BAB 1 PENDAHULUAN. yang besar dan semakin meningkat. Hal tersebut mengakibatkan kota-kota besar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. yang besar dan semakin meningkat. Hal tersebut mengakibatkan kota-kota besar"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Todaro dan Stilkind (2000) bahwa terdapat beberapa gejala yang dihadapi oleh negara berkembang, gejala tersebut adalah jumlah pengangguran yang besar dan semakin meningkat. Hal tersebut mengakibatkan kota-kota besar menghadapi berbagai macam problema sosial yang sangat pelik. Hal ini menjadi ciri umum kebanyakan perkotaan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Berdasarkan sensus penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun Artinya, setiap tahun selama periode , jumlah penduduk bertambah 3,25 juta jiwa (Wahyu Pramono, 2000). Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan yang tinggi pula. Tingginya jumlah penduduk diperkotaan mempunyai konsekuensi logis tidak tertampungnya angkatan kerja ke dalam ruang kerja yang formal (Badan Statistik, 2011). Rusman Heriawan, Kepala Badan Pusat Statistik (2011) menyampaikan, jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2010 mencapai 116 juta orang. Kehadiran Pedagang Kaki Lima (PKL) di kota-kota besar merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan kota. Berdasarkan data Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) menyebutkan, jumlah PKL yang ada di Indonesia sebanyak 22,9 juta orang. Padahal saat ini jumlah 1

2 pengusaha mikro yang ada dan tersebar di seluruh wilayah di Indonesia mencapai 53,1 juta orang. Ini artinya, hampir 50 persen pengusaha mikro di negeri ini merupakan pengusaha yang bergerak di sektor PKL (Tadjuddin Noer, 1993). Usaha kecil seperti Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan aset ekonomi bangsa Indonesia, yang memberi andil besar dalam hal ketenaga-kerjaan, pengentasan kemiskinan dan menjadi katup pengaman ekonomi kerakyatan. Pada tahun sewaktu terjadi krisis ekonomi yang melanda negara kita, banyak perusahaan besar mengalami gulung tikar dan merumahkan karyawannya, akan tetapi sektor informal seperti PKL tidak begitu terkena imbasnya, malah mereka bisa menolong pekerja yang di PHK, masyarakat kecil yang sulit mendapatkan pekerjaan dan lulusan perguruan tinggi yang kurang beruntung (Chris dan Effendi, 1996). Namun, dibalik peranan dan fungsinya yang menopang perekonomian rakyat bawah tersebut, kehadiran sektor informal PKL di kota-kota besar diidentifikasikan telah memunculkan berbagai permasalahan. Firdausy (Alisjabana, 2003) mengatakan, permasalahan sosial ekonomi yang ditimbulkan dengan adanya sektor informal PKL ini antara lain meningkatnya biaya penyediaan fasilitas-fasilitas umum perkotaan, mendorong lajunya arus migrasi dari desa ke kota, menjamurnya pemukiman kumuh dan tingkat kriminalitas kota. Sedangkan lingkungan perkotaan yang ditimbulkan antara lain adalah kebersihan dan keindahan kota, kelancaran lalu lintas serta penyediaan lahan untuk lokasi usaha 2

3 Dari gambaran di atas, bisa dikatakan bahwa kehadiran PKL di perkotaan selain mempunyai manfaat juga menimbulkan permasalahan-permasalahan yang mengganggu ketertiban, kebersihan, dan kenyamanan kota. Maka sudah sewajarnya jika persoalan ini menjadi perhatian dan agenda pemerintah. Sebagai wujud komitmen pemerintah Republik Indonesia terhadap PKL sebenarnya sudah lama memperhatikan persoalan ini. Dalam perspektif Bung Hatta (Wakil Presiden RI Pertama), pemerintah sebenarnya aktor yang tak henti mengkreasikan tumbuhnya kelembagaan ekonomi serta merestorasi kelembagaan ekonomi untuk tujuan aktualisasi peran dan aspirasi ekonomi kaum periferal (Anwari, 2012). Bahkan secara tersurat dan lebih definitif tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL). Juga diberbagai kota besar juga telah menuangkan dengan berbagai bentuk Peraturan Daerah (perda), seperti, Perda Kota Sukabumi Nomor 8 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima (PKL); Perda No. 11 Tahun 2000 Tentang Pedagang Kaki. Lima (PKL) di Kota Semarang; Peraturan Bupati (Perbup) Purbalingga No 25 Tahun 2005 tentang penunjukkan lokasi berjualan pedagang kaki lima (PKL); Perda Kota Balikpapan Nomor 12 Tahun 2000, Tentang Larangan Pedagang Kaki Lima; Perda Kabupaten Sukoharjo Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima (Dewi Puspita dan Yanuardi, 2013). Juga diberbagai daerah lainnya (Ginting, 2004), tidak terkecuali di Kota Surakarta, antara lain, dengan adanya Perda No. 8 Tahun 1995 Tentang 3

4 Pembinaan dan Penataan PKL Kota Surakarta; SK Walikota Surakarta No. 2 Tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Perda No. 8 Tahun 1995; Perda No. 3 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan PKL Kota Surakarta; Perda Kota Surakarta No. 7 Tahun 2009 Tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; SOTK (Struktur Organisasi dan Tata Kerja) Kota Surakarta No. 6 Tahun 2008 Tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta (Joko Suwandi, 2012). Jadi, dengan adanya berbagai produk hukum, baik dalam bentuk peraturan menteri maupun peraturan daerah (perda), hal ini menunjukkan bahwa pedagang kaki lima (PKL) telah lama menjadi perhatian serius pemerintah pusat maupun daerah, termasuk Kota Surakarta. Bisa disebut sebagai amanat konstitusi atau undang-undang. Persoalannya tidak tidak semata-mata dalam tataran kebijakan, tetapi terkait dengan implementasinya. Ada yang efektif dan ada yang sekedar tuntutan formalitas. Implementasinya tergantung gaya kepemimpinan dan pola komunikasi pimpinan daerah, termasuk kondisi subyektif dan kondisi obyektif masing-masing daerah, termasuk Kota Surakarta. Berbicara soal pedagang kaki lima (PKL) dan penertiban dalam tataran implementasinya bagaikan benang kusut yang tak ada ujungnya dan selalu saja ada perlawanan Peristiwa semacam ini terjadi dihampir seluruh daerah di Indonesia. Lain halnya penataan PKL di Surakarta, mereka (PKL) dengan sukarela berpindah tempat berdagang ke lokasi yang telah disiapkan oleh Pemerintah dengan menaiki angkutan yang telah disiapkan Pemerintah Kota (Pemkot) dengan arak-arakan yang panjang dan meriah. Mereka dengan sukacita 4

5 menuju lokasi yang baru. Program penataan dan pembinaan PKL di Surakarta dalam bentuk relokasi PKL dari Monumen Banjarsari ke Pasar Klitikan Notoharjo Semanggi, yang banyak mendapat ekspose publik karena berhasil dilakukan dengan cara damai dan tidak dilakukan dengan kekerasan (Iswanto, 2007). Maka wajar jika fenomena tersebut oleh sementara pihak dipahami sebagai suatu keberhasilan komunikasi pembangunan Pemkot Surakarta, dimana penataan dan pembinaan PKL bisa dilakukan dengan damai dan dilakukan tanpa kekerasan. Memang benar fenomena ini tidak hanya terjadi di Surakarta, tetapi juga terjadi diberbagai daerah lain dengan berbagai keunikan, misalnya, Bandung yang terkenal dengan zonasisasi PKL, Surabaya dari sisi sentra PKL dan Bangkok dari sisi kultur PKL, sedangkan keunikan di Surakarta dari segi pendekatan sosial (Sukmaningtyas, 2013). Fenomena ini tidak hanya menarik dari sisi praktis, tetapi juga menarik dari segi paradigmatik, baik dalam kajian tentang pembangunan dan perkembangan kajian komunikasi pembangunan. Dimana dalam penyelenggaraan pembangunan, diperlukan suatu sistem komunikasi agar terjalin komunikasi efektif dan memiliki makna yang mampu mengarahkan pencapaian tujuan pembangunan. Hal itu perlu sekali dilakukan karena proses pembangunan melibatkan berbagai elemen masyarakat. Komunikasi pembangunan ini harus mengedepankan sikap aspiratif, konsultatif dan relationship. Karena pembangunan tidak akan berjalan dengan optimal tanpa adanya hubungan sinergis antara pelaku dan obyek pembangunan. Apalagi proses pembangunan ke depan 5

