PENGARUH KEBIJAKAN DALAM UPAYA PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN TERHADAP PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA ALEX YUNGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH KEBIJAKAN DALAM UPAYA PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN TERHADAP PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA ALEX YUNGAN"

Transkripsi

1 PENGARUH KEBIJAKAN DALAM UPAYA PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN TERHADAP PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA ALEX YUNGAN DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Kebijakan Dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Terhadap Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Alex Yungan NIM E

4 ABSTRAK ALEX YUNGAN. Pengaruh Kebijakan Dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Terhadap Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. Dibimbing oleh BAMBANG HERO SAHARJO. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca menimbulkan pemanasan global dan perubahan iklim. Kebijakan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, ternyata belum mampu mempengaruhi penurunan emisi gas rumah kaca, sehingga kondisi tersebut akan berdampak terhadap pemanasan global dan perubahan iklim. Hal tersebut tentunya menjadi pertanyaan apakah keputusan pemerintah telah berjalan efektif atau justeru sebaliknya. Tujuan dari penelitian ini yaitu 1) untuk mengkaji keberadaan keputusan pemerintah dalam menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca (EGRK) pada periode yang disertai kebijakan pengendalian kebakaran hutan dan lahan; 2) Komitmen pemerintah dalam menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca (EGRK) akibat kebakaran hutan dan lahan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara, sedangkan data sekunder diperoleh dengan teknik pengumpulan data dengan dokumen dari Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup. Data sekunder dianalisis menggunakan analisis deskriptif. Selain itu, uji korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara hotspot dan luas kebakaran hutan. Korelasi antara hotspot dengan luas kebakaran hutan di Indonesia tahun sebesar 51.03%, sementara di 11 Provinsi Indonesia yaitu, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Barat sebesar 61.25%. Hal ini menunjukan korelasi positif antara hotspot dengan luas kebakaran hutan. Hasil analisis data sekunder menunjukkan bahwa komitmen pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca, terutama akibat kebakaran hutan adalah kontraproduktif. Tren hotspot di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun Peningkatam hotspot berdampak terhadap peningkatan luas kebakaran hutan. Akhirnya, emisi gas rumah kaca yang dilepas ke atmosfer juga semakin besar. Hal ini berarti regulasi/kebijakan pemerintah bersifat tidak (mampu) menghasilkan dalam implementasinya. Informasi ini diharapkan mampu memberikan solusi penyelesaian masalah pengendalian kebakaran hutan dan lahan terutama dalam menurunkan emisi gas rumah kaca melalui kebijakan pemerintah Indonesia. Kata kunci : emisi gas rumah kaca, hotspot, kebakaran hutan dan lahan, kebijakan pemerintah.

5 ABSTRACT ALEX YUNGAN. Influence Policy Forest Fire and Land Control Against Greenhouse Gas Emission Reduction. Supervised by BAMBANG HERO SAHARJO. Global warming and climate change occurs due to an increasing of concentrations of greenhouse gases. Indonesian forest fires and land policy has not been able to reduce the greenhouse gas emissions, so that condition will have an impact to global warming and climate change. The main question about government's decision regarding this matter are effectiveness of the policies. The purpose of this study is 1) to reviewing presence the government s decision in reduce Greenhouse Gas Emissions (GGE) in the period that accompanied the policy control of forest fire and land; 2) The government's commitment to reduce Greenhouse Gas Emissions (GGE) due to fire forest and land. Primary and secondary data was used in this study. Primary data obtained by interviews, while secondary data obtained by desk study of Ministry of Forestry and the Ministry of Environment documents. Secondary data were analyzed using descriptive analysis. In this study also conducted statistical tests, which is correlation test, to determine the correlation between forest hotspot and the amount of forest fires. Correlation between hotspot with the amount of forest fires in Indonesia by year was 51.03%, while in 11 Indonesian province namely, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Barat of 61.25%. The correlation test shows a positive correlation between hotspots with widespread forest fires. Secondary data analysis of the results showed that the government's commitment to reduce the greenhouse gas emissions, mainly from forest fires is counterproductive. It shows that the trends of hotspot in Indonesia was increased by year The increasing of hotspot resulted to the amount of forest fire. These fact lead the increasing greenhouse gas emissions amount released into the atmosphere. This means that the government policies implementation does not reach the objectives. This study are expected to provide a solution for of forest fire policy problems, particularly in reducing greenhouse gas emissions programs through Indonesian government policies. Keywords: greenhouse gas emissions, hotspot, forest fires and land, government policy

6 PENGARUH KEBIJAKAN DALAM UPAYA PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN TERHADAP PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA ALEX YUNGAN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

7

8

9 Judul Skripsi : Pengaruh Kebijakan Dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Terhadap Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Nama : Alex Yungan NIM : E Disetujui oleh Prof Dr Ir Bambang Hero Saharjo, M.Agr Pembimbing I Diketahui oleh Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari hingga Mei 2013 ialah kebijakan penurunan emisi gas rumah kaca akibat kebakaran hutan dan lahan, dengan judul Pengaruh Kebijakan Dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Terhadap Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Bambang Hero Saharjo, M.Agr selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan berharga kepada penulis dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Agus Priyono Kartono, M.Si selaku dosen penguji dan Dr Ir Noor Farikhah Haneda, MS selaku ketua sidang yang telah memberikan saran dan masukan bagi kesempurnaan skripsi ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada bapak Jaya, Sumantri dan Deni dari Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan, yang telah membantu selama pengumpulan data. Khususnya kepada ibu, Suwarni, dan ayah, Edyon Gemady Mulia Harahap S.Pd terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan atas segala doa dan kasih sayangnya yang tidak dapat dibalas dengan dan dalam bentuk apapun. Semoga Allah SWT membalas kebaikanmu, ibu, ayah. Amin. Kepada Jamaludin M. Ali dan bunda Lely, uwak Ramly Rasyid dan keluarga, bunda Cut Laily dan keluarga, terima kasih atas perhatian dan kebaikannya kepada penulis, serta seluruh keluarga, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala doa dan kasih sayangnya. Kepada keluarga besar Departemen Silvikultur, terima kasih atas bantuannya dalam pengurusan administrasi seminar, ujian skripsi dan sebagainya, serta keluarga besar Laboratorium Kebakaran Hutan atas bantuannya kepada penulis. Kepada kawan-kawan HMI Komisariat Fakultas Kehutanan IPB, Wira Ary Ardana, Arifin, Ardiansyah Putra, Laswi Irmayanti, Azizah, terima kasih banyak atas perkawanannya yang begitu intim, melebihi saudara/i sekandung. Kawankawan Fahutan IPB senasib sepenanggungan, bang Handyan Atyanto Putro, Nichie Valentino, Adi Dzikrullah Bahri, Rinal Syahputra Lubis, Rusdi Indra Safutra, Rizky Saputra, Anggiana Ginanjar terima kasih atas korsa dan perkawanannya yang begitu mesra. Kawan-kawan Fahutan IPB 44, Bayu Pranayudha, Sri Wahyuni, Sri Handayani, Topik Hidayat, Yasser Pramana, Risky Mohfar, Mustofa, Irham (Mbek), Renato, Djayus, Singgih, Andri, Lembong, serta seluruh kawan-kawan (SVK, MNH, THH, dan KSHE) yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas korsanya. Kepada Zhaviera Fetriza, terima kasih atas perhatian dan kebaikannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juli 2013 Alex Yungan

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3 Ruang Lingkup Penelitian 3 METODE 3 Bahan 4 Alat 4 Prosedur Analisis Data 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 Hasil 4 Pembahasan 11 SIMPULAN DAN SARAN 16 Simpulan 16 Saran 16 DAFTAR PUSTAKA 16 LAMPIRAN 19 RIWAYAT HIDUP 24

12 DAFTAR TABEL 1 Sebaran hotspot tahun di Indonesia 5 2 Target penurunan hotspot di Indonesia tahun Perbandingan hotspot tahun di Indonesia (jumlah hotspot : target penurunan hotspot 8 4 Jumlah hotspot dalam kawasan hutan dan luas kebakaran hutan tahun Jumlah hotspot dan luas kebakaran hutan tahun di 11 provinsi Indonesia 10 DAFTAR GAMBAR 1 Bagan alur pemikiran 2 2 Jumlah hotspot tahun di Indonesia 6 3 Target penurunan hotspot tahun di Indonesia 7 4 Perbandingan hotspot tahun di Indonesia 8 5 Korelasi hotspot terhadap luas kebakaran hutan di Indonesia tahun Korelasi hotspot terhadap luas kebakaran hutan di 11 Provinsi Indonesia tahun DAFTAR LAMPIRAN 1 Peta sebaran titik panas (hotspot) tahun di Indonesia 19 2 Pertanyaan wawancara 23

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis Indonesia merupakan salah satu hutan tropis terluas ketiga di dunia setelah Brazil dan Republik Demokrasi Kongo dan ditempatkan pada urutan kedua setelah Brazil dalam hal tingkat keanekaragaman hayati (Ministry of Environment 2009). Ironisnya, laju kerusakan hutan (deforestasi) di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 laju deforestasi Indonesia tercatat sebesar 1.51 juta hektar tahun -1 (FWI 2011). Konsekuensinya, Indonesia tercatat sebagai negara penyumbang emisi terbesar ketiga di dunia (Hooijer et al. 2006). Faktor penyebab kerusakan hutan di Indonesia, diantaranya penebangan liar (illegal logging), alih fungsi hutan serta kebakaran hutan dan lahan yang disebutsebut sebagai salah satu penyebab terbesar kerusakan hutan Indonesia. Kebakaran hutan adalah suatu kejadian dimana api melalap bahan bakar bervegetasi, yang terjadi di dalam kawasan hutan yang menjalar secara bebas dan tidak terkendali. Secara umum, kebakaran hutan dan lahan disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia, dimana faktor manusia menyebabkan hampir 100% terjadinya kebakaran hutan dan lahan, baik sengaja maupun tidak sengaja (Syaufina 2008). Dampak yang ditimbulkan kebakaran hutan dan lahan antara lain, munculnya kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, kesehatan dan lingkungan, seperti meningkatnya emisi gas rumah kaca. Gas Rumah Kaca (GRK) adalah gasgas yang tertimbun di atmosfir yang sifatnya menyerap radiasi gelombang panjang (sinar infra merah) dan menyebabkan naiknya suhu dibumi (Abdullah dan Khairuddin 2009) Peningkatan konsentrasi emisi gas rumah kaca menimbulkan pemanasan global dan perubahan iklim (Setiawan 1999). Upaya yang dilakukan pemerintah dalam menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca (EGRK) adalah dengan mengatasi deforestasi dan degradasi hutan. Salah satu caranya melalui penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (Departemen Kehutanan 2002) yang diwujudkan dengan mengeluarkan peraturan tentang pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Kebijakan yang ditetapkan saat ini cenderung belum mampu mengatasi persoalan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, terutama dalam penurunan emisi gas rumah kaca. Hal tersebut tentunya menjadi pertanyaan apakah keputusan pemerintah terkait hal tersebut berjalan efektif atau justru sebaliknya. Mengingat tahun 2020 pemerintah berkomitmen untuk menurunkan emisinya sebesar 26% dengan usaha sendiri dan mencapai 41% apabila mendapat dukungan internasional. Emisi gas rumah kaca akibat kebakaran hutan dan lahan, salah satunya, pemerintah menargetkan penurunan hotspot sebesar 20% setiap tahun (Peraturan Presiden No. 61 tahun 2011).

14 2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah keputusan pemerintah dalam menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca (EGRK) pada periode disertai kebijakan pengendalian kebakaran hutan dan lahan? 2. Bagaimana komitmen pemerintah dalam menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca (EGRK) akibat kebakaran hutan dan lahan? Adapun perumusan masalah tersebut secara ringkas dapat dilihat pada bagan alur pemikiran berikut: Pemanasan Global Emisi Gas Rumah Kaca Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011) Kebakaran Hutan dan Lahan Hotspot (Pemerintah menargetkan penurunan 20% hotspot setiap tahun dari rerata tahun Evaluasi dan Rekomendasi Gambar 1 Bagan Alur Pemikiran

15 3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu 1) untuk mengkaji keberadaan keputusan pemerintah dalam menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca (EGRK) pada periode yang disertai kebijakan pengendalian kebakaran hutan dan lahan; 2) Komitmen pemerintah dalam menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca (EGRK) akibat kebakaran hutan dan lahan. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menginformasikan kepada masyarakat dan para pemangku kepentingan mengenai bagaimana jalannya kebijakan pengendalian kebakaran hutan dan lahan oleh pemerintah utamanya dalam upaya menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca (EGRK) pada periode di Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga memberikan informasi tentang keseriusan/langkah konkrit pemerintah dalam menjalankan kebijakan terkait penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (EGRK) akibat kebakaran hutan dan lahan. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah penurunan emisi gas rumah kaca akibat kebakaran hutan dan lahan. Hotspot Indonesia tahun digunakan sebagai paramer untuk melihat persoalan ini. METODE Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kebakaran Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Mei Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara mendalam (indept interview) menggunakan pendekatan wawancara semiterstruktur (semistructure interview) serta dialog antara peneliti dengan narasumber penelitian (responden). Pemilihan responden dilakukan dengan metode purposive sampling (Sugiyono 2007). Kriteria narasumber adalah orang yang paling berwenang, paling menguasai peran lembaganya, dan dapat berkomunikasi dengan baik. Narasumber penelitian merupakan pegawai Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dan akademisi (Dosen Fakultas Kehutanan IPB). Narasumber yang diwawancarai berjumlah empat orang dengan rincian tiga orang pegawai Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (SM, JDC, dan DN) dan satu orang akademisi (BHS). Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan teknik pengumpulan data dengan dokumen. Data tersebut diperoleh dari Kementerian Kehutanan dan Kementerian Negara Lingkungan Hidup yang berhubungan dengan topik penelitian.

16 4 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sebaran hotspot di Indonesia tahun Data sebaran hotspot diperoleh dari Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia menggunakan citra satelit NOAA-AVHRR. Bahan lainnya adalah peraturan perundang-undangan terkait pengendalian kebakaran hutan dan lahan, laporan pemerintah terkait upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan periode di Indonesia, peta sebaran hotspot tahun di Indonesia dan data-data lain yang berhubungan dengan penelitian yang diperlukan untuk melengkapi data yang sudah ada. Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Laptop 2. Software Microsoft Word dan Microsoft Excel Daftar pertanyaan wawancara 4. Alat tulis 5. Tape recorder 6. Alat hitung Prosedur Analisis Data Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis menggunakan pendekatan statistika deskriptif. Cara yang dilakukan adalah dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data yang terkumpul sebagaimana adanya (Sugiyono 2009), sehingga memberikan informasi yang berguna (Walpole 1993). Data yang dianalisa adalah hotspot. Parameter yang diukur/dihitung meliputi jumlah hotspot tahun di Indonesia. Sasarannya adalah jumlah hotspot mengalami penurunan, terlebih setelah terbitnya Peraturan Presiden No. 61 tahun 2011 tentang Rencana aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK) yang menargetkan penurunan 20% hotspot setiap tahunnya. Parameter tersebut dihubungkan dengan kebijakan pemerintah terkait pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Hasil-hasil dari parameter yang telah dianalisis akan dibandingkan dengan laporan pemerintah terkait upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan periode di Indonesia. Selain itu, juga dilakukan analisis dengan uji korelasi untuk mengetahui hubungan antara hotspot dan luas kebakaran hutan di Indonesia. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Hotspot Tahun di Indonesia Data sebaran hotspot yang dihimpun dari Kementerian Kehutanan selama tahun di Indonesia bersumber dari citra satelit NOAA (National Oceanic Atmospheric Administration) yang memiliki teknologi AVHRR

17 (Advanced Very High Resolution Radiometer). Peta sebaran hotspot tahun di Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan Tabel 1, jumlah hotspot di Indonesia tahun 2005 adalah titik, tahun 2006 sebanyak titik, tahun 2007 sebanyak titik, tahun 2008 sebanyak titik, tahun 2009 sebanyak titik, tahun 2010 sebanyak titik, tahun 2011 sebanyak titik, dan tahun 2012 sebanyak titik. Tabel 1 Sebaran hotspot tahun di Indonesia Provinsi Tahun Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Banten DKI Jakarta Jawa Barat D.I Yogyakarta Jawa Tengah Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Gorontalo Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Jumlah Sumber: Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan (2013) 5

18 6 Gambar 2 dibawah ini menyajikan fluktuasi sebaran hotspot di Indonesia dari tahun Sebagaimana ditampilkan grafik, hotspot tertinggi di Indonesia terjadi pada tahun 2006, dengan jumlah hotspot sebanyak titik, dan hotspot terendah terjadi pada tahun 2010, dengan jumlah hotspot sebanyak titik Jumlah Hotspot Tahun Gambar 2 Jumlah hotspot tahun di Indonesia Target Penurunan Hotspot Tahun dari Rerata Tahun di Indonesia Tabel 2 menyajikan target penurunan hotspot di Indonesia tahun Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.8/Menhut-II/2010, pemerintah menargetkan hotspot di Indonesia berkurang sebesar 20% setiap tahun dari rerata tahun Rerata hotspot tahun adalah titik. Hotspot maksimal yang ditoleril pemerintah tahun 2010 sebanyak titik (20% dari rerata hotspot tahun ), tahun 2011 sebanyak titik (20% dari tahun 2010 atau 36% dari rerata hotspot tahun ), dan tahun 2012 hotspot maksimal yang ditoleril pemerintah sebanyak titik (20% dari tahun 2011 atau 48.80% dari rerata hotspot tahun ). Tabel 2 Target penurunan hotspot di Indonesia tahun Rerata Tahun % 36% 48.80% Sumber: Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.8/Menhut-II/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Kehutanan tahun

19 Fluktuasi penurunan hotspot di Indonesia tahun disajikan pada Gambar 3. Seperti dapat dilihat, hotspot di Indonesia pada tahun tersebut menggambarkan penurunan. 7 Jumlah Hotspot Tahun Target Penurunan Hotspot Gambar 3 Target penurunan hotspot tahun di Indonesia sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.8/Menhut-II/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Kehutanan Tahun Perbandingan Jumlah Hotspot Tabel 3 menyajikan perbandingan hotspot di Indonesia selang tahun Perbandingan hotspot meliputi, perbandingan jumlah hotspot berdasarkan hasil pemantauan citra satelit NOAA-AVHRR per tahun terhadap target penurunan hotspot yang ditetapkan pemerintah sebesar 20% setiap tahun dari rerata Hotspot maksimal yang ditoleril pemerintah tahun 2010 adalah titik, tahun 2011 sebanyak titik, dan tahun 2012 sebanyak titik. Pada periode yang sama, jumlah hotspot hasil pemantauan citra satelit adalah titik tahun 2010, tahun 2011 sebanyak titik, dan tahun 2012 sebanyak titik. Tahun 2012, hotspot di Indonesia melebihi angka yang ditoleril pemerintah. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.

20 8 Tabel 3 Perbandingan hotspot tahun di Indonesia (jumlah hotspot : target penurunan hotspot) Jumlah Hotspot di Indonesia Per Tahun Hotspot Hasil Pemantauan 1 Hotspot Maksimal Sumber Data: 1 Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan. 2 Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.8/Menhut-II/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Kehutanan tahun Garis perpotongan hotspot hasil pemantauan citra satelit NOAA AVHRR terhadap target penurunan hotspot oleh pemerintah tahun dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan Gambar 4, garis perpotongan terjadi pada tahun Pada tahun ini, jumlah hotspot maksimal yang ditoleril pemerintah melebihi ambang batas yang telah ditetapkan, yaitu titik. Jumlah Hotspot Tahun Target Penurunan Hotspot Hotspot di Indonesia Gambar 4 Perbandingan hotspot tahun di Indonesia Hubungan Hotspot Terhadap Luas Kebakaran Hutan di Indonesia Tabel 4 menyajikan jumlah hotspot dalam kawasan hutan dan luas kebakaran hutan di Indonesia tahun Jumlah hotspot dalam kawasan hutan Indonesia tahun 2010 adalah titik, tahun 2011 sebanyak titik, dan tahun 2012 sebanyak titik. Pada periode yang sama, luas kebakaran hutan di Indonesia tahun 2010 adalah hektar, tahun 2011 sebesar hektar, dan tahun 2012 sebesar hektar. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.

21 Tabel 4 Jumlah hotspot dalam kawasan hutan dan luas kebakaran hutan tahun di Indonesia Wilayah Hotspot (Kawasan Hutan) Per Tahun Luas Kebakaran Hutan (Ha) Indonesia (23%) (23.4%) (27.8%) Sumber: Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan (2013) Gambar 5 menyajikan hubungan hotspot terhadap luas kebakaran hutan di Indonesia tahun Model persamaan yang dihasilkan adalah y = x , dengan nilai R 2 = Nilai R 2 menunjukkan korelasi hotspot terhadap luas kebakaran hutan. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar Luas Kebakaran Hutan (Ha) y = x R² = Luas Kebakaran Hutan Linear (Luas Kebakaran Hutan) Hotspot Gambar 5 Korelasi hotspot terhadap luas kebakaran hutan di Indonesia tahun Tabel 5 menyajikan jumlah hotspot dan luas kebakaran hutan di Indonesia yang diwakili oleh 11 Provinsi tahun Sebelas Provinsi tersebut adalah, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Barat. Jumlah hotspot 11 Provinsi tahun 2010 adalah titik, tahun 2011 sebanyak titik, dan tahun 2012 sebanyak titik. Pada periode yang sama, luas kebakaran hutan di 11 Provinsi tersebut adalah hektar tahun 2010, tahun 2011 sebesar hektar, dan tahun 2012 sebesar hektar. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.

22 10 Tabel 5 Jumlah hotspot dan luas kebakaran hutan tahun di 11 Provinsi Indonesia Provinsi Hotspot Per Tahun Luas Kebakaran Hutan (Ha) Sumatera Utara Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Jumlah Sumber: Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan Keterangan: (-) tidak ada data Gambar 6 menyajikan hubungan hotspot terhadap luas kebakaran hutan di 11 Provinsi Indonesia. Model persamaan yang dihasilkan adalah y = x , dengan nilai R 2 = Nilai R 2 menunjukkan korelasi hotspot terhadap luas kebakaran hutan di 11 Provinsi Indonesia. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar Luas Kebakaran Hutan (Ha) y = x R² = Hotspot Luas Kebakaran Hutan Linear (Luas Kebakaran Hutan) Gambar 6 Korelasi Hotspot Terhadap Luas Kebakaran Hutan di 11 Provinsi Indonesia

23 11 Pembahasan Hotspot Indonesia dan Target Penurunannya Emisi Gas Rumah Kaca akibat kebakaran hutan dan lahan, salah satunya, pemerintah menargetkan penurunan 20% hotspot setiap tahun dari rerata tahun (Lampiran Perpres No. 61 tahun 2011). Target penurunan 20% hotspot tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Target penurunan hotspot tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.8/Menhut-II/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Kehutanan Tahun Tabel 2 menunjukkan, rerata hotspot tahun adalah titik. Tahun 2010 hotspot maksimal yang ditoleril pemerintah sebanyak titik, tahun 2011 sebanyak titik, dan tahun 2012 sebanyak titik. Pada periode yang sama, hotspot hasil pematauan tahun 2010 adalah titik, tahun 2011 sebanyak titik, dan tahun 2012 sebanyak titik (Tabel 1). Berdasarkan Tabel 2, pemerintah telah menetapkan ambang batas maksimum hotspot per tahun di Indonesia. Akan tetapi, standar maksimum hotspot yang ditolerir pemerintah tergolong tinggi. Misalnya tahun 2010, hotspot maksimal yang ditolerir pemerintah sebanyak titik. Meskipun angka tersebut sebagai target dalam indikator kinerja pemerintah, namun penetapan nilai tersebut sebagai dasar ambang batas pada tahun 2010, justru kontraproduktif dengan jumlah hotspot pada tahun sebelumnya, terutama tahun 2009 ( titik), yang justru lebih rendah. Seharusnya fluktuasi hotspot di Indonesia berada dalam fluktuasi yang menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun, terlebih lagi setelah Presiden Republik Indonesia menyatakan kommitmennya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca pada tahun 2009 di Pittsburg, Amerika Serikat. Artinya ada langkah kongkrit yang dilakukan oleh pemerintah. Hal yang cukup menarik untuk diperhatikan adalah metode perhitungan yang dilakukan pemerintah tidak mempunyai landasan ilmiah. Berdasarkan hasil wawancara dengan Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan (SM, JDC dan DN, 2013), para responden mengatakan, munculnya penetapan ambang batas penurunan hotspot sebesar 20% setiap tahun ditetapkan begitu saja. Munculnya angka tersebut lebih karena dorongan politik dari pada teknis. Menurut (SM 2013), didalam proses penetapan persentase penurunan hotspot, pemerintah tidak melihat fakta distribusi hotspot dilapangan. Ketika hotspot tahun ditetapkan menjadi rerata sebagai acuan persentase untuk penurunan, tidak ada grafik distribusi hotspot yang menjadi alat bantu untuk mengambil keputusan. Dibalik persoalan tersebut, ternyata tren hotspot di Indonesi tahun justru malah meningkat. Tahun 2010 hotspot di Indonesia sebanyak titik. Tahun 2011 hotspot di Indonesia meningkat menjadi titik. Puncaknya, tahun 2012 hotspot di Indonesia melebihi ambang batas yang ditolerir pemerintah, yaitu titik. Jumlah hotspot yang ditolerir pemerintah pada tahun tersebut adalah hotspot (Tabel 3 dan Gambar 4). Tahun 2012, hotspot mengalami kenaikan sebesar 252% dari tahun Tahun tersebut menjadi raport merah bagi Kementerian Kehutanan dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Persentase sebaran hotspot tahun 2012 tersebut adalah, 72.2% hotspot berada di kawasan non hutan (lahan 69.1% dan kebun 3.1%) dan sisanya 27.8%

24 12 berada di kawasan hutan (hutan konservasi 4%, hutan lindung 1%, IUPHHK-HT 16% dan IUPHHK-HA 6.1%). Hubungan Hotspot Terhadap Luas Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia Hasil analisis (Gambar 5 dan Gambar 6) menunjukkan bahwa komitmen pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca, terutama akibat kebakaran hutan, ternyata menjadi kontraproduktif. Tren hotspot di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun Tren kenaikan hotspot ini ternyata berdampak terhadap luas kebakaran hutan yang juga ikut meningkat pada tahun tersebut. Akibatnya, emisi gas rumah kaca yang dirilis ke atmosfer juga mengalami peningkatan dari tahun di Indonesia. Data yang ditampilkan pada Tabel 4 dan Gambar 5 diatas menunjukkan bahwa tahun 2010 jumlah hotspot dalam kawasan hutan Indonesia sebanyak titik. Tahun 2011 jumlah hotspot ini meningkat menjadi titik. Pada tahun 2012 jumlah hotspot meningkat sebesar 325% dari tahun 2010 menjadi titik. Akibatnya, luas kebakaran hutan pada tahun juga ikut meningkat. Luas kebakaran hutan tahun 2010 adalah hektar. Meskipun pada tahun 2011 luas kebakaran hutan mengalami penurunan menjadi hektar, akan tetapi luas kebakaran hutan di Indonesia tahun 2012 mengalami peningkatan besar yaitu sebesar 136% dari tahun 2010 menjadi hektar. Korelasi hotspot terhadap luas kebakaran hutan di Indonesia tahun adalah 51.03%. Model persamaan yang dihasilkan adalah y = x Sementara itu, hotspot di Indonesia tahun yang diwakili oleh 11 Provinsi, yaitu Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Barat juga menunjukkan tren yang sama, yaitu mengalami peningkatan. Tahun 2010 hotspot di 11 Provinsi sebanyak titik. Tahun 2011 hotspot ini meningkat menjadi titik. Puncaknya, tahun 2012 hotspot meningkat sebesar 243% dari tahun 2010 menjadi titik. Akibatnya, luas kebakaran hutan di 11 Provinsi pada periode tersebut juga meningkat. Tahun 2010 luas kebakaran hutan di 11 Provinsi ini sebesar hektar. Tahun 2011 luas kebakaran hutan ini meningkat menjadi hektar. Puncaknya, tahun 2012 luas kebakaran hutan di 11 Provinsi ini meningkat sebesar 2 032% dari tahun 2010 dan mencapai angka hektar. Korelasi hotspot di 11 Provinsi Indonesia terhadap luas kebakaran hutan di 11 Provinsi Indonesia adalah 61.25%. Model persamaan yang dihasilkan adalah y = x (Tabel 5 dan Gambar 6). Korelasi hotspot terhadap luas kebakaran hutan, baik di Indonesia maupun pada 11 Provinsi di Indonesia adalah positif. Semakin tinggi hotspot, maka semakin besar luas kebakaran hutan. Menurut Walpole (1993), bila titik-titik menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan positif, maka ada korelasi positif yang tinggi antara kedua peubah. Akan tetapi, bila titik-titik menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan negatif, maka antara kedua peubah itu terdapat korelasi negatif yang tinggi.

25 Catatan terhadap Tabel 4 tahun 2011, terdapat satu fenomena dimana jumlah hotspot yang tinggi tidak diimbangi dengan luas kebakaran hutan yang tinggi juga. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, angka tersebut belum mencakup kebakaran lahan yang terkadang lebih luas dari pada kebakaran hutan. Kedua, menurut Kartodihardjo dan Jhamtani (2006) umumnya angka yang tercatat di Kementerian berasal dari laporan kejadian kebakaran, dan adanya kemungkinan kejadian kebakaran yang tidak dilaporkan atau tidak dicatat. Kebijakan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kejadian kebakaran hutan dan lahan mengakibatkan munculnya berbagai persoalan, seperti kerusakan lingkungan, pencemaran asap, dan dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca di udara, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan pemanasan global dan perubahan iklim. Kenyataannya, kejadian kebakaran hutan di Indonesia selalu berulang hampir setiap tahun pada lokasi yang sama. Padahal regulasi/kebijakan untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan telah banyak dikeluarkan pemerintah. Diantaranya adalah (1) Undangundang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; (2) Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan; (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan; (4) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 12/Menhut-II/2009 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan. Bahkan perhatian khusus pemerintah untuk menanganai kebakaran hutan dan lahan di Indonesia ditunjukkan dengan mengeluarkan (5) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. Hadirnya berbagai regulasi/peraturan tersebut, terutama Inpres Nomor 16 tahun 2011 dan didalamnya melibatkan lima belas kementerian/lembaga terkait, diharapkan akan dapat mengatasi laju kerusakan hutan Indonesia, khususnya akibat kebakaran hutan dan lahan. Pengaruh Kebijakan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Terhadap Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Sejak pertemuan G-20, 25 September 2009 di Pittsburg, Amerika Serikat, Presiden Republik Indonesia telah menyatakan keseriusannya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan usaha sendiri dan mencapai 41% apabila mendapat dukungan pendanaan internasional pada tahun 2020 (Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BPPN, 2011). Keseriusan tersebut ditunjukkan pemerintah dengan mengeluarkan berbagai macam regulasi, diantaranya adalah Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. Emisi Gas Rumah Kaca (EGRK) akibat kebakaran hutan dan lahan, salah satunya pemerintah hendak menurunkan hotspot sebesar 20% setiap tahun dari rerata tahun (Lampiran I Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011). Khususnya perhatian pemerintah untuk menanganai persoalan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, akhirnya membuat pemerintah mengeluarkan Instruksi 13

26 14 Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. Hadirnya Inpres tersebut, dengan melibatkan lima belas kementerian/lembaga didalamnya diharapkan dapat mengatasi laju kerusakan hutan Indonesia, khususnya akibat kebakaran hutan dan lahan, sehingga pada akhirnya peningkatan emisi gas rumah kaca dapat ditekan (diturunkan). Kenyataan yang berbanding terbalik dengan komitmen pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca, terutama akibat kebakaran hutan sesuai Inpres No. 16 tahun 2011, menunjukkan bahwa hal tersebut adalah kontraproduktif. Tren hotspot justru meningkat di tahun Seperti yang telah disampaikan dalam pembahasan sebelumnya (Gambar 5 dan Gambar 6), peningkatan hotspot berkorelasi positif terhadap peningkatan luas kebakaran hutan. Dengan kata lain, semakin tinggi hotspot, maka semakin tinggi luas kebakaran hutan. Akhirnya, emisi gas rumah kaca yang dilepas ke atmosfer juga semakin besar. Faktanya, tren peningkatan hotspot ditahun justeru terjadi ketika Presiden Republik Indonesia baru saja menyatakan komitmenya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca pada 25 September 2009 di Pittsburg, Amerika Serikat dan juga setelah dikeluarkannya Perpres No. 61 tahun 2011 pada tanggal 20 September 2011 tentang RAN-GRK serta Inpres No. 16 tahun 2011 pada tanggal 30 November 2011 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. Pemerintah telah banyak mengeluarkan peraturan untuk mengatasi kerusakan hutan akibat kebakaran hutan dan lahan, seperti yang telah disebutkan dalam sub bab sebelumnya. Banyaknya peraturan yang telah dikeluarkan pemerintah terhadap pengendalian kebakaran hutan dan lahan malah bertentangan dengan realita dan fakta yang didapatkan. Misi penyelamatan bumi yang sering digaungkan pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, terutama akibat kebakaran hutan, menjadi hal yang kontraproduktif. Regulasi/kebijakan pemerintah bersifat tidak (mampu) menghasilkan dalam implementasinya. Hal ini ditunjukkan dengan tren hotspot di Indonesia tahun yang terus mengalami peningkatan. Peningkatan hotspot ini berdampak terhadap peningkatan luas kebakaran hutan pada tahun tersebut. Akhirnya, emisi gas rumah kaca yang dilepas ke atmosfer juga ikut meningkat. Berdasarkan hasil wawancara, Saharjo (2013) mengungkap bahwa, selama ini kebijakan pemerintah dalam menangani kebakaran hutan dan lahan di Indonesia ibarat rel kereta api. Antara kebijakan dan langkah implementasi yang dilakukan pemerintah dilapangan berjalan sendiri-sendiri. Hadirnya kebijakan tidak mampu mengatasi kerusakan hutan akibat kebakaran hutan dan lahan. Belum seriusnya pemerintah untuk menghentikan kerusakan hutan (deforestasi dan degradasi), terutama akibat kebakaran hutan dan lahan terlihat dari beberapa fakta berikut ini. Pertama, pengawasan yang dilakukan pemerintah dilapangan masih sangat rendah. Menurut Soedomo (2012), ada tiga puluh juta hektar kawasan hutan negara tanpa kehadiran manajer di lapangan. Bahkan, jika ada pejabat pemerintah yang hadir di lapangan, maka ini tidak berarti bahwa masalah dapat diatasi karena banyak pejabat pemerintah juga bermasalah. Kedua, sumberdaya (Manggala Agni) untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan masih sangat kurang. Berdasarkan data Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan (2012), kekuatan Manggala Agni (Daops) hanya

27 berjumlah orang. Sebanyak orang personil Manggala Agni tersebar dalam 2-4 regu di setiap DAOPS (Daerah Operasi Manggala Agni) dan Provinsi di Indonesia. Jumlah personil SMART (Satuan Manggala Agni Reaksi Taktis) hanya berjumlah 461 orang untuk wilayah Indonesia, atau sedikitnya sekitar 10 orang anggota SMART yang tersebar di setiap DAOPS. Selain itu, dukungan pemerintah dalam hal finansial (alokasi APBN) terhadap penurunan emisi gas rumah kaca akibat kebakaran hutan dan lahan terlihat belum memadai dan belum rasional, jika dibandingkan dengan dukungan finansial (APBN) untuk kegiatan yang justeru dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca (CO 2 ) di udara. Penggunaan bahan bakar fosil seperti BBM praktis meningkatkan emisi gas rumah kaca (CO 2 ) di udara. Faktanya, pemerintah malah mendukungnya dengan memberikan subsidi. Berdasarkan data Kementerian Keuangan (2012) dan Peraturan Menteri No. P.8-II (2010), APBN yang dialokasikan untuk subsidi BBM yang menambah CO 2 di udara adalah lebih besar dari yang dialokasikan untuk kegiatan atau sektor yang berpotensi mendukung pengurangan CO 2 dari udara akibat kebakaran hutan dan lahan. Pada tahun 2010, subsidi BBM adalah Rp 82.4 triliun, kontras dengan dana pengendalian kebakaran hutan hanya Rp 0.3 triliun. Tahun 2011 anggaran ini berkurang menjadi Rp triliun. Akan tetapi subsidi BBM melonjak hingga Rp triliun. Tahun 2012 dana pengendalian kebakaran hutan kembali diturunkan menjadi Rp 0.25 triliun. Akan tetapi subsidi BBM pada tahun ini mencapai angka Rp triliun. Kementerian dan lembaga pemerintah yang representatif dalam melakukan peningkatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, terutama setelah terbitnya Perpres No. 16 tahun 2011 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, seperti Kementerian Kehutanan mendapat anggaran tahunan hanya sebesar Rp 3.3 triliun tahun 2010, Rp 5.9 triliun tahun 2011, dan Rp 6.1 triliun pada tahun Sementara Kementerian Negara Lingkungan Hidup mendapat anggaran tahunan lebih kecil, sebesar Rp 0.4 triliun tahun 2010, Rp 1.0 triliun tahun 2011 dan Rp 0.9 triliun tahun Selain melibatkan dua Kementerian seperti yang telah disebutkan diatas, Kementerian Negara Riset dan Teknologi yang bertanggung jawab sebagai penyedia tekologi untuk meningkatkan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, ternyata hanya mendapat anggaran sebesar Rp 0.62 triliun tahun Meski tahun 2011 anggaran tahunan Kementerian ini sedikit naik menjadi Rp triliun, akan tetapi tahun 2012 anggaran ini berkurang menjadi Rp triliun. Selain itu, Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana juga punya tanggung jawab yang sama. Tahun 2010, lembaga ini mendapat anggaran tahunan sebesar Rp triliun, tahun 2011 sebesar Rp triliun dan tahun 2012 berjumlah Rp triliun (Kementerian Keuangan 2012). Jika dijumlahkan, total dana APBN untuk subsidi BBM yang menambah CO 2 di udara dari tahun 2010 sampai tahun 2012 adalah Rp triliun. Sedangkan anggaran untuk kegiatan dan sektor yang berpotensi mendukung pengurangan CO 2 dari udara akibat kebakaran hutan dan lahan, seperti anggaran Pengendalian Kebakaran Hutan dan beberapa Kementerian/Lembaga pemerintah yang terkait (Kemenhut, KLH, Kemenristek dan BKNPB), hanya mendapat alokasi anggaran sebesar Rp 22.6 triliun. Angka-angka tersebut, secara tidak 15

28 16 langsung menggambarkan sikap nyata pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca, terutama akibat kebakaran hutan dan lahan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1) Keputusan pemerintah dalam menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca (EGRK) pada periode di Indonesia telah disertai kebijakan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, 2) Komitmen pemerintah dalam menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca (EGRK), terutama akibat kebakaran hutan pada kenyataannya menjadi hal yang kontraproduktif. Regulasi/kebijakan pemerintah bersifat tidak (mampu) menghasilkan dalam implementasinya. Tren hotspot di Indonesia tahun mengalami peningkatan. Peningkatan hotspot berdampak terhadap peningkatan luas kebakaran hutan. Akhirnya, emisi gas rumah kaca yang dilepas ke atmosfer juga semakin besar. Saran Saran dari penelitian ini adalah: 1) implementasi kebijakan kedepannya, khususnya dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan serta komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, agar benar-benar diterapkan. Artinya tidak hanya sebatas aturan, namun juga bertanggung jawab dalam implementasinya, 2) jika pemerintah ingin benar-benar berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca di Indonesia, terutama akibat kebakaran hutan dan lahan, dukungan pemerintah seperti dukungan finansial yang memadai dan rasional perlu diperbaiki serta tenaga kerja (SDM Manggala Agni) juga perlu ditingkatkan. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Khairuddin. Emisi Gas Rumah Kaca dan Pemanasan Global. Jurnal Biocelebes. 3: [Dephut RI] Departemen Kehutanan Republik Indonesia Informasi Umum Kehutanan. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan Profil Manggala Agni. Jakarta (ID): Ditjen PHKA Departemen Kehutanan. Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan Jumlah Sebaran Titik Panas Per Provinsi tahun yang Terpantau Pada Stasiun Bumi Satelit NOAA. Jakarta (ID): Ditjen PHKA Departemen Kehutanan.

29 Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan Penurunan Hotspot Sesuai P.08/Menhut-II/2010 tentang Renstra Kemenhut Jakarta (ID): Ditjen PHKA Departemen Kehutanan. Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan Rekapitulasi Luas Kebakaran Hutan Per Provinsi di Indonesia tahun Jakarta (ID): Ditjen PHKA Departemen Kehutanan. Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan Jumlah Hotspot Berdasar Peruntukan Kawasan Hutan dan Non Hutan di Seluruh Indonesia Tahun Jakarta (ID): Ditjen PHKA Departemen Kehutanan. [FWI] Forest Watch Indonesia Potret Keadaan Hutan Indonesia: Periode Tahun Bogor (ID): Forest Watch Indonesia. Hooijer A, Silvius M, Wosten H, Page S Peat CO 2, Assessment of CO 2 Emissions from Drained Peatlands in SE Asia. Delft Hydraulics Report Q3943. Rotterdamseweg: The Netherlands (NTH). Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. Ismayawati D Kualitas Gas Rumah Kaca Akibat Pemadaman Kebakaran di Lahan Gambut dengan Menggunakan Air Laut [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Kartodihardjo H, Jhamtani H Politik Lingkungan dan Kekuasaan di Indonesia. Jakarta (ID): Equinox. Kementerian Keuangan Republik Indonesia Data Pokok APBN Kementerian Keuangan. Jakarta (ID). Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Pedoman Pelaksanaan Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. Jakarta (ID): Kementerian PPN/BPPN. Ministry of Environment Fourth National Report The Convention on Biological Biodiversity. Jakarta (ID): Biodiversity Conservation Unit, Ministry of Environment. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan. Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 12/Menhut-II/2009 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P. 6/Menhut-II/2011 tentang Penetapan Indikator Kinerja Utama Kementerian Kehutanan. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.8/Menhut-II/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Kehutanan Tahun Setiawan I Manajemen Hutan sebagai Upaya Pengurangan Gas Rumah Kaca [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tidak Dipublikasikan. Soedomo S Climate Change, Economy, and Forest Resources. Presented in DAAD Alumni conference, Bogor, February 14-16th. Sugiyono Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung (ID): Alfabeta. 17

30 18 Sugiyono Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R dan B. Bandung (ID): Alfabeta. Syaufina L Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia Perilaku Api, Penyebab, dan Dampak Kebakaran. Malang (ID): Bayumedia. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Walpole R E Pengantar Statistika. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

31 Lampiran 1 Peta sebaran titik panas (hotspot) tahun di Indonesia 19

32 20

33 21

34 22

35 23 Lampiran 2 Pertanyaan Wawancara Teknik wawancara dalam penelitian ini menggunakan pendekatan wawancara semiterstruktur (semistructure interview). Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya (Sugiyono 2007). Berikut beberapa pertanyaan wawancara yang diajukan kepada responden. 1. Apa pendapat bapak/ibu terhadap rencana pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, dimana emisi gas rumah kaca akibat kebakaran hutan dan lahan, salah satunya pemerintah menargetkan penurunan 20% hotspot setiap tahun dari rerata tahun ? 2. Kenapa target penurunan hotspot harus 20%? 3. Apakah ada landasan/dasar ilmiah dibalik penetapan angka 20% tersebut? 4. Didalam lampiran Peraturan Presiden No. 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, pemerintah menetapkan penurunan hotspot untuk 11 provinsi di Indonesia (Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Barat). Kenapa harus 11 provinsi tersebut? Apakah ada landasan/dasar ilmiahnya? Dalam 11 provinsi tersebut, jika dicermati, terdapat beberapa provinsi yang jumlah hotspotnya tergolong kecil/rendah dibandingkan dengan beberapa provinsi yang justru hotspotnya lebih tinggi, namun tidak dimasukkan dalam target penurunan hotspot oleh pemerintah. Mengapa? 5. Terkait metode perhitungan ambang batas hotspot yang ditolerir pemerintah. Pemerintah menargetkan untuk 11 provinsi yang harus diturunkan hotspotnya. Namun kenapa metode penghitungannya mencakup seluruh Indonesia? 6. Apa saja upaya yang telah dilakukan pemerintah selama ini untuk menurunkan emisi gas rumah kaca di Indonesia, terutama akibat kebakaran hutan dan lahan?

Pengaruh Kebijakan dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan terhadap Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca

Pengaruh Kebijakan dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan terhadap Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Jurnal Silvikultur Tropika Vol. 05 No. 2, Desember 2014, Hal 124-130 ISSN: 2086-8227 Pengaruh Kebijakan dalam Upaya Pengendalian Hutan dan Lahan terhadap Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Effect of Policy

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

Indonesia

Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakang Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang vital, serba guna dan bermanfaat bagi manusia. Fungsi hutan ada dua yaitu fungsi langsung yang dapat dinilai dengan uang

Lebih terperinci

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH

POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2015 DEFORESTASI INDONESIA TAHUN 2013-2014

Lebih terperinci

Knowledge Management Forum April

Knowledge Management Forum April DASAR HUKUM DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI PERAN PEMDA UNTUK MEMBERDAYAKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN IKLIM INDONESIA UU 23 tahun 2014 tentang

Lebih terperinci

PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013

PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013 PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013 OUTLINE I. PENDAHULUAN II. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN: anggaran atau

Lebih terperinci

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha)

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Kawasan Hutan Total No Penutupan Lahan Hutan Tetap APL HPK Jumlah KSA-KPA HL HPT HP Jumlah Jumlah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem yang memiliki kemampuan menyimpan lebih dari 30 persen karbon terestrial, memainkan peran penting dalam siklus hidrologi serta

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Laswell dan Kaplan (1970) mengemukakan bahwa kebijakan merupakan suatu program yang memroyeksikan tujuan, nilai, dan praktik yang terarah. Kemudian Dye (1978) menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Novita Fauzi, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Novita Fauzi, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia memiliki potensi rawan akan bencana, baik bencana alam maupun bencana non-alam. Bencana dapat menimbulkan terancamnya keselamatan jiwa,

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Papua dengan luas kawasan hutan 31.687.680 ha (RTRW Provinsi Papua, 2012), memiliki tingkat keragaman genetik, jenis maupun ekosistem hutan yang sangat tinggi.

Lebih terperinci

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG SALINAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA DEKONSENTRASI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN ANGGARAN 2017 MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep No.149, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN. Badan Pengelola. Penurunan. Emisi Gas Rumah Kaca. Kelembagaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN 1 PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENYEBAB KEBAKARAN HUTAN DI KAWASAN HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, JAWA BARAT ALDI YUSUP

PENYEBAB KEBAKARAN HUTAN DI KAWASAN HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, JAWA BARAT ALDI YUSUP PENYEBAB KEBAKARAN HUTAN DI KAWASAN HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, JAWA BARAT ALDI YUSUP DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2012 yang

Lebih terperinci

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan. No.526, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh No.1368, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Hasil Pemetaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG HASIL PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.13/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM DAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan

Lebih terperinci

2016, No Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber

2016, No Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber No.209, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Balai Pengendalian Peruabahn Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan. Orta. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Ketua : Marfuatul Latifah, S.H.I, L.LM Wakil Ketua : Sulasi Rongiyati, S.H., M.H. Sekretaris : Trias

Lebih terperinci

Eksekutif DATA STRATEGIS KEHUTANAN

Eksekutif DATA STRATEGIS KEHUTANAN Eksekutif DATA STRATEGIS KEHUTANAN DEPARTEMEN KEHUTANAN Ministry of Forestry 2008 KATA PENGANTAR Penyusunan Buku Eksekutif Data Strategis Kehutanan Tahun 2008 ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan data

Lebih terperinci

Desa Hijau. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Desa Hijau. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Desa Hijau Untuk Indonesia Hijau dan Sehat Direktorat Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 454, 2016 ANRI. Dana. Dekonsentrasi. TA 2016. Pelaksanaan. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN Jakarta, Juni 2012 KATA PENGANTAR Buku ini merupakan penerbitan lanjutan dari Buku Statistik Bidang Planologi Kehutanan tahun sebelumnya yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEBUDAYAAN KEPADA GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional UNFCCC dan juga telah menyepakati mekanisme REDD+ yang dihasilkan oleh rezim tersebut dituntut

Lebih terperinci

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 KATA PENGANTAR Assalaamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Buku

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.23/MEN/2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan Indonesia seluas 120,35 juta hektar merupakan salah satu kelompok hutan tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brazil dan Zaire, yang mempunyai fungsi utama sebagai

Lebih terperinci

Memahami Arti Penting Mempelajari Studi Implementasi Kebijakan Publik

Memahami Arti Penting Mempelajari Studi Implementasi Kebijakan Publik Kuliah 1 Memahami Arti Penting Mempelajari Studi Implementasi Kebijakan Publik 1 Implementasi Sebagai bagian dari proses/siklus kebijakan (part of the stage of the policy process). Sebagai suatu studi

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, - 1 - SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. No.1562, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra - Analisa titik deforestasi Riau, Sumatra- 16 Maret 2011 oleh Eyes on the Forest Diserahkan kepada : Dr. Ir. Kuntoro Mangkusubroto, Kepala Unit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi sudah dimulai sejak Revolusi Industri yang terjadi pada abad ke 18 di Inggris yang pada akhirnya menyebar keseluruh dunia hingga saat sekarang ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN DANA DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.349, 2013 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Pelimpahan Kewenangan. Sebagian. Pengguna Anggaran/Barang. Provinsi. Kepala UPT. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi prioritas dunia saat ini. Berbagai skema dirancang dan dilakukan

Lebih terperinci

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Iman Santosa T. (isantosa@dephut.go.id) Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 11/02/82/Th. XVI, 1 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 GINI RATIO DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,309 Pada September 2016, tingkat ketimpangan

Lebih terperinci

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2 PANDUAN Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2 Bagian Pengelolaan Barang Milik Negara Sekretariat Direktorat Jenderal Cipta Karya DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2011 yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN SKRIPSI NUR HAFIZAH TRISTY DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 220/MENKES/SK/VI/2013 TENTANG TIM BINAAN WILAYAH BIDANG KESEHATAN

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 220/MENKES/SK/VI/2013 TENTANG TIM BINAAN WILAYAH BIDANG KESEHATAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 220/MENKES/SK/VI/2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Produksi minyak sawit berkelanjutanmelestarikan. masa depan hutan

Produksi minyak sawit berkelanjutanmelestarikan. masa depan hutan Produksi minyak sawit berkelanjutanmelestarikan masa depan hutan Menabur benih untuk masa depan yang lebih baik SNV menyadari besarnya dampak ekonomi dan lingkungan dari pembangunan sektor kelapa sawit

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEBUDAYAAN KEPADA GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

ABSTRAK DUKUNGAN AUSTRALIA DALAM PENANGGULANGAN DEFORESTASI HUTAN DI INDONESIA TAHUN

ABSTRAK DUKUNGAN AUSTRALIA DALAM PENANGGULANGAN DEFORESTASI HUTAN DI INDONESIA TAHUN ABSTRAK DUKUNGAN AUSTRALIA DALAM PENANGGULANGAN DEFORESTASI HUTAN DI INDONESIA TAHUN 2004-2009 AKRIS SERAFITA UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL 2012 Hubungan Indonesia dan Australia memiliki peranan penting

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.97,2012 KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT. Pelimpahan. Sebagian Urusan. Dekonsentrasi PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2012 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

2017, No telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahu

2017, No telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahu No.740, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDIKBUD. Penyelenggaraan Dekonsentrasi. TA 2017. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

Seminar dengan tema Penentuan Kebutuhan Hutan Tetap Lestari untuk Mendukung Pencapaian SDGs

Seminar dengan tema Penentuan Kebutuhan Hutan Tetap Lestari untuk Mendukung Pencapaian SDGs Dr. Ir. Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, KLHK Plt. Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Seminar dengan tema Penentuan Kebutuhan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Pelimpahan Kewenangan. Dekonsentrasi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Pelimpahan Kewenangan. Dekonsentrasi. No.522, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Pelimpahan Kewenangan. Dekonsentrasi. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 123 TAHUN 2014 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN

Lebih terperinci

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 / HUK / 2012 TENTANG

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 / HUK / 2012 TENTANG KEPUTUSAN NOMOR 23 / HUK / 2012 TENTANG PENETAPAN NAMA NAMA PENERIMA DANA PROGRAM ASISTENSI SOSIAL LANJUT USIA TAHUN 2012 Menimbang :, a. bahwa jumlah lanjut usia yang membutuhkan perhatian dan penanganan

Lebih terperinci

ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 51/Menhut-II/2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154 ALOKASI ANGGARAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN YANG DILIMPAHKAN KEPADA GUBERNUR (Alokasi Anggaran Dekonsentrasi Per Menurut Program dan Kegiatan) (ribuan rupiah) 1 010022 : DKI Jakarta 484,909,154

Lebih terperinci

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011 TABEL 1 GAMBARAN UMUM No. Provinsi Lembaga Pengelola Pengunjung Judul Buku 1 DKI Jakarta 75 83 7.119 17.178 2 Jawa Barat 1.157 1.281 72.477 160.544 3 Banten 96 88 7.039 14.925 4 Jawa Tengah 927 438 28.529

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

Lebih terperinci

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

SASARAN STRATEGIS 1 : Menurunnya beban pencemaran lingkungan hidup

SASARAN STRATEGIS 1 : Menurunnya beban pencemaran lingkungan hidup Ringkasan Eksekutif Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIP) ini disusun sebagai wujud dan tekad Kementerian Lingkungan Hidup dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana diamanatkan dalam Instruksi Presiden

Lebih terperinci

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D.

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D. ANALISIS BENCANA DI INDONESIA BERDASARKAN DATA BNPB MENGGUNAKAN METODE CLUSTERING DATA MINING MAHESA KURNIAWAN 54412387 Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D. Bencana merupakan peristiwa yang dapat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi. 13, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PEMBINAAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut www.greenomics.org KERTAS KEBIJAKAN Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut 21 Desember 2009 DAFTAR ISI Pengantar... 1 Kasus 1:

Lebih terperinci

SAMBUTAN. PADA PEMBUKAAN SEMINAR BENANG MERAH KONSERVASI FLORA DAN FAUNA DENGAN PERUBAHAN IKLIM Manado, 28 Mei 2015

SAMBUTAN. PADA PEMBUKAAN SEMINAR BENANG MERAH KONSERVASI FLORA DAN FAUNA DENGAN PERUBAHAN IKLIM Manado, 28 Mei 2015 SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN PADA PEMBUKAAN SEMINAR BENANG MERAH KONSERVASI FLORA DAN FAUNA DENGAN PERUBAHAN IKLIM Manado, 28 Mei 2015 Yang saya hormati: 1. Kepala Dinas

Lebih terperinci

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara. LAMPIRAN I ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Zona 6 Koefisien = 5 Koefisien = 4 Koefisien = 3 Koefisien = 2 Koefisien = 1 Koefisien = 0,5 DKI Jakarta Jawa Barat Kalimantan

Lebih terperinci

PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH TENTANG DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAERAH PROVINSI SELURUH INDONESIA TAHUN ANGGARAN

PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH TENTANG DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAERAH PROVINSI SELURUH INDONESIA TAHUN ANGGARAN PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH TENTANG DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAERAH PROVINSI SELURUH INDONESIA TAHUN ANGGARAN 2013 Lalu Mimbar Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi AMM

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.17/MENHUT-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.17/MENHUT-II/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.17/MENHUT-II/2013 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.49/MENHUT-II/2007 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN MENTERI

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN Media Konservasi Vol. 17, No. 3 Desember 2012 : 143 148 HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN (Correlation between Leaf Area Index with Micro Climate and Temperature

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN, www.bpkp.go.id PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR: PER- 786/K/SU/2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR KEP-58/K/SU/2011

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN November, 2009

DEPARTEMEN KEHUTANAN November, 2009 Eksekutif DATA STRATEGIS KEHUTANAN 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN vember, 2009 EKSEKUTIF DATA STRATEGIS KEHUTANAN 2009 ISBN : 979-606-075-2 Penyunting : Sub Direktorat Statistik dan Jaringan Komunikasi Data

Lebih terperinci

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018 - 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 POTENSI

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI IBU RUMAH TANGGA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA DALAM PEMBIBITAN MANGROVE

HUBUNGAN KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI IBU RUMAH TANGGA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA DALAM PEMBIBITAN MANGROVE HUBUNGAN KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI IBU RUMAH TANGGA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA DALAM PEMBIBITAN MANGROVE Desa Pantai Gading, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat Roganda Malau ¹), Hasman Hasyim ²),

Lebih terperinci

PROGRAM KEHUTANAN UNTUK MITIGASI PERUBAHAN IKLIM & PENGUKURAN, PELAPORAN SERTA VERIFIKASINYA (MRV) Tindak Lanjut COP 15

PROGRAM KEHUTANAN UNTUK MITIGASI PERUBAHAN IKLIM & PENGUKURAN, PELAPORAN SERTA VERIFIKASINYA (MRV) Tindak Lanjut COP 15 PROGRAM KEHUTANAN UNTUK MITIGASI PERUBAHAN IKLIM & PENGUKURAN, PELAPORAN SERTA VERIFIKASINYA (MRV) Tindak Lanjut COP 15 Daftar Paparan 1. Mitigasi Perubahan Iklim (M.P.I.) 2. Skenario Mitigasi Perubahan

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG KAWASAN HUTAN

PENATAAN RUANG KAWASAN HUTAN PENATAAN RUANG KAWASAN HUTAN PENATAAN RUANG KAWASAN HUTAN Dengan telah diterbitkannya undang undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan ruang, maka semua peraturan daerah provinsi tentang rencana tata

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Pembangunan Kehutanan

Pembangunan Kehutanan KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Pembangunan Kehutanan Sokoguru Pembangunan Nasional Berkelanjutan Dr. Ir. Hadi Daryanto, DEA (Sekretaris Jenderal) Disampaikan dalam Seminar

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2008 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT

Lebih terperinci

MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 01 TAHUN 2012

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

PLOT ROOT CUT PLOT CONTROL

PLOT ROOT CUT PLOT CONTROL BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fluks CO dari Tanah Gambar dan menunjukkan fluks CO pada plot Root Cut dan plot Control. Pada Tabel menampilkan ratarata fluks CO tiap plot pada plot Root Cut dan plot Control.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci