BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Lean Lean dalam bahasa Inggris berarti ramping atau kurus. Lean berarti manufaktur tanpa waste (pemborosan). Waste yang dimaksud disini adalah segala sesuatu selain sejumlah minimum perlengkapan, material, komponen, dan waktu kerja yang sangat penting untuk produksi. Dalam hal lainnya suatu perusahaan dikatakan lean Jika semua aktivitas yang dilakukan hanya aktivitas yang bersifat value-added atau aktivitas yang memberikan nilai tambah dilihat dari sudut pandang konsumen.( (Jeffrey K. Liker, 2006) 2.2 Lean Manufacturing Lean pertama kali ditemukan di lantai produksi sebuah manufaktur di Jepang yaitu Toyota Motor Corporation. Lean manufacturing adalah suatu filosofi manufaktur yang bertujuan untuk memperpendek waktu sejak terjadi pesanan pelanggan sampai pengiriman barang dengan menghilangkan berbagai jenis pemborosan (waste). Pendekatan Lean awalnya difokuskan pada eliminasi waste dan aliran yang berlebih pada Toyota. Taiichi Ohno sebagai penemu Toyota Production System dalam bukunya Taiichi Ohno-Beyond Large Scale Production (1995), mengatakan Lean manufacturing adalah suatu filosofi jangka panjang yang menyatukan seluruh elemen menjadi suatu sistem manajemen yang bertujuan menghilangkan pemborosan secara menyeluruh.. Womack dan Jones (2002), memiliki pendapat yang hampir sama dengan Taiichi Ohno, yaitu Lean manufacturing merupakan suatu proses dimana semua orang dalam seluruh organisasi bekerja sama untuk mengeliminasi waste (Womack,J.and Jones,D. (2002)).

2 II-2 Lean manufacturing untuk dapat mengidentifikasi dan menghilangkan waste atau aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah. Tujuan dari diterapkan lean manufacturing adalah untuk meningkatkan kinerja dari industri manufaktur. Terdapat delapan waste yang ada dalam lean manufacturing (Liker,2006), yaitu : 1. Overproduction: Memproduksi barangbarang yang belum dipesan. 2. Waiting: Pekerja yang menggangur karena kehabisan material, keterlambatan proses, mesin rusak dan bottle neck. 3. Transportation: Memindahkan material, komponen atau barang jadi dalam jarak yang terlalu jauh. 4. Over processing: Melakukan langkah yang tidak diperlukan untuk memproses komponen. 5. Inventory: Persediaan yang berlebih menyebabkan masalah seperti keterlambatan pengiriman dan produk cacat yang disebabkan karena peramalan tidak akurat. 6. Motion waste: Gerakan pekerja yang sia-sia saat melakukan pekerjaannya. 7. Defect: Memproduksi barang yang cacat atau mem-butuhkan perbaikan. Tujuan lean adalah meningkatkan terus-menerus customer value melalui peningkatan terus-menerus rasio antara nilai tambah terhadap waste (the value-towaste ratio). Suatu perusahaan dapat dianggap lean apabila the value-to-waste ratio telah mencapai minimum 30%. Apabila perusahaan tersebut belum lean, perusahaan tersebut dapat dikategorikan sebagai un-lean enterprise dan dikategorikan sebagai perusahaan tradisional.(gaspersz, 2011). APICS Dictionary (2005) dalam (Gaspersz, 2011) mendefinisikan lean sebagai suatu filosofi bisnis yang berlandaskan pada minimasi penggunaan sumber-sumber daya (termasuk waktu) dalam berbagai aktivitas perusahaan.lean berfokus pada identifikasi dan eliminasi aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah (non-value-adding activities) dalam desain, produksi (untuk bidang manufaktur) atau operasi (untuk bidang jasa) dan supply chain management, yang berkaitan langsung dengan pelanggan dengan cara mengalirkan produk (material, work-inprocess, output) dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari customer internal maupun eksternal untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan. (Gaspersz, 2011).

3 II-3 Menurut (Gaspersz, 2011) terdapat lima dasar lean dan diantaraya adalah : 1. Mengidetifikasi nilai produk (barang dan jasa) berdasarkan perspektif pelanggan, dimana pelanggan menginginkan produk (barang dan jasa) berkualitas superior dengan harga yang kompetitif da penyerahan tepat waktu. 2. Mengidetifikasi value stream process mapping (pemetaan proses pada valuestream) untuk setiap produk (barang dan jasa). (catatan: kebanyakan manajemen perusahaan industry di Indonesia hanya melakukan pemetaan proses bisnis atau proses kerja, bukan melakukan pemetaan proses produk). Hal ini berbeda dengan pendekatan lean. 3. Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas sepanjang proses value stream itu. 4. Mengorganisasikan agar material, informasi, dan produk itu mengalir secara lancar dan efisien sepanjang proses value stream menggunakan sistem tarik (pull system). 5. Terus menerus mencari berbagai teknik dan alat peningkatan (improvement tools dan techniques) untuk mencapai keunggulan dan peningkatan terus-menerus. 2.3 Tahapan dalam Lean Manufacturing Implementasi lean manufacturing terbagi menjadi empat tahap, yaitu: a. Berusaha melihat waste yang ada di perusahaan dan melakukan eliminasi terhadap waste yang ada. Apabila perusahaan tidak mengatasi pemborosan tersebut maka masalah tersebut akan muncul terus menerus. b. Mengidentifikasi waste yang sering terjadi, dengan value stream mapping dimana tahap ini membantu untuk membantu menganalisa penyebab waste terjadi. c. Menghilangkan Pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas sepanjang proses value stream mapping dengan menggunakan tabel VALSAT

4 II-4 d. Menemukan solusi untuk mengatasi permasalahan waste yang telah diidentifikasi. Dengan melihat permasalahan secara keseluruhan maka dapat membuat sebuah solusi untuk mengurangi waste yang ada. e. Melakukan implementasi dari solusi yang telah dibuat, tahap ini memerlukan waktu yang lama dan diperlukan proses pelatihan pekerja agar dapat menerapkan solusi yang dipilih. Selain itu perlu adanya perbaikan secara kontinu agar waste dapat dievaluasi dan dikurangi (Gaspersz, 2011). Berikut adalah tahapan untuk mengidentifikasi waste dengan menggunakan pembobotan : 1. Kuisioner disusun berdasarkan kondisi dan karakteristik sistem terhadap kemungkinan waste yang terjadi (Environment, Healty and Safety (EHS), Defect / Rework, Overproduction, Waiting Time, Not Utilizing Employee Knowledge, Skill and Ability, Excessive Transportation, Unnecessary Inventories, Unnecessary Motion, Inappropriate Processing) dan melakukan pembobotan terhadap waste dengan kriteria skor terhadap peringkat dari tingkat keseringan yang terjadi dengan skala sebagai berikut : a) Peringkat 0 jika tingkat keseringan terjadi = 0% b) Peringkat 1 jika tingkat keseringan terjadi = 10% c) Peringkat 2 jika tingkat keseringan terjadi = 20% d) Peringkat 3 jika tingkat keseringan terjadi = 30% e) Peringkat 4 jika tingkat keseringan terjadi = 40% f) Peringkat 5 jika tingkat keseringan terjadi = 50% g) Peringkat 6 jika tingkat keseringan terjadi = 60% h) Peringkat 7 jika tingkat keseringan terjadi = 70% i) Peringkat 8 jika tingkat keseringan terjadi = 80% j) Peringkat 9 jika tingkat keseringan terjadi = 90% k) Peringkat 10 jika tingkat keseringan terjadi = 100% 2. Sampel dari populasi yang ditujukan pada kuisioner ini adalah pihak-pihak yang terkait langsung dengan sistem operasi, Contoh: 1) Manajer plant (1 responden) 2) PPC (1 responden) 3) QC/QA (1 responden) 4) Manajer departemen produksi (1 responden)

5 II-5 5) Personalia produksi (1 responden) 3. Pembobotan waste dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi waste yang terjadi pada sistem dengan mengetahui tingkat keseringan dari munculnya waste yang terjadi dengan menggunakan kuisioner yang ditujukan kepada pihak-pihak operasi sistem produksi. Jumlah dari pembobotan dari 7 waste harus 35 point. Berikut adalah contoh dari pembobotan waste : Tabel 2.1 Pembobotan Waste NO JENIS PEMBOROSAN SKOR 1. Over Production 0 2. Waiting 3 3. Transportasi 8 4. Process 6 5. Inventory 7 6. Motion 6 7. Defect 5 TOTAL SKOR 35 (Nurudin,2013) 2.4 Jenis-Jenis Pemborosan (Waste) Waste merupakan segala sesuatu yang meningkatkan biaya namun tidak memberikan nilai tambah pada produk. Jenis-jenis waste menurut (Liker, The Toyota Way 272 dalam Sulastama, 2012) adalah sebagai berikut : 1. Pemborosan berupa kelebihan hasil produksi (over production) Memproduksi produk yang tidak sesuai dengan permintaan yang dibutuhkan.seharusnya kegiatan produksi dilakukan untuk mengerjakan produk yang dapat segera djual bukan disimpan. Produksi berlebih mengakibatkan meningkatnya resiko barang disimpan yang akan menimbulkan penumpukan yang memerlukan biaya perawatan dan tempat penyimpanan yang lebih besar. 2. Waiting Menunggu membuat semua aktifitas terhenti, baik pada mesin maupun pekerjaan sehingga menimbulkan pemborosan.contoh menunggu material datang. 3. Pemborosan berupa transportasi (transportasi waste)

6 II-6 Perpindahan produk antara proses merupakan kegiatan yang tidak menambah nilai. Perpindahan yang tidak perlu dapat membahayakan dan mengurangi kualitas dari produk.transportasi yang efisien adalah perpindahan yang dilakukan langsung menuju tempat dimana produk tersebut langsung digunakan. 4. Pemborosan terhadap produk cacat (defect product waste) Produk cacat dapat disebabkan oleh kesalahan manusia pada proses produksi namun dapat juga disebabkan oleh proses transportasi dan penyimpanan.pemborosan terjadi terhadap perbaikan produk cacat dan penggantian material baru yang mengakibatkan semakin panjangnya waktu tunggu manufaktur dan meningkatkan biaya produksi.cacat produk akibat kesalahan manusia dapat dikurangi atau dihilangkan dengan menambahkan peralatan pencegah cacat pada prose produksi,sebaliknya cacat produk yang diakibatkan oleh proses transportasi sulit untuk dideteksi. 5. Inventory Merupakan simpanan cadangan yang berlebih.inventory dapat berupa bahan baku, work in process, dan produk jadi yang berlebih. Adanya inventory berlebih membutuhkan perlakuan ekstra yang semestinya dapat diminimalkan seperti penyimpanan, administrasi, dan biaya. 6. Pemborosan proses (over processing waste) Pemborosan terjadi karena melakukan proses yang tidak diperlukan misalnya mengencangkan baut yang mengakibatkan baut putus,menggunakan peralatan secara tidak tepat guna,seperti menggunakan peralatan dengan tingkat keakuratan rendah dan pembebanan peralatan yang berlebihan sehingga mengakibatkan kerusakan alat.pemborosan ini juga dapat terjadi karena mengubah atau melakukan proses ulang terhadap produk yang tidak standar menjadi produk yang dapat digunakan lagi. 7. Pemborosan gerakan (motion waste)

7 II-7 Pemborosan dapat terjadi karena melakukan gerakan yang tidak perlu atau melakukan gerakan yang tidak menambah nilai seperti gerakan menyusun dan merapikan produk,memindahkan hasil produksi,mencari peralatan,dan sebagainya.gerakan-gerakan ini tidak akan meningkatkan kapasitas produk yang dihasilkan melainkan semakin sering dilakukan maka waktu yang diperlukan untuk membuat satu produk semakin meningkat dibandingkan dengan cycle time standar,sehingga target hasil produksi sulit tercapai. Waste(Gaspersz, 2011)didefinisikan sebagai segala aktivitas kerja yang tidak memberikan nilai tambah dalam proses transformasi input menjadi output sepanjang valuestream.menurut (Gaspersz, 2011) pada dasarnya dikenal dua kategori utama pemborosan, yaitu type one waste dan type two waste. Type one waste adalah aktivitas kerja yang tidak menciptakan nilai tambah dalam proses transformasi input menjadi output sepanjang valuestream, namun aktivitas itu pada saat sekarang tidak dapat dihindarkan karena berbagai alasan. Misalnya aktivitas inspeksi dan penyortiran dari perspektif lean merupakan aktivitas tidak bernilai tambah sehingga merupakan waste, namun pada saat sekarang kita masih membutuhkan inspeksi dan penyortiran karena mesin dan peralatan yang digunakan sudah tua sehingga tingkat keandalannya berkurang. Demikian pula pengawasan terhadap orang, misalnya merupakan aktivitas tidak bernilai tambah berdasarkan perspektif lean, namun pada saat sekarang kita masih harus melakukannya karena orang tersebut baru saja direkrut oleh perusahaan sehingga belum berpengalaman. Dalam konteks ini aktivitas inspeksi, penyortiran, dan pengawasan dikategorikan sebagai type one waste.dalam jangka panjang type one waste harus dapat dihilangkan atau dikurangi.type one waste ini juga sering disebut sebagai Incidential Activity atau Incidential Work yang termasuk kedalam aktivitas tidak bernilai tambah (non-value-adding-work or activity). Type two waste merupakan aktivitas yang tidak menciptakan nilai tambah dan dapat dihilangkan dengan segera.misalnya menghasilkan produk cacat (defect) atau melakukan kesalahan (error) yang harus dapat dihilangkan dengan segera.type two waste ini sering disebut sebagai waste saja karena benar-benar

8 II-8 merupakan pemborosan yang harus dapat diidentifikasi dan dihilangkan dengan segera. Tabel 2.2 Seven Plus Type of Waste Type Waste Akar penyebab (RootCause) Overproduction : memproduksi lebih dari pada kebutuhan pelanggan internal dan eksternal, atau memproduksi lebih cepat atau lebih awal dari pada waktu kebutuhan pelanggan internal dan eksternal Delay : keterlambatan yang tampak melalui orang-orang yang sedang menunggu mesin, peralatan, bahan baku, supplies, perawatan/pemeliharaan (maintenance), dll. Atau mesin yang sedang menunggu perawatan, orang-orang, bahan baku, peralatan, dll. Transportation : proses pemindahan atau memindahkan material atau produk oleh orang atau mesin dalam jarak yang sangat jauh dari satu proses ke proses berikutnya yang dapat mengakibatkan waktu penanganan material bertambah Processes : mencakup proses-proses tambahan atau aktivitas kerja yang tidak perlu atau tidak efisien Ketiadaan komunikasi, sistem balas jasa dan penghargaan yag tidak tepat, hanya berfokus pada kesibukan kerja, bukan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan internal da eksternal. Inkonsistensi metode kerja, waktu penggantian produk yang panjang (long changeover times), dll. Tata letak yang buruk (poor layout), ketiadaan koordinasi dalam proses house keeping, organisasi tempat kerja yang buruk (poor work place organization), lokasi penyimpanan material atau produk yang banyak dan saling berjauhan (multiple and long distance storage locations) Ketidak tepatan penggunaan peralatan, pemeliharaan yang buruk, gagal mengkombinasi operasi-operasi kerja, proses kerja dibuat serial padahal proses-proses itu tidak saling tergantung satu sama lain, yang semestinya dapat dibuat parallel. Tabel 2.2 Seven Plus Type of Waste (Lanjutan) Type Waste Akar penyebab (RootCause)

9 II Inventories : pada dasarnya inventories menyembunyikan masalah dan menimbulkan aktivitas penanganan tambahan yang seharusnya tidak diperlukan. Inventories juga megakibatkan extra paper work, extra space,dan extra cost. Motions : setiap gerakan atau pergerakan dari orang atau mesin yang tidak menambah nilai kepada barang dan jasa yang akan diserahkan kepada pelanggan tetapi hanya menambah biaya dan waktu Defective products : scarp, rework, customersreturns, customerdissatisfactions. Defective products : desain yang tidak memenuhi kebutuhan pelanggan, penambahan features yang tidak perlu. Peralatan yang tidak andal (unrealiable equipment), aliran kerja yang tidak seimbang (unbalance flow), pemasok yang tidak kapabel (incapable suppliers), peramalan kebutuhan yang tidak akurat, ukuran batch yang besar (large batch size), log change over times. Organisasi tempat kerja yang buruk (poor work place organization), tata letak yang buruk (poor layout), metode kerja yang tidak konsisten (inconsistent work methods), poor machine design. Incapable processes, insufficient training, ketiadaan prosedur operasi standar. Lock of customers input in design, over design. (Sumber : Gaspersz, 2011) Berikut adalah sumber-sumber pemborosan dalam suatu sistem bisnis dan industri (Gaspersz, 2011): 1. Pemborosan pada input a. Kelebihan persediaan (overstocking). b. Material-material yang tidak terpakai (cacat, usang). 2. Pemborosan pada proses a. Scrap dan pekerjaan ulang. b. Proses yang tidak efisien. c. Proses yang kuno/usang. d. Proses tidak andal. 3. Pemborosan pada output a. Kelebihan produksi yang tidak terjual (overproduction).

10 II-10 b. Produk cacat. c. Produk usang. d. Produk usang/ketinggalan mode. 4. Pemborosan dalam lini produksi a. Pekerjaan ulang. b. Scrap. c. Pekerjaan jelek. d. Hasil-hasil yang rendah. e. Inventori untuk pengaman (buffer inventories). f. Lini produksi terhenti karena kegagalan mesin dan/atau peralatan. g. Lini produksi terhenti karena kekurangan material. h. Kerusakan mesin dalam waktu lama. i. Perubahan-perubahan rekayasa (engineering changes). j. Tambahan penggunaan input (tenaga kerja, material,dll) karena desain produk yang jelek. k. Kekurangan peralatan yang sesuai. l. Prosedur dan instruktur kerja yang tidak jelas. m. Tingkat absensi tinggi karyawan bagian produksi. n. Ketiadaan pelatihan bagi karyawan bagian produksi. o. Tata letak pabrik yang jelek. p. Waktu set up mesin lama. q. Kualitas material rendah. r. Kelebihan kertas kerja (paperwork). s. Waktu terbuang dari pekerja (worker idle time). 5. Pemborosan dalam departemen material a. Invetori pengaman (buffer inventories). b. Kelebihan material. c. Material yang usang. d. Waktu inspeksi kedatangan material yang lama.

11 II-11 e. Kehilangan inventori. f. Terlalu banyak pemasok. g. Terlalu banyak pesanan pembelian (purchase orders). h. Keterlambatan pengiriman. i. Fasilitas yang besar atau luas untuk menyimpan inventori. j. Selisih perhitungan material yang datang dengan pesanan pesanan pembelian. k. Perencaaan material dan peramalan yang jelek. l. Kelebihan penggunaan kertas kerja (paperwork). 6. Pemborosan yang terkait dengan pemasok a. Kualitas part yang jelek. b. Keterlambatan pengiriman. c. Pengiriman dalam jumlah besar. d. Selisih perhitungan material yang dikirim dengan pesanan pembelian. e. Pekerjaan ulang. f. Ongkos-ongkos yang tinggi. g. Kesalahan-kesalahan dalam pengiriman. 7. Pemborosan dalam rekayasa desain (design engineering) a. Dokumentasi yang jelek. b. Desain yang jelek c. Terlalu banyak parts dalam desain. d. Terlalu banyak pemasok yang berbeda untuk parts yang digunakan dalam desain. e. Desain terlalu kompleks sehingga membutuhkan proses manufacturing yang kompleks. f. Keterlambatan penyerahan desain produk. g. Desain menggunakan komponen yang tidak andal. h. Desain menggunakan material dengan ongkos tinggi. i. Terlalu banyak konfigurasi dalam produk.

12 II-12 j. Terlalu banyak perubahan rekayasa dan pekerjaan ulang (engineering chages and rework). k. Struktu produk (bill of material) yang kompleks dan memiliki tingkat yang terlalu banyak. l. Keandalan mesin yang rendah. m. Desain memasukkan features yang tidak diinginkan oleh pelanggan. 2.5 Value Stream Mapping Value Stream Mapping adalah suatu alat yang secara visual menggambarkan segala aktifitas baik berupa aliran proses,material,dan informasi (value added maupun non value added) yang terjadi selama siklus hidup lengkap produk atau jasa yaitu dari saat lahirnya produk atau jasa tersebut sampai ke titik ketika disampaikan ke konsumen. Value adalah apa yang menjadi keinginan konsumen yang pada umumnya meliputi kualitas tinggi,ketepatan waktu,dan harga yang murah. Berikut ini kategori aktifitas yang dipetakan pada VSM. a) Value added (VA) activities Value added (VA) activities adalah segala aktivitas atau proses yang membawa perubahan atau menambah fungsi pada suatu produk seperti merubah bahan baku menjadi finished goods. VA activities juga sering didefinisikan sebagai proses utama yang merubah bentuk produk atau jasa menjadi lebih bernilai, dimana konsumen bersedia membayar atas nilai tersebut. b) Non value added (NVA) activities Non value added (NVA) activities adalah segala aktivitas yang tidak memberikan perubahan bentuk dan nilai tambah apapun pada produk namun meningkatkan biaya. NVA sering disebut sebagai waste yang harus dieliminasi. Misalnya kegiatan menunggu material atau informasi, rework, transpotasi yang tidak efisien dan lain-lain. c) Required non valueadded (RNVA) activities

13 II-13 Required non valueadded (RNVA) activities adalah aktifitas yang tidak memberikan nilai tambah namun perlu untuk dilakukan, misalnya proses operasi,akuntansi,dan lain-lain. Manajemen value stream adalah proses meningkatkan rasio value terhadap non value dengan mengidentifikasi dan mengeliminasi sumber waste (Breyfogle, 2003 padakhatijah, 2012). APICS Dictionary (2005) dalam (Gaspersz, 2011) mendefinisikan value stream sebagai proses-proses untuk membuat, memproduksi, dan menyerahkan produk (barang dan/atau jasa) ke pasar. Untuk proses pembuatan barang (good), value stream mencakup pemasok bahan baku, manufaktur dan perakitan barang, serta jaringan pendistribusian kepada pengguna barang itu. Untuk proses jasa (service), value stream terdiri atas pemasok, personel pendukung dan teknologi, produser jasa, dan saluran-saluran distibusi jasa itu. Gambar 2.1 Bentuk Dasar Value Stream Mapping Simbol yang biasa digunakan dalam penggambaran aliran proses value stream mapping pada tahap ini dapat dilihat pada tabel 2.3 Tabel 2.3 Simbol untuk Proses Value Stream Mapping No Nama Lambang Fungsi 1. Customer/Supplier Merepresentasikan supplier bila diletakkan di kiri atas, yakni sebagai titik awal yang umum digunakan dalam penggambaran aliran material. Sementara gambar akan mereprentasikan customer bila ditempatkan di kanan atas, biasanya sebagai titik akhir aliran material.

14 II-14 Tabel 2.3 Simbol untuk Proses Value Stream Mapping (Lanjutan) No Nama Lambang Fungsi Menyatakan proses, operasi mesin atau departemen yang melalui aliran material. Secara khusus, untuk menghindari pemetaan setiap 2. Dedicated Proses langkah proses yang tidak diinginkan, maka lambing ini biasanya merepresentasikan satu departemen dengan aliran internal yang kontinu. 3. Data Box 4. Inventory Lambang ini memiliki lambanglambang di dalamnya yang menyatakan informasi / data yang dibutuhkan untuk menganalisis dan mengamati sistem. Menunjukkan keberadaan suatu inventory diantara dua proses. Ketika memetakan current state, jumlah inventory dapat diperkirakan dengan satu perhitungan cepat, dan jumlah tersebut dituliskan dibawah gambar segitiga. Jika terdapat lebih dari satu akumulasi inventory, gunakan satu lambang untuk masing-masing inventory. Lambang ini juga dapat digunakan untuk mereprentasikan penyimpanan bagi raw material dan finished goods.

15 II-15 Tabel 2.3 Simbol untuk Proses Value Stream Mapping (Lanjutan) No Nama Lambang Fungsi 5. Operator Lambang ini merepresentasikan operator. Lambang ini menunjukkan jumlah operator yang di butuhkan untuk melakukan suatu proses 6. Shipments 7. Push Arrows 8. External Shipments 9. Production Control Merepresentasikan pergerakan raw material dari supplier hingga menuju gudang penyimpanan akhir di pabrik, atau pergerakan dari produk akhir di gudang penyimpanan pabrik hingga sampai ke konsumen. Merepresentasikan pergerakan material dari satu proses menuju proses berikutnya. Push memiliki arti bahwa proses dapat memproduksi sesuatu tanpa memandang kebutuhan cepat dari proses yang bersiat downstream. Melambangkan pengiriman yang dilakukan dari supplier ke konsumen atau pabrik ke konsumen dengan menggunakan pengangkutan eksternal (di luar pabrik) Merepresenatsikan penjadwalan produksi utama atau departemen pengontrolan, orang, atau operasi.

16 II-16 Tabel 2.3 Simbol untuk Proses Value Stream Mapping (Lanjutan) No Nama Lambang Fungsi 10. Manual Info Gambar anak panah yang lurus dan tipis menunjukkan aliran informasi umum yang bisa diperoleh melalui catatan, laporan ataupun percakapan. Jumlah dan jenis catatan lain bisa jadi relevan. 11. Electronic Info Merepresentasikan aliran elektronik seperti melalui :Electronic Data Interchange (EDI), internet, intranet, LANs (Local Area Network), WANs (Wide Area Network). Melalui anak panah ini, maka dapat diindikasikan jumlah informasi atau data yang dipertukarkan, jenis media yang digunakan seperti fax, telepon, dan lain-lain dan juga jenis data yang dipertukarkan itu sendiri 12. Other 13. Timeline Menyatakan informasi atau hal lain yang peting Menunjukkan waktu yang memberikan nilai tambah (cycle times) dan waktu yang tidak memberikan nilai tambah (waktu menunggu). Lambang ini digunakan untuk menghitung Lead Time dan Total Cycle Time. (Sumber :Gaspersz, 2011) Terdapat 7 macam detail mapping tools yang biasa digunakan, antara lain sebagai berikut : 1. Process Activity Mapping Tool ini memetakan proses secara detail langkah demi langkah. Gambar ini menggunakan simbol-simbol yang berbeda untuk mempresentasikan aktivitas operasi, menunggu, transportasi, inspeksi dan penyimpanan. Peta ini berguna untuk mengetahui berapa persen kegiatan yang dilakukan merupakan kegiatan nilai tambah dan berapa persen bukan nilai tambah, baik yang bisa dikurangi maupun yang tidak. Perluasan dari tool ini dapat digunakan untuk mengidentifikasikan lead time dan produktivitas baik

17 II-17 aliran fisik maupun aliran informasi. Lima tahap pendekatan dalam Process Activity Mapping secara umum adalah : a) Memahami aliran proses b) Mengidentifikasi pemborosan c) Mempertimbangkan apakah proses dapat di arrange ulang pada rangkaian yang lebih effisien. d) Mempertimbangkan aliran yang lebih baik, melibatkan aliran layout dan rute transportasi yang berbeda. e) Mempertimbangkan apakah segala sesuatu yang telah dilakukan pada tiap-tiap stage benar-benar perlu dan apa yang akan terjadi jika hal-hal yang berlebihan tersebut dihilangkan. Tujuan dari pemetaan ini adalah untuk membantu memahami aliran proses, mengidentifikasikan adanya pembororsan, mengidentifikasikan apakah suatu proses dapat diatur kembali menjadi lebih efisien, mengidentifikasikan perbaikan aliran penambahan nilai. 2. Supply Chain Response Matrix Merupakan sebuah grafik yang menggambarkan hubungan antara inventory dengan lead time yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi kenaikan atau penurunan tingkat persediaan dan panjang lead time pada tiap area dalam supply chain. Dari fungsi yang diberikan, selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan manajemen untuk menaksir kebutuhan stock apabila dikaitkan pencapaian lead time yang pendek. Tujuan penggunaan tool ini untuk menjaga dan meningkatkan service level kepada konsumen pada tiap jalur distribusi dengan biaya yang rendah. 3. Production Variety Funnel Merupakan suatu teknik pemetaan secara visual dengan cara melakukan plot pada sejumlah variasi produk yang dihasilkan dalam setiap tahap proses manufaktur. Teknik ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi titik mana sebuah produk generic diproses menjadi beberapa produk yang spesifik, dapat menunjukkan area bottleneck pada desain proses. Yang selanjutnya dapat digunakan untuk perbaikan kebijakan inventory, dalam bentuk bahan baku, produk setengah jadi atau produk jadi. 4. Quality Filter Mapping

18 II-18 Merupakan tool yang memetakan di mana problemproblem kualitas muncul dalam supply chain. Problem kualitas yang dimaksud bisa berupa produk cacat (yang tidak terdeteksi oleh proses inspeksi ), internal scrap (kecacatan yang diproduksi dan terdeteksi oleh bagian inspeksi ), dan sevice defect yang merupakan masalah pada jasa yang menyertai produk, seperti keterlambatan pengiriman atau kekurangan dokumen, kesalahan proses packing maupun labeling, kesalahan jumlah (quantity), permasalahan faktur dan sebagainya 5. Demand Amplification Mapping Merupakan tool yang digunakan untuk memetakan pola permintaan di tiap titik pada supply chain. Pada umumnya, variabilitas permintaan meningkat semakin ke hulu posisi dalam supply chain 6. Decision Point Analysis Merupakan tool yang mempunyai nama lain decoupling point, yaitu titik di mana terjadi perubahan pemicu kegiatan produksi yang tadinya berdasarkan ramalan menjadi berdasarkan pesanan. 7. Physical Stucture Merupakan tool baru yang dapat digunakan untuk memahami sebuah kondisi supply chain di industri. Hal ini diperlukan untuk mengerti bagaimana industri itu sendiri, bagaimana operasinya dan khususnya dalam mengarahkan perhatian pada area yang mungkin belum mendapatkan perhatian yang cukup. Alat ini membantu mengapresiasikan apa yang terjadi dalam industri. Pemakaian tools yang tepat didasarkan pada kondisi perusahaan itu sendiri dan dilakukan dengan menggunakan value stream mapping tool yaitu Tabel 2.4 Value Stream Mapping Tools Waste/ Structure Process Activity Mappin g Supply Chain Respones e Matrix Prod. Variet y Funne l Quality Filter Mappin g Demand Amplificatio n Mapping Decisio n Point Analysis OverProductrio n L M L M M Waiting H H L M M Physical Structur e

19 II-19 Transport H L Inappropriate Processing H M L L Unncessary Inventory M H M H M L Unnecessary Motion H L Defect L H Overall Structure L L M L H M H (Hines & Rich, 1997) Catatan : H (high correlation and usefulness) faktor pengali = 9 M (Medium correlation and usefulness) faktor pengali = 3 L (Low correlation and usefulness) faktor pengali = Process Cycle Efficiency (PCE) Process Cycle Efficiency atau biasa disingkat dengan PCE, adalah suatu metode yang digunakan untuk menganalisa suatu masalah yang akan dieliminasi. Metode ini sangat membantu mempermudah untuk menentukan apakah proses yang ada pada suatu sistem tersebut bernilai tambah atau value-added. Untuk mengaplikasikan metode PCE membutuhkan beberapa hal, yaitu : 1. Memetakan proses 2. Mengidentifikasi langkah-langkah value added activity (VA), necessary but nonvalue added (NNVA) atau tidak bernilai tambah tetapi diperlukan untuk mendukung value added activity dan non value added (NVA) atau tidak bernilai tambah. 3. Menstratakan maping sesuai point nomer 2 4. Tambahkan dimensi waktu pada langkah-langkah proses. Setelah langkah-langkah tersebut selesai, kemudian dapat menghitung seberapa banyak persentasi dari value-add. Waktu dari keseluruhan proses disebut cycle time. Untuk mengidentifikasi PCE. Adapun rumus untuk mendapatkan nilai PCE dalam suatu sistem produksi yaitu membagi waktu value-add time dengan cycle time.

20 II-20 Process Cycle Efficiency (PCE) digunakan untuk menghitung nilai efisiensi dari suatu proses. Menurut George (2002), Nilai efisiensi suatu proses dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Process Cycle Efficiency (PCE) = Value Added Time Total Lead Time.(2.1) 2.7 Pengertian Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE) Manufacturing cycle effectiveness (MCE) adalah persentase value added activities yang ada dalam aktivitas proses produksi yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan value bagi customer (Saftiana,2007). MCE merupakan ukuran yang menunjukkan persentase value added activities yang terdapat dalam suatu aktivitas yang digunakan oleh seberapa besar non value added activities dikurangi dan dieliminasi dari proses pembuatan produk (Mulyadi, 2003). Manufacturing cycle effectiveness merupakan alat analisis terhadap aktivitas aktivitas produksi, misalnya berapa lama waktu yang dikonsumsi oleh suatu aktivitas mulai dari penanganan bahan baku, produk dalam proses hingga produk jadi (cycle time). MCE dihitung dengan memanfaatkan data cycle time atau throughput time yang telah dikumpulkan. Pemilihan cycle time dapat dilakukan dengan melakukan activity analysis (Saftiana, 2007). Cycle time terdiri dari value added activity dan non value added activities. Value added activity yaitu processing time dan non value added activities yang terdiri dari waktu penjadwalan (schedule time), waktu inspeksi (inspection time), waktu pemindahan (moving time), waktu tungggu (waiting time), dan waktu penyimpanan (storage time). Cycle time yang digunakan untuk menghitung MCE dapat diformulasikan sebagai berikut (Mulyadi,2003) :

21 II-21 MCE= ProcessingTime cycle time... (2.2) Analisis MCE dapat meningkatkan kinerja dan efisiensi perusahaan melalui perbaikan yang bertujuan untuk mencapai cost effectiveness (Saftiana, dkk 2007). Analisis dilakukan langsung terhadap aktivitas-aktivitas perusahaan yang dirumuskan dalam bentuk data waktu yang dikonsumsi oleh setiap aktivitas. Waktu aktivitas tersebut mencerminkan berapa banyak sumber daya dan biaya yang dikonsumsi oleh aktivitas tersebut dan dapat dijadikan sebagai dasar untuk menilai kinerja dan efektivitas pada perusahaan. Analisis MCE yaitu keputusan dilakukan untuk menurunkan biaya produksi. Suatu proses pembuatan produk menghasilkan cycle effectiveness sebesar 100%, maka aktivitas bukan penambah nilai telah dapat dihilangkan dalam proses pengolahan produk, sehingga customer produk tidak dibebani dengan biaya-biaya untuk aktivitasaktivitas yang bukan penambah nilai (Mulyadi, 2003). Apabila proses pembuatan produk menghasilkan cycle effectiveness kurang dari 100%, maka proses pengolahan produk masih mengandung aktivitas-aktivitas yang bukan penambah nilai bagi customer. proses produksi yang ideal adalah menghasilkan cycle time sama dengan processing time (Saftiana, dkk 2007). 2.8 Root Cause Analys (RCA) Keandalan didefenisikan sebagai probabilitas dari suatu item untuk dapat melaksanakan fungsi yang telah ditetapkan, pada kondisi pengoperasian dan lingkungan tertentu untuk periode waktu yang telah ditentukan. Analisa keandalan berhubungan dengan distribusi probabilitas dengan waktu sebagai variabel random. Parameter yang akan diukur misalnya laju kegagalan komponen, lama waktu mereparasi, adalah variabel yang bervariasi secara random terhadap waktu. Data perawatan tentang jam operasi suatu peralatan untuk mengalami perawatan (diasumsikan mengalami kegagalan), kemudian dianalisa untuk mencari bentuk kurva distribusi probabilitasnya.

22 II-22 Root Cause Analysis (RCA) merupakan metode yang terstruktur untuk menemukan secara pasti awal kesalahan yang menjadi akar penyebab dari kegagalan sebuah sistem atau peralatan. Tujuan utama RCA adalah meningkatkan keandalan sebuah sistem sehingga akan meningkatkan faktor ketersediaan sistem tersebut. Setiap munculnya penyebab kegagalan diinvestigasi dan dilaporkan adalah agar sedapat mungkin kita dapat mengidentifikasi langkah perbaikan guna mencegah munculnya kejadian yang sama dan lebih jauh dapat melindungi kesehatan dan keselamatan, pekerja dan lingkungan (DOE, 1992). RCA memberikan petunjuk bagaimana mengidentifikasi penyebab kegagalan sebuah sistem hingga berbagai level yang menjadi penyebab kritisnya kondisi sistem. Teknik Root Cause Analysis mengeksploitasi keterkaitan hubungan yang umumnya terjadi antara sistem dan subsistem. Root Cause sering kali digunakan dalam hubungannya analisa sebuah kegagalan dan proses analisa dilakukan setelah terjadi kegagalan (Moubray, 1997). Untuk menyelesaikan sebuah masalah, pertama kali harus dikenali dan dimengerti apa yang menjadi penyebab masalah tersebut. Akar penyebab masalah merupakan penyebab yang paling mendasar terhadap sebuah kondisi yang tidak diinginkan. Jika penyebab sebenarnya tidak diidentifikasi, maka seseorang biasanya hanya menunjukkan gejalanya saja dan masalah tersebut akan terus berlanjut. Oleh karena itu, mengidentifikasi dan memilah akar penyebab dari masalah sangat penting dilakukan. Proses Root Cause Analysis menurut Rooney (2004) terdiri dari 4 langkah utama yaitu : 1. Pengumpulan data 2. Rekonstruksi faktor penyebab 3. Identifikasi akar penyebab 4. Rekomendasi dan impelementasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar-dasar teori yang akan dijadikan sebagai acuan, prosedur dan langkah-langkah dalam melakukan penelitian, sehingga permasalahan yang diangkat

Lebih terperinci

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1 B A B 5 1 VSM adalah suatu teknik / alat dari Lean berupa gambar yg digunakan untuk menganalisa aliran material dan informasi yg disiapkan untuk membawa barang dan jasa kepada konsumen. VSM ditemukan pada

Lebih terperinci

Permasalahan yang akan dijadikan objek penelitian ini adalah keterlambatan pengerjan proyek pembuatan High Pressure Heater (HPH) di PT.

Permasalahan yang akan dijadikan objek penelitian ini adalah keterlambatan pengerjan proyek pembuatan High Pressure Heater (HPH) di PT. PT. Barata Indonesia merupakan perusahaan manufaktur dengan salah satu proyek dengan tipe job order, yaitu pembuatan High Pressure Heater (HPH) dengan pengerjaan pada minggu ke 35 yang seharusnya sudah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lean Thinking Pada dasarnya konsep lean adalah konsep perampingan atau efisiensi. Konsep ini dapat diterapkan pada perusahaan manufaktur maupun jasa, karena pada dasarnya konsep

Lebih terperinci

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet (INKABA) adalah perusahaan manufaktur yang memproduksi berbagai jenis produk teknik berbahan baku utama karet, salah satunya adalah produk karet damper.

Lebih terperinci

Lean Thinking dan Lean Manufacturing

Lean Thinking dan Lean Manufacturing Lean Thinking dan Lean Manufacturing Christophel Pratanto No comments Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste (pemborosan) di dalam proses, atau dapat juga dikatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI Jurnal dan referensi diperlukan untuk menunjang penelitian dalam pemahaman konsep penelitian. Jurnal dan referensi yang diacu tidak hanya dalam negeri namun juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu 2.1.1 Penelitian Ravishankar (2011) Penelitian yang dilakukan Ravishankar (2011) bertujuan untuk menganalisa pengurangan aktivitas tidak bernilai tambah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metodologi penelitian bertujuan untuk memberikan kerangka penelitian yang sistematis sehingga dapat memberikan kesesuaian antara tujuan penelitian dengan

Lebih terperinci

KAJIAN WASTE PADA PRODUKSI BENANG DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. XYZ SURABAYA

KAJIAN WASTE PADA PRODUKSI BENANG DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. XYZ SURABAYA KAJIAN WASTE PADA PRODUKSI BENANG DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. XYZ SURABAYA Minto waluyo Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri makanan dan minuman merupakan sektor strategis yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Industri makanan dan minuman merupakan sektor strategis yang akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri makanan dan minuman merupakan sektor strategis yang akan terus tumbuh. Segmen yang menjanjikan yaitu pasar minuman ringan. Pasar minuman ringan di Indonesia

Lebih terperinci

APLIKASI LEAN THINKING PADA INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT SEMEN GRESIK

APLIKASI LEAN THINKING PADA INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT SEMEN GRESIK APLIKASI LEAN THINKING PADA INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT SEMEN GRESIK Krisna Ardi Wibawa, I Nyoman Pujawan Program Magister Manajemen Teknologi ITS Jl. Cokroaminoto 12 A Surabaya E-mail: WibawaCTI@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Lean Manufacturing Ohno (1997) seperti yang dikutip oleh Abdullah (2003) menjelaskan bahwa ide dasar di balik sistem lean manufacturing, yang telah dipraktekkan selama

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Konsep Umum Lean Lean pertama kali diperkenalkan oleh Toyota dan dikenal dengan Toyota Production System (Howell, 1999; Liker, 2004). Sistem Produksi Toyota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dalam usaha peningkatan produktivitas, perusahaan harus mengetahui kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan jasa)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Berdasarkan diagram alir pada gambar 3.1 dapat dijelaskan bahwa dalam melakukan penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yang harus dilakukan mulai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Waktu siklus Pengukuran waktu adalah kegiatan mengamati pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja atau oleh operator serta mencatat waktu-waktu kerjanya baik waktu setiap elemen maupun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Minimasi waste merupakan hal yang penting untuk mendapatkan value stream yang baik. Produktivitas yang meningkat mengarah pada operasi yang

Lebih terperinci

PENDEKATAN LEAN THINKING UNTUK PENGURANGAN WASTE PADA PROSES PRODUKSI PLASTIK PE

PENDEKATAN LEAN THINKING UNTUK PENGURANGAN WASTE PADA PROSES PRODUKSI PLASTIK PE PENDEKATAN LEAN THINKING UNTUK PENGURANGAN WASTE PADA PROSES PRODUKSI PLASTIK PE Shanty Kusuma Dewi 1*,Tatok Dwi Sartono 2 1,2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Malang

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING UNTUK MENGURANGI LEAD TIME SHOULDER Studi Kasus PT.Barata Indonesia (Persero)

IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING UNTUK MENGURANGI LEAD TIME SHOULDER Studi Kasus PT.Barata Indonesia (Persero) IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING UNTUK MENGURANGI LEAD TIME SHOULDER Studi Kasus PT.Barata Indonesia (Persero) Ratnaningtyas, Moses Laksono Singgih Magister Managemen Teknologi, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

OPTIMASI LINI PRODUKSI DENGAN VALUE STREAM MAPPING DAN VALUE STREAM ANALYSIS TOOLS

OPTIMASI LINI PRODUKSI DENGAN VALUE STREAM MAPPING DAN VALUE STREAM ANALYSIS TOOLS OPTIMASI LINI PRODUKSI DENGAN VALUE STREAM MAPPING DAN VALUE STREAM ANALYSIS TOOLS Yosua Caesar Fernando 1 dan Sunday Noya 2 Abstract: Meminimalkan pemborosan dalam proses produksi adalah salah satu tujuan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Current State Value Stream Mapping. material dalam sistem secara keseluruhan. Value Stream Mapping yang digambarkan

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Current State Value Stream Mapping. material dalam sistem secara keseluruhan. Value Stream Mapping yang digambarkan BAB V ANALISA HASIL Pada bab ini akan dijabarkan hasil analisa dari pengolahan data yang telah dilakukan untuk selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam pengembangan rekomendasi perbaikan pada sistem dan

Lebih terperinci

Evaluasi Sistem Bisnis Lean Oleh: Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma master Black Belt

Evaluasi Sistem Bisnis Lean Oleh: Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma master Black Belt 1. Apa Itu Lean? Evaluasi Sistem Bisnis Lean Oleh: Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma master Black Belt Lean adalah suatu upaya terus-menerus (continuous improvement efforts) untuk: menghilangkan pemborosan

Lebih terperinci

Analisis Pemborosan Proses Loading dan Unloading Pupuk dengan Pendekatan Lean Supply Chain

Analisis Pemborosan Proses Loading dan Unloading Pupuk dengan Pendekatan Lean Supply Chain Jurnal Teknik Industri, Vol.1, No.1, Maret 2013, pp.35-40 ISSN 2302-495X Analisis Pemborosan Proses Loading dan Unloading Pupuk dengan Pendekatan Lean Supply Chain Tubagus Ardi Ferdiansyah 1, Asep Ridwan

Lebih terperinci

SIMULASI VALUE STREAM UNTUK PERBAIKAN PADA PROSES PRODUKSI PELUMAS (Studi Kasus LOBP PT. PERTAMINA UPMS V)

SIMULASI VALUE STREAM UNTUK PERBAIKAN PADA PROSES PRODUKSI PELUMAS (Studi Kasus LOBP PT. PERTAMINA UPMS V) SIMULASI VALUE STREAM UNTUK PERBAIKAN PADA PROSES PRODUKSI PELUMAS (Studi Kasus LOBP PT. PERTAMINA UPMS V) Rika Ajeng Priskandana, I Nyoman Pujawan Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste

BAB I PENDAHULUAN. Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan 1 Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste (pemborosan) di dalam proses, atau dapat juga dikatakan sebagai suatu konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri makanan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Fase atau tahapan yang banyak menghasilkan produk yang cacat adalah di bagian proses stripping, terlihat dari diagram Pareto nya dari ketiga tahapan di area produksi Produk X. 2.1

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi proses penerimaan order sampai dengan proses packing dengan mengeliminasi non-value added activities (aktivitas yang tidak bernilai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Produksi dan Proses Produksi Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan tentang latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Era globalisasi yang dihadapi

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2014 ISSN PENGURANGAN WASTE DENGAN PENDEKATAN LEAN PADA SISTEM DISTRIBUSI DI PT.

Seminar Nasional IENACO 2014 ISSN PENGURANGAN WASTE DENGAN PENDEKATAN LEAN PADA SISTEM DISTRIBUSI DI PT. Seminar Nasional IENACO 2014 ISSN 2337-4349 PENGURANGAN WASTE DENGAN PENDEKATAN LEAN PADA SISTEM DISTRIBUSI DI PT. SUPRALITA MANDIRI Annisa Kesy Garside 1*, Faraningrum Restiana 2 1,2 Jurusan Teknik Industri,

Lebih terperinci

Mulai. Studi Pendahuluan. Perumusan Masalah. Penetapan Tujuan. Pemilihan Variable. Pengumpulan Data. Menggambarkan Process Activity Mapping

Mulai. Studi Pendahuluan. Perumusan Masalah. Penetapan Tujuan. Pemilihan Variable. Pengumpulan Data. Menggambarkan Process Activity Mapping BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah suatu rangkaian kerangka pemecahan masalah yang dibuat secara sistematis dalam pemecahan masalah yang dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Toyota production system (TPS) sangat populer di dunia perindustrian.

BAB I PENDAHULUAN. Toyota production system (TPS) sangat populer di dunia perindustrian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki tahun 1990, Lean Production System yang lahir dari Toyota production system (TPS) sangat populer di dunia perindustrian. Dimana tujuan dari sebuah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka diperlukan sebagai acuan peneliti dalam melakukan penelitian di Rumah Sakit Haji Surabaya untuk memperbaiki sistem rawat jalan dengan minimasi waste menggunakan

Lebih terperinci

Analisis Waste dalam Produksi Pasta Gigi Menggunakan Lean Thinking

Analisis Waste dalam Produksi Pasta Gigi Menggunakan Lean Thinking 1 Analisis Waste dalam Produksi Pasta Gigi Menggunakan Lean Thinking Hans Roberto Widiasmoro, dan Moses L. Singgih Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

Usulan Lean Manufacturing Pada Produksi Closet Tipe CW 660J Untuk Meningkatkan Produktivitas

Usulan Lean Manufacturing Pada Produksi Closet Tipe CW 660J Untuk Meningkatkan Produktivitas Jurnal Teknik Industri, Vol., No., Juni 03, pp.-8 ISSN 30-495X Usulan Lean Manufacturing Pada Produksi Closet Tipe CW 0J Untuk Meningkatkan Produktivitas Ridwan Mawardi, Lely Herlina, Evi Febianti 3,,

Lebih terperinci

Penerapan Lean Manufacturing dalam Proses Produksi Common Rail 4D56

Penerapan Lean Manufacturing dalam Proses Produksi Common Rail 4D56 Petunjuk Sitasi: Patrisina, R., & Ramadhan, K. M. (2017). Penerapan Lean Manufacturing dalam Proses Produksi Common Rail 4D56. prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. C131-135). Malang: Jurusan Teknik Industri

Lebih terperinci

USULAN MEMINIMASI WASTE PADA PROSES PRODUKSI DENGAN KONSEP LEAN MANUFACTURING DI CV.X*

USULAN MEMINIMASI WASTE PADA PROSES PRODUKSI DENGAN KONSEP LEAN MANUFACTURING DI CV.X* Reka Integra ISSN: 2338-508 Jurusan Teknik Industri Itenas No.2 Vol.03 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional April 205 USULAN MEMINIMASI WASTE PADA PROSES PRODUKSI DENGAN KONSEP LEAN MANUFACTURING

Lebih terperinci

PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING

PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING Moses L. Singgih dan Andrie Sandi Pramono Jurusan Teknik Industri ITS Kampus ITS Sukolilo Surabaya email: moses@ie.its.ac.id;future_sandi@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Metodologi penelitian merupakan tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang akan di lewati dalam melakukan penelitian ini, yaitu seperti pada Gambar 3.1 merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan metodologi penelitian atau tahapan-tahapan penelitian yang akan dilalui dari awal sampai akhir. Metodologi penelitian perlu ditentukan terlebih

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. berkenan memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat ANALISA PENERAPAN KONSEP LEAN THINKING

KATA PENGANTAR. berkenan memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat ANALISA PENERAPAN KONSEP LEAN THINKING KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah berkenan memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul : ANALISA

Lebih terperinci

Rancangan Lean Manufacturing System Dalam Meningkatkan Efisiensi Kerja Di Perusahaan Komponen Otomotif (Studi Kasus Di PT.

Rancangan Lean Manufacturing System Dalam Meningkatkan Efisiensi Kerja Di Perusahaan Komponen Otomotif (Studi Kasus Di PT. Rancangan Lean Manufacturing System Dalam Meningkatkan Efisiensi Kerja Di Perusahaan Komponen Otomotif (Studi Kasus Di PT. KI Plant Subang) Edi Susanto 1, Arief Irfan Syah Tjaja 2 1,2 Jurusan Teknik Industri,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian berisi penjelasan tahap-tahap yang dilalui penulis dalam menyusun penelitian. Tahap-tahap tersebut adalah tahap awal penelitian, tahap pengumpulan data,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Konsep Dasar Lean Manufacturing Lean manufacturing merupakan metode optimal untuk memproduksi barang melalui peniadaan waste (pemborosan) dan penerapan flow

Lebih terperinci

Strategi Peningkatan Produktivita s

Strategi Peningkatan Produktivita s MODUL PERKULIAHAN Strategi Peningkatan Produktivita s Sejarah Toyota Production System (TPS) Fakultas Program Pascasarjana Program Studi Magister Teknik Industri Tatap Kode MK Muka 01 B11536CA (M-203)

Lebih terperinci

PENERAPAN VALUE STREAM MAPPING UNTUK EVALUASI DAN PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI PADA PT. REMAJA PRIMA ENGINEERING (RPE)

PENERAPAN VALUE STREAM MAPPING UNTUK EVALUASI DAN PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI PADA PT. REMAJA PRIMA ENGINEERING (RPE) PENERAPAN VALUE STREAM MAPPING UNTUK EVALUASI DAN PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI PADA PT. REMAJA PRIMA ENGINEERING (RPE) Santi Nihayatur Rahmah, Moses L. Singgih MMT ITS, Surabaya Santy_nr@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

ACTIVITY-BASED MANAGEMENT

ACTIVITY-BASED MANAGEMENT ACTIVITY-BASED MANAGEMENT Activity-based management (ABM) dimulai dari pemahaman yang mendalam personel tentang aktivitas yang menjadi penyebab timbulnya biaya. Proses analisis nilai merupakan pendekatan

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DI PT. SIERAD PRODUCE SIDOARJO SKRIPSI

ANALISIS PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DI PT. SIERAD PRODUCE SIDOARJO SKRIPSI ANALISIS PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DI PT. SIERAD PRODUCE SIDOARJO SKRIPSI Oleh : BOBBY ALEXANDER NPM 0732010020 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Lemlit USAKTI 01 (01), 2016

Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Lemlit USAKTI 01 (01), 2016 PENERAPAN LEAN MANUFACTURING UNTUK MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI DENGAN CARA MENGURANGI MANUFACTURING LEAD TIME STUDI KASUS: PT ORIENTAL MANUFACTURING INDONESIA Sumiharni Batubara, Raden Abdurrahman

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari pembobotan yang dilakukan terhadap pemborosan (waste)

Lebih terperinci

Bahan Ajar SISPRO MAHOP :) 2012/2013

Bahan Ajar SISPRO MAHOP :) 2012/2013 PENJADWALAN Penjadwalan adalah aspek yang penting dalam pengendalian operasi baik dalam industri manufaktur maupun jasa. Dengan meningkatkan titik berat kepada pasar dan volume produksi untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Penyelesaian masalah yang diteliti dalam tugas akhir ini memerlukan teori-teori atau tinjauan pustaka yang dapat mendukung pengolahan data. Beberapa teori tersebut digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN EVALUASI

BAB V ANALISA DAN EVALUASI BAB V ANALISA DAN EVALUASI Setelah melakukan pengumpulan dan pengolahan data maka tahap selanjutnya adalah menganalisa data-data yang diperoleh dari, Instalasi rawat jalan RSU Haji Surabaya serta melakukan

Lebih terperinci

Analisis Proses Produksi Berdasarkan Lean Manufacture Dengan Pendekatan Valsat Pada PT.XX

Analisis Proses Produksi Berdasarkan Lean Manufacture Dengan Pendekatan Valsat Pada PT.XX Analisis Proses Produksi Berdasarkan Lean Manufacture Dengan Pendekatan Valsat Pada PT.XX Abdul Wahid * *) Program Studi Teknik Industri, e-mail: wahid_kaos@yahoo.co.id ABSTRAK Efektivitas dan efisiensi

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI LEAN PRODUCTION SYSTEM UNTUK MENGELIMINASI WASTE PADA PRODUKSI FILLING CABINET 4D DENGAN PENDEKATAN VALUE STREAM MAPPING

IMPLEMENTASI LEAN PRODUCTION SYSTEM UNTUK MENGELIMINASI WASTE PADA PRODUKSI FILLING CABINET 4D DENGAN PENDEKATAN VALUE STREAM MAPPING NASKAH PUBLIKASI IMPLEMENTASI LEAN PRODUCTION SYSTEM UNTUK MENGELIMINASI WASTE PADA PRODUKSI FILLING CABINET 4D DENGAN PENDEKATAN VALUE STREAM MAPPING (Studi kasus : Divisi Work Fitting PT ATMI Solo) Diajukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Produksi Toyota 2.1.1 Pengertian Sistem Produksi Toyota Menurut Monden (2000), Sistem Produksi Toyota dikembangkan dan dipromosikan oleh Toyota Motor Corporation. Tujuan

Lebih terperinci

PENENTUAN KEBIJAKAN PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING

PENENTUAN KEBIJAKAN PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING PENENTUAN KEBIJAKAN PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING Moses L. Singgih dan Andrie Sandi Pramono Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi, perkembangan dunia usaha mengalami persaingan yang begitu ketat. Agar dapat memenangkan persaingan tersebut perusahaan

Lebih terperinci

Implementasi Lean Manufacturing untuk Identifikasi Waste pada Bagian Wrapping di PT. X Medan

Implementasi Lean Manufacturing untuk Identifikasi Waste pada Bagian Wrapping di PT. X Medan Petunjuk Sitasi: Eddy, & Aswin, E. (2017). Implementasi Lean Manufacturing untuk Identifikasi Waste pada Bagian Wrapping di PT. X Medan. Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. C27-32). Malang: Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Gambar I.1 Part utama Penyusun meter air

Gambar I.1 Part utama Penyusun meter air BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Menurut Gaspersz (2011, p.92), Lean Six sigma merupakan suatu filosofi bisnis, pendekatan sistemik dan sistematik dan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktif yang cukup kuat, sekalipun terjadi gejolak atau krisis ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. produktif yang cukup kuat, sekalipun terjadi gejolak atau krisis ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri mikro, kecil, dan menengah merupakan usaha ekonomi produktif yang cukup kuat, sekalipun terjadi gejolak atau krisis ekonomi. Perkembangan industri mikro,

Lebih terperinci

Analisa Waste Waiting pada Pembuatan Produk Full Hard dengan Menggunakan Process Activity Mapping pada Plant Cold Rolling Mill

Analisa Waste Waiting pada Pembuatan Produk Full Hard dengan Menggunakan Process Activity Mapping pada Plant Cold Rolling Mill Analisa Waste Waiting pada Pembuatan Produk Full Hard dengan Menggunakan Process Activity Mapping pada Plant Cold Rolling Mill Noka Lisano, Aries Susanty Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI BLENDER MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. PMT

PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI BLENDER MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. PMT TESIS PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI BLENDER MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. PMT Oleh : RIAN ADHI SAPUTRA 9109201408 Latar Belakang PT. PMT industri perakitan peralatan rumah tangga Pemberlakuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Lead Time Istilah lead time biasa digunakan dalam sebuah industri manufaktur. Banyak versi yang dapat dikemukakan mengenai pengertian lead time ini. Menurut Kusnadi,

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: A-530

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: A-530 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: 2301-9271 A-530 Penerapan Metode Lean Gainsharing Dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan Kinerja Karyawan Dengan Meningkatkan Produktivitas Maria Ulfa dan Moses

Lebih terperinci

Industrial Management Identifikasi dan Eliminasi Waste pada Proses Receiving di Gudang Logistik

Industrial Management Identifikasi dan Eliminasi Waste pada Proses Receiving di Gudang Logistik Industrial Engineering Journal Vol.5 No.2 (2016) 38-45 ISSN 2302 934X Industrial Management Identifikasi dan Eliminasi Waste pada Proses Receiving di Gudang Logistik Program Studi Manajemen Logistik, Politeknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, tujuan akhir suatu perusahaan adalah untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, tujuan akhir suatu perusahaan adalah untuk memperoleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada umumnya, tujuan akhir suatu perusahaan adalah untuk memperoleh profit yang besar. Profit yang besar akan diperoleh jika perusahaan dapat menekan pengeluaran sekecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan tentang latar belakang penelitian, penjelasan mengenai permasalahan yang diangkat yaitu berupa perumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai, batasan masalah, dan sistematika

Lebih terperinci

PERBAIKAN PROSES PRODUKSI BLENDER MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. PMT

PERBAIKAN PROSES PRODUKSI BLENDER MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. PMT PERBAIKAN PROSES PRODUKSI BLENDER MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. PMT Rian Adhi Saputra 1*), Moses L. Singgih 2) Bidang Keahlian Manajemen Industri Program Studi Magister Manajemen Teknologi

Lebih terperinci

5 BAB V ANALISA DAN HASIL

5 BAB V ANALISA DAN HASIL 5 BAB V ANALISA DAN HASIL 5.1 Analisa 5.1.1 Analisa Kanban Banyaknya kartu kanban yang diperlukan dihitung dengan rumus (Arnaldo Hernandez, 1989): Banyaknya Kanban = Permintaan Harian X Faktor Pengamanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya teknologi saat ini menimbulkan dampak persaingan yang sangat ketat antar perusahaan. Banyak perusahaan berlombalomba untuk mendapatkan keuntungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Lean 2.1.1 Sejarah Sistem Produksi Lean Istilah Lean yang dikenal luas dalam dunia manufacturing dewasa ini dikenal dalam berbagai nama yang berbeda seperti: Lean Production,

Lebih terperinci

PROSES ELIMINASI WASTE DENGAN METODE WASTE ASSESSMENT MODEL & PROCESS ACTIVITY MAPPING PADA DISPENSING

PROSES ELIMINASI WASTE DENGAN METODE WASTE ASSESSMENT MODEL & PROCESS ACTIVITY MAPPING PADA DISPENSING Journal Industrial Manufacturing Vol. 3, No. 1, Januari 2018, pp. 45-50 P-ISSN: 2502-4582, E-ISSN: 2580-3794 PROSES ELIMINASI WASTE DENGAN METODE WASTE ASSESSMENT MODEL & PROCESS ACTIVITY MAPPING PADA

Lebih terperinci

Sistem Produksi. Produksi. Sistem Produksi. Sistem Produksi

Sistem Produksi. Produksi. Sistem Produksi. Sistem Produksi Sistem Produksi Sistem Produksi 84 Produksi Produksi disebut juga dengan istilah manufaktur merupakan salah satu fungsi dalam perusahaan (fungsi lainnya a.l pemasaran, personalia, dan finansial). Produksi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Teknik Industri pada Fakultas

KATA PENGANTAR. persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Teknik Industri pada Fakultas KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kasih sayangnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul IMPLEMENTASI KONSEP LEAN THINKING

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Beberapa manfaat pergudangan adalah: 1. Terjaganya kualitas dan kuantitas barang.

BAB III LANDASAN TEORI. Beberapa manfaat pergudangan adalah: 1. Terjaganya kualitas dan kuantitas barang. BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pergudangan. Pergudangan adalah segala upaya pengelolaan gudang yang meliputi penerimaan, pemeliharaan, penyimpanan, pmeliharaan, pendistribusian, pengendalian dan pemusnahan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Keseimbangan Lini (Line Balancing) Keseimbangan lini adalah pengelompokan elemen pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun kerja yang bertujuan membuat seimbang jumlah pekerja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya industri manufaktur di Indonesia, maka akan semakin ketat persaingan antara perusahaan manufaktur satu dan lainnya. Hal ini memicu perusahaan

Lebih terperinci

BAB 3 LEAN PRODUCTION SYSTEM

BAB 3 LEAN PRODUCTION SYSTEM BAB 3 LEAN PRODUCTION SYSTEM By Ir. B. INDRAYADI,MT JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA 1 2 1 3 PRODUCTION INFORMATION SYSTEM FORECASTING MASTER PRODUCTION SCHEDULE PRODUCT STRUCTURE

Lebih terperinci

PENGURANGAN WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN METODE LEAN MANUFACTURING DI PT. KEMASAN CIPTATAMA SEMPURNA PASURUAN

PENGURANGAN WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN METODE LEAN MANUFACTURING DI PT. KEMASAN CIPTATAMA SEMPURNA PASURUAN PENGURANGAN WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN METODE LEAN MANUFACTURING DI PT. KEMASAN CIPTATAMA SEMPURNA PASURUAN SKRIPSI Diajukan Oleh : Indah Mutiarahma NPM 0532010150 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS RANTAI NILAI PROSES PEMENUHAN MATERIAL PERBEKALAN DI ARMATIM

ANALISIS RANTAI NILAI PROSES PEMENUHAN MATERIAL PERBEKALAN DI ARMATIM ANALISIS RANTAI NILAI PROSES PEMENUHAN MATERIAL PERBEKALAN DI ARMATIM Penelitian Thesis Oleh: MUTHMAINNAH 9108.201.308 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Untukmenjaminterselenggaranya tugaspokoktni

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan kondisi ekonomi yang sulit sekarang ini karena dampak krisis ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan kondisi ekonomi yang sulit sekarang ini karena dampak krisis ekonomi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan kondisi ekonomi yang sulit sekarang ini karena dampak krisis ekonomi Global. Membuat beberapa harga barang-barang, termasuk barang-barang industri menjadi meningkat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa penelitian mengenai manufacturing cycle effectiveness dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa penelitian mengenai manufacturing cycle effectiveness dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian mengenai manufacturing cycle effectiveness dan efisiensi produksi telah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x ABSTRAK... xi BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Lean manufacturing adalah filosofi manajemen proses yang berasal dari Toyota Production System (TPS), dengan tujuan peningkatan kepuasan konsumen

Lebih terperinci

UPAYA PENGURANGAN PEMBOROSAN DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING

UPAYA PENGURANGAN PEMBOROSAN DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING UPAYA PENGURANGAN PEMBOROSAN DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING Arik Hariyanto 1) dan Dwi Iryaning Handayani 2 Jurusan Teknik Industri Universitas Panca Marga Probolinggo

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Kajian Pendahuluan. Identifikasi & Perumusan masalah. Penetapan Tujuan & batasan penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Kajian Pendahuluan. Identifikasi & Perumusan masalah. Penetapan Tujuan & batasan penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dirancang untuk mengetahui aliran supply chain management pada sereh wangi desa Cimungkal Kabupaten Sumedang. Penelitian ini bersifat kualitatif sehingga hal

Lebih terperinci

PENDEKATAN LEAN THINKING DALAM MEMINIMASI WASTE PADA SISTEM PEMENUHAN ORDER GUNA MENGURANGI BIAYA DAN WAKTU (Studi Kasus : PT Kasa Husada Wira Jatim)

PENDEKATAN LEAN THINKING DALAM MEMINIMASI WASTE PADA SISTEM PEMENUHAN ORDER GUNA MENGURANGI BIAYA DAN WAKTU (Studi Kasus : PT Kasa Husada Wira Jatim) PENDEKATAN LEAN THINKING DALAM MEMINIMASI WASTE PADA SISTEM PEMENUHAN ORDER GUNA MENGURANGI BIAYA DAN WAKTU (Studi Kasus : PT Kasa Husada Wira Jatim) Moses L. Singgih dan M.Vina Permata Laboratorium Sistem

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI LITERATUR. Tanggungjawab seorang pemimpin perusahaan adalah mengatur seluruh

BAB 2 STUDI LITERATUR. Tanggungjawab seorang pemimpin perusahaan adalah mengatur seluruh BAB 2 STUDI LITERATUR Tanggungjawab seorang pemimpin perusahaan adalah mengatur seluruh sumberdaya produksi secara efisien dan efektif sehingga diperoleh keuntungan yang maksimum (maximum profit). Tanpa

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DI PT ISTANA TIARA SURABAYA SKRIPSI

IDENTIFIKASI WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DI PT ISTANA TIARA SURABAYA SKRIPSI IDENTIFIKASI WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DI PT ISTANA TIARA SURABAYA SKRIPSI DISUSUN OLEH : WAHYU EKO NURCAHYO 0632010198 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Bab I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bab I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Era globalisasi menuntut segala aspek kehidupan seluruh masyarakat untuk berubah, lebih berkembang dan maju. Salah satu mekanisme yang menjadi ciri globalisasi dewasa

Lebih terperinci

BAB V ANALISA. Value added time Leadtime. = 3,22jam. 30,97 jam x 100% = 10,4%

BAB V ANALISA. Value added time Leadtime. = 3,22jam. 30,97 jam x 100% = 10,4% BAB V ANALISA 5.1 Analisa Current State Value Stream Mapping (CVSM) Value stream mapping merupakan sebuah tools untuk memetakan jalur produksi dari sebuah produk yang didalamnya termasuk material dan informasi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah deskriptif kualitatif yaitu metode untuk menyelidiki objek yang dapat diukur dengan angka-angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi jasa atau barang. Manufacturing adalah proses produksi untuk

BAB I PENDAHULUAN. menjadi jasa atau barang. Manufacturing adalah proses produksi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produksi merupakan proses yang berkenaan dengan pengubahan input menjadi jasa atau barang. Manufacturing adalah proses produksi untuk menghasilkan produk-produk fisik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. performansinya secara terus menerus melalui peningkatan produktivitas. Lean

BAB I PENDAHULUAN. performansinya secara terus menerus melalui peningkatan produktivitas. Lean BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Tingkat persaingan di dunia usaha yang semakin tinggi menuntut setiap perusahaan berperan sebagai penghasil nilai (value creator), dengan memperbaiki

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tahun ke tahun, perkembangan dunia bisnis mengalami peningkatan yang mengakibatkan perusahaan terus bersaing untuk menawarkan produk berkualitas sesuai keinginan konsumen.

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXV Program Studi MMT-ITS, Surabaya, 30 Juli 2016

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXV Program Studi MMT-ITS, Surabaya, 30 Juli 2016 PERENCANAAN PROYEK KONSTRUKSI PEMBANGUNAN PIPA GAS DENGAN PENERAPAN METODE LEAN CONSTRUCTION UNTUK MEREDUKSI WASTE (STUDI KASUS PROYEK PEMBANGUNAN PIPA GAS PERTAMINA PORONG GRATI) M. Riski Imansyah Lubis

Lebih terperinci

Avissa Bonita, Rispianda Gita Permata Liansari. Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung.

Avissa Bonita, Rispianda Gita Permata Liansari. Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung. Reka Integra ISSN 2338 508 Jurusan Teknik Industri Itenas No. 2 Vol. 03 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional April 205 USULAN PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI UNTUK MENGURANGI PEMBOROSAN PADA LANTAI PRODUKSI

Lebih terperinci