6 cenderung akan semakin mengurangi peran pemerintah, seiring semakin besarnya peran masyarakat (Badri, 2008). Rogers (1989) mengatakan komunikasi tetap dianggap sebagai perpanjangan tangan para perencana pemerintah, dan fungsi utamanya adalah untuk mendapatkan dukungan masyarakat dan partisipasi mereka dalam pelaksanaan rencana-rencana pembangunan. Dari pendapat Rogers ini jelas bahwa setiap pembangunan dalam suatu bangsa memegang peranan penting. Dan karenanya pemerintah dalam melancarkan komunikasinya perlu memperhatikan strategi apa yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan sehingga efek yang diharapkan itu sesuai dengan harapan, sebagaimana berbagai upaya yang dilakukan oleh Pemeritah Kota (Pemkot) Surakarta. Adapun selama ini diketahui bahwa PKL dipandang sebagai aktivitas illegal dan terkadang diperlakukan seperti kriminal. Studi menunjukkan bahwa hampir di semua negara-negara Asia, PKL tidak mempunyai status legal dalam menjalankan usahanya dan mereka terus mendapatkan tindakan kekerasan oleh pemerintah kota dengan program yang mengatasnamakan penertiban atau penataan. Di sisi lain, peran yang dijalankan sektor informal termasuk PKL belum sepenuhnya diterima pemerintah kota. PKL lebih dipandang sebagai aktivitas nonprofit, karena tidak berkontribusi pada ekonomi lokal atau nasional melalui pajak. Mereka dimarginalkan dalam agenda pembangunan, dengan demikian terkena dampak buruk dari kebijakan makro sosio-ekonomi (Hilal, 2013). 6

7 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini mencoba untuk mengeksplorasi dan menganalisis fenomena keberhasilan penataan dan pembinaan pedagang kaki lima (PKL) di Surakarta. Sedangkan rinciannya, penelitian ini akan melihat lebih mendalam: 1. Mengapa proses penataan dan pembinaan pedagang kaki lima (PKL) yang dilakukan oleh Pemerintahan Kota Surakarta bisa dilakukan secara damai, siapa saja pihak-pihak yang terlibat dan berkontribusi dalam program tersebut, apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan program tersebut dan bagaimana upaya pemerintahan kota membangun kerjasama dengan stakeholder dalam program tersebut? 2. Bagaimanakah respons pedagang kaki lima (PKL) terhadap proses penataan dan pembinaan pedagang kaki lima (PKL) di Surakarta tersebut, terutama terkait dengan efektivitas komunikasi yang dilakukan oleh Pemkot Surakarta? 3. Apakah faktor komunikasi interpersonal dan faktor gaya kepemimpinan demokratis Pemkot Surakarta mempunyai pengaruh yang nyata terhadap efektivitas komunikasi dalam konteks penataan dan pembinaan PKL di Surakarta dan diantara faktor-faktor tersebut mana yang paling dominan? 4. Adakah korelasi antara efektivitas komunikasi Pemkot Surakarta dengan produktivitas pembangunan di Kota Surakarta? 7

8 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui lebih mendalam proses penataan dan pembinaan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang dilakukan oleh Pemerintahan Kota yang bisa dilakukan secara damai. Untuk mengetahui siapa saja pihak-pihak yang terlibat dan berkontribusi dalam program tersebut. Juga ingin menggali lebih mendalam faktor-faktor yang mempengaruhinya keberhasilan tersebut dan ingin mengetahui bagaimana pemerintahan Kota membangun kerjasama (sinergisitas) dengan stakeholder dalam program tersebut. 2. Ingin mengetahui respons Pedagang Kaki Lima (PKL) terhadap proses penataan dan pembinaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Surakarta tersebut, terutama terkait dengan efektivitas komunikasi yang dilakukan oleh Pemkot Surakarta dalam konteks penataan dan pembinaan PKL di Surakarta. 3. Menganalisis pengaruh faktor komunikasi interpersonal dan faktor gaya kepemimpinan demokratis Pemkot Surakarta terhadap efektivitas komunikasi tersebut dan ingin menganalisis faktor yang paling dominan dari faktor-faktor tersebut. 4. Menganalisa korelasi antara faktor fektivitas komunikasi dan faktor produktivitas pembangunan di Surakarta. 8

9 1.4 Kegunaan Penelitian Berdasarkan dari tujuan penelitian di atas, yang diharapan kegunaan dari penelitian ini: 1. Bagi pengembangan dunia keilmuan, khususnya Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan di Indonesia adalah ingin mengetahui lebih jauh aspek-aspek kajian komunikasi pembangunan, terutama dalam teori komunikasi interpersonal dan teori gaya kepemimpinan demokratis dalam kasus pembinaan dan penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Surakarta. 2. Bagi pemerintahan daerah (Kota/ Kabupaten) di Indonesia, yang diharapkan dari hasil penelitian ini bisa sebagai model atau inspirasi komunikasi pembangunan dalam berbagai bidang, terutama dalam penataan dan pembinaan Pedagang Kaki Lima (PKL). Sedangkan khusus untuk Pemerintahan Kota Surakarta sebagai input atau bahan evaluasi untuk lebih menyempurnakan program penataan dan pembinaan PKL ke depan. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman Sampul Depan ------------------------------------------------------------- i Halaman Judul ------------------------------------------------------------------------- ii Halaman Pengesahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka pertumbuhan penduduk kota yang sangat tinggi, utamanya terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. angka pertumbuhan penduduk kota yang sangat tinggi, utamanya terjadi pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk dan proses mobilitas penduduk menuju daerah perkotaan di Indonesia semakin meningkat dengan pesat, ditunjukkan oleh angka pertumbuhan

Lebih terperinci

Implementasi Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima di Sentra PKL Jalan Dharmawangsa Kota Surabaya

Implementasi Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima di Sentra PKL Jalan Dharmawangsa Kota Surabaya Implementasi Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima di Sentra PKL Jalan Dharmawangsa Kota Surabaya SKRIPSI diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN Veteran Jawa

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Di Sentra PKL Viaduk Gubeng Kota Surabaya). SKRIPSI

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Di Sentra PKL Viaduk Gubeng Kota Surabaya). SKRIPSI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Di Sentra PKL Viaduk Gubeng Kota Surabaya). SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN Veteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang tidak bisa lepas dari sektor informal. Keberadaan sektor informal di Indonesia tidak terlepas dari proses pembangunan yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebagai Kota yang telah berusia 379 tahun, Tanjungbalai memiliki struktur

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebagai Kota yang telah berusia 379 tahun, Tanjungbalai memiliki struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai Kota yang telah berusia 379 tahun, Tanjungbalai memiliki struktur dan karakter ekonomi yang didominasi oleh pelaku usaha tergolong kategori usaha kecil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor informal memiliki peran yang besar di negara-negara sedang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor informal memiliki peran yang besar di negara-negara sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor informal memiliki peran yang besar di negara-negara sedang berkembang (NSB) termasuk Indonesia. Sektor informal adalah sektor yang tidak terorganisasi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR O l e h : R.B. HELLYANTO L 2D 399 247 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik ( BPS ). Data Indikator Ketenagakerjaan. November

BAB 1 PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik ( BPS ). Data Indikator Ketenagakerjaan. November BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Permasalahan Sektor Informal di Perkotaan Indonesia Fenomena sektor informal merupakan fenomena yang sangat umum terjadi di negara - negara berkembang. Di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar-besaran dari perusahaan-perusahaan swasta nasional. Hal ini berujung pada

BAB I PENDAHULUAN. besar-besaran dari perusahaan-perusahaan swasta nasional. Hal ini berujung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi dan moneter mengakibatkan terjadinya kelumpuhan ekonomi nasional terutama di sektor riil yang berakibat terjadinya pemutusan hubungan kerja besar-besaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia melahirkan sektor informal. Salah satu wujud sektor informal di perkotaan adalah lahirnya pedagang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat urbanisasi tertinggi di Asia Timur, dan 32 persen dari orang miskin tinggal di wilayah perkotaan. Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arus reformasi telah berhasil menumbangkan pemerintahan Orde Baru yang otoriter. Faktor keruntuhan Orde Baru selain karena kekuasaan yang otoriter juga dipicu

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: DIAN HERYANI L2D 002 393 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. Bab ini menyajikan uraian kesimpulan, kebaharuan (novelty) dan implikasi

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. Bab ini menyajikan uraian kesimpulan, kebaharuan (novelty) dan implikasi BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bab ini menyajikan uraian kesimpulan, kebaharuan (novelty) dan implikasi penelitian. Bagian kesimpulan digunakan untuk memusatkan perhatian kembali terhadap

Lebih terperinci

FENOMENA PASAR KREMPYENG MALAM HARI PETERONGAN KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR TKP 481. Oleh: VERA P.D. BARINGBING L2D

FENOMENA PASAR KREMPYENG MALAM HARI PETERONGAN KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR TKP 481. Oleh: VERA P.D. BARINGBING L2D FENOMENA PASAR KREMPYENG MALAM HARI PETERONGAN KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR TKP 481 Oleh: VERA P.D. BARINGBING L2D 000 461 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa dengan semakin banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah. Sehingga kebijakan tidak bersifat satu arah. Kebijakan bisa dibilang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah. Sehingga kebijakan tidak bersifat satu arah. Kebijakan bisa dibilang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kebijakan publik merupakan segala hal yang diputuskan oleh pemerintah. Definisi ini menunjukkan bagaimana pemerintah memiliki otoritas untuk membuat kebijakan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah terwujudnya masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informal, yang pertumbuhannya sudah melebihi sektor formal (Manning, yang tidak terserapdi sektor formal (Effendi, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. informal, yang pertumbuhannya sudah melebihi sektor formal (Manning, yang tidak terserapdi sektor formal (Effendi, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat urbanisasi tertinggi di Asia Tenggara, 32 persen orang miskin tinggal di wilayah perkotaan (Morrel, 2008).Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsional dalam proses produksi yang bertindak sebagai faktor produksi. Sisi

BAB I PENDAHULUAN. fungsional dalam proses produksi yang bertindak sebagai faktor produksi. Sisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara-negara berkembang, Indonesia masih menghadapi pertumbuhan penduduk yang tinggi. Laju pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi membawa konsekwensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan tidak lain merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sejalan dengan semakin banyak negara Asia Tenggara menjadikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sejalan dengan semakin banyak negara Asia Tenggara menjadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan semakin banyak negara Asia Tenggara menjadikan transformasi ekonomi sebagai target utama kebijakannya, problem yang timbul akibat bertambahnya penempatan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Pemerintah Kota Bandung, dalam hal ini Walikota Ridwan Kamil serta Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya, telah menunjukkan pentingnya inovasi dalam dalam program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejak terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, menurut data yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejak terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, menurut data yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, menurut data yang diperoleh Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2009 tercatat 32,53

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pemerintah. Titik sentral pada faktor ekonomi didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pemerintah. Titik sentral pada faktor ekonomi didukung oleh BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada era Orde Baru, ekonomi merupakan tujuan utama mekanisme kebijakan pemerintah. Titik sentral pada faktor ekonomi didukung oleh perkembangan sektor formal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama pemerintah dari masa ke masa. Permasalahan ini menjadi penting mengingat erat kaitannya dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lima jalan Kapten Muslim Kota Medan. Kajian penelitian ini dilatar belakangi

BAB 1 PENDAHULUAN. lima jalan Kapten Muslim Kota Medan. Kajian penelitian ini dilatar belakangi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian ini mengkaji dan menganalisis kegiatan usaha pedagang kaki lima dengan metode SWOT. Adapun fokus lokasi penelitian pada pedagang kaki lima jalan Kapten

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, bahwa dengan diterbitkan Peraturan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasar sebagai arena atau suatu tempat pertukaran baik dalam bentuk fisik

I. PENDAHULUAN. Pasar sebagai arena atau suatu tempat pertukaran baik dalam bentuk fisik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar sebagai arena atau suatu tempat pertukaran baik dalam bentuk fisik sebagai tempat perkumpulan atau bertemunya para penjual dan pembeli, maupun yang tidak berbentuk

Lebih terperinci

APA ITU URBANISASI???? Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi adalah masalah yang cukup serius bagi kita semua

APA ITU URBANISASI???? Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi adalah masalah yang cukup serius bagi kita semua PENGERTIAN Kesalahan pola pikir warga desa yang beranggapan bahwa kota besar dan ibukota adalah kota impian yang menjanjikan kehidupan layak bagi mereka. Padahal, untuk menjalankan impian mereka dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tata ruang dalam perkotaan lebih kompleks dari tata ruang pedesaan,

BAB I PENDAHULUAN. Tata ruang dalam perkotaan lebih kompleks dari tata ruang pedesaan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tata ruang dalam perkotaan lebih kompleks dari tata ruang pedesaan, kawasan di perkotaan biasanya dibagi dalam beberapa zona: perumahan dan pemukiman; perdagangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sekaligus menjadi Ibu Kota Provinsi tersebut. Kota ini terletak 140 km

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sekaligus menjadi Ibu Kota Provinsi tersebut. Kota ini terletak 140 km BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Provinsi Jawa Barat, sekaligus menjadi Ibu Kota Provinsi tersebut. Kota ini terletak 140 km sebelah tenggara

Lebih terperinci

A. Latar Belakang. Pembangunan tidak lain merupakan suatu proses perubahan yang

A. Latar Belakang. Pembangunan tidak lain merupakan suatu proses perubahan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan tidak lain merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berawal ketika Pemerintah Kota Semarang memindahkan beberapa PKL dari kawasan Stasiun Tawang, Jl Sendowo, dan Jl. Kartini pada awal dekade 80-an. Beberapa PKL tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kependudukan adalah studi yang membahas struktur dan proses kependudukan yang terjadi di suatu wilayah yang kemudian dikaitkan dengan aspek-aspek non demografi. Struktur

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN RUANG BAGI PEDAGANG KAKI LIMA DI PUSAT PERBELANJAAN DAN PUSAT PERKANTORAN DI KOTA SURABAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola. baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Dualisme kota dan desa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola. baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Dualisme kota dan desa yang terdapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola perekonomian yang cenderung memperkuat terjadinya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang bermuara kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial lainnya. Krisis global membawa dampak di berbagai sektor baik di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. sosial lainnya. Krisis global membawa dampak di berbagai sektor baik di bidang ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan telah membawa dampak pada keterlantaran, ketunaan sosial hingga masalah sosial lainnya. Krisis global membawa dampak di berbagai sektor baik di bidang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rentang kehidupan, individu berkembang dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rentang kehidupan, individu berkembang dari masa kanak-kanak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupan, individu berkembang dari masa kanak-kanak yang sepenuhnya tergantung pada orangtua, ke masa remaja yang ditandai oleh pencarian identitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja dan menyediakan barang/jasa murah, serta reputasinya sebagai

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja dan menyediakan barang/jasa murah, serta reputasinya sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor informal sangat menarik karena kemandiriannya dalam menciptakan lapangan kerja dan menyediakan barang/jasa murah, serta reputasinya sebagai katup pengaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tantangan pembangunan di Indonesia saat ini adalah mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tantangan pembangunan di Indonesia saat ini adalah mengatasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tantangan pembangunan di Indonesia saat ini adalah mengatasi pengangguran dan kesempatan-kesempatan kerja. Di Indonesia meningkatnya proses modernisasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila. Salah satu cara mencapai keadaan tersebut diprioritaskan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila. Salah satu cara mencapai keadaan tersebut diprioritaskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Salah satu cara mencapai keadaan tersebut diprioritaskan pada sektor ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi penduduk merosot hingga minus 20% mengakibatkan turunnya berbagai

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi penduduk merosot hingga minus 20% mengakibatkan turunnya berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah membawa dampak yang luas bagi masyarakat sampai saat ini. Pertumbuhan ekonomi penduduk merosot

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berhasil dimasuki adalah sektor informal. Akibatnya jumlah migrasi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. berhasil dimasuki adalah sektor informal. Akibatnya jumlah migrasi yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan kawasan pedesaan tidak mungkin lagi menampung tentang kerja yang besar. Intesitas dari kegiatan ekonomi yang tinggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota tersebut. Namun sebagian besar kota-kota di Indonesia tidak dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. kota tersebut. Namun sebagian besar kota-kota di Indonesia tidak dapat memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan suatu daerah tidak terlepas dari kebutuhan akan ruang terbuka yang berfungsi penting bagi ekologis, sosial ekonomi, dan evakuasi. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGATURAN TEMPAT DAN USAHA SERTA PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjamurnya Pedagang Kaki Lima (PKL), kemacetan lalu lintas, papan reklame yang

I. PENDAHULUAN. menjamurnya Pedagang Kaki Lima (PKL), kemacetan lalu lintas, papan reklame yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota-kota di Indonesia pada umumnya memiliki persoalan dengan ruang publik, seperti persoalan parkir yang memakan tempat berlebihan ataupun memakan bahu jalan, masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi dapat menjadi masalah yang cukup serius bagi kita apabila pemerintah tidak dapat mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dan semakin luas di berbagai kota di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dan semakin luas di berbagai kota di Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan masyarakat saat ini menuntut setiap orang untuk berupaya berdayaguna dalam upaya meningkatkan taraf hidupnya kearah yang lebih baik. Baik itu melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul Penulisan judul merupakan unsur penting dalam penulisan karya ilmiah. Judul berguna membantu peneliti memberikan gambaran mengenai obyek penelitian, wilayah

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN III.1. Objek Penelitian III.1.1. Gambaran Umum Kota Tangerang III.1.1.1. Proses Terbentuknya Kota Tangerang Pembangunan kota administratif Tangerang secara makro

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG

KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG (Wilayah Studi : Jalan Pahlawan-Kusumawardhani-Menteri Soepeno) TUGAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. adalah penanggulangan kemiskinan yang harus tetap dilaksanakan Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. adalah penanggulangan kemiskinan yang harus tetap dilaksanakan Pemerintah Pusat 51 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan di daerah merupakan rangkaian yang termasuk dalam tujuan pembangunan nasional, artinya keberhasilan pembangunan di daerah sangat menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

KAJIAN STRATEGI PENGELOLAAN RETRIBUSI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR

KAJIAN STRATEGI PENGELOLAAN RETRIBUSI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR KAJIAN STRATEGI PENGELOLAAN RETRIBUSI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR Oleh : NI AM SYIFAUL JINAN NIM. L2D 004 338 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Kota Payakumbuh yang strategis menjadikannya sebagai salah satu kota yang memainkan peran penting di Propinsi Sumatera Barat. Kota Payakumbuh merupakan gerbang

Lebih terperinci

STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR

STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR Oleh: HAPSARI NUGRAHESTI L2D 098 433 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arti yang sebenarnya sejak Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. arti yang sebenarnya sejak Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I pada tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia telah mulai melaksanakan pembangunan ekonomi dalam arti yang sebenarnya sejak Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I pada tahun 1969. Meskipun kenaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap

BAB I PENDAHULUAN. banyak perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia, dirasa sangat membebani rakyat Indonesia terutama dikalangan masyarakat menengah ke bawah. Apalagi banyak perusahaan

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. padat. Pemukiman kumuh terjadi disetiap sudut kota. Banyaknya pengamen,

BAB I PENDAHULUAN. padat. Pemukiman kumuh terjadi disetiap sudut kota. Banyaknya pengamen, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta, Jakarta Raya) adalah Ibukota negara Indonesia. Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki status tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lima yang dilakukan oleh aparat pemerintah, seakan-akan para Pedagang

BAB I PENDAHULUAN. Lima yang dilakukan oleh aparat pemerintah, seakan-akan para Pedagang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era zaman modern ini, keberadaan pedagang kaki lima / PKL di kota-kota besar merupakan suatu fenomena kegiatan perekonomian rakyat kecil yang akhir-akhir

Lebih terperinci

PENGARUH MODAL DAN PERILAKU KEWIRAUSAHAAN TERHADAP LABA USAHA PEDAGANG KAIN

PENGARUH MODAL DAN PERILAKU KEWIRAUSAHAAN TERHADAP LABA USAHA PEDAGANG KAIN PENGARUH MODAL DAN PERILAKU KEWIRAUSAHAAN TERHADAP LABA USAHA PEDAGANG KAIN (Studi kasus : Pasar Kota Sragen) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN TEMPAT PARKIR DI KABUPATEN GRESIK (Studi tentang parkir di tepi jalan umum kawasan Alun-alun Gresik) SKRIPSI

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN TEMPAT PARKIR DI KABUPATEN GRESIK (Studi tentang parkir di tepi jalan umum kawasan Alun-alun Gresik) SKRIPSI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN TEMPAT PARKIR DI KABUPATEN GRESIK (Studi tentang parkir di tepi jalan umum kawasan Alun-alun Gresik) SKRIPSI Oleh : Firasidah Hasnah 0941010036 YAYASAN KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pedagang Kaki Lima (PKL) menjadi pilihan yang termudah untuk bertahan hidup.

I.PENDAHULUAN. Pedagang Kaki Lima (PKL) menjadi pilihan yang termudah untuk bertahan hidup. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor informal yang menjadi fenomena di perkotaan adalah Pedagang Kaki Lima (PKL). Dengan adanya keterbatasan lapangan kerja di sektor formal, Pedagang Kaki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apalagi untuk kehidupan di kota-kota besar, seperti: Jakarta, Bandung, Semarang,

BAB I PENDAHULUAN. Apalagi untuk kehidupan di kota-kota besar, seperti: Jakarta, Bandung, Semarang, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti sekarang, persaingan dalam hidup semakin berat. Apalagi untuk kehidupan di kota-kota besar, seperti: Jakarta, Bandung, Semarang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara untuk mencapai keadaan tersebut. Adanya pembangunan selain

BAB I PENDAHULUAN. cara untuk mencapai keadaan tersebut. Adanya pembangunan selain digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah cara untuk mencapai

Lebih terperinci

PERTATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERTATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERTATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dengan diterbitkan Peraturan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang sangat menonjol dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan sesuatu yang sudah ada. Kegiatan pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK Ketidakmerataan pembangunan yang ada di Indonesia merupakan masalah pembangunan regional dan perlu mendapat perhatian lebih. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan masih menjadi persoalan mendasar di Indonesia. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan masih menjadi persoalan mendasar di Indonesia. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan masih menjadi persoalan mendasar di Indonesia. Oleh karena itu, program penanggulangan kemiskinan menjadi salah satu dari 11 prioritas pembangunan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan kota-kota besar di Indonesia memacu pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan kota-kota besar di Indonesia memacu pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan kota-kota besar di Indonesia memacu pertumbuhan ekonomi sehingga menjadi magnet bagi penduduk perdesaan untuk berdatangan mencari pekerjaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perhatian terhadap perlindungan sosial bagi para pekerja di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perhatian terhadap perlindungan sosial bagi para pekerja di negara-negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di negara maju, munculnya perhatian pada perlindungan sosial terutama bagi pekerja telah ada sejak tumbuhnya sistem ekonomi pasar pada abad ke-19. Perhatian

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON SALINAN NOMOR 5 TAHUN 2014 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

STRATEGI PENINGKATAN RETRIBUSI (JASA) PELAYANAN PASAR KLITIKAN NOTOHARJO DI KOTA SURAKARTA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NO.

STRATEGI PENINGKATAN RETRIBUSI (JASA) PELAYANAN PASAR KLITIKAN NOTOHARJO DI KOTA SURAKARTA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NO. STRATEGI PENINGKATAN RETRIBUSI (JASA) PELAYANAN PASAR KLITIKAN NOTOHARJO DI KOTA SURAKARTA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NO. 9 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI DAERAH Oleh: Agus Budi Wahono Universitas Slamet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan topik Sektor Informal Yogyakarta, pada hari Selasa 7 Maret 2005, diakses pada tanggal 9 Oktober 2009

BAB I PENDAHULUAN. dengan topik Sektor Informal Yogyakarta, pada hari Selasa 7 Maret 2005,  diakses pada tanggal 9 Oktober 2009 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peluang bekerja dan berusaha bagi sejumlah penduduk yang semakin bertambah masih perlu diatasi dengan sungguh-sungguh. Menurut Badan Pusat Statistik (2009) jumlah

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam waktu tujuh tahun sejak tumbangnya rezim orde baru, bangsa Indonesia terus berupaya memperbaiki sistem pemerintahannya. Bahkan upaya-upaya perubahan yang

Lebih terperinci

ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN PEMANFAATAN TENAGA KERJA DI PROPINSI JAWA TIMUR TAHUN 2000 DAN 2004

ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN PEMANFAATAN TENAGA KERJA DI PROPINSI JAWA TIMUR TAHUN 2000 DAN 2004 ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN PEMANFAATAN TENAGA KERJA DI PROPINSI JAWA TIMUR TAHUN 2000 DAN 2004 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi Oleh

Lebih terperinci

PENGARUH PERSEBARAN LOKASI UMKM BERBASIS RUMAH (HOME BASED ENTERPRISES) TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI KEL. BUGANGAN DAN JL.

PENGARUH PERSEBARAN LOKASI UMKM BERBASIS RUMAH (HOME BASED ENTERPRISES) TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI KEL. BUGANGAN DAN JL. PENGARUH PERSEBARAN LOKASI UMKM BERBASIS RUMAH (HOME BASED ENTERPRISES) TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI KEL. BUGANGAN DAN JL. BARITO KEC.SEMARANG TIMUR TUGAS AKHIR Oleh: LEONARD SIAHAAN L2D 005 373

Lebih terperinci

BAB I. Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I. Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan bahwa, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional telah menunjukkan bahwa kegiatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

BAB I PENDAHULUAN. nasional telah menunjukkan bahwa kegiatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha mikro dan kecil (UMK) termasuk dalam bagian usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan mempunyai peran yang cukup penting dalam membangun perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang memberikan hak kepada setiap warganya untuk ikut berpartisipasi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam

Lebih terperinci