BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul Penulisan judul merupakan unsur penting dalam penulisan karya ilmiah. Judul berguna membantu peneliti memberikan gambaran mengenai obyek penelitian, wilayah dan metode penelitian. Pembaca dapat mengetahui fokus penelitian dan permasalahan yang ingin dibahas peneliti melalui judul. Peneliti memilih judul penelitian, Implementasi Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Latar belakang pendidikan peneliti mempengaruhi dalam pemilihan judul karena menentukan perspektif yang akan digunakan dalam penelitian dan pemilihan judul pada umumnya dipengaruhi ketertarikan peneliti terhadap realitas sosial yang terjadi di masyarakat. Judul tersebut dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan yang mendasari alasan pemilihan judul seperti berikut: Aktualitas Isu masalah-masalah sosial berkembang dalam pola kehidupan di masyarakat. Pemerintah baik pusat maupun daerah mengeluarkan berbagai kebijakan sosial guna mengatasi masalah-masalah sosial. Orientasi pemerintah dalam melakukan kebijakan adalah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. 1

2 Masalah pedagang kaki lima menjadi permasalahan yang harus diselesaikan pemerintah dari tahun ke tahun. Berbagai kebijakan terkait PKL telah dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pedagang Kaki Lima atau yang sering disebut PKL menjadi salah satu potensi bagi pembangunan daerah karena dapat meningkatkan pendapatan daerah. Pertumbuhan PKL yang sangat pesat dapat menimbulkan berbagai masalah jika tidak mendapat penanganan yang baik. Keberadaan PKL sebagai salah satu sektor informal di perkotaan menyebabkan berbagai masalah seperti kemacetan, ketertiban, kebersihan dan keindahan kota menjadi berkurang. Permasalahan berkaitan dengan keberadaan PKL juga dialami oleh Pemerintah Kota Magelang. Pemerintah Kota Magelang berusaha menertibkan PKL yang melakukan aktivitas dagang di sepanjang jalan kota. Dalam rangka menyelesaikan permasalahan PKL ini, Pemerintah Kota Magelang mengeluarkan kebijakan dengan Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL. Implementasi dari peraturan tersebut adalah dengan melakukan penataan dan pemberdayaan PKL di sepanjang jalan di Kota Magelang dengan menyediakan tempat dan sarana yang memadai bagi PKL untuk berjualan. Dalam implementasinya kebijakan ini menuai pro dan kontra baik dari PKL dan juga sebagian masyarakat. Implementasi dari Perda Kota Magelang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL menjadikan Kota Magelang memperoleh penghargaan Adipura Kencana, yang selanjutnya program penataan dan pemberdayaan PKL 2

3 diunggulkan oleh salah satu calon kepala daerah (incumbent) untuk kembali mencalonkan dalam pilkada Kota Magelang tahun Penelitian ini akan berkonsentrasi pada implementasi perda yang lebih fokus pada dampak setelah perda diimplementasikan Orisinilitas Kebijakan pemerintah tentang pedagang kaki lima sangat menarik untuk dibahas dan dikaji, dengan melihat dampak dari implementasi Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Dalam menyusun tulisan ini peneliti melakukan studi literatur sebagai bahan acuan, supaya dalam penyusunan tulisan ini mempunyai perbedaan dengan penelitian sebelumnya, sehingga dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan kajian mengenai Peraturan Daerah tentang Pedagang Kaki Lima. Penelitian mengenai Peraturan Daerah tentang Pedagang Kaki Lima sebenarnya sudah beberapa kali dilakukan. Pada tahun 2014, Nur Ranika Widyaningrum, seorang mahasiswi Universitas Negeri Semarang melakukan penelitian mengenai implementasi peraturan daerah tentang PKL di Kabupaten Magelang, yang berjudul Kualitas Hidup Sejahtera Pedagang Kaki Lima (PKL) Di Jalan Raya Magelang Yogyakarta Km 5-8 Pasca Relokasi Ke PKL Mertoyudan Corner (Studi Kasus implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 7 tahun 2009). Penelitian yang dilakukan Nur Ranika Widyaningrum menunjukkan bahwa sebagian besar PKL di Jalan Raya Magelang Yogyakarta Km 3

4 5-8 menunjukkan respon yang positif terhadap relokasi, sedangkan 40% PKL yang direlokasi ke PKL Mertoyudan Corner memutuskan untuk pindah. Pasca relokasi kualitas hidup sejahtera PKL yang diukur dari aspek penghasilan, pemenuhan kebutuhan material, derajat dipenuhinya kebutuhan hayati, kebutuhan manusiawi dan kebebasan memilih menunjukkan penurunan. Perbedaan antara penilitian milik Nur Ranika Widyaningrum dengan penelitian ini terletak pada perda dan lokasi penelitian. Nur Ranika meneliti implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL di Kabupaten Magelang, sedangkan penelitian ini meneliti implementasi Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL di Kota Magelang. Nur Ranika berfokus meneliti kualitas hidup sejahtera PKL di Jalan Magelang- Yogyakarta Km 5-8 pasca relokasi ke PKL Mertoyudan Corner, sedangkan penelitian ini berfokus meneliti dampak dari implementasi Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2013 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL di Kota Magelang. Pada tahun yang sama, seorang mahasiswi dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Yuanita Nilla Sari melakukan penelitian yang berjudul Tinjauan Yuridis Penertiban Pedagang Kaki Lima yang merupakan sebuah studi terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 7 Tahun Penelitian ini memfokuskan pada masalah bagaimana implementasi relokasi sebagai upaya penertiban PKL di Kabupaten Magelang. Hasil dari penelitian 4

5 Yuanita menunjukkan implementasi relokasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang sudah sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL. PKL Mertoyudan Corner berhasil karena sebagian besar PKL menempati relokasi dan PKL Mendut Corner gagal karena PKL tidak menempati relokasi karena tempat relokasi kurang strategis serta pengunjungnya sedikit sehingga barang dagangan mereka tidak laku. Jika penelitian Yuanita lebih berfokus pada masalah bagaimana implementasi relokasi sebagai upaya penertiban PKL, penelitian ini lebih berfokus pada bagaimana dampak dari implementasi penataan dan pemberdayaan PKL. Penelitian yang akan dilakukan ini memiliki perbedaan dengan penelitianpenelitian sebelumnya. Dengan demikian penelitian ini dapat dikatakan orisinil, jika dilihat dari fokus penelitian dan lokasi penelitian. Fokus penelitian ini ialah mengenai bagaimana dampak adanya implementasi Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Relevansi dengan Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan atau yang dulu lebih dikenal dengan Ilmu Sosiatri. Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan merupakan ilmu interdisipliner yang mempelajari tentang pembangunan sosial melalui strategi pemecahan masalah sosial untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Penelitian mengenai dampak implementasi Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima 5

6 ini memiliki relevansi yang cukup erat dengan disiplin ilmu yang dipelajari di Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan. Kebijakan sosial merupakan salah satu kajian yang ditawarkan di jurusan, yang mana peneliti gunakan sebagai salah satu dasar dalam melakukan penelitian ini. Dalam studi Kebijakan Sosial mempelajari tentang upaya negara dalam memecahkan masalah-masalah sosial yang meliputi aspek preventif dan pengembangannya melalui pelayanan kesejahteraan sosial. Kebijakan sosial merupakan instrumen penting bagi negara untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun 2013 dikeluarkan Pemerintah Kota Magelang sebagai upaya mengatur jumlah PKL yang semakin banyak, selain itu agar PKL dapat meningkatkan kualitas hidup. Melalui pemberdayaan PKL diharapkan mampu meningkatkan kualitas hidup para PKL. Hal ini berkaitan dengan salah satu studi yang dipelajari di jurusan yaitu Pemberdayaan Masyarakat. Dalam studi Pemberdayaan Masyarakat mempelajari bagaimana upaya untuk mengembangkan kapasitas masyarakat. 1.2 Latar Belakang Pedagang Kaki Lima timbul sebagai akibat dari tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi rakyat kecil yang tidak memiliki kemampuan dalam berproduksi, bisa juga sebagai akibat dari kebijakan ekonomi liberal yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi makro dan mengabaikan ekonomi mikro. PKL dipandang sebagai aktivitas illegal dan terkadang diperlakukan seperti kriminal. Studi 6

7 menunjukkan bahwa hampir di semua negara-negara Asia, PKL tidak mempunyai status legal dalam menjalankan usahanya dan mereka terus mendapatkan tindakan kekerasan oleh pemerintah kota dengan program yang mengatasnamakan penertiban atau penataan. Di sisi lain, peran yang dijalankan sektor informal termasuk PKL belum sepenuhnya diterima pemerintah kota. PKL lebih dipandang sebagai aktivitas non-profit, karena tidak berkontribusi pada ekonomi lokal atau nasional melalui pajak. Mereka dimarginalkan dalam agenda pembangunan, dengan demikian terkena dampak buruk dari kebijakan makro sosio-ekonomi. Aktivitas PKL pada umumnya menempati badan-badan jalan dan trotoar, sehingga tidak menyisakan cukup ruang bagi pejalan kaki. Kondisi ini menjadi perhatian publik karena menciptakan masalah kemacetan dan pergerakan orang di pedestrian, dan menciptakan lingkungan kotor dan kurang sehat. PKL yang menempati ruang dan jalan publik juga dapat menciptakan masalah sosial antara lain seperti hadirnya pencopet, pencuri. Situasi ini menciptakan masalah dalam pengelolaan pembangunan dan merusak morfologi dan estetika kota. Meskipun menghadapi berbagai kendala, upaya penataan dan pembinaan PKL terus dilakukan. Perhatian Pemerintah kota terhadap PKL semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah Kota Magelang yaitu dengan pendekatan yang humanis dalam penataan PKL. Pembangunan shelter-shelter permanen di beberapa titik lokasi di Kota Magelang serta berbagai program lainnya melengkapi upaya penataan PKL dengan pendekatan pemberdayaan melalui fasilitas bangunan atau tempat berdagang. Banyaknya pedagang kaki lima menimbulkan permasalahan bagi kota 7

8 Magelang, antara lain: jumlah PKL yang tidak terkontrol dan terlanjur menjamur, banyak fasilitas umum, fasilitas sosial dan ruang publik yang rusak atau hilang karena digunakan oleh PKL, terjadi kesemrawutan dan kemacetan lalu-lintas di kawasan PKL, timbulnya kekumuhan kota dan adanya permasalahan kebersihan, sosial, ekonomi, ketertiban dan keamanan. Permasalahan di atas mendorong Pemerintah Kota Magelang untuk mencari jalan keluar yang terbaik bagi pemerintah dan pedagang kali lima sehingga tidak menimbulkan dampak yang negatif bagi kedua belah pihak. Kebijakan yang mendorong untuk menertibkan pedagang kaki lima di Kota Magelang adalah dengan adanya Peraturan Daerah Kota Magelang No. 13 tahun 2013 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL), maka PKL yang berada di Kota Magelang dilakukan penataan dan pemberdayaannya. Berkaitan dengan pemberdayaan dan penataan PKL ini, maka implementasi kebijakan masih perlu diuji di lapangan, bagaimana dampak setelah diimplementasikan kebijakan penataan dan pemberdayaan PKL di Kota Magelang ini. Pertanyaan-pertanyaan demikian tentunya akan menarik untuk dikaji berkaitan dengan implementasi kebijakan di Kota Magelang ini, karena apa yang normatif ditetapkan dalam sebuah kebijakan publik, belum tentu sepenuhnya dapat dicapai atau diwujudkan dalam tahapan implementasinya. Pemerintah Kota melakukan langkah-langkah yang mengedepankan kebijakan yang partisipatif dalam penataan dan pemberdayaan PKL di Kota Magelang. Dengan adanya reformasi tentunya sangat mendukung bagi pemerintah lokal dalam upayanya untuk menggunakan segala kemampuannya untuk 8

9 mengelola pemerintahannya sendiri. Dengan adanya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah dan kemudian diperbaharui dengan Undang- Undang nomor 32 tahun 2004 yang memberikan ruang gerak yang sangat luas bagi pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Dengan adanya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah yang amat luas dalam pengelolan pemerintah yang baik (good governance). Salah satu dari karakteristik good governance adalah partisipasi publik. Dengan partisipasi publik akan memberikan dukungan yang amat kuat terhadap kebijakan yang diimplementasikan oleh pemerintah. Hal ini dikarenakan publik merasa dilibatkan dalam pengambilan kebijakan dan akhirnya publik merasa memiliki dan ikut bertanggungjawab terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sebaik apapun sebuah kebijakan publik yang dirumuskan, baik menyangkut sasaran, bentuk, tujuan, pendekatan pelaksanan, metode, prosedur, mekanisme dan lain-lain, namun pada akhirnya bagaimana semua hal itu dapat direalisasikan akan sangat ditentukan oleh bagaimana implementasi kebijakan tersebut. Ini disebabkan karena persoalan implementasi merupakan hal yang kompleks, yang bukan hanya ditentukan oleh faktor internal kebijakan itu, tetapi juga oleh faktor-faktor di luar kebijakan itu, misalnya faktor lingkungan sosial politik dan ekonomi, sikap dan perilaku kelompok sasaran. Pengimplementasian Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun 2013 ternyata berdampak besar bagi para PKL. Berdasarkan informasi awal, kebanyakan PKL mengeluh bahwa omzet mereka menurun dengan nyata dibandingkan dengan pada saat mereka berjualan di tempat semula. Selain itu, 9

10 mereka juga mengeluhkan tentang tingginya harga sewa lahan (lapak) yang disediakan oleh Pemerintah Kota Magelang. Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, peneliti berkeinginan untuk melakukan suatu penelitian yang berjudul Implementasi Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. 1.3 Rumusan Masalah Mengacu atas uraian latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, penataan dan pemberdayaan PKL yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Magelang menjadi hal menarik untuk diteliti. Proses penataan dan pemberdayaan PKL ini memunculkan berbagai macam masalah dalam pelaksanaannya sehingga perlu dilakukan penelitian agar dapat diupayakan adanya perbaikan dalam implementasinya. Berdasarkan alasan tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu: Bagaimana dampak dari implementasi Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima? 1.4 Tujuan Dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian a. Tujuan Operasional Untuk mengetahui bagaimana dampak dari implementasi Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. 10

11 b. Tujuan Fungsional Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan bagi pemerintah Kota Magelang dalam membuat kebijakan dengan lebih memahami aktivitas PKL baik, mempertimbangkan keluhan dan aspirasi dari para PKL, serta memberikan solusi atau saran untuk mengatasi masalah yang ada. c. Tujuan Individual Untuk menyusun skripsi Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Manfaat Penelitian a. Secara Praktis - Sebagai sumbangan bagi ilmu pengetahuan. - Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya. b. Secara Teoritis - Memberikan informasi bagi lembaga dan institusi pemerintahan. - Menambah pengetahuan dalam memahami upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Magelang dalam pengaturan PKL di Kota Magelang. - Menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam pelaksanaan selanjutnya serta dalam menentukan kebijakan. 11

12 1.5 Tinjauan Pustaka Isu tentang pedagang kaki lima (PKL) tidak pernah selesai untuk dibahas. Kebijakan ekonomi liberal yang lebih mengutamakan ekonomi makro dan keterbatasan kemampuan produksi yang dimiliki rakyat kecil memunculkan pedagang kaki lima. Dari tahun ke tahun jumlah pedagang kaki lima mengalami peningkatan. Pedagang kaki lima dipandang sebagai aktivitas non-profit karena tidak berkontribusi pada ekonomi lokal maupun nasional melalui pajak. Tidak adanya status legal pada pedagang kaki lima dalam menjalankan aktivitasnya seringkali menyebabkan mereka diperlakukan seperti kriminal. Mereka dimarginalkan dalam agenda pembangunan. Kegiatan pedagang kaki lima sebagai salah satu usaha yang bergerak dalam usaha perdagangan sektor informal perlu untuk dilakukan pemberdayaan untuk meningkatkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka mendukung perekonomian rakyat. Dengan semakin meningkatnya jumlah pedagang kaki lima di wilayah Kota Magelang, maka perlu adanya penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima agar tercipta ketertiban, keamanan, keindahan dan kebersihan kota. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Kota Magelang sudah tidak sesuai dengan perkembangan kondisi Kota Magelang pada saat ini sehingga diganti dengan Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL. 12

13 Penelitian sejenis yang pernah dilakukan terkait isu penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima ialah penelitian yang dilakukan Muh Abdurohman Najib dengan judul Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Dalam penelitian tersebut, Muh Abdurohman Najib bertujuan untuk mendeskripsikan Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima yang pelaksanaannya belum sesuai dengan yang diharapkan, dan untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi serta upaya dalam mengatasi kendala-kendala tersebut. Pada penelitian ini peneliti mencoba mengungkapkan dampak dari Implementasi Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Kota Magelang. Dalam penelitian ini yang ingin diteliti adalah dampak saat atau setelah Peraturan Daerah tersebut dilaksanakan di Kota Magelang. Peneliti ingin lebih mengetahui bagaimana dampak yang terjadi dalam proses penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima di Kota Magelang. Peraturan Daerah adalah salah satu produk hukum yang dapat dibuat oleh suatu daerah. Salah satu sarana dalam penyelenggaraan otonomi daerah yaitu Peraturan Daerah (Perda), yang mana kewenangan membuat perda merupakan wujud nyata pelaksanaan hak otonomi yang dimiliki oleh suatu daerah. Perda ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD, 13

14 untuk penyelenggaraan otonomi yang dimiliki oleh provinsi /kabupaten/kota, serta tugas pembantuan. Perda pada dasarnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Menurut Rozali Abdullah (2005: ) mengatakan bahwa perda yang dibuat oleh satu daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan / atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan baru mempunyai kekuatan mengikat setelah diundangkan dengan dimuat dalam lembaran daerah. Perda merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan, pembentukan suatu perda harus berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu, perda yang baik itu adalah yang memuat ketentuan, antara lain: (1) berpihak pada masyarakat banyak; (2) menjunjung tinggi hak asasi manusia; dan (3) berwawasan lingkungan dan budaya. Tujuan utama dari suatu perda adalah untuk mewujudkan kemandirian daerah dan memberdayakan masyarakat. Dalam proses pembuatan suatu perda, masyarakat berhak memberikan masukan, baik secara lisan maupun tertulis. Dalam usaha meningkatkan citra Kota Magelang sebagai kota bersih, indah, tertib, nyaman serta menjamin hak masyarakat dalam berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tetap melindungi kepentingan masyarakat, maka Pemerintah Daerah Kota Magelang perlu menata dan memberdayakan pedagang kaki lima yang melakukan usahanya di wilayah Kota Magelang. Oleh karena itu untuk mencapai maksud di atas perlu membentuk Peraturan Daerah 14

15 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Peraturan Daerah yang dibentuk Pemerintah Daerah Kota Magelang yaitu Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima dimaksudkan untuk mengatur dan menata pedagang kaki lima agar keberadaan pedagang kaki lima mampu menunjang pertumbuhan perekonomian daerah dengan tetap mewujudkan dan memelihara lingkungan yang bersih, indah, tertib, aman, dan nyaman, perlu melakukan penataan dan pemberdayaan terhadap pedagang kaki lima. Ruang lingkup peraturan daerah adalah kebijakan pemerintah daerah dalam rangka penataan, pemberdayaan, pengawasan dan penertiban pedagang kaki lima di luar lingkungan pasar dan terminal. Tujuan dibentuknya peraturan daerah ini adalah dalam rangka perlindungan hukum kepada pedagang kaki lima, pemberdayaan pedagang kaki lima, menjaga ketertiban umum, kebersihan dan keindahan lingkungan (Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun 2013). Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Bab I Ketentuan Umum (Pasal 1 angka 8) yang dimaksud Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. Sedangkan Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun 2013 adalah Peraturan Daerah yang dibentuk oleh Kepala Daerah atau Walikota Magelang tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Maksud dan tujuan diterbitkannya Peraturan 15

16 Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima adalah agar keberadaan pedagang kaki lima mampu menunjang pertumbuhan perekonomian daerah dengan tetap mewujudkan dan memelihara lingkungan yang bersih, indah, tertib, aman, dan nyaman, perlu melakukan penataan dan pemberdayaan. Sesuai dengan Bab II Pasal 2 tentang Ruang Lingkup dan Tujuan, Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun 2013 diterbitkan karena merupakan suatu kebijakan pemerintah daerah dalam rangka penataan, pemberdayaan, pengawasan dan penertiban pedagang kaki lima di wilayah Kota Magelang. Di dalam Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun 2013 dimuat mengenai penetapan lokasi dan waktu kegiatan usaha pedagang kaki lima, izin usaha pedagang kaki lima, kewajiban, hak dan larangan pedagang kaki lima, pemberdayaan dan pembinaan pedagang kaki lima, pengawasan dan penertiban pedagang kaki lima, dan pemberian sanksi administrasi pedagang kaki lima. Walikota berwenang untuk menentukan lokasi dan waktu kegiatan yang dilakukan pedagang kaki lima dengan memperhatikan kepentingan sosial, ekonomi, kebersihan, keindahan. Selain itu di dalam Peraturan Daerah ini juga memuat mengenai izin usaha bagi pedagang kaki lima, sesuai dengan Bagian Ketiga Pasal 23. Pedagang kaki lima di Kota Magelang yang telah memiliki izin usaha mempunyai kewajiban, hak, dan larangan yang harus ditaati oleh pedagang kaki lima di Kota Magelang sesuai dengan Bab VI Pasal 32, 33 dan

17 Penataan dan Pemberdayaan pedagang kaki lima dilakukan oleh instansi khusus yang ditunjuk oleh Walikota dan dapat melibatkan Kecamatan, Kelurahan dan Paguyuban PKL serta masyarakat di sekitar lokasi usaha pedagang kaki lima. Apabila pedagang kaki lima melalaikan kewajiban, hak dan larangan akan mendapatkan sanksi administrasi sesuai dengan Bab X Pasal 49 Sanksi Administrasi berupa teguran lisan dan/atau tertulis, pencabutan izin, dan pembongkaran sarana usaha pedagang kaki lima. Pemberdayaan dan pembinaan terhadap pedagang kaki lima dilakukan oleh Walikota. Pemberdayaan dan Pembinaan terhadap pedagang kaki lima sesuai dengan Bab VII Pemberdayaan PKL Pasal 41 dan Bab VIII Pembinaan dan Pengawasan Pasal 46, yakni Pemberdayaan meliputi: Inisiatif Pemerintah Daerah; Kerjasama antar daerah/instansi Pemerintah; dan Kemitraan dengan dunia usaha. Sedangkan Pembinaan dan Pengawasan meliputi: koordinasi dengan Gubernur; pendataan PKL; sosialisasi kebijakan tentang penataan dan pemberdayaan PKL; perencanaan dan penetapan lokasi binaan PKL; koordinasi dan konsultasi pelaksanaan penataan dan pemberdayaan PKL; bimbingan teknis, pelatihan, supervise kepada PKL; mengembangkan kemitraan dengan dunia usaha dan masyarakat dalam penataan dan pemberdayaan PKL; dan monitoring dan evaluasi (Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun 2013) Pedagang Kaki Lima Pembangunan di Indonesia tidak hanya mengembangkan sektor formal, namun juga mengembangkan sektor informal. Berbeda dengan sektor formal yang 17

18 mengembangkan industri-industri besar daan perogram resmi pemerintah, sektor informal ini merupakan usaha-usaha kecil yang dikelola dan dijalankan oleh masing-masing orang dengan cara yang mereka tentukan sendiri. Pedagang kaki lima merupakan salah satu bentuk usaha dalam sektor informal di bidang perdagangan. Pedagang kaki lima pada umumnya melakukan aktivitasnya seharihari dengan menempati ruang-ruang publik seperti trotoar, taman kota, dan di pinggir badan jalan yang mengakibatkan ruang publik tersebut beralih fungsi dari sebagaimana mestinya. Dalam Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima pasal 1 nomor 1 dijelaskan bahwa Pedagang Kaki Lima yang selanjutnya disingkat PKL adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan, dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak menetap. Keberadaan pedagang kaki lima yang tidak memiliki legalitas atau perlindungan hukum di beberapa kawasan fungsional menimbulkan permasalahan yang serius bagi lingkungan disekitarnya. Namun disisi lain, keberadaan pedagang kaki lima mampu menyerap tenaga kerja yang tidak tertampung dalam sektor formal, terutama untuk masyarakat yang berpendidikan rendah dan ketrampilan yang terbatas serta modal yang kecil. Selain itu pedagang kaki lima juga memberikan pelayanan yang cepat, murah dan mudah dijangkau oleh masyarakat terutama kelompok masyarakat kelas menengah kebawah dalam 18

19 memenuhi kebutuhan sehari-hari. Keberadaan pedagang kaki lima di wilayah kota juga meningkatkan vitalitas bagi kawasan yang ditempatinya dan mempunyai peran sebagai penghubug aktivitas antara fungsi pelayanan kota yang satu dengan yang lainnya. Hal tersebut menjadikan keberadaan pedagang kaki lima sebagai sebuah dikotomi. Pada penyusunan penelitian ini peneliti menggunakan konsep dari McGee dan Yeung dalam menjelaskan mengenai pedagang kaki lima. Pedagang Kaki Lima (PKL) sering didefinisikan sebagai seseorang yang melakukan kegiatan perdagangan dengan ketrampilan terbatas dan kemampuan modal terbatas yang biasanya menjajakan dagangannya di ruang publik dengan dengan cara menetap atau tidak menetap serta tidak bestatus resmi. Pedagang kaki lima mempergunakan sarana yang mudah dibongkar pasang atau dipindahkan. Hal tersebut dilakukan karena aktivitas mereka dianggap ilegal dan menjadi penyebab kesemrawutan kota sehingga seringkali mereka mendapat tindakan kekerasan oleh pemerintah dengan program yang mengatasnamakan penertiban dan penataan. Menurut McGee dan Yeung (1977: 25), pedagang kaki lima didefinisikan sebagai orang-orang yang menawarkan barang dan jasa untuk dijual ditempat umum, terutama di pinggir jalan dan trotoar. Komoditas yang dijual pedagang kaki lima dipengaruhi oleh keadaan sekitar dimana pedagang kaki lima tersebut beraktivitas. Dalam McGee dan Yeung (1977: 81-82), komoditas yang dijual pedagang kaki lima dibagi menjadi 4 yaitu: a. Bahan mentah makanan dan makanan setengah jadi (unprocessed and 19

20 semiprocessed foods). Bahan mentah makanan seperti daging, sayuran dan buah. Sedangkan makanan semi olahan seperti beras b. Makanan siap saji (prepared food), seperti penjual makanan dan minuman yang sudah dimasak c. Barang bukan makanan (non food), kategori ini terdiri dari barang-barang dengan skala yang luas dari tekstil hingga obat-obatan d. Jasa pelayanan (services), yang diperdagangkan merupakan jasa perorangan seperti tukang cukur, tambal ban, reparasi jam dan jasa perbaikan sol sepatu Bentuk sarana fisik yang digunakan oleh pedagang kaki lima adalah gerobak atau kereta dorong, pikulan atau keranjang, tenda, kios, gelaran atau alas dan jongko atau meja. Berdasarkan sifat pelayanan pedagang kaki lima, McGee dan Yeung (1977: 82-83) membagi ke dalam 3 tipe, yaitu: a. Pedagang keliling (mobile), pedagang menggunakan sepeda atau keranjang untuk mempermudah membawa barang dagangannya b. Pedagang semi menetap (semistatic), pedagang bersifat menetap sementara dan akan berpindah tempat setelah berjualan beberapa waktu c. Pedagang menetap (static), pedagang yang memiliki lokasi usaha permanen di suatu tempat baik di jalan maupun di ruang-ruang publik Proses perencanaan tata ruang hanya difokuskan untuk kepentingan kegiatan dan fungsi formal, keberadaan dan kebutuhan ruang untuk pedagang kaki lima sering kali tidak dipertimbangkan. Hal tersebut menyebabkan dalam 20

21 menjalankan aktivitasnya para pedagang kaki lima menempati ruang publik yang tidak difungsikan untuk mereka. Kondisi ini menjadi perhatian publik karena menciptakan masalah kemacetan dan pergerakan orang di pedestrian, dan menciptakan lingkungan kotor dan kurang sehat. PKL yang menempati ruang dan jalan publik juga dapat menciptakan masalah sosial seperti hadirnya pencopet, pencuri, dan sebagainya. Pedagang kaki lima dimarginalkan dalam agenda pembangunan dan terkena dampak buruk dari kebijakan makro ekonomi. Pedagang kaki lima tumbuh semakin banyak karena mereka menyediakan kebutuhan barang dan jasa yang tidak disediakan oleh outlet ritel besar bagi masyarakat. Dalam perkembangannya, keberadaan pedagang kaki lima di kawasan perkotaan di Indonesia dapat dijumpai masalah-masalah terkait dengan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat. Keberadaan pedagang kaki lima yang menempati ruang publik memberikan kesan kumuh, liar, merusak keindahan, dan semrawut. Pemerintah kota berulangkali menertibkan pedagang kaki lima yang ditengarai menjadi penyebab kemacetan lalu lintas dan merusak keindahan kota. Pedagang kaki lima dipandang sebagai bagian dari masalah. Upaya penertiban seringkali berakhir dengan bentrokan dan perlawanan fisik dari pedagang kaki lima. Pedagang kaki lima bisa dijadikan sebagai bagian dari solusi apabila keberadaannya ditata. Seperti yang sudah dikemukakan di atas, pedagang kaki lima merupakan salah satu usaha di sektor informal sering dijadikan penyebab kesemrawutan lalu lintas maupun tidak bersihnya lingkungan. Meskipun demikian PKL ini sangat 21

22 membantu kepentingan masyarakat dalam menyediakan lapangan pekerjaan dengan penyerapan tenaga kerja secara mandiri atau menjadi safety belt bagi tenaga kerja yang memasuki pasar kerja, selain untuk menyediakan kebutuhan masyarakat golongan menengah ke bawah. Pada umumnya sektor informal dianggap lebih mampu bertahan hidup dibandingkan sektor usaha yang lain. Hal tersebut dapat terjadi karena sektor informal relatif lebih mandiri atau tidak tergantung pada pihak lain, khususnya menyangkut permodalan dan lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan usahanya. Pedagang kaki lima merupakan salah satu pekerjaan yang relatif tidak terpengaruh krisis ekonomi karena dampak krisis ekonomi tidak secara nyata dirasakan oleh pedagang kaki lima. Pedagang kaki lima mampu bertahan hidup dalam berbagai kondisi, sekalipun kondisi krisis ekonomi Konsep Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL) Pemerintah Pusat mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima yang kemudian ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Dalam Permendagri disebutkan bahwa tujuan penataan dan pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah untuk memberikan kesempatan berusaha bagi PKL melalui penetapan lokasi sesuai dengan peruntukannya; menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan usaha PKL menjadi usaha ekonomi mikro yang tangguh dan mandiri; dan untuk mewujudkan kota yang 22

23 bersih, indah, tertib dan aman dengan sarana dan prasarana perkotaan yang memadai dan berwawasan lingkungan. Pedagang Kaki Lima sebagai salah satu unsur pelaku usaha di sektor informal, keberadaannya mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi kehidupan roda perekonomian rakyat di Kota Magelang. Dalam perkembangannya, keberadaan Pedagang Kaki Lima di kawasan Kota Magelang telah menggunakan daerah milik jalan atau fasilitas umum, dan hal tersebut dapat menimbulkan gangguan ketentraman, ketertiban masyarakat, kebersihan lingkungan, dan kelancaran lalu lintas. Daerah milik jalan adalah merupakan fasilitas umum yang harus dikembalikan dan dipelihara sesuai dengan peruntukannya. Berdasarkan kondisi tersebut perlu dilakukan upaya pengaturan terhadap kegiatan usaha Pedagang Kaki Lima agar tercipta tertib sosial dan ketentraman masyarakat dengan mengikutsertakan keterlibatan masyarakat. Kebijakan pemerintah Kota Magelang dalam mengatur keberadaan PKL merupakan upaya untuk mengembalikan fungsi daerah milik jalan sesuai dengan peruntukkannya. Upaya tersebut dilakukan melalui kegiatan penataan lokasi usaha bagi Pedagang Kaki Lima, pengaturan mekanisme pemberian perizinan, pengaturan pemberian sanksi, dan upaya pemberdayaan terhadap Pedagang Kaki Lima. Dengan langkah tersebut diharapkan dapat terwujud suatu kegiatan usaha Pedagang Kaki Lima yang sehat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, sehingga dapat mencegah dan memperkecil dampak negatif atas keberadaannya. Penataan lokasi usaha bagi Pedagang Kaki Lima perlu dilakukan agar keberadaan pedagang-pedagang yang melakukan kegiatan usahanya tidak 23

24 mengganggu kepentingan masyarakat banyak. Penataan lokasi usaha bagi PKL dilakukan di tempat-tempat yang sudah ditentukan oleh Pemerintah Daerah Kota Magelang yaitu berada di lahan fasilitas umum atau tempat-tempat lain, kecuali di daerah lingkungan pasar dan terminal. Dengan adanya kegiatan penataan lokasi usaha bagi PKL diharapkan keberadaan PKL dapat tertata dengan rapi. Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha PKL wajib memiliki izin usaha dari Wali Kota. Pemberian izin usaha dimaksudkan untuk memberikan jaminan perlindungan hukum bagi PKL dalam melakukan kegiatan usahanya sehingga terhindar dari penertiban dan sanksi administrasi. Penataan adalah proses untuk melakukan pengaturan atau penyusunan dalam penetapan lokasi sesuai dengan diperuntukkannya. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1990:196), definisi penataan berasal dari kata tata yang berarti aturan. Menurut Parlindungan (1993: 16), penataan merupakan kegiatan atau aktivitas untuk merubah keadaan secara teratur untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Komponen penataan pedagang kaki lima meliputi: a. Lokasi Penentuan lokasi dilihat dari berbagai aspek ekonomi, sosial. b. Waktu berdagang Penentuan waktu berdagang disesuaikan dengan perilaku kegiatan formal. c. Sarana fisik dan jenis dagangan Sarana dan jenis dagangan yang berbeda-beda menentukan ukuran ruang yang diperlukan. 24

25 d. Pola penyebaran PKL Aksesibilitas dan aglomerasi mempengaruhi pola penyebaran pedagang kaki lima. Penataan merupakan hal, cara atau hasil pekerjaan menata (menata adalah mengatur, menyusun sesuai dengan aturan dan sistem). Penataan dilakukan untuk memberikan perlindungan hukum dan pengakuan terhadap keberadaan PKL dan juga dalam melakukan kegiatan usaha para PKL merasa aman, tenteram dan nyaman dengan tetap menjaga keindahan, kebersihan, kerapian, keamanan dan ketertiban lingkungan sekitarnya sesuai dengan lokasi yang sudah ditentukan. Pedagang kaki lima (PKL) sebagai salah satu unsur pelaku usaha di sektor informal, keberadaannya mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi kehidupan roda perekonomian rakyat di Kota Magelang. Dalam perkembangannya, keberadaan PKL di kawasan Kota Magelang telah menggunakan daerah milik jalan atau fasilitas umum, dan hal tersebut dapat menimbulkan gangguan ketentraman, ketertiban masyarakat, kebersihan lingkungan, dan kelancaran lalu lintas. Daerah milik jalan adalah merupakan fasilitas umum yang harus dikembalikan dan dipelihara sesuai dengan peruntukannya. Berdasarkan kondisi tersebut perlu dilakukan upaya pengaturan terhadap kegiatan usaha PKL agar tercipta tertib sosial dan ketentraman masyarakat dengan mengikutsertakan keterlibatan masyarakat. Salah satu tindakan dalam upaya penataan adalah menetapkan lokasi atau kawasan sesuai peruntukannya sebagai lokasi tempat kegiatan usaha PKL. Penetapan lokasi atau kawasan tempat kegiatan usaha PKL dilakukan dengan 25

26 memperhatikan kepentingan umum, sosial, budaya, estetika, ekonomi, keamanan, ketertiban, kesehatan, kebersihan lingkungan. Penataan lokasi usaha bagi PKL dilakukan di tempat-tempat yang sudah ditentukan. Dengan adanya kegiatan penataan lokasi usaha bagi PKL diharapkan keberadaan PKL dapat tertata dengan rapi. Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha PKL wajib memiliki izin usaha dari pemerintah daerah. Pemberian izin usaha dimaksudkan untuk memberikan jaminan perlindungan hukum bagi PKL dalam melakukan kegiatan usahanya sehingga terhindar dari penertiban dan sanksi administrasi. Dengan pemberian izin usaha bagi PKL diharapkan dapat meningkatkan pendapatan pedagang kaki lima. Pengaturan pemberian sanksi terhadap PKL berupa teguran lisan atau tertulis, pencabutan izin dan pembongkaran sarana usaha PKL. Dengan adanya pemberian sanksi terhadap PKL diharapkan para PKL dapat bersikap tertib dalam menjaga barang dagangannya, terlebih lagi tertib dalam menjaga keamanan, kebersihan dan kenyamanan. Pemberdayaan adalah suatu upaya untuk membangun daya itu sendiri dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Konsep Pemberdayaan merupakan terjemahan dari kata empowerment yang mengandung dua pengertian yaitu : (1) to give power or authority, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan kepada pihak lain, (2) to give ability to enable yaitu usaha untuk memberi kemampuan atau memberdayakan (Wrihnatolo, 2007: ). Dalam wacana pembangunan masyarakat, konsep pemberdayaan selalu dihubungkan dengan 26

27 konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan. Pedagang Kaki Lima sebagai bagian dari masyarakat yang membutuhkan penanganan dan pengelolaan dari pemerintah berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas sumberdaya yang mereka miliki yang pada waktunya akan mendorong peningkatan pendapatan usaha sehingga nanpu memberikan kontribusi terhadap penerimaan pendapatan daerah. Sunyoto Usman (2003: 225) menjelaskan bahwa upaya pemberdayaan pedagang kaki lima mencakup beberapa hal, seperti: Peningkatan pengetahuan teknis, untuk meningkatkan produktivitas, perbaikan mutu, dan nilai tambah produk Perbaikan manajemen untuk meningkatkan efisiensi usaha dan pengembangan jaringan kemitraan Pengembangan jiwa kewirausahaan terkait dengan optimasi peluang bisnis yang berbasis dan didukung oleh keunggulan lokal Peningkatan aksesibilitas terhadap modal, pasar dan informasi Advokasi kebijakan yang berpihak pada pengembangan ekonomi rakyat Yang dimaksud dengan pemberdayaan PKL tersebut adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim usaha dan pengembangan usaha terhadap PKL sehingga mampu tumbuh dan berkembang baik kualitas maupun kuantitas usahanya. Pemerintah daerah diwajibkan untuk melakukan pemberdayaan terhadap PKL melalui peningkatan kemampuan berusaha; memfasilitasi akses permodalan; memfasilitasi bantuan sarana dagang; penguatan kelembagaan; memfasilitasi peningkatan produksi; pengolahan, pengembangan jaringan dan 27

28 promosi; dan pembinaan dan bimbingan teknis, termasuk pemberdayaan PKL yang membutuhkan fasilitas kerjasama antar kabupaten / kota dilakukan oleh kepala daerah yang lebih tinggi. 28

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa pedagang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Kota Payakumbuh yang strategis menjadikannya sebagai salah satu kota yang memainkan peran penting di Propinsi Sumatera Barat. Kota Payakumbuh merupakan gerbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arus reformasi telah berhasil menumbangkan pemerintahan Orde Baru yang otoriter. Faktor keruntuhan Orde Baru selain karena kekuasaan yang otoriter juga dipicu

Lebih terperinci

- Dasar Hukum Peraturan Daerah ini adalah :

- Dasar Hukum Peraturan Daerah ini adalah : PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA 12 HLM, LD Nomor 5 SERI D ABSTRAK : - bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.607,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA SALINAN BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN 2015 SALINAN BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON SALINAN NOMOR 5 TAHUN 2014 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa kegiatan

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

WALIKOTA TANGERANG SELATAN SALINAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA - 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa kegiatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG

BUPATI PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG BUPATI PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa kegiatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 15 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 15 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 15 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: IDENTITAS PEDAGANG KAKI LIMA.

MEMUTUSKAN: IDENTITAS PEDAGANG KAKI LIMA. Menimbang : BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR TENTANG PERIZINAN DAN KARTU IDENTITAS PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR O l e h : R.B. HELLYANTO L 2D 399 247 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa dengan semakin banyaknya

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN NN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tuntutan yang fundamental yang dihadapi oleh suatu. masyarakat adalah bertahan hidup (survive) atau mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tuntutan yang fundamental yang dihadapi oleh suatu. masyarakat adalah bertahan hidup (survive) atau mempertahankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tuntutan yang fundamental yang dihadapi oleh suatu masyarakat adalah bertahan hidup (survive) atau mempertahankan kelangsungan hidupnya di dalam suatu

Lebih terperinci

B A L A N G A N B U P A T I KABUPATEN BALANGAN YANG MAHA ESA BUPATI. budayaa. perlu. mampu. terhadap

B A L A N G A N B U P A T I KABUPATEN BALANGAN YANG MAHA ESA BUPATI. budayaa. perlu. mampu. terhadap 1 B U P A T I B A L A N G A N PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang : a. b. bahwaa kegiatan usaha

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2014 No.07,2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Dinas Perindustrian,Perdagangan & Koperasi Kabupaten Bantul; Pedagang Kaki Lima,Pemberdayaan,Penataan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar-besaran dari perusahaan-perusahaan swasta nasional. Hal ini berujung pada

BAB I PENDAHULUAN. besar-besaran dari perusahaan-perusahaan swasta nasional. Hal ini berujung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi dan moneter mengakibatkan terjadinya kelumpuhan ekonomi nasional terutama di sektor riil yang berakibat terjadinya pemutusan hubungan kerja besar-besaran

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 60 TAHUN 2016

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 60 TAHUN 2016 BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA KABUPATEN SEMARANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA KABUPATEN SEMARANG BUPATI SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencaharian

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencaharian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota dalam pengertian geografis merupakan suatu tempat yang penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencaharian penduduknya bukan petani, di

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN 2007

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN 2007 BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa peningkatan jumlah

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2012 TENTANG KOORDINASI PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2012 TENTANG KOORDINASI PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2012 TENTANG KOORDINASI PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar Tradisional merupakan pasar yang memiliki keunggulan bersaing alamiah yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area penjualan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 NOMOR 3

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 NOMOR 3 LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 NOMOR 3 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pedagang Kaki Lima (PKL) menjadi pilihan yang termudah untuk bertahan hidup.

I.PENDAHULUAN. Pedagang Kaki Lima (PKL) menjadi pilihan yang termudah untuk bertahan hidup. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor informal yang menjadi fenomena di perkotaan adalah Pedagang Kaki Lima (PKL). Dengan adanya keterbatasan lapangan kerja di sektor formal, Pedagang Kaki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah. Sehingga kebijakan tidak bersifat satu arah. Kebijakan bisa dibilang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah. Sehingga kebijakan tidak bersifat satu arah. Kebijakan bisa dibilang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kebijakan publik merupakan segala hal yang diputuskan oleh pemerintah. Definisi ini menunjukkan bagaimana pemerintah memiliki otoritas untuk membuat kebijakan yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI SIAK, a. bahwa peningkatan jumlah

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà - 1 - jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 60 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA PADA SEBAGIAN RUAS JALAN CIHIDEUNG KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pedagang kaki lima adalah bagian dari aktivitas ekonomi yang merupakan kegiatan pada sektor informal. Kegiatan ini timbul karena tidak terpenuhinya kebutuhan pelayanan

Lebih terperinci

6. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indones

6. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indones Menimbang BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2012 TENTANG KOORDINASI PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2012 TENTANG KOORDINASI PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2012 TENTANG KOORDINASI PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III IMPLEMENTASI TENTANG LARANGAN MENGALIHFUNGSIKAN TROTOAR DAN SUNGAI YANG AKTIF UNTUK TEMPAT BERDAGANG PADA PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011

BAB III IMPLEMENTASI TENTANG LARANGAN MENGALIHFUNGSIKAN TROTOAR DAN SUNGAI YANG AKTIF UNTUK TEMPAT BERDAGANG PADA PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 BAB III IMPLEMENTASI TENTANG LARANGAN MENGALIHFUNGSIKAN TROTOAR DAN SUNGAI YANG AKTIF UNTUK TEMPAT BERDAGANG PADA PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG KETERTIBAN UMUM DAN KETENTRAMAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2012, Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin telah menyusun

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2012, Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin telah menyusun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada tahun 2012, Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin telah menyusun sebuah dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2012-2017. RPJMD merupakan

Lebih terperinci

STRATEGI DINAS PENGELOLAAN PASAR KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR BAMBU KUNING TRANSKRIP HASIL WAWANCARA

STRATEGI DINAS PENGELOLAAN PASAR KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR BAMBU KUNING TRANSKRIP HASIL WAWANCARA Lampiran 2 STRATEGI DINAS PENGELOLAAN PASAR KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR BAMBU KUNING TRANSKRIP HASIL WAWANCARA 1. Bagaimanakah perencanaan oleh Dinas Pengelolaan Pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dan semakin luas di berbagai kota di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dan semakin luas di berbagai kota di Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan masyarakat saat ini menuntut setiap orang untuk berupaya berdayaguna dalam upaya meningkatkan taraf hidupnya kearah yang lebih baik. Baik itu melalui

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 79 TAHUN 2016

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 79 TAHUN 2016 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN

Lebih terperinci

Salinan NO : 9/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2014

Salinan NO : 9/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2014 Salinan NO : 9/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Manajemen Relokasi Pedagang Kaki Lima Taman Menteri Supeno di Kota Semarang

Manajemen Relokasi Pedagang Kaki Lima Taman Menteri Supeno di Kota Semarang 1 ARTIKEL Manajemen Relokasi Pedagang Kaki Lima Taman Menteri Supeno di Kota Semarang Fikry, Larasati, Sulandari Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN RUANG BAGI PEDAGANG KAKI LIMA DI PUSAT PERBELANJAAN DAN PUSAT PERKANTORAN DI KOTA SURABAYA

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PECINAN SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PECINAN SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PECINAN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : RISA NIKEN RATNA TRI HIYASTUTI L2D 002 432 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 4 TAHUN 2010 T E N T A N G PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MIMIKA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MIMIKA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MIMIKA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MIMIKA, Menimbang : a. bahwa pedagang kaki lima sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MIMIKA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MIMIKA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MIMIKA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MIMIKA, Menimbang : a. bahwa pedagang kaki lima sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang tidak seimbang dengan sempitnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang tidak seimbang dengan sempitnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang tidak seimbang dengan sempitnya lapangan pekerjaan formal mengakibatkan bertambah besarnya angka pengangguran. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA 1 WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN, PENERTIBAN DAN PENGAWASAN PEDAGANG KREATIF LAPANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan ketertiban umum serta penegakan peraturan daerah. Pedagang Kaki Lima atau yang biasa disebut PKL adalah istilah untuk

I. PENDAHULUAN. dan ketertiban umum serta penegakan peraturan daerah. Pedagang Kaki Lima atau yang biasa disebut PKL adalah istilah untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mengantisipasi perkembangan dan dinamika kegiatan masyarakat seirama dengan tuntutan era globalisasi dan otonomi daerah, maka kondisi ketenteraman

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA SALINAN BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN DAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN PASAR TRADISIONAL, DAN PENATAAN PASAR MODERN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Usaha Mikro,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa keberadaan pedagang kaki lima di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kependudukan adalah studi yang membahas struktur dan proses kependudukan yang terjadi di suatu wilayah yang kemudian dikaitkan dengan aspek-aspek non demografi. Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antar aktor dalam proses negosiasi dan resolusi konflik Pasar Kranggan Yogyakarta. Seperti

BAB I PENDAHULUAN. antar aktor dalam proses negosiasi dan resolusi konflik Pasar Kranggan Yogyakarta. Seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi alur konflik yang terjadi dalam proyek revitalisasi Pasar Kranggan Yogyakarta. Penelitian ini juga ingin mengidentifikasi

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG

KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG (Wilayah Studi : Jalan Pahlawan-Kusumawardhani-Menteri Soepeno) TUGAS

Lebih terperinci

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Dengan memperhatikan kondisi, potensi, permasalahan, tantangan, peluang yang ada di Kota Bogor, dan mempertimbangkan

Lebih terperinci

WALIKOTA SORONG PEMERINTAH KOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA

WALIKOTA SORONG PEMERINTAH KOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA SALINAN WALIKOTA SORONG PEMERINTAH KOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SORONG, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGATURAN, PENERTIBAN DAN PENGAWASAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGATURAN, PENERTIBAN DAN PENGAWASAN PEDAGANG KAKI LIMA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGATURAN, PENERTIBAN DAN PENGAWASAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lima yang dilakukan oleh aparat pemerintah, seakan-akan para Pedagang

BAB I PENDAHULUAN. Lima yang dilakukan oleh aparat pemerintah, seakan-akan para Pedagang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era zaman modern ini, keberadaan pedagang kaki lima / PKL di kota-kota besar merupakan suatu fenomena kegiatan perekonomian rakyat kecil yang akhir-akhir

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 08 Tahun 2015 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG USAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI NOMOR 8 2007 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SUKABUMI, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : a. bahwa pedagang

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN PASAR BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN PASAR BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN PASAR BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang : a. bahwa pasar merupakan salah satu

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) UNTUK MEWUJUDKAN KENYAMANAN, KEINDAHAN, DAN KETERTIBAN DI WILAYAH KELURAHAN LAMPER TENGAH KECAMATAN SEMARANG SELATAN

PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) UNTUK MEWUJUDKAN KENYAMANAN, KEINDAHAN, DAN KETERTIBAN DI WILAYAH KELURAHAN LAMPER TENGAH KECAMATAN SEMARANG SELATAN 1/18 PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) UNTUK MEWUJUDKAN KENYAMANAN, KEINDAHAN, DAN KETERTIBAN DI WILAYAH KELURAHAN LAMPER TENGAH KECAMATAN SEMARANG SELATAN. Nama Diklat : Diklatpim Tingkat IV Angkatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang : a. bahwa peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI

BAB IV VISI DAN MISI BAB IV VISI DAN MISI 4.1. VISI DAN MISI KOTA BOGOR Dalam penyusunan Visi dan Misi Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor tidak terlepas dari Visi dan Misi Kota Bogor, adapun Visi, Misi Kota Bogor adalah sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa pasar tradisional merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau gerobaknya, di pinggir perlintasan jalan raya. atau agak jauh dari pemukiman penduduk. Ruang ini untuk dijadikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau gerobaknya, di pinggir perlintasan jalan raya. atau agak jauh dari pemukiman penduduk. Ruang ini untuk dijadikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pedagang Kaki Lima 1. Pengertian Pedagang Kaki Lima Pedagang kaki lima, atau yang sering disebut PKL merupakan sebuah komunitas pedagang, yang kebanyakan berjualan dengan memanfaatkan

Lebih terperinci