fasilitas pelayanan yang dibutuhkan. Sedangkan wilayah hinterland lebih berfungsi sebagai kawasan produksi yang bisa menjadi wilayah suplai bagi wilayah inti. Dalam masterplan yang dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Purbalingga, kawasan agropolitan Bungakondang terbagi menjadi 4 (empat) kawasan pengembangan. Pembagian kawasan agropolitan Bungakondang menjadi beberapa kawasan pengembangan tersebut lebih banyak berdasarkan kedekatan geografis desa-desa. Kawasan pengembangan tersebut adalah Kejobong, Bandingan, Cipawon dan Bukateja. Sebagai kawasan pengembangan utama adalah Bukateja. Pengembangan kawasan agropolitan menekankan pada hubungan antara kawasan perdesaan dengan perkotaan secara berjenjang, sehingga terbentuk hirarki wilayah. Keterkaitan berjenjang dari desa - kota kecil - kota menengah - kota besar akan lebih mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat desa (Rustiadi et al. 2005). Dalam konteks tata ruang, secara umum struktur hirarki desa-desa dalam kawasan agropolitan adalah sebagai berikut : a. Orde Pertama atau Desa Pusat Pertumbuhan Utama, berfungsi sebagai kota perdagangan, pusat kegiatan manufaktur final industri pertanian (packing), stok pergudangan dan perdagangan bursa komoditas, pusat kegiatan tersier agrobisnis, jasa perdagangan dan keuangan, serta pusat berbagai pelayanan industri pertanian (general agroindustry services). b. Orde Kedua atau Kawasan Pusat Agropolitan, berfungsi sebagai pusat kegiatan agroindustri berupa pengolahan bahan pertanian jadi dan setengah jadi serta kegiatan agrobisnis dan sebagai pusat pelayanan agroindustri khusus (special agroindustry services).

13 c. Orde Ketiga atau wilayah hinterland, berfungsi sebagai pusat produksi komoditas pertanian yang dipergunakan sebagai bahan baku industri pertanian. Berdasarkan indeks perkembangan desa yang menentukan hirarki desadesa, dapat diperoleh rerata indeks perkembangan wilayah untuk masing-masing kawasan pengembangan. Rerata perkembangan wilayah merupakan penjumlahan indeks perkembangan wilayah untuk masing-masing desa pada setiap wilayah Kawasan pengembangan yang kemudian dibagi jumlah desa. Dengan asumsi bahwa rerata indeks perkembangan kawasan pengembangan menunjukkan tingkat perkembangan wilayah kawasan pengembangan. Semakin besar rerata nilai indeksnya maka semakin maju dan semakin berkembang wilayah tersebut. Rerata indeks perkembangan wilayah masing-masing kawasan pengembangan dalam kawasan agropolitan Bungakondang sebagaimana tabel berikut. Tabel 17 Rerata indeks perkembangan wilayah pada kawasan pengembangan Kawasan Pengembangan Rerata Indeks Perkembangan Wilayah Bukateja 46,86 Bandingan 29,55 Cipawon 25,63 Kejobong 25,13 Kawasan pengembangan Bukateja mempunyai rerata indeks perkembangan wilayah yang tertinggi, sehingga mempunyai potensi yang besar sebagai pusat kawasan agropolitan. Di dalam kawasan pengembangan utama Bukateja, Desa Bukateja memiliki indeks perkembangan wilayah yang tertinggi diantara desa-desa lainnya. Sedangkan kawasan pengembangan lain mempunyai indeks perkembangan wilayah yang lebih kecil, dengan demikian lebig berpotensi sebagai kawasan hinterland. Berkaitan dengan penentuan struktur hirarki wilayah atau orde wilayah maka desa Bukateja merupakan Orde 1, sedangkan kawasan pengembangan Bukateja sebagai Orde 2. Sebagai Orde 1, desa Bukateja menjadi pusat pelayanan dan pusat aktivitas kawasan agropolitan Bungakondang. Desa-desa dalam kawasan pengembangan Bukateja sebagai Orde 2 merupakan hinterland/

14 pendukung desa Bukateja sebagai pusat aktivitas. Sementara kawasan pengembangan lainnya, yaitu kawasan pengembangan Bandingan, Cipawon dan Kejobong yang mempunyai rerata indeks perkembangan wilayah lebih rendah berada pada orde 3 yang merupakan kawasan hinterland. Kawasan hinterland ini mempunyai fungsi sebagai kawasan produksi pertanian dan mensuplai beragam kebutuhan untuk kawasan pengembangan utama. Peta orde atau hirarki kawasan agropolitan Bungakondang sebagaimana Gambar PETA ORDE HIRARKI KAWASAN AGROPOLITAN Kilometers N Orde W S E Orde Orde Orde Hirarki Orde 1 Desa Pusat Pertumbuhan/ Desa Bukateja Orde 2 Kawasan Pusat Pertumbuhan/ KP Bukateja Orde 3 Kawasan Hinterland/ KP Cipawon, Bandingan dan Kejobong Sumber : Peta AEZ Kabupaten Purbalingga Tahun 2002 Skala 1: Gambar 9 Peta orde kawasan agropolitan Bungakondang Identifikasi desa pusat pertumbuhan pada kawasan pengembangan dapat ditentukan dengan menggunakan indeks hirarki untuk masing-masing desa. Ranking hirarki desa-desa dalam kawasan-kawasan pengembangan agropolitan adalah sebagaimana tabel berikut :

15 Tabel 18 Ranking hirarki desa-desa dalam kawasan agropolitan berdasarkan hasil penelitian dan master plan Hirarki Desa Ranking Hirarki Desa Ranking Hirarki Hirarki Bukateja Bukateja 1 Bukateja Bukateja 1 Kembangan 4 Bajong 2 Wirasaba 7 Tidu 3 Kedungjati 9 Kembangan 4 Majasari 13 Wirasaba 5 Bajong 16 Kedungjati 6 Tidu 28 Majasari 7 Kutawis Kutawis 5 Cipawon Cipawon 1 Cipawon 8 Penaruban 2 Karangcengis 14 Kebutuh 3 Karanggedang 17 Kutawis 4 Karangnangka 27 Karangcengis 5 Kebutuh 29 Karangnagka 6 Penaruban 30 Karanggedang 7 Pengadegan Pengadegan 3 Bandingan Bandingan 1 Bandingan 6 Sinduraja 2 Sinduraja 10 Penolih 3 Lamuk 15 Pengadegan 4 Sokanegara 21 Lamuk 5 Krenceng 22 Pasunggingan 6 Gumiwang 23 Gumiwang 7 Penolih 25 Sokanegara 8 Pasunggingan 26 Krenceng 9 Kejobong Kejobong 2 Kejobong Kejobong 1 Timbang 11 Langgar 2 Pangempon 12 Timbang 3 Larangan 18 Larangan 4 Langgar 19 Karangjoho 5 Nangkod 20 Panunggalan 6 Pandansari 24 Kedarpan 7 Panunggalan 31 Nangkod 8 Nangkasawit 32 Pandansari 9 Kedarpan 33 Nangkasawit 10 Karangjoho 34 Pangempon 11 Sumber : Analisis Skalogram Sumber : Bappeda (2005) Struktur hirarki desa-desa dalam dalam kawasan agropolitan Bungakondang yang terbagi menjadi 4 (empat) kawasan pengembangan

16 berdasarkan Masterplan Kawasan Agropolitan Bungakondang yang dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Purbalingga adalah sebagai berikut. Tabel 19 Wilayah kawasan pengembangan berdasarkan masterplan Kawasan Desa Pusat Desa Hinterland Pengembangan Pertumbuhan Bukateja Bukateja Bajong, Tidu, Kembangan, Wirasaba, Kedungjati, Majasari Cipawon Cipawon Penaruban, Kebutuh, Kutawis, Karangcengis, Karangnangka, Karanggedang Bandingan Bandingan Sinduraja, Penolih, Pengadegan, Lamuk, Pasunggingan, Gumiwang, Sokanegara Kejobong Kejobong Langgar, Larangan, Karangjoho, Panunggalan, Nangkod,Pandansari, Nangkawasit, Pangempon, Timbang, Kedarpan Namun berdasarkan analisis skalogram berdasarkan indeks perkembangan desa terdapat perbedaan, terutama dalam penentuan desa pusat pertumbuhan kawasan pengembangan agropolitan. Hasil analisis skalogram dalam penentuan desa pusat pertumbuhan kawasan pertumbuhan pada kawasan agropolitan sebagaimana terlihat pada Tabel 19. Tabel 20 Wilayah kawasan pengembangan berdasarkan analisis skalogram Kawasan Desa Pusat Desa Hinterland Pengembangan Pertumbuhan Bukateja Bukateja Kembangan, Kedungjati, Wirasaba, Majasari, Bajong, Tidu Kutawis Kutawis Cipawon, Karanggedang, Karangcengis, Karangnangka, Kebutuh, Penaruban Pengadegan Pengadegan Bandingan, Sinduraja, Lamuk, Krenceng, Penolih, Sokanegara, Gumiwang, Pasunggingan Kejobong Kejobong Timbang, Pangempon, Langgar, Nangkod, Pandansari, Panunggalan, Nangkasawit, Kedarpan, Karangjoho Perbedaan itu pada penentuan desa pusat pertumbuhan pada masingmasing kawasan pengembangan. Berdasarkan Masterplan, desa pusat pertumbuhannya adalah Bukateja, Cipawon, Bandingan dan Kejobong, sedangkan berdasarkan hasil analisis perkembangan desa dengan metoda skalogram diperoleh desa pusat pertumbuhannya adalah Bukateja, Kutawis, Pengadegan dan

17 Kejobong. Desa Bukateja sebagai Desa Pusat Pertumbuhan Utama karena merupakan desa yang paling maju di kawasan tersebut. Berdasarkan analisis skalogram juga Desa Bukateja berada di posisi pertama dengan nilai indeks perkembangan desa yang terpaut jauh dari desa lainnya. Desa Bukateja merupakan bekas ibukota Kawedanan Bukateja yang wilayahnya meliputi beberapa kecamatan lain sejak zaman kolonial Belanda sampai tahun 1990-an. Desa Bukateja memiliki sarana dan prasarana wilayah yang paling lengkap diantara desa-desa lain dalam kawasan agropolitan, antara lain terminal, pasar, kantor perbankan, sarana telekomunikasi dan lainnya. Dengan adanya fasilitasfasilitas umum tersebut, Desa Bukateja menjadi tujuan perjalanan/ komuting penduduk untuk beragam aktivitas perekonomian. Selain menjadi tempat untuk melakukan pemasaran produk pertanian, juga menjadi tempat untuk memperoleh berbagai sarana produksi pertanian seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan sebagainya. Sehingga secara fisik dan ekonomi, Desa Bukateja telah menjadi pusat pelayanan bagi desa-desa disekitarnya. Pembangunan pada pusat pertumbuhan kawasan pengembangan utama Bukateja harus mampu mendorong perkembangan wilayah perdesaan lainnya dan terkait dengan kebijakan pengembangan wilayah perdesaan umumnya. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari Bappeda Kabupaten Purbalingga penentuan desa Cipawon sebagai desa pusat pertumbuhan kawasan pengembangan pada masterplan kawasan agropolitan, dengan pertimbangan bahwa desa Cipawon merupakan sentra komoditas unggulan pada kawasan agropolitan, yaitu komoditas jeruk. Hal ini berkaitan dengan wilayah kawasan pengembangan Cipawon yang merupakan sentra produksi jeruk di Kabupaten Purbalingga yang basis perekonomian wilayah tersebut. Sedangkan pertimbangan Desa Bandingan sebagai desa pusat pertumbuhan karena terdapatnya pasar. Pasar tersebut berupa pasar desa tradisional yang permanen, buka setiap hari dengan hari pasaran yang ramai pada hari kamis. Pasar Desa Bandingan melayani kebutuhan ekonomi masyarakat desa sekitarnya. Namun demikian asumsi dasar yang dipergunakan untuk menentukan pusat pelayanan adalah bahwa wilayah yang memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap atau memiliki rangking hirarki yang tinggi, maka semakin besar

18 potensinya untuk dapat dikembangkan menjadi pusat pertumbuhan dan pelayanan. Sehingga berdasarkan hirarki desa-desa dari analisis skalogram berdasarkan sarana dan prasarana serta indeks perkembangan desa, maka Desa Kutawis dan Desa Pengadegan lebih layak untuk dijadikan desa pusat pertumbuhan pada kawasan pengembangan. Hal ini karena urutan hirarki Desa Kutawis berada di atas Desa Cipawon dan Desa Pengadegan berada diatas Desa Bandingan. Desa Kutawis memiliki jumlah sarana dan prasarana dan indeks perkembangan wilayah yang lebih tinggi sehingga lebih berpotensi untuk menjadi desa pusat pertumbuhan. Selain itu di Desa Kutawis juga terdapat pasar yang berpotensi menjadi tempat transaksi aktivitas perekonomian. Sedangkan Desa Pengadegan merupakan ibukota Kecamatan Pengadegan sehingga mempunyai jumlah sarana dan prasarana dan indeks perkembangan wilayah lebih tinggi dibandingkan dengan desa Bandingan. Berdasarkan pengamatan, Pasar Desa Bandingan masih merupakan pasar tradisional yang melayani kebutuhan kelontong, sedangkan transaksi hasil pertanian dan ternak relatif sedikit. Hal ini karena transaksi hasil pertanian kebanyakan terjadi di lokasi produksi pertanian, sedangkan pasar ternak yang cukup besar berada di Desa Kejobong yang jaraknya relatif dekat dari Desa Bandingan. Menurut Glasson (1990) penentuan desa pusat pertumbuhan berkaitan dengan teori Palander, yaitu harus mempunyai ambang penduduk (treshold population) dan jangkauan pasar (market range). Ambang penduduk adalah jumlah penduduk minimum untuk dapat mendukung kegiatan jasa, sedangkan jangkauan pasar adalah jarak yang ditempuh oleh penduduk untuk mendapatkan jasa dimana jangkauan ini merupakan batas terluar dari daerah pasar bagi suatu kegiatan jasa, diluar batas tersebut orang akan mencari pusat lain. Desa yang berhirarki tinggi mempunyai ambang penduduk dan jangkauan pasar yang lebih besar dibandingkan desa yang berhirarki rendah, karena jumlah dan jenis fasilitas serta prasarananya lebih lengkap. Selain itu penentuan pusat pelayanan juga berkaitan dengan anggaran pembangunan, dimana penentuan desa pusat pertumbuhan pada desa berhirarki tinggi mempunyai efisiensi yang tinggi dalam penganggaran karena sarana dan prasarana yang dibutuhkan sebagai fasilitas perkembangan wilayah telah tersedia dan terbangun. Sedangkan penentuan desa

19 pusat pertumbuhan pada desa yang mempunyai indeks perkembangan yang rendah membutuhkan anggaran yang relatif besar terutama untuk pembangunan sarana dan prasarana yang belum dimiliki. Identifikasi Sektor Unggulan Salah satu aspek yang penting dalam kebijakan pengembangan wilayah adalah mengetahui sektor-sektor unggulan wilayah. Sektor unggulan (leading sector) yaitu sektor yang mempunyai peranan yang sangat besar dalam usaha peningkatan pertumbuhan suatu wilayah yang dapat dilihat dari tingginya nilai share dan pertumbuhannya atau dapat ditentukan dengan semua kriteria penentu yang ada (Mubyarto 1989 dalam Daryanto 2004). Secara umum syarat suatu sektor layak menjadi sektor unggulan adalah memiliki kontribusi yang besar, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap aktivitas perekonomian wilayah dalam mencapai tujuan pembangunan. Dengan demikian sektor unggulan perekonomian merupakan sektor perekonomian yang menjadi penghela perekonomian suatu wilayah sehingga merupakan sektor yang dominan dan kunci aktivitas perekonomian wilayah. Berkaitan dengan pengembangan wilayah maka diperlukan suatu kajian terhadap sektor unggulan dalam wilayah tersebut. Dengan mengetahui sektor unggulan, yang kemudian dioptimalkan peranannya maka diharapkan dampak yang positif bagi kemajuan perekonomian wilayah tersebut. Dalam pembahasan ini untuk menentukan sektor unggulan di kawasan agropolitan Bungakondang dipergunakan analisis shift share. Dengan analisis ini penyebab-penyebab pertumbuhan dan potensi peningkatan pertumbuhan dapat diidentifikasi. Analisis shift share membagi pertumbuhan wilayah dalam tiga komponen. Pertama, komponen potensi (share) yang menjelaskan bahwa pertumbuhan wilayah dibandingkan dengan pertumbuhan wilayah yang lebih luas. Dengan demikian pertumbuhan suatu wilayah diperlakukan sama dengan pertumbuhan wilayah yang lebih luas. Kedua, komponen mix menjelaskan kecepatan pertumbuhan relatif suatu wilayah dibandingkan wilayah yang lebih luas. Ketiga, komponen competitive menjelaskan keunggulan kompetitif relatif suatu sektor dalam suatu wilayah dibandingkan wilayah yang lebih luas. Sektor

20 yang memiliki keunggulan kompetitif berarti didalamnya memiliki lingkungan yang kondusif bagi perkembangan sektor tersebut. Data yang dipergunakan dalam analisis sektor unggulan ini adalah PDRB Kecamatan-Kecamatan dalam Kawasan Agropolitan Bungakondang dan PDRB Kabupaten Purbalingga pada tahun 2000 dan Sedangkan hasil analisis shift share terhadap masing-masing sektor perekonomian dalam kawasan Agropolitan Bungakondang adalah sebagai berikut : Tabel 21 Hasil analisis shift share atas dasar PDRB tahun 2000 dan No. Sektor Komponen Share SSA Pertumbuhan Proporsional Differensial 1 Pertanian 0,0621-0,0324 0,0978 0,1274 a. Tanaman Bahan Makanan 0,0621-0,0910 0,1037 0,0748 b. Tanaman Perkebunan 0,0621 0,0978-0,2186-0,0588 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 0,0621 0,1102 0,5628 0,7351 d. Kehutanan 0,0621-0,1174-0,1616-0,2170 e. Perikanan 0,0621 0,1823-0,1519 0, Pertambangan & Penggalian 0,0621 0,0130-0,0572 0, Industri Pengolahan 0,0621 0,0339-0,0465 0,0495 a. Industri Besar & Sedang 0,0621 0,0737-0,0607 0,0750 b. Industri Kecil & Rumah Tangga 0,0621 0,0115-0,0275 0, Listrik, Gas dan Air Bersih 0,0621 0,0910-0,0123 0,1408 a. Listrik 0,0621 0,2592-0,1891 0,1322 b. Air Bersih 0,0621 0,3142 0,0194 0, Bangunan 0,0621 0,0340-0,0187 0, Perdagangan, Hotel & Restoran 0,0621 0,0415 0,0054 0,1090 a. Perdagangan 0,0621 0,0374 0,0025 0,1019 b. Hotel & Restoran 0,0621 0,0766-0,0309 0, Pengangkutan & Komunikasi 0,0621-0,0414-0,0149 0,0057 a. Pengangkutan 0,0621-0,0704 0,0085 0,0002 b. Komunikasi 0,0621 0,2168-0,0743 0, Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 0,0621 0,0285 0,0058 0,0964 a. Bank & Lembaga Keuangan bukan Bank 0,0621 0,0709-0,0191 0,1138 b. Sewa Bangunan & Jasa Perusahaan 0,0621 0,0166 0,0131 0, Jasa-Jasa 0,0621-0,0065 3,2529 3,3084 a. Pemerintahan Umum & Hankam 0,0621 6,1127-1,2750 4,8997 b. Swasta 0,0621 0,0319 0,2981 0,3920 Tabel tersebut menunjukkan bahwa komponen laju pertumbuhan total (komponen share) yang menunjukkan dinamika pertumbuhan perekonomian Kabupaten Purbalingga sebesar 6,21%. Sedangkan dari nilai shift share analysis (SSA) diperoleh bahwa sektor-sektor yang pertumbuhannya melebihi angka pertumbuhan kabupaten. Nilai SSA secara berturut-turut dari yang terbesar adalah

21 sektor jasa, sektor listrik dan gas, sektor pertanian, sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor bangunan. Namun berdasarkan nilai differensian shift, hanya sektor jasa, sektor pertanian, sektor perdagangan hotel dan restoran, serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mempunyai nilai differensian shift yang positif. Differensian shift menunjukkan tingkat kompetisi (competitiveness) suatu sektor dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor tersebut dalam wilayah, yang juga menggambarkan keunggulan atau ketidakunggulan suatu sektor. Dengan demikian sektor-sektor tersebut mempunyai keunggulan dalam kawasan agropolitan. Dilihat kontribusi masing-masing sektor terhadap PDRB, diperoleh bahwa sektor pertanian menunjukkan kontribusi terbesar yaitu sebesar 39,71%, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 19,57% dan sektor jasa sebesar 17,90%. Tabel 22 Kontribusi sektor terhadap PDRB kawasan agropolitan tahun 2002 No. Sektor PDRB tahun 2002 Ribu rp % 1 Pertanian ,99 39,71 a. Tanaman Bahan Makanan ,84 25,93 b. Tanaman Perkebunan 7.481,03 5,37 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya ,16 7,39 d. Kehutanan 766,51 0,55 e. Perikanan 659,45 0,47 2 Pertambangan & Penggalian 589,90 0,42 3 Industri Pengolahan ,41 8,05 a. Industri Besar & Sedang 1.384,06 0,99 b. Industri Kecil & Rumah Tangga 9.827,35 7,05 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 977,60 0,70 a. Listrik 938,34 0,67 b. Air Bersih 39,26 0,03 5 Bangunan 3.902,69 2,80 6 Perdagangan, Hotel & Restoran ,92 19,57 a. Perdagangan ,92 17,86 b. Hotel & Restoran 2.377,00 1,71 7 Pengangkutan & Komunikasi 8.760,54 6,29 a. Pengangkutan 8.476,65 6,09 b. Komunikasi 283,89 0,20 8 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 6.340,16 4,55 a. Bank & Lembaga Keuangan bukan Bank 1.342,21 0,96 b. Sewa Bangunan & Jasa Perusahaan 4.997,95 3,59 9 Jasa-Jasa ,25 17,90 a. Pemerintahan Umum & Hankam ,00 15,86 b. Swasta 2.844,25 2,04 10 Jumlah ,46 100,00 Sumber : BPS (2002a, 2002b, 2002c, 2002d) hasil olahan

22 Berdasarkan hasil analisis shift share dan kontribusi masing-masing sektor dapat dilakukan tabulasi sektor unggulan di kawasan agropolitan Bungakondang sebagai berikut : Tabel 23 Sektor perekonomian yang termasuk sektor unggulan kawasan agropolitan Sektor Nilai Shift Share Nilai Differential Shift Prosentase PDRB Pertanian 0,1274 0, ,71% Perdagangan, hotel & restoran 0,1090 0, ,57% Jasa-Jasa 3,3085 3, ,90% Berdasarkan kriteria diatas maka terdapat 3 (tiga) sektor yang berada dalam kriteria unggulan kawasan agropolitan Bungakondang, yaitu sektor pertanian, sektor jasa dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor-sektor tersebut secara faktual mempunyai potensi yang dapat menjadi penghela perekonomian kawasan agropolitan dan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan perekonomian kawasan apabila dioptimalkan. Beberapa yang hal yang menjadi perhatian berkaitan dengan sektor-sektor unggulan dalam kawasan agropolitan Bungakondang adalah sebagai berikut : 1. Sektor Pertanian Kawasan agropolitan Bungakondang memiliki sumberdaya yang besar untuk mengembangkan sektor pertanian. Walaupun pangsa sektor pertanian mengalami penurunan dari tahun ke tahun, tetapi dibandingkan dengan sektor lain sektor pertanian masih cukup dominan. Hal ini dapat dilihat dari luas wilayah kawasan agropolitas sebanyak ha, penggunaan lahan sebagai areal pertanian seluas ha (60,01%). Terbagi menjadi lahan seluas ha (22,56 %) sebagai lahan persawahan dengan komoditas utama padi, lahan tegalan dan kebun campuran seluas ha (37,45 %) dengan komoditas melati gambir, jeruk, ubi kayu dan lada hitam. Penggunaan lahan pada kawasan agropolitan Bungakondang sebagaimana Tabel 24.

23 Tabel 24 Penggunaan lahan pada kawasan agropolitan Bungakondang Penggunaan Lahan Luas (ha) Prosentase (%) Tanah Sawah ,56 Tanah Tegalan/Kebun ,45 Bangunan ,18 Lainnya 533 4,81 Jumlah ,00 Sumber : BPS (2004e) Kontribusi terbanyak terhadap PDRB tahun 2002 pada sektor pertanian ini disumbangkan oleh sub sektor pertanian tanaman pangan sebanyak 25,93%. Komoditas pertanian tanaman pangan terutama yang banyak dibudidayakan adalah padi, ubi kayu dan jagung. Padi di budidayakan di kawasan pengembangan Bukateja dan Cipawon yang kondisi tanahnya relatif basah, sedangkan jagung dan ubi kayu dibudidayakan di kawasan pengembangan Bandingan dan Kejobong yang kondisi tanahnya relatif kering. Sedangkan sub sektor lain seperti peternakan, perkebunan, kehutanan dan perikanan sumbangannya dibawah 10%. Peningkatan kontribusi sektor pertanian ini dapat dilakukan dengan pemilihan komoditas unggulan yang cocok dengan kondisi fisik, bio fisik, sosial dan ekonomi pada kawasan agropolitan Bungakondang. Selain itu dilihat tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian pada kawasan agropolitan jumlahnya masih cukup dominan. Dari angkatan kerja tahun 2002 sebanyak orang, sebanyak orang atau sebesar 62,10% bekerja pada sektor pertanian. Hal ini menunjukkan sektor pertanian masih cukup besar menghidupi masyarakat dan menjadi harapan hidup sebagian besar masyarakat di kawasan agropolitan. Tabel 25 Tenaga kerja sektor pertanian pada tahun 2000 dan 2002 Wilayah Tenaga Kerja Sektor Pertanian Jumlah Angkatan Kerja Prosentase (%) Kawasan Agropolitan ,32 62,10 Kabupaten Purbalingga ,42 33,92 Sumber : BPS (2000, 2002e) Walaupun demikian sektor pertanian menghadapi tantangan yang cukup serius dari tahun ke tahun, terutama dengan kecenderungan mengalami penurunan

24 pertumbuhan setiap tahunnya. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB kawasan agropolitan pada tahun 2002 sebesar 39,71% menurun dibandingkan tahun 2000 sebesar 44,74%. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan struktur perekonomian kawasan, yaitu dari sektor primer atau pertanian budidaya menuju ke sektor sekunder dan tersier atau pengolahan hasil pertanian. Selain itu nilai tambah sektor pertanian masih rendah sehingga cenderung mengalami penurunan, dibandingkan dengan sektor lain yang nilai tambahnya relatif tinggi. Selain itu sektor pertanian memiliki tingkat efisiensi yang rendah, hal ini diperlihatkan dengan besarnya tenaga kerja sektor pertanian yang mencapai 62,10% namun demikian sumbangan sektor pertanian terhadap PDRB hanya 39,71%. 2. Sektor Jasa-Jasa Kontribusi sektor jasa masih didominasi oleh subsektor pemerintah dan hankam, sedangkan sub sektor swasta relatif kecil. Hal ini berarti bahwa peran aktivitas pemerintahan di kawasan agropolitan Bungakondang masih dominan. Namun demikian peran sub sektor swasta juga menunjukkan peningkatan dan nilai shift share-nya diatas pertumbuhan wilayah. Hal ini menunjukkan peningkatan peran sektor swasta Dengan demikian tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan peran swasta dan pemberdayaan masyarakat sehingga lebih berkontribusi terhadap perekonomian kawasan agropolitan. 3. Sektor Perdagangan, hotel dan restoran Sub sektor perdagangan yang merupakan salah satu sub sektor perekonomian yang termasuk dalam kategori tersier, memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap PDRB tahun 2002 pada kawasan agropolitan Bungakondang yaitu sebesar 17,86%. Kegiatan di sub sektor perdagangan ini sebagian besar berupa perdagangan komoditas, terutama komoditas pertanian dan hasil olahannya. Dengan besarnya kontribusi sektor pertanian primer di kawasan agropolitan Bungakondang, maka sub sektor perdagangan yang merupakan mata rantai dari sektor pertanian dapat berpotensi mengalami peningkatan. Selain itu harus diupayakan agar jangkauan perdagangan atau pasar hasil pertanian tersebut lebih luas lingkupnya ke wilayah lain, sehingga nilai tambahnyapun dapat

25 meningkat. Peningkatan market share ini berkaitan juga dengan pemilihan komoditas unggulan yang dibudidayakan pada sektor pertanian primer. Identifikasi Komoditas Unggulan Strategi pembangunan pertanian melalui pendekatan sistem usaha agribisnis di Indonesia yang mempunyai potensi sumberdaya yang beragam, mendorong pengembangan sektor pertanian melalui 3 (tiga) pendekatan, yaitu optimalisasi sumberdaya lokal, penetapan komoditas unggulan berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif di setiap wilayah dan perwujudan sentra pengembangan komoditas unggulan atau kawasan sentra produksi. Pendekatan tersebut menekankan pada konsentrasi wilayah produksi dan pengembangan komoditas unggulan. Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis, baik berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur) untuk dikembangkan di suatu wilayah. Selain itu menurut Alkadri et al. (2001) dalam Daryanto (2004) beberapa kriteria mengenai komoditas unggulan antara lain : 1. Harus mampu menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan perekonomian, yakni dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan dan pengeluaran. 2. Mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward and backward looking linkages) baik terhadap sesama komoditas unggulan maupun komoditas lain. 3. Mampu bersaing dengan produks sejenis dari wilayah lain (competitiveness) baik dalam harga produk, biaya produksi dan kualitas pelayanan. 4. Memiliki keterkaitan dengan wilayah lain (regional linkages) dalam hal pasar/ konsumen maupun pemasokan bahan baku. 5. Mampu menyerap tenaga kerja secara optimal sesuai dengan skala produksinya. 6. Dapat bertahan dalam jangka panjang mulai dari fase kelahiran (increasing), pertumbuhan (growth), hingga fase kejenuhan (maturity) atau penurunan (decreasing).

26 7. Tidak rentan terhadap gejolak internal dan eksternal. 8. Pengembangannya mendapat berbagai dukungan, misalnya informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas insentif dan lain-lain. Analisis yang dipergunakan untuk menentukan komoditas unggulan dalam penelitian ini adalah analisis secara kuantitatfi dari aspek suplly side, yaitu dengan metoda Locational Quetient (LQ) yang mengindikasikan kemampuan suatu wilayah dalam menghasilkan komoditas, apakah mempunyai potensi untuk mensuplai wilayah lain atau tidak, Localization Indeks (LI) yang menunjukkan apakah komoditas terkonsentrasi di wilayah tersebut atau tidak dan Specialization Indeks (SI) yang merupakan ukuran relatif suatu wilayah dalam melakukan pengkhususan komoditas tertentu. Komoditas pertanian terbagi sesuai dengan sub sektornya, yaitu pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan. Kawasan agropolitan Bungakondang mempunyai potensi dalam pengembangan sektor pertanian. Berdasarkan analisis sektor unggulan, sektor pertanian merupakan sektor basis dan sektor unggulan di kawasan agropolitan Bungakondang. Untuk meningkatkan peranan sektor pertanian, maka diperlukan identifikasi komoditas-komoditas unggulan yang apabila dikembangkan dapat menjadi prime mover perekonomian kawasan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan analisis komoditas unggulan untuk masing-masing sub sektor pertanian adalah sebagai berikut :

27 Tabel 26 Hasil analisis LQ untuk komoditas pertanian Sub Sektor Komoditas Kecamatan Bukateja Pengadegan Kejobong Kaligondang Pertanian Padi 1,14 0,01 0,13 1,18 Jagung 0,22 1,36 0,55 0,56 Ketela Pohon 1,00 1,76 1,76 0,92 Ketela Rambat 0,68 0,00 0,02 0,00 Kacang Tanah 1,46 1,15 2,46 1,55 Kedelai 0,40 0,00 0,15 2,58 Kacang Hijau 0,68 0,00 0,66 0,67 Perkebunan Kelapa Dalam 1,68 3,58 2,56 2,44 Kelapa Deres 0,18 0,24 0,39 0,71 Kopi Robusta 0,04 0,09 0,16 0,02 Melati Gambir 12,23 0,00 3,25 0,00 Lada 0,00 7,32 16,81 0,77 Empon-Empon 0,00 15,27 3,55 0,00 Tebu 0,00 0,00 0,00 2,64 Mlinjo 0,00 10,63 2,82 2,59 Peternakan Sapi Perah 5,98 0,00 0,00 0,00 Sapi Pedaging 2,26 0,18 0,41 0,49 Kuda 1,96 0,00 0,60 2,36 Kerbau 1,54 0,29 0,51 0,45 Domba 0,60 0,22 0,26 1,00 Kambing 0,94 1,30 1,26 1,10 Babi 0,00 0,00 0,03 0,37 Ayam Ras 0,98 1,33 0,20 0,95 Ayam Buras 0,97 0,30 2,59 1,15 Itik 1,86 0,14 4,30 0,54 Perikanan Kolam 1,39 1,35 0,69 1,27 Sungai 0,82 2,45 0,25 3,57 UPR 0,56 0,00 2,05 1,09 Benih 0,47 0,44 1,42 0,27 Berdasarkan hasil analisis LQ tersebut diperoleh 13 (tiga belas) komoditas yang mempunyai nilai LQ lebih dari 1 adalah : - Sub Sektor pertanian tanaman pangan : Ubi kayu dan kacang tanah - Sub Sektor perkebunan : Kelapa dalam, melati gambir, lada, empon-empon dan mlinjo. - Sub Sektor peternakan : Sapi perah, kambing, ayam buras dan itik - Sub Sektor perikanan darat : Perikanan kolam dan sungai

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Kabupaten Purbalingga Kabupaten Purbalingga merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah. Wilayah Kabupaten Purbalingga terdiri dari 18 (delapan belas) kecamatan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PUSAT PERTUMBUHAN DAN AKTIVITAS PELAYANAN

IDENTIFIKASI PUSAT PERTUMBUHAN DAN AKTIVITAS PELAYANAN IDENTIFIKASI PUSAT PERTUMBUHAN DAN AKTIVITAS PELAYANAN Analisis Hierarki Pusat Wilayah Pusat pelayanan mempunyai peranan penting dalam pengembangan wilayah, yaitu sebagai kerangka untuk memahami struktur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sektor Unggulan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sektor unggulan adalah sektor yang keberadaannya pada saat ini telah berperan besar kepada perkembangan perekonomian suatu wilayah, karena mempunyai keunggulan-keunggulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya perubahan secara terencana seluruh dimensi kehidupan menuju tatanan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Sebagai perubahan yang terencana,

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

Perkembangan Ekonomi Makro

Perkembangan Ekonomi Makro Boks 1.2. Pemetaan Sektor Pertanian di Jawa Barat* Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB (harga berlaku) tahun 2006 sebesar sekitar 11,5%, sementara pada tahun 2000 sebesar 14,7% atau dalam kurun waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Komoditas Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, komoditas adalah: 1. Barang dagangan utama, benda niaga, hasil bumi dan kerajinan setempat dapat dimanfaatkan sebagai

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK)

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) Analisis dengan indeks perkembangan wilayah merupakan modifikasi dari analisis skalogram. Analisis skalogram untuk menentukan hirarki

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah 7 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya dibentuk berdasarkan pada Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya nomor 8 tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh bagi

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO 4.1. Keadaan Geografis Kabupaten Karo terletak diantara 02o50 s/d 03o19 LU dan 97o55 s/d 98 o 38 BT. Dengan luas wilayah 2.127,25 Km2 atau 212.725 Ha terletak pada ketinggian

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh : 1 Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh : Sri Windarti H.0305039 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN A. Letak Geografis Kabupaten Sleman Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110⁰ 13' 00" sampai dengan 110⁰ 33' 00" Bujur Timur, dan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

S. Andy Cahyono dan Purwanto

S. Andy Cahyono dan Purwanto S. Andy Cahyono dan Purwanto Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Jl. Jend A. Yani-Pabelan, Kartasura. PO BOX 295 Surakarta 57102 Telp/Fax: (0271) 716709; 716959 Email:

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia dalam perannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas fungsi-fungsi pelayanannya kepada seluruh lapisan masyarakat diwujudkan dalam bentuk kebijakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Komoditas Basis Komoditas basis adalah komoditas yang memiliki keunggulan secara komparatif dan kompetitif. Secara komparatif, tingkat keunggulan ditentukan

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Lokasi dan Kondisi Fisik Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administratif menjadi wilayah Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN YANG BERORIENTASI PASAR DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA

STUDI IDENTIFIKASI PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN YANG BERORIENTASI PASAR DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA STUDI IDENTIFIKASI PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN YANG BERORIENTASI PASAR DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TUGAS AKHIR TKP- 481 Oleh : Wiwid Wijayadi L2D 098 474 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

5.1. Analisa Produk Unggulan Daerah (PUD) Analisis Location Quotient (LQ) Sub Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan

5.1. Analisa Produk Unggulan Daerah (PUD) Analisis Location Quotient (LQ) Sub Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan 5.1. Analisa Produk Unggulan Daerah (PUD) 5.1.1 Analisis Location Quotient (LQ) Sub Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan Produk Unggulan Daerah (PUD) Lamandau ditentukan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam lokasi kawasan komoditas unggulan nasional pada komoditas padi

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam lokasi kawasan komoditas unggulan nasional pada komoditas padi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka peningkatan produksi pertanian komoditas unggulan di Kabupaten Bekasi, pembangunan pertanian berskala ekonomi harus dilakukan melalui perencanaan wilayah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 25 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 26 Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Timur Tahun 2015 2019

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan Indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi. Peran penting sektor pertanian tersebut sudah tergambar dalam fakta empiris yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan pembangunan yang dipandang tepat dan strategis dalam rangka pembangunan wilayah di Indonesia sekaligus mengantisipasi dimulainya era perdagangan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis wilayah Kota Bandar Lampung berada antara 50º20 -

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis wilayah Kota Bandar Lampung berada antara 50º20 - 56 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Administrasi Secara geografis wilayah Kota Bandar Lampung berada antara 50º20-50º30 LS dan 105º28-105º37 BT dengan luas wilayah 197,22 km

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Andry KB Perspektif Pembangunan Wilayah Pedesaan. Jurnal Inovasi Vol. 6/XVIII/Maret 2006.

DAFTAR PUSTAKA. Andry KB Perspektif Pembangunan Wilayah Pedesaan. Jurnal Inovasi Vol. 6/XVIII/Maret 2006. DAFTAR PUSTAKA Adell G. 1999. Theories and Models of The Peri-Urban Interface : A Changing Conceptual Landscape. Strategic Enviromental Panning and Management for Peri-Urban Interface Research Project

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi daerah sudah dilaksanakan sejak tahun 2001. Keadaan ini telah memberi kesadaran baru bagi kalangan pemerintah maupun masyarakat, bahwa pelaksanaan otonomi tidak bisa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandarlampung 1. Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT Peranan dan kinerja agribisnis dalam pembangunan ekonomi Faktor produksi utama sektor pertanian di NTB adalah lahan pertanian. Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 12 ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan. Tahap ketiga adalah penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan oleh para stakeholder dengan metode Analytical Hierarchy

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Agropolitan

TINJAUAN PUSTAKA Agropolitan TINJAUAN PUSTAKA Agropolitan Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang yang mampu memacu berkembangnya sistem dan usaha agribisnis, sehingga dapat melayani, mendorong, menarik, menghela

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan nasional Negara Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diantaranya melalui pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA

KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA SEPA : Vol. 9 No. 2 Februari 2013 : 201-208 ISSN : 1829-9946 KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA WIWIT RAHAYU Staf Pengajar Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT. STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Statistik Daerah Kecamatan Air Dikit 214 Halaman ii STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. komoditas tanaman pangan pada 21 kecamatan di wilayah Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. komoditas tanaman pangan pada 21 kecamatan di wilayah Kabupaten BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini berfokus pada komoditas unggulan, keragaman (diversitas), tingkat konsentrasi, dan tingkat spesialisasi komoditas tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04 ' 27 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kabupaten Bantul terletak di sebelah selatan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan masalah yang ada merupakan hal yang

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

Kawasan Cepat Tumbuh

Kawasan Cepat Tumbuh Terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi Terjadi dorongan kerjasama pembangunan antar wilayah secara fungsional Kawasan Cepat Tumbuh Meningkatnya nilai tambah dan daya saing produk unggulan Tercipta keterpaduan,

Lebih terperinci

diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. dilihat pada tabel

diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. dilihat pada tabel mengisi daftar kehadiran atau berdasar data yang diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. Adapun jumlah Pengunjung Perpustakaan dapat dilihat pada tabel 2.184. Tabel 2.184. Jumlah Pengunjung Perpustakaan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan KEADAAN UMUM LOKASI Keadaan Wilayah Kabupaten Jepara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di ujung utara Pulau Jawa. Kabupaten Jepara terdiri dari 16 kecamatan, dimana dua

Lebih terperinci

ABSTRAK PENDAHULUAN. Kata kunci : Komoditi Unggulan, Spesialisasi, Lokalisasi dan Lokasi (LQ)

ABSTRAK PENDAHULUAN. Kata kunci : Komoditi Unggulan, Spesialisasi, Lokalisasi dan Lokasi (LQ) Julian Mukhtar 00, 0. Analisis Keunggulan Komoditi Jagung Dengan Pendekatan Ekonomi Wilayah Di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

Perekonomian Daerah. 1. KEGIATAN PRODUKSI 1.1. Pertanian

Perekonomian Daerah. 1. KEGIATAN PRODUKSI 1.1. Pertanian 1. KEGIATAN PRODUKSI 1.1. Pertanian Perekonomian Daerah Kegiatan pertanian sampai saat ini masih memberikan peran yang besar terhadap perekonomian Kabupaten Murung Raya. Kegiatan pertanian masih didominasi

Lebih terperinci

Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Kabupaten Malang

Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Kabupaten Malang C502 Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Chikita Yusuf Widhaswara dan Sardjito Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat Sumatera Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pesisir barat Pulau Sumatera dengan ibukota

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Geografi Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Selatan terletak di ujung selatan Pulau Sumatera

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN

PEMBAHASAN UMUM DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN 147 PEMBAHASAN UMUM DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN Pemerintah Kabupaten Banyumas pada tahun 2008 akan mencanangkan pengembangan wilayah dengan pendekatan agropolitan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bujur timur. Wilayahnya sangat strategis karena dilewati Jalur Pantai Utara yang

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bujur timur. Wilayahnya sangat strategis karena dilewati Jalur Pantai Utara yang IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Batang adalah salah satu kabupaten yang tercatat pada wilayah administrasi Provinsi Jawa Tengah. Letak wilayah berada diantara koordinat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM LOKASI

4 GAMBARAN UMUM LOKASI 21 4 GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Keadaan Geografis Kabupaten Bulukumba merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang terletak terletak di bagian selatan dengan jarak kurang lebih 153 kilometer dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah yang dimanfaatkan sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan adalah suatu proses perubahan yang direncanakan dan merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan, berkelanjutan dan bertahap menuju tingkat

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 43 IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis 1. Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Kudus secara geografis terletak antara 110º 36 dan 110 o 50 BT serta 6 o 51 dan 7 o 16 LS. Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Spasial

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Spasial HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Spasial Kabupaten Tulang Bawang merupakan wilayah yang dilalui oleh jalan lintas sumatera. Kecamatan Menggala merupakan pertemuan antara jalan lintas timur sumatera

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Kabupaten Malang

Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Kabupaten Malang JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN : 2337-3539 (2301-9271 Print) C-156 Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Chikita Yusuf Widhaswara dan Sardjito

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI Administrasi Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sukabumi dibagi ke dalam 45 kecamatan, 345 desa dan tiga kelurahan. Ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 5.1. Kondisi Geografis V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 Lintang Selatan dan 104 o 48-108 o 48 Bujur Timur, dengan batas wilayah

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH

ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH Djarwadi dan Sunartono Kedeputian Pengkajian Kebijakan Teknologi BPPT Jl. M.H. Thamrin No.8 Jakarta 10340 E-mail : djarwadi@webmail.bppt.go.id

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Tim Penyusun KATA PENGANTAR Puji skukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan YME atas terselesaikannya Laporan Akhir Penyusunan Kajian Kebutuhan Teknologi Potensi Daerah Kabupaten Jepara. Buku Laporan ini merupakan laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

4.1. Letak dan Luas Wilayah

4.1. Letak dan Luas Wilayah 4.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Lamandau merupakan salah satu Kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Kotawaringin Barat. Secara geografis Kabupaten Lamandau terletak pada 1 9-3 36 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor pertanian, sektor ini meliputi aktifitas pertanian, perikanan, perkebunan dan peternakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

Bidang Tanaman Pangan

Bidang Tanaman Pangan Bidang Tanaman Pangan SASARAN Dinas Tan. Pangan, Horti. & Peternakan Kalimantan Tengah 1 Meningkatkan Jumlah Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura; 2 Meningkatkan Jumlah

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan yang terus menerus. Pembangunan

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI Yetti Anita Sari Fakultas Geografi UGM; Yogyakarta E-mail: yettianitasari@gmail.com ABSTRAK Sektor pertanian merupakan salah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006 KATA PENGANTAR Untuk mencapai pembangunan yang lebih terarah dan terpadu guna meningkatkan pembangunan melalui pemanfaatan sumberdaya secara maksimal, efektif dan efisien perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan wilayah tersebut dengan meningkatkan pemanfaatan

Lebih terperinci