BAB 1 PENDAHULUAN. berhasil dimasuki adalah sektor informal. Akibatnya jumlah migrasi yang

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan kawasan pedesaan tidak mungkin lagi menampung tentang kerja yang besar. Intesitas dari kegiatan ekonomi yang tinggal di perkotaan, menggiring mereka yang terpuruk di desa untuk datang mengadu nasib di kota besar. Kapasitas sistem ekonomi kota juga sangat terbatas sehingga desakan arus migrasi yang begitu besar tidak mungkin tertampung seluruhnya dan di Kota mereka pun sulit menembus sektor formal yang menuntut keahlian yang tinggi. Satu-satunya alternatif yang sampai saat ini berhasil dimasuki adalah sektor informal. Akibatnya jumlah migrasi yang melahirkan sektor informal perkotaan kian membengkak ( Mulyadi,2003). Tingkat intensitas kegiatan informal yang sangat tergantung pada kebijakan pemerintah dalam menetralisir sistem ekonomi yang lebih demogratis dan partisipatif. Lapangan pekerjaan formal yang menjamin kehidupan mereka menjadi lebih sulit dijangkau. Tanpa membuka akses ekonomi ke masyarakat luas, maka sistem yang mapan itu akan menyumbat masuknya tenaga kerja. Kesempatan yang kecil dan jumlah tenaga kerja yang besar memaksa mereka mambangun lapangan kerja sendiri yang terus bertumbuh dalam ketidakpastian (Mulyadi, 2003). Kriteria yang dapat dipakai untuk menerangkan sektor informal antara lain Umur, Pendidikan, dan Jam Kerja Sebagai indikator untuk menggambarkan 1

2 2 Karateristik pekerjaan sektor informal umumnya berpendidikan rendah dan tidak dibatasi umur dan jam kerja yang tidak teratur (Indrawati, 2009 dalam Prayogo, 2013). Prayogo (2013) mengemukakan bahwa lapangan kerja dalam sektor informal yang berada di perkotaan sebagian besar terserap dalam perdagangan, khususnya dalam hal ini adalah pedagang kaki lima. Pedagang kaki lima menjadi fenomena sosial dan merupakan bagian dari masyarakat Indonesia, bahkan dapat dikatakan merupakan salah satu ciri dan karakteristik dari negara-negara yang sedang berkembang, walaupun pedagang kaki lima juga dijumpai di Negaranegara yang sudah maju, gambaran yang paling buruk, pedagang kaki lima dipandang sebelah mata dan aktivitas yang mengganggu, di lingkungan masyarakat dianggap sebagai pekerjaan yang mengganggu aktivitas jalan. Sedangkan menurut gambaran yang paling buruk, pedagang kaki lima dipandang sebagai korban dari langkanya kesempatan kerja yang produktif di Kota, pedagang kaki lima dipandang sebagai suatu pilihan terakhir dari kesempatan kerja bagi banyak orang agar terhindar dari predikat pengangguran. Organisasi Profesi Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia disingkat APKLI. Waktu dan Tempat di dirikan Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia didirikan pada tanggal 29 Januari 1993 di Yogyakarta untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. Kedudukan Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia berwilayah dan berkedudukan dalam lingkungan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berpusat di Ibu Kota Negara. Azas Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia berazaskan Pancasila. Bentuk dan Sifat Asosiasi Pedagang Kaki Lima

3 3 Indonesia adalah sebuah organisasi profesi dan gerakan sosial ekonomi yang bersifat independen, yang tidak terikat dan atau mengikatkan diri dengan organisasi sosial politik atau kekuatan politik lainnya, mandiri, yang dalam kegiatannya bersifat nirlaba. Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia bernafaskan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan, yang merupakan wadah berhimpun dan berjuang bagi Pedagang Kaki Lima diseluruh Indonesia tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan. Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia adalah induk organisasi para Pedagang Kaki Lima disingkat PKL, yang merupakan bagian dari pelaku dalam dunia usaha dan perekonomian di Indonesia( Anonim, 2011). Pedagang kaki lima di alun-alun Kota Tegal dari tahun ke tahun mengalami pertambahan, berdasarkan data dari Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (DINPERINDAGKOP) Kota Tegal dengan luas 39,68 km, memiliki jumlah pedagang kaki lima yang terus bertambah setiap tahunnya. Pada tahun 2012, jumlah pedagang kaki lima di Kota Tegal mencapai 873. Pada bulan September 2013, terdapat penambahan sebanyak 129. Total pedagang kaki lima sekarang sebanyak 1002, dan mayoritas orang asli Kota Tegal. Semakin banyaknya jumlah pedagang kaki lima di Kota Tegal membuat Pemerintah Kota harus menata pedagang kaki lima agar tidak mengganggu fungsi fasilitas-fasilitas publik seperti bahu jalan, trotoar dan lainnya. Berdasarkan Wakil Wali Kota Tegal, Habib Ali Zainal, mengemukakan bahwa pedagang kaki lima harus memahami fungsi fasilitas publik dan peraturan daerah nomor 3 tahun 2008 tentang Pengaturan pedagang kaki lima, sehingga pedagang kaki lima memiliki

4 4 kesamaan pandangan untuk meningkatkan keteraturan, kerapihan dan kualitas lingkungan terjaga khususnya kawasan alun-alun (Anonim,2013). Dari semakin bertambahnya pedagang kaki lima meyebabkan perubahan tingkat sosial ekonomi pedagang kaki lima, dengan bertambahnya pendapatan. Berikut ini Tabel 1.1 jumlah pedagang kaki lima di Kota Tegal dari tahun 2012 sampai dengan Tabel 1.1 Jumlah Pedagang kaki lima di Kota Tegal Tahun 2012/2013 No. Tahun JUMLAH PEDAGANG KAKI LIMA Penelitian ini dilaksanakan di Alun-alun Kota Tegal, Kecamatan Tegal Timur. Berdasarkan hasil observasi Lapangan saat ini jumah Pedagang kaki lima yang ada di alun-alun Kota Tegal Kecamatan Tegal Selatan sebanyak 79 pedagang. Berikut ini Tabel 1.2 jumlah pedagang yang ada di alun-alun Kota Tegal. Tabel 1.2 Jenis dan Jumlah Pedagang kaki lima di Alun-alun Kota Tegal No. JENIS DAGANGAN JUMLAH 1 Makanan 53 2 Minuman 17 3 Lain-lain 9 JUMLAH 79 Sumber : Observasi di lapangan, 31 Maret 2014 Kondisi sosial ekonomi pedagang kaki lima di Alun-alun Kota Tegal ini belum banyak diketahui. Oleh karena itu peneliti ingin melakukan

5 5 penelitian dengan judul Kajian Kondisi Sosial Ekonomi Pedagang kaki lima di Alun-alun Kota Tegal. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimakah Kondisi Sosial Ekonomi Pedagang kaki lima di Alunalun Kota Tegal C. Tujuan Penelitian Dari Perumusan masalah di atas, maka tujuan peneliti ini adalah untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi Pedagang kaki lima di Alun-alun Kota Tegal. D. Manfaat Penelitian 1. Diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai kondisi kehidupan sosial ekonomi Pedagang kaki lima di Alun-alun Kota Tegal, sehingga pemimpin lembaga atau institusi dapat mengambil langkahlangkah dalam hal penanganan masalah yang ditimbulkan oleh Pedagang kaki lima. 2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadikan rujukan penelitian lain yang berhubungan dengan penelitian ini. 3. Hasil penelitian diharapkan menjadi bahan pengembangan dan pengkajian konsep-konsep tentang berbagai aspek dalam upaya pemberdayaan ketenagakerjaan agar mampu berjalan secara optimal. 4. Bagi Pemerintah Daerah bermanfaat dalam upaya memperdayakan Pedagang kaki lima, sehingga dapat meringankan ekonomi daerah.