PENGAWASAN MUTU PRODUK IKAN TUNA DENGAN OLIVE OIL DALAM KALENG DI PT. BANYUWANGI CANNERY INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGAWASAN MUTU PRODUK IKAN TUNA DENGAN OLIVE OIL DALAM KALENG DI PT. BANYUWANGI CANNERY INDONESIA"

Transkripsi

1 PENGAWASAN MUTU PRODUK IKAN TUNA DENGAN OLIVE OIL DALAM KALENG DI PT. BANYUWANGI CANNERY INDONESIA LAPORAN KERJA PRAKTEK Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan Oleh : Yosua Santoso NIM : 14.I PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2017

2 HALAMAN PENGESAHAN PENGAWASAN MUTU PRODUK IKAN TUNA DENGAN MEDIA OLIVE OIL DALAM KALENG DI PT. BANYUWANGI CANNERY INDONESIA Oleh: YOSUA SANTOSO NIM : 14.I PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PANGAN Laporan Kerja Praktek ini telah disetujui dan dipertahankan di hadapan sidang penguji pada tanggal : Soegijapranata Semarang, 11 Juli 2017 Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Pembimbing Lapangan Dosen Pembimbing Titis Indraswati P Inneke Hantoro, STP. MSc Dekan Dr. Victoria Kristina Ananingsih, ST., MSc. i

3 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat penyertaan, karunia dan rahmatnya, sehingga penulis dapat melaksanakan KP di PT. Banyuwangi Cannery Indonesia dan menyelesaikan laporan KP yang berjudul Pengawasan Mutu Produk Ikan Tuna dengan Olive Oil Dalam Kaleng di PT. Banyuwangi Cannery Indonesia dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Semua ini berkat doa, semangat, dukungan, nasihat, bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Tuhan Yesus Kristus, atas berkat penyertaan-nya yang luar biasa. 2. Ibu Dr. V. Kristina Ananingsih, ST, MSc sebagai Dekan dari Fakultas Tekonologi Pertanian, Program Studi Teknologi Pangan yang sudah membantu serta memberikan ijin kepada penulis supaya dapat melaksanakan kerja praktek. 3. Ibu Inneke Hantoro, STP. MSc., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, waktu, pikiran dan tenaganya dari pemberian pengarahan sebelum kerja praktek hingga penyusunan laporan akhir. 4. Bapak Aminoto, selaku direktur PT. Banyuwangi Cannery Indonesia yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk dapat melaksanakan KP. 5. Cik Sherly, selaku komisaris dan direktur marketing PT. Banyuwangi Cannery Indonesia yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk dapat melaksanakan KP pada divisi QC. 6. Bapak Koesnadi, selaku manajer PT. Banyuwangi Cannery Indonesia yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk dapat melaksanakan KP. 7. Titis Indraswati P, selaku pembimbing lapangan yang sudah membimbing dan mendampingi penulis selama masa kerja praktek di PT. Banyuwangi Cannery Indonesia. 8. Seluruh staff PT. Banyuwangi Cannery Indonesia yang sudah membantu, mau direpotkan, memberikan informasi, bimbingan serta menjadi keluarga baru selama masa kerja praktek. 9. Papi, Mami, Jessica dan segenap keluarga besar yang sudah memberikan dukungan, doa, semangat selama masa kerja praktek hingga menyelesaikan laporan akhir. ii

4 10. Jordan, Audrey, Priska, Lisa, Nita, Rena, dan Yovita sebagai teman seperjuangan melaksanakan kerja praktek di Banyuwangi. 11. Semua pihak yang telah membantu baik dalam bentuk doa, dukungan, semangat penulis dalam kelancaran baik kerja praktek maupun penyusunan laporan kerja praktek yang tidak dapat penulis disebutkan satu per satu. Penulis berharap semoga laporan KP ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan KP ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan KP ini dan demi kebaikan penulis di masa mendatang. Tuhan Yesus memberkati. Semarang, 11 Juli 2017 Penulis iii

5 DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.2. Tujuan Waktu dan Tempat Pelaksanaan Metode Kerja Praktek KEADAAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perkembangan Perusahaan Lokasi & Tata Letak Perusahaan Visi & Misi Perusahaan Pernyataan Kebijakan Mutu Struktur Organisasi Perusahaan Ketenagakerjaan Perusahaan Sistem Pemasaran SPESIFIKASI PRODUK PT. BANYUWANGI CANNERY INDONESIA Produk yang Dihasilkan PROSES PRODUKSI Proses Produksi Produk Ikan Tuna Penerimaan Bahan Baku Thawing Penyiangan & Pencucian Pemaskaan Pendinginan Deheading Trimming Pemotongan & Pengisian Daging Penambahan Media Seaming & Can Washing Sterilisasi Pemeraman Pengemasan iv

6 5. PENGAWASAN MUTU IKAN TUNA DALAM KALENG Pengawasan Mutu Bahan Baku Pengawasan Mutu Proses Produksi Ikan Tuna Dalam Kaleng Pengawasan Mutu Pengemas Pengawasan Mutu Produk Jadi PEMBAHASAN Pengawasan Mutu Bahan Baku Pengawasan Mutu Proses Produksi Pengawasan Mutu Pengemas Pengawasan Mutu Produk Jadi KESIMPULAN & SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN v

7 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja di PT. Banyuwangi Cannery Indonesia... 7 Tabel 2. Jenis Produk PT. Banyuwangi Cannery Indonesia Tabel 3. Parameter pengawasan mutu fisik bahan baku ikan tuna dalam kaleng Tabel 4. Pengawasan mutu proses produksi kerupuk ikan Tabel 5. Parameter pengawasan mutu fisik kemasan ikan tuna dalam kaleng Tabel 6. Pengawasan mutu produk vi

8 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur Organisasi PT. Banyuwangi Cannery Indonesia... 6 Gambar 2. Berbagai Brand PT. Banyuwangi Cannery Indonesia... 9 Gambar 3. Alur proses produksi ikan tuna PT. Banyuwangi Cannery Indonesia Gambar 4. Penerimaan Bahan Baku Gambar 5. Thawing Gambar 6. Penyiangan & Pencucian Gambar 7. Cooker Gambar 8. Pendinginan Gambar 9. Deheading Gambar 10. Trimming Gambar 11. Pemotongan & Pengisian Daging Gambar 12. Pengisian Media Gambar 13. Seaming & Can Washing Gambar 14. Sterilisasi (Retort) Gambar 15. Pemeraman Gambar 16. Kemasan Karton Box vii

9 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Denah proses produksi PT. Banyuwangi Cannery Indonesia Lampiran 2. Denah lokasi PT. Banyuwangi Cannery Indonesia (Google Maps) Lampiran 3. Pabrik PT. Banyuwangi Cannery Indonesia Lampiran 4. Presensi Kerja Praktek viii

10 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri di bidang pangan sudah semakin maju dan berkembang secara teknologi maupun inovasi. Dengan hal tersebut, sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang akan semakin sadar adanya berbagai produk pangan untuk mencukupi kebutuhan gizi tanpa diabaikannya aspek kualitas yang menunjang kesehatan. Pengetahuan dasar mengenai industri pangan telah mahasiswa dapatkan melalui kegiatan perkuliahan. Namun, mahasiswa sadar bahwa di dalam dunia industri tidak hanya pengetahuan yang dibutuhkan tetapi juga meliputi pengalaman bekerja dalam industri pangan. Pengalaman kerja yang dibutuhkan adalah kemampuan dalam menyelesaikan masalah ketika menghadapi suatu kondisi sesungguhnya di lapangan. Melalui Kerja Praktek (KP) dapat diperoleh segala kondisi dan situasi yang terjadi di lapangan serta praktek yang sesungguhnya di dunia pangan, sehingga ketika sudah berada di dalam dunia kerja tidak hanya teori yang diperoleh tetapi juga pengalaman kerja praktek (KP). Dalam perkuliahan, di Fakultas Teknologi PERTANIAN didapatkan pengetahuan seputar bidang pangan antara lain pengolahan pangan, karakteristik bahan pangan, pengawasan mutu dan mesin & peralatan dalam industri pangan serta mata kuliah pilihan lainnya yang berhubungan dengan industri pangan. Dalam mempraktekkan dan menerapkan ilmu tersebut dilakukan berbagai kegiatan seperti melakukan berbagai praktikum di laboratorium, kuliah kerja lapangan (KKL), serta adanya program KP. KP merupakan salah satu mata kuliah dalam Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata yang dilakukan pada semester V/VI selama minimal 22 hari kerja. Melalui KP, diharapkan teori yang didapat selama perkuliahan dapat diterapkan secara nyata dan juga pengetahuan tambahan dalam perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian industri pangan melalui praktek langsung yang tidak mahasiswa dapatkan selama perkuliahan dapat diperoleh. Selain sebagai sebuah mata kuliah yang harus dipilih, mahasiswa selaku peserta yang akan mengikuti kp juga merasa membutuhkan dalam memahami dan mengenal situasi yang ada di 1

11 2 dalam dunia kerja. Diharapkan dengan KP yang diambil dapat memberi wawasan dan gambaran tentang bagaimana suatu perusahaan beroperasi. PT. Banyuwangi Cannery Indonesia dipilih sebagai tempat KP karena perusahaan ini merupakan salah satu industri pengalengan ikan tuna terbesar di Indonesia yang menghasilkan berbagai jenis produk ikan tuna dalam kaleng. Perkembangan produk pangan berbasis seafood di Indonesia tidak lepas dari perjuangan PT. Banyuwangi Cannery Indonesia untuk terus maju dan berkembang. Selain karena hal tersebut, juga adanya rasa tertarik terhadap perkembangan teknologi hasil laut dan bagaimana pengolahannya, sehingga dipilihlah PT. Banyuwangi Cannery Indonesia sebagai tempat yang tepat dalam mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari Tujuan Tujuan dari dilaksanakannya kerja praktek ini adalah : a. Menerapkan pengetahuan dasar yang telah didapatkan selama perkuliahan. b. Menambah wawasan dan pengetahuan terutama mengenai hal-hal yang berkaitan dengan bidang pangan. c. Mendapatkan gambaran mengenai situasi kerja industri pangan. d. Mengetahui masalah-masalah yang timbul di lapangan dan berusaha mencari penyelesaian atau solusi yang tepat untuk permasalahan tersebut Waktu dan Tempat Pelaksanaan KP ini dilaksanakan selama 22 hari kerja, dimulai dari tanggal 16 Januari 2016 sampai tanggal 10 Februari 2016 di PT. Banyuwangi Cannery Indonesia, di Jalan Raya Situbondo Km 12,5 Watudodol, Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur, Indonesia Metode Kerja Praktek Kerja praktek ini dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan dan mempraktikan langsung di beberapa bagian proses produksi, wawancara, dan diskusi dengan pembimbing lapangan mengenai proses produksi dan pengawasan mutu ikan tuna dalam kaleng dan mendengarkan setiap materi yang diberikan dari masing-masing bagian yang berkaitan dengan proses produksi dari bahan baku hingga menjadi produk

12 3 siap didistribusikan dan dijual. Selain itu dilakukan studi pustaka, berupa pengumpulan data dari berbagai literatur sebagai pembanding untuk penyusunan laporan kerja praktek.

13 2. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perkembangan Perusahaan PT. Banyuwangi Cannery Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri pangan. Perusahaan ini milik perseorangan yang berfokus pada produk ikan tuna yang dikemas dalam kaleng. PT. Banyuwangi Cannery Indonesia sudah memulai perusahaan pengalengan ini sejak Perusahaan ini dapat memproduksi hingga 10 ton per harinya dan memiliki kapasitas pengiriman perbulannya sebanyak 8FCL ( Full Container Load ). Produk yang dihasilkan berupa ikan tuna dengan olive oil, ikan tuna dengan sunflower oil, ikan tuna dengan soya bean oil, dan ikan tuna dengan brine. Perusahaan ini bergerak sebagai pemasok ikan tuna dalam kaleng, dan merek-merek yang digunakan berasal dari permintaan pembeli. Semakin berkembang perusahaan, permintaan akan variasi produk bermacam-macam. Awalnya perusahaan ini hanya memproduksi daging tuna dengan model chunk, setelah berkembang perusahaan ini juga memproduksi daging tuna dengan model slice dan full flake. Perusahaan ini didirikan di atas lahan seluas 1,5 hektar di Banyuwangi, Indonesia. Total dari pekerja di PT. Banyuwangi Cannery Indonesia yaitu sebanyak 211 orang, yang sudah termasuk pekerja bulanan dan pekerja harian yang berada di lapangan untuk memproses ikan tuna. Pasar utama perusahaan ini yaitu ekspor ke bagian Timur Tengah, Afrika, dan Eropa. Fasilitas produksi pada perusahaan ini didukung oleh sistem komputer pengendali mutu, gudang penyimpanan produk jadi yang dilengkapi dengan mesin pengatur suhu ruangan, serta dilakukan pemantauan kualitas secara terus menerus oleh laboratorium untuk menjaga kualitas produk dan untuk memenuhi keinginan pelanggan akan produk yang higienis. PT. Banyuwangi Cannery Indonesia telah mendapatkan sertifikat HACCP, European Union /EU B/C, GMP (Good Manufacturing Practice), HALAL, Dolphin Safe EII, Kosher (per shipment) Lokasi & Tata Letak Perusahaan PT. Banyuwangi Cannery Indonesia terletak di Jalan Raya Situbondo Km 12,5 Watudodol, Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur, Indonesia. Luas area total perusahaan ini adalah ±1.500 m 2, dengan luas bangunan yang digunakan untuk pabrik sekitar ±850 4

14 5 m 2. Denah PT. Banyuwangi Cannery Indonesia dapat dilihat pada lampiran 1. Sebelah timur perusahaan berbatasan dengan jalan menuju Ketapang, sebelah selatan berbatasan dengan bukit, sebelah utara berbatasan dengan Selat Bali, dan sebelah barat berbatasan dengan jalan menuju Bangsri. Denah lokasi PT. Banyuwangi Cannery Indonesia dapat dilihat pada lampiran Visi & Misi Perusahaan Visi dari PT. Banyuwangi Cannery Indonesia yaitu Menjadi perusahaan terdepan dalam menghasilkan produk hasil laut yang unggul dalam mutu dan keamanan pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di seluruh dunia. Misi dari PT. Banyuwangi Cannery Indonesia adalah : 1. Membentuk sistem jaminan mutu dan keamanan pangan 2. Meningkatkan kualitas dan kemampuan sumber daya manusia ( SDM ) 3. Meningkatkan sarana dan prasarana pengolahan 2.4. Pernyataan Kebijakan Mutu PT. Banyuwangi Cannery Indonesia mempunyai pernyataan kebijakan mutu yaitu Mutu adalah hidup kami, kami hanya memproduksi produk yang bermutu untuk memuaskan pelanggan. Komitmen kami adalah menerapkan system HACCP dalam berproduksi. Jika kami tidak menjaga mutu berarti kami keluar dari bisnis. Suksesnya bisnis kami, adalah berkat dukungan seluruh karyawan yang mengerti dan menjalankan kebijakan mutu Struktur Organisasi Perusahaan PT. Banyuwangi Cannery Indonesia menggunakan sistem organisasi garis (line organization). Struktur organisasi PT. Banyuwangi Cannery Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1.

15 6 Gambar 1. Struktur Organisasi PT. Banyuwangi Cannery Indonesia 2.6. Ketenagakerjaan Perusahaan Dalam suatu industri harus ada tenaga kerja yang bertujuan untuk kelancaran proses produksi. PT. Banyuwangi Cannery Indonesia terdapat dua golongan tenaga kerja, yaitu tenaga kerja tetap dan tenaga kerja kontrak. Tenaga kerja tetap adalah tenaga kerja yang bekerja setiap hari dan menerima upah serta dapat menikmati fasilitas dan tunjangan dari perusahaan, sedangkan tenaga kerja kontrak adalah tenaga kerja yang memiliki masa bekerja dalam waktu tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian (kontrak). Untuk menjadi tenaga kerja tetap di perusahaan ini harus melalui seleksi yang ditetapkan. Menurut undang-undang RI No.25 tahun 1997 sendiri, tenaga kerja merupakan setiap orang pria atau wanita yang sedang dalam dan atau akan melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Jumlah tenaga kerja di PT. Banyuwangi Cannery Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

16 7 Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja di PT. Banyuwangi Cannery Indonesia Kategori executive director general manager marketing plant manager production dept QC dept warehouse dept finance HRD technician & mechanic jumlah Jumlah 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 3 orang 1 orang 2 orang 1 orang 1 orang 13 orang Penetapan jam kerja untuk para tenaga kerja bagian staff kantor di PT. Banyuwangi Cannery Indonesia adalah 8 jam kerja dan dimulai pukul WIB setiap hari Senin hingga Sabtu. Waktu istirahat dibagi atas 2 bagian, yaitu pukul dan WIB. Adanya 2 bagian waktu istirahat bertujuan agar tenaga kerja dapat beristirahat secara bergantian dan semua proses produksi tetap berjalan selama jam istirahat. Jam kerja yang telah ditetapkan ini dapat mengalami perubahan, seperti halnya dengan peningkatan jam kerja atau lembur jika ada pesanan yang sangat banyak dan harus segera terpenuhi. Keselamatan tenaga kerja atau karyawan merupakan hal yang sangat penting yang diperhatikan oleh perusahaan adalah. PT. Banyuwangi Cannery Indonesia juga menyediakan fasilitas penunjang untuk menjamin keselamatan karyawan, antara lain adalah penyediaan alat pemadam kebakaran yang disesuaikan dengan material atau bahan serta tempat yang mudah dan rawan kebakaran tersebut, dan penyediaan fasilitas P3K seperti kotak obat-obatan. Setiap pegawai wajib mentaati peraturan yang berlaku di perusahaan dikarenakan adanya peraturan kedisiplinan yang telah ditetapkan yaitu, Seluruh pegawai diharuskan masuk kerja sesuai waktu yang telah ditentukan, sebelum masuk dan berada di ruang kerja/ produksi semua pegawai dilarang membawa hp, aksesoris, perhiasan, merokok, meludah, membuang sampah sembarangan, makan dan minum, seluruh pegawai bertanggung jawab atas pekerjaan

17 8 dan peralatan yang dipakainya, patuh dan taat pada atasan dan pimpinan divisi masingmasing, dan tata tertib harus di patuhi dan dilaksankan Sistem Pemasaran Untuk mendukung pemasaran, PT. Banyuwangi Cannery Indonesia bekerja sama dengan beberapa pihak baik perseorangan maupun sebuah industri makanan di beberapa negara. Sistem pemasaran produk tuna dalam kaleng ini dilakukan berdasarkan sistem job order dan untuk mendapatkan pembelinya dengan ikut serta dalam expo yang diselenggarakan di berbagai negara. Sistem job order dilakukan berdasarkan jumlah pesanan dari pelanggan kepada PT. Banyuwangi Cannery Indonesia. Jadi dalam hal ini PT. Banyuwangi Cannery Indonesia bertindak sebagai pemasok isi produk tuna dengan merek yang disesuaikan dari pembeli. Produk tuna dalam kaleng ini dipasarkan/ diekspor ke semua Negara di Afrika, Timur Tengah, dan Uni Emirates Arab. Proses pengiriman produk tuna dalam kaleng ini dilakukan dengan menggunakan kontainer jalur laut.

18 3. SPESIFIKASI PRODUK PT. BANYUWANGI CANNERY INDONESIA 3.1. Produk yang Dihasilkan PT. Banyuwangi Cannery Indonesia memproduksi berbagai macam produk ikan tuna dalam kaleng. Sejak didirikannya perusahaan ini hingga sekarang, banyak produk baru yang telah dikembangkan. Brand yang digunakan merupakan permintaan dari pembeli dan dipasarkan ke luar negeri. Gambar 2. Berbagai Brand PT. Banyuwangi Cannery Indonesia. Produk ikan tuna dalam kaleng yang diproduksi oleh PT ini dibagi menjadi 4 jenis media, yaitu olive oil, sunflower oil, soya bean oil, dan brine. Untuk jenis potongan produk dibagi menjadi 3 jenis, yaitu chunk, slice, dan flake. Produk dapat dapat dilihat pada Tabel 2. 9

19 10 Tabel 2. Jenis Produk PT. Banyuwangi Cannery Indonesia Produk Keterangan Tuna in soyabean oil Tuna in olive oil Tuna in sunflower oil Flake tuna Slice tuna meat

20 4. PROSES PRODUKSI 4.1. Proses Produksi Produk Ikan Tuna Diagram alir tahapan proses produksi dapat dilihat pada gambar 3. *Penerimaan bahan baku Thawing Penyiangan Pencucian Pemasakan Pendinginan Deheading *Trimming Pemotongan Pengisian daging *Penambahan media *Seaming Can washing *Sterilisasi (Retort) Pemeraman Pengemasan Gambar 3. Alur proses produksi ikan tuna PT. Banyuwangi Cannery Indonesia * = Bagian kritis yang perlu dikontrol 11

21 Penerimaan Bahan Baku Setiap bahan baku yang diterima diperiksa mutunya secara organoleptik dan ditangani sesuai dengan persyaratan teknik sanitasi dan higienis. Ikan yang tidak memenuhi persyaratan bahan baku akan ditolak. Untuk bahan baku segar akan segera dilakukan penanganan berupa penyimpanan pada cool storage pada suhu -18 o C. Bahan baku yang dalam keadaan segar apabila menunggu proses penanganan selanjutnya harus dimasukan ke dalam ABF (Air Blast Freezer) pada suhu -35 o C dan selanjutnya disimpan pada cool storage dengan suhu -18 o C. Adapun uji histamin dan formalin pada ikan yang baru datang. Gambar 4. Penerimaan bahan baku Thawing Sebelum diolah, ikan tuna harus dilelehkan terlebih dahulu apabila masih dalam keadaan beku untuk memudahkan proses selanjutnya dalam hal butchering. Pada proses pelelehan suhu ikan dikontrol hingga maksimal 4 o C atau tidak boleh 4 o C. Dikarenakan pada suhu 4 o C ikan akan rentan terhadap kontaminasi bakteri dan histamin. Ukuran dan volume ikan dalam satu bak akan sangat mempengaruhi waktu pelelehan. Bahaya fisik adalah salah satu bahaya potensial pada tahapan ini yang dapat disebabkan oleh kurang hati-hati dalam penerimaan bahan baku, sehingga dapat merusak tekstur bahan baku tersebut, dan juga suhu pada saat di dalam cool storage, hal itulah yang kemudian dapat memicu pertumbuhan bakteri patogen. Dengan memperhatikan atau mengkontrol pada proses penerimaan bahan baku dan suhu pada saat di dalam cool storage merupakan cara untuk mengatasi potensi bahaya tersebut.

22 13 Gambar 5. Thawing Penyiangan & Pencucian Pada tahap ini ikan tuna diambil bagian isi perut dan insang dengan menggunakan pisau. Limbah dari penyiangan dimanfaatkan dengan mengolahnya menjadi tepung ikan. Setelah dibersihkan, ikan akan dicuci dengan cara disiram terus menerus melalui pipa-pipa air yang terdapat di atas tempat pencucian, kemudian ditempatkan pada rak pre-cooking. Gambar 6. Penyiangan & pencucian

23 Pemasakan Pemasakan bertujuan agar proses pembersihan daging ikan dapat dilakukan dengan lebih mudah, mengurangi kandungan air, lemak, dan membuat daging ikan menjadi lebih kompak. Memasukkan ikan yang telah disusun dalam rak ke dalam cooker merupakan langkah awal dalam tahap pemasakan ini. Cooker sendiri adalah tempat atau ruangan pemasakan yang memiliki pintu yang dapat ditutup rapat untuk mencegah pengeluaran uap yang terlalu banyak. Untuk suhu pemasakan sekitar 75 o C - 90 o C, dan untuk lama waktu antara 60menit-90 menit sesuai dengan berat ikannya. Setelah itu dilakukan penurunan suhu dengan air disemprotkan melalui pipa-pipa yang terdapat di dalam cooker. Dengan menggunakan thermorecording atau termometer dapat diamatinya suhu dan waktu pemasakan. Gambar 7. Cooker Pendinginan Rak yang berisikan daging ikan yang telah masak dikeluarkan dari cooker dan selanjutnya akan diletakkan di dalam ruang pendinginan. Dalam ruangan pendingin suhu ikan diturunkan sampai kurang lebih 44 o C untuk ditangani lebih lanjut dengan cara membiarkannya dalam ruangan selama kurang lebih 30 menit. Pendinginan ini juga bertujuan untuk membuat daging ikan lebih kompak dan padat untuk memudahkan dalam proses pengolahan selanjutnya.

24 15 Gambar 8. Pendinginan Deheading Pada tahap ini daging ikan dipisahkan dari bagian kepalanya, duri, sisik, dan ekornya. Untuk membersihkan daging ikan dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam. Teknik yang digunakan yaitu dengan daging ikan dikikis secara perlahan dengan mata pisau tegak. Nantinya bagian daging ini disortir untuk memisahkan sisa daging hitam atau coklat yang masih ada, tulang, dan sisik yang masih lolos dalam proses deheading. Pensortiran dimaksudkan juga untuk menghindari adanya brosis, honeycomb dan parasit pada ikan sehingga mutu ikan tetap terjaga. Gambar 9. Deheading

25 Trimming Pada tahap trimming daging ikan dipisahkan dari daging gelapnya/ brown meat. Teknik yang digunakan hampir sama dengan proses deheading yaitu daging ikan dikikis secara perlahan dengan mata pisau tegak. Proses trimming daging ikan menghasilkan beberapa bagian daging yaitu berupa loin, flake, dan brown meat. Selama proses trimming juga dilakukannya penyortiran dengan maksud untuk menghindari adanya brosis, honeycomb dan parasit pada ikan sehingga mutu ikan tetap terjaga. Bila ditemukannya brosis atau honeycomb, maka akan dilakukannya tracebility dan cek uji histamin pada daging tersebut. Gambar 10. Trimming Pemotongan & Pengisian Daging Pemotongan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bentuk dan ukuran ikan yang sesuai dengan kalengnya. Proses pemotongan dilakukan menggunakan pisau yang tajam yang menghasilkan daging solid dan serpihan (flake). Daging solid yang merupakan hasil utama pemotongan dikikis dengan pisau dan menghasilkan serpihan yang nantinya akan diisikan ke dalam kaleng. Pada proses pemotongan daging, dari proses pembersihan daging ikan dihasilkan chunk yang dapat dibuat menjadi daging serpihan (flake). Pada proses pengisian daging tuna, pada bagian paling bawah diberi daging tuna tipe flake dan kemudian diberi daging tuna model chunk. Pengisian dilakukan sepadat

26 17 mungkin dan sesuai dengan net weight, oleh karena itu ditambahkannya flake bertujuan untuk memenuhi persyaratan tersebut. Gambar 11. Pemotongan & Pengisian Daging Penambahan Media Media ditambahkan sesaat sebelum kaleng ditutup. Pengisian media hingga batas head space atau antara 6 10 % dari tinggi kaleng. Pada proses pengisian, kaleng dilewatkan pada conveyor dan kaleng akan secara otomatis terisi air garam yang keluar melalui pipa-pipa saluran dari tempat pemasakan air garam yang terdapat di atas conveyor. Suhu media tidak boleh kurang dari 70 o C. Pengisian media olive oil ke dalam kaleng dilakukan dengan cara yang sama seperti air garam. Pada olive oil akan diisi setelah kaleng terisikan oleh air garam. Gambar 12. Pengisian media

27 Seaming & Can Washing Seaming atau penutupan kaleng dilakukan dengan sistem double seaming secara otomatis menggunakan vacum seamer. Vacum seamer sendiri merupakan mesin penutup kaleng yang dapat sekaligus melakukan penghampaan udara dalam kaleng. Pada proses penutupan kaleng, double seam yang dihasilkan harus dapat menjaga isi yang dikandungnya terutama makanan, minuman, minyak dan lain-lain. Oleh karena itu seam tersebut harus tahan terhadap tekanan-tekanan, baik dari luar maupun dari dalam. Selain itu, double seam harus cukup kuat menahan kemungkinan adanya pengaruh selama perjalanan, pengiriman, proses dan penyimpanan. Dalam hal ini, kaleng yang telah berisikan ikan dan media dilewatkan melalui conveyor menuju vacum seamer untuk dilakukan penutupan secara otomatis. Sebelumnya pada isi takaran media tidak boleh terlalu penuh atau kurang, karena hal tersebut akan mempengaruhi kaleng pada saat penutupan dan dapat menyebabkan kaleng membengkak atau bocor. Standar yang ditentukan yaitu harus sampai batas head space atau 6 10% dari tinggi kaleng. Setiap kaleng yang ditutup dicek secara visual untuk melihat kesempurnaan proses penutupan kaleng. Setelah proses seaming, kaleng-kaleng yang telah tertutup sempurna akan memasuki alat can washer dengan sendirinya melalui track yang sudah dirancang. Proses kinerja can washer ini adalah dengan menyemprotkan air panas dengan suhu 77 o C ke arah kaleng-kaleng yang melewatinya. Gambar 13. Seaming & Can Washing

28 Sterilisasi Sterilisasi merupakan pemanasan pada suhu diatas 100 o C dalam waktu yang relatif lama sehingga mikroba mati. Sterilisasi dikelompokkan menjadi 2 yaitu sterilisasi murni/sempurna dan sterilisasi komersial. Sterilisasi murni/sempurna adalah pemanasan pada suhu diatas 100 o C dengan tujuan membunuh semua mikroorganisme dalam bahan makanan atau bahan lainnya. Sedangkan sterilisasi komersial adalah pemanasan dengan suhu diatas 100 o C dengan tujuan membunuh jenis mikroorganisme tertentu yang berbahaya bagi keamanan pangan atau yang tidak diinginkan. Pada PT. Banyuwangi Cannery Indonesia metode proses sterilisasi yang digunakan yaitu sterilisasi komersial. Pada produk pangan dalam kaleng memang pada umunya menggunakan sterilisasi komersial. Sterilisasi komersial memang didesain tidak untuk membunuh semua mikroorganisme di dalam produk pangan dalam kaleng, dengan kata lain produk pangan dalam kaleng akan berada dalam kondisi commercially sterile tetapi tidak dalam kondisi bacteriologically sterile. Commercially sterile sendiri merupakan kondisi atau keadaan dimana produk pangan diproses dengan mengaplikasikan panas sampai terbebas dari bakteri yang merugikan/patogen dan tidak dapat tumbuh lagi pada kondisi normal tanpa pembekuan pada saat penyimpanan dan distribusi. Biasanya mikroorganisme yang masih terdapat dalam keadaan steril adalah jenis bakteri yang membentuk spora karena spora lebih tahan terhadap panas, dan bakteri termofil seperti Bacillus stearothermophilus dan Bacillus coagulans. Sedangkan untuk bacteriologically sterile sendiri dapat diartikan yaitu suatu tingkatan pemanasan yang mengakibatkan musnahnya segala macam bentuk kehidupan yang ada pada bahan makanan yang dipanaskan. Proses sterilisasi ini diawali dengan penyusunan kaleng dalam keranjang sterilisasi. Selanjutnya keranjang dimasukkan dalam retort. Waktu dan suhu sterilisasi tergantung pada jenis produk dan ukuran kaleng yang disterilisasi. Untuk jenis produk ikan tuna dalam kaleng dengan olive oil ini menggunakan ukuran kaleng 307 x 108mm, sehingga waktu dan suhu yang digunakan yaitu selama 70 menit dengan suhu 117 o C, dan dengan tekanan 0,8 atm. Setelah proses sterilisasi berlangsung, sebelum dikeluarkan dari retort kaleng-kaleng tersebut akan disemprot dengan air yang bertujuan untuk menurunkan suhu, sehingga dapat diproses ditahap selanjutnya.

29 20 Gambar 14. Sterilisasi (Retort) Pemeraman Pada tahap ini ikan tuna kaleng dilakukan uji pemeraman untuk mengetahui kesempurnaan proses sterilisasi. Uji pemeraman pada PT. Banyuwangi Cannery Indonesia dilakukan dengan diletakkannya produk jadi pada suatu ruangan dengan suhu kamar dan disusun dengan posisi terbalik, kemudian dilakukan pengecekan terhadap kerusakan kaleng. Kaleng yang dianggap rusak adalah kaleng yang menggembung atau bocor. Pada PT. Banyuwangi Cannery Indonesia, pemeraman kaleng dilakukan minimal 5 hari. Bila terjadi atau ditemukannya kaleng yang menggembung atau bocor, maka akan dilakukan tracebility. Gambar 15. Pemeraman

30 Pengemasan Pengemasan merupakan kegiatan melakukan, memproduksi dan merancang kemasan suatu produk pangan. Kemasan itu sendiri harus memenuhi syarat untuk segi kamanfaatan dan keamanan. Hal ini dikarenakan kemasan digunakan untuk melindungi dan memperpanjang umur simpan suatu produk pangan baik dalam proses perjalanan dari distribusi ke konsumen, maupun dalam proses penyimpanan setelah sampai ke supplier ataupun ke tangan konsumen. Pada tahap ini merupakan pengemasan sekunder pada produk. Kemasan sekunder yang digunakan yaitu karton box yang merupakan salah satu jenis kertas yang populer karena praktis dan murah. Jenis kertas yang digunakan untuk karton adalah medium dan kraft. Kertas medium berbentuk gelombang sedangkan kertas kraft berbentuk datar dan bertekstur halus. Bentuk gelombang pada kertas bertujuan untuk menambah kekuatan karton dalam menyimpan produk. Gambar 16. Kemasan karton box

31 5. PENGAWASAN MUTU IKAN TUNA DALAM KALENG 5.1. Pengawasan Mutu Bahan Baku Pengawasan mutu bahan baku yang digunakan untuk proses produksi ikan tuna dalam kaleng ini merupakan bagian yang sangat penting. Bahan baku akan menentukan kualitas produk produksi ikan tuna dalam kaleng yang dihasilkan. Bahan baku utama yang digunakan PT. Banyuwangi Cannery Indonesia adalah ikan tuna. Pengujian ikan tuna dengan pengambilan beberapa sampel untuk dilakukan pengujian organoleptik meliputi kenampakan, tekstur, dan aroma. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan indra manusia. Ikan tuna diuji kenampakannya dengan menggunakan indra penglihatan. Selanjutnya ikan tuna diuji teksturnya dengan menggunakan indra peraba, dan yang terakhir diuji aromanya dengan menggunakan indra penciuman. Adapun dilakukannya pengujian kimia yang meliputi uji histamin dan uji formalin. Ikan tuna yang tidak memenuhi persyaratan standar mutu PT. Banyuwangi Cannery Indonesia akan ditolak. PT. Banyuwangi Cannery Indonesia menetapkan standar ikan tuna yang dapat diterima adalah jika hasil pengujian organoleptiknya memenuhi hal-hal berikut yaitu, kenampakannya warna kulit tidak pudar, kulit mengkilap, mata jernih, insang merah segar, serta teksturnya kenyal, dan beraroma ikan segar. Untuk standar histamin bahan baku ikan tuna yaitu 30 ppm, dikarenakan untuk mengantisipasi kenaikan kadar histamin selama proses produksi dan untuk formalin sendiri standar yang diberikan yaitu tidak boleh ada formalin. Apabila ditemukan sampel dengan kenampakan, tekstur, aroma, histamin, dan formalin yang tidak sesuai dengan standar, maka sampel akan ditolak dan diretur. Bahan baku tambahan yang digunakan sebagai media pengisi ikan tuna dalam kaleng pada PT. Banyuwangi Cannery Indonesia yaitu garam halus dan olive oil. Pengujian garam halus dengan pengambilan beberapa sampel untuk dilakukan pengujian organoleptik meliputi keadaan kemasan, rasa, dan warna. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan indra manusia. Begitu pula dengan pengujian olive oil dengan pengambilan beberapa sampel untuk dilakukan pengujian organoleptik meliputi keadaan kemasan, aroma, dan warna. Garam halus diuji keadaan kemasannya dan warnanya dengan menggunakan indra penglihatan, sedangkan rasa dengan menggunakan indra 22

32 23 perasa. Untuk olive oil diuji pula keadaan kemasan dan warnanya dengan menggunakan indra penglihatan, sedangkan untuk aroma dengan menggunakan indra penciuman. Bahan baku tambahan yang tidak memenuhi persyaratan standar mutu PT. Banyuwangi Cannery Indonesia akan ditolak. PT. Banyuwangi Cannery Indonesia menetapkan standar garam halus yang dapat diterima adalah jika hasil pengujian organoleptiknya memenuhi hal-hal berikut yaitu, keadaan kemasannya utuh atau tidak berlubang/bocor, rasanya asin, dan warna putih bersih. Standar minyak zaitun yang dapat diterima adalah jika hasil pengujian organoleptiknya memenuhi hal-hal berikut yaitu, keadaan kemasannya utuh atau tidak berlubang/bocor, warnanya kuning tua (khas olive oil), dan aromanya tidak tengik. Keadaan kemasan pada bahan baku tambahan menjadi salah satu faktor penting dalam menjaga kualitas bahan baku pada saat pengiriman maupun penyimpanan. Apabila kemasan tersebut rusak atau berlubang, maka bahan baku yang terdapat dalam kemasan dapat terkontaminasi dan rusak. Tabel 3. Parameter pengawasan mutu fisik bahan baku ikan tuna dalam kaleng Bahan baku Ikan Tuna Olive Oil Garam Halus Pengawasan Mutu Kenampakan Aroma Tekstur Histamin Formalin Warna Aroma Tekstur Warna Rasa Tekstur Standar PT. Banyuwangi Cannery Indonesia Warna kulit tidak pudar, kulit mengkilap, mata jernih, insang merah segar Ikan segar Kenyal 30 ppm Tidak ada Kuning tua Tidak tengik Bersih dan tidak bocor Putih bersih Asin Bersih dan tidak bocor 5.2. Pengawasan Mutu Proses Produksi ikan tuna dalam kaleng PT. Banyuwangi Cannery Indonesia melakukan pengawasan mutu pada setiap proses produksi ikan tuna dalam kaleng. Pengawasan mutu pada proses produksi dilakukan untuk meminimalkan kerusakan pada setiap prosesnya, Analisa pengawasan mutu terhadap proses produksi ikan tuna dalam kaleng yang dilakukan di PT. Banyuwangi Cannery Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.

33 24 Tabel 4. Pengawasan mutu proses produksi ikan tuna dalam kaleng Tahapan Pengawasan Mutu Standar PT. Banyuwangi Cannery Indonesia Penimbangan Bahan Baku Pengcekan timbangan Berat awal 0,000 gram Thawing Pengcekan suhu 4 C Pengcekan alat Penyiangan penyiang Bersih, tidak tumpul Hasil penyiangan Jeroan ikan tidak ada Pencucian Hasil pencucian Bersih Metode pencucian Pada air mengalir Pengecekan suhu untuk ikan 1 kg 90 C Pengecekan suhu untuk ikan 1 kg 75 C-80 C Pengecekan waktu untuk ikan 1 kg 60 menit-90 menit Pemasakan Pengecekan waktu untuk ikan 1 kg 60 menit-70 menit Pengecekan tekanan cooker 0,2 atm Pengecekan cooker Bersih, tidak macet Pengecekan hasil pemasakan Kematangan merata Pendinginan Pengecekan waktu 30 menit Pengcekan suhu ikan 44 C Deheading Pengcekan hasil deheading Kepala, duri, kulit, ekor tidak ada Pengcekan suhu heading area 30 C Pengcekan hasil trimming Bersih, rapi Trimming Pengcekan loin Bersih dari brown meat Pengcekan tekstur tidak ada honey comb dan brosis, daging padat, kompak, tidak berlendir Pengecekan alat Pemotongan pemotong Bersih, tidak tumpul Pengecekan hasil Bersih, rapi, ketebalan rata Pengisian daging Pengcekan hasil Sesuai dengan net weight

34 25 Tabel 4. Pengawasan mutu proses produksi ikan tuna dalam kaleng (lanjutan) Tahapan Penambahan Media Seaming Can Washing Sterilisasi (Retort) Pemeraman Pengawasan Mutu Pengcekan hasil Pengecekan alat Pengcekan suhu minyak Pengecekan suhu air garam Pengecekan alat Pengcekan hasil Pengcekan suhu spray water Pengcekan alat Pengcekan hasil Pengecekan suhu retort Pengecekan tekanan Pengecekan alat Pengecekan waktu Lama pemeraman Posisi pemeraman Pengcekan hasil Standar PT. Banyuwangi Cannery Indonesia Media tidak terlalu sedikit, tidak terlalu banyak Tidak macet, bersih 70 C 70 C Tidak macet Kaleng tertutup sempurna 77 C Tidak macet Bersih, tidak ada minyak menempel 117 C 0,8 atm Bersih, tidak macet 70 menit Minimal 5 hari kaleng terbalik Kaleng tidak ada yang menggembung atau bocor 5.3. Pengawasan Mutu Pengemas PT. Banyuwangi Cannery Indonesia menggunakan dua jenis kemasan yaitu kemasan primer dan kemasan sekunder untuk mengemas produk ikan tuna dengan minyak zaitun. Kemasan primer digunakan kemasan kaleng bertipe round can dan kemasan sekunder digunakan kemasan karton box (kardus). Pengawasan mutu yang dilakukan oleh PT. Banyuwangi Cannery Indonesia terhadap bahan pengemas primer yaitu mengukur diameter, tinggi, ketebalan, bahan, berat dan keutuhan kemasan. Standar mutu bahan pengemas primer PT. Banyuwangi Cannery Indonesia yaitu mempunyai diameter 307 mm, tinggi kaleng 108 mm, ketebalan sebesar 0,18 mm, berat sebesar 35,8 gram, keutuhan 100% dan bahan kaleng terbuat dari alumunium food grade. Sedangkan pengemas sekunder mempunyai standar bahan berupa kertas kardus dan keutuhan 100%. Parameter pengawasan mutu kemasan ikan tuna dalam kaleng dapat dilihat pada Tabel 5.

35 26 Tabel 5. Parameter pengawasan mutu fisik kemasan ikan tuna dalam kaleng. Kemasan Roun Can (Primer) Karton Box (Sekunder) Pengawasan Secara Fisik Diameter Tinggi Tebal Berat Keutuhan Bahan Keutuhan Bahan Standar 307 mm 108 mm 0,18 mm 35,18 gram 100% utuh Alumunium food grade 100% utuh Kertas medium & kraft 5.4. Pengawasan Mutu Produk Jadi Pengawasan mutu terakhir yang dilakukan oleh PT. Banyuwangi Cannery Indonesia adalah pengawasan mutu untuk produk jadi. Produk jadi yang dimaksud adalah produk ikan tuna dalam kaleng yang sudah siap dimasukkan dalam kemasan dan dikirim kepada konsumen. Pada tahap ini pengawasan mutu meliputi isi produk dan kenampakan fisik kaleng. Sampel isi produk diambil dari dalam kemasan untuk dilakukan pengujian. Pengujian yang dilakukan meliputi uji organoleptik (warna, rasa, aroma, dan tekstur), uji kimia yaitu histamine, mercury, cadmium, dan plumbum. Untuk uji mikrobiologi seperti bakteri anaerob, bakteri E. Coli, dan salmonella. Pengujian ini dilakukan sebanyak 3 kali ulangan dengan 3 sampel yang berbeda. Untuk pengawasan mutu pada kaleng diuji kenampakan fisiknya. Kaleng diamati apakah ada kebocoran dan kevakuman kaleng menggunakan alat vacum gauge. Pengujian tersebut dilakukan untuk meminimalkan terjadinya komplain dari konsumen. Pengujian organoleptik dan pengawasan mutu terhadap fisik kaleng yang dilakukan di PT. Banyuwangi Cannery Indonesia dapat dilihat pada Tabel 6.

36 27 Tabel 6. Pengawasan mutu produk ikan tuna dalma kaleng Bahan Daging tuna Kaleng Pengawasan Mutu Standar PT. Banyuwangi Cannery Indonesia Rasa Gurih Aroma Khas ikan tuna Warna Cerah Tekstur Padat dan kompak Histamin 50 ppm Mercury (Hg) MRL 1 Cadmium (Cd) MRL 0,1 Plumbum (Pb) MRL 0,3 Bakteri anaerob < 10 colony/gram Bakteri E. Coli < 3 apm/gram Salmonella Negatif Kebocoran Tidak ada Menggembung Tidak ada Pesok Tidak ada Kevakuman 3-5 ml CmHg

37 6. PEMBAHASAN 6.1. Pengawasan mutu bahan baku Pengendalian/pengawasan mutu merupakan suatu aktivitas keteknikan dan manajemen yang mengukur ciri-ciri kualitas produk dan membandingkannya dengan spesifikasi atau persyaratan dan akan mengambil tindakan perbaikan berupa penyehatan yang sesuai apabila terdapat perbedaan antara penampilan sebenarnya dengan standar yang sudah ditetapkan (Montgomery, 1996). Penanganan yang lambat pada ikan segar dan beku akan mempengaruhi tingginya nilai histamin pada ikan tersebut. Histamin merupakan racun yang ada pada seafood yang dapat mengakibatkan terjadinya keracunan histamin fish poisoning (HFP). Walaupun tidak secara keseluruhan, tetapi histamin ini dapat ditemukan pada keluarga Scombridae dan Scombresocidae yang meliputi mackarel dan tuna. Hal ini dapat dikarenakan kedua jenis ikan tersebut memiliki tingkat asam amino histidin yang tinggi pada dagingnya yang secara alami mengalami perubahan dari histidin menjadi histamin yang diakibatkan adanya aktivitas bakteri. Sebagai akibat dari mengkonsumsi ikan yang memiliki histamin maka dapat terjadi gejala keracunan. Terbentuknya histamin sangat erat sekali hubungannya dengan histidin bebas yang terdapat pada daging ikan. Histamin di dalam daging diproduksi oleh enzim yang akan mengakibatkan meningkatkan pemecahan histidin melalui proses dekarboksilasi (pemotongan gugus karboksil) (Chetfel et al., 1985). Pada PT. Banyuwangi Cannery Indonesia, pernah diuji kadar histamin bahan baku ikan tuna segar didapat angka 0 ppm. Dapat disimpulkan dari hasil tersebut sudah sesuai dengan pernyataan Chetfel et al (1985) bahwa, pada ikan tuna segar sebenarnya tidak mengandung histamin dalam dagingnya, tetapi setelah mengalami proses pembusukan atau dekomposisi, daging ikan tersebut akan mengandung histamin. Pembentukan histamin setiap spesies berbeda, tergantung pada kandungan histidinnya, tipe dan banyaknya bakteri yang mengkontaminasi, serta suhu pasca panen yang menunjang pertumbuhan dan reaksi mikroba. Dengan cara menurunkan suhu pada daging ikan sehingga suhu optimal, pembentukan histamine dapat dihambat. Dikarenakan suhu yang dibutuhkan untuk terjadinya perubahan histidin menjadi histamin tidak tercapai, hal ini harus dilakukan sebelum histamin itu sendiri terbentuk karena histamin bersifat stabil 28

38 29 pada suhu >20 o C (Bremmer et al., 2003). Reaksi pembentukan histamin (dekarboksilasi histidin) dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Reaksi pembentukan histamin dari histidin (Chetfel et al., 1985) Pada ikan yang telah mati, sistem pertahanan tubuhnya tidak dapat lagi melindungi dari serangan bakteri, dan bakteri pembentuk histamin mulai tumbuh dan memproduksi enzim dekarboksilase yang akan menyerang histidin dan asam amino bebas lainnya pada daging ikan. Enzim tersebut akan mengubah asam amino bebas lainnya dan histidin menjadi histamin yang memiliki karakter lebih bersifat alkali. Pada umumnya histamin dibentuk pada temperatur tinggi (>20 C). Segera setelah ikan mati, pendinginan dan pembekuan yang cepat, merupakan tindakan yang sangat penting dalam langkah untuk mencegah pembentukan scombrotoxin. Histamin tidak akan terbentuk apabila ikan selalu disimpan dibawah suhu 5 o C (Taylor, 2002). Bakteri pembentuk histamin lebih banyak terdapat pada insang dan isi perut. Kemungkinan besar insang dan isi perut merupakan sumber bakteri histamin dikarenakan jaringan otot ikan segar umumnya bebas dari mikroorganisme. Adapun contoh-contoh dari bakteri pembentuk histamine yaitu hafnia sp, klebsiella sp, escherichia coli, clostridium sp, lactobacillus sp, enterobacter spp, dan proteus sp (Omura et al., 1978). Dapat diketahui histamin merupakan salah satu bahaya dalam pangan, karena itu ditetapkan suatu standar sebagai batas toleransi maksimum bagi histamin yang terkandung pada daging ikan. Dalam proses penerimaan bahan baku, kadar histamin yang diijinkan pada PT. Banyuwangi Cannery Indonesia adalah 30 ppm. Standar

39 30 histamin yang diberikan 30 ppm dikarenakan untuk mengantisipasi adanya peningkatan kadar histamin selama proses produksi. Acuan standar mutu yang dipakai berdasarkan European Union /EU B/C, yang kemudian dijadikan standar pada PT. Banyuwangi Cannery Indonesia. Untuk mengetahui kadar histamin pada ikan tuna fresh yaitu dengan menggunakan alat uji histamin Biofish. Histamin yang terakumulasi pada ikan tuna dapat menyebabkan sakit kepala, vormiting, diarhoea dan mulut seperti terbakar dalam jangka waktu 10 menit sampai 2 jam setelah memakan ikan yang terkontaminasi. Kontrol yang dilakukan terhadap ikan adalah dengan menjaga ikan pada suhu dibawah 4 o C sepanjang waktu. Keracunan histamin jarang terjadi dan biasanya terjadi karena overdosis (Challinor, 2003). Adapun minyak dan garam ditambahkan ke dalam produk. Penambahan minyak dan garam berfungsi untuk menambah cita rasa, mempertajam aroma, dan menghambat pertumbuhan bakteri pada produk akhir. Disisi lain penambahan garam tersebut juga bertujuan untuk mendapatkan kondisi tertentu yang memungkinkan enzim atau mikroorganisme yang tahan garam (halotoleran) bereaksi menghasilkan produk makanan dengan karakteristik tertentu. Kadar garam yang tinggi juga dapat menyebabkan mikroorganisme yang tidak tahan garam akan mati. Sebenarnya tujuan dari penambahan garam pada produk ini selain sebagai penambah cita rasa yaitu untuk mengawetkan karena, kadar garam yang tinggi menghasilkan tekanan osmotik yang tinggi dan aktivitas air rendah. Kondisi ekstrim ini mengakibatkan kebanyakan mikroorganisme tidak dapat hidup. Pada olive oil, salah satu komponen penting yaitu tokoferol (vitamin E), yang terdiri atas tokoferol alfa, beta, gama, dan delta. Jenis alfa paling tinggi konsentrasinya, hampir mencapai 90% dari total tokoferol. Karena itu minyak ini sangat ideal sebagai antioksidan. Warna olive oil murni sebagian besar disumbang oleh klorofil, feofitin, dan karotenoid. Antioksidan sendiri merupakan suatu senyawa atau komponen kimia yang dalam kadar atau jumlah tertentu mampu menghambat atau memperlambat kerusakan akibat proses oksidasi. Sehingga dapat dikatakan garam dan olive oil dalam produk ikan tuna dalam kaleng tersebut sudah dengan sendirinya menjadi pengawet alami untuk produknya tanpa harus menggunakan pengawet sintetis tambahan (Ketaren, 1986).

40 Pengawasan Mutu Proses Produksi Pada pengawasan mutu produksi PT. Banyuwangi Cannery Indonesia diawali pada tahap penimbangan bahan baku. Pada tahap ini penimbangan harus dicek bahwa berat timbangan awal 0 gram agar sesuai dan dapat diketahui banyaknya bahan baku yang digunakan untuk produksi. Selanjutnya pada bagian thawing, suhu ikan yang dilelehkan paling maksimal 4 C dan sudah harus dilakukan penyiangan, dikarenakan bila suhu ikan melebihi 4 C maka akan berisiko kadar histamin pada ikan akan meningkat. Setelah thawing, ikan akan langsung disiang yaitu dengan menggunakan pisau tajam dengan tujuan menghilangkan jeroan pada ikan. Jeroan ikan harus dikeluarkan dari ikan karena jeroan merupakan sistem pencernaan ikan yang pada dasarnya mengandung banyak sekali bakteri pembentuk histamin. Setelah proses penyiangan selesai, ikan akan dicuci pada air mengalir untuk membersihkan dari kotoran/ sisa-sisa darah yang masih menempel. Karena bila tidak ada pencucian, bakteri yang berasal dari kotoran/ sisa-sisa darah tersebut akan mengingkatkan kadar histamin ikan. Pada tahap pemasakan, pengontrolan suhu dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan antara lama pemasakan, suhu, mutu daging serta biaya produksi, karena pemasakan yang terlalu lama dan suhu yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi rupa dan tekstur daging. Setelah proses pemasakan, ikan akan didinginkan pada ruang pendinginan. Suhu ikan akan diturunkan hingga 44 C dengan lama waktu sekitar 30 menit dikarenakan agar ikan tidak terlalu panas untuk dilakukan proses selanjutnya yaitu deheading. Pada deheading area suhu akan dijaga pada 30 C. Bila suhu area lebih dari yang telah ditetapkan akan berisiko meningkatnya kadar histamin pada ikan. Pada tahap ini suhu ikan kurang lebih 44 o C dan harus segera di bersihkan dari kepala, duri, kulit, dan ekor. Selanjutnya pada tahap trimming daging ikan dipisahkan dari daging gelapnya/ brown meat. Teknik yang digunakan hampir sama dengan proses deheading yaitu mengikis daging ikan secara perlahan dengan mata pisau tegak Selama proses trimming dilakukannya pensortiran dengan maksud untuk menghindari adanya brosis, honeycomb dan parasit pada ikan sehingga mutu ikan tetap terjaga. Bila ditemukannya brosis atau honeycomb, maka akan dilakukannya tracebility dan cek uji histamin pada daging tersebut. Brosis atau honeycomb merupakan kerusakan fisik pada daging ikan yang akan menghasilkan bentuk atau corak seperti sarang lebah. Loin harus bersih dari daging

41 32 gelap/ brown meat, dikarenakan daging gelap/ brown meat merupakan daging yang paling dekat dengan pencernaan ikan sehingga lebih banyak mengandung bakteri yang dapat meningkatkan kadar histamin pada produk. Pemotongan daging ikan harus rapi dan bersih, karena bila tidak akan mengurangi kualitas pada produk tersebut. Alat potong berupa pisau pun juga harus bersih dan tidak tumpul agar hasil potongan rapi dan bagus. Pada pengisian daging dilakukan sepadat mungkin dan sesuai dengan net weight, oleh karena itu ditambahkannya flake bertujuan untuk memenuhi persyaratan tersebut. Karena bila tidak sesuai, maka akan mengurangi kualitas pada produk. Pada tahap pengisian media tidak boleh berlebih, karena akan mempengaruhi kaleng pada saat penutupan dan dapat menyebabkan kaleng membengkak atau bocor. Oleh karena itulah alasan mengapa pengisian media harus sampai batas head space atau 6 10% dari tinggi kaleng. Suhu media sudah sesuai dengan SNI , bahwa suhu media tidak boleh kurang dari 70 o C, karena pada suhu media yang tinggi akan membuat kondisi vakum yang semakin tinggi. Pada suhu tinggi peluang udara yang terperangkap diantara bagian produk dalam kaleng lebih kecil (Winarno, 1994). Pada tahap proses seaming setiap kaleng yang sudah ditutup dicek secara visual dengan tujuan untuk memastikan bahwa proses penutupan kaleng sudah sempurna. Selama produksi diperlukannya pengamatan secara ketat dan teratur terhadap hasil seaming. Pemeriksaan selanjutnya adalah pada ukuran-ukuran kaleng yang merupakan patokan untuk memperkirakan keadaan seam itu sendiri. Ukuran yang diperiksa meliputi tightness (kerapatan), overlap, cover hook dan body hook. Alat yang digunakan untuk mengukur seam thickness dan seam width yaitu seam micrometer. Seam yang baik hanya dapat dijamin bila tingkat kerapatan, juncture dan overlap berada dalam batasbatas yang diijinkan. Ukuran-ukuran dalam setting mesin dipakai sebagai pedoman, sedangkan dalam keadaan biasa perlu diperhatikan pula pengaruh dari bahan. Kaleng berisi produk yang telah diseam akan memasuki alat can washer. Suhu air pencuci pada can washer harus dijaga pada 77 o C agar minyak-minyak yang menempel pada kaleng tidak ada dan kaleng pun bersih untuk diproses di tahap selanjutnya (Anonim, 1987). Proses sterilisasi difokuskan untuk mencegah pertumbuhan bakteri clostridium botulinum dan bakteri-bakteri pantogen lainnya yang dapat menyebabkan kerugian terhadap kesehatan manusia. Clostridium botulinum adalah bakteri yang tahan pada

42 33 temperatur yang sangat tinggi. Proses sterilisasi diyakini dengan membunuh bakteri Clostridium botulinum ini dapat membunuh seluruh mikroorganisme pantogen lainnya yang menghasilkan racun dalam kondisi normal (Lopez, 1981). Clostridium botulinum merupakan mikroorganisme yang dapat menghasilkan toksin botulism di dalam makanan. Mikroorganisme ini memiliki bentuk seperti batang dan membentuk spora. Clostridium botulinum merupakan bakteri anaerob. Bakteri ini dapat memproduksi exotoxin yang mematikan dan diketahui dengan neuro-paralytic toxin. Clostridium botulinum mempunyai 6 tipe, yakni tipe A, B, C, D, E dan F. Setiap tipe memproduksi exotoxin yang berbeda dan spesifik. Racun ini dapat di non-aktifkan dengan cara pemanasan selama 10 menit pada suhu 212 o F (Lopez, 1981). Untuk proses sterilisasi pada produk pangan kaleng ikan tuna ini digunakan pressurized vessel atau retort (Ahn, 2005). Retort sendiri merupakan suatu bejana tertutup atau peralatan lain yang digunakan untuk sterilisasi makanan menggunakan panas (Lopez, 1981). Untuk proses sterilisasi retort bahaya yang ada adalah bahaya kimia karena cemaran logam dari kaleng, untuk bahaya biologis dari kontaminasi bakteri dan mikroba karena penggunaan suhu yang tidak sesuai pada saat proses pemanasan, selain itu bahaya fisik (daging ikan rusak) karena suhu pemanasan yang tidak sesuai. Sehingga suhu pada sterilisasi harus selalu dikontrol. Pemeraman pada produk dilakukan minimal 5 hari. Tujuan dari pemeraman tersebut untuk menguji apakah kaleng tersebut sudah sempurna atau belum, bila belum sempurna maka kaleng akan menggembung atau bocor. Sehingga sangat diperlukan pemeraman dalam akhir proses produksi sebelum produk dikemas dan di pasarkan Pengawasan Mutu Pengemas Adapun bahan pengemas yang digunakan harus memenuhi standar yang ditentukan dan tidak berbahaya terhadap bahan pangan. Menurut Syarief et al. (1989), dalam pemilihan jenis kemasan produk pangan harus dihindari adanya perubahan fisik dan kimia karena migrasi dari bahan kemas seperti monomer plastik, timah putih dan korosi. Menurut (Saccharow dan Griffin 1980), bahan kemasan yang dibutuhkan untuk mengemas produk-produk perikanan bahan kemasan yang dapat mencegah kehilangan atau peningkatan kadar air dan tidak dapat melewatkan komponen-komponen flavor yang berupa senyawa organik volatil. Kemasan dapat mengendalikan cahaya, oksigen, kadar

43 34 air, pemindahan panas, kontaminasi, dan mikroorganisme. Produk ikan tuna dalam kaleng pada PT. Banyuwangi Cannery Indonesia memilih bahan untuk kemasan primer berupa kaleng yang terbuat dari alumunium foodgrade, sedangkan untuk kemasan sekunder digunakan karton. Karton box merupakan salah satu jenis kertas yang populer karena praktis dan murah. Jenis kertas yang digunakan untuk karton adalah medium dan kraft. Kertas medium berbentuk gelombang sedangkan kertas kraft berbentuk datar dan bertekstur halus. Bentuk gelombang pada kertas bertujuan untuk menambah kekuatan karton dalam menyimpan produk (Anonim, 2014). Selain itu penggunaan kemasan primer dan kemasan sekunder ini sudah sesuai dengan pernyataan Coles et al. (2003) bahwa pada dasarnya kemasan itu dibagi menjadi 2, yaitu kemasan primer dan kemasan sekunder. Kemasan primer merupakan kemasan yang berkontak langsung dengan produk. Sedangkan kemasan sekunder adalah kemasan yang mempunyai tingkat di atas kemasan primer dan juga berfungsi untuk melapisi kemasan primer Pengawasan Mutu Produk Akhir Pengawasan mutu produk akhir merupakan tahap yang penting sebelum produk sampai ke tangan konsumen. PT. Banyuwangi Cannery Indonesia melakukan grading berupa pengawasan mutu secara organoleptik (warna, rasa, aroma, dan tekstur) pada produk jadi. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa kualitas produk sudah sesuai dengan standar dan keinginan pembeli. Bila ditemukan adanya bau tidak sedap atau ketika uji sensori rasa merasakan gatal di lidah, maka akan di uji histamin. Umumnya pada kasus tersebut kadar histamin akan tinggi melebihi angka 50 ppm.

44 7. KESIMPULAN & SARAN 7.1. Kesimpulan Ikan tuna segar pada awalnya tidak mengandung histamin di dalam dagingnya, tetapi setelah mengalami proses dekomposisi atau pembusukan, daging ikan akan mengandung histamin. Standar histamin bahan baku ikan tuna yaitu 30 ppm untuk mengantisipasi kenaikan kadar histamin selama proses produksi. Pengawasan mutu produk ikan tuna di PT. Banyuwangi Cannery Indonesia meliputi kontrol kualitas terhadap bahan baku, proses produksi, pengemas, dan produk jadi. Pengujian histamin akan dilakukan pada bahan baku ikan tuna, produk akhir, dan bila terjadi brosis, honeycomb dan parasit pada ikan. Dalam produksi produk ikan tuna dalam kaleng kadar histamin harus selalu dijaga dan dikontrol agar tidak melebihi standar pada bahan baku sebesar 30 ppm dan pada produk akhir sebesar 50 ppm Saran PT. Banyuwangi Cannery Indonesia lebih meningkatkan pengawasan mutu pada setiap proses produksi serta produk ikan tuna yang dihasilkan. 35

45 8. DAFTAR PUSTAKA Ahn DY. (2005). Validation of Moist Heat Sterilization. JM Tech. diakses pada tanggal 17 April Anonim. (2014). Jenis-Jenis Flute (gelombang) yang Digunakan pada Kertas Corrugated Box. jenis-jenis-flute-gelombang-yang-digunakan-pada-kertas-corrugated-box diakses pada tanggal 25 April Anonim. (1987). Panduan double seaming. United Can Company. Jakarta: Jembatan Lima 11. Badan Standarisasi Nasional. (1992). SNI : Penanganan dan pengolahan ikan tuna dalam kaleng. Bremmer PJ, Fletcher G C, Osborne C. (2003). Scombrotoxin in seafood. New Zealand for Crop and Food Research Limited. New Zealand: A Crown Research Institute. Challinor A. (2003). Food Safety Advisory Note 29. htttp:// Chesire Chief Officer s Food Liaison Group diakses pada tanggal 24 April Chetfel JC, Cuq, Corient D. (1985). Amino acid, peptides and proteins. New York: Marcel Dekker Inc. Coles, R., D. MnDowell and M.J. Kirwan. (2003). Food packaging technology. Blackwell Publishing Ltd. USA. Ketaren, S., (1986), pengantar teknologi minyak dan lemak pangan. UI Press, Jakarta, pp Lopez A. (1981). Complete course in canning, basic information canning. Buku 1. Baltimore: The Canning Trade, Inc. Montgomery DC. (1996). Introduction to statistical quality control. Department of Mechanical Engineering. Washington: University of Washington. Omura Y, Price RJ, Olcot HS. (1978). Histamine forming bacteria isolated from spoiled skipjack tuna and mackerel. Journal of Food Science. 43: Sacharow. S. and R.C. Griffin. (1980). Principles of food packaging. The AVI Publishing. Co. Inc. Westport. Connecticut. Syarief.R., S. Santausa dan Isyana. (1989). Teknologi pengemasan pangan, PAU Pangan dan Gizi, IPB Bogor. 36

46 37 Taylor S. (2002). Monograph on histamin poisoning. Codex Alimentarius Comission. FAO and WHO of The United Nations. San Fransisco: Education Scientific and Cultural Organization. Winarno, F.G. (1994). Sterilisasi komersial produk pangan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 165 pp.

47 9. LAMPIRAN Lampiran 1. Denah proses produksi PT. Banyuwangi Cannery Indonesia 38

48 39 Lampiran 2. Denah lokasi PT. Banyuwangi Cannery Indonesia (Google Maps) Lampiran 3. Pabrik PT. Banyuwangi Cannery Indonesia

49 Lampiran 4. Presensi Kerja Praktek 40

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2013 sampai dengan 5 Juni 2013 di PT. Awindo Internasional Jakarta. PT. Awindo Internasional terletak

Lebih terperinci

MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN

MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN 1 MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN Pengalengan Metode pengawetan dengan pengalengan ditemukan oleh Nicolas Appert, seorang ilmuwan Prancis. Pengertian

Lebih terperinci

PENGENDALIAN HACCP PADA PENGALENGAN IKAN

PENGENDALIAN HACCP PADA PENGALENGAN IKAN PENGENDALIAN HACCP PADA PENGALENGAN IKAN Oleh: Amanda Gabriella Chandra (6103008080) Ivana Halingkar (6103008103) Lita Kuncoro (6103008104) Catherine Tanaya (6103008105) PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

Lebih terperinci

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP Pengalengan buah dan sayur Kuliah ITP Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengalengan atau pembotolan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak pengalengan atau pembotolan

Lebih terperinci

Sosis ikan SNI 7755:2013

Sosis ikan SNI 7755:2013 Standar Nasional Indonesia Sosis ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi wilayah PT. Cipta Frima Jaya adalah salah satu perusahaan yang bergerak dalam penanganan pasca panen (pembekuan) untuk hasil perikanan, yang merupakan milik Bapak

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi penanganan pasca panen Penanganan pasca panen dilakukan untuk memperbaiki cita rasa dan meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sertifikat HACCP Frozen Cooked Tuna

Lampiran 1. Sertifikat HACCP Frozen Cooked Tuna LAMPIRAN Lampiran 1. Sertifikat HA Frozen Cooked Tuna 52 Lampiran 2. Sertifikat Keterangan Pengolahan Frozen Cooked Tuna 53 Lampiran 3. Tata Letak Bangunan PT. Gabungan Era Mandiri 54 55 Lampiran 4.Pohon

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di PT. Graha Insan Sejahtera yang berlokasi di salah satu Perusahaan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jalan Muara

Lebih terperinci

ASPEK KETEKNIKAN PERTANIAN PADA PROSES PENGALENGAN IKAN DI PT. BALI MAYA PERMAI, NEGARA-BALI

ASPEK KETEKNIKAN PERTANIAN PADA PROSES PENGALENGAN IKAN DI PT. BALI MAYA PERMAI, NEGARA-BALI Seminar Praktek Lapangan ASPEK KETEKNIKAN PERTANIAN PADA PROSES PENGALENGAN IKAN DI PT. BALI MAYA PERMAI, NEGARA-BALI Oleh : Gd Suastama Sagita Manu F14103014 Dibawah Bimbingan : Dr. Ir. I Wayan Budiastra,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Wilayah PT. Cipta Frima Jaya adalah salah satu perusahaan yang bergerak dibidang proses dan pembekuan untuk hasil perikanan laut, yang merupakan milik Bapak H.Yusdin

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan 1 P a g e Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan Pengasapan Ikan Menurut perkiraan FAO,2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara

Lebih terperinci

Tuna dalam kemasan kaleng

Tuna dalam kemasan kaleng Standar Nasional Indonesia Tuna dalam kemasan kaleng ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2016 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi

Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

BIOKIMIA HISTAMIN. DINI SURILAYANI S.Pi., M.Sc

BIOKIMIA HISTAMIN. DINI SURILAYANI S.Pi., M.Sc BIOKIMIA HISTAMIN DINI SURILAYANI S.Pi., M.Sc HISTAMIN Senyawa yang terdapat pada daging ikan [umumnya dari family scombroid] yang di dalam dagingnya terdapat kadar histidin yang tinggi. Memiliki efek

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. Penerapan sanitasi dan higiene diruang penerimaan lebih dititik beratkan pada penggunaan alat dan bahan sanitasi.

Lebih terperinci

Pengawetan pangan dengan pengeringan

Pengawetan pangan dengan pengeringan Pengawetan pangan dengan pengeringan Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengeringan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi selama pengeringan serta dampak pengeringan terhadap

Lebih terperinci

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK Good Manufacturing Practice (GMP) adalah cara berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Telah dijelaskan sebelumnya

Lebih terperinci

Siomay ikan SNI 7756:2013

Siomay ikan SNI 7756:2013 Standar Nasional Indonesia Siomay ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3

Lebih terperinci

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN : PRAKARYA SEMESTER : II Tema : Pengolahan

MATA PELAJARAN : PRAKARYA SEMESTER : II Tema : Pengolahan MATA PELAJARAN : PRAKARYA Kelas : IX SEMESTER : II Tema : Pengolahan Kompetensi Dasar Materi Pokok dan Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Penilaian Siswa mampu: 3.3 menganalisis prinsip perancangan,

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA... 70 LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 2.1. komposisi Kimia Daging Tanpa Lemak (%)... 12 Tabel 2.2. Masa Simpan Daging Dalam Freezer... 13 Tabel 2.3. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Pada Pangan...

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 di PT. AGB Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi-Jawa Barat. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup manusia yang harus dicapai, untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah kesehatan

Lebih terperinci

MODUL 5 PIZZA IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu pizza ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang lembut, rasa dan aroma khas ikan.

MODUL 5 PIZZA IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu pizza ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang lembut, rasa dan aroma khas ikan. MODUL 5 PIZZA IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat pizza ikan yang enak, bertekstur lembut dan rasa yang lezat. Indikator Keberhasilan: Mutu pizza ikan

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Selain mutu proteinnya tinggi, daging juga mengandung asam amino essensial yang lengkap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN xxix HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel daging ayam beku yang diambil sebagai bahan penelitian berasal dari daerah DKI Jakarta sebanyak 16 sampel, 11 sampel dari Bekasi, 8 sampel dari Bogor, dan 18 sampel dari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium Balai Besar Industri Agro (BBIA) Cikaret, Bogor dan Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Resep Bandeng Presto menggunakan Mesin Presto Industry Oleh: Cahyadi Triyansyah (10.11.3735) S1.TI.2C STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Membuat Bandeng Presto Proses Pengolahan Bandeng Presto. Tristar Machinery,

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI IKAN TUNA KALENG DI PT BANYUWANGI CANNERY INDONESIA

PROSES PRODUKSI IKAN TUNA KALENG DI PT BANYUWANGI CANNERY INDONESIA PROSES PRODUKSI IKAN TUNA KALENG DI PT BANYUWANGI CANNERY INDONESIA LAPORAN KERJA PRAKTEK Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan Oleh: Audrey

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Deskripsi Produk cakalang precooked loin beku di PT.GEM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Deskripsi Produk cakalang precooked loin beku di PT.GEM BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produk Cakalang precooked loin beku adalah produk yang dihasilkan oleh PT..Gabungan Era Mandiri (GEM). Produk diekspor sebagai bahan baku pengalengan karena perusahaan

Lebih terperinci

PROSES PENGAlENGAN FRUIT COCKTAIL 01 P1. BERJAYA SEKAWANINOO BATU

PROSES PENGAlENGAN FRUIT COCKTAIL 01 P1. BERJAYA SEKAWANINOO BATU LAPORAN PRAKTEK KERJA PABRIK PROSES PENGAlENGAN FRUIT COCKTAIL 01 P1. BERJAYA SEKAWANINOO BATU OLEH: LISSA DIANA PRASETI.JO (6103003024' CHRISTINA NATALIA (6103003040' AGNES NATALIA (6103003107) PROGRAM

Lebih terperinci

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 2012 DAFTAR ISI 1. Apa Kandungan gizi dalam Daging ayam? 2. Bagaimana ciri-ciri

Lebih terperinci

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan Teknologi Pangan Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan tujuan industri untuk memenuhi permintaan

Lebih terperinci

Cara uji fisika - Bagian 4: Pemeriksaan kemasan kaleng produk perikanan

Cara uji fisika - Bagian 4: Pemeriksaan kemasan kaleng produk perikanan Standar Nasional Indonesia Cara uji fisika - Bagian 4: Pemeriksaan kemasan kaleng produk perikanan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PENGAWASAN MUTU BAHAN BAKU DAN PRODUK IKAN SARDEN DALAM SAUS TOMAT DI CV. PASIFIC HARVEST

PENGAWASAN MUTU BAHAN BAKU DAN PRODUK IKAN SARDEN DALAM SAUS TOMAT DI CV. PASIFIC HARVEST PENGAWASAN MUTU BAHAN BAKU DAN PRODUK IKAN SARDEN DALAM SAUS TOMAT DI CV. PASIFIC HARVEST LAPORAN KERJA PRAKTEK Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

TINJAUAN PUSTAKA. Susu TINJAUAN PUSTAKA Susu segar Susu adalah susu murni yang belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut SNI 01-3719-1995, minuman sari buah ( fruit juice) adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan

Lebih terperinci

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME MAKANAN DAN KEMASAN Bahan pangan mempunyai mikroflora spesifik yang

Lebih terperinci

>> PENDAHULUAN >> TUJUAN >> MANFAAT

>> PENDAHULUAN >> TUJUAN >> MANFAAT >> PENDAHULUAN Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik di Pasar Tradisional adalah acuan yang digunakan dalam melakukan kegiatan ritel pangan di pasar tradisional dan dalam rangka pengawasan keamanan pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Nasi Goreng Beras merupakan salah satu sumber makanan pokok yang biasa dikonsumsi masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia. Beras sebagaimana bulir serealia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi di antaranya

Lebih terperinci

Pengolahan dengan suhu tinggi

Pengolahan dengan suhu tinggi Pengolahan dengan suhu tinggi Kompetensi dasar Mahasiswa memahami teknologi pemanasan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak pemanasan terhadap mutu pangan Indikator Setelah

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK. maka para pengusaha AMDK berusaha mengemas tempat untuk air agar konsumen

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK. maka para pengusaha AMDK berusaha mengemas tempat untuk air agar konsumen BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK 2.1 Air Minum dalam Kemasan Ketika perkembangan zaman semakin menuntut segalanya harus lebih praktis, maka para pengusaha AMDK berusaha mengemas tempat untuk air agar konsumen

Lebih terperinci

Prinsip pengawetan. Mencegah/memperlambat kerusakan mikrobial. Mencegah/memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan

Prinsip pengawetan. Mencegah/memperlambat kerusakan mikrobial. Mencegah/memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan PENGAWETAN MAKANAN DENGAN SUHU TINGGI DAN SUHU RENDAH Pengertian Pengawetan makanan salah satu cara pengolahan pangan yg sering dilakukan untuk mencegah kerusakan bahan pangan & menjaga kualitasnya. Cara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan KOPI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN PADA BAHAN PENYEGAR Mutu kopi dipengaruhi pengolahan dari awal - pemasaran. Kadar air kopi kering adalah 12-13% 13% Pada kadar air ini : 1. mutu berkecambah

Lebih terperinci

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010.

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010. Nama : RaisAbdullah NPM : 230110097026 Kelas : Perikanan B Tugas Manajemen Mutu Terpadu Spesifikasi CUMI-CUMI BEKU SNI 2731.1:2010 1. Istilah dan definisi cumi-cumi beku merupakan produk olahan hasil perikanan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan UD. Tiga Bawang merupakan sebuah industri kecil menengah yang bergerak dibidang pembuatan keripik dengan bahan baku ubi kayu. UD. Tiga Bawang adalah

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) menekankan tentang tantangan dan peluang terkait Keamanan Pangan. Keamanan pangan sangat penting karena keterkaitannya

Lebih terperinci

Sarden dan makerel dalam kemasan kaleng

Sarden dan makerel dalam kemasan kaleng Standar Nasional Indonesia Sarden dan makerel dalam kemasan kaleng ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2016 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian

Lebih terperinci

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk, teknologi, pemasaran, namun juga input yang cukup penting yaitu

BAB I PENDAHULUAN. produk, teknologi, pemasaran, namun juga input yang cukup penting yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya generasi menuntut inovasi tidak hanya terhadap produk, teknologi, pemasaran, namun juga input yang cukup penting yaitu sistem keamanan pangan dan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT)

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT) TUGAS PENDAHULUAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL LAUT PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G 311 09 003 KELOMPOK : IV (EMPAT) LABORATORIUM PENGAWASAN

Lebih terperinci

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan.

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan. MODUL 2 NUGGET IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah nugget ikan yang bertekstur kenyal, lembut dan bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER

BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER 4.1. Tujuan Tujuan dari materi praktikum Pengemasan Vacuum Dan Cup Sealer adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui cara pengemasan menggunakan vacuum sealer. 2. Mengetahui

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI. Oleh : Rendra Eka A

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI. Oleh : Rendra Eka A FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI Oleh : Rendra Eka A 1. Kemunduran mutu ikan segar secara sensori umumnya diukur dengan metode sensori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) Sheedy (2006), klasifikasi ilmiah ikan Tenggiri yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) Sheedy (2006), klasifikasi ilmiah ikan Tenggiri yaitu : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) Sheedy (2006), klasifikasi ilmiah ikan Tenggiri yaitu : Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Pengalengan nasi beserta lauk telah dilakukan di Filipina. Di Filipina nasi dan sosis babi kaleng diproduksi untuk kebutuhan anggota militer saat

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

Bakso ikan SNI 7266:2014

Bakso ikan SNI 7266:2014 Standar Nasional Indonesia Bakso ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR LINGKUNGAN BISNIS BISNIS RAMBAK KULIT IKAN

TUGAS AKHIR LINGKUNGAN BISNIS BISNIS RAMBAK KULIT IKAN TUGAS AKHIR LINGKUNGAN BISNIS BISNIS RAMBAK KULIT IKAN MUHAMAD AZIS MUSLIM KELAS : 11-D3MI-01) NIM : 11.02.7919 KELOMPOK : A STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012 ABSTRAK Karya tulis ini dibuat

Lebih terperinci

MODUL 4 PRESTO IKAN. Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat presto ikan yang bercita rasa enak.

MODUL 4 PRESTO IKAN. Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat presto ikan yang bercita rasa enak. MODUL 4 PRESTO IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat presto ikan yang bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu presto ikan yang dihasilkan utuh, bersih,

Lebih terperinci

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt Disusun Oleh : Yatin Dwi Rahayu 1006578 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah

Lebih terperinci

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI 1. PENGERINGAN Pengeringan adalah suatu proses pengawetan pangan yang sudah lama dilakukan oleh manusia. Metode pengeringan ada dua,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tahu merupakan makanan yang biasa dikonsumsi bukan hanya oleh masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat Asia lainnya. Masyarakat Indonesia sudah sangat lama mengkonsumsi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Pada penelitian pendahuluan dilakukan kajian pembuatan manisan pala untuk kemudian dikalengkan. Manisan pala dibuat dengan bahan baku yang diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Nasi Uduk Makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia adalah nasi. Menurut Kristiatuti dan Rita (2004) makanan pokok adalah makanan yang dapat dikonsumsi

Lebih terperinci

PENILAIAN MUTU ORGANOLEPTIK IKAN MUJAIR (TILAPIA MOSSAMBICA) SEGAR DENGAN UKURAN YANG BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN DINGIN.

PENILAIAN MUTU ORGANOLEPTIK IKAN MUJAIR (TILAPIA MOSSAMBICA) SEGAR DENGAN UKURAN YANG BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN DINGIN. PENILAIAN MUTU ORGANOLEPTIK IKAN MUJAIR (TILAPIA MOSSAMBICA) SEGAR DENGAN UKURAN YANG BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN DINGIN Nurmeilita Taher Staf Pengajar pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Sejarah dan Perkembangan Rinadya Yoghurt Rinadya Yoghurt merupakan usaha rumahtangga yang bergerak dalam bidang pengolahan susu segar yaitu memproduksi yoghurt. Usaha ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino essensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya mencapai 90%,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditi hasil perikanan yang banyak digemari oleh masyarakat karena selain rasanya enak juga merupakan sumber protein hewani. Kandungan protein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan telah banyak dikenal, karena boleh dikatakan semua orang pernah menggunakan ikan sebagai bahan pangan dengan dimasak terlebih dahulu, misalnya sebagai lauk pauk,

Lebih terperinci

MENGENAL LEBIH JAUH SKOMBROTOKSIN

MENGENAL LEBIH JAUH SKOMBROTOKSIN MENGENAL LEBIH JAUH SKOMBROTOKSIN Produk perikanan merupakan salah satu jenis pangan yang perlu mendapat perhatian terkait dengan keamanan pangan. Mengingat di satu sisi, Indonesia merupakan negara maritim

Lebih terperinci

SNI 4482:2013 Standar Nasional Indonesia Durian ICS Badan Standardisasi Nasional

SNI 4482:2013  Standar Nasional Indonesia Durian  ICS Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Durian ICS 67.080.10 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini dengan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1: 29 4 KEADAAN UMUM UKM 4.1 Lokasi dan Keadaan Umum Pengolah Unit Pengolahan ikan teri nasi setengah kering berlokasi di Pulau Pasaran, Lingkungan 2, Kelurahan Kota Karang, Kecamatan Teluk Betung Barat,

Lebih terperinci