BAB VII ASPIRASI MASYARAKAT TENTANG PENATAAN PKL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VII ASPIRASI MASYARAKAT TENTANG PENATAAN PKL"

Transkripsi

1 BAB VII ASPIRASI MASYARAKAT TENTANG PENATAAN PKL 5.3 Aspirasi Parapihak dalam Penataan PKL di Kota Tasikmalaya Secara umum semua PKL yang ada di Kota Tasikmalaya menginginkan adanya penataan agar tercipta suatu ketertiban dan kenyamanan bagi semua masyarakat Kota Tasikmalaya. Berdasarkan hasil kuesioner dan wawancara beserta seminar mengenai penataan PKL di Kota Tasikmalaya yang diadakan pada tanggal 27 Mei 2008 didapatkan bentuk penataan PKL hanya bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1. Relokasi di tempat (in-situ) 2. Relokasi ke tempat yang strategis Relokasi di tempat (in-situ) bentuknya bisa berupa penataan tempat, pengaturan lokasi berjualan berdasarkan jenis dagangan, pengaturan waktu jualan (time sharing), pengaturan sarana atau tempat untuk berjualan (baik berupa tenda ataupun gerobak, dan sebagainya). Relokasi ke tempat yang strategis berupa pemindahan lokasi PKL ke tempat yang baru yang letaknya tidak jauh dari pusat perdagangan dan jasa (tempat yang ramai, mudah dikunjungi oleh konsumen) atau berupa relokasi ke suatu gedung/pasar. Berdasarkan hasil seminar juga disepakati bahwa dalam melakukan penataan PKL di Kota Tasikmalaya dilakukan dengan musyawarah/diskusi yang kegiatannya sampai saat ini masih terus dilakukan untuk mencari formulasi konsep penataan yang optimal. Berdasarkan hasil kuesioner didapatkan tiga bentuk penataan yang diinginkan oleh masing-masing stakeholder baik yang bersifat in-situ maupun eks-situ yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 30.

2 Tabel 30 Prosentase Bentuk Penataan PKL Menurut Para Pihak No Bentuk Penataan 1. Penataan tempat, pengaturan lokasi berjualan berdasarkan jenis dagangan, penataan sarana berjualan, dan pengaturan waktu jualan (in-situ) Prosentase Menurut Para Pihak (%) PKL Pedagang Konsumen 53,66% 36,84% 37,20% 2. Direlokasi ke satu tempat yang strategis 46,34% 63,16% 60,47% 3. Ditata di suatu gedung/pasar dan - - 2,33% penempatannya sesuai jenis dagangan Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2008 Dari data di atas dapat dilihat bahwa umumnya PKL menginginkan penataan bersifat in-situ berupa penataan tempat, pengaturan lokasi berjualan berdasarkan jenis dagangan, penataan sarana berjualan, dan pengaturan waktu jualan. Sedangkan menurut pedagang formal dan konsumen menginginkan PKL di relokasi ke tempat yang strategis (ex-situ). Namun lebih lanjut lagi ketika ditanya tempat untuk relokasi yang strategis pada umumnya konsumen menyatakan lokasi yang strategis masih di daerah itu karena daerah itu merupakan pusat Kota Tasikmalaya. Lain halnya dengan pedagang formal, walaupun mereka merasa keberadaan PKL tidak mengganggu namun menginginkan PKL di relokasi ke tempat lain yang strategis, diantaranya ada yang menyarankan dipindah ke Dadaha atau lahan bekas terminal lama (Cilembang). Proses penataan ruang meliputi proses perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Begitu pula dalam penataan PKL tentunya sesuai dengan proses penataan ruang meliputi proses perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian penataan PKL. Berdasarkan hasil kuesioner terhadap PKL, konsumen, pedagang formal, dan masyarakat umum memiliki berbeda-beda tentang proporsi peranserta dari PKL, pemerintah, dan masyarakat dalam perencanaan penataan PKL. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 28. Responden PKL Responden Pedagang Responden Konsumen Responden Masyarakat 52% 9% 39% 23% 5% 72% 25% 13% 62% 6% 11% Pemerintah Masyarakat PKL 83% Gambar 28 Opini Para Pihak Tentang Proporsi Peranserta Masyarakat Dalam Perencanaan Penataan PKL

3 Berdasarkan Gambar 28 dapat dilihat bahwa menurut PKL peranserta mereka dalam perencanaan PKL proporsinya lebih besar dibandingkan dengan peranserta pemerintah dan masyarakat. Namun berbeda dengan responden pedagang, konsumen, dan masyarakat yang menyatakan bahwa peranserta pemerintah dalam perencanaan PKL memegang peranan yang dominan dibandingkan PKL dan masyarakat. Hal ini disebabkan masyarakat Kota Tasikmalaya pada umumnya kurang berpartisipasi dalam kegiatan perencanaan sehingga perencanaannya masih menganut sistem top-down. Hal itu diperkuat dengan proporsi yang diharapkan oleh masing-masing pihak dalam kegiatan pemanfaatan dan pengendalian penataan PKL Kota Tasikmalaya. Dalam kegiatan pemanfaatan ruang PKL, setiap pihak memiliki opini masing-masing yang dapat dilihat pada Gambar 29 berikut. Responden PKL Responden Pedagang Responden Konsumen Responden Masyarakat 79% 2% 19% 53% 14% 33% 33% 21% 46% 48% 24% 28% Pemerintah Masyarakat PKL Gambar 29 Opini Para Pihak Tentang Proporsi Peranserta Masyarakat Dalam Pemanfaatan Ruang PKL Dari diagram tersebut dapat dilihat bahwa dalam pemanfaatan ruang PKL menurut PKL, pedagang formal, dan masyarakat umum yang memiliki peran paling dominan adalah PKL. Namun menurut konsumen yang paling dominan dalam pemanfaatan ruang PKL adalah masyarakat karena beranggapan masyarakat yang berhak dalam memanfaatkan ruang sekitarnya. Dalam pengendalian pemanfaatan ruang menurut opini PKL, pedagang formal, konsumen, dan masyarakat yang memiliki peranserta yang dominan adalah PKL. Hal ini disebabkan PKL dan pemerintahlah yang bertanggungjawab besar dalam pengendalian pemanfaatan ruang PKL termasuk pengendalian jumlah PKL, sebarannya dan sanksi-sanksi terhadap pelanggaran aturannya. Berikut ini data mengenai opini para pihak terhadap peranserta masing-masing dalam pengendalian pemanfaatan ruang PKL.

4 Responden PKL Responden Pedagang Responden Konsumen Responden Masyarakat 38% 13% 49% 33% 7% 60% 39% 22% 39% 6% 13% Pemerintah Masyarakat PKL 81% Gambar 30 Opini Para Pihak Tentang Proporsi Peranserta Masyarakat Dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang PKL 5.4 Model Penataan PKL Kawasan Dadaha Ada beberapa teori dan kajian mengenai model penataan PKL di Indonesia diantaranya : 1. Model dengan pendekatan perspektif kebijakan publik. Model ini mengadopsi dari model kebijaksanaan teori Mc Gee dan Yeung (1977) yang meliputi 3 kebijaksanaan yakni kebijaksanaan relokalisasi, kebijaksanaan struktural, dan kebijaksanaan edukatif. Ketiga kebijaksanaan itu diuraikan dari kebijaksanaan yang sifatnya sangat lunak sampai kebijaksanaan yang sangat keras. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 31 (Rustianingsih, 2002). 2. Model penataan PKL yang saat ini sedang dijadikan percontohan oleh kotakota di Indonesia yaitu model penataan PKL Kota Solo yang dilakukan pendekatan dialogis dan komunikatif yang mengusung misi nguwongke wong cilik (memberi martabat pada orang kecil). Model penataannya dilakukan dengan membuat kawasan PKL dan membuat kantong-kantong PKL melalui relokasi, gerobak, shelter, dan tenda. 3. Model Penataan PKL Kawasan Dadaha yang dibuat oleh PKL Dadaha bersama LSM UPLINK dan HMI Tasikmalaya secara partisipatif melalui diskusi-diskusi (FGD) selama beberapa kali. Kegiatan ini diawali dengan melakukan pemetaan jumlah PKL lalu membuat suatu usulan bersama mengenai penataan PKL Kawasan Dadaha yang kemudian disampaikan kepada Pemerintah Kota Tasikmalaya dan DPRD Kota Tasikmalaya. Usulan penataan PKL yang dibuat ialah dengan cara lokalisasi (penataan PKL In-Situ) dengan menetapkan fungsi stadion sebagai kawasan multifungsi yaitu sebagai: a. Fungsi Rekreasi dan Olah Raga b. Fungsi Ekologis (Terbuka Hijau dan Hutan Kota)

5 Tabel 31 Alternatif Kebijaksanaan Terhadap Pedagang Kaki Lima di Kota (Urutan kebijaksanaan dari yang sifatnya positif ke negatif, dari kiri ke kanan) Jenis kebijakan Re Lokasi Struktural Sangat Lunak A Memperbolehkan pedagang kaki lima berjualan secara legal di lokasi yang mereka inginkan Mendukung PKL melalui: 1. Bantuan modal 2. Membujuk memasuki profesi yang lain 3. Tidak ada tindakan hukum terhadap mereka yang mempekerjakan anak-anak 4. Memperbolehkan mereka menempati sisi ruang sekitar pasar 5. Mengusahakan pengusaha besar agar mendistribusikan komoditasnya melalui PKL Lunak B Memperbolehkan mereka berjualan secara legal di beberapa lokasi dan memindahkan mereka ke pasar yang umum atau lokasi yang telah ditetapkan oleh pemkot Dukungan yang terbatas terhadap PKL dalam skala tindakan yang relatif lebih kecil di banding kolom A Agak Keras C Memindahkan mereka ke lokasi yang telah ditentukan oleh pemerintah Kurang mendukung terhadap PKL melalui tindakan pada kolom D tetapi relatif lebih lunak Sangat Keras D Bersihkan PKL dari seluruh lokasi di kota & larang mereka berjualan di kota Tidak mendukung PKL: 1. Pengenaan izin usaha yg mahal 2. Memungkinkan penerapan hukum thd mereka mela-lui berbagai pera-turan yang mem-batasi ruang gerak mereka

6 Jenis kebijakan Edukatif Mendukung PKL: Sangat Lunak A 6. PKL dianggap sebagai contoh wirausahawan yang berhasil 7. Mempengaruhi publik agar memanfaatkan pelayanan PKL 8. Mendukung filosofi pendidikan bahwa pengalaman lebih dari pada pendidikan formal Lunak B Dukungan yang terbatas melalui tindakan seperti pada kolom A tetapi dalam skala yang relatif lebih kecil Agak Keras C Kurang mendukung seperti tindakan yang ada pada kolom D tetapi dengan skala yang lebih lunak Sangat Keras D Tidak mendukung PKL melalui penekanan bahwa mungkin mereka akan menjadi sarang kriminalitas Sumber : Rustianingsih, 2002

7 100 c. Fungsi Ekonomi d. Fungsi Sosial dan Budaya Usulan di atas dibuat dengan mengelompokkan PKL kedalam kawasankawasan/kantong-kantong PKL seperti di Kota Solo dengan membuat gerobak, tenda, dan shelter. Adapun lokasi yang diusulkan oleh PKL Kawasan Dadaha terdiri atas 4 alternatif yang disajikan seperti pada Gambar 31. Alternatif Lokasi 1 (Lahan GOR Susi) Alternatif Lokasi 2 Alternatif Lokasi 3 Alternatif Lokasi 4 Gambar 31 Konsep Penataan PKL Dadaha Berdasarkan Aspirasi Masyarakat Usulan lokasi PKL Kawasan Dadaha berdasarkan gambar di atas terdiri atas empat alternatif, yaitu: 1. Alternatif lokasi 1, yaitu di lokasi parkir dan trotoar depan GOR Susi Susanti. 2. Alternatif lokasi 2, yaitu di lokasi parkir dan trotoar depan GOR Sukapura. 3. Alternatif lokasi 3, yaitu lapangan softball. 4. Alternatif lokasi 4, yaitu lahan sawah milik masyarakat. Dari empat alternatif di atas, berdasarkan hasil diskusi antar SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) Kota Tasikmalaya yang terlibat dalam penataan PKL menyatakan bahwa alternatif lokasi yang mungkin adalah alternatif lokasi 1 dan 2. Namun, berdasarkan hasil diskusi seminar isu strategis tentang penataan PKL Kota Tasikmalaya tanggal 27 Mei 2008 telah disepakati bahwa untuk menghasilkan model penataan yang optimal akan dilakukan secara partisipatif dengan duduk bersama antara berbagai pihak diantaranya PKL, LSM, tokoh masyarakat, dan pemerintah.

8 101 Dalam seminar tersebut juga disepakati secara tersurat bahwa penataan PKL di Kota Tasikmalaya dilakukan secara in-situ karena keterbatasan dana untuk melakukan relokasi ke tempat lain. Berdasarkan model 1, 2, dan 3 di atas ada kelemahan dan kelebihan masingmasing dimana tiap model sebenarnya tergantung pada kemauan pemerintah sendiri. Kebijaksanaan yang diterapkan baik yang bersifat lunak ataupun keras jika aparat pemerintah mau melaksanakan kebijaksanaan itu, maka tentu saja implementasinya akan baik. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa bentuk penataan PKL di Kota Tasikmalaya berdasarkan aspirasi masyarakat terdiri atas tiga bentuk yaitu : a. penataan tempat, pengaturan lokasi berjualan berdasarkan jenis dagangan, pengaturan waktu jualan (time sharing), pengaturan sarana atau tempat untuk berjualan (baik berupa tenda ataupun gerobak, dsb); b. relokasi PKL ke tempat yang baru yang letaknya tidak jauh dari pusat perdagangan dan jasa (tempat yang ramai mudah dikunjungi oleh konsumen); c. relokasi ke suatu gedung/pasar. Dari ketiga bentuk penataan ini memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing yang disajikan dalam Tabel 32. Sedangkan berdasarkan model penataan PKL dengan pendekatan perspektif kebijakan publik terdapat tiga jenis kebijaksanaan, yaitu relokasi, struktural, dan edukatif. Kelemahan dan kelebihan dari kebijaksanaan relokasi telah diuraikan di atas. Sedangkan jika kita lihat kelemahan dan kelebihan dari kebijaksanaan struktural dan edukatif dapat dilihat pada Tabel 33. Dari model-model di atas, berdasarkan hasil kuesioner dan wawancara didapatkan dua hal mengenai aspirasi PKL dan masyarakat terkait penataan PKL yaitu : 1. PKL yang berada di pusat kota (selain Kawasan Dadaha) menginginkan penataan bersifat in-situ, yaitu penataan lokasi PKL dengan penyeragaman sarana berdagang dengan lokasi seperti saat ini. 2. PKL Kawasan Dadaha mengusulkan empat alternatif lokasi bagi PKL dengan konsep seperti yang dilakukan oleh Kota Solo dengan mengelompokkan PKL kedalam kawasan-kawasan/kantong-kantong PKL dengan membuat gerobak, tenda, dan shelter.

9 102 Tabel 32 Kelebihan dan Kelemahan Bentuk Penataan PKL Berdasarkan Aspirasi Masyarakat Kota Tasikmalaya No. Bentuk Penataan Kelebihan Kelemahan 1. Penataan tempat, pengaturan lokasi berjualan berdasarkan jenis dagangan, pengaturan waktu jualan, pengaturan sarana berdagang 2. Direlokasi ke satu tempat yang strategis 3. Ditata di suatu gedung/pasar dan penempatannya sesuai jenis dagangan Pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar, tetapi hanya perlu kesepakatan antara pemerintah, PKL dan Masyarakat sekitar. Tidak akan terjadi bentrok kepentingan antara PKL dengan Pedagang formal. Penataan bekas PKL akan lebih mudah sehingga estetika lingkungan akan terjaga Penataan bekas PKL akan lebih mudah sehingga estetika lingkungan akan terjaga, terutama bila penataan ruangnya berdasarkan kegiatan. kekhususan Diperlukan kontrol yang kuat terhadap pertumbuhan jumlah, dan lokasi berjualan baik oleh pemerintah, masyarakat maupun PKL itu sendiri Diperlukan biaya yang relatif besar terutama untuk penyediaan ruang. Kontrol yang kuat terhadap bekas lokasi berjualan baik oleh pemerintah, masyarakat maupun PKL itu sendiri agar tidak digunakan lagi oleh PKL lama maupun Baru. Tempat yang baru belum tentu disepakati oleh PKL Diperlukan biaya yang relatif besar terutama untuk penyediaan ruang. Akan terjadi bentrok kepentingan dengan pedagang tuan rumah Kontrol yang kuat terhadap bekas lokasi berjualan baik oleh pemerintah, masyarakat maupun PKL itu sendiri agar tidak digunakan lagi oleh PKL lama maupun Baru. Tabel 33 Kelebihan dan Kelemahan Kebijaksanaan Struktural dan Edukatif Dalam Penataan PKL No. Bentuk Penataan Kelebihan Kelemahan 1. Struktural - Jika kebijaksanaannya lunak - Jika kebijaksanaannya bersifat berarti pemerintah mempunyai keras, berarti pemerintah kurang perhatian dan peranan besar peduli terhadap PKL karena terhadap penataan PKL - Akan tercipta suatu penataan yang kebijakannya tidak mendukung PKL. terarah karena danya pengatturan - Perkembangan PKL tidak akan dari pemerintah bersama PKL dan masyarakat terkendali dan akan terus terjadi kucing-kucingan antara aparat dan PKL karena kebijakan yang 2. Edukatif - PKL dianggap sebagai contoh wirausahawan yang berhasil memberatkan PKL Tidak adanya dukungan dari pemerintah akan menimbulkan perkembangan PKL yang semakin tak terkendali dan kenyamanan serta ketertiban kota semakin memburuk

10 Tinjauan Terhadap Trayek Angkutan Umum Infrastruktur merupakan salah satu elemen penting dalam perencanaan suatu kota karena merupakan penghubung dalam pergerakan aktivitas masyarakatnya. Begitupula di Kota Tasikmalaya, untuk mendukung aktivitas masyarakat seharihari dibangun sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan ekonomi masyarakat serta sarana dan prasarana transportasi sebagai alat bagi masyarakat untuk melakukan pergerakan. Berkaitan dengan sarana transportasi sebagai akses bagi masyarakat Kota Tasikmalaya dalam melakukan aktivitas ekonomi dan aktivitas lainnya, Pemerintah Kota Tasikmalaya telah menetapkan rute trayek angkutan umum yang melayani trayek dalam kota berupa angkutan kota sebanyak 19 trayek sesuai dengan Peraturan Walikota Tasikmalaya No. 11 tahun Trayek angkutan umum ini dapat digunakan oleh pemerintah untuk melakukan rekayasa transportasi dalam rangka penataan PKL dengan mengubahubah trayek angkutan umum itu sehingga suatu lokasi dapat dihidupkan dan dimatikan. Gambaran mengenai trayek angkutan umum dapat dilihat pada Gambar 32. Berdasarkan data trayek angkutan kota di Kota Tasikmalaya didapatkan bahwa dari 19 trayek angkutan kota terdapat 11 trayek yang melalui pusat kota. Dari hal itu, bisa kita lihat bahwa kebijakan Pemerintah Kota Tasikmalaya memusatkan semua pergerakan melalui pusat kota karena fungsi/kegiatan yang diembannya diantaranya : 1. perkantoran pemerintahan, 2. perdagangan dan jasa skala regional dan kota, 3. ruang terbuka utama kota (alun-alun) dan taman kota, 4. fasilitas umum/sosial skala kota dan regional, 5. perumahan/permukiman pusat kota. Berdasarkan fungsi pusat kota di atas, maka dapat dibayangkan besarnya tingkat keramaian pergerakan masyarakat di Kota Tasikmalaya. Penetapan trayek angkutan umum melalui pusat kota yang dilandasi oleh fungsi pusat kota sebagai pusat perdagangan dan jasa (CBD) mengakibatkan berkembangnya perdagangan formal di daerah itu yang menimbulkan efek multiplier terhadap

11 104

12 105 timbulnya PKL di pusat kota. Hal itu tentu saja menjawab alasan mengapa PKL tumbuh di pusat kota dan pada saat dipindahkan ke lokasi lain yang tidak begitu jauh dari pusat kota, PKL itu kembali lagi. Fenomena ini tentusaja tidak terlepas dari penetapan kebijakan trayek angkutan itu. Berdasarkan hal itu, Pemerintah Kota Tasikmalaya bisa saja merelokasi para PKL ke daerah lain, misalnya ke bekas Terminal Cilembang dengan mengalihkan jalur angkutan kota yang ada ke daerah itu sehingga aktivitas ekonomi bisa lebih menyebar dan tidak terpusat di pusat kota serta masalah kemacetan akan teratasi. Dengan melakukan hal itu, akan memberikan manfaat bagi berbagai pihak diantaranya: Pemerintah Kota Tasikmalaya akan mudah melakukan pengendalian terhadap kegiatan para PKL, PKL memiliki ruang untuk melakukan kegiatannya, konsumen/masyarakat tidak akan terganggu haknya karena ruang publik yang digunakan PKL mengganggu aktivitasnya serta masyarakat yang ingin berbelanja di tempat PKL langsung datang ke daerah yang diperuntukkan bagi PKL itu. Dengan demikian, kota akan terlihat rapi, tertib, dan teratur tanpa menghilangkan hak orang lain. Selain itu, masalah penataan PKL juga bisa dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan wilayah yang berbatasan dengan Kota Tasikmalaya seperti dengan Kabupaten Tasikmlaya, Kabupaten Ciamis, dan Kabupaten Garut. Bisa saja dari ketiga daerah itu bersedia untuk menampung PKL dengan menetapkan suatu kawasan tertentu sebagai kawasan PKL. Namun, tentu saja untuk melakukan hal ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. 7.4 Ringkasan Berdasarkan hasil diskusi, penataan PKL di Kota Tasikmalaya dilakukan dengan relokasi in-situ (di tempat) dengan melakukan penataan sarana berdagang, pengaturan waktu berdagang (time sharing), dan penataan lokasi berdagang berdasarkan jenis dagangan (ada yang campuran dan ada yang homogen. Hal itu diperkuat dengan hasil penelitian yang menyatakan sebesar 53,66% PKL menginginkan relokasi bersifat in-situ, tetapi pedagang dan konsumen (masyarakat) menginginkan di relokasi ke tempat lain yang strategis. Berkaitan

13 106 dengan lokasi yang strategis, berdasarkan hasil kuesioner ternyata masyarakat menginginkan relokasi in-situ dan pedagang formal ingin PKL di relokasi ke tempat lain seperti bekas Terminal Cilembang atau ke Dadaha. Aspirasi PKL, masyarakat, dan pedagang formal terkait penataan PKL ini sebenarnya sudah diajukan pada pemerintah bahkan legislatif dari beberapa tahun yang lalu melalui beberapa kali proses diskusi, namun karena kebijakan itu hanya suatu kamuflase yang dilandasi janji-janji politik yang bersifat laten sehingga aspirasi itu tidak ditampung dan akibatnya menimbulkan ketidakpercayaan PKL terhadap pemerintah. Aspirasi yang disampaikan oleh PKL di pusat kota menginginkan bantuan modal usaha untuk mengembangkan usaha mereka sehingga pada masa yang akan datang bisa menjadi usaha yang formal dan saat ini hanya menginginkan adanya penataan bersifat in-situ berupa penataan sarana berdagang, penataan waktu berdagang (time sharing), dan penataan lokasi berdasarkan jenis dagangan baik yang homogen maupun heterogen. Lain halnya dengan PKL Kawasan Dadaha yang menginginkan relokasi tapi masih di sekitar Kawasan Dadaha dengan mengajukan empat alternatif lokasi dimana alternatif lokasi 1 (depan GOR Susi) dan alternatif lokasi 2 (depan GOR Sukapura) merupakan lokasi yang paling memungkinkan untuk relokasi PKL Dadaha menurut Pemerintah Kota Tasikmalaya. Adapun konsep penataan yang dimungkinkan di Kawasan Dadaha baik menurut PKL, masyarakat maupun Pemerintah Kota Tasikmalaya adalah mengikuti konsep yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta melalui pembuatan tenda, gerobak, dan shelter. Dalam melakukan penataan PKL, proses perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian setiap pihak memiliki opini sendiri. Berikut ini tabel dari hasil kuesioner terhadap pihak yang terkait penataan PKL. Tabel 34 Opini Para Pihak Terkait Penataan PKL No. Proses Pihak yang Memiliki Peran Paling Besar Penataan PKL Konsumen Pedagang Masyarakat 1. Perencanaan PKL Pemerintah Pemerintah Pemerintah 2. Pemanfaatan PKL Masyarakat PKL PKL 3. Pengendalian Pemerintah Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2008 Pemerintah dan PKL Pemerintah Pemerintah

14 107 Berdasarkan Tabel 34 dapat dilihat bahwa keinginan dari setiap pihak sudah tepat dimana pada proses perencanaan yang harus berperan lebih banyak yaitu PKL dan pemerintah, pada proses pemanfaatan tentunya PKL lebih besar perannya, dan pada proses pengendalian yang lebih berperan pemerintah dan PKL.

BAB VI TINJAUAN KEBIJAKAN PENATAAN RUANG TERHADAP PENATAAN PKL

BAB VI TINJAUAN KEBIJAKAN PENATAAN RUANG TERHADAP PENATAAN PKL BAB VI TINJAUAN KEBIJAKAN PENATAAN RUANG TERHADAP PENATAAN PKL 5.2 Tinjauan Kebijakan Penataan Ruang Kota Tasikmalaya terhadap Penataan PKL Kajian terhadap kebijakan penataan pedagang kaki lima (PKL) di

Lebih terperinci

BAB VIII ALTERNATIF MODEL PENATAAN PKL DI KOTA TASIKMALAYA

BAB VIII ALTERNATIF MODEL PENATAAN PKL DI KOTA TASIKMALAYA 108 BAB VIII ALTERNATIF MODEL PENATAAN PKL DI KOTA TASIKMALAYA 8.1 Analisis Keterkaitan Karakteristik PKL, Kebijakan Penataan Ruang tentang Penataan PKL, dan Aspirasi Masyarakat tentang Model Penataan

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERSTIK PKL DAN KONSUMEN

BAB V KARAKTERSTIK PKL DAN KONSUMEN BAB V KARAKTERSTIK PKL DAN KONSUMEN 5.1 Karakteristik PKL Karakteristik pedagang kaki lima (PKL) dapat dilihat dari indikasi dalam hal fungsi kegiatannya, tingkat pendidikan, jenis dagangan, lamanya berprofesi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Tasikmalaya, dengan lingkup wilayah studi area PKL di BWK I. Alasan dipilihnya BWK I karena kawasan ini merupakan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Oleh : BENI ANGGID LAKSONO L2D

TUGAS AKHIR. Oleh : BENI ANGGID LAKSONO L2D KONTRIBUSI TAMAN BERMAIN WONDERIA TERHADAP ARUS LALU LINTAS DI PENGGAL RUAS JALAN SRIWIJAYA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : BENI ANGGID LAKSONO L2D 301 321 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Manajemen Relokasi Pedagang Kaki Lima Taman Menteri Supeno di Kota Semarang

Manajemen Relokasi Pedagang Kaki Lima Taman Menteri Supeno di Kota Semarang 1 ARTIKEL Manajemen Relokasi Pedagang Kaki Lima Taman Menteri Supeno di Kota Semarang Fikry, Larasati, Sulandari Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Oleh: RICO CANDRA L2D

TUGAS AKHIR. Oleh: RICO CANDRA L2D STUDI KONTRIBUSI PLAZA CITRA MATAHARI DAN TERMINAL BUS MAYANG TERURAI TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DI PENGGAL RUAS JALAN TUANKU TAMBUSAI KOTA PEKANBARU TUGAS AKHIR Oleh: RICO CANDRA L2D 301 330 JURUSAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Geografi merupakan pencitraan, pelukisan atau deskripsi tentang keadaan bumi.

I. PENDAHULUAN. Geografi merupakan pencitraan, pelukisan atau deskripsi tentang keadaan bumi. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Geografi merupakan pencitraan, pelukisan atau deskripsi tentang keadaan bumi. Geografi sendiri dalam perkembangannya mengaitkan pendekatan kelingkungan dan kewilayahan

Lebih terperinci

S - 16 KAJIAN PENATAAN PKL BERDASARKAN PREFERENSI PKL DAN PERSEPSI MASYARAKAT DI KAWASAN PASAR SUDIRMAN PONTIANAK

S - 16 KAJIAN PENATAAN PKL BERDASARKAN PREFERENSI PKL DAN PERSEPSI MASYARAKAT DI KAWASAN PASAR SUDIRMAN PONTIANAK S - 16 KAJIAN PENATAAN PKL BERDASARKAN PREFERENSI PKL DAN PERSEPSI MASYARAKAT DI KAWASAN PASAR SUDIRMAN PONTIANAK Neva Satyahadewi 1, Naomi Nessyana Debataraja 2 1,2 Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa pedagang

Lebih terperinci

BAB 5 KESENJANGAN KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA

BAB 5 KESENJANGAN KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA BAB 5 KESENJANGAN KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA Pada bab ini akan lebih dibahas mengenai sarana prasarana penunjang kegiatan pariwisata. Permasalahan sarana prasarana

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI TAMAN SERIBU LAMPU KOTA CEPU TUGAS AKHIR. Oleh: IKA PRASETYANINGRUM L2D

IDENTIFIKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI TAMAN SERIBU LAMPU KOTA CEPU TUGAS AKHIR. Oleh: IKA PRASETYANINGRUM L2D IDENTIFIKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI TAMAN SERIBU LAMPU KOTA CEPU TUGAS AKHIR Oleh: IKA PRASETYANINGRUM L2D 306 010 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arus reformasi telah berhasil menumbangkan pemerintahan Orde Baru yang otoriter. Faktor keruntuhan Orde Baru selain karena kekuasaan yang otoriter juga dipicu

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: DIAN HERYANI L2D 002 393 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR O l e h : R.B. HELLYANTO L 2D 399 247 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL. Inspektorat Kabupaten Bantul. PELAYANAN UMUM. PRASARANA. Hari. Kawasan. Bebas Kendaraan Bermotor.

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL. Inspektorat Kabupaten Bantul. PELAYANAN UMUM. PRASARANA. Hari. Kawasan. Bebas Kendaraan Bermotor. 1 2016 No.37,2016 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL Inspektorat Kabupaten Bantul. PELAYANAN UMUM. PRASARANA. Hari. Kawasan. Bebas Kendaraan Bermotor. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 15 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 15 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 15 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTER AKTIVITAS DAN KARAKTER BERLOKASI PKL DI KOTA SURAKARTA

HUBUNGAN KARAKTER AKTIVITAS DAN KARAKTER BERLOKASI PKL DI KOTA SURAKARTA HUBUNGAN KARAKTER AKTIVITAS DAN KARAKTER BERLOKASI PKL DI KOTA SURAKARTA MURTANTI JANI R, S.T., M.T. PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET, SURAKARTA RINA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGATURAN, PENERTIBAN DAN PENGAWASAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGATURAN, PENERTIBAN DAN PENGAWASAN PEDAGANG KAKI LIMA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGATURAN, PENERTIBAN DAN PENGAWASAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN

PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERANGIN, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU TAHUN : 2004 NOMOR : 16 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PENERTIBAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lima yang dilakukan oleh aparat pemerintah, seakan-akan para Pedagang

BAB I PENDAHULUAN. Lima yang dilakukan oleh aparat pemerintah, seakan-akan para Pedagang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era zaman modern ini, keberadaan pedagang kaki lima / PKL di kota-kota besar merupakan suatu fenomena kegiatan perekonomian rakyat kecil yang akhir-akhir

Lebih terperinci

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Kota Payakumbuh yang strategis menjadikannya sebagai salah satu kota yang memainkan peran penting di Propinsi Sumatera Barat. Kota Payakumbuh merupakan gerbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa dengan semakin banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pedagang kaki lima adalah bagian dari aktivitas ekonomi yang merupakan kegiatan pada sektor informal. Kegiatan ini timbul karena tidak terpenuhinya kebutuhan pelayanan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR

STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR Oleh: HAPSARI NUGRAHESTI L2D 098 433 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA Dhian Krisna Kusuma Umar Mansyur Ni Made Esti Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

KKPP Perumahan & PENERAPAN TEKNOLOGI UNTUK REHABILITASI PERMUKIMAN PASKA-BENCANA DENGAN PENDEKATAN BERTUMPU MASYARAKAT

KKPP Perumahan & PENERAPAN TEKNOLOGI UNTUK REHABILITASI PERMUKIMAN PASKA-BENCANA DENGAN PENDEKATAN BERTUMPU MASYARAKAT SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI IV Kampus Pusat Universitas Teknologi Yogyakarta Yogyakarta, 5 April 2007 --- ISBN 978-979-1334-20-4 PENERAPAN TEKNOLOGI UNTUK REHABILITASI PERMUKIMAN PASKA-BENCANA DENGAN PENDEKATAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penyusunan konsep simbiosis mutualistik untuk penataan PKL Samanhudi erat kaitannya dengan karakter masing-masing pelaku dan konflik kepentingan serta konflik

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. masyarakat dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. masyarakat dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis terhadap data di lapangan dan kuesioner masyarakat dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Elemen yang menjadi identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dapat memberikan pengaruh positif sekaligus negatif bagi suatu daerah. Di negara maju pertumbuhan penduduk mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan pertanyaan penelitian yaitu: mengetahui karakteristik

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN DAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil (1995:104):

I. PENDAHULUAN. Menurut C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil (1995:104): I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR : 16 TAHUN 2002 TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR : 16 TAHUN 2002 TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR : 16 TAHUN 2002 TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir ini banyak negara berkembang menaruh perhatian yang khusus terhadap industri pariwisata, hal ini jelas terlihat dengan banyaknya program pengembangan

Lebih terperinci

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR Oleh: SULISTIANTO L2D 306 023 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.607,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

Membangun Struktur & Kultur Baru Dalam Transportasi Umum. Dr. Yayat Supriatna, MSP Planologi Universitas Trisakti

Membangun Struktur & Kultur Baru Dalam Transportasi Umum. Dr. Yayat Supriatna, MSP Planologi Universitas Trisakti Membangun Struktur & Kultur Baru Dalam Transportasi Umum Dr. Yayat Supriatna, MSP Planologi Universitas Trisakti Makna Pembangunan Kota HUKUM EKONO MI AGAMA KESEHAT AN PEMB. MANUSIA POLITIK FISIK LINGKUNG

Lebih terperinci

- Dasar Hukum Peraturan Daerah ini adalah :

- Dasar Hukum Peraturan Daerah ini adalah : PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA 12 HLM, LD Nomor 5 SERI D ABSTRAK : - bahwa

Lebih terperinci

Indikator Konten Kuesioner

Indikator Konten Kuesioner Indikator Konten Kuesioner No Variabel Pertanyaan 1 Internal (Kekuatan dan Kelemahan) 1. Bagaimana pendapat anda mengenai lokasi (positioning) kawasan jasa dan perdagangan di Jalan Pamulang Raya, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Dengan memperhatikan kondisi, potensi, permasalahan, tantangan, peluang yang ada di Kota Bogor, dan mempertimbangkan

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG

KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG (Wilayah Studi : Jalan Pahlawan-Kusumawardhani-Menteri Soepeno) TUGAS

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN NN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 4 TAHUN 2010 T E N T A N G PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

6 RANCANGAN PROGRAM PENATAAN PKL

6 RANCANGAN PROGRAM PENATAAN PKL 69 6 RANCANGAN PROGRAM PENATAAN PKL Rancangan Program Berdasarkan alternatif strategi yang didapat dari proses analisis AHP, maka diperlukan penjabaran dari strategi berupa program yang dapat menjadi bagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang ikut mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO Menimbang

Lebih terperinci

REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN

REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN Alderina 1) Fransisco HRHB 2) ABSTRAKSI Tujuan penelitian ; mengetahui karakteristik dan potensi Pedagang Kaki Lima di kawasan

Lebih terperinci

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG ANGKUTAN ORANG DENGAN SEPEDA MOTOR

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG ANGKUTAN ORANG DENGAN SEPEDA MOTOR SALINAN WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG ANGKUTAN ORANG DENGAN SEPEDA MOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA DEPOK, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Pranata Pembangunan Pertemuan 14 Penertiban Kaki lima

Pranata Pembangunan Pertemuan 14 Penertiban Kaki lima Pranata Pembangunan Pertemuan 14 Penertiban Kaki lima Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa dapat mengkritisi issue issue yang terkait dengan kakilima berdasarkan peraturan yang terkait Fenomena kaki lima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, kota-kota besar masih merupakan tujuan bagi mereka yang ingin memperbaiki nasib dan meningkatkan tarap kehidupannya. Dengan asumsi bahwa kota

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 VISI DAN MISI SKPD V i s i TERWUJUDNYA PELAYANAN TRANSPORTASI YANG HANDAL SERTA PELAYANAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA YANG TERTIB DI KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan kaki atau orang yang berjalan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini menghasilkan informasi komprehensif terkait pelaksanaan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini menghasilkan informasi komprehensif terkait pelaksanaan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini menghasilkan informasi komprehensif terkait pelaksanaan kebijakan pengendalian parkir dengan penggembokan roda. Penggunaan pendekatan top-down dan bottom-up sekaligus

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN Dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, permasalahan, tantangan, peluang yang ada di Kota Jambi, dan mempertimbangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB III IMPLEMENTASI TENTANG LARANGAN MENGALIHFUNGSIKAN TROTOAR DAN SUNGAI YANG AKTIF UNTUK TEMPAT BERDAGANG PADA PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011

BAB III IMPLEMENTASI TENTANG LARANGAN MENGALIHFUNGSIKAN TROTOAR DAN SUNGAI YANG AKTIF UNTUK TEMPAT BERDAGANG PADA PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 BAB III IMPLEMENTASI TENTANG LARANGAN MENGALIHFUNGSIKAN TROTOAR DAN SUNGAI YANG AKTIF UNTUK TEMPAT BERDAGANG PADA PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG KETERTIBAN UMUM DAN KETENTRAMAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang terus membenahi dirinya melalui pembangunan di segala bidang agar dapat menjadi negara yang makmur setara dengan negara-negara maju

Lebih terperinci

1. BAB 1 PENDAHULUAN

1. BAB 1 PENDAHULUAN 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai kota pendidikan, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi salah satu provinsi yang setiap tahun ramai dikunjungi pendatang baru. Banyaknya perguruan tinggi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ACUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERUMAHAN TAPAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ACUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERUMAHAN TAPAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ACUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERUMAHAN TAPAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Formulasi Kebijakan Publik Ripley dan David Eastone, yang telah peneliti

BAB VI PENUTUP. Formulasi Kebijakan Publik Ripley dan David Eastone, yang telah peneliti 1 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Penelitian dengan tujuan mendeskripsikan proses Formulasi Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN 2011 2031 UMUM Ruang wilayah Kabupaten Karawang dengan keanekaragaman

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seli Septiana Pratiwi, 2014 Migran PKl dan dampaknya terhadap ketertiban sosial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seli Septiana Pratiwi, 2014 Migran PKl dan dampaknya terhadap ketertiban sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan manusia tidak dapat hidup sendiri, oleh sebab itu manusia tersebut menyatu pada struktur masyarakat guna mencapai tujuan yang di cita-citakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Pariwisata juga merupakan suatu komponen dari pola

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Pariwisata juga merupakan suatu komponen dari pola 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kepariwisataan di Indonesia yang sedang digalakkan dewasa ini, pada hakikatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pariwisata juga merupakan

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN KAWASAN BEBAS KENDARAAN BERMOTOR MALAM HARI (CAR FREE NIGHT) DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 NOMOR 3

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 NOMOR 3 LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 NOMOR 3 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MIMIKA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MIMIKA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MIMIKA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MIMIKA, Menimbang : a. bahwa pedagang kaki lima sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar Tradisional merupakan pasar yang memiliki keunggulan bersaing alamiah yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area penjualan

Lebih terperinci

DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN MUSI RAWAS

DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN MUSI RAWAS DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN MUSI RAWAS KATA PENGANTAR Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas sebagai salah satu SKPD di Kabupaten Musi Rawas memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MIMIKA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MIMIKA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MIMIKA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MIMIKA, Menimbang : a. bahwa pedagang kaki lima sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tata ruang dalam perkotaan lebih kompleks dari tata ruang pedesaan,

BAB I PENDAHULUAN. Tata ruang dalam perkotaan lebih kompleks dari tata ruang pedesaan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tata ruang dalam perkotaan lebih kompleks dari tata ruang pedesaan, kawasan di perkotaan biasanya dibagi dalam beberapa zona: perumahan dan pemukiman; perdagangan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tergolong tinggi. Saat ini jumlah pengangguran di Indonesia terbuka ada 7,7 juta jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. masih tergolong tinggi. Saat ini jumlah pengangguran di Indonesia terbuka ada 7,7 juta jiwa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu negara akan selalu berhubungan dengan jumlah penduduk dari suatu negara tersebut. Jika ekonomi suatu negara meningkat maka akan mengurangi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari berbagai macam uraian pada bab kelima dan keenam, dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai penelitian ini. Kesimpulan tersebut diantaranya adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dan semakin luas di berbagai kota di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dan semakin luas di berbagai kota di Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan masyarakat saat ini menuntut setiap orang untuk berupaya berdayaguna dalam upaya meningkatkan taraf hidupnya kearah yang lebih baik. Baik itu melalui

Lebih terperinci

SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) 8/28/2015

SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) 8/28/2015 SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) 1 8/28/2015 ACTION PLAN Dari Hasil Pra Evaluasi Sakip,maka Dinas Perhubungan Kota Malang Menyusun Action Plan Sebagai Aksi Perbaikan Kinerja Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apalagi untuk kehidupan di kota-kota besar, seperti: Jakarta, Bandung, Semarang,

BAB I PENDAHULUAN. Apalagi untuk kehidupan di kota-kota besar, seperti: Jakarta, Bandung, Semarang, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti sekarang, persaingan dalam hidup semakin berat. Apalagi untuk kehidupan di kota-kota besar, seperti: Jakarta, Bandung, Semarang,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI WILAYAH KOTA MALANG

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI WILAYAH KOTA MALANG PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI WILAYAH KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUISIONER DATA UMUM PKL DI KOTA BOGOR

LAMPIRAN KUISIONER DATA UMUM PKL DI KOTA BOGOR 80 LAMPIRAN Lampiran 1 Kuisioner untuk KUISIONER DATA UMUM DI KOTA BOGOR A. IDENTIFIKASI RESPONDEN A.1. Nama Responden : A.2. Alamat : A.3. Jenis Kelamin : 1 Laki-laki 2 Perempuan A.4. Umur Bapak/Ibu :.Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota adalah sebuah tempat dimana manusia hidup, menikmati waktu luang, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan manusia lain. Kota juga merupakan wadah dimana keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pedagang Kaki Lima dahulu dikenal dengan pedagang emperan jalan dan kemudian disebut pedagang kaki lima. Saat ini, istilah pedagang kaki lima digunakan untuk menyebut

Lebih terperinci

WALIKOTA MALANG. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) ;

WALIKOTA MALANG. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) ; S A L I N A N NO. 01/C, 2000 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI WILAYAH KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil evaluasi lokasi alternatif dalam rangka pemindahan PKL di Koridor Fly Over Cimindi dapat ditarik kesimpulan dan diberikan rekomendasi yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA SALINAN BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN 2015 SALINAN BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG

BUPATI PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG BUPATI PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA 1 WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN, PENERTIBAN DAN PENGAWASAN PEDAGANG KREATIF LAPANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam rangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALI KOTA TASIKMALAYA NOMOR 107 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KOMPLEK DADAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a.

Lebih terperinci