MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEJARAH SMA/SMK TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KELOMPOK KOMPETENSI I

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEJARAH SMA/SMK TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KELOMPOK KOMPETENSI I"

Transkripsi

1

2 MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEJARAH SMA/SMK TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KELOMPOK KOMPETENSI I PROFESIONAL: PROBLEMATIKA MATERI SEJARAH TEMATIS PEDAGOGIK: PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN DAN PTK DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2017

3 MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEJARAH SMA/SMK TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER Kelompok Kompetensi I Profesional: Problematika Materi Sejarah Tematis Pedagogik: Pengembangan Media Pembelajaran dan PTK PENYUSUN Yudi Setianto, M.Pd. Syachrial Ariffiantono, M.Pd. Didik Budi Handoko, S.Pd. Rif atul Fikriya, S.Pd., S.Hum. DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2017

4 Penulis: Yudi Setianto, M.Pd., PPPPTK PKn dan IPS, , Syachrial Ariffiantono, M.Pd., PPPPPTK PKn dan IPS, , Didik Budi Handoko, S.Pd., PPPPTK PKn dan IPS, , Rif atul Fikriya, S.Pd., S.Hum, PPPPTK PKn dan IPS, Penelaah: 1. Drs. Kasimanuddin Ismain, M.Pd, Universitas Negeri Malang, , 2. Endang Setyoningsih, S.Pd., SMAN 10 Malang, Deny Yudo Wahyudi, M.Hum, Universitas Negeri Malang, , 4. Budi Santoso, S.Pd., SMA Negeri 2 Batu, , busan_audams@yahoo.co.id Ilustrator:... Copy Right 2016 Pusat Pengembangan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu Pengetahuan Sosial, Direktorat Jenderal Guru Dan Tenaga Kependidikan Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengcopy sebagian atau keseluruhan isi buku ini untuk kepentingan komersil tanpa izin tertulis dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

5 KATA SAMBUTAN Peran guru profesional dalam proses pembelajaran sangat penting sebagai kunci keberhasilan belajar siswa. Guru profesional adalah guru yang kompeten membangun proses pembelajaran yang baik sehingga dapat menghasilkan pendidikan yang berkualitas dan berkarakter prima. Hal tersebut menjadikan guru sebagai komponen yang menjadi fokus perhatian Pemerintah maupun pemerintah daerah dalam peningkatan mutu pendidikan terutama menyangkut kompetensi guru. Pengembangan profesionalitas guru melalui Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan merupakan upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependikan dalam upaya peningkatan kompetensi guru. Sejalan dengan hal tersebut, pemetaan kompetensi guru telah dilakukan melalui Uji Kompetensi Guru (UKG) untuk kompetensi pedagogik dan profesional pada akhir tahun Peta profil hasil UKG menunjukkan kekuatan dan kelemahan kompetensi guru dalam penguasaan pengetahuan pedagogik dan profesional. Peta kompetensi guru tersebut dikelompokkan menjadi 10 (sepuluh) kelompok kompetensi. Tindak lanjut pelaksanaan UKG diwujudkan dalam bentuk pelatihan guru paska UKG pada tahun 2016 dan akan dilanjutkan pada tahun 2017 ini dengan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi Guru. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kompetensi guru sebagai agen perubahan dan sumber belajar utama bagi peserta didik. Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi Guru dilaksanakan melalui tiga moda, yaitu: 1) Moda Tatap Muka, 2) Moda Daring Murni (online), dan 3) Moda Daring Kombinasi (kombinasi antara tatap muka dengan daring). Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK), Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kelautan Perikanan Teknologi Informasi dan Komunikasi (LP3TK KPTK) dan Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LP2KS) merupakan Unit Pelaksanana Teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan yang bertanggung jawab dalam mengembangkan i

6 perangkat dan melaksanakan peningkatan kompetensi guru sesuai bidangnya. Adapun perangkat pembelajaran yang dikembangkan tersebut adalah modul Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi Guru moda tatap muka dan moda daring untuk semua mata pelajaran dan kelompok kompetensi. Dengan modul ini diharapkan program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan memberikan sumbangan yang sangat besar dalam peningkatan kualitas kompetensi guru. Mari kita sukseskan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan ini untuk mewujudkan Guru Mulia Karena Karya. ii

7 KATA PENGANTAR Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam meningkatkan kompetensi guru secara berkelanjutan, diawali dengan pelaksanaan Uji Kompetensi Guru dan ditindaklanjuti dengan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan. Untuk memenuhi kebutuhan bahan ajar kegiatan tersebut, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu Pengetahuan Sosial (PPPPTK PKn dan IPS), telah mengembangkan Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan untuk jenjang SMA yang meliputi Geografi, Ekonomi, Sosiologi, Antropologi dan jenjang SMA/SMK yang meliputi PPKn dan Sejarah serta Bahasa Madura SD yang terintegrasi Penguatan Pendidikan Karakter dan merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru serta Permendikbud No. 79 Tahun 2014 tentang Muatan Lokal Kurikulum Kedalaman materi dan pemetaan kompetensi dalam modul ini disusun menjadi sepuluh kelompok kompetensi. Setiap modul meliputi pengembangan materi kompetensi pedagogik dan profesional. Subtansi modul ini diharapkan dapat memberikan referensi, motivasi, dan inspirasi bagi peserta dalam mengeksplorasi dan mendalami kompetensi pedagogik dan profesional guru. Kami berharap modul yang disusun ini dapat menjadi bahan rujukan utama dalam pelaksanaan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan. Untuk pengayaan materi, peserta diklat disarankan untuk menggunakan referensi lain yang relevan. Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan aktif dalam penyusunan modul ini. Batu, April 2017 Kepala, Drs. M. Muhadjir, M.A. NIP iii

8 DAFTAR ISI Kata Sambutan... i Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Gambar... vi Daftar Tabel... vii Pendahuluan...1 A. Latar Belakang...1 B. Tujuan...5 C. Peta Kompetensi...5 D. Ruang Lingkup...6 E. Saran Penggunaan Modul...7 Profesional: Problematika Sejarah Tematik Kegiatan Pembelajaran 1: Metodologi dan Historiografi...17 A. Tujuan Pembelajaran...17 B. Indikator Pencapaian Kompetensi...17 C. Uraian Materi...17 D. Aktivitas Pembelajaran...46 E. Latihan / Kasus / Tugas...49 F. Rangkuman...52 G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut...52 Kegiatan Pembelajaran 2: Sejarah Lokal dan Penerapannya dalam Pembelajaran...53 A. Tujuan Pembelajaran...53 B. Indikator Pencapaian Kompetensi...53 C. Uraian Materi...53 D. Aktivitas Pembelajaran...78 E. Latihan / Kasus / Tugas...81 F. Rangkuman...85 G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut...86 Kegiatan Pembelajaran 3: Sejarah Ekonomi Indonesia...87 A. Tujuan Pembelajaran...87 B. Indikator Pencapaian Kompetensi...87 C. Uraian Materi...87 D. Aktivitas Pembelajaran E. Latihan / Kasus / Tugas F. Rangkuman G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Pedagogik: Pengembangan Media Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran 4 Analisis RPP A. Tujuan Pembelajaran B. Indikator Pencapaian Kompetensi iv

9 C. Uraian Materi D. Aktivitas Pembelajaran E. Latihan / Kasus / Tugas F. Rangkuman G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Kegiatan Pembelajaran 5 Analisis Butir Soal dengan Program Berbantuan Komputer A. Tujuan Pembelajaran B. Indikator Pencapaian Kompetensi C. Uraian Materi D. Aktivitas Pembelajaran E. Latihan / Kasus / Tugas F. Rangkuman G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Daftar Pustaka v

10 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Guru dan tenaga kependidikan wajib melaksanakan kegiatan pengembangan keprofesian secara berkelanjutan agar dapat melaksanakan tugas profesionalnya. Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) adalah pengembangan kompetensi Guru dan Tenaga Kependidikan yang dilaksanakan sesuai kebutuhan, bertahap, dan berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitasnya. Pengembangan keprofesian berkelanjutan sebagai salah satu strategi pembinaan guru dan tenaga kependidikan diharapkan dapat menjamin guru dan tenaga kependidikan mampu secara terus menerus memelihara, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pelaksanaan kegiatan PKB akan mengurangi kesenjangan antara kompetensi yang dimiliki guru dan tenaga kependidikan dengan tuntutan profesional yang dipersyaratkan. Dalam pelaksanaannya PKB harus dikaitkan dengan Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter. Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), yaitu gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter siswa melalui harmonisasi olah hati (etik), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi), dan olah raga (kinestetik) dengann dukungan pelibatan publik dan kerja sama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat yang merupakan bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Implementasi PPK tersebut dapat berbasis kelas, berbasis budaya sekolah, dan berbasis masyarakat (keluarga dan komunitas). Dalam rangka mendukung kebijakan gerakan PPK, modul ini mengintegrasikan lima nilai utama PPK, yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotongroyong, dam imtegritas. Kelima nilai utama tersebut terintegrasi pada kegiatankegiatan pembelajaran yang ada pada modul. Setelah mempelajari modul ini, selain guru dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional, guru juga diharapkan mampu mengimplementasikan PPK khususnya PPK berbasis kelas. 1

11 Guru dan tenaga kependidikan wajib melaksanakan PKB baik secara mandiri maupun kelompok. Khusus untuk PKB dalam bentuk diklat dilakukan oleh lembaga pelatihan sesuai dengan jenis kegiatan dan kebutuhan guru. Penyelenggaraan diklat PKB dilaksanakan oleh PPPPTK dan LPPPTK KPTK atau penyedia layanan diklat lainnya. Pelaksanaan diklat tersebut memerlukan modul sebagai salah satu sumber belajar bagi peserta diklat. Modul merupakan bahan ajar yang dirancang untuk dapat dipelajari secara mandiri oleh peserta diklat berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang disajikan secara sistematis dan menarik untuk mencapai tingkatan kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya. Pedoman penyusunan modul diklat PKB Terintegrasi PPK bagi guru dan tenaga kependidikan ini merupakan acuan bagi penyelenggara pendidikan dan pelatihan dalam mengembangkan modul pelatihan yang diperlukan guru dalam melaksanakan kegiatan PKB. Dasar Hukum penulisan Modul PKB untuk Guru Sejarah SMA/SMK adalah : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. 6. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. 7. Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 14 Tahun 2010 dan Nomor 03/V/PB/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya. 2

12 8. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Penilikdan Angka Kreditnya. 9. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawasdan Angka Kreditnya. 10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 tahun2007 tentang Standar Pengawas Sekolah. 11. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 tahun2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. 12. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. 13. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2008 tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah/Madrasah. 14. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan. 15. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor No 26 tahun 2008 tentang Standar Tenaga Laboran. 16. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor No 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. 17. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. 18. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. 19. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009 tentang Standar Penguji pada Kursus dan Pelatihan. 20. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 tentang Standar Pembimbing pada Kursus dan Pelatihan. 21. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 tentang Standar Pengelola Kursus. 22. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 43 tahun 2009 tentang Standar Tenaga Administrasi Pendidikan pada Program Paket A, Paket B, dan Paket C. 3

13 23. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 44 tahun 2009 tentang Standar Pengelola Pendidikan pada Program Paket A, Paket B, dan Paket C. 24. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Standar Teknisi Sumber Belajar pada Kursus dan Pelatihan. 25. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. 26. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas dan Angka Kreditnya. 27. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan. 28. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kelola Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 29. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja PPPPTK. 30. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2013 tentang Petunjuk TeknisJabatan Fungsional Penilik dan Angka Kreditnya. 31. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2013 Tentang Juknis Jabatan Fungsional Pamong Belajar dan Angka Kreditnya. 32. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Layanan Khusus. 33. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 152 Tahun 2014 Tentang Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Pamong Belajar. 34. Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Nomor 143 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas dan Angka Kreditnya. 35. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 137 tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini. 4

14 36. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 143 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas dan Angka Kreditnya. 37. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian dan Pendidikan dan Kebudayaan. 38. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2015 tentangorganisasidan Tata Kerja Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan. B. Tujuan Modul diklat ini sebagai panduan belajar bagi guru Sejarah SMA/SMK dalam memahami materi Sejarah Sekolah Menengah Atas. Modul ini bertujuan dalam upaya peningkatan kompetensi pedagogik dan profesional materi Sejarah SMA/SMK sebagai tindak lanjut dari UKG tahun Kita akan mengajak Anda, mengkaji terkait materi yang terdiri atas materi professional dan pedagogik. Materi profesional terkait dengan materi sejarah sesuai sejarah tematik, sehingga materi ini mencakup Metodologi dan Historiografi, Sejarah Lokal dan Penerapannya dalam Mata Pelajaran Sejarah, Sejarah Ekonomi di Indonesia. Materi pedagogik berhubungan dengan materi yang mendukung proses pembelajaran seperti analisis RPP, Analisis Butir Soal dengan Program Berbantuan Komputer serta PTK. C. Peta Kompetensi adalah : Kompetensi yang ingin dicapai setelah peserta diklat mempelajari Modul ini Kegiatan Pembelajaran ke Nama Mata Diklat Metodologi dan Historiografi Sejarah Lokal dan Penerapannya dalam Mata Pelajaran Sejarah Kompetensi memahami dan menganalisa metodologi sejarah dan historiografi Menunjukkan perkembangan sejarah lokal serta implementasinya dalam pembelajaran di SMA untuk mata pelajaran sejarah 5

15 3. Sejarah Ekonomi di Indonesia 4. Analisis RPP 5. Analisis Butir Soal Menggunakan Program Berbantuan Komputer Mampu memahami sejarah ekonomi Indonesia sebagai bagian dari perkembangan sejarah Indonesia Menganalisis RPP sesuai prinsip dan sistematika yang berlaku Mengkaji dan menelaah setiap butir soal agar diperoleh soal yang bermutu sehingga diketahui informasi diagnostik D. Ruang Lingkup Metodologi dan Historiografi Profesional Sejarah Lokal dan Penerapannya dalam Mata Pelajaran Sejarah Materi Sejarah SMA/SMK Sejarah Ekonomi di Indonesia Analisis RPP Pedagogik Analisis Butir Soal Menggunakan Program Berbantuan Komputer 6

16 E. Saran Cara Penggunaan Modul Untuk dapat memahami dengan baik modul ini, peserta diharapkan untuk memperhatikan alur model pembelajaran dengan cernat. Adapun alur model pembelajaran secara umum dapat dilihat pada bagan berikut. Gambar 1. Alur Model Pembelajaran Tatap Muka E. 1. Deskripsi Kegiatan Diklat Tatap Muka Penuh Kegiatan pembelajaran diklat tatap muka penuh adalah kegiatan fasilitasi peningkatan kompetensi guru melalui model tatap muka penuh yang dilaksanakan oleh unit pelaksana teknis dilingkungan Ditjen GTK maupun lembaga diklat lainnya. Kegiatan tatap muka penuh ini dilaksanan secara terstruktur pada suatu waktu yang di pandu oleh fasilitator. Tatap muka penuh dilaksanakan menggunakan alur pembelajaran yang dapat dilihat pada alur dibawah ini. 7

17 Gambar 2. Alur Pembelajaran Tatap Muka Penuh Kegiatan pembelajaran tatap muka pada model tatap muka penuh dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Pendahuluan Pada kegiatan pendahuluan fasilitator memberi kesempatan kepada peserta diklat untuk mempelajari : Latar belakang yang memuat gambaran materi Tujuan kegiatan pembelajaran setiap materi Kompetensi atau indikator yang akan dicapai melalui modul. Ruang lingkup materi kegiatan pembelajaran Langkah-langkah penggunaan modul b. Mengkaji Materi Pada kegiatan mengkaji materi modul kelompok kompetensi profesional dan pedagogik fasilitator memberi kesempatan kepada guru sebagai peserta untuk mempelajari materi yang diuraikan secara singkat sesuai dengan indikator pencapaian hasil belajar. Guru sebagai peserta dapat mempelajari materi secara individual maupun berkelompok dan dapat mengkonfirmasi permasalahan kepada fasilitator. 8

18 c. Melakukan Aktivitas Pembelajaran Pada kegiatan ini peserta melakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rambu-rambu atau instruksi yang tertera pada modul dan dipandu oleh fasilitator. Kegiatan pembelajaran pada aktivitas pembelajaran ini akan menggunakan pendekatan yang akan secara langsung berinteraksi di kelas pelatihan bersama fasilitator dan peserta lainnya, baik itu dengan menggunakan diskusi tentang materi, malaksanakan praktik, dan latihan kasus. Lembar kerja pada pembelajaran tatap muka penuh adalah bagaimana menerapkan pemahaman materi-materi yang berada pada kajian materi. Pada aktivitas pembelajaran materi ini juga peserta secara aktif menggali informasi, mengumpulkan dan mengolah data sampai pada peserta dapat membuat kesimpulan kegiatan pembelajaran. d. Presentasi dan Konfirmasi Pada kegiatan ini peserta melakukan presentasi hasil kegiatan sedangkan fasilitator melakukan konfirmasi terhadap materi dan dibahas bersama. Pada bagian ini juga peserta dan penyaji me-review materi berdasarkan seluruh kegiatan pembelajaran. e. Persiapan Tes Akhir Pada bagian ini fasilitator didampingi oleh panitia menginformasikan tes akhir yang akan dilakukan oleh seluruh peserta yang dinyatakan layak tes akhir. E. 2. Deskripsi Kegiatan Diklat Tatap Muka In-On-In Kegiatan diklat tatap muka dengan model In-On-In adalan kegiatan fasilitasi peningkatan kompetensi guru yang menggunakan tiga kegiatan utama, yaitu In Service Learning 1 (In-1), on the job learning (On), dan In Service Learning 2 (In- 2). Secara umum, kegiatan pembelajaran diklat tatap muka In-On-In tergambar pada alur berikut ini. 9

19 Gambar 3. Alur Pembelajaran Tatap Muka model In-On-In Kegiatan pembelajaran tatap muka pada model In-On-In dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Pendahuluan Pada kegiatan pendahuluan disampaikan bertepatan pada saat pelaksanaan In service learning 1 fasilitator memberi kesempatan kepada peserta diklat untuk mempelajari : Latar belakang yang memuat gambaran materi Tujuan kegiatan pembelajaran setiap materi Kompetensi atau indikator yang akan dicapai melalui modul. Ruang lingkup materi kegiatan pembelajaran Langkah-langkah penggunaan modul 10

20 b. In Service Learning 1 (IN-1) Mengkaji Materi Pada kegiatan mengkaji materi modul kelompok kompetensi G fasilitator memberi kesempatan kepada guru sebagai peserta untuk mempelajari materi yang diuraikan secara singkat sesuai dengan indikator pencapaian hasil belajar. Guru sebagai peserta dapat mempelajari materi secara individual maupunberkelompok dan dapat mengkonfirmasi permasalahan kepada fasilitator. Melakukan Aktivitas Pembelajaran Pada kegiatan ini peserta melakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rambu-rambu atau instruksi yang tertera pada modul dan dipandu oleh fasilitator. Kegiatan pembelajaran pada aktivitas pembelajaran ini akan menggunakan pendekatan/metode yang secara langsung berinteraksi di kelas pelatihan, baik itu dengan menggunakan metode berfikir reflektif,diskusi, brainstorming, simulasi, maupun studi kasus yang kesemuanya dapat melalui Lembar Kerja yang telah disusun sesuai dengan kegiatan pada IN-1. Pada aktivitas pembelajaranmateri ini peserta secara aktif menggali informasi, mengumpulkan dan mempersiapkan rencana pembelajaran pada on the job learning. c. On the Job Learning (ON) Mengkaji Materi Pada kegiatan mengkaji materi modul kelompok kompetensi G guru sebagai pesertaakan mempelajari materi yang telah diuraikan pada in service learning 1 (IN1). Guru sebagai peserta dapat membuka dan mempelajari kembali materi sebagai bahan dalam mengerjaka tugastugas yang ditagihkan kepada peserta. Melakukan Aktivitas Pembelajaran. Pada kegiatan ini peserta melakukan kegiatan pembelajaran di sekolah maupun di kelompok kerja berbasis pada rencana yang telah disusun pada IN-1 dan sesuai dengan rambu-rambu atau instruksi 11

21 yang tertera pada modul. Kegiatan pembelajaran pada aktivitas pembelajaran ini akan menggunakan pendekatan/metode praktik, eksperimen, sosialisasi, implementasi, peer discussion yang secara langsung di dilakukan di sekolah maupun kelompok kerja melalui tagihan berupa Lembar Kerja yang telah disusun sesuai dengan kegiatan pada ON. Pada aktivitas pembelajaran materi pada ON, peserta secara aktif menggali informasi, mengumpulkan dan mengolah data denganmelakukan pekerjaan dan menyelesaikan tagihan pada on the job learning. d. In Service Learning 2 (IN-2) Pada kegiatan ini peserta melakukan presentasi produk-produk tagihan ON yang akan di konfirmasi oleh fasilitator dan dibahas bersama. pada bagian ini juga peserta dan penyaji me-review materi berdasarkan seluruh kegiatan pembelajaran. e. Persiapan Tes Akhir Pada bagian ini fasilitator didampingi oleh panitia menginformasikan tes akhir yang akan dilakukan oleh seluruh peserta yang dinyatakan layak tes akhir. E. 3. Lembar Kerja Modul pembinaan karir guru kelompok komptetansi G terdiri dari beberapa kegiatan pembelajaran yang didalamnya terdapat aktivitas-aktivitas pembelajaran sebagai pendalaman dan penguatan pemahaman materi yang dipelajari. Modul ini mempersiapkan lembar kerja yang nantinya akan dikerjakan oleh peserta, lembar kerja tersebut dapat terlihat pada tabel berikut. Tabel 1. Daftar Lembar Kerja Modul No Kode LK Nama LK Keterangan 1 LK.1.1. TM 2 LK TM 12

22 3 LK In-1 4 LK In-1 5 LK Pengembangan Kisi-kisi dan Soal TM, On 6 LK.2.1. TM 7 LK TM 8 LK TM 9 LK In-1 10 LK Pengembangan Kisi-kisi dan Soal TM, On 11 LK.3.1. TM 12 LK TM 13 LK TM 14 LK In-1 15 LK Pengembangan Kisi-kisi dan Soal TM, On LK.4.1. Telaah RPP Tm, In-1 18 LK Peer Teaching Tm, In-2 19 LK Pengembangan Kisi-kisi dan Soal TM, On 20 LK. 5.1 Analisis Butir Soal Tm, In-1 21 LK. 5.2 Menyusun Proposal PTK Tm, On TM : Digunakan pada Tatap Muka Penuh IN1 : Digunakan pada In service learning 1 ON : Digunakan pada on the job learning 13

23 E.4. Kisi-Kisi Ujian Sekolah Sejarah Indonesia SMA/SMK 1) Kisi-kisi USBN Sejarah SMA/SMK Kurikulum 2006 Tahun Pelajaran 2016/

24 2) Kisi-kisi USBN Sejarah Indonesia SMA/SMK Kurikulum 2013 Tahun Pelajaran 2016/

25 Agar peserta berhasil menguasai dan memahami materi dalam modul ini, lalu dapat mengaplikasikannya dalam pembelajaran di sekolah, maka cermati dan ikuti petunjuk berikut dengan baik, antara lain: Penguasaan materi pedagogik yang mendukung penerapan materi profesional. Penguasaan materi profesional sebagai pokok dalam pembelajaran sejarah di SMA/SMK. Bacalah setiap tujuan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi pada masing-masing kegiatan pembelajaran agar anda mengetahui pokokpokok pembahasan. Selama mempelajari modul ini, silakan diperkaya dengan referensi yang berkaitan dengan materi. Perhatikan pula aktivitas pembelajaran dan langkah-langkah dalam menyelesaikan setiap latihan/tugas/kasus. Latihan/tugas/kasus dapat berupa permasalahan yang bisa dikerjakan dalam kelompok dan individu. Diskusikanlah dengan fasilitator apabila terdapat permasalahan dalam memahami materi. 16

26 KEGIATAN PEMBELAJARAN 1 METODOLOGI DAN HISTORIOGRAFI A. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari modul PKB ini, peserta diharapkan mampu menganalisis metodologi sejarah dan historiografi B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI 1. Menganalisis jenis-jenis penelitian sejarah 2. Menyusun tahapan penelitian sejarah C. URAIAN MATERI Sejarah Sebagai Ilmu Dalam dunia ilmu, sebuah pengetahuan dapat dikatakan sebagaiilmu jika memenuhi beberapa syarat. Sejarah merupakan ilmu karena sejarah memiliki syarat-syarat sebagai ilmu sebagaimana diuraikan di bawah ini. 1. Objek Objek sejarah adalah aktivitas manusia pada masa lampau. Sejarah merupakan ilmu empiris. Sejarah seperti ilmu-ilmu lain yang mengkaji manusia, bedanya sejarah mengkaji aktivitas manusia dalam dimensi waktu. Aspek waktu inilah yang menjadi jiwa sejarah. Selanjutnya objek sejarah dibedakan menjadi dua, yakni objek formal dan objek material. Objek formal sejarah adalah keseluruhan aktivitas masa silam umat manusia. Objek material berupa sumber-sumber sejarah yang merupakan bukti adanya peristiwa pada masa lampau (Zed, 2002: 48). Bukti-bukti itu merupakan kesaksian sejarah yang bisa dilihat. Tegasnya, rekonstruksi sejarah hanya mungkin kalau memiliki bukti-bukti berupa dokumen atau jenis peninggalan lainnya. 2. Tujuan Menurut Sutrasno (1975: 22) sejarah bertujuan sebagai berikut. a. Memberikan kenyataan-kenyataan sejarah yang sesungguhnya, menceriterakan segala yang terjadi apa adanya 17

27 b. Membimbing, mengajar, dan mengupas setiap kejadian sejarah secara kritis dan realistis. Makin objektif (makin dekat kepada kenyataan sejarah yang sesungguhnya) makin baik, karena dengan demikian pembaca akan mendapat gambaran sesungguhnya tentang apa yang benar-benar terjadi. 3. Metode Metode sejarah bertumpu pada empat langkah, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Metode sejarah bersifat universal, artinya metode sejarah dapat dimanfaatkan oleh ilmu-ilmu lain untuk keperluan memastikan fakta pada masa lampau. Dengan semakin mendekatnya ilmuilmu sosial dan ilmu sejarah, maka semakin terlihat pemanfaatan metode sejarah dalam ilmu-ilmu sosial. Walaupun historiografi adalah langkah terakhir dalam sebuah penelitian yang menggunakan metode sejarah, namun historiografi adalah langkah terberat karena dalam langkah-langkah metodologis yang dikerjakan oleh sejarawan pada umumnya diterima sebagai langkah yang memiliki validitas objektivitas ilmu. Tapi, langkah selanjutnya disebut art atau seni sehingga sejarah sesungguhnya tidak mungkin objektif. Padahal sejarah sebagai sebuah ilmu dituntut memiliki objektivitas. Mengapa sejarah tak mungkin objektif? Karena sejarah sudah memakai interpretasi dan seleksi. Interpretasi dapat berarti sejarah menurut pendapat seseorang dan seleksi dilakukan dalam memilih fakta-fakta sejarah yang akan dikaji dalam sebuah penelitian dengan metode sejarah. Interpretasi dan seleksi mau tak mau harus melibatkan pendirian pribadi peneliti. Fakta sejarah yang dibutuhkan dalam historiografi harus diolah terlebih dahulu oleh peneliti sejarah dari data-data sejarah. Fakta sejarah tidak mungkin dapat objektif karena kumpulan data sejarah hanya dapat disebut sebagai fakta sejarah apabila diberi arti oleh peneliti. Maka, dalam sebuah penelitian yang memakai metode sejarah, subjektivitas tidak dapat dielakkan. Namun perlu dicermati, sejarawan tetap menekankan nilai-nilai kejujuran dalam mengumpulkan data sejarah untuk dijadikan fakta-fakata dalam usaha merekonstruksi sebuah peristiwa. Kejujuran sejarawan sebagai bagian dari integritasnya dalam mengungkap kebenaran sebuah peristiwa. 18

28 4. Kegunaan Menurut Widja (1988: 49-51) sejarah paling tidak mempunyai empatkegunaan, yaitu edukatif, inspiratif, rekreatif, dan instruktif. Guna edukatif adalah sejarah memberikan kearifan dan kebijaksanaan bagi orang yang mempelajari-nya. Menyadari guna edukatif dari sejarah berarti menyadari makna dari sejarah sebagai masa lampau yang penuh arti. Selanjutnya berarti bahwa kita bisa mengambil dari sejarah nilai-nilai berupa ide-ide maupun konsep-konsep kreatif sebagai sumber motivasi bagi pemecahan masalah-masalah masa kini dan selanjutnya untuk merealisir harapan-harapan di masa akan datang. Guna inspiratif terutama berfungsi bagi usaha menumbuhkan harga diri dan identitas sebagai suatu bangsa. Guna sejarah semacam ini sangat berarti dalam rangka pembentukan nation building. Di negara-negara yang sedang ber-kembang guna inspiratif sejarah menjadi bagian yang sangat penting, terutama dalam upaya menumbuhkan kebanggaan kolektif. Guna rekreatif menunjuk kepada nilai estetis dari sejarah, terutama kisah yang runtut tentang tokoh dan peristiwa. Di samping itu, sejarah memberikan kepuasan dalam bentuk pesona perlawatan. Dengan membaca sejarah seseorang bisa menerobos batas waktu dan tempat menuju zaman lampau dan tempat yang jauh untuk mengikuti berbagai peristiwa di dunia ini. Guna instruktif adalah fungsi sejarah dalam menunjang bidang-bidang studi kejuruan/ketrampilan seperti navigasi, teknologi senjata, jurnalistik, taktik militer, dan sebagainya. Kuntowijoyo (1995: 19-35) membedakan guna sejarah menjadi guna ekstrinsik dan guna intrinsik. Guna intrinsik sejarah meliputi, (1) sejarah sebagai ilmu, (2) sejarah sebagai cara mengetahui masa lampau, (3) sejarah sebagai pernyataan pendapat, dan (4) sejarah sebagai profesi. Guna ekstrinsik merupa-kan manfaat sejarah terutama di bidang pendidikan. Sejarah mempunyai fungsi pendidikan, yaitu sebagai pendidikan (1) moral, (2) penalaran, (3) politik, (4) kebijakan, (5) perubahan, (6) masa depan, (7) keindahan, (8) ilmu bantu. Dalam guna ekstrinsik selain pendidikan, sejarah juga berfungsi sebagai (1) latar belakang, (2) rujukan, dan (3) bukti. 19

29 Pemahaman sejarah perlu dimiliki setiap orang sejak dini agar mengetahui dan memahami makna dari peristiwa masa lampau sehingga dapat digunakan sebagai landasan sikap dalam menghadapi kenyataan pada masa sekarang serta menentukan masa yang akan datang. Artinya sejarah perlu dipelajari sejak dini oleh setiap individu baik secara formal maupun nonformal, Keterkaitan individu dengan masyarakat atau bangsanya memerlukan terbentuknya kesadaran pentingnya sejarah terhadap persoalan kehidupan bersama seperti: nasionalisme, persatuan, solidaritas dan integritas nasional. Terwujudnya cita-cita suatu masyarakat atau bangsa sangat ditentukan oleh generasi penerus yang mampu memahami sejarah masyarakat atau bangsanya. Sejarah adalah topik ilmu pengetahuan yang sangat menarik. Tak hanya itu, sejarah juga mengajarkan hal-hal yang sangat penting, terutama mengenai: keberhasilan dan kegagalan dari para pemimpin kita, sistem perekonomian yang pernah ada, bentuk-bentuk pemerintahan, dan hal-hal penting lainnya dalam kehidupan manusia sepanjang sejarah. Dari sejarah, kita dapat mempelajari apa saja yang memengaruhi kemajuan dan kejatuhan sebuah negara atau sebuah peradaban. Kita juga dapat mempelajari latar belakang alasan kegiatan politik, pengaruh dari filsafat sosial, serta sudut pandang budaya dan teknologi yang bermacam-macam, sepanjang zaman. Oleh karena itu, pemahaman sejarah perlu dimiliki setiap orang sejak dini agar mengetahui dan memahami makna dari peristiwa masa lampau sehingga dapat digunakan sebagai landasan sikap dalam menghadapi kenyataan pada masa sekarang serta menentukan masa yang akan datang. Artinya sejarah perlu dipelajari sejak dini oleh setiap individu baik secara formal maupun nonformal, Keterkaitan individu dengan masyarakat atau bangsanya memerlukan terbentuknya kesadaran pentingnya sejarah terhadap persoalan kehidupan bersama seperti: nasionalisme, persatuan, solidaritas dan integritas nasional. Terwujudnya cita-cita suatu masyarakat atau bangsa sangat ditentukan oleh generasi penerus yang mampu memahami sejarah masyarakat atau bangsanya. Orang tidak akan belajar sejarah kalau tidak ada gunanya. Kenyataan bahwa sejarah terus ditulis orang di semua peradaban dan sepanjang waktu, 20

30 sebenarnya cukup menjadi bukti bahwa sejarah itu perlu. Sekarang ini yang paling penting adalah bagaimana sejarah yang diajarkan di sekolah bisa memiliki peran strategis di dalam menanamkan nilai-nilai di dalam diri siswa sehingga memiliki kesadaran terhadap eksistensi bangsanya. Dalam pembangunan bangsa pengajaran sejarah tidak semata-mata berfungsi untuk memberi pengetahuan sejarah sebagai kumpulan informasi fakta sejarah, tetapi juga bertujuan menyadarkan anak didik atau membangkitkan kesadaran sejarahnya. Untuk mengemas pendidkan sejarah sehingga dapat menghasilkan internalisasi nilai diperlukan adanya pengorganisasian bahan yang beraneka ragam serta metode sajian yang bervariasi. Di samping itu gaya belajar subjek didik juga perlu mendapat perhatian, agar tidak kehilangan bingkai moral dan afeksi dari seluruh tujuan pengajaran yang telah ada. Karena tanpa bingkai moral, pengajaran sejarah yang terlalu mengedepankan aspek kognitif tidak akan banyak pengaruhnya dalam rangka memantapkan apa yang sering disebut sebagai jati diri kepribadian bangsa. Mata pelajaran Sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Pembentukan kepribadian nasional beserta identitas dan jati diri tidak akan terwujud tanpa adanya pengembangan kesadaran sejarah sebagai sumber inspirasi dan aspirasi. 5. Sistematika Bentuk sistematika dalam sejarah berupa periodisasi dan percabangan dalam ilmu sejarah. Periodisasi adalah pemenggalan waktu dalam periodeperiode dengan menggunakan kriteria tertentu. Secara garis besar materi sejarah dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok teori sejarah dan kelompok kajian sejarah. Kelompok teori sejarah, seperti Pengantar Ilmu Sejarah, Filsafat Sejarah, Metodologi dan Historiografi. Kelompok kajian sejarah masih terbagi lagi dalam sejarah dunia, sejarah Indonesia dan sejarah tematis. Masing-masing masih terpecah dalam cabang-cabang lagi, seperti 21

31 sejarah tematis terdiri atas sejarah ekonomi, sejarah politik, sejarah maritim, dan sebagainya. 6. Kebenaran Sedikitnya ada dua teori kebenaran yang biasanya bisa dikaitkan dengan usaha pengujian kebenaran fakta, yaitu kebenaran korespondensi dan kebenar-an koherensi. Kebenaran korespodensi menyatakan bahwa sesuatu itu (suatu pernyataan) benar apabila sama dengan realitasnya. Apa yang disebut realitas dalam konteks sejarah adalah kenyataan yang benar-benar telah terjadi, suatu kenyataan seperti apa adanya yang tidak tergantung pada orang yang menyelidikinya. Sedangkan kebenaran koherensi menyatakan bahwa sesuatu itu (suatu pernyataan) benar jika cocok dengan pernyataanpernyataan lain yang pernah diucapkan/dinyatakan dan kita terima kebenarannya. Jadi, kebenaran itu tidak dicari dalam hubungan pernyataan dengan realitas, tapi antara satu pernyataan dengan pernyataan lainnya. Oleh karena sejarah terjadi satu kali, pada masa lampau, dan tidak bisa diulang, maka dari dua teori kebenaran itu, teori kebenaran koherensi yang tepat bagi sejarah. Sejarah pada dasarnya merupakan sumber inspirasi dan aspirasi untuk generasi baru (muda) dalam berbagai bidang kehidupan. Dengan menggali nilai-nilai yang tercermin pada peristiwa di masa lampau, maka nilai-nilai itu bisa dijadikan sumber inspirasi dan aspirasi generasi muda dalam mengembangkan sikap untuk membangun bangsa dan negara. 7. Generalisasi Generalisasi atau kebenaran-kebenaran yang bersifat umum sering terabaikan dalam kajian sejarah. Sejarawan biasanya tidak menjadikan generali-sasi sebagai tujuan utamanya. Sejarawan lebih memusatkan perhatian pada usaha menerangkan, untuk kemudian mengartikan jalan yang sebenarnya dari peristiwa-peristiwa khusus, yaitu kejadian-kejadian dalam dimensi waktu, ruang, dan kondisi-kondisi tertentu (Widja, 1988: 3). Akan tetapi, banyak juga sejarawan yang membicarakan sifat-sifat umum, di samping juga kekhususan, dari masing-masing revolusi, seperti revolusi Perancis, revolusi Amerika, revolusi Indonesia, dan sebagainya. Demikian 22

32 juga sejarawan Sartono Kartodirdirjo yang juga telah berhasil memberikan generalisasi tentang gerakan-gerakan protes di Jawa. 8. Prediksi Prediksi dapat diartikan sebagai berlakunya hukum dikemudian hari. Hukum sejarah adalah keteraturan yang dapat diserap pada sejumlah kejadian, yang memberikan rupa persamaan pada perubahan-perubahan keadaan tertentu dalam sejarah. Dalam sejarah keteraturan yang menjadi unsur utama dari suatu hukum dikaitkan dengan suatu kondisi tertentu, yaitu sepanjang keteraturan itu bisa diserap pada sejumlah kejadian yang berarti pula tidak ada jaminan bahwa keteraturan itu bisa diterapkan pada setiap kejadian, dan bahwa kejadian-kejadian itu dibatasi hanya kejadian yang punya rupa persamaan, bukan kejadian yang memang benar-benar sama (identik). Dengan kata lain, hukum itu berlaku apabila bisa dilihat unsur-unsurnya pada peristiwa, kalau tidak maka berarti hukum itu tidak berlaku. Kenyataan ini tidak menghalangi usaha untuk memproyeksikan pengalaman masa lampau ke situasi masa kini dan akan datang. Meskipun tidak dengan landasan prediksi seperti yang terjadi dalam ilmu alam. Sumber Sejarah dan Fakta Sejarah 1. Sumber Sejarah Sumber sejarah tidak dapat melukiskan sejarah serba objek seluruhnya. Sumber sejarah hanyalah mengandung sebagian kecil kenyataan sejarah. Atau tidak dapat merekan peristiwa secara keseluruhan (Ali, 2005:16). Sumber sejarah atau dapat juga disebut data sejarah (Kuntowijoyo, 1995:94) yang dikumpulkan harus sesuai dengan jenis sejarah yang akan ditulis. Proses pencarian dan pengumpulan sumber sejarah atau data sejarah inilah yang disebut dengan heuristik (Hariyono, 1995:54). Sumber sejarah adalah semua peninggalan manusia (peninggalan sejarah) dari masa lampau. Peninggalan sejarah dapat berupa benda-benda, seperti bangunan (candi, patung, masjid, makam), peralatan hidup (senjata, tombak, keris, gamelan), perhiasan (emas, perak, perunggu, dll) dan juga dapat berupa tulisan, seperti prasasti, karya sastra, dokumen. Menurut jenisnya: Pertama, sumber tertulis (tekstual), yaitu keterangan tertulis yang berkaitan dengan peristiwa sejarah. Sumber tertulis ada 3 macam, yaitu: a. 23

33 Sumber tertulis sezaman dan setempat. Maksudnya sumber tertulis itu ditulis pada waktu terjadinya peristiwa sejarah dan berasal dari lokasi terjadinya peristiwa sejarah. Contoh: Prasasti Yupa tentang Kerajaan Kutai (Abad ke-4 Masehi). Prasasti ini ditulis atas perintah Raja Mulawarman (sezaman dengan Kerajaan Kutai) dan ditemukan di sungai Muarakaman Kutai (setempat dengan kerajaan Kutai). b. Sumber tertulis sezaman tetapi tidak setempat. Maksudnya sumber tertulis itu ditulis pada waktu terjadinya peristiwa sejarah tetapi bukan berasal dari daerah terjadinya peristiwa sejarah. Contoh: Kitab Ling Wai Taita karya Chou Ku Fei tahun 1178 tentang Kerajaan Kediri. Sumber ini sezaman dengan Kerajaan Kediri (Abad 10-12) tetapi berasal dari Cina (tidak setempat). c. Sumber tertulis setempat tetapi tidak sezaman. Maksudnya sumber tertulis itu berasal dari daerah/lokasi terjadinya peristiwa sejarah tetapi ditulis jauh sesudah terjadinya peristiwa sejarah. Contoh: Kitab Babad Tanah Jawi yang ditulis pada zaman Kerajaan Mataram Islam tetapi isinya tentang akhir Kerajaan Majapahit, Kerajaan Demak dan Kerajaan Pajang yang tidak sezaman dengan masa Kerajaan Mataram Islam. Kedua, Sumber lisan (oral): keterangan langsung dari pelaku atau saksi sejarah dari peristiwa yang terjadi pada masa lampau. 3. Sumber benda (korporal): sumber sejarah yang diperoleh dari peninggalan benda-benda kebudayaan. Misalnya: fosil, senjata, candi. 4. Sumber rekaman yang berbentuk foto dan kaset video. Misalnya: foto peristiwa proklamasi kemerdekaan. Menurut tingkat pemerolehan: Sumber primer (pertama): peninggalan asli sejarah yang berasal dari zamannya. Misalnya: prasasti, candi, masjid. 2. Sumber sekunder (kedua): benda-benda tiruan dari benda aslinya, seperti prasasti tiruan, terjemahan kitab-kitab kuna. 3. Sumber tersier (ketiga): berupa buku-buku sejarah yang disusun berdasarkan hasil penelitian ahli sejarah tanpa melakukan penelitian langsung Objektivitas dan Subjektivitas dalam Sejarah Apabila di perpustakaan terdapat buku-buku sejarah yang ditulis oleh seorang sejarawan, buku-buku tersebut dapat diartikan sebagai sejarah dalam arti subjektif, artinya karya-karya itu memuat unsur-unsur dari subjek. Setiap pengungkapan atau penggambaran telah melewati proses "pengolahan" dalam pikiran dan angan-angan seorang subjek. Kejadian sebagai sejarah dalam arti 24

34 objektif atau aktualitas diamati, dialami, atau dimasukkan ke pikiran subjek sebagai persepsi, sudah barang tentu sebagai "masukan" tidak akan pernah akan menjadi benda tersendiri, tetapi telah diberi "warna" atau "rasa" sesuai dengan "kacamata" atau "selera" subjek (Kartodirdjo,1992: 62). Untuk dapat dipelajari secara objektif (yakni dengan maksud memperoleh pengetahuan yang tidak memihak dan benar, bebas dari reaksi pribadi seseorang), sesuatu pertama kali harus menjadi objek; ia harus mempunyai eksistensi yang merdeka di luar pikiran manusia (Gottschalk, 1986: 28). Akan tetapi, kenangan tidak mempunyai eksistensi di luar pikiran manusia, sedangkan kebanyakan sejarah didasarkan atas kenangan, yakni kesaksian tertulis atau lisan. Kata "benar" dan "objektifitas" tidak mempunyai pengertian yang sama dan tidak boleh dipakai sebagai kata yang searti. Secara mutlak sejarah memang tidak bisa "benar" sebab sejarah tidak bisa menciptakan kembali,mesa lampau. Akan tetapi, kenyataannya tidak demikian, penulisan sejarah didasarkan atas aturan dan metode yang menjamin keobjektifannya (Frederick, Soeroto, 2005: 10). Jadi ada parameter untuk menilai, sejauh mana penulisan itu gagal mencapai tujuannya. Dalam kehidupan sehari-hari sejarawan tidak hidup dalam suatu kekosongan, seluruh kesadarannya "terendam" dalam suatu kultur dan segala aspeknya. Lingkungan fisik, biologis, ekonomis, sosial, politik, religius semua itu mempunyai pengaruh pada dirinya. Jadi, lingkungan di mana seseorang hidup dan pandangan dunia sangat mempengaruhi pandangannya terhadap lingkungannya. Ada empat faktor yang menyebabkan sejarawan berbeda pandangan dan tafsiran (Notosusanto, 1979: 15), yaitu: 1. Sikap berat-sebelah pribadi 2. Prasangka kelompok 3. Penafsiran yang berbeda tentang faktor kelompok 4. Pandangan dunia (Weltanschauung). Sikap berat sebelah-pribadi atau "personal likes and dislikes" adalah rasa tidak senang terhadap individu maupun jenis orang. Ada sejarawan yang menyukai orang-orang besar dalam sejarah (seperti Thomas Carlyle), tetapi ada juga sejarawan yang membenci tokoh-tokoh besar (seperti H.G. Wells). Prasangka kelompok (group prejudice), adalah anggapan yang dikandung masing-masing sejarawan sebagai anggota suatu kelompok, baik nasional, keagamaan, maupun sosial. Sejarawan Indonesia akan mempunyai pandangan 25

35 lain mengenai Perang Kemerdekaan Indonesia dengan Sejarawan Belanda. Menurut Sejarawan Indonesia perang itu dinamakan "perang kemerdekaan", tetapi menurut Sejarawan Belanda peristiwa itu disebut "aksi polisional" saja. Penafsiran yang berbeda tentang faktor-faktor sejarah, adalah tafsiran yang berlainan mengenai apa sesungguhnya yang paling besar pengaruhnya terhadap terjadinya peristiwa. Misalnya apakah yang paling menetukan bagi kemenangan Indonesia pada tahun 1949? Ada yang berpendapat faktor militer (suksesnya perang gerilya), ada pula yang mengatakan faktor ekonomi (perlunya Belanda membangun kembali negerinya dan kuatnya ketahanan ekonomi Indonesia yang meskipun diblokade tetap tegak berdiri). Pandangan dunia (Weltanschauung) yang berbeda akan membawa pengaruh dalam penulisan sejarah, terutama sejarah dunia atau sejarah umat manusia. Sejarawan keagamaan tentu akan lain tafsirannya dengan sejarawan materialis. Manusia hanya mengenal satu jalan untuk mencapai masa lampau itu supaya memahaminya, dan jalan itu melalui proses pemikiran. Masa lampau hanya satu, tetapi pandangan manusia terhadapnya senantiasa berubah dan berbeda-beda tanpa pembatasan (Frederick, Soeroto, eds., 2005: 6). Menulis sejarah yang objektif mengandung persoalan yang bersifat metodologis, karena itu perbedaan utama antara historiografi tradisional dengan historiografi modern, terletak pada metodologinya. Menulis yang seratus persen objektif tampaknya merupakan harapan yang melambung Karena apa yang sebenarnya terjadi tidak akan pernah terekam secara lengkap. Seorang penulis sejarah pasti dihadapkan kepada pemilihan sumber dan menghadapi macammacam sumber yang harus diputuskan. Sejarah dalam arti objektif menunjukkkan kepada kejadian atau peristiwa itu sendiri, ialah proses sejarah dalam aktualitasnya. Kejadian ini sekali terjadi dan tidak dapat terulang kembali. Bagi orang yang ada kesempatan mengalami suatu kejadian sebenarnya hanya dapat mengamati dan mengikuti sebagian dari totalitas kejadian atau peristiwa itu. Keseluruhan proses itu berlangsung terlepas dari subjek manapun juga. Jadi objektif dalam arti tidak memuat unsurunsur subjek (pengarang atau pengamat). Dalam ucapan sejarah berulang rupanya yang dimaksudkan adalah sejarah dalam arti objektif, sedangkan 26

36 ucapan kita perlu belajar dari sejarah akan lebih menunjukkan sejarah dalam arti subjektif. Ilmu sejarah merupakan dasar semua disiplin ilmu yang termasuk dalam kategori ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Sejarah juga merupakan dasar kajian filsafat, ilmu politik, ilmu ekonomi, seni juga agama/ religi. Sejarah adalah ilmu tentang manusia. Sejarah berkaitan dengan ilmu hanya apabila sejarah mengkaji tentang kerja keras manusia dan pencapaiannya. Sejarah mengkaji perjuangan manusia sepanjang zaman. Sejarah kemudian menyajikan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan manusia dalam konteks sosial yang sesuai, dan menyajikan gagasan-gagasannya dalam konteks manusia. Dalam kajian sejarah, tidak lepas dari lingkup waktu dan ruang. Waktu merupakan unsur esensial dalam sejarah. Sejarah berkaitan dengan rangkaian peristiwa, dan setiap peristiwa terjadi dalam lingkup waktu tertentu. Dengan demikian, waktu dalam sejarah melahirkan perspektif tentang berbagai peristiwa yang terjadi dan sekaligus sesuatu yang secara menonjol mampu memperindah masa lampau. Sejarah umat manusia sesungguhnya merupakan proses perkembangan manusia dalam lingkup waktu. Sejarah juga mengkaji manusia dalam dalam lingkup ruang. Baik sebagai individu maupun bangsa, manusia dipelajari dalam konteks lingkungan fisik dan geografis. Interaksi antara manusia dan lingkungan alam berlangsung secara dinamis. Interaksi ini menghasilkan variasi perkembangan pada aktivitas manusia dan pencapaiannya dalam bidang politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Cerita-cerita tentang perubahan dan sebagainya serta ilmu yang menyelidiki perubahan tersebut itu pada dasarnya merupakan kegiatan manusia. Manusia menyelidiki kenyataan kemanusiaan yang terus berubah. Hasil peyelidikan itu olehnya diolah dihimpun dalam sebuah cerita. Sejarah sebagai ilmu dan sejarah sebagai cerita adalah ciptaan manusia dan bukan sesuatu yang timbula atau terjadi diluar usaha manusia. Manusia sebagai subjek atau pemegang peranan dalam membuat ilmu dan cerita. Dengan demikian ilmu sejarah dan cerita sejarah disebut sejarah serba subjek, artinya hasil perbuatan manusia. 27

37 Masalah subjektivitas dan atau objektivitas sejarah merupakan debat lama yang tidak pernah selesai. Sebenarnya bukan hanya sejarah saja tetapi juga disipli kognitif lain tidak dapat objketif jika yang dimaksud objektif itu tuntutan seperti: kebenaran mutlak, sesuai dengan kenyataan termasuk juga yang tersembunyi, netralisasi mutlak (tidak memihak, tidak terikat) dan kondisi-kondisi yang harus lengkap untuk semua peristiwa atau menuntut penempatan seluruh peristiwa kedalam hukum-hukum yang berlaku umum. Terlepas dari hal di atas, subyektifitas dan obyektifitas akan terkait dengan nilai-nilai kejujuran dan integritas. Maka dari itu, jika sejarah direkonstruksi berdasarkan keyakinan sejarawan atau penulis tanpa intervensi subyektif, maka nilai-nilai kejujuran dan integritas akan tertanam bagi para pembacanya. Metode Penelitian Sejarah Terdapat beberapa pengertian mengenai metode penelitian sejarah atau biasa disebut dengan metode sejarah saja. Beberapa pengertian tersebut di antaranya: 1. Louis Gottschalk berpendapat bahwa metode sejarah adalah sebuah proses menguji dan menganalisis secara kritis rakaman dan peninggalan masa lampau manusia. Rekostruksi masa lampau itu berdasarkan data yang di peroleh melalui kritik sumber (Gotschalk, 1986:32). 2. Menurut Sartono Kartodirdjo metode sejarah adalah alat untuk mengorganisasi seluruh tubuh pengetahuan serta menstrukturasi pikiran. Jadi, metode sajarah berkaitan dengan bagaimana seseorang itu memperoleh pengetahuan mengenai masa lampau (Kartodirjo,1992: ix). 3. Gilbert J. Carraghan berpendapat: A systematic body of principles and rules disegned to aid effectively in gathering the source materials of history, appraising them critically, and presenting a synthesis ( generally in written ) of the result achieved. (Metode sejarah adalah seperangkat aturan atau prinsip-prinsip yang sistematis untuk mengumpulhan sumber-sumber secara efektif, menilainya secara kritis, dan mengujikan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tulisan (dalam Alfian,1983:14). 28

38 Jenis-jenis Penelitian Sejarah Jenis penelitian sejarah dapat dikelompokkan menjadi empat. Jenis-jenis yang di maksud adalah: 1. Studi Eksploratif, tujuannya menggali data, sumber, atau informasi sebanyakbanyaknya. Biasanya penelitian semacam ini sumber-sumber, bukti, ataupun referensi sangat sulit didapatkan, karena masih langka atau masih belum ada, tetapi sumber-sumberawal atau yang dikenal dengan jejak sejarah, menunjukkan kebenaran adanya persoalan yang akan di teliti. Dalam konteks seperti ini, bukti sejarah lisan dapat digunakan sebagai data pendukung. Biasanya, model penelitian semacam ini tidak perlu menggunakan hipotesis, karena dimaksudkan bukan untuk menguji sesuatu, juga bukan untuk penelitian eksperimental. Penyajian hasil akhir penelitian dipaparkan secara diskriptif naratif, artinya menulis apa adanya tanpa analisis dan interpretasi yang dalam (Abdullah et.al,eds., 1985:6). 2. Studi Tematik, yakni meneliti topik-topik tertentu dari masalah sosial, politik, ekonomi, budaya, agama,, atau yang lainnya dalam aspek-aspek tertentu. Jenis penelitian seperti ini tampaknya paling banyak dilakukan peneliti dengan berbagai tujuan. Banyak sedikitnya variabel dan aspek yang akan diteliti sangat bergantung pada pilihan dan kemampuan si peneliti. Termasuk juga dalam penelitian seperti ini, studi korelasi, baik sejajar maupun kausalitas; studi perkembangan, studi biografi, dan otobiografi baik untuk mengenal pemikiran, karya, peran seseorang atau lainnya seperti kemapuan leadership, manajerial, sistem pemerintahan, kemajuan peradaban, faktor-faktor kemajuan dan kemunduran, sistem teknologi dan lain sebagainya, mencari hubungan antara satu masalah dengan masalah yang lain. Pendekatan yang digunakan bergantung pada peneliti, sekurang-kurangnya menggunakan satu pendekatan, tetapi jika aspek tinjauannya kompleks, harus menggunakan banyak pendekatan, metode analisisnya dengan analisis kausalitas. 3. Studi Komparasi, tujuannya membandingkan dua masalah atau lebih yang ada kemiripan atau keterkaitan, baik antara dua masalah masa lampau atau sebuah masalah masa lampau dengan masalah masa kini. Kegunaannya mengetahui keunggulan dan kelemahan masing-masing, mengetahui berbagai kemajuan yang dicapai di berbagai sektor; ekonomi,politik,sainsdan teknologi, sistem pemerintahan, kesenian, pendidikan dan lain-lain serta 29

39 faktor-faktor penyebab kemajuan dan kemunduran. Banyak sedikitnya pendekatan yang digunakan bergantung kebutuhan, artinya penelitian itu menekankan aspek-aspek apa saja. Sementara analisisnya menggunakan kausal komparatif. 4. Studi Prediktif, yakni memperkirakan sesuatu yang pernah terjadi karena dimungkinkan kejadian itu akan berulang, agar tidak memperburuk kondisi. Untuk keperluan tersebut harus ada perangkat-perangkat tertentu sebagai alat ukur yang telah di ujicobakan. Teknik analisisnya dapat menggunakan kausal komparatif. Dalam kaitanya dengan model-model studi ini, Notosusanto (1979:6-7) menyebutkan setidak-tidaknya ada lima madzhab sejarah yang masing-masing memiliki ciri tersendiri, terutama dalam penulisan dan pengambilan kesimpulan.kelima mazhab itu adalah: 1. Madzhab unik 2. Generalis terbatas 3. Mazhab interpretatif 4. Mazhab komparatif 5. Mazhab nomothatif (prediktif) Mazhab pertama,kelompok sejarawan yang sengaja tidak menggunakan generalisasi dalam pengambilan kesimpulan, kecuali menyadarinya. Jika menyadari bahwa mereka telah menggunakan generalisasi, mereka akan menghindarinya. Keduamazhab generalisasi terbatas ketat. Yakni, mereka yang terdiri atas sejarawan deskriptif naratif ; mereka ini hanya menuliskan peristiwaperistiwa apa adanya, tidak menafsirkan, tidak ada analisis, dan tidak ada komentar. Ketiga, mazhab interpretatif, yakni kelompok sejarawan yang berusaha keras menemukan benang merah kecenderungan dalam peristiwa sejarah, yang memungkinkan untuk selanjutnya membuat sintesis dari peristiwa-peristiwa yang saling berhubungan. Keempat,mazhab komparatif, yakni kelompok sejarawan yang mencari episode-episode atau keteraturan-keteraturanyang sejajar (analog) dengan cara membandingkan dua peristiwa atau lebih, yang berhubungan secara kausalitas maupun tidak. Kelima, mazhab nomothatif (prediktif), yakni kelompok sejarawan yang sengaja memperoleh kembali generalisasi yang telah terbukti 30

40 kebenaranya di masa lampau untuk dimungkinkan terbukti lagi kebenaranya di masa depan. Oleh karena itu, harus ada nilai ukuran-ukuran dasar (yang telah teruji) sebagai patokan untuk memprediksi kejadian bila dimungkinkan terjadi kembali. Maka yang terpenting dari alat ukur tersebut adalah solusi cara menanggulangi serta mengendalikan jika peristiwa tersebut berulang. Tahap-Tahap dalam Penelitian Sejarah Langkah-langkah penelitian sejarah meliputi lima tahap (Kuntowijoyo,1995:91), yaitu: 1. Pemilihan masalah penelitian dan penentuan topik; 2. Pengumpulan sumber (heuristik); 3. Verifikasi (Kritik sumber); 4. Interpretasi: analisis dan sintesis; 5. Penulisan (Historiografi). Penanaman sikap atau sikap mental yang baik melalui pengajaran Sejarah, tidak dapat dilepaskan dari mengajarkan nilai dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat. Dengan kata lain, strategi pengajaran nilai dan sistem nilai pada Sejarah bertujuan untuk membina dan mengembangkan sikap mental yang baik. Materi dan pokok bahasan pada pengajaran Sejarah dengan menggunakan berbagai metode (multi metode), digunakan untuk membina penghayatan, kesadaran, dan pemilikan nilai-nilai yang baik pada diri siswa. Dengan terbinanya nilai-nilai secara baik dan terarah pada mereka, sikap mentalnya juga akan menjadi positif terhadap rangsangan dari lingkungannya, sehingga tingkah laku dan tindakannya tidak menyimpang dari nilai-nilai yang luhur. Dengan demikian tingkah laku dan tindakannya tadi selalu akan dilandasi oleh tanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan terhadap lingkungannya. Penanaman nilai dan sikap pada pengajaran Sejarah hendaknya dipersiapkan dan dirancang berkesinambungan dengan penekanan pada setiap tingkat yang berbeda. Semakin tinggi jenjangnya semakin besar unsur pemahaman dan pertanggungjawabannya. Pengajaran Sejarah dilaksanakan dalam waktu yang terbatas, sehingga tidak 31

41 mungkin dapat memperkenalkan seluruh nilai- nilai kehidupan manusia kepada siswa. Oleh karena itu nilai-nilai yang akan ditanamkan kepada siswa merupakan nilai-nilai yang pokok dan mendasar bagi kehidupan manusia. 1. Pemilihan Masalah Penelitian dan Penentuan Topik Untuk seorang pemula pemilihan topik tidaklah mudah, karena permasalahan sejarah sangat banyak dan hampir semuanya baru, belum ditulis orang. Kesulitan yang lain, bahwa topik yang ditulis adalah sejarah dan bukan sosiologi, antropologi atau ilmu-ilmu yang lain. Topik yang dipilih tidak terlalu luas, dapat dikerjakan dalam waktu yang sudah ditentukan. Topik sebaiknya dipilih berdasarkan kedekatan emosional dan kedekatan intelektual. Dua syarat itu, subjektif dan obyektif, sangat penting, karena orang hanya akan bekerja dengan baik kalau ia senang dan dapat. Setelah topik ditentukan langkah selanjutnya membuat rancangan penelitian. a. Kedekatan Emosional Apabila seseorang penulis tertarik pada topik sejarah lokal, misal tentang sejarah desa dimana penulis dilahirkan dan ingin berbakti pada desa itu, menulis desa sendiri adalah paling strategis. Sebagai orang yang dihormati dan dipercaya harapannya demikian mungkin penulis punya hubungan dengan orang dalam, sehingga bukan saja dapat dukungan moral dari pejabat desa, tetapi akan dengan mudah mendapatkan keterangan lisan, almari arsip di kelurahan juga terbuka. Mungkin yang ditulis hanya sebuah desa, tetapi desa itu pastilah mewakili jenisnya hingga dapat dibuat generalisasi. Lokasi yang begitu kecil seperti desa ternyata banyak menyimpan persoalan. Persoalan-persoalan itubisamenyangkutpertanahan, ekonomi, politik, demografi, mobilitas sosial, kriminalitas, dan lain-lain. Bermula dari batasan geografis orang mengatakan itu berarti pertanyaan where, yaitu daerah atau desa mana yang menjadi objek penelitian. Kemudian batasan waktu ditetapkan, dalam arti sumber tertulis dan sumber lisan masih tersedia. Untuk desa-desa di Indonesia biasanya 32

42 dapat di lacak sampai tahun 1950an. Ini berarti pertanyaan tentang when. Selanjutnya, siapa saja yang terlibat didalamnya; misalnya tentang pertanahan tentu dapat dilacak siapa saja yang telah melakukan transaksi dan identitasnya, itu pertanyaan tentangwho.kemudian perlu diketahui apa yang dikerjakan oleh siapa, ini pertanyaan what apabila kasus tanah, apa saja yang dikerjakan, jual, beli, sewa, gadai, bagi hasil, atau hibah. Apa motivasi tiap-tiap perbuatan, pertanyaan tentang why. Pertanyaan secara umum dapat pula diajukan misalnya apa yang terjadi dalam kasus tanah itu dan bagaimana hal itu bisa terjadi. Ini berarti penulis harus membagi-bagi peristiwa, periodisasi, ke dalam babakan waktu. Misalnya melalui pengalaman atau bacaan awal ditemukan bahwa di desa yang menjadi area penelitian ada proses pemiskinan, yaitu para petani tidak lagi punya tanah. Proses ke arah itulah yang jadi pertanyaan how, bagaimana terjadinya. b. Kedekatan Intelektual Diandaikan apabila seseorang sudah membaca-baca topik yang mempunyai kedekatan emosional dengan dirinya. Tentu saja jika seseorang tertarik masalah pedesaan, pasti buku-buku yang terkait dengan masalah itu, patani, tanah, geografi pedesaan. Khusus masalah pertanahan, mungkin penulis juga aktivis LSM, sehingga tingkat kepedulian itu tidak hanyapersoalan intelektual, namun juga tentangaksi. Dia sudah punya konsep, misalnya tentang pemiskinan petani. Akan tetapi, generalisasi semacam itu hanyalah anggapan awal yang harus dibuktikan melalui penelitian, jangan sampai menjadi gagasan yang punya harga mati. Resiko lain, apabila seseorang terlibat secara emosional ialah pertimbangan intelektualnya akan dipengaruhi emosi, sehingga sejarah berubah menjadi pengadilan. Padahal sejarah adalah ilmu empiris yang harus menghindari nilai subjektif. Kedekatan emosional itu harus diakui secara jujur supaya orang dapat membuat jarak. c. Jarak Penelitian Penelitian sejarah bertujuan merekonstruksi objek yang telah terjadi pada masa lalu secara sistematis dan objektif dan mengkaji bagaimana kaitanya dengan kondisi masa kini (Moehnilabib, 2003:46). Objek 33

43 tersebut bisa berupa benda-benda historis, peristiwa-peristiwa historis, gejala-gejala, atau hubungan-hubungan yang berdimensi historis. Rekonstruksi dilakukan dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi, mensintesis bukti-bukti yang berkaitan dengan objek historis tersebut. Sebelum proses rekonstruksi berlangsung, peneliti harus membuat rencana penelitian, baik untuk keperluan sendiri maupun untuk sebuah lembaga. Rencana penelitian ituharus berisi: a. permasalahan; b. historiografi; c. sumber sejarah; d. garis besar (Kuntowijoyo,1995 :95). Dalam permasalahan, perlu dikemukakan masalah pokok yang akan diteliti. Mengapa perlu diteliti sejarahnya. Memaparkan maksud dan tujuan penelitian. Luasan dan batas penelitian dalam ruang dan waktu. Teori dan konsep apa yang dipakai. Dalam historiografi, perlu dikemukakan sejarah penulisan dalam bidang yang akan diteliti. Kalau objek kajian mengambil soal tanah, seluruh penelitian sejarah mengenai tanah harus direview. Dengan review itu akan diketahui apa kekurangan para peneliti terdahulu, dan apa yang masih perlu diteliti. Jika tulisan peneliti mengkuatkan, meneruskan dan membantah sebagai tulisan dengan objek kasus yang sama, biarlah orang tahu. Apabila penelitian itu sangat orisional, dan tidak ada historiografinya, kadang-kadang historiografi diganti dengan bibliografi. Bibliografi ini isinya sama dengan historiografi. Sebelum memulai penelitian lapangan, orang harus tahu sumber sejarah yang akan dicari, bagaimana mencari dan dimana dicari. Misalnya, soal tanah harus dicari data tentang akad tanah. Data ini bisa ditemukan dengan membaca, sebagian lain bisa dengan wawancara atau sumber lisan.dikelurahan dan kabupaten ada data mengenai daftar perpindahan tanah dari satu pemilik ke pemilik baru. Data itu, dapat dibaca, sementara peneliti juga dapat bertanya pada orang-orang yang bersangkutan. Garis besar penelitian harus segera tampak, memang penelitian sejarah dan bukan penelitian sosial. Lebih baik garis besar itu terurai sehingga dengan mudah orang membaca. Yang lebih penting lagi ialah garis besar itu dapat berubah. Garis besar sementara itu sangat berguna 34

44 dalam proses penelitian sebab setiap data dapat langsung dimasukkan dalam bab-babnya. 2. Heuristik (Pengumpulan Sumber) Usaha sejarawan dalam rangka memilih sesuatu subjek dan mengumpulhan informasi mengenai subjek disebut heuristik. Heuristik sejarah pada hakikatnya tidak berbeda dengan kegiatan bibliografis yang lain sejauh menyangkut bukubuku yang tercetak. Akan tetapi, sejarawan harus mempergunakan banyak material yang tidak terdapat dalam buku-buku. Untuk mengatasi kebingungan atas banyaknya material, maka sejarawan harus selektif dalam memilih sumber. Sumber yang dikumpulkan harus sesuai dengan jenis sejarah yang akan ditulis. Misalnya saja seseorang akan melakukan penelitian Konfontasi Indonesia-Malaysia. Sumber apa yang harusditemukan oleh seorang peneliti? Sumber itu, menurut bahannya, dapat dibagi dua, tertulis dan tidak tertulis, atau dokumen dan artefak. Selain itu karena topik diatas termasuk sejarah kontemporer, pastilah ingatan orang akan peristiwa-peristiwa antara tahun masih banyak direkam. Apalagi dengan topik yang kontemporer, tentu sumber-sumber lisan banyak tersedia, karena itu peneliti harus melacaknya melalui sejarah lisan. Demikian pula, karena objek kajian adalah sejarah politik sumber yang berupa surat-surat keputusan pemerintah pasti tersedia. a. Dokumen Tertulis Jika penulis sudah menentukan permasalahan yang akan ditulis dan lokasinya, yaitu Indonesia-Malaysia, kemudian rentang waktu, Tahun 1963 sebagai permulaan konflik antara Indonesia- Malaysia karena munculnya kabar pembentukan negara Federasi Malaysia oleh pemerintah kolonial Inggris. Konflik ini diakhiri tahun 1966, setelah Indonesia dibawah Presiden Soekarno, gagal membendung pembentukan negara Federasi Malaysia, terlebih karena di dalam negeri Indonesia mengalami perubahan politik dari dari Soekarno ke Soeharto setelah adanya peristiwa G30S. Perubahan politik ini menyebabkan berubahnya kebijakan politik sehingga konflik antara Indonesia-Malaysia berakhir dengan damai. Dengan persoalan yang sudah tergambar jelas, peneliti mulai mencari sumber sejarah. Pada tingkat ini, sebelum melalui keabsahan 35

45 dan interpretasi masih disebut data sejarah, belum menjadi fakta sejarah. Dokumen tertulis dapat berupa surat-surat, notulen rapat, surat keputusan seperti Keppres, Kepmen dan lain-lain. Surat dapat berupa surat pribadi, dinas kepada pribadi dan sebaliknya, atauantardinas. Surat semacam itu dapat ditemukan di almari pribadi atau dinas. Notulen rapat dinas dapat ditemukan di kantor. Dan notulen rapat militer dapat dilacak di kantor arsip militer. b. Artefak Artefak dapat berupa foto-foto, bangunan, atau alat-alat yang lain. Foto sangat mungkin dimiliki oleh pemerintah. Foto-foto ketika apel para sukarelawan yang hendak dikirim keperbatasan Kalimantan Utara. Foto ketika Presiden Soekarno memimpin rapat diantara para menteri dan petinngi militer di Istana Negara. Foto-foto yang berlokasi di perbatasan Kalimantan Utara yang menggambarkan kesiapan prajurit TNI bersama para sukarelawan. Demikian juga data lain tentang pakaian, kendaraan tempur, jenis persenjataan, mungkin terungkap lewat foto. Bangunan bersejarah yang pernah dipakai untuk rapat-rapat. Lapangan atau stadion yang peranh dipakai untuk apel para sukarelawan. Namun, sedapat mungkin peneliti menemukan bangunan yang masih asli, belum mengalami perubahan atau renovasi. Menurut urutan penyampaiannya, sumber itu dapat dibagi ke dalam sumber primer dan sumber sekunder. Sumber sejarah disebut primer bila disampaikan oleh saksi mata. Misalnya, catatan rapat, daftar peserta rapat, daftar sukarelawan dan arsip-arsip laporan intelijen. Apa yang disebut sumber primer oleh sejarawan, misalnya arsip-arsip Negara, sering disebut sumber sekunder dalam penelitian ilmu sosial. Dalam ilmu sosial, yang dianggap sumber primer adalah wawancara langsung pada responden. Sedangkan ilmu sejarah sumber sekunder ialah yang disampaikan oleh bukan saksi mata. Sejarawan tidak mempersoalkan sumber primer atau sekunder seandainya hanya terdapat satu sumber. Misalnya data sejarah tentang jumlah murid sekolah pada abad ke-19, sejarawan hanya bergantung pada laporan tercetak. Sejarawan wajib menuliskan dari mana data itu diperoleh, baik primer maupun sekunder. c. Sumber Lisan 36

46 Tradisi lisan telah menjadi sumber penulisan bagi antropolog dan sejarawan. Akan tetapi, dalam ilmu sejarah penggunaan tradisi lisan merupakan hal yang baru. Di Indonesia kegiatan sejarah lisan sebagai penyediaan sumber dimulai oleh Arsip Nasional RI sejak tahun Penataran-penataran untuk melatih pewawancara sudah sering dilakukan. Pengumpulan sumber sejarah lisan mempunyai teknik-teknik dan prasarana tersendiri. Pekerjaan yang terpenting, yang langsung mengenai pengumpulan sejarah lisan ialah wawancara, menyalin, dan menyunting. Selanjutnya sebagai sumber, sama halnya dengan bahan arsip atau perpustakaan ialah sebagaimana dapat memberikan pelayanan kepada peminat dan publik. Selain sebagai metode dan sebagai penyedia sumber, sejarah lisan mempunyai sumbangan yang besar dalam mengembangkan subtansi penulisan sejarah (Kuntowijoyo, 1995: 25). Pertama, dengan sifatnya kontemporer sejarah lisan memberikan kemungkinan yang hampirhampir tak terbatas untuk menggali pelaku-pelakunya. Kedua, sejarah lisan dapat mencapai pelaku-pelaku sejarah yang tidak disebutkan dalam dokumen. Dengan demikian, dapat mengubah citra sejarah yang elitis kepada citra sejarah yang egalitarian. Ketiga, sejarah lisan memungkinkan perluasan permasalahan sejarah karena sejarah tidak lagi dibatasi dengan adanya dokumen tertulis. Apabila peneliti tidak melengkapi sumber tertulis, ia sebaiknya menggali informasi lisan yang diperoleh melalui wawancara. Dalam hal ini, peneliti mewawancarai pelaku sejarah yang masih hidup. Sebelum wawancara dilaksanakan ada baiknya peneliti membaca buku pedoman wawancara, kemudian membuat catatan mengenai siapa saja pelaku sejarah yang hendak di wawancarai. Langkah selanjutnya, penelitimenyusun daftar pertanyaan yang akan diajukan dalam wawancara. Sebelum bertanya sesuatu, ada baiknya jika peneliti sudah banyak membaca buku. Apakah wawancara cukup ditulis tangan atau direkam dengan alat perekam? Lebih baik, seandainya wawancara direkam dengan tape recorder atau alat perekam lainnya, karena semua informasi akan terekam. Meskipun tidak semua informasi yang terekam 37

47 nantinya bisa dipakai sebagai sumber, tetapi bagi peneliti rekaman itu akan menjadi koleksi pribadi. Dalam wawancara ada dua syarat yang harus dipenuhi peneliti. Pertama, harus dikuasai sungguh-sungguh bagaimana mengoperasikan alatperekam. Ada cara-cara tertentu bagaimana supaya suara-suara di luar tidak terdengar, bagaimana supaya suara lebih keras atau lebih lunak, di mana wawancara dilaksanakan, di dalam atau diluar ruangan, bagaimana mengatur supaya alat perekam tidak mengganggu, bagaimana mengatur iwawancara bersama-sama, atau beberapa keluarga menjadi satu. Kedua, sebelum pergi wawancara belajarlah sebanyak-banyaknya. Hal itu akan membuat peneliti percaya diri. Jangan terlalu banyak bertanya, tapi juga jangan kehilangan bahan pertanyaan. Jangan ada kesan memaksa, pewawancara harus siap jadi pendengar. Pewawancara harus siap pertanyaan terurai, setidaknya ada daftar pertanyaanberupa check list. Sesampai dirumah, alat perekam harus diputar dan didengarkan lagi, lalu ditranskrip. Hasil transkrip dimintakan tanda tangan. Untuk menghormati orang yang diwawancari, peneliti harus menanyakan apa semua hasil wawancara bisa didengar orang. Ada wawancara yang rahasianya baru boleh dibuka ketika responden meninggal. Wawancara semacam itu, yang sifatnya konfidensal, biasanya disimpan ditempat yang aman, misalnya Arsip Nasional. 3. Verifikasi (Kritik Sumber) Apabila seorang sejarawan ingin menulis sejarah politik, tentang Sarekat Islam di Surakarta, Seorang sejarawan tentu sudah belajar dari sumber sekunder mengenai dualisme kekuasaan, di satu pihak ada Belanda dan di lain pihak ada kekuasaan pribumi, yaitu Kasunanan dan Mangkunegaran. Birokrasi, pegawai, penduduk, kebudayaan dan kehidupan sehari-hari mengikuti dualisme itu. Setelah peneliti mengetahuisecara persis topiknya dan sumber sudah dikumpulkan, tahap berikutnya adalah verifikasi ada dua macam: otentisitas atau kritik ekstrem dan kredibilitas atau kritik intern. a. Otentisitas (Kritik Ekstern) 38

48 Jika seorang sejarawan menemukan sebuah surat, notulen rapat, dan daftar langganan majalah tertentu. Kertasnya sudah menguning, baik surat, notulen, atau daftar. Untuk membuktikan keaslian sumber, rasanya terlalu mengada-ada, sebab untuk apa orang memalsukan dokumen yang tak berharga itu? Surat, notulen, dan daftar itu harus diteliti kertasnya, tintanya, gaya tulisannya, bahasanya, kalimatnya, ungkapannya, katakatanya, hurufnya, dan semua penampilan luarnya untuk mengetahui autentisitasnya. Selain pada dokumen tertulis, juga pada artefak, sumber lisan, dan sumber kuantitatif, harus dibuktikan ke asliannya. Untuk mempermudah sejarawan melakukan kritik ekstern sebaiknya ia mengajukan pertanyaan (Basri, 2006:70): 1) Pertanyaan yang mengungkap tentang waktu sumber itu di buat kapan sumber itu dibuat? dalam hal ini peneliti harus menemukan tanggal sumber atau dokumen itu dibuat. Setelah tanggal itu dapat ditemukan lalu dihubungkan dengan materi sumber untuk mengetahui apakah ada anakronisme (tidak bertentangan dengan zaman). Misalnya, sebuah dokumen, diklaim sudah diketik pada awal abad ke-10, maka pengakuan itu tidak benar karena mesin ketik baru ditemukan pada abad 19. 2) Menyelidiki materi sumber, seperti: jenis kertas, jenis tinta, usia tinta, tanda tangan, stempel, gaya bahasa dan sebagainya. 3) Mengidentifikasi siapa pengarang,yang sebenarnya, dengan cara mengidentifikasi: kemiripan tulisan, jenis huruf yang sering dipakai, gaya bahasa atau penulisan, serta ciri-ciri tanda tangan pengarang. 4) Dengan mengajukan pertanyaan dimana sumber itu dibuat? Kegiatan ini berarti ingin memastikan tempat atau lokasi pembuatan sumber. Antara tempat pembuatan dengan tempat penyimpanan sumber, termasuk tempat terbit (jika diterbitkan) daapt saja berbeda. Misalnya, sebuah sumber (katakanlah sebuah karya ilmiah atau ensiklopedi), tempat pembuatannya di kota Bandung diterbitkan di salah satu penerbit di Jakarta, lalu di simpan diperpustakaan di berbagai kota di Indonesia. Jika bentuknya seperti ini, sampai kurun waktu tertentu tidak terlalu sulit untuk melacak dan mencarinya. Akan tetapi jika sumber itu milik swasta atau pribadi atau arsip Negara 39

49 (rahasia) yang kebanyakan tidak dipublikasikan untuk umum, maka melacaknya cukup sulit, meskipun tetap harus dicari dan ditemukan. 5) Pertanyaan berikut ialah dari bahan apa sumber itu dibuat? apakah terbuat dari kertas, daun (daun lontar), kulit binatang, kulit kayu, tulang, ukiran pada batu? Semua bahan-bahan yang di gunakan itu, akan menjadi bahan pertimbangan dalam proses analisis selanjutnya karena masing-masing bahan memang pernah digunakan oleh manusia pada masa silam dalam kurun jaman tertentu. Sebelum bangsa Indonesia mengenal kertas misalnya, maka yang digunakan sebagai sarana komunikasi surat menyurat adalah daun lontar. Bangsa mesir kuna, misalnya sejak 4000 SM telah mengenal huruf, mereka menulis di atas daun Papirus (Koentjaraningrat, 1974: 22). Diawal munculnya agama Islam 571 M, penulisan wahyu banyak menggunakan pelepah daun kurma, kulit kayu, termasuk tulang. b. Kredibilitas (Kritik Intern) Apabila sejarawan sudah memutuskan bahwa suatu dokumen itu autentik, langkah selanjutnya ia harus meneliti apakah dokumen itu bisa dipercaya, misalnya, sejarawan ingin meneliti surat pengangkatan seseorang sebagai ketua koperasi batik, tahun itu ketua koperasinya lowong, orang itu adalah anggota Sarekat Islam. Melihat kredibilitas fotomisalnya foto ucapan selamat dalam upacara penyumpahan-itu akan tampak dalam pertanyaan apakah waktu itu lazim ada ucapan selamat atas pengangkatan sesorang. Jika semuanya positif, tidak ada cara lain kecuali mengakui bahwa dokumen itu kredibel. Pada prinsipnya, kritik intern bermaksud menggunakan isi kandungan sumber, yakni ingin mengetahui apa dan bagaimana isi kandungan tersebut. Selain itu untuk mengetahui tujuan pengarang menulis sumber tersebut, selain itu untuk mengetahui tujuan pengarang menulis sumber tersebut, setelah itu diajukan pertanyaan, benarkah itu tulisan pengarang dimaksud? Secara rinci kritik intern ini bertujuan mengungkap kredibilitas dan validitas sumber, menyelami alam pemikiran pengarang, kondisi mental atau kejujuran intelektual serta keyakinan (Basri: 2006: 72). 40

50 4. Interpretasi (Penafsiran) Interpretasi sering dianggap sebagai biang subjektivitas. Sebagian pendapat itu benar, tetapi sebagian salah. Dikatakan benar, karena tanpa penafsiran sejarawan, data tidak bisa berbicara. Sejarawan yang jujur, akan mencantumkan data dan keterangan dari mana data itu diperoleh. Orang lain dapat melihat kembali dan menafsirkan ulang. Oleh karena itu, subjektivitas penulis sejarah diakui, tetapi untuk dihindari. Interpretasi itu dua macam, yaitu analisis dan sintesis (Kuntowijoyo, 1995: 105). Sebagai contoh interpretasi, akan dipakai sejarah kota. Meskipun sejarah kota itu macam-macam, bisa berupa sejarah pendidikan, sejarah kependudukan, sejarah kriminalitas, sejarah politik, sejarah birokrasi, sejarah ekonomi dan sebagainya. Sejarah kota yang dimaksud akan mengambil periode yang amat penting, yaitu pembangunan kota sesudah revolusi. Jadi, judul tulisan itu kira-kira adalah Masa rekontruksi: Yogyakarta, Contoh lain lagi, apakah artinya tugu di tengah kota, tari bedaya, gamelan sekaten, dan lain sebagainya. Lingkungan manusia penuh dengan simbol-simbol yang menuntut interpretasi. Gajala itu hanya bisa dipahami lewat interprepatasi dan tidak lewat eksplanasi kausal (Kartodirojo, 1992: 221). a. Analisis Analisis berarti menguraikan. Kadang-kadang sebuah sumber mengandung beberapa kemungkinan. Misalnya, ditemukan daftar pengurus suatu ormas di kota. Menurut kelompok sosialnya, di situ ada petani, bertanah, pedagang, pegawai negeri, petani tak bertanah, orang swasta, guru, tukang, mandor, dapat disimpulkan bahwa ormas itu terbuka untuk semua orang. Jadi, ormas itu bukan khusus untuk petani bertanah, tetapi juga untuk petani tak bertanah, pedagang, pegawai negeri dan sebagainya. Mungkin soal petani bertanah dan tak bertanah harus dicari dsengan cara lain, sebab dalam daftar pengurus tidak mungkin dicantumkan kekayan, paling-paling pekerjaan. Setelah analisis itu ditemukan fakta bahwa pada tahun itu ormas tertentu bersifat terbuka berdasarkan data yang ada. Ada informasi bahwa harga tanah naik, dapat ditemukan dari datadata kecamatan dalam kota. Setelah melalui analisis statistik atau melalui presentase biasa, ditemukan fakta bahwa harga tanah dalam kota naik. 41

51 Dalam demografi dapat ditemukan bahwa secara total terjadi integrasi. Hal ini sesuai dengan data dari kecamatan dalam kota yang menunjukkan semakin banyak pendatang dari luar daerah. b. Sintesis Sintesis berarti menyatukan. Setelah ada data tentang pertempuran, rapat-rapat, mobilisasi massa, penggantian pejabat, pembunuhan, orangorang mengungsi, pengibaran dan penurunan bendera, ditemukan fakta bahwa, telah terjadi revolusi. Jadi, revolusi adalah hasil interpretasi setelah data-data dikelompokkan menjadi satu. mengelompokkan data itu hanya mungkin kalau peneliti punya konsep. Revolusi adalah, generalisasi konseptual yang diperoleh melalui pembacaan. Dalam interpetasi-baik analisis maupun sintesis-orang bisa berbeda pendapat. Perbedaan interpretasi itu sah, meskipun datanya sama. Misalnya, dari pembacaan diketahui bahwa ada anggota laskar yang kemudian tidak menjadi tentara, proses ini disebut demobilisasi. Sesuai data yang terkumpul ternyata ada ketegangan antara profesionalisme dan amatirisme. Menurut data yang berhasil dikumpulkan tentang kriminalitas, ada jenis kriminalitas, yaitu organized crime, mungkin ini kelanjutan dari yang sebelumnya disebut gerayak. Sesuai data yang terkumpul tentang pertumbuhan pasar ditemukan fakta bahwa ada perluasan kota. Kadang-kadang perbedaan antara analisis dan sintesis itu dapat di abaikan, sekalipun dua hal itu penting untuk proses berpikir. Sejarawan menyebutnya dengan interpretasi, atau analisis sejarah, tidak pernah menyebut sintesis sejarah. Sama halnya, orang selalu mengatakan analistik statistik untuk analisis dan sintesis. Kadang-kadang antara data dan fakta hanya ada perbedaan bertingkat, jadi tidak kategoris. Seperti pekerjaan detektif, kalau yang dicari sebab kematian-dan bukan ada dan tidaknya pembunuhan-data tentang pisau yang berdarah sudah sangat dekat dengan fakta. Demikian pula bagi sejarawan, kalau yang dicari adanya rapat dan bukan revolusi. Data berupa notulen rapat sudah sangat dekat dengan fakta. 42

52 5. Historiografi (Penulisan) Tahapan akhirdari sebuah penelitian ialah penulisan. Penulisan adalah puncak segala-galanya karena apa yang dituliskan itulah sejarah-yaitu histoirerecite, sejarah sebagaimana terjadinya. Suatu penelitian tanpa penulisan, kurang memiliki arti, sebaliknya suatu penulisan tanpa penelitian, tak lebih dari rekonstruksi tanpa pembuktian. Maka kedua-duanya merupakan hal yang sama penting (Abdullah, et.al., eds., 1985: xiii). Hasil penulisan sejarah inilah yang disebut historiografi. Hasil pengerjaan studi sejarah yang akademis atau kritis, yang berusaha sejauh mungkin mencari kebenaran historis dari setiap fakta, bermula dari suatu pertanyaan pokok. Bermula dari suatu pertanyaan pokok inilah, berbagai keharusan konseptual dilakukan dan bermacam proses pengerjaan penelitian dan penulisan dijalani. Dengan bahasa slogan, dapat dikatakan bahwa tanpa pertanyaan, tak ada sejarah. Penulisan meliputi penguasaan ejaan, tata bahasa, tata tulis, konvensi, urutan-urutan bagian tulisan, susunan bibliografi dan lain sebagainya. Dalam hal ini diperlukan kecermatan, ketelitian konsistensi mengikuti standar yang telah di sepakati. Dalam penulisan sejarah, aspek kronologi sangat penting. Kalau dalam sosiologi alur lurus tidak menjadi masalah,tidak demikian dengan sejarah. Demikianlah, misalnya, seseorang akan meneliti, Perubahan Sosial di Semarang, ). Dalam penulisan sosiologi, angka tahun tidak penting, karena ilmu sosial biasanya berbicara masalah kontemporer. Dalam ilmu sosial, orang berpikir tentang sistematika dan tidak tentang kronologi. Misalnya, orang akan membagi bab dari yang besar ke yang kecil, atau dari yang luas ke yang sempit atau dari yang konkret ke yang abstrak atau sebaliknya. Dalam sumpah pemuda dikatakan secara sistematis, satu nusa, satu bangsa, satu bahasa. Sumpah itu merunjuk tempat, penduduk, dan pengikat; jadi bergerak dari yang konkret ke yang abstrak. Dalam ilmu sosial, perubahan akan dikerjakan dengan sistematika: perubahan ekonomi, perubahan masyarakat, perubahan politik, dan perubahan kebudayaan. Dalam sejarah perubahan sosial itu akan diurutkan kronologinya. Misalnya, penulisan itu akan tampak sebagai berikut: Semarang sekitar 1950, , , , , dan Semarang sekitar Perubahan tiaptiap dasawarsa dapat diukur dengan transportasi atau dengan ukuran lain. 43

53 Misalnya, ternyata Semarang berubah dari daerah pejalan kaki, sepeda dan andong, sepeda motor, angkutan kol, dan bus kota dan antar kota. Kalau memakai ukuran yang lebih total, setiap periode harus ada tenaga pendorong (driving force) masing-masing. Misalnya, peranan pendidikan untuk periode pertama, peranan organisasi politik untuk periode ke dua, peranan politik untuk periode ketiga, dan peranan organisasi ekonomi untuk periode ke empat. Format karya sejarah selain ditulis secara lugas, juga jelas, detail, kronologis, dan menggunakan gaya bahasa sastra sebagai bagian dari seni, selain itu pertimbangan-pertimbangan filosofis pun tidak boleh diabaikan, karena merupakan bagian dari filsafat (Maarif, 1985:13). Hal itu dimaksudkan agar sejarah lebih arif dan mempunyai prinsip-prinsip dasar yang kuat sehingga sejarah bukan sekadar laporan peristiwa masa lalu manusia, tetapi benar-benar mempunyai makna filosofi bagi kehidupan manusia kini dan mendatang (Gottschalk, 1986: 6). Penyajian penelitian dalam bentuk tulisan mempunyai tiga bagian (Kuntowijoyo, 1995: 107) (a) Pengantar; (b) Hasil Penelitian; dan (c) Kesimpulan. a. Pengantar Pengantar berisi tentang permasalahan, latar belakang (berupa lintasan sejarah), historiografi dan pendapat penulis tentang tulisan orang lain, pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian, teori, dan konsep yang dipakai serta sumber-sumber sejarah. Jangan lupa, pembaca akan melihat apakah pertanyaan yang dirumuskan peneliti sudah terjawab atau belum. b. Hasil Penelitian Dalam bab-bab inilah ditunjukkan kebolehan penulis dalam melakukan penelitian dan penyajian. Profesionalisme penulis tampak dalam pertanggungjawaban. Tanggung jawab itu terletak dalam catatan dan lampiran. Setiap fakta yang ditulis harus disertai dengan data yang mendukung. c. Kesimpulan Dalam kesimpulan ini penulis mengemukakan generalisasi dari yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya dan alasan pentingnya penelitian. Isi kesimpulan harus terkait langsung dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Dengan kata lain, kesimpulan penelitian terkait secara substantif terhadap temuan-temuan penelitian yang 44

54 mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Kesimpulan juga dapat ditarik dari hasil pembahasan, namun yang benar-benar relevan dan dapat memperkaya temuan penelitian yang di peroleh. Dalam kesimpulan, generalisasi penulis akan tampak apakah penulis melanjutkan, menerima, memberi catatan, atau menolak generalisasi yang sudah ada. Misalnya, Clifford Geertz dalam penelitiannya tentang mojokuto dan Tabanan mencoba memberi catatan atas tipe ideal Weeber bahwa kaum reformis itu pembaru, dengan persetujuannya bahwa kaum reformis islam di Mojokuto adalah homo economicus, tetapi di Tabanan justru kaum bangsawanlah yang punya etika ekonomi. Demikian pula Lance Castle dalam penelitiannya tentang industri rokok di Kudus, memberi catatan bahwa orang-orang Islam kalah berani berspekulasi dengan pedagang Cina. Penelitian Anton E. Lucas, Peristiwa Tiga Daerah, yang melukiskan konflik antara priyayi dengan orang kecil telah menolak generalisasi M.C. Ricklefs dalam A History of Modem Indonesia yang menggambarkan peristiwa itu sebagai konflik antara santri dengan abangan. Dalam penelitian sejarah Semarang, siapa tahu kalau kaum abangan, tradisionalis, dan mantan-priyayi juga memiliki etika ekonomi. Sartono Kartodirdjo dalam penelitiannya tentang Pemberontakan Petani di Banten, 1888, telah menemukan petani dan ulama. Penelitian itu sungguh mempunyai makna sosial di tengah masyarakat yang didominasi oleh pegawai negeri (dulu oleh priyayi) dan ulama mengalami marjinalisasi. Apakah signifikansi sosial dari penelitian sejarah lokal? Dengan sejarah lokal orang tahu tahap sejarah yang sedang dijalani sehingga bisa membandingkan dengan daerah lain yang kurang lebih sama tingkat perkembangannya. Dengan demikian, unsur sejarah lokal bermakna karena dapat dihubungkan dengan konteks makro serta dapat dicakup dalam generalisasi, umpamanya, seberapa jauh suatu kasus lokal itu representatif bagi gejala umum tingkat nasional antara lain dalam rangka proses inovasi atau transformasi (Kartodirdjo, 1992:74). Proses ini biasanya membawa dampak, antara lain konflik sosial antara beberapa 45

55 golongan elite. Mengenai proses semacam ini bukan tingkat kejadiannya yang penting, tetapi mengenai kualitas sama pentingnya. Bagaimanapun juga, kesimpulan sebuah penelitian sejarah seringkali menghasilkan perspektif baru. Sejarawan dan pembaca sejarah memang mendambakan perspektif, namun pendekatan yang berbeda terhadap masa dan masalah yang sama tidak selalu menghasilkan pengertian yang mendalam (FrederickdanSoeroto, 2005:178). Persoalan yang muncul kemudian adalah pertentangan mengenai fakta-fakta dasar. Persoalan sejarah semacam ini umum dan wajar saja. Lebih sukar lagi kalau membahas kejadian yang amat penting ato tokoh termasyur. Contoh yang masih dekat adalah lahirnya Proklamasi Kemerdekaan. Pada umumnya kejadian penting ini dianggap aman secara faktual dan diketahui secara sempurna sampai hal-hal yang paling kecil. Akan tetapi, kenyataan lain, saksi mata serta peserta utama pada kejadian 17 agustus 1945 itu bahkan tidak sependapat mengenai apa dan mengapa terjadi demikian. Selanjutnya, perhitungan dua tokoh penting mengenai kelahiran proklamasi. Keduanya jelas sekali tidak sependapat dalam beberpa hal pokok. Apakah timbulnya persoalan semacam ini mengurangi arti pentingnya proklamasi? Meskipun seluk beluk suatu kejadian kurang jelas sesudah dilakukan, namun, kekurangjelasan itu tidak mengurangi pentingnya kejadian itu sebagai kejadian. Tugas ahli sejarah serta pembaca sejarah, jika dihadapkan persoalan semacam ini, adalah mencari alasan-alasan yang menyebabkan para saksi itu berbeda, termasuk dalam hal fakta-fakta dasar. Metode sejarah membantu sejarawan untuk memeriksa semua sumber dan bukti yang ada, sampai jumlah kemungkinan-kemungkinan makin dipersempit dan makin mendekati kebenaran. D. AKTIVITAS PEMBELAJARAN Untuk memahami materi, anda perlu membaca secara cermat modul ini, gunakan referensi lain sebagai materi pelengkap untuk menambah pengetahuan anda. Dengarkan dengan cermat apa yang disampaikan oleh pemateri, dan tulis apa yang dirasa penting. Silahkan berbagi pengalaman anda dengan cara 46

56 menganalisis, menyimpulkan dalam suasana yang aktif, inovatif dan kreatif, menyenangkan dan bermakna. Dengarkan dengan cermat apa yang disampaikan oleh pemateri, dan tulis apa yang dirasa penting. Silahkan berbagi pengalaman anda dengan cara menganalisis, menyimpulkan dalam suasana yang aktif, inovatif dan kreatif, menyenangkan dan bermakna. Dalam aktivitas pembelajaran kegiatan pembelajaran 1 ini, peserta yang mengikuti moda tatap muka penuh melakukan aktivitas pembelajaran pada aktivitas pembelajaran 1. Sedangkan bagi peserta yang mengikuti model In-On-In melakukan aktivitas pembelajaran Aktivitas Pembelajaran Tatap Muka Penuh (aktivitas pembelajaran 1) Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mempelajari materi ini mencakup : Aktivitas individu, meliputi : a) Memahami dan mencermati materi diklat b) Mengerjakan latihan/lembar kerja/tugas, menyelesaikan masalah/kasus pada setiap kegiatan belajar; dan menyimpulkan c) Melakukan refleksi Aktivitas kelompok, meliputi : a) mendiskusikan materi pelatihan b) bertukar pengalaman dalam melakukan pelatihan c) penyelesaian masalah /kasus Untuk mengasah dan memantapkan penguasaan materi di atas, maka Anda perlu mengikuti aktivitas pembelajaran sebagai berikut. a) Memberikan motivasi peserta diklat untuk mengikuti proses pembelajaran dan kebermaknaan. b) Menginformasikan judul modul, lingkup kegiatan pembelajaran dan tujuan yang hendak dicapai pada modul ini. c) Menyampaikan skenario kerja diklat dan gambaran tugas serta tagihan hasil kerja sebagai indikator capaian kompetensi peserta dalam penguasaan materi modul yang dikerjakan secara individual. d) Mempersilahkan peserta diklat (secara individual) memahami terhadap materi modul. 47

57 Meminta peserta untuk mengerjakan LK.1.1 dan LK 1.2 secara mandiri. 2. Aktivitas Pembelajaran In-on-in (aktivitas pembelajaran 2) 1). Aktivitas In-1 Aktivitas individu, meliputi : 1. Memahami dan mencermati materi diklat. 2. Mengerjakan latihan/lembar kerja/tugas, menyelesaikan masalah/kasus pada setiap kegiatan belajar, dan menyimpulkan. 3. Melakukan refleksi. Aktivitas kelompok, meliputi : 1. mendiskusikan materi pelatihan. 2. bertukar pengalaman dalam melakukan pelatihan. 3. penyelesaian masalah/kasus. Untuk mengasah dan memantapkan penguasaan materi di atas, maka Anda perlu mengikuti aktivitas pembelajaran sebagai berikut. 1. Memberikan motivasi peserta diklat untuk mengikuti proses pembelajaran dan kebermaknaan. 2. Menginformasikan judul modul, lingkup kegiatan pembelajaran dan tujuan yang hendak dicapai pada modul ini. 3. Menyampaikan skenario kerja diklat dan gambaran tugas serta tagihan hasil kerja sebagai indikator capaian kompetensi peserta dalam penguasaan materi modul yang dikerjakan secara individual. 4. Mempersilahkan peserta diklat (secara individual) memahami terhadap materi modul. 5. Peserta mengerjakan LK. 1.3 dan 1.4 secara mandiri, namun dapat bekerja sama dengan peserta lain melalui diskusi, sharing dan lainnya. 2). Aktivitas On Peserta membuat makalah tentang Penulisan Sejarah Modern/Historiografi Modern. 48

58 Petunjuk Pembuatan 1. Makalah adalah betul-betul karya Saudara sendiri. 2. Sistematika Makalah: a. Pendahuluan/ Latar belakang Masalah b. Isi c. Penutup/ Kesimpulan 3. Ketentuan lain a. Makalah terdiri dari 5 sampai 7 halaman. b. Jenis huruf: Arial c. Besar/ukuran huruf atau font adalah 11. d. Spasi:1,5 spasi 3). Kegiatan In 2 a) Peserta diklat mempresentasikan makalah yang dikerjakan dan peserta lain memberikan pertanyaan, saran, dan komentar. b) Peserta diklat berani memberikan klarifikasi berdasarkan hasil makalah yang disampaikan dan menghargai pendapat peserta lain. c) Bersama-sama menyimpulkan hasil paparan makalah yang disampaikan. d) Bersama-sama melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan. e) Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran f) Merencanakan kegiatan tindak lanjut. E. AKTIVITAS PEMBELAJARAN Lembar Kerja 1.1 (TM Penuh) Kerjakan secara berkelompok! 1. Jelaskan jenis-jenis penelitian sejarah! 2. Susunlah tahapan penelitian sejarah! Lembar Kerja 1.2 (TM Penuh) Kerjakan secara individu No Istilah Penjelasan Contoh 49

59 1 Kritik ektern 2 Kritik Intern Lembar Kerja 1.3 (TM, In-1) Kerjakan secara berkelompok! 1. Jelaskan jenis-jenis penelitian sejarah! 2. Susunlah tahapan penelitian sejarah! Lembar Kerja 1.4 (TM, In-1) Kerjakan secara individu No Istilah Penjelasan Contoh 1 Kritik ektern 2 Kritik Intern LK Pengembangan Soal Petunjuk Pengerjaan: 1. Bacalah dengan teliti bahan bacaan tentang Teknik penulisan Kisi-Kisi Soal pada Modul Pedagogik Kelompok Kompetensi I Kegiatan Pembelajaran 5 2. Pelajari Kisi-Kisi Soal USBN (Blue Print) yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagaimana terlampir pada Bab Pendahuluan Saran Penggunaan Modul (E.4.) 3. Buatlah kisi-kisi soal USBN pada lingkup materi yang dipelajari sesuai format berikut. (Sesuaikan dengan kurikulum yang berlaku di sekolah Saudara). 4. Buat kisi-kisi soal uji kompetensi profesional guru pada lingkup materi yang telah dipelajari sesuai format berikut. 50

60 KISI-KISI PENULISAN SOAL Jenjang Pendidikan : Mata Pelajaran : Kurikulum : No. Kompetensi Dasar Bahan Kelas/ Semester Materi Indikator Soal Bentuk Soal 1 PG Level Pengetahuan dan Pemahaman 2 PG Level Aplikasi 3 PG Level Penalaran 4 Uriaian Level Penalaran 1. Berdasarkan kisi-kisi di atas, buatlah Soal USBN pada lingkup materi yang dipelajari pada modul ini. 2. Kembangkan soal tersebut sesuai dengan konsep HOTS, meliputi 3 Soal Pilihan Ganda dan 1 Soal Uraian. Jenjang : Mata Pelajaran : Kelas : Kompetensi : Level : Materi : Bentuk Soal : KARTU SOAL BAGIAN SOAL DISINI 51

61 Kunci Jawaban: F. RANGKUMAN 1. Sejarah merupakan ilmu karena sejarah memiliki syarat-syarat sebagai berikut: a. Objek b. Tujuan c. Metode d. Kegunaan e. Sistematika f. Kebenaran g. Generalisasi h. Prediksi 2. Tahap-Tahap dalam Penelitian Sejarah 1) Pemilihan masalah penelitian dan penentuan topik; 2) Pengumpulan sumber (heuristik); 3) Verifikasi (Kritik sumber); 4) Interpretasi: analisis dan sintesis; 5) Penulisan (Historiografi). G. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT Setelah kegiatan pembelajaran, Bapak/ibu dapat melakukan umpan balik dengan menjawab pertanyaan berikut ini: 1. Apa yang bapak/ibu pahami setelah mempelajari materi metodologi dan historiografi? 2. Pengalaman penting apa yang bapak/ibu peroleh setelah mempelajari materi di atas? 52

62 KEGIATAN PEMBELAJARAN 2 SEJARAH LOKAL DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diklat dapat menunjukkan perkembangan sejarah lokal serta implementasinya dalam pembelajaran di SMA untuk mata pelajaran sejarah, dengan baik. B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI 1. Menjelaskan makna dan hakekat sejarah lokal. 2. Menganalisis pengintegrasian sejarah lokal dalam pembelajaran sejarah di Indonesia. 3. Menganalisis penerapan sejarah lokal dalam pembelajaran sejarah di Indonesia. C. URAIAN MATERI 1. Pengertian dan Ruang Lingkup Sejarah Lokal Sejarah dapat didefinisikan sebagai suatu konstruk yang menggambarkan pengalaman kolektif suatu kelompok dalam suatu sintesis. Konstruk itu merupakan suatu kebulatan atau suatu sistem. Oleh karena itu, pemilihan suatu topik atau tema berkisar sekitar peristiwa atau gejala sejarah yang dilukiskan sebagai suatu unit. Setiap unit senantiasa memiliki ruang lingkup temporal dan spasial (Sartono Kartodirdjo, 1993:72). Salah satu unit sejarah yang ada ialah sejarah lokal. Untuk lebih mengetahui sosok dari unit sejarah ini, langkah awal adalah dengan memahami pengertian, ruang lingkup, dan arti penting kajiannya. Sejarah yang bersifat kedaerahan seakan-akan tersampingkan keberadaannya oleh sejarah nasional. Hal ini tentu dapat merugikan bangsa Indonesia, karena adanya sejarah nasional tak bisa dilepaskan dari keberadaan sejarah lokal yang membahas tentang lokalitas berbagai aspek tentang peristiwa sejarah. Sejarah nasional yang berangkat dari sejarah lokal hanya membahas berbagai peristiwa 53

63 besar yang bersifat general, sehingga banyak bagian yang kurang lengkap diulas dalam penulisan sejarah tersebut. Sejarah lokal, memberikan sumbangsih besar dalam sejarah nasional sebagai pelengkap dari kurangnya berbagai aspek sejarah yang belum dituliskan kedalam sejarah nasional. Dalam hal ini sejarah lokal membantu sejarah nasional dalam merekonstruksi sejarah agar menjadi peristiwa yang lebih detail yang terjadi pada suatu daerah. Berbicara arti penting dari sejarah lokal pastilah kaitannya dengan suatu hubungan atau peran serta dari sejarah Lokal terhadap keberlangsungan Sejarah nasional. Antara sejarah lokal dan Nasional sangatlah berhubungan. Dengan melakukan penelitian tentang sejarah lokal, kita tidak hanya memperkaya pembendaharaan sejarah Nasional, tapi lebih penting lagi memperdalam pengetahuan kita tentang dinamika sosiokultural dari masyarakat Indonesia yang majemuk ini secara lebih intim. Dengan begini kita makin menyadari pula bhwa ada berbagai corak penghadapan manusia dengan lingkungannya dan dengan sejarahnya. Selanjutnya pengenalan yang memperdalam pula kesadaran sejarah Kita. Yaitu kita diberi kemungkinan untuk mendapatkan makna dari berbagai peristiwa sejarah yang dilalui. Mendiskusikan mengenai pengertian dan ruang lingkup sejarah lokal, Widja (1991:1-14) memberikan beberapa uraian. Merujuk pada pendapat Onghokham (1981) yang menyatakan bahwa sejarah lokal sudah lama berkembang di Indonesia. Hal ini dimaksudkan bila sejarah lokal diartikan sebagai sejarah daerah tertentu. Bahkan sejarah yang kita miliki sekarang bermula dari sejarah lokal. Berbagai sejarah daerah dapat dihubungkan dengan nama-nama tradisional seperti babad, tambo, riwayat, hikayat, dan sebagainya, yang dengan cara-cara yang khas (magis-mistis) menguraikan asal-usul suatu daerah tertentu. Abdurrachman Surjomihardjo (1983:116) berpendapat bahwa suatu karya sejarah sebagai sejarah lokal apabila di dalamnya diuraikan peristiwa-peristiwa dalam suatu desa atau beberapa desa, kota kecamatan, kota kawedanan atau kota lain (tidak termasuk di dalamnya kota pelabuhan besar atau ibukota negara). Termasuk di dalamnya adat istiadat lokal, kebiasaan kebudayaan (cara mengolah tanah, jenis kualitas tanaman, bentuk alat-alat produksi, masa pengolahan sawah dan hutan) dan kebiasaan sosial ekonomi, aturan keagamaan dan kepercayaan di dalam batas-batas wilayah hukum dan administrasi yang sama. 54

64 Taufik Abdullah (1990:13-15) menguraikan tentang pengertian sejarah lokal dengan terlebih dulu menyatakan ketidaksetujuannya terhadap istilah sejarah daerah. Sebuah istilah yang di Indonesia mendapat tempat yang sejajar dengan istilah sejarah lokal. Terkadang juga kedua istilah tersebut dipakai secara bergantian tanpa penjelasan yang tegas. Sebagai bukti bahwa istilah sejarah daerah mendapat tempat adalah digunakannnya istilah ini oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Proyek Penulisan Sejarah Daerah Tahun Anggaran 1977/1978. Berkait dengan hal tersebut, sejarawan Taufik Abdullah mengajukan keberatannya. Menurutnya kata sejarah daerah harus ditinjau lebih sungguh-sungguh. Daerah dalam pengertian adiministratif merupakan kesatuan teritorial yang ditentukan jenjang hirarkinya. Daerah yang berada di bawah merupakan bagian dari daerah di atasnya. Sebagai contoh, kabupaten merupakan daerah di bawah yang menjadi bagian dari daerah di atasnya yang disebut dengan propinsi. Sedangkan kata daerah dalam pengertian politik biasanya dipertentangkan dengan kata pusat yang dianggap nasional. Keberatan terhadap penggunaan istilah sejarah daerah adalah karena daerah sebagai unit administatif kerap berbeda dengan daerah dalam pengertian etnis-kultural. Sebagai contoh, Sejarah Minangkabau tidak identik dengan Sejarah Sumatera Barat. Yang disebut pertama adalah konsep etnis-kultural, sedangkan yang kedua menunjuk pada pengertian administratif. Istilah lain, yaitu sejarah regional, juga tidak disetujuinya. Pengertian regional yang kini lebih populer adalah melampaui batas politik nasional, misalnya konsep ASEAN. Atau dapat pula berarti suatu wilayah yang dibatasi untuk kebutuhan tertentu, misalnya wilayah pembangunan yang dikembangkan oleh BAPPENAS. Oleh karena itu, peggunaan istilah sejarah tradisional kurang tepat. Menurut Taufik Abdullah (1990:13-15) yang paling tepat adalah istilah sejarah lokal. Kata lokal tidak mengandung pengertian yang berbelit-belit, yaitu hanyalah tempat atau ruang. Jadi, sejarah lokal adalah sejarah dari suatu tempat, suatu locality, yang batasannya ditentukan oleh kesepakatan yang diajukan penulis sejarah. Batasan geografisnya dapat berupa tempat tinggal suatu suku bangsa yang meliputi dua atau tiga daerah administratif tingkat dua atau tingkat satu, dapat pula suatu kota, bahkan suatu desa. Secara sederhana, sejarah lokal dapat dirumuskan sebagai kisah masa lampau dari suatu kelompok atau masyarakat yang berada pada daerah geografis yang terbatas. 55

65 Adapun ruang lingkup sejarah lokal ialah keseluruhan lingkungan sekitar yang bisa berupa kesatuan wilayah seperti desa, kecamatan, kabupaten, kota, atau kesatuan wilayah lain seukuran itu beserta unsur-unsur institusi sosial dan budaya yang berada lingkungan tersebut, seperti: keluarga, pola pemukiman, mobilitas penduduk, kegotong-royongan, pasar, teknologi pertanian, lembaga pemerintahan setempat, monumen, perkumpulan kesenian, dan lain-lain (Widja, 1991:14-15). Dalam perkembangan historiografi Indonesia, perspektif sejarah nasional secara sadar ataupun tidak ternyata mengkerdilkan arti sejarah lokal. Sejarah lokal yang merujuk pada pada satu komunitas atau unit administrasi tertentu seperti perdesaan atau perkotaan maupun suatu ikatan sosio-kultural dalam sebuah masyarakat seakan-akan tak mendapat tempat dalam panggung sejarah nasional. Karena itulah sejarah lokal harus mempunyai otonomi dalam sejarah nasional. Dengan adanya otonomi tersebut maka diharapkan dapat memberikan sesuatu yang penting bagi sejarah nasional serta pemahaman masyarakat mengenai sejarah. 2. Pentingnya Kajian Sejarah Lokal Khusus untuk sejarah lokal, Lapian mengemukakan tiga arti penting kajian sejarah ini (Lapian dalam Widja 1991:17-19). Pertama, dikemukakan bahwa penulisan sejarah yang bersifat nasional seperti sekarang ini, seringkali kurang bermakna bagi orang-orang tertentu, terutama yang menyangkut sejarah wilayahnya sendiri. Banyak bagian dari sejarah bangsa Indonesia, yang bukan saja tidak pernah dibayangkan, tapi juga kurang dihayati dengan baik karena kurangnya pengetahuan mengenai latar belakang dari berbagai peristiwa yang memang penggambarannya sangat umum. Atau bisa juga karena peristiwaperistiwa tersebut sama sekali tidak pernah diketahui. Sebagai contoh adalah ketidaktahuan orang-orang, bahkan yang berasal dari daerah itu sendiri, tentang peranan dan perkembangan kerajaan-kerajaan seperti, Aceh, Deli, Banten, Banjar, Bima, Bone, dan lain-lain. Dalam konteks ini, arti penting kajian sejarah lokal adalah untuk mengenal peristiwa-peristiwa sejarah di berbagai wilayah di seluruh Indonesia dengan lebih baik dan lebih bermakna. Kedua, dikemukakan bahwa arti penting dari kajian sejarah lokal adalah untuk melakukan koreksi terhadap generalisasi-generalisasi dalam penulisan sejarah 56

66 nasional. Sebagai contoh, yaitu generalisasi periodesasi sejarah Indonesia yang salah-satunya adalah yang disebut dengan zaman Hindu. Daerah-daerah tertentu tidak mengenal zaman ini, misalnya seperti; Sangir, Talaud, Sewu, dan Rote. Sebaliknya, ada pula daerah-daerah yang hingga kini masih memeluk Hinduisme, seperti Bali dan sebagian Lombok. Contoh lain, yaitu generalisasi tentang dualisme perkembangan teknologi di Indonesia yang membedakan antara teknologi tradisional yang padat karya dengan teknologi modern yang padat modal yang dianggap tidak bisa diterapkan di seluruh Indonesia, utamanya di luar Jawa. Disebut juga generalisasi tentang involusi pertanian yang akan menimbulkan persoalan kalau diterapkan di seluruh Indonesia. Dalam konteks ini, pengembangan penulisan sejarah lokal dapat memberikan bahan-bahan untuk meninjau ulang teori-teori yang menggeneralisasikan masalah-masalah untuk seluruh wilayah Indonesia. Ketiga, dikemukakan bahwa arti penting dari kajian sejarah lokal adalah untuk memperluas pandangan tentang dunia Indonesia agar tumbuh saling pengertian di antara kelompok-kelompok etnis yang ada di Indonesia dengan cara meningkatkan pengetahuan kesejarahan dari masing-masing kelompok terhadap kelompok lainnya. Arti penting ini dapat mengikis ketidaktahuan yang seharusnya tidak terjadi. Misalnya, banyak yang tidak tahu bahwa tatkala di Jawa, Belanda sibuk menghadapi Jepang, di Tarakan dan Minahasa penduduk telah disuruh menyanyi lagu kebangsaan Nippon, sementara di Gorontalo dan Aceh merah putih telah berkibar. Ketika pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, tentara sekutu menduduki Jayapura, Biak, Morotai, dan Kalimantan Timur. Pandangan menarik tentang pentingnya penulisan sejarah lokal disampaikan oleh Taufik Abdullah. Ia menyatakan bahwa penulisan sejarah lokal merupakan salah-satu cara untuk mendapatkan pengetahuan dan kearifan yang telah hilang. Meskipun sejarah nasional dan sejarah lokal memiliki kategori unit sejarah sendirisendiri, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa ada keterkaitan antara peristiwa dalam konteks nasional dengan konteks lokal. Keterkaitan ini bukan berarti bahwa sejarah nasional adalah semata-mata gabungan dari sejarah-sejarah di tingkat lokal, namun harus dilakukan penelitian sejarah lokal di daerah-daerah tersebut sehingga kita benar-benar tahu peran serta refleksinya dalam perspektif nasional. 57

67 Kesimpulannya, sejarah nasional tekanan utamanya diberikan pada gambaran yang lebih luas serta menyeluruh dari suatu lingkungan bangsa dengan tidak terlalu memperhatikan detail-detail peristiwa lokal. Sedangkan dalam sejarah lokal, yang menjadi perhatian utamanya justru peristiwa-peristiwa di lingkungan sekitar suatu lokalitas sebagai suatu kebulatan, dan menempatkan sejarah nasional sebagai latar belakang dari peristiwa-peristiwa khusus lokalitas tersebut (Widja, 1991 : 40). Keuntungan yang didapat dalam sejarah lokal ini yaitu adanya pelestarian terhadap sejarah yang berhubungan dengan peristiwa unik dalam tingkat lokal. Jika dalam sejarah nasional kita tidak bisa menemukan asal-usul terjadinya sebuah desa yang dibumbui dengan berbagai mitos di dalamnya maka kita bisa mendapatkannya dengan mempelajari sejarah lokal tersebut. Dalam hal ini sejarah lokal berperan untuk memperkaya khazanah dalam hal sejarah tradisional yang didalamnya memuat berbagai mitos, legenda yang terjadi di daerah masing-masing. Hal ini sangat berguna bagi kekayaan literasi sejarah kita, karena kita dapat mengetahui berbagai peristiwa masa lalu dalam lingkup lokal yang hanya bisa diketahui melalui pembelajaran sejarah lokal. 3. Sejarah Lokal dalam Pembelajaran Sejarah a. Hakekat Pengajaran Sejarah Pengajaran terdiri dari proses belajar dan mengajar. Belajar mengajar sebagai suatu sistem instruksional mengacu kepada pengertian sebagai seperangkat komponen yang saling bergantung satu dengan lainnya dalam mencapai tujuan. Sebagai suatu sistem, belajar mengajar meliputi suatu komponen seperti: tujuan, bahan, siswa, guru, metode, situasi dan evaluasi. Tujuan tersebut dapat tercapai jika semua komponen diorganisasikan sehingga terjadi kerja sama antar-komponen (Syaiful B. Djamarah & Aswan Zain, 1996:10). Menurut Mursell (1975:28), pengajaran adalah suatu usaha mengordinasikan proses belajar. Secara sederhana, pengajaran sejarah diartikan sebagai suatu sistem belajar mengajar sejarah. Pengajaran sejarah berkaitan dengan teori-teori kesejarahan. Berbeda dengan ilmu sejarah, pembelajaran sejarah atau mata pelajaran sejarah dalam kurikulum sekolah memang tidak secara khusus bertujuan untuk memajukan ilmu atau untuk 58

68 menelorkan calon ahli sejarah, karena penekanannya dalam pengajaran sejarah tetap terkait dengan tujuan pendidikan pada umumnya yaitu ikut membangun kepribadian dan sikap mental siswa. Sutrisno Kuntoyo (1985 :46) menyatakan bahwa kesadaran sejarah paling efektif diajarkan melalui pendidikan formal. Hamid Hasan berpendapat, terdapat beberapa pemaknaan terhadap pendidikan sejarah. Pertama, secara tradisional pendidikan sejarah dimaknai sebagai upaya untuk mentransfer kemegahan bangsa di masa lampau kepada generasi muda. Dengan posisi yang demikian maka pendidikan sejarah adalah wahana bagi pewarisan nilai-nilai keunggulan bangsa. Melalui posisi ini pendidikan sejarah ditujukan untuk membangun kebanggaan bangsa dan pelestarian keunggulan tersebut. Kedua, pendidikan sejarah berkenaan dengan upaya memperkenalkan peserta didik terhadap disiplin ilmu sejarah. Oleh karena itu kualitas seperti berpikir kronologis, pemahaman sejarah, kemampuan analisis dan penafsiran sejarah, kemampuan penelitian sejarah, kemampuan analisis isu dan pengambilan keputusan (historical issues-analysis and decision making) menjadi tujuan penting dalam pendidikan sejarah (Hasan Hamid, 2007: 7). I Gde Widja (1989: 23) menyatakan bahwa pembelajaran sejarah adalah perpaduan antara aktivitas belajar dan mengajar yang di dalamnya mempelajari tentang peristiwa masa lampau yang erat kaitannya dengan masa kini. Pendapat I Gde Widya tersebut dapat disimpulkan jika mata pelajaran sejarah merupakan bidang studi yang terkait dengan fakta-fakta dalam ilmu sejarah namun tetap memperhatikan tujuan pendidikan pada umumnya. Dalam Seminar Sejarah Nasional di Yogyakarta tahun 1957, Padmopuspito berpendapat bahwa pertama, penyusunan pelajaran sejarah harus bersifat ilmiah. Kedua, siswa perlu bimbangan dalam berfikir tetapi tafsiran dan penilaian tidak boleh dipaksakan, karena dapat mematikan daya pikir siswa (Sidi Gasalba, 1966:169). Dalam bidang pengajaran sejarah, terdapat tiga faktor yang harus dipahami tentang materi sejarah. Pertama, hakekat fakta sejarah. Kedua, hakekat penjelasan dalam sejarah. Ketiga,masalah obyektivitas sejarah (Burston dalam Haryono, 1995:12). 59

69 Peran pendidikan sejarah dalam pembentukan sikap nasionalisme guna mengantisipasi tantangan global dan berbagai gejolak disintegrasi yang melanda Indonesia akhir-akhir ini sangat dibutuhkan, hal ini mengingat pengalaman sejarah membuktikan sikap nasionalisme mampu membangkitkan dinamika sosial di masa lalu. Sikap nasionalisme yang dimiliki rakyat Indonesia telah mampu menghantarkan bangsa menuju kemerdekaan di tengah keterbelakangan pengetahuan rakyat Indonesia dan kuatnya persenjataan penjajah, dalam kontek saat itu. Namun saat ini peran pendidikan sejarah patut dipertanyakan, sikap nasionalisme yang dimiliki bangsa menunjukkan kerapuhan. Konflik antar suku dan agama karena perbedaan nilai, dan upaya beberapa daerah yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan bukti bahwa kesatuan nasional masih rapuh (Ibnu Hizam:2007:288). Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi yang tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri, untuk satuan pendidikan dasar dan menengah dijelaskan terkait materi dan tujuan dari pembelajaran sejarah maka mata pelajaran Sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Secara umum materi sejarah: (1) mengandung nilai-nilai kepahlawanan, keteladanan, kepeloporan, patriotisme, nasionalisme, dan semangat pantang menyerah yang mendasari proses pembentukan watak dan kepribadian peserta didik; (2) memuat khasanah mengenai peradaban bangsa-bangsa, termasuk peradaban bangsa Indonesia. Materi tersebut merupakan bahan pendidikan yang mendasar bagi proses pembentukan dan penciptaan peradaban bangsa Indonesia di masa depan; (3) menanamkan kesadaran persatuan dan persaudaraan serta solidaritas untuk menjadi perekat bangsa dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa; 60

70 (4) sarat dengan ajaran moral dan kearifan yang berguna dalam mengatasi krisis multidimensi yang dihadapi dalam kehidupan seharihari; (5) berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup. Atas dasar hal tersebut, maka sejarah diberikan kepada seluruh siswa di sekolah dari tingkat dasar (SD dan sederajat) sampai tingkat menengah (SMA dan sederajat) dalam bentuk mata pelajaran. Kedudukannya yang penting dan strategis dalam pembangunan watak bangsa merupakan fungsi yang tidak bisa digantikan oleh mata pelajaran lainnya. Meskipun demikian, terkait dengan materi sejarah dri tingkat dasar sampai menengah, Taufik Abdullah berpendapat agar siswa tidak bosan menerima materi sejarah, maka jika secara faktual yang disampaikan sama namun dalam setiap jenjang pendidikan, peristiwa tersebut akan tampil pada tingkat pengetahuan, pemahaman, serta pemberian keterangan sejarah yang semakin tinggi dan kompleks. Dengan demikian, setiap tingkatan atau tahap diharapkan bisa memberikan kesegaran dan kematangan intelektual (Taufik Abdullah, 1996: 10). Dari pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sejarah tidak mengkhususkan mempelajari fakta-fakta dalam sejarah sebagai ilmu namun perpaduan antara sejarah dan tujuan pendidikan pada umumnya. Meski demikian, pembelajaran sejarah berusaha menampilkan fakta sejarah secara obyektif meskipun tetap dalam kerangka fakta sejarah yang sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri. b. Permasalahan Ilmu Sejarah dalam Pengajaran Sejarah Sejarah sebagai mata pelajaran yang mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu dan sejarah sebagai ilmu, harus dipadukan dalam konsep yang jelas tanpa mengorbankan prinsip-prinsip salah satunya atau keduanya. Hal tersebut penting, agar kekhawatiran tentang subyektifitas sejarah dalam pembelajaran sejarah tidak mengorbankan ilmu sejarah. Sebagaimana pandangan Taufik Abdullah (1996: 8) bahwa sejarah sebagai alat pemupuk ideologi, betapapun luhurnya mempunyai 61

71 resiko yang bisa meniadakan validitas dari apa yang akan disampaikan. Pemisahan kurikulum antara sejarah kognitif (pengetahuan) dengan yang afektif (perasaan) yang pernah dilakukan, bukan saja artifisial, tetapi juga memperlihatkan kemandulan dalam pemikiran kesejarahan. Seakan-akan, sejarah yang diketahui tidak bertolak dari keingintahuan yang subyektif, demi didapatkan kearifan yang afektif. Mengutip pernyataan dari Elton, sering muncul kecurigaan di kalangan sejarawan bahkan para pendidik, terhadap alasan mengkaitkan sejarah dengan proses pendidikan. Proses pendidikan sejarah dianggap hanya menjadi sumber kecenderungan etnosentris bahkan mengarah ke xenophobia. Sementara itu, Namier berpendapat bahwa peran sejarah sebagai moral precepts atau ajaran moral dianggap dapat menjelma menjadi indoktrinasi sebagai legitimasi doktrin atau ideologi tertentu (Elton dalam I Gde Widja, 1997:174). Selain itu, Mahasin berpandangan bahwa kritik umum kepada pendukung nilai edukatif sejarah dalam penanaman nilai-nilai sejarah melalui proses pendidikan yang lebih menonjol adalah pencapaian tujuan-tujuan edukatif yang bersifat ekstrinsik atau instrumental. Padahal dalam teori belajar yang lebih utama adalah nilai instrinsik. Penekanan sifat ekstrinsik atau instrumental dalam pendidikan sejarah akan lebih mengarah pada pemahaman nilai sejarah sebagai landasan bagi pembentukan semacam alat cetak membentuk manusia yang sudah ditentukan sebelumnya (predefined person) baik dalam rangka cultural transmission maupun dalam penyiapan moral precepts bagi generasi baru. Dalam kerangka berpikir seperti ini, muncul kecenderungan atau dorongan pemujaan berlebihan terhadap masa lampau yang pada gilirannya memberi peluang bagi kekaburan realitas sejarah demi kepentingan masa kini atau kecenderungan presentisme. Pengaburan seperti ini bisa mendorong generasi baru hanya terpesona atau mengagumi masa lampau tanpa pernah berpikir secara kreatif merencanakan bangunan masa depannya ( Mahasin dalam I Gde Widja, 1997:176). Menurut Taufik Abdullah (1996: 11) jika disimpulkan, sejarah sebagai wacana intelektual akan tampil secara bertahap dengan berbagai wajah. 62

72 Pertama, sebagai sejarah yang bernada moralistik, yang merupakan pertanggungjawaban rasional akan keharusan hidup bermasyarakat. Kedua, sejarah sebagai alat pengetahuan praktis, yaitu sebagai kaca pembanding untuk mengetahui struktur hari dan dunia kini dan ketiga, sejarah sebagai pembimbing kearah pemahaman, yaitu sebagai alat dan penolong untuk memungkinkan terjadinya dialog yang kreatif dengan pergolakan jaman yang melintas dalam pengalaman hidupnya atau alat untuk memahami dunia intellegently. Sebagai jalan tengah memahami permasalahan di atas, perlu ditekankam strategi dasar berupa penanaman nilai yang dinamis progresif. Dalam perspektif ini, apabila dalam proses belajar-mengajar sejarah tidak bisa dihindarkan mengajak siswa untuk mengambil nilai-nilai dari masa lampau, bukanlah dimaksudkan agar siswa terpaku dan terpesona pada kegemilangan masa lampau. Nilai-nilai masa lampau diperlukan untuk menjadi kekuatan motivasi menghadapi tantangan masa depan (I Gde Widja, 1997: 183). Sejarah sebagai ilmu mengandung syarat-syarat ilmiah yang harus dipenuhi sebagai disiplin ilmu tertentu. Persepsi tentang sejarah harus jelas bagi guru yang mengajarkan sejarah sebagai mata pelajaran. Tujuan sejarah berbeda dengan tujuan pengajaran sejarah. Tujuan sejarah dapat bersifat filosofis, tetapi pengajaran sejarah mempunyai tujuan tertentu dalam rangka pendidikan atau bersifat didaktis. Harus disadari bahwa mata pelajaran-mata pelajaran tidak harus bersifat ilmu murni, apalagi untuk pendidikan tingkat dasar dan menengah. Mata pelajaran sebagai alat mengabdi kepada tujuan pendidikan yang multiaspek. Meskipun demikian, sejarah sebagai mata pelajaran tidak mengabaikan prinsip-prinsip keilmuan, konsep dasar dan prinsip keilmuan (Siswanto dan Sukamto, 1991: 22-23). c. Tujuan Pembelajaran Sejarah Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, bahwa pembelajaran sejarah merupakan perpaduan antara pembelajaran itu sendiri dan ilmu sejarah, yang mana keduanya tetap memperhatikan tujuan pendidikan secara umum. Pemerintah sebagai pemegang otoritas pendidikan berpendapat tentang tujuan dari mata pelajaran sejarah melalui 63

73 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi tang tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri ini, bahwa mata pelajaran Sejarah bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan. 2. Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan. 3. Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau. 4. Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang. 5. Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun internasional. Pengajaran sejarah penting dalam pembentukan jiwa patriotisme dan rasa kebangsaan. Suatu pengetahuan sejarah yang ditunjang pengalaman praktis warga negara yang baik di sekolah membantu memperkuat loyalitas dan membantu anak-anak menemukan dirinya dengan latar belakang sejarah luas (Jarolimek, 1971: 221). Dalam konteks pembentukan identitas nasional, pengetahuan sejarah mempunyai fungsi fundamental ( Sartono Kartodirdjo, 1993:247). Menurut Hamid Hasan dalam Kongres Nasional Sejarah tahun 1996, secara tradisional tujuan kurikulum pendidikan sejarah selalu diasosiasikan dengan tiga pandangan yaitu: (1) perenialisme yang memandang bahwa pendidikan sejarah haruslah mengembangkan tugas sebagai wahana transmission of culture. Pengajaran sejarah hendaklah diajarkan sebagai pengetahuan yang 64

74 dapat membawa siswa kepada penghargaan yang tinggi terhadap the glorius past. Kurikulum sejarah diharapkan dapat mengembangkan kemampuan anak didik dan generasi penerus untuk mampu menghargai hasil karya agung bangsa di mada lampau, memupuk rasa bangga sebagai bangsa, rasa cinta tanah air, persatuan dan kesatuan nasional. (2) esensialisme, menurut pandangan ini, kurikulum sejarah haruslah mengembangkan pendidikan sejarah sebagai pendidikan disiplin ilmu dan bukan hanya terbatas pada pendidikan pengetahuan sejarah. Dalam pandangan aliran esensialisme, siswa yang belajar sejarah harus diasah kemampuan intelektualnya sesuai dengan tradisi intelektual sejarah sebagai disiplin ilmu. Kemampuan intelektual keilmuan antara lain menghendaki kemampuan berfikir kritis dan analitis terutama dikaitkan dalam konteks berfikir yang didasarkan filsafat keilmuan. (3) rekonstruksi sosial, pandangan ini menganggap bahwa kurikulum pendidikan sejarah haruslah diarahkan pada kajian yang mengangkut kehidupan masa kini dengan problema masa kini. Pengetahuan sejarah diharapkan dapat membantu siswa mengkaji masalah untuk memecahkan permasalahan. Kecenderungan-kecenderungan yang terjadi dalam sejarah masa lampau sebagai pelajaran yang dapat dimanfaatkan bagi kehidupan siswa masa kini (Hamid Hasan, 1997: ). Namun klasifikasi seperti pandangan di atas tidak perlu dijadikan pegangan mutlak dan terpisah oleh para pengembang kurikulum sejarah. Sebagai wahana pendidikan, kurikulum sejarah harus diarahkan untuk mencapai berbagai tujuan seperti pengembangan rasa kebangsaan, kebanggan atas prestasi gemilang masa lalu bangsa, mampu menarik pelajaran dari peristiwa masa lampau untuk digunakan dalam melanjutkan prestasi gemilang bangsa bagi kehidupan masa sekarang dan yang akan datang ( Hamid Hasan, 1997:139). Hal yang wajar terjadi perbedaan sudut pandang dalam memahami kenyataan sosial termasuk dalam masalah sejarah. Hal ini juga dikemukakan oleh Taufik Abdullah (1996:5) bahwa sejarah sebagai 65

75 ingatan kolektif memberikan keprihatinan sosial-kultural akan hasrat peneguhan integrasi. Dalam konteks ini, terkaburlah batas-batas antara kepastian sejarah dengan kewajaran sejarah, antara apa yang sesungguhnya telah terjadi dan apa yang semestinya harus terjadi. Ungkapan lain untuk menjelaskan hal tersebut adalah terbaurlah hasil rekonstruksi kritis terhadap sumber sejarah dengan keinginan akan masa lalu sebagai landasan kearifan masa kini. Namun usaha untuk menjadikan sejarah sebagai sumber inspirasi ataupun sebagai landasan nilai merupakan hal yang sah, baik secara akademis maupun secara etis (Taufik Abudullah,1996: 7). Pengajaran sejarah lebih bersifat confluent artinya dapat untuk mengembangkan berbagai ranah sekaligus. Ranah kognisi, afeksi dan konasi secara bersama-sama membentuk sikap keseluruhan. Aspek kognisi merupakan penggerak perubahan karena informasi yang diterima menentukan perasaan dan kemauan untuk bertindak. Kognisi yang salah akan menimbulkan afeksi dan konasi yang salah pula. Afeksi dan konasi yang benar hanya dapat dihasilkan oleh kognasi yang benar (Mar at, 1982: 13). Ini berarti bahwa pengajaran sejarah yang salah akan menimbulkan sikap yang salah, palsu atau munafik. Bila salah, maka tindakan lahirnya juga menghasilkan tindakan yang salah (Moedjanto, 1985: 6). Berfokus pada fungsi pengajaran sejarah untuk meningkatkan proses penyadaran diri, maka dua aspek didaktik sejarah perlu ditonjolkan yaitu (1) segi teknik penyampaian atau metodenya dan (2) segi substansialnya atau silabus. Kedua aspek terdapat pengaruh timbal balik, keduanya bertalian dengan usia serta tingkat pendidikan anak didik. Prinsip pemilihan substansi dalam didaktif sejarah adalah (Sartono Kartodirdjo, 1993: ): (1) pendekatan secara lokosentris, mulai dengan mengenal lokasi sejarah di sekitarnya. (2) pendekatan konsentris, mulai lingkungan dekat meluas ke lingkup nasional terus ke yang internasional. (3) temasentris yaitu pilihan tema tertentu yang menarik sekitar pahlawan atau monumen, dan lain sebagainya. 66

76 (4) kronologi: urutan kejadian menurut waktu. (5) tingkatan presentasi dari deskriptif-naratif ke deskriptif-analitis, mulai dari cerita tentang bagaimana terjadinya, sampai pada mengapa - nya. (6) sejarah garis besar dan menyeluruh. Inti pembelajaran sejarah adalah bagaimana menanamkan nilai-nilai kepahlawanan, kecintaan terhadap bangsa, jati diri dan budi pekerti kepada anak didik. Buku pelajaran sejarah hendaknya disusun dengan ketentuan-ketentuan ilmiah yang berlandaskan pada tujuan pendidikan nasional (Hugiono & Poerwantana, 1987: 90). Melalui proses belajar sejarah bukan semata-mata menghapal fakta, siswa dapat mengenal kehidupan bangsanya secara lebih baik dan mempersiapkan kehidupan pribadi dan bangsanya yang lebih siap untuk jangka selanjutnya ( Hamid Hasan, 1997: 141). Sementara itu, Krug (1967: 22) berpendapat bahwa pengajaran sejarah bangsa merupakan upaya terbaik untuk memperkuat kesatuan nasional dan untuk menanamkan semangat cinta tanah air dan jiwa patriotik. Sedangkan Sartono Kartodirdjo (1993: 258) menyatakan peranan strategis pengajaran sejarah dalam rangka pembangunan bangsa menuntut suatu penyelenggaran pengajaran sejarah sebagai pemahaman dan penyadaran, sehingga mampu membangkitkan semangat pengabdian yang tinggi, penuh rasa tanggung jawab serta kewajiban. Kepekaannya terhadap sejarah akan melahirkan aspirasi dan inspirasi untuk melaksanakan tugasnya sebagai warga negara. Tujuan mempelajari sejarah tidaklah sama dengan tujuan sejarah, menyangkut persoalan didaktis dan juga filsafat. Tujuan pelajaran sejarah merupakan bagian dari tujuan pendidikan. Sejarah sebagai bahan pelajaran harus disusun searah dengan dasar dan tujuan Pendidikan Nasional (Hugiono & Poerwantana, 1987: 88). Anak didik harus mampu menemukan nilai-nilai yang ada pada materi sejarah yang dipelajarinya dan mampu merekonstruksi hubungan antar nilai-nilai yang terkandung dalam materi pelajaran sejarah tersebut, baik dalam konteks hubungan antar nilai-nilai yang terdapat dalam materi sejarah yang disampaikan secara parsial maupun hubungannya dengan nilai-nilai yang terjadi saat ini. Sebab pengalaman-pengalaman dalam sejarah 67

77 bukan hanya untuk diketahui, tetapi diharapkan dapat dipakai untuk memperbaiki usaha-usaha di masa mendatang (Imam Barnadib: 1973: 45). Sejarahlah yang menjadi sumber inspirasi dan aspirasi generasi muda dengan pengungkapan model-model tokoh sejarah dan pelbagai bidang. Maka dari itu, sejarah masih relevan untuk dipakai menjadi perbendaharaan suri-tauladan, berkorban untuk tanah air, berdedikasi tinggi dalam pengabdian, tanggung jawab sosial besar, kewajiban serta keterlibatan penuh dalam hal-ihwal bangsa dan tanah air. Sartono Kartodirdjo (Sartono Kartodirdjo, 1993: 247) berpendapat bahwa pembelajaran sejarah berkedudukan sangat strategis dalam pendidikan nasional sebagai soko guru dalam pembangunan bangsa. Pembelajaran sejarah perlu disempurnakan agar dapat berfungsi secara lebih efektif, yaitu penyadaran warga negara dalam melaksanakan tugas kewajibannya dalam rangka pembangunan nasional. Tujuan pelajaran Sejarah Nasional ialah (a) membangkitkan, mengembangkan, serta memelihara semangat kebangsaan; (b) membangkitkan hasrat mewujudkan cita-cita kebangsaan dalam segala lapangan; (c) membangkitkan hasrat mempelajari sejarah kebangsaan dan mempelajarinya sebagai bagian dari sejarah dunia; (d) menyadarkan anak tentang cita-cita nasional untuk mewujudkan cita-cita itu sepanjang masa ( Moh. Ali, 2005:178). Menurut Wahid Siswoyo dalam bukunya Seminar Sejarah yang dikutip oleh Hugiono & Poerwantana (1987: 7), dikemukakan beberapa hal, antara lain: (1) Sejarah dapat menumbuhkan rasa nasionalisme. (2) Sejarah yang mempunyai fungsi pedagogis serta merupakan alat bagi pendidikan membutuhkan pedoman atau pegangan yang dapat digunakan untuk mencapai cita- cita Pendidikan Nasional. Melalui pendidikan sejarah yakni dalam bentuk kegiatan belajar mengajar, proses sosialisasi sikap nasionalisme dapat dilaksanakan secara lebih sistematik dan terencana, yaitu melalui proses internalisasi. Proses internalisasi merupakan proses untuk menjadikan suatu sikap sebagai bagian dari kepribadian seseorang. Dalam upaya 68

78 mensosialisasikan sikap nasionalisme, strategi belajar mengajar pendidikan sejarah dilakukan melalui tahap pengenalan dan pemahaman, tahap penerimaan, dan tahap pengintegrasian (Ibnu Hizam: 2007:289). d. Pengembangan Materi Sejarah Lokal Materi pembelajaran dipilih seoptimal mungkin untuk membantu peserta didik dalam mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan pemilihan materi pembelajaran adalah jenis, cakupan, urutan, dan perlakuan (treatment) terhadap materi pembelajaran tersebut. Agar guru dapat membuat persiapan yang berdaya guna dan berhasil guna, dituntut memahami berbagai aspek yang berkaitan dengan pengembangan materi pembelajaran, baik berkaitan dengan hakikat, fungsi,prinsip maupun prosedur pengembangan materi serta mengukur efektivitas persiapan tersebut. Dick and Carrey (1990) menyarankan ada tiga pola yang dapat diikuti oleh pengajar untuk merancang atau menyampaikan pembelajaran, yaitu sebagai berikut: (1) pengajar merancang bahan pembelajaran individual, semua tahap pembelajaran dimasukkan ke dalam bahan, kecuali prates dan pascates, (2) pengajar memilih dan mengubah bahan yang ada agar sesuai dengan strategi pembelajaran. Peran pengajar akan bertambah dalam menyampaikan pembelajaran. Beberapa bahan mungkin saja disampaikan tanpa bantuan pengajar, jika tidak ada pengajar harus memberi penjelasan, (3) pengajar tidak memakai bahan, tetapi menyampaikan semua pembelajaran menurut strategi pembelajarannya yang telah disusunnya. Pengajar menggunakan strategi pembelajarannya sebagai pedoman termasuk latihan dan kegiatan kelompok. Kebaikan dari strategi ini adalah pengajar dapat dengan segera memperbaiki dan memperbarui pembelajaran bila terjadi perubahan isi. Adapun kerugiannnya adalah sebagian besar waktu tersita untuk menyampaikan informasi, sehingga sedikit sekali waktu untuk membantu anak didik. Untuk keperluan program pengembangan mata pelajaran, khususnya materi pembelajarannya dipilih dari beberapa buku yang sesuai dengan keperluan pembelajaran (Hamzah B. Uno, 2006: 31). 69

79 Pelajaran sejarah merupakan hal yang fundamental tidak hanya dalam kaitannya dengan pembangunan kepribadian nasional, identitas dan jati diri bangsa, tetapi juga dalam konteks pembangunan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia sebagaimana yang menjadi sasaran umum dalam pembangunan (Djoko Suryo, 1993: 1). Oleh karena itu guru sejarah dituntut inovatif dan kreatif mampu menguasai dan mengembangkan materi, serta menerapkan berbagai variasi metode dalam proses belajar mengajar, sehingga dapat mencapai tujuan yang dirumuskan. Istilah pengembangan menunjuk pada suatu kegiatan yang menghasilkan suatu alat atau cara yang baru dimana selama kegiatan tersebut berlangsung, penilaian dan penyempurnaan terhadap alat atau cara tersebut terus dilakukan (Depdikbud, 1997: 16). Pengembangan merupakan suatu kegiatan berupa perancangan, perencanaaan atau rekayasa yang dilakukan dengan berdasarkan metode berfikir ilmiah guna memecahkan permasalahan yang nyata-nyata terjadi sehingga hasil kerja pengembangan berupa pengembangan ilmiah dan teknologi dapat digunakan untuk memecahkan masalah (Depdikbud, 1998: 4). Dalam dunia pendidikan, setiap pengembangan selalu berdasarkan pada beberapa landasan. Beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum termasuk di dalamnya pengembangan bahan pengajaran, adalah landasan filosofis dan psikologis (Sukmadinata, 1997: 38-56). Landasan filosofis berintikan bahwa interaksi antar manusia, terutama pendidik dan terdidik untuk mencapai tujuan pendidikan. Di dalam interaksi tersebut terlibat isi yang dinteraksikan serta proses bagaimana interaksi tersebut berlangsung. Apakah yang menjadi tujuan pendidikan, siapa pendidik terdidik, apa isi pendidikan dan bagaimana proses interaksi pendidikan tersebut, merupakan pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang mendasar dan esensial yaitu jawabanjawaban filosofis. Landasan psikologis berintikan bahwa proses pendidikan terjadi interaksi antar individu, yaitu antara peserta didik dengan pendidik dan antar peserta didik dengan orang lainnya. Manusia berbeda dengan 70

80 makhluk lainnya karena kondisi psikologisnya. Manusia berbeda dengan benda atau tanaman, karena benda atau tanaman tidak mempunyai aspek-aspek psikologis. Manusia berbeda dengan binatang karena kondisi psikologis manusia jauh lebih tinggi tarafnya dan lebih kompleks dibanding dengan binatang. Berkat kemampuan-kemampuan psikologis yang lebih tinggi dan kompleks inilah sesungguhnya manusia menjadi lebih maju, lebih banyak memiliki kecakapan, pengetahuan dan keterampilan dibanding dengan binatang (Sukmadinata, 1997:45). Kondisi psikologis setiap individu berbeda, karena perbedaan terhadap perkembangannya, latar belakang sosial budayanya, juga karena perbedaan faktor-faktor yang dibawa dari kelahirannya. Berkait dengan pengembangan bahan pengajaran, terdapat tiga bentuk kegiatan instruksional, yaitu pengembangan bahan belajar mandiri, pengembangan bahan pengajaran konvensional dan pengembangan bahan pengajaran pada siswa (Atwi Suparman, 1994: 2000). Pengembangan bahan pengajaran pada hakekatnya adalah mencari dan menentukan pokok materi formal, memperkaya dan menyempurnakan materi pengajaran dari bahan informal, juga menentukan pokok isi pelajaran dan mengorganisasikannya berdasar pendekatan dan ketentuan bidang studi serta tuntutan formal (Kosasih Djahiri, 1980: 15). Pengintegrasian Sejarah Lokal dalam KTSP Di dalam pedoman penyusunan dan pengembangan KTSP, tergambar besarnya potensi pemanfaatan lingkungan dan budaya lokal sebagai salah satu sumber belajar maupun sarana penunjang (instrumen) bagi tercapainya tujuan pembelajaran. Jika hal ini menyangkut masalah materi pelajaran sejarah, maka pemanfaatan sejarah lokal merupakan bagian dari hal tersebut. Potensi sejarah terkait sejarah lokal di masing-masing daerah belum dapat dimaksimalkan dalam pembelajaran. Secara umum bisa dikatakan, sejarah lokal belum mendapatkan tempat yang khusus dalam pembelajaran sejarah di sekolah. Hal ini dikarenakan kurikulum sekolah orientasinya lebih ke arah nasional, sehingga agak sulit memasukkan materi sejarah lokal ke dalam 71

81 pembelajaran sejarah. Memang dalam kurikulum sekolah telah tersirat adanya kurkulum Muatan Lokal, dimana sejarah lokal bisa mendapatkan porsi khusus disana. Namun pada kenyataannya di lapangan sekolah-sekolah yang kini mempunyai otonomi khusus untuk mengembangkan kurikulum tidak berani mencantumkan sejarah lokal sebagai salah satu mata pelajaran muatan lokal. Hal tersebut terjadi dikarenakan sumber-sumber tentang sejarah lokal yang tersedia di setiap daerah kurang atau bahkan tidak ada. Sebenarnya disinilah letak tantangan bagi guru sejarah untuk menggali sejarah lokal di daerahnya masing-masing. Hal ini bisa dilakukan pada siswa SMA dimana pada masa ini siswa mulai mampu menganalisis sebuah problematika. Suatu pengertian yang mendalam tentang perkembangan bangsa Indonesia sekarang, hanya bisa didapat melalui suatu pengetahuan yang luas dari kebudayaan semua suku bangsa di Indonesia, serta sejarah lokalnya (Koentjaraningrat, 1963: 32-33). Sementara itu, upaya peningkatan kualitas pendidikan ditempuh dalam rangka mengantisipasi berbagai perubahan dan tuntutan kebutuhan masa depan yang akan dihadapi siswa sebagai warga bangsa agar mereka mampu berpikir global dan bertindak sesuai dengan karakteristik dan potensi lokal atau think globally but act locally (McLuhan dalam Masnur Muslich, 2007:11). Potensi lokal tersebut dapat diartikan sebagai potensi lokal dalam bidang sejarah, sehingga peristiwa sejarah serta peninggalan-penionggalan sejarah di daerah merupakan salah satu sumber pembelajaran sejarah yang sangat penting. Potensi lokal dalam bidang sejarah bahkan dapat berupa sejarah nasional di daerah namun belum banyak diekploitasi dan ekplorasi dalam rangka kepentingan pendidikan khususnya pembelajaran sejarah. Pengintegrasian Sejarah Lokal dalam Kurikulum 2013 Dalam posisi ini materi sejarah lokal menjadi dasar bagi pengembangan jati diri pribadi, budaya dan sosial peserta didik. Seperti dikatakan Cartwright (dalam Hamid Hasan, 2007: 5-6) bahwa "our personal identity is the most important thing we possess" 72

82 (Identitas pribadi kita adalah hal terpenting yang kita miliki) maka materi sejarah lokal akan memberikan kontribusi utamanya dalam pendidikan sejarah. Selanjutnya seperti dikemukakan Cartwright lebih lanjut bahwa identitas pribadi atau kelompok tersebut "defines who and what we are. The way we feel about ourselves, the way we express ourselves and the way other people see us are all vital elements in the composition of our individual personality" ( Memaknai siapa dan apa sesungguhnya diri kita. Cara kita memandang diri kita, cara kita mengekspresikan diri, dan bagaimana orang lain memandang diri kita adalah hal penting dari bagian kepribadian kita ). Suatu catatan penting adalah materi sejarah lokal harus pula disajikan tidak dalam perspektif ilmu sejarah tetapi dalam perspektif pendidikan. Oleh karena itu keterkaitan dan penafsiran materi sejarah lokal jangan sampai menimbulkan konflik dengan kepentingan sejarah nasional dan upaya membangun rasa persatuan, perasaan kebangsaan, dan kerjasama antar daerah dalam membangun kehidupan kebangsaan yang sehat, cinta damai, toleransi, penuh dinamika, kemampuan berkompetisi dan berkomunikasi. Arah tafsiran sejarah lokal ditentukan dalam bentuk keterkaitan dengan sejarah nasional. Kehidupan individual yang bukan menjadi kepedulian utama sejarah tetapi menjadi penting bagi pendidikan sejarah diperlukan dalam membangun berbagai nilai positif pada diri peserta didik. Ruang lingkup tema sejarah juga beragam dan tidak dibatasi pada tema sejarah politik memberikan gambaran kehidupan masyarakat dan tokoh secara utuh dan bagi peserta didik sebagai sesuatu yang isomorphic dengan apa yang mereka alami sehari-hari. Posisi materi sejarah lokal yaitu peristiwa sejarah lokal tidak lagi sebagai sumber semata tetapi juga menjadi objek studi sejarah peserta didik. Dalam kesempatan inilah mereka belajar mengembangkan wawasan, pemahaman, dan ketrampilan sejarah. Mereka dapat berhubungan langsung dengan sumber asli dan mengkaji sumber asli dalam suatu proses penelitian sejarah. Mereka 73

83 dapat melatih diri dalam penafsiran sejarah dan kalau pun terjadi berbagai perbedaan di antar mereka maka itu akan memiliki nilai pendidikan yang sangat tinggi. Lagipula, para sejarawan tidak pernah memiliki suatu pandangan dan tafsiran yang sama terhadap suatu peristiwa sejarah. Permasalahan besar yang dihadapi dalam mengembangkan materi sejarah lokal dalam kurikulum pendidikan sejarah adalah ketersediaan sumber. Pendidikan sejarah, sebagaimana pendidikan lainnya, tidak mungkin dapat dilakukan dengan baik apabila sumber tidak tersedia. Tulisan- tulisan mengenai berbagai peristiwa sejarah lokal belum banyak tersedia. Tentu saja ini tantangan bagi sejarawan untuk dapat menghasilkan tulisan sejarah lokal sebagai dasar untukmengembangkan materi pendidikan sejarah lokal. Problema Sejarah Lokal dan Java Centris Salah satu kritik tajam pembelajaran sejarah Indonesia adanya eksplotasi materi yang Jawa Sentris. Kritikan ini disebabkan Sejarah Indonesia sangat identik dengan sejarah di Jawa menyangkut periodisasi jaman praaksara sampai sejarah Indonesia kontemporer, dari masa dahulu sampai saat ini. Kritik semacam ini banyak diungkapkan para pendidik sejarah, terutama para guru di luar Jawa yang sering mendapat pertanyaan kritis siswanya, mengapa yang diajarkan guru dan materi yang terdapat di buku pelajaran sejarah, didominasi oleh sejarah Jawa saja. Jika demikian, siswa di luar Jawa tentunya menjadi kehilangan sejarah di daerahnya masing-masing. Melihat fakta demikian, bagaimana jawaban dan solusinya? Sejarawan pada umumnya tertarik pada peristiwa-peristiwa yang mempunyai arti istimewa. Untuk itu, Reiner (1997:99) membedakan apa yang disebut occurrence dengan event. Occurrence menunjuk pada peristiwa biasa, sedangkan event merupakan peristiwa istimewa. Ada pula yang menggunakan istilah kejadian non historis untuk peristiwa biasa, dan kejadian historis untuk peristiwa istimewa (Widja, 1988: 18). Terkadang batas antara peristiwa biasa dan peristiwa istimewa bersifat subyektif, tergantung 74

84 dari sudut pandang masyarakat dan tentunya sejarawan. Hal ini disebabkan sering kali adanya keterkaitan antara peristiwa biasa dan istimewa, sebagai bagian dari rekonstruksi yang utuh tentang peristiwa masa lampau. Terlepas adanya dikotomi tentang peristiwa tersebut, faktanya Jawa secara geografis dan etnis menjadi bagian penting dari sejarah di Nusantara. Secara kronologis, dimulai pada era prasejarah, penemuan situs manusia purba di Nusantara berada di Pulau Jawa, demikian juga sesudahnya. Meski berakhirnya prasejarah di Nusantara ditandai penemuan Prasasti Yupa dari Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu di wilayah Kalimantan, ataupun munculnya pengaruh Islam pertama di Nusantara berada di Sumatera, dengan adanya Perlak dan Samudera Pasai, namun dalam perkembangan sejarah di Nusantara yang menyangkut segala periodisasi sejarah di Indonesia, Jawa sebagai pusat dari fakta dan peristiwa sejarah itu sendiri. Selanjutnya di masa kolonilaisme-imperialisme, pergerakan nasional, masa kemerdekaan dan sesudahnya sampai sejarah kontemporer episentrum fakta dan peristiwa sejarah tidak bergeser dari Jawa. Jika membicarakan prasejarah di Indonesia, fakta tidak dapat dibantah bahwa situs-situs Sangiran, Trinil, Wajak, Pacitan dan lainnya memang berada di Jawa. Selanjutnya jika berbicara fakta sejarah Hindu-Budha, banyak peninggalan besar kerajaan seperti Borobudur, Prambanan, Mataram Kuno, Majapahit. Hal seperti ini akan berlanjut sebagaimana periodisasi dalam sejarah Indonesia, kronologis peristiwa terkait dalam wilayah yang sama yaitu Pulau Jawa. Dari fakta di atas, pandangan bahwa sejarah Indonesia cenderung jawa sentris sebagai hal yang tidak terbantahkan. Namun membagi sejarah dalam ranah pemerataan, agar sejarah daerah lain juga dipaksa diungkap, akan menyalahi makna dan hakekat ilmu sejarah itu sendiri. Namun sebenarnya ada solusi yang dapat digunakan dalam memahami permasalahan tersebut, yakni sejarah lokal. Jika Sejarah Nasional memuat berbagai peristiwa sejarah yang 75

85 terjadi di suatu tempat di wilayah Nusantara dan memiliki pengaruh terhadap kehidupan kebangsaan maka Sejarah Lokal adalah suatu peristiwa sejarah yang terjadi di suatu tempat di wilayah Nusantara dan memiliki pengaruh hanya di wilayah tersebut. Hal ini diperkuat dalam Permendikbud no 59 tahun 2014 lampiran III Umum, bahwa Mata pelajaran Sejarah Indonesia dikembangkan atas dasar : a. Semua wilayah/daerah memiliki kontribusi terhadap perjalanan Sejarah Indonesia hampir pada seluruh periode sejarah; b. Pemahaman tentang masa lampau sebagai sumber inspirasi, motivasi, dan kekuatan untuk membangun semangat kebangsaan dan persatuan; c. Setiap periode Sejarah Indonesia memiliki peristiwa dan atau tokoh di tingkat nasional dan daerah serta keduanya memiliki kedudukan yang sama penting dalam perjalanan Sejarah Indonesia. Dalam Permendikbud no 59 tahun 2014 lampiran III Peminatan dijelaskan beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran Sejarah di SMA/MA adalah: Pertama. Pembelajaran Sejarah didasarkan atas kesinambungan apa yang terjadi di masa lampau dengan kehidupan masa kini, antara peristiwa sejarah tingkat nasional dan tingkat lokal, dan pemahaman peristiwa sejarah di tingkat lokal berdasarkan keutuhan suatu peristiwa sejarah. Kedua. Dalam mengembangkan pemahaman mengenai kesinambungan antara apa yang terjadi di masa lampau dengan kehidupan masa kini, dalam tugas untuk setiap periode sejarah peserta didik diarahkan agar mampu menemukan peninggalan fisik (terutama artefak) dan peninggalan abstrak (tradisi, pikiran, pandangan hidup, nilai, kebiasaan) di masyarakat yang diwarisi dari peristiwa sejarah pada suatu periode. Ketiga. Dalam mengembangkan keterkaitan antara peristiwa sejarah di tingkat nasional dan tingkat lokal, dalam tugas setiap peserta didik diarahkan untuk mengkaji peristiwa sejarah di daerahnya, terutama peristiwa sejarah sejak masa pergerakan nasional, dan membuat analisis mengenai keterkaitan dan sumbangan peristiwa tersebut terhadap peristiwa yang terjadi di tingkat nasional. 76

86 Tampaknya dengan penjelasan demikian, dikotomi permasalahan pembelajaran sejarah sudah dapat diatasi. Namun permasalahan ini sebenarnya baru diselesaikan dalam kerangka besarnya saja. Berhasil tidaknya implementasi permasalahan ini, tergantung dari guru-guru sejarah di lapangan, untuk berani mengembangkan materi pembelajaran, dan tidak hanya bersandar buku-buku teks yang sudah ada. Jika buku-buku teks menjadi acuan total dalam pembelajaran sejarah, maka roh sejarah lokal akan mati suri. Hal ini disebabkan buku teks dirancang untuk pembelajaran sejarah dengan wilayah nasional. Suatu catatan penting adalah materi sejarah lokal harus pula disajikan tidak dalam perspektif ilmu sejarah tetapi dalam perspektif pendidikan. Oleh karena itu keterkaitan dan penafsiran materi sejarah lokal jangan sampai menimbulkan konflik dengan kepentingan sejarah nasional dan upaya membangun rasa persatuan, perasaan kebangsaan, dan kerjasama antar daerah dalam membangun kehidupan kebangsaan yang sehat, cinta damai, toleransi, penuh dinamika, kemampuan berkompetisi dan berkomunikasi. Arah tafsiran sejarah lokal ditentukan dalam bentuk keterkaitan dengan sejarah nasional. Kehidupan individual yang bukan menjadi kepedulian utama sejarah tetapi menjadi penting bagi pendidikan sejarah diperlukan dalam membangun berbagai nilai positif pada diri peserta didik. Ruang lingkup tema sejarah juga beragam dan tidak dibatasi pada tema sejarah politik memberikan gambaran kehidupan masyarakat dan tokoh secara utuh dan bagi peserta didik sebagai sesuatu yang isomorphic dengan apa yang mereka alami sehari-hari. Posisi materi sejarah lokal yaitu peristiwa sejarah lokal tidak lagi sebagai sumber semata tetapi juga menjadi objek studi sejarah peserta didik. Dalam kesempatan inilah mereka belajar mengembangkan wawasan, pemahaman, dan ketrampilan sejarah. Mereka dapat berhubungan langsung dengan sumber asli dan mengkaji sumber asli dalam suatu proses penelitian sejarah. Mereka dapat melatih diri dalam penafsiran sejarah dan kalau pun terjadi 77

87 berbagai perbedaan di antar mereka maka itu akan memiliki nilai pendidikan yang sangat tinggi. Lagipula, para sejarawan tidak pernah memiliki suatu pandangan dan tafsiran yang sama terhadap suatu peristiwa sejarah. Permasalahan besar yang dihadapi dalam mengembangkan materi sejarah lokal dalam kurikulum pendidikan sejarah adalah ketersediaan sumber. Pendidikan sejarah, sebagaimana pendidikan lainnya, tidak mungkin dapat dilakukan dengan baik apabila sumber tidak tersedia. Tulisan- tulisan mengenai berbagai peristiwa sejarah lokal belum banyak tersedia. Tentu saja ini tantangan bagi sejarawan dan guru sejarah untuk dapat menghasilkan tulisan sejarah lokal sebagai dasar untuk mengembangkan materi pendidikan sejarah lokal. Penulisan sejarah lokal mempunyai makna penting, baik untuk kepentingan akademis maupun pembangunan masyarakat, terutama kepentingan masyarakat dalam mempelajari pengalaman masa alalu nenek moyangnya. Sejarah lokal dapat menjadi jembatan yang cukup ampuh bagi masyarakat komunitas lain untuk mengetahui tradisi lokal dari suatu daerah. Tidak dapat dipungkiri bahwa sejarah lokal cukup memiliki peranan penting bagi kestabilitasan suatu daerah dalam berbagai bidang. D. AKTIVITAS PEMBELAJARAN Untuk memahami materi Perkembangan Sejarah Lokal dan Penerapannya dalam Pembelajaran, anda perlu membaca secara cermat modul ini, gunakan referensi lain sebagai materi pelengkap untuk menambah pengetahuan anda. Dengarkan dengan cermat apa yang disampaikan oleh pemateri, dan tulis apa yang dirasa penting. Silahkan berbagi pengalaman anda dengan cara menganalisis, menyimpulkan dalam suasana yang aktif, inovatif dan kreatif, menyenangkan dan bermakna. Dengarkan dengan cermat apa yang disampaikan oleh pemateri, dan tulis apa yang dirasa penting. Silahkan berbagi pengalaman anda dengan cara menganalisis, menyimpulkan dalam suasana yang aktif, inovatif dan kreatif, menyenangkan dan bermakna. 78

88 Dalam aktivitas pembelajaran kegiatan pembelajaran 1 ini, peserta yang mengikuti moda tatap muka penuh melakukan aktivitas pembelajaran pada aktivitas pembelajaran 1. Sedangkan bagi peserta yang mengikuti model In-On-In melakukan aktivitas pembelajaran Aktivitas Pembelajaran Tatap Muka Penuh (aktivitas pembelajaran 1) Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mempelajari materi ini mencakup : Aktivitas individu, meliputi : a) Memahami dan mencermati materi diklat b) Mengerjakan latihan/lembar kerja/tugas, menyelesaikan masalah/kasus pada setiap kegiatan belajar; dan menyimpulkan c) Melakukan refleksi Aktivitas kelompok, meliputi : a) mendiskusikan materi pelatihan b) bertukar pengalaman dalam melakukan pelatihan c) penyelesaian masalah/kasus Untuk mengasah dan memantapkan penguasaan materi di atas, maka Anda perlu mengikuti aktivitas pembelajaran sebagai berikut. a) Memberikan motivasi peserta diklat untuk mengikuti proses pembelajaran dan kebermaknaan. b) Menginformasikan judul modul, lingkup kegiatan pembelajaran dan tujuan yang hendak dicapai pada modul ini. c) Menyampaikan skenario kerja diklat dan gambaran tugas serta tagihan hasil kerja sebagai indikator capaian kompetensi peserta dalam penguasaan materi modul yang dikerjakan secara individual d) Mempersilahkan peserta diklat (secara individual) memahami terhadap materi modul Meminta peserta untuk mengerjakan LK.2.1 dan LK 2.2 secara mandiri 2. Aktivitas Pembelajaran In-on-in (aktivitas pembelajaran 2) 1). Aktivitas In-1 Aktivitas individu, meliputi : 1. Memahami dan mencermati materi diklat. 79

89 2. Mengerjakan latihan/lembar kerja/tugas, menyelesaikan masalah/kasus pada setiap kegiatan belajar; dan menyimpulkan. 3. Melakukan refleksi. Aktivitas kelompok, meliputi : 1. mendiskusikan materi pelatihan. 2. bertukar pengalaman dalam melakukan pelatihan. 3. penyelesaian masalah/kasus. Untuk mengasah dan memantapkan penguasaan materi di atas, maka Anda perlu mengikuti aktivitas pembelajaran sebagai berikut. 1. Memberikan motivasi peserta diklat untuk mengikuti proses pembelajaran dan kebermaknaan. 2. Menginformasikan judul modul, lingkup kegiatan pembelajaran dan tujuan yang hendak dicapai pada modul ini. 3. Menyampaikan skenario kerja diklat dan gambaran tugas serta tagihan hasil kerja sebagai indikator capaian kompetensi peserta dalam penguasaan materi modul yang dikerjakan secara individual. 4. Mempersilahkan peserta diklat (secara individual) memahami terhadap materi modul. 5. Peserta mengerjakan LK. 2.3 dan 2.4 secara mandiri, namun dapat bekerja sama dengan peserta lain melalui diskusi, sharing dan lainnya. 2). Aktivitas On Peserta membuat makalah tentang Permasalahan Pembelajaran Sejarah Lokal dalam Pembelajaran Sejarah di SMA/SMK. Petunjuk Pembuatan a. Makalah adalah betul-betul karya Saudara sendiri. b. Sistematika Makalah: Pendahuluan/Latar belakang Masalah Isi Penutup/ Kesimpulan c. Ketentuan lain Makalah terdiri dari 5 sampai 7 halaman. 80

90 Jenis huruf: Arial Besar/ukuran huruf atau font adalah 11. Spasi:1,5 spasi 3). Kegiatan In 2 1. Peserta diklat mempresentasikan makalah yang dikerjakan dan peserta lain memberikan pertanyaan, saran, dan komentar. 2. Peserta diklat berani memberikan klarifikasi berdasarkan hasil makalah yang disampaikan dan menghargai pendapat peserta lain. 3. Bersama-sama menyimpulkan hasil paparan makalah yang disampaikan. 4. Bersama-sama melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan. 5. Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran 6. Merencanakan kegiatan tindak lanjut. E. LATIHAN/KASUS/TUGAS Lembar Kerja 2.1 (TM, Penuh) a. Bacalah wacana berikut ini dengan baik! Sejarah Lokal di Indonesia Taufik Abdullah (1990:13-15) menguraikan tentang pengertian sejarah lokal dengan terlebih dulu menyatakan ketidaksetujuannya terhadap istilah sejarah daerah. Sebuah istilah yang di Indonesia mendapat tempat yang sejajar dengan istilah sejarah lokal. Terkadang juga kedua istilah tersebut dipakai secara bergantian tanpa penjelasan yang tegas. Sebagai bukti bahwa istilah sejarah daerah mendapat tempat adalah digunakannnya istilah ini oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Proyek Penulisan Sejarah Daerah Tahun Anggaran 1977/1978. Berkait dengan hal tersebut, sejarawan Taufik Abdullah mengajukan keberatannya. Menurutnya kata sejarah daerah harus ditinjau lebih sungguh-sungguh. Daerah dalam pengertian adiministratif merupakan kesatuan teritorial yang ditentukan jenjang hirarkinya. Daerah yang berada di bawah merupakan bagian dari daerah di atasnya. Sebagai contoh, 81

91 kabupaten merupakan daerah di bawah yang menjadi bagian dari daerah di atasnya yang disebut dengan propinsi. Sedangkan kata daerah dalam pengertian politik biasanya dipertentangkan dengan kata pusat yang dianggap nasional. Keberatan terhadap penggunaan istilah sejarah daerah adalah karena daerah sebagai unit administatif kerap berbeda dengan daerah dalam pengertian etnis-kultural. Sebagai contoh, Sejarah Minangkabau tidak identik dengan Sejarah Sumatera Barat. Yang disebut pertama adalah konsep etniskultural, sedangkan yang kedua menunjuk pada pengertian administratif. b. Jawablah pertanyaan dengan singkat dan jelas, berdasar wacana di atas! Apa perbedaan istilah sejarah lokal dan sejarah daerah? Apa sejarah lokal dapat memupuk semangat separatisme? Lembar Kerja 2.2 (TM, Penuh) Jawablah pertanyaan berikut ini! 1. Bagaimana kedudukan sejarah lokal dalam sejarah nasional? 2. Bagaimana pengintegrasian sejarah lokal dalam pembelajaran sejarah? 3. Bagaimana hambatan pengembangan sejarah lokal dalam pembelajaran? 4. Mengapa materi pembelajaran sejarah di Indonesia, cenderung pada konsep Jawa sentris? 5. Bagaimana strategi mengurangi Java Centris dalam materi sejarah di sekolah? Lembar Kerja 2.3 (TM, In 1) a. Bacalah wacana berikut ini dengan baik! Sejarah Lokal di Indonesia Taufik Abdullah (1990:13-15) menguraikan tentang pengertian sejarah lokal dengan terlebih dulu menyatakan ketidaksetujuannya terhadap istilah sejarah daerah. Sebuah istilah yang di Indonesia mendapat tempat yang sejajar dengan istilah sejarah lokal. Terkadang juga kedua istilah tersebut dipakai secara bergantian tanpa penjelasan yang tegas. Sebagai bukti bahwa istilah sejarah daerah mendapat tempat adalah digunakannnya istilah ini oleh 82

92 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Proyek Penulisan Sejarah Daerah Tahun Anggaran 1977/1978. Berkait dengan hal tersebut, sejarawan Taufik Abdullah mengajukan keberatannya. Menurutnya kata sejarah daerah harus ditinjau lebih sungguh-sungguh. Daerah dalam pengertian adiministratif merupakan kesatuan teritorial yang ditentukan jenjang hirarkinya. Daerah yang berada di bawah merupakan bagian dari daerah di atasnya. Sebagai contoh, kabupaten merupakan daerah di bawah yang menjadi bagian dari daerah di atasnya yang disebut dengan propinsi. Sedangkan kata daerah dalam pengertian politik biasanya dipertentangkan dengan kata pusat yang dianggap nasional. Keberatan terhadap penggunaan istilah sejarah daerah adalah karena daerah sebagai unit administatif kerap berbeda dengan daerah dalam pengertian etnis-kultural. Sebagai contoh, Sejarah Minangkabau tidak identik dengan Sejarah Sumatera Barat. Yang disebut pertama adalah konsep etniskultural, sedangkan yang kedua menunjuk pada pengertian administratif. b. Jawablah pertanyaan dengan singkat dan jelas, berdasar wacana di atas! Apa perbedaan istilah sejarah lokal dan sejarah daerah? Apa sejarah lokal dapat memupuk semangat separatisme? Lembar Kerja 2.4 (TM, In 1) Jawablah pertanyaan berikut ini! 1. Bagaimana kedudukan sejarah lokal dalam sejarah nasional? 2. Bagaimana pengintegrasian sejarah lokal dalam pembelajaran sejarah? 3. Bagaimana hambatan pengembangan sejarah lokal dalam pembelajaran? 4. Mengapa materi pembelajaran sejarah di Indonesia, cenderung pada konsep Jawa sentris? 5. Bagaimana strategi mengurangi Java Centris dalam materi sejarah di sekolah? AKTIVITAS: MENGEMBANGKAN SOAL LK Pengembangan Soal Petunjuk Pengerjaan: 1. Bacalah dengan teliti bahan bacaan tentang Teknik penulisan Kisi-Kisi Soal pada Modul Pedagogik Kelompok Kompetensi I Kegiatan Pembelajaran 5 83

93 2. Pelajari Kisi-Kisi Soal USBN (Blue Print) yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagaimana terlampir pada Bab Pendahuluan Saran Penggunaan Modul (E.4.) 3. Buatlah kisi-kisi soal USBN pada lingkup materi yang dipelajari sesuai format berikut. (Sesuaikan dengan kurikulum yang berlaku di sekolah Saudara). 4. Buat kisi-kisi soal uji kompetensi profesional guru pada lingkup materi yang telah dipelajari sesuai format berikut. KISI-KISI PENULISAN SOAL Jenjang Pendidikan : Mata Pelajaran : Kurikulum : No. Kompetensi Dasar Bahan Kelas/ Semester Materi Indikator Soal Bentuk Soal 1 PG Level Pengetahuan dan Pemahaman 2 PG Level Aplikasi 3 PG Level Penalaran 4 Uriaian Level Penalaran 3. Berdasarkan kisi-kisi di atas, buatlah Soal USBN pada lingkup materi yang dipelajari pada modul ini. 4. Kembangkan soal tersebut sesuai dengan konsep HOTS, meliputi 3 Soal Pilihan Ganda dan 1 Soal Uraian. 84

94 Jenjang : Mata Pelajaran : Kelas : Kompetensi : Level : Materi : Bentuk Soal : KARTU SOAL BAGIAN SOAL DISINI Kunci Jawaban: F. RANGKUMAN Taufik Abdullah (1990:13-15) menguraikan tentang pengertian sejarah lokal dengan terlebih dulu menyatakan ketidaksetujuannya terhadap istilah sejarah daerah. Sebuah istilah yang di Indonesia mendapat tempat yang sejajar dengan istilah sejarah lokal. Terkadang juga kedua istilah tersebut dipakai secara bergantian tanpa penjelasan yang tegas. Sebagai bukti bahwa istilah sejarah daerah mendapat tempat adalah digunakannnya istilah ini oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Proyek Penulisan Sejarah Daerah Tahun Anggaran 1977/1978. Berkait dengan hal tersebut, sejarawan Taufik Abdullah mengajukan keberatannya. Menurutnya kata sejarah daerah harus ditinjau lebih sungguh-sungguh. Daerah dalam pengertian adiministratif merupakan kesatuan teritorial yang ditentukan jenjang hirarkinya. Daerah yang berada di bawah merupakan bagian dari daerah di atasnya. Sebagai contoh, kabupaten merupakan daerah di bawah yang menjadi bagian dari daerah di atasnya yang disebut dengan propinsi. Sedangkan kata daerah dalam pengertian politik biasanya dipertentangkan dengan kata pusat yang dianggap nasional. Keberatan terhadap penggunaan istilah sejarah daerah adalah karena daerah sebagai unit administatif kerap berbeda dengan daerah dalam pengertian etnis-kultural. Sebagai contoh, 85

95 Sejarah Minangkabau tidak identik dengan Sejarah Sumatera Barat. Yang disebut pertama adalah konsep etnis-kultural, sedangkan yang kedua menunjuk pada pengertian administratif. Suatu catatan penting adalah materi sejarah lokal harus pula disajikan tidak dalam perspektif ilmu sejarah tetapi dalam perspektif pendidikan. Oleh karena itu keterkaitan dan penafsiran materi sejarah lokal jangan sampai menimbulkan konflik dengan kepentingan sejarah nasional dan upaya membangun rasa persatuan, perasaan kebangsaan, dan kerjasama antar daerah dalam membangun kehidupan kebangsaan yang sehat, cinta damai, toleransi, penuh dinamika, kemampuan berkompetisi dan berkomunikasi. Arah tafsiran sejarah lokal ditentukan dalam bentuk keterkaitan dengan sejarah nasional. Kehidupan individual yang bukan menjadi kepedulian utama sejarah tetapi menjadi penting bagi pendidikan sejarah diperlukan dalam membangun berbagai nilai positif pada diri peserta didik. Ruang lingkup tema sejarah juga beragam dan tidak dibatasi pada tema sejarah politik memberikan gambaran kehidupan masyarakat dan tokoh secara utuh dan bagi peserta didik sebagai sesuatu yang isomorphic dengan apa yang mereka alami sehari-hari. G. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT Setelah kegiatan pembelajaran,bapak/ Ibu dapat melakukan umpan balik dengan menjawab pertanyaan berikut ini: 1. Apa yang Bapak/Ibu pahami setelah mempelajari materi Sejarah Lokal? 2. Pengalaman penting apa yang Bapak/Ibu peroleh setelah mempelajari materi di atas? 3. Apa manfaat materi tersebut terhadap tugas Bapak/Ibu disekolah? 86

96 KEGIATAN PEMBELAJARAN 3 SEJARAH EKONOMI INDONESIA A. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta diharapkan memahami sejarah ekonomi Indonesia dengan baik. B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI 1. Memahami pengertian sejarah ekonomi. 2. Menelaah karya-karya sejarah ekonomi Indonesia. 3. Menjelaskan kehidupan masyarakat Indonesia dalam perspektif sejarah ekonomi. C. URAIAN MATERI 1. Pengantar Sejarah ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia sebagai pencari dan pembelanja dalam perspektif historis (Kuntowijoyo, 1994: 82). Kegiatan-kegiatan masyarakat dalam bidang ekonomi di masa lalu dapat ditulis menjadi sejarah ekonomi. Beberapa bentuk kegiatan-kegiatan manusia dalam bidang ekonomi misalnya produksi, penjualan, pembelian, penawaran dan permintaan barang-barang, penggunaan sumber-sumber ekonomi, dan lain-lain. Singkatnya, sejarah ekonomi adalah sejarah yang membahas perilaku atau kegiatan ekonomi manusia di masa lampau. Lahirnya sejarah ekonomi bermula dari terbitnya karya Wealth of Nations (1770) oleh Adam Smith dan mulai berkembang pesat dengan kemunculan konsepsi sejarah material oleh Karl Marx pada abad ke-19.sejarah ekonomi terbagi menjadi dua jenis. Pertama, bersifat tematik, yaitu yang lebih menekankan aspek kegiatan ekonomi atau tema-tema ekonomi dalam sejarah. Kedua, yang bersifat paradigmatik, yaitu faktor ekonomi dijadikan sebagai skema mental atau asas falsafah dalam mengkaji sejarah.ruang lingkup penulisan sejarah ekonomi bisa dalam skala yang lebih mikro maupun makro. Ruang lingkup yang lebih mikro, misalnya sejarah ekonomi pedesaan. 87

97 Dalam Sejarah Ekonomi dikenal ada dua mahdzab, yaitu Annales (Perancis) dan Sejarah Ekonomi Baru. Kelompok pertama umumnya menaruh perhatian yang besar pada aspek ekonomi dari masa lampau. Aliran ini tidak hanya mengkaji sejarah ekonomi tetapi juga sejarah sosial. Dalam perkembangan selanjutnya tema sejarah semakin luas karena menggunakan berbagai metode, seperti: Sosiologi dan Antropologi.Sedangkan kelompok kedua, meneliti aspek-aspek ekonomi dengan bantuan teori ekonomi yang sudah berkembang pesat. Tahun 1957 dianggap sebagai lahirnya aliran Sejarah Ekonomi Baru ini. Sejarawan ekonomi baru ini umumnya berangkat dari ahli ekonomi sebelum memasuki sejarah ekonomi. Aliran ini disebut Cliometri karena menggunakan teori-teori ekonomi, menggunakan data-data statistic, pengukuran matematis, komputer, dan berbagai teknik lainnya. Sejarawan John Meyer menggunakan analisis outputoutput untuk mengukur perubahan-perubahan dalam volume perdagangan Inggris pada rata-rata pertumbuhan ekonomi Inggris pada akhir abad ke-19. Di Indonesia, kajian sejarah ekonomi kurang mendapatkan minat dari para sejarawan (Thee Kian-wie, 1988:xvii). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh sejarawan ekonomi Indonesia yang pada pertengahan tahun 1960-an menulis bahwa studi sejarah perekonomian Indonesia dan Asia Tenggara pada umumnya, masih berada pada tahap awal. Namun demikian, jumlah karangan-karangan sejarah ekonomi di Indonesia terbilang cukup banyak. Ekonomi pra-kolonial oleh Anthony Reid, Sistem Tanam Paksa oleh R.E. Elson, G.R. Knight, dan Robert Van Niel, Peranan Perkebunan Besar oleh Peter Boomgard, Colin Barlow, John Drabble, dan W.J. O Malley, Sistem Perpajakan oleh Anne booth, F.W. Diehl, Perdagangan Antarpulau dan Integrasi Ekonomi Indonesia oleh Howard Dick, dan masih ada lagi beberapa karangan lain (Thee Kian-wie, 1988:x). Berikut ringkasan mengenai sejarah ekonomi Indonesia. 2. Dampak Sistem Tanam Paksa terhadap Perekonomian Petani Jawa Sistem Tanam Paksa sangat membebani rakyat, karena rakyat juga masih dipaksa untuk membangun jalan, bangunan tempat kantor, dan lain sebagainya (kerja rodi). Pekerjaan yang dibebankan kepada rakyat Indonesia untuk kepentingan Belanda dan kepentingan para pemerintah daerah (bangsa Eropa) 88

98 untuk membangun dan merawat tempat-tempat yang telah dibangun oleh Belanda dengan tidak memperhatika kondisi fisik rakyat, mengakibatkan banyak rakyat yang meninggal akibat penyakit dan kekurangan makanan. Berpijak pada pengalaman sejarah tersebut, bangsa Indonesia perlu kemandirian bangsa untuk mengurangi ketergantungan pada bangsa lain agar tidak diintervensi dalam bidang-bidang lain di era modern dan globalisasi saat ini. Menjelang akhir abad XVIII VOC mengalami kemunduran. Moralitas pegawaipegawai VOC mulai menurun karena rendahnya kesejahteraan yang mereka terima. Praktik-praktik korupsi mulai marak dan menggerogoti pondasi kongsi dagang Hindia Belanda ini. Selain itu kas negeri Belanda juga sedang mengalami kekosongan akibat perang. Keuntungan VOC banyak tersedot untuk menutup kesulitan keuangan ini. Maka pada tanggal 31 Desember 1799, VOC yang hampir berusia dua abad harus menerima akhir hidupnya. Sejak 1 Januari 1800 kekuasaan di Hindia Belanda beralih dari VOC ke pemerintah kolonial Belanda. Bubarnya VOC bukan berarti penderitaan negara jajahan berakhir. Eksploitasi terhadap kekayaan nusantara terus berlangsung. Sistem eksploitasi yang dilakukan VOC dengan pemerintah kolonial memiliki persamaan yaitu adanya penyerahan wajib hasil-hasil pertanian meskipun cara yang agak berbeda. Pemerintah kolonial mengadakan hubungan dengan para petani secara langsung dan lebih intens untuk menjamin arus tanaman ekspor dalam jumlah yang dikehendaki. Golongan konservatif yang menguasai pemerintahan kolonial pada masa awal abad XIX memandang politik eksploitasi dengan penyerahan paksa peninggalan VOC sangat cocok untuk mengelola Hindia\ Belanda sebagai daerah wingewest atau daerah yang menguntungkan negara induk. Sistem penyerahan\ paksa itu dapat diterapkan dalam usahaeksploitasi produksi pertanian tanah jajahan yang langsung ditangani oleh pemerintah kolonial. Eksploitasi produksi pertanian yang dilakukan oleh pemerintah kolonial ini diwujudkan dalam bentuk perkebunan negara. Sejak itulah Hindia Belanda memasuki masa sistem tanam wajib atau tanam paksa (cultuurstelsel). Sistem tanam paksa dilaksanakan melalui alat birokrasi pemerintah yang berfungsi sebagai pelaksana langsung dalam proses mobilisasi sumber perekonomian berupa tanah dan tenaga kerja.sistem tanam paksa lebih mengutamakan peningkatan hasil produksi tanaman ekspor yang sangat laku di 89

99 pasaran Eropa. Untuk itu pemerintah kolonial memperkenalkan tanaman ekspor kepada petani di Jawa. Pelaksanaan tanam paksa dalam kenyataannya tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku pada masa itu. Sistem tanam paksa lebih menguntungkan pemerintah kolonial dan semata-mata sebagai bentuk eksploitasi (Robert van Niel dalam Anne Booth,dkk., 1988:101). Meskipun dapat ditarik suatu kesimpulan secara umum bahwa sistem tanam paksa membawa penderitaan, akan tetapi sistem tanam paksa membawa dampak besar bagi perubahan sosial ekonomi petani Jawa. Subsistensi yang sejak dulu menjadi warna dalam perekonomian petani Jawa mengalami pergeseran. Secara perlahan namun pasti sistem tanam paksa telah memperkenalkan perekonomian uang yang kemudian semakin berkembang dengan masuknya modal asing dalam koridor ekonomi liberal. Para petani Indonesia pada masa Tanam Paksa pada umumnya di paksa untuk menanam tanaman yang akan diperdagangkan di Eropa lebih lama dibandingkan dengan menanam tanaman untuk keperluan sendiri seperti misalnya padi, selain hal itu upah ayng diterima oleh pada petani sangatlah minim dalam melakukan pekerjaan untuk menanam tanaman dagang tersebut. Hal yang paling memberatkan para rakyat Indonesia pada saat itu adalah dipaksanya para petani laki-laki untuk bekerja di perkebunan khususnya yang menanam tanaman indigo yaitu diwilayah Parahyangan selama 7 bulan secara terus-menerus, selain itu ketika para petani laki-laki tersebut kembali kekampung mereka, mereka harus melihat sawah mereka tidak terurus dengan baik sehingga mengakibatkan kehidupan rakyat khususnya para petani semakin menderita. Perjalanan sejarah ini sebagai refleksi, bahwa bangsa Indonesia harus sebagai bangsa mandiri, agar berikutnya tidak diintervensi bangsa lain dalam bentuk lain. Sistem tanam paksa merupakan penyatuan antara sistem penyerahan wajib dengan sistem pajak tanah. Ciri pokok sistem tanam paksa terletak pada kewajiban rakyat untuk membayar pajak dalam bentuk hasil tanaman pertanian merekadan bukan dalam bentuk uang seperti yang berlaku dalam sistem pajak. Pungutan pajak dalam bentuk barang (in natura) akan membuat produksi tanaman perdagangan (cash crops) dapat dikumpulkan dalam jumlah besar. Produksi tanaman ekspor yang berhasil dikumpulkan itu, diharapkan akan dapat dikirimkan 90

100 ke negeri induk, yang kemudian dipasarkan di pasaran dunia secara luas, baik di Eropa maupun Amerika. Pemasaran produksi tanaman ekspor di pasaran dunia itu akan mendatangkan keuntungan besar baik bagi pemerintah maupun para pengusaha di negeri Belanda, sehingga utang negeri induk segera dapat dibayar (Kartodirdjo dan Suryo, 1991: 54). Dalam pelaksanaan sistem tanam paksa, van den Bosch menghendaki peningkatan campur tangan orang Eropa dalam proses produksi. Rakyat dipaksa menanam tanaman ekspor yang diminta pemerintah di tanah-tanah milik mereka sendiri. Penyerahan hasil tanaman, menurut teorinya, dilakukan atas kemauan penduduk sendiri namun tentu dalam kenyataannya tidaklah demikian. Tuntutan kerja paksa (kerja rodi) atau pekerjaan tanam paksa diwajibkan bagi penanaman kopi yang hampir semuanya dilakukan di tanah yang belum digarap, meskipun pada praktiknya penanaman juga dilakukan di lahan pertanian yang sudah digarap. Dalam teorinya sebagai upah atas penanaman tanaman yang diminta pemerintah maka penduduk dibebaskan dari kewajiban membayar pajak tanah. Pajak nantinya dipungut bukan dalam bentuk uang melainkan dalam bentuk in natura atau dengan memberikan tenaganya untuk bekerja. Hal ini dianggap lebih sesuai dengan sifat rumah tangga desa yang ingin dipertahankan sebagai rumah tangga produksi dan dicegah agar tidak menjalankan rumah tangga uang (Kartodirdjo dan Suryo, 1991:55). Tujuan pelaksanaan sistem tanam paksa mengikuti pola kekuasaan tradisional masyarakat Jawa. Kaum tani digerakkan untuk bekerja menghasilkan tanaman ekspor. Untuk itu diharapkan para kepala desa dan birokrasinya mampu menggunakan kekuasaan mereka untuk menggerakan orang-orang bekerja dengan cara baru. Masyarakat desa dipaksa menyerahkan pemakaian sebagian tanah mereka untuk penanaman tanaman keperluan pemerintah dan sebagian besar masih untuk menanam padi keperluan masyarakat. Tujuannya ialah agar masyarakat Jawa tetap statis secara ekonomi agraris (Robert van Niel dalam Booth, dkk., 1988: 116). Kenyataannya hal ini tidaklah demikian. Sasaran pokok dari sistem tanam paksa yaitu memperoleh produksi setinggi-tingginya. Sasaran ini justru menimbulkan banyak terjadi penyimpangan di lapangan yang menimbulkan tekanan berat terhadap rakyat pedesaan. Penyimpangan ini didasari pada kejar 91

101 setoran yang dilakukan oleh para birokrat local (Kurniawan, 2014: 166). Sistem tanam paksa berjalan dengan berbagai kesukaran dan perlakuan yang menyakitkan terhadap kaum petani Jawa. Akan tetapi pada sisi lain pandangan sejarah makin lama makin mencoba memperlihatkan kerangka perubahan sosialekonomi masyarakat Jawa yang lebih luas (Robert van Niel dalam Anne Booth, dkk., 1988: ). Aturan mengenai pelaksanaan sistem tanam paksa pada dasarnya masih dapat diterima karena masih berada dalam koridor-koridor kewajaran yang masuk akal. Permasalahannya ialah dalam praktiknya sistem tanam paksa menyimpang dari aturan yang ditetapkan. Menurut Kartodirdjo dan Suryo (1991:56) dalam Lembaran Negara (Staatsblad) tahun 1834, nomor 22, sistem tanam paksa dijalankan dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Melalui persetujuan, penduduk menyediakan sebagian tanahnya untuk penanaman tanaman perdagangan yang dapat dijual di pasaran Eropa. 2. Tanah yang disediakan untuk penanaman tanaman perdagangan tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa. 3. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman perdagangan tidak boleh melebihi pekerjaan yang dibutuhkan untuk menanam padi. 4. Bagian tanah yang ditanami tanaman perdagangan dibebaskan dari pembayaran pajak tanah. 5. Hasil tanaman perdagangan yang berasal dari tanah yang disediakan wajib diserahkanm kepada pemerintah Hindia Belanda;m apabila nilai hasil tanaman perdagangan yang ditaksir itu melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, maka selisih positifnya harus diserahkan kepada rakyat. 6. Kegagalan panen tanaman perdagangan harus dibebankan kepada pemerintah, terutama apabila kegagalannya bukan disebabkanoleh kelalaian penduduk. 7. Penduduk desa akan mengerjakan tanah mereka dengan pengawasan kepala-kepala mereka, dan pegawai-pegawai Eropa membatasi pengawasannya pada segi teknis dan ketepatan waktu dalam pembajakan tanah, panen, dan pengangkutan. 92

102 Kartodirdjo dan Suryo (1991:63) menjelaskan mengenai penyimpangan tanam paksa khususnya pada pembagian tanah. Bagian tanah yang diminta untuk ditanami tanaman wajib melebihi dari 1/5 bagian seperti yang ditentukan, misalnya sampai 1/3 atau 1/2 bagian, bahkan sering seluruh tanah desa.demikian juga pembayaran setoran hasil tanaman banyak yang tidak ditepati menurut jumlah yang diserahkan, atau banyak kerja yang semestinya mendapat upah, tetapi tidak dibayarkan upahnya. Kegagalan panen dibebankan kepada penduduk. Pengerahan tenaga kerja perkebunan ke tempat-tempat yang jauh dari desa tempat tinggal penduduk, kerja rodi di pabrik-pabrik dan tempat lain tanpa upah yang tentu memberatkan penduduk. Secara umum pelaksanaan sistem tanam paksa telah mempengaruhi dua unsur pokok kehidupan agraris pedesaan Jawa, yaitu tanah dan tenaga kerja.akan tetapi menurut Robert van Niel dalam Anne Booth (1988 : 130), dampak dari sistem tanam paksa di Jawa selain mempengaruhi tanah (kemudian dikaitkan dengan sistem ekonomi pedesaan) dan munculnya tenaga buruh yang murah, masih ditambah satu hal lagi yaitu lahirnya pembentukan modal di desa. Perolehan laba yang sangat luar biasa bagi Belanda menunjukkan bahwa sistem tanam paksa merupakan eksploitasi Belanda, terutama di Jawa pada periode Petani Jawa sejak awal terbentur oleh moral ekonominya yang subsisten. James C. Scoot (1981: 26) menjelaskan bahwa petani menganut prinsip utamakan selamat. Para petani lebih senang meminimalisir kemungkinan terjadinya suatu bencana (gagal panen) daripada meningkatkan penghasilannya. Dalam memilih bibit dan cara-cara bertanam para petani lebih menghindari risiko daripada melakukan spekulasi untuk meningkatkan penghasilannya. Untuk itulah petani lebih senang menanam tanaman pangan daripada tanaman perdagangan apalagi tanaman ekspor. Sistem tanam paksa telah mengubah pola yang sejak dulu diyakini oleh para petani. Mereka dipaksa menanam tanaman ekspor untuk kepentingan ekonomi Belanda. Hal ini otomatis mengurangi produksi tanaman pangan mereka. Peralihan dari produksi subsistensi ke produksi komersil hampir selalu memperbesar risiko. Selain itu produksi komersil dalam sistem tanam paksa tidak menjamin persediaan pangan bagi keluarga. Akibat dari sistem tanam paksa maka memaksa petani untuk mengubah pola pikirnya. Perubahan dalam sistem kerja juga telah mengenalkan sistem ekonomi uang (monetisasi) ke dalam lingkungan kehidupan 93

103 pedesaan agraris (Kartodirdjo dan Suryo, 1991: 68).Kehidupan perekonomian yang semula masih tradisional dan subsisten secara berangsur-angsur berkenalan dengan ekonomi uang melalui komersialisasi produksi pertanian dan pasaran kerja. Sistem tanam paksa telah menjadi pintu masuk peredaran uang ke daerah pedesaan. Sistem ekonomi uang ini membuat para petani mulai tergantung pada dunia luar. Produksi pertanian dirasakan sebagai komoditi untuk ekspor dan pasar dunia.sistem ini mulai menggoyang sistem ekonomi subsisten sebagai ekonomi tradisional yang bersifat tertutup dan memenuhi kebutuhan rumah tangga sendiri bagi petani. Kartodirdjo dalam Robert van Niel (2003:ix) mengungkapkan bahwa teori dualisme ekonomi yang diajukan Boeke (1942, 1953) yang menyebutkan bahwa sistem ekonomi modern yang dipraktikan negara kolonial hidup berdampingan dengan sistem ekonomi tradisional (ekonomi subsistens) dan tidak saling mengganggu, tidaklah benar. Hal ini terbukti dengan munculnya resistensi petani, seperti Pemberontakan Petani Banten 1888, dan berbagai gerakan protes petani lainnya di Jawa abad XIX. 3. Sistem Ekonomi Liberal pada Masa Kolonial Periode sejarah Indonesia sering disebut sebagai masa liberalisme. Pada periode tersebut untuk pertama kalinya dalamsejarah kolonial Indonesia kepada kaum pengusaha dan modal swasta diberikan peluang sepenuhnya untuk menanamkan modalnya dalam berbagai usaha kegiatan di Indonesia terutama dalam industri-industri perkebunan besar baik di Jawa maupun daerah-daerah luar Jawa. Selama masa ini modal swasta dari Belanda dan negara-negara Eropa lainnya telah mendirikan berbagai perkebunan kopi, teh, gula, dan kina yang besar di Deli, Sumatera Timur (Daliman, 2001: 47) Pembukaan perkebunan-perkebunan besar ini dimungkinkan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Agraria tahun Di satu pihak Undang- Undang Agraria itu bertujuan melindungi petani-petani Indonesia terhadap kehilangan hak milik atas tanah mereka terhadap orang-orang asing, dan di pihak lain Undang-Undang tersebut membuka peluang bagi orang-orang asing untuk menyewa tanah dari rakyat Indonesia bagi kepentingan perkebunan. Demikianlah sejak tahun 1870 industri-industri perkebunan Eropa mulai masuk ke Indonesia. Dengan dibebaskannya kehidupan ekonomi dari segala 94

104 campur tangan pemerintah serta penghapusan unsur paksaan dari kehidupan ekonomi akan mendorong perkembangan ekonomi Hindia-Belanda. Undangundang Agraria tahun 1870 membuka Jawa bagi perusahaan swasta. Kebebasan dan keamanan para pengusaha dijamin. Hanya orang-orang Indonesialah yang dapat memiliki tanah, tetapi orang-orang asing diperkenankan menyewanya dari pemerintah sampai selama tujuh puluh lima tahun atau dari para pemilik pribumi untuk masa paling lama antara lima dan dua puluh tahun. Perkebunan swasta kini dapat berkembang di Jawa maupun di daerah-daerah luar Jawa. Pembukaan Terusan Suez pada tahun 1869 dan perkembangan pelayaran dengan kapal uap dari waktu itu mendorong lebih lanjut perkembangan swasta dengan semakin membaiknya sistem perhubungan dengan Eropa. Perbaikan sistem perkapalan juga dapat memperlancar transportasi. Mulai tahun 1877 dibangun adanya pelabuhan, jalur kereta api, pengembangan lalu lintas, dan telekomunikasi. Namun demikian, semua itu bagi rakyat Indonesia hanya menjadi titik awal eksploitasi ekonomi baru oleh kaum kapitalis (modal swasta) (Rickleft). Zaman liberal mengakibatkan penetrasi ekonomi yang masuk lebih dalam lagi ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia, terutama di Jawa. Penduduk pribumi di Jawa mulai menyewakan tanah-tanah mereka kepada pihak swasta Belanda untuk dijadikan perkebunan-perkebunan besar. Berkembangnya perkebunanperkebunan tersebut memberikan peluang kepada rakyat Indonesia untuk bekerja sebagai buruh perkebunan. Selain itu juga penetrasi di bidang eksport import tekstil yang mematikan kegiatan kerajinan tenun di Jawa. Perkembangan pesat perkebunan-perkebunan teh, kopi, tembakau, dan tanaman-tanaman perdagangan lainnya berlangsung antara Selama masa ini mereka mampu meraup keuntungan yang besar dari penjualan barang-barang ini di pasar dunia. Setelah tahun 1885 perkembangan tanaman perdagangan mulai berjalan seret, karena jatuhnya harga-harga gula dan kopi di pasaran dunia. Dalam tahun 1891 harga pasaran tembakau dunia juga turun drastis. Jatuhnya harga gula di pasaran dunia dikarenakan penanaman gula bit yang mulai ditanam di Eropa, sehingga mereka tidak perlu mengimpor lagi gula dari Indonesia. Krisis perdagangan tahun 1885 mengakibatkan terjadinya reorganisasi dalam kehidupan ekonomi Hindia-belanda. Perkebunan-perkebunan besar tidak lagi milik perseorangan tetapi direorganisasi sebagai perseroan terbatas. Bank perkebunan 95

105 jugam tetap memberikan pinjaman bagi perkebunan, namun setelah adanya krisis 1885 mereka pun mengadakan pengawasan atas operasi perkebunanperkebunan besar itu. Pada akhir abad ke-19, terjadi perkembangan baru dalam kehidupan ekonomi di Hindia-Belanda. Sistem liberalisme murni dengan persaingan bebas mulai ditinggalkan dan digantikan dengan sistem ekonomi terpimpin. Kehidupan ekonomi Hindia-Belanda, khususnya Jawa mulai dikendalikan oleh kepentingan finansial dan industriil di negeri Belanda, dan tidak diserahkan kepada pemimpinpemimpin perkebunan besar yang berkedudukan di Jawa (Rickleft, 1991: 55-56). Berbeda dengan industri-industri perkebunan besar di Jawa yang berkembang dengan pesat pada masa liberalisme dan sangat menguntungkan bagi pengusaha-pengusaha swasta Belanda dan pemerintah kolonial, maka sebaliknya pada masa yang sama tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia terutama Jawa semakin mundur. Jumlah penduduk yang semakin bertambah sehingga semakin memperbesar tekanan terhadap sumber-sumber bahan pangan. Tanah yang terbaik kualitasnya sudah digunakan, sehingga tanamantanaman padi hanya ditanam pada lahan yang tandus saja. Pembebasan petani secara berangsur-angsur dari penanaman komoditi eksport yang sifatnya paksaan hanya menimbulkan sedikit perbaikan, karena pajak tanah dan bentukbentuk pembayaran lainnya masih tetap harus diserahkan kepada pemerintah, tetapi sumber penghasilan untuk membayar pajak tersebut telah dihapuskan. Penderitaan itu sangat dirasakan terutama di daerah penanaman kopi, karena lahan yang digunakan untuk menanam kopi tidak dapat digunakan lagi untuk penanaman yang lainnya (Rickleft, 1991: ) Krisis perdagangan tahun 1885 juga mempersempit penghasilan penduduk Jawa, baik baik berupa upah yang berlaku bagi pekerjaan perkebunan mauoun yang berupa sewa tanah. Menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat Jawa dapat dilihat pula dari menurunnya angka-angka impor barang-barang konsumsi, seperti tekstil, pada akhir abad ke-19. Di bawah ini beberapa faktor yang menyebabkan kemiskinan rakyat Indonesia khususnya Jawa yaitu : a. Kemakmuran rakyat ditentukan oleh perbandingan antara jumlah penduduk dan faktor-faktor produksi lainnya seperti tanah dan modal. Rakyat Jawa bermodal sangat sedikit sedangkan jumlah penduduk sangat besar. 96

106 b. Tingkat kemajuan rakyat belum begitu tinggi, sehingga hanya dijadikan umpan bagi kaum kapitalis. c. Penghasilan rakyat yang diperkecil dengan sistem verscoot (uang muka). d. Sistem tanam paksa dihapus, namun diberlakukan sistem batiq saldo. e. Krisis tahun 1885 mengakibatkan terjadinya penciutan dalam kegiatan pengusaha-pengusaha perkebunan gula yang berarti menurunnya upah kerja dan sewa tanah. Liberalisme terutama berhubungan dengan citra diri dan cita-cita kelas menengah yang pada abad ke-18 dan 19 berusaha menyingkirkan kelas bangsawan atau tuan tanah serta membangun lingkungan baru yang sesuai dengan ide-ide liberalisme di Eropa. Liberalisme sebagai ide kebebasan diberbagai bidang seperti ekonomi, politik, sosial dan lainnya pada akhirnya berpengaruh dan menyebar dibelahan dunia termasuk Indonesia. Ide-ide liberalisme mempengaruhi cara berpikir masyarakat Indonesia, khususnya kaum terpelajar pada masa kolonialisme. Lahirnya Pergerakan Nasional pada masa penjajahan di Indonesia juga mendapat pengaruh besar dari ideologi yang sedang berkembang di Eropa seperti liberalisme. Liberalisme yang menekankan kebebasan bertindak,berpikir dan berkarya telah mempengaruhi cara pandang sebagian masyarakat Indonesia berusaha digunakan dalam rangka melepaskan diri dari ideologi konservatif seperti feodalisme,kolonialisme serta ide-ide yang bersifat diskriminatif. Pada dasarnya nilai-nilai liberalisme tidak mungkin diterapkan di Indonesia karena bertentangan dengan jiwa dan semangat bangsa yaitu nilainilai gotong royong dan kebersamaaan. Gortong royong sebagai local wisdom kebangsaan bangsa yang sampai sekarang tetap berusaha dipertahankan oleh elemen bangsa Indonesia 97

107 4. Krisis Ekonomi 1930-an Telah di sebutkan bahwa tahun 1930 merupakan puncak terjadinya krisis ekonomi yang bersekala internasional. Tentu saja, bagi wilayah Hindia Belanda (Indonesia) sangat terpukul dengan adanya krisis tersebut, karena banyak produksi yang berorientasi ekspor sangat rentan terhadap siklus perdagangan. Diketahui bahwa Indonesia adalah wilayah yang bersifat agraris dan pada waktu itu termasuk wilayah yang perekonomian utamanya didasarkan pada pengekspor bahan-bahan mentah, di samping itu juga merupakan negara debitur (pengutang), sehingga ketika terjadi krisis ekonomi, maka relatif lebih sensitif terhadap kemerosotan ekonomi dibanding negara-negara lain yang berada dalam kondisi yang berbeda. Oleh karena itu, di Indonesia pada saat itu harga-harga produk ekspor jatuh secara drastis, melebihi dari harga barang-barang yang diimpor. Akibatnya, perbandingan harga-harga barang impor dan ekspor tidaklah imbang. Sementara itu, untuk mengatasi goncangan depresi ekonomi ini, timbullah berbagai strategi untuk keluar dari kesulitan ekonomi, baik dari pihak pemerintah maupun dari berbagai perusahaan. Salah satu strategi itu, misalnya, apa yang terkenal dengan bezuiniging (penghematan) anggaran pemerintah atau disebut juga dengan efisiensi. Tentu saja, kebijakan semacam ini merupakan kebijakan yang berat sebelah, sehingga semakin menambah kesengsaraan, terutama bagi masyarakat kecil. Hal semacam itu terjadi, karena setelah pemerintah mengambil kebijakan bezuiniging, berdampak pada adanya pengurangan anggaran belanja (begrooting), sehingga banyak para pegawai pemerintah yang mengalami penurunan gaji atau bahkan diberhentikan. Demikian pula di pihak perusahaan perkebuan, mereka memberlakukan pemotongan gaji para buruh atau memberhentikannya dengan alasan efisiensi. Sebagaimana dilaporkan bahwa pemberlakuan pemotongan anggaran yang lebih ketat dilakukan oleh Mentri Urusan Tanah Jajahan, De Graff, dan terutama oleh penggantinya Colijn. Sementara itu, akibat dari pemotongan anggaran ini lebih lanjut akan menjadi bencana politik, ekonomi dan sosial. Di sisi lain, Ricklefs menyebutkan bahwa dampak krisis tahun 1930-an ini terhadap bangsa Indonesia jelas sangat serius. Para pekerja Indonesia cenderung kembali ke pertanian untuk menyambung hidup, namun banyak juga di antara mereka tidak memiliki kesempatan sama sekali. Sebagian lahan yang tidak lagi digunakan untuk produksi gula digunakan kembali untuk produksi padi, tetapi 98

108 sayangnya peningkatan produksi padi tidak sepenuhnya dapat menyediakan keperluan makanan dan pekerjaan bagi populasi yang terus menerus bertambah. Kenyataanya, ketersediaan bahan makanan untuk per kapita menurun dari tahun 1930 hingga tahun Sungguh, tidak diragukan lagi bahwa setidaknya hingga akhir tahun 1930-an, kesejahteraan rakyat Indonesia menurun. Baru tahun 1937, dapat dikatakan pendapatan per kapita mungkin telah meninggkat seperti tahun Namun, perlu ditekankan bahwa pada dasarnya baik tahun 1930-an ataupun tahun-tahun sebelumnya sebenarnya rakyat Indonesia tidak dapat berharap banyak kepada pemerintah Belanda, karena kesengsaraan selalu diterima rakyat pada umumnya. Apalagi tahun 1930-an, tidak ada alasan untuk optimis bagi rakyat Indonesia baik dalam bidang ekonomi maupun politik. Misalnya dalam bidang politik, pemerintahan Belanda menentang semua bentu nasionalisme dan juga tidak ingin melihat Volksraad memainkan peranan penting. Rapat-rapat politik orang Indonesia sering kali dibubarkan oleh pihak polisi dan para pembicaranya ditangkap. Dalam lingkungan seperti ini, tidak mengherankan apabila nasionalisme hanya mendapat sedikit kemajuan.19 Itulah gambaran umum kondisi ekonomi, sosial maupun politik yang terjadi pada tahun 1930-an. Kemudian, di mana posisi golongan menengah dan bagaimana gerakangerakan mereka yang tengah tumbuh dan berlangsung itu. Di sini perlu ditegaskan bahwa dengan terjadinya depresi ekonomi ini mereka sadar bahwa rasa persatuan atau nasionalisme yang tengah tumbuh ini perlu ditingkatkan. Mereka berfikir bagaimana kesulitan ekonomi masyarakat ini dapat teratasi. Oleh karena itu, tercetuslah di kalangan mereka untuk mengadakan gerakan-gerakan terutama di bidang ekonomi, sehingga pada saat itu tampak muncul kekuatan ekonomi baru. Tampaknya, gerakan merekadalam bidang ekonomi pada kenyataannya memang mengakibatkan terjadinya perubahan struktur ekonomi, yaitu struktur yang cenderung lebih tahan dari hantaman depresi ekonomi. Ekonomi koperasi inilah yang salah satunya digalakan oleh kaum pergerakan untuk pengentasan kesulitan ekonomi akibat depresi ekonomi. Akibatadanya depresi ekonomi ini memang muncul di berbagai daerah jenis usaha koperasi, terutama yang diprakarsai oleh kaum pergerakan. 99

109 D. AKTIVITAS PEMBELAJARAN Untuk memahami materi, anda perlu membaca secara cermat modul ini, gunakan referensi lain sebagai materi pelengkap untuk menambah pengetahuan anda. Dengarkan dengan cermat apa yang disampaikan oleh pemateri, dan tulis apa yang dirasa penting. Silahkan berbagi pengalaman anda dengan cara menganalisis, menyimpulkan dalam suasana yang aktif, inovatif dan kreatif, menyenangkan dan bermakna. Dengarkan dengan cermat apa yang disampaikan oleh pemateri, dan tulis apa yang dirasa penting. Silahkan berbagi pengalaman anda dengan cara menganalisis, menyimpulkan dalam suasana yang aktif, inovatif dan kreatif, menyenangkan dan bermakna. Dalam aktivitas pembelajaran kegiatan pembelajaran 1 ini, peserta yang mengikuti moda tatap muka penuh melakukan aktivitas pembelajaran pada aktivitas pembelajaran 1. Sedangkan bagi peserta yang mengikuti model In-On-In melakukan aktivitas pembelajaran Aktivitas Pembelajaran Tatap Muka Penuh (aktivitas pembelajaran 1) Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mempelajari materi ini mencakup : Aktivitas individu, meliputi : 1. Memahami dan mencermati materi diklat 2. Mengerjakan latihan/lembar kerja/tugas, menyelesaikan masalah/kasus pada setiap kegiatan belajar; dan menyimpulkan 3. Melakukan refleksi Aktivitas kelompok, meliputi : 1. mendiskusikan materi pelatihan 2. bertukar pengalaman dalam melakukan pelatihan 3. penyelesaian masalah /kasus Untuk mengasah dan memantapkan penguasaan materi di atas, maka Anda perlu mengikuti aktivitas pembelajaran sebagai berikut. 1. Memberikan motivasi peserta diklat untuk mengikuti proses pembelajaran dan kebermaknaan. 2. Menginformasikan judul modul, lingkup kegiatan pembelajaran dan tujuan yang hendak dicapai pada modul ini. 100

110 3. Menyampaikan skenario kerja diklat dan gambaran tugas serta tagihan hasil kerja sebagai indikator capaian kompetensi peserta dalam penguasaan materi modul yang dikerjakan secara individual. 4. Mempersilahkan peserta diklat (secara individual) memahami terhadap materi modul Meminta peserta untuk mengerjakan LK.3.1 dan LK 3.2 secara mandiri. 2. Aktivitas Pembelajaran In-on-in (aktivitas pembelajaran 2) 1). Aktivitas In-1 Aktivitas individu, meliputi : a. Memahami dan mencermati materi diklat b. Mengerjakan latihan/lembar kerja/tugas, menyelesaikan masalah/kasus pada setiap kegiatan belajar; dan menyimpulkan c. Melakukan refleksi Aktivitas kelompok, meliputi : a. mendiskusikan materi pelatihan b. bertukar pengalaman dalam melakukan pelatihan c. penyelesaian masalah/kasus Untuk mengasah dan memantapkan penguasaan materi di atas, maka Anda perlu mengikuti aktivitas pembelajaran sebagai berikut. a. Memberikan motivasi peserta diklat untuk mengikuti proses pembelajaran dan kebermaknaan. b. Menginformasikan judul modul, lingkup kegiatan pembelajaran dan tujuan yang hendak dicapai pada modul ini. c. Menyampaikan skenario kerja diklat dan gambaran tugas serta tagihan hasil kerja sebagai indikator capaian kompetensi peserta dalam penguasaan materi modul yang dikerjakan secara individual. d. Mempersilahkan peserta diklat (secara individual) memahami terhadap materi modul. e. Peserta mengerjakan LK. 2.3 dan 2.4 secara mandiri, namun dapat bekerja sama dengan peserta lain melalui diskusi, sharing dan lainnya. 101

111 2). Aktivitas On Peserta membuat makalah tentang Sejarah Perekonomian Pada Masa Politik Etis di Indonesia. Petunjuk Pembuatan 1. Makalah adalah betul-betul karya Saudara sendiri. 2. Sistematika Makalah: Pendahuluan/Latar belakang Masalah Isi Penutup/Kesimpulan 3. Ketentuan lain Makalah terdiri dari 5 sampai 7 halaman. Jenis huruf: Arial Besar/ukuran huruf atau font adalah 11. Spasi:1,5 spasi 3). Kegiatan In 2 1. Peserta diklat mempresentasikan makalah yang dikerjakan dan peserta lain memberikan pertanyaan, saran, dan komentar. 2. Peserta diklat berani memberikan klarifikasi berdasarkan hasil makalah yang disampaikan dan menghargai pendapat peserta lain. 3. Bersama-sama menyimpulkan hasil paparan makalah yang disampaikan. 4. Bersama-sama melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan. 5. Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran 6. Merencanakan kegiatan tindak lanjut. E. LATIHAN/KASUS/TUGAS Lembar Kerja 3.1 (TM Penuh) Tugas Individu 1. Jelaskan pengertian sejarah ekonomi! 2. Jelaskan perbedaan antara Mahdzab Annales dan Sejarah Ekonomi Baru dalam penulisan sejarah ekonomi! 102

112 Lembar Kerja 3.2 (TM Penuh) Tugas Kelompok 1. Pada tahun 1960-an studi sejarah ekonomi Indonesia bisa dikatakan masih berada pada tahap awal. Buatlah analisis mengenai penyebab terjadinya hal tersebut! 2. Inventarisir dan telaah karya-karya sejarah ekonomi Indonesia! Lembar Kerja 3.3 (TM, In 1) Tugas Individu 1. Jelaskan pengertian sejarah ekonomi! 2. Jelaskan perbedaan antara Mahdzab Annales dan Sejarah Ekonomi Baru dalam penulisan sejarah ekonomi! Lembar Kerja 3.4 (TM, In 1) Tugas Kelompok 1. Pada tahun 1960-an studi sejarah ekonomi Indonesia bisa dikatakan masih berada pada tahap awal. Buatlah analisis mengenai penyebab terjadinya hal tersebut! 2. Inventarisir dan telaah karya-karya sejarah ekonomi Indonesia! AKTIVITAS: MENGEMBANGKAN SOAL LK Pengembangan Soal Petunjuk Pengerjaan: 1. Bacalah dengan teliti bahan bacaan tentang Teknik penulisan Kisi-Kisi Soal pada Modul Pedagogik Kelompok Kompetensi I Kegiatan Pembelajaran Pelajari Kisi-Kisi Soal USBN (Blue Print) yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagaimana terlampir pada Bab Pendahuluan Saran Penggunaan Modul (E.4.) 3. Buatlah kisi-kisi soal USBN pada lingkup materi yang dipelajari sesuai format berikut. (Sesuaikan dengan kurikulum yang berlaku di sekolah Saudara). 4. Buat kisi-kisi soal uji kompetensi profesional guru pada lingkup materi yang telah dipelajari sesuai format berikut. 103

113 KISI-KISI PENULISAN SOAL Jenjang Pendidikan : Mata Pelajaran : Kurikulum : No. Kompetensi Dasar Bahan Kelas/ Semester Materi Indikator Soal Bentuk Soal 1 PG Level Pengetahuan dan Pemahaman 2 PG Level Aplikasi 3 PG Level Penalaran 4 Uriaian Level Penalaran 5. Berdasarkan kisi-kisi di atas, buatlah Soal USBN pada lingkup materi yang dipelajari pada modul ini. 6. Kembangkan soal tersebut sesuai dengan konsep HOTS, meliputi 3 Soal Pilihan Ganda dan 1 Soal Uraian. Jenjang : Mata Pelajaran : Kelas : Kompetensi : Level : Materi : Bentuk Soal : KARTU SOAL BAGIAN SOAL DISINI 104

114 Kunci Jawaban: F. RANGKUMAN 1. Sejarah ekonomi adalah sejarah yang membahas perilaku atau kegiatan ekonomi manusia di masa lampau. 2. Dalam Sejarah Ekonomi dikenal ada dua mahdzab, yaitu Annales (Perancis) dan Sejarah Ekonomi Baru. Kelompok pertama umumnya menaruh perhatian yang besar pada aspek ekonomi dari masa lampau. Aliran ini tidak hanya mengkaji sejarah ekonomi tetapi juga sejarah sosial. Dalam perkembangan selanjutnya tema sejarah semakin luas karena menggunakan berbagai metode, seperti: Sosiologi dan Antropologi. Sedangkan kelompok kedua, meneliti aspek-aspek ekonomi dengan bantuan teori ekonomi yang sudah berkembang pesat. G. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT Setelah kegiatan pembelajaran, Bapak/ibu dapat melakukan umpan balik dengan menjawab pertanyaan berikut ini: 1. Apa yang bapak/ibu pahami setelah mempelajari materi sejarah ekonomi Indonesia? 2. Pengalaman penting apa yang bapak/ibu peroleh setelah mempelajari materi sejarah ekonomi Indonesia? 3. Manfaat penting apa yang bapak/ibu peroleh yang dapat diterapkan ke dalam pembelajaran di kelas di sekolah masing-masing setelah mempelajari materi sejarah ekonomi Indonesia? 105

115 KEGIATAN PEMBELAJARAN 4 ANALISIS RPP A. TUJUAN PEMBELAJARAN Peserta diklat diharapkan mampu menganalisis RPP sesuai prinsip dan sistematika yang berlaku dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama pendidikan karakter. B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI 1. Mendiskripsikan rambu rambu penyusunan RPP 2. Menganalisis RPP 3. Melaporkan hasil analisis RPP dengan format yang tersedia 4. Memberi masukan untuk perbaikan RPP yang telah dianalisis C. URAIAN MATERI Pengantar Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Ini menunjukkan bahwa pendidikan pun difungsikan untuk dapat membentuk watak/ karakter serta kepribadian yang baik. Guru merupakan aktor utama pembelajaran. Karena itu, guru menjadi faktor penentu berhasil atau tidaknya proses pembelajaran. Guru harus bertindak secara kompeten dibidangnya. Kompeten artinya kemampuan guru melaksanakan pembelajaran, dan memecahkan aneka masalah guna mencapai tujuan pendidikan. Seorang guru yang kompeten ini ditandai dengan keahlian di bidangnya, menjiwai profesi yang dimiliki, memiliki potensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Guru yang memiliki kompetensi, akan menjadi sosok yang 106

116 berkarakter. Dengan kata lain, kompetensi itu akan menjadi salah satu karakter dalam diri guru. Guru yang kompeten diharapkan mampu menganalisis, melaporkan, dan memberikan masukkan dalam perencanaan pembelajaran. 1. Konsep Analisis RPP Tahap pertama dalam pembelajaran yaitu perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan kegiatan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Setiap guru di setiap satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP untuk kelas di mana guru tersebut mengajar (guru kelas) di SD/MI dan untuk guru mata pelajaran yang diampunya untuk guru SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK. Untuk menyusun RPP yang benar Anda dapat mempelajari hakikat, prinsip dan langkah-langkah penyusunan RPP seperti yang tertera pada Permendikbud tentang Pembelajaran Pada Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah - Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran nomor 22 Tahun Pedoman Analisis RPP RPP merupakan rencana pembelajaran yang dikembangkan secara rinci mengacu pada silabus, buku teks pelajaran, dan buku panduan guru. RPP mencakup: (1) identitas sekolah/madrasah, mata pelajaran, dan kelas/semester; (2) alokasi waktu; (3) KI, KD, indikator pencapaian kompetensi; (4) materi pembelajaran; (5) kegiatan pembelajaran; (6) penilaian; dan (7) media/alat, bahan, dan sumber belajar. Pengembangan RPP dilakukan sebelum awal semester atau awal tahun pelajaran dimulai, namun perlu diperbaharui sebelum pembelajaran dilaksanakan. Pengembangan RPP dapat dilakukan oleh guru secara mandiri dan/atau berkelompok di sekolah/madrasah dikoordinasi, difasilitasi, dan disupervisi oleh kepala sekolah/madrasah. Pengembangan RPP dapat juga dilakukan oleh guru secara berkelompok antarsekolah atau antarwilayah dikoordinasi, difasilitasi, dan disupervisi oleh dinas pendidikan atau kantor kementerian agama setempat. 107

117 a. Kajian Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang Pembelajaran Pada Pendidikan Dasar dan Menengah 1) Prinsip-prinsip RPP yang harus diikuti pada saat penyusunan RPP adalah: a) Setiap RPP harus secara utuh memuat kompetensi dasar sikap spiritual (KD dari KI-1), sosial (KD dari KI-2), pengetahuan (KD dari KI-3), dan keterampilan (KD dari KI-4). b) Satu RPP dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. c) Memperhatikan perbedaan individu peserta didik RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik. d) Berpusat pada peserta didik Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar, menggunakan pendekatan saintifik meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar/mengasosiasi, dan mengomunikasikan. e) Berbasis konteks Proses pembelajaran yang menjadikan lingkungan sekitarnya sebagai sumber belajar. f) Berorientasi kekinian Pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan nilai-nilai kehidupan masa kini. g) Mengembangkan kemandirian belajar Pembelajaran yang memfasilitasi peserta didik untuk belajar secara mandiri. h) Memberikan umpan balik dan tindak lanjut pembelajaran RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi. 108

118 i) Memiliki keterkaitan dan keterpaduan antarkompetensi dan/atau antarmuatan RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara KI, KD, indikator pencapaian kompetensi, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya. j) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi. 2) Komponen dan Sistematika RPP Di dalam Permendikbud nomor 22 tahun 2016, komponen-komponen RPP secara operasional diwujudkan dalam bentuk format berikut ini: RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Sekolah: Mata pelajaran: Kelas/Semester: Alokasi Waktu: A. Kompetensi Inti (KI) [disajikan Deskripsi Rumusan KI-1 dan KI-2 seperti yang dinyatakan dalam silabus] KI3 : KI4 : B. Kompetensi Dasar Kompetensi Dasar KD pada KI 3 Indikator 109

119 KD pada KI4 C. Tujuan Pembelajaran D. Materi Pembelajaran [disajikan materi pokok saja, rincian materi setiap pertemuan dinyatakan dalam Lampiran] E. Kegiatan Pembelajaran 1. Pertemuan Pertama : (...JP) Indikator : [indikator yang dirujuk untuk pembelajaran pertemuan pertama] a. Kegiatan Pendahuluan b. Kegiatan Inti [disajikan garis besar alur berpikir pembelajaran secara lengkap, materi rinci pembelajaran dimuat pada Lampiran Materi Pembelajaran Pertemuan 1] c. Kegiatan Penutup 2. Pertemuan Kedua : (...JP) Indikator : [indikator yang dirujuk untuk pembelajaran pertemuan kedua] a. Kegiatan Pendahuluan b. Kegiatan Inti [disajikan garis besar alur berpikir pembelajaran secara lengkap, materi rinci pembelajaran dimuat pada Lampiran Materi Pembelajaran Pertemuan 2] c. Kegiatan Penutup 3. Pertemuan seterusnya. F. Teknik penilaian [disajikan nama Teknik Penilaian, instrumen lengkap Penilaian setiap pertemuan dimuat dalam Lampiran Instrumen Penilaian Pertemuan 1, 110

120 Lampiran Instrumen Penilaian Pertemuan 2, dan seterusnya tergantung pada banyak pertemuan] G. Media/alat, Bahan, dan Sumber Belajar 1. Media/Alat 2. Bahan 3. Sumber Belajar Lampiran-lampiran: 1. Materi Pembelajaran Pertemuan 1 2. Instrumen Penilaian Pertemuan 1 3. Materi Pembelajaran Pertemuan 2 4. Instrumen Penilaian Pertemuan 2 Dan seterusnya tergantung banyak pertemuan. 111

121 Contoh RPP Sejarah Indonesia RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Sekolah : SMAN 7 Padang Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia Kelas/Semester Materi pokok : : X/1 Kerajaan Sriwijaya Alokasi Waktu : 2x45 menit Tahun Pelajaran : 2016/2017 A. Kompetensi Inti KI-1 dan KI 2 Kompetensi Sikap Spiritual yaitu, Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.adapun rumusan Kompetensi Sikap Sosial yaitu, Menunjukkanperilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif,dan proaktif sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalampergaulan dunia. KI.3 Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. KI.4 Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan. B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi Kompetensi Dasar Pengembangan IPK sampai mencapai KD dengan menggunakan kko taxonomi Anderson No KD Pengetahuan IPK Pengetahuan Menganalisis kareteristik kehidupan masyarakat, 112

122 pemerintahan dan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia dan menunjukan contoh bukti-bukti yang masih berlaku pada kehidupan masyarakat Mengidentifikasi bukti-bukti peninggalan kerajaan Sriwijaya yang masih ada saat ini menjelaskan faktor yang mendorong perkembangan kerajaan Sriwijaya mengkaji karakteristik kehidupan masyarakat, pemerintahan kerajaan Sriwijaya mengkaji hasil-hasil kebudayaan kerajaan Sriwijaya menganalisis mengapa sekarang kita belum mampu mengulangi kejayaan di lautan pada abad ke-7 seperti kerajaan Sriwijaya Indikator Pencapaian Kompetensi No KD Keterampilan IPK Ketrampilan Mengolah informasi mengenai proses masuk dan berkembangnaya kerajaan Hindu Budha dengan menerapkan cara berfikir kronoogis, dan pengaruhnya pada kehidupan masyarakat masa kini serta mengemukakannya dalam bentuk tulisan Nilai Karakter: rasa ingin tahu, tanggung jawab mengaitkan satu data dengan data lainnya tentang kerajaan Sriwijaya membuat rangkuman dalam bentuk tulisan tentang nilainilai kerajaan Sriwijaya membuat rangkuman dalam bentuk tulisan tentang unsur budaya yang berkembang pada masa kerajaan Sriwijaya yang masih ada pada masa kini mempresentasikan rangkuman tentang nilai-nilai dan unsur budaya yang berkembang pada masa kerajaan kerajaan Sriwijaya pada masa kini secara acak 113

123 C. Tujuan Pembelajaran Melalui pembelajaran Inkuiri Value tentang perkembangan masyarakat pada masa kerajaan Sriwijaya maka siswa Menganalisis kareteristik kehidupan masyarakat, pemerintahan dan kebudayaan Sriwijaya di Indonesia dan menunjukan contoh bukti-bukti yang masih ada pada kehidupan masyarakat dan mengolah informasi mengenai proses masuk dan berkembangnaya kerajaan Sriwijaya dengan menerapkan cara berfikir kronoogis, dan pengaruhnya pada kehidupan masyarakat masa kini serta mengemukakannya dalam bentuk tulisan dengan mengembangkan rasa ingin tahu dan tanggung jawab serta memiliki sikap responsif (berpikir kritis) dan pro-aktif (kreatif), serta mampu berkomukasi dan bekerjasama dengan baik. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, berkomunikasi dan bekerjasama (4C) D. Materi Pembelajaran Kerajaan Sriwijaya bukti-bukti peninggalan kerajaan Sriwijaya yang masih ada saat ini faktor yang mendorong perkembangan kerajaan Sriwijaya contoh bukti-bukti yang masih ada pada kehidupan masyarakat karakteristik kehidupan masyarakat, pemerintahan kerajaan Sriwijaya hasil-hasil kebudayaan kerajaan Sriwijaya hubungan korban gempa di Mentawai dengan kondisi kelautan pada saat ini E. Pendekatan dan Model Pembelajaran 1. Pendekatan saintifik 2. model Pembelajaran Inquiri Value 3. metode Diskusi kelompok F. Media/alat dan bahan Media White Board Power point LCD Video kejayaan kerajaan Sriwijaya G. Sumber belajar Kemdikbud RI Buku Guru, Sejarah Indonesia Kelas X, Jakarta: Kemdikbud Kemdikbud RI Buku Siswa, Sejarah Indonesia Kelas X, Jakarta: Kemdikbud Posponegoro, Marwati Djoened (dkk) Sejarah Nasional Indonesia Jilid II, Jakarta : Balai Pustaka 114

124 H. Kegiatan Pembelajaran Kegiatan Sintak (langkahlangkah N o pembelaj aran) Pendahu luan Deskripsi kegiatan Dengan menjawab salam dan berdoa, memunculkan karakter religius Aloka siwa ktu 15 menit Dengan absensi memunculkan karakter rasa peduli 1. Siswa menjawab salam dari guru. 2. Salah seorang siswa memimpin Do a untuk menciptakan suasana relegius dalam belajar 3. Memperhatikan kehadiran Siswa dalam rangka membangun rasa peduli lingkungan antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa lainnya 4. Siswa melakukan yel-yel sejarah 5. tanya jawab tentang kerajaan Kalingga (kompetensi yang sudah dipelajari ) berkaitan dengan kerajaan Sriwijaya (kompetensi yang akan dipelajari dan dikembangkan) 6. siswa memperhatikan tayangan tujuan pembelajaran dan capaian kompetensi yang harus dicapai siswa 7. Menyampaikan topik dan kegiatan yang akan dilakukan. 8. Guru menyampaikan bentuk penilaian yang akan digunakan. 2 Kegiatan Inti Orientasi masalah Guru merumuskan masalah tentang kerajaan Sriwijaya, mengapa kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan maritime terbesar dia Asia Tenggara pada abad ke menit Peserta didik mengamati video tentang kejayaan kerajaan Sriwijaya Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, saat mengamati tayangan video tentang kejayaan kerajaan Sriwijaya (4C) 115

125 SRIWIJAYA.flv Berpikir kritis, kreatif, bekerjasama dan saling berkomunikasi dalam kelompok (4C) Peserta didik mengidentifikasi masalah yang ber kaitan dengan perkembangan kehi dupan masyarakat, pemerintahan dan budaya pada masa kerajaan kerajaan Sriwijaya serta menunjuk kan bukti-bukti yang masih ada pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini kolaborasi Merumus kan masalah Peserta didik bergabung dalam enam kelompok kreatif literasi Mengum pulkan informasi Peserta didik mengumpulkan informasi yang relevan untuk menjawab pertanyaan yang telah diidentifikasi secara kelompok melalui berbagai macam sumber yang terkait dengan tugas sebagai berikut : untuk kelompok 1,2 dan 3 membahas tentang : bukti-bukti peninggalan kerajaan Sriwijaya yang masih ada saat ini faktor yang mendorong perkembangan kerajaan Sriwijaya mengapa Kerajaan Sriwijaya disebut sebagai kerajaan Maritim. perkembangan politik dan pemerintahan kerajaan Sriwijaya 116

126 untuk kelompok 4, 5 dan 6 membahas tentang : perkembangan ekonomi dan social kerajaan Sriwijaya penyebab mundurnya kerajaan Sriwijaya pelajaran yang dapat diambil dari kehidupan kerajaan Sriwijaya mengapa sekarang kita belum mampu mengulangi kejayaan di lautan pada abad ke-7 seperti kerajaan Sriwijaya Berfikir kritis dan pemecahan masalah Verificati on (pembukt i an) Peserta didik menganalisis informasi dari bacaan berbagai buku sumber untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah ditugaskan Mendiskusikan hasil pengolahan data dan memverikasi hasil pengolahan dengan data-data pada sumber terkait materi yang disajikan Menguji hipotesis Komunikasi Peserta didik menyimpulkan hasil diskusi dan masing-masing kelompok mempresentasikan secara acak menarik kesimpul an) Bagi kelompok yang memberi tanggapan dan jawaban yang tepat akan diberikan point. Kelompok yang bisa mengumpulkan point terbanyak maka diberikan julukan excellent point terbanyak kedua diberikan julukan super team dan point terbanyak ketiga dengan julukan good team 3 penutup Berkomunikasi dan bekerjasama (4C) dalam merumuskan kesimpulan (Literasi), serta saling melengkapi (pro-aktif) untuk memperoleh konsep yang tepat (Karakter) 117

127 15 menit Guru bersama-sama dengan peserta didik membuat rangkuman pelajaran tentang materi yang telah dibahas Penguatan materi oleh guru Berkomunikasi, berpikir kritis dan kreatif (4C) dengan rasa pecaya diri (Karakter) dan berani mengemukakan pendapat (Literasi) Siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan baik tentang proses maupun hasil yang dicapai Menunjukkan sikap disiplin, jujur dan bertanggung jawab selama pelaksanaan penilaian (Karakter) Guru melakukan penilaian berkenaan dengan materi yang telah di bahas Guru menginformasikan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk tugas kelompok tentang Kerajaan Mataram Kuno Guru dan siswa menutup pelajaran dengan mengucapkan salam Sikap disiplin dan mengamalkan ajaran agama yang dibuat (Karakter) 118

128 I. Penilaian a. Penilaian Sikap 1. Aspek yang diamati : disiplin, jujur dan bertanggung jawab 2. Insrumen : observasi b. Penilaian pengetahuan 1. Aspek yang dinilai : (berdasarkan IPK pada KD 4) 2. Tehnik penilaian : tes tertulis 3. Instrumen : essay c. Penilaian Ketrampilan 1. Aspek yang dinilai : (berdasarkan IPK pada KD 4) 2. Tehnik penilaian : unjuk kerja Forto folio 3. Instrumen : lembar pengamatan Remedial a. Membuat rangkuman materi pada indikator yang belum tuntas b. Menjawab kembali soal-soal pada indicator yang belum tuntas Pengayaan Membahas soal-soal pendalaman yang berkaitan dengan materi yang telah dibahas Mengetahui, Kepala Sekolah Padang, Maret 2017 Guru mata Pelajaran Sejarah DRA. ENI SASMITA, M.Pd NIP EDRIHANIF, S.Pd Nip

129 LAMPIRAN-LAMPIRAN RPP 1. RINGKASAN MATERI KERAJAAN SRIWIJAYA Sriwijaya adalah nama kerajaan yang tentu sudah tidak asing bagi Anda, karena Sriwijaya adalah salah satu kerajaan maritim terbesar di Indonesia bahkan di Asia Tenggara pada waktu itu (abad 7-15 M). Bukti peninggalan kerajaan sriwijaya yang masih ada pada saat sekarang adalah : a. prasasti-prasasti b. Patung archa Budha c. Koin perunggu d. Stupa e. candi dst Instrumen Penilaian a. Penilaian Kompetensi Sikap 1) Sikap yang menjadi fokus penilaian adalah sikap jujur, disiplin, tanggungjawab, kerjasama, dan proaktif 2) Untuk sikap akan dilihat peserta didik yang memiliki sikap yang sangat positif terhadap kelima sikap di atas, dan hasilnya akan dicatat dalam jurnal sebagai berikut; HARI/TANGG AL NO Dst NAMA CATATAN PENTING SISWA (Bisa positif atau negatif) KET. 3) Hasil penilaian sikap dalam jurnal akan direkap dalam satu semester dan diserahkan ke wali kelas, untuk dipertimbangkan dalam penilaian sikap dalam rapor (menunjang penilaian sikap dari guru PAI dan guru PPKN). 3. Instrumen Penilaian pengetahuan Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan singkat dan tepat No Butir Instrumen skor Sebutkan bukti-bukti peninggalan kerajaan Sriwijaya yang masih ada saat ini Jelaskan faktor yang mendorong perkembangan kerajaan Sriwijaya

130 Mengapa Kerajaan Sriwijaya disebut sebagai kerajaan Maritim. Jelaskan perkembangan politik dan pemerintahan kerajaan Sriwijaya Jelaskan perkembangan ekonomi dan social kerajaan Sriwijaya Jelaskan penyebab mundurnya kerajaan Sriwijaya Banyaknya korban gempa di Mentawai tahun 2009 bukan disebabkan oleh bencana gempa itu sendiri, tapi banyaknya korban disebabkan oleh terlambatnya bantuan ke Mentawai Hots Analisislah keterkaitan bencana alam yang menelan banyak korban di Mentawai tahun 2009 dengan keunggulan peralatan kelautan kerajaan Sriwijaya Soal Hots Mata pencarian masyarakat kerajaan Sriwijaya pada umumnya perdagangan, mereka berdagang tidak hanya antar pulau di Nusantara tapi juga sampai keluar negri dengan menggunakan transportasi laut sehingga Kerajaan Sriwijaya memiliki armada laut yang tangguh dan kapal-kapal armada yang besar yang menjadikan kerajaan Sriwijaya sebagai kerajaan Maritim yang maju dan kuat, yang sampai saat sekarang Indonesia belum mampu mengulangi kejayaan Kerajaan Sriwijaya sebagai kerajaan Maritim terbesar di Asia Tenggara pada abad ke-7-15 Pertanyaannya! 1. Mengapa sekarang kita belum mampu mengulangi kejayaan di lautan seperti kerajaan Sriwijaya! 2. Apakah ada hubungan antara mata pencarian dan perkembangan alat transportsi pada masa sekarang terhadap kondisi kelautan kita saat ini! Hots 10 Soal Hots 10 Total 65 NILAI : Skor Perolehan X 100 Skor Maksimal 121

131 Instrumen Penilaian Keterampilan Tes Praktik (unjuk kerja) No Nama Peserta Didik Kriteria Penilaian Jumlah Skor 1 Andi 2 Ririn Dst Keterangan : Skor : 1. Kemampuan Menjawab 0-20 : sangat kurang baik 2. Kemampuan Bertanya21-40 : kurang baik 3. Ketertiban : cukup 4. Keberanian tampil ke depan kelas : baik 5. Menghargai pendapat orang lain : sangat baik a. Portofolio No. Nama Siswa Aspek yang dinilai Ketetapan waktu 1-4 kebersihan 1-4 Kerapian 1-4 Kesesuaian isi 1-4 Kriteria Penilaian Rentang nilai skala = kurang ( ) 2 = cukup (60-70) 3 = baik (71-80) 4 = sangat baik (81-100) 122

132 4. Analisis RPP Telaah rencana pelaksanaan pembelajaran ini bertujuan agar peserta diklat mampu menyusun, menelaah kemudian menganalisis RPP yang menerapkan pendekatan saintifik sesuai model belajar yang relevan dan mampu untuk melakukan perbaikan. Langkah Kegiatan: 1. Pelajari prinsip-prinsip penyusunan RPP! 2. Siapkan dokumen kurikulum Permendikbud nomor 22 dan nomor 23 tahun 2016, hasil kegiatan Penjabaran KD kedalam Indikator Pencapaian Kompetensi dan Materi Pembelajaran 3. Susunlah RPP sesuai dengan prinsip-prinsip pengembangannya, komponen-sistematika RPP*) dan format RPP**) yang tersedia! 4. Setelah selesai, telaah kembali RPP yang disusun menggunakan format telaah RPP untuk kesempurnaan RPP yang kelompok Anda susun! 5. Presentasikan hasil kerja kelompok Anda! 6. Perbaiki hasil kerja kelompok Anda jika ada masukkan dari kelompok lain! Catatan: *) Komponen-sistematika RPP yang ada di dalam modul sesuai dengan Permedikbud nomor 22 tahun **) Format RPP dikembangkan sesuai sistematika RPP pada Permendikbud, lay out tidak harus sama tetapi diharapkan disusun dengan rapih, sistematis dengan kalimat yang singkat, jelas dan mudah dipahami. 123

133 Format RPP RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Sekolah: Mata pelajaran: Kelas/Semester: Alokasi Waktu: A. Kompetensi Inti (KI) [disajikan Deskripsi Rumusan KI-1 dan KI-2 seperti yang dinyatakan dalam silabus] KI3 : KI4 : B. Kompetensi Dasar Kompetensi Dasar KD pada KI 3 KD pada KI4 Indikator C. Materi Pembelajaran [disajikan materi pokok saja, rincian materi setiap pertemuan dinyatakan dalam Lampiran] D. Kegiatan Pembelajaran 1. Pertemuan Pertama : (...JP) Indikator : [indikator yang dirujuk untuk pembelajaran pertemuan pertama] a. Kegiatan Pendahuluan b. Kegiatan Inti [disajikan garis besar alur berpikir pembelajaran secara lengkap, materi rinci pembelajaran dimuat pada Lampiran Materi Pembelajaran Pertemuan 1] c. Kegiatan Penutup 2. Pertemuan Kedua : (...JP) 124

134 Indikator : [indikator yang dirujuk untuk pembelajaran pertemuan kedua] a. Kegiatan Pendahuluan b. Kegiatan Inti [disajikan garis besar alur berpikir pembelajaran secara lengkap, materi rinci pembelajaran dimuat pada Lampiran Materi Pembelajaran Pertemuan 2] c. Kegiatan Penutup 3. Pertemuan seterusnya. E. Teknik penilaian [disajikan nama Teknik Penilaian, instrumen lengkap Penilaian setiap pertemuan dimuat dalam Lampiran Instrumen Penilaian Pertemuan 1, Lampiran Instrumen Penilaian Pertemuan 2, dan seterusnya tergantung pada banyak pertemuan] F. Media/alat, Bahan, dan Sumber Belajar 1. Media/Alat 2. Bahan 3. Sumber Belajar Lampiran-lampiran: 1. Materi Pembelajaran Pertemuan 1 2. Instrumen Penilaian Pertemuan 1 3. Materi Pembelajaran Pertemuan 2 4. Instrumen Penilaian Pertemuan 2 Dan seterusnya tergantung banyak pertemuan. 125

135 D. AKTIVITAS PEMBELAJARAN Materi ini berisi tentang pembelajaran sistimatika RPP, rambu rambu penyusunan RPP, analisis RPP, laporan hasil analisis RPP, dan perbaikan RPP. Untuk memahami materi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran, anda perlu membaca secara cermat modul ini, gunakan referensi lain sebagai materi pelengkap untuk menambah pengetahuan anda. Dengarkan dengan cermat apa yang disampaikan oleh pemateri, dan tulis apa yang dirasa penting. Saudara diharapkan mengedepankan nilai karakter gotong royong dengan mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan atau pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan. Dengan demikian akan terwujud kerjasama yang baik dan dapat menghasilkan tugas yang baik. Interaksi yang dibangun selama menyelesaikan tugas-tugas berikut akan berjalan dengan baik ketika dilandasi juga dengan karakter integritas yang tinggi. Saudara akan berupaya menjadikan diri sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral (integritas moral) dan menghargai martabat individu (terutama penyandang disabilitas). Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mempelajari materi ini mencakup : 1. Aktivitas individu, meliputi : a. Memahami dan mencermati materi diklat secara mandiri. b. Mengerjakan latihan/lembar kerja/tugas secara mandiri, menyelesaikan masalah/kasus pada setiap kegiatan belajar dengan tidak bergantung pada orang lain dilandasi etos kerja yang tinggi; dan menyimpulkannya secara profesional dan kreatif untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat. c. Melakukan refleksi untuk merealisasikan harapan yang dicapai setelah melakukan pembelajaran dalam materi ini. 2. Aktivitas kelompok, meliputi : a. Mendiskusikan materi pelatihan dengan semangat kerjasama dan bahu membahu menyelesaikan tugas yang diberikan. 126

136 b. Bertukar pengalaman dalam melakukan pelatihan dengan menghargai pendapat teman dilandasi sikap tolong menolong, solidaritas, empati, anti diskriminasi, anti kekerasan dan sikap kerelawanan. c. Penyelesaian masalah /kasus dilandasi komitmen atas keputusan bersama dan musyawarah untuk mencapi kata mufakat. E. LATIHAN/KASUS/TUGAS LK 4.1 Tugas Individu 1. Baca secara cermat modul ini sebelum anda mengerjakan tugas 2. Kerjakan sesuai dengan langkah-langkah yang ditentukan dalam modul ini 3. Konsultasikan dengan Narasumber bila mengalami kesulitan mengerjakan tugas 4. Berdasarkan sistematika dan prinsip penyusunan RPP yang sesuai dengan Permendikbud No. 22 tahun 2016 tentang Pembelajaran Pada Pendidikan Dasar Dan Menengah, Periksalah RPP Bapak/Ibu dengan seksama, revisilah terlebih dahulu sebelum di telaah oleh peserta yang lain. 5. Buatlah penilaian terhadap RPP peserta lain dengan menggunakan rubrik telaah RPP yang sudah ada. 6. Rubrik Penilaian RPP ini digunakan peserta pada saat menelaah RPP peserta lain dan digunakan fasilitator untuk menilai RPP yang disusun oleh masingmasing peserta. Selanjutnya nilai RPP dimasukan ke dalam nilai portofolio peserta. Langkah-langkah penilaian RPP sebagai berikut: 1. Cermati format RPP dan telaah RPP yang akan dinilai! 2. Periksalah RPP dengan seksama 3. Berikan nilai setiap komponen RPP dengan cara membubuhkan tanda cek ( ) pada kolom pilihan skor (1 ), (2) dan (3) sesuai dengan penilaian Anda terhadap RPP tersebut! 4. Berikan catatan khusus atau saran perbaikan setiap komponen RPP jika diperlukan! 5. Setelah selesai penilaian, jumlahkan skor seluruh komponen! 127

137 6. Tentukan nilai RPP menggunakan rumus sebagai berikut : Nilai = Skor yang diperoleh 90 x 100% PERINGKAT NILAI Amat Baik ( A) 90 A 100 Baik (B) 75 B < 90 Cukup (C) 60 C <74 Kurang (K) <60 FORMAT PENELAAHAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Materi Pelajaran: Topik/Tema: Berilah tanda cek ( V) pada kolom skor (1, 2, 3 ) sesuai dengan kriteria yang tertera pada kolom tersebut! Berikan catatan atau saran untuk perbaikan RPP sesuai penilaian Anda! No Komponen Hasil Penelaahan dan Skor Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Catatan A. Identitas Mata Pelajaran Tidak Kurang Sudah Ada Lengkap Lengkap 1. Satuan pendidikan,mata pelajaran/tema,kelas/ semester dan Alokasi waktu. B. Pemilihan Kompetensi Tidak Ada Kurang Lengkap Sudah Lengkap 1. Kompetensi Inti 2. Kompetensi Dasar C. Perumusan Indikator Sesuai Tidak Sesuai Sebagia Sesuai Seluruhnya n 1. Kesesuaian dengan KD. 2. Kesesuaian penggunaan kata kerja operasional dengan kompetensi yang diukur. 3. Kesesuaian dengan aspek sikap, 128

138 No Komponen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran pengetahuan, dan keterampilan. D. Perumusan Tujuan 1. Kesesuaian dengan Indikator 2. Kesesuai dengan aspek A, B, C, D (Audience, Behaviour, Condition, dan Degree) E. Pemilihan Materi Pembelajaran 1. Kesesuaian dengan KD 2. Kesesuaian dengan karakteristik peserta didik. 3. Kesesuaian dengan alokasi waktu. F. Pemilihan Sumber Belajar 1. Kesesuaian dengan KI dan KD. 2. Kesesuaian dengan materi pembelajaran dan pendekatansaintifik. 3. Kesesuaian dengan karakteristik peserta didik. G. Kegiatan Pembelajaran 1. Menampilkan kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup dengan jelas. 2. Kesesuaian kegiatan dengan pendekatan saintifik. 3. Kesesuaian dengan sintak model pembelajaran yang dipilih 4. Kesesuaian penyajian dengan sistematika materi. 5. Kesesuaian alokasi waktu dengan cakupan materi. Hasil Penelaahan dan Skor Sesuai Tidak Sesuai Sebagia Sesuai Seluruhnya n Sesuai Tidak Sesuai Sebagia Sesuai Seluruhnya n Sesuai Tidak Sesuai Sebagia Sesuai Seluruhnya n Sesuai Tidak Sesuai Sebagia Sesuai Seluruhnya n Catatan 129

139 No Komponen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran H. Penilaian 1. Kesesuaian dengan teknik penilaian autentik. 2. Kesesuaian dengan instrumen penilaian autentik 3. Kesesuaian soal dengan dengan indikator pencapaian kompetensi. 4. Kesesuaian kunci jawaban dengan soal. 5. Kesesuaian pedoman penskoran dengan soal. I. Pemilihan Media Belajar 1. Kesesuaian dengan materi pembelajaran 2. Kesesuaian dengan kegiatan pada pendekatansaintifik. 3. Kesesuaian dengan karakteristik peserta didik. J. Pemilihan Bahan Pembelajaran 1. Kesesuaian dengan materi pembelajaran 2. Kesesuaian dengan kegiatan pada pendekatansaintifik. K. Pemilihan Sumber Pembelajaran 1. Kesesuaian dengan materi pembelajaran 2. Kesesuaian dengan kegiatan pada pendekatansaintifik. 3. Kesesuaian dengan karakteristik peserta didik. Jumlah Hasil Penelaahan dan Skor Sesuai Tidak Sesuai Sebagia Sesuai Seluruhnya n Sesuai Tidak Sesuai Sebagia Sesuai Seluruhnya n Sesuai Tidak Sesuai Sebagia Sesuai Seluruhnya n Sesuai Tidak Sesuai Sebagia Sesuai Seluruhnya n Catatan Komentar/Rekomendasi terhadap RPP secara umum

140 Rubrik Penilaian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Nama Penelaah : Yang ditelaah : LK 4.2 Peer Teaching 1. Peserta pelatihan dibagi menjadi kelompok yang terdiri dari 4 orang 2. Masing-masing kelompok mendiskusikan satu RPP yang sudah divalidasi pada Lembar Kerja I untuk dipraktikkan dan disesuaikan dengan waktu penyajian 3. Menunjuk satu anggota kelompok untuk melaksanakan praktik pembelajaran sedangkan anggota kelompok yang lain mengamati jalannya peer teaching dengan menggunakan instrumen pengamatan proses (Lampiran...) 4. Menyiapkan semua perangkat pembelajaran yang diperlukan untuk Peer Teaching 5. Mengkondisikan peserta pelatihan yang bukan anggota kelompok penyaji sebagai peserta didik 6. Melaksanakan Peer Teaching dengan durasi waktu maksimal 20 menit LK 4.3 Aktivitas: Mengembangkan kisi-kisi dan soal Langkah-langkah Penyelesaian: 1. Bacalah dengan teliti bahan bacaan tentang Pengembangan Penilaian pada Kegiatan Pembelajaran 5. teknik penyusunan soal dan analisis butir soal menggunakan program berbantuan komputer 2. Pelajari ruang lingkup kompetensi yang akan diujikan mengacu Permendikbud No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Guru pada bagian kompetensi Pedagogik seperti yang ditunjukkan pada table berikut. 131

141 No. KOMPETENSI Kompetensi INTI Pedagodik GURU 3. Mengembang kan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu. Tabel 1.6. Standar Kompetensi Guru KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN 3.1 Memahami prinsipprinsip 3.2 pengembangan kurikulum. 3.3 Menentukan tujuan pengalaman pembelajaran yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diampu. 4. Menyelenggar akan pembelajaran yang mendidik. 4.1 Memahami prinsip-prinsip perancangan pembelajaran yang mendidik. 4.2 Mengembangkan komponenkomponen rancangan pembelajaran. 3. Buat kisi-kisi soal uji kompetensi pedagogik guru pada lingkup materi yang telah dipelajari sesuai format berikut. KISI-KISI PENULISAN SOAL KOMPETENSI PEDAGOGIK Jenjang Sekolah : SMA/MA Mata Pelajaran : Sejarah No. Kompetensi Inti Guru Kompetensi Mata Pelajaran Materi Indikator Bentuk Soal 1 PG Level Pengetahuan dan Pemahaman 2 PG Level Aplikasi 3 PG Level Penalaran 4. Berdasarkan kisi-kisi di atas, buatlah soal uji kompetensi guru pada lingkup materi yang dipelajari pada modul ini. 5. Kembangkan soal-soal yang sesuai dengan konsep (High Order Thinkings/HOTs). 6. Kembangkan soal Pilhan Ganda (PG) sebanyak 3 Soal 132

142 7. Kembangkan soal uraian (Essay) sebanyak 3 Soal. 8. Gunakan Kartu Soal berikut untuk menyusun butir soal. Jenjang: Mata Pelajaran: Kelas: Kompetensi: Level: Materi: Bentuk Soal: KARTU SOAL Kunci Jawaban: BAGIAN SOAL DISINI F. RANGKUMAN RPP merupakan rencana pembelajaran yang dikembangkan secara rinci mengacu pada silabus, buku teks pelajaran, dan buku panduan guru. RPP mencakup: (1) identitas sekolah/madrasah, mata pelajaran, dan kelas/semester; (2) alokasi waktu; (3) KI, KD, indikator pencapaian kompetensi; (4) materi pembelajaran; (5) kegiatan pembelajaran; (6) penilaian; dan (7) media/alat, bahan, dan sumber belajar. Pengembangan RPP dilakukan sebelum awal semester atau awal tahun pelajaran dimulai, namun perlu diperbaharui sebelum pembelajaran dilaksanakan. Pengembangan RPP dapat dilakukan oleh guru secara mandiri dan/atau berkelompok di sekolah/madrasah dikoordinasi, difasilitasi, dan disupervisi oleh kepala sekolah/madrasah. Pengembangan RPP dapat juga dilakukan oleh guru secara berkelompok antarsekolah atau antarwilayah dikoordinasi, difasilitasi, dan disupervisi oleh dinas pendidikan atau kantor kementerian agama setempat. Analisis RPP ini bertujuan agar peserta diklat mampu menyusun, menelaah kemudian menganalisis RPP dengan menerapkan pendekatan saintifik sesuai model belajar yang relevan dan mampu untuk melakukan perbaikan. Mampu menyusun, melaporkan, dan menganalisis RPP dengan baik adalah salah satu komponen keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian pembelajaran yang Saudara lakukan mengarah kepada profesionalisme 133

143 guru yang mempergunakan segenap tenaga dan pikiran, serta waktu untuk peningkatan hasil belajar peserta didik yang bersifat mendidik. G. UMPAN BALIK Setelah kegiatan pembelajaran,bapak/ Ibu dapat melakukan umpan balik dengan menjawab pertanyaan berikut ini: 1. Apa yang Saudara pahami setelah mempelajari materi analisis rencana pelaksanaan pembelajaran? 2. Pengalaman penting apa yang Saudara peroleh setelah mempelajari materi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran? 3. Apa manfaat materi analisis rencana pelaksanaan pembelajaran terhadap tugas Saudara disekolah? 4. Setelah Saudara mempelajari modul diatas, apakah yang akan saudara lakukan terhadap dokumen perencanaan pelaksanaan pembelajaran di sekolah/madrasah ditempat Bapak/Ibu bertugas? 5. Nilai-nilai utama pendidikan karakter apa yang Saudara telah pelajari dari materi analisis rencana pelaksanaan pembelajaran? 6. Apakah Saudara bersedia menjadi tutor bagi teman sejawat untuk menelaah dan memperbaiki RPP? 134

144 KEGIATAN PEMBELAJARAN 5 TEKNIK PENYUSUNAN SOAL DAN ANALISIS BUTIR SOAL MENGGUNAKAN PROGRAM BERBANTUAN KOMPUTER A. TUJUAN PEMBELAJARAN Peserta diklat mampu mengkaji dan menelaah setiap butir soal agar diperoleh soal yang bermutu sehingga diketahui informasi diagnostik pada peserta didik terkait dengan pemahaman materi yang telah diajarkan dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama pendidikan karakter. B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI 1. Menjelaskan teknik penyusunan soal. 2. Menyusun kisi-kisi soal HOTS. 3. Menjelaskan pengertian analisis butir soal. 4. Menjelaskan pentingnya analisis butir soal. 5. Mengenal berbagai macam program berbantuan komputer untuk analisis butir soal. 6. Menyusun analisis soal ujian dengan menggunakan program berbantuan komputer iteman. C. URAIAN MATERI Pengantar Guru merupakan aktor utama pembelajaran. Karena itu, guru menjadi faktor penentu berhasil atau tidaknya proses pembelajaran. Peran guru dalam keberhasilan internalisasi pendidikan karakter kepada anak didik adalah kunci utama. Seorang guru disamping harus memiliki pemahaman, ketrampilan dan kompetensi mengenai karakter, guru juga dituntut memiliki karakter-karakter mulia dalam dirinya, mempraktikkan dalam keseharian baik di sekolah maupun di masyarakat, dan menjadikannya sebagai bagian dari hidup. Dengan kata lain sebelum mengajarkan atau menginternalisasikan karakter kepada anak didiknya, guru harus terlebih dahulu memancarkan karakter-karakter mulia dari dalam 135

145 dirinya Jiwa kreatif dan profesional dalam memanfaatkan teknologi akan sangat mendukung ketercapaian tujuan pembelajaran yang diharapkan. Guru senantiasa mempergunakan segala tenaga, pikiran, dan waktu untuk merealisasikan tujuan dengan memanfaatkan pesatnya teknologi pembelajaran. Materi berikut adalah teknik penyusunan soal dan penggunaan teknologi pembelajaran sejarah dengan berbantuan komputer yang terlebih dahulu harus Saudara baca dan cermati. Catat hal-hal yang merupakan materi pokok atau penting sehingga mudah untuk memahami materi berikut. 1. Teknik Penyusunan Kisi-Kisi Penilaian merupakan komponen penting dalam sistem pendidikan untuk mengetahui perkembangan dan tingkat pencapaian hasil pembelajaran. Penilaian memerlukan data yang baik. Salah satu sumber data itu adalah hasil pengukuran. Pengukuran merupakan suatu proses pemberian angka terhadap hasil kegiatan pembelajaran. Kegiatan pengukuran proses dan hasil pembelajaran pada satuan pendidikan biasanya dilakukan melalui tes prestasi akademik. Tes sebagai alat ukur perlu dirancang secara khusus sesuai dengan tujuannya dan perlu dipersiapkan sebaik-baiknya sesuai dengan kaidah-kaidah penyusunannya. Dalam suatu proses pengukuran sangat diperlukan tes yang bermutu baik karena baik buruknya mutu tes akan menentukan mutu data yang dihasilkan. Mutu data ini akan berpengaruh pada mutu rumusan hasil penilaian dan selanjutnya akan berpengaruh pada berbagai keputusan dan kebijakan kependidikan yang ditetapkan berdasarkan hasil penilaian tersebut. Pengertian kisi-kisi Kisi-kisi adalah suatu format atau matriks yang memuat informasi yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk menulis soal atau merakit soal menjadi tes. Kisi-kisi disusun berdasarkan tujuan penggunaan tes. Penyusunan kisi-kisi merupakan langkah penting yang harus dilakukan sebelum penulisan soal. Dengan adanya kisi-kisi, penulis soal akan menghasilkan soal-soal yang sesuai dengan tujuan dan perakit soal akan 136

146 lebih terarah dalam merakit tes. Bila beberapa penulis soal menggunakan satu kisi-kisi, akan dihasilkan soal-soal yang relatif sama (paralel) dari tingkat kedalaman dan cakupan materi yang ditanyakan. 2. Syarat kisi-kisi Kisi-kisi tes prestasi akademik harus memenuhi persyaratan berikut. a. Mewakili isi kurikulum yang akan diujikan. b. Komponen-komponennya rinci, jelas, dan mudah dipahami. c. Indikator soal harus jelas dan dapat dibuat soalnya sesuai dengan bentuk soal yang telah ditetapkan. d. Komponen kisi-kisi Komponen-komponen yang diperlukan dalam sebuah kisi-kisi disesuaikan dengan tujuan tes. Komponen kisi-kisi terdiri atas komponen identitas dan komponen matriks. Komponen identitas diletakkan di atas komponen matriks. Contoh komponen identitas yang dimasukkan adalah jenis/jenjang sekolah, program studi/jurusan, mata pelajaran, tahun ajaran, kurikulum yang diacu, alokasi waktu, jumlah soal, dan bentuk soal. Komponen-komponen matriks berisi kompetensi dasar yang diambil dari kurikulum, kelas dan semester, materi, indikator, dan nomor soal. Berikut ini adalah diagram yang menggambarkan proses penjabaran kompetensi dasar (KD) menjadi indikator. Keterangan diagram II: Kompetensi dasar : Kemampuan minimal yang harus dikuasai peserta didik setelah mempelajari materi pelajaran tertentu. KD ini diambil dari kurikulum. Materi : Materi/konsep yang harus dikuasai peserta didik 137

147 berdasarkan KD yang akan diukur. Penentuan materi disesuaikan dengan indikator yang akan disusun. Indikator : Berisi ciri-ciri perilaku yang dapat diukur sebagai petunjuk ketercapaian KD. Indikator ini yang akan dijadikan acuan dalam membuat soal. Indikator dirumuskan sesuai dengan tingkat kompetensi yang akan dicapai dalam KD. Diagram di atas menunjukkan bahwa seorang penyusunkisi-kisi dalam menjabarkan KD menjadi indikator perlu melalui langkah-langkah berikut: 1. Memilih KD yang akan diukur; 2. Menentukan materi; 3. Membuat indikator yang mengacu pada KD dengan memperhatikan materi/konsep yang dipilih. Karena keterbatasan jumlah soal, kadangkadang perlu memilih KD yang esensial. Adapun kriteria pemilihan KD yang esensial adalah: a. Merupakan KD lanjutan/pendalaman dari satu KD yang sudah dipelajari sebelumnya. b. Merupakan KD penting yang harus dikuasai peserta didik. c. Merupakan KD yang sering diperlukan untuk mempelajari mata pelajaran lain. d. Merupakan KD yang berkesinambungan yang terdapat pada semua jenjang kelas. e. Merupakan KD yang memiliki nilai terapan tinggi dalam kehidupan sehari hari. 4. Kriteria indikator a. Memuat ciri-ciri KD yang akan diukur. b. Memuat kata kerja operasional yang dapat diukur (satu kata kerja operasional untuk soal pilihan ganda, satu atau lebih dari satu kata kerja operasional untuk soal uraian). c. Berkaitan dengan materi/konsep yang dipilih. d. Dapat dibuat soalnya sesuai dengan bentuk soal yang telah ditetapkan. Komponen-komponen indikator soal yang perlu diperhatikan adalah subjek, perilaku yang akan diukur, dan kondisi/konteksnya. 138

148 TEKNIK PENULISAN SOAL 1. Pengertian tes tertulis Tes tertulis merupakan kumpulan soal-soal yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal, peserta didi ktidak selalu harus merespon dalam bentuk tulisan, tetapi juga dapat dilakukan dalam bentuk lain, seperti memberi tanda, mewarnai, menggambar. Soal-soal pada tes tertulis dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu soal dengan memilih jawaban yang sudah disediakan (bentuk soal pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan) dan soal dengan memberikan jawaban secara tertulis (bentuk soal isian, jawaban singkat, dan uraian). Dalam penyusunan soal tes tertulis, penulis soal harus memperhatikan kaidah-kaidah penulisan soal dari segi materi, konstruksi, dan bahasa.selain itu, soal yang ditulis harus bebas dari unsur kekerasan, pornografi, politis, SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), atau hal-hal lain yang dapat menguntungkan atau merugikan kelompok tertentu atau menimbulkan efek negatif. 2. Teknik Penulisan Soal Bentuk Pilihan Ganda (PG) Soal PG merupakan bentuk soal yang jawabannya dapat dipilih dari beberapa kemungkinan jawaban (option) yang telah disediakan.setiap soal PG terdiri atas pokok soal (stem) dan pilihan jawaban (option). Pilihan jawaban terdiri atas kunci jawaban dan pengecoh (distractor).kunci jawaban merupakan jawaban benar atau paling benar, sedangkan pengecoh merupakan jawaban tidak benar, tetapi peserta didik yang tidak menguasai materi mungkin akan memilih pengecoh tersebut. a. Keunggulan dan keterbatasan Beberapa keunggulan dari bentuk soal PG adalah: f. dapat diskor dengan mudah, cepat, dan memiliki objektivitas yang tinggi; g. dapat mengukur berbagai tingkatan kognitif; h. mencakup ruang lingkup materi yang luas; 139

149 i. tepat digunakan untuk ujian berskala besar yang hasilnya harus segera diumumkan, seperti ujian nasional, ujian akhir sekolah, dan ujian seleksi pegawai negeri. Beberapa keterbatasan dari bentuk soal PG adalah: j. perlu waktu lama untuk menyusun soalnya; k. sulit membuat pengecoh yang homogen dan berfungsi; l. terdapat peluang untuk menebak kunci jawaban. b. Kaidah Penulisan Soal Bentuk PG Dalam menulis soal bentuk PG, penulis soal harus memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut: Materi Soal harus sesuai dengan indikator. Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi. Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau yang paling benar. Konstruksi Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas. Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja. Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban benar. Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda. Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama. Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan, Semua pilihan jawaban di atas salah atau Semua pilihan jawaban di atas benar. Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka tersebut atau kronologisnya. 140

150 Gambar, grafik, tabel, diagram, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi. Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya. Bahasa Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat jika soal akan digunakan untuk daerah lain atau nasional. Setiap soal harus menggunakan bahasa yang komunikatif. 4. Setiap pilihan jawaban jangan mengulang kata atau frase yang bukan merupakan satu kesatuan pengertian. 3. Teknik Penulisan Soal Uraian Soal bentuk uraian adalah suatu soal yang menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan gagasan-gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya. Jawabannya dikemukakan dalam bentuk uraian tertulis. a. Keunggulan dan keterbatasan soal bentuk uraian Keunggulan Dapat mengukur kemampuan peserta didik dalam hal menyajikan jawaban terurai secara bebas, mengorganisasikan pikirannya, mengemukakan pendapatnya, dan mengekspresikan gagasangagasan dengan menggunakan kata-kata atau kalimat peserta didik sendiri. Keterbatasan Jumlah materi atau pokok bahasan yang dapat ditanyakan relatif terbatas, waktu untuk memeriksa jawaban cukup lama, penskorannya relative subjektif, dan tingkat reliabilitasnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan soal bentuk pilihan ganda karena reliabilitas skor pada soal bentuk uraian sangat tergantung pada penskor tes. Berdasarkan penskorannya soal bentuk uraian diklasifikasikan menjadi uraian objektif dan uraian non objektif. 141

151 Soal bentuk uraian objektif adalah rumusan soal atau pertanyaan yang menuntut sehimpunan jawaban dengan pengertian/konsep tertentu sehingga penskorannya dapat dilakukan secara objektif. Soal bentuk uraian nonobjektif adalah rumusan soal yang menuntut sehimpunan jawaban berupa pengertian/konsep menurut pendapat masingmasing peserta didik sehingga penskorannya sukar dilakukan secara objektif (penskorannya dapat mengandung unsur subjektivitas). Pada prinsipnya, perbedaan antara soal bentuk uraian objektif dan nonobjektif terletak pada kepastian penskorannya.pada soal uraian bentuk objektif, pedoman penskorannya berisi kunci jawaban yang lebih pasti. Setiap kata kunci diuraikan secara jelas dan diberi skor 1. Pada soal uraian bentuk nonobjektif, pedoman penskorannya berisi kriteria-kriteria dan setiap kriteria diskordalam bentuk rentang skor. b. Kaidah penulisan soal uraian Beberapa kaidah yang perlu diperhatikan dalam penulisan soal bentuk uraian adalah sebagai berikut: Materi Soal harus sesuai dengan indikator. Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan (ruang lingkup) harus jelas. Isi materi sesuai dengan tujuan pengukuran, misalnya soal Matematika harus menanyakan kompetensi Matematika, bukan kompetensi berbahasa atau yang lainnya. Isi materi yang ditanyakan sudah sesuai dengan jenjang, jenis sekolah, atau tingkat kelas. Tingkat kompetensi yang diukur harus disesuaikan dengan tingkatan peserta didik, misalnya kompetensi pada jenjang SMP tidak boleh ditanyakan pada jenjang SD, walaupun materinya sama, atau sebaliknya soal untuk tingkat SD tidak boleh ditanyakan pada jenjang SMP. Konstruksi Rumusan kalimat soal atau pertanyaan harus menggunakan kata-kata Tanya atau perintah yang menuntut jawaban terurai, 142

152 seperti: mengapa, uraikan, jelaskan, bandingkan, hubungkan, tafsirkan, buktikan, hitunglah. Jangan menggunakan kata tanya yang tidak menuntut jawaban uraian, misalnya: siapa, di mana, kapan. Demikian juga kata-kata tanya yang hanya menuntut jawaban ya atau tidak. Buatlah petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal. Buatlah pedoman penskoran segera setelah soalnya ditulis dengan cara menguraikan komponen yang akan dinilai atau kriteria penskorannya, besar skor bagi setiap komponen, atau rentang skor yang dapat diperoleh untuk setiap kriteria dalam soal yang bersangkutan. Hal-hal lain yang menyertai soal seperti tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya harus disajikan dengan jelas, berfungsi, dan terbaca, sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda dan juga harus bermakna. Bahasa Rumusan butir soal menggunakan bahasa (kalimat dan katakata) yang sederhana dan komunikatif sehingga mudah dipahami oleh peserta didik. Rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang dapat menyinggung perasaan peserta didik atau kelompok tertentu. Rumusan soal tidak menggunakan kata-kata/kalimat yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian. Butir soal menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Rumusan soal sudah mempertimbangkan segi bahasa dan budaya. Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat. c. Penyusunan Pedoman Penskoran Pedoman penskoran merupakan panduan atau petunjuk yang menjelaskan tentang batasan atau kata-kata kunci atau konsep untuk melakukan penskoran terhadap soal-soal bentuk uraian objektif dan 143

153 kemungkinankemungkinan jawaban yang diharapkan atau kriteriakriteria jawaban yang digunakan untuk melakukan penskoran terhadap soal-soal uraian non objektif. Pedoman penskoran untuk setiap butir soal uraian harus disusun segera setelah penulisan soal. Kaidah Penulisan Pedoman Penskoran a. Uraian Objektif Tuliskan semua kemungkinan jawaban benar atau kata kunci jawaban dengan jelas untuk setiap nomor soal. Setiap kata kunci diberi skor 1 (satu). Apabila suatu pertanyaan mempunyai beberapa subpertanyaan, rincilah kata kunci dari jawaban soal tersebut menjadi beberapa kata kunci subjawaban. Katakata kunci ini dibuatkan skornya (masing-masing 1). Jumlahkan skor dari semua kata kunci yang telah ditetapkan pada soal. Jumlah skor ini disebut skor maksimum dari satu soal. b. Uraian Nonobjektif Tuliskan garis-garis besar jawaban sebagai kriteria jawaban untuk dijadikan pedoman atau dasar dalam memberi skor. Kriteria jawaban disusun sedemikian rupa sehingga pendapat/pandangan pribadi peserta didik yang berbeda dapat diskor menurut mutu uraian jawabannya. Tetapkan rentang skor untuk tiap garis besar jawaban. Besarnya rentang skor terendah 0 (nol), sedangkan rentang skor tertinggi ditentukan berdasarkan keadaan jawaban yang dituntut oleh soal itu sendiri. Semakin kompleks jawaban, rentang skor semakin besar. Untuk memudahkan penskoran, setiap rentang skor diberi rincian berdasarkan kualitas jawaban, misalnya untuk rentang skor 0-3: jawaban tidak baik 0, agak baik 1, baik 2, sangat baik 3. Kriteria 144

154 kualitas jawaban (baik tidaknya jawaban) ditetapkan oleh penulis soal. Jumlahkan skor tertinggi dari tiap-tiap rentang skor yang telah ditetapkan. Jumlah skor dari beberapa kriteria ini disebut skor maksimum dari satu soal. Prosedur penskoran Pemberian skor pada jawaban uraian sebaiknya dilakukan per nomor soal yang sama untuk semua jawaban peserta didik agar konsistensi penskor terjaga dan skor yang dihasilkan adil untuk semua peserta didik. Untuk uraian objektif: periksalah jawaban peserta didik dengan mencocokkan jawaban dengan pedoman penskoran. Setiap jawaban peserta didik yang sesuai dengan kunci dinyatakan Benar dan diberi skor 1, sedangkan jawaban peserta didik yang tidak sesuai dengan kunci dianggap Salah dan diberi skor 0. Tidak dibenarkan memberi skor selain 0 dan 1. Apabila ada jawaban peserta didik yang kurangsempurna, kurang memuaskan, atau kurang lengkap, pemeriksa harus dapat menilai seberapa jauh hal itu terjadi. Dengan demikian dapat diputuskan akan diberi skor 0 atau 1 untuk jawaban tersebut. 3) Untuk uraian nonobjektif: periksalah jawaban peserta didik dengan mencocokkan jawaban dengan pedoman penskoran. Pemberian skor disesuaikan antara kualitas jawaban peserta didik dan kriteria jawaban. Di dalam pedoman penskoran sudah ditetapkan skor yang diberikan untuk setiap tingkatan kualitas jawaban. Baik soal uraian objektif maupun soal nonobjektif, bila tiap butir soal sudah selesai diskor, hitunglah jumlah skor perolehan peserta didik pada setiap nomor butir soal. Apabila dalam satu tes terdapat lebih dari satu nomor soal uraian, setiap nomor soal uraian diberi bobot. Pemberian bobot dilakukan dengan membandingkan semua soal yang ada dilihat dari kedalaman materi, kerumitan/kompleksitas jawaban, dan tingkat kognitif yang diukur. Skala yang digunakan dalam satu tes adalah 10 atau

155 sehingga jumlah bobot dari semua soal adalah 10 atau 100. Pemberian bobot pada setiap soal uraian dilakukan pada saat merakit tes. Kemudian lakukan perhitungan nilai dengan menggunakan rumus: Keterangan: Ni = Nilai untuk satu nomor soal tertentu setelah dikalikan dengan bobot. ai = Skor perolehan peserta didik pada satu nomor soal tertentu c = Skor maksimum untuk nomor soal itu. b = Bobot soal dari soal itu. Jumlahkan semua nilai (Ni) yang telah diperoleh peserta didik dalam perangkat tes. Jumlah ini disebut nilai akhir dari satu perangkat tes uraian yang disajikan. Penulisan soal yang menuntut kemampuan penalaran Dalam menulis soal, penulis soal umumnya memiliki kecenderungan untuk menulis soal-soal yang menuntut perilaku ingatan karena mudah dalam penulisan soalnya dan materi yang hendak ditanyakan juga mudah diperoleh secara langsung dari buku pelajaran. Soal-soal yang mengukur ingatan kurang memberi dorongan kepada peserta didik untuk belajar lebih giat dalam mempersiapkan dirinya menjadi anggota masyarakat yang kreatif di masa depan. Oleh karena itu, peserta didik perlu diberi soal-soal yang menuntut proses berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skill atau HOTS). Dalam menyusun soal yang mengukur proses berpikir tingkat tinggi disajikan berbagai informasi, biasanya dalam stimulus. Stimulus dapat berupa teks, gambar, grafik, tabel, dan lain sebagainya yang berisi informasiinformasi dari kehidupan nyata. 146

156 Berdasarkan informasi-informasi tersebut, peserta didik diminta untuk: mentransfer informasi tersebut dari satu konteks ke konteks lainnya memproses dan menerapkan informasi melihat keterkaitan antara informasi yang berbeda-beda menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah Secara kritis mengkaji/menelaah ide atau gagasan dan informasi Pada proses berpikir tingkat tinggi peserta didik menunjukkan pemahaman akan informasi dan bernalar, bukan sekedar mengingat kembali atau recall. Adakalanya perlu memberi informasi yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan tersebut dan peserta didikmenunjukkan pemahaman terhadap ide dan informasi dan/atau memanipulasi atau menggunakan informasi. Pertanyaan yang sifatnya higher order thinking tidak selalu harus lebih sulit, misalnya menentukan arti dari kata yang sangat jarang digunakan belum termasuk HOT. Soal sulit bukan berarti higher order thinking, kecuali melibatkan nalar untuk mencari arti kata dari suatu konteks atau stimulus. Pada prinsipnya higher order thinking adalah cara berpikir logis atau proses penalaran. Penilaian yang fokus pada higher order thinking meliputi: Pertanyaan dan jawaban; Eksplorasi dan analisis; Bernalar ketika memperoleh informasi, bukan mengingatnya kembali; Memecahkan, menilai, mengkritik dan menerjemahkan. Proses kognitif yang termasuk higher order thinking, antara lain analisis, sintesis, dan evaluasi. Pada standar level kemampuan, higher order thinking terdapat pada level 3 (reasoning). Untuk menulis soal yang menuntut penalaran, penulis soal dituntut untuk dapat menentukan perilaku yang hendak diukur dan 147

157 merumuskan materi yang akan dijadikan dasar pertanyaan (stimulus) dalam konteks tertentu sesuai dengan perilaku yang diharapkan. Selain itu, uraian materi yang akan ditanyakan (yang menuntut penalaran) tidak selalu tersedia di dalam buku pelajaran. Oleh karena itu, dalam penulisan soal yang menuntut penalaran, dibutuhkan penguasaan materidan kreativitas dalam penulisan soal. Karena soal ditulis mengacu pada indikator yang terdapat dalam kisi-kisi, rumusan indikator juga sudah mengarah ke soal yang menuntut penalaran. Standar Level Kemampuan Tingkat kemampuan peserta didik secara individual maupun kelompok dapat dijabarkan dalam tiga level kemampuan (Cognitif Domain). Level 1 menunjukkan tingkat kemampuan yang rendah yang meliputi pengetahuan dan pemahaman (knowing), level 2 menunjukkan tingkat kemampuan yang lebih tinggi yang meliputi penerapan (applying), dan level 3 menunjukkan tingkat kemampuan tinggi yang meliputi penalaran (reasoning). Pada level 3 ini termasuk tingkat kognitif analisis, sintesis, dan evaluasi. Gambaran kemampuan peserta didik yang dituntut pada setiap level kemampuan terdapat pada penjelasan berikut. Level 3: Peserta didik pada level ini memiliki kemampuan penalaran dan logika (Reasoning). Memperlihatkan pengetahuan dan pemahaman yang luas terhadap materi pelajaran dan dapat menerapkan gagasangagasan dan konsep-konsep dalam situasi yang familiar, maupun dengan cara yang berbeda. Dapat menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi gagasangagasan dan informasi yang faktual. Dapat menjelaskan hubungan konseptual dan informasi yang factual Dapat menginterpretasi dan menjelaskan gagasan-gagasan yang kompleks dalam pelajaran. Dapat mengekspresikan gagasan-gagasan nyata dan akurat dengan menggunakan terminologi yang benar. 148

158 Dapat memecahkan masalah dengan berbagai cara dan melibatkan banya variabel. Dapat mendemonstrasikan pemikiran-pemikiran yang original. Level 2: Peserta didik pada level ini memiliki kemampuan aplikatif (Applying) Memperlihatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap materi pelajaran dan dapat mengaplikasikan gagasan-gagasan dan konsep-konsep dalam konteks tertentu. Dapat menginterpretasi dan menganalisis informasi dan data. Dapat memecahkan masalah-masalah rutin dalam pelajaran. Dapat menginterpretasi grafik-grafik, tabel-tabel, dan materi visual lainnya. Dapat mengkomunikasikan dengan jelas dan terorganisir penggunaan terminologi. Level 1: Peserta pada level ini memiliki kemampuan standar minimum dalam menguasai pelajaran (Knowing) Memperlihatkan ingatan dan pemahaman dasar terhadap materi pelajaran dan dapat membuat generalisasi yang sederhana. Memperlihatkan tingkatan dasar dalam pemecahan masalah dalam pembelajaran, paling tidak dengan satu cara. Memperlihatkan pemahaman dasar terhadap grafik-grafik, labellabel, dan materi visual lainnya. Dapat mengkomunikasikan fakta-fakta dasar dengan menggunakan terminologi yang sederhana. Higher Order Thinking Skills (HOTS) Pembelajaran yang disajikan sebaiknya dapat memotivasi peserta didik untuk berfikir kritis, logis, dan sistematis sesuai dengan karakteristik sejarah, serta memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills atau HOTS). Anderson mengkategorikan tingkat berpikir seperti dalam tabel berikut : 149

159 . Berdasarkan tingkat berpikir yang tercantum dalam tabel di atas, ada kemampuan berpikir yang lebih tinggi atau higher order thinking skills (HOTS) yang harus dikuasai oleh peserta didik yaitu kemampuan untuk menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Oleh sebab itu, maka dalam pembelajaran Anda dianjurkan untuk mendorong peserta didiknya memiliki kemampuan tersebut dengan menyajikan pembelajaran yang variatif serta pemberian materi yang tidak biasa yang dikembangkan dari KD-KI 3. Contoh Pembelajaran sejarah yang mengarah kepada HOTS Pada KD 3.7 dan KD 4.7 peserta didik diarahkan untuk melakukan penelitian sejarah. Konsep-konsep pada penelitian sejarah seperti heuristik, verifikasi, interpretasi, dan penulisan merupakan langkahlangkah yang harus dipahami peserta didik dan di terapkan secara sistematis. Peserta didik mencari informasi dari berbagai sumber (sumber yang digunakan harus komprehensif, bisa melalui sumber tertulis maupun sumber lisan yang diperoleh melalui wawancara). 150

160 Setelah sumber diperoleh, peserta didik melakukan pengujian terhadap sumber-sumber yang didapat melalui kritik sumber (melihat relevansinya dengan topik, memastikan tingkat validitas dari informasi yang diperoleh, dan melakukan perbandingan). Dari pengujian yang dilakukan, sumber yang dimiliki tentu akan terseleksi dan berkurang jumlahnya. Disinilah kemudian peserta didik harus menggunakan nalar dan sense untuk melakukan penafsiran, membaca makna atau maksud yang terkandung di dalam suatu sumber kemudian diambil benang merah yang berkaitan dengan topik penelitian. Hasil penafsiran ini pada akhirnya dituangkan dalam bentuk tulisan sejarah. Dan diakhir peserta didik harus menceritakan pengalamannya selama menerapkan langkah-langkah penelitian sejarah, sekaligus mengevaluasi kelebihan dan kekurangan dari langkah-langkah yang sudah diterapkan. Berikut adalah contoh-contoh soal HOTS yang sesuai dengan KD 3.7 Sejarah kelas X di atas. Perhatikan pernyatan berikut ini! 1. Benda-benda sejarah yang ditemukan diteliti kebenarannya dengan cara menguji kebenaran isi peninggalan tersebut dan keaslian benda tersebut, juga meneliti buku-buku yang relevan dengan penelitiaanya 2. Seorang peserta didik pergi ke museum nasional untuk mencari informasi yang berkaitan dengan penelitianya yaitu masa praaksara di Indonesia dan selanjutnya pergi ke perpustakaan nasional mencari referensi buku yang menunjang penelitiannya 3. Sebuah tulisan sejarah dapat menjadi gambaran peristiwa yang sebenarnya yang dapat digunakan sebagai sebuah pembelajaran bagi generasi muda 4. Dalam penafsirannya peserta didik menyatakan bahwa perkembangan jaman pra aksara di Indonesia sudah berkembang dengan pesat, namum perlu dikaji kembali penafsirannya dengan hasil penelitian sejarawan lain Dari pernyataan di atas penelitian sejarah yang benar sesuai dengan tahapan- tahapan penelitian ditunjukan dengan nomor

161 a. 1, 2, 3 dan 4 b. 1, 3, 4 dan 2 c. 2, 3, 4 dan 1 d. 2, 1, 4 dan 3 e. 3, 4, 1 dan 2 Analisis Butir Soal 1. Pengertian Analisis Butir Soal Kegiatan menganalisis butir soal merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan guru untuk meningkatkan mutu soal yang telah ditulis. Kegiatan ini merupakan proses pengumpulan, peringkasan, dan penggunaan informasi dari jawaban siswa untuk membuat keputusan tentang setiap penilaian. Tujuan penelaahan adalah untuk mengkaji dan menelaah setiap butir soal agar diperoleh soal yang bermutu sebelum soal digunakan. Di samping itu, tujuan analisis butir soal juga untuk membantu meningkatkan tes melalui revisi atau membuang soal yang tidak efektif, serta untuk mengetahui informasi diagnostik pada siswa apakah mereka sudah/belum memahami materi yang telah diajarkan. Soal yang bermutu adalah soal yang dapat memberikan informasi setepat-tepatnya sesuai dengan tujuannya di antaranya dapat menentukan peserta didik mana yang sudah atau belum menguasai materi yang diajarkan guru. 2. Manfaat Soal yang Telah Ditelaah Tujuan utama analisis butir soal dalam sebuah tes yang dibuat guru adalah untuk mengidentifikasi kekurangan-kekurangan dalam tes atau dalam pembelajaran. Berdasarkan tujuan ini, maka kegiatan analisis butir soal memiliki banyak manfaat, di antaranya adalah: (1) dapat membantu para pengguna tes dalam evaluasi atas tes yang digunakan, (2) sangat relevan bagi penyusunan tes informal dan lokal seperti tes yang disiapkan guru untuk siswa di kelas, (3) mendukung 152

162 penulisan butir soal yang efektif, (4) secara materi dapat memperbaiki tes di kelas, (5) meningkatkan validitas soal dan reliabilitas. Di samping itu, manfaat lainnya adalah: (1) menentukan apakah suatu fungsi butir soal sesuai dengan yang diharapkan, (2) memberi masukan kepada siswa tentang kemampuan dan sebagai dasar untuk bahan diskusi di kelas, (3) memberi masukan kepada guru tentang kesulitan siswa, (4) memberi masukan pada aspek tertentu untuk pengembangan kurikulum, (5) merevisi materi yang dinilai atau diukur, (6) meningkatkan keterampilan penulisan soal. Analisis butir soal biasanya didesain untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini: (1) Apakah fungsi soal sudah tepat? (2) Apakah soal ini memiliki tingkat kesukaran yang tepat? (3) Apakah soal bebas dari hal-hal yang tidak relevan? (4) Apakah pilihan jawabannya efektif? Kegunaan analisis butir soal bukan hanya terbatas untuk peningkatkan butir soal, tetapi ada beberapa hal, yaitu bahwa data analisis butir soal bermanfaat sebagai dasar: (1) diskusi kelas efisien tentang hasil tes, (2) untuk kerja remedial, (3) untuk peningkatan secara umum pembelajaran di kelas, dan (3) untuk peningkatan keterampilan pada konstruksi tes. Berbagai uraian di atas menunjukkan bahwa analisis butir soal adalah: (1) untuk menentukan soal-soal yang cacat atau tidak berfungsi penggunaannya; (2) untuk meningkatkan butir soal melalui tiga komponen analisis yaitu tingkat kesukaran, daya pembeda, dan pengecoh soal, serta meningkatkan pembelajaran melalui ambiguitas soal dan keterampilan tertentu yang menyebabkan peserta didik sulit. Di samping itu, butir soal yang telah dianalisis dapat memberikan informasi kepada peserta didik dan guru 3. Analisis Butir Soal Untuk menelaah atau menganalisis butir soal dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Penelaah secara 153

163 kualitatif pada prinsipnya dilaksanakan berdasarkan kaidah penulisan soal (tes tertulis, perbuatan, dan sikap). Penelaahan ini biasanya dilakukan sebelum soal digunakan/diujikan. Aspek yang diperhatikan di dalam penelaahan secara kualitatif ini adalah setiap soal ditelaah dari segi materi, konstruksi, bahasa/budaya, dan kunci jawaban/pedoman penskorannya. Dalam melakukan penelaahan setiap butir soal, penelaah perlu mempersiapkan bahan-bahan penunjang seperti: (1) kisi-kisi tes, (2) kurikulum yang digunakan, (3) buku sumber, dan (4) kamus bahasa Indonesia. 4. Analisis Butir Soal dengan Komputer Analisis butir soal dengan komputer maksudnya adalah penelaahan butir soal secara kuantitatif yang penghitungannya menggunakan bantuan program komputer. Analisis data dengan menggunakan program komputer adalah sangat tepat. Karena tingkat keakuratan hitungan dengan menggunakan program komputer lebih tinggi bila dibandingkan dengan diolah secara manual atau menggunakan kalkulator/ tangan. Program komputer yang digunakan untuk menganalisis data modelnya bermacam-macam tergantung tujuan dan maksud analisis yang diperlukan. a) Item And Analysis (ITEMAN) ITEMAN merupakan program komputer yang digunakan untuk menganalisis butir soal secara klasik. Program ini termasuk satu paket program dalam MicroCAT n yang dikembangkan oleh Assessment Systems Corporation mulai tahun 1982 dan mengalami revisi pada tahun 1984, 1986, 1988, dan 1993; mulai dari versi 2.00 sampai dengan versi Alamatnya adalah Assessment Systems Corporation, 2233 University Avenue, Suite 400, St Paul, Minesota 55114, United States of America. Program ini dapat digunakan untuk: (1) menganalisis data file (format ASCII) jawaban butir soal yang dihasilkan melalui manual entry data atau dari mesin scanner; (2) 154

164 menskor dan menganalisis data soal pilihan ganda dan skala Likert untuk siswa dan 250 butir soal; (3) menganalisis sebuah tes yang terdiri dari 10 skala (subtes) dan memberikan informasi tentang validitas setiap butir (daya pembeda, tingkat kesukaran, proporsi jawaban pada setiap option), reliabilitas (KR-20/Alpha), standar error of measurement, mean, variance, standar deviasi, skew, kurtosis untuk jumlah skor pada jawaban benar, skor minimum dan maksimum, skor median, dan frekuensi distribusi skor, Saat ini telah tersedia ITEMAN tinder Windows 95, 98, NT, 2000, ME, dan XP dengan harga $299. Sebelum menggunakan program Iteman, bacalah manualnya/buku petunjuk pengoperasionalnya secara seksama. Sebagai contoh, tahap awal adalah membuat "file data" (control tile) yang berisi 5 komponen utama, yaitu: 1) Baris pertama adalah baris pengontrol yang mendeskripsikan data. 2) Baris kedua adalah daftar kunci jawaban setiap butir soal. 3) Baris ketiga adalah daftar jumlah option untuk setiap butir soal. 4) Baris keempat adalah daftar butir soal yang hendak dianalisis (jika butir yang akan dianalisis diberi tanda Y (yes), jika tidak diikutkan dalam analisis diberi tanda N (no). 5) Baris kelima dan seterusnya adalah data siswa dan pilihan jawaban siswa. Setiap pilihan jawaban siswa (untuk soal bentuk pilihan ganda) diketik dengan menggunakan huruf, misal ABCD atau angka 1234 untuk 4 pilihan jawaban atau ABCDE atau untuk 5 pilihan jawaban. Langkah-Langkah Menggunakan Program ITEMAN 155

165 Pertama, data diketik di DOS atau Windows. Cara termudah adalah menggunakan program Windows yaitu dengan mengetik data di tempat Notepad. Caranya adalah klik Start-Programs-Accessories-Notepad. Lalu muncul tampilan notepad Kedua, Masukan data dengan memperhatikan format penulisan sesuai program ITEMAN. 156

166 Jumlah butir soal Spasi Jawaban kosong Spasi Butir soal yang belum dikerjakan Spasi Jumlah ketukan penulisan identitas data siswa Kunci jawaban Jumlah pilihan/option Soal dianalisis (Y) / Tidak (N) Identitas dan Jawaban Siswa 157

167 Contoh pengetikan data untuk soal bentuk pilihan ganda: Ketiga, data yang telah diketik disimpan dalam folder yang didalamnya sudah terisi program ITEMAN. Misal disimpan dengan nama file: SOAL1 Keempat, buka program Iteman untuk mulai melakukan analisis yaitu dengan mengklik icon file Iteman. Tunggu sampai muncul tampilan berikut ini: Kemudian isilah pertanyaan-pertanyaan yang muncul di 158

168 layar computer seperti berikut. Enter the name of the input file: SOALl.txt <enter> Enter the name of the output file: SOALlout.txt <enter> Do you want the scores written to a file? (Y/N) Y <enter> Kelima, membaca hasil analisis yaitu: 1) Buka kembali program notepad 2) Klik open 3) Klik file SOALlout (jika file SOALlout tidak muncul gantilah Text Documents dengan All Files) 4) Maka akan muncul tampilan data berikut ini: 159

169 Membaca data hasil analisis ITEMAN: 1) Untuk melihat tingkat kesulitan butir soal maka data yang dilihat adalah data pada kolom Prop.Correct 2) Untuk melihat daya beda option butir soal maka data yang dilihat adalah data pada kolom Point Biser 3) Untuk melihat keberfungsian distraktor maka data yang dilihat adalah data pada kolom Prop.Endorsing 4) Untuk melihat koefisien reliabilitas maka data yang dilihat adalah data Scale Statistics pada point Alpha 5) Untuk melihat rata-rata tingkat kesukaran/kesulitan semua butir soal maka data yang dilihat adalah data Scale Statistics pada point Mean P 6) Untuk melihat rata-rata daya beda semua butir soal maka data yang dilihat adalah data Scale Statistics pada point Mean Item-Tot. Untuk menginterpretasikan data maka dapat dilihat ramburambu penerimaan butir menurut beberpa ahli teori klasik berikut ini: Kriteria baik tidaknya butir soal menurut Ebel dan Frisbie (1991) dalam Essentials of Educational Measurement halaman 232 adalah bila korelasi point biserial: 160

170 >0.40 = butir soal sangat baik; = soal baik, tetapi perlu perbaikan; = soal dengan beberapa catatan, biasanya diperlukan perbaikan; < = soal jelek, dibuang, atau diperbaiki melalui revisi. Adapun tingkat kesukaran butir soal memiliki skala 0-1. Semakin mendekati 1 soal tergolong mudah dan mendekati 0 soal tergolong sukar. Menurut Dawson (1972) butir soal yang memiliki tingkat kesulitan 0,25 0,75 dikatakan baik. Ebel (1972) mengatakan bahwa alat ukur yang memiliki koefisien reliabilitas 0,8 sudah baik. Feldt & Brehmman (1989) menyatakan soal pilihan ganda yang memiliki koefsien reliabilitas lebih besar atau sama dengan 0,70 sudah dikatakan baik. Menurut Ebel (1972) butir yang memiliki daya pembeda lebih besar atau sama dengan 0,41 dikatakan baik atau menurut Fernandes (1984) butir soal yang memiliki daya pembeda lebih besar dari 0,2 sudah bisa dikatakan baik. Nitko (1996) menyatakan distraktor dikatakan berfungsi jika paling sedikit dipilih oleh satu orang peserta tes dari kelompok rendah. Menurut Fernandes (1984) distraktor butir soal dikatakan baik jika paling tidak dipilih oleh 2% dari seluruh peserta. Untuk mempermudah membuat kesimpulan dan tindak lanjut maka dapat dibuat tabel berikut ini: 161

171 No.butir Tingkat Kesulitan Daya Beda Keberfungsian Distraktor Keterangan 1 0,600 0,425 Semua pilihan ada yang memilih diterima ,800-0, ,700 0,360 Pilihan D tidak ada yang memilih Pilihan A dan D tidak ada yang memilih revisi revisi b) Excel Excel merupakan sebuah program pengolalah data yang biasa dinamakan "spreadsheet". Karena program ini dapat digunakan untuk mengolah data yang berupa angka ataupun lainnya. Ada dua cara mengolah data dengan Excel, yaitu (1) melalui program bantu khusus perhitungan statistik dan (2) melalui fungsi statistik yang terdapat di dalam Excel. Oleh karena itu tidak semua program Statistik ada di program Excel, seperti halnya Uji Validitas butir soal baik soal pilihan ganda maupun bentuk uraian, uji reliabilitas baik bentuk pilihan ganda, uraian maupun reliabilitas non-tes, dalam hal ini harus disain secara manual. Karena di dalam program ini tidak tersedia program tersebut. c) SPSS (Statistical Program for Social Science) SPSS merupakan sebuah program pengolah data yang sudah sangat dikenal di dalarn dunia pendidikan. Penggunaannya sangat mudah untuk dipahami para guru di sekolah. Semua data diketik di dalam format SPSS yang 162

172 sudah disediakan. Setelah selesai, kemudian tinggal memilih statistik yang akan digunakan pada menu STATISTIC/ANALYZE. Misalnya uji validitas butir atau reliabilitas tes, diklik pada menu ANLYZE kemudian pilih CORELATE, pilih BIVARIAT, untuk uji reliabilitas pilih RELIABILITY. Di samping itu, program ini dapat digunakan untuk analisis data kuantitatif secara umum, misalnya untuk uji normalitas, homogenitas, dan linearitas data. Agar mudah pengoperasiannya dalam menggunakan program ini, sebaiknya para guru membaca terlebih dahulu manual/buku pedoman pengoperasiannya secara saksama. Berikut ini disajikan salah satu contoh penggunaan program SPSS yang digunakan untuk menguji uji normalitas, homogenitas, dan linearitas data, serta uji kesesuaian antara butir soal dan kisi-kisinya (analisis faktor). Setelah program SPSS dibuka, data di atas di masukkan ke dalam format SPSS. Caranya sangat mudah yaitu seperti berikut. a) Klik "Variable View" (letaknya di sebelah kiri bawah). b) Ketik X pada kolom "Name". c) Klik pada kolom "Label" kemudian ketik Motivasi Belajar. d) Ketik Y pada kolom "Name" (di bawah X). e) Klik pada kolom "Label" kemudian ketik Prestasi Belajar. f) Ketik JK pada kolom "Name" (di bawah Y) g) Klik pada kolom "Label" kemudian ketik Jenis Kelamin. h) Klik pada kolom "Scale" kemudian klik pada "Nominal". i) Klik "Data View" (letaknya di sebelah kin bawah), kemudian masukkanlah data di atas (diketik) sesuai dengan kolomnya. 163

173 1) Analisis Faktor Eksploratori Kegiatan memvalidasi konstruk dilaksanakan setelah tes digunakan/diuji coba. Analisis faktor terdiri dari dua yaitu analisis faktor eksploratori dan konfirmatori. Analisis faktor konfirmatori menekankan pada estimasi parameter dan tes hipotesis, sedangkan analisis faktor eksploratori menekankan pada beberapa faktor yang menjelaskan hubungan antar-indikator dan estimasi muatan faktor. Untuk menguji validitas kesesuaian antara butir soal dan kisi-kisi konstruknya digunakan analisis faktor. Konsep validitas berhubungan dengan: a. ketepatan, b. kebermaknaan, dan c. kegunaan suatu skor tes (Gable, 1986: 71). Macam-macam validitas adalah validitas: a. konten yang meliputi: definisi konsep dan definisi operasional; b. konstruk, dan c. kriterion-related (Gable, 1986: 72-77). Terdapat empat teknik untuk menganalisis konstruk, yaitu dengan: a. korelasi antarvariabel, b. analisis multitrait multimethod, c. analisis faktor, dan d. prosedur known-groups (Gable, ). Analisis faktor dikembangkan oleh Charles Spearman tahun 1904 di USA (Harman, 1976: 3). Analisis faktor adalah suatu nama generik yang diberikan pada suatu kelas metode statistik multivariat yang tujuan utamanya adalah Untuk mendefinisikan 164

174 struktur dalam matriks data (Hair et. al, 1998: 90). Tujuan utama analisis faktor adalah untuk menguji secara empirik hubungan antar butir soal dan untuk menentukan kelompok soal yang saling menentukan sebagai suatu faktor/konstruk yang diukur melalui instrumen (Gable, 1986: 85). Jadi tujuan utamanya dapat disimpulkan menjadi 3, yaitu untuk menentukan: 1) faktor umum yang diperlukan terhadap jumlah patern korelasi antar semua pasangan tes dalam satu set tes; 2) faktor umum sesungguhnya (asli) yang menghitung untuk tes interkorelasi; 3) proporsi varian untuk suatu variabel observasi yang dihubungkan dengan varian faktor umum (Crocker and Algina, 1986: ) atau sebagai pengenalan struktur melalui peringkasan data atau reduksi/pengurangan data (Hair et al., 1998: 95). Adapun manfaat analisis faktor adalah: a) memberitahu kita tes-tes dan ukuran-ukuran yang saling dapat serasi atau sama tujuannya dan sejauhmana kesamaannya, b) membantu menemukan dan mengidentifikasi kebutuhan- kebutuhan atau sifat-sifat fundamental yang melandasi tes dan pengukuran (Kerlinger, 1993: 1000). Langkah atau prosedur penggunaan analisis factor eksploratori selalu memproses melalui 4 tahap, yaitu: 1) perhitungan korelasi matriks untuk semua variabel, 2) ekstraksi faktor untuk menentukan jumlah faktor, 3) rotasi, untuk membuat faktor lebih bermakna, dan 165

175 4) perhitungan skor setiap faktor untuk setiap case. Cara pengoperasional dalam program SPSS adalah seperti berikut. 1) Pilih menu STATISTIC atau ANALYZE 2) DATA REDUCTION 3) FACTOR Pada boks dialog variabel yang akan dianalisis dimasukkan ke kotak VARIABLES. Klik pada kotak DESCRIPTIVE (misal: klik "initial solution" pada kolom statistics dan "KMO and Bartlett's test of sphericity" pada kolom correlation Matrix), EXTRACTION, ROTATION, SCORES, atau OPTION. Hasil print outnya terdiri dari beberapa tabel dan sebuah grafik "scree plot". Berikut ini dijelaskan beberapa hasil print out analisis faktor eksploratori dan penafsirannya. 2) Analisis Faktor Eksploratori Kegiatan memvalidasi konstruk dilaksanakan setelah tes digunakan/diuji coba. Analisis faktor terdiri dari dua yaitu analisis faktor eksploratori dan konfirmatori. Analisis faktor konfirmatori menekankan pada estimasi parameter dan tes hipotesis, sedangkan analisis faktor eksploratori menekankan pada beberapa faktor yang menjelaskan hubungan antar-indikator dan estimasi muatan faktor. Untuk menguji validitas kesesuaian antara butir soal dan kisi-kisi konstruknya digunakan analisis faktor. Konsep validitas berhubungan dengan: (1) ketepatan, (2) kebermaknaan, dan (3) kegunaan suatu skor tes (Gable, 1986: 71). Macam-macam validitas adalah validitas: (1) konten yang meliputi: definisi konsep dan definisi operasional; (2) konstruk, dan (3) kriterion- 166

176 related (Gable, 1986: 72-77). Terdapat empat teknik untuk menganalisis konstruk, yaitu dengan: (I) korelasi antarvariabel, (2) analisis multitrait multimethod, (3) analisis faktor, dan (4) prosedur known-groups (Gable, ). Analisis faktor dikembangkan oleh Charles Spearman tahun 1904 di USA (Harman, 1976: 3). Analisis faktor adalah suatu nama generik yang diberikan pada suatu kelas metode statistik multivariat yang tujuan utamanya adalah Untuk mendefinisikan struktur dalam matriks data (Hair et. al, 1998: 90). Tujuan utama analisis faktor adalah untuk menguji secara empirik huburngan antar butir soal dan untuk menentukan kelompok soal yang saling menentukan sebagai suatu faktor/konstruk yang diukur melalui instrumen (Gable, 1986: 85). Jadi tujuan utamanya dapat disimpulkan menjadi 3, yaitu untuk menentukan: (1) faktor umum yang diperlukan terhadap jumlah patern korelasi antar semua pasangan tes dalam satu set tes; (2) faktor umum sesungguhnya (asli) yang menghitung untuk tes interkorelasi; (3) proporsi varian untuk suatu variabel observasi yang dihubungkan dengan varian faktor umum (Crocker and Algina, 1986: ) atau sebagai pengenalan struktur melalui peringkasan data atau reduksi/pengurangan data (Hair et al., 1998: 95). Adapun manfaat analisis faktor adalah: (1) memberitahu kita tes-tes dan ukuran-ukuran yang saling dapat serasi atau sama tujuannya dan sejauhmana kesamaannya, (2) membantu menemukan dan mengidentifikasi kebutuhan- kebutuhan atau sifatsifat fundamental yang melandasi tes dan pengukuran (Kerlinger, 1993: 1000). Langkah atau prosedur penggunaan analisis factor eksploratori selalu memproses melalui 4 tahap, yaitu: 167

177 (1) perhitungan korelasi matriks untuk semua variabel, (2) ekstraksi faktor untuk menentukan jumlah faktor, (3) rotasi, untuk membuat faktor lebih bermakna, dan (4) perhitungan skor setiap faktor untuk setiap case. Cara pengoperasional dalarn program SPSS adalah seperti berikut. 1) Pilih menu STATISTIC atau ANALYZE 2) DATA REDUCTION 3) FACTOR Berikut ini dijelaskan beberapa hasil print out analisis faktor eksploratori dan penafsirannya : a) Statistik Deskriptif Dalam tabel statistik deskriptif berisi informasi yang bersifat deskriptif seperti mean dan standard deviasi setiap variabel. Jika besarnya mean variabel sangat dekat/ekstrim pada skala jawaban dan standar deviasinya rendah, maka korelasi antarvariabel akan rendah dan berakibat rendah pula pada hasil analisis faktor Gabel,1986:91). b) Bartlett test of sphericity Tes ini digunakan untuk mengetes hipotesis yang korelasi matriknya merupakan suatu matriks identitas, yaitu semua diagonal adalah 1 dan semua yang tidak diagonal (off-diagonal) adalah 0. Hasil tes menunjukkan bahwa sample data berasal dari suatu populasi normal multivariat atau tidak. Jadi bila nilai tes statistik dari sphericity luas/tinggi dan level signifikannya kecil, maka dapat dikatakan bahwa matriks korelasi populasi adalah signifikan (Norusis, 1993:50). c) Pengukuran Sampling Kaiser Meyer Olkin (KMO) 168

178 KMO merupakan suatu indeks perbandingan besarnya koefisien korelasi observed dan besarnya koefisien korelasi parsial. Jika jumlah kuadrat korelasi parsial pada semua pasangan variabel adalah kecil bila dibandingkan dengan jumlah kuadrat koefisien korelasinya, maka besar KMO mendekati 1. Jika besar KMO kecil atau rendah maka hasil analisis faktornya adalah tidak baik. Kaiser (1974) dalam Norusis (1993: 52) mengklasifikasi tentang besarnya KMO adalah bila besarnya 0,90 bagus sekali (marvelous), 0,80 bermanfaat (meritorious), 0,70 sedang/cukup (middling), 0,60 sedikit cukup (mediocre), 0,50 gawat/menyedihkan (miserable), dan di bawah 0,50 tidak dapat diterima (unacceptable). Matriks Korelasi antar butir Korelasi antarbutir menunjukkan adanya beberapa butir yang saling berhubungan secara wajar. Jika korelasi antarvariabel adalah kecil, maka variabelvariabel itu berhubungan dengan faktor-faktor secara umum (share common factors) (Norusis, 1993:50) d) Matriks Korelasi Anti-image Matrik ini berisi korelasi anti-image, maksudnya adalah koefisien korelasi parsial yang negatif. Jika proporsi untuk koefisien yang banyak adalah tinggi, maka kita dipersilakan untuk mempertimbangkan kembali tepat atau tidak menggunakan analilsis faktor. e) Ekstraksi Faktor Ekstraksi merupakan hubungan antara faktor-faktor dan variabel individu. Tujuan utama ekstraksi faktor adalah untuk menentukan jumlah faktor. Beberapa jumlah faktor yang diperlukan untuk merepresen 169

179 data. Hal ini sangat membantu dalam menguji persentase total varian (eigenvalues) untuk masing-masing faktor. Total varian merupakan jumlah varian masing-masing variabel. Di samping itu, untuk menentukan jumlah faktor dapat dilihat pada "scoree test" atau "scoree plot" Dari tes atau plot itu dapat diketahui jumlah faktor yang ditunjukkan dengan beberapa garis yang panjang dan curam serta diikuti dengan jumlah garis yang pendek-pendek. D. AKTIVITAS PEMBELAJARAN Untuk memahami materi analisis butir soal dengan program berbantuan komputer, anda perlu membaca secara cermat modul ini, gunakan referensi lain sebagai materi pelengkap untuk menambah pengetahuan anda. Dengarkan dengan cermat apa yang disampaikan oleh pemateri, dan tulis apa yang dirasa penting. Saudara diharapkan mengedepankan nilai karakter gotong royong dengan mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan atau pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan. Dengan demikian akan terwujud kerjasama yang baik dan dapat menghasilkan tugas yang baik. Interaksi yang dibangun selama menyelesaikan tugas-tugas berikut akan berjalan dengan baik ketika dilandasi juga dengan karakter integritas yang tinggi. Saudara akan berupaya menjadikan diri sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral (integritas moral) dan menghargai martabat individu (terutama penyandang disabilitas). Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mempelajari materi ini mencakup : 1. Aktivitas individu, meliputi : a. Memahami dan mencermati materi diklat secara mandiri. 170

180 b. Mengerjakan latihan/lembar kerja/tugas secara mandiri, menyelesaikan masalah/kasus pada setiap kegiatan belajar dengan tidak bergantung pada orang lain dilandasi etos kerja yang tinggi; dan menyimpulkannya secara profesional dan kreatif untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat. c. Melakukan refleksi untuk merealisasikan harapan yang dicapai setelah melakukan pembelajaran dalam materi ini. 2. Aktivitas kelompok, meliputi : a. Mendiskusikan materi pelatihan dengan semangat kerjasama dan bahu membahu menyelesaikan tugas yang diberikan. b. Bertukar pengalaman dalam melakukan pelatihan dengan menghargai pendapat teman dilandasi sikap tolong menolong, solidaritas, empati, anti diskriminasi, anti kekerasan dan sikap kerelawanan. c. Penyelesaian masalah/kasus dilandasi komitmen atas keputusan bersama dan musyawarah untuk mencapi kata mufakat. E. LATIHAN/KASUS/TUGAS LK 5.1 Tugas Individu 1. Setelah mempelajari bahan tersebut di atas, coba praktekkan pembelajaran anda terkait materi analisis butir soal dengan program iteman dengan menggunakan data yang telah disediakan secara berpasangan dengan teman sebangku anda. 2. Disajikan data hasil ujian sebagai berikut : KUNCI JAWABAN SOAL UJIAN : CADBDCBCCDABAACABCDABCDBDCDABDABACCDBCABABDBCBABCD NAMA DAN JAWABAN PESERTA : TUTIK DAMAYATI CADBDCBCCDABBACABCDBBCDBDCBDBDABACCDBCABABDBCDABCD RINI SULISTIYATIN CADBDCBDCDABBACABCDBBCDBDCBDBDABACCDBCABABDBCDABCD 171

181 NANI KUSMIYATI CADCDCBDCDABBACABCDBBCDBDCBDBDABACCDBCABABDBCDAACD EVI MEILANI CADADCBDDDABAACABCDBBCDBACBABAAAAC0DBCABABDB0DABCD M. AGUNG PRIYANTO CBDCDCCDCDABBACABCDBBCDBDCBDBDACACCDBCABABDBCDANNN ABEN DAMARUDIN CBDCDCCCCDCBBACABCDBBCDBDCBDBDACACCDBCABABD0CDAACD KUSNAENI CADCDCCDBDACBACABCDBBCDBDCBDBDACACADBCABABDBCDAACD AGUS ARYADI CADBCCBDCDAABACBACAABCDBCCBBCAAABBDBBCABABDBCDAACD SULASTRI IRIANI CADBBCBCBDABBACABDDABCDBDCDABDBAACCDBCABABDBCDAANN RIFATUL FIKRIYA CADBDCCCCDABAACABCDABCDBDBDABDABACCDBCABDBDBCBABCD 3. Ketik dan simpan data tersebut pada file: Tes1.txt <Save> 4. Dengan Program Iteman analisislah hasil : 1. Tingkat kesulitan butir soal. 2. Daya beda option butir soal. 3. Keberfungsian distraktor. 4. Koefisien reliabilitas. 5. Rata-rata tingkat kesukaran/kesulitan semua butir soal. 6. Rata-rata daya beda semua butir soal. 7. Laporkan dan presentasikan hasil analisis anda di depan kelas 172

182 LK 5.2 Aktivitas: Mengembangkan kisi-kisi dan soal Langkah-langkah Penyelesaian: 1. Bacalah dengan teliti bahan bacaan tentang teknik kisi kisi pembuatan soal diatas 2. Pelajari ruang lingkup kompetensi yang akan diujikan mengacu Permendikbud No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Guru pada bagian kompetensi Pedagogik seperti yang ditunjukkan pada table berikut. No. KOMPETE Kompetensi NSI Pedagodik INTI 4. Menyelenggar akan pembelajaran yang mendidik. 8. Menyelenggar akan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar yang mendidik. Tabel. Standar Kompetensi Guru KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN 4.1 Memahami prinsip-prinsip perancangan pembelajaran yang mendidik. 4.2 Mengembangkan komponenkomponen rancangan pembelajaran. 8.1 Memahami prinsip-prinsip penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu. 8.2 Menentukan aspek-aspek proses dan hasil belajar yang penting untuk dinilai 8.3 Menentukan prosedur penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar 8.4 Mengembangkan instrumen penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. 8.5 Mengadministrasikan penilaian proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan mengunakan berbagai instrumen. 8.6 Menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk berbagai tujuan 8.7 Melakukan evaluasi proses dan hasil belajar. 173

183 3. Buat kisi-kisi soal uji kompetensi pedagogik guru pada lingkup materi yang telah dipalajari sesuai format berikut. KISI-KISI PENULISAN SOAL KOMPETENSI PEDAGOGIK Jenjang Sekolah : SMA/MA Mata Pelajaran : Sejarah No. Kompetens i Inti Guru Kompetens i Mata Pelajaran Materi Indikator Bentuk Soal 1 PG Level Pengetahuan dan Pemahaman 2 PG Level Aplikasi 3 PG Level Penalaran 4. Berdasarkan kisi-kisi di atas, buatlah soal uji kompetensi guru pada lingkup materi yang dipelajari pada modul ini. 5. Kembangkan soal-soal yang sesuai dengan konsep (High Order Thinkings/HOTs). 6. Kembangkan soal Pilhan Ganda (PG) sebanyak 3 Soal 7. Kembangkan soal uraian (Essay) sebanyak 3 Soal. 8. Gunakan Kartu Soal berikut untuk menyusun butir soal. Jenjang: Mata Pelajaran: Kelas: Kompetensi: Level: Materi: Bentuk Soal: KARTU SOAL BAGIAN SOAL DISINI 174

184 Kunci Jawaban: F. RANGKUMAN Tes tertulis merupakan kumpulan soal-soal yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal, peserta didi ktidak selalu harus merespon dalam bentuk tulisan, tetapi juga dapat dilakukan dalam bentuk lain, seperti memberi tanda, mewarnai, menggambar. Soal-soal pada tes tertulis dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu soal dengan memilih jawaban yang sudah disediakan (bentuk soal pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan) dan soal dengan memberikan jawaban secara tertulis (bentuk soal isian, jawaban singkat, dan uraian). Dalam penyusunan soal tes tertulis, penulis soal harus memperhatikan kaidah-kaidah penulisan soal dari segi materi, konstruksi, dan bahasa. Selain itu, soal yang ditulis harus bebas dari unsur kekerasan, pornografi, politis, SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), atau hal-hal lain yang dapat menguntungkan atau merugikan kelompok tertentu atau menimbulkan efek negatif. Dalam menulis soal, penulis soal umumnya memiliki kecenderungan untuk menulis soal-soal yang menuntut perilaku ingatan karena mudah dalam penulisan soalnya dan materi yang hendak ditanyakan juga mudah diperoleh secara langsung dari buku pelajaran. Soal-soal yang mengukur ingatan kurang memberi dorongan kepada peserta didik untuk belajar lebih giat dalam mempersiapkan dirinya menjadi anggota masyarakat yang kreatif di masa depan. Oleh karena itu, peserta didik perlu diberi soal-soal yang menuntut proses berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skill atau HOTS). Kegiatan menganalisis butir soal merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan guru untuk meningkatkan mutu soal yang telah ditulis. Kegiatan ini merupakan proses pengumpulan, peringkasan, dan penggunaan informasi dari jawaban siswa untuk membuat keputusan tentang setiap penilaian. Tujuan penelaahan adalah untuk mengkaji dan menelaah setiap butir soal agar diperoleh soal yang bermutu sebelum soal digunakan. Di samping itu, tujuan analisis butir soal juga untuk membantu meningkatkan tes melalui revisi atau 175

185 membuang soal yang tidak efektif, serta untuk mengetahui informasi diagnostik pada siswa apakah mereka sudah/belum memahami materi yang telah diajarkan Manfaat yang didapat dari menelaah butir soal antara lain: (1) dapat membantu para pengguna tes dalam evaluasi atas tes yang digunakan, (2) sangat relevan bagi penyusunan tes informal dan lokal seperti tes yang disiapkan guru untuk siswa di kelas, (3) mendukung penulisan butir soal yang efektif, (4) secara materi dapat memperbaiki tes di kelas, (5) meningkatkan validitas soal dan reliabilitas. Di samping itu, manfaat lainnya adalah: (1) menentukan apakah suatu fungsi butir soal sesuai dengan yang diharapkan, (2) memberi masukan kepada siswa tentang kemampuan dan sebagai dasar untuk bahan diskusi di kelas, (3) memberi masukan kepada guru tentang kesulitan siswa, (4) memberi masukan pada aspek tertentu untuk pengembangan kurikulum, (5) merevisi materi yang dinilai atau diukur, (6) meningkatkan keterampilan penulisan soal. ITEMAN merupakan program komputer yang digunakan untuk menganalisis butir soal secara klasik. Program ini dapat digunakan untuk: (1) menganalisis data file (format ASCII) jawaban butir soal yang dihasilkan melalui manual entry data atau dari mesin scanner; (2) menskor dan menganalisis data soal pilihan ganda dan skala Likert untuk siswa dan 250 butir soal; (3) menganalisis sebuah tes yang terdiri dari 10 skala (subtes) dan memberikan informasi tentang validitas setiap butir (daya pembeda, tingkat kesukaran, proporsi jawaban pada setiap option), reliabilitas (KR-20/Alpha), standar error of measurement, mean, variance, standar deviasi, skew, kurtosis untuk jumlah skor pada jawaban benar, skor minimum dan maksimum, skor median, dan frekuensi distribusi skor. G. UMPAN BALIK Setelah kegiatan pembelajaran,bapak/ Ibu dapat melakukan umpan balik dengan menjawab pertanyaan berikut ini: 1. Apa yang Bapak/Ibu pahami setelah mempelajari analisis butir soal dengan program berbantuan komputer Iteman? 2. Pengalaman penting apa yang Bapak/Ibu peroleh setelah mempelajari materi analisis butir soal dengan program berbantuan komputer Iteman? 176

186 3. Menurut Anda hikmah apa yang Bapak/Ibu terima setelah mempelajari analisis butir soal dengan program berbantuan komputer Iteman jika dihubungkan dengan tugas-tugas disekolah? 4. Nilai-nilai utama pendidikan karakter apa yang Saudara telah pelajari dari materi analisis butir soal dengan program berbantuan komputer Iteman? 5. Setelah Saudara mempelajari modul diatas, apakah yang akan saudara lakukan terhadap hasil penilaian pembelajaran di sekolah/madrasah ditempat Bapak/Ibu bertugas? 177

187 DAFTAR PUSTAKA Kegiatan Pembelajaran 1 Abdullah, Taufik. dan Abdurrahman Surjomihardo Ilmu Sejarah dan Historiografi: Arah dan Perspektif. Jakarta: Gramedia. Ali, R. Moh Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: LKiS. Bari, M.S Metodologi Penelitian Sejarah. Jakarta: Restu Agung. Gottschalk, Louis Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press. Frederick, William H. dan Soero Soeroto (eds.) Pemahaman Sejarah Indonesia: Sebelum dan SesudahRevoulsi. Jakarta: LP3ES Hariyono Mempelajari Sejarah Secara Efektif. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. Kartodirdjo, Sartono Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia. Kuntowijoyo Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang, Maarif, Syafi i Ibn Khaldun dan Kontribusinya di Bidang Sejarah. Yogyakarta: LSIPM. Moehnilabib, et.al Dasar-dasar Metodologi Penelitian. Malang: UM Press. Notosusanto, Nugroho Sejarah Demi MasaKini. Jakarta: UI Press. Sutrasno Sejarah dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Pradnya Paramita Kegiatan Pembelajaran 2 Abdurrachman Surjomihardjo Metode dan Metodologi. Dalam Pemikiran Biografi, Kepahlawanan dan Kesejarahan Suatu Kumpulan Prasaran Pada Berbagai Lokakarya Jilid I. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Hamid Hasan, S Kurikulum dan Buku Teks Sejarah dalam Kongres Nasional Sejarah 1996 Jakarta Sub Tema Perkembangan Teori dan Metodologi dan Orientasi Pendidikan Sejarah. Jakarta : Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 178

188 Kurikulum Pendidikan Sejarah Berbasis Kompetensi. Makalah pada Seminar Nasional Ikatan Himpunan Mahasiswa Sejarah Se-Indonesia (Ikahimsi) XII. Semarang, 16 April Hariyono Mempelajari Sejarah Secara Efektif. Jakarta : Pustaka Jaya Hamzah B. Uno Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara Hugiono & Poerwantana,P.K. 1987: Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta : PT Bina Aksara Ibnu Hizam Kontribusi Minat Belajar dan Kemampuan Klarifikasi Nilai Sejarah dalam Pembentukan Sikap Nasionalisme dalam Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 3, No. 2, Juni I Gde Widja Pengantar Ilmu Sejarah: Sejarah dalam Perspektif Pendidikan. Semarang: Satya Wacana Sejarah Lokal Suatu Perspektif dalam Pengajaran Sejarah. Bandung : Angkasa. Imam Barnadib Dasar-Dasar Metode Sejarah Pendidikan. Yogyakarta: Yayasan Penerbit FIP-IKIP Yogyakarta Jarolimek, John Social Studies in Elementary Education.Ney York: Macmillan Co. Kosasih Djahiri Pendekatan Tehnik Pengembangan Materi dan Program Pengajaran IPS. Jakarta: P3G Depdikbud Koentjaraningrat Guna Antropologi untuk Historiografi Indonesia. Dalam Majalah Ilmu-ilmu Sastra Indonesia Jilid I: Jakarta: Universitas Indonesia Krug, Mark. M History and the Social Sciences. Walthan Mass: Braisdell Mar at Sikap Manusia Perubahan serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia. Moedjanto, G Pengembangan Konsep Diri Lewat Pengajaran Sejarah. dalam Seminar Nasional IV di Yogyakarta tanggal 16 s/d 19 Desember Jakarta: Depdikbud Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. Moh. Ali,R Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia. Yogyakarta: LkiS. Sartono Kartodirdjo.1993.Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Sidi Gazalba Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu. Jakarta: Bhatara Karya Aksara. 179

189 Syaiful B. Djamarah & Aswan Zain Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta Sukmadinata Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Sutrisno Kuntoyo Suatu Catatan Tentang Kesadaran Sejarah. Dalam Pemikiran Tentang Pembinaan Kesadaran Sejarah Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Pembinaan Kesadaran dan Penjernihan Sejarah. Jakarta: Depdikbud Taufik Abdullah (Ed) Sejarah Lokal di Indonesia. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press Di Sekitar Pengajaran Sejarah yang Refkletif dan Inspiratif. Dalam Jurnal Sejarah Pemikiran, Rekonstruksi, Persepsi 6 oleh Masyarakat Sejarawan Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Kegiatan Pembelajaran 3 Daliman Sejarah Indonesia Abad 19- Awal Abad 20. Yogyakarta : FIS UNY Kartodirdjo, Saartono dan Djoko Suryo Sejarah Perkebunan di Indonesia: Kajian Sejarah Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media. Kuntowijoyo Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wcana. Kurniawan, Hendra Dampak Sistem Tanam Paksa terhadap Dinamikan Perekonomian Petani Jawa Dalam Jurnal Social Vol 11, No. 2 (hlm ) Ricklef, M.C Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta : UGM Press Robert van Niel Warisan Sistem Tanam Paksa Bagi Perkembangan Ekonomi Berikutnya. Dalam Booth, Anne (Eds). Sejarah Ekonomi Indonesia. Jakarta: LP3 ES Scott, James C Moral Ekonomi Petani: Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES. Thee Kian-we Perekonomian Indonesia di Zaman Kolonial. Dalam Booth, Anne (Eds) Sejarah Ekonomi Indonesia. Jakarta: LP3 ES. Kegiatan Pembelajaran 4 Kemdikbud Permendiknas no 41 tahun 2007 tentang standar proses pendidikan. 180

190 Permendikbud 64 tahun 2013 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Permendikbud 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Permendikbud 66 tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Permendikbud 59 tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Permendikbud. 103 tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Permendikbud. 104 tahun 2014 tentang Penilaian hasil Belajar Oleh Pendidik Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Kegiatan Pembelajaran 5 Badrun Kartowagiran Item and Test Analysis (ITEMAN); Makalah Penyegaran Metodologi Penelitian Pascasarjana UNY Yogyakarta Mart Tim Panduan Analisis Butir Soal, Jakarta: Dirjen Dikdasmen Depdiknas. 181

191 182

MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) i MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL KELOMPOK

Lebih terperinci

MODUL GURU PEMBELAJAR

MODUL GURU PEMBELAJAR MODUL GURU PEMBELAJAR Mata Pelajaran Sejarah Sekolah Menengah Atas (SMA) Kelompok Kompetensi I : Profesional : Problematika Sejarah Tematis Pedagogik : Pengembangan Media Pembelajaran dan PTK PENYUSUN

Lebih terperinci

MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEJARAH SMA/SMK TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KELOMPOK KOMPETENSI A

MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEJARAH SMA/SMK TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KELOMPOK KOMPETENSI A MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEJARAH SMA/SMK TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KELOMPOK KOMPETENSI A PROFESIONAL: PENGANTAR SEJARAH INDONESIA I PEDAGOGIK: DASAR DASAR PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL KELOMPOK

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) i MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL KELOMPOK

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN

PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN MODUL PELATIHAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN JENJANG SMA/SMK Terintegrasi Penguatan Pendidikan Karakter dan Pengembangan Soal USBN Kelompok Kompetensi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN

PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN MODUL PELATIHAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN JENJANG SMA/SMK Terintegrasi Penguatan Pendidikan Karakter dan Pengembangan Soal USBN Kelompok Kompetensi

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL KELOMPOK

Lebih terperinci

KELOMPOK KOMPETENSI C PROFESIONAL: PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING

KELOMPOK KOMPETENSI C PROFESIONAL: PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN BIMBINGAN DAN KONSELING (BK) SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KELOMPOK KOMPETENSI C PROFESIONAL: PROGRAM BIMBINGAN

Lebih terperinci

PERANGKAT MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEKOLAH DASAR KELAS AWAL KELOMPOK KOMPETENSI H

PERANGKAT MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEKOLAH DASAR KELAS AWAL KELOMPOK KOMPETENSI H PERANGKAT MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEKOLAH DASAR KELAS AWAL KELOMPOK KOMPETENSI H DIREKTORRAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2017 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN JENJANG SMA/SMK

MODUL PELATIHAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN JENJANG SMA/SMK MODUL PELATIHAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN JENJANG SMA/SMK Terintegrasi Penguatan Pendidikan Karakter dan Pengembangan Soal USBN Kelompok Kompetensi

Lebih terperinci

Manfaat Mempelajari Sejarah

Manfaat Mempelajari Sejarah Manfaat Mempelajari Sejarah MODUL 2 MATA PELAJARAN SEJARAH KELAS X SEMESTER 1 Penyusun : Yayan Syalviana, S.Pd. Wiwi Wiarsih, SS. SMA Negeri 26 Bandung Jalan Sukaluyu No. 26 Cibiru Bandung 40614 SMAN 26

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL KELOMPOK KOMPETENSI

Lebih terperinci

MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEJARAH SMA/SMK KELOMPOK KOMPETENSI H

MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEJARAH SMA/SMK KELOMPOK KOMPETENSI H i MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEJARAH SMA/SMK TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KELOMPOK KOMPETENSI H PROFESIONAL: SEJARAH TEMATIS PEDAGOGIK: ANALISIS PENILAIAN AUTENTIK, MEDIA

Lebih terperinci

PERANGKAT MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SD AWAL KELOMPOK KOMPETENSI J

PERANGKAT MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SD AWAL KELOMPOK KOMPETENSI J PERANGKAT MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SD AWAL KELOMPOK KOMPETENSI J DIREKTORRAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2017 KATA PENGANTAR Puji dan

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL KELOMPOK KOMPETENSI

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) IPS SMP KK J i MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL

Lebih terperinci

MODUL GURU PEMBELAJAR

MODUL GURU PEMBELAJAR MODUL GURU PEMBELAJAR Mata Pelajaran Sejarah Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kelompok Kompetensi A : Profesional : Pengantar Sejarah Indonesia I Pedagogik : Dasar Dasar Pembelajaran

Lebih terperinci

PERANGKAT MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI KELOMPOK KOMPETENSI I

PERANGKAT MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI KELOMPOK KOMPETENSI I PERANGKAT MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI KELOMPOK KOMPETENSI I DIREKTORRAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2017 KATA

Lebih terperinci

SEKOLAH DASAR (SD) KELAS AWAL TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL KELOMPOK KOMPETENSI H

SEKOLAH DASAR (SD) KELAS AWAL TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL KELOMPOK KOMPETENSI H MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEKOLAH DASAR (SD) KELAS AWAL TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL KELOMPOK KOMPETENSI H PEDAGOGIK: PEMANFAATAN HASIL PENILAIAN

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) i MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL KELOMPOK

Lebih terperinci

KISI KISI DAN SOAL ULANGAN TENGAH SEMESTER GASAL TAHUN PELAJARAN

KISI KISI DAN SOAL ULANGAN TENGAH SEMESTER GASAL TAHUN PELAJARAN KISI KISI DAN SOAL ULANGAN TENGAH SEMESTER GASAL TAHUN PELAJARAN 2014 2015 MATA PELAJARAN KELAS / PROGRAM / SEMESTER ALOKASI WAKTU JENIS SOAL : SEJARAH (PEMINATAN) : X / IIS/ GASAL : 90 Menit : Pilihan

Lebih terperinci

MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER

MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KELOMPOK KOMPETENSI G PROFESIONAL : PENILAIAN DALAM BK Direktorat

Lebih terperinci

PEDAGOGIK: REFLEKSI PEMBELAJARAN DAN TINDAK LANJUTNYA MELALUI PTK PROFESIONAL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN MELALUI TINDAKAN REFLEKTIF

PEDAGOGIK: REFLEKSI PEMBELAJARAN DAN TINDAK LANJUTNYA MELALUI PTK PROFESIONAL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN MELALUI TINDAKAN REFLEKTIF MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEKOLAH DASAR (SD) KELAS AWAL TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KELOMPOK KOMPETENSI J PEDAGOGIK: REFLEKSI PEMBELAJARAN DAN TINDAK LANJUTNYA MELALUI

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL KELOMPOK

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN JENJANG SMA/SMK

MODUL PELATIHAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN JENJANG SMA/SMK MODUL PELATIHAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN JENJANG SMA/SMK Terintegrasi Penguatan Pendidikan Karakter dan Pengembangan Soal USBN Kelompok Kompetensi

Lebih terperinci

KELOMPOK KOMPETENSI C

KELOMPOK KOMPETENSI C MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN (PJOK) SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL KELOMPOK KOMPETENSI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas secara rinci mengenai metode penelitian yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas secara rinci mengenai metode penelitian yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas secara rinci mengenai metode penelitian yang dipakai oleh penulis dalam mengumpulkan sumber berupa data dan fakta yang berkaitan dengan judul skripsi

Lebih terperinci

Kata Sambutan. Jakarta, April 2017 Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Sumarna Surapranata, Ph.D. NIP

Kata Sambutan. Jakarta, April 2017 Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Sumarna Surapranata, Ph.D. NIP Kata Sambutan Peran guru profesional dalam proses pembelajaran sangat penting sebagai kunci keberhasilan belajar siswa. Guru profesional adalah guru yang kompeten membangun proses pembelajaran yang baik

Lebih terperinci

KELOMPOK KOMPETENSI I

KELOMPOK KOMPETENSI I MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN (PJOK) SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL ` KELOMPOK KOMPETENSI

Lebih terperinci

GURU PEMBELAJAR. Budi Kusumawati. Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan Dikdasmen Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan

GURU PEMBELAJAR. Budi Kusumawati. Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan Dikdasmen Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan GURU PEMBELAJAR Budi Kusumawati Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan Dikdasmen Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan PROGRAM PENGEMBANGAN GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN (RPJMN 2015 2019) Sasaran

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN SENI BUDAYA SENI TEATER SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER

MATA PELAJARAN SENI BUDAYA SENI TEATER SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN MATA PELAJARAN SENI BUDAYA SENI TEATER SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KELOMPOK KOMPETENSI J PEDAGOGIK: REFLEKSI DAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 41 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DENGAN

Lebih terperinci

MATERI USBN SEJARAH INDONESIA. 6. Mohammad Ali : Sejarah adalah berbagai bentuk penggambaran tentang pengalaman kolektif di masa lampau

MATERI USBN SEJARAH INDONESIA. 6. Mohammad Ali : Sejarah adalah berbagai bentuk penggambaran tentang pengalaman kolektif di masa lampau MATERI USBN SEJARAH INDONESIA PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP ILMU SEJARAH 1. PENGERTIAN SEJARAH Istilah Sejarah berasal dari bahasa Arab yaitu Syajaratun yang berarti Pohon. Penggunaan kata tersebut dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai patriotisme. Lunturnya nilai-nilai patriotisme pada sebagian masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai patriotisme. Lunturnya nilai-nilai patriotisme pada sebagian masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemuda-pemudi khususnya siswa di Indonesia sekarang memang sangat banyak terlibat dalam perkembangan gaya hidup arus global yang terkait dengan gengsi semata. Hal ini

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER

MATA PELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN MATA PELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KELOMPOK KOMPETENSI J PEDAGOGIK: REFLEKSI DAN PTK DALAM

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN JENJANG SMA/SMK

MODUL PELATIHAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN JENJANG SMA/SMK MODUL PELATIHAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN JENJANG SMA/SMK Terintegrasi Penguatan Pendidikan Karakter dan Pengembangan Soal USBN Kelompok Kompetensi

Lebih terperinci

Kata Sambutan. Jakarta, April 2017 Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Sumarna Surapranata, Ph.D. NIP

Kata Sambutan. Jakarta, April 2017 Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Sumarna Surapranata, Ph.D. NIP Kata Sambutan Peran guru profesional dalam proses pembelajaran sangat penting sebagai kunci keberhasilan belajar siswa. Guru profesional adalah guru yang kompeten membangun proses pembelajaran yang baik

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN JENJANG SMA/SMK

MODUL PELATIHAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN JENJANG SMA/SMK MODUL PELATIHAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN JENJANG SMA/SMK Terintegrasi Penguatan Pendidikan Karakter dan Pengembangan Soal USBN Kelompok Kompetensi

Lebih terperinci

MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEJARAH SMA/SMK TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KELOMPOK KOMPETENSI J

MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEJARAH SMA/SMK TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KELOMPOK KOMPETENSI J i MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEJARAH SMA/SMK TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KELOMPOK KOMPETENSI J PROFESIONAL: SEJARAH MULTIDIMENSIONAL PEDAGOGIK: INOVASI DALAM PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU BUKU

PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU BUKU PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU BUKU 3 PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN CALON TIM PENILAI JABATAN FUNGSIONAL GURU KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

DIKLAT CALON TIM PENILAI JABATAN FUNGSIONAL GURU

DIKLAT CALON TIM PENILAI JABATAN FUNGSIONAL GURU PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU BUKU 3 PANDUAN PENYELENGGARAAN DIKLAT CALON TIM PENILAI JABATAN FUNGSIONAL GURU KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN GURU

MATERI PELATIHAN GURU MATERI PELATIHAN GURU IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SMP KEMENTERIAN AGAMA 2013 i Diterbitkan oleh: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Direktorat Pendidikan Agama Islam Kementerian

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

Lebih terperinci

PEDOMAN PRAKTIKUM.

PEDOMAN PRAKTIKUM. PEDOMAN PRAKTIKUM 1 PENGEMBANGAN SILABUS DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN SEJARAH Oleh : SUPARDI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

MATA PELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN MATA PELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KELOMPOK KOMPETENSI F PEDAGOGIK: RANCANGAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 29 BAB III METODE PENELITIAN Skripsi ini berjudul Peranan Pesantren Syamsul Ulum Dalam Revolusi Kemerdekaan di Sukabumi (1945-1946). Untuk membahas berbagai aspek mengenai judul tersebut, maka diperlukan

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER

MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KELOMPOK KOMPETENSI A PEDAGOGIK: KARAKTERISTIK PESERTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN MUATAN LOKAL KABUPATEN BANJARNEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini merupakan pemaparan mengenai metode dan teknik penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengkaji permasalahan mengenai Afrika Selatan dibawah pemerintahan Presiden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penindasan bangsa lain, pada era global ini harus mempertahankan. identitas nasional dalam lingkungan yang kolaboratif.

BAB I PENDAHULUAN. penindasan bangsa lain, pada era global ini harus mempertahankan. identitas nasional dalam lingkungan yang kolaboratif. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa-bangsa yang pada masa lalu dibangun sebagian besar akibat penindasan bangsa lain, pada era global ini harus mempertahankan identitas nasional dalam

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) i MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL KELOMPOK

Lebih terperinci

Kata Sambutan. Jakarta, April 2017 Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Sumarna Surapranata, Ph.D. NIP

Kata Sambutan. Jakarta, April 2017 Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Sumarna Surapranata, Ph.D. NIP Kata Sambutan Peran guru profesional dalam proses pembelajaran sangat penting sebagai kunci keberhasilan belajar siswa. Guru profesional adalah guru yang kompeten membangun proses pembelajaran yang baik

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL

MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL KELOMPOK KOMPETENSI I PEDAGOGIK:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses perubahan atau pendewasaan manusia, berawal dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak biasa menjadi biasa, dari tidak paham menjadi pahan

Lebih terperinci

Buku Pegangan Pembekalan Admin Program Guru Pembelajar

Buku Pegangan Pembekalan Admin Program Guru Pembelajar i ii DESKRIPSI SINGKAT BUKU PEGANGAN PEMBEKALAN ADMIN GURU PEMBELAJAR Buku pegangan ini disusun untuk membantu admin dalam melakukan persiapan dan mendukung kelancaran Guru Pembelajar (GP). Diharapkan

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN SENI BUDAYA SENI TEATER SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL

MATA PELAJARAN SENI BUDAYA SENI TEATER SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN MATA PELAJARAN SENI BUDAYA SENI TEATER SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL KELOMPOK KOMPETENSI E

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEAKSARAAN LANJUTAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEAKSARAAN LANJUTAN SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEAKSARAAN LANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN

PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN MODUL PELATIHAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN JENJANG SMA/SMK Terintegrasi Penguatan Pendidikan Karakter dan Pengembangan Soal USBN Kelompok Kompetensi

Lebih terperinci

MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEJARAH SMA/SMK KELOMPOK KOMPETENSI E

MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEJARAH SMA/SMK KELOMPOK KOMPETENSI E MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEJARAH SMA/SMK TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KELOMPOK KOMPETENSI E PROFESIONAL: PROBLEMATIKA MATERI SEJARAH LANJUT PEDAGOGIK: PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

SEKOLAH DASAR (SD) KELAS TINGGI TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL KELOMPOK KOMPETENSI G

SEKOLAH DASAR (SD) KELAS TINGGI TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL KELOMPOK KOMPETENSI G MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEKOLAH DASAR (SD) KELAS TINGGI TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL KELOMPOK KOMPETENSI G PEDAGOGIK: PERANCANGAN PEMBELAJARAN YANG

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL

MATA PELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN MATA PELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL KELOMPOK KOMPETENSI G PEDAGOGIK: PENILAIAN

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL KELOMPOK KOMPETENSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seluruh Warga Negara Indonesia berhak untuk mendapatkan pendidikan. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, yang mewajibkan pemerintah menyediakan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode perjuangan tahun 1945-1949 sering disebut dengan masa perjuangan revolusi fisik atau periode perang mempertahankan kemerdekaan. Periode tersebut merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2017 TENTANG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2017 TENTANG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2017 TENTANG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Indonesia sebagai bangsa

Lebih terperinci

PROGRAM PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN KEPALA SEKOLAH PPPPTK PENJAS BK 2017

PROGRAM PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN KEPALA SEKOLAH PPPPTK PENJAS BK 2017 PROGRAM PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN KEPALA SEKOLAH PPPPTK PENJAS BK 2017 DEFINISI PKB KS/M Pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah proses dan kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL KELOMPOK KOMPETENSI

Lebih terperinci

PROGRAM PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN

PROGRAM PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PROGRAM PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Pengembangan Diri Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Publikasi Ilmiah Karya InovaLf Kedudukan Program Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran sejarah merupakan pelajaran yang mempunyai objek

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran sejarah merupakan pelajaran yang mempunyai objek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mata pelajaran sejarah merupakan pelajaran yang mempunyai objek manusia yang memfokuskan pada aspek kehidupan di masa lampau. Pelajaran sejarah di Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Deklarasi terhadap pembentukan sebuah negara yang merdeka tidak terlepas dari pembicaraan mengenai pembentukan struktur atau perangkatperangkat pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Melalui pendidikan, manusia mendapatkan pembelajaran secara kognitif, afektif dan psikomotor yang kemudian

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU SEJARAH

PENGANTAR ILMU SEJARAH Resume Buku PENGANTAR ILMU SEJARAH Karya: Prof. Dr. Kuntowijoyo Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan

Lebih terperinci

MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN

MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN ANTROPOLOGI SMA TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KELOMPOK KOMPETENSI A Pedagogik: Perangkat Pembelajaran Profesional: Pengantar Antropologi DIREKTORAT

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sejarah memberikan makna dan pengalaman tentang peristiwa masa lampau. Sejarah mengajarkan kita untuk dapat bertindak lebih bijaksana. Melalui pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesadaran sejarah mempunyai arti penting dalam pembentukan kepribadian individu/masyarakat dan kepribadian ini akan menciptakan sebuah identitas dari individu atau masyarakat

Lebih terperinci

5. Materi sejarah berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup.

5. Materi sejarah berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup. 13. Mata Pelajaran Sejarah Untuk Paket C Program IPS A. Latar Belakang Sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-usul dan perkembangan serta peranan masyarakat di masa lampau

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PENELITIAN TINDAKAN KELAS

KONSEP DASAR PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN BIOLOGI SMA TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KONSEP DASAR PENELITIAN TINDAKAN KELAS Dr. Yeni Hendriani, M.Si. Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

Kata Sambutan. Jakarta, Maret 2017 Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Sumarna Surapranata, Ph.D. NIP

Kata Sambutan. Jakarta, Maret 2017 Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Sumarna Surapranata, Ph.D. NIP Kata Sambutan Peran guru profesional dalam proses pembelajaran sangat penting sebagai kunci keberhasilan belajar siswa. Guru profesional adalah guru yang kompeten membangun proses pembelajaran yang baik

Lebih terperinci

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI PENGAWAS SEKOLAH

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI PENGAWAS SEKOLAH 1 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI PENGAWAS SEKOLAH Oleh: Prof. Dr. H. Sufyarma Marsidin, M.Pd. Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UNP, Padang. Abstrak: Pengawas sekolah salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tercantum dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003:

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pemilihan lokasi penelitian adalah: (usaha perintis) oleh pemerintah. tersebut dipilih atas pertimbangan:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pemilihan lokasi penelitian adalah: (usaha perintis) oleh pemerintah. tersebut dipilih atas pertimbangan: BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di kota Salatiga. Pertimbangan pemilihan lokasi penelitian adalah: 1. Sekolah Guru B di Salatiga menjadi salah satu pilot

Lebih terperinci

BAB IV STANDAR KOMPETENSI GURU. Setelah membaca materi ini mahasiswa diharapkan memahami standar

BAB IV STANDAR KOMPETENSI GURU. Setelah membaca materi ini mahasiswa diharapkan memahami standar Profesi Keguruan Rulam Ahmadi BAB IV STANDAR KOMPETENSI GURU A. Kompetensi Dasar Setelah membaca materi ini mahasiswa diharapkan memahami standar kompetensi guru yang meliputi guru PAUD/TK/RA, guru SD/MI,

Lebih terperinci

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar!

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar! 2) Guna Ekstrinsik meliputi: - Sejarah sebagai pendidikan moral - Sejarah sebagai pendidikan penalaran - Sejarah sebagai pendidikan politik - Sejarah sebagai pendidikan kebijakan - Sejarah sebagai pendidikan

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN BAGI PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU BUKU 5 PEDOMAN

PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU BUKU 5 PEDOMAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU BUKU 5 PEDOMAN PENILAIAN KEGIATAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN GUNA MENDUKUNG PENGEMBANGAN PROFESI GURU PEMBELAJAR (PPGP) KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati

BAB III METODE PENELITIAN. berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati 93 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah proses penelitian yang menghasilkan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan erat kaitannya dengan proses belajar mengajar. Seperti di sekolah tempat pelaksanaan pendidikan, peserta didik dan pendidik saling melaksanakan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak akan pernah hilang selama kehidupan manusia berlangsung. Karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang harus dididik dan dapat dididik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan menujukan bahwa kebudayan Indonesia telah tumbuh dan. generasi sebelumnya bahkan generasi yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan menujukan bahwa kebudayan Indonesia telah tumbuh dan. generasi sebelumnya bahkan generasi yang akan datang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kenyataan menujukan bahwa kebudayan Indonesia telah tumbuh dan berkembang sejak ribuan tahun yang lampau, ini yang dapat di lihat dari kayakarya para leluhur bangsa

Lebih terperinci

MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER

MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KELOMPOK KOMPETENSI J PEDAGOGIK: ESENSI PELAYANAN BIMBINGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM). Pendidikan seyogyanya menyiapkan generasi yang berkualitas

Lebih terperinci

Sejarah sebagai Kisah, Peristiwa, Ilmu, dan Seni

Sejarah sebagai Kisah, Peristiwa, Ilmu, dan Seni Sejarah sebagai Kisah, Peristiwa, Ilmu, dan Seni MODUL 1 MATA PELAJARAN SEJARAH KELAS X SEMESTER 1 Penyusun : Yayan Syalviana, S.Pd. Wiwi Wiarsih, SS. SMA Negeri 26 Bandung Jalan Sukaluyu No. 26 Cibiru

Lebih terperinci

MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER

MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KELOMPOK KOMPETENSI D PROFESIONAL: IMPLEMENTASI PELAYANAN

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN (PJOK) SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

MATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN (PJOK) SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN (PJOK) SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KELOMPOK KOMPETENSI H PEDAGOGIK ESENSI PELAYANAN BIMBINGAN

Lebih terperinci