PENGEMBANGAN MATERIAL KOMPOSIT SEMEN - KARBON DENGAN KEMAMPUAN DETEKSI KERUSAKAN DIRI ISMAIL BUDIMAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN MATERIAL KOMPOSIT SEMEN - KARBON DENGAN KEMAMPUAN DETEKSI KERUSAKAN DIRI ISMAIL BUDIMAN"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN MATERIAL KOMPOSIT SEMEN - KARBON DENGAN KEMAMPUAN DETEKSI KERUSAKAN DIRI ISMAIL BUDIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Material Komposit Semen - Karbon dengan Kemampuan Deteksi Kerusakan Diri adalah benar-benar karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2011 Ismail Budiman NRP G

3 ABSTRACT ISMAIL BUDIMAN. Development of Cement-Carbon Composite Materials with Damage Self-Detection Capability. Under direction of AKHIRUDDIN MADDU, GUSTAN PARI and SUBYAKTO. Research on the manufacture of cement-carbon composite materials using carbon from coconut coir fiber has been performed. Carbonization was carried out at two phases. First it was carbonized at a temperature of 400 C for 300 minutes and continued to the second phase at variation of temperature of 700, 800, and 900 C for 45, 60 and 90 minutes. The structures of carbon was analyzed using X-Ray Diffraction (XRD), while observation of the sample surface was carried out using Scanning Electron Microscope (SEM) and the electrical conductivity was measured using LCR meter. The manufacture of cement-carbon composite materials was used carbon fiber using the carbonization temperature of 800 C for 60 minutes in three types of carbon without treatment, with a soaking at 10% and 20% solution of potassium hydroxide (KOH), and three levels of carbon content of 0.5%, 0.75% and 1.0% by weight of cement. Results showed that the cement-carbon composites with soaking at 20% KOH and 1.0% carbon content by weight of the cement has the best properties of the compressive strength ( N mm -2 ), modulus of rupture (5.231 N mm -2 ) and the damage self-detection (load at the first crack is N). Keywords : coconut coir fiber, carbon, cement-carbon composites, potassium hydroxide, damage self-detection

4 RINGKASAN ISMAIL BUDIMAN. Pengembangan Material Komposit Semen-Karbon dengan Kemampuan Deteksi Kerusakan Diri. Dibimbing oleh AKHIRUDDIN MADDU, GUSTAN PARI dan SUBYAKTO Material komposit semen merupakan material yang sangat penting pada infrastruktur sipil seperti gedung, jalan, dan jembatan. Pada kenyataannya material ini tidak terlepas dari kerusakan. Hal ini memerlukan pendeteksian kerusakan untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan. Teknologi pendeteksian kerusakan bangunan yang sudah dilakukan adalah dengan menggunakan serat optik dan terhubung dengan sistem penginderaan satelit. Penelitian pendeteksian kerusakan bangunan ditinjau dari materialnya telah banyak dilakukan dengan menggunakan serat karbon sebagai bahan pengisi yang dapat memberikan kemampuan untuk mendeteksi kerusakan diri. Konduktivitas listrik yang baik dari material terjadi karena adanya perkolasi. Perkolasi adalah keadaan dimana serat-serat karbon yang berdekatan bersentuhan menghasilkan aliran listrik kontinyu yang menyebabkan konduktivitas listriknya naik. Material menjadi sensitif terhadap perubahan beban sehingga dapat mendeteksi perubahan ini. Karbon komersial yang digunakan dalam pembuatan material dengan kemampuan mendeteksi kerusakan diri memiliki sifat kekuatan dan konduktivitas listrik yang tinggi. Keberadaan karbon komersial yang mahal harganya ini, kemungkinan dapat digantikan dengan membuat karbon dari kayu dan serat alam. Serat sabut kelapa dengan jumlah yang sangat berlimpah dan memiliki kekuatan yang baik dapat digunakan untuk pembuatan serat karbon dari bahan alam. Dalam penelitian ini dibuat karbon dari serat sabut kelapa dengan dua tahapan proses yaitu proses pengarangan dengan menggunakan suhu 400 C selama 300 menit yang dilanjutkan dengan proses pemanasan pada suhu tinggi dengan variasi suhu 700, 800 dan 900 C dan waktu 45, 60 dan 90 menit. Pada serat karbon yang dihasilkan dianalisis sifat karbon, konduktivitas listrik, pola struktur dan penampakkan permukaannya. Serat karbon yang dihasilkan dengan

5 iv menggunakan suhu karbonisasi 800 C selama 60 menit digunakan dalam proses pembuatan material komposit berdasarkan analisis terhadap sifat-sifatnya. Selanjutnya arang serat sabut kelapa dibuat menggunakan tungku karbonisasi dengan suhu 400 C selama 300 menit dan didinginkan selama jam. Arang yang dihasilkan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu arang tanpa perlakuan, dengan perendaman larutan KOH 10% dan perendaman larutan KOH 20% dan selanjutnya dikarbonisasi kembali dengan suhu 800 C selama 60 menit. Perendaman serat karbon dalam larutan KOH dimaksudkan untuk dapat meningkatkan konduktivitas listrik serat karbon dan kemampuan material dalam mendeteksi kerusakan diri. Konduktivitas listrik dari serat karbon dengan perendaman larutan KOH 20% ( S m -1 ) lebih tinggi jika dibandingkan dengan konduktivitas listrik dari serat karbon tanpa perlakuan ( S m -1 ) dan serat karbon dengan perendaman larutan KOH 10% ( S m -1 ). Hal ini menunjukkan perlakuan perendaman dengan larutan KOH 20% dapat lebih mengurangi senyawa-senyawa yang ada pada serat karbon, sehingga serat karbon dapat menjadi penghantar listrik yang lebih baik. Pembuatan komposit dilakukan dengan mengaduk sebanyak 30% dari air yang digunakan, carboxy methylcellulose (CMC), serat karbon dan silica fume sampai merata dengan mixer. Campuran dimasukkan ke dalam mixer mortar yang didalamnya telah tercampur semen dan pasir, sambil ditambahkan sisa air sebanyak 70% dari jumlah totalnya. Setelah merata adonan komposit dimasukkan ke dalam cetakan berukuran 25 x 25 x 300 mm. Setelah dikondisikan dalam suhu ruangan selama 24 jam, komposit dikeluarkan dari cetakan untuk direndam air pada bak selama 28 hari. Pengujian yang dilakukan terhadap komposit adalah pengujian kekuatan dan pengujian deteksi kerusakan diri komposit. Untuk mengetahui pengaruh perendaman serat karbon pada larutan KOH terhadap kekuatan komposit, dilakukan analisis statistika dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Pengujian deteksi kerusakan diri dilakukan untuk mengetahui hubungan antara beban yang diberikan terhadap konduktivitas listrik sampel. Skema pengujian

6 v sampel mengacu kepada ASTM C293 tentang pengujian Flexural Strength dengan metode Center Point Load. Hasil pengujian kekuatan menunjukkan bahwa komposit semen dengan menggunakan karbon hasil perendaman larutan KOH 20% dan kandungan karbon 1.0% dari berat semen memiliki kekuatan yang terbaik, dengan nilai kuat tekan sebesar ± N mm -2 dan kuat patah sebesar ± N mm -2. Kekuatan dari komposit tersebut tidak berbeda nyata dengan kekuatan serat kontrol (komposit semen-pasir). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan serat karbon yang dibuat dengan perendaman pada larutan KOH 20% dan kadar karbon 1.0% dari berat semen ke dalam komposit tersebut tidak mempengaruhi kekuatannya, baik kuat tekan maupun kuat patah. Hasil pengujian pendeteksian kerusakan diri menunjukkan bahwa sampel kontrol tidak memiliki kemampuan pendeteksian diri yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya peningkatan konduktivitas listrik pada saat sampel diberikan beban. Hal yang berbeda ditunjukkan komposit semen dengan menggunakan serat karbon. Pada komposit tersebut terdapat kenaikan konduktivitas pada saat terjadinya gesekan antar serat karbon di dalam komposit yang disebabkan karena adanya retakan pada komposit karena beban yang diterimanya. Komposit semen dengan menggunakan serat karbon hasil perendaman dalam laurtan KOH 20% dan kadar karbon 1.0% dari berat semen memiliki sifat pendeteksian diri terbaik dibandingkan dengan komposit lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan pendeteksian terhadap beban dengan nilai terkecil yang dapat memicu kenaikan konduktivitas listrik. Kata kunci : serat sabut kelapa, karbon, komposit semen-karbon, kalium hidroksida, deteksi kerusakan diri

7 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

8 PENGEMBANGAN MATERIAL KOMPOSIT SEMEN - KARBON DENGAN KEMAMPUAN DETEKSI KERUSAKAN DIRI ISMAIL BUDIMAN Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biofisika SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

9 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Irzaman, M.Si

10 Judul Tesis Nama N R P : Pengembangan Material Komposit Semen - Karbon dengan Kemampuan Deteksi Kerusakan Diri : Ismail Budiman : G Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Akhiruddin Maddu, S.Si, M.Si Ketua Prof. (R). Dr. Gustan Pari, M.Si Anggota Dr. Ir. Subyakto, M.Sc Anggota Diketahui Ketua Program Studi Biofisika Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Akhiruddin Maddu, S.Si, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M. Sc. Agr. Tanggal Ujian : 08 Agustus 2011 Tanggal Lulus:

11 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul Pengembangan Material Komposit Semen - Karbon dengan Kemampuan Deteksi Kerusakan Diri, yang dilakukan dalam rangka tugas akhir untuk menyelesaikan program pendidikan S2 Biofisika pada Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih dan memberikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Akhirruddin Maddu, M.Si, Bapak Prof (R). Dr. Gustan Pari, M.Si, dan Bapak Dr. Ir. Subyakto, M.Sc. atas segala bimbingan dan motivasinya yang diberikan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Tak lupa juga untuk Utami Dyah Syafitri dan Alifa Lacita Khairani yang menjadi penyemangat dan inspirasi bagi penulis, kedua orang tua yang selalu mendoakan, serta seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi di program studi Biofisika IPB ini. Semoga karya ilmiah ini akan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Bogor, Agustus 2011 Ismail Budiman

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 3 Mei 1975 dari ayah Abdullah Dahlan dan ibu Onih Permana. Penulis merupakan putra keempat dari empat bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor lulus pada tahun Pada tahun 2009 melanjutkan ke program Magister Sains program studi Biofisika di Institut Pertanian Bogor. Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan mengambil fungsional peneliti pada Unit Pelaksana Teknis Balai Penelitian dan Pengembangan Biomaterial Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sejak tahun 2005.

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xix DAFTAR GAMBAR... xxi DAFTAR LAMPIRAN... xxiii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 4 Tujuan Penelitian Hipotesa... 5 Manfaat Penelitian... 5 TINJAUAN PUSTAKA... 7 Karbon Komersial. 7 Pembuatan dan Karakterisasi Serat Karbon dari Kayu dan Serat Alam... 7 Konduktivitas Listrik Karbon Penelitian Penggunaan Serat Karbon dalam Komposit Semen - Serat Karbon Pembuatan Komposit Semen-Serat Karbon dan Pengujian Sifatnya. 14 BAHAN DAN METODE Waktu Dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Analisa Bahan Baku Serat Sabut Kelapa Pembuatan dan karekterisasi arang serat sabut kelapa Pengukuran Konduktivitas Bahan Baku Serat Sabut Kelapa dan Arangnya Perlakuan Perendaman Serat Karbon dengan Larutan KOH... 24

14 xviii Pembuatan Komposit Semen - Serat Karbon Sabut Kelapa Diagram Alir Penelitian 26 Pengujian Komposit Semen-Serat Karbon Sabut Kelapa 27 Analisis Data Hasil Pengujian HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Bahan Baku Serat Sabut Kelapa Analisa Arang Serat Sabut Kelapa Identifikasi Pola Struktur Karbon Serat Sabut Kelapa Penampakkan Permukaan Serat Sabut Kelapa dan Arangnya Pengukuran Konduktivitas Listrik Bahan Baku Serat Sabut Kelapa dan arangnya. 39 Pemilihan Serat Karbon untuk Pembuatan Komposit Semen - Karbon Perendaman Serat Karbon dengan Larutan KOH Kerapatan, Kuat Tekan, Kuat Patah dan Kakakuan Komposit Semen - Karbon Pengujian Deteksi Kerusakan Diri Komposit Semen - Karbon SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 63

15 DAFTAR TABEL Halaman 1. Jumlah dan komposisi arang kayu yang dibuat dengan suhu karbonisasi berbeda Analisis serat karbon sabut kelapa Struktur karbon sabut kelapa pada berbagai suhu dan waktu karbonisasi menggunakan XRD Konduktivitas dan resistivitas listrik serat karbon sabut kelapa Analisis serat karbon perendaman larutan KOH Struktur kabon sabut kelapa perendaman larutan KOH dengan suhu karbonisasi 800 C selama 60 menit Kerapatan, kuat tekan, kuat patah dan kekakuan komposit semen - karbon

16 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Gambar SEM dari dinding sel kayu (a) sebelum dan (b) setelah karbonisasi pada suhu 700 C (Ishimaru 2007) Perkolasi serat karbon dalam komposit semen Skema pengujian sifat mekanis dan listrik komposit semen serat karbon (Wang et al. 2002) (a) Komposit semen serat dengan dua elektroda yang ditanam dalam kompositnya (Chen et al. 2004), (b) Skema pengujian sifat mekanik dan konduktivitas listrik komposit semen serat karbon (Chen et al. 2005) Hubungan antara konduktivitas listrik dengan kandungan serat karbon berdasarkan (a) perbandingan air dengan semen yang berbeda dan (b) perbandingan pasir semen yang berbeda Skema jarak antara lapisan (d), tinggi lapisan (Lc), jumlah lapisan (N) dan lebar lapisan (La) aromatik dan unit terkecil penyusun struktur kristalit arang dan arang aktif Pengukuran konduktivitas listrik sabut kelapa dan arangnya dengan menggunakan LCR meter Diagram alir penelitian Skema pengujian sampel komposit semen serat karbon dari sabut kelapa Skema pengujian deteksi kerusakan diri komposit semen - serat karbon dengan menggunakan Universal Testing Machine dan Resistivity meter Difraksi sinar X sabut kelapa dan arangnya Permukaan serat sabut kelapa dan arangnya menggunakan SEM Difraksi sinar X serat karbon sabut kelapa suhu karbonisasi 800 C selama 60 menit (a) tanpa perlakuan (b) perendaman larutan KOH 10% dan (c) perendaman larutan KOH 20%

17 xxii 14. Permukaan arang serat sabut kelapa perendaman (a) larutan KOH 10% dan (b) larutan KOH 20% dengan menggunakan SEM Hubungan antara beban yang diberikan terhadap konduktivitas listrik komposit kontrol Hubungan antara beban yang diberikan terhadap konduktivitas listrik komposit semen dengan karbon tanpa perendaman (a) kadar serat karbon 0.5% (b) kadar serat karbon 0.75% dan (c) kadar serat karbon 1.0% dari berat semen Hubungan antara beban yang diberikan terhadap konduktivitas listrik komposit semen dengan karbon perendaman larutan KOH 10% (a) kadar serat karbon 0.5% (b) kadar serat karbon 0.75% dan (c) kadar serat karbon 1.0% dari berat semen Hubungan antara beban yang diberikan terhadap konduktivitas listrik komposit semen dengan karbon perendaman larutan KOH 20% (a) kadar serat karbon 0.5% (b) kadar serat karbon 0.75% dan (c) kadar serat karbon 1.0% dari berat semen Hubungan antara konduktivitas listrik dengan kandungan serat karbon Hubungan antara kuat tekan dengan kandungan serat karbon Hubungan antara kuat patah dengan kandungan serat karbon Hubungan antara kemampuan deteksi kerusakan diri dengan kandungan serat karbon... 54

18 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Sidik ragam sifat arang aktif Plot interaksi nilai rata-rata kadar air Plot interaksi nilai rata-rata zat terbang Plot interaksi nilai rata-rata kadar abu Plot interaksi nilai rata-rata karbon terikat Uji beda nyata jujur sifat arang Sidik ragam konduktivitas listrik Uji beda nyata jujur konduktivitas listrik Sidik ragam sifat arang perlakuan perendaman KOH Uji beda nyata jujur sifat arang perlakuan perendaman KOH Sidik ragam konduktivitas listrik perlakuan perendaman KOH Uji beda nyata jujur konduktivitas listrik perlakuan perendaman KOH Sidik ragam kuat tekan dan kuat patah komposit semen-karbon Uji simultan Dunnet terhadap kuat tekan dan kuat patah komposit semen-karbon... 81

19 PENDAHULUAN Latar Belakang Komposit dengan menggunakan semen sebagai matriksnya dapat digunakan sebagai bahan untuk struktur bangunan maupun bukan untuk struktur bangunan. Contoh penggunaannya misalnya pada infrastruktur sipil seperti bangunan gedung serta prasarana transportasi misalnya jalan, jembatan, dan paving concrete. Meningkatnya permintaan akan bahan struktur maupun non struktur ini berpengaruh pada semakin meningkatnya kebutuhan untuk meningkatkan fungsi lain dari material ini. Pendeteksian terhadap kerusakan bangunan sangat diperlukan. Teknologi pendeteksian kerusakan bangunan yang sudah dilakukan adalah dengan menggunakan serat optik sebagai sensor beban yang terhubung dengan sistem monitoring kerusakannya (Lau et al. 2002). Hal tersebut terkendala dalam masalah biaya pembuatan. Apalagi jika sistem tersebut digunakan untuk infrastruktur kecil seperti bangunan rumah. Saat ini telah banyak penelitian yang dilakukan untuk pendeteksian kerusakan infrastruktur bangunan ditinjau dari materialnya sendiri. Salah satu contohnya adalah penelitian tentang pembuatan material beton yang dapat mendeteksi kerusakan diri. Penelitian tentang komposit semen-serat karbon, dalam hal ini beton, yang memiliki kemampuan untuk mendeteksi kerusakan diri dengan penguatan serat karbon (self detecting carbon reinforced concrete) mencoba menyelesaikan sekaligus masalah kekuatan dan fungsinya. Semen biasa yang juga disebut semen portland (Portland cement) diperkuat dengan serat karbon yang mempunyai sifat konduktif dan berkekuatan tinggi akan menghasilkan komposit beton yang kuat dan dapat berfungsi sebagai sensor untuk mendeteksi regangan (strain sensing), kerusakan (damage sensing), maupun suhu (temperature sensing) (Chung 2001). Untuk meningkatkan kekuatan serta bisa berfungsi sebagai material yang dapat mendeteksi kerusakan diri, telah dikembangkan beton dengan penguatan

20 2 serat karbon (Wen et al. 2000, Wen & Chung 2001, Wang et al. 2002, Yao et al. 2003, Chen et al. 2004, Chen et al. 2005, Kelly 2006, Cerny et al. 2007, Wen & Chung 2007a, Wen & Chung 2007b, Cui et al. 2008). Penambahan serat karbon dalam jumlah yang tepat akan meningkatkan kekuatan dan konduktivitas listriknya (electrical conductivity). Besarnya penambahan serat karbon yang pernah dilakukan adalah 0.2% sampai 1.2% berdasarkan fraksi volumenya (Yao et al. 2003). Penelitian dan tinjauan komposit semen dari aspek elektronik (Chung 2001a, Chung 2001b) dan aspek piezoelektrik (Huang et al. 2009, Wen et al. 2000) telah dilakukan. Sedangkan penelitian konduktivitas listrik (electrical conductivity) dari komposit semen dengan penguatan serat karbon juga telah dilakukan (Wang et al. 2002, Wen & Chung 2007a, Chen et al. 2004). Konduktivitas listrik meningkat seiring dengan meningkatnya fraksi volume serat karbon, demikian juga ukuran (panjang) serat karbon memberikan pengaruh meningkatkan konduktivitas listriknya. Konduktivitas listrik pada komposit semen dengan penguat serat karbon dapat dijelaskan berdasarkan teori perkolasi (percolation theory). Perkolasi adalah struktur dimana serat-serat yang berdekatan bersentuhan sehingga menghasilkan konduktivitas listrik yang kontinyu (Wen & Chung 2007a). Karena itu material akan sensitif terhadap adanya perubahan beban dan lain-lain, sehingga material bisa mendeteksi perubahan ini dan berfungsi sebagai sensor. Serat karbon (carbon fiber) komersial dibuat dari dua macam material awal (precursor) yaitu textile precursor dan pitch precursor (Mallick 2008). Untuk textile precursor yang umum digunakan adalah polyacrylonitrile (PAN). Sedangkan pitch adalah hasil samping dari petroleum refining atau coal coking, sehingga harganya lebih murah dari PAN. Pembuatan serat karbon melalui beberapa proses seperti pemanasan, spinning, karbonisasi dan grafitisasi, sehingga membuat harga serat karbon cukup mahal. Bentuk serat karbon di pasaran ada tiga macam yaitu serat panjang, serat pendek (6-50 mm), dan serbuk ( µm). Serat karbon komersial memiliki kekuatan yang sangat tinggi, misalnya modulus tarik antara 207 GPa 1035 GPa. Serat karbon dari PAN mempunyai konduktivitas panas dan konduktivitas listrik yang lebih rendah dibandingkan dengan serat karbon dari pitch. Konduktivitas panas dari serat karbon PAN

21 3 sebesar W m -1 K sedangkan dari pitch sebesar W m -1 K. Konduktivitas listrik serat karbon PAN S m -1 lebih rendah dibandingkan dengan konduktivitas listrik karbon pitch S m -1. Modulus tarik dari serat karbon picth sangat tinggi, tetapi kekuatan tarik lebih rendah dari PAN (Mallick 2008). Karena sifat-sifat di atas, maka komposit semen dengan penguatan serat karbon biasanya yang berasal dari pitch. Chen et al. (2005) membuat komposit beton diperkuat serat karbon berasal dari pitch dengan sifat-sifat: diameter 7 µm, densitas 1.78 g cm -3, kekuatan tarik GPa, elongation at break 1,25-1,60 %, kandungan karbon >95%, dan resistivitas listrik Ω cm. Penggunaan serat karbon komersial terutama jenis pitch untuk pembuatan komposit dengan matriks semen telah banyak dilakukan (Chen et al. 2004, Cerny et al. 2007). Mahalnya harga serat karbon komersial baik PAN maupun pitch menyebabkan pencarian akan bahan alternatif pengganti serat karbon mulai dilakukan. Serat alam merupakan material yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku pada pembuatan komposit dengan semen sebagai matriksnya. Penelitian pemanfaatan berbagai serat alam seperti bambu, tandan kosong sawit, sisal untuk memperkuat komposit semen telah banyak dilakukan (Sulastiningsih & Subyakto 2003, Budiman et al. 2005, Budiman et al. 2006, Budiman et al. 2008, Budiman et al. 2009a, Budiman et al. 2009b). Adapun pembuatan karbon (arang) dari serat alam seperti kayu, bambu, serat sabut kelapa atau kelapa sawit juga telah banyak dilakukan (Pari & Abdurahim 2003, Pari et al. 2004, Pari et al. 2005, Pari et al. 2006a, Pari et al. 2006b, Subyakto et al 2004). Penelitian karbon dari serat alam selama ini banyak ditujukan untuk aplikasi seperti bidang kesehatan (penyerap gas-gas beracun, penyerap bau, pelindung gelombang elektromagnit), sebagai sumber energi, penjernih air, arang aktif, dan lain-lain. Konduktivitas listrik dari arang kayu sugi diteliti oleh Nishimiya et al. (1995). Dari penelitian ini didapatkan bahwa resistivitas listrik turun drastis pada suhu pengarangan 600 C sampai 800 C, dan arang kayu menjadi konduktor jika diarangkan pada suhu 800 C atau lebih. Bambu yang diarangkan pada suhu 800 C mempunyai nilai konduktansi listrik di bawah 10 Ω -1. Pada suhu karbonisasi 2200 C didapatkan konduktansi listrik untuk bagian-bagian kelapa sawit seperti tandan kosong, pelepah, batang, dan

22 4 tempurung sebesar 272, 287, 377, dan 476 Ω -1 (Subyakto et al. 2004). Dari hasilhasil penelitian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa arang dari serat alam yang dibuat pada suhu di atas 800 C akan mempunyai konduktivitas listrik yang baik. Beberapa penelitian melakukan aktivasi terhadap arang yang dihasilkan. Arang yang dibuat pada suhu rendah, direndam dengan menggunakan bahan pengaktif seperti KOH, NaOH, H 3 PO 4, dan ZnCl 2 yang berfungsi sebagai oxidants dan dehydrating agents untuk meningkatkan kualitas arang yang dihasilkan. Selanjutnya aktivasi arang dilakukan pada suhu di atas 800 C dengan mengalirkan uap atau gas seperti uap air, gas nitrogen dan gas CO 2. Pengaruh utama aktivasi arang adalah untuk membuat dan memperluas pori arang, selain untuk menghilangkan material yang terdapat pada permukaan arang berupa senyawa-senyawa hidrokarbon atau tar yang melapisi permukaannya. Aktivasi terhadap arang ini diharapkan dapat meningkatkan konduktivitas listrik arang dan material komposit yang dibuat dengan arang sebagai bahannya. Perumusan Masalah Permasalahan pertama dalam pembuatan komposit semen dengan penguatan serat karbon dari serat alam adalah bagaimana membuat serat karbon dari serat alam yang mempunyai sifat-sifat mendekati serat karbon komersial. Berdasarkan hal tersebut akan dibuat serat karbon dari sabut kelapa dengan proses pengarangan pada suhu rendah sampai tinggi ( C). Hasilnya akan dikarakterisasi sifat-sifat arang, struktur serat, topografi permukaan, serta sifat listriknya. Permasalahan kedua adalah bagaimana membuat komposit semen-serat dengan sifat yang diinginkan yaitu material cerdik dan fungsional yang dapat mendeteksi kerusakan diri. Untuk itu akan dibuat komposit semen dengan penguatan serat karbon dari serat alam dengan mengamati pengaruh persentase serat karbon, campuran (pasir, silica fume, carboxy methylcellulose), serta metode pembuatannya. Komposit akan dikarakterisasi sifat-sifat fisik, mekanik, dan konduktivitas listriknya serta respon deteksinya terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh beban yang diberikan padanya.

23 5 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pola perubahan struktur dari serat sabut kelapa menjadi karbon 2. Mendapatkan kondisi suhu dan waktu karbonisasi yang optimal berdasarkan pola struktur, penampakkan dan konduktivitas listriknya. 3. Mengetahui pengaruh perlakuan perendaman serat karbon sabut kelapa dengan larutan KOH terhadap pola struktur, penampakkan dan konduktivitas listriknya 4. Mengetahui pengaruh perlakuan perendaman serat karbon dengan larutan KOH terhadap kekuatan dan kemampuan pendeteksian kerusakan diri dari komposit semen karbon Hipotesis 1. Proses pembentukan arang akan menimbulkan perubahan pola struktur pada serat 2. Pembedaan kandungan serat karbon pada komposit menimbulkan perbedaan sifat listrik pada kompositnya Manfaat Penelitian 1. Menyediakan informasi mengenai sifat dan struktur sabut kelapa dan arangnya serta pemanfaatannya pada komposit semen-serat yang dapat memiliki kemampuan pendeteksian kerusakan diri. 2. Meningkatkan nilai tambah sabut kelapa

24 TINJAUAN PUSTAKA Karbon Komersial Karbon merupakan unsur pokok pada semua bahan organik dari senyawa yang sangat besar dan kompleks. Unsur karbon tersebar luas di alam, ditemukan di kerak bumi dalam rasio 180 ppm, dan sebagian besar dalam bentuk senyawa. Banyak dari senyawa alami yang penting untuk produksi bahan karbon sintetik dan mencakup berbagai batubara (bitumen dan antrasit), kompleks hidrokarbon (minyak bumi, tar dan asphalt) dan gas hidrokarbon (metana dan lain-lain). Hanya dua polimorf karbon yang ditemukan di bumi sebagai mineral, yaitu grafit alam dan berlian (Pierson 1993). Seperti yang disebutkan di atas, semua produk karbon selain berlian dan grafit alam adalah buatan manusia dan berasal dari material awal (precursor) karbon. Serat karbon komersial dibuat dari dua macam material awal yaitu textile precursor dan pitch precursor (Mallick 2008). Untuk textile precursor yang umum digunakan adalah polyacrylonitrile (PAN). Pitch adalah hasil samping dari petroleum refining atau coal coking, sehingga harganya lebih murah dari PAN. Pembuatan serat karbon melalui beberapa proses seperti pemanasan, spinning, karbonisasi dan grafitisasi, sehingga menyebabkan harga serat karbon komersial menjadi mahal. Namun demikian, kedua jenis karbon komersial ini pun memiliki sifat mekanis dan sifat elektrik yang sangat baik. Modulus tarik serat karbon dari pitch maupun PAN berada pada kisaran nilai 207 GPa 1035 GPa atau setara dengan N mm -2. Konduktivitas listrik serat karbon dari kedua jenis serat komersial pun cukup tinggi. Konduktivitas listrik serat karbon PAN berkisar antara S m -1, sedangkan karbon pitch berkisar antara S m -1. Konduktivitas panas dari serat karbon PAN sebesar W m -1 K sedangkan dari pitch sebesar W m -1 K (Mallick 2008). Pembuatan dan Karakterisasi Serat Karbon dari Kayu dan Serat Alam Karena harga serat karbon komersial mahal, maka telah banyak dilakukan penelitian dalam mencari alternatif penggantinya. Salah satunya adalah dengan

25 8 membuat serat karbon yang berasal dari kayu dan serat alam. Pembuatan karbon dari kayu dan serat alam seperti bambu, serat sabut kelapa atau kelapa sawit telah banyak dilakukan (Pari & Abdurahim 2003, Pari 2004, Pari et al. 2004, Pari et al. 2005, Pari et al. 2006a, Pari et al. 2006b, Subyakto et al. 2004). Penelitian karbon dari serat alam selama ini banyak ditujukan untuk aplikasi seperti bidang kesehatan (penyerap gas-gas beracun, penyerap bau, pelindung gelombang elektromagnit), sebagai sumber energi, penjernih air, arang aktif, dan lain-lain. Konduktivitas listrik dari arang kayu sugi diteliti oleh Nishimiya et al. (1995). Dari penelitian ini didapatkan bahwa resistivitas listrik turun drastis pada suhu pengarangan 600 C sampai 800 C, dan arang kayu menjadi konduktor jika diarangkan pada suhu 800 C atau lebih. Bambu yang diarangkan pada suhu 800 C mempunyai tahanan listrik di bawah 10 ohms. Pada suhu karbonisasi 2200 C didapatkan konduktansi listrik untuk bagian-bagian kelapa sawit seperti tandan kosong, pelepah, batang, dan tempurung sebesar 272, 287, 377, dan 476 Ω -1 (Subyakto et al. 2004). Ishihara (1996) menyatakan bahwa semakin tinggi suhu karbonisasi kayu, maka kandungan karbonnya akan semakin tinggi sedangkan kandungan oksigen dan hidrogennya semakin berkurang. Hal yang sama juga terjadi dengan rendemen dari hasil karbonisasi. Semakin tinggi suhu karbonisasi, maka semakin rendah pula rendemen yang didapatkan seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Suhu karbonisasi Jumlah dan komposisi arang kayu yang dibuat dengan suhu pengarangan berbeda (Ishihara 1996) Komposisi arang Karbon Hidrogen Oksigen Rendemen arang terhadap berat kering kayu C % % % %

26 9 Pembuatan karbon dari bahan alam seperti kayu ataupun serat alam dapat menghilangkan senyawa lamella tengah yang terdapat pada dinding sel ataupun mereduksi dinding sel sekundernya. Pembuatan karbon dari kayu Japanese cedar dengan menggunakan suhu karbonisasi 700 C, menyebabkan dinding selnya tampak semakin jelas, tanpa terlihatnya senyawa lamella tengah dan dinding sel sekunder (Ishimaru et al. 2007). Gambar 1 Gambar SEM dari dinding sel kayu (a) sebelum dan (b) setelah karbonisasi pada suhu 700 C (Ishimaru et al. 2007) Tahapan proses karbonisasi kayu terdiri dari empat tahap (Byrne & Nagle 1997) yaitu : 1. Pada suhu C terjadi penguapan air dan sampai dengan suhu 200 C mulai terjadi penguraian struktur hemiselulosa. 2. Pada suhu C berlangsung reaksi eksotermik dan terjadi penguraian hemiselulosa dan selulosa yang terdekomposisi menjadi larutan pirolignat, gas

27 10 kayu dan sedikit ter. Asam pirolignat merupakan asam organic dengan titik didih rendah seperti asam cuka dan methanol, sedangkan gas kayu terdiri dari CO dan CO Pada suhu C terjadi proses depolimerisasi dan pemutusan ikatan C- O dan C-C dan terdegradasinya selulosa. Pada suhu 280 C lignin mulai terurai menghasilkan lebih banyak ter, larutan pirolignat dan gas CO 2 menurun, sedangkan gas CO, CH 4 dan H 2 meningkat. 4. Pada suhu lebih dari 400 C terjadi pembentukan lapisan aromatic dan lignin masih terurai sampai suhu 500 C. Pada suhu di atas 600 C mulai terjadi proses pembesaran luas permukaan. Salah satu serat alam yang ketersediannya sangat berlimpah ialah serat sabut kelapa yang didapatkan dari pohon kelapa (Cocos nucifera). Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2009, baik luas areal perkebunan kelapa maupun produksi kelapanya cenderung meningkat dari tahun 1970 sampai dengan tahun Luas lahan perkebunan kelapa dan produksi buah kelapa pada tahun 1970 berturut-turut adalah ha dan ton. Nilai ini meningkat cukup tinggi pada tahun 2009 dengan luas lahan perkebunan kelapa dan produksi buah kelapa berturut-turut sebesar ha dan ton. Dengan asumsi bahwa berat serat sabut kelapa sekitar 35% dari berat buah kelapa, maka ketersedian serat kabut kelapa ini sangat memadai apabila akan digunakan untuk berbagai macam keperluan, termasuk dalam penggunaannya sebagai bahan dasar dalam pembuatan karbon dari serat alam. Serat sabut kelapa merupakan salah satu serat alam terkuat di dunia. Hal ini dikarenakan bahwa serat kelapa kandungan lignin yang tinggi yaitu sekitar 32.8%. Kandungan lignin serat kelapa ini lebih tinggi dibandingkan dengan serat alam lainnya seperti serat nenas (10.5%), serat batang pisang (18.6%) dan serat pelepah kelapa sawit (20.5%) (Khalil et al. 2006). Girgis et.al. (2002), Hartoyo dan Pari (1993), dan Pari et.al. (2006a) melakukan aktivasi terhadap arang yang dihasilkan. Arang yang dibuat pada suhu rendah, direndam dengan menggunakan bahan pengaktif seperti KOH, NaOH, H 3 PO 4, dan ZnCl 2 yang berfungsi sebagai oxidants dan dehydrating agents untuk meningkatkan kualitas arang yang dihasilkan. Selanjutnya aktivasi arang

28 11 dilakukan pada suhu di atas 800 C dengan mengalirkan uap atau gas seperti uap air, gas nitrogen dan gas CO 2. Pengaruh utama aktivasi arang adalah untuk membuat dan memperluas pori arang, selain untuk menghilangkan material yang terdapat pada permukaan arang berupa senyawa-senyawa hidrokarbon atau tar yang melapisi permukaannya. Konduktivitas Listrik Karbon Hou dan Lynch (2005) menyatakan bahwa konduktivitas adalah ukuran ilmiah tentang bagaimana mudahnya arus listrik (pengangkutan elektron) mengalir dalam suatu material. Dengan mengikuti hukum Ohm, V = ir, hambatan listrik, R, suatu material dapat ditentukan berdasarkan potensi tegangan yang diberikan, V, dan arus listrik yang sesuai, i, yang melewatinya. Dalam mencirikan sifat-sifat konduktivitas alami dari bahan tertentu, tahanan jenis listrik, ρ, umumnya lebih banyak digunakan karena resistensi normal (yang tergantung pada ukuran benda uji) dengan dimensi geometris: ρ = RA / L di mana, A adalah luas penampang bahan tempat penjalaran arus listrik dan L adalah panjang perjalanan yang terjadi di dalam bahan. Konduktivitas (σ) adalah kebalikan dari tahanan jenis : σ = 1 / ρ. Konduktivitas listrik bahan yang mengandung semen tergantung pada berbagai parameter termasuk komposisi bahan, lingkungan, dan waktu. Secara umum, bahan yang sangat konduktif seperti logam memiliki konduktivitas listrik di atas 1x10 4 S cm -1, sementara isolator, seperti parafin, memiliki konduktivitas listrik di bawah 1x10-8 S cm -1. Berbeda dengan kedua contoh ekstrem tersebut, konduktivitas listrik semen berkisar antara 1x10-8 sampai dengan 1x10-4 S cm -1, yang sama dengan kisaran konduktivitas semikonduktor. Konduktivitas listrik pada material semen dapat diubah dengan dimasukkannya serat konduktif seperti karbon dan baja, di mana serat konduktif tersebut secara efektif dapat meningkatkan konduktivitas listrik bahan tersebut (Hou & Lynch 2005). Serat konduktif menyediakan jalur tambahan bagi arus listrik untuk melakukan perjalanan melalui matriks semen. Berbeda dengan arus listrik dalam logam dan semikonduktor yang didefinisikan sebagai aliran elektron. Arus pada

29 12 bahan bersemen adalah aliran ion bebas dalam material matriks berpori. Jika bahan tersebut merupakan komposit semen-serat atau FRCC (Fiber reinforced cementitious composite), arus listrik dalam serat konduktif sendiri dikenal sebagai aliran elektron. Oleh karena itu, sifat listrik bahan FRCC adalah kombinasi matriks semen dan serat konduktif yang ada di dalamnya. Antar permukaan yang terletak di antara serat konduktif dan matriks semen juga dikenal memainkan peran dalam sifat-sifat konduktif dari material komposit. Penelitian terdahulu telah menemukan bahwa konduktivitas listrik dari antarmuka serat-matriks tergantung dari frekuensi arus. Sebagai contoh, dari tes arus searah (DC) dan frekuensi rendah dari arus bolak balik (AC) terungkap bahwa antarmuka seratmatriks dicirikan oleh impedansi tinggi. Akibatnya konduktivitas komposit didominasi oleh sifat listrik semen. Selama frekuensi AC dinaikkan, impedansi antar-muka akan berkurang dan sifat listrik komposit sangat dipengaruhi oleh konduktivitas dari serat (Hou & Lynch 2005). Penelitian dan tinjauan komposit semen dari aspek elektronik (Chung 2001) dan aspek piezoelektrik (Huang et al. 2009, Wen et al. 2000) telah dilakukan. Sedangkan penelitian konduktivitas listrik dari komposit semen dengan penguatan serat karbon juga telah dilakukan (Wang et al. 2002, Wen & Chung 2007a, Chen et al. 2004). Konduktivitas listrik meningkat dengan meningkatnya fraksi volume serat karbon sampai batas nilai tertentu, demikian juga ukuran (panjang) serat karbon memberikan pengaruh meningkatkan konduktivitas listriknya. Konduktivitas listrik pada komposit semen dengan penguat serat karbon dapat dijelaskan berdasarkan teori perkolasi (percolation theory). Perkolasi adalah struktur dimana serat-serat yang berdekatan bersentuhan sehingga menghasilkan konduktivitas listrik yang kontinyu (Wen & Chung 2007a). Karena itu material akan sensitif terhadap adanya perubahan beban, sehingga material bisa mendeteksi perubahan ini dan berfungsi sebagai sensor.

30 13 Gambar 2 Perkolasi serat karbon dalam komposit semen Gambar 2 menunjukkan peristiwa perkolasi di mana terjadinya sentuhan antar serat karbon dalam komposit semen akibat dari adanya beban terhadap komposit tersebut. Penggunaan serat karbon dalam jumlah yang tepat dapat meningkatkan konduktivitas listriknya dengan tidak mengurangi kekuatan dari komposit tersebut. Penelitian Penggunaan Serat Karbon dalam Komposit Semen-Serat Penggunaan serat karbon dari pitch maupun PAN telah banyak dilakukan dalam penelitian pembuatan material. Wen et al. 2000, Wen dan Chung 2001, Wang et al. 2002, Yao et al. 2003, Chen et al. 2004, Chen et al. 2005, Kelly 2006, Cerny et al. 2007, Wen dan Chung 2007a, Wen dan Chung 2007b, dan Cui et al. 2008, telah melakukan penelitian dengan menggunakan serat karbon dalam pembuatan beton yang berfungsi untuk meningkatkan kekuatan serta dapat membuat sifat material beton tersebut menjadi cerdik dan fungsional (smart and functional material). Beton merupakan bahan struktural yang banyak digunakan untuk infrastruktur sipil. Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui dan meningkatkan sifat struktural dari komposit dengan semen sebagai matriksnya. Namun hanya sedikit penelitian yang dilakukan terhadap sifat fungsional dari material tersebut. (Chung 2001). Dibandingkan dengan menggunakan alat yang dipasang atau ditanam pada material struktural untuk memberikan fungsi tertentu (seperti sensor), material struktural dapat dibuat dengan memberikan fungsi sensor tersebut. Konsekuensinya adalah mengurangi biaya, meningkatkan daya tahan, peningkatan volume fungsional dan tidak adanya degradasi sifat mekanik. Fungsi-fungsi yang

31 14 dibahas termasuk pendeteksian regangan, kerusakan, suhu, pengurangan getaran dan refleksi gelombang radio (Chung 2001). Untuk meningkatkan kekuatan serta bisa berfungsi sebagai material yang dapat mendeteksi kerusakan diri, telah dikembangkan beton dengan penguatan serat karbon (Wen et al. 2000, Wen & Chung 2001, Wang et al. 2002, Yao et al. 2003, Chen et al. 2004, Chen et al. 2005, Kelly 2006, Cerny et al. 2007, Wen & Chung 2007a, Wen & Chung 2007b, Cui et al. 2008). Dengan penambahan serat karbon dalam jumlah yang tepat maka akan meningkatkan kekuatan serta meningkatkan konduktivitas listriknya (electrical conductivity). Besarnya penambahan serat karbon yang pernah dilakukan adalah 0.2% sampai 1.2% berdasarkan fraksi volumenya (Yao et al. 2003). Penambahan serat yang bersifat konduktif seperti besi maupun karbon pada semen sebagai matriks sebesar kurang dari 2% berdasarkan fraksi volume dapat meningkatkan sifat mekanis dan elastis dari komposit yang dihasilkan. Penambahan serat dengan sedikit fraksi volume dari serat konduktif ini pun dapat menurunkan resistivitas listrik atau menaikkan konduktivitas listrik dari kompositnya (Hou & Lynch 2005). Pembuatan Komposit Semen-Serat Karbon dan Pengujian Sifatnya Pembuatan komposit semen dengan serat karbon komersial telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti. Wang et al. (2002) menggunakan serat karbon dari PAN yang memiliki kekuatan tarik 2928 N mm -2, modulus elastisitas N mm -2, diameter 7.2 m, berat jenis 1.76 g cm -3, dan resistivitas cm. Serat karbon dipotong dengan ukuran 1 mm sampai dengan 10 mm. Setelah itu dilarutkan dan diaduk ke dalam larutan pendispersi serat methylcellulose selama dua menit sampai dengan homogen. Pasir dan semen dengan perbandingan 2.0 dimasukkan secara perlahan ke dalam adonan dan diaduk secara terus menerus selama sekitar 3 menit. Perbandingan air dan semen yang digunakan adalah Setelah itu komposit dipindahkan ke hydrothermal hot-pressing autoclave untuk proses hidrotermal pada suhu 180 C selama satu jam. Setelah berada dalam autoclave selama 6-8 jam, komposit dikeluarkan untuk dikondisikan pada suhu ruang 25 C dengan kelembaban (RH) 100% selama 28 hari sampai dengan

32 15 pengujian. Ukuran komposit yang dibuat adalah lebar 6 mm x tebal 8 mm x panjang 36 mm. Pada saat pengujian, sampel dilapisi dengan pasta perak dan dibungkus dengan tembaga foil. Skema dari pengujian sifat mekanis dan listriknya seperti terlihat pada Gambar 3. Gambar 3 Skema pengujian sifat mekanis dan listrik komposit semen serat karbon (Wang et al. 2002) Hasil yang didapatkan oleh Wang et al. (2002) dari penelitian ini adalah pembedaan fraksi volume berpengaruh terhadap konduktivitas listrik komposit. Semakin tinggi fraksi volume yang diberikan, maka semakin besar nilai konduktivitas listriknya, dan mencapai nilai optimal pada penambahan serat karbon sekitar 2%. Sedangkan panjang serat tidak memberikan pengaruh terhadap konduktivitas listrik komposit. Wen dan Chung (2007b) menggunakan silica fume dan methyl cellulose dengan tujuan agar serat karbon tersebar secara merata sebelum dicampurkan dengan semen. Serat karbon yang digunakan adalah isotropic pitch dengan diameter 15 m dan panjang 5 mm. Sebelum dicampur dengan semen, terlebih dahulu serat diberikan perlakuan dengan dipanaskan pada suhu 110 C selama satu jam, untuk selanjutnya permukaan seratnya diberi perlakuan ozon dengan paparan gas O 3 (0.6% dari volume O 2 ) pada suhu 160 C selama 10 menit. Perlakuan ozon ini dilakukan untuk meningkatkan wettability (keterbasahan) dari serat terhadap air. Pasir yang digunakan adalah pasir alam (100% lolos saringan berukuran 2.36 mm dan mengandung 99.9% SiO 2 ). Perbandingan air dengan semen berdasarkan berat ditetapkan 0.4, sedangkan perbandingan pasir dengan semen divariasikan sebesar 0, 0.25, 0.50, 0.75, 1.00, 1.50, 2.00, 2.50, dan 3.00 berdasarkan berat. Serat karbon yang digunakan untuk pembuatan komposit ini divariasikan antara 0% sampai dengan 3% dari berat semen yang digunakan. Pembuatan komposit dilakukan dengan mencampurkan semen portland Tipe I,

33 16 silica fume sebanyak 15% dari berat semen, methylcellulose sebanyak 0.4% dari berat semen, defoamer sebanyak 0.13 % dari volume sampel, dan serat karbon sebanyak 0.50% dari berat semen (setara dengan 0.48% berdasarkan volume). Hasil dari penelitian ini adalah pemberian serat karbon dapat digunakan untuk mendeteksi kerusakan diri dari komposit semen-serat karbon, melalui pengukuran terhadap resistivitas yang diukur seiring dengan beban yang diberikan terhadap sampel komposit. Chen et al. (2004) dan Chen et al. (2005) membuat komposit semen serat dengan menggunakan serat karbon berbasis isotropic pitch, semen protland Tipe III dan silica fume sejumlah 15% dari berat semen dan pasir yang sesuai dengan standar ISO. Perbandingan berat air dengan semen divariasikan sebesar 0.25, 0.35, 0.45 dan Perbandingan berat pasir dengan semen divariasikan sebesar 0, 1 dan 2. Pembuatan komposit ini dilakukan dengan menggunakan mixer mortar. Sebanyak 30% air digunakan untuk merendam serat supaya dapat menyebar secara merata. Carboxy methylcellulose (CMC) ditambahkan ke dalam campuran air sambil diaduk selama 20 menit dalam mixer. Sisa air sebanyak 70% dituangkan ke dalam mixer. Silica fume kemudian ditambahkan dengan mixer dijalankan dan diatur kecepatannya secara lamban selama kurang lebih sepuluh detik. Selanjutnya semua semen ditambahkan dan dicampur dengan memerlukan waktu sekitar 30 detik. Dengan mixer yang masih berjalan, pasir dituangkan selama kurang lebih 30 detik, untuk selanjutnya mixer tetap dijalankan selama 30 detik berikutnya dengan kecepatan yang lamban. Kecepatan mixer diubah menjadi kecepatan sedang selama satu menit. Adonan komosit tersebut dimasukkan ke dalam cetakan plexiglass dengan ukuran 40 x 40 x 160 mm. Dua buah elektroda tembaga dengan ketebalan 2 mm dimasukkan ke dalam adonan komposit yang masih basah. Setelah dikondisikan dalam suhu ruangan selama 24 jam, komposit kemudian diambil dalam cetakan untuk selanjutnya dikondisikan di ruang lembab sampai dengan waktu pengujian. Deskripsi gambar dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.

34 17 a b Gambar 4 (a) Komposit semen serat dengan dua elektroda yang ditanam dalam kompositnya (Chen et al. 2004), (b) Skema pengujian sifat mekanik dan konduktivitas listrik komposit semen serat karbon (Chen et al. 2005) Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan serat karbon dalam komposit semen meningkatkan konduktivitas listriknya, baik berdasarkan perbandingan air dengan semen maupun berdasarkan perbandingan pasir dengan semen yang berbeda. Nilai optimum dari penambahan serat karbon adalah sebesar 0.8% berdasarkan volume seperti pada Gambar 5. Gambar 5 Hubungan antara konduktivitas listrik dengan kandungan serat karbon berdasarkan (a) perbandingan air dengan semen yang berbeda dan (b) perbandingan pasir semen yang berbeda (Chen et al. 2004)

35 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai dengan Mei tahun Pembuatan serat karbon dari sabut kelapa, karakterisasi XRD dan SEM dilakukan di Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, Bogor. Pengukuran konduktivitas listrik bahan, pembuatan material komposit semen-karbon, serta pengujian kekuatan, konduktivitas listrik dan deteksi kerusakan diri dari material komposit dilakukan di UPT BPP Biomaterial LIPI Cibinong, Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serat sabut kelapa, kalium hidroksida (KOH), semen portland, pasir, air, silica fume, carboxy methylcellulose (CMC). Sedangkan alat yang digunakan adalah tungku karbonisasi (retort pirolisis) kapasitas 5 kg, desikator, oven, cetakan komposit semen-serat dengan ukuran 25 mm x 25 mm x 300 mm, Scanning Electron Microscope (SEM) JSM 6360 LA 20 kv, X-Ray Difraction (XRD) SHIMADZU 7000 series 40 kv, LCR Meter KRISBOW tipe KW06-489, Universal Testing Machine (UTM) dan Resistivity Meter. Metode Penelitian Analisa Bahan Baku Serat Sabut Kelapa Analisa komponen kimia bahan baku serat sabut kelapa yang diamati adalah kadar lignin, selulosa dan hemiselulosa berdasarkan pada TAPPI Standard Volume 1 (1999). Pembuatan dan Karekterisasi Arang Serat Sabut Kelapa Arang serat sabut kelapa dibuat menggunakan retort pirolisis dengan pemanas listrik pada suhu 400 C selama 300 menit dan didinginkan jam. Selanjutnya, arang tersebut kembali dipanaskan dengan menggunakan variasi suhu 700 C, 800 C dan 900 C, dan variasi waktu pemanasan 45, 60 dan 90 menit.

36 20 Arang yang dihasilkan dianalisa sifat-sifatnya berdasarkan SNI yang meliputi penetapan rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, dan kadar karbon terikat. Selain analisa terhadap sifat arang, dilakukan pula penentuan derajat kristalinitas dari arang dengan menggunakan XRD serta penampakkan topografi dari permukaan serat dan arang dengan menggunakan SEM. Adapun uraian lengkap dari perhitungan sifat arang dan derajat kristalinitasnya dapat dilihat pada uraian di bawah ini. a. Penetapan rendemen Penetapan rendemen arang dilakukan dengan menghitung perbandingan berat arang yang dihasilkan terhadap bahan baku sebelum pembuatan arang. Rendemen = b. Penetapan kadar air Berat arang Berat baan baku x 100% Contoh arang sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam cawan petri dan dikering ovenkan pada suhu 110 o C selama 3 jam, setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai beratnya konstan. Kadar Air = Berat basa Berat kering Berat basa x 100% c. Penetapan kadar abu Contoh arang sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya, kemudian di panaskan dalam tanur listrik pada suhu 700 o C selama 6 jam. beratnya konstan. Kadar Abu = Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai Berat sisa conto Berat awal conto d. Penetapan kadar zat terbang x 100% Contoh arang sebanyak 2 gram dimasukan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya, kemudian dimasukan ke dalam tanur listrik pada suhu 950 o C selama 10 menit. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai beratnya konstan.

37 21 Kadar zat terbang = e. Penetapan kadar karbon Berat conto yang ilang Berat awal conto x 100% Kadar karbon arang dihitung dengan cara pengurangan dari kadar abu dan zat terbang. Kadar karbon = 100% (kadar abu + kadar zat terbang) f. Penentuan derajat kristalinitas dan turunannya Untuk mengetahui derajat kristalinitas (X), sudut difraksi (θ) dan jarak antar lapisan aromatik (d), digunakan XRD dengan sumber radiasi tembaga/cu. Perhitungan dan persamaan rumusnya adalah sebagai berikut: Derajat kristalinitas X = bagian kristal bagian kristal + bagian amorf x 100% Jarak antar lapisan aromatik d = λ 2 Sin θ Tinggi lapisan aromatik (Lc) : Lebar lapisan aromatik (La) : Jumlah lapisan aromatik (N) : Lc (002) = K λ / cos θ La (100) = K λ / cos θ N = Lc / d dimana: = 0,15406 nm (panjang gelombang radiasi sinar Cu) θ = Sudut difraksi = Intensitas ½ tinggi dan lebar (radian θ) K = Tetapan untuk lembaran grafit (0,89)

38 22 Gambar 6 Skema jarak antara lapisan (d), tinggi lapisan (Lc), jumlah lapisan (N) dan lebar lapisan (La) aromatik dari unit terkecil penyusun struktur kristalit arang dan arang aktif Untuk mengetahui pengaruh pembedaan suhu dan lamanya karbonisasi terhadap rendemen, kadar abu, zat terbang dan karbon terikat, dilakukan analisa statistik dengan menggunakan rancangan faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Rancangan faktorial dalam RAL tersebut menggunakan dua faktor yaitu faktor suhu karbonisasi dan faktor waktu karbonisasi yang digunakan dengan masing-masing tiga taraf yaitu suhu 700 C, 800 C, 900 C dan waktu karbonisasi 45, 60 dan 90 menit. Model persamaannya adalah sebagai berikut (Mattjik & Sumertajaya 2000) : Y ijk = + A i + B j + AB ij + ijk Y ijk = Nilai pengamatan pada faktor suhu karbonisasi taraf ke-i, faktor waktu karbonisasi taraf ke-j dan ulangan ke-k = Komponen aditif dari rataan A i B j = Pengaruh utama faktor suhu karbonisasi ke-i = Pengaruh utama faktor waktu karbonisasi ke-j AB ij = Interaksi dari faktor suhu ke-i dan waktu karbonisasi ke-j ijk = Pengaruh acak yang menyebar normal (0, 2 ) dari faktor suhu ke-i, waktu karbonisasi ke-j, dan ulangan ke-k

39 23 Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata antara taraf perlakuan, dilakukan uji lanjutan dengan menggunakan uji beda nyata jujur (BNJ) atau Honest Significance Diference (HSD). Uji BNJ dilakukan dengan cara membandingkan nilai mutlak selisih kedua nilai rata-rata yang akan kita lihat perbedaannya dengan nilai BNJ pada taraf nyata dan derajat bebas tertentu. Nilai BNJ didapat dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Mattjik & Sumertajaya 2000) : BNJ = q ; p;dbg KTG r dimana p adalah jumlah perlakuan, dbg adalah derajat bebas galat, r adalah ulangan, KTG adalah kuadrat tengah galat dan q ;p;dbg adalah nilai kritis yang diperoleh dari table wilayah nyata student. Kriteria uji dari uji BNJ ini adalah sebagai berikut : > BNJ maka hasil uji menjadi nyata Jika i i BNJ maka hasil uji menjadi tidak nyata Pengukuran Konduktivitas Bahan Baku Serat Sabut Kelapa dan Arangnya Pengukuran konduktivitas bahan baku serat sabut kelapa dan arangnya dilakukan dengan menggunakan LCR meter. Serat dihaluskan dengan ukuran lolos 40 mesh, kemudian dimasukkan ke dalam tabung berukuran diameter 15,11 mm, untuk selanjutnya diukur konduktivitas nya menggunakan LCR meter. Gambar 7 Pengukuran konduktivitas listrik sabut kelapa dan arangnya dengan menggunakan LCR meter

40 24 Konduktivitas listrik dari bahan dihitung dengan menggunakan rumus : dimana : D A : Konduktivitas listrik σ = D R x A : Tebal tempat penyimpanan sampel uji : Luas permukaan tempat penyimpanan sampel uji Untuk mengetahui pengaruh pembedaan suhu dan lamanya karbonisasi terhadap konduktivitas listrik, dilakukan analisa statistik dengan menggunakan rancangan faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan dilanjutkan dengan uji lanjut BNJ. Sama seperti pada analisa statistika terhadap nilai sifat arang. Perlakuan Perendaman Serat Karbon dengan Larutan KOH Serat karbon dengan suhu dan lamanya karbonisasi yang terpilih berdasarkan pola struktur dan konduktivitas listriknya kemudian dilakukan perlakuan perendaman dengan larutan KOH. Perendaman divariasikan menjadi dua yaitu perendaman serat dalam larutan KOH 10% dan 20%. Perendaman dengan larutan KOH tersebut dilakukan setelah serat sabut kelapa mengalami proses pengarangan dengan suhu 400 C. Setelah selama 24 jam direndam dalam larutan KOH, selanjutnya serat karbon diangkat untuk dibilas sampai bersih dan ditiriskan sampai kering. Selanjutnya serat karbon yang telah kering dikarbonisasi kembali dalam suhu dan waktu terpilih. Setelah proses karbonisasi selesai, pada serat karbon tersebut dilakukan analisa pola struktur dan pengukuran konduktivitas listriknya. Kemudian dilakukan kembali analisa statistika dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terhadap sifat konduktivitasnya untuk mengetahui pengaruh pembedaan jenis serat karbon yaitu perlakuan perendaman serat karbon dengan larutan KOH terhadap nilai konduktivitas listriknya. Model persamaannya adalah sebagai berikut (Mattjik & Sumertajaya 2000) :

41 25 Y ij = + i + ij dimana : i = 1, 2, 3 dan j = 1, 2, 3 Y ij i ij = Nilai pengamatan pada pembedaan jenis karbon ke-i, dan ulangan ke-j = Rataan umum = Pengaruh jenis karbon ke-i = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Pembuatan Komposit Semen - Serat Karbon Sabut Kelapa Pembuatan komposit dilakukan dengan menggunakan serat karbon dari sabut kelapa yang dihasilkan dengan parameter suhu dan waktu karbonisasi terpilih (parameter dengan suhu dan waktu paling efisien ditinjau dari konduktivitas listrik dan karakteristik karbon lainnya). Pada bagian ini, serat karbon dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah serat karbon dengan parameter suhu dan waktu karbonisasi terbaik tanpa perlakuan. Bagian kedua adalah hasil perendaman terhadap serat karbon yang dihasilkan pada suhu C menggunakan larutan kalium hidroksida (KOH) 10% dan 20% selama 24 jam, untuk selanjutkan dipanaskan kembali dengan menggunakan tungku karbonisasi dengan suhu dan waktu karbonisasi terpilih. Serat karbon dipotong dengan ukuran panjang kurang dari 10 mm. Kandungan serat karbon yang akan dicampurkan untuk pembuatan komposit semen tersebut adalah sebanyak 0.5%, 0.75% dan 1.0% dari berat semen. Bahan baku lainnya yaitu semen Portland, pasir alam dengan ukuran lolos saringan 20 mesh dan tertahan di saringan 30 mesh, silica fume sebanyak 10% dari berat semen dan carboxy methylcellulose (CMC) sebanyak 0.5% dari berat semen. Perbandingan air dengan semen yang digunakan sebesar 0.62 dan perbandingan pasir dengan semen sebesar 1.0. Ukuran komposit yang dibuat adalah 25 mm x 25 mm x 300 mm. Ukuran sampel ini mengacu kepada ukuran sampel yang digunakan untuk pengujian kekuatan patah (flexural strength), dimana ukuran panjang sampel minimal tiga kali dari ukuran tebalnya. Pembuatan komposit diawali dengan menggunakan sebanyak 30% dari air untuk merendam CMC dan serat karbon supaya dapat menyebar secara merata. Campuran air, CMC dan serat karbon diaduk dengan mixer dan ditambahkan

42 26 silica fume sambil diaduk sampai merata dengan menggunakan mixer. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam campuran semen dan pasir yang telah berada dalam mixer mortar, sambil dituangkan sisa air sebanyak 70% dari jumlah totalnya. Mixer mortar tetap dijalankan sampai dengan campuran merata. Adonan komposit tersebut dimasukkan ke dalam cetakan besi berukuran 25 x 25 x 300 mm. Setelah dikondisikan dalam suhu ruangan selama 24 jam, komposit kemudian diambil dari cetakan untuk selanjutnya direndam pada bak air sampai dengan waktu pengujian selama 28 hari. Diagram Alir Penelitian Rangkaian kegiatan penelitian yang dilakukan digambarkan dalam diagram alir yang tersaji pada Gambar 8. Gambar 8. Diagram alir penelitian

43 27 Pengujian Komposit Semen-Serat Karbon Sabut Kelapa Setelah melewati masa pengkondisian untuk pengujian selama 28 hari, selanjutnya komposit yang telah dibuat siap untuk diuji. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian kuat tekan dengan menggunakan standard pengujian ASTM C116-90, kuat patah dan kekakuan dengan menggunakan standard pengujian ASTM C untuk mengetahui sifat mekanis dari komposit, serta pengujian deteksi kerusakan diri dari komposit tersebut. Pengujian kuat tekan dimaksudkan untuk mengetahui besarnya beban persatuan luas yang menyebabkan benda uji hancur bila dibebani dengan beban tekan tertentu. Pengujian kuat patah dimaksudkan untuk mengetahui besarnya beban persatuan luas yang menyebabkan benda uji patah pada saat diberikan beban tertentu. Sedangkan pengujian kekakuan adalah besarnya beban persatuan luas yang menunjukkan seberapa besar benda uji itu bersifat kaku. Semakin besar nilai kekakuan, maka benda tersebut semakin kaku atau cepat untuk patah. Selanjutnya khusus untuk pengujian kuat tekan dan kuat patah, dilakukan analisa statistik dengan menggunakan rancangan faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk mengetahui pengaruh pembedaan jenis serat karbon serta pembedaan kadar serat karbon yang digunakan dalam pembuatan komposit serat semen. Rancangan faktorial dalam RAL tersebut menggunakan dua faktor yaitu jenis serat karbon dan kadar serat karbon yang digunakan dengan masing-masing tiga taraf yaitu serat karbon tanpa perendaman KOH, serat karbon dengan perendaman larutan KOH 10%, serat karbon dengan perendaman larutan KOH 20% dan kadar serat karbon sebanyak 0.5%, 0.75% dan 1.0%. Model persamaannya adalah sebagai berikut (Mattjik & Sumertajaya 2000) : Y ijk = + A i + B j + AB ij + ijk Y ijk = Nilai pengamatan pada faktor jenis karbon taraf ke-i, faktor kadar serat taraf ke-j dan ulangan ke-k = Komponen aditif dari rataan A i B j = Pengaruh utama faktor jenis karbon ke-i = Pengaruh utama faktor kadar serat karbon ke-j AB ij = Interaksi dari faktor jenis serat karbon ke-i dan kadar serat karbon ke-j

44 28 ijk = Pengaruh acak yang menyebar normal (0, 2 ) dari faktor jenis karbon ke-i dan faktor kadar serat karbon ke-j. Selanjutnya dilakukan uji lanjutan Dunnet untuk mengetahui perbandingan komposit dengan serat karbon dengan kontrol (komposit campuran semen dan pasir) dalam hal kuat tekan dan kuat patah. Uji Dunnet dilakukan dengan cara membandingkan nilai mutlak selisih nilai rata-rata kontrol dan masing-masing perlakuan dengan nilai Dunnet pada taraf nyata dan derajat bebas tertentu. Nilai Dunnet didapat dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Montgomery 2001): Dunnet= d (p 1, f) 2 KTG r dimana p adalah jumlah perlakuan, f adalah derajat bebas galat, r adalah ulangan, KTG adalah kuadrat tengah galat dan d (p 1, f) adalah nilai kritis yang diperoleh dari table Dunnet. Kriteria uji dari uji Dunnet ini adalah sebagai berikut : > d maka hasil uji menjadi nyata Jika kontrol i d maka hasil uji menjadi tidak nyata Pada saat pengujian deteksi kerusakan diri, sampel dilapisi dengan pasta perak dan dilapisi dengan elektroda tembaga pada kedua ujungnya. Selanjutnya sampel dihubungkan dengan perangkat pengukuran yang telah disiapkan untuk mengetahui hubungan antara perubahan beban yang diberikan terhadap resistivitas sampel. Pengujian terhadap sampel dilakukan secara simultan terhadap sifat mekanis, yaitu kekuatan sampel menerima beban, serta konduktivitas dan resistivitas listrik dari sampel. Pengujian deteksi kerusakan diri dilakukan untuk mengetahui hubungan antara beban yang diberikan terhadap konduktivitas listrik sampel. Skema pengujian sampel mengacu kepada ASTM C tentang pengujian Flexural Strength dengan metode Center Point Load seperti tampak pada Gambar 9 dan Gambar 10.

45 29 elektroda elektroda Beban 25 mm 25 mm 25 mm 125 mm 125 mm Sampel 250 mm Gambar 9 Skema pengujian sampel komposit semen - serat karbon dari sabut kelapa R Gambar 10 Skema pengujian deteksi kerusakan diri komposit semen-karbon dengan menggunakan Universal Testing Machine dan Resistivity meter Data yang dihasilkan dari pengujian ini adalah nilai beban yang diterima sampel, sekaligus dengan nilai resistivitas atau konduktivitas sampel ketika menerima beban tersebut. Analisa Data Hasil Pengujian Deteksi Kerusakan Diri Kerusakan diri terdeteksi jika konduktivitas listrik dari sampel naik pada saat diberikan beban dengan besaran tertentu. Analisa dilakukan terhadap data

46 30 yang diperoleh dari pengujian sampel, baik terhadap masing-masing nilai beban yang diberikan terhadap sampel komposit, konduktivitas listrik dari sampel, maupun hubungannya secara simultan. Pengaruh perlakuan perendaman serat karbon dalam larutan KOH juga dilihat dalam kaitannya terhadap hubungan antara beban yang diberikan dengan konduktivitas listriknya. Hasil dari analisa terhadap data tersebut, akan didapatkan informasi tentang berapa nilai optimum dari kandungan serat karbon dalam komposit serta pengaruh perlakuan perendaman serat karbon dengan larutan KOH terhadap kemampuan materialnya dalam menerima beban dan juga sifat konduktivitas listriknya. Hal yang dianalisa dari data yang diperoleh adalah hubungan antara banyaknya serat karbon yang ditambahkan ke dalam komposit terhadap nilai konduktivitas listrik, kekuatan dan pendeteksian kerusakan diri dari kompositnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui berapa kadar serat karbon yang optimal dalam memperoleh komposit dengan sifat yang terbaik.

47 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Bahan Baku Serat Sabut Kelapa Analisis komponen kimia bahan baku serat sabut kelapa yang diamati adalah kadar lignin, selulosa, dan hemiselulosa berdasarkan TAPPI Standard. Serat sabut kelapa memiliki kandungan lignin sebesar 48.21%. Nilai ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan kandungan lignin serat sisal dan serat daun nenas dengan kandungan berturut-turut 8-12% dan 5-12% (Mishra et al. 2000). Hal yang sama juga terjadi pada kandungan hemiselulosa dari serat sabut kelapa dengan kandungan 27.68%, yang memiliki nilai lebih besar jika dibandingkan kandungan hemiselulosa pada serat sisal dengan nilai 14.2% (Mishra et al. 2000). Sedangkan kandungan selulosa dari serat sabut kelapa sebesar 65.04%, memiliki nilai yang relatif sama dengan kandungan selulosa pada serat sisal dan serat daun nenas dengan nilai berturut-turut sebesar 67-78% dan 70-82% (Mishra et al. 2000). Kandungan lignin yang tinggi menyebabkan serat sabut kelapa bersifat keras dan kaku. Dengan demikian karbon dari sabut kelapa diharapkan memiliki kekuatan yang baik, sekaligus memiliki sifat karbon yang baik pula. Sedangkan kandungan selulosa yang tinggi dari serat sabut kelapa akan baik jika serat tersebut dijadikan bahan seperti pulp dan kertas. Analisis Arang Serat Sabut Kelapa Karakteristik arang sabut kelapa yang diamati berdasarkan standar SNI adalah rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat terbang dan kadar karbon. Nilai dari sifat arang serat sabut kelapa seperti terlihat pada Tabel 2. Pada Tabel 2 dapat kita lihat bahwa kadar air, zat terbang, kadar abu dan kadar karbon terikat pada berbagai suhu dan lamanya waktu karbonisasi memenuhi standar yang ditetapkan oleh SNI tentang arang aktif teknis. Rendemen arang aktif berkisar antara 58 80%. Kenaikan suhu dan lama karbonisasi menyebabkan reaksi antara karbon dengan uap air berjalan lebih intensif, sehingga senyawa hidrokarbon yang terurai lebih banyak seperti CO 2 dan

48 32 H 2 O. Hal ini menyebabkan rendemen yang diperoleh cenderung turun dengan meningkatnya suhu karbonisasi. Tabel 2 Analisis serat karbon sabut kelapa No. Suhu Karbonisasi ( C) Waktu Karbonisasi (menit) Rendemen (%) Kadar air (%) Analisis Karbon Zat terbang (%) Kadar abu (%) Karbon Terikat (%) SNI < 15 < 25 < 10 > 65 Kadar air karbon sabut kelapa berkisar antara %. Perbedaan kadar air akibat suhu dan lamanya karbonisasi lebih dipengaruhi oleh strukrur pori akibat proses pemanasan tertentu dibandingkan dengan kelembaban lingkungan disekitarnya (Pari 2004). Perlakuan pembedaan waktu karbonisasi serta interaksi antara pembedaan suhu dan waktu karbonisasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai kadar airnya (Lampiran 1). Nilai kadar air menurun seiring bertambah lamanya waktu karbonisasi pada suhu karbonisasi 700 C. Lain halnya dengan nilai kadar air pada suhu 800 C yang mengalami kenaikan dari waktu karbonisasi 45 menit ke 60 menit, namun kembali turun pada waktu karbonisasi 90 menit. Sedangkan nilai kadar air pada suhu 900 C mengalami penurunan dari waktu 45 menit ke 60 menit, namun mengalami kenaikan lagi pada waktu karbonisasi 90 menit (Lampiran 2). Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) pada Lampiran 6 untuk mengetahui pengaruh interaksi suhu dan waktu karbonisasi terhadap kadar air menunjukkan bahwa pada waktu karbonisasi 45 menit, pembedaan suhu karbonisasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap nilai kadar airnya. Pada waktu karbonisasi 60 menit, penggunaan suhu karbonisasi 900 C memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai kadar airnya. Sedangkan pada waktu

49 33 90 menit, penggunaan suhu karbonisasi 700 C memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai kadar airnya. Pembedaan waktu karbonisasi pada suhu karbonisasi 700 C tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap nilai kadar airnya. Pada suhu karbonisasi 800 C, pembedaan waktu karbonisasi 45 dan 60 menit memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai kadar airnya. Lain halnya dengan suhu 900 C, dimana pembedaan waktu karbonisasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai kadar air untuk setiap tarafnya. Kadar zat terbang serat karbon pada berbagai suhu dan lama karbonisasi berkisar antara %. Semakin tinggi suhu aktivasi cenderung menurunkan kadar zat terbangnya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu karbonisasi maka kadar zat terbang yang tersisa menjadi lebih sedikit. Penentuan kadar zat terbang ini merupakan suatu cara untuk mengetahui seberapa besar permukaan arang aktif masih mengandung zat lain selain karbon. Perlakuan pembedaan suhu dan waktu karbonisasi serta interaksi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap nilai zat terbangnya (Lampiran 1). Nilai zat terbang mengalami kenaikan seiring dengan bertambah lamanya waktu karbonisasi pada suhu karbonisasi 700 C. Lain halnya dengan nilai zat terbang pada suhu 800 dan 900 C yang cenderung mengalami penurunan seiring dengan semakin bertambah lamanya waktu karbonisasi (Lampiran 3). Hasil uji BNJ pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa pada waktu karbonisasi 45 menit, penggunaan suhu karbonisasi 800 C memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai zat terbangnya. Sedangkan pada waktu karbonisasi 60 menit, penggunaan suhu karbonisasi 900 C memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai zat terbangnya. Lain halnya pada waktu karbonisasi 90 menit, dimana semua suhu yang digunakan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap nilai zat terbangnya. Penggunaan waktu karbonisasi 90 menit pada suhu karbonisasi 700 C memberikan pengaruh yang berbeda terhadap nilai zat terbangnya dibandingkan dengan suhu lainnya. Sedangkan pada suhu karbonisasi 800 dan 900 C, penggunaan waktu karbonisasi 45 menit memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhapa nilai zat terbangnya.

50 34 Kadar abu karbon sabut kelapa cukup rendah yaitu sebesar %. Keberadaan abu terdiri dari seperti kalsium, kalium, magnesium dan natrium didalam arang dapat menutup dan menghalangi pori-pori arang (Benaddi et al. 2002). Dengan semakin kecilnya kadar abu, maka diharapkan konduktivitas listriknya semakin tinggi. Lampiran 1 menunjukkan bahwa perlakuan pembedaan suhu karbonisasi dan interaksi antara suhu dan waktu karbonisasi berpengaruh nyata terhadap nilai kadar abunya. Nilai kadar abu mengalami penurunan dari waktu karbonisasi 45 menit sampai waktu karbonisasi 60 menit untuk selanjutnya naik kembali sampai dengan waktu 90 menit pada suhu karbonisasi 700 dan 800 C. Sedangkan hal sebaliknya terjadi pada suhu 900 C di mana kadar abunya naik dari waktu 45 menit ke 60 menit untuk kemudian turun sampai waktu karbonisasi 90 menit (Lampiran 4). Hasil uji BNJ pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa pada waktu karbonisasi 45 menit, penggunaan suhu karbonisasi 800 dan 900 C memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai kadar abunya. Sedangkan pada waktu karbonisasi 60 menit, penggunaan suhu karbonisasi 900 C memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai kadar abunya. Lain halnya pada waktu karbonisasi 90 menit, dimana penggunaan suhu 700 dan 800 C memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai kadar abu. Pada suhu karbonisasi 700 C, pembedaan waktu karbonisasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap nilai kadar abu. Pada suhu karbonisasi 800 C, penggunaan waktu karbonisasi 60 menit memberikan pengaruh yang berbeda terhadap nilai kadar abu. Sedangkan pada suhu karbonisasi 900 C, penggunaan waktu karbonisasi yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai kadar abunya pada semua taraf waktunya. Kadar karbon arang berkisar antara %. Kadar karbon mempunyai kecenderungan semakin besar, seiring dengan semakin tingginya suhu pengarangan. Hal ini menunjukkan bahwa suhu berpengaruh terhadap kandungan karbon serat sabut kelapa. Lampiran 1 menunjukkan bahwa perlakuan pembedaan suhu dan waktu karbonisasi serta interaksi antara keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata nilai karbon terikatnya. Pada suhu karbonisasi 700 dan 800 C, nilai karbon terikat mengalami kenaikan dari waktu

51 35 karbonisasi 45 menit sampai 60 menit untuk selanjutnya turun kembali sampai dengan waktu 90 menit. Sedangkan hal sebaliknya terjadi pada suhu 900 C di mana karbon terikatnya turun dari waktu 45 menit ke 60 menit untuk kemudian naik sampai waktu karbonisasi 90 menit (Lampiran 5). Hasil uji BNJ pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa pada waktu karbonisasi 45 menit, penggunaan suhu karbonisasi 800 C memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai karbon terikatnya. Sedangkan pada waktu karbonisasi 60 menit, penggunaan suhu karbonisasi 700 dan 900 C memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai karbon terikatnya. Lain halnya pada waktu karbonisasi 90 menit, dimana penggunaan suhu 900 C memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai karbon terikat. Pada suhu karbonisasi 700 C, penggunaan waktu karbonisasi 90 menit memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai karbon terikat. Pada suhu karbonisasi 800 C, penggunaan waktu karbonisasi 45 menit memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai karbon terikatnya. Sedangkan pada suhu karbonisasi 900 C, penggunaan waktu karbonisasi yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai karbon terikatnya pada semua taraf waktunya. Identifikasi Pola Struktur Karbon Serat Sabut Kelapa Pola struktur karbon sabut kelapa berdasarkan pengamatan dengan XRD bertujuan untuk mengetahui derajat kristalinitas ( X), jarak antar lapisan (d), tinggi lapisan aromatik (Lc) dan lebar lapisan aromatik (La) serta jumlah lapisan aromatiknya (N) ditampilkan pada Gambar 11 dan Tabel 3. Derajat kristalinitas serat sabut kelapa senilai 16.36% lebih rendah dibandingkan dengan derajat kristalinitas arangnya (suhu karbonisasi 400 C) yaitu sebesar 37.30%. Perubahan ini terjadi karena adanya pergeseran intensitas pada sudut difraksi dari θ menjadi θ dan terbentuknya sudut baru di θ Pergeseran dan terbentuknya sudut difraksi baru tersebut menunjukkan bahwa struktur kristal serat sabut kelapa dengan arangnya berbeda. Pada serat sabut kelapa struktur kristalnya didominasi oleh struktur kristal pada selulosa dengan bentuk kristal monoklinik, sedangkan pada arangnya struktur kristal terbentuk dari senyawa karbon yang membentuk lapisan heksagonal (Pari 2004).

52 36 Intensitas Sabut kelapa Karbon, 400 C 300 menit Karbon 700 C 45 menit Karbon 700 C 60 menit Karbon 700 C 90 menit Karbon 800 C 45 menit Karbon 800 C 60 menit Karbon 800 C 90 menit Karbon 900 C 45 menit Karbon 900 C 60 menit Karbon 900 C 90 menit Sudut Difraksi ( ) Gambar 11 Difraksi sinar X sabut kelapa dan arangnya 2θ Tabel 3 Struktur karbon sabut kelapa pada berbagai suhu dan waktu karbonisasi menggunakan XRD Bahan X θ 002 d θ 100 d Lc La N (%) ( ) (nm) ( ) (nm) (nm) (nm) Serat kontrol C menit C - 45 menit C - 60 menit C - 90 menit C - 45 menit C - 60 menit C - 90 menit C - 45 menit C - 60 menit C - 90 menit

53 37 Gambar 11 dan Tabel 3 menunjukkan bahwa jarak antar lapisan aromatik (d) cenderung semakin sempit seiring dengan meningkatnya suhu karbonisasi. Hal ini menunjukkan terjadinya penyusutan struktur kristal arang yang semakin teratur sehingga derajat kristalinitasnya cenderung meningkat. Hasil ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Saito dan Arima (2002) serta Schukin et al. (2002) yang menyatakan bahwa derajat kristalinitas arang aktif meningkat dengan meningkatnya suhu karbonisasi. Akibat dari penyusutan kristalit arang ini adalah celah diantara kristalit semakin lebar dan pori yang terbentuk bertambah besar. Gambar 11 dan Tabel 3 juga menunjukkan bahwa tinggi antar lapisan kristalit yang berbentuk aromatik (Lc) semakin meningkat dengan naiknya suhu karbonisasi. Hal ini menggambarkan ikatan antar karbon meregang sehingga jarak antar atomnya bertambah panjang (Byrne & Nagle 1997). Peningkatan suhu karbonisasi ini juga menambah jumlah lapisan senyawa aromatiknya (N), namun mempersempit lebar lapisan lapisan aromatiknya (La). Penampakkan Permukaan Serat Sabut Kelapa dan Arangnya Pengamatan serat sabut kelapa dan arangnya pada berbagai suhu pengarangan dilakukan dengan menggunakan SEM. Gambaran visual dari permukaan serat sabut kelapa tanpa perlakuan dan arangnya dapat ditunjukkan pada Gambar 12. Serat sabut kelapa kontrol Serat dengan karbonisasi 400 C menit Serat dengan karbonisasi 700 C - 45 menit Serat dengan karbonisasi 700 C - 60 menit

54 38 Serat dengan karbonisasi 700 C - 90 menit Serat dengan karbonisasi 800 C - 45 menit Serat dengan karbonisasi 800 C - 60 menit Serat dengan karbonisasi 800 C - 90 menit Serat dengan karbonisasi 900 C - 45 menit Serat dengan karbonisasi 900 C - 60 menit Serat dengan karbonisasi 900 C - 45 menit Gambar 12 Permukaan serat sabut kelapa dan arangnya menggunakan SEM Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa pada serat sabut kelapa tanpa perlakuan, pori-pori belum tampak jelas terbuka. Hal ini disebabkan adanya senyawa lamella tengah yang didominasi oleh pektin dan dinding sel sekunder yang susunannya didominasi oleh selulosa, hemiselulosa dan lignin menutupi permukaan serat. Pori-pori dari permukaan serat sabut kelapa, mulai terlihat pada

55 39 saat serat tersebut diarangkan dengan suhu 400 C. Hal ini dapat terjadi karena pemanasan tersebut menyebabkan terdegradasinya senyawa lamella tengah dan komponen pembentuk dinding sel sekunder yang menghasilkan produk gas, produk cair dan zat padat berupa arang (Vigouroux 2001). Pada Gambar 12 juga dapat kita lihat bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan untuk pengarangan serat, maka semakin banyak pori-pori yang terbentuk dan semakin besar juga ukurannya. Hal ini menunjukkan bahwa karbonisasi pada serat akan menghilangkan dinding sel sekunder dan zat-zat ekstraktif lainnya yang terkandung pada serat-serat tersebut. Bonelli et al. (2001) mengemukakan bahwa pembentukkan dan bertambah besarnya pori disebabkan oleh penguapan dari residu yang terdapat pada serat karena proses pemanasan berupa selulosa yang terdegradasi dan lepasnya zat terbang pada pada serat. Pengukuran Konduktivitas Bahan Baku Serat Sabut Kelapa dan Arangnya Pengukuran konduktivitas listrik yang dilakukan dengan menggunakan LCR meter menunjukkan bahwa nilai konduktivitas mulai naik ketika serat sabut kelapa dikarbonisasi pada suhu 700 C. Nilai konduktivitas listrik dari serat karbon cenderung meningkat seiring dengan kenaikan suhu. Nilai konduktivitas listrik selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Konduktivitas dan resistivitas listrik serat karbon sabut kelapa No. Bahan Konduktivitas (S m -1 ) Resistivitas (Ω m) 1 Serat sabut kelapa Karbonisasi 400 C menit Karbonisasi 700 C - 45 menit Karbonisasi 700 C - 60 menit Karbonisasi 700 C - 90 menit Karbonisasi 800 C - 45 menit Karbonisasi 800 C - 60 menit Karbonisasi 800 C - 90 menit Karbonisasi 900 C - 45 menit Karbonisasi 900 C - 60 menit Karbonisasi 900 C - 90 menit Semakin tingginya konduktivitas listrik seiring dengan semakin tingginya suhu karbonisasi dikarenakan pada suhu karbonisasi yang semakin tinggi, zat-zat yang ada di sekitar dinding selnya semakin berkurang. Sehingga dinding selnya

56 40 memungkinkan untuk menghantarkan listrik dengan semakin baik. Nilai konduktivitas terbesar yaitu pada serat karbon dengan suhu karbonisasi 900 C dengan waktu 90 menit sebesar S m -1. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 7, dapat dilihat bahwa pembedaan suhu dan waktu karbonisasi dan interaksi antar keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai konduktivitas listrik dari serat karbon sabut kelapa. Berdasarkan uji BNJ pada Lampiran 8, ditinjau dari waktu karbonisasi 45, 60 dan 90 menit terlihat bahwa pembedaan suhu karbonisasi menjadi 700, 800 dan 900 C, memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai konduktivitas listriknya. Ditinjau dari suhu karbonisasi 700 C, pembedaan waktu karbonisasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap nilai konduktivitas listriknya. Sedangkan ditinjau dari suhu karbonisasi 800 C, pembedaan waktu karbonisasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai konduktivitas listriknya pada waktu karbonisasi 60 menit. Untuk suhu karbonisasi 900 C, pembedaan waktu karbonisasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap konduktivitas listriknya pada waktu 45 menit. Pemilihan Serat Karbon untuk Pembuatan Komposit Semen - Karbon Pemilihan serat karbon untuk pembuatan komposit semen-karbon dilakukan dengan mempertimbangkan nilai konduktivitas listrik, struktur serat karbon, maupun mempertimbangkan faktor lain seperti energi yang diperlukan untuk pembuatan serat karbonnya. Pari (2004) menyatakan bahwa berdasarkan gugus fungsi dan nilai derajat kristalinitasnya, pembentukan arang yang sempurna dengan proporsi struktur makropori maksimum dicapai pada suhu 850 C. Berdasarkan nilai konduktivitas listriknya, maka yang terbaik adalah serat karbon yang dihasilkan dengan suhu karbonisasi 900 C dengan waktu 90 menit. Jika dilihat dari struktur karbon dengan menggunakan XRD dan SEM, maka lebih disukai untuk memilih karbon dengan suhu 700 C ataupun 800 C. Hal ini dikarenakan dinding selnya masih tampak jelas dan belum mengalami kerusakan, berbeda dengan karbon yang dihasilkan dengan karbonisasi suhu 900 C yang tampak mulai adanya kerusakan pada dinding sel.

57 41 Berdasarkan pertimbangan energi yang diperlukan dalam proses pembuatan serat karbon, maka lebih disukai karbon yang dihasilkan dengan suhu yang tidak terlalu tinggi, namun memiliki nilai konduktivitas yang tinggi dengan struktur dinding sel yang baik pula. Dengan memperhatikan hal tersebut, maka dipilihlah serat karbon yang dihasilkan dengan karbonisasi pada suhu 800 C selama 60 menit (konduktivitas listrik S m -1 ). Untuk mengatasi permasalahan konduktivitas listriknya, maka dilakukan perlakuan perendaman dengan menggunakan larutan KOH dengan dua variasi konsentrasi yaitu 10% dan 20%. Perendaman Serat Karbon dengan Larutan KOH Perendaman serat karbon dengan larutan KOH dimaksudkan untuk dapat membuang zat ekstraktif yang berada pada serat karbon, sehingga dapat meningkatkan konduktivitas listriknya. Pada serat karbon hasil perendaman larutan KOH tersebut, selanjutnya dianalisis sifat karbon, struktur dan juga konduktivitas listriknya. Hasil analisis karbon terhadap serat hasil perendaman larutan KOH dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Analisis serat karbon perendaman larutan KOH No. Jenis bahan Rendemen (%) Kadar air (%) Analisis Karbon Zat terbang (%) Kadar abu (%) Karbon terikat (%) 1 Karbon, 800 C, 60 menit Karbon, 800 C, 60 menit perendaman KOH 10% 3 Karbon, 800 C, 60 menit + perendaman KOH 20% Berdasarkan Tabel 5 di atas, nilai rendemen, kadar air, zat terbang dan kadar abu dari serat karbon hasil perendaman pada larutan KOH lebih kecil dibandingkan dengan nilai pada serat karbon tanpa perendaman KOH. Sedangkan nilai kadar karbon dari serat karbon dengan perendaman KOH lebih besar dibandingkan dengan kadar karbon tanpa perendaman KOH. Penentuan kadar zat terbang dan kadar karbon merupakan suatu cara untuk mengetahui seberapa besar

58 42 permukaan arang masih mengandung zat lain selain karbon. Hal ini menunjukkan bahwa perendaman arang dengan larutan KOH mengurangi senyawa dan zat lain yang terdapat pada permukaan porinya. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 9, dapat dilihat bahwa perlakuan perendaman serat karbon dengan larutan KOH memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai kadar air dan kadar abu, namun tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap nilai zat terbang dan karbon terikat. Berdasarkan uji BNJ pada Lampiran 10 dapat dilihat juga bahwa pemberian perlakuan perendaman serat dengan larutan KOH baik 10% maupun 20% dapat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap nilai kadar air dan kadar abu dari serat karbon. Analisis struktur serat karbon hasil perendaman larutan KOH dengan menggunakan XRD dapat dilihati pada Gambar 13 dan Tabel 6. Intensitas Gambar 13 Difraksi sinar X serat karbon sabut kelapa suhu karbonisasi 800 C selama Tabel 6 60 menit (a) tanpa perlakuan perendaman, (b) perendaman larutan KOH 10% dan (c) perendaman larutan KOH 20% Struktur karbon sabut kelapa perendaman larutan KOH dengan suhu karbonisasi 800 C selama 60 menit Bahan baku Sudut Difraksi ( ) X θ 002 d θ 100 d Lc N La (%) ( ) (nm) ( ) (nm) (nm) (nm) Karbon tanpa perendaman Karbon dengan perendaman larutan KOH 10% Karbon dengan, perendaman larutan KOH 20% a b c

59 43 Karbon dengan perendaman larutan KOH memiliki pola struktur karbon yang tidak jauh berbeda dibandingkan dengan karbon tanpa perendaman. Nilai yang cukup berbeda adalah pada lebar lapisan aromatik (La) dan jumlah lapisan aromatic (N). Serat karbon perendaman larutan KOH 20% memiliki nilai La yang lebih kecil dibandingkan dengan serat karbon tanpa perendaman KOH. Sedangkan jumlah lapisan aromatiknya berkurang setelah dilakukan perendaman dengan menggunakan larutan KOH. Hal ini menunjukkan terjadinya perubahan dimensi dari struktur karbonnya akibat perendaman larutan KOH tersebut. Serat karbon dengan larutan KOH 10% memiliki nilai konduktivitas sebesar Sm -1, yang hampir sama dengan nilai konduktivitas listrik pada serat karbon dengan suhu karbonisasi 800 C ( S m -1 ). Berbeda halnya dengan konduktivitas listrik dari serat karbon hasil rendaman dengan larutan 20% KOH sebesar Sm -1, yang nilainya setara dengan nilai konduktivitas pada serat karbon dengan suhu karbonisasi 900 C ( S m -1 ). Hal ini menunjukkan dengan bahwa perendaman serat karbon dengan larutan 20% KOH, mengakibatkan zat-zat yang ada di sekitar dinding selnya semakin berkurang, sehingga memungkinkan untuk menghantarkan listrik dengan semakin baik. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 11) dapat dikatakan bahwa perlakuan perendaman dengan larutan KOH memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai konduktivitas listrik dari serat karbonnya. Berdasarkan uji BNJ (Lampiran 12) dapat dikatakan bahwa nilai konduktivitas listrik dari serat karbon hasil perendaman larutan KOH 20% memberikan pengaruh yang berbeda nyata dibandingkan nilai konduktivitas yang dihasilkan dari serat karbon tanpa perendaman ataupun serat karbon dengan perendaman larutan KOH 10%. Fenomena meningkatnya konduktivitas listrik dari serat karbon hasil perendaman larutan KOH 20% dapat dihubungkan dengan gambar permukaan penampang melintang serat karbon menggunakan SEM pada Gambar 14.

60 44 a b Gambar 14 Permukaan arang serat sabut kelapa perendaman (a) larutan KOH 10% dan (b) larutan KOH 20% dengan menggunakan SEM Pori pada serat karbon hasil perendaman dengan larutan KOH 20% tampak lebih besar dibandingkan dengan pori serat karbon perendaman KOH 10%. Hal ini sejalan dengan pernyataan Bonelli et al. (2001), pembentukan dan pembesaran pori disebabkan oleh penguapan komponen selulosa yang terdegradasi dan lepasnya zat terbang. Dengan berkurangnya senyawa hidrokarbon maka permukaannya semakin jelas terlihat dan dapat meningkatkan konduktivitas listriknya. Kerapatan, Kuat Tekan, Kuat Patah dan Kekakuan Komposit Semen Karbon Kerapatan, kuat tekan, kuat patah dan kekakuan dari komposit semen karbon ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7 Kerapatan, kuat tekan, kuat patah dan kekakuan komposit semen serat karbon No. Bahan Kerapatan (g cm -3 ) Kuat Tekan (N mm -2 ) Kuat Patah (N mm -2 ) Kekakuan (N mm -2 ) 1 Kontrol Tanpa perlakuan - kadar 0,5% Tanpa perlakuan - kadar 0,75% Tanpa perlakuan - kadar 1,0% Perendaman 10% KOH - kadar 0,5% Perendaman 10% KOH - kadar 0,75% Perendaman 10% KOH - kadar 1,0% Perendaman 20% KOH - kadar 0,5% Perendaman 20% KOH - kadar 0,75% Perendaman 20% KOH - kadar 1,0% Nilai merupakan rata-rata tiga sampel yang diuji Nilai kerapatan dari komposit semen-karbon yang dibuat berada pada kisaran nilai 2.0 g cm -3. Nilai tersebut jika dimasukkan ke dalam klasifikasi

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Komposit dengan menggunakan semen sebagai matriksnya dapat digunakan sebagai bahan untuk struktur bangunan maupun bukan untuk struktur bangunan. Contoh penggunaannya misalnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembuatan dan Karakterisasi Serat Karbon dari Kayu dan Serat Alam

TINJAUAN PUSTAKA. Pembuatan dan Karakterisasi Serat Karbon dari Kayu dan Serat Alam TINJAUAN PUSTAKA Karbon Komersial Karbon merupakan unsur pokok pada semua bahan organik dari senyawa yang sangat besar dan kompleks. Unsur karbon tersebar luas di alam, ditemukan di kerak bumi dalam rasio

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai dengan Mei tahun 2011. Pembuatan serat karbon dari sabut kelapa, karakterisasi XRD dan SEM dilakukan di

Lebih terperinci

Struktur Karbon Serat Sabut Kelapa. (Carbon Structure of Coconut Coir Fibers)

Struktur Karbon Serat Sabut Kelapa. (Carbon Structure of Coconut Coir Fibers) 2) 1) (Carbon Structure of Coconut Coir Fibers) Ismail Budiman 1), Akhiruddin Maddu 2), Gustan Pari 3), Subyakto 1) UPT Balitbang Biomaterial LIPI, Jl. Raya Bogor Km 46 Cibinong Bogor Departemen Fisika,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Analisis Sifat Fisiko Kimia Tempurung Kelapa Sawit Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah biomassa yang berbentuk curah yang dihasilkan

Lebih terperinci

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei 17 III.METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei 2012. Adapun tempat pelaksanaan penelitian ini

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1. Tahap Penelitian Penelitian ini terbagai dalam empat tahapan kerja, yaitu: a. Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan LSFO dan LSCFO yang terdiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, negara yang sangat subur tanahnya. Pohon sawit dan kelapa tumbuh subur di tanah Indonesia. Indonesia merupakan negara penghasil

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. sehingga sifat-sifat mekaniknya lebih kuat, kaku, tangguh, dan lebih kokoh bila. dibandingkan dengan tanpa serat penguat.

I.PENDAHULUAN. sehingga sifat-sifat mekaniknya lebih kuat, kaku, tangguh, dan lebih kokoh bila. dibandingkan dengan tanpa serat penguat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serat merupakan material yang umumnya jauh lebih kuat dari matriks dan berfungsi memberikan kekuatan tarik. Secara umum dapat dikatakan bahwa fungsi serat adalah sebagai

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA

PENGARUH BAHAN AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.2, No.1, Juni 2010 : 21 26 PENGARUH BAHAN AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA EFFECT OF ACTIVATOR IN THE MAKING OF ACTIVATED CARBON FROM COCONUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam +

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam + 6 adsorpsi sulfur dalam solar juga dilakukan pada AZT2 dan AZT2.5 dengan kondisi bobot dan waktu adsorpsi arang aktif berdasarkan kadar sulfur yang terjerap paling tinggi dari AZT1. Setelah proses adsorpsi

Lebih terperinci

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA Oleh : Frischa Marcheliana W (1109100002) Pembimbing:Prof. Dr. Darminto, MSc Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi serbuk. 3.2

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Struktur. Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Struktur. Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Struktur Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran Analisis dengan spektrofotometri inframerah (IR) bertujuan mengetahui adanya gugus fungsi pada suatu bahan.

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI

PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI C7 PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI (Tectona grandis L.f) DAN TONGKOL JAGUNG (Zea mays LINN) SEBAGAI ADSORBEN MINYAK GORENG BEKAS (MINYAK JELANTAH) Oleh : J.P. Gentur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang material komposit,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang material komposit, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang material komposit, menjadi sebuah tantangan dalam ilmu material untuk mencari dan mendapatkan material baru yang memiliki

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij 5 Pengujian Sifat Binderless MDF. Pengujian sifat fisis dan mekanis binderless MDF dilakukan mengikuti standar JIS A 5905 : 2003. Sifat-sifat tersebut meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Rancangan Percobaan dan Analisis Data 12 BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Laboratorium Biokomposit dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA H.Abdullah Saleh,, Meilina M. D. Pakpahan, Nowra Angelina Jurusan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian IV. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian terapan, yang pelaksanaannya kebanyakan dilaksanakan di laboratorium. Agar supaya, tujuan peneltian dapat tercapai dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian ini dilakukan dengan metode experimental di beberapa laboratorium dimana data-data yang di peroleh merupakan proses serangkaian percobaan

Lebih terperinci

Gravitasi Vol. 14 No.1 (Januari-Juni 2015) ISSN: ABSTRAK

Gravitasi Vol. 14 No.1 (Januari-Juni 2015) ISSN: ABSTRAK PENGARUH VARIASI UKURAN PANJANG SERAT SABUT KELAPA TERHADAP KUAT TEKAN DAN KUAT LENTUR BATAKO The effect of the addition of coconut fiberto compressive strength and flexural strength on brick. Sitti Hajrah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen secara langsung. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit pelet CSZ-Ni

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK PEMBUATAN KERTAS DARI KOMBINASI LIMBAH AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN PROSES SODA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK PEMBUATAN KERTAS DARI KOMBINASI LIMBAH AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN PROSES SODA Bidang Unggulan: Lahan Basah/ Biomaterial Kode/ Nama Rumpun Ilmu**: 433/ Teknik Kimia LAPORAN AKHIR PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK PEMBUATAN KERTAS DARI KOMBINASI LIMBAH AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN PROSES

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 12 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Juni 2012. Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu: Tahap 1. Pembuatan polimer khitosan dilakukan di UPT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan bangunan rumah di Indonesia setiap tahun rata-rata sebesar ± 1,1 juta unit dengan pasar potensial di daerah perkotaan sebesar 40 % atau ± 440.000 unit. Dari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 35 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Arang Aktif 4.1.1 Sifat Arang Aktif Sifat arang aktif yang diamati adalah rendemen, kadar air, abu, zat terbang, dan karbon terikat (Tabel 5). Seluruh sifat arang aktif

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin, Laboratorium Mekanik Politeknik Negeri Sriwijaya. B. Bahan yang Digunakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan Maret 2015 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE

BAB III. BAHAN DAN METODE 10 BAB III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan dari bulan Februari dan berakhir pada bulan Agustus 2011. Proses pembuatan dan pengujian arang aktif dilakukan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian komposisi dilakukan untuk mengetahui jumlah kandungan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian komposisi dilakukan untuk mengetahui jumlah kandungan V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.a Uji Komposisi Pengujian komposisi dilakukan untuk mengetahui jumlah kandungan lignin, sellulosa, dan hemisellulosa S2K, baik serat tanpa perlakuan maupun dengan

Lebih terperinci

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra BAHAN BAKAR KIMIA Ramadoni Syahputra 6.1 HIDROGEN 6.1.1 Pendahuluan Pada pembakaran hidrokarbon, maka unsur zat arang (Carbon, C) bersenyawa dengan unsur zat asam (Oksigen, O) membentuk karbondioksida

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISIS

BAB IV DATA DAN ANALISIS BAB IV DATA DAN ANALISIS 4.1 Karakterisasi Abu Ampas Tebu ( Sugarcane Ash ) 4.1.1 Analisis Kimia Basah Analisis kimia basah abu ampas tebu (sugarcane ash) dilakukan di Balai Besar Bahan dan Barang Teknik

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ARANG AKTIF TEMPURUNG BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum Linn) DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN MINYAK NYAMPLUNG SANTIYO WIBOWO

KARAKTERISTIK ARANG AKTIF TEMPURUNG BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum Linn) DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN MINYAK NYAMPLUNG SANTIYO WIBOWO KARAKTERISTIK ARANG AKTIF TEMPURUNG BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum Linn) DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN MINYAK NYAMPLUNG SANTIYO WIBOWO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biomassa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Biomassa meliputi semua bahan yang bersifat organik ( semua makhluk yang hidup atau mengalami pertumbuhan dan juga residunya ) (Elbassan dan Megard, 2004). Biomassa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Diagram konsumsi energi final per jenis (Sumber: Outlook energi Indonesia, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Diagram konsumsi energi final per jenis (Sumber: Outlook energi Indonesia, 2013) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hingga kini kita tidak bisa terlepas akan pentingnya energi. Energi merupakan hal yang vital bagi kelangsungan hidup manusia. Energi pertama kali dicetuskan oleh

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan September 2007 hingga Mei 2008 di: 1. Laboratorium Pengolahan Kimia dan Energi Hasil Hutan, Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tempat pelaksanaan penelitian sebagai berikut: 2. Pengujian kekuatan tarik di Institute Teknologi Bandung (ITB), Jawa Barat.

III. METODE PENELITIAN. Tempat pelaksanaan penelitian sebagai berikut: 2. Pengujian kekuatan tarik di Institute Teknologi Bandung (ITB), Jawa Barat. 49 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat Penelitian Tempat pelaksanaan penelitian sebagai berikut: 1. Persiapan dan perlakuan serat ijuk di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 lapisan (N) dengan melihat spektrum difraksinya. Persamaan yang digunakan dalam penentuan ciri fisika-kimia diatas adalah: 2d sin L L c 002 a 100 N L K / cos K / cos Ket : d = Jarak antar lapisan (nm)

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI LIMBAH KULIT SINGKONG DENGAN MENGGUNAKAN FURNACE

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI LIMBAH KULIT SINGKONG DENGAN MENGGUNAKAN FURNACE LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI LIMBAH KULIT SINGKONG DENGAN MENGGUNAKAN FURNACE (Manufacture of Activated Carbon From Waste Leather Cassava by Using Furnace ) Diajukan sebagai salah satu

Lebih terperinci

PENGARUH PERSEN HASIL PEMBAKARAN SERBUK KAYU DAN AMPAS TEBU PADA MORTAR TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN SIFAT FISISNYA

PENGARUH PERSEN HASIL PEMBAKARAN SERBUK KAYU DAN AMPAS TEBU PADA MORTAR TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN SIFAT FISISNYA PENGARUH PERSEN HASIL PEMBAKARAN SERBUK KAYU DAN AMPAS TEBU PADA MORTAR TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN SIFAT FISISNYA Dahyunir Dahlan, Sri Mulyati Laboratorium Fisika Material - Jurusan Fisika, FMIPA UNAND

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 8 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian ini menggunakan bahan-bahan berupa tandan kosong sawit (TKS) yang diperoleh dari pabrik kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kertajaya,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokompsit Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kekuatan Bahan dan Laboratorium

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Saat ini nanomaterial seperti nanotubes, nanowires, nanofibers, dan nanobelts banyak mendapatkan perhatian karena nanomaterial tersebut dapat diaplikasikan di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan kebutuhan pembangunan perumahan, perhubungan dan industri berdampak pada peningkatan kebutuhan bahan-bahan pendukungnya. Beton merupakan salah satu bahan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Analisis ketahanan..., Niken Swastika, FT UI, Universitas Indonesia

BAB 3 METODOLOGI. Analisis ketahanan..., Niken Swastika, FT UI, Universitas Indonesia BAB 3 METODOLOGI 3.1. Standar Pengujian Prosedur pengujian yang dilakukan pada penelitian ini berdasarkan standar yang berlaku, yaitu American Society for Testing and Materials (ASTM). Standar pengujian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 30 BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 3.1 PENDAHULUAN Baterai seng udara merupakan salah satu bentuk sumber energi secara elektrokimia yang memiliki peluang sangat besar untuk aplikasi sumber energi masa depan.

Lebih terperinci

ITM-05: PENGARUH TEMPERATUR PENGERINGAN PADA AKTIVASI ARANG TEMPURUNG KELAPA DENGAN ASAM KLORIDA DAN ASAM FOSFAT UNTUK PENYARINGAN AIR KERUH

ITM-05: PENGARUH TEMPERATUR PENGERINGAN PADA AKTIVASI ARANG TEMPURUNG KELAPA DENGAN ASAM KLORIDA DAN ASAM FOSFAT UNTUK PENYARINGAN AIR KERUH ITM-05: PENGARUH TEMPERATUR PENGERINGAN PADA AKTIVASI ARANG TEMPURUNG KELAPA DENGAN ASAM KLORIDA DAN ASAM FOSFAT UNTUK PENYARINGAN AIR KERUH Futri Wulandari 1*), Erlina 1, Ridho Akbar Bintoro 1 Esmar Budi

Lebih terperinci

BAB III PERCOBAAN III.1. DIAGRAM ALIR PERCOBAAN. 17 Ibnu Maulana Yusuf

BAB III PERCOBAAN III.1. DIAGRAM ALIR PERCOBAAN. 17 Ibnu Maulana Yusuf BAB III PERCOBAAN III.1. DIAGRAM ALIR PERCOBAAN Gambar 3.1. Skema proses pembuatan filter air dari karbon serbuk dan pasir silika 17 III.2. TAHAP PERSIAPAN Pada tahap persiapan, proses-proses yang dilakukan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MORTAR PADA LIMBAH ABU KELAPA SAWIT. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Km 12,5 Pekanbaru, 28293, Indonesia

KARAKTERISTIK MORTAR PADA LIMBAH ABU KELAPA SAWIT. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Km 12,5 Pekanbaru, 28293, Indonesia KARAKTERISTIK MORTAR PADA LIMBAH ABU KELAPA SAWIT Riski Febriani 1, Usman Malik 2, Antonius Surbakti 2 1 Mahasiswa Program Studi S1Fisika 2 Dosen Jurusan Fisika 2 Dosen Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alami dan harga serat alam pun lebih murah dibandingkan serat sintetis. Selain

I. PENDAHULUAN. alami dan harga serat alam pun lebih murah dibandingkan serat sintetis. Selain 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan komposit tidak hanya komposit sintetis saja tetapi juga mengarah ke komposit natural dikarenakan keistimewaan sifatnya yang dapat didaur ulang (renewable)

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK CAMPURAN BATUBARA DAN VARIASI ARANG SERBUK GERGAJI DENGAN PENAMBAHAN ARANG TEMPURUNG KELAPA DALAM PEMBUATAN BRIKET

KARAKTERISTIK CAMPURAN BATUBARA DAN VARIASI ARANG SERBUK GERGAJI DENGAN PENAMBAHAN ARANG TEMPURUNG KELAPA DALAM PEMBUATAN BRIKET KARAKTERISTIK CAMPURAN BATUBARA DAN VARIASI ARANG SERBUK GERGAJI DENGAN PENAMBAHAN ARANG TEMPURUNG KELAPA DALAM PEMBUATAN BRIKET Siti Hosniah*, Saibun Sitorus dan Alimuddin Jurusan Kimia FMIPA Universitas

Lebih terperinci

JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013 PENGARUH PANJANG SERAT TERHADAP KEKUATAN TARIK KOMPOSIT BERPENGUAT SERAT IJUK DENGAN MATRIK EPOXY

JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013 PENGARUH PANJANG SERAT TERHADAP KEKUATAN TARIK KOMPOSIT BERPENGUAT SERAT IJUK DENGAN MATRIK EPOXY JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013 PENGARUH PANJANG SERAT TERHADAP KEKUATAN TARIK KOMPOSIT BERPENGUAT SERAT IJUK DENGAN MATRIK EPOXY Efri Mahmuda 1), Shirley Savetlana 2) dan Sugiyanto 2) 1) Mahasiswa

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Pertanian Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Pertanian Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Labaratorium Analisis

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perbandingan nilai kalor beberapa jenis bahan bakar

Lampiran 1. Perbandingan nilai kalor beberapa jenis bahan bakar Lampiran 1. Perbandingan nilai kalor beberapa jenis bahan bakar Jenis Bahan Rataan Nilai Kalor (kal/gram) Kayu 4.765 Batubara 7.280 Fuel Oil 1) 10.270 Kerosine (Minyak Tanah) 10.990 Gas Alam 11.806 Sumber

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA i PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 i PENGARUH PERENDAMAN

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini akan diuraikan analisis terhadap hasil pengolahan data. Pembahasan mengenai analisis hasil pengujian konduktivitas panas, pengujian bending, perhitungan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN METAKAOLIN TERHADAP KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON MUTU TINGGI

PENGARUH PENAMBAHAN METAKAOLIN TERHADAP KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON MUTU TINGGI PENGARUH PENAMBAHAN METAKAOLIN TERHADAP KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON MUTU TINGGI Petrus Peter Siregar 1 dan Ade Lisantono 2 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). Secara struktural

BAB I PENDAHULUAN. lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). Secara struktural BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tersedianya sarana maupun fasilitas kepentingan umum yang layak dan memadai, merupakan salah satu wujud dari keberhasilan program pembangunan. Fasilitas kepentingan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komposit alternatif yang lain harus ditingkatkan, guna menunjang permintaan

I. PENDAHULUAN. komposit alternatif yang lain harus ditingkatkan, guna menunjang permintaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan industri komposit di Indonesia dengan mencari bahan komposit alternatif yang lain harus ditingkatkan, guna menunjang permintaan komposit di Indonesia yang

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG

RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG Idrus Abdullah Masyhur 1, Setiyono 2 1 Program Studi Teknik Mesin, Universitas Pancasila,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair mempunyai gaya tarik kearah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gayagaya ini

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON Maria 1, Chris 2, Handoko 3, dan Paravita 4 ABSTRAK : Beton pozzolanic merupakan beton dengan penambahan material

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SEMI KOKAS DAN ANALISA BILANGAN IODIN PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TANAH GAMBUT MENGGUNAKAN AKTIVASI H 2 0

KARAKTERISASI SEMI KOKAS DAN ANALISA BILANGAN IODIN PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TANAH GAMBUT MENGGUNAKAN AKTIVASI H 2 0 KARAKTERISASI SEMI KOKAS DAN ANALISA BILANGAN IODIN PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TANAH GAMBUT MENGGUNAKAN AKTIVASI H 2 0 Handri Anjoko, Rahmi Dewi, Usman Malik Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Bulan Februari hingga Desember 2011. Pembuatan dan karakterisasi arang aktif dilakukan di Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan

Lebih terperinci

Pengaruh Persentase Serat Sabut Pinang (Areca Catechu L. Fiber) dan Foam Agent terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Papan Beton Ringan

Pengaruh Persentase Serat Sabut Pinang (Areca Catechu L. Fiber) dan Foam Agent terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Papan Beton Ringan Jurnal Fisika Unand Vol. 6, No. 4, Oktober 2017 ISSN 2302-8491 Pengaruh Persentase Serat Sabut Pinang (Areca Catechu L. Fiber) dan Foam Agent terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Papan Beton Ringan Firda Yulia

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF

PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF J. P. Gentur Sutapa 1 dan Aris Noor Hidayat 2 1 Dosen Jurusan Teknologi Hasil Hutan

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air

Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air Erlinda Sulistyani, Esmar Budi, Fauzi Bakri Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perkembangan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dalam industri mulai menyulitkan bahan konvensional seperti logam untuk memenuhi keperluan aplikasi baru. Penggunaan

Lebih terperinci

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS SKRIPSI Oleh : Ahsanal Holikin NIM 041810201063 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 204 di Workshop Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara untuk membuat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Mei 2013 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Mei 2013 di 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Mei 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Lampung. Karakterisasi sampel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Agregat Halus Agregat halus adalah agregat dengan besar butir maksimum 4,76 mm berasal dari alam atau hasil olahan sesuai dengan SNI 03-6820-2002. Riyadi (2013) pada penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU IRADIASI GELOMBANG MIKRO TERHADAP KUALITAS KARBON AKTIF DARI KAYU EUCALYPTUS PELLITA SEBAGAI ADSORBEN. Fitri, Rakhmawati Farma

PENGARUH WAKTU IRADIASI GELOMBANG MIKRO TERHADAP KUALITAS KARBON AKTIF DARI KAYU EUCALYPTUS PELLITA SEBAGAI ADSORBEN. Fitri, Rakhmawati Farma PENGARUH WAKTU IRADIASI GELOMBANG MIKRO TERHADAP KUALITAS KARBON AKTIF DARI KAYU EUCALYPTUS PELLITA SEBAGAI ADSORBEN Fitri, Rakhmawati Farma Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam bangunan konstruksi. Beton memiliki berbagai kelebihan, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. macam bangunan konstruksi. Beton memiliki berbagai kelebihan, salah satunya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beton merupakan material yang sangat sering digunakan dalam berbagai macam bangunan konstruksi. Beton memiliki berbagai kelebihan, salah satunya adalah beton mempunyai

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Umum Penelitian ini adalah menggunakan metode studi eksperimental yaitu dengan melakukan langsung percobaan di laboratorium. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengauh

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Produk Majemuk Kelompok Peneliti Pemanfaatan Hasil Hutan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan manusia terhadap kayu sebagai bahan konstruksi bangunan atau furnitur terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk, sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Graphene merupakan susunan atom-atom karbon monolayer dua dimensi yang membentuk struktur kristal heksagonal menyerupai sarang lebah. Graphene memiliki sifat

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian, analisis data, dan. pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian, analisis data, dan. pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai 77 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian, analisis data, dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Nilai kuat tekan beton rerata pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. endemik. Bambu merupakan jenis rumput rumputan yang beruas. yang tinggi. Beberapa jenis bambu mampu tumbuh hingga sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. endemik. Bambu merupakan jenis rumput rumputan yang beruas. yang tinggi. Beberapa jenis bambu mampu tumbuh hingga sepanjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia terdapat berbagai jenis bambu diperkirakan sekitar 159 spesies dari total 1.250 jenis bambu yang terdapat di dunia. Bahkan sekitar 88 jenis bambu yang

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit merek Holcim, didapatkan dari toko bahan

Lebih terperinci

BATERAI BATERAI ION LITHIUM

BATERAI BATERAI ION LITHIUM BATERAI BATERAI ION LITHIUM SEPARATOR Membran polimer Lapisan mikropori PVDF/poli(dimetilsiloksan) (PDMS) KARAKTERISASI SIFAT SEPARATOR KOMPOSIT PVDF/POLI(DIMETILSILOKSAN) DENGAN METODE BLENDING DEVI EKA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di 26 BAB III METODE PENELITIAN Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di Laboratorium Bahan dan Konstruksi Fakultas Teknik Universitas Lampung. Benda uji dalam penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan komposit semakin berkembang, baik dari segi

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan komposit semakin berkembang, baik dari segi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini penggunaan komposit semakin berkembang, baik dari segi penggunaan, maupun teknologinya. Penggunaannya tidak terbatas pada bidang otomotif saja, namun sekarang

Lebih terperinci

ADSORPSI ION Cr 3+ OLEH SERBUK GERGAJI KAYU ALBIZIA (Albizzia falcata): Studi Pengembangan Bahan Alternatif Penjerap Limbah Logam Berat

ADSORPSI ION Cr 3+ OLEH SERBUK GERGAJI KAYU ALBIZIA (Albizzia falcata): Studi Pengembangan Bahan Alternatif Penjerap Limbah Logam Berat ADSORPSI ION Cr 3+ OLEH SERBUK GERGAJI KAYU ALBIZIA (Albizzia falcata): Studi Pengembangan Bahan Alternatif Penjerap Limbah Logam Berat I NYOMAN SUKARTA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek Holcim, didapatkan dari toko bahan bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini penggunaan material berbasis karbon sangat luas aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini penggunaan material berbasis karbon sangat luas aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini penggunaan material berbasis karbon sangat luas aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh beberapa aplikasi dalam bidang lingkungan antara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fly ash terhadap kuat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fly ash terhadap kuat III. METODE PENELITIAN A. Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fly ash terhadap kuat tekan paving block. Di Indonesia, paving block pada umumnya dibuat dari campuran semen, pasir, dengan

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Abu Terbang (Fly Ash) Terhadap Kuat Tekan Mortar Semen Tipe PCC Serta Analisis Air Laut Yang Digunakan Untuk Perendaman

Pengaruh Penambahan Abu Terbang (Fly Ash) Terhadap Kuat Tekan Mortar Semen Tipe PCC Serta Analisis Air Laut Yang Digunakan Untuk Perendaman Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 213 Pengaruh Penambahan Abu Terbang (Fly Ash) Terhadap Kuat Tekan Mortar Semen Tipe PCC Serta Analisis Air Laut Yang Digunakan Untuk Perendaman Yulizar Yusuf,

Lebih terperinci

KETAHANAN KOMPOSIT KAYU PLASTIK-DAUR-ULANG DENGAN PENAMBAHAN UV STABILIZER TERHADAP CUACA IWAN RISNASARI

KETAHANAN KOMPOSIT KAYU PLASTIK-DAUR-ULANG DENGAN PENAMBAHAN UV STABILIZER TERHADAP CUACA IWAN RISNASARI KETAHANAN KOMPOSIT KAYU PLASTIK-DAUR-ULANG DENGAN PENAMBAHAN UV STABILIZER TERHADAP CUACA IWAN RISNASARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci