BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di daerah perkotaan seiring dengan pesatnya arus urbanisasi mengakibatkan daerah perkotaan mengalami peningkatan angkatan kerja dalam jumlah yang besar. Peningkatan angkatan kerja seringkali tidak diimbangi dengan lapangan kerja yang memadai pada sektor formal, sehingga mengakibatkan angkatan kerja terpaksa beralih ke sektor informal yang lebih menjanjikan. Sektor informal masih dianggap sebagai satu-satunya sektor yang mampu menampung angkatan kerja dengan sedikit modal, ketrampilan terbatas dan pendidikan yang rendah. Di banyak negara Asia, munculnya sektor informal disebabkan oleh faktor urbanisasi yang tinggi dari desa ke kota dan adanya peralihan dari sektor formal ke sektor informal akibat penutupan industri pasca krisis global yang menyebabkan tingginya angka pengangguran (Bhowmik, 2005). Kehadiran sektor informal di Indonesia berhubungan erat dengan besarnya populasi penduduk dan angkatan kerja serta ketidakseimbangan pembangunan antara Jawa dan luar Jawa yang mempengaruhi distribusi penduduk (Hidayat, 1978). Sektor perdagangan menjadi salah satu sektor terpenting dalam roda perekonomian di Kota Mojokerto. Kota Mojokerto merupakan kota kecil di provinsi Jawa Timur yang memiliki kepadatan penduduk sebesar 69 jiwa/ha. Kota Mojokerto hanya mempunyai luas wilayah administratif yang lebih kecil dibandingkan dengan Kota Jakarta yaitu 1.646,5 Ha dengan jumlah penduduk sekitar jiwa. Sektor perdagangan termasuk juga didalamnya sektor informal terutama pada kelompok Pedagang Kaki Lima (PKL) memiliki dua sisi yaitu sisi positif dan sisi negatif. Pada sisi negatif, PKL menyebabkan berbagai masalah perkotaan karena kegiatan yang mereka lakukan berada diatas trotoar, badan jalan dan ruang publik yang dari awal bukan dialokasikan untuk kegitan sektor informal (Akharuzzaman dan Deguchi, 2010). Selain itu, PKL 1

2 menyebabkan penurunan kualitas perkotaan dengan pandangan kota yang kumuh dan menambah kemacetan pada pusat-pusat keramaian kota. Bukan tanpa alasan para PKL menempati lokasi yang strategis di kota untuk memenuhi kebutuhan warga kota dengan menjual barang murah yang cenderung bergerak mendekati konsumen. Selama ini tidak ada batas-batas lokasi yang diperkenankan bagi PKL untuk beroperasi sehingga mereka masih saja dianggap ilegal. Pada sisi positif, PKL dapat berkontribusi dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan mengurangi tingkat pengangguran. Hal ini terbukti dengan adanya kasus PKL di negaranegara Asia pada saat krisis global yang menampung banyak angkatan kerja yang terancam menjadi pengganguran (Bhowmik, 2005). Setidaknya meskipun dengan penghasilan yang tidak pasti tetapi sektor informal mampu menjadi alternatif pekerjaan dalam bertahan hidup di kota. Pemindahan atau relokasi PKL ke lokasi yang lebih kondusif untuk menciptakan lingkungan yang nyaman perkotaan menjadi salah satu kebijakan yang dilakukan oleh hampir beberapa kota besar yang mengalami masalah dengan PKL, termasuk juga diantaranya kota kecil seperti Mojokerto. Wacana pemerintah daerah Kota Mojokerto untuk merelokasi PKL muncul disaat kebutuhan akan ruang publik di perkotaan yang semakin berkurang dan ketertiban lalu lintas yang kurang baik akibat kegiatan perdagangan yang dilakukan di badan jalan. Kesadaran untuk memenuhi kebutuhan akan ruang publik perkotaan menjadi mimpi besar kota Mojokerto yang semakin hari mengalami penurunan kualitas lingkungan. Relokasi PKL merupakan kebijakan untuk menjadikan ruang-ruang publik berfungsi sebagaimana mestinya seperti trotoar, badan jalan, dan taman kota. Kebijakan tersebut diambil karena adanya inisiatif pemerintah daerah untuk bersikap tegas dalam menentukan lokasi bagi sektor informal PKL yang tertib dan nyaman. Pada kenyataanya, kehadiran PKL di ruang-ruang publik kota telah ada sejak lama yang jumlahnya semakin hari semakin bertambah dan akhirnya membentuk aliansi kelompok PKL. Penataan PKL di Kota Mojokerto telah diatur dalam sumber hukum berupa peraturan daerah nomor 5 tahun 2005 tentang penataan dan pembinaan kegiatan PKL. 2

3 Relokasi pedagang yang dilaksanakan oleh pemerintah Kota Mojokerto menitikberatkan pada PKL yang berasal dari Jalan Joko Sambang dan Alun-alun. Kedua jenis PKL tersebut direlokasi karena telah menganggu fungsi kota dan termasuk memiliki jumlah PKL yang cukup banyak. Tempat yang dijadikan relokasi PKL adalah Kawasan Benteng Pancasila. Pada akhir tahun 2012, relokasi diawali dengan pemindahan PKL yang berasal dari Jalan Joko Sambang terlebih dahulu. Kurang lebih sekitar 125 PKL Jalan Joko Sambang akan menempati lapak dan tenda sementara yang disediakan oleh pemerintah daerah dikawasan Benteng Pancasila. Secara bertahap, 248 PKL Alun-alun juga dipindahkan ke Kawasan Benteng Pancasila. Pada awalnya, wacana relokasi sebenarnya sudah ada sejak tahun 2010, namun wacana ini selalu mendapat penolakan oleh PKL yang tidak menyetujui pemindahan tersebut. Perpindahan lokasi PKL bukanlah menjadi hal yang mudah diterima begitu saja oleh PKL. Berbagai upaya penolakan kebijakan ini dilakukan oleh PKL sampai pada akhirnya dibutuhkan waktu yang cukup lama dalam memperoleh kesepakatan bersama untuk dipindahkan ke lokasi yang baru. Tempat yang dijadikan relokasi PKL diharapkan oleh pemerintah daerah setempat dapat menjadi sentra aktivitas sektor informal yang dapat menjadi daya tarik perdagangan berbasis lokal. Sehingga dapat mengangkat perekonomian di kota Mojokerto melalui kegiatan ekonomi skala kecil oleh para PKL. Maka dengan demikian, diperlukan evaluasi penataan PKL Kawasan Benteng Pancasila guna menilai perubahan kondisi PKL antara sebelum dan sesudah relokasi yang dapat menjadi penentu keberhasilan penataan ruang jika terjadi kesesuaian rencana dengan kenyataan dilapangan. Disamping itu juga diperlukan kajian mengenai keterkaitan antara kondisi perubahan yang dialami oleh PKL dengan keberlanjutan pengembangan sentra aktivitas sektor informal Kota Mojokerto yang berada di Kawasan Benteng Pancasila untuk mengakomodasi kebutuhan para pedagang setelah dilakukannya relokasi. 3

4 1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut. 1. Bagaimana perubahan kondisi PKL Joko Sambang dan Alun-alun antara sebelum dan sesudah direlokasi ke Kawasan Benteng Pancasila? 2. Bagaimana evaluasi kebijakan penataan PKL Joko Sambang dan Alunalun di Kawasan relokasi Benteng Pancasila sebagai sentra aktivitas sektor informal? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut. 1. Mengkaji perubahan kondisi PKL Joko Sambang dan Alun-alun antara sebelum dan sesudah direlokasi ke Kawasan Benteng Pancasila. 2. Mengevaluasi kebijakan penataan PKL Joko Sambang dan Alun-alun di Kawasan relokasi Benteng Pancasila sebagai sentra aktivitas sektor informal Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut. 1. Sebagai bahan masukan maupun pertimbangan dalam pengambilan keputusan terhadap pengembangan sektor informal di daerah perkotaan. 2. Untuk menambah pengetahuan dalam menyelesaikan permasalahan perkotaan yang utamanya berkaitan dengan pedagang kaki lima Pengertian Evaluasi Evaluasi mempunyai arti berhubungan, masing-masing merujuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program (Dunn, 1998). Pada evaluasi memuat kesimpulan, klasifikasi, kritik, penyesuaian dan perumusan masalah kembali. Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan. Evaluasi baru dapat dilakukan jika suatu kebijakan sudah berjalan cukup waktu. Tidak ada batasan waktu yang pasti, tetapi untuk dapat mengetahui 4

5 outcome dan dampak suatu kebijakan diperlukan waktu tertentu. Jika terlalu dini evaluasi dilakukan, maka outcome dan dampak dari kebijakan masih belum tampak. Semakin strategis kebijakan diperlukan tenggang waktu yang lebih panjang untuk melakukan evaluasi. Sebaliknya, semakin teknis sifat dari kebijakan atau program maka evaluasi dapat dilakukan dalam kurun waktu relatif lebih cepat. Evaluasi kebijakan didefinisikan sebagai suatu kegiatan mengenai estimasi ataupun penilaian terhadap kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak yang terjadi (Anderson, 1975). Evaluasi kebijakan dilakukan bukan hanya pada tahap akhir saja melainkan pada semua proses kebijakan yang membuat evaluasi kebijakan dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Evaluasi kebijakan dapat dirumuskan ke dalam dua tugas yang berbeda yaitu untuk menentukan konsekuensi yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan dengan mengambarkan dampaknya dan menilai keberhasilan atau kegagalan dari suatu kebijakan dengan standart atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Terdapat enam langkah dalam evaluasi kebijakan menurut Edward A. Schuman antra lain : 1. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi. 2. Analisis terhadap masalah. 3. Deskripsi dan standarisasi kegiatan 4. Pengukuran terhadap tingkat perubahan yang terjadi. 5. Menentukan perubahan sebagai akibat dari kegiatan yang dilakukan. 6. Indikator untuk menentukan dampak Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima Pedagang kaki lima merupakan salah satu pelaku aktif yang menjalankan kegiatan usaha pada sektor informal. Menurut, Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) pada tahun 2012, tercatat terdapat 23,4 juta PKL di seluruh 5

6 penjuru Indonesia. Peningkatan PKL pada setiap tahunnya menimbulkan respon dari pemerintah melalui adanya kebijakan. Kebijakan tentang penataan pedagang kaki lima muncul mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Hal ini didukung oleh adanya Peraturan Presiden No. 125 tahun 2012 dan ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 41 tahun Salah satu amanat yang terdapat pada Mendagri menyebutkan bahwa pemerintah daerah menetapkan lokasi atau kawasan yang diperuntukkan sebagai lokasi kegiatan usaha pedagang kaki lima. Penetapan lokasi tersebut dengan memperhatikan umum, sosial, budaya, estetika, ekonomi, keamanan, ketertiban, kesehatan, kebersihan lingkungan dan kesesuaian dengan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pada tingkat pemerintah daerah, penataan dan pembinaan PKL juga dapat dilihat pada Peraturan Daerah Kota Mojokerto No. 5 tahun Selain itu, pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mojokerto tahun terdapat kebijakan penataan ruang dalam mengembangkan aktivitas sektor informal yang terpusat pada lokasi yang strategis dan dekat dengan kawasan fungsional yang tidak menganggu lalu lintas maupun pejalan kaki. Penataan PKL juga mencakup pada pemberdayaan yang meliputi meningkatkatkan kemampuan usaha, memberikan akses kemudahan dalam permodalan, memfasilitasi bantuan sarana dagang, penguatan kelembagaan, peningkatan produksi, pengolahan, pengembangan jaringan dan promosi serta pembinaan dan bimbingan teknis. Implementasi kebijakan penataan PKL ditandai dengan penerapan kebersihan, ketertiban dan keindahan oleh PKL. Ukuran keberhasilan penataan PKL resmi adalah mengelola usaha PKL agar dapat meningkat yang secara tidak langsung dapat mengangkat perekonomian suatu daerah tertentu. Pada ukuran keberhasilan PKL ilegal adalah tidak berdagang di tempat yang dilarang yang mana mereka tidak begitu saja dihilangkan melainkan dipindahkan ke lokasi yang diperuntukkan oleh pemerintah (ayeti, 2012). 6

7 1.7. Konsep Sektor Ekonomi Informal Pandangan tentang sektor informal berawal dari gagasan Keith Hart yang dimasukkan kedalam struktur pekerjaan pada wilayah perkotaan di negara dunia ketiga. Hart menggemukakan tentang adanya perbedaan kesempatan memperoleh penghasilan antara sektor formal dan informal pada pokoknya yang didasarkan atas perbedaan antara pendapatan dari gaji dan pendapatan dari usahanya sendiri. Semenjak konsep sektor informal pertama kali diperkenalkan pada tahun 1973, telah banyak dilakukan penelitian dan kebijakan yang mulai menyoroti kesempatan kerja kaum miskin di kota secara khusus dalam memperoleh penghasilan di kota yang dibagi dalam tiga kelompok yaitu formal, informal sah dan tidak sah (Hart, 1971 dalam Manning, 1985). Masing-masing kelompok itu dibedakan dalam berbagai kategori yang didasarkan pada kegiatan yang dilakukan individu, jumlah pendapatan dan pengeluaran yang mengalir dalam perekonomian kota. Selain itu, pembeda antara sektor informal dan informal dilihat dari keteraturan cara kerja, hubungan dengan perusahaan, curahan waktu dan status hukum terhadap kegiatan yang dilakukan. Sektor informal perkotaan dapat ditandai dengan batasan tentang ciri-ciri kegiatan ekonominya (Wirosardjono, 1985). Ciri-ciri kegiatan sektor informal diturunkan dari kondisi nyata dari beberapa kegiatan dengan sejumlah tenaga kerja yang umumnya berpendidikan rendah, tidak mempunyai ketrampilan dan bekerja disektor ekonomi marginal atau informal. Kebanyakan kegiatan sektor informal sifatnya masih subsistem (Sethuraman, 1981). Oleh karena itu sektor informal diartikan sebagai unit-unit usaha berskala kecil yang menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa dengan tujuan pokok menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan. Kendala yang dihadapi dalam sektor informal umumnya seperti modal fisik, faktor pengetahuan dan ketrampilan yang masih terbatas. Masalah pokok sektor informal terdiri dari 2 macam yaitu masalah internal dari pelaku sektor informal dan masalah eksternal dari kebijakan pemerintah. Kehadiran sektor informal diberbagai kota besar, pada dasarnya merupakan salah satu bentuk respon migran dan masyarakat miskin di kota 7

8 terhadap pembangunan antar daerah yang tidak merata, urbanisasi, meluasnya tingkat pengganguran dan merebaknya tekanan kemiskinan (Tjiptoherijanto, 1997 dalam Mustafa, 2008). Secara lebih terperinci, beberapa kondisi yang menyebabkan kehadiran sektor informal diperkotaan terus bertambah meluas (Alisjahbana, 2003). Pertama, terjadinya konsentrasi investasi diperkotaan yang mendorong orang melakukan urbanisasi, namun jumlahnya melebihi lapangan pekerjaan yang tersedia sehingga melahirkan pengganguran yang pada akhirnya terserap di sektor informal kota yang bersifat ilegal, marginal dan berskala kecil. Kedua, perkembangan sektor informal tidak lepas dan proses daya tarik kota untuk dapat memberikan lapangan pekerjaan kepada masyarakat, terutama masyarakat pedesaan yang tidak diserap disektor pertanian karena rendahnya pendapatan disektor tersebut. Ketiga, faktor pendorong dari desa yang miskin dan keempat, akibat minimnya sumberdaya alam dan material yang mampu dieksploitasi oleh penduduk pedesaan Pedagang Kaki Lima Sebagai Salah Satu Bagian Sektor Informal Pengertian Pedagang Kaki Lima Pedagang kaki lima didefinisikan sebagai orang yang menawarkan barang untuk dijual ke umum tanpa memiliki struktur bangunan yang permanen (Bhowmik, 2005). Sebenarnya istilah pedagang kaki lima atau PKL merupakan sebutan bagi para pedagang yang menjual daganganya dengan gerobak karena saat mereka mendorong gerobak maka roda yang digunakan berjumlah lima dimana roda gerobak yang berjumlah tiga ditambah dengan kaki para pedagang yang menjajakannya. Saat ini pedagang kaki lima digunakan untuk para penjual dijalanan pada umumnya. Secara umum pedagang kaki lima dibedakan menjadi 2 macam yaitu pedagang kaki lima yang tetap dan pedagang kaki lima yang tidak tetap. Pedagang kaki lima yang tetap dalam arti bahwa mereka menempati ruang ditrotoar, badan jalan dan ruang publik lainnya atau ruang milik swasta. Pedagang kaki lima yang tidak tetap dalam arti bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain untuk menjual dagangan mereka dengan gerobak dorong ataupun dengan keranjang yang diletakkan diatas kepala mereka. Terdapat tiga pola ruang 8

9 aktivitas pedagang kaki lima yaitu berkluster sekitar toko besar di Central Bussines District (CBD), berada disepanjang jalur pejalan kaki dan dicelah-celah ruang publik kota (Ayeh et al., 2011). Menurut Mc. Gee dan Yeung (1977) jenis dagangan yang dijual oleh pedagang kaki lima dipengaruhi oleh aktivitas yang ada dikawasan yang digunakan dalam beroperasi menjual dagangan. Adapun jenis dagangan yang ditawarkan oleh pedagang kaki lima dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu : 1. Makanan yang mentah atau belum diproses seperti daging, sayuran dan buah-buahan. 2. Makanan yang siap disajikan seperti nasi, lauk pauk serta minuman. 3. Barang yang bukan makan seperti pakaian sampai obat-obatan. 4. Jasa dari beragam aktivitas seperti tukang potong rambut dan lain sebagainya Pola Penyebaran Pedagang Kaki Lima Berdasarkan pola penyebarannya, aktivitas pedagang kaki lima menurut Mc. Gee dan Yeung (1977) dapat dikelompokkan dalam 2 pola yaitu : 1. Pola Mengelompok (Focus Aglomeration) Pedagang informal jenis ini umumnya selalu memanfaatkan aktivitas sektor formal yang berada pada pusat perbelanjaan yang menjadi salah satu daya tarik lokasi sektor informal untuk menarik konsumen. Selain itu pada ujung jalan, ruang terbuka, sekitar pasar, tempat parkir, taman dan lain sebagainya merupakan lokasi yang diminati oleh sektor ini. Pola Penyebaran seperti ini banyak dipengaruhi adanya pertimbangan aglomerasi yaitu pemusatan atau pengelompokan pedagang sejenis atau yang menjual komoditas yang sama seperti pada pedagang makanan dan minuman. 2. Pola Memanjang (Linier Concentration) 9

10 Pola ini terjadi di sepanjang atau pinggir jalan utama maupun pada jalan yang menghubungkan jalan utama. Pola kegiatan lebih banyak dipengaruhi pertimbangan aksesibilitas yang tinggi pada lokasi yang bersangkutan. Di lihat dari segi pedagang, hal ini cukup menguntungkan sebab dengan menempati lokasi yang mempunyai aksesibilitas tinggi maka kesempatan untuk memperoleh konsumen juga tinggi. Jenis dagangan yang diperdagangkan antara lain pakaian, buah-buahan, obat-obatan dan lain sebagainya Pola Pelayanan Aktivitas Pedagang Kaki Lima Pola pelayanan menurut Mc. Gee dan Yeung (1977) adalah cara berlokasi aktivitas PKL dalam memanfaatkan ruang kegiatan sebagai tempat usaha. Berdasarkan pola pelayanan ini, aktivitas PKL dapat ditinjau dari aspek sifat dan golongan pengguna jasa. Berdasarka sifat pelayanannya, pedagang kaki lima menurut Mc. Gee dan yeung (1977) dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu : 1. Pedagang Menetap (static) Pedagang Menetap adalah suatu bentuk layanan yang mempunyai cara atau sifat menetap pada suatu lokasi tertentu. Dalam hal ini setiap pembeli atau konsumen harus datang sendiri ke tempat dimana ia berada. Sarana fisik berdagang dengan sifat seperti biasanya berupa kios atau gerobak beratap. 2. Pedagang Semi Menetap ( Semi Static) Pedagang Semi Menetap merupakan suatu pelayanan pedagang yang mempunyai sifat menetap sementara yaitu hanya pada saat tertentu saja. Dalam hal ini PKL akan menetap bila ada kemungkinan datangnya pembeli yang cukup besar. Bila tidak ada maka mereka cenderung berjualan dengan berkeliling. Dengan kata lain ciri utama PKL yang memilih pola pelayanan seperti ini adalah adanya pergerakan PKL yang menetap pada suatu lokasi dengan periode tertentu, setelah waktu 10

11 berjualan selesai yaitu sore atau malam hari. Adapun sarana fisik yang digunakan adalah kios beroda. 3. Pedagang Keliling (Mobile) Pedagang keliling yaitu suatu bentuk layanan pedagang yang melayani konsumennya dengan sifat mendatangi atau mengejar konsumen. Biasanya terjadi pada pedagang yang mempunyai volume dagangan yang kecil. Aktivitas PKL dalam kondisi ini ditunjukkan dengan sarana fisik perdagangan yang mudah dibawa sehingga dicirikan dengan pergerakan dari satu tempat ke tempat yang lain menggunakan gerobak dorong, pikulan atau keranjang. Golongan pengguna jasa pedagang kaki lima umumnya berasal dari golongan bawah dengan pendapatan yang minim serta pendidikan yang rendah. Hal ini karena daya beli yang rendah dengan kemampuan memenuhi kebutuhan barang dan jasa dengan biaya yang murah. Sebaliknya golongan tinggi yang memiliki kemampuan membeli barang yang cukup cenderung untuk memilih sektor formal dengan harga dan kualitas yang lebih bagus dari pada sektor informal. sehingga dapat dikatakan bahwa pekerja sektor informal dibutuhakan oleh kaum miskin kota. Hal ini juga berpengaruh pada skala pelayanan yang dilayani adalah skala pelayanan kecil karena modal yang kecil dan jenis usaha perorangan Indikator dalam Penataan PKL Indikator dalam pola penataan PKL ideal yang digunakan dalam konsep sutrisno et. al, 2007 berdasarkan pada aspek ekonomi, sosial dan hukum, keterkaitan usaha PKL dengan lingkungan dan pembeli serta rencana pembelian. Keterangan selengkapnya sebagai berikut : Aspek ekonomi : 1. Memberdayakan usaha sektor informal PKL dengan jaminan perlindungan, pembinaan dan pengaturan usaha agar lebih berdaya 11

12 guna dan berhasil serta meningkatkan kesejahteraan PKL khususnya dan masyarakat pada umumnya. 2. Pemerintah Kota dan elemen masyarakat mendukung usaha PKL dengan menciptakan kondisi yang kondusif, dan pembinaan serta upaya mengembangkan kemampuan manajerial, agar usaha PKL lebih berkembang. 3. Pemerintah Kota dan stakeholders kota bekerjasama dalam permodalan, dan kemitraan usaha yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Indikator aspek ekonomi : perlindungan dan pembinaan PKL. Aspek sosial : 1. Penyuluhan waktu, tempat dan sarana usaha yang menjamin keindahan dan keamanan yang mendukung program Pemerintah Kota. 2. Penyuluhan sadar hukum sebagai pembinaan non fisik agar dapat menjalin hubungan dengan lingkungan tempat usaha dan tidak ada yang dirugikan. 3. Penyuluhan sadar hukum sebagai pembinaan non fisik agar PKL bertanggung jawab atas kebersihan, ketertiban, keamanan dan keindahan tempat usaha. 4. Pengaturan tempat usaha yang dapat menunjang program kota ssebagai kota budaya, pariwisata dan olahraga. Indikator aspek sosial : Kondisi yang kondusif oleh masyarakat, kemampuan managerial PKL, kerjasama permodalan, kemitraan pemerintah dan stakeholders. Penyuluhan waktu, tempat dan sarana usaha, penyuluhan non fisik dan pengaturan atas ketertiban, kebersihan, keindahan, keamanan tempat usaha. 12

13 Aspek hukum : 1. Program legalisasi usaha dan penempatan lokasi tanah kekayaan negara dengan menerbitkan ijin. 2. Menyusun Peraturan daerah dan peraturan mengenai penataan PKL. Indikator aspek hukum : Legalisasi usaha dan ijin usaha dari pemerintah, peraturan daerah penataan PKL. Tingkat keterkaitan usaha dengan lingkungan dan pembeli Tinggi : Dekat dengan pembeli, jam sesuai lingkungan dan pembeli, lahan sesuai jenis dan besar usaha, bangunan permanen, listrik, toilet, parkir, konsep kawasan menyebar dan modal tinggi. Contoh : Jasa fotocopi, rental komputer, penjilidan dan warung makan tidak terkenal. Tidak Tinggi : Tidak harus berdekatan dengan lokasi pembeli, sebagian butuh tempat strategis, jam sesuai keinginan PKL, luas lahan variatif, bangunan permanen dan non-permanen, parkir dan sebagian butuh modal besar. Contoh : warung makan terkenal, rokok, kios bensin dan tambal ban. Penataan PKL menurut rencana pembelian Tidak Terencana : lokasi strategis, sarana gerobak dorong, jam sesuai keinginan PKL, tidak ada parkir khusus, dan pembinaan managerial usaha. Contoh : tambal ban, bengkel, kios bengsin, warung makan, dan kios pakaian. 13

14 Terencana : lokasi usaha mudah diakses, jam sesuai PKL, luas lahan usaha disesuaikan kebutuhan, sarana dan prasarana pendukung, dan pembinaan managerial usaha serta kesadaran lingkungan. Contoh : PKL yang memiliki spesifikasi produk seperti reparasi, pedagang kemasan, fotocopy dan rental komputer Sektor Informal dalam Kajian Ilmu Geografi Ilmu geografi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan kausal gejalagejala muka bumi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka bumi, baik yang bersifat fisik maupun yang menyangkut makhluk hidup beserta permasalahannya melalui pendekatan keruangan, ekologi dan regional untuk kepentingan program, proses dan keberhasilan pembangunan (Bintarto, 1981 dalam Yunus, 2007). Ilmu geografi terbagi menjadi dua macam yaitu aspek fisik dan aspek sosial. Sektor informal termasuk dalam cabang ilmu geografi aspek sosial yang termasuk dalam geografi ekonomi yang mempelajari tentang hubungan timbal balik manusia dengan lingkungannya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup untuk mencapai kesejahteraan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi sektor informal berhubungan erat dengan ruang yang ada di muka bumi dalam menjalankan usahanya. Pedagang kaki lima juga subyek yang mengantungkan hidup dari usaha sektor informal kota untuk bertahan hidup dan mencukupi kebutuhan hidupnya. Sehingga pada kajian mengenai pedagang kaki lima di sektor informal dapat menjadi bagian kajian geografi. Sumber : Wardiatmoko dan Bintarto, 2004 Gambar 1.1 Cabang ilmu Goegrafi 14

15 Pendekatan utama dalam kajian geografi terdiri dari 3 pendekatan yaitu pendekatan keruangan (spatial approach), pendekatan ecological (ecological approach) dan pendekatan kompleks wilayah (regional complex approach). Pada kajian tentang pedagang kaki lima sektor informal pendekatan geografi cenderung menggunakan pendekatan ekologis karena menekankan hubungan antara manusia dengan lingkungan biotik, abiotik maupun linkungan sosial ekonomi dan kulturalnya (Dangana dan Tropp, 1995). Pada konteks prilaku manusia yang direlokasi sebagai human behavior yang dapat mempengaruhi terjadinya perubahan lingkungan dari lokasi yang ditinggalkan maupun lokasi yang baru akibat dari adanya interaksi lingkungan (environment interaction). Prilaku manusia baik berupa prilaku sosial, prilaku ekonomi, prilaku kultural dan bahkan prilaku politik yang dilakukan seseorang atau komunitas tertentu. Pedagang kaki lima yang telah direlokasi termasuk dalam fenomena geografi berupa proses, interaksi antar pelaku kegiatan ekonomi dan organisasi dalam sistem keruangan yang terdapat pada lokasi kajian yang berada di kota Penelitian Sebelumnya Tabel 1.1 berikut adalah sejumlah penelitian mengenai sektor informal yang pernah dilakukan oleh peneliti pada kota-kota di Indonesia dari tahun Penelitian kebijakan PKL dipusat Kota Manado (Tontey, 2003) menunjukkan masih belum ada pertimbangan karakteristik PKL yang sulit memahami kebijakan daerah dan berakibat pada belum adanya respon positif terhadap ketaatan peraturan tersebut. Hal ini menimbulkan kesenjangan antara perencanaan dengan fakta yang terjadi dilapangan. Selain itu, penelitian serupa juga ditemukan bahwa penataan reforma PKL buah di kota Padang termasuk buruk yang dinilai dari aspek sosial, ekonomi, hukum serta faktor internal dan eksternal PKL. Pada penelitian sebelumnya tentang PKL di Kota Mojokerto lebih memfokuskan pada kajian pola interaksi tim relokasi terhadap implikasi kebijakan relokasi PKL ke Benteng Pancasila yang menunjukkan pola interaksi asosiatif yang belum sempurna karena adanya kesalahan pendataan jumah PKL. Penelitian lainnya yang mengangkat tema yang hampir sama yaitu evaluasi program PKL di 15

16 Kabupaten Tegal menunjukkan adanya dampak positif dan negatif kepada pemerintah maupun PKL serta terdapat hambatan pada pelaksanaan program dengan adanya penolakan dan belum adanya tempat relokasi yang ideal bagi PKL. Penelitian sebelumnya tentang pedagang kaki lima sektor informal memiliki fokus kajian yang berbeda sesuai dengan sudut pandang masing-masing peneliti. Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya dapat memberikan informasi hasil temuan yang berguna untuk menjadi bahan pertimbangan dalam mengkaji masalah pedagang kaki lima saat ini. Dimana memungkinkan terjadinya perubahan kondisi dari waktu ke waktu yang menjadikan variasi temuan penelitian dengan tema pedagang kaki lima agar terus berkembang. Oleh karena itu, pada penelitian ini memasukkan unsur perubahan kondisi PKL pasca relokasi dengan keberlanjutan pengembangan sektor informal. Berikut Tabel 1.1. terkait penelitian sebelumnya pada kegiatan sektor informal. 16

17 Tabel 1.1 Penelitian tentang Pedagang Kaki Lima Sektor Informal No Penulis Judul Metode Hasil Temuan 1. Joksen Thomas Tontey (2003) Kajian kebijakan penataan aktivitas pedagang kaki lima dipusat Kota Manado Analisis deskriptif kuantitatif dan distribusi frekuensi serta analisis deskriptif kualitatif Penataan PKL dipusat kota Manado belum memperhitungkan karakteristik PKL yang sulit untuk memahami kebijakan, adanya kesenjangan antara perencanaan dan fakta dilapangan, dan belum ada respon positif terhadap ketaatan peraturan dalam kebijakan penataan. 2. Astri Ayeti Syafardi (2012) Penata kelolaan PKL buah Kota Padang Analisis deskriptif dengan pendekatan studi kasus Reforma penataan PKL buah pada kondisi buruk yang dinilai dari aspek sosial ekonomi dan hukum. Faktor internal yang mempengaruhi kondisi PKL buah meliputi komunikasi, sumberdaya, prilaku, kecenderungan menghadapi masalah dan perubahan implementasi kebijakan. Faktor eksternal yaitu premanisme, sikap masyarakat dan kondisi perekonomian negara. 3. Nur Khanifah (2014) Pola interaksi antara tim relokasi Mojokerto dengan PKL dalam implikasi kebijakan relokasi ke Benteng Pancasila Deskriptif Kualitatif Pola interaksi tim relokasi yaitu interaksi assosiatif yang mencakup kerjsama dan akomodasi. Tahapan yang dilakukan dengan sosialisasi, diskusi dan kesepakatan bersama. Interaksi tidak sempurna karena ada kesalahan pendataan jumlah PKL. 4. Arlinda Miranti, Dyah Lituhayu (2012) Evaluasi program penataan PKL di Kabupaten Tegal Deskriptif Kualitatif Program penataan pedagang kaki lima menghasilkan dampak positif yang lebih dirasakan oleh pihak pemerintah daerah setempat dan dampak negatif yang dirasakan oleh pedagang kaki lima. Muncul berbagai hambatan dalam pelaksanaan program penataan, seperti penolakan dari kelompok sasaran yaitu pedagang kaki lima sampai belum adanya tempat relokasi yang memenuhi keinginan dari pedagang kaki lima yaitu tempat yang strategis dan banyak pembeli Kerangka Pemikiran Pesatnya pertumbuhan penduduk di kota, menyebabkan pemenuhan akan kesempatan kerja secara terbatas pada sektor formal. Sektor informal merupakan sektor yang dianggap mampu menampung kesempatan kerja yang tinggi. 17

18 Munculnya sektor informal disebabkan oleh dua faktor yaitu kemiskinan di pedesaan yang kurang menyediakan pekerjaan, mendorong perpindahan penduduk dari desa ke kota dimana mereka tidak memiliki ketrampilan dan pendidikan yang cukup untuk bekerja di sektor formal sehingga mereka hanya bisa menjangkau sektor informal. Pedagang kaki lima merupakan bagian dari sektor informal yang menjadi masalah yang turun temurun di kota. Hal ini karena tempat yang digunakan oleh para pedagang kaki lima berada diatas trotoar, badan jalan maupun ruang publik kota yang dianggap tidak legal. Untuk itu pemerintah melakukan penataan dan pembinaan pedagang kaki lima melalui kegiatan relokasi. Masalah pedagang kaki lima Kota Mojokerto juga menjadi perhatian utama pemerintah daerah seiring dengan munculnya kebijakan relokasi. Relokasi tidak hanya sekedar pemindahan fisik saja, tetapi juga pemindahan aktivitas sektor informal untuk membentuk satu aktivitas perdagangan yang baru dan manarik hati masyarakat. Permasalahan pedagang kaki lima juga tidak dapat berhenti dan teratasi hanya dengan relokasi karena masalah pedagang kaki lima juga dapat muncul setelah relokasi. Setiap permasalahan pedagang kaki lima di berbagai kota memiliki tindakan dan perlakuan yang berbeda tergantung pada karakter dan masalah dari pedagang kaki lima di wilayah tersebut. Relokasi menyebabkan berbagai jenis pedagang kaki lima dalam jumlah yang cukup besar berkumpul menjadi satu kawasan perdagangan. Hal ini merupakan salah satu potensi yang dapat digunakan untuk menggerakkan roda perekonomian usaha kecil. Berkumpulnya pedagang kaki lima dalam satu tempat akan membentuk sebuah sentra atau pusat aktivitas sektor informal yang dapat mendukung pengembangan wilayah. Sehingga, perlu dilakukan evaluasi penataan pedagang kaki lima kawasan Benteng Pancasila dengan memperhatikan pada kondisi perubahan pedagang kaki lima pasca relokasi dan keberlanjutan dari pengembangan sentra aktivitas sektor informal. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat ditunjukkan pada Gambar 1.2. berikut. 18

19 Kebijakan Relokasi Pedagang Kaki Lima ke Kawasan Benteng Pancasila Perubahan Kondisi PKL Pasca Relokasi Keberlanjutan Pengembangan Sentra Aktivitas Sektor Informal Aspek Ekonomi mi Aspek Sosial Aspek Lingkungan Kebutuhan Sarana Prasarana PKL Sistem Pengelolaan PKL Keterkaitan kondisi PKL dengan keberlanjutan pengembangan sektor informal Evaluasi Penataan PKL Kawasan Benteng Pancasila Kesimpulan dan Rekomendasi Gambar 1.2. Kerangka Pemikiran Penelitian 19

20 1.12. Pertanyaan Penelitian Relokasi pedagang kaki lima ke Kawasan Benteng Pancasila menjadi bagian dari penataan ruang yang dilakukan untuk menempatkan kegiatan sektor informal pada satu kawasan yang telah diperuntukkan. Seiring telah dilaksanakannya relokasi, di satu sisi menimbulkan perubahan kondisi pedagang kaki lima di tempat yang baru. Berkumpulnya berbagai jenis pedagang kaki lima pada satu kawasan memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi sentra aktivitas sektor informal. Di sisi lain, masih dibutuhkan suatu evaluasi dalam penilai penataan pedagang kaki lima di kawasan Benteng Pancasila. Berdasarkan uraian tersebut, diperoleh pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Perubahan kondisi pedagang kaki lima pasca relokasi 1) Bagaimana perubahan kondisi PKL Joko Sambang dan Alun-alun yang ditinjau dari aspek ekonomi? 2) Bagaimana perubahan kondisi PKL Joko Sambang dan Alun-alun yang ditinjau dari aspek sosial? 3) Bagaimana perubahan kondisi PKL Joko Sambang dan Alun-alun yang ditinjau dari aspek lingkungan? 2. Evaluasi kebijakan penataan pedagang kaki lima kawasan Benteng Pancasila sebagai sentra aktivitas sektor informal 1) Bagaimana kebutuhan sarana dan prasarana penunjang aktivitas PKL Joko Sambang dan Alun-alun di Kawasan relokasi Benteng Pancasila? 2) Bagaimana sistem pengelolaan PKL Joko Sambang dan Alun-alun di kawasan relokasi Benteng Pancasila? 3) Bagaimana keterkaitan antara perubahan kondisi PKL Joko Sambang dan Alun-alun dengan keberlanjutan pengembangan sentra aktivitas sektor informal? 20

STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR

STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR Oleh: HAPSARI NUGRAHESTI L2D 098 433 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PECINAN SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PECINAN SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PECINAN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : RISA NIKEN RATNA TRI HIYASTUTI L2D 002 432 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG

KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG (Wilayah Studi : Jalan Pahlawan-Kusumawardhani-Menteri Soepeno) TUGAS

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR O l e h : R.B. HELLYANTO L 2D 399 247 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kependudukan adalah studi yang membahas struktur dan proses kependudukan yang terjadi di suatu wilayah yang kemudian dikaitkan dengan aspek-aspek non demografi. Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dapat memberikan pengaruh positif sekaligus negatif bagi suatu daerah. Di negara maju pertumbuhan penduduk mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR Oleh: SULISTIANTO L2D 306 023 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan tidak lain merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang tidak bisa lepas dari sektor informal. Keberadaan sektor informal di Indonesia tidak terlepas dari proses pembangunan yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Kota Payakumbuh yang strategis menjadikannya sebagai salah satu kota yang memainkan peran penting di Propinsi Sumatera Barat. Kota Payakumbuh merupakan gerbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul Penulisan judul merupakan unsur penting dalam penulisan karya ilmiah. Judul berguna membantu peneliti memberikan gambaran mengenai obyek penelitian, wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, kota-kota besar masih merupakan tujuan bagi mereka yang ingin memperbaiki nasib dan meningkatkan tarap kehidupannya. Dengan asumsi bahwa kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PKL muncul sebagai salah satu bentuk sektor informal perkotaan. Rachbini dan Hamid (1994) menyebutkan bahwa sektor informal secara struktural menyokong sektor formal.

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa dengan semakin banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola. baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Dualisme kota dan desa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola. baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Dualisme kota dan desa yang terdapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola perekonomian yang cenderung memperkuat terjadinya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang bermuara kepada

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTER AKTIVITAS DAN KARAKTER BERLOKASI PKL DI KOTA SURAKARTA

HUBUNGAN KARAKTER AKTIVITAS DAN KARAKTER BERLOKASI PKL DI KOTA SURAKARTA HUBUNGAN KARAKTER AKTIVITAS DAN KARAKTER BERLOKASI PKL DI KOTA SURAKARTA MURTANTI JANI R, S.T., M.T. PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET, SURAKARTA RINA

Lebih terperinci

- Dasar Hukum Peraturan Daerah ini adalah :

- Dasar Hukum Peraturan Daerah ini adalah : PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA 12 HLM, LD Nomor 5 SERI D ABSTRAK : - bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tantangan pembangunan di Indonesia saat ini adalah mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tantangan pembangunan di Indonesia saat ini adalah mengatasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tantangan pembangunan di Indonesia saat ini adalah mengatasi pengangguran dan kesempatan-kesempatan kerja. Di Indonesia meningkatnya proses modernisasi yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penyusunan konsep simbiosis mutualistik untuk penataan PKL Samanhudi erat kaitannya dengan karakter masing-masing pelaku dan konflik kepentingan serta konflik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota tersebut. Namun sebagian besar kota-kota di Indonesia tidak dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. kota tersebut. Namun sebagian besar kota-kota di Indonesia tidak dapat memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan suatu daerah tidak terlepas dari kebutuhan akan ruang terbuka yang berfungsi penting bagi ekologis, sosial ekonomi, dan evakuasi. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang tidak seimbang dengan sempitnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang tidak seimbang dengan sempitnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang tidak seimbang dengan sempitnya lapangan pekerjaan formal mengakibatkan bertambah besarnya angka pengangguran. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia melahirkan sektor informal. Salah satu wujud sektor informal di perkotaan adalah lahirnya pedagang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa

BAB I PENDAHULUAN. pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobilitas penduduk menuju daerah perkotaan semakin meningkat secara pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa kebanyakan, kota bagaikan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI TAMAN SERIBU LAMPU KOTA CEPU TUGAS AKHIR. Oleh: IKA PRASETYANINGRUM L2D

IDENTIFIKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI TAMAN SERIBU LAMPU KOTA CEPU TUGAS AKHIR. Oleh: IKA PRASETYANINGRUM L2D IDENTIFIKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI TAMAN SERIBU LAMPU KOTA CEPU TUGAS AKHIR Oleh: IKA PRASETYANINGRUM L2D 306 010 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

Manajemen Relokasi Pedagang Kaki Lima Taman Menteri Supeno di Kota Semarang

Manajemen Relokasi Pedagang Kaki Lima Taman Menteri Supeno di Kota Semarang 1 ARTIKEL Manajemen Relokasi Pedagang Kaki Lima Taman Menteri Supeno di Kota Semarang Fikry, Larasati, Sulandari Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dan semakin luas di berbagai kota di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dan semakin luas di berbagai kota di Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan masyarakat saat ini menuntut setiap orang untuk berupaya berdayaguna dalam upaya meningkatkan taraf hidupnya kearah yang lebih baik. Baik itu melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2012, Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin telah menyusun

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2012, Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin telah menyusun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada tahun 2012, Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin telah menyusun sebuah dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2012-2017. RPJMD merupakan

Lebih terperinci

S - 16 KAJIAN PENATAAN PKL BERDASARKAN PREFERENSI PKL DAN PERSEPSI MASYARAKAT DI KAWASAN PASAR SUDIRMAN PONTIANAK

S - 16 KAJIAN PENATAAN PKL BERDASARKAN PREFERENSI PKL DAN PERSEPSI MASYARAKAT DI KAWASAN PASAR SUDIRMAN PONTIANAK S - 16 KAJIAN PENATAAN PKL BERDASARKAN PREFERENSI PKL DAN PERSEPSI MASYARAKAT DI KAWASAN PASAR SUDIRMAN PONTIANAK Neva Satyahadewi 1, Naomi Nessyana Debataraja 2 1,2 Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) PADA KAWASAN PERDAGANGAN JALAN KARTINI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) PADA KAWASAN PERDAGANGAN JALAN KARTINI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) PADA KAWASAN PERDAGANGAN JALAN KARTINI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : OKTARINA DWIJAYANTI L2D 002 424 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI KETAATAN HUKUM PEDAGANG KAKI LIMA. (Studi Kasus pada PKL di Jalan R. Suprapto. Purwodadi Kabupaten Grobogan)

PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI KETAATAN HUKUM PEDAGANG KAKI LIMA. (Studi Kasus pada PKL di Jalan R. Suprapto. Purwodadi Kabupaten Grobogan) PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI KETAATAN HUKUM PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus pada PKL di Jalan R. Suprapto Purwodadi Kabupaten Grobogan) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar Tradisional merupakan pasar yang memiliki keunggulan bersaing alamiah yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area penjualan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat Urbanisasi tertinggi di

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat Urbanisasi tertinggi di BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat Urbanisasi tertinggi di Asia Tenggara, 32 persen orang miskin tinggal di wilayah perkotaan (Morell,.2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang terus membenahi dirinya melalui pembangunan di segala bidang agar dapat menjadi negara yang makmur setara dengan negara-negara maju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila. Salah satu cara mencapai keadaan tersebut diprioritaskan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila. Salah satu cara mencapai keadaan tersebut diprioritaskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Salah satu cara mencapai keadaan tersebut diprioritaskan pada sektor ekonomi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk. mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk. mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori UKM Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apalagi untuk kehidupan di kota-kota besar, seperti: Jakarta, Bandung, Semarang,

BAB I PENDAHULUAN. Apalagi untuk kehidupan di kota-kota besar, seperti: Jakarta, Bandung, Semarang, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti sekarang, persaingan dalam hidup semakin berat. Apalagi untuk kehidupan di kota-kota besar, seperti: Jakarta, Bandung, Semarang,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lima jalan Kapten Muslim Kota Medan. Kajian penelitian ini dilatar belakangi

BAB 1 PENDAHULUAN. lima jalan Kapten Muslim Kota Medan. Kajian penelitian ini dilatar belakangi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian ini mengkaji dan menganalisis kegiatan usaha pedagang kaki lima dengan metode SWOT. Adapun fokus lokasi penelitian pada pedagang kaki lima jalan Kapten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempersempit ruang gerak di sebuah wilayah. Dimana jumlah pertumbuhan penduduk tidak

BAB I PENDAHULUAN. mempersempit ruang gerak di sebuah wilayah. Dimana jumlah pertumbuhan penduduk tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk semakin hari semakin pesat, yang secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap meningkatnya jumlah populasi dan jumlah berbagai keperluan

Lebih terperinci

BAB VII ASPIRASI MASYARAKAT TENTANG PENATAAN PKL

BAB VII ASPIRASI MASYARAKAT TENTANG PENATAAN PKL BAB VII ASPIRASI MASYARAKAT TENTANG PENATAAN PKL 5.3 Aspirasi Parapihak dalam Penataan PKL di Kota Tasikmalaya Secara umum semua PKL yang ada di Kota Tasikmalaya menginginkan adanya penataan agar tercipta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini berisikan mengenai latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan, masalah

BAB I PENDAHULUAN. ini berisikan mengenai latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan, masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini, akan dijelaskan secara singkat tentang jenis penelitian yang akan diteliti, mengapa, dan untuk apa penelitian ini dilakukan. Secara terinci bab ini berisikan mengenai

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang ikut mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tuntutan yang fundamental yang dihadapi oleh suatu. masyarakat adalah bertahan hidup (survive) atau mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tuntutan yang fundamental yang dihadapi oleh suatu. masyarakat adalah bertahan hidup (survive) atau mempertahankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tuntutan yang fundamental yang dihadapi oleh suatu masyarakat adalah bertahan hidup (survive) atau mempertahankan kelangsungan hidupnya di dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arus reformasi telah berhasil menumbangkan pemerintahan Orde Baru yang otoriter. Faktor keruntuhan Orde Baru selain karena kekuasaan yang otoriter juga dipicu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2014 No.07,2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Dinas Perindustrian,Perdagangan & Koperasi Kabupaten Bantul; Pedagang Kaki Lima,Pemberdayaan,Penataan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 08 Tahun 2015 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG USAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja di Indonesia. Indonesia

I. PENDAHULUAN. permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja di Indonesia. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan ketidakseimbangan antara permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja di Indonesia. Indonesia merupakan negara berkembang

Lebih terperinci

BAB III IMPLEMENTASI TENTANG LARANGAN MENGALIHFUNGSIKAN TROTOAR DAN SUNGAI YANG AKTIF UNTUK TEMPAT BERDAGANG PADA PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011

BAB III IMPLEMENTASI TENTANG LARANGAN MENGALIHFUNGSIKAN TROTOAR DAN SUNGAI YANG AKTIF UNTUK TEMPAT BERDAGANG PADA PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 BAB III IMPLEMENTASI TENTANG LARANGAN MENGALIHFUNGSIKAN TROTOAR DAN SUNGAI YANG AKTIF UNTUK TEMPAT BERDAGANG PADA PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG KETERTIBAN UMUM DAN KETENTRAMAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil evaluasi lokasi alternatif dalam rangka pemindahan PKL di Koridor Fly Over Cimindi dapat ditarik kesimpulan dan diberikan rekomendasi yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA Dhian Krisna Kusuma Umar Mansyur Ni Made Esti Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: DIAN HERYANI L2D 002 393 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berhasil dimasuki adalah sektor informal. Akibatnya jumlah migrasi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. berhasil dimasuki adalah sektor informal. Akibatnya jumlah migrasi yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan kawasan pedesaan tidak mungkin lagi menampung tentang kerja yang besar. Intesitas dari kegiatan ekonomi yang tinggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informal ini menunjukan bukti adanya keterpisahan secara sistemis-empiris antara

BAB I PENDAHULUAN. informal ini menunjukan bukti adanya keterpisahan secara sistemis-empiris antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Integritas Bangsa Indonesia sedang menghadapi tantangan era globalisasi. Berbagai macam budaya global yang masuk melalui beragam media komunikasi dan informasi. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah. Sehingga kebijakan tidak bersifat satu arah. Kebijakan bisa dibilang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah. Sehingga kebijakan tidak bersifat satu arah. Kebijakan bisa dibilang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kebijakan publik merupakan segala hal yang diputuskan oleh pemerintah. Definisi ini menunjukkan bagaimana pemerintah memiliki otoritas untuk membuat kebijakan yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Diakses 17 juli Guritno Kusumo Statistik Usaha Kecil dan Menengah.

I PENDAHULUAN. Diakses 17 juli Guritno Kusumo Statistik Usaha Kecil dan Menengah. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi perlahan-lahan telah mengubah gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat Indonesia. Perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUISIONER DATA UMUM PKL DI KOTA BOGOR

LAMPIRAN KUISIONER DATA UMUM PKL DI KOTA BOGOR 80 LAMPIRAN Lampiran 1 Kuisioner untuk KUISIONER DATA UMUM DI KOTA BOGOR A. IDENTIFIKASI RESPONDEN A.1. Nama Responden : A.2. Alamat : A.3. Jenis Kelamin : 1 Laki-laki 2 Perempuan A.4. Umur Bapak/Ibu :.Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tergolong tinggi. Saat ini jumlah pengangguran di Indonesia terbuka ada 7,7 juta jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. masih tergolong tinggi. Saat ini jumlah pengangguran di Indonesia terbuka ada 7,7 juta jiwa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu negara akan selalu berhubungan dengan jumlah penduduk dari suatu negara tersebut. Jika ekonomi suatu negara meningkat maka akan mengurangi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar-besaran dari perusahaan-perusahaan swasta nasional. Hal ini berujung pada

BAB I PENDAHULUAN. besar-besaran dari perusahaan-perusahaan swasta nasional. Hal ini berujung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi dan moneter mengakibatkan terjadinya kelumpuhan ekonomi nasional terutama di sektor riil yang berakibat terjadinya pemutusan hubungan kerja besar-besaran

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.607,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pelaksanaan pembangunan tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat urbanisasi tertinggi di Asia Timur, dan 32 persen dari orang miskin tinggal di wilayah perkotaan. Sebagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang besar dan semakin meningkat. Hal tersebut mengakibatkan kota-kota besar

BAB 1 PENDAHULUAN. yang besar dan semakin meningkat. Hal tersebut mengakibatkan kota-kota besar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Todaro dan Stilkind (2000) bahwa terdapat beberapa gejala yang dihadapi oleh negara berkembang, gejala tersebut adalah jumlah pengangguran yang besar

Lebih terperinci

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sekaligus menjadi Ibu Kota Provinsi tersebut. Kota ini terletak 140 km

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sekaligus menjadi Ibu Kota Provinsi tersebut. Kota ini terletak 140 km BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Provinsi Jawa Barat, sekaligus menjadi Ibu Kota Provinsi tersebut. Kota ini terletak 140 km sebelah tenggara

Lebih terperinci

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : MANDA MACHYUS L2D 002 419 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan primer masyarakat seperti kebutuhan akan sandang, pangan dan papan merupakan kebutuhan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan primer masyarakat seperti kebutuhan akan sandang, pangan dan papan merupakan kebutuhan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan primer masyarakat seperti kebutuhan akan sandang, pangan dan papan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi untuk kelangsungan hidup masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor alami yaitu kelahiran

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2012 TENTANG KOORDINASI PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2012 TENTANG KOORDINASI PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2012 TENTANG KOORDINASI PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencaharian

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencaharian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota dalam pengertian geografis merupakan suatu tempat yang penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencaharian penduduknya bukan petani, di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang pada gilirannya merupakan penawaran tenaga kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang pada gilirannya merupakan penawaran tenaga kerja yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang sedang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Bandung memiliki daya tarik yang luar biasa dalam bidang pariwisata. Sejak jaman penjajahan Belanda, Bandung menjadi daerah tujuan wisata karena keindahan alamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

Salinan NO : 9/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2014

Salinan NO : 9/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2014 Salinan NO : 9/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia dewasa ini kondisinya dirasakan sangat

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia dewasa ini kondisinya dirasakan sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian Indonesia dewasa ini kondisinya dirasakan sangat memprihatinkan. Hal ini terlihat pada sektor industrialisai dan urbanisasi di daerah perkotaan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) BAB V PEMBAHASAN Pembahasan ini berisi penjelasan mengenai hasil analisis yang dilihat posisinya berdasarkan teori dan perencanaan yang ada. Penelitian ini dibahas berdasarkan perkembangan wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

POTENSI LOKASI PUSAT PERDAGANGAN SANDANG DI KOTA SOLO (Studi Kasus: Pasar Klewer, Beteng Trade Center dan Pusat Grosir Solo) TUGAS AKHIR

POTENSI LOKASI PUSAT PERDAGANGAN SANDANG DI KOTA SOLO (Studi Kasus: Pasar Klewer, Beteng Trade Center dan Pusat Grosir Solo) TUGAS AKHIR POTENSI LOKASI PUSAT PERDAGANGAN SANDANG DI KOTA SOLO (Studi Kasus: Pasar Klewer, Beteng Trade Center dan Pusat Grosir Solo) TUGAS AKHIR Oleh : AULIA LATIF L2D 002 389 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 15 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 15 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 15 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Undang-undang nomor 9 tahun 1995 tentang usaha kecil dijelaskan

BAB II LANDASAN TEORI. Undang-undang nomor 9 tahun 1995 tentang usaha kecil dijelaskan BAB II LANDASAN TEORI A. Definisi Usaha Kecil. Undang-undang nomor 9 tahun 1995 tentang usaha kecil dijelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pedagang kaki lima adalah bagian dari aktivitas ekonomi yang merupakan kegiatan pada sektor informal. Kegiatan ini timbul karena tidak terpenuhinya kebutuhan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka pertumbuhan penduduk kota yang sangat tinggi, utamanya terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. angka pertumbuhan penduduk kota yang sangat tinggi, utamanya terjadi pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk dan proses mobilitas penduduk menuju daerah perkotaan di Indonesia semakin meningkat dengan pesat, ditunjukkan oleh angka pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sebuah kota serta peningkatan jumlah penduduk perkotaan tentunya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sebuah kota serta peningkatan jumlah penduduk perkotaan tentunya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan sebuah kota serta peningkatan jumlah penduduk perkotaan tentunya akan memberikan konsekuensi terhadap kebutuhan ruang. Pertumbuhan penduduk di kota besar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pertumbuhan penduduk di negara berkembang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pertumbuhan penduduk di negara berkembang merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya pertumbuhan penduduk di negara berkembang merupakan suatu masalah yang sangat krusial. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami masalah dengan

Lebih terperinci

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK Ketidakmerataan pembangunan yang ada di Indonesia merupakan masalah pembangunan regional dan perlu mendapat perhatian lebih. Dalam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, 130 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulkan sebagai berikut: 1. Kawasan Cihampelas termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sosiologi pada hakikatnya bukanlah semata-mata ilmu murni yang hanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sosiologi pada hakikatnya bukanlah semata-mata ilmu murni yang hanya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sosiologi pada hakikatnya bukanlah semata-mata ilmu murni yang hanya mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak demi usaha peningkatan kualitas ilmu itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan pihak pembeli untuk melaksanakan transaksi dimana proses jual beli terbentuk. Pasar menurut

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2012

RANCANGAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2012 RANCANGAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2012 PERMASALAHAN PEMBANGUNAN TAHUN 1. Perlunya memajukan pertanian (tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan kelautan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia untuk menunjang kehidupan perekonomian di masyarakat, baik dalam bentuk

Lebih terperinci

Penentuan Kriteria Lokasi PKL Barang Bekas di Surabaya. Studi Kasus : PKL Gembong Surabaya

Penentuan Kriteria Lokasi PKL Barang Bekas di Surabaya. Studi Kasus : PKL Gembong Surabaya Penentuan Kriteria Lokasi PKL Barang Bekas di Surabaya Studi Kasus : PKL Gembong Surabaya Latar Belakang dan Rumusan Masalah Belum adanya kejelasan mengenai kriteria lokasi PKL Barang Bekas Perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang terjadi saat ini menimbulkan persaingan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang terjadi saat ini menimbulkan persaingan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang terjadi saat ini menimbulkan persaingan yang ketat antar Negara. Dalam persaingan global yang semakin terbuka saat ini memiliki banyak tantangan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci