ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI WILAYAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA BERBASIS SEKTOR PERTAMBANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI WILAYAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA BERBASIS SEKTOR PERTAMBANGAN"

Transkripsi

1 ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI WILAYAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA BERBASIS SEKTOR PERTAMBANGAN Oleh : Tim Kebijakan Ekonomi Mineral dan Batubara Drs. Triswan Suseno Drs. Ijang Suherman Drs. Jafril Drs. Sujarwanto Ir. Nana Suryana Ir. Suhendar Ir. Edwin A. Daranin, M.Sc. Sujono, ST Heru Riyanta C., ST Usep Sabur Hasan Anwar PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

2 KATA PENGANTAR Kegiatan penelitian ini berjudul analisis pengembangan ekonomi wilayah Sulawesi Tenggara berbasis sektor pertambangan. Tujuan kajian ini adalah mengembangkan model pengelolaan dan pengembangan keterkaitan program dalam pengembangan ekonomi daerah berbasis kawasan andalan. Sasaran dari kegiatan penelitian ini adalah mengidentifikasi potensi sumber daya sektor pertambangan, mengidentifikasi tata guna lahan, mengidentifikasi pengembangan kawasan pertambangan dan pengolahan tambang andalan, menyusun masukan bagi kebijakan dan strategi pengelolaan dan pengembangan kawasan dan pengolahan pertambangan andalan. Kegiatan penelitian ini menggunakan anggaran Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara tahun Data yang digunakan dalam mendukung kegiatan penelitian ini diperoleh dari berbagai instansi yang terkait. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan untuk mengembangkan wilayah berdasarkan komoditas tambang andalan yang dapat memberikan kontribusi terhadap penerimaan daerah dan peningkatan pendapatan masyarakat. Laporan hasil kegiatan penelitian ini masih memerlukan banyak penyempurnaan dan masukan dari berbagai fihak, terutama dari para evaluator dan pemerhati pengembangan wilayah. Ucapan terimakasih disampaikan kepada semua fihak yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan laporan akhir ini, semoga dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Bandung, November 2011 i

3 S A R I Peran sektor pertambangan dan penggalian terhadap struktur produk domestik regional bruto Sulawesi Tenggara belum signifikan, karena hanya memberikan kontribusinya seebsar 4,64%. PDRB per kapita masyarakat Sulawesi Tenggara pada tahun 2010 tercatat sebesar Rp5,59 juta, berada urutan yang ke 24 dari 33 provinsi di Indonesia. Salah satu upaya untuk meningkat perekonomian Sulawesi Tenggara adalah dengan memanfaatkan secara optimal potensi sumber daya sektor pertambangan yang cukup bervariasi dan cadangannya cukup besar. Hasil perhitungan berdasarkan penilaian skor terhadap berbagai komoditas tambang menetapkan bahwa emas, aspal, nikel, batugamping, mangan, pasir kuarsa dan kromit memiliki peluang untuk diusahakan karena memiliki nilai ekonomi tinggi. Kawasan pertambangan sesuai dengan hasil tumpang tindih dari lembar tata guna lahan, disarankan bahwa Kabupaten Kolaka, Kolaka Utara, Konawe Utara, Konawe Selatan, Muna, Bombana dan Buton dapat dijadikan kawasan usaha pertambangan yang akan mendukung kawasan industri pengolahan sektor pertambangan. Mengingat besarnya manfaat dari komoditas tersebut maka perlu dibangun industri pengolahan dan penentuan lokasi yang dapat dijadikan kawasan industri pengolahan tersebut, antara lain Buton sebagai kawasan industri pengolahan mangan, aspal, kapur dan semen. Kolaka selain sebagai sudah memiliki pabrik pengolahan pabrik pengolahan nikel, juga dapat dijadikan sebagai kawasan industri pengolahan pasir kuarsa. Bombana, selain sebagai lokasi pertambangan emas juga disarankan sebagai kawasan industri pengolahan nikel, pasir kuarsa, mangan dan kromit. Konawe Utara disarankan sebagai kawasan industri pengolahan nikel untuk menampung bahan baku dari wilayah sekitarnya karena di daerah ini pemilik IUP jumlahnya cukup banyak. ii

4 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i S A R I... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR TABEL... v 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ruang Lingkup Maksud dan Sasaran Lokasi Kegiatan Sistematika Penulisan TINJAUAN PUSTAKA DAN PROGRAM KEGIATAN Tinjauan Pustaka Program Kegiatan KONDISI UMUM PROVINSI SULAWESI TENGGARA Kondisi Geografis dan Kewilayahan Penduduk dan Tenaga Kerja Kondisi Perekonomian Sulawesi Tenggara Potensi Sektor Pertambangan ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penentuan Kawasan Pengusahaan Sektor Pertambangan Analisis Daya Saing Komoditas Unggulan Sektor Pertambangan Perkembangan Pengusahaan Tambang di Sulawesi Tenggara dan Prospeknya Prospek Investasi Pengusahaan Sektor Pertambangan Dukungan Infrastuktur Energi Konsep Pengembangan Wilayah KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN A Peta Tata Guna Lahan dalam Tata Ruang Wilayah Sulawesi tenggara. 74 LAMPIRAN B Perkiraan Besar Investasi Pembangunan Pengolahan Komoditas Sektor Pertambangan di Sulawesi Tenggara LAMPIRAN C Foto-foto Potensi Sektor Pertambangan Sualwesi Tenggara Tenggara 84 iii

5 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Peta lokasi kegiatan penelitian Analisis Pengemabangan Ekonomi Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara Berbasis Sektor Pertambangan... 6 Gambar 2.1 Pola Pikir Analisis Pengemabngan Ekonomi Wilayah Berbasis Sektor Pertambangan Gambar 2.2 Konsep Pengembangan Sektor Pertambangan Dalam Kerangka Pengembangan Wilayah Gambar 3.1 Perkembangan PDRB kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara. 22 Gambar 3.2 Perkembangan PDRB per kapita kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara Gambar 4.1 Produksi aspal Buton, Tahun (Ton) Gambar 4.2 Bagan alir pengolahan pasir kuarsa Gambar 4.3 Pengolahan silika dengan cara flotasi Gambar 4.4 Perkembangan investasi asing sektor pertambangan Gambar 4.5 Nilai investasi sektor pertambangan dalam negeri iv

6 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Luas wilayah, jumlah penduduk dan tingkat kepadatan menurut kabupaten/ kotadi Sulawesi Tenggara tahun Tabel 3.2 Struktur ketenagakerjaan menurut kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara tahun Tabel 3.3 Penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan Tabel 3.4 Cadangan nikel di Sulawesi Tenggara Tabel 3.5 Potensi cadangan aspaldi Sulawesi Tenggara Tabel 3.6 Perkiraan cadangan emas Tabel 3.7 Luas penyebaran dan perkiraan cadangan marmer di Sulawesi Tenggara Tabel 3.8 Luas, cadangan dan kadar pasir kuarsa di Sulawesi Tenggara Tabel 4.1 Potensi nikel dan status kawasan kabupaten/kota se Sulawesi Tenggara Tabel 4.2 Potensi aspla, bitumen padat, kromit, mangan, pasir besi, emas dan mineral logam lainnya dalam kawasan hutan dan perairan Sulawesi Tenggara Tabel 4.3 Indek skor analisis faktor sektor pertambangan menurut kabupaten/kota Di Sulawesi Tenggara Tabel 4.4 Jumlah IUP menurut kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara Tabel 4.5 Luas IUP menurut kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara Tabel 4.6 Perkembangan produksi, ekspor dan impor bijih nikel dan feronikel Indonesia, Tahun (Ton) Tabel 4.7 Syarat kimia pasir kimi untuk bahan gelas Tabel 4.8 Mutu pasir silika untuk gelas tidak berwarna Tabel 4.9 Potensi penyerapan tenaga kerja pada sektor pertambangan Tabel 4.10 Rencana penambahan kapasitas pembangkit tenaga listrik di Sualwesi Tenggara Tabel 4.11 Rencana pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik di Sulawesi Tenggara v

7 Tabel 4.12 Rencana pembangunan gardu induk di Sulawesi Tenggara Tabel 4.13 Rencana pengembangan sistem distribusi tenaga listrik Tabel 4.14 Konsep pengembangan wilayah Sulawesi Tenggara berbasis sektor Pertambangan vi

8 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi yang masuk ke dalam koridor 4, yaitu Koridor Ekonomi Sulawesi - Maluku Utara dalam kerangka Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia sebagai Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan Nasional. Program ini dituangkan ke dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Di samping itu, Sulawesi Tenggara diarahkan pula untuk menjadi kawasan pusat industri pertambangan nasional mengingat wilayah ini memiliki berbagai sumber daya bahan galian, mineral dan energi yang cukup berragam, memiliki potensi cadangan yang cukup besar dan memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Sesuai amanat Undang Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, di dalam salah satu pasalnya menyebutkan adanya larangan untuk mengekspor bahan galian dalam bentuk bahan baku. Dengan kata lain bahwa sebelum di ekspor, bahan baku harus melalui proses pengolahan menjadi barang setengah jadi artinya bahwa harus ada pabrik pengolahan di dalam negeri. Sejak tahun , Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara yang ditunjukkan oleh produk domestik regional bruto mengalami kenaikkan rata-rata sebesar 8,15%, di atas laju pertumbuhan ekonomi Indonesia 6,10% bahkan tertinggi ketiga setelah Papua dan Sulawesi Tengah. Namun ternyata sektor pertambangan dan penggalian belum memberikan peran yang signifikan terhadap perekonomian Sulawesi Tenggara karena kontribusi dari sektor ini pada tahun 2010 hanya sebesar 4,64% (BPS, 2010). 1

9 Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki potensi sumber daya mineral logam dan non logam seperti nikel, emas, aspal yang tersebar di berbagai lokasi seperti Kolaka Utara, Konawe Utara, Konawe Selatan, Bombana dan di Pulau Buton, akan tetapi pengelolaannya belum optimal. Permasalahan yang dihadapi saat ini sehubungan dengan keberadaan bahan tambang tersebut antara lain : Belum mampu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap struktur perekonomian daerah. Izin usaha pertambangan (IUP) yang diterbitkan tidak terkontrol dan hasil tambangnya langsung di ekspor (ke luar negeri) dalam bentuk bahan mentah (raw material). Tidak ada kepastian arah pengembangan usaha ke depan baik dalam pengembangan industri hulu-hilir maupun diversifikasi usaha ekonomi baru. Usaha pertambangan belum dikaitkan dengan penataan ruang dan pembangunan kawasan menuju masa depan Sulawesi Tenggara yang modern. Pembangunan ekonomi adalah proses mengubah struktur ekonomi yang belum berkembang dengan jalan capital investment dan human investment yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran penduduk atau income per capita naik (Hasibuan, 1987). Menurut Irawan dan Suparmoko, pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita (2002: 5). Tujuan pembangunan ekonomi disamping untuk meningkatkan pendapatan nasional riil juga untuk meningkatkan produktivitas. Kegiatan pembangunan nasional tidak lepas dari peran seluruh Pemerintah Daerah untuk memanfaatkan segala sumber daya yang tersedia di daerah masing-masing. Sebagai upaya memperbesar peran dan kemampuan daerah dalam pembangunan, pemerintah daerah dituntut untuk lebih mandiri dalam membiayai kegiatan operasional rumah tangga. Terlebih dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka pemerintah propinsi harus bisa mengoptimalkan pemberdayaan semua potensi yang dimiliki. 2

10 Salah satu upaya untuk meningkatkan peran/kontribusi sektor pertambangan di wilayah ini adalah dengan memanfaatkan semua potensi sumber daya mineral logam dan non logam di wilayah ini secara optimal dalam rangka mendukung pengembangan wilayah yang berwawasan lingkungan sehingga tercapai pembangunan yang berkelanjutan. Kajian Pengembangan wilayah di wilayah ini berdasarkan pendekatan sektoral yaitu sektor pertambangan yang memanfaatkan keruangan, agar bersinergi dengan sektor lainnya. Penentuan kawasan pengembangan usaha sektor pertambangan mineral logam dan non logam merupakan salah satu faktor penting dalam mengelola sumber daya tersebut agar dalam pelaksanaannya tidak berbenturan denga sektor lainnya. Sehingga dalam kegiatannya harus mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah dan menjadi penggerak perekonomian daerah. Selain itu, keberadaan usaha pertambangan juga diharapkan dapat memacu tumbuhnya industri-industri baru yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah. Upaya-upaya tersebut dapat tercapai apabila sumber daya tersebut dikelola secara terintegrasi dengan memperhatikan komoditas unggulan yang dijadikan sebagai bagian dari konsep pengembangan wilayah berdasarkan analisis yang komprehensif. Database potensi sumber daya, penaatan ruang dan pengusahaan sektor pertambangan dan penggalian merupakan salah satu rangkaian untuk mendukung pengembangan wilayah yang bersinergi dengan sektor lainnya dalam mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan. Penyusunan laporan kegiatan penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan atau kerangka konsep bagi kebijakan nasional dan daerah berdasarkan isu-isu strategis sektor pertambangan yang diwujudkan dalam konsep pengembangan wilayah secara menyeluruh dan terpadu sehingga dapat menjadi pedoman daerah dalam menyusun rencana pembangunan. 1.2 Ruang Lingkup Ruang lingkup kegiatan penelitian antara lain : 3

11 Mengidentifikasi dan menginventarisasi potensi sumber daya sektor pertambangan dan penggalian. Menginventarisasi dan mengevaluasi peran sektor pertambangan terhadap struktur perekonomian daerah. Mengolah dan menganalisis data dengan menggunakan metode analisis prioritas pengelolaan sektor pertambangan dan penggalian, analisis tumpang tindih (super impulse), analisis profil investasi atau analisis finansial, analisis infrastruktur dan daya dukung sektor lainnya serta analisis pengembangan usahanya. 1.3 Tujuan dan Sasaran Tujuan kajian pengembangan wilayah berbasis sektor pertambangan ini adalah menyusun konsep pengelolaan sumber daya sektor pertambangan yang meliputi inventarisasi sektor pertambangan, pengukuran peran/kontribusi, penentuan kawasan pertambangan, prioritas pengembangan usaha tambang dan kemungkinan pendirian industri pengolahan dan pemurniannya dalam kerangka pengembangan wilayah dan pembangunan berkelanjutan. Sasarannya adalah tersusunnya konsep optimalisasi pengelolaan sumber daya sektor pertambangan dalam kerangka pengembangan wilayah pertambangan. Konsep pengembangan wilayah berbasis sektor pertambangan dituangkan di dalam pola pikir sebagaimana dalam Bab Lokasi Kegiatan Lokasi yang menjadi objek kegiatan penelitian adalah Provinsi Sulawesi Tenggara (Gambar 1.1). 4

12 1.5 Sistematika Penulisan Bab 1 Pendahuluan, berisi penjesalan tentang latar belakang penyusunan laporan kegiatan penelitian, tujuan dan sasaran, lingkup data dan informasi, dan sistematika penyajian buku publikasi. Bab 2 Tinjauan Pustaka dan Ruang Lingkup Kegiatan, berisi penjelasan tentang definisi dan teori pengembangan wilayah serta ruang lingkup kegiatan yang mencakup cara pengumpulan data dan metode analisis yang digunakan untuk mengolah data serta rumus-rumus yang digunakan. Bab 3 Kondisi Umum Wilayah, merupakan sajian informasi tentang perkembangan wilayah Sulawesi Tenggara terkait bidang ekonomi, kependudukan, ketenagakerjaan dan sumber daya sektor pertambangan. Bab 4 Analisis dan Pembahasan, meliputi analisis berbagai komoditas sektor pertambangan yang dapat dijadikan komoditas unggulan untuk diusahakan, penentuan kelayakan kawasan usaha pertambangan, simulasi penetapan kawasan industri pengolahan komoditas tambang dan usulan perumusan arah kebijakan pengembangan wilayah berbasis sektor pertambangan dan penggalian di Suawesi Tenggara. Bab 5 Penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran terkait dengan rencana pengembangan usaha sektor pertambangan dan penggalian dalam bentuk konsep yang dituangkan dalam kerangka pengembangan wilayah Sulawesi Tenggara. 5

13 Gambar 1.1 Peta Lokasi Kegiatan Penelitian Analisis Pengembangan Ekonomi Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara Berbasis Sektor Pertambangan 6

14 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN PROGRAM KEGIATAN 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Kegiatan penelitian ini sangat terkait dengan aspek aspek peningkatan status sosial dan ekonomi masyarakat dan daerah dengan keberadaan sektor pertambangan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Dasar hukum yang melatarbelakangi kegiatan ini adalah : UUD 1945 pasal 33 ayat 3 : Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal UU No. 5 Tahun 1990 mengatur tentang konservasi sumber daya alam Hayati dan ekosistem. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. UU No. 4 tahun 2009 Pasal 103 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. UU No. 23 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pengembangan wilayah berbasis sektor pertambangan adalah suatu proses pengalihan sumber daya alam (ESDM) menjadi modal riil ekonomi melalui pengembangan sumber daya alam secara terpadu, sehingga dapat memberikan kemakmuran rakyat (UUD 1945 pasal 33) dan daerah serta mendukung pembangunan dan pengembangan ekonomi yang berkelanjutan (Gambar 2.1 dan Gambar 2.2). Pengembangan wilayah sektor ESDM adalah pembangunan wilayah dengan mendayagunakan sumber daya ESDM sebagai pokok kemakmuran rakyat yang dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab dan sesuai dengan kemampuan daya dukung alam, serta memperhatikan kelestarian fungsi dan 7

15 keseimbangan lingkungan hidup bagi pembangunan berkelanjutan dan berpedoman pada tata ruang nasional (Soelistijo, U. W, 2003). Memanfaatkan sumber daya mineral yang potensial menjadi suatu kawasan unggulan yang mampu menggerakkan roda perekonomian suatu daerah, sehingga menjadi suatu kawasan minepolitan yang berkembang dengan cirri-ciri sebagai berikut : a) Sebagai pusat pertumbuhan b) Sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut memperoleh pendapatan dari kegiatan pertambangan c) Kegiatan di kawasan tersebut didominasi oleh kegiatan pertambangan termasuk di dalamnya usaha/industri pengolahan tambang sedangkan sektor lainnya seperti perdagangan, jasa pelayanan dan lain-lain adalah sebagai sektor penunjang. d) Hubungan antara kota dan daerah hinterland di kawasan minepolitan bersifat interdependence yang harmonis dan saling membutuhkan. Berkaitan dengan pengembangan wilayah, investasi merupakan salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Salah satu daya tarik investasi adalah jika daerah tersebut memiliki sumber daya alam (sektor pertambangan dan pengalian) yang sangat potensial untuk dikembangkan. Ketertarikan investor untuk menanamkan modalnya sangat dipengaruhi oleh sejauh mana kemampuan daerah merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan investasi. Iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hokum, keadilan dan efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi daerah/nasional (UU RI No. 25 Tahun 2007). Pengembangan investasi di sektor ESDM tentunya tidak semata-mata untuk menguras sumber daya ESDM tanpa kendali namun harus melalui pengelolaan yang terrencana, berwawasan lingkungan dan memperhatikan kaidah berkelanjutan (sustainability) untuk mengurangi kerusakan alam sehingga sumber daya ESDM dapat dimanfaatkan dalam jangka panjang. 8

16 Mengingat sumber daya alam sektor pertambangan adalah sumber daya yang tak terbarukan maka pengelolaannya harus dilakukan secara bijaksana untuk menjamin keberlangsungan ketersediaan melalui konservasi sumber daya alam (UU no. 5 Tahun 1990 pasal 5) sehingga pemanfaatan menjadi lestari dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya. Pengelolaan sumber daya alam sektor pertambangan yang beraneka ragam baik di darat, laut dan udara harus dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu berdampingan dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan lainnya berdasarkan pola pembangunan berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang (UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang) dalam status kesatuan tata lingkungan hidup sesuai dengan pembangunan berwawasan nusantara dan ketahanan nasional (UU No. 24 Tahun 1992). Pengusahaan sektor pertambangan berazaskan konservasi artinya bahwa pelaksanaan eksploitasi tambang tidak hanya sebatas wantah saja melainkan harus melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri sebagaimana amanat dalam UU No. 4 Tahun 2009 Pasal 103 untuk meningkatkan nilai tambah ESDM. Pasal ini mewajibkan setiap pengusaha pertambangan dalam kegiatan produksinya untuk melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri. 2.2 Program Kegiatan Program kegiatan penelitian ini meliputi pengumpulan, pengolahan dan analisis data. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa kajian ini meliputi penetapan lokasi kawasan pertambangan, penentuan komoditas tambang yang prioritas untuk diusahakan, penentuan komoditas tambang yang unggul secara ekonomi dan simulasi penetapan kawasan pengolahan sektor pertambangan dalam kerangka pengembangan wilayah. a) Jenis dan Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan pencatatan secara langsung di lokasi penelitian di beberapa lokasi 9

17 yang memiliki potensi sumber daya minerba, pemilihan lokasi ditentukan dengan sengaja (purposive). Data sekunder diperoleh dari berbagai pustaka, Badan Pusat Statistik, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, hasil-hasil penelitian sebelumnya dan pustaka lainnya yang berkaitan dengan kegiatan penelitian ini. b) Teknik pengambilan contoh (sampling technique) Teknik pengambilan yang dipilih adalah pengambilan contoh tertentu (purposive sampleing) artinya bahwa lokasi penelitian ditentukan dengan pertimbangan memiliki jenis tambang yang bervariasi dan memiliki potensi cadangan yang besar. Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya. c) Pengolahan Data Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis dengan dua cara, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar setelah melalui proses tabulasi data. Data serta informasi yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan bantuan komputer, yakni program Microsoft Excel d) Metode Analisis Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa kajian ini meliputi penetapan lokasi kawasan pertambangan, penentuan komoditas tambang yang prioritas untuk diusahakan, penentuan komoditas tambang yang unggul secara ekonomi. Metode Tumpang Tindih (Super Impulse) Salah satu cara yang digunakan untuk menetapkan kawasan pertambangan dengan pertimbangan bahwa apabila tambang tersebut akan diusahakan lokasinya sudah tidak lagi berbenturan kawasan sektor lainnya. Model ini menggunakan bantuan komputer dan perangkat lunak (software) MapInfo dengan cara menumpangtindihkan lembar (peta) tata guna lahan berbagai sektor yang terkait dengan keberadaan kawasan tambang. Metode Kelayakan Usaha 10

18 Metode yang digunakan untuk melakukan mengetahui sejauhmana manfaat dan keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha tambang. Metode Prioritas Pengembangan Usaha Prioritas pengusahaan potensi cadangan tambang yang akan dikembangkan sangat ditentukan oleh lokasi, kualitas, kuantitas, nilai ekonomi, nilai manfaat dan lain-lain yang tergabung dalam data spasial dan non spasial. Ukuran yang digunakan untuk menetapkan komoditas unggulan tersebut adalah model analisis faktor. 2.3 Metode Analisis 1) Metode Analisis Faktor Analisis ini akan digunakan untuk mengetahui jenis bahan galian potensial dan memiliki prioritas untuk dikembangkan di daerah berdasarkan kriteria tertentu. Analisis faktor adalah suatu studi yang mempelajari hubungan antar variabel yang berasal dari variabel awal (X) untuk mendapatkan himpunan variabel baru (AKU) yang disebut sebagai faktor (F) (Dillon W. R dan Goldstein M.; 1984). Hubungan fungsional antara faktor (F) dengan variabel awal X dinyatakan dalam bentuk model sebagai berikut : F 1 = w (1)1 X 1 +w (1)2 X w (1)p X p... (3) W adalah nilai pembobotan yang telah ditetapkan sedemikian rupa sehingga rasio F 1 terhadap total varians maksimum dengan syarat : a 2 (i)j > 0 Demikian pula sebaliknya, F 1, F 2,..., F p merupakan kombinasi linier dari variabel-variabel X yang saling bebas. Faktor kedua F 2 menjelaskan sisa varians yang belum dijelaskan oleh F 1. Faktor ketiga menjelaskan sisa varians yang belum dijelaskan oleh F 2, begitu seterusnya. Model faktor liniernya adalah: X i = w ij f 1 + w ij f w ij f q + e i... (2) Untuk memperoleh faktor-faktor dalam AKU, yang harus dilakukan adalah : 11

19 Menentukan matrik korelasi r ij Menentukan eigenvalue dari matrik korelasi e 1, e 2,..., e p, dimana e 1 > e 2 >... > e p. Menentukan eigenvektor ke-j untuk eigenvalue ke-j, yaitu j = ( (1)1, (2)2,..., (j)p ); j=1,2,..., p. Menghitung korelasi X 1 dengan faktor f j. Menghitung total varians = jumlah e j. Menghitung varians F j = 2 ij/p dan menghitung total komunalitas V= V j ; j =1,q. Di dalam menentukan variabel baru, maka harus dihitung skor dari faktorfaktor yang ada, karena skor faktor ini mencerminkan keadaan karakteristik individu yang diwakili oleh faktor. Faktor-faktor tersebut merupakan variabel-variabel baru yang menghimpun beberapa variabel lama berdasarkan muatan signifikansi terbesar dari tiap faktor dan nilai setiap skor faktor untuk setiap data pengamatan yang dihitung akan menentukan prioritas pemilihan data pengamatan tersebut. 2) Analisis Kelayakan Investasi Analisis kelayakan keuangan (financial) dilakukan dengan melakukan perhitungan secara finansial untuk mengetahui kelayakan usaha secara privat, dalam hal ini kelayakan yang dilihat dari sudut pandang individu atau pelaku usaha pembuatan batako. Perhitungan secara finansial ini menggunakan komponen biaya dan manfaat untuk memudahkan pengelompokkan kedua bagian tersebut dan juga menggunakan kriteria investasi untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha secara kuantitatif. Metode yang dapat dipakai dalam penilaian aliran kas dari suatu investasi atau yang biasa disebut dengan kriteria investasi (Sari, 2010 dan Gaspersz, 1992), yaitu : 1). Net Present Value (NPV) 12

20 Net Present Value (NPV) dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman investasi. Secara matematis, perhitungan NPV dapat dirumuskan sebagai berikut : Dalam hal ini, NPV = Net Present Value = nilai bersih (keuntungan) saat sekarang pada interest rate-i per satuan waktu. B t = total penerimaan (benefit ) atau manfaat untuk kegiatan usaha (proyek) pada pada periode waktu ke-t. C t = total biaya yang dikeluarkan (cost) untuk kegiatan usaha pada pada periode waktu ke-t. (1+i) -1 = faktor nilai sekarang (present worth factor) atau discount factor yang merupakan faktor koreksi pengaruh waktu terhadap nilai uang pada periode t dengan interest rate-i waktu t. i = Suku bunga yang digunakan t = priode waktu ke-t Kriteria suatu usaha memenuhi kelayakan ekonomi apabila NPV (i) lebih besar dari pada nol, yang tidak lain identik dengan tingkat keuntungan proyek (dalam nilai sekarang) lebih besar dari pada nol. 2). Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) adalah suatu indeks keuntungan (probability index) yang telah dipergunakan secara luas dalam analisis usaha. Secara definisi IRR adalah interest rate (i) yang membuat sehingga nilai sekarang dari arus penerimaan dan pengeluaran usaha menuju nol. Tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh suatu usaha untuk sumberdaya yang digunakan, karena usaha tersebut memerlukan dana untuk pemenuhan biaya-biaya operasi dan investasi dari usaha baru sampai tingkat pengembalian modal. Secara matematis, perhitungan IRR dapat dirumuskan sebagai berikut : 13

21 Dalam hal ini, IRR = internal rate of return. i 1 = Suku Bunga yang menghasilkan NPV positif. i 2 = Suku Bunga yang menghasilkan NPV negatif. NPV 1 = NPV positif. NPV 2 = NPV negatif. 3). Payback Period (PP) Perhitungan payback period pada usaha ini bertujuan untuk mengetahui waktu atau periode pengembalian dari nilai total investasi yang dikeluarkan pada umur usaha. Usaha ini dikatakan layak jika nilai PP kurang dari umur usaha pembuatan batako, paving blok ata bata merah (PP < umur usaha). Perhitungan Payback Period secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : Dalam hal ini, I = Nilai Investasi Ab = Kas Masuk Bersih yang telah di diskonto. 14

22 Analisis Kelayakan Usaha PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN SUMBER DAYA (Sektor Pertambangan) GAMBAR 2.1 POLA PIKIR PENGEMBANGAN EKONOMI WILAYAH BERBASIS SEKTOR PERTAMBANGAN BELUM DIUSAHAKAN Inventarisasi SDA Status DIUSAHAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI WILAYAH (Misi) Fisik Tata ruang Sarana dan prasaran Lingkungan hidup Penunjang Modal Teknologi Kebiijakan Kelembagaan Non isik Sosial Ekonomi PROFIL INVESTASI ANALISIS NET SOCIAL GAIN ANALISIS INPUT-OUTPUT ANALISIS EKONOMETRIKA PROMOSI INVESTASI Tujuan Menjadi pusat pertumbuhan ekonomi Meningkatkan kualitas hidup masyarakat Meningkatkan nilai tambah Meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah Mensinergikan sektor pertambangan dengan sektor lainnya Menetapkan sektor unggulan lainnya Meningkatkan muatan lokal Pemerataan pembangunan dalam wilayah Pengembangan SDA berwawasan lingkungan Membangun perekonomian daerah yang berkesinambungan Meningkatkan investasi 15

23 Gambar 2.2 Konsep Pengembangan Sektor Pertambangan Dalam Kerangka Pengembangan Wilayah 16

24 BAB 3 KONDISI UMUM PROVINSI SULAWESI TENGGARA 3.1 Kondisi Geografis dan Kewilayahan Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di bagian Selatan garis Khatulistiwa yang memanjang dari Utara ke Selatan di antara 3 0 sampai 6 0 derajat Lintang Selatan dan melebar dari Barat ke Timur diantara ' sampai ' Bujur Timur. Secara geografis, wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara mempunyai batas-batas sebagai berikut (Gambar 3.1) : di sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Sulawesi selatan dan Provinsi Sulawesi Tengah, di sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores, di sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda dan di sebelah Barat Berbatasan dengan Teluk Bone. Provinsi Sulawesi Tenggara yang mencakup wilayah daratan (Jazirah) dan kepulauan memiliki wilayah seluas kurang lebih km 2. Sedangkan wilayah perairan (Laut) diperkirakan seluas kurang lebih km 2. Secara administrasi, Sulawesi Tenggara dibagi menjadi sepuluh wilayah kabupaten dan dua wilayah kota, yaitu Kabupaten Buton, Buton Utara, Konawe, Konawe Utara, Konawe Selatan, Kolaka, Kolaka Utara, Muna, Bombana dan Wakatobi serta 2 wilayah kota yaitu Kendari dan Bau-Bau. Kolaka merupakan wilayah terluas (18,14% dari luas Sulwesi Tenggara), sedangkan daerah dengan luas terkecil adalah Kota Kendari (0,78%). 3.2 Penduduk dan Tenaga Kerja Berdasarkan laju pertumbuhan penduduk tahun sebesar 2,09%, jumlah penduduk Sulawesi Tenggara yang tersebar di sepuluh kabupaten dan kota pada tahun 2010 diperkirakan mecapai jiwa. Terdapat enam daerah yang masuk ke dalam kelompok dengan jumlah penduduk terbanyak, yaitu Kolaka, Buton, Muna, Konawe Selatan, Konawe dan Kota Kendari dengan %tase sebaran berkisar antara 11 14%. Sulawei Tenggara memiliki tingkat kepadatan rata-rata sebesar 57 jiwa/km 2, wilayah terpadat dengan kepadatan 907 jiwa/km 2 adalah Kota Kendari diikuti kemudian oleh Kota Bau-Bau (440 jiwa/km 2 ), Wakatobi (250 jiwa/km 2 ), Buton 17

25 (109 jiwa/km 2 ), Muna (88 jiwa/km 2 ), sedangkan wilayah lainnya berada di bawah rata-rata tingkat kepadatan Sulawesi Tenggara (Tabel 3.1). Tabel 3.1 Luas Wilayah, jumlah penduduk dan tingkat kepadatan menurut kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara, Tahun 2010 No. Kabupaten/Kota Luas (Km2) Jumlah penduduk (jiwa) Kepadatan penduduk per Km2 Persentase sebaran (%) 1 Buton ,44 2 Muna ,73 3 Konawe ,00 4 Kolaka ,56 5 Konawe Selatan ,52 6 Bombana ,26 7 Wakatobi ,88 8 Kolaka Utara ,59 9 Konawe Utara ,32 10 Buton Utara ,20 11 Kota Kendari ,31 12 Kota Bau Bau ,18 Jumlah ,00 Sumber : BPS (2010) Tenaga kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu kelompok penduduk yang mempunyai pekerjaan (bekerja) atau sedang mencari pekerjaan, kelompok lainnya yang kegiatannya hanya bersekolah/kuliah, mengurus rumah tangga dan lainnya (tidak aktif secara ekonomi). Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah penduduk Sulawesi Tenggara yang berumur di atas 15 tahun sekitar jiwa (Tabel 3.2), naik sebesar 2,31% dibandingkan dengan tahun Jumlah angkatan kerja sebesar orang dan yang bukan angkatan kerja sekitar orang, dengan demikian total parttisipasi angkatan kerja mencapai 70,39%. Sementara itu, angkatan pengangguran terbuka mencapai orang, dengan kata lain bahwa tingkat pengangguran di Sulawesi Tenggara rata-rata sebesar 4,74%, sedangkan penduduk yang bekerja diperkirakan mencapai orang (95,26%). Tidak kurang dari 52,89% penduduk bekerja pada sektor pertanian. Tingkat pengangguran tertinggi justru terjadi di kota Kendari, Bau-Bau dan Wakatobi masing-masing 13,39%, 9,23% dan 7,18%. 18

26 .. Tabel 3.2 Struktur Ketenagakerjaan Menurut kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2010 Jenis kegiatan Sulawesi Tenggara Buton Muna Konawe Kolaka Konawe Selatan Bombana Wakatobi Kolaka Utara Konawe Utara Buton Utara Kota Kendari Kota Bau Bau Angkatan kerja : Bekerja Mencari pekerjaan Bukan angkatan kerja : Sekolah Mengurus RT Lainnya Penduduk umur 15 tahun ke atas % Bekerja terhadap AK 95,26 97,94 96,54 96,86 95,37 98,05 98,19 92,82 95,45 95,60 97,29 86,61 90,77 % AK terhadap P15 T K 70,39 72,63 72,64 72,96 70,89 70,99 73,64 58,55 79,25 72,25 73,08 58,84 64,50 Tingkat pengangguran (%) 4,74 2,06 3,46 3,14 4,63 1,95 1,81 7,18 4,55 4,40 2,71 13,39 9,23 Sumber : Badan Pusat Statistik Sulawesi Tenggara (2010) 19

27 Selama periode tahun (Tabel 3.3), jumlah penduduk yang bekerja hingga Februari 2011 mengalami kenaikan terutama di sektor jasa sebesar orang (33,16 %) dan sektor perdagangan, RM sebesar orang (18,03 %). Sedangkan sektor-sektor yang mengalami penurunan adalah sektor pertanian sebesar orang (12,42 %) dan sektor angkutan sekitar orang (17,34 %). Secara sederhana kegiatan formal dan informal dari penduduk yang bekerja dapat diidentifikasi berdasarkan status pekerjaan. Dari tujuh kategori status pekerjaan utama, pekerja formal mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan, sisanya termasuk pekerja informal. Berdasarkan identifikasi ini, maka hingga Februari 2011 sekitar orang (29,30 %) bekerja pada kegiatan formal dan orang (70,70 %) bekerja pada kegiatan informal. Dari orang yang bekerja pada Februari 2011, status pekerjaan utama yang terbanyak sebagai buruh/karyawan sebesar orang (26,28 %), diikuti pekerja keluarga/tidak dibayar sebesar orang (24,89 %), dan berusaha dibantu buruh tidak tetap sebesar orang (22,56 %), sedangkan yang terkecil adalah pekerja bebas pertanian sebesar orang (1,07 %). Dalam satu tahun terakhir (Februari 2010 Februari 2011) terdapat penambahan pekerja dengan status buruh/karyawan sebesar orang (35,93 %), berusaha sendiri sebesar orang (18,13 %), dan berusaha dibantu buruh tetap sebesar orang (26,77 %). Sementara itu terjadi penurunan pada status berusaha dibantu buruh tidak tetap sebesar orang (11,98 %), pekerja keluarga sebesar orang (10,54 orang), pekerja bebas pertanian sebesar orang (38,08 %), dan pekerja bebas non pertanian sebesar orang (20,54 %). 20

28 Tabel 3.3 Penduduk Usia15 Tahun ke Atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan, Lapangan pekerjaan Pertanian Industri Bangunan Perdagangan Angkutan Jasa Lainnya* Sultra *) Lapangan pekerjaan utama/sektor lainnya terdiri dari: Sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, dan Keuangan 3.3 Kondisi Perekonomian Sulawesi Tenggara Salah satu indikator untuk mengetahui keberhasilan pembangunan ekonomi yang dicapai oleh suatu daerah dalam kurun waktu tertentu adalah dengan menggunakan data produk domestik regional bruto (PDRB) berdasarkan harga konstan tahun Pada tahun 2010, PDRB Sulawesi Tenggara mencapai Rp12,12 triliun naik sebesar 36,37% dibandingkan dengan tahun 2005.PDRB Sulawesi Tenggara setiap tahun memberikan sumbangan sebesar 0,48% terhadap produks domestik bruto nasional. Laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara selama kurun waktu mengalami kenaikkan rata-rata sebesar 8,15% per tahun. Sektor yang paling tinggi mengalami kenaikkan adalah sektor jasa, konstruksi/bangunan dan perdagangan, masingmasing sebesar 11,66%, 10,58% dan 10,52%. Sedangkan laju pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian naik sebesar 8,21%. Struktur perekonomian Sulawesi Tenggara masih didominasi sektor pertanian, pada tahun 2010 kontribusi sektor ini sekitar 32,30%. Sektor lain yang cukup besar kontribusinya adalah sektor perdagangan 17,51%, sektor jasa 14,15%, sektor konstruksi/bangunan 9,02% dan industri pengolahan 8,21%. Selama kurun waktu dominasi sektor pertanian terus mengalami penurunan sebesar 3,03%, kondisi ini justru meningkatkan peran sektor perdagangan 21

29 PDRB (JUTA RP.) secara perlahan yang terus meningkat rata-rata sebesar 2,54%. Peran sektor pertambangan dan penggalian terhadap struktur perekonomian Slawesi Tenggara belum signifikan, karena kontribusinya 4,64%. Daerah yang paling berperan dalam pembentukan PDRB Sulawesi Tenggara selama sepuluh tahun terakhir adalah Kabupaten Kolaka dan Kota Kendari, masingmasing memberikan kontribusi sebesar 24,07% dan 16,28% (Gambar 3.1). Kedua daerah ini memang unggul dari berbagai sektor, artinya bahwa kedua daerah ini mampu mengoptimalkan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki sehingga mampu menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dari daerah lainnya. Gambar 3.1 Perkembangan PDRB kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara 3,500,000 Bau-Bau 3,000,000 Muna Kolaka Utara 2,500,000 Buton Utara 2,000,000 Wakatobi Kendari 1,500,000 Kolaka Konawe Utara 1,000,000 Konawe 500,000 Bombana Buton Utara - Konawe Selatan PDRB per Kapita PDRB per kapita merupakan salah satu indicator kesejahteraan masyarakat yang dapat dijadikan salah satu tolok ukur untuk melihat tingkat kemakmuran masyarakat di suatu daerah. PDRB per kapita masyarakat Sulawesi Tenggara pada tahun 2010 tercatat 22

30 PDRB/KAPITA (JUTA RUPIAH) sebesar Rp5,59 juta, naik sebesar 5,95% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun secara nasional, PDRB per kapita Sulawesi Tenggara menempati urutan yang ke 24 empat di antara 33 provinsi di Indonesia. Daerah yang paling besar PDRB per kapitanya adalah Buton Utara, yaitu sebesar Rp11,04 juta. Peningkatan PDRB per kapita disebabkan karena pertumbuhan PDRB ADHK yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk. Paling sedikit ada tiga factor yang menyebabkan tingginya PDRB di daerah ini yaitu pendapatan asli daerah, tingkat investasi dan tenaga kerja. Enam dari 12 daerah di Sulawesi Tenggara yang tingkat pendapatannya berada di bawah rata-rata Sulawesi Tenggara, yaitu Muna, Wakatobi, Konawe, Bombana, Buton Utara dan Konawe Selatan. 12,000,000 10,000,000 Gambar 3.2 Perkembangan PDRB per kapita Kabupaten /Kota Sulawesi Tenggara, Thun (Juta Rupiah) 8,000,000 6,000,000 4,000,000 2,000, bau-bau Muna Kolaka Utara Buton Utara Wakatobi Kendari Kolaka Konawe Utara Konawe Bombana Buton Utara Konawe Selatan 23

31 3.4 Potensi Sektor Pertambangan Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara mempunyai potensi atau kandungan mineral yang banyak tersebar di hampir semua wilayah kabupaten dan kota, seperti nikel, aspal, marmer, emas, pasir besi, batugamping dan lain-lain sebagaimana yang akan diuraikan di bawah ini. Nikel Berdasarkan batuan pembawanya (batuan ultrabasah) bahan galian ini memiliki penyebaran yang sangat luas, meliputi beberapa kabupaten yaitu : Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Bombana, Kabupaten Buton dan Kota Bau-Bau, dengan luas penyebaran ,13 Ha dengan status kawasan ,84 Ha (59%) masuk kawasan Areal Penggunaan Lain (APL), Ha (35%) kawasan Hutan Lindung (Hl) dan Hutan Konservasi (HK) , 28 Ha (5%). Potensi nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara, menyebar pada beberapa Kabupaten/Kota. Berdasarkan penyebaran batuan pembawanya, menunjukkan bahwa potensi nikel sebagai bahan galian di Sulawesi Tenggara mempunyai cadangan pada 7 (tujuh) kabupaten dapat dilihat dalam Tabel 3.4. Tabel 3.4 Cadangan Nikel di Sulawesi Tenggara (Ton) No. Kabupaten Cadangan (Ton) 1 Bombana Kolaka Buton / Bau Bau Kolaka Utara Konawe Konawe Selatan Konawe Utara Jumlah Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Sulawesi Tenggara (2011). Dalam upaya pengembangan kualitas substansi (sasaran dan tujuan) Bank Sejahtera serta pemantapan Bahteramas menuju Sulawesi Tenggara sebagai Kawasan 24

32 Ekonomi Khusus (KEK) dimana sektor pertambangan sebagai salah satu sektor strategis dalam konsep KEK tersebut, maka 3 dari 7 Kabupaten yang menjadi alternatif untuk pembangunan industri pertambangan yaitu: 1. Kabupaten Konawe Selatan. 2. Bombana 3. Kolaka. Aspal Bahan galian ini tersebar luas di Pulau Buton, yaitu di Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Utara dan Kota Bau-Bau. Tabel berikut ini menyajikan potensi cadangan dan sebaran lokasi sebagai berikut : Tabel 3.5 Potensi Cadangan Aspal Di Sulawesi Tenggara Lokasi Luas (Ha) Cadangan (Ton) Kadar Bitumen Lawele 1/B Lawele 2/B Siontapina/B Winto/B % Kabungka 1/B % Kabungka 2/B % Waisiu/B ,5-40 % Epe/BU % Jumlah % Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Sulawesi Tenggara (2011). JENIS PRODUKSI ASPAL BUTON Asbuton Konvensional (curah) - Ukuran butir : ½ (12,7) - Kadar Bitumin : 20%±1% - Kadar air : (10-15)% Asbuton Halus - Ukuran Butir : ¼(6.35mm) = 100% : +4(4,75mm) = 90%-100% : +30(0,60mm) = 35%-100% 25

33 - Kadar Air : kurang dari 6% - Kadar Bitumen : 21% ±1% - Kemasan : karung plastik (kedap air) Buton Granular Asphalt (BGA) - Ukuran Butir : Lolos saringan nomor 16 - Kadar Bitumen : 5.20(penetasi 5 kadar bitumen 20%) (penetasi 20 kadar bitumen 25%) - Kadar Air : Max.2% - Kemasan : Karung plastik (kedap air) Emas Emas dijumpai di daerah Rarowatu menuju ke arah Wumbubangka sampai ke SP II dengan kadar Au 10 PPM sampai dengan 198 PPM, menjadikan cadangan emas ini cukup besar dan dapat dikalolah dengan menggunakan teknologi tepat guna yang berwawasan lingkungan. Emas di daerah ini terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan beberapa endapan terbentuk karena proses metasomanisme kontak dengan larutan hidrotermal, sehingga menghasilkan endapan placer dengan penyebaran diperkirakan ribuan hektar. Jumlah cadangan yang ada di daerah ini disajikan dalam Tabel 3.6: Tabel 3.6 Perkiraan Cadangan Emas di Sulawesi Tenggara NO. Kabupaten Cadangan (Gr) 1. Kolaka Utara Kolaka Konawe Konawe Selatan Bombana Jumlah Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Sulawesi Tenggara (2011). 26

34 Cekungan Minyak Pada bagian timur dari Pulau Buton dan Muna telah sejak lama diketehui merupakan cekungan minyak, dan pada beberapa tahun silam pernah dieksplorasi oleh PT. Conoco And Chevron. Keberadaan cekungan ini diduga berumur kala Neogen, dan memiliki potensi pada hampir seluruh bagian pulau ini. Batubara Lokasinya berada di sekitar Lametusa, desa Tambuha, Kecamatan Ngapa, Kabupaten Kolaka Utara, dijumpai dalam sungai Watunohu. Sementara ini keberadaan batubara di daerah ini masih merupakan indikasi, kuat, berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan hasil analisa laboratorium, batubara yang dijumpai memiliki karakteristik sebagai berikut: Warna hitam hingga hitam kecoklatan dan mudah hancur - Nilai Kalori : kal/gr - Debu : 43,03 % - C (Karbon) : 27,12 % - H (hidrogen) : 4,47 % - Ni (nitrogen) : 0,71 % - S (belerang) : 1,44 % - O (Oksigen) : 23,23 % Kromit Kromit dijumpai di beberapa tempat, antara lain di Kabupaten Bombana, Konawe, Konawe Utara dan Kolaka Utara. Sampai sejauh ini telah beberapa perusahaan yang berinvestasi pada bahan galian ini. Secara umum seberapa besar jumlah cadangan dari bahan galian ini belum diketahui, akan tetapi diduga secara keseluruhan bisa mencapai jutaan ton, dengan kadar Cr 2 O 3 berkisar % dengan luas penyebaran 2000 hingga 2500 Ha. 27

35 Pasir Besi LokaSI di Batauga Kabupaten Buton dan Tapunggaya, Kabupaten Konawe Utara dan Lansilowo Pulau Wawonii Kabupaten Konawe. Secara pasti belum diketahui sebarapa besar jumlah cadangan yang ada didaerah ini, tetapi memiliki luas penyebarannya diperkirakan antara Ha. Mangan Mangan yang dijumpai merupaka tipe psilomelane ( Ba, H 2 O 2 Mn 3 O 10 ) dengan kekerasan antara 4-6, dan berat jenis 4,7. Formasi di mana mangan ini berada diperkirakan berumur jura dan berasosiasi dengan batu gamping, dengan ukuran 2 cm, kadar %, MnO, dijumpai di Kecamatan Lasalimu, Kumbewaha Kecamatan Siontapina Kabupaten Buton dengan luas penyebaran berkisar ± Ha. Magnesit Lokasinya penyebaran meliputi Lasusua, Pakue (Kolaka Utara), Pulau Padamarang (Kabupaten Kolaka), Pondidaha (Konawe), Pulau Kabaena (Kabupaten Bombana). Estimasi cadangan dari magnesit di Pulau Padamarang diperkirakan mencapai ton. Komposisi Kimia Magnesit di Pulau Padamarang : SiO 2 = % CaO = 6.65 % NaO = 0.16 % Fe 2 O 3 = 0.09 % MgO = % AI 2 O 3 = 1.41 % Di Kolaka, diperkirakan 2,2 juta ton kandungan magnesite yang sudah diidentifikasi di pulau Padamarang yang menunggu untuk diolah. Penelitian telah dilakukan di 4 tempat yang berbeda. Kegunaan magnesite untuk keperluan industri kosmetik dan kertas rokok. Potensi magnesite sekitar ton yang mengandung MgO 40% BJ=3,0 warna putih yang sudah disurvey, dan berada di pulau Padamarang serta di 4 tempat yang berbeda. 28

36 Fospat Fospat yang ada di Sulawesi Tenggara umumnya merupakan tipe Goano, dijumpai pada gua-gua batu gamping yang ada di Sampolawa dan Pulau Kabi-Kabia Kabupaten Buton. Cadangan diperkirakan mencapai ton, dengan P 2 O 5 berkadar 1,2 hingga 14,2 %. Batugamping Dolomit Batugamping merupakan salah satu potensi bahan galian Sulawesi Tenggara yang cukup besar, lokasinya tersebar di Watuputih Kabupaten Muna (Pulau Muna), Watumbuloti (Konawe Selatan), Toari (Kolaka). Batugamping dolomit di Muna memiliki kandungan CaO 35% dan MgO 20%, jumlah cadangan diperkirakan mencapai m 3. Sedangkan di watumbuloti memiliki kandungan CaO 55 % dan Mg 20% dengan jumlah cadangan sekitar m 3. Batugamping dijumpai pula di Pulau Buton dan Bombana. Batugamping di Bombana memiliki penyebaran yang cukup luas, yaitu sekitar Ha dengan cadangan diperkirakan mencapai m 3 dengan kadar CaO lebih dari 45% (Dinas Pertambangan dan Energi Bombana, Profil Potensi Sumber Daya Mineral Kabupaten Bombana, 2011). Batugamping di daerah belum dimanfaatkan secara optimal, hingga saat ini batugamping digunakan hanya untuk bahan bangunan fondasi rumah, pagar dan jalan. Marmer a) Marmer Konawe Utara Dan Konawe Selatan Lokasinya di Moramo, Wolasi ( Kabupaten Konawe Selatan ), Lasolo dan Kokapi (Kabupaten Konawe Utara ), warna Abu-abu, hitam, merah, coklat, dan hijau. Sifat Fisik : Kuat Tekan Daya Tahan Keausan Berat Jenis Penyerapan Air Penyebaran Cadangan : : : : : : kg/cm 2 0,22 mm/menit 2,73 ton/m 3 0,35% Ha m 3 29

37 Komposisi Kimia : Si0 2 AI 2 O 3 Na 2 O 3 MgO = = = = 0,80 % 0,59 % 0,24 % 1,162 % CaO Fe 2 O 3 FeS 2 CaCO 3 = = = = 54,12 % 0,11 % 0,36 % 96,6 % b) Marmer Buton Utara Lokasi berada di sekitar Labauan, Lanosangiadan Tomohi, warna Abu-abu kehitaman dan krem, penyebaran Ha dengan cadangan diperkirakan M³. Komposisi Kimia : SiO 2 = 5,32 % CaO = 59,44 % Fe 2 O 3 = 0,84 % MgO = 1,61 % c) Marmer Kolaka Lokasinya berada di Tamborasi, Ahilulu, warna Abu-abu, cream, coklat kemerahan cerah, dan hitam. Sifat Fisik : Kuat Tekanan Daya Tahan Keausan Berat Jenis Penyerapan Air Penyebaran Cadangan : : : : : : Kg/Cm 2 0,1 Mm/Menit 2,8 Ton/M 3 0,60 % ,5 Ha 466 Milyar M 3 Komposisi Kimia : Si0 2 Fe 2 O 3 MgO = = = 10,80 % 0,16 % 37,30 % CaO Na 2 O 3 = = 44,58 % 0,24 % AI 2 O 3 FeS 2 = = 3,04 % 0,36 % Cadangan marmer yang tersimpan diperkirakan sekitar 53,2 miliar m 3 yang sudah diteliti oleh Pemda Kolaka bekerjasama Badan Riset ITB Bandung yang tersebar di beberapa lokasi sbb.: di Kab. Kolaka memiliki warna bermacam-macam serta memiliki 30

38 kualitas yang cukup tinggi (B+B Quality) dengan warna keabu-abuan sampai kehitaman dan daya tekan Kg/m 3 yang di ekspor ke negara India, Jepang, Italia dan negara Arab. Potensi Sumber Daya Marmer Kolaka terletak di Tamborasi sekitar m 3, Perabua m 3 dan di Ulunggolaka m 3. d) Marmer Batuputih Kolaka Utara Lokasinya berada di wilayah Batuputih dan Ranteangin, Volume marmer berwarna krem terang hingga krem ( light cream to cream ) : M³ Volume marmer abu-abu hingga abu-abu gelap ( gra to dark gray ) : M³. Spesifiaksi / Specification : Kuat Tekan( Compressive strength ) Keausan ( Abrasion resistance ) : 520 kg/cm² : 0,1 mm/menit Daya Serap ( Water absortion ) : 0,35% Komposisi Kimia ( Chemical composition) SiO 2 = 1,04 % AI 2 O 3 = 0,68 % Fe 2 O 3 = 0,10 % CaO = 45,15 % MgO = 13,54% LoI = 8,00 % e) Marmer Bombana Lokasinya beradadi Kecamatan Lengora dan Rahadopi Pulau Kabaena dengan wwarna Hijau, Hitam, Abu-abu dan Coklat. Sifat Fisik : Kuat Tekan Keausan Berat Jenis Penyerapan Air Penyebaran Luas Cadangan LOI : : : : : : : : kg/cm² 0,1 mm/menit 2,75 ton/mp - 0,25% 8.062,5 Ha 2,5 Milyar M3 31

39 Komposisi Kimia : SiO 2 = 14,44 % CaO = 27,05 % AI 2 O 3 = 0,45 % Fe 2 O 3 = 0,36 % MgO = 7,95 % Tabel 3.7 Luas penyebaran dan perkiraan cadangan marmer di Sulawesi Tenggara No Kabupaten 1. konawe utara dan konawe selatan 2. kolaka dan kolaka utara Lokasi Desa/Kec A. Moramo B. L aonti C. Lasolo D. lamonae dan limonoyo A. batu putih B. lasusua C. tamborasi/wolo D. ahilulu/mowewe utara 3. buton utara A. lanosangia tomoahi B. wakorumba C. labuan 4. bombana A. lengora-kabaena B. kabaena Luas (Ha) ± ± ± ± ± ± ± 700 ± ± ± ± Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Sulawesi Tenggara (2011) Cadangan (M 3 ) ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± Keterangan cadangan terkira pt. bakri pt. s m a pt. cendana b. bahari - cadangan terkira cadangan terkira eksplorasi cadangan terkira cadangan terkira cadangan terkira cadangan terkira cadangan terkira cadangan terkira cadangan terkira cadangan terkira Oniks Lokasi : Konaweha dan Mangolo Kabupaten Kolaka Warna : Putih, Putih Transparan, Kekerasan 3,5-4,0 Berat Jenis : 2,6 2,8 Komposisi Kimia : CaCO 3 Luas Areal : 25Ha Cadangan : M³ 32

40 Tanah Liat / Lempung Lokasinya di Tampo, Kontumere, Kambara, Kabawo (Kabupaten Muna), Wakorumba (Kabupaten Buton Utar ), Boro-boro, Wowonii (Kabupaten Konawe), Asera, Lasolo (Kabupaten Konawe Utara), Mulaeno (Kabupaten Bombana), Huko-huko, Watubagga (Kabupaten Kolaka). Komposisi Kimia : Tanah liat di daerah Malaeno Kabupaten Bombana : SiO 2 = 8,98 % Fe 2 O 3 = 0,94 % MgO = 2,41 % AI 2 O 3 = 0,11 % K 2 O = 0,80 % H 2 O = 1,64 % Luas Areal Ha Jumlah Cadangan ± 22 juta M³ ( Cadangan Terkira ) Batu Setengah Permata Krisopras Lokasinya berada di Pongkalaero, Batuawu, dan Olondoro Pulau Kabaena (Kabupaten Bombana). Kondisi fisik dan kimia Krisopras biasa disebut juga oval hijau, berwarna hijau transparan, cerat berwarna putih, kekerasan (dalam skala Mohs), berat jenis 2,64. Keberadaan warnanya yang hijau lebih disebabkan karena kandungan nikelnya. Komposisi Kimia : SiO 2 = 88,92 % LOI = 1,32 % H 2 O = 0,61 % AI 2 O 3 = 3,57 % K 2 O = 0,03 % Fe 2 O 3 = 0,35 % CaO = 0,84 % MgO = 0,81 % Luas Sebaran : ± 390 Ha Cadangan : ± ton 33

41 Pasir Kuarsa Lokasinya berada Tangketada Kabupaten Kolaka, Wanseriu, Labuan Kabupaten Muna, Batumea dan Tumbutumbu Jaya, Bobolio dan Langara (Pulau Wowonii) Kabupaten Konawe, Waemputtang, Poleang Timur Kabupaten Bombana, Ranokomea Kecamatan Poleng Kabupaten Bombana dan Oko-oko Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka (Tabel 3.8). Tabel 3.8 Luas, Cadangan dan Kadar Pasir Kuarsa di Provinsi Sulawesi Tenggara Lokasi Tangketada- Watubangga (Kolaka) Ranokomea- Poleang (Bombana) Wanseriwu-Tikep (Muna) Oko-oko, Pomalaa (Kolaka) Waemputtang- Poleang Timur (Bombana) Wawonii (Konawe) Luas Areal (Ha) Cadangan (Juta Ton) Kadar SiO2 (%) 825 4,8 92, , ,3 94, Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Sulawesi Tenggara (2011) Keterangan Eksplorasi detail 100 Ha Cadangan ton Kadar SiO2 = 68-94% Eksplorasi detail 100 Ha Kadar SiO2 = 74,02-95,80% Eksplorasi detail 102,5 Ha di Desa Tumbu tumbu Jaya Cadangan ton Kadar SiO2 = 68,81-95,49% Bahan galian lain yang tersebar di Kabupaten Kolaka adalah granit hitam, asbes, magnesite, onix, tanah, batu gamping, batu setengah kuarsa, sirut ( antara lain : Potensi Bahan Galian Lainnya di Kolaka Granit Hitam Lokasinya tersebar di Kolaka, diperkirakan 24 milyar m 3 granit hitam yang telah diteliti pada areal 240 km 2 di Kecamatan Pomalaa, dan Wolo juga terdapat di pulau 34

42 Padamarang. Material ini sama kegunaannya dengan marmer yakni untuk ornamen, hiasan dinding atau lantai termasuk cendramata. Asbes Jumlah cadangan diperkirakan sekitar ton terdapat di pulau Padamarang. Kegunaan utama dari jenis krisotil adalah sebagai lapisan pada rem mobil. Selain itu, digunakan sebagai bahan pelindung terhadap api, listrik, bahan kimia dan lain-lain. Mengenai mutu dan jumlah cadangannya masih memerlukan penelitian yang detail. Oniks Sekitar 32 juta m 3 telah disurvey pada lokasi seluas 400 Ha yang terdapat di Konaweha Kecamatan Wolo dan Ulunggolaka Kecamatan Latambaga. Onix yang terdapat di Konaweha berwarna keputih-putihan, sementara yang terdapat di Ulunggolaka berwarna krem dan kebiru-biruan. Tanah Liat Kurang lebih 4,8 juta m 3 tanah liat yang mengandung SiO2 sekitar 58% yang diidentifikasi dekat sungai Toari Kecamatan Watubangga. Proporsi material tanah liat sekitar 40%/60% meningkat menjadi 30%/70% dibagian timur Sungai Toari. Batu Gamping (Dolomit) Kurang lebih m 2 yang mengandung CaO 47%-53% MgO 1,56%, Al 7,99%, Al2O3 4,14%-4,48%, SiO2 0,26%-1,38%. Batu Setengah Kuarsa Terdapat di Pulau Padamarang dan Tanjung Ladongi dengan jenis antara lain krysopras, opal dan jasper. Adapun untuk mutu dan jumlah cadangannya masih memerlukan penelitian yang lebih detail. Sirtu Penambangan dan pengolahan sirtu (pasir batu) di sungai yang ada di Kolaka dengan jumlah cadangan jutaan meter kubik, serta pembangunan stone crusher dengan kapasitas produksi 250 ton/jam yang diharapkan dapat memasok kebutuhan bahan bangunan baik lokal maupun di luar kabupaten Kolaka (Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Kolaka, 2010). 35

43 BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Kawasan Pengusahaan Sektor Pertambangan Bappeda Sulawesi Tenggara (2010) memperkirakan bahwa luas kawasan pertambangan di Sulawesi Tenggara diperkirakan mencapai Ha (atau ,70 Km 2 ), berarti sekitar 75,66% dari luas wilayah daratan Sulawesi Tenggara ( Km 2 ). Namun dari sejumlah itu, tidak berarti seluruhnya bisa digunakan untuk usaha pertambangan. Banyak faktor yang mempengaruhi, selain kualitas dan kuantitas cadangan juga harus memperhatikan fungsi lahan yang ada. Keberadaannya yang berada di bawah permukaan tanah, mengakibatkan tidak dapat dihindarinya permasalahan tumpang tindih pemanfaatan lahan baik dengan kawasan kehutanan, pertanian, maupun permukiman. Pemerintah daerah seringkali merasa kesulitan dalam mendelineasi/menggambarkan kawasan peruntukan pertambangan dalam rencana tata ruang wilayah, dikarenakan kawasan ini memang belum tergambarkan secara jelas dalam Lampiran Peta Pola Ruang Wilayah Nasional dalam PP Nomor 26 tahun 2008, walaupun kawasan peruntukan pertambangan telah disebutkan dalam pasal-pasalnya. Untuk mengetahui berapa luas lahan pertambangan yang bisa diusahakan diperlukan beberapa data tata guna lahan yang saat ini dimiliki oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Sulawesi Teggara. Salah satu kriteria pokok yang menjadi pembatas untuk pemilihan lokasi usaha tambang adalah lahan yang ditetapkan menjadi kawasan lindung. Kawasan ini berfungsi untuk melindungi kelestarian sumber daya alam, sumber daya buatan, nilai dan budaya bangsa untuk menunjang pembangunan berkelanjutan. Wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan lindung pada dasarnya merupakan kawasan yang secara teknis planologis tidak memungkinkan untuk dijadikan kawasan pengembangan berbagai kegiatan budi daya dan ekonomi karena fungsi perlindungannya. Dalam penetapan lokasi potensi bahan galian yang dapat 36

44 dijadikan kawasan usaha pertambangan, baik di darat maupun di aliran sungai, harus berpedoman pada rencana tata ruang wilayah (RTRW), agar kegiatan usaha pertambangan tersebut kelak tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan fisik alami dan buatan serta dapat menunjang pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Deliniasi kawasan lindung yang dilakukan berpedoman pada Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung, yaitu kawasan yang memberikan perlindungan bawahnya, kawasan hutan suaka alam dan kawasan perlindungan setempat. Wilayah yang merupakan bagian dari pada kawasan lindung tertuang dalam RTRW Sulawesi Tenggara. Berdasarkan superimpose, ternyata ada beberapa lokasi pengamatan berada dalam kawasan lindung, sehingga hal ini menjadi bahan pertimbangan untuk diusahakan. Langkah berikutnya adalah melakukan analisis terhadap sejumlah lokasi penyebaran bahan galian yang diusulkan menjadi prioritas utama untuk diusahakan berdasarkan kriteria tertentu. Luas seluruh lokasi penyebaran nikel di Sulawesi Tenggara diperkirakan Ha, berdasarkan hasil tumpang tindih tata guna lahan (super impulse) menunjukkan bahwa 58,10% penyebaran nikel berada di kawasan areal penggunaan lain (APL), 35,03% berada di kawasan hutan lindung (HL) dan sisanya 6,88 kawasan hutan konversi (HK) (Tabel 4.1) Ha (80,68%) dari luas penyebaran nikel di Sulawesi Tenggara sudah dikuasai oleh para penanam modal, dengan kata lain bahwa hampir seluruh kawasan penyebaran nikel sudah ada yang memiliki. Potensi sebaran mineral lainnya yang luasnya sekitar Ha (Tabel 4.4) ternyata 24,93% berada di kawasan hutan lindung dan 1,06% berada dalam kawasan taman nasional (Lampiran A). 37

45 Tabel 4.3 Potensi Nikel Dan Status Kawasan Kabupaten/Kota se Provinsi Sulawesi Tenggara No. Kabupaten/Kota Status Kawasan Luas (Ha) Persentase (%) Jumlah 1 Kolaka Utara APL ,37 HL ,63 100% HK Konawe APL ,22 HL ,36 100% HK ,41 3 Konawe Utara APL ,72 HL ,28 100% HK Kolaka APL ,32 HL ,87 100% HK ,81 5 Konawe Selatan APL ,87 HL % HK ,13 6 Bombana APL ,31 HL ,03 100% HK ,65 7 Muna APL 93 27,14 HL % HK ,86 8 Buton Utara APL ,72 HL % HK ,28 9 Buton Utara APL ,23 HL % HK ,77 10 Kota Bau-Bau APL ,28 HL % HK ,72 APL ,10 Sulawesi Tenggara HL ,03 HK ,88 Jumlah ,00 Sumber : Bappeda Sulawesi Tenggara (2010) Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sulawesi Tenggara (2011) Diolah kembali 38

46 Tabel 4.4 Potensi Aspal, Bitumen Padat, Kromit, Mangan, Pasir Besi, Emas dan Mineral Logam Lainnya Dalam Kawasan Hutan Dan Perairan Sulawesi Tenggara NO KAB/KOTA JENIS BAHAN STATUS KAWASAN (HA) GALIAN TN/TWAL/HAS HL HPT HP HPK APL TOTAL I. BUTON ASPAL MANGAN PASIR BESI II. BOMBANA KROMIT III. BUTON UTARA ASPAL DITUMEN PADAT IV. MUNA ASPAL V. KONAWE KROMIT EMAS KROMIT EMAS BAHAN GALIAN LOGAM KONAWE VI. UTARA KONAWE VII. SELATAN KOLAKA VIII. UTARA Sumber : Bappeda Sulawesi Tenggara (2010) Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sulawesi Tenggara (2011) Keterangan : TN/TWAL/HAS HL HPT HPT HPK APL KROMIT : Taman Nasional/Taman Wisata Alam laut/hutan Suaka Alam : Hutan Lindung : Hutan Produksi Terbatas : Hutan Produksi : Hutan Produksi Konversi : Areal Penggunaan Lain 39

47 4.2 Analisis Daya Saing Komoditas Unggulan Sektor Pertambangan Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, analisis faktor menginformasikan tingkat keunggulan komoditas sektor pertambangan daerah dalam suatu wilayah. Dalam konteks wilayah Sulawesi Tenggara, nilai skor masing-masing daerah menunjukkan konfigurasi keunggulan dari setiap provinsi tersebut dalam wilayah Sulawesi Tenggara. Suatu komoditas tambang merupakan sektor basis kabupaten/kota bila memiliki nilai skor lebih besar dari satu, tidak demikian apabila terjadi sebaliknya Tabel 4.5 Indeks skor Pemusatan (Analisis Faktor) Sektor Pertambagan Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Tenggara Kabupaten/Kota Aspal Batu pasir, kerikil Kromit Mangan Nikel Oniks Emas Batu gamping Buton 1,92 1,71 0,49 1,34 0,64 0,32 0,76 1,26 Buton Utara 1,76 0,62 0,23 0, ,42 1,17 pasir besi Pasir kuarsa Kolaka 0,54 0,29 1,53 0,81 2,36 Konawe 0,63 1,86 0,52 0,38 1,88 Konawe selatan 0,82 0,47 1,91 1,55 Konawe Utara 0,69 1,02 0,53 1,08 0,72 Tembaga Bombana 0,28 1,63 0,48 1,83 2,71 0,65 0,65 Kolaka Utara 1,10 0,21 1,75 0,91 0,34 Muna 0,61 0,89 0,72 1,72 Bau-Bau 0,32 0,83 Lintas 0,76 1,99 1,01 Kabupaten Kontrak Karya 0,33 1,06 Sumber : Hasil penghitungan Marmer Dari dalam Tabel 4.5, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan struktur basis komoditas dari setiap daerah di Sulawesi Tenggara, hal ini terlihat dari nilai skor faktor yang dihitung. Buton, Muna dan Buton Utara yang berada dalam satu pulau dengan ciri khas tambang aspal dan batugamping yang memiliki potensi untuk diusahakan karena nilai skor faktornya lebih besar dari satu. Komoditas tambang lain yang memiliki peluang untuk diusahakan di Buton adalah sirtu dan mangan. Komoditas nikel merupakan komoditas yang tersebar seluruh daerah dan 40

48 daerah yang memiliki prospek untuk mengembangkan usaha nikel antara lain Kolaka, Konawe Selatan, Konawe Utara, Bombana, Kolaka Utara dan lintas Bombana- Buton. Kromit secara ekonomi dapat diusahakan di daerah Konawe, Konawe Utara, Bombana dan Kolaka Utara. Emas komoditas yang memiliki prospek untuk diusahakan di empat daerah yaitu Konawe, Konawe Selatan, Bombana dan lintas Kolaka-Konawe Selatan. Potensi lain yang memiliki prospek untuk diusahakan adalah pasir kuarsa, komoditas tersebut dapat diusahakan daerah di Kolaka, Muna, Bombana dan Konawe. 4.3 Perkembangan Pengusahaan Tambang di Sulawesi Tenggara Saat ini dan Prospeknya Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi di Indonesia memiliki sumberdaya alam yang cukup besar, seperti nikel, aspal, mangan dan lain-lain. Tidak kurang dari 309 perusahaan yang telah memiliki izin usaha pertambangan (IUP) untuk berbagai komoditas tambang, 65% IUP diantaranya masih melakukan tahap eksplorasi sedangkan 35% IUP lainnya sudah berproduksi. Ada tiga daerah yang paling banyak memiliki IUP yaitu Kabupaten Bombana sebanyak 76 IUP, disusul Konawe Utara 66 IUP dan Buton 61 IUP (Tabel 4.4). Nikel merupakan komoditas yang paling diminati oleh para penanam modal, karena dari 309 IUP yang tercatat ternyata 160 IUP (51,78%) bergerak di bidang pertambangan nikel, kemudian emas 59 IUP dan Aspal 56 IUP. Berdasarkan data dari Dinas pertambangan dan energi Sulawesi Tenggara tahun 2011 (Tabel 4.5), luas wilayah IUP saat ini sudah mencapai Ha (atau Km 2 ), berarti sudah 19,43% dari luas daratan Sulawesi Tenggara ( km2) dimanfaatkan untuk penambangan. Daerah yang paling luas digunakan untuk penambangan adalah Konawe Utara ( Ha) dan Bombana ( Ha). Apabila dilihat dari Tabel 4.7 seluruh daerah di Sulawesi Tenggara terdapat perusahaan penambangan. 41

49 . Tabel 4.6 Jumlah IUP menurut kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara, Tahun 2011 Kabupaten/Kota Aspal Batu pasir, kerikil Kromit Mangan Nikel Oniks Emas Batugamping pasir besi Tembaga Marmer Jumlah Buton Buton Utara Kolaka Konawe Konawe selatan Konawe Utara Bombana Kolaka Utara Muna 1 1 Bau-Bau 1 1 Lintas Kabupaten *) Kontrak Karya 1 1 Lintas Prov Sultra- Sulteng 1 1 Jumlah Sumber : Bappeda Sulawesi Tenggara (2010) Dinas Energi dan Sumber Daya MineralSulaesi Tenggara (2011) Keterangan : Nikel lintas Bombana Buton Emas lintas Kolaka Konawe Selatan. 42

50 Kabupaten/Kota Aspal Batu pasir, kerikil Tabel 4.7 Luas IUP (Ha) menurut kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara, Tahun 2011 Kromit Mangan Nikel Oniks Emas Batugamping pasir besi Tembaga Marmer Jumlah Buton Buton Utara Kolaka Konawe Konawe selatan Konawe Utara Bombana Kolaka Utara Muna Bau-Bau Lintas Kabupaten * Kontrak Karya Lintas Prov Sultra-Sulteng Jumlah Sumber : Bappeda Sulawesi Tenggara (2010) Dinas Energi dan Sumber Daya MineralSulaesi Tenggara (2011) Keterangan : *Nikel lintas Bombana Buton *Emas lintas Kolaka Konawe Selatan. 43

51 IUP yang paling luas penggunaan lahannya adalah komoditas tambang nikel, luasnya mencapai Ha, disusul emas seluas Ha. 1) Aspal Buton merupakan penghasil aspal terbesar di dunia, namun kebaradaannya saat ini belum dimanfaatkan secara optimal, hal ini terlihgat dari perkembangan produksi yang masih sangat rendah. Rendahnya tingkat produksi disebabkan oleh kurangnya permintaan baik dari dalam maupun luar negeri, padahal IUP yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah daerah sebanyak 56 IUP. Rendahnya tingkat produksi dapat dilihat di dalam Gambar 4.1, data statistik menunjukkan bahwa produksi aspal pada tahun 2010 tercatat sebesar ton, naik sebesar 32,73% dibandingkan dengan tahun Perkembangan produksi aspal Buton (asbuton) menunjukkan perkembangan yang fluktuatif, namun selama kurun waktu produksinya mengalami kenaikkan yang sangat signifikan yaitu sebesar 59,70% per tahun. Tenaga kerja yang mampu diserap oleh kegiatan penambangan aspal dari lima perusahaan yang tercatat di Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Buton tahun 2011 paling sebanyak 620 orang. Gambar 4.1 Produksi Aspal Buton, (Ton) 56,584 52,834 39,807 20, Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Sulawesi Tenggara dan Kabupaten Buton 44

52 Pemasaran aspal Buton (Asbuton) dalam negeri saat ini hanya untuk memenuhi permintaan dari Lampung dan Surabaya. Pada tahun 2011, PT. Sarana Karya salah satu perusahaan aspal saat ini telah menerima permintaan dari Cina sebanyak 6 juta ton, yang harus dipenuhi hingga tahun Poduk aspal yang dihasilkan oleh PT. SAKA untuk memenuhi permintaan Cina adalah dalam bentuk yang sudah diolah, hal ini sesuai dengan peraturan daerah tahun 2007 yang melarang ekspor aspal dalam bentuk curah. Berdasarkan hasil survei Direktorat Energi dan Sumber Daya Mineral Bandung, cadangan aspal Buton yang terukur diperkirakan mencapai 650 juta ton dari sejumlah 2 miliar ton. Sejak ditambang hingga saat ini, aspal Buton yang telah dieksploitasi baru 3,4 juta ton. Rendahnya permintaan aspal Buton antara lain disebabkan oleh kualitas dan teknologi pengolahan aspal juga karena bersaing dengan aspal dari kilang minyak bumi. Berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas asbuton terus dilakukan yaitu dengan mencampur aspal panas dengan bahan tambah Asbuton (BGA), campuran dingin aspal emulsi dengan bahan tambah Asbuton (BGA) perkerasan jalan campuran beraspal panas asbuton (BGA) yang diremajakan,campuran ebraspal panas asbuton Lawele dan dengan lapis penetrasi mastic asbuton (asbuton Lawele) (Hermadi, 2011). Metode tersebut telah diterapkan di Gorontalo dan Muna (Sulawesi Tenggara). Teknologi tersebut di atas memberikan harapan baru terhadap optimisme perkembangan permintaan asbuton di masa mendatang, sehingga produksi asbuton akan meningkat. Pemerintah perlu untuk segera meningkatkan produksi serta pemanfaatan aspal Buton (asbuton). Selain memiliki banyak kelebihan, juga karena dalam beberapa tahun terakhir, aspal minyak mengalami kenaikan seiring harga minyak dunia yang semakin mahal. Di samping itu, perkembangan teknologi pengolahan minyak bumi juga semakin maju, sehingga jumlah residu berupa aspal yang dihasilkan semakin kecil hal tersebut akan menyebabkan harga aspal minyak akan semakin mahal. Dalam sepuluh tahun, jumlah panjang jaringan jalan beraspal terus bertambah dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 3,53% per tahun. Oleh karena itu, 45

53 material aspal merupakan kebutuhan utama dalam penyelenggaraan jaringan jalan di Indonesia. Pada tahun 2011, kebutuhan aspal untuk penyelenggaraan jaringan jalan tersebut adalah sekitar 1,25 juta ton. Kemampuan dalam negeri untuk memasok kebutuhan aspal tersebut masih terbatas, yaitu sekitar 690 ribu ton, sisanya sebesar 560 ribu ton diharapkan dapat dipenuhi melalui impor. Sebagian besar (lebih dari 90%) pasokan aspal tersebut berupa aspal minyak. Tentunya kebutuhan aspal tersebut akan terus bertambah seiring dengan program percepatan pembangunan infrastruktur yang dicanangkan pemerintah. Inovasi teknologi pengolahan aspal terus berkembang dan diharapkan pengolahan asbuton akan lebih efisien hingga mampu bersaing dengan penggunaan aspal minyak yang mulai langka dan mahal. Penggunaan asbuton sebagai komponen utama aspal telah dapat digunakan dalam metode/bentuk hot mix, cold mix, dan lapen. Sementara itu, produk modifier asbuton telah diterapkan di beberapa negara, seperti China dan Myanmar, serta telah terbukti memberikan kualitas hasil terbaik. Bahkan aplikasinya telah dilakukan untuk kelas jalan tingkat tinggi (high performance pavement) di negara-negara tersebut. Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan dalam upaya pengembangan industri asbuton di antaranya adalah regulasi dan penataan konsesi pertambangan dalam rangka penyusunan skema investasi dalam skala industri. Selain itu, juga diperlukan dukungan jaminan pemasaran berupa kebijakan dari pemerintah serta jaringan distribusi yang baik. Transportasi kapal untuk distribusi asbuton dari Buton ke berbagai daerah di Indonesia juga masih terbatas dan hanya mampu menjangkau kota-kota besar di Indonesia, sehingga pemesanan hanya dapat dilakukan dalam jumlah besar ( 2011). Pada tahun 2005, Jawa Barat pernah memanfaatkan Asbuton untuk jalan di beberapa daerah dengan menggunakan pola Lapis Penentrasi Macadam Asbuton (LPMA). Metode tersebut telah berhasil dilaksanakan di antaranya : Kuningan, Subang, Ciamis, Cirebon, Majalengka, Bogor, Sumedang dan terbukti dapat menghemat anggaran biaya pembangunan dan pemeliharaan jalan antara 20-30%. ( blogspot.com/2007, 2011). 46

54 Prospek asbuton didukung pula dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 35/PRT/M/2006 tentang Peningkatan Pemanfaatan Asbuton, sehingga pemerintah harus memudahkan distribusi aspal buton ke daerah-daerah melalui intensifikasi bagi produsen dan pengguna, termasuk pemerintah daerah ( 2011). 2) Nikel Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa kegiatan penambangan nikel adalah kegiatan penambangan yang paling banyak diminati oleh para penanam modal dan yang paling luas cakupan penggunaan lahannya. Hal ini bisa dimaklumi mengingat permintaan nikel dunia saat ini sangat tinggi dan harganya yang terus mengalami kenaikkan, nikel digunakan untuk bahan campuran dalam industri besi baja agar kuat dan tahan karat. Di samping itu, komoditas ini memiliki cadangan yang cukup besar dan menyebar di seluruh beberapa kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara (Tabel 4.2). PT. Antam Tbk dan PT. Inco Tbk adalah dua perusahaan yang sudah sejak lama mengelola nikel, sehingga kedua perusahaan tersebut memiliki tanggungjawab sosial, ekonomi dan lingkungan terhadap daerah penambangan dan sekitarnya. Selain dua perusahaan besar tersebut, terdapat banyak perusahaan-perusahaan kecil pemegang IUP yang melakukan penambangan kemudian dijual (ke Cina) masih dalam bentuk bijih tanpa melalui pengolahan/pemurnian terlebih dahulu. Perkembangan pertambangan nikel di Sulawesi Tenggara saat ini menunjukkan peningkatan yang tinggi, penambangan dilakukan secara besar-besaran karena pada tahun 2014 ekspor dalam bentuk bijih akan dihentikan. Dikhawatirkan apabila hal ini terus berlangsung, maka pada tahun 2014 nanti sudah tidak ada lagi cadangan nikel yang tersisa. Untuk mencegah ekspor dalam bentuk bijih maka harus dibangun pabrik pengolahan nikel di daerah ini untuk menampung kesulitan pemegang IUP menjual bijih nikel. Salah satu material yang digunakan dalam pengolahan bijih nikel adalah batu kapur yang bisa didatangkan dari Buton yang cadangannya cukup melimpah. 47

55 Perkembangan ekspor bijih nikel dan feronikel Sulawesi Tenggara berfluktuatif dan sangat tergantung dari permintaan dunia, hal ini dapat dilihat dalam Tabel 4.6 dimana perubahan ekspor berubah setiap tahun. Puncak kenaikan terbesar terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 60,30%, memasuki tahun 2010 perlahan menurun walaupun masih positif. Secara umum, laju pertumbuhan ekspor nikel selama sepuluh tahun terakhir mengalami kenaikkan sebesar 14,81% per tahun, sedangkan ekspor feronikel naik rata-rata sebesar 18,95% per tahun. Namun berdasarkan UU No. 4 tahun 2009, ekspor nikel dalam bentuk bijih nikel sudah tidak diperkenankan lagi. Dengan kata lain nikel dapat di ekspor apabila sudah diolah menjadi barang jadi atau setengah jadi, sehingga harus dibangun pabrik di dalam negeri. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah Sulawesi Tenggara telah melakukan kerjasama dengan investor dari luar negeri, yaitu Jillin Horoc NonFerous Metal Group Cc. Ltd asal Cina untuk membangun kawasan industri pengolahan nikel di Kabupaten Bombana dan Konawe Utara. Nilai investasi diperkirakan mencapai US$6 miliar, kapasitas produksi ton logam nikel per tahun ( 2011) dan bahan baku nikel yang diperlukan sekitar ton/tahun. Konsumsi listrik yang diperlukan untuk proses produksi tersebut akan dipasok oleh PT. Billy International yang rencananya akan membangun pembangkit berkekuatan 600 MW di Bombana. Perjanjian pembangunan kawasan pengolahan nikel ini merupakan bagian dari program MP3EI untuk mewujudkan Sulawesi Tenggara menjadi pusat industri pertambangan nasional untuk nikel, emas dan aspal. PT Aneka Tambang Tbk (Antam), bersama konglomerasi India, Jindal Stainless Limited, menandatangani kerja sama pembangunan pabrik peleburan nikel dan baja tahan karat (stainless steel) di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Jumlah investasi diperkirakan 700 juta dolar AS, realisasinya baru 1 juta dolar (BPMD Sultra, 2011). Perusahaan tambang BUMN, PT. Aneka Tambang Tbk (ANTAM) membentuk perusahaan patungan (joint venture) bersama Jindal Stainless Limited untuk membangun fasilitas peleburan nikel dan stainless steel di Mandiodo, Konawe Utara, 48

56 Sulawesi Tenggara. Untuk tahap awal proyek ini direncanakan akan memiliki kapasitas sebesar ton per tahun feronikel dan sekitar ton per tahun untuk stainless steel yang sebagian besar berupa high quality stainless steel seri 300. Berdasarkan rencana survei pasar yang akan dilakukan segera, produk akhir dapat berupa stainless steel slabs atau stainless steellong products. Selain itu, PT. Antam akan meningkatkan kapasitas produksi feronikel sebesar ton/tahun, kapasitas raw material yang diperlukan sekitar ton/tahun. Konsumsi listrik yang diperlukan untuk proses produksi tersebut sekitar 108 MW yang akan dibangun oleh PT. Antam sendiri. Proyek terintegrasi tersebut akan memproses bijih nikel yang berasal dari konsesi Antam di lokasi Mandiodo yang memiliki kadar nikel rata-rata 1,5%. Selain fasilitas pengolahan nikel dan stainless steel, pada proyek tersebut akan dilengkapi dengan pembangkit listrik bertenaga batubara dengan kapasitas 108 MW, sarana pengolahan air, pelabuhan serta infrastruktur lainnya termasuk sarana perumahan bagi karyawan. Sedangkan PT. Inco merencanakan pabrik pengolahan nikel hidroksida di Pomalaa, Kabupaten Kolaka, kapasitas produksi ton per tahun dengan bahan baku bijih nikel ton. 49

57 Tabel 4.8 Perkembangan Produksi, Ekspor dan Impor Bijih Nikel dan Feronikel Indoensia, Tahun (Ton) Uraian Produksi : Bijih Nikel (Ton) Feronikel (Ton ni) Nikel kasar (Ton ni) Impor (ton) Na - - Ekspor : Bijih Nikel (Ton) Feronikel (Ton ni) Nikel kasar (Ton ni) Sumber : Direktorat Jenderal Mineral, Batubara, dan Panasbumi, ) Batugamping Sumber daya batugamping dolomit banyak tersebar di Kabupaten Muna, Konawe Selatan, Kolaka dan Buton, namun sejauh ini belum banyak investor menanamkan modalnya pada komonditas ini. Sebagian masyarakat menggunakan hanya untuk keperluan sendiri seperti untuk pengerasan jalan, sebagai fondasi rumah, pagar rumah yang disusun tanpa bantuan pengeras lainnya seperti semen. Padahal batugamping dapat diolah untuk berbagai keperluan di dalam industri yang memiliki nilai ekonomi dan dapat meningkatkan nilai tambah. Batugamping apabila diolah menjadi kapur tohor atau kapur padam dapat dimanfaatkan oleh oleh berbagai industri, antara lain : dalam bidang kimia, untuk netralisasi, koagulasi, pembasaan, dehidrasi dan absorpsi; di bidang konstruksi untuk stabilisasi tanah, adukan tembok, plester, bata pasirkapur, kapur-pozolan, kapur-terak blast furnace, kapur-tepung bata merah/genting, semen, bahan baku keramik dan lain-lain; di bidang pertanian untuk pengapuran tanah-dasar tambak-tambak ikan, bahan pupuk, industri kelapa sawit; di bidang kesehatan pasta gigi, kosmetik, pembuatan soda abu; untuk penanggulangan pencemaran lingkungan : menghilangkan belerang dalam gas buang cerobong asap industri melalui sistem pencucian gas (gasstack scrubbing system), mengendapkan berbagai produk dalam air limbah 50

58 industri dan rumah tangga, pengolahan air untuk industri dan rumah tangga, netralisasi limbah padat industri; sebagai bahan imbuh (flux) dalam reduksi bijih besi dan juga bahan imbuh untuk peleburan (smelting) logam-logam bukan besi. Produk lain dari kapur adalah kalsium karbonat presipitat (PCC) yang memiliki kemurnian tinggi, berukuran butir lebih halus, kristalin dengan permukaan padat dan halus, serta lebih putih yang umum digunakan untuk bahan pengisi kertas, karet, plastik, cat, pemutih, penyebar warna (pigment extender) kualitas baik. Untuk kertas berfungsi pula sebagai bahan pelapis (coating). Mengingat banyaknya manfaat batugamping dalam kehidupan manusia, apalagi jika komoditas ini telah diproses menjadi kapur tohor. Salah satu perusahaan pertambangan nikel terbesar di Sulawesi Tenggara yang menggunakan kapur sebagai bahan tambahan adalah PT. Antam Tbk. Batu kapur sebagai bahan tambahan ini berfungsi untuk mengikat abu kokas dan batuan ikutan hingga menjadi terak yang dengan mudah dapat dipisahkan dari logam. Jumlah batu kapur yang dibutuhkan untuk proses pengolahan nikel ini diperkirakan sebesar ton per tahun. Berikut ini adalah cara-cara memproses batugamping menjadi kapur tohor dan kapur padam, perhitungan ekonominya dapat dilihat dalam Lampiran B. Proses pembuatan kapur tohor (quicklime, CaO) Kapur tohor dibuat melalui proses yang relatif sederhana yang disebut kalsinasi (calcination), yaitu pembakaran batu kapur di dalam suatu tungku pembakaran (kiln) pada suhu O C. Pada pembakaran batu kapur pada suhu tersebut di atas, terjadi penguraian (dissosiation) batu kapur (CaCO 3 ) menjadi kapur tohor (CaO) dan gas CO 2, menurut reaksi: CaCO 3 = CaO + CO 2 H 900C = + 15,5 kkal. Reaksi ini merupakan reaksi dapat balik (reversible) bersifat endoterm, yaitu membutuhkan panas. Dibutuhkan panas sekitar 770 kkal untuk setiap 1 kg CaO yang diproduksi. 51

59 Kapur padam dibuat dengan mereaksikan CaO hasil kalsinasi batu kapur dengan air (H 2 O), sehingga terbentuk senyawa kalsium hidroksida Ca(OH) 2. Proses ini disebut juga hidratasi. Pada hidratasi CaO terjadi reaksi kimia sebagai berikut : CaO + H 2 O => Ca (OH) 2 H = - 15,9 kkal Reaksi ini eksotermis, dengan dilepaskan sejumlah panas selama reaksi berlangsung. Sebagaimana telah diutarakan, setiap 1 kg CaO akan mengeluarkan panas sebesar 284 kkal. Proses pembuatan kapur tohor dilakukan dalam beberapa tahap sebagai berikut (Edi Herianto, Pengembangan Industri Kapur di Kalimantan Timur, Puslit Metalurgi-LIPI, Puspitek Serpong, Semiloka Nasional Metalurgi 2003, Jakarta, 2003) : a. Preparasi bahan Preparasi bahan dilakukan untuk membuat batu berukuran sama atau homogen (10 15 cm) serta ukuran kayu maksimal 60 cm, agar baik dalam segi pengumpanan batugamping ke dalam tungku maupun proses kalsinasi akan lebih baik dan merata. b. Pengumpulan batugamping Pengumpanan batu gamping dari atas dan pengeluaran produk dari bawah tungku kalsinasi dilakukan secara manual. c. Kalsinasi Proses kalsinasi batu gamping di dalam tungku dilakukan pada suhu C C, dengan waktu tinggal di dalam tungku sekitar 6 jam. d. Penyiraman Penyiraman dilakukan pada produk kapur tohor yangtelah jadi, agar dihasilkan serbuk kapur tohor atau lebih dikenal dengan kapur padam. e. Pengepakan Kapur tohor yang sudah menjadi serbuk lalu dimasukan ke dalam karung dengan berat masing-masing kg. 52

60 Penentuan lokasi pabrik harus berdasarkan pertimbangan dari berbagai aspek seperti infrastruktur jalan, jarak, lokasi pasar dan lain-lain agar menghasilkan biaya produksi dan biaya distribusi yang minimal. Selain itu, apabila melihat potensi batugamping di Sulawesi Tenggara ternyata cukup besar, upaya lain dalam mendukung pengembangan wilayah adalah dengan menggagas membangun satu kawasan industri semen di sekitar Poleang atau Poleang Timur (Bombana) karena selain batu gamping sebagai bahan baku utama juga terdapat pasir kuarsa, tanah liat serta ketersediaan lahan dan air. Upaya-upaya tersebut tiada lain untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, pendapatan daerah dan peningkatan pertumbuhan ekonomi. 4) Pasir Kuarsa dan Kegunaannya Pasir kuarsa pasir kuarsa adalah bahan galian yang terdiri ataskristalkristal silika (S i O 2 ) dan mengandung senyawa pengotor yan g terbawa selama proses pen gend apan. Pasir kuarsa juga dikenal dengan nama pasir putih merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama, seperti kuarsa dan feldspar. Hasil pelapukan kemudian tercuci dan terbawa oleh air atau ang in yang tere ndapk an di t ep i-tep i sungai, danau atau laut. Pasir kuarsa mempunyai komposisi gabungan dari S i O 2,Fe 2 O 3, Al 2 O 3, TiO 2, CaO, MgO, dan K 2 O, berwar na putih bening atau warna lain bergantung pada senyawa pengotornya, kekerasan 7 (skala Mohs), berat jenis 2,65, titiklebur C, bentuk kristal hexagonal, panas sfesifik 0,185, dan konduktivitas panas C ( 2011). Penyebaran pasir kuarsa di Sulawesi Tenggara cukup luas, lokasinya berada di Tengketada dan Okooko (Kolaka), Wanseriwu (Muna), Betumea, Tumbutumbu Jaya, Bobolio dan Langara/Wangonii (Konawe), Waemputtang dan Ranokomea (Bombana). Di Kolaka, potensi pasir kuarsa sekitar 3,3 juta m 3 yang sudah di survey pada area 230 km 2 di Kecamatan Watubangga. Kegiatan penambangan pasir kuarsa telah dilakukan oleh PT. Gasing Sulawesi dengan luas IUP 186,25 Ha serta perkiraan produksi ton/th. Pasir kuarsa ini dikirim ke PT. Inco Tbk di Soroako Sulawesi 53

61 Selatan sebagai bahan pendukung untuk memenuhi kebutuhan dalam proses pengolahan biji nikel menjadi nikel matte. Analisa kimia menunjukan bahwa kandungan S i O 2 diantara 97% dan 98% (bersih), material ini memiliki kualitas yang cukup tinggi. Dalam kegiatan industri, penggunaan pasir kuarsa sudah berkembang meluas, baik langsung sebagai bahan baku utama maupun b ah an ikutan. Seb ag ai b ah an b aku utama, misalnya digunakan dalam industri gelas kaca, semen, tegel, m o s a i k k e r a m i k, b a h a n b a k u f e r o s i l i k o n, s i l i k o n c a r b i d e bahan abrasit (ampelas dan sand blasting). Sedangkan sebagai bah an ikutan, misal d al am industri cor, in dustri perminyakan dan pertambangan, bata tahan api (refraktori) dan lain sebagainya. Spesifikasi pasir kuarsa untuk berbagai industri adalah sebagai berikut : Industri gelas/kaca, SiO 2 >98,50%, Fe 2 O 3 dan Al 2 O 3 <0,30%, ukuran butir<20 mesh, >200 mesh (Tabel 4.9). Batas maksimum dari kandungan oksida besi adalah sbb: untuk gelas optik 0,005-0,008%, untuk gelas flint dan soda-lime 0,05-0,02%, untuk gelas jendela atau botol putih 0,2-0,5 %, untuk gelas plat 0,1-0,2%. Senyawa kromium tidak dibutuhkan, karena akan memberi pengaruh terhadap warna Industri semen, pasir kuarsa merupakan bahan imbuh sebagai pengontrol kandungan silika aktifnya, kadar SiO 2 21,30%. Industri bata tahan api, kuarsa merupakan bahan utama pada pembuatan bata tahan api dengan spesifikasi: SiO 2 >95%, Al 2 O3<1%, K 2 O dan Na 2 O<3%. Jenis silika yang ideal adalah kuarsa dengan ukuran butir yang halus (ukuran butir >0,18mm, <3,35mm) yang mengandung sedikit nonkristalin flint atau silika jenis kalsedonik. Industri pengecoran logam, SiO 2 >90%, Na 2 O+K 2 O<2%, Fe 2 O 3 >1,5%, ukuran butir <30 mesh, >200 mesh, bentuk butiran sub-angular. 54

62 Pembuatan ferosilikon dan silikon karbid, SiO 2 >98%, oksida besi <0,3% dan bebas dari pirit (sulfida besi). Listrik dan optik, kuarsa yang diperlukan untuk kegunaan listrik dan optik adalah kuarsa kristal dengan mutu tinggi. Untuk keperluan ini dibutuhkan kuarsa jernih, bebas dari deep optical, retak, gelembung udara. Industri keramik, kuarsa digunakan terutama untuk gerabah putih dan enamel, dalam istilah perdagangan disebut flint. Serat gelas, kuarsa merupakan bahan utama pada pembuatan serat gelas, karena silika merupakan unsur yang paling tinggi kandungannya (>52,4% selain boric acid, alumina dan kapur). Abrasif, kuarsa yang digunakan sebagai bahan abrasif adalah kuarsit, flint, bath brick, batu apung rottenstone, tripoli, diatome, kuarsa yang digerus dan pasir silika. Tabel 4.9 Syarat kimia pasir kuarsa untuk bahan gelas Jenis gelas % SiO 2 (min) % Fe 2 O 3 (maks) %Cr 2 O 3 ( maks) %CaO + MgO (maks) Mutu pertama (gelas optik, untuk instrumen, alat kristal 99,8 0,1 0,002 0,10 berat Mutu kedua (gelas untuk barang pecah belah, alat listrik, 98,5 0,5 0,035 0,2 kontainer) Mutu ketiga (flint glass) 95,0 4,0 0,035 0,5 Mutu keempat (gelas dipoles, diroll dan lembaran) 98,5 0,5 0,06 0,5 Mutu kelima 95,0 4,0 0,6 0,5 Mutu keenam (gelas hijau,gelas jendela) 98,0 0,5 0,3 0,5 Mutu ketujuh (gelas hijau) 95,0 4,0 0,3 0,5 Mutu kedelapan(gelas amber) 98,0 0,5 1,0 0,5 Mutu kesembilan (gelas amber) 95,0 4,0 1,0 0,5 55

63 Tabel 4.10 Mutu pasir silika untuk gelas tidak berwarna Mutu % Silika % Fe 2 O 3 %TiO 2 %Cr 2 O 3 %Al 2 O 3 (maks) (maks) (maks) (maks) (maks) A 99,5 0,008 0,030 0,0002 (i) B 99,5 0,013 0,0002 (i) C 78,5 0,030 0,0006 (i) (i) Batas maksimum, jika diperlukan sesuai perjanjian pembeli dan penjual Pengolahan Pada dasarnya, pengolahan pasir kuarsa dimaksudkan untuk menghilangkan mineral-mineral pengotor, sehingga kadar SiO 2 meningkat (Gambar 4.2). Selain itu, pengolahan juga dilakukan sesuai dengan kebutuhan, misalnya untuk gravel pack pada pemboran minyak bumi yang memerlukan pasir kuarsa berukuran tertentu dan berbentuk bulat. Untuk pasir cetak dalam pengecoran logam kadangkadang tidak memerlukan pengolahan. Industri kaca/gelas memerlukan kadar SiO 2 yang tinggi. Untuk industri cat, filler, memerlukan penggilingan agar diperoleh ukuran butir yang sangat halus. 56

64 57

65 Pengolahan dengan cara flotasi Untuk mendapatkan kuarsa dengan mutu tinggi (biasanya sebagai bahan baku pada pabrik gelas) diolah dengan cara flotasi, meskipun biaya proses ini relatif mahal. Pada Gambar 4.3 dapat dilihat bagan alir proses pengolahan kuarsa dengan cara flotasi. Reagen flotasi yang digunakan adalah sebagai berikut: fuel oil, asam sulfonat, pine oil, petroleum sulfonic tergantung pada jenis pengotornya (oksidaoksida). Bila oksidanya besi dalam bentuk sulfide, digunakan xantat sebagai aktivator dengan ph regulator asam sulfat. 58

66 Pada pengolahan dengan cara flotasi diharapkan produk hanya mengandung oksida besi 0,01-0,02% dengan recovery sebesar 95%. Grinder yang digunakan umumnya menggunakan pelapis silikon atau keramik dan bola-bolanya. Bola-bola tersebut adalah bola keramik dengan densitas tinggi. Sel flotasi umumnya terdiri atas bahan tahan korosi dan tahan asam dilengkapi dengan circular wood tank dengan poros dan propeller dilapisi karet. 5) Kromit Kromit merupakan salah satu jenis mineral yang berkomposisi kimia Fe Cr 2 O 3 dan ternyata memiliki nilai strategis, karena mineral tersebut berasal dari ektrasi mineral dan sangat di butuhkan dalam perkembangan industri-industri : rekayasa, pesawat terbang, ruang angkasa dan kemiliteran serta industri hi-tech lainnya. Oleh karena mineral tersebut memiliki nilai yang strategis, maka sangat perlu di kembangkan dan diteliti lebih rinci terutama di daerah-daerah yang kemungkinan adanya endapan mineral-mineral tersebut (Hasan, 1998). Kromit yang sering di jumpai di beberapa daerah di Indonesia ini hadir sebagai endapan primer dan endapan sekunder. Endapan primer ini dapat ditafsirkan berasal dari proses kristalisasi satu fase kromit dari suatu massa magma yang bersifat basa sedangkan endapan sekunder merupakan hasil proses pelapukan batuan yang mengandung kromit. Ditinjau dari penggunaannya jenis ini dikenal sebagai kromit metelurgi, refraktori dan kromit kimia. Pengolahan kromit ini terutama di dasarkan kepada sifat fisik yaitu memisahkan mineral kromit dari mineral-mineral ikutan lainnya yang disebut "gangue minerals. Sifat fisik yang di maksud adalah gaya berat, medan listrik dan medan magnet. 4.4 Prospek Investasi Pengusahaan Sektor Pertambangan Sulawesi Tenggara memiliki keunggulan komparatif sekaligus kompetitif untuk kegiatan investasi pertambangan mengingat letaknya yang strategis ditengah-tengah Indonesia sehingga akan menjadi pintu gerbang sekligus berfungsi 59

67 sebagai jembatan hubungan antara kawasan barat dengan timur Indonesia. Jumlah investasi asing sektor pertambangan pada tahun 2010 (Gambar 4.4), tercatat sebesar US$123,465 triliun turun sebesar 6,69% dibandingkan dengan tahun 2009 (U$ 132,32 triliun). Sebagian besar investor menanamkan modalnya pada kegiatan yang menunjang kegiatan pertambangan, seperti peralatan tambang, mesin dan lain-lain. Sebagian lainnya investor menanamkan modalnya pada penambangan nikel, emas, pera, batubara dan kromit. Ada pula yang berencana untuk mendirikan pabrik pengolahan logam besi dan baja dasar, yaitu PT. Antam-Jindal Stainless Indonesia di Konawe Utara dan PT. Asia Crown di Kendari. Jumlah tenaga kerja dalam negeri yang akan terserap diperkirakan sekitar orang dari berbagai keahlian dan kompetensi (Tabel 4.9). PT. Mineral Energy Indonesia Stone asal Hongkong/Cina adalah perusahaan yang paling besar menanamkan modalnya di Sulawesi Tenggara, yaitu US$132,25 miliar. Perusahaan ini bergerak dalam bidang penambangan onik/marner. Tahun , nilai investasi dalam negeri di Sulawesi Tenggara diperkirakan mencapai Rp1,59 triliun (BPMD, 2011), diantaranya untuk kegiatan penambangan nikel, pembangkit listrik (di Kolaka) dan pembangunan industri pengolahan nikel (Gambar 4.5). Pembangunan daerah secara menyeluruh dan berkesinambungan akan lebih sulit dilakukan pemerintah daerah apabila tanpa adanya dukungan dari pihak swasta. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah daerah perlu membuat kebijakan yang mendukung penanaman modal yang saling menguntungkan baik bagi pemerintah daerah, pihak swasta maupun terhadap masyarakat daerah. Tumbuhnya iklim investasi yang sehat dan kompetitif diharapkan akan memacu perkembangan investasi yang saling menguntungkan dalam pembangunan daerah. Modal pembangunan yang penting selain keuangan daerah dan investasi adalah sumber daya manusia dan partisipasi aktif dari seluruh masyarakat sehingga akan mempercepat pembangunan daerah karena rasa kepemilikan yang lebih besar terhadap daerah. Hasil yang dicapai dalam pembangunan juga akan lebih cepat 60

68 Nilai Investasi (Juta US$) dirasakan untuk daerah sendiri sehingga nantinya dapat merangsang kesadaran masyarakat membangun wilayah lokal masing-masing. Untuk mendukung pelaksanaan pembangunan memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas di samping terpenuhinya kuantitas permintaan tenaga kerja. 140, , ,000 80,000 60,000 40,000 20, Gambar 4.4 Perkembangan Investasi Asing di Sektor Pertambangan, (Juta US$) Adapun keunggulan untuk berinvestasi di bidang sektor pertambangan Sulawesi Tenggara, antara lain : 1. Posisi yang strategis secara ekonomi sehingga berperan sebagai pusat pelayanan angkutan udara dan laut di Kawasan Timur Indonesia dan Pusat pelayanan jasa perdagangan, industri serta perbankan. 2. Wilayah yang relatif aman bagi kegiatan investasi di Indonesia, dimana gejolak masyarakat dan komunitas buruh relatif rendah. 3. Keanekaragaman potensi sumberdaya alam dan ketersediaan infrastruktur wilayah yang memadai bagi kegiatan investasi. 4. Kawasan Timur Indonesia sebagai pasar potensial yang belum termanfaatkan secara maksimal. 61

69 Nilai Investasi PMDN (Miliar Rp.) 5. Komitmen Pemerintah Daerah yang sangat kuat dalam memberikan kemudahan bagi Investor. 6. Ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas. 7. Ketersediaan lahan yang masih luas dan relatif murah. Gambar 4.5 Nilai Investasi Sektor Pertambangan dalam Negeri, (Miliar Rp.) 3, ,000 2,500 2, ,500 1, PT. PBI PT. NP Listrik PT. CASH PT. ABUKI JSI PT. KONUT SEJATI 4.5 Dukungan Infrastruktur Energi Masyarakat Sulawesi Tenggara menggunakan tenaga listrik atau penerangan listrik pada umumnya diperoleh dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), sedangkan masyarakat pedesaan yang tidak terjangkau dengan jaringan listrik dari PLN menggunakan tenaga listrik non PLN dan lampu minyak tanah. Kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Sulawesi Tenggara dipasok oleh beberapa sistem terisolasi, yaitu Sistem Kendari, Lambuya, Bau-Bau, Wangi- Wangi, Lasusua, Kolaka, Kassipute, dan Raha. Dari 8 sistem yang memasok tenaga listrik di Provinsi Sulawesi Tenggara, 6 sistem (Sistem Lambuya, Bau-Bau, Wangi-Wangi, Lasusua, Kassipute, dan Raha), berada dalam kondisi surplus, dan 2 sistem (Sistem Kendari dan Kolaka) berada pada kondisi defisit. Saat ini rasio elektrifikasi Provinsi Sulawesi Tenggara baru mencapai 38,09% dan rasio desa berlistrik sebesar 95,95%. Adapun daftar tunggu PLN telah mencapai permintaan atau sebesar 34,7 MVA. 62

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang mempunyai banyak kekayaan alam yang melimpah baik yang dapat diperbaharui (renewable resources) maupun yang tidak

Lebih terperinci

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 33 telah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN Disampaikan pada Diklat Evaluasi RKAB Perusahaan Pertambangan Batam, Juli 2011 Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang jumlah potensinya cukup besar di Provinsi Jawa Barat sehingga diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. yang jumlah potensinya cukup besar di Provinsi Jawa Barat sehingga diharapkan BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pengembangan sumber daya mineral yang jumlah potensinya cukup besar di Provinsi Jawa Barat sehingga diharapkan dapat mendukung bagi perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Boks.1 MODEL PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG BERKELANJUTAN

Boks.1 MODEL PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG BERKELANJUTAN Boks.1 MODEL PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG BERKELANJUTAN PENDAHULUAN Menurut Bank Dunia, Indonesia merupakan salah satu negara penting dalam bidang pertambangan. Hal ini ditunjukkan oleh fakta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah masalah yang penting dalam perekonomian suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh suatu negara bertujuan untuk

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Gula merah tebu merupakan komoditas alternatif untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula. Gula merah tebu dapat menjadi pilihan bagi rumah tangga maupun industri

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA Oleh Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Indonesia memiliki cakupan wilayah yang sangat luas, terdiri dari pulau-pulau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan nasional Negara Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diantaranya melalui pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA TUGAS AKHIR Oleh: FARIDAWATI LATIF L2D 001 418 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensial yang ada seperti sektor pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan dan

BAB I PENDAHULUAN. potensial yang ada seperti sektor pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara merupakan salah satu dari 34 provinsi di Indonesia yang dianugrahi kekayaan alam yang berlimpah. Provinsi ini adalah daerah agraris yang menjadi pusat

Lebih terperinci

PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA NO PENJELASAN 1. Judul: Judul: PERATURAN PEMERINTAH PENJELASAN REPUBLIK INDONESIA ATAS NOMOR 23

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan

I. PENDAHULUAN. berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah proses merubah struktur ekonomi yang belum berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan salah satu penghasil batubara terbesar di Indonesia. Deposit batubara di Kalimantan Timur mencapai sekitar 19,5 miliar ton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang diarahkan untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Keberhasilan sebuah pemerintah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengusahaan mineral

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT Oleh: Armin Tampubolon P2K Sub Direktorat Mineral Logam SARI Pada tahun anggaran 2005, kegiatan inventarisasi mineral

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan yang baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik dari segi materi maupun waktu. Maka dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

Materi USULAN KEBIJAKAN KHUSUS PRESIDEN R.I

Materi USULAN KEBIJAKAN KHUSUS PRESIDEN R.I Materi USULAN KEBIJAKAN KHUSUS PRESIDEN R.I Percepatan Pembangunan Daerah Sulawesi Tenggara Sebagai Pusat Industri Pertambangan Nasional Oleh, Gubernur Sulawesi Tenggara H. Nur Alam S U L A W E S I T E

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Agrifarm, yang terletak di desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG DISUSUN OLEH : BAGIAN HUKUM SETDA KOLAKA UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA UTARA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara merupakan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

menciptakan stabilitas ekonomi (economic stability) melalui retribusi

menciptakan stabilitas ekonomi (economic stability) melalui retribusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peraturan Presiden No 32 Tahun 2011 tentang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) merupakan sebuah langkah besar permerintah dalam mencapai

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat diperlukan pertumbuhan

Lebih terperinci

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013 i ANALISIS PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 ii KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya publikasi Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

KEYNOTE SPEECH BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

KEYNOTE SPEECH BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG KEYNOTE SPEECH BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG Yogyakarta, 19 Juni 2012 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DAFTAR ISI I. KEBIJAKAN SUBSEKTOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan perekonomian Indonesia mengalami peningkatan dalam berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2012 sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang isi Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang tercantum dalam Perda Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Jawa Barat, yaitu Dengan Iman dan Taqwa Jawa

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama dari pembangunan ekonomi nasional adalah mencapai masyarakat yang sejahtera. Oleh karena itu, pemerintah di berbagai negara berusaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam tak terbarukan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun sektor industri adalah satu dari beberapa yang bertahan dari krisis

BAB I PENDAHULUAN. namun sektor industri adalah satu dari beberapa yang bertahan dari krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketika terjadi krisis ekonomi 1998, ekonomi di Indonesi sangat mengalami keterpurukan sektor-sektor pendorong ekonomi juga ikut terpuruk namun sektor industri adalah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia telah dituangkan pada program jangka panjang yang disusun oleh pemerintah yaitu program Masterplan Percepatan Perluasan dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Mengingat : a. bahwa mineral dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit III. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat kuantitatif, yang banyak membahas masalah biayabiaya yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit yang diterima, serta kelayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kenaikan pendapatan nasional. Cara mengukur pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kenaikan pendapatan nasional. Cara mengukur pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam industri yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat ekonomi yang terjadi. Bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil tambang baik mineral maupun batubara merupakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Hasil tambang baik mineral maupun batubara merupakan sumber 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil tambang baik mineral maupun batubara merupakan sumber daya alam yang tidak terbaharukan (non renewable) yang dikuasai negara, oleh karena itu pengelolaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan ekonomi nasional adalah sebagai upaya untuk membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia sedang dilanda krisis Energi terutama energi fosil seperti minyak, batubara dan lainnya yang sudah semakin habis tidak terkecuali Indonesia pun kena

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di

IV. GAMBARAN UMUM. Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Administratif Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di Indonesia, yang terletak di bagian Selatan Nusantara yang dikenal sebagai negara

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kota depok yang memiliki 6 kecamatan sebagai sentra produksi Belimbing Dewa. Namun penelitian ini hanya dilakukan pada 3 kecamatan

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